Jurnal Agung Suryanto

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    1/20

      "

    SUDUT PANDANG AERIAL PADA STRUKTUR KOTA

    ABSTRACT

    Surabaya as a metropolis city has a solid mass structure within a bit

    of leaving empty spaces. The mass structure composed of a series of massivetowering walls forms skyline limit the horizon, which limits physically

    and visually its inhabitants among four sides. The mass structure of the city thatcreates mazes and trapping its inhabitants to the concrete walls. Then it triggers in

    order to be free from its grasp.The viewpoint as landscape from the sky is the way to see

    Surabaya landscape be free without feeling trapped by city walls. This

    viewpoint is called the aerial view. The aerial view of the city it is possible to see

    the city as a map, its pattern and scale of streets , set out two-dimensionally. To

    analogize this aerial point of view with satellite point of view provided in the

    internet,The site is Google Earth. From the use of such site raises an idea to use

    software in composing the painting artwork as a final thesis. To this aerial point

    of view with satellite, possible the artists could invention in any location and get a

    new view this unimaginable. 

    The software application on the composition of painting raises new display

    face. It allows images of building that exist throughout the world designed

    and single matched in Surabaya city site. In addition to get such a significant

    display, it also provides new colour in the world of painting.Keywords: Surabaya City structure, Aerial, software, new kind of painting  

    Latar belakang

    Penciptaan sebuah karya dengan mengolah bahan-bahan mentah yang

    tersedia di sekeliling dalam bentuk pengalaman dan mencoba menampilkan

    kekhasan responnya, yang berbeda dan unik. Menggubahan materi yang ada di

    sekelilingnya dan mengekspresikannya ke dalam ujud karya seni.

    Ketertarikan pada struktur kota sebagai tema dalam penciptaan karya,

     penulis tidak berangkat dari ruang kosong. Penulis tinggal, bekerja, dan berkarya

    di kota Surabaya. Dari pemukiman penduduk yang padat, ruang terbuka yang

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    2/20

      #

    minim, saluran sanitasi yang buruk, dan berbagai permasalahan sosial lainnya.

    Pengalaman tinggal di kota adalah sebuah pengalaman personal. Sebuah kota

    akan selalu menjadi sebuah kota, dimanapun lokasi, waktu, ruang, akan terasa

    sama. Pemahaman penulis tentang struktur kota Surabaya, berpijak pada tempat

    tinggal penulis, dan dipertajam dengan pengalaman penulis belajar Arsitektur, hal

    ini membuat penulis paham tentang struktur kota Surabaya dan

     perkembangannya.

    Definisi kota menurut sudut pandang arsitektur yang fokus pada sistem

     prasarana dan pembangunan serta struktur anatomi kota dan perencanaannya.

     Namun seorang Arsitek akan lebih menekankan pada aspek-aspek kota secara

    fisik dengan memperhatikan hubungan antara ruang dan massa perkotaan serta

     bentuk dan polanya (Markus Zahnd, 2006: 3). Pola struktur ruang dan massa kota

    Surabaya memiliki struktur kota modern. Hal ini terlihat pada kecenderungan kota

    Surabaya, yaitu reduksisme dan individualisme. Reduksisme dapat dipahami

    sebagai strategi yang menekankan pada minimalisme dan fungsionalisme. Hal ini

    memicu ujud bangunan Arsitektur kota Surabaya serupa dengan kota lainnya.

    Misal, hal ini terlihat pada gedung Mulia Tower, Jakarta dengan gedung BRI

    Tower, Surabaya. Dan program Surabaya sebagai kota kembar dengan

    Guangzhou, Seattle, Busan, Kochi, dan Xiamen. Menjadikan kota Surabaya tidak

    mempunyai karakter khusus.

    Struktur kota Surabaya terlihat serupa dengan kota besar lainnya, terutama

     jika dilihat dari atas angkasa. Pola struktur ruang dan massa kota Surabaya yang

    semakin padat, minimnya ruang terbuka hijau, dan tumbuhnya gedung-gedung

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    3/20

      $

     pencakar langit, yang menjadi dinding kota membatasi aktivitas dan visual

     penulis. Struktur massa kota yang menciptakan labirin dan memerangkap

     penghuninya pada dinding-dinding beton. Hal ini memicu untuk bisa lepas dari

    cengkeramannya.

    Penulis melihat kota Surabaya dari sudut pandang mata burung, pertama

    kali pada tahun 2005 ketika dalam perjalanan ke Jakarta dengan pesawat terbang.

    Posisi memandang kota Surabaya secara bebas tanpa halangan apapun, hal ini

    sangat berbeda jika melihat kota Surabaya dengan sudut pandang normal. Sejauh

    mata memandang akan tertumbuk pada gedung pencakar langit, dan papan iklan

    yang menjamur pada setiap sudut kota. Seperti yang diungkapkan oleh De

    Certeau ketika berada di lantai 110 gedung WTC (World Trade Centre) dan

    melihat ke bawah kota New York, dia mengatakan seakan dirinya "diangkat dari

    cengkeraman kota" (Miles, 1997: 12). Ungkapan tersebut menyatakan dirinya

    seakan terbebas dari cengkeraman, himpitan rimba beton yang membentuk ujud

    kota New York. Surabaya pada suatu saat juga bisa berubah ujud seperti kota

     New York. Sebab struktur kota besar jika dilihat dari angkasa terlihat serupa. Hal

    ini menimbulkan pertanyaan pada diri penulis “Bagaimana jika menghadirkan

    citra struktur kota yang dilihat dari angkasa ?“. Sudut pandang mata burung atau

     perspektif dari atas, dalam dunia fotografi dinamakan aerial.

    Dalam dunia Arsitektur, penulis tertarik pada pemikiran dan karya arsitek

    Le Corbusier . Le Corbusier adalah tokoh arsitektur modern yang mempengaruhi

     penulis dengan pandangannya tentang perencanaan dan perancangan kota yang

    sering disebut sebagai gaya internasional atau arsitektur modern (Markus Zahnd,

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    4/20

      %

    2006: 42). Sedangkan kategorisasi estetisnya dimulai dengan konsep massa,

    arsitektur didefinisikannya sebagai permainan massa-massa elementer: kubus,

    kerucut, bola, silinder, atau piramida. Le Corbusier menekankan kecondongannya

    terhadap yang paling murni dari segala bentuk, yakni kubus.

    Rumusan Ide Penciptaan

    Merujuk pada latar belakang ide penciptaan melihat struktur kota Surabaya

    dari atas, sudut pandang ini bisa tercapai dengan cara naik di atas gedung

     pencakar langit, pesawat terbang, atau balon udara. Salah satu cara dengan analogi

    menggunakan piranti lunak Google Earth. Program ini memetakan bumi

    dari superimposisi gambar yang dikumpulkan dari pemetaan satelit, fotografi

    udara dan globe GIS 3D (diunduh dari internet :

    http://id.wikipedia.org/wiki/Google_Earth pada tanggal 30 mei 2013. Pukul 2:11

     pm). Sudut pandang aerial seperti halnya pada gambar 3 bisa dilakukan bila kita

     berada di atas ketinggian angkasa.

    Gambar 1. Citra kota Surabaya, diunduh dari google earth, 5 juni 2013, 00:19am

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    5/20

      &

    Penggubahan ide perencanaan kota imajinasi dalam penciptaan karya seni

    lukis merujuk pada konsepsi Le Corbusier tentang arsitektur modern yaitu

    memulai perencanaan kota dari lahan kosong dengan membongkar keseluruhan

    kota lama (existing). Kota gubahan yang tercipta dari situs struktur kota Surabaya

    yang diambil dari foto satelit Google Earth, kemudian diolah di  Photoshop.

    Proses penggubahan bisa berkembang dengan gubahan massa bangunan dengan

    menggunakan piranti Sketchup, hingga situs struktur kota lama menghilang dan

    memunculkan situs struktur kota yang baru, situs yang imajinatif.  Penggubahan

    ide penciptaan dalam seni lukis dengan menggunakan piranti lunak untuk

    menciptakan sebuah karya, karena ingin memadukan antara gambar Arsitektur,

    disain dengan seni lukis. Hal ini masih belum banyak atau jarang dilakukan oleh

     perupa lain. Adapun rumusan masalah penciptaan yang ingin diuraiakan adalah

    sebagai berikut:

    1. Bagaimana melihat kota dari atas angkasa sebagai ide penciptaan karya

    seni lukis?

    2. Bagaimana ide bentuk dari imajinasi tentang kota Surabaya dalam

     penciptaan karya seni lukis?

    3. Bagaimana teknik penggarapan, dan eksplorasi materialnya, karya tersebut?

    Landasan Penciptaan

    Ide penciptaan sudut pandang landskap dari atas angkasa adalah satu cara

    untuk bisa melihat landskap kota Surabaya secara leluasa. Dengan

    menganalogikan pandangan aerial ini dengan pandangan satelit yang telah

    tersedia di situs internet, Google Earth. Landasan penciptaan struktur kota yang

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    6/20

      '

    imajinatif, penulis mengacu pada beberapa teori, baik teori Arsitektural yang

    cenderung pada pokok pemikiran tentang struktur kota (Le Corbusier, MC Escher,

    St. John) dan teori estetika yang cenderung pada dampak karya tersebut

    (Ramachandran, Wabi Sabi).

    1. Teori Arsitektural struktur kota 

    a.  Ilusi paradoks.

    Konsep penciptaan merujuk pada bentuk Arsitektur paradoks dari

    karya M.C. Escher, relativity, 1953. Penulis mengacu pada karya M.C.

    Escher karena sesuatu yang berlawanan ini merupakan ilusi dalam bidang

    dwimatra, menantang mata dan pemahaman mengutak-atik kepastian dari

    hukum visual yang harus ditaati. (M.C. Escher, 1967: 14). Ilusi paradoks

    disebabkan karena objek yang paradoksikal atau tidak mungkin, misalnya

     pada tangga Penrose (gambar 6). Karya relativity merupakan karya yang

    unik karena membuka wawasan pada konsep ilusi konvensional yang ada

     pada seni lukis dua dimensional.

     b.  Sistem modulor dan struktur pilotis.

    Secara sederhana sistem modulor merupakan pendekatan yang

    membagi sistem menjadi bagian-bagian kecil (modul) yang dapat dibuat

    dan kemudian digunakan dalam sistem yang berbeda untuk menggubah

     beberapa fungsi. Gagasan pokok sistem modulor adalah untuk

    mengembangkan serangkaian komponen-komponen produk dasar yang

    dapat dirakit menjadi sejumlah besar produk yang berbeda-beda. (Stamo

    Papadaki, 1948: 148). Struktur pilotis, adalah mengangkat sebagian besar

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    7/20

      (

    massa bangunan dari atas tanah dengan menggunakan struktur kolom

    konstruksi rumah panggung. Sehingga massa bangunan terlihat

    mengambang dari permukaan tanah.

    c.  No more sea.

    Seperti yang diungkapkan oleh Le Corbusier : “Untuk membangun

    yang baru harus membongkar yang lama dan memulainya dari lahan

    kosong”. Cara berpikir seperti yang diungkapkan oleh Le Corbusier ini

    diterapkan arsitek di Eropa, dalam membersihkan sudut-sudut kota yang

    kumuh dan relokasi penduduknya pada proyek perumahan (Miles, 1997:

    18). Seturut Le Corbusier adalah St. John yang menulis dari “surga dan

     bumi yang baru, sebab surga dan bumi yang lama telah berlalu, dan tidak

    ada lagi laut” (Wahyu, 21: 1). Citraan St. John tersebut merepresentasikan

    tentang kosmologi ; citra “no more sea”. (Malcolm Miles, 1997: 17). Hal

    ini merupakan sebuah keinginan untuk membuat baru dengan

    menghilangkan yang lama. Konsep penciptaan merujuk pada citra “no

    more sea” sebagai penggambaran kota yang baru.

    2. Teori estetika

    a. Penyangatan.

    Penyangatan atau pelebih-lebihan satu atau dua aspek dari subjek

    yang mau ditampilkan. (M. Dwi Marianto, 2011: 152). V.S.

    Ramachandran dalam The Science of Art . Menyatakan bahwa seni,

    tentunya, bukan hanya untuk menggambarkan atau representasi dari

    realitas, karena hal seperti itu bisa dicapai dengan sangat mudah oleh

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    8/20

      )

    kamera. Untuk menampilkan gubahan agar bisa tersajikan secara kuat dan

    mampu untuk membangkitkan perasaan estetik pemirsa, Ramachandran

    merumuskannya menjadi “delapan aturan pengalaman estetik”.

    Beberapa diantaranya diterapkan penulis pada konsep penciptaan

    ini, Yaitu, efek perubahan yang tajam; gubahan yang ada digubah dengan

    menyangatkan atau melebih-lebihkan satu atau dua aspek dari subjek yang

    mau ditampilkan. Penyangatan tidak hanya dilakukan pada dimensi

     bentuk, tetapi juga bisa dilakukan pada dimensi yang lebih abstrak, misal

    warna, sudut pandang perspektif, gelap-terang, atau kontrasnya.

    Penyangatan atau pengkarikaturan dapat pula dilakukan pada

    aspek-aspek yang berkait dengan pencahayaan dan bayangan dari

    suatu subjek yang direpresentasi, misalnya: bayangannya,

    highlight, atau gelap terangnya. (Ramachandran dalam M. Dwi

    Marianto, 2011: 153).

    Beberapa aturan  Ramachandran tentang pengalaman estetik, bisa

    dipakai sebagai konsep atau sebagai bahan pertimbangan dalam

     penciptaan. Karena kadang kala penulis lepas kontrol ketika masih dalam

     proses sketsa disain untuk menggubah suatu karya. Meskipun seni itu tidak

    seperti matematika yang serba pasti, minimal penulis mengetahui elemen-

    elemen apa saja yang bisa diterapkan agar bentuk gubahan karya bisa

    merebut perhatian pemirsa.

     b. wabi sabi.

    Wabi Sabi adalah estetika Jepang tentang keindahan dari ketidak

    sempurnaan, ketidak lengkapan, kesementaraan, kesederhanaan, tidak

    konvensional, dan kekosongan dari elemen yang dimiliki oleh suatu benda.

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    9/20

      *

    Wabi sabi sebagai rujukan konsep penciptaan tentang kesederhanaan,

    kekosongan, dan segala hal yang bersifat tidak terbatas (infinity).

    METODE PENCIPTAAN

    Pada proses penciptaan seni lukis, secara umum penulis mengadaptasi

    metode Hawkins (1991) yang lazim dipergunakan secara praktis dengan

    melakukan pendekatan yang berbeda. Pendekatan yang dilakukan diantaranya

    dengan melalui (A) Eksplorasi, (B) Improvisasi/ Eksperimentasi, (C) Perwujudan

    , dan (D) Evaluasi. Namun rumusan Hawkins tersebut memerlukan sedikit

    modifikasi sehingga menjadi relevan untuk diterapkan menjadi sebuah metode

     penciptaan seni rupa.

    Untuk mewujudkan upaya tersebut penulis melakukan pendekatan yang

    melandasi proses penciptaan antara lain :

    Eksplorasi

    Gagasan awal adalah tentang gedung-gedung pencakar langit ( skyline)

    yang menjadi ikon kota metropolitan seperti kota Surabaya. Gedung-gedung

     pencakar langit dalam konstruksi. Konstruksi rangkaian baja yang berada di

    angkasa dengan latar belakang kota di bawah. Penulis mengambil sudut pandang

    dari atas agar komposisi gedung pencakar langit dan struktur kota bisa masuk

    dalam satu bingkai. Konstruksi gedung pencakar langit yang menembus atmosfer

     bumi pada ide awal penulis, masih menggunakan konstruksi imajiner, konstruksi

    yang mengacu pada citraan yang ada dan bisa diunduh pada dunia maya (gambar

    2). Langkah selanjutnya yang penulis lakukan dalam eksplorasi konsepsi atau ide

    ini adalah dengan observasi pada objek langsung.

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    10/20

      "+

    Gambar 2. The Bridge, 100cm X 150cm, karya Agung Suryanto, 2013.

    Penulis melakukan observasi pada jembatan gantung (jembatan Bantar)

    yang berada di Wates, Yogyakarta. Konstruksi jembatan gantung inilah yang

     penulis pakai sebagai acuan dalam eksplorasi ide. Karena penulis beranggapan

     bahwa jembatan gantung ini mempunyai keunikan tersendiri dan objek ini yang

     bisa merepresentasikan antara ruang atas dan bawah. Karena secara imajiner

    ketika membicarakan konstruksi gantung, tak lepas dari ruang atas sebagai kaitan

    atau penahan beban dan ruang bawah yang menggantung atau sebagai beban.

    Dari observasi jembatan gantung ini, penulis eksplorasi pada bentukan

    karya. Gedung pencakar langit, penulis hilangkan dan berganti dengan hanya

    konstruksi baja dengan tali-tali gantung yang menjuntai ke bawah kota. Untuk ide

    tentang ketinggian, penulis tidak perlu menggambarkan secara verbal gedung

     pencakar langit, cukup dengan konstruksi baja yang berada di atas angkasa

    dengan tali-tali jembatan gantung untuk mempertegas secara visual tentang

     persepsi ketinggian (gambar 4).

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    11/20

      ""

    Gambar 3. Observasi jembatan Bantar, wates, Yogyakarta (dok.pribadi 2012)

    Pada eksplorasi konsepsi khususnya ide, untuk menggambarkan tentang

    ketinggian, penulis tidak perlu secara verbal menggambarkannya dengan

    ketinggian gedung-gedung pencakar langit secara vertikal. Tetapi cukup dengan

    garis-garis vertikal yang secara optik menggambarkan tentang adanya perbedaan

    ruang, ruang atas dan bawah. Tahap eksplorasi memungkinkan dilakukannya

    analisis bentuk visual yang berkelanjutan sebagai materi eksekusi dari eksplorasi

    konsepsi yang mendasarinya. Bentuk visual secara obyektif bukan sekadar lahir

    karena kepentingan artistik semata tetapi merupakan manifestasi konsepsi dan

    kegelisahan kreatif. Penulis melakukan berbagai eksplorasi visual melalui sketsa

    manual maupun digital (disain dengan komputer) dan penerapan teknik

     pencapaian artistik yang eksploratif misalnya dengan penggubahan melalui piranti

    lunak Photoshop.

    Selain dengan piranti lunak Photoshop, dalam eksplorasi visual penulis

     juga mengembangkan bentuk gubahan. Pengembangan ini dilakukan dengan

     pemakaian piranti lunak SketchUp. Dengan piranti ini penulis bisa merancang

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    12/20

      "#

    dengan menerapkan ikon-ikon gedung yang berada di seluruh dunia dan telah

    menjadi simbol identitas atau landmark .

    Gambar 4. Kota Gantung , 150cm X 100cm, karya Agung Suryanto, 2013

    Hal tersebut penulis lakukan sebagai tahap utama melukis dengan proses

    kreatif untuk membuka berbagai kemungkinan aspek bentuk visual yang dapat

    dijadikan acuan eksplorasi selanjutnya. Pada aspek bentuk visual menjadi bagian

     berikutnya yang diolah dalam proses penciptaan sebagai presentasi bentuk atas

    gagasan-gagasan yang dimunculkan dalam serangkaian proses improvisasi

    imajinasi.

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    13/20

      "$

    Gambar 5. Gubahan citraan dengan SketchUp (dok.pribadi 2013)

    Dalam proses eksplorasi media dan teknik ini hampir sama prosesnya

    ketika penulis melakukan berbagai rangkaian eksplorasi bentuk visual, didahului

    dengan membuat sketsa-sketsa sebagai perencanaan dalam pencarian dan

     penggalian bentuk-bentuk visual. Pada eksplorasi media dan teknik untuk

    mengoptimalkan berbagai proses perlakuan terhadap media dengan berbagai

     pendekatan teknik konvensional dan non-konvensional. Untuk pemilihan media

     pensil atau arang sebagai medium utama karena mempertimbangkan aspek fungsi

    dan kepraktisan. Disamping karakteristik medium ini, penulis juga sudah

    memiliki serangkaian pengalaman teknis untuk menaklukkan medium tersebut.

    Persoalan teknis proses kreatif tentu menjadi pengalaman berharga ketika penulis

    mampu melaluinya dengan menemukan pemecahan masalahnya terkadang

    memperoleh efek-efek teknis yang tak terduga.

    Penulis juga mencoba untuk menggali berbagai kemungkinan media

    campuran dengan berbagai teknik, drawing, digital print, teknik renaisans.

    Pertimbangan penulis dalam memilih dan menggunakan media tersebut semata-

    mata kebutuhan kreatifitas dan eksplorasi media dengan teknik-teknik tertentu

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    14/20

      "%

    yang menjadi daya dukung dalam proses penciptaan.

    Dalam eksplorasi bahasa estetik, penulis mengacu pada salah satu teori

    Ramachandran yaitu tentang penyangatan atau meraksasakan akan kontras dan

    sudut pandang perspektif. Eksplorasi estetik dilakukan dengan menerapkan

    medium arang yang cenderung hitam-putih disatu-padukan dengan cat minyak

    sebagai komplemen.

    Penulis juga melakukan pengurangan informasi yang berlebihan, sehingga

    media kanvas tidak terasa penuh sesak. Hal ini juga merujuk pada konsep Wabi

    Sabi, filsafat dan estetika Jepang. Wabi Sabi adalah keindahan yang dimiliki

     benda-benda dengan elemen sederhana, kosong, non verbal, dan tidak sempurna.

    Improvisasi

    Improvisasi bentuk dengan menggunakan komputer. Karena untuk melihat

    atau membuat foto nyata tentang kota dengan sudut yang tegak dirasa

    menyulitkan penulis, maka penulis mengambil solusi dengan memggunakan situs

     pada piranti lunak Google Earth. Dengan materi pokok kota urban terutama kota

    Surabaya, penulis menjelajah tiap jengkal kota Surabaya lewat citraan. Penulis

    mulai memilah-milah lokasi mana yang akan digubah. Ada beberapa wilayah atau

    zona yang penulis anggap mampu untuk mengtransformasikan keinginan penulis

    tentang kota urban Surabaya. Wilayah tersebut tersusun dari elemen gedung

     publik, blok pemukiman, dan sungai. Citraan yang didapat dari situs diolah

    dengan  software Photoshop. Citraan “nyata” bisa di copy ulang, dibalik, diputar

    dengan sudut tertentu, pengolahan ini dimaksudkan agar citraan tidak menjadi

    “nyata”. Karena penulis berkeinginan menciptakan tentang kota urban yang

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    15/20

      "&

    imajinatif, sehingga penikmat ketika melihat karya tersebut sebagai kota urban

    yang tanpa akar . Tidak lagi melihat sebagai kota Surabaya.

    Selain piranti lunak  Photoshop, penulis juga menggunakan piranti lunak  

    SkecthUp, yaitu program modeling 3 Dimensional untuk mendisain rancang

     bangun arsitektur, sipil, dan mekanikal. (gambar 5).

    Perwujudan 

    Dalam perwujudan karya, penulis melakukan perancangan terlebih dahulu

     pada piranti lunak Photoshop. Perancangan dengan melakukan pengulangan,

     pembalikan ,pendistorsian dari bentuk asal atau citraan kota Surabaya yang

    didapat dari google earth untuk digubah sesuai dengan ide penulis. Dekonstruksi

    ini dilakukan untuk memberi makna yang baru pada citraan tersebut. Penulis

    menginginkan akan terciptanya kota urban yang anonim, penikmat tak mengenali

    kota tersebut kota mana, kota yang imajinatif yang terbentuk dari blok-blok beton.

    Komposisi kota secara keseluruhan menggunakan komposisi paradoknya M.C.

    Escher. Citraan asli (existing) dipantulkan dan dibuat saling berbalik seperti

    komposisi simbol sura dan baya atau yin-yang. Untuk mendapatkan kesan

    melingkar, maka citraan tersebut dicembungkan. Hal tersebut bisa dilakukan di

    Photoshop. Sebagai pengisi dari blok-blok massa, penulis mengacu pada bentukan

    model dari arsitektur paradoks M.C. Escher, dan dibuat rancangannya pada piranti

    lunak SketchUp.

    Selain piranti lunak Photoshop, penulis juga menggunakan SketchUp 

    sebagai pengolah data dalam perancangan. Hal ini penulis lakukan karena dengan

    hanya menggunakan  Photoshop  pada akhirnya akan timbul kebosanan, penulis

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    16/20

      "'

    ingin mengembangkan rancangan agar massa bangunan tak hanya menciptakan

    rangkaian blok-blok empat persegi, tapi juga memunculkan ikon-ikon gedung

    yang ada di dunia dan disatu-padukan pada situs kota Surabaya yang telah

    digubah. Langkah ini merujuk pada sifat keanoniman kota metropolitan, dan

     program kota Surabaya sebagai kota kembar dengan Guangzhou, Seattle,

    Busan, Kochi, dan Xiamen.

    Pemindahan rancangan ke media kanvas 

    Dalam proses pemindahan hasil rancangan ke media kanvas, penulis

    menggunakan beberapa metode, dimana metode tersebut merupakan hasil dari

    trial and error  yang dilakukan penulis. Pada bidang kecil (30cm X 30 cm) penulis

    melakukan pemindahan dengan cara: hasil rancangan dicetak dengan  foto copy,

    kemudian hasil cetakan tersebut dipindahkan ke kanvas dengan menggunakan

     bensin. Yang dilakukan penulis adalah dengan menempelkan hasil  foto copy 

    tersebut yang bertorehkan tinta menempel pada kanvas. Kemudian menggosok-

    gosokkan bensin dipermukaan (tidak bertinta) cetakan foto copy, tinta cetakan

    meleleh dan menempel pada permukaan kanvas. Metode ini hanya bisa dilakukan

     pada bidang kecil, untuk bidang besar penulis menggunakan proyektor.

    Pada awal proses perwujudan karya, penulis menggunakan cat akrilik

    untuk menerapkan nada terang-gelap. Hal ini penulis lakukan dengan

     pertimbangan, untuk sentuhan akhir penulis menggunakan media pensil atau tinta,

    karena cat akrilik mudah untuk ditimpa dengan pensil dibanding dengan cat

    minyak. Perkembangan karya, penulis memakai cat minyak sebagai detail kontras

     pada karya (komplemen pensil yang cenderung hitam-putih).

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    17/20

      "(

    Sentuhan akhir atau detail 

    Dalam proses yang paling akhir sebagai sentuhan akhir, penulis

    menggunakan teknik drawing dengan media pensil atau arang. Tapi dalam karya

    yang lain yang menggunakan cat minyak, penulis merasa kesulitan untuk

    menggunakan pensil.

    Gambar 6. Proses sentuhan akhir karya (dok.pribadi 2013) 

    Sebagai sentuhan akhir pada gubahan penciptaan ini, penulis merinci

    (detail ) beberapa tapak bangunan sebagai daya tarik yang kuat untuk menahan

     perhatian penonton lebih lama pada fokus tersebut. Langkah ini terutama penulis

    lakukan pada karya yang menggunakan piranti lunak SketchUp  pada rancangan

    karya. Detail dengan teknik drawing menggunakan pensil dan arang. Langkah ini

     penulis lakukan untuk menarik penonton mendekat pada karya, dengan begitu

     bisa lebih rinci untuk memperhatikan detail tersebut. Hal ini berbeda dengan

    karya yang tanpa detail menggunakan pensil atau arang, karya tersebut cukup

    dilihat dari jarak tertentu tidak perlu mendekat.

    Evaluasi

    Pada proses perwujudan karya dengan mengacu pada ide penciptaan

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    18/20

      ")

    sebagai landasan dalam proses penciptaan, melakukan eksplorasi, improvisasi,

     perwujudan dengan teori yang ada, trial and error   sehingga mengalami

     perkembangan dari perancangan hingga proses pemindahan rancangan pada

    media kanvas. Hasil akhirnya adalah terwujudnya sebuah karya bahasa ungkap.

    Setelah mengalami dan berproses mewujudkan karya hingga tercipta, penulis

    merasakan kejenuhan dan kebosanan. Ketika karya yang telah tercipta penulis

    amati satu persatu, dari komposisi, ide, ikon-ikon yang penulis sematkan pada tiap

    karya, eksekusi teknik garapan yang menggunakan drawing yang tepat dan

    sempurna, teknik melukis under painting , teknik yang banyak dilakukan di era

    Renaissance, sebagai kontras yang komplemen dengan drawing arang sebagai

    latar. Hampir semuanya dominan dengan komposisi yang padat dan penuh,

    meskipun ada rongga-rongga untuk mengurangi kepadatan massa secara visual

    tetapi langkah tersebut kurang cukup membantu. Rasa sesak, tertekan pada

    kepadatan massa, terror visual, sesuatu yang sempurna, padat, simetri dan

    seimbang. Seakan ruang demi ruang pada tiap karya seakan diam membatu, beku,

    dingin, dan solid.

    Dari uraian tersebut tentang dampak visual ketika karya tersebut diamati

    satu persatu. Penulis berkeinginan untuk bisa merasakan tentang kesegaran,

    tentang sesuatu yang berubah secara imajiner, merasakan ketenangan,

    keheningan, dan kekosongan. Dari keinginan ini, penulis menerapkan konsep

    Wabi Sabi. Seperti yang diungkapkan oleh Alan Watts, sesuatu yang diam,

    sempurna, sesuatu yang tanpa kemungkinan untuk tumbuh dan berubah adalah

    sesuatu yang mati, Dalam kenyataan tidak ada di alam semesta ini yang benar-

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    19/20

      "*

     benar sempurna atau diam; hanya dalam pikiran manusia konsep sempurna dan

    diam tersebut ada. 

    Dari ungkapan Alan Watts tentang Wabi Sabi ,  memicu saya untuk

    menerapkan eksplorasi tentang ketenangan, kekosongan, atau keheningan. Konsep

    Wabi Sabi mewujudkan bentuk gubahan yang tak diam, tumbuh dan berkembang.

    (gambar 7).

    Gambar 7. Kota kembar, Agung Suryanto, 150 x 200 cm (2panel), 2014

  • 8/19/2019 Jurnal Agung Suryanto

    20/20

    KEPUSTAKAAN

    Eisenman, Peter, Stephen Dobney, Eisenman Architect (1996), The

    Images Publishing Group .

    Handinoto, Ir. (1996), Perkembangan Kota dan Arsitektur colonial

    Belanda di Surabaya (1870-1940), Universitas Kristen Petra

    Surabaya dan penerbit Andi Yogyakarta.

    Hirstein, W.S. and Ramachandran, V.S. (1999), “The Science of Art”,

    dalam Journal of Consciousness Studies, 6, No. 6-7, University ofCalifornia, San Diego.

    Juniper, Andrew (2003), Wabi Sabi, Tuttle Publishing, Vermont.

    Koren, Leonard (1994), wabi sabi for artists, designers, poets &

     philosophers, Stone Bridge Press, Berkeley, California.

    Mangunwijaya, Y.B. (1992), Wastu Citra, PT Gramedia, Jakarta.

    Marianto, M. Dwi (2011), Menempa Quanta Mengurai Seni, Badan

    Penerbit ISI Yogyakarta.

    Miles, Malcolm (1997), Art, Space and The City, Routledge, London.

    Papadaki, Stamo (1948), Le Corbusier, architect painter writer, the

    Macmillan Company, New York.

    RotoVision S.A. (2003), Aerial, RotoVision SA, Switzerland.

    Schattschneider, Doris, Michele Emmer (2003), M.C.Escher’s legacy,

    springer.

    Smith, P.D. (2012), City, Bloomsbury, New York.

    The graphic work of M.C.Escher(1975), ballantine books- new york.

    Ven, Cornelis van de (1995), Ruang dalam Arsitektur, PT Gramedia,

    Jakarta.

    Watts, Alan (1995), The Tao of Philosophy, Tuttle Publishing, Boston.

    Zahnd, Markus (2006), Perancangan kota secara terpadu, Penerbit

    Kanisius.