54
Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7 Program Buginesia, Universitas Hasanuddin Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-2132 2 Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari Spons Callyspongia sp. Isolation, Characterization, and Bioactivity of Secondary Metabolites Cloroform Extract of Sponges Callyspongia sp. Suriani 1) , Hanapi Usman 2) , Ahyar Ahmad 2) 1) Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin 2) Jurusan Kimia Universitas Hasanuddin ABSTRACT The isolation, structure determination and activity test against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs of secondary metabolites of sponges Callyspongia sp has been carried out. Separation techniques used consisted of maceration and fractination, while the structure of compounds were elucidated based on physical, spectroscopie UV and IR data. Two compounds that obtained were predicted as (1) Triterpenoid, and (2) Steroid. Compound (1) showed stronged toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs LC 50 58,86μg/mL and IC 50 0,365μg/mL with compound (2) showed high toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchine with LC 50 86,53 μg/mL and IC 50 22,69μg/mL, respectively. Keywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN Dibidang kelautan, Indonesia memegang peranan penting bagi dunia karena memiliki keragaman hayati laut tertinggi di dunia yang merupakan sumber daya organik. Di dalamnya terdapat 60.000 km persegi areal terumbu karang (spons) yang mencakup 15 % terumbu karang dunia (Kompas, 5 April 2004) Menurut Achmad (2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya organik yang melimpah, merupakan kekayaan yang sebagian besar belum diteliti kandungan kimianya. Oleh karenanya Indonesia adalah suatu negara yang sangat prospektif untuk mengembangkan kimia organik bahan alam khususnya bahan alam laut. Spons merupakan biota laut yang multiseluler primitive (metazoan) tanpa jaringan nyata, yang merupakan sumber metabolit sekunder terkaya (Eru,2005 & Romimohtarto, 2001). Jumlah penyebarannya sangat banyak. Ada 15.000 spesies spons laut di seluruh dunia dan sekitar 45 % senyawa bioaktif laut ditemukan pada spons laut (Anonim, 2006). Perjalanan pencarian obat dari spons dibeberapa perairan Indonesia sudah dilakukan, namun masih banyak lokasi di Indonesia yang belum tersentuh (Wahyuono,2003). Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan wilayah Indonesia. Spons ini adalah salah satu biota laut yang mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat (Satari, 1999). Isolat dari spons ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba dan antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996) dan juga beberapa metabolit sekunder yang memiliki bioaktifitas telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons Indonesia antara lain β-sitosterol; Cholest-5-en-3β-ol; Cholestan-3β-ol; Ergosta- 5,22-dien-3β-ol; 9,19-Siklocholest-24-en-3β-ol; dan Ergost- 5-en-3β-ol, senyawa tersebut menunjukkan toksisitas terhadap A.salina (Sapar, 2004). Barangamide, brianthein, aaptamin, lembehyne, dan bitungolides (Rachmaniar, 2003). Senyawa-senyawa lain masih banyak diteliti dan dilaporkan mempunyai aktivitas farmakologis seperti caminoside A dan swinhoeiamide A (Astuti, 2003). Analisis yang dilakukan terhadap spons Xestospongia aschmorica menghasilkan empat senyawa manzamine baru dengan aktivitas antibakteri (Endrada et al., 1996). Manzamin A yang sebelumnya banyak diteliti karena potensinya sebagai senyawa antikanker mampu menghambat parasit malaria. Peptida pendek dan siklo peptide dari Theonella sp. Dan Microscleroderma sp. (Schmidt and Fusetani et al., 1999) yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan pengobatan penyakit pada manusia dan hewan (Schmidt and Faulkner,1998; Fusetani et al., 1999; dalam Sapar, 2004). Bunga karang yang aktif sebagai bakterisida pada komoditas perikanan antara lain Callyspongia sp, Halicondria sp, dan Auletta sp (Rosmiati & Suryati, 2001). Namun sejauh ini belum banyak data penelitian yang mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp sebagai bahan baku obat pada penyakit manusia dan hewan yang bersifat sebagai anti kanker. Oleh

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7 Program Buginesia, Universitas Hasanuddin

Vol. 12 No. 1 ISSN 1411-2132

2

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari Spons Callyspongia sp.

Isolation, Characterization, and Bioactivity of Secondary Metabolites Cloroform Extract of

Sponges Callyspongia sp.

Suriani1), Hanapi Usman2), Ahyar Ahmad2) 1)Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

2)Jurusan Kimia Universitas Hasanuddin

ABSTRACT The isolation, structure determination and activity test against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs of secondary metabolites of sponges Callyspongia sp has been carried out. Separation techniques used consisted of maceration and fractination, while the structure of compounds were elucidated based on physical, spectroscopie UV and IR data. Two compounds that obtained were predicted as (1) Triterpenoid, and (2) Steroid. Compound (1) showed stronged toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs LC50 58,86µg/mL and IC50 0,365µg/mL with compound (2) showed high toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchine with LC50 86,53 µg/mL and IC50 22,69µg/mL, respectively.

Keywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid.

PENDAHULUAN

Dibidang kelautan, Indonesia memegang peranan penting bagi dunia karena memiliki keragaman hayati laut tertinggi di dunia yang merupakan sumber daya organik. Di dalamnya terdapat 60.000 km persegi areal terumbu karang (spons) yang mencakup 15 % terumbu karang dunia (Kompas, 5 April 2004)

Menurut Achmad (2004) sumber daya organik merupakan gudang senyawa kimia yang sangat potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang tidak dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin sangat berguna dalam keperluan pengobatan, pertanian, dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya organik yang melimpah, merupakan kekayaan yang sebagian besar belum diteliti kandungan kimianya. Oleh karenanya Indonesia adalah suatu negara yang sangat prospektif untuk mengembangkan kimia organik bahan alam khususnya bahan alam laut.

Spons merupakan biota laut yang multiseluler primitive (metazoan) tanpa jaringan nyata, yang merupakan sumber metabolit sekunder terkaya (Eru,2005 & Romimohtarto, 2001). Jumlah penyebarannya sangat banyak. Ada 15.000 spesies spons laut di seluruh dunia dan sekitar 45 % senyawa bioaktif laut ditemukan pada spons laut (Anonim, 2006). Perjalanan pencarian obat dari spons dibeberapa perairan Indonesia sudah dilakukan, namun masih banyak lokasi di Indonesia yang belum tersentuh (Wahyuono,2003).

Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis spons yang banyak tumbuh di perairan wilayah

Indonesia. Spons ini adalah salah satu biota laut yang mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat (Satari, 1999). Isolat dari spons ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba dan antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996) dan juga beberapa metabolit sekunder yang memiliki bioaktifitas telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari spons Indonesia antara lain β-sitosterol; Cholest-5-en-3β-ol; Cholestan-3β-ol; Ergosta-5,22-dien-3β-ol; 9,19-Siklocholest-24-en-3β-ol; dan Ergost-5-en-3β-ol, senyawa tersebut menunjukkan toksisitas terhadap A.salina (Sapar, 2004). Barangamide, brianthein, aaptamin, lembehyne, dan bitungolides (Rachmaniar, 2003). Senyawa-senyawa lain masih banyak diteliti dan dilaporkan mempunyai aktivitas farmakologis seperti caminoside A dan swinhoeiamide A (Astuti, 2003). Analisis yang dilakukan terhadap spons Xestospongia aschmorica menghasilkan empat senyawa manzamine baru dengan aktivitas antibakteri (Endrada et al., 1996). Manzamin A yang sebelumnya banyak diteliti karena potensinya sebagai senyawa antikanker mampu menghambat parasit malaria. Peptida pendek dan siklo peptide dari Theonella sp. Dan Microscleroderma sp. (Schmidt and Fusetani et al., 1999) yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan pengobatan penyakit pada manusia dan hewan (Schmidt and Faulkner,1998; Fusetani et al., 1999; dalam Sapar, 2004). Bunga karang yang aktif sebagai bakterisida pada komoditas perikanan antara lain Callyspongia sp, Halicondria sp, dan Auletta sp (Rosmiati & Suryati, 2001).

Namun sejauh ini belum banyak data penelitian yang mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp sebagai bahan baku obat pada penyakit manusia dan hewan yang bersifat sebagai anti kanker. Oleh

Page 2: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

3

karena itu perlu dilakukan penelusuran senyawa metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp serta uji toksisitas sebagai anti kanker dengan menggunakan uji BST dan antimitotik masing-masing menggunakan benur udang A. Salina dan telur bulubabi.

METODE PENELITIAN

1. Isolasi dan pemurnian senyawa metabolit sekunder dari spons

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada metode yang sering digunakan dalam mengisolasi senyawa kimia bahan alam yang meliputi pemilihan spesies spons, penentuan lokasi pengambilan sampel, persiapan dan pengambilan sampel hewan, maserasi, partisi, fraksinasi dan analisis spektroskopi dari senyawa murni yang diperoleh dan dilanjutkan dengan uji aktivitas dari senyawa yang diperoleh (Soekamto, 2003). 2. Uji Bioaktivitas a. uji toksisitas dengan menggunakan metode

Brine Shrimp lethality test (BST)

Masing-masing sebanyak 1 mg sampel dalam tabung ependorf dilarutkan dalam DMSO sebanyak 100 µL kemudian diencerkan dengan 150 µL aquades. Dari pengenceran tersebut diambil 200 µL diencerkan kembali dengan 600 µL aquades. Selanjutnya pengenceran dilakukan dalam mikroplate dengan konsentrasi yang divariasi dan volume sampel tiap lubang 100 µL secara triplo. Larva udang A. salina yang berumur 48 jam dipipet sebanyak 100 µL dengan jumlah benur 7-15 ekor, dimasukkan dalam mikroplate (96-well plate) yang berisi sampel kemudian diinkubasi selama 24 jam dilakukan juga pada DMSO tanpa sampel sebagai control negative. Selanjutnya dihitung udang yang mati dan yang hidup serta ditentukan LC50 dengan program “ Bliss method” (Meyer, 1982).

b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur Bulubabi

Tabung eppendoff yang berisi sampel ditambahkan air laut sesuai perhitungan untuk mencukupkan volume akhir hingga 1 ml. Kemudian dalam tabung tersebut ditambahkan zigot sebanyak 100 µg/ml setelah 10 menit terjadi fertilisasi. Dilakukan pengulangan 3 kali untuk tiap sampel uji dan kontrol. Selanjutnya disimpan pada suhu 15 – 20 oC dengan diselingi pengocokan. Pengamatan sel yang membelah dilakukan setelah 2 jam inkubasi dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan kamera.

3. Penentuan Struktur Senyawa

Penentuan struktur senyawa dapat dilakukan berdasarkan pengukuran instrument seperti UV dan IR terhadap senyawa bioaktif yang telah dimurnikan.

HASIL PENELITIAN

1. Ekstraksi dan Fraksinasi Hasil maserasi ekstrak kloroform setelah disaring dievaporasi pada tekanan rendah diperoleh maserat kental berupa residu berwarna coklat sebanyak 1044 mL dan secara konversi berat pervolume diperoleh ekstrak sebanyak 48 g. Hasil ekstraksi cair-cair dalam corong pisah berturut-turut dengan pelarut n-heksan, kloroform dan etil asetat pada penguapan mengunakan alat rotary vapor dengan tekanan rendah diperoleh ekstrak n-heksan (3,8g), kloroform (6,8g), dan etil asetat (2,6g) Ekstrak kloroform (6,8g) tersebut selanjutnya difraksinasi dengan menggunakan KKV dan eluen n-heksan, campuran n-hesan-etil asetat dengan peningkatan kepolaran diperoleh 27 fraksi. Berdasarkan analisis KLT fraksi dengan Rf yang sama digabung hingga diperoleh 4 fraksi utama (A-D), kemudian dievaporasi dan ditentukan beratnya serta dimonitor dengan KLT.

Fraksi X merupakan gabungan fraksi A dan fraksi B, setelah difraksinasi dengan KKT menggunakan eluen n-heksan, campuran n-heksan etil asetat dengan peningkatan kepolaran diperoleh 32 fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi berdasarkan analisis KLT menghasilkan 9 fraksi utama (X1 –X9 ).

Fraksi utama ke-2 (X2) sebanyak 13,2 mg berupa serbuk putih kekuningan, dikristalisasi dan direkristalisasi dengan metanol diperoleh senyawa (1) berupa serbuk putih sebanyak 6,4 mg dengan titik leleh 176 –177 oC. Kemurnian senyawa tersebut dengan melalui analisis KLT yang menunjukkan noda tunggal dengan tiga macam sistem eluen.

Fraksi utama ke-3 (X3) setelah dikristalisasi dengan aseton menghasilkan senyawa (2) yang berupa kristal putih sebanyak 4,2 mg. Kristal tersebut larut dalam pelarut n-heksan. Fraksi utama C difraksinasi lebih lanjut dengan menggunakan KKT dengan eluen etil-asetat–n-heksan 40% diperoleh 5 fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi berdasarkan analisis KLT. menghasilkan 2 fraksi utama (C1 – C2). Setelah fraksi C1 dikristalisai dengan aseton kemudian fraksi C1 dan fraksi X3 dianalisis dengan KLT secara bersama-sama, karena analisis KLT mempunyai nili Rf yang sama sehingga fraksi C1 dan fraksi X3 digabung diperoleh senyawa (2) berbentuk kristal putih sebanyak 5,4 mg dengan titik leleh 187 – 189 oC. Karakter senyawa tidak berpendar dibawah UV, namun dengan menggunakan pereaksi penampak noda seriumsulfat menunjukkan noda mula-mula berwarna biru kemudian memudar dan larut dalam kloroform. Kemurnian senyawa (2) dibuktikan melalui analisis KLT dengan tiga macam sistem eluen yang menunjukkan noda tunggal.

Page 3: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

4

2. Uji Bioaktivitas. Uji toksisitas dengan menggunakan metode Brine Shrimp lethality test (BST) Tabel 1. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) ekstrak spons callysponga sp. fraksi n-heksan, kloroform dan etil asetat

No Ekstrak Berat

(g) Aktivitas

(LC50) (µg/mL)

1. 2. 3.

n-Heksan Kloroform Etil asetat

3,8 6,8 2,6

230,25 94,53 435,38

Tabel 2. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) 4 fraksi

utama hasil fraksinasi ekstrak kloroform spons Callyspongia sp .

No Fraksi

utama Berat (mg)

Aktivitas (LC50)

(µg/mL)

1. 2. 3. 4.

Fraksi A Fraksi B Fraksi C Fraksi D

134 87 43 32

58,86 152,09 184,33 741,09

Tabel 3. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) fraksi-

fraksi utama hasil fraksinasi fraksi A+B (fraksi X) dan fraksi C

No Fraksi Berat

(mg) Aktivitas

(LC50) (µg/mL)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

X1 X2 X3-C1 X4 X5 X6 X7 X8 X9

3,3 13,2 14,6 5,2 4,6 3,7 4,3 4,5 3,2

- 11,83 68,32

- 758,46 471,29 778,09 358,70

-

Tabel 4. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) senyawa (isolat tunggal)

No Senyawa Berat (mg)

Aktivitas (LC50)

(µg/mL) 1. 2.

Senyawa 1 Senyawa 2

6,4 mg 9,6 mg

58,86 86,53

b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur Bulubabi Tabel 5. Nilai aktivitas (IC50 dalam µg/mL) ekstrak kloroform dan senyawa (isolat tunggal)

No Senyawa Berat

Aktivitas (IC50 )

(µg/mL) 1.

2. 3.

Ekstrak kloroform Senyawa 1 Senyawa 2

6,8 g

6,4 mg 9,6 mg

5,337

0,365 22,69

3. Pengukuran Spektroskopi

Senyawa (1) diperoleh sebagai serbuk berwarna putih dengan titik leleh 176 – 177 oC. UV (MeOH) λmax: 237 nm dan 366 nm; penambahan pereaksi NaOH menunjukkan λmax : 237 nm dan 366 nm; spektrum IR (Kbr) Vmax cm-1

:>3000 cm-1 (OH), 2918, 2962, 2850 cm-1 (C-H alifatik) 1705 cm-1 (C=O), 1261, cm-1 (O-CH3), 1097 cm-1 (C-O), 1465 cm-1 dan 1407 cm-1 (CH2 dan CH3) serta tekukan keluar bidang C-H pada serapan 865, 801 dan 720 cm-1

Senyawa (2) dperoleh sebagai kristal berwarna putih dengan titik leleh 187 – 189 oC. UV (MeOH) λmax : 229 nm dan 274 nm; penambahan pereaksi geser NaOH menunjukkan λmax : 229 nm dan 274 nm; spektrum IR (Kbr) Vmax cm-1 : 3433 cm-1 (OH), 2924 dan 2851 cm-1 (C-H alifatik) 1107 (C-O), 1710 cm-1 (C=O), 1464 dan 1374 cm-1

(CH2 dan CH3) serta serapan tekukan keluar bidang C-H pada serapan 959, 879 dan 793 cm-1.

PEMBAHASAN

1. Interpretasi senyawa

Senyawa 1 diperoleh berbentuk serbuk berwarna putih dengan titik leleh 176–177 oC. Hasil uji kualitatif dengan pereaksi Liebermann Burchard menunjukkan positif warna merah ungu yang mengindikasikan golongan senyawa triterpenoid.

Dari spektrum UV tampak bahwa senyawa 1 memberikan pita serapan maksimum pada daerah panjang

Page 4: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

5

gelombang λmaks 237 nm (9230) dan serapan pada panjang gelombang λmaks 366 nm (727), setelah penambahan pereaksi geser NaOH tidak menyebabkan pergeseran panjang gelombang yang mengindikasikan bahwa tidak ada pergeseran gugus hidroksil.

Dari data spektrum IR tersebut di atas, nampak adanya serapan pada νmaks >3000 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH, serapan pada 2918, 2962, 2850 cm-1

yang sangat kuat dan tajam menunjukkan adanya gugus C-H alifatik diikuti dengan serapan pada νmaks 1463 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH2 dan serapan pada νmaks 1385 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH3 yang khas untuk golongan triterpenoid (Yoshihiro et al, 2001). Serapan pada 1705 cm-1 yang menunjukkan regangan ulur ikatan C=O sebagai keton siklik, serapan pada 1261 cm-1 menunjukkan adanya gugus metoksi dan serapan pada 1097 cm-1 merupakan regangan ulur dari C-O alkohol sekunder serta tekukan keluar bidang gugus C-H pada serapan 865, 801 dan 720 cm-1 (Gambar 2).

Berdasarkan data-data di atas dan hasil studi literatur senyawa-senyawa triterpenoid maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 1 adalah senyawa golongan triterpen.

Senyawa 2 diperoleh berbentuk kristal berwarna putih dengan titik leleh 187– 189 oC. Karakter senyawa ini tidak berpendar dibawah UV, namun dengan menggunakan pereaksi penampak noda seriumsulfat menunjukkan noda mula-mula berwarna biru kemudian memudar dan larut dalam kloroform. Hasil uji kualitatif dengan pereaksi Liebermann Burchard menghasilkan warna hijau biru yang mengindikasikan senyawa golongan steroid hal ini juga didukung dengan adanya analisis spektrum UV dan IR.

Dari spektrum UV senyawa 2 diperoleh serapan maksimum pada λmax 229 nm (6543) dan 274 nm (2592). Penambahan pereaksi geser NaOH tidak mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ditunjukkan pada serapan λmax 229 dan 274 nm yang mengindikasikan tidak ada pergeseran gugus hidroksil.

Selanjutnya informasi mengenai senyawa 2 sebagai senyawa steroid diperoleh dari spektrum infra merah (Gambar 4) nampak adanya bilangan gelombang maksimum pada daerah νmaks 3433 cm-1 yang merupakan serapan untuk gugus OH (hidroksil), indikasi terhadap adanya gugus hidroksil didukung oleh serapan pada daerah νmaks 1107 cm-1 merupakan regangan ulur dari C-O alkohol sekunder yang khas untuk golongan steroid (Guogiang et al, 2005). Pada bilangan gelombang νmaks 2924, 2851 cm-1 terdapat serapan yang sangat kuat dan tajam menunjukkan adanya gugus C-H alifatik diikuti dengan serapan pada νmaks 1464 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH2 dan serapan pada νmaks 1374 cm-1 yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH3. Bilangan gelombang pada νmaks 1710 cm-1

menunjukkan adanya serapan gugus karbonil (C=O) sebagai keton siklik dan bilangan gelombang pada gelombang νmaks 1259 cm-1 yang kuat menunjukkan adanya gugus metoksi serta tekukan keluar bidang C-H pada serapan 959,879 dan 793 cm-1.

Berdasarkan data-data di atas dan hasil studi literatur senyawa-senyawa steroid maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 2 adalah senyawa golongan steroid. 2. Uji Bioaktivitas Senyawa Metabolit Sekunder a. Uji toksisitas dengan menggunakan metode Brine Shrimp lethality test (BST) Metabolit sekunder ekstrak n-heksan, fraksi-fraksi, dan isolat tunggal yang diperoleh dari spons Callyspongia sp. diuji aktivitasnya dengan menggunakan udang A.salina sesuai dengan cara yang diuraikan oleh Meyer. Hasil uji menunjukkan adanya toksisitas yang cukup tinggi bahkan ada yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi. Berdasarkan suatu ketentuan, senyawa murni dikatakan aktif apabila nilai LC50 di bawah atau sama dengan 200 µ g/mL dan 500

µ g/mL untuk ekstrak atau fraksi (Anderson et al, 1991).

Aktivitas ekstrak awal (ekstrak n-heksan, kloroform, dan etil asetat) terhadap benur udang A. salina dengan nilai LC50 masing-masing 230,25µ g/mL, 94,53

µ g/mL, dan 435,38µ g/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa

ekstrak kloroform sangat aktif, dan ekstrak n-heksan tergolong aktif sedangkan ekstrak etil asetat cukup aktif. Kemudian empat fraksi utama hasil fraksinasi ekstrak kloroform, hanya satu fraksi yang dikategorikan tidak aktif yaitu fraksi D. Fraksi A, fraksi B dan fraksi C mempunyai nilai LC50 rata-rata dibawah 200 µ g/mL (Tabel 2) sehingga

tergolong aktif terhadap benur udang A. salina. Hal ini mengindikasikan bahwa fraksi-fraksi dari ekstrak kloroform spons Callyspongia sp kemungkinan mengandung senyawa yang bersifat bioaktif atau kemungkinan terdapat beberapa senyawa yang tidak aktif yang bergabung dan saling memperkuat bioaktivitasnya sehingga menyebabkan fraksi tersebut aktif.

Fraksi yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi, yaitu fraksi A dengan LC50 58,86 µ g/mL menunjukkan

bahwa pada fraksi ini terdapat senyawa yang sangat aktif atau bersifat bioaktif. Hal ini didukung dengan ditemukannya senyawa golongan triterpenoid. Senyawa ini menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap benur udang Artemia salina dengan nilai LC50 42,97 µ g/mL (Ulfa,

2006). Aktivitas yang sangat tinggi pada senyawa triterpenoid dengan gugus asam karboksilat juga dijumpai pada asam (24Z)-3-oksotirukalla-7,24-dien-26-oat dan asam epi-oleanolat (Gambar 5) yang berhasil diisolasi dari daun Celaenododendron mexicanum (Euphorbiaceae). Kedua senyawa ini mempunyai aktivitas anti-protozoa ( Manuel et al., 2001).

Page 5: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

6

Gambar 5. Struktur Molekul Senyawa Triterpenoid Asam Karboksilat

Fraksi B dan fraksi C dengan LC50 masing-masing 152,09µ g/mL dan 184,33µ g/mL juga

tergolong fraksi yang aktif. Hasil fraksinasi fraksi X (fraksi A + fraksi B ) dan fraksi C juga memperlihatkan fraksi yang tergolong aktif yaitu fraksi X2 11,83 µ g/mL dan fraksi X3 + C2 68,32µ g/mL kecuali

fraksi X5 758,46µ g/mL, fraksi X6 471,29µ g/mL,

fraksi X7 778,09 µ g/mL dan fraksi X8

358,70µ g/mL. Fraksi X1, Fraksi X4 dan fraksi X9

tidak dilakukan uji bioaktivitas karena tidak larut dalam larutan uji yang digunakan dalam hal ini adalah DMSO

Kemudian fraksi X3 + C1 yang aktivitasnya tergolong sangat tinggi (68,32µ g/mL) setelah

direksistalisasi diperoleh senyawa (2) yang dipastikan sebagai senyawa golongan steroid dengan LC50 86,53 µ g/mL menunjukkan bahwa pada fraksi ini terdapat

senyawa yang bersifat bioaktif. Hal ini didukung dengan ditemukannya senyawa golongan steroid pada fraksi tersebut. Senyawa ini menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap benur udang A. salina dengan nilai LC50 76 µ g/mL (Sapar, 2004).

Golongan senyawa steroid yang hampir selalu dapat ditemukan pada hewan dan tumbuhan. Senyawa ini diduga terbentuk dari asam asetat melalui jalur asam mevalonat kemudian mengalami beberapa reaksi kondensasi, siklisasi dan sebagainya hingga terbentuk senyawa antara/intermediate. Penggunaan senyawa-senyawa aktif farmakologik yang berasal dari alam seperti turunan steroid sangat penting artinya ditinjau dari segi kesehatan karena efek sampingnya relatif kecil dibanding dengan senyawa sintetik. Di samping

itu, bahan baku senyawa-senyawa ini juga dapat diperbaharui. Senyawa golongan steroid seperti β -sitosterol

memiliki efek farmakologis yaitu mampu menghambat kerja enzim yang mengkonversi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) yang merupakan penyebab terjadinya kanker prostat (Renai Sante dalam Sapar, 2004).

Gambar 6. Struktur molekul senyawa steroid ( β -sitosterol)

b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur Bulubabi

Metabolit sekunder ekstrak kloroform dan isolat tunggal yang diperoleh dari spons Callyspongia sp diuji aktivitasnya dengan menggunakan sel telur Bulubabi. Hasil uji menunjukkan adanya toksisitas yang cukup tinggi bahkan ada yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi. Pengelompokan terhadap aktivitas sitotoksik didasarkan pada kriteria sitotoksisitas yang tinggi bila IC50 < 4 µg/mL untuk senyawa murni dan IC50 < 20 µg/mL untuk ekstrak total (Hostettmann,1991).

Uji aktivitas ekstrak kloroform, senyawa (1) dan senyawa (2) terhadap sel telur Bulubabi masing-masing 5,337 µg/mL,0,365 µg/mL dan 22,69 µg/mL. Berdasarkan kriteria pengelompokan maka ekstrak kloroform dan senyawa (1) memiliki toksisitas yang sangat tinggi sedangkan senyawa (2) memiliki toksisitas cukup tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan bahwa ekstrak atau fraksi yang bersifat aktif setelah difraksinasi lebih lanjut akan menghasilkan fraksi atau senyawa murni yang juga bersifat aktif seperti pada fraksi X2

dan X3 +C1 diatas. Tetapi tidak menutup kemungkinan pada ekstrak atau fraksi yang tergolong aktif ditemukan atau terdapat senyawa yang tidak aktif khususnya terhadap benur udang A. salina dan sel telur Bulubabi.

KESIMPULAN

Hasil interpretasi data fisik dan spektrum (UV dan

IR) menghasilkan 2 jenis senyawa yang diperoleh merupakan (1) senyawa triterpendid dan (2) senyawa steroid. Hasil uji bioaktif yang dilakukan terhadap benur udang Artemia salina Leach dan sel telur Bulubabi memperlihatkan bahwa senyawa (1) sangat toksik terhadap Artemia salina dan sel telur Bulubabi masing-masing LC50 58,86 µg/mLdan IC50 0,365 g/mL sedang senyawa (2) cukup toksik terhadap

HO

Page 6: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

7

Artemia salina dan sel telur Bulubabi dengan LC50 86,53 µg/mL dan IC50 22,69µg/mL.

SARAN

Callyspongia sp berpotensi untuk

dikembangkan sebagai fitofarmaka mengingat senyawa yang terkandung di dalamnya bersifat bioaktif. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi lebih jauh dan analisis spektrum lebih lanjut agar dapat diketahui secar pasti struktur senyawa yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 2004. Empat puluh tahun dalam kimia

organic bahan alam tumbuh-tumbuhan tropika Indonesia, Rekoleksi dan Prospek. Bulletin of The Indonesian Society of Natural Products Chemistry, 4(2): 5 -54.

Anderson, J.E., Goetz, C.M, and McLaughlin, J.L. 1990. A blind Comparison of Simple Banch-top Bioassay and Human Tumour Cell Cytotoxicities as Anti tumour Prescreen. Phytochemical Analysis . 6: 107-111

Anonim, 2003. Foundation Scuba Diver Indonesia. http:/www.Terangi.or.id/ Indonesian/terumbu-Indon, diakses 12 April 2005.

Anonim, 2006, Mencari Obat Mujarab Laut. http:/www. Forek.or.id, diakses 25 Mei 2006.

Amir,I & Bidiyanto,A., 1996, Mengenal Spons Laut

(Demospongia) Sec. Umum. Oseana, Vol 21 No 2, Lipi, Jakarta.

Astuti, P., 2003, Spons Invertebrata Laut Berpotensi sebagai Sumber Bahan Baku Obat Alam, vol 8 No.26 Oktober-Desember (Edisi khusus). Bagian Biologi-Farmasi, UGM, Yogyakarta.

Barnes, R., P. Calon and P. Olive, 1989. The Invertebrata. Blacwell Scientific Pub. Oxford. London. Edinburg. Boston Melborne. Five Pub: 49-53.

Barnes., R.S.K., 1999. A new Synthesis. Second Edition. Blacwel Science, UK, 49-52.

Caraan, G.B., Lazaro,J.E., Concepcio, G.P., 1994, Biological Assays for Screening of Marine Samples, Second Marine Natural Product Workshop, Marine Science Institute and Institute of Chemistry, University of the Philipines.

Dini, I. 2005. Penelusuran Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.) dan Bioaktivitasnya terhadap Artemia salina Leach. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Kimia Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Eru Wibowo, A., dkk., 2005, Studi Eksplorasi Senyawa Metabolit Sekunder dari biota Laut, Pusat Pengkajian dan penerapan Teknologi Farmasi dan

Medika. http:/www. Iptek.com, diakses 12 April 2005. Fusetani, N.,J Warabi, K. Nogata, Y., Nakao, Y &

Matsunaga, S. 1997. Koshikamide Al, a new Cytotoxic Linear Peptide Isolated from a Marine Sponge, Theonella sp. Tetrahedron letters 40, 4687-4690.

Garson, M.J., 1994. The Biosynthesis of Sponge Secondary Metabolites: Why it is Important? In : Soest, R. W. M. van, Th. M.G. van Kempen and J. C. Braekman, Sponges in Time and space. Proc. 4 th Int. Porifera Congr. Rotterda: Balkema.

Gatot, D. 1984. Kemoterapi Tumor Ganas dalam “Tumor Ganas pada Anak”. Bagian Patologi Anatomik, FK-UI, Jakarta, 99-105.

Gan, S. 1987. Anti Kanker dalam “ Farmakologi dan Terapi”, Edisi III, Bagian Farmakologi FK-UI, Jakarta. 625-626, 635..

Gisela P.C., Gina, C., dan Lazaro, J.E. 1994. Biological Essay For Screening Of Marine Samples, “In Natural Produst Workshop”, Work Book, Marine Science Institut, University Of The Philiphines, Philiphine, 15-18.

Guogiang Li, Zhiwei, D., Huasi, G., Leen van, O., Peter, P & Wenhan, L. 2005. Steroids from the soft coral Dendrophyta sp. www.elsevier.com/locate/steroids. Diakses 22 Februari 2006.

Hadi, S. and John B. Bremner. 2001. Initial Studies on Alkaloids from Lombok Medicinal Plants: Molecules. Departement of Chemistry; University of Wollongong; Wollongong V. 6. 117-129, Australia.

Harryanto, A.R., Aru, W.S., 1990. Kemoterpi Kanker dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta, 524-529.

Hooper, J.N,A., 1997. Guide to Sponge Collection and Identification. Version Merch. Queensland Museum South Brisbane, Queensland.

Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A. 1991. Isolasi dan Uji Sitotoksik Senyawa Bahan Alam. ITB, Bandung.

Jasin, M., 1987. Sistematika Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.

Kompas, 2004. Menggali Bahan Baku Obat di Dalam Laut. Terbit 12 Mei 2004. Jakarta.

Lomis, T.A., 1978. Toksikologi Dasar. Edisi III, Penerjemah Imono Argo, IKIP Semarang Press, 4, 16-21.Manuel J. and Luis M., 2001. Plant Natural Product With Leishmaniacidal Activity. J. The Royal Society of Chemistry, 18: 674-688.McLaughlin, J, L., C.J. Chang, and D.L. Smith, 1991. Benctop : Bioassay for The Discovery of Bioactive Natural Products an update; in studies in Natural Products Chemistry. Elsevier, Amsterdam, in Press. 1-10.

Meyer, B.N., N.R. Ferrigni, J.E Putnan, L.B. Jacobsen, D.E. Nicholas, J.L. McLaughlin 1982. Brine Shrimp: A

Page 7: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

8

Convenient General Bioassay for Active Plant Constituent. Departement of Medical Chemistry and Pharmakognocy, School of Pharmacy and pharmacal science, and Cell Culture Libratory, Perdue Cancer Center. West lavayette. USA.

Raflizar, Adimunca, C.,Tuminah, S. 2006. Dekok Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn) Sebagai Obat Radang Hati Akut. Cermin Dunia Kedokteran. 50: 10-14.

Rahmaniar, 2003. Produk Alam Laut sebagai Lead Compound untuk Farmasi dan Pertanian, Dibawakan pada Seminar Sehari Perpektif baru dalam Drug. Discovery, Makassar, 26 Oktober 2003.

Rahman,R, Abd & Ahmad ridhay, 2004. Penapisan senyawa Antimikroba dari Beberapa Jenis Bunga Karang (Porifera).Tesis tidak diternitkan. Makassar, Jurusan Farmasi Univeritas Hasanuddin.

Romimohtarto,K & Sri Juwana, 2001. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut, Djambatan, Jakarta.

Rosmiati & Suryati,E 2001, Isolasi, Identifikasi dan Pengaruh senyawa Bioaktif Spona terhadap Bakteri Patogen udang. http://Pustaka.bogor.net/publ/J biotek diakses 24 Februari 2006.

Rusli, 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Anti Mikroba Beberapa Spons dari Perairan Pulau Samalona. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Kimia Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Sapar, A., A.S. Kumanireng, N, de Voogd, Alfian N, 2004. Isolasi dan Penentuan Struktur Metabolit Sekunder Aktif Sponges Biemna triraphis Asal Pulau Kapodasang (Kepulauan Spermonde), Marina Chemica Acta. J.V. 6 NO.1.

Sarjoko, 1996. Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas, Rancangan Rasional dalam Pengembangan Senyawa Bioaktif, Dibawakan pada Seminar sehari Perspektif baru dalam Drug. Discovery, Ujung Pandang.

Satari. RR, 1999. Penelitian Produk Bahan Alam Laut di Indonesia. Arah dan prospek: Seminar Nasional Kimia Bahan Alam. Jakarta.

Scheuer, P.J., (Ed), 1978. Marine Natural Product : Chemical and Biological Perspectives. Vol. II. Academic Press, Inc. New York. USA.

Scmidt, E.W and Faulkner, D.J. 1998. Mecrosclerodermis C-E, Anrifungal Cyclic, peptide from the lithistid Marine Sponges Theonella sp and Microscleroderma sp, Tetrahedron 54, 3043-3056.

Soekamto, N.H., 2003. Profil Fitokimia Beberapa Spesies Moraceae Indonesia; Disertasi tidak diterbitkan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Troter II, R.T., Logan, M.H., Rocha, J.M., dan Bonetta, J.L., 1983. Ethnography and Bioassay : Combined Methods for a Preliminary Screen of Home Remedies for Potensial Pharmacological Activity. MFI, J. of Pharm, vol 6, no 4.

Ulfa, M. 2006. Isolasi, Karakterisasi dan Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.). Tesis tidak diterbitkan. Makassar: Jurusan Kimia Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Wahyuono, S., 2003, Mencari Obat antikanker dari Spons Perairan Indonesia, Cakrawala Suplemen Pikiran Rakyat. http:/www. Pikiran rakyat.com, diakses 13 April 2006.

Wiryowidagdo, S & W. Moka, 1995. Identifikasi dan Eksplorasi Organisme Laut sebagai Sumber Bahan Baku obat di Kepulauan Spermonde Sul-Sel.

Yuliani, S. 2001. Prospek Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka. Jurnal Litbang Pertanian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat - Bogor. 20,(3).

Yoshihiro, M., Masoto, F., Akihito,Y., Yutaka, S., Shigenori, & Hiroshi,S. 2001. Triterpene glycosides from the roots of Sanguisorba officinalis. www. elsevier.com/locate/phytocem. Dieakses 22 Februari 2006.

Page 8: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

1

Dear readers, Due to a progress in technology, publications now enters in a new appearance and positioned in a global perspective that is the ability of reaching the readers as much and large as possible. Doubly prepared in the form in ‘on-line’ as well as in printed matter are not really an easy task because we are still in a learning stage especially for on line system. Fortunately we have many good talents and volunteers that work hardly to build a capability of having a good online performance. Communication, as said in French words : “ςa n’est plus comme d’autres fois” meaning that the way we interact is no longer like before. Now we all are using internet language which is for older fellows are sometimes difficult to adapt and adopt. We learn every day as the consequence of sustaining life. On the other hand printed form remain existed simply because many writers or researchers require it as part of proven documents needed for promoting their career in professional level. It is necessary as well to let the readers know that various efforts have been conducted to assign the web site of the journal. First thing to do is to apply the journal at www.unhas.ac.id and it works although it is difficult to manage. A second try is to bring the journal into other website in this case called www.marina.cv-21.com as is currently used. Further step in the future is to create our own website called www.marina-chimica-acta.com which will be used for the next publication. Of course some budget implication can not be avoided but as part of our dedication to the journal, an equilibrium between the cost and the service will be made in balance. Sponges have been mostly the article topics presented at this time. Suriani et al for example explored the secondary metabolites of Callispongis sp. through its isolation, characterization, and bioactivity examination. Ika Indrayani et al, on the other hand, discussed about the capacity of Clathria reinwardhi and Xestospongia in absorbing metals Pb and Fe, the research they have done in Spermonde waters. Another sponge research is coming from Henie Purwandar that studied concentration of trace metals of Cr, Co, and Ni on sponge microsymbiont, Enterobacter agglomerans from haliclona fascigera sp. Two other papers are about biosorption capacity of reef upon nickel ion from Rizki Amaliah et al. , and the last one is article given by Rohani Bahar dealing with alginate extraction from seaweed sargassum sp and its application in slowing fruit maturation, in this case oranges. Finally, it is important once again to note that printed form will be kept existed on request and cost implied. Have a nice reading. Chief Editor Alfian Noor

Page 9: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Marina Chimica Acta, April 2012, hal 2-7

Program Buginesia, Universitas Hasanuddin

Vol. 12 No. 1

ISSN 1411-2132

2

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder dari

Spons Callyspongia sp.

Isolation, Characterization, and Bioactivity of Secondary Metabolites Cloroform Extract of

Sponges Callyspongia sp.

Suriani1)

, Hanapi Usman2)

, Ahyar Ahmad2)

1)Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

2)Jurusan Kimia Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

The isolation, structure determination and activity test against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs

of secondary metabolites of sponges Callyspongia sp has been carried out. Separation techniques used consisted of

maceration and fractination, while the structure of compounds were elucidated based on physical, spectroscopie UV

and IR data. Two compounds that obtained were predicted as (1) Triterpenoid, and (2) Steroid. Compound (1)

showed stronged toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchin eggs LC50 58,86µg/mL and IC50 0,365µg/mL

with compound (2) showed high toxicity against Artemia salina Leach and Sea urchine with LC50 86,53 µg/mL and

IC50 22,69µg/mL, respectively.

Keywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid.

PENDAHULUAN

Dibidang kelautan, Indonesia memegang

peranan penting bagi dunia karena memiliki keragaman

hayati laut tertinggi di dunia yang merupakan sumber

daya organik. Di dalamnya terdapat 60.000 km persegi

areal terumbu karang (spons) yang mencakup 15 %

terumbu karang dunia (Kompas, 5 April 2004)

Menurut Achmad (2004) sumber daya organik

merupakan gudang senyawa kimia yang sangat

potensial sebagai sumber senyawa baru yang unik yang

tidak dapat ditemukan di laboratorium dan mungkin

sangat berguna dalam keperluan pengobatan, pertanian,

dan industri. Indonesia memiliki sumberdaya organik

yang melimpah, merupakan kekayaan yang sebagian

besar belum diteliti kandungan kimianya. Oleh

karenanya Indonesia adalah suatu negara yang sangat

prospektif untuk mengembangkan kimia organik bahan

alam khususnya bahan alam laut.

Spons merupakan biota laut yang multiseluler

primitive (metazoan) tanpa jaringan nyata, yang

merupakan sumber metabolit sekunder terkaya

(Eru,2005 & Romimohtarto, 2001). Jumlah

penyebarannya sangat banyak. Ada 15.000 spesies

spons laut di seluruh dunia dan sekitar 45 % senyawa

bioaktif laut ditemukan pada spons laut (Anonim,

2006). Perjalanan pencarian obat dari spons dibeberapa

perairan Indonesia sudah dilakukan, namun masih

banyak lokasi di Indonesia yang belum tersentuh

(Wahyuono,2003).

Callyspongia sp. merupakan salah satu jenis

spons yang banyak tumbuh di perairan wilayah

Indonesia. Spons ini adalah salah satu biota laut yang

mengandung berbagai metabolit sekunder yang dapat

dimanfaatkan sebagai bahan obat (Satari, 1999). Isolat dari

spons ini dilaporkan memiliki aktivitas antimikroba dan

antiparasit (Amir dan Budiyanto, 1996) dan juga beberapa

metabolit sekunder yang memiliki bioaktifitas telah berhasil

diisolasi dan diidentifikasi dari spons Indonesia antara lain

β-sitosterol; Cholest-5-en-3β-ol; Cholestan-3β-ol; Ergosta-

5,22-dien-3β-ol; 9,19-Siklocholest-24-en-3β-ol; dan Ergost-

5-en-3β-ol, senyawa tersebut menunjukkan toksisitas

terhadap A.salina (Sapar, 2004). Barangamide, brianthein,

aaptamin, lembehyne, dan bitungolides (Rachmaniar, 2003).

Senyawa-senyawa lain masih banyak diteliti dan dilaporkan

mempunyai aktivitas farmakologis seperti caminoside A dan

swinhoeiamide A (Astuti, 2003). Analisis yang dilakukan

terhadap spons Xestospongia aschmorica menghasilkan

empat senyawa manzamine baru dengan aktivitas antibakteri

(Endrada et al., 1996). Manzamin A yang sebelumnya

banyak diteliti karena potensinya sebagai senyawa

antikanker mampu menghambat parasit malaria. Peptida

pendek dan siklo peptide dari Theonella sp. Dan

Microscleroderma sp. (Schmidt and Fusetani et al., 1999)

yang dapat dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan

pengobatan penyakit pada manusia dan hewan (Schmidt and

Faulkner,1998; Fusetani et al., 1999; dalam Sapar, 2004).

Bunga karang yang aktif sebagai bakterisida pada komoditas

perikanan antara lain Callyspongia sp, Halicondria sp, dan

Auletta sp (Rosmiati & Suryati, 2001).

Namun sejauh ini belum banyak data penelitian

yang mengeksplorasi senyawa metabolit sekunder dari spons

Callyspongia sp sebagai bahan baku obat pada penyakit

manusia dan hewan yang bersifat sebagai anti kanker. Oleh

Page 10: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

3

karena itu perlu dilakukan penelusuran senyawa

metabolit sekunder dari spons Callyspongia sp serta uji

toksisitas sebagai anti kanker dengan menggunakan uji

BST dan antimitotik masing-masing menggunakan

benur udang A. Salina dan telur bulubabi.

METODE PENELITIAN

1. Isolasi dan pemurnian senyawa metabolit

sekunder dari spons

Metode yang digunakan dalam penelitian ini

berdasarkan pada metode yang sering digunakan dalam

mengisolasi senyawa kimia bahan alam yang meliputi

pemilihan spesies spons, penentuan lokasi pengambilan

sampel, persiapan dan pengambilan sampel hewan,

maserasi, partisi, fraksinasi dan analisis spektroskopi

dari senyawa murni yang diperoleh dan dilanjutkan

dengan uji aktivitas dari senyawa yang diperoleh

(Soekamto, 2003).

2. Uji Bioaktivitas

a. uji toksisitas dengan menggunakan metode

Brine Shrimp lethality test (BST)

Masing-masing sebanyak 1 mg sampel dalam

tabung ependorf dilarutkan dalam DMSO sebanyak

100 µL kemudian diencerkan dengan 150 µL aquades.

Dari pengenceran tersebut diambil 200 µL diencerkan

kembali dengan 600 µL aquades. Selanjutnya

pengenceran dilakukan dalam mikroplate dengan

konsentrasi yang divariasi dan volume sampel tiap

lubang 100 µL secara triplo. Larva udang A. salina

yang berumur 48 jam dipipet sebanyak 100 µL dengan

jumlah benur 7-15 ekor, dimasukkan dalam mikroplate

(96-well plate) yang berisi sampel kemudian diinkubasi

selama 24 jam dilakukan juga pada DMSO tanpa

sampel sebagai control negative. Selanjutnya dihitung

udang yang mati dan yang hidup serta ditentukan LC50

dengan program “ Bliss method” (Meyer, 1982).

b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel

telur Bulubabi

Tabung eppendoff yang berisi sampel

ditambahkan air laut sesuai perhitungan untuk

mencukupkan volume akhir hingga 1 ml. Kemudian

dalam tabung tersebut ditambahkan zigot sebanyak 100

µg/ml setelah 10 menit terjadi fertilisasi. Dilakukan

pengulangan 3 kali untuk tiap sampel uji dan kontrol.

Selanjutnya disimpan pada suhu 15 – 20 oC dengan

diselingi pengocokan. Pengamatan sel yang membelah

dilakukan setelah 2 jam inkubasi dengan menggunakan

mikroskop yang dilengkapi dengan kamera.

3. Penentuan Struktur Senyawa

Penentuan struktur senyawa dapat dilakukan

berdasarkan pengukuran instrument seperti UV dan IR

terhadap senyawa bioaktif yang telah dimurnikan.

HASIL PENELITIAN

1. Ekstraksi dan Fraksinasi

Hasil maserasi ekstrak kloroform setelah disaring

dievaporasi pada tekanan rendah diperoleh maserat kental

berupa residu berwarna coklat sebanyak 1044 mL dan secara

konversi berat pervolume diperoleh ekstrak sebanyak 48 g.

Hasil ekstraksi cair-cair dalam corong pisah berturut-turut

dengan pelarut n-heksan, kloroform dan etil asetat pada

penguapan mengunakan alat rotary vapor dengan tekanan

rendah diperoleh ekstrak n-heksan (3,8g), kloroform (6,8g),

dan etil asetat (2,6g)

Ekstrak kloroform (6,8g) tersebut selanjutnya

difraksinasi dengan menggunakan KKV dan eluen n-

heksan, campuran n-hesan-etil asetat dengan peningkatan

kepolaran diperoleh 27 fraksi. Berdasarkan analisis KLT

fraksi dengan Rf yang sama digabung hingga diperoleh 4

fraksi utama (A-D), kemudian dievaporasi dan ditentukan

beratnya serta dimonitor dengan KLT.

Fraksi X merupakan gabungan fraksi A dan fraksi B,

setelah difraksinasi dengan KKT menggunakan eluen n-

heksan, campuran n-heksan etil asetat dengan peningkatan

kepolaran diperoleh 32 fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi

berdasarkan analisis KLT menghasilkan 9 fraksi utama (X1

–X9 ).

Fraksi utama ke-2 (X2) sebanyak 13,2 mg berupa serbuk

putih kekuningan, dikristalisasi dan direkristalisasi dengan

metanol diperoleh senyawa (1) berupa serbuk putih

sebanyak 6,4 mg dengan titik leleh 176 –177 oC.

Kemurnian senyawa tersebut dengan melalui analisis KLT

yang menunjukkan noda tunggal dengan tiga macam sistem

eluen.

Fraksi utama ke-3 (X3) setelah dikristalisasi dengan

aseton menghasilkan senyawa (2) yang berupa kristal putih

sebanyak 4,2 mg. Kristal tersebut larut dalam pelarut n-

heksan. Fraksi utama C difraksinasi lebih lanjut dengan

menggunakan KKT dengan eluen etil-asetat–n-heksan 40%

diperoleh 5 fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi berdasarkan

analisis KLT. menghasilkan 2 fraksi utama (C1 – C2).

Setelah fraksi C1 dikristalisai dengan aseton kemudian fraksi

C1 dan fraksi X3 dianalisis dengan KLT secara bersama-

sama, karena analisis KLT mempunyai nili Rf yang sama

sehingga fraksi C1 dan fraksi X3 digabung diperoleh

senyawa (2) berbentuk kristal putih sebanyak 5,4 mg dengan

titik leleh 187 – 189 oC. Karakter senyawa tidak berpendar

dibawah UV, namun dengan menggunakan pereaksi

penampak noda seriumsulfat menunjukkan noda mula-mula

berwarna biru kemudian memudar dan larut dalam

kloroform. Kemurnian senyawa (2) dibuktikan melalui

analisis KLT dengan tiga macam sistem eluen yang

menunjukkan noda tunggal.

Page 11: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

4

2. Uji Bioaktivitas. Uji toksisitas dengan

menggunakan metode Brine Shrimp lethality test

(BST)

Tabel 1. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) ekstrak

spons callysponga sp. fraksi n-heksan, kloroform dan

etil asetat

No Ekstrak Berat

(g)

Aktivitas

(LC50)

(µg/mL)

1.

2.

3.

n-Heksan

Kloroform

Etil asetat

3,8

6,8

2,6

230,25

94,53

435,38

Tabel 2. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) 4 fraksi

utama hasil fraksinasi ekstrak kloroform

spons Callyspongia sp .

No Fraksi

utama

Berat

(mg)

Aktivitas

(LC50)

(µg/mL)

1.

2.

3.

4.

Fraksi A

Fraksi B

Fraksi C

Fraksi D

134

87

43

32

58,86

152,09

184,33

741,09

Tabel 3. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) fraksi-

fraksi utama hasil fraksinasi fraksi A+B

(fraksi X) dan fraksi C

No Fraksi Berat

(mg)

Aktivitas

(LC50)

(µg/mL)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

X1

X2

X3-C1

X4

X5

X6

X7

X8

X9

3,3

13,2

14,6

5,2

4,6

3,7

4,3

4,5

3,2

-

11,83

68,32

-

758,46

471,29

778,09

358,70

-

Tabel 4. Nilai aktivitas (LC50 dalam µg/mL) senyawa (isolat

tunggal)

No Senyawa Berat

(mg)

Aktivitas

(LC50)

(µg/mL)

1.

2.

Senyawa 1

Senyawa 2

6,4 mg

9,6 mg

58,86

86,53

b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur

Bulubabi

Tabel 5. Nilai aktivitas (IC50 dalam µg/mL) ekstrak

kloroform dan senyawa (isolat tunggal)

No Senyawa Berat

Aktivitas

(IC50 )

(µg/mL)

1.

2.

3.

Ekstrak

kloroform

Senyawa 1

Senyawa 2

6,8 g

6,4 mg

9,6 mg

5,337

0,365

22,69

3. Pengukuran Spektroskopi

Senyawa (1) diperoleh sebagai serbuk berwarna

putih dengan titik leleh 176 – 177 oC. UV (MeOH) λmax: 237

nm dan 366 nm; penambahan pereaksi NaOH menunjukkan

λmax : 237 nm dan 366 nm; spektrum IR (Kbr) Vmax cm-1

:>3000 cm-1

(OH), 2918, 2962, 2850 cm-1

(C-H alifatik)

1705 cm-1

(C=O), 1261, cm-1

(O-CH3), 1097 cm-1

(C-O),

1465 cm-1

dan 1407 cm-1

(CH2 dan CH3) serta tekukan

keluar bidang C-H pada serapan 865, 801 dan 720 cm-1

Senyawa (2) dperoleh sebagai kristal berwarna

putih dengan titik leleh 187 – 189 oC. UV (MeOH) λmax : 229

nm dan 274 nm; penambahan pereaksi geser NaOH

menunjukkan λmax : 229 nm dan 274 nm; spektrum IR (Kbr)

Vmax cm-1

: 3433 cm-1

(OH), 2924 dan 2851 cm-1

(C-H

alifatik) 1107 (C-O), 1710 cm-1

(C=O), 1464 dan 1374 cm-1

(CH2 dan CH3) serta serapan tekukan keluar bidang C-H

pada serapan 959, 879 dan 793 cm-1

.

PEMBAHASAN

1. Interpretasi senyawa

Senyawa 1 diperoleh berbentuk serbuk berwarna

putih dengan titik leleh 176–177 oC. Hasil uji kualitatif

dengan pereaksi Liebermann Burchard menunjukkan positif

warna merah ungu yang mengindikasikan golongan senyawa

triterpenoid.

Dari spektrum UV tampak bahwa senyawa 1

memberikan pita serapan maksimum pada daerah panjang

Page 12: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

5

gelombang λmaks 237 nm (9230) dan serapan pada

panjang gelombang λmaks 366 nm (727), setelah

penambahan pereaksi geser NaOH tidak menyebabkan

pergeseran panjang gelombang yang mengindikasikan

bahwa tidak ada pergeseran gugus hidroksil.

Dari data spektrum IR tersebut di atas, nampak

adanya serapan pada νmaks >3000 cm-1

menunjukkan

adanya gugus OH, serapan pada 2918, 2962, 2850 cm-1

yang sangat kuat dan tajam menunjukkan adanya

gugus C-H alifatik diikuti dengan serapan pada νmaks

1463 cm-1

yang merupakan tekukan C-H alifatik dari

CH2 dan serapan pada νmaks 1385 cm-1

yang merupakan

tekukan C-H alifatik dari CH3 yang khas untuk

golongan triterpenoid (Yoshihiro et al, 2001). Serapan

pada 1705 cm-1

yang menunjukkan regangan ulur

ikatan C=O sebagai keton siklik, serapan pada 1261

cm-1

menunjukkan adanya gugus metoksi dan serapan

pada 1097 cm-1

merupakan regangan ulur dari C-O

alkohol sekunder serta tekukan keluar bidang gugus C-

H pada serapan 865, 801 dan 720 cm-1

(Gambar 2).

Berdasarkan data-data di atas dan hasil studi

literatur senyawa-senyawa triterpenoid maka dapat

disimpulkan bahwa senyawa 1 adalah senyawa

golongan triterpen.

Senyawa 2 diperoleh berbentuk kristal

berwarna putih dengan titik leleh 187– 189 oC.

Karakter senyawa ini tidak berpendar dibawah UV,

namun dengan menggunakan pereaksi penampak noda

seriumsulfat menunjukkan noda mula-mula berwarna

biru kemudian memudar dan larut dalam kloroform.

Hasil uji kualitatif dengan pereaksi Liebermann

Burchard menghasilkan warna hijau biru yang

mengindikasikan senyawa golongan steroid hal ini juga

didukung dengan adanya analisis spektrum UV dan IR.

Dari spektrum UV senyawa 2 diperoleh

serapan maksimum pada λmax 229 nm (6543) dan 274

nm (2592). Penambahan pereaksi geser NaOH tidak

mengakibatkan pergeseran panjang gelombang

ditunjukkan pada serapan λmax 229 dan 274 nm yang

mengindikasikan tidak ada pergeseran gugus hidroksil.

Selanjutnya informasi mengenai senyawa 2

sebagai senyawa steroid diperoleh dari spektrum infra

merah (Gambar 4) nampak adanya bilangan

gelombang maksimum pada daerah νmaks 3433 cm-1

yang merupakan serapan untuk gugus OH (hidroksil),

indikasi terhadap adanya gugus hidroksil didukung

oleh serapan pada daerah νmaks 1107 cm-1

merupakan

regangan ulur dari C-O alkohol sekunder yang khas

untuk golongan steroid (Guogiang et al, 2005). Pada

bilangan gelombang νmaks 2924, 2851 cm-1

terdapat

serapan yang sangat kuat dan tajam menunjukkan

adanya gugus C-H alifatik diikuti dengan serapan pada

νmaks 1464 cm-1

yang merupakan tekukan C-H

alifatik dari CH2 dan serapan pada νmaks 1374 cm-1

yang merupakan tekukan C-H alifatik dari CH3.

Bilangan gelombang pada νmaks 1710 cm-1

menunjukkan adanya serapan gugus karbonil (C=O) sebagai

keton siklik dan bilangan gelombang pada gelombang νmaks

1259 cm-1

yang kuat menunjukkan adanya gugus metoksi

serta tekukan keluar bidang C-H pada serapan 959,879 dan

793 cm-1

.

Berdasarkan data-data di atas dan hasil studi

literatur senyawa-senyawa steroid maka dapat disimpulkan

bahwa senyawa 2 adalah senyawa golongan steroid.

2. Uji Bioaktivitas Senyawa Metabolit Sekunder

a. Uji toksisitas dengan menggunakan metode Brine

Shrimp lethality test (BST)

Metabolit sekunder ekstrak n-heksan, fraksi-fraksi,

dan isolat tunggal yang diperoleh dari spons Callyspongia

sp. diuji aktivitasnya dengan menggunakan udang A.salina

sesuai dengan cara yang diuraikan oleh Meyer. Hasil uji

menunjukkan adanya toksisitas yang cukup tinggi bahkan

ada yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi. Berdasarkan

suatu ketentuan, senyawa murni dikatakan aktif apabila nilai

LC50 di bawah atau sama dengan 200 µ g/mL dan 500

µ g/mL untuk ekstrak atau fraksi (Anderson et al, 1991).

Aktivitas ekstrak awal (ekstrak n-heksan,

kloroform, dan etil asetat) terhadap benur udang A. salina

dengan nilai LC50 masing-masing 230,25 µ g/mL, 94,53

µ g/mL, dan 435,38 µ g/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa

ekstrak kloroform sangat aktif, dan ekstrak n-heksan

tergolong aktif sedangkan ekstrak etil asetat cukup aktif.

Kemudian empat fraksi utama hasil fraksinasi ekstrak

kloroform, hanya satu fraksi yang dikategorikan tidak aktif

yaitu fraksi D. Fraksi A, fraksi B dan fraksi C mempunyai

nilai LC50 rata-rata dibawah 200 µ g/mL (Tabel 2) sehingga

tergolong aktif terhadap benur udang A. salina. Hal ini

mengindikasikan bahwa fraksi-fraksi dari ekstrak kloroform

spons Callyspongia sp kemungkinan mengandung senyawa

yang bersifat bioaktif atau kemungkinan terdapat beberapa

senyawa yang tidak aktif yang bergabung dan saling

memperkuat bioaktivitasnya sehingga menyebabkan fraksi

tersebut aktif.

Fraksi yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi,

yaitu fraksi A dengan LC50 58,86 µ g/mL menunjukkan

bahwa pada fraksi ini terdapat senyawa yang sangat aktif

atau bersifat bioaktif. Hal ini didukung dengan

ditemukannya senyawa golongan triterpenoid. Senyawa ini

menunjukkan aktivitas yang tinggi terhadap benur udang

Artemia salina dengan nilai LC50 42,97 µ g/mL (Ulfa,

2006). Aktivitas yang sangat tinggi pada senyawa

triterpenoid dengan gugus asam karboksilat juga dijumpai

pada asam (24Z)-3-oksotirukalla-7,24-dien-26-oat dan

asam epi-oleanolat (Gambar 5) yang berhasil diisolasi dari

daun Celaenododendron mexicanum (Euphorbiaceae).

Kedua senyawa ini mempunyai aktivitas anti-protozoa

( Manuel et al., 2001).

Page 13: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

6

Gambar 5. Struktur Molekul Senyawa Triterpenoid

Asam Karboksilat

Fraksi B dan fraksi C dengan LC50 masing-

masing 152,09 µ g/mL dan 184,33 µ g/mL juga

tergolong fraksi yang aktif. Hasil fraksinasi fraksi X

(fraksi A + fraksi B ) dan fraksi C juga memperlihatkan

fraksi yang tergolong aktif yaitu fraksi X2 11,83

µ g/mL dan fraksi X3 + C2 68,32 µ g/mL kecuali

fraksi X5 758,46 µ g/mL, fraksi X6 471,29 µ g/mL,

fraksi X7 778,09 µ g/mL dan fraksi X8

358,70 µ g/mL. Fraksi X1, Fraksi X4 dan fraksi X9

tidak dilakukan uji bioaktivitas karena tidak larut

dalam larutan uji yang digunakan dalam hal ini adalah

DMSO

Kemudian fraksi X3 + C1 yang aktivitasnya

tergolong sangat tinggi (68,32 µ g/mL) setelah

direksistalisasi diperoleh senyawa (2) yang dipastikan

sebagai senyawa golongan steroid dengan LC50 86,53

µ g/mL menunjukkan bahwa pada fraksi ini terdapat

senyawa yang bersifat bioaktif. Hal ini didukung

dengan ditemukannya senyawa golongan steroid pada

fraksi tersebut. Senyawa ini menunjukkan aktivitas

yang tinggi terhadap benur udang A. salina dengan

nilai LC50 76 µ g/mL (Sapar, 2004).

Golongan senyawa steroid yang hampir selalu

dapat ditemukan pada hewan dan tumbuhan. Senyawa

ini diduga terbentuk dari asam asetat melalui jalur

asam mevalonat kemudian mengalami beberapa reaksi

kondensasi, siklisasi dan sebagainya hingga terbentuk

senyawa antara/intermediate. Penggunaan senyawa-

senyawa aktif farmakologik yang berasal dari alam

seperti turunan steroid sangat penting artinya ditinjau

dari segi kesehatan karena efek sampingnya relatif

kecil dibanding dengan senyawa sintetik. Di samping

itu, bahan baku senyawa-senyawa ini juga dapat

diperbaharui. Senyawa golongan steroid seperti β -sitosterol

memiliki efek farmakologis yaitu mampu menghambat kerja

enzim yang mengkonversi testosteron menjadi

dehidrotestosteron (DHT) yang merupakan penyebab

terjadinya kanker prostat (Renai Sante dalam Sapar, 2004).

Gambar 6. Struktur molekul senyawa steroid

( β -sitosterol)

b. Uji aktivitas dengan metode uji Antimitotik sel telur

Bulubabi

Metabolit sekunder ekstrak kloroform dan isolat

tunggal yang diperoleh dari spons Callyspongia sp diuji

aktivitasnya dengan menggunakan sel telur Bulubabi. Hasil

uji menunjukkan adanya toksisitas yang cukup tinggi

bahkan ada yang toksisitasnya tergolong sangat tinggi.

Pengelompokan terhadap aktivitas sitotoksik didasarkan

pada kriteria sitotoksisitas yang tinggi bila IC50 < 4 µg/mL

untuk senyawa murni dan IC50 < 20 µg/mL untuk ekstrak

total (Hostettmann,1991).

Uji aktivitas ekstrak kloroform, senyawa (1) dan

senyawa (2) terhadap sel telur Bulubabi masing-masing

5,337 µg/mL,0,365 µg/mL dan 22,69 µg/mL. Berdasarkan

kriteria pengelompokan maka ekstrak kloroform dan

senyawa (1) memiliki toksisitas yang sangat tinggi

sedangkan senyawa (2) memiliki toksisitas cukup tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan

bahwa ekstrak atau fraksi yang bersifat aktif setelah

difraksinasi lebih lanjut akan menghasilkan fraksi atau

senyawa murni yang juga bersifat aktif seperti pada fraksi X2

dan X3 +C1 diatas. Tetapi tidak menutup kemungkinan pada

ekstrak atau fraksi yang tergolong aktif ditemukan atau

terdapat senyawa yang tidak aktif khususnya terhadap benur

udang A. salina dan sel telur Bulubabi.

KESIMPULAN

Hasil interpretasi data fisik dan spektrum (UV dan

IR) menghasilkan 2 jenis senyawa yang diperoleh

merupakan (1) senyawa triterpendid dan (2) senyawa steroid.

Hasil uji bioaktif yang dilakukan terhadap benur udang

Artemia salina Leach dan sel telur Bulubabi memperlihatkan

bahwa senyawa (1) sangat toksik terhadap Artemia salina

dan sel telur Bulubabi masing-masing LC50 58,86 µg/mLdan

IC50 0,365 g/mL sedang senyawa (2) cukup toksik terhadap

HO

Page 14: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

7

Artemia salina dan sel telur Bulubabi dengan LC50

86,53 µg/mL dan IC50 22,69µg/mL.

SARAN

Callyspongia sp berpotensi untuk

dikembangkan sebagai fitofarmaka mengingat senyawa

yang terkandung di dalamnya bersifat bioaktif. Untuk

itu perlu dilakukan eksplorasi lebih jauh dan analisis

spektrum lebih lanjut agar dapat diketahui secar pasti

struktur senyawa yang terkandung di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 2004. Empat puluh tahun dalam kimia

organic bahan alam tumbuh-tumbuhan tropika

Indonesia, Rekoleksi dan Prospek. Bulletin of The

Indonesian Society of Natural Products Chemistry,

4(2): 5 -54.

Anderson, J.E., Goetz, C.M, and McLaughlin, J.L.

1990. A blind Comparison of Simple Banch-top

Bioassay and Human Tumour Cell Cytotoxicities

as Anti tumour Prescreen. Phytochemical Analysis

. 6: 107-111

Anonim, 2003. Foundation Scuba Diver Indonesia.

http:/www.Terangi.or.id/ Indonesian/terumbu-

Indon, diakses 12 April 2005.

Anonim, 2006, Mencari Obat Mujarab Laut.

http:/www. Forek.or.id, diakses 25 Mei 2006.

Amir,I & Bidiyanto,A., 1996, Mengenal Spons Laut (Demospongia) Sec. Umum. Oseana, Vol 21 No 2,

Lipi, Jakarta.

Astuti, P., 2003, Spons Invertebrata Laut Berpotensi

sebagai Sumber Bahan Baku Obat Alam, vol 8

No.26 Oktober-Desember (Edisi khusus). Bagian

Biologi-Farmasi, UGM, Yogyakarta.

Barnes, R., P. Calon and P. Olive, 1989. The

Invertebrata. Blacwell Scientific Pub. Oxford.

London. Edinburg. Boston Melborne. Five Pub:

49-53.

Barnes., R.S.K., 1999. A new Synthesis. Second

Edition. Blacwel Science, UK, 49-52.

Caraan, G.B., Lazaro,J.E., Concepcio, G.P., 1994,

Biological Assays for Screening of Marine

Samples, Second Marine Natural Product

Workshop, Marine Science Institute and Institute

of Chemistry, University of the Philipines.

Dini, I. 2005. Penelusuran Metabolit Sekunder Ekstrak

Kulit Batang Tumbuhan Paliasa (Kleinhovia

hospita Linn.) dan Bioaktivitasnya terhadap

Artemia salina Leach. Tesis tidak diterbitkan.

Makassar: Jurusan Kimia Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin.

Eru Wibowo, A., dkk., 2005, Studi Eksplorasi Senyawa

Metabolit Sekunder dari biota Laut, Pusat

Pengkajian dan penerapan Teknologi Farmasi dan

Medika. http:/www. Iptek.com, diakses 12 April 2005.

Fusetani, N.,J Warabi, K. Nogata, Y., Nakao, Y &

Matsunaga, S. 1997. Koshikamide Al, a new Cytotoxic

Linear Peptide Isolated from a Marine Sponge,

Theonella sp. Tetrahedron letters 40, 4687-4690.

Garson, M.J., 1994. The Biosynthesis of Sponge Secondary

Metabolites: Why it is Important? In : Soest, R. W. M.

van, Th. M.G. van Kempen and J. C. Braekman,

Sponges in Time and space. Proc. 4 th Int. Porifera

Congr. Rotterda: Balkema.

Gatot, D. 1984. Kemoterapi Tumor Ganas dalam “Tumor

Ganas pada Anak”. Bagian Patologi Anatomik, FK-UI,

Jakarta, 99-105.

Gan, S. 1987. Anti Kanker dalam “ Farmakologi dan Terapi”, Edisi III, Bagian Farmakologi FK-UI, Jakarta.

625-626, 635..

Gisela P.C., Gina, C., dan Lazaro, J.E. 1994. Biological

Essay For Screening Of Marine Samples, “In Natural

Produst Workshop”, Work Book, Marine Science

Institut, University Of The Philiphines, Philiphine, 15-

18.

Guogiang Li, Zhiwei, D., Huasi, G., Leen van, O., Peter, P &

Wenhan, L. 2005. Steroids from the soft coral

Dendrophyta sp. www.elsevier.com/locate/steroids.

Diakses 22 Februari 2006.

Hadi, S. and John B. Bremner. 2001. Initial Studies on

Alkaloids from Lombok Medicinal Plants: Molecules.

Departement of Chemistry; University of Wollongong;

Wollongong V. 6. 117-129, Australia.

Harryanto, A.R., Aru, W.S., 1990. Kemoterpi Kanker dalam

Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Balai Penerbit FK-UI,

Jakarta, 524-529.

Hooper, J.N,A., 1997. Guide to Sponge Collection and

Identification. Version Merch. Queensland Museum

South Brisbane, Queensland.

Hostettmann, K., Hostettmann, M., Marston, A. 1991.

Isolasi dan Uji Sitotoksik Senyawa Bahan Alam. ITB,

Bandung.

Jasin, M., 1987. Sistematika Hewan Invertebrata dan

Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.

Kompas, 2004. Menggali Bahan Baku Obat di Dalam Laut. Terbit 12 Mei 2004. Jakarta.

Lomis, T.A., 1978. Toksikologi Dasar. Edisi III, Penerjemah

Imono Argo, IKIP Semarang Press, 4, 16-21.Manuel J.

and Luis M., 2001. Plant Natural Product With

Leishmaniacidal Activity. J. The Royal Society of

Chemistry, 18: 674-688.McLaughlin, J, L., C.J. Chang,

and D.L. Smith, 1991. Benctop : Bioassay for The

Discovery of Bioactive Natural Products an update; in

studies in Natural Products Chemistry. Elsevier,

Amsterdam, in Press. 1-10.

Meyer, B.N., N.R. Ferrigni, J.E Putnan, L.B. Jacobsen, D.E.

Nicholas, J.L. McLaughlin 1982. Brine Shrimp: A

Page 15: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit Volume 13 Nomor 1

8

Convenient General Bioassay for Active Plant

Constituent. Departement of Medical Chemistry

and Pharmakognocy, School of Pharmacy and

pharmacal science, and Cell Culture Libratory,

Perdue Cancer Center. West lavayette. USA.

Raflizar, Adimunca, C.,Tuminah, S. 2006. Dekok

Daun Paliasa (Kleinhovia hospita Linn) Sebagai

Obat Radang Hati Akut. Cermin Dunia Kedokteran. 50: 10-14.

Rahmaniar, 2003. Produk Alam Laut sebagai Lead

Compound untuk Farmasi dan Pertanian,

Dibawakan pada Seminar Sehari Perpektif baru

dalam Drug. Discovery, Makassar, 26 Oktober

2003.

Rahman,R, Abd & Ahmad ridhay, 2004. Penapisan

senyawa Antimikroba dari Beberapa Jenis Bunga

Karang (Porifera).Tesis tidak diternitkan.

Makassar, Jurusan Farmasi Univeritas

Hasanuddin.

Romimohtarto,K & Sri Juwana, 2001. Biologi Laut,Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut, Djambatan,

Jakarta.

Rosmiati & Suryati,E 2001, Isolasi, Identifikasi dan

Pengaruh senyawa Bioaktif Spona terhadap

Bakteri Patogen udang.

http://Pustaka.bogor.net/publ/J biotek diakses 24

Februari 2006.

Rusli, 2005. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Aktif Anti

Mikroba Beberapa Spons dari Perairan Pulau

Samalona. Tesis tidak diterbitkan. Makassar:

Jurusan Kimia Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin.

Sapar, A., A.S. Kumanireng, N, de Voogd, Alfian N,

2004. Isolasi dan Penentuan Struktur Metabolit

Sekunder Aktif Sponges Biemna triraphis Asal

Pulau Kapodasang (Kepulauan Spermonde),

Marina Chemica Acta. J.V. 6 NO.1.

Sarjoko, 1996. Hubungan Kuantitatif Struktur dan

Aktivitas, Rancangan Rasional dalam

Pengembangan Senyawa Bioaktif, Dibawakan

pada Seminar sehari Perspektif baru dalam Drug.

Discovery, Ujung Pandang.

Satari. RR, 1999. Penelitian Produk Bahan Alam Laut

di Indonesia. Arah dan prospek: Seminar Nasional

Kimia Bahan Alam. Jakarta.

Scheuer, P.J., (Ed), 1978. Marine Natural Product :

Chemical and Biological Perspectives. Vol. II.

Academic Press, Inc. New York. USA.

Scmidt, E.W and Faulkner, D.J. 1998.

Mecrosclerodermis C-E, Anrifungal Cyclic,

peptide from the lithistid Marine Sponges

Theonella sp and Microscleroderma sp,

Tetrahedron 54, 3043-3056.

Soekamto, N.H., 2003. Profil Fitokimia Beberapa Spesies Moraceae Indonesia; Disertasi tidak

diterbitkan. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Troter II, R.T., Logan, M.H., Rocha, J.M., dan Bonetta, J.L.,

1983. Ethnography and Bioassay : Combined Methods for a Preliminary Screen of Home Remedies for

Potensial Pharmacological Activity. MFI, J. of Pharm,

vol 6, no 4.

Ulfa, M. 2006. Isolasi, Karakterisasi dan Uji Bioaktivitas

Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan

Paliasa (Kleinhovia hospita Linn.). Tesis tidak

diterbitkan. Makassar: Jurusan Kimia Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Wahyuono, S., 2003, Mencari Obat antikanker dari Spons

Perairan Indonesia, Cakrawala Suplemen Pikiran

Rakyat. http:/www. Pikiran rakyat.com, diakses 13

April 2006.

Wiryowidagdo, S & W. Moka, 1995. Identifikasi dan

Eksplorasi Organisme Laut sebagai Sumber Bahan

Baku obat di Kepulauan Spermonde Sul-Sel.

Yuliani, S. 2001. Prospek Pengembangan Obat Tradisional

Menjadi Obat Fitofarmaka. Jurnal Litbang Pertanian

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat - Bogor.

20,(3).

Yoshihiro, M., Masoto, F., Akihito,Y., Yutaka, S.,

Shigenori, & Hiroshi,S. 2001. Triterpene glycosides

from the roots of Sanguisorba officinalis. www.

elsevier.com/locate/phytocem. Dieakses 22 Februari

2006.

Page 16: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Marina Chimica Acta, April 2012, hal 9-15

Program Buginesia, Universitas Hasanuddin

Vol. 13 No. 1

ISSN 1411-2132

��

PENELITIAN LOGAM Pb DAN Fe DALAM SPONS DI PERAIRAN KEPULAUAN SPERMONDE, SULAWESI SELATAN

Ika Indrayani, Mutamainnah Bashir, Alfian Noor*, Asmawati Abdullah

Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Hasanuddin

Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar 90245 *Kontak : [email protected]

ABSTRACT

Analisis of metals concentration of Pb and Fe in the sponge Clathria reinwardhi, Clathria sp. and Xestospongia

sp. have been carry out. Spons preparation was done by washed, dried, crushed and dissolved in HNO3 p.a the

solution is ready for analysis using by Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) method. The results shown

that Pb was higher accumulation in sceleton and Fe was in tissue. The concentration of Pb and Fe in the

sponge from Barranglompo are Clathria reinwardhi (8,85 and 238,40 ppm); Clathria sp. (15,94 and 232,79

ppm); Xestospongia sp. (8,86 and 139,39 ppm). Samalona are Clathria reinwadhi (10,99 and 259,87 ppm);

Xestospongia sp. (9,92 and 301,69 ppm) and Barangcaddi is Clathria reinwardhi (10,99 and 147,32 ppm).

Key words : Accumulation, Concentration, Metals, Spons, SSA

PENDAHULUAN

Platform karang kepulauan Spermonde adalah

kandang keragaman hayati perairan Indonesia yang

jarang tandingannya dan yang paling banyak diteliti

dalam tigapuluh tahun terakhir. Setidaknya 262

spesies terumbu karang Moll, H (1983), 223 spesis

rumput laut Verheij (1993), 58 spesis lamun

Erftemeier (1994), dan 199 spesis spons de Voogd

(1999) telah ditemukan dan dideterminasi dalam

lingkup kepulauan ini. Di sisi lain pengaruh kota

metropolitan Makassar berupa buangan limbah

cukup besar diantaranya logam berat (lihat peta)

Gambar 1. Peta Kawasan Terpadu Kota Makassar

Spons sebagai filter feeder sudah diketahui

berperan penting sebagai alat monitor dan bahkan

menyerap logam tersebut dalam sistem biologisnya

(setidaknya dua sumber). Berikut ini dilaporkan

hasil penelitian kontribusi berbagai jenis spons

dalam menyerap Pb dan Fe di perairan kota

Makassar.

METODOLOGI PENELITIAN

Alat Penelitian Alat yang digunakan meliputi alat gelas yang

umum digunakan di laboratorium,

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Buck

Scientific 205, lampu katoda berongga Pb dan Fe,

neraca analitik Ohaus Mode No. AP 110, pemanas

listrik Maspion, batang pengaduk, kotak es, cawan

petri, lumpang porselin, oven SPN 150 SFD Model

Spinsofd, konduktometer YSI Model 33, pH-meter

Pinnacle Series, dan desikator.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan: spons spesis Clathria

reinwardhi, Clathria sp., Xestospongia sp., HNO3

p.a Merck, HNO3 5%, HNO3 0,5 M, NH4Fe(SO4)2.

12 H2O Merck, Pb(NO3)2 Merck, akuabides,

akuades, deterjen, kertas pH, aseton teknis, tissue

roll, aluminium foil, kertas saring Whatman 42,

plastik kedap udara, dan kertas label.

Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel spons dilakukan pada

tanggal 23 Maret 2011 di tiga lokasi yaitu Pulau

Barranglompo, Pulau Barangcaddi dan Pulau

Samalona. Kemudian sampel dipreparasi dan

diukur di laboratorium Kimia Analitik FMIPA

UNHAS.

Metode Pengambilan Sampel Sampel spons yang telah diambil dibawa ke

laboratorium untuk diidentifikasi, yaitu spons

(Clathria reinwardhi, Xestospongia sp. Clathria

sp). Sampel air laut dan sedimen juga diambil di

lokasi spons tersebut.

Sampel spons dicuci bersih, kemudian dibagi

menjadi dua bagian, satu untuk perlakuan pada

rangka dan bagian lain untuk perlakuan bukan-

rangka.

Prosedur Analisis Analisis kadar air dan logam

berat (Pb dan Fe) Kira-kira 10,000 gram masing-masing sampel

ditimbang teliti di dalam cawan. Sampel

dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 oC

selama 4 jam lalu didinginkan dalam desikator,

Page 17: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Penelitian Logam Pb Dan Fe Dalam Spons Volume 13 Nomor 1

���

kemudian sampel kering ditimbang. Sampel kering

ditimbang sampai bobot tetap. Selisih bobot

menunjukkan kadar air.

Penyiapan sampel Pb dan Fe dalam rangka,

sampel dicuci air panas yang ditambahkan deterjen

kemudian direndam dalam air laut selama kurang

lebih 48 jam. Setelah itu sampel ditekan-tekan

sampai jaringannya rusak dan dicuci dengan air.

Selanjutnya sampel dicuci aseton, dikeringkan dan

dihaluskan sampai menjadi serbuk.

Untuk penentuan logam Pb dan Fe secara

keseluruhan, contoh dicuci air panas yang

ditambahkan deterjen lalu direndam dalam

akuades. Setelah itu contoh dicuci aseton kemudian

dikeringkan dan dihaluskan sampai menjadi serbuk,

sedangkan penetapan kadar logam Pb dan Fe

maupun larutan bakunya serta larutan sampel

dilakukan menurut (Verdenal dkk, 1985) Setiap

sampel ditimbang teliti sebanyak 1 gram lalu

ditambahkan 10 mL asam nitrat p.a, dipanaskan

dan kemudian didinginkan pada suhu kamar.

Setelah dingin dimasukkan ke dalam labu takar 50

mL lalu diencerkan hingga tanda batas dengan

akuabides dan dikocok sampai homogen. Larutan

disaring dengan kertas saring Whatman 42 dan

filtratnya siap dianalisis dengan SSA.

Analisis: blanko adalah pengukuran pereaksi yang

digunakan tanpa larutan sampel , larutan sampel,

larutan baku kemudian dianalisis menggunakan

spektrofotometer serapan atom untuk mendapatkan

kurva kalibrasi dan konsentrasi Pb dan Fe dalam

larutan contoh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Perairan Kepulauan Spermonde Pantai perairan kepulauan Spermonde

umumnya bersuhu nyaman, tingkat keasinan air

yang tidak terlalu tinggi, serta keasaman relatif

netral, disertai kuat arus yang terkendali. Tabel 1 di

bawah ini menunjukkan parameter fisikokimia

perairan di tiga pulau lokasi sampling.

Tabel 1. Kondisi Perairan Tiga Pulau di Kepulauan Spermonde

Kondisi Pulau

Barranglompo

Pulau

Barangcaddi

Pulau Samalona

Suhu (oC) 28,6 28,2 29

Salinitas (‰) 31 30 34

pH 7 7,6 6,8

Kecepatan Arus (m/s) 0,05 0,09 0,13

Dari berbagai data perairan sebelumnya, kondisi di atas mewakili situasi rata-rata dan umumnya menjadi kondisi habitat spons, baik pertumbuhan maupun interaksi dengan lingkungan sekitarnya.

Menurut Hooper (1997), suhu pertumbuhan optimal spons berkisar 26-31

oC. Suhu sangat

berpengaruh terhadap kelarutan logam dalam lingkungan perairan, dimana peningkatan suhu dapat meningkatkan kelarutan logam dalam air sehingga hal ini bisa saja mempengaruhi akumulasi logam dalam organisme laut, terutama pada spons.

Salinitas merupakan salah satu faktor kimia yang ikut mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya. Pada umumnya karang seperti spons tumbuh dengan normal pada salinitas 28-35‰.

Selain suhu dan salinitas, pH juga dapat mempengaruhi kelarutan logam dalam air dimana peningkatan pH dapat menurunkan kelarutan logam dalam air. Spons tumbuh pada pH berkisar 6 – 8 (Kuntsen dalam Hamidah, 1980).

Pengaruh kedalaman biasanya berhubungan dengan faktor lingkungan lainnya, seperti cahaya dan pergerakan air.� Dimana kedalaman laut juga mempengaruhi spons untuk mengakumulasikan logam (Tuwanakotta, 2008).

B. Hasil Analisis Kadar Air Analisis kadar air yang diperoleh dalam sedimen dan spons yang diambil dari pulau Samalona, Barangcaddi dan Barranglompo direkam dalam tabel 2.

Tabel 2. Kadar Air dalam Sedimen dan Spons

Lokasi

Kadar air (%)

Sedimen Clathria reinwardhi Xestospongia sp. Clathria sp.

Samalona 27,79 73,19 52,10 -

Barangcaddi 30,23 81,25 - -

Barranglompo 29,25 79,20 43,68 88,62

Keterangan :

- = Tidak ada sampel

Page 18: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Penelitian Logam Pb Dan Fe Dalam Spons Volume 13 Nomor 1

���

Kadar air yang dikandung oleh spons

Clathria sp. dan Clathria reinwardhi lebih tinggi

daripada Xestospongia sp. Hal ini mungkin

disebabkan bentuk fisik (tekstur) spons yang

berbeda.

C. Hasil Analisis Logam Pb dan Fe dalam Air

Laut, Sedimen dan Spons

Analisis kadar logam Pb dan Fe dalam

salinitas, pH, air laut dan sedimen, Clathria

reinwardhi,

Xestospongia sp. dan Clathria sp. yang berada di

Samalona, Barranglompo serta di Barangcaddi

dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kadar Logam Pb dan Fe dalam Air Laut, Sedimen dan Spons

Lokasi Kadar Logam (ppm)

Air Laut Sedimen Clathria reinwardhi Xestospongia sp. Clathria sp.

Pb Fe Pb Fe Pb Fe Pb Fe Pb Fe

Samalona 0,21 0,52 55,31 904,09 10,99 259,87 9,92 301,69 - -

Barangcaddi 0,12 0,34 55,25 857,88 10,99 147,32 - - - -

Barranglompo 0,16 0,46 53,14 538,98 8,85 238,40 8,86 139,39 15,94 232,79

Keterangan :

- : tidak ada sampel

Menurut Warsidah (2001) akumulasi logam

dalam spons bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh

kondisi lingkungan pertumbuhannya. Kadar logam

dalam spons juga dipengaruhi oleh sedimen yang

ada di sekitarnya.

Sedangkan menurut Darmono ( 2001), faktor

lingkungan yang berpengaruh terhadap kadar

logam dalam tubuh spons adalah air laut dan

sedimen di mana spons itu hidup. Hal ini

disebabkan karena dalam mencari makanan spons

aktif menghisap dan menyaring air laut melalui

pori-pori yang ada di permukaan tubuhnya. Di lain

pihak, sedimen merupakan tempat terakhir

terakumulasinya semua jenis logam yang tidak

diserap oleh biota-biota di dalam perairan.

Dari tabel 3, kadar Fe rata-rata dalam air laut,

sedimen dan sampel spons lebih tinggi daripada

kadar Pb. Hal ini disebabkan karena logam Fe

termasuk logam esensial dimana pada proses

pertumbuhannya spons memerlukan logam

tersebut, karena logam-logam ini secara umum

dapat membantu dalam proses fisiologis makhluk

hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau

pembentukan organ dari makhluk yang

bersangkutan. Logam Fe secara fisiologis

dibutuhkan oleh spons untuk mengkatalisis reaksi-

reaksi kimiawi yang memungkinkan diperolehnya

metabolit lain (Lehninger, 1982). Selain itu, logam

Fe pada spons juga berperan dalam transport

oksigen, respirasi sel, dan terlibat dalam

metabolisme enzimatik hidrogen (hidrogenase),

peroksidase, katalase dan nitrogenase

(Darmokoesoemo dan Handoko, 2008).

Kadar logam Fe dalam sedimen (538,98 ppm

– 904,09 ppm) lebih tinggi daripada dalam air laut

(0,34 ppm – 0,52 ppm). Hal ini menunjukkan

bahwa pada sedimen terjadi akumulasi logam Fe

yang besar karena sedimen merupakan tempat

mengendapnya logam-logam Fe yang berasal dari

permukaan.

Adapun hasil penentuan kadar logam Pb

seperti terlihat pada tabel 3 menunjukkan bahwa

spons-spons yang hidup di Samalona memiliki

kadar logam Pb yang besar. Hal ini disebabkan

oleh kadar logam Pb dalam air laut di Samalona

(0,2066 ppm) lebih tinggi apabila dibandingkan

dengan air laut di perairan Barranglompo dan

Barangcaddi (0,1597 dan 0,1239 ppm).

Kadar logam Pb dalam spons berkisar

antara 8,8544 -15,9407 ppm dalam berat kering.

Tingginya kadar logam Pb juga disebabkan oleh

jaraknya yang dekat dengan kota Makassar yang

padat dengan penduduk dan terdapat banyak

industri. Selain itu Samalona dekat dengan

pelabuhan Soekarno dan pelabuhan pertamina.

Berdasarkan Connel dan Miller (1995) bahwa

keberadaan logam di perairan laut dapat berasal

dari berbagai sumber, antara lain; dari kegiatan

pertambangan, rumah tangga, limbah buangan dari

industri, tumpahan minyak dan dari aliran

pertanian.

Kadar logam Pb dan Fe dalam air laut,

sedimen dan spons dapat ditampilkan dalam bentuk

grafik yang dapat dilihat pada gambar 2.

Page 19: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Penelitian Logam Pb Dan Fe Dalam Sp

Gambar 2. Diagram Kad

D. Distribusi Logam Pb dan Fe dal

Jaringan dan Rangka Spons

Distribusi dan akumulasi logam

organisme air sangat berbeda-beda,

Tabel 4. K

Lokasi Clathria reinwa

Pb

Samalona 2,13 1

Barangcaddi 2,13 1

Barranglompo 3,54 1

Keterangan:

- : tidak ada sampel

Gambar 3. Dis

���

���

���

���

����

�� �� ��

������ �����

������������� �

��

���

���

���

� �

� �����������������

������������� �

pons Volum

adar Logam Pb dan Fe dalam Air Laut, Sedimen dan Spon

alam

m pada setiap

, hal tersebut

bergantung pada setiap spesies, ko

dalam air, fase pertumbuhan dan ke

pindah tempat (Darmon

Kadar Logam Pb dan Fe dalam Jaringan Spons

Kadar Logam Pb dan Fe (ppm)

wardhi Xestospongia sp. Clath

Fe Pb Fe Pb

148,93 4,60 167,85 -

106,83 - - -

130,01 3,54 12,40 7,10

istribusi Logam Pb dan Fe dalam Jaringan Spons

�� �� �� �� �� �� ��

� �� �����

���������

��� ��������

���

�� ��������

������

�� �� �� ��

������ ������ � ���������� �

������

me 13 Nomor 1

ons

konsentrasi logam

kemampuan untuk

ono, 1995).

thria sp.

Fe

-

-

51,83

��������

���������

�������� �

�������

���������

�������� �

Page 20: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Penelitian Logam Pb Dan Fe Dalam Sp

Tabel 5. K

Lokasi Clathria re

Pb

Samalona 8,86

Barangcaddi 8,86

Barranglompo 5,31

Keterangan:

- : Tidak ada sampel

Gambar 4. Di

Berdasarkan Tabel 4 dan 5, se

hasil analisis logam Pb dalam tiga jenis

diteliti yaitu Clathria reinwardhi, Xestodan Clathria sp. menunjukkan bahw

lebih banyak terakumulasi di dal

daripada di dalam jaringan. Menuru

Budiyanto (1996), beberapa kerangka s

dari kalsium karbonat. Oleh karena itu

lebih banyak terkandung dalam rangka

dalam jaringan spons itu sendiri. Kemu

ini disebabkan karena adanya pertukara

Ca2+

(CaCO3) dengan Pb2+

sehingga

PbCO3.

Sedangkan logam Fe leb

terakumulasi dalam jaringan dibandin

rangka. Dari enam sampel spons yan

empat diantaranya yaitu Clathria

Tabel 6. Angka Bandi

Spons Chlatria re

BL BC

Rangka 5,31 8,8

Jaringan 3,54 2,1

AB 1,50 4,1

��

���

���

���

� �

� �����������������

������������� �

pons Volum

���

Kadar Logam Pb dan Fe dalam Rangka Spons�

Kadar Logam Fe dan Pb (ppm)

reinwardhi Xestospongia sp. Clat

Fe Pb Fe Pb

110,94 5,32 133,84 -

40,49 - - -

108,39 5,31 126,99 8,83

Distribusi Logam Pb dan Fe dalam Rangka Spons

sebagian besar

nis spons yang

stospongia sp.wa logam Pb

alam rangka

rut Amir dan

a spons terdiri

itu, logam Pb

ka di banding

mungkinan hal

aran ion antara

ga membentuk

lebih banyak

ingkan dalam

ang dianalisis,

a reinwardhi

(Barranglompo, Barangcaddi dan

Xestopongia sp. (Samalona) meng

Fe lebih banyak terakumulasi d

daripada dalam rangka. Hasil

sesuai dengan pendapat Verdenal

Menurut Verdenal dkk. pada tahun

dibutuhkan untuk penyusunan sera

spons yang disebut lepidokros

menurut Darmono (1995) logam

logam esensial yang sangat diperlu

organisme termasuk didalamn

invertebrata untuk melangsungka

dalam jaringan pernapasan. Kedua

mungkin menyebabkan logam Fe

terakumulasi dalam jaringan d

rangka.

ding Kadar Logam Pb dalam Rangka dan Jaringan Spons

Kadar Logam Pb (ppm)

reinwardhi Xetospongia sp.

BC S BL S

8,86 8,86 5,31 5,32

2,13 2,13 3,54 4,60

4,16 4,15 1,50 1,16

�� �� �� ��

������ ������ � ���������� �

������

me 13 Nomor 1

lathria sp.

Fe

-

-

180,96

n Samalona) dan

nghasilkan logam

dalam jaringan

l yang diperoleh

al dan Darmono.

n 1985, logam Fe

erat pada jaringan

rosit, sedangkan

m Fe merupakan

rlukan oleh setiap

nya organisme

kan metabolisme

ua hal inilah yang

Fe lebih banyak

daripada dalam

Chlatria sp.

BL

8,84

7,10

1,24

�������

���������

�������� �

Page 21: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Penelitian Logam Pb Dan Fe Dalam Spons Volume 13 Nomor 1

Gambar 5. Grafik Angka Banding Kadar Logam Pb dalam Rangka dan Jaringan pada Spons

Keterangan :

1. Clathria reinwardhi

2. Xestospongia sp.

3. Clathria sp.

Tabel 7. Angka Banding Kadar Logam Fe dalam Jaringan dan Rangka Spons

Spons

Kadar Logam Fe (ppm)

Clathria reinwardhi Xestospongia sp. Clathria sp.

BL BC SL BL SL BL

Jaringan 130,01 106,83 148,93 12,4 167,85 51,83

Rangka 108,39 40,49 110,94 126,99 133,84 180,96

AB 1,19 2,64 1,34 0,09 1,25 0,29

Gambar 3. Grafik Angka Banding Kadar Logam Fe dalam Jaringan dan Rangka pada Spons

���� ��������

����

����

���

���

���

��

���

� ��� � ��� � ��� ��

��� ������

������ �

��� ������

���

���

���

���

��

�������� ���������� ���������� ��� �������� ����

����

���

���

Page 22: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

"Volume. x, No. y" "Tittle of Journal ..."

���

Pada gambar 5 dan 6 terlihat bahwa logam Pb dan

Fe yang terakumulasi dalam rangka dan jaringan pada

ketiga jenis spons yaitu Clathria reinwardhi, Xestospongia

sp. dan Clathria sp berada pada kisaran konsentrasi 1,15 –

4,16 ppm dan 0,09 – 2,64 ppm.

Berdasarkan data di atas, maka spons merupakan

salah satu hewan yang dapat berperan dalam

menanggulangi pencemaran serta dapat dijadikan sebagai

bioindikator khususnya pencemaran yang disebabkan oleh

logam-logam di perairan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka

dapat disimpulkan bahwa spons Clathria reinwardhi,

Xestospongia sp. dan Clathria sp. mengandung logam Pb

dan Fe. Logam Pb lebih banyak terakumulasi dalam

rangka sedangkan Fe lebih banyak terakumulasi dalam

jaringan. Kandungan Pb dan Fe dalam spons yang berasal

dari Barranglompo untuk Clathria reinwardhi (8,85 dan

238,40 ppm); Clathria sp. (15,94 dan 232,79 ppm);

Xestospongia sp. (8,86 dan 139,39 ppm). Samalona untuk

Clathria reinwadhi (10,99 dan 259,87 ppm); Xestospongia sp. (9,92 dan 301,69 ppm) dan Barangcaddi untuk Clathria

reinwardhi (10,99 dan 147,32 ppm).

DAFTAR PUSTAKA

Amir, I., dan Budiyanto, A., 1996, Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum, Oseana, 21 (2), 15-31.

Berquist, P. R., 1978, Sponss, Hutchinson, London.

Connel, D.W., dan Miller, G.J., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Ui-Press, Jakarta.

Darmokoesoemo dan Handoko, 2008, Studi Fisiko-Kimia Pembebasan Besi (III) Dalam Kompleks Besi (III) Azotobactine D

Secara In Vitro, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Airlangga, Surabaya.

Darmono, 1995, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI-Press, Jakarta.

Darmono, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran, UI-Press, Jakarta.

De Voogd, J. Nicole, 2005, Indonesian Sponges, Biodiversity and Mariculture potential, University of Amsterdam,

Netherlands.

Harris, V. A., 1988, Sessile Animals of The Sea Shore, Chapman and Hall, London.

Hooper, J. N. A., 1997, Guide to Spons Collection and Identification, Memoir of the Queensland Museum, Australia.

Lehninger, A. L., 1982, Dasar-Dasar Biokimia, Erlangga, Jakarta.

Moll, H., 1983, Zonation and Diversity of Scleractinia on Reffs off S.W Sulawesi, Indonesia. Offsetdrukkerij Kanters B.V.,

Alblasserdam

Rochyatun, E., Edward, dan Rozak, A., 2003, Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn dan Fe dalam Air laut dan

Sedimen Di Perairan Kalimantan Timur, Oseanologi dan Limnologi Indonesia, (35), 51-71.

Tuwanakotta, N., 2008, Kadar Logam Berat Pb, Cd, dan Cr dalam Spons (symphyllia agaricia) di Perairan Teluk Ambon

Bagian Luar. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Ambon.

Verdenal, dkk., 1985, New Perspective in Spons Biology, Smithsonian Institution Press, London.

Verhejj, E., 1993, Marine Plants on the Reefs of the Spermonde Archipelago, S. W Sulawesi, Indonesia, Aspects of Taxonomy

Flousties, and Ecology, Rijksherbarium/hortus Botanicus Leiden, Belanda.

Warsidah, 2001, Distribusi Logam-Logam Esensial Mn, Cu, Zn, dan Ni dalam Spons di Perairan Spermonde, Tesis tidak

diterbitkan, Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Page 23: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Marina Chimica Acta, April 2012, hal 16-20

Program Buginesia, Universitas Hassanuddin

Vol. 13 No. 1

ISSN 1411-2132

16

EKSTRAKSI ALGINAT DARI RUMPUT LAUT Sargassum sp. DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET BUAH

Rohani Bahar Jurusan Kimia, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

Email : [email protected]

ABSTRACT

This research is aimed to determine the capacity of sodium alginate in fruit maturation. Extracted using sodium

carbonate (4%, 6%, and 8%) from sargassum sp taken of Kayangan island, alginate was then purified by

isopropanol. The results showed that the best quality was achieved at 6% with rendemen of 18.3%, 9.09%

reduction by drying, ash content 47.33% with 1.395 of viscosity. Hasilnya menunjukkan bahwa pada konsentrasi

6% mencapai mutu yang terbaik dengan rendamen 18,36%, kadar susut pengeringan 9,09%, kadar abu 47,33%

dengan visikositas 1,395%. The examination was applied to orange maserated with sodium alginate (0-50 ppm).

At 15 ppm suspension, orange can be kept 58.2 days in average at room temperature while control or without

treatment average keeping time was only 32.8 days. This indicated that sodium alginate has a potential as fruit

preserver.

Key words : maturation, extract, Sargassum sp, keeping time

PENDAHULUAN

Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya

hayati laut Indonesia yang mempunyai potensi cukup baik

untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Dari

ratusan jenis rumput laut yang ada di Indonesia, terdapat 5

jenis yang bernilai ekonomis tinggi seperti Gracilaria,

Gelidium, keduanya penghasil agar, Eucheuma, Hypea,

sebagai penghasil carrageenan, dan Sargassum, sebagai

penghasil alginat. Saat ini rumput laut tersebut belum

dimanfaatkan secara maksimal di Indonesia.

Sargassum sp adalah salah satu jenis rumput laut yang

bernilai ekonomis, tersebar luas di perairan Indonesia,

tumbuh di perairan yang terlindung dan berombak besar

pada habitat batu (Kadi dan Atmadja, 1988). Sargassum sp

sangat potensial untuk dikembangkan dan dimanfaatkan

sebagai sumber alginat yang banyak dibutuhkan dalam

industr makanan maupun non pangan (Indriani dan

Sumarsih, 1994).

Dalam industri pangan alginat dapat digunakan

sebagai bahan untuk membuat kemasan edible atau lebih

dikenal dalam bentuk edible film atau edible coating

(Glicksman, 1983). Edible coating sendiri sudah

berkembang sejak lama dan sudah digunakan sebagai

pelapis buah jeruk dan lemon untuk meningkatkan masa

simpannya (Krochta dkk., 1994), juga digunakan sebagai

pelapis produk daging beku (Bauer, 1968), makanan semi

basah (Torres, 1985), produk hasil laut, sosis dan obat-

obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta dkk.,

1994). Fungsi dari edible coating selain dapat melindungi

produk pangan, juga penampakan asli produk dapat

dipertahankan. Selain itu kemasan edible dapat langsung

dimakan dan aman bagi lingkungan (Kinzel, 1992).

Teknologi pasca panen dalam dunia pertanian

sangat menentukan kualitas produk pertanian. Penanganan

hasil pertanian khususnya dalam mempertahankan

kesegaran, keutuhan, serta kesehatan terhadap buah sangat

menentukan nilai ekonomisnya. Diketahui bahwa, buah

khususnya jeruk manis apabila dipanen sangat banyak

mengalami perubahan-perubahan kimia, khususnya

perubahan karena respirasi udara, perubahan kadar air,

susunan molekul karbohidrat, perubahan asam dan

perubahan pH yang pada akhirnya perubahan tersebut akan

mengakibatkan buah dapat rusak dan akhirnya membusuk.

Buah jeruk akan cepat mengalami kerusakan seperti

perubahan warna karena enzim dan aktiviitas

mikrobiologi, oleh kaarena itu diperlukan alternatif untuk

mengawetkan dan memperpanjang daya simpan buah

tersebut.

Berdasarkan pada permasalahan tersebut,

penelitian ini dilakukan untuk membuat ekstrak Na-alginat

dari alga Sargassum yang dapat menghambat proses

pematangan buah jeruk, menentukan masa simpan rata-rata

buah jeruk dengan menggunakan suspensi ekstrak Na-

alginat dari alga Sargassum, menentukan konsentrasi

suspensi ekstrak Na-alginat dengan daya hambat

maksimum alga Sargassum terhadap proses pematangan

buah jeruk, menentukan pengaruh konsentrasi Na2CO3

dalam proses ekstraksi rumput laut Sargassum sp. terhadap

rendamen dan mutu asam alginat.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain alat gelas,

timbangan digital, viskosimeter ostwald, piknometer,

furnace 6000, oven, blender, cawan petri, cawan porselen,

saringan vakum, pengaduk, desikator, dan alat-alat untuk

analisa kimia.

Page 24: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Ekstraksi Alginat Dari Rumput Laut � ������������������������������������������������������������������������������������������������������

���

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain rumput laut jenis Sargassum sp yang diambil

dari pulau Khayangan, larutan asam klorida (HCl) 30 %,

natrium hidroksida (NaOH), kertas saring whatman,

aluminium foil, natrium karbonat (Na2CO3), kalsium

klorida (CaCl2), natrium hipoklorit (NaClO) 12 %,

isopropanol, akuades, tissu, plastik dan buah jeruk manis.

Prosedur Kerja

1. Ekstraksi sampel

Pada penelitian ini serbuk Sargassum sebanyak 100

gram direndam dalam larutan HCl 0,5% selama 30 menit

kemudian direndam dalam NaOH 0,25% selama 30 menit,

dicuci dan ditambahkan Na2CO3 1 % sebanyak 10 kali

berat sampel rumput laut. Ekstraksi dilakukan pada suhu

70 oC selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ditambahkan

CaCl2 dengan variasi konsentrasi 3 %, 6 %, 9% dan HCl 4

% untuk mendapatkan Asam Alginat. Dicuci dan

dilanjutkan dengan penambahan Na2CO3 dengan variasi

konsentrasi 4 %, 6%, 8 % untuk mengendapkan natrium

alginat. Natrium alginat murni diperoleh dengan

penambahan isopropanol, pemanasan pada suhu 60oC dan

penggilingan.

2. Identifikasi Natrium Alginat (FCC, 1981)

Sebanyak 5 mL sampel pada sampel pada konsentrasi

1% ditambahkan 1 mL larutan CaCl2 dan ke dalam 10 mL

sampel pada konsentrasi 1% ditambahkan 1mL H2SO4.

Sampel terbukti natrium alginat bila menunjukkan adanya

endapan gel yang terpisah.

3. Rendamen

Rendamen natrium alginat dapat dihitung berdasarkan

berat kering rumput laut.

Cawan kosong dikeringkan dalam oven dan

didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

Sejumlah sampel ditimbang dalam cawan. Cawan

dimasukkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam.

Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan

ditimbang setelah dingin. Cawan dan sampel dimasukkan

kembali ke dalam oven, dikeringkan lagi sampai diperoleh

berat yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus

4. Kadar Abu (FAO,1978)

Sebanyak 3 gram tepung natrium alginat ditimbang

dalam cawan porselen yang telah diketahui bobot

keringnya kemudian dipanaskan dalam tanur pada suhu

650 oC sampai bebas dari karbon. Sampel didinginkan

dalam desikator dan ditimbang

5. Viskositas

Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan

dalam 250 mL aquades ke dalam gelas piala 400 mL yang

telah diketahui bobotnya. Setelah natrium alginat larut

sempurna ditambah aquades lagi sampai bobot total larutan

300 gram. Pengukuran viskositas dilakukan dengan

menggunakan Viskosimeter Ostwald. Viskositas larutan

dihitung dengan satuan Centipoise (cP).

6. Pengawetan dengan Natrium Alginat

Lima buah jeruk dicelup dalam larutan natrium alginat

konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm, 30

ppm, 35 ppm, 40 ppm, 45 ppm, 50 ppm. Pencelupan

dilakukan selama 1 jam, hingga diperkirakan keseluruhan

pori dari jeruk manis tertutup. Jeruk dikeluarkan satu per

satu dari wadah dan seluruh permukaannya dikeringkan

dengan tissu secara hati-hati. Buah yang telah kering

dikemas dalam plastik tembus pandang yang sebelumnya

telah dilubangi dan diberi label sesuai konsentrasi

suspensi. Setiap buah dalam kemasan plastik disimpan

secara teratur pada suhu ruangan, hingga 95 % warna kulit

buah jeruk berubah dari warna hijau menjadi warna coklat.

Lama penyimpanan dalam hari dicatat sebagai daya

hambat ekstrak Sargassum sp. terhadap proses pengawetan

buah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Ekstraksi

Hasil maserasi serbuk Sargassum sp. diperoleh

ekstrak berwarna coklat muda yang kemudian digunakan

untuk menguji daya hambatnya terhadap proses

pembusukan buah.

2. Pengaruh konsentrasi Na2CO3 terhadap rendamen

dan bobot hilang Natrium Alginat

Tabel 1. Karakteristik Natrium Alginat Hasil Ekstraksi

P A R A M E T E R P E R L A K U A N

S T A N D A R Na2CO3 4% Na2CO3 6% Na2CO3 8%

Rendamen (%) 17,34 18,36 19,96 > 18,00

Kadar Susut Pengeringan (%) 10,22 9,09 12,80 < 15,00

Kadar abu (%) 40,67 47,33 50,67 < 27,00

Viskositas (Cps) 9,20 13,95 10,29 8-16

Rendamen =����� ���� ������ � ���

����� ���� ������ ��� � 100%

Kada Air (%) = ���� �� ����� ��

����� ����� � 100%

Kada Susut pengeringan = ����� ���

����� ����� � 100%

Kada Abu = ����� ���

����� ����� � 100%

Page 25: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Ekstraksi Alginat Dari Rumput

3. Rendamen

Rata-rata rendamen natriu

dari rumput laut ini berkis

20,24%. Nilai rata-rata tertingg

dari perlakuan Na2CO3 8% ya

perlakuan Na2CO3 6% yaitu

terendah sebesar 17,34% pada p

Gambar 1. Grafik Renda

Semakin tinggi konsentrasi

semakin tinggi pula

rendamen natrium alginat yang

disebabkan dengan semakin

mempercepat pertukaran den

untuk membentuk natrium

menyebabkan adanya Na+

berle

Penggunaan NaOH pada tah

untuk membuka permukaan

sehingga permukaannya lebi

melepaskan alginat. NaOH j

alginat dari dinding sel rum

bersama larutan yang dipisahka

4. Bobot Susut Pengeringan

Rata-rata bobot susut p

alginat berkisar antara 9,09%

bobot susut pengeringan tertin

12,80% diperoleh pada perla

perlakuan Na2CO3 4% yaitu

Na2CO3 6% yaitu 9,09%. Ha

ekstraksi dengan Na2CO3 6%

paling optimum.

Gambar 2. Grafik Kadar Su

Algin

Bobot susut pengerin

ditetapkan FCC adalah <15% d

natrium alginat komersil kira-

dikatakan bahwa semua natriu

pada setiap perlakuan masih me

Tingginya bobot susut penge

terhadap daya simpan suat

mempunyai bobot susut pen

ut Laut � �����������������������������������

18

rium alginat yang dihasilkan

isar antara 17,34% sampai

ggi natrium alginat diperoleh

yaitu sebesar 20,24%, diikuti

u sebesar 18,36% dan yang

a perlakuan Na2CO3 4%.

damen Natrium Alginat

i Na2CO3 yang digunakan

ang dihasilkan, hal ini diduga

kin banyaknya Na+ akan

engan H+ dari asam alginat

um alginat, dan bahkan

rlebih.

ahap pra ekstraksi ditujukan

n dinding sel rumput laut

bih luas dan lebih mudah

juga mendorong keluarnya

umput laut dan alginat ikut

kan.

an

pengeringan pada natrium

% sampai 12,80%. Rata-rata

tinggi natrium alginat sebesar

rlakuan Na2CO3 8%, diikuti

aitu 10,22% dan perlakuan

Hal ini menunjukkan bahwa

merupakan perlakuan yang

Susut Pengeringan Natium

ginat

ringan natrium alginat yang

dan bobot susu pengeringan

-kira 12,5% sehingga dapat

trium alginat yang dihasilkan

memenuhi standar FCC.

geringan dapat berpengaruh

atu produk. Produk yang

engeringan rendah biasanya

mempun

dengan

yang tin

5. Ka

Has

antara

tertingg

perlakua

47,33%

Gambar

Gambar

dengan

hal ini d

alginat d

natrium

natrium

Kadar ab

27% dan

oleh kar

setiap pe

Yani (19

karena te

pencucia

(1981) m

asam al

abu yan

juga m

dipengar

konsentr

6. Vis

Vis

antara 9

yang ter

13,95 cP

perlakua

bahwa s

berkisar

G

Gam

Na2CO3

ini dise

�����������

� ���� �������

����������������������������������������������������������������

unyai masa simpan yang lebih lama diband

n produk yang mempunyai bobot susut penge

tinggi.

adar Abu Natrium Alginat

asil rata-rata kadar abu natrium alginat be

40,67% sampai 50,67%. Rata-rata kada

ggi natrium alginat sebesar 50,67% diperoleh

uan Na2CO3 8%, diikuti perlakuan Na2CO3 6%

% dan perlakuan Na2CO3 4% yaitu 40,67%.

ar 3. Grafik Kadar Abu Natrium Alginat

ar 3 diatas menunjukkan adanya peningkatan kad

n bertambahnya konsentrasi Na2CO3 yang digu

i disebabkan bahwa pada tahap pengendapan n

t dengan Na2CO3 diduga karena adanya kelebih

m yang tidak bereaksi dengan algin untuk mem

m alginat.

abu natrium alginat yang ditetapkan FCC adalah

dan kadar abu natrium alginat komersil kira-kira

arena itu semua natrium alginat yang dihasilka

perlakuan belum memenuhi standar FCC.

(1988) menyatakan bahwa tingginya kadar abu

a terbentuknya garam NaCl yang tidak terbilas pa

cian endapan asam alginat. Food Chemical

) menyatakan bahwa kelebihan Na2CO3 saat net

alginat akan meningkatkan kelebihan soda dan

ang cukup tinggi. Hasil penelitian Budinartuti

menyatakan bahwa perubahan kadar abu

garuhi oleh perubahan konsentrasi Na2CO3, makin

ntrasi Na2CO3 makin tinggi residu garam yang ter

iskositas

iskositas natrium alginat hasil penelitian ini b

9,2 cP sampai 13,95 cP. Viskositas natrium

tertinggi diperoleh pada perlakuan Na2CO3 6%

cP, diikuti perlakuan Na2CO3 8% yaitu 10,29

uan Na2CO3 4% yaitu 9,2 cP. Nilai ini menun

semua ekstrak hasil penelitian mencapai standa

ar 8 – 16 cP.

Gambar 4. Grafik Viskositas Natrium Alginat

ambar 4 menunjukkan bahwa pada ekstraksi d

3 6% mencapai nilai viskositas yang optimum

isebabkan karena pada konsentrasi tersebut a

��

���

� � �

������������� �����

��

��

� � �

������������� �����

�����

ndingkan

geringan

berkisar

dar abu

leh pada

6% yaitu

adar abu

gunakan,

natrium

ihan ion

mbentuk

ah sekitar

iran23%,

kan pada

u diduga

pada saat

l Codex

etralisasi

an kadar

ti (1990)

bu juga

kin tinggi

terjadi.

berkisar

alginat

6% yaitu

9 cP dan

unjukkan

dar yang

at

i dengan

um. Hal

t alginat

Page 26: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Ekstraksi Alginat Dari Rumput Laut � ������������������������������������������������������������������������������������������������������

���

terekstrak dengan baik sehingga dihasilkan natrium alginat

dengan bobot molekul tinggi, sedangkan dengan kelebihan

Na2CO3 kemungkinan alginat terdegradasi sehingga

banyak rantai polimer alginat yang terputus dan

menghasilkan natrium alginat dengan bobot molekul

rendah yang akan memberikan nilai viskositas yang rendah

pula.

Viskositas merupakan salah satu faktor yang

menentukan kualitas dari natrium alginat itu sendiri.

Ekstraksi alginat menggunakan larutan Na2CO3 dengan

konsentrasi rendah menyebabkan sebagian besar alginat

berbobot molekul rendah terekstrak sehingga viskositas

natrium alginat yang dihasilkan rendah. Peningkatan

konsentrasi Na2CO3 sampai batas tertentu dapat

meningkatkan viskositas natrium alginat karena banyak

alginat berbobot molekul tinggi terekstrak. Pemanasan

dibutuhkan untuk mempermudah ekstraksi dan melarutkan

alginat berbobot molekul tinggi, akan tetapi pemanasan

yang terlalu lama akan mendegradasi polimer alginat.

Demikian juga ekstraksi yang dilakukan pada suhu rendah

menyebabkan ekstraksi berjalan lambat. Tetapi semakin

tinggi suhu ekstraksi maka viskositas natrium alginat yang

diperoleh semakin kecil, dan sebaliknya. Mutu alginat

ditentukan oleh panjangnya rantai polimer mannuronat

maupun guluronat atau selang seling kedua ikatannya.

Semakin panjang rantainya, semakin besar berat

molekulnya dan semakin besar nilai viskositasnya.

7. Daya Hambat Natrium Alginat Terhadap Proses

Pematangan dan Pembusukan Buah

Tabel 2. Masa Simpan Pematangan Jeruk Manis disuspensi dengan ekstrak natrium alginate

No. Perlakuan

Konsentrasi Suspensi (ppm)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Masa Simpan (Hari)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 8 18 20 40 25 18 16 17 17 16 18

2 16 19 38 45 36 29 22 28 26 22 25

3 27 37 40 47 38 45 32 29 29 27 29

4 28 45 48 50 41 46 35 42 41 35 30

5 30 47 49 55 47 47 43 46 45 38 34

rata-rata (hari) 21,8 33,2 39,0 47,4 37,4 37,0 29,6 32,4 31,6 27,6 27,2

Keterangan: Penetapan masa simpan setelah 95% permukaan kulit jeruk manis berubah dari hijau menjadi kuning.

Tabel 3. Masa Simpan Pembusukan Jeruk Manis disuspensi dengan Ekstrak Natrium Alginat

No. Perlakuan

Konsentrasi Suspensi (ppm)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Masa Simpan (Hari)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 20 29 32 50 36 32 31 28 29 25 27

2 29 32 36 54 45 38 33 34 35 34 32

3 35 40 52 58 47 54 41 39 40 36 39

4 38 51 58 62 53 56 47 57 51 45 42

5 42 58 63 67 59 59 51 59 56 50 47

rata-rata (hari) 32,8 42,0 48,2 58,2 48,0 47,8 40,6 43,4 42,2 38,0 37,4

Gambar 5. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Ekstrak Sargassum sp. dengan masa simpan buah jeruk manis

��

��

��

��

��

��

� � �� �� �� �� �� �� �� �� ��

Ma

sa S

imp

an

(Ha

ri)

Konsentrasi Na2CO3 (ppm)

�������������

���� �������

Page 27: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Ekstraksi Alginat Dari Rumput Laut � ������������������������������������������������������������������������������������������������������

20

Gambar 5 menunjukkan bahwa adanya

peningkatan masa simpan buah jeruk manis dengan

bertambahnya konsentrasi natrium alginat sampai pada

konsentrasi 15 ppm, setelah itu mengalami penurunan

masa simpan sampai pada konsentrasi 30 ppm, dan sedikit

mengalami kenaikan pada konsentrasi 35 yang kemudian

terus mengalami penurunan masa simpan sampai

konsentrasi 50 ppm.

Dengan demikian konsentrasi optimum ekstrak

alginat dalam menghambat proses pematangan buah

berdasarkan penelitian ini yaitu 15 ppm dengan masa

simpan buah rata-rata 47,4 hari.

Ekstrak alginat dapat digunakan untuk

meningkatkan masa simpan buah karena kemampuan

alginat untuk menutupi pori-pori buah sehingga respirasi

udara dari dan ke dalam buah berjalan lambat.

Berkurangnya respirasi udara akan mencegah

berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu

oleh oksigen. Selain itu sifat alginat yang mudah menyerap

air dapat mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan

konsentrasi padatan terlarut di dalam jeruk manis. Kondisi

ini akan meningkatkan tekanan osmotik di dalam jeruk,

sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan

memperlambat laju reaksi kimia maupun enzimatis.

KESIMPULAN

Pada penelitian ini, dari alga coklat jenis

Sargassum sp. berhasil diekstrak natrium alginat yang

digunakan untuk menghambat proses pematangan dan

pembusukan buah. Ekstrak natrium alginat pada

konsentrasi 15% diperoleh sebagai konsentrasi optimum

dalam pengawetan buah jeruk dengan rata-rata masa

simpan selama 58,2 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja,J., 1992. Ekstraksi Sodium Alginat dengan metode CaCl2 dari Sargassum sp dan Turbinaria sp. Laporan

Penelitian

Bachtiar, E., 2007. Penelusuran Sumber Daya Hayati Lat (Alga) sebagai Biotarget Industri, Universitas Padjajaran Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jatinangor

Bauer, C. D., G.L. Neuser and H.A. Pinkalla, Oktober 15, 1968, US Patent : 3.406.081

Bosse,W.V.1928. Rhodophyceae: Gigartinales et Rhodomeniales. List des algues du Siboga. Siboga exed : 49 (4) : 1-141

Chapman, L.J. dan D.J. Chapman, 1980. Seaweed and Their Uses 3rd

, Chapman and Hall, New York

FCC, 1981. Food Chemical Codex, National Academy Press. Washington DC

Gautam, M., et al. 2000. Indonesia the Chalenges of World Bank Involvement in Forest. Evaluation Country Case Study

Series. The Worls Bank. Washington,D.C.64 pp

Glicksman,M., 1983, Food Hydrocolloids. Volume II, CRS Presss,inc, Florida

Indriani, H., dan E. Sumarsih, 1994. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut

Nizamuddin, M., 1970. Phytogeography of the fucales and their seasonal growth. Bot. Mar. 13 : 131-139

Kadi, A. 2005. Kesesuaian Perairan Teluk Klabat Bangka untuk Usaha Budidaya Rumput Laut. Jour. Sci Fish Vol VII No 1.

Univ. Gajah Mada Jogyakarta : 65-70

Kadi,A., dan W.S. Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae); Jenis, Reproduksi, Produksi, Budidaya, dan Pasca Panen, Puslitbang

Oseanografi-LIPI, Jakarta

Kinzel, B., 1992. Protein Rich Edible Coating for Foods. Agricultural Research. May 1992 : 20-21

Krochta,J.M., Baldwin, E.A dan M.O. Nisperos-Carriedo, 1994. Edible Coating and Film to Improve Food Quality, technomic

Publi,Co., Inc USA

Page 28: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Marina Chimica Acta, April 2012, hal 21-35

Program Buginesia, Universitas Hassanuddin

Vol. 13 No. 1

ISSN 1411-2132

���

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Dalam Bakteri Simbion Spons

Haliclona fascigera Di Perairan Spermonde, Makassar

The Existence of Trace Metals Co, Cr, and Ni in Bacterial Symbiont of Sponge

Haliclona fascigera at in The Spermonde Waters, Makassar

Henie Poerwandar Asmaningrum*, Alfian Noor, & Maming Gaffar

Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

*Koresponden : [email protected]

ABSTRACT

This work is aimed to identify the existence of metals Co, Cr, and Ni in bacterial

symbiont of sponge species Haliclona fascigera. Sampling has been conducted in

Spermonde waters around three islands of Samalona (SM), Barrang Caddi (BC), and

Barrang Lompo (BL). After microbiological treatment, metals in samples were

determined using Inductively Coupled Plasma – Optical Emission Spectroscopy. The

bacterial symbiont found is Enterobacter agglomerans and its metal concentration

(ppm) respectively are Co ( 0.199 ), Cr (0.564), and Ni (0.464) in SM; Co ( 0.1975 ),

Cr ( 0.4938) and Ni ( 0.5432 ) in BC; and finally Co ( 0.313), Cr ( 0.6254) and Ni (

0.813) in BL. It is concluded, these metal concentrations were still much lower than its

toxic levels.

Key words : Haliclona fascigera, bacterial symbionts, trace metals, ICP-OES

PENDAHULUAN

Semakin berkembangnya penelitian tentang spons laut akhirnya membawa

pengetahuan bahwa spons selama hidupnya selalu bersimbiosis dengan mikroorganisme

termasuk bakteri. Pada tahun 1994, Faulkner menyatakan bahwa keberadaan

mikroorganisme simbion inilah yang mendukung spons dalam mempertahankan

hidupnya dan diperkirakan mengambil bagian dalam produksi metabolit sekunder.

Selvin dkk (2009) meneliti kemampuan spons bersama bakteri simbionnya dalam

mengakumulasi logam berat. Bakteri sendiri diketahui mampu berfungsi sebagai

akumulator dan sering digunakan pada proses biosorpsi logam berat.

Page 29: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi bakteri simbion atau yang bersimbiosis

dengan spesies Haliclona fascigera dan menentukan konsentrasi logam Co, Cr, dan Ni

dalam bakteri tersebut. Telah banyak jenis spons ditemukan di Kepulauan Spermonde,

sekitar 199 spesis, sementara wilayah perairan tersebut mengalami perkembangan pesat

dan dikuatirkan berdampak pada ekosistem perairan sekitarnya. Diduga sekitar 2000

spesies spons terdapat di kepulauan tersebut (de Voogd, 2005 dalam Noor, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies bakteri simbion spons Haliclona

fascigera adalah Enterobacter agglomerans. Konsentrasi logam Co, Cr, dan Ni pada

bakteri simbion spons Haliclona fascigera dari ketiga pulau menunjukkan pola yang

mirip, dimana Co terukur pada konsentrasi terkecil dan Ni terukur pada konsentrasi

terbesar. Konsentrasi logam Co, Cr, dan Ni pada bakteri simbion spons Haliclona

fascigera masih di bawah level toksik.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan sampling

Gambar-1 dibawah ini menunjukkan lokasi pengambilan contoh yang terdiri dari

perairan sekitar pulau Samalona (SM), Barang Caddi (BC) dan Barang Lompo (BL).

Gambar-1. Peta lokasi penelitian. Kondisi perairan juga dapat dilihat di bagian bawah.

Page 30: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

Spons laut diambil pada kedalaman ± 12 m. disertai perekaman gambar baik sebelum

maupun sesudah sampling, lalu dimasukkan dalam plastik sampel yang telah diisi

sedikit air laut. Selanjutnya ditempatkan di dalam kotak pendingin dan dibawa ke

laboratorium kimia radiasi disimpan dalam pendingin sebelum perlakuan selanjutnya.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain pH meter, GPS, termometer, kotak pendingin,

ICP-OES Optima 2000 DV merk Perkin Elmer, inkubator (heraeus), penangas listrik,

oven, neraca analitik (heraeus), blender, neraca analitik, cawan petri, autoklaf, enkas,

bunsen, spoit, sendok tanduk, batang pengaduk, penyaring mikro, dan alat gelas yang

umum dipakai di laboratorium.

Bahan-bahan yang digunakan antara lain spons laut Haliclona fascigera, asam

nitrat, pepton, ekstrak daging, agar, alumunium foil, kertas label, cling wrap, plastik

sampel, kertas saring Whatman, alkohol 70%, air laut steril, akuades, dan akuabides.

Prosedur Kerja

Dilakukan dua tahap pekerjaan yaitu (1) pengerjaan mikrobiologis dan (2) analisis

logam. Dalam pengerjaan kimia mikrobiologi dilakukan hal-hal sebagai berikut :

Preparasi Sampel dan Optimasi Mikroba Simbion

Suspensi spons diencerkan sampai 7 seri, lalu dari 3 seri pengenceran terakhir masing-

masing diambil 0,05 mL dan ditebar pada 10-15 mL medium NA dalam cawan petri.

Cawan kemudian diinkubasi pada variasi suhu 27�C, 37�C, dan 47�C, dengan variasi

waktu 1 - 5 x 24 jam untuk mengetahui kondisi optimum pertumbuhan mikroba.

Page 31: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

Untuk identifikasi bakteri simbion, suspensi spons yang telah diencerkan diisolasi pada

media NA dan McConkey agar. Diamati juga karakteristik pertumbuhan pada media

TSI agar dan SIM agar. Selain itu dilakukan juga uji sitrat, urea, dan karbohidrat.

Analisis kadar logam Co, Cr, dan Ni pada Bakteri Simbion Spons.

Suspensi spons diencerkan sampai 7 seri, lalu dari 3 seri pengenceran terakhir masing-

masing diambil 0,05 mL dan ditebar pada 10-15 mL medium NA dalam cawan petri.

Cawan diinkubasi pada suhu optimum selama masa inkubasi optimum. Koloni bakteri

yang diperoleh ditimbang lalu didestruksi dengan HNO3 60% kira-kira 6 mL pada gelas

ukur, kemudian dipanaskan. Setelah dingin, sampel dimasukkan dalam labu takar 100

mL, diencerkan dengan akuabides hingga volume 100 mL. Sampel kemudian disaring

menggunakan kertas saring Whatman yang steril dengan ukuran pori µm. Hasil yang

diperoleh kemudian dimasukkan dalam botol sampel lalu dianalisis menggunakan ICP-

OES untuk mengetahui konsentrasi logam Co, Cr, dan Ni pada bakteri simbion spons

laut Haliclona fascigera.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel spons laut diambil di perairan Pulau Samalona, Pulau Barrang Caddi,

dan Pulau Barrang Lompo. Bila diurutkan berdasarkan jarak pulau ke kota Makassar,

maka Pulau Samalona jaraknya paling dekat dengan kota Makassar disusul Pulau

Barrang Caddi lalu Pulau Barrang Lompo yang jaraknya paling jauh dari kota

Makassar. Hasil pengukuran parameter fisik-kimia perairan ketiga pulau tersebut dapat

dilihat pada Tabel 1.

Page 32: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

Tabel 1. Parameter Lingkungan Pada Lokasi SamplingSpons Laut Haliclona

fascigera

Parameter

(09.00 – 15.00 WITA)

Lokasi

SM BC BL

Suhu (ºC) 31,1 30,5 31,4

pH 6,66 6,55 6,61

Kecepatan arus (ms-1) 0,21 0,05 0,43

Salinitas (‰) 30 30,5 30

Kondisi optimum pertumbuhan bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera

Jumlah koloni bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera dari Pulau

Samalona, Barrang Caddi, dan Barrang Lompo ditunjukkan pada Gambar 1, 2, dan 3.

Berdasarkan pola pertumbuhan pada Gambar 1, 2, dan 3 tampak bahwa suhu optimum

pertumbuhan bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera yang diperoleh dari Pulau

Samalona adalah 27°C dengan waktu inkubasi optimumnya adalah 2x24 jam, dari Pulau

Barrang Caddi adalah 37°C dengan waktu inkubasi optimumnya adalah 2x24 jam, dan

dari Pulau Barrang Lompo adalah 47°C dengan waktu inkubasi optimumnya adalah

4x24 jam.

Gambar 1. Grafik jumlah koloni bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera

Pulau Samalona pada tiga variasi suhu

� � � � �

������� �� � �� � �� � � � �

������� � �� � �� �� � � � � ��

������� � � � � � �� � �� � ��

��

��

��

�����������

��� ����������

Hari pengamatan

Page 33: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

Gambar 2. Grafik jumlah koloni bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera

Pulau Barrang Caddi pada tiga variasi suhu

Gambar 3. Grafik jumlah koloni bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera

Pulau Barrang Lompo pada tiga variasi suhu

Identifikasi bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera

Hasil uji biokimia terhadap bakteri yang ditumbuhkan dari spons laut Haliclona

fascigera yang diperoleh dari Pulau Samalona, Barrang Caddi, dan Barrang Lompo

dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 4.

Tabel 2. Hasil uji biokimia

Uji Biokimia Hasil

TSIA

H2S

Gas

Acid/acid

-

-

SIM

Indol -

� � � � �

������� �� � � �� � �� � � � ��

������� �� � � �� � � � � �

������� � �� � �� � �� � �� � ��

��

��

��

��

��

�������������� ���

�����

� � � � �

������� � �� � �� � �� � �� � ��

������� � � � �� � � � �� � ��

������� � �� � � � �� � � � �

� �

� �

� �

� �

�����������

��� ���������

Hari pengamatan

Hari pengamatan

Page 34: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan

H2S

Motility

Methyl Red (MR)

Voges-Proskauer (VP)

Glukosa

Laktosa

Maltosa

Sukrosa

Sitrat

Urea

Gambar 4. Hasil uji biokimi

(Keterangan gam

sitrat, VP, MR,

glukosa, laktosa,

warna kuning ses

Konsentrasi logam runut C

yang berasosiasi dengan spo

Setelah dianalisis men

runut Co, Cr, dan Ni seperti ya

���

���

���

���

��� ���

Ko

nse

ntr

asi

lo

ga

m

ru

nu

t (p

pm

)

an Ni Volume 1

���

-

-

+

-

+

+

+

+

-

-

ia

ambar kiri urutan uji biokimia dari kiri ke kan

, SIM, TSIA; gambar kanan urutan uji karb

a, sukrosa, maltosa dimana warna merah seb

sesudah ditumbuhkan sampel)

Co, Cr, dan Ni dari bakteri Enterobacter agg

pons laut Haliclona fascigera

enggunakan ICP – OES diperoleh nilai konsent

yang dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

������� ���������� �Pulau

��

��

13 Nomor 1

anan : urea,

rbohidrat :

ebelum dan

agglomerans

ntrasi logam

Page 35: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan

Gambar 5. Grafik konsen

Enterobacter aggl

fascigera ditinjau

Gambar 6. Grafik konsen

Enterobacter aggl

fascigera ditinjau

Kondisi optimum pertumbu

Gambar 1 menunjukka

simbion spons laut Haliclona

bagus. Populasi bertambah s

bakteri secara umum yang m

Namun pada suhu 37°C di ha

Hal ini kemungkinan disebabk

membutuhkan waktu sekitar 2

baru sebelum dapat mengguna

Gambar 2 menunjukka

simbion spons laut Haliclona f

bagus. Pada suhu 37°C, popu

���

���

���

���

��

Ko

nse

ntr

asi

lo

ga

m

run

ut

(pp

m)

Jenis log

an Ni Volume 1

���

sentrasi logam runut Co, Cr, dan Ni dar

gglomerans yang berasosiasi dengan spons laut

au dari posisi pulau

sentrasi logam runut Co, Cr, dan Ni dar

gglomerans yang berasosiasi dengan spons laut

au dari jenis logam

uhan bakteri simbion spons laut Haliclona fasc

kan bahwa pada ketiga variasi suhu, pertumbuh

na fascigera yang diperoleh dari Pulau Samalo

secara teratur dan mengikuti tahap-tahap pe

meliputi tahap penyesuaian, pertumbuhan dan p

hari ke-2 sempat terjadi penurunan jumlah kolo

bkan karena bakteri masih pada tahap penyesuaia

r 2 – 3 hari untuk beradaptasi dengan lingkunga

nakan nutrisi yang ada di sekitarnya secara optima

kkan bahwa pada ketiga variasi suhu, pertumbuh

a fascigera yang diperoleh dari Pulau Barrang Ca

pulasi bertambah secara teratur dan mengikuti ta

�� �

logam runut

�����������

���������������

������������� �

13 Nomor 1

ari bakteri

ut Haliclona

ari bakteri

ut Haliclona

ascigera

uhan bakteri

alona cukup

pertumbuhan

penurunan.

loni bakteri.

aian. Bakteri

gannya yang

mal.

uhan bakteri

Caddi cukup

i tahap-tahap

Page 36: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

pertumbuhan bakteri secara umum yang meliputi tahap penyesuaian, pertumbuhan dan

penurunan. Namun tidak demikian pada suhu 27°C dan 47°C. Dari grafik terlihat bahwa

telah terjadi penurunan jumlah koloni bakteri sejak hari ke-2 sampai pada hari ke-5.

Dalam penelitian ini, kemungkinan bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera yang

diperoleh dari Pulau Barrang Caddi tidak mampu hidup pada suhu 27°C dan 47°C. Hal

ini kemungkinan disebabkan karena faktor-faktor lingkungan yang tidak cocok , seperti

suhu, pH, keadaan medium, dan radiasi.

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada ketiga variasi suhu, pertumbuhan bakteri

simbion spons laut Haliclona fascigera yang diperoleh dari Pulau Barrang Lompo

cukup bagus. Populasi bertambah secara teratur dan mengikuti tahap-tahap

pertumbuhan bakteri secara umum yang meliputi tahap penyesuaian, pertumbuhan dan

penurunan. Sedangkan pada suhu 47°C, di hari ke-2 juga terjadi penurunan jumlah

koloni bakteri. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya pada pola pertumbuhan bakteri dari Pulau Samalona, yaitu

bakteri masih pada tahap penyesuaian.

Setelah dibandingkan dengan tabel identifikasi bakteri yang memuat ciri-ciri

spesies bakteri, diketahui bahwa bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera yang

ditumbuhkan adalah Enterobacter agglomerans. Pesciaroli et al, (2012) menemukan

bahwa bakteri Enterobacter agglomerans mampu hidup di laut pada kisaran suhu 5 -

40°C, dengan suhu optimumnya adalah 25°C. Sedangkan Son et al (2006) dan Gavini et

al (1989) dalam Pesciaroli et al (2012) menemukan bahwa bakteri Enterobacter

agglomerans mampu hidup di laut pada kisaran suhu 5 - 45°C, dengan suhu

optimumnya adalah 30°C. Penelitian ini menumbuhkan bakteri pada tiga variasi suhu,

Page 37: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

yaitu 27°C, 37°C, dan 47°C. Literatur-literatur di atas mendukung bahwa bakteri yang

diidentifikasi, yaitu Enterobacter agglomerans, berada pada jangkauan suhu hidupnya.

Hasil identifikasi juga menunjukkan bakteri Enterobacter agglomerans ini

merupakan koloni bakteri dominan pada spons laut Haliclona fascigera. Hal ini

memang mungkin terjadi, seperti dikemukakan oleh Hentschel et al, 2006 dalam

Sipkema et al (2009) bahwa spons yang ditempati oleh mikroorganisme spesifik

biasanya adalah spons yang densitas mikrobialnya tinggi. Sedangkan spons yang

densitas mikrobialnya rendah kurang memiliki mikroorganisme spesifik. Spesifitas yang

tinggi menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi didasarkan pada pertukaran metabolit.

Proses metabolik bakteri simbion spons, meski belum jelas apakah sebagai bagian dari

hubungan komensal ataukah mutualistik, antara lain reduksi sulfat, oksidasi metan, dan

kemungkinan oksidasi ammonia (Sipkema et al, 2009).

Pada penelitian lain, bakteri Enterobacter agglomerans juga telah diisolasi dari

spons laut Jaspis sp dan diketahui memiliki aktivitas sebagai penghasil inhibitor

protease (Mahdiyah, 2010).

Konsentrasi logam runut Co, Cr, dan Ni dari bakteri Enterobacter agglomerans

yang berasosiasi dengan spons laut Haliclona fascigera

Gambar 5 menunjukkan bahwa bakteri Enterobacter agglomerans yang

berasosiasi dengan spons laut Haliclona fascigera dari Pulau Barrang Lompo memiliki

konsentrasi logam runut paling tinggi yaitu Co sebesar 0, 3127 ppm, Cr sebesar 0,6254

ppm, dan Ni sebesar 0,8131 ppm. Hal ini didukung dengan kondisi pulau yang

meskipun jaraknya paling jauh dari kota Makassar, tetapi memiliki kecepatan arus

paling tinggi daripada Pulau Samalona dan Barrang Caddi. Pulau Barrang Lompo

berada pada daerah ombak pecah. Arus diketahui berperan penting dalam proses

Page 38: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

sirkulasi dalam perairan dan berpengaruh terhadap jumlah nutrien yang dibawanya.

Selain itu diperkirakan pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk, aktivitas ekonomi, dan

pembangunan infrastruktur di pulau ini turut menyumbang tingginya serapan logam

pada bakteri tersebut.

Gambar 5 juga menunjukkan pada Pulau Samalona konsentrasi logam runut Cr

lebih tinggi daripada konsentrasi logam runut Co dan Ni pada bakteri Enterobacter

agglomerans yang berasosiasi dengan spons laut Haliclona fascigera. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena letak Pulau Samalona yang paling dekat dengan Kota

Makassar, dimana diketahui bahwa di Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar terdapat

pabrik semen yang merupakan penyumbang utama Cr ke lingkungan. Selain dari pabrik

semen, Cr juga dapat berasal dari cat kapal-kapal transportasi yang menghubungkan

Pulau Samalona dengan pulau-pulau lainnya. Logam Cr merupakan logam runut

esensial. Penyerapan logam ini pada bakteri dipengaruhi oleh pH dan suhu. pH medium

mempengaruhi kelarutan logam dan tingkat ionisasi gugus fungsi logam seperti gugus

karboksilat, fosfat dan amino sebagai pembawa muatan negatif. Di laut Cr(VI) berada

dalam bentuk oksianion (CrO42-

atau Cr2O72-

), oleh sebab itu tidak efektif berikatan

dengan gugus fungsi yang bermuatan negatif. Demikian juga sebaliknya, saat pH

menurun, seluruh permukaan sel menjadi positif, permukaan sel dikelilingi ion

hidronium, yang kemudian meningkatkan interaksi Cr(VI) pada sisi aktif biopolimer

sehingga mampu diserap oleh sel bakteri tersebut. Lebih lanjut, kenaikan suhu

menyebabkan kenaikan serapan logam runut Cr(VI) kemungkinan hal itu meningkatkan

afinitas logam atau sisi aktif bakteri (Sultan et al, 2012).

Jika ditinjau dari jenis logam runut, seperti yang dilihat pada gambar 6, maka

diperoleh konsentrasi logam Co pada bakteri Enterobacter agglomerans yang

Page 39: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

berasosiasi dengan spons laut Haliclona fascigera terukur paling kecil pada ketiga

pulau, yaitu Pulau Samalona sebesar 0,1989 ppm, Pulau Barrang Caddi sebesar 0,1975

ppm, dan Pulau Barrang Lompo sebesar 0, 3127 ppm. Hal ini kemungkinan disebabkan

oleh kecilnya konsentrasi Co yang tersedia di air laut. Martin et al (1989) dan Johnson

et al (1988) dalam Moffet and Ho (1996) menyatakan bahwa semakin dalam laut,

semakin kecil konsentrasi Co. Selain itu, Co dalam spesiasi organiknya (Co(II)) sangat

labil, mudah teroksidasi menjadi Co(III). Ni terukur paling tinggi, yaitu Pulau Samalona

sebesar 0,4642 ppm, Pulau Barrang Caddi sebesar 0,5432 ppm, dan Pulau Barrang

Lompo sebesar 0,8131 ppm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya enzim

yang mengikat Ni sebagai kofaktor dalam metabolismenya. Samapai saat ini telah

diketahui ada sembilan enzim yang mengandung nikel antara lain urease, NiFe

hidrogenase, karbon monoksida dehidrogenase, asetil-CoA dekarbonilase/sintase, metil

koenzim M reduktase, superoksida dismutase tertentu, beberapa glioksilase, aci-

reducton dioksigenase, dan metilendiurease (Mulrooney and Hausinger, 2003).

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bakteri simbion mampu

mengakumulasi logam runut, seperti hal nya spons inangnya. Hal ini karena bakteri

memiliki hubungan dalam rantai makanan yang erat pada spons laut terutama dalam

lingkungan air tinggi kandungan organiknya (Reiswig, 1974; 2006). Kefalas et al

(2003) menyatakan bahwa bakteri yang berasosiasi dengan spons dapat digunakan

sebagai indikator kontaminasi ekosistem laut.

KESIMPULAN

Spesies bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera yang teridentifikasi di

Pulau Samalona, Barrang Caddi, dan Barrang Lompo adalah Enterobacter

Page 40: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

agglomerans. Konsentrasi logam runut Co sebesar 0,1989 ppm, Cr sebesar 0,5637

ppm, dan Ni sebesar 0,4642 ppm pada bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera

di Pulau Samalona. Konsentrasi logam runut Co sebesar 0,1975 ppm, Cr sebesar 0,4938

ppm, dan Ni sebesar 0,5432 ppm pada bakteri simbion spons laut Haliclona fascigera

di Pulau Barrang Caddi. Konsentrasi logam runut Co sebesar 0, 3127 ppm, Cr sebesar

0,6254 ppm, dan Ni sebesar 0,8131 ppm pada bakteri simbion spons laut Haliclona

fascigera di Pulau Barrang Lompo. Bakteri Enterobacter agglomerans sebagai simbion

spons laut Haliclona fascigera mampu berfungsi sebagai bioindikator logam runut Co,

Cr, dan Ni.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan pada pihak-pihak yang berpartisipasi selama

penelitian, memberi kontribusi pada penerbitan artikel dan pada pihak Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, yang telah memberikan beasiswa untuk

kelancaran penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Faulkner, D. J., Unson, M. D., and Bewley, C. A. 1994. The Chemistry of Some

Sponges and Their Symbionts. Pure & Appl. Chem. 66 : 1983-1990.

Kefalas, E., Castritsi-Catharios, J., Miliou, H. 2003. Bacteria Associated With The

Sponge. Ecol Indicators. 2 : 339–43.

Page 41: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

Mahdiyah, D. 2010. Penapisan dan Identifikasi Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons

Jaspis sp. Penghasil Inhibitor Protease. (Online). (http://repository.ipb.ac.id/,

diakses pada 7 Mei 2012).

Moffett, J. W., Ho, J. 1996. Oxidation of Cobalt and Manganese in Seawater Via A

Common Microbially Catalyzed Pathway. Geochimica et Cosmochimica Acta.

18 : 3415-3424.

Mulrooney, S. B., Hausinger, R. P. 2003. Nickel Uptake and Utilization by

Microorganisms. FEMS Microbiology Reviews.

Noor, A. 2007. Riset Kelautan Berorientasi Terapan: Keperluan Mendesak Bagi

Kawasan Timur Indonesia. Makalah disajikan dalam Kongres Ilmu Pengetahuan

Wilayah untuk Kawasan Timur Indonesia. Pusat Kegiatan Penelitian UNHAS.

Makassar.

Pesciaroli, C., Cupini, F., Selbmann, L., Barghini, P., Fenice, M. 2012. Temperature

Preference of Bacteria Isolated from Seawater Collected in Kandalaksha Bay,

White Sea, Rusia. Polar Biol. 35 : 435 – 445.

Reiswig, H. M. 1974. Bacteria as Food for Temperate Water Sponges. Can J Zool. 53 :

582–9.

Reiswig, H. M. 2006. Particle Feeding in Natural Populations of Three Marine

Demosponges. Biol Bull. 141: 568–91.

Selvin, J., Priya, S. S., Kiran, G. S., Thangavelu, T., Bai, N. S. 2009. Sponge-associated

Marine Bacteria as Indicators of Heavy Metal Pollution. Mic Res. 164 : 352-363.

Sipkema, D., Holmes, B., Nichols, S. A., Blanch, H. W. 2009. Biological

Characterisation of Haliclona (?gellius) sp. : Sponge and Associated

Microorganisms. Microb Ecol. 58 : 903 – 920.

Page 42: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Eksistensi Logam Runut Co, Cr, dan Ni Volume 13 Nomor 1

���

Sultan, S., Mubashar, K., Faisal, M. 2012. Uptake of Toxic Cr (VI) by Biomass of

Exopolysaccharides Producing Bacterial Strains. Afr Jour of Micr Res. 13 :

3329-3336.

Page 43: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Marina Chimica Acta, April 2012, hal 36-45

Program Buginesia, Universitas Hassanuddin

Vol. 13 No. 1

ISSN 1411-2132

���

PEMANFAATAN KARANG SEBAGAI BIOSORBEN ION LOGAM Ni(II)

Rizki Amaliah, Nursiah La Nafie dan Sitti Fauziah

Jurusan Kimia, Fakuktas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Kampus UNHAS Tamalanrea, Makassar 90245

ABSTRACT

Nickel is one of the environmental inorganic pollutant and its removal is of major concern

because of its larger usages in industrial process. Biosorption has emerged as an alternative

solution for heavy metal pollution, using biomaterial called biosorbent. Biosorption of Ni(II) ion

using coral with variation of contact time, pH and concentration has been investigated. The

concentration of Ni(II) ion before and after adsorption were determined by Atomic Absorption

Spectrophotometer (AAS). The result showed that coral was able to adsorb Ni(II) ion and the

optimum biosorption occured at contact time 90 minutes and at pH 6. Langmuir and Freundlich

isothermal model were used to study the adsorption isotherm. Biosorption of Ni(II) ion by coral

was more appropriate to Langmuir isothermal model with a value of adsorption capacity (Qo)

3,1928 mg/g.

Keywords: biosorption, Langmuir isothermal, coral, Ni(II), AAS.

PENDAHULUAN

Perkembangan dunia industri dapat memberi dampak positif dan dampak negatif bagi kehidupan

manusia. Dampak negatif yang banyak dirasakan dari perkembangan dunia industri adalah

dihasilkannnya bahan-bahan pencemar yang dapat mengganggu lingkungan. Bahan pencemar

yang sering mendapat perhatian adalah ion-ion logam berat, hal ini disebabkan karena ion-ion ini

bersifat toksik meskipun pada konsentrasi yang rendah dan umumnya sebagai polutan utama

bagi lingkungan (Suardana, 2008).

Logam berat adalah logam-logam dan metaloid yang memiliki massa atom antara 63,5 dan

200,6 g/mol serta memiliki densitas lebih dari 4,5 g/cm3 (Shah, 2008). Logam berat pencemar

lingkungan terdiri atas beberapa unsur yang dikategorikan atas pencemar prioritas tinggi, sedang

dan rendah yang umumnya terlarut dalam air dalam berbagai senyawa. Logam berat tidak dapat

dihancurkan oleh mikroorganisme dan dapat terakumulasi dalam tubuh manusia serta

mengakibatkan kerusakan organ-organ tubuh (Sembodo, 2006). Logam berat menyebabkan

Page 44: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

pencemaran yang serius karena toksisitasnya dan tidak dapat terdegradasi dalam lingkungan

(Pekey, 2006).

Nikel, khususnya Ni(II) dikenal sebagai pencemar anorganik dan usaha untuk menghilangkannya

dari lingkungan harus menjadi perhatian utama karena senyawa nikel bersifat karsinogenik dan

juga dapat menyebabkan asma (Hanif, dkk., 2006). Nikel berada di lingkugan karena berbagai

proses seperti elektroplating, industri penyamakan kulit, pengawetan kayu, industri pulp, industri

pembuatan baja, dan sebagainya (Congeevaram, dkk., 2007). Lembaga perlindungan lingkungan,

Environmental Protection Agency (EPA), USA telah menetapkan ambang batas pembuangan

nikel pada air limbah adalah 2 – 3 mg/L (Aslam, dkk., 2010), sedangkan ambang batas nikel

dalam air minum adalah di bawah 0,04 mg/L (Rodríguez, dkk., 2006).

Beberapa metode dapat digunakan untuk menghilangkan ion logam berat dari air limbah, salah

satunya adalah biosorpsi. Metode ini didasarkan pada daya serap (adsorpsi) suatu biosorben

terhadap logam yang akan dihilangkan dari larutannya. Biosorpsi merupakan metode alternatif

yang dapat digunakan untuk menanggulangi pencemaran logam berat. Menurut Volesky (1999),

biosorpsi memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan teknik konvensional,

diantaranya: murah, dapat diperbaharui, tidak ada produk endapan dan air beracun yang

dihasilkan sebagai hasil sampingan, serta recovery logam sangat mungkin dilakukan karena

logam dapat dengan segera dipisahkan dari biomassa dan diperoleh kembali.

Pencemaran tidak sepenuhnya dapat dihindari, tetapi dapat diminimalisasi. Seiring dengan

perkembangan penduduk, dibutuhkan suatu metode dan teknologi untuk membersihkan dan

mengurangi kerusakan lingkungan (Viera dan Volesky, 2000). Biosorpsi dapat menjadi solusi

untuk membersihkan lingkungan yang terkontaminasi logam berat. Karang merupakan limbah di

sekitar perairan dengan komponen utamanya kalsium karbonat, sangat mungkin dimanfaatkan

sebagai bahan biosorben, utamanya sebagai biosorben logam-logam berat sebagai upaya

mengurangi pencemaran ion logam khususnya di daerah perairan. Hal ini telah dibuktikan oleh

Suzuki dan Takeuchi (1994) bahwa karang dapat digunakan untuk menjerap ion logam berat

bervalensi dua, Pb2+

dan Cu2+

dengan kapasitas adsorpsi masing-masing sebesar 1,3 mol/kg dan

0,9 mol/kg pada suhu 403 K.

Page 45: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan karang dalam menjerap ion Ni(II)

serta mengetahui kondisi optimum adsorpsi ion Ni(II) oleh karang.

METODE PENELITIAN

Bahan-bahan dan alat penelitian

Bahan-bahan yang digunakan adalah karang mati yang diperoleh dari pesisir di kelurahan Bone-

Bone kota Bau-bau Sulawesi Tenggara, Ni(NO3)2.6H2O, HNO3, NaOH, akuades, akuabides,

kertas saring Whatman 41, aluminium foil, kertas pH universal, kertas label dan kertas saring

biasa.

Alat-alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas yang umum digunakan, oven

model SPNISOSFD, magnetic stirrer, neraca digital Ohaus model NO AP210, ayakan (80 mesh

dan 100 mesh), spektrofotometer serapan atom (SSA) Buck Scientific Model 205 VGP, dan

desikator.

CARA KERJA

Penyiapan Biosorben Karang

Karang yang telah diambil segera dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran dan

partikel-partikel lain. Pencucian dilanjutkan dengan menggunakan akuades. Karang selanjutnya

ditiriskan, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 130 0C selama 24 jam lalu disimpan

dalam desikator. Karang selanjutnya dihaluskan dan partikel diambil dengan ukuran lolos

saringan 80 mesh tetapi tidak lolos saringan 100 mesh.

Penentuan Waktu Optimum Biosorpsi Ion Logam Ni(II) oleh Karang

Larutan Ni(II) dengan konsentrasi 50 mg/L pada pH 5 disiapkan. Karang sebanyak 2 gram

ditambahkan ke dalam 100 mL larutan Ni(II). Campuran dikocok dengan stirrer magnet selama

5 menit dan disaring menggunakan kertas saring Whatman 41. Absorbansi filtrat diukur dengan

SSA pada panjang gelombang maksimum. Percobaan kemudian diulangi dengan variasi waktu

pengocokan (10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90 dan 100 menit). Setiap percobaan dilakukan 2 kali

Page 46: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

pengulangan. Percobaan blanko dilakukan seperti di atas tetapi tanpa penambahan karang.

Konsentrasi yang diserap untuk tiap waktu dihitung dengan cara:

Konsentrasi teradsorpsi = konsentrasi awal - konsentrasi akhir

Cadsorpsi = Cawal – Cakhir

Banyaknya ion-ion logam yang teradsorpsi (mg) per gram biosorben (karang) ditentukan dengan

persamaan:�

�� � ��� � ��. �

dimana qe = jumlah ion logam yang teradsorpsi (mg/g)

Co = konsentrasi ion logam sebelum adsorpsi

Ce = konsentrasi ion logam setelah adsorpsi

V = volume larutan ion logam (L)

W = jumlah adsorben, karang (g)

Waktu optimum adalah waktu dimana konsentrasi teradsorpai (Cadsorpsi) terbesar

Penentuan pH Optimum Biosorpsi Ion Logam Ni(II) oleh Karang

Karang sebanyak 2 gram ditambahkan ke dalam 100 mL larutan ion logam Ni(II) dengan

konsentrasi 50 mg/L dan pH 2. Campuran dikocok selama waktu optimum kemudian disaring

dengan kertas saring Whatman 41. Absorbansi filtrate diukur dengan SSA. Percobaan di atas

diulang pada pH yang berbeda masing-masing 3, 4, 5, 6, 7 dan 8. Setiap percobaan dilakukan 2

kali pengulangan. Percobaan blanko dilakukan seperti di atas tetapi tanpa penambahan karang.

pH optimum adalah pH dimana konsentrasi teradsorpsi (Cadsorpsi) terbesar.

Penentuan Kapasitas Biosorpsi Ion Logam Ni(II) oleh Karang

Larutan ion logam Ni(II) dengan konsentrasi masing-masing 50, 100, 150, 200 dan 250 mg/L

disiapkan. Karang sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam tiap-tiap 100 mL larutan tersebut.

Campuran dikocok selama waktu dan pH optimum kemudian disaring dengan kertas saring

Whatman 41. Absorbansi tiap-tiap filtrat diukur dengan SSA. Setiap percobaan dilakukan 2 kali

pengulangan. Percobaan blanko dilakukan seperti di atas tetapi tanpa penambahan karang.

Kapasitas biosorpsi dihitung dengan menggunakan persamaan Freudlich [log qe = log k + 1/n

(log Ce)] atau persamaan Langmuir (Ce/qe = 1/Qob + Ce/Qo) dengan mengalurkan log qe terhadap

Page 47: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

log Ce untuk persamaan Freudlich atau Ce/qe terhadap Ce untuk persamaan Langmuir.

Berdasarkan intercept persamaan Freudlich diperoleh nilai k (kapasitas adsorpsi) dan dari slope

persamaan Langmuir dapat diperoleh nilai Qo yang berhubungan dengan kapasitas adsorpsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Waktu Terhadap Biosorpsi Ion Logam Ni(II) oleh Karang

Waktu kontak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi proses biosorpsi. Jumlah ion logam

yang teradsorpsi akan mencapai batas maksimum pada waktu tertentu, yang dinamakan waktu

optimum. Waktu kontak optimum biosorpsi ion logam Ni(II) ditentukan dengan menghitung

jumlah ion yang diadsorpsi (qe) sebagai fungsi waktu (t) yang ditunjukan pada table 1 dan

Gambar 1.

Tabel 1. Jumlah ion logam Ni(II) yang diadsorpsi oleh karang pada variasi waktu pengadukan.

Waktu (menit) Co (mg/L) Ce (mg/L) Qe (mg/g)

5 43.4586 27.2368 0.8108

10 43.4586 20.6015 1.1425

20 43.4586 17.7819 1.2835

30 43.4586 17.2744 1.3087

40 43.4586 14.0789 1.4688

50 43.4586 12.5940 1.5429

60 43.4586 12.0113 1.5721

70 43.4586 9.3797 1.7039

80 43.4586 8.7594 1.7340

90 43.4586 5.3759 1.9032

100 43.4586 6.4477 1.8499

Page 48: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

��

Gambar 1. Hubungan antara waktu kontak (menit) dengan jumlah ion logam Ni(II) yang

diadsorpsi (mg/g) oleh karang

Table 1 dan Gambar 1 menunjukkan bahwa waktu optimum biosorpsi ion logam Ni(II) oleh

karang adalah 90 menit dengan jumlah ion logam Ni(II) yang diadsorpsi adalah 1,9032 mg/g.

Jumlah ion logam Ni(II) yang teradsorpsi cenderung meningkat seiring dengan semakin lamanya

waktu pengadukan hingga mencapai optimum pada waktu pengadukan 90 menit, namun setelah

mencapai waktu optimum, jumlah ion logam Ni(II) yang teradsorpsi cenderung menurun.

Kondisi ini sesuai dengan teori bahwa semakin lama waktu kontak antara adsorben dengan zat

terlarut maka akan semakin banyak zat terlarut yang teradsorpsi. Akan tetapi, jumlah zat terlarut

yang teradsorpsi akan mencapai batas optimum pada waktu tertentu, dimana adsorben (karang)

tidak dapat lagi mengadsorpsi karena ion logam Ni(II) sudah mengisi penuh sisi aktip permukaan

adsorben.

Waktu optimum biosorpsi ion logam Ni(II) pada beberapa penelitian lain menunjukan hasil yang

berbeda-beda, tergantung pada jenis biosorben yang digunakan. Ada yang menunjukan hasil

yang sama seperti penelitian yang dilakukan El-Sayed, dkk., (2010) tentang biosorpsi ion Ni(II)

dan Cu(II) dari larutannya dengan jerami padi, diperoleh waktu optimum untuk biosorpsi ion

Ni(II) adalah 90 menit. Ozdemir, dkk., (2005) juga memperoleh waktu optimum biosorpsi ion

���

���

���

���

���

���

���

���

� �� �� �� �� ��� ���

������������ ����������������

����������

�����������

Page 49: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

��

Ni(II) adalah 90 menit dalam penelitian pemanfaatan alginat untuk adsorpsi Cu(II) dan Ni(II).

Sedangkan penelitian adsorpsi Ni menggunakan karbon aktif tempurung kelapa yang dilakukan

oleh Onundi, dkk., (2010) menunjukan hasil waktu optimum yang berbeda, yaitu 75 menit. Pada

penelitian ini, waktu kontak 90 menit adalah waktu yang diperlukan untuk mengadsorpsi ion

logam Ni(II) secara optimal oleh karang, yang digunakan untuk penelitian lebih lanjut.

Pengaruh pH Terhadap Biosorpsi Ion Logam Ni(II) oleh Karang

pH larutan adalah salah satu faktor penting dalam biosorpsi ion logam selain waktu. Tabel 2 dan

Gambar 2 menunjukan pengaruh perubahan pH larutan dalam biosorpsi ion logam Ni(II) oleh

karang.

Tabel 2. Jumlah ion logam Ni(II) yang diadsorpsi oleh karang sebagai fungsi pH.

pH� Co (mg/L)� Ce (mg/L)� qe (mg/g)� Pengendapan�

3 46.4706 27.3702 0.9549 Tidak ada

4 44.6367 21.9550 1.1339 Tidak ada

5 44.6367 7.1972 1.8718 Tidak ada

6 41.7301 0.7958 2.0465 Tidak ada

7 38.0623 -2.1453 2.0098 Ada

8 -4.3945 -4.2215 -0.0087 Ada

Gambar 2. Hubungan antara pH dengan jumlah ion logam Ni(II) yang diadsorpsi (mg/g) oleh

karang.

���

��

��

��

� � � � � ��

������������ ����������������

����������

Page 50: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

pH larutan sangat berpengaruh terhadap jumlah ion logam yang teradsorpsi. Pada penelitian ini,

pengaruh pH terhadap biosorpsi ion logam Ni(II) oleh karang diamati pada kisaran pH 3 hingga

8. Kisaran pH yang digunakan adalah pH yang tidak mengganggu proses analisis, misalnya

dengan adanya pengendapan logam (sebagai hidroksida) ataupun yang dapat melarutkan

biosorben yang digunakan. Gambar 2 dan Tabel 2 menunjukan jumlah ion logam Ni(II) yang

teradsorpsi sedikit pada pH rendah, dan meningkat seiring dengan peningkatan pH larutan

hingga mencapai optimum pada pH 6 dengan jumlah ion logam Ni(II) yang diadsorpsi sebesar

2.0465 mg/g. Pengaruh pH berkaitan dengan fakta bahwa dalam suasana asam terjadi kompetisi

antara ion logam dan ion H+ yang menyebabkan pengikatan logam pada kondisi seperti ini

kurang berarti. Dengan peningkatan pH, tolakan elektrostatik menurun akibat dari penurunan

kepadatan muatan positif pada permukaan biosorben sehingga mengakibatkan peningkatan

adsorpsi logam. Pada pH yang lebih tinggi (pH > 6), terjadi penurunan jumlah ion Ni(II) yang

teradsorpsi. Hal ini disebabkan karena pada pH yang lebih tinggi ion Ni(II) dalam larutan

berkurang karena mulai terbentuk endapan Ni(OH)2. Penelitian lebih lanjut untuk penentuan

kapasitas biosorpsi digunakan pH optimum yaitu pH 6.

Kapasitas Biosorpsi Ion Logam Ni(II) oleh Karang

Kelayakan dan efisiensi suatu proses biosorpsi tidak hanya bergantung pada sifat biosorben,

tetapi juga pada konsentrasi larutan ion logam. Pengaruh konsentrasi ion logam Ni(II) dalam

proses biosorpsi ditunjukan pada Tabel 3 dan Gambar 3 berikut.

Tabel 3. Jumlah ion Ni(II) yang diadsorpsi oleh karang sebagai fungsi konsentrasi pada waktu

optimum dan pH 6.

Co(mg/L)� Ce (mg/L)� qe(mg/g)� Ce/qe� log Ce� log qe�

29.5543� 3.6072� 1.2969� 2.7814� 0.5572� 0.1129�

81.3370� 31.6992� 2.4814� 12.7747� 1.5010� 0.3947�

120.8914� 67.1588� 2.6860� 25.0036� 1.8271� 0.4291�

162.6741� 92.9248� 3.4869� 26.6501� 1.9681� 0.5424�

189.1365� 130.8496� 2.9141� 44.9029� 2.1168� 0.4645�

Page 51: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi ion Ni(II) setelah adsorpsi (mg/L) dengan jumlah ion

Ni(II) yang diadsorpsi (mg/g).

Semakin besar konsentrasi ion logam Ni(II), jumlah ion logam Ni(II) yang diadsorpsi juga

semakin besar kemudian cenderung menurun dan konstan yang diakibatkan karena biosorben

telah mengalami kejenuhan. Kapasitas biosorpsi ditentukan menggunakan dua model isotermal

yaitu model isotermal Langmuir dengan mengalurkan Ce/qe terhadap Ce (Gambar 4) dan model

isotermal Freundlich dengan mengalurkan log qe terhadap log Ce (Gambar 5).

Gambar 4. Kurva isotermal Langmuir untuk adsorpsi ion Ni(II) oleh karang

��

��

��

� �� �� �� �� ��� ��� ���

������������ ��������������������������

������������������

Page 52: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

Gambar 5. Kurva isotermal Freundlich untuk adsorpsi ion Ni(II) oleh karang

Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukan model isotermal Langmuir yang paling sesuai untuk

biosorpsi ion logam Ni(II) oleh karang dengan nilai koefisien korelasi (R2) adalah 0,972

sedangkan nilai R2

dari kurva isotermal Freundlich adalah 0,9246. Nilai koefisien korelasi (R2)

yang besar pada kurva isothermal Langmuir mengindikasikan proses biosorpsi ion logam

memiliki cakupan lapis tunggal (monolayer) pada karang. Dengan kata lain, biosorpsi ion logam

Ni(II) pada karang terjadi pada gugus fungsi pada permukaan karang yang dianggap sebagai

adsorpsi lapis tunggal. Biosorben berbeda dapat memberikan karakteristik penyerapan yang

berbeda, sehingga kesesuaian dari isothermal adsorpsi sangat bergantung pada jenis biosorben

yang digunakan.

Berdasarkan slope kurva isotermal Langmuir kapasitas adsorpsi (Qo) diperoleh sebesar

3,1928 mg/g, sedangkan dari intercept kurva isothermal Freundlich diperoleh nilai kapasitas

adsorpsi (K) sebesar 0,9683 mg/g. Biosorben yang paling baik digunakan dalam penyerapan ion

logam adalah yang memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang paling besar.

KESIMPULAN

Page 53: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

Karang dapat digunakan sebagai biosorben ion logam Ni(II) dengan waktu optimum biosorpsi

karang terhadap ion logam Ni(II) adalah 90 menit, pH optimum biosorpsi karang terhadap ion

logam Ni(II) adalah 6. Biosorpsi karang terhadap ion logam Ni(II) lebih sesuai dengan isotermal

Langmuir dengan nilai kapasitas adsorpsi (Qo) sebesar 3,1928 mg/g.

DAFTAR PUSTAKA

Aslam, M. Z., Ramzan, N., Naveed, S., and Feroze, N., 2010, Ni(II) Removal by Biosorption

Using Ficus religiosa (Peepal) Leaves, Journal of The Chilean Chemical Society, 55 (1), 81-84.

Congeevaram, S., Dhanarani, S., Park, J., Dexilin, M., Thamaraiselvi, K., 2007, Biosorption of

Chromium and Nickel by Heavy Metal Resistant Fungal and Bacterial Isolates, Journal of

Hazardous Materials,146, 270-277.

El-Sayed, G. O., Dessouki, H. A., and Ibrahim, S. S., 2010, Biosorption of Ni (II) and Cd (II)

Ions from Aqueous Solutions onto Rice Straw, Chemical Sciences Journal, (Online),

(http://astonjournals.com/csj, diakses 27 Oktober 2010), 1-11.

Hanif, M. A., Nadeema, R., Bhatti, H. N., Ahmada, N. R. and Ansari, T. M., 2006, Ni(II)

Biosorption by Cassia fistula (Golden Shower) Biomass, Journal of Hazardous Materials,

(Online) 139, (http://www.aseanbiodiversity.info/51006486.pdf, diakses 26 Oktober 2010).

Onundi, Y. B., Mamun, A. A., Al Khatib, M. F., and Ahmed, Y. M., 2010, Adsorption of copper,

nickel and lead ions from synthetic semiconductor industrial wastewater by palm shell activated

carbon, Int. J. Environ. Sci. Tech., (Online) 7 (4), (http://www.bioline.org.br/pdf?st10074,

diakses 11 Juni 2011), 751-758.

Ozdemir, G., Cheyhan, N., and Manav, E., 2005, Utilization in alginate beads for Cu(II) and

Ni(II) adsorption of an exopolysaccharide produced by Chryseomonas luteola TEM05, World

Journal of Microbiology & Biotechnology, (Online) 21 (2),

(http://www.springerlink.com/content/l0471n8w5n0p2266/fulltext.pdf,

Pekey, H., 2006, The Distribution and Sources of Heavy Metals in Izmit Bay Surface Sediments

Affected by a Polluted Stream, Marrine Pollution Buletine, (Online) 52 (10),

(http://www.sciencedirect.com/science/journal/0025326X, diakses 27 Oktober 2010), 219-231.

Rodríguez, C. E., Quesada, A. and Rodríguez E., 2006, Nickel Biosorption by Acinetobacter

baumannii and Pseudomonas aeruginosa Isolated from Industrial Wastewater, Brazilian Journal

of Microbiology, 37, 465-467.

Sembodo, B. S. T., 2006, Model Kinetika Langmuir untuk Adsorpsi Timbal pada Abu Sekam

Padi, Ekuilibrium, 5 (1), 28-33.

Page 54: Isolasi, Karakterisasi, dan Uji Bioaktifitas Metabolit ... · PDF fileKeywords : Callyspongia sp, Bioactivity, Artemia salina Leach, Sea Urchin Eggs, Triterpenoid, Steroid. PENDAHULUAN

Pemanfaatan Karang Sebagai Biosorben Ion Logam Ni(Ii) Volume 13 Nomor 1

���

Suardana, I. N., 2008, Optimalisai Daya Adsorpsi Zeolit Terhadap Ion Kromium(III), Jurnal

Penelitian dan pengembangan Sains & Humaniora, (Online) 2 (1),

(http://www.freewebs.com/santyasa/Lemlit/PDF_Files/SAINS/APRIL_20

08/I_Nyoman_Suardana.pdf, diakses 11 Agustus 2010), 17-33.

Suzuki, Y., and Takeuchi, Y., 1994, Uptake of a Few Divalent Heavy-Metal Ion Species from

Their Aqueous Solutions by Coral Sand Heat-Treated at Various Temperatures, Journal of

Chemical Engineering of Japan, (Online) 27 (2),

(http://www.jstage.jst.go.jp/article/jcej/27/2/165/_pdf, diakses 24 Agustus 2010), 165-170.

Vieira, R. H. S. F. and Volesky, B., 2000, Biosorption: a solution to pollution?,

INTERNATIONAL MICROBIOL, 3, 17-24.

Volesky, B., 1999, Biosorption for the Next Century, Biohydrometallurgy and the Environment

Toward the Mining of the 21st Century, Process Metallurgy, (Online) 9 (2),

(http://www.sciencedirect.com/science/bookseries/, diakses 10 November 2010).