46
ANALISA HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROTAP PEMASANGAN INFUS DI RUANGAN INTERNA RSUD KELAS C KABUPATEN SORONG Analicis correlation between the characteristics of the nurse and the level of nurses’ obedience in implementing infusion’s SOP in the internal inpatient unit General hospital Class C Sorong district Esther Theresia Worengga, S.Kep Jl.A.Yani Komp.Perumahan Navigasi/Pelabuhan Kota Sorong ABSTRACT Hospital is a place of health service and well care for the sick. Infection control enforcement in hospitals is a must to protect patients from contaminated infection, in the form of prevention, surveillance and rational treatment of nosocomial infections to patients who had infusion is one indicator of infection due to improper installation or care of patients with intravenous therapy. The purpose of this study is to find out the correlation between the characteristics of the nurse and the level of nurses’ obedience in implementing infusion’s SOP in the internal inpatient unit General hospital Class C Sorong district.

Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

ANALISA HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPATUHAN

PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROTAP PEMASANGAN INFUS DI RUANGAN

INTERNA RSUD KELAS C KABUPATEN SORONG

Analicis correlation between the characteristics of the nurse and the level of

nurses’ obedience in implementing infusion’s SOP in the internal inpatient unit

General hospital Class C Sorong district

Esther Theresia Worengga, S.Kep

Jl.A.Yani Komp.Perumahan Navigasi/Pelabuhan Kota Sorong

ABSTRACT

Hospital is a place of health service and well care for the sick. Infection control

enforcement in hospitals is a must to protect patients from contaminated infection, in

the form of prevention, surveillance and rational treatment of nosocomial infections

to patients who had infusion is one indicator of infection due to improper installation

or care of patients with intravenous therapy.

The purpose of this study is to find out the correlation between the characteristics of

the nurse and the level of nurses’ obedience in implementing infusion’s SOP in the

internal inpatient unit General hospital Class C Sorong district.

This study used cross-sectional descriptive correlations research design. The data

was analyzed by using Chi Square.

The study of relationship between Age, gender, education, and the obedience in

implementing SOP of infusion’s installation (obedience and Disobedience) p =

<0.05 Ho was rejected and Ha was accepted. So there was significant correlation

between age, gender, education, work period with installation infusion’s SOP. The

training for the nurses is needed in improving basic skills and advanced skills.

Keywords: Nurses’ characteristics, SOP of infusion Installation obedience.

Correspondence:HP.081344842256. E-mail:[email protected]

Page 2: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan

sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Dimana dari semua pasien

yang dirawat di rumah sakit setiap tahun, 50% mendapat terapi intravena,

hal ini membuat besarnya populasi yang beresiko terhadap infeksi yang

berhubungan dengan intravena (Schafer , dkk, 2000). Kegiatan

pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan keharusan untuk

melindungi pasien dari kejangkitan infeksi, dalam bentuk upaya

pencegahan, surveilans dan pengobatan yang rasional ( Wijono, 1999).

Adanya infeksi karena terapi intravena disebabkan oleh beberapa faktor

antara lain faktor hospes, faktor alat dan larutan, serta faktor orang ke orang

yaitu petugas perawatan kesehatan dan pasien (Schafer, dkk, 2000). Dalam

upaya pencegahan infeksi karena terapi intravena, rumah sakit telah

membuat berbagai strategi termasuk pembuatan protap pemasangan

infus, protap septik-aseptik (cuci tangan) maupun protap-protap lainnya.

Ternyata data dilapangan menunjukkan baru 39,2% perawat

melaksanakan protap teknik septik-aseptik (cuci tangan) sebelum

melakukan perawatan pada pasien.

Page 3: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Penelit ian supardjo dibeberapa rumah sakit di Indonesia

menunjukan 56% pengalaman kerja dan pengetahuan perawat ada

hubungan yang sangat bermakna dalam prosedur pemasangan infus

Infeksi nosokomial pada pasien yang terpasang infus merupakan

salah satu indikator adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan

maupun perawatan pasien dengan terapi intravena. Selama ini ,

pengalaman ki ta di lapangan juga menunjukkan adanya kesalahan

persepsi dan sikap dalam melaksanakan pekerjaan pemasangan maupun

perawatan infus. Dimana kita hanya bekerja berdasarkan kebiasaan -

kebiasaan yang belum tentu sesuai dengan protap yang telah ditentukan

oleh rumah sakit, selain itu situasi kerja juga sangat berpengaruh dalam

kita bekerja,hai ini senada dengan penelitian marlyn 2007 bahwa infeksi

nasokomial terjadi di Rumah Sakit di sebabkan karena tindakan

perawat yang s t e r i l .

Obse rva s i pendahu luan d i l akukan d i RSUD ke l a s C

kabupaten sorong pada bulan April 2009. dan didapatkan angka infeksi -

nosokomial karena pemasangan infus yaitu 2,15 % dan kejadian seluruh

kejadian infeksi nosokomial yang ada ( Laporan RSUD kabupaten

sorong 2008). Disisi lain, pihak rumah sakit belum semuanya mempunyai

protap d a l a m m e n a n g g u l a n g i t e r j a d i n y a i n f e k s i n o s o k o m i a l

t e r s e b u t , k e n y a t a a n y a m a s i h t i m b u l k e j a d i a n i n f e k s i

n o s o k o m i a l p a d a p a s i e n y a n g t e r p a s a n g i n f u s . S e h i n g g a

m u n c u l s u a t u p e m i k i r a n a p a k a h k e j a d i a n i n f e k s i n o s o k o m i a l

Page 4: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

t e r s e b u t a k i b a t f a k t o r t i n g k a t k e p a t u h a n p e r a w a t d a l a m

p e l a k s a n a a n p r o t a p y a n g a d a a t a u k a r e n a f a k t o r - f a k t o r l a i n .

Kepatuhan merupakan bagian dar i per i laku individu yang

bersangkutan untuk mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga

kepatuhan perawat dalam melaksanakan protap pemasangan dan

perawatan infus tergantung dari perilaku individu perawat itu sendiri.

perilaku kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut

Muchlas (1997) , f ak to r yang mempengaruh i kepa tuhan dapa t

dikategorikan menjadi faktor internal yaitu karakteristik perawat itu

sendiri (umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan,

kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi dan motivasi) dan faktor

eksternal (karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik

pekerjaan, dan karakteristik lingkungan).

Faktor tersebut diatas sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut

mengenai sejauh mana tingkat kepatuhan perawat dalam melaksanakan

protap pemasangan dan perawatan infus dihubungkan dengan faktor

internal dan eksternal dari perawat itu sendiri. Untuk mendapatkan

gambaran nyata dari fenomena diatas. Maka penulis ingin meneliti sejauh mana

hubungan antara faktor tersebut diatas dengan tingkat kepatuhan

perawat dalam melaksanakan prosedur tetap pemasangan infus.

Page 5: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

B.Rumusan Masalah

Kepatuhan perawat dalam melaksanakan pemasangan dan perawatan

infus akan mempengaruhi kuwalitas pelayanan kesehatan yang diberikan.

Oleh sebab itu diusahakan semaksimal mungkin untuk mematuhi protap

pemasangan dan perawatan infus yang ada, sehingga menumbuhkan rasa puas

dari pasien terhadap perawat, serta relevan dengan peran dan fungsi

perawat dalam mencegah infeksi akibat ketidakpatuhan dalam pelaksanaan

protap pemasangan dan perawatan infus.

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin,

pendidikan, masa kerja dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan

protap pemasangan infus diunit rawat inap interna RSUD kelas C kabupaten

sorong

D. Manfaat Penelitian

1. Metodologi : Penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah jenis

penelit ian tentang keperawatan yang saat ini sangat terbatas

jumlahnya di Indonesia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan

masukan bagi penelitian lebih lanjut baik dalam bentuk korelasi

maupun quasi eksperimen.

Page 6: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

2. Teort is : Diharapkan hasi l penel i t ian ini dapat memperkuat

teori keperawatan khususnya tentang kinerja perawat dan perawatan

infus.

3. Substansi : Meningkatkan kepatuhan perawat da lam protap

pemasangan infus di ruangan internal.

4. STIKES : Ki ranya menjad i bahan pedoman untuk pene l i t i an

selanjutnya.

Page 7: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan adalah

kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud disini

adalah ketaatan terhadap pelaksanaan prosedur tetap yang telah dibuat.

Berbicara masalah kepatuhan tidak terlepas dari produktivitas, menurut

Supriyanto (1998) ada tiga jenis produktivitas yaitu:

1. Perilaku Pekerjaan

Perilaku pekerjaan adalah jenis pekerjaan (fungsi, aktivitas, dan tugas

atau Job) yang dilaksanakan oleh pekerja_ Disini hanya diinventarisir

kualitas pekerjaan, sama sekali tidak menggambarkan kuantitasnya

persatuan periode waktu tertentu. Evaluasi kineria yang yang dipakai

adalah adekuasi upaya (adequacy of effort) dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah Kategori pekerjaan (Aktual)Adekuasi Upaya (AU) =

Jumlah Kategori Pekerjaan (Normatif )

Normatif adalah seharusnya berdasarkan kriteria yang di harapkan

2. Penampilan Kerja (Kinerja)

Penampilan kerja adalah jumlah (fungsi, aktivitas, tugas) per satuan

periode waktu tertentu. Disini telah disebutkan alokasi waku per masing-

Page 8: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

masing pekerjaan per satuan waktu tertentu. Evaluasi kinerja dipakai

adalah kriteria adekuasi penampilan kerja (adequasi of performance)

dengan rumus sebagai berikut

3. Efektivitas Organisasi

Efektivitas organisasi adalah hasil dari masing-masing upaya atau

secara keseluruhan penampilan kerja. Oleh karena itu dibutuhkan informasi

hasil (output) pekerjaan yang bisa diukur atau dihitung. Secara umum

merupakan perbandingan antara hasil dengan masukan atau output per input,

dengan rumus sebagai berikut :

Hasil HasilEfektivitas Organisasi (E0) = =

Masukan Upaya

Beberapa ahli juga menggunakan pengelompokan tingkat

penampilan kerja menjadi pada tingkat organisasi berhubungan

dengan pemasaran (related to market) , pada t ingkat proses

hubungannya dengan proses pelaksanaan pekerjaan (related to work flow

= how to work get done), dan pada tingkat individu adalah hubungan

dengan tugasnya (related to task).

Adekuasi Penampilan

Kerja (AP) =

Jumlah Kategori Pekerjaan (aktual)

Jumlah Kategori Pekerjaan (normatif)

Page 9: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Kepatuhan yang dimaksud diatas adalah jenis pekerjaan yang

dilaksanakan oleh perawat yang menggunakan kriteria adekuasi upaya,

yaitu sampai seberapa jauh aktivitas dan tugas perawat yang secara aktual

dilaksanakan dibandingkan jumlah kategori pekerjaan (protap) secara normatif

yang telah ditentukan.

B. Protap Pemasangan Infus

Protap merupakan suatu prosedur atau tahap-tahap kegiatan dalam

suatu kegiatan yang telah ditetapkan oleh suatu institusi atau organisasi

(Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, 1995). Pemasangan infus adalah

memasukkan cairan obat kedalam tubuh, langsung melalui pembuluh darah

vena menggunakan infus set.

Jadi protap pemasangan infus adalah suatu prosedur atau tahapan-

tahapan kegiatan dalam pemasangan infus yang telah ditetapkan oleh rumah

sakit. Daiam penelitian ini, rumah sakit yang dimaksud adalah RSUD kelas C

kabupaten sorong.

C. Perawat

Perawat adalah seorang yang telah menyelesaikan suatu program

pendidikan dasar perawatan dan diberi wewenang oleh pemerintah

serta memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan perawatan

bermutu dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 1983). Perawat yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah perawat yang sedang bekerja di rumah

sakit yaitu di unit rawat inap interna RSUD kelas C kabupaten sorong .

Page 10: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Penampilan kerja atau kinerja seorang perawat sangat ditentukan oleh

faktor internal dan faktor eksternal.

D. Faktor Internal

Faktor internal disini, tiada lain merupakan karakteristik perawat itu

sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki

seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit

(Kamus Bahasa Indonesia, 1999). Karakteristik perawat meliputi

karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa

kerja),status perkawinan,kepribadian, karakteristik sikap, kemampuan,

persepsi dan motivasi.

1. Karakteristik demografik

a. Umur

Hubungan umur dengan produktivitas, produktivitas seorang

karyawan menurun dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan

karena ketrampilan-ketrampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,

kekuatan dan koordinasi Akan menurun dengan bertambahnya

umur. Tapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada

ketrampilan fisik serupa. Produktivitas karyawan yang sudah lama

bekerja disebuah perusahaan artinya sudah bertambah tua, bisa

mengalami peningkatan karena pengalaman dan lebih bijaksana

dalam pengambilan keputusan (Muchlas, 1997).

Demikian pula halnya dengan perawat yang senior dan yang

Page 11: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

yunior. Walaupun usia salah satu perawat lebih tua dari perawat

yang lainnya, beluni tentu produktivitas mereka jauh berkurang,

bahkan mungkin jadi lebih produktif dari yang muda karena

pengalamannya dalam bekerja dan masalah-masalah akibat

pekerjaan yang dilakukannya.

b. Jenis kelamin

Beberapa peneiitian menunjukkan bahwa sedikit sekali ada

perbedaan yang dianggap penting antara karyawan laki-laki dan

wanita dalam prestasi kerja. Tidak jelas adanya perbedaan kedua

jenis karyawan ini dalam kemampuan menyelesaikan problem,

ketrampilan analitis, nafsu bersaing dalam pekerjaan, motivasi

kepemimpinan, kemampuan spesialisasi dan kemampuan belanjarnya

(Robbins, 1996).

c . Pendidikan

D a l a m K a m u s B a h a s a I n d o n e s i a K o n t e m p o r e r ,

d inya takan bahwa pend id ikan merupakan sua tu p roses

pengubahan cara berpikir a tau t ingkah laku dengan cara

pengajaran, penyuluhan dan penelitian.

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima

informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang d imi l i k i .

Seba l i knya pend id ikan yang ku rang akan menghambat

Page 12: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

perkembangan sikap sesorang terhadap nilai-nilai yang baru

diperkenalkan (Azwar A, 1996).

Faktor pendidikan perawat sangat menentukan cara berpikir dan

bertingkah laku perawat yang tercermin dalam sikapnya. Makin

t inggi pendidikan perawat makin mudah menerima informasi atau

nilai-nilai yang ada dalam lingkungannya untuk dipikirkan dan

dilaksanakan.

d. Masa kerja

Hubungan senioritas = produktivitas, kinerja masa lalu cenderung

dikaitkan dengan keluaran dalam posisi baru, senioritas i t u s end i r i

t i dak lah merupakan pe rama l yang ba ik da r i produktivitas.

Dengan kata lain, jika semua hal lain sama, tidak ada alasan untuk

meyakini bahwa orang-orang yang telah lama berada dalam pekerjaan

akan lebih produktif ketimbang mereka yang baru bekerja pada tempat

tersebut.

Page 13: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian menggunakan deskritif korelasi dengan menggunakan desain

penelitian adalah cross sectional pengukuran variabelnya dilakukan hanya satu

kali pada satu saat. (Sugiyono, 2004).

B. Populasi dan sampel

1. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai PNS diruang rawat inap

interna (garuda, camar, kasuari) RSUD kelas C kabupaten sorong yang

berjumlah 29 pegawai.

2. Sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan total populasi

berjumlah 29 orang dengan memenuhi kriteria penelitian

a. Perawat PNS

b. Perawat pelaksanan

c. Perawat yang bekerja diruang rawat inap interna

Pertimbangan menggunakan seluruh populasi adalah untuk mendapatkan

gambaran yang lebih representatif dan mengurangi tingkat kesalahan karena

data yang di peroleh merupakan informasi yang sesungguhnya (Sugiyono,

2004).

Page 14: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

C. Identivikasi variabel pada penelitian ini ada dua variabel yaitu independen dan

variabel dependen.

Variabel Definisi operasional Skala skorVariabel independenUmur

Jenis kelamin

Pendidikan

Masa kerja

Lama hidup perawat sampe ulang tahun terakhir pada saat penelitian.

Kategori perawat berdasarkan alat reproduksi manusia.Suatu proses pengubahan cara berpikir dengan cara pengajaran melalui pendidikan formal.Lama perawat bekerja di ruangan rawat inap interna RSUD kelas C kabupaten sorong

Ordinal

Nominal

Ordinal

Ordinal

Dws awal=1Dws.ptg=2Dws akhir=3Laki-laki=1Perempuan=2SPK=1DIII keperawatan=2Singkat=1Sedang=2Lama=3

Variabel dependenTingkat kepatuhan perawat Jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh

perawat dengan mengunakan kriteria adekuasi

Ordinal Tidak patuh=1Patuh=2 Tidak patuh

apabila kegiatan dilaksanakan >50%

Patuh apabila kegiatan dilaksanakan >50%

D. Pengumpulan data dan analisa data

1. Alat pengumpulan data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa

kuisioner yang memuat beberapa pertanyaan yang mengacu pada

kerangka konsep. Pertanyaan, terdiri dari dua bagian. Bagian A memuat

6 (enam) pertanyaan mengenai data karakteristik perawat, sedangkan

bagian B memuat pedoman observasi pelaksanaan perawatan infus

sesuai dengan protap yang dimiliki RSUD kelaS C kabupaten sorong,

Page 15: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

berisi 13 item untuk persiapan alat dan 16 item untuk pelaksanaan

tindakan.

2. Metode pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dimasing-masing unit rawat inap interna RSUD

kelas C kabupaten sorong dengan prosedur sebagai berikut : Mengajukan surat

permohonan izin penelitian dari institusi peneliti kepada direktur RSUD kelas C

kabupaten sorong setelah mendapatkan izin dari direktur, Kernudian mengadakan

pendekatan dengan kepala ruangan dan perawat pelaksana, selanjutnya kepada

perawat pelaksana akan diberikan penjelasan tujuan penelitian dan dimohonkan

bantuanya rnenjadi responden. Bila bersedia menjadi responden selanjutnya

dipersilahkan menandatangani informed consent.

Responden yang memenuhi kriteria diberikan angket agar mengisinya dan

peneliti berada didekat responden agar bila ada pertanyaan dari responden,

peneliti

dapat segera menjelaskannya. Responden diingatkan agar semua pertanyaan diisi

dengan lengkap, bila telah selesai diisi, selanjutnya dikembalikan kepada peneliti.

Observasi dilakukan pada saat akan melakukan tindakan pemasangan infus

dan kepada perawat diingatkan agar bekerja seperti biasa dan hasil pengamatan tidak

akan mempengaruhi kondite kerja responden.

E. Tempat dan Waktu penelitian

1. Tempat : penelitian dilakukan diunit rawat inap interna RSUD kelas C

kabupaten sorong

Page 16: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

2. Waktu : penelitian dilaksanakan pada bulan juni-juli 2009

F. Analisa Data

1. Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik perawat

meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan tingkat

kepatuhan melaksanakan protap. Hasil dari setiap variabel ditampilkan

dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

independen yaitu karakteristik perawat meliputi : umur, jenis kelamin,

pendidikan, dan masa kerja; dengan variabel dependen yaitu tingkat

kepa tuhan pe rawat me laksanakan p ro tap pemasangan in fus .

Hubungan antara kedua variabel dilihat dengan menggunakan uji

korelasi Chi Square jika

a. Ho di tolak jika p value atau asymp sig (a) < 0.05 maka ada

hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen.

b. Ho Di terima jika p value atau asymp sig (a) > 0.05 maka tidak

ada hubungan an ta ra va r i abe l Independen dan va r iabe l

Dependen.

G. Hasil dan Pembahasan

Analisis Univariabel

1. Distribusi responden menurut umur di ruangan interna RSUD kelas C

kabupaten sorong terbagi atas umur 21-30 tahun,31-40 tahun,dan> 40 tahun

dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

Page 17: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Tabel 1 Distribusi umur

Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden

berumur antara 21-30 tahun berjumlah 16 (55,2%) sebalik nya responden

yang berumur > 40 tahun berjumlah 5 ( 17,2%).

2. Distribusi responden menurut Jenis Kelamin di interna RSUD kelas C

kabupaten sorong terbagi atas Laki-laki dan Perempuan dapat di lihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2 Distribusi jenis kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

(%)

1 Laki-laki 7 24,1

2 Perempuan 22 75,9

T o t a l 29 100,0

Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukan bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 22 ( 75,9%),di

bandingkan dengan responden Laki-laki hanya berjumlah 7 ( 24,1%).

3. Distribusi responden menurut Tingkat Pendidikan di ruangan interna

RSUD kelas C kabupaten sorong terbagi atas dua yaltu D III keperawatan

dan SPK,dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

NoUmur Frekuensi Prosentase (%)

1 21-30 tahun 16 55,2

2 31-40 tahun 8 , 27,6

3 >40 tahun 5 17,2

To ta l 29 100,0

Page 18: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Tabel 3 Distribusi pendidikan

No Pendidikan Frekuensi Prosentase(%)

1 D III 24 82,8

2 SPK 5 17,2T o t a l 29 100,0

Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukan bahwa sebagian besar

responden besar responden berpendidikan D. III Keperawatan berjumlah

24 82, 8%) sebaliknya responden yang berpendidikan SPK berjumlah 5

( 17,2%).

4. Distribusi responden menurut lama kerja RSUD kelas C kabupaten

sorong terbagi atas < 10 tahun,10-20 tahun,> 20 tahun dapat di lihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 4 Distribusi lama kerja

Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden

beker ja < 10 tahun ber jumlah 22 ( 75,9 %),sebaliknya responden yang

bekerja > 20 tahun hanya berjumlah 3 ( 10%).

5. Distribusi responden menurut Protap Pemasangan Infus di ruangan

intena RSUD kelas C kabupaten sorong terbagi atas Dua yaitu Patuh dan

Tidak Patuh dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

No Lama Kerja Frekuensi Prosentase

(%)1 < 10 tahun 22 75,9

2 10-20 tahun 4 13,8

3 >20 tahun 3 10,3

To ta l 29 100,0

Page 19: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Tabel 5 Distribusi protap pemasangan infus

No Pemasangan Infus Frekuensi Prosentase

(%)1 Patuh 18 62,1

2 Tidak patuh 11 37,9

To ta l 29 100,0

Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukan bahwa sebagian besar

responden patuh dalam protap pemasangan infus berjumlah 18 (62,1 %)

sebaliknya tidak patuh hanya berjumlah 11 ( 37,9%)

Analisis Bivariabel

1. Analisa hubungan umur dengan protap pemasangan infus di ruangan

intema RSUD kelas C kabupaten sorong.

Tabel 6 Tabulasi Silang Umur dengan Protap Pemasangan Infus

No Umur

Pemasangan Infus

TotalPatuh Tidak_patuh

n % n % n %1 21-30 tahun 10 62,5% 6 37,5% 16 100,0%

2 31-40 tahun 6 75,0% 2 25,2% 8 100,0%

3 >40 tahun 2 40,0% 3 60,0% 5 100,0%

Tota l 18 62,1% 11 37,9% 29 100,0%

X2 = 13.444 p = 0.000

Pada tabe l 6 menunjukkan bahwa responden yang

melakukan pemasangan infus patuh dengan umur 31-40 tahun

(75,0%) lebih besar dari pada tidak patuh ( 25,0%). Sebaliknya

Responden yang melakukan pemasangan infus tidak patuh dengan > 40

tahun (60,0%) lebih besar dari pada patuh (40,0%). Dan

berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square

Page 20: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

menunjukan bahwa X2 = 13.444 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha

diterima sehingga ada hubungan antara umur dengan protap

pemasangan infus. Pada Penelitian Ernawati tahun 2006 menguraikan

bahwa adanya hubungan umur dengan pe laksanaan p ro tap

pemasangan infus.dimana dapat diperoleh gambaran bahwa umur

seseorang t idak mempengaruhi da lam pe laksanaan pro tap

pemasangan infuse. Dalam kenyataannya di lapangan semua orang

yang be rus i a Tua namun Pa tuh da l am pe laksanaan p ro t ap

pemasangan infus,dapat di lihat pada tabel 6 menunjukan bahwa umur

31-40 tahun lebih patuh.

Kepatuhan yang dimaksud diatas adalah jenis pekerjaan yang

ditaksanakan oleh perawat yang menggunakan kriteria adekuasi

upaya, yaitu sampai seberapa jauh aktivitas dan tugas perawat yang secara

aktual dilakasanakan dibandingkan jumlah kategori pekerjaan (protap)

secara normatif yang telah ditentukan (Supriyanto,1998).

Hubungan umur dengan produktivitas, produktivitas seorang

.karyawan menurun dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan

karena ketrampilan-ketrampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,

kekuatan dan koordinasi akan menurun dengan bertambahnya umur.

Tapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada ketrampilan fisik

serupa itu. Produktivitas karyawan yang sudah lama bekerja disebuah

perusahaan artinya sudah bertambah tua, bisa mengalami peningkatan

karena pengalaman dan lebih bijaksana dalam pengambilan keputusan

Page 21: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

(Muchlas, 1997). Demikian pula halnya dengan perawat yang senior dan

yang yunior. Walaupun usia salah satu perawat lebih tua dari perawat

yang Iainnya, belum tentu produktivitas mereka jauh berkurang, bahkan

mungkin jadi lebih p rodu ik t i f da r i yang muda ka rena

penga lamannya da lam bekerja dan masalah-masalah akibat pekerjaan

yang dilakukannya (Wijono, D.1999)

2. Analisa hubungan pendidikan dengan protap pemasangan infus di ruangan

interna RSUD kelas C kabupaten sorong.

Tabel 7 Tabulasi silang pendidikan dengan protap pemasangan infus

No Pendidikan

Pemasangan InfusTotal

Patuh Tidak patuh

n % n % n %

1 D III 15 62,5% 9 37,5% 24 100,0%

2 SPK 3 60,0% 2 40,0% 5 100,0%

T o t a l 18 62,1% 11 37,9% 29 100,0%

X2= 11.245 p = 0.000

Pada tabel 7 menunjukkan bahwa Responden yang melakukan

pemasangan infus patuh dengan pendidikan D IIIKeperawatan (62,5 %)

Iebih besar daripada tidak patuh ( 37,5%). Sebaliknya Responden

yang melakukan pemasangan infus patuh dengan pendidikan SPK

(60,0 %) Iebih besar dari pada tidak patuh ( 40,0%). Dan berdasarkan

hasil uji statistik dengan menggunakan chi suare menunjukan bahwa X2 =

11.245 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha diterima sehingga ada hubungan

antara pendidikan dengan protap pemasangan infus. Penelitian Ernawati,

Page 22: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

2006 Ada Hubungan Pedidikan dengan Pelaksanaan pemasangan Infus.

Bahwa pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan

semakin balk pula tingkat pengetahuannya.Pengetahuan itu sendiri

merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbul,

prosedur teknik dan teori Da lam kenyataannya di lapangan bahwa DIII

keperawatan Patuh dalam pelaksanaan protap pemasangan infus,dapat di

lihat pada tabel 7 menunjukan bahwa D III keperawatan Iebih patuh.

Perawat adalah seorang yang telah menyelesaikan suatu

program pendidikan dasar perawatan dan diberi wewenang oleh

pemerintah serta memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan

perawatan bermutu dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 1983).

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah

menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang

dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat

perkembangan sikap sesorang terhadap ni lai-ni lai yang baru

diperkenalkan (Azwar A, 1996).

Faktor pendidikan perawat sangat menentukan cara berpikir dan

bertingkah laku perawat yang tercermin dalam sikapnya. Makin tinggi

pendidikan perawat makin mudah menerima informasi atau nilai-nilal yang

ada dalam Iingkungannya untuk dipikirkan dan dilaksanakan (Nursalam &

Siti Pariani,2001).

Kemampuan ada lah kapas i t a s seorang ind iv idu un tuk

mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang pada hakekatnya

Page 23: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dimensi

kecerdasan telah dijumpai sebagai peramal yang kuat dari kinerja,

kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan

yang rumit, kemampuan fisik memiliki makna yang penting untuk

melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatandan

ketrampilan (Robbins,1997 dalam Muchlas, 1998).

3. Analisa Hubungan Jenis Kelamin dengan Protap pemasangan infus di

Ruangan Interna RSUD Kelas C Kabupaten Sorong.

Tabel 8. Tabulasi silang jenis kelamin dengan pemasangan infuse

No Jenis KelaminPemasangan Infus

TotalPatuh Tidak patuh

n % n % n %1 Laki-laki 5 71,4% 2 28,6% 7 100,0%

2 Perempuan 13 59,1% 9 40,9% 22 100,0%

X2,---- 13.568 p= 0.000

Pada tabe l 8 menunjukkan bahwa Responden yang

melakukan pemasangan infus patuh dengan jenis kelamin laki-laki

(71,4 %) lebih besar dari pada tidak patuh (28,6 %). Sebaliknya

Responden yang melakukan pemasangan infus patuh dengan

perempuan (59,1 %) lebih besar dari pada tidak patuh ( 40,9 %). Dan

berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square

menunjukan bahwa X2 = 13.568 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha

diterima sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan protap

pemasangan infus. Penelitian Ernawati,2006 Ada Hubungan Jenis

Page 24: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Kelamin dengan Pelaksanaan pemasangan Infus Hal ini disebabkan

setiap perawat bisa menjadi patuh maupun tidak patuh bila situasinya

memungkinkan. Selain itu seseorang dalam belajar, menganalisa,

memecahkan masalah dan sebagainya tidak membedakan jenis

kelamin.kenyataannya di lapangan bahwa laki-laki Patuh dalam

pelaksanaan protap pemasangan infus,dapat di lihat pada tabel 8

menunjukan bahwa Laki-laki lebih patuh.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sedikit sekali ada

perbedaan yang dianggap penting antara karyawan laki-laki dan

wanita dalam prestasi kerja. Tidak jelas adanya perbedaan kedua jenis

karyawan ini dalam kemampuan menyelesaikan problem, ketrampilan

analitis, nafsu bersaing dalam pekerjaan, motivasi kepemimpinan,

kemampuan spesialisasi dan kemampuan belanjarnya

(Robbins, 1996).

4. Analisa hubungan lama kerja dengan protap pemasangan infus di

ruangan Interna RSUD kelas C kabupaten sorong.

Tabel 9 Tabulasi Silang Lama Kerja Dengan Pemasangan Infus

No Lama Karja

Pemasangan Infus

Totalpatuh Tidak patuh

n % n % n %

1 <10 tahun 14 63,6% 8 36,4% 22 100,0%2 10-20 tahun 3 75,0% 1 25,0% 4 100,0%

3 >20 tahun 1 33,3% 2 66,7% 3 100,0%

T o t a l 18 62,1% 11 37,9% 29 100,0%X2 = 11.359 p= 0 000

Page 25: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Pada tabel 9 menunjukkan ,bahwa Responden yang melakukan

pemasangan infus patuh dengan lama kerja 10-20 tahun (75,0 %) lebih

besar dari pada tidak patuh (25,0%). Sebaliknya Responden yang

melakukan pemasangan infus Tidak patuh dengan lama kerja > 20

tahun (66,7 %) lebih besar daripada patuh (33,3 %). Dan berdasarkan

hash uji statistik dengan menggunakan chi square menunjukan bahwa

X2 = 11.359 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha diterima sehingga ada

hubungan antara lama kerja dengan protap pemasangan infus. Penelitian

Ernawati,2006 Ada Hubungan Lama Kerja dengan Pelaksanaan

pemasangan Infus Sehingga dengan masa kerja yang lama yang

diekspresikan dengan pengalaman kerja belum tentu menjamin

pelaksanaan protap pemasangan infus baik apabila dari dulu sudah

terbiasa berperilaku tidak sesuai, kenyataannya di lapangan bahwa

perawat yang junior Patuh dalam pelaksanaan protap pemasangan

infus,dapat di lihat pada tabel 9 menunjukan bahwa perawat yang junior

Iebih patuh.

Hubungan senioritas-produktivitas, kinerja masa lalu cenderung

dikaitkan dengan keluaran dalam posisi baru, senioritas itu sendiri

tidaklah merupakan peramal yang baik dari produktivitas. Deegan kata

lain, jika semua hal lain sama, tidak ada alasan untuk meyakini bahwa

orang-orang yang telah lama berada dalam pekerjaan akan lebih

Page 26: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

produktif ketimbang mereka yang baru bekerja pada tempat tersebut

(Muchlas,1997).

Page 27: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

SIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Ada hubungan antara umur dengan protap pemasangan infus

2. Ada hubungan antara pendidikan dengan protap pemasangan infus

3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan protap pemasangan infus

4. Ada hubungan antara lama kerja dengan protap pemasangan infus

B. SARAN

1. Bagi rumah sakit untuk menyediakan fasil i tas di ruang-ruang

perawatan sehingga perawat dapat bekerja sesuai dengan protap yang ada.

2. Periu adanya pelatihan untuk perawat dalam meningkatkan ketrampilan

dasar maupun ketrampilan lanjutan sehingga perawat dapat melayani

pasien sesuai dengan ilmu dan teknologi.

3. Bagi perawat agar dalam bekerja hendaknya selalu memperhatikan

teknik septik dan aseptik.

4 . Bagi penel i t ian se lanju tnya agar menel i t i fak tor - faktor yang

berhubungan dengan protap pemasangan infus.

Page 28: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

DAFTAR PUSTAKA

Andrew MG. (1996). Penerapan Psikologi Dalam Perawatan, Edisi pertama, Penerjemah

Ika Pattinasarany. ANDI. Yogyakarta.

Azwar A. (1996). Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga. Binarupa Aksara. Jakarta.

Bambang S. (1999). Pengaruh Kepemimpinan SMF Terhadap Kepatuhan Pelaksanaan

Protap Oleh Perawat, Tesis Universitas Airlangga Surabaya.

Charles A. & Eamon S. (1997). Psikologi Sosial Untuk Perawat, Alih Bahasa Leoni Sally

M. EGC. Jakarta.

Ernawati.(2007)Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Pemasangan Infus

di Ruang Bedah Rumah Sakit Faisah.Pontianak Handoko HT. (1997). Manajemen

Personelle dan Sumber Daya Manusia, Edisi 11. BPFE. Yogyakarta.

Indriyo, G & I Nyoman Sudit. (1997). Perilaku Keorganisasian, Edisi pertama. BPFE.

Yogyakarta.

Muchlas, M. (1997). Perilaku Organisasi. CV Banyubiru. Yogyakarta.

Noto Atmojo. (1993). llmu Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta. Nursalam &

Siti Pariani. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. CV

Sagung Seto. Jakarta.

Pandji Anoraga. (1998). Psikologi Kerja. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Pad Homy & Ken Blanchard. (1994). Manajemen Perilaku Organisasi •Asulayagunaan

Sumber Daya Manusia, Edisi keempat, Alih Bahasa was Dharma. Erlangga. Jakarta.

Peter Salim & Yenny Salim. (1995). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer !diadem English

Press. Jakarta.

Page 29: Jurnal Kesehatan Esther Theresia

Robbins. (1996). Perilaku Organisasi 11, Alih Bahasa Hadyana Pujoatmoko. Teen Hallindo.

Jakarta.

Saifuddin Aswar. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Scahffer, at all. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik Yang Aman, Alih Bahasa Setiawan.

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Siagian, SP. (1995). Teori Motivasi dan Aplikasinya, Edisi 2. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Supranto, J. (1997). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa

Pasar. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Supriyanto S. (1999). Analisis Fungsi dan Tugas. Hand Out Kuliah MARS Universitas

Airlangga. Surabaya.

Wijono, D. (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Teori, Stratetegi dan Aplikasi.

Airlangga University Press. Surabaya.

Zainudin M. (1998). Metodelogi Penelitian. Impress. Surabaya.

Sugiyono, Metode penelitian, Edisi Kelima, Bandung : CV. Alfabeta; 2004

Page 30: Jurnal Kesehatan Esther Theresia
Page 31: Jurnal Kesehatan Esther Theresia
Page 32: Jurnal Kesehatan Esther Theresia