Upload
anon197229723
View
686
Download
2
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISA HUBUNGAN KARAKTERISTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPATUHAN
PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROTAP PEMASANGAN INFUS DI RUANGAN
INTERNA RSUD KELAS C KABUPATEN SORONG
Analicis correlation between the characteristics of the nurse and the level of
nurses’ obedience in implementing infusion’s SOP in the internal inpatient unit
General hospital Class C Sorong district
Esther Theresia Worengga, S.Kep
Jl.A.Yani Komp.Perumahan Navigasi/Pelabuhan Kota Sorong
ABSTRACT
Hospital is a place of health service and well care for the sick. Infection control
enforcement in hospitals is a must to protect patients from contaminated infection, in
the form of prevention, surveillance and rational treatment of nosocomial infections
to patients who had infusion is one indicator of infection due to improper installation
or care of patients with intravenous therapy.
The purpose of this study is to find out the correlation between the characteristics of
the nurse and the level of nurses’ obedience in implementing infusion’s SOP in the
internal inpatient unit General hospital Class C Sorong district.
This study used cross-sectional descriptive correlations research design. The data
was analyzed by using Chi Square.
The study of relationship between Age, gender, education, and the obedience in
implementing SOP of infusion’s installation (obedience and Disobedience) p =
<0.05 Ho was rejected and Ha was accepted. So there was significant correlation
between age, gender, education, work period with installation infusion’s SOP. The
training for the nurses is needed in improving basic skills and advanced skills.
Keywords: Nurses’ characteristics, SOP of infusion Installation obedience.
Correspondence:HP.081344842256. E-mail:[email protected]
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan
sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Dimana dari semua pasien
yang dirawat di rumah sakit setiap tahun, 50% mendapat terapi intravena,
hal ini membuat besarnya populasi yang beresiko terhadap infeksi yang
berhubungan dengan intravena (Schafer , dkk, 2000). Kegiatan
pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan keharusan untuk
melindungi pasien dari kejangkitan infeksi, dalam bentuk upaya
pencegahan, surveilans dan pengobatan yang rasional ( Wijono, 1999).
Adanya infeksi karena terapi intravena disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain faktor hospes, faktor alat dan larutan, serta faktor orang ke orang
yaitu petugas perawatan kesehatan dan pasien (Schafer, dkk, 2000). Dalam
upaya pencegahan infeksi karena terapi intravena, rumah sakit telah
membuat berbagai strategi termasuk pembuatan protap pemasangan
infus, protap septik-aseptik (cuci tangan) maupun protap-protap lainnya.
Ternyata data dilapangan menunjukkan baru 39,2% perawat
melaksanakan protap teknik septik-aseptik (cuci tangan) sebelum
melakukan perawatan pada pasien.
Penelit ian supardjo dibeberapa rumah sakit di Indonesia
menunjukan 56% pengalaman kerja dan pengetahuan perawat ada
hubungan yang sangat bermakna dalam prosedur pemasangan infus
Infeksi nosokomial pada pasien yang terpasang infus merupakan
salah satu indikator adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan
maupun perawatan pasien dengan terapi intravena. Selama ini ,
pengalaman ki ta di lapangan juga menunjukkan adanya kesalahan
persepsi dan sikap dalam melaksanakan pekerjaan pemasangan maupun
perawatan infus. Dimana kita hanya bekerja berdasarkan kebiasaan -
kebiasaan yang belum tentu sesuai dengan protap yang telah ditentukan
oleh rumah sakit, selain itu situasi kerja juga sangat berpengaruh dalam
kita bekerja,hai ini senada dengan penelitian marlyn 2007 bahwa infeksi
nasokomial terjadi di Rumah Sakit di sebabkan karena tindakan
perawat yang s t e r i l .
Obse rva s i pendahu luan d i l akukan d i RSUD ke l a s C
kabupaten sorong pada bulan April 2009. dan didapatkan angka infeksi -
nosokomial karena pemasangan infus yaitu 2,15 % dan kejadian seluruh
kejadian infeksi nosokomial yang ada ( Laporan RSUD kabupaten
sorong 2008). Disisi lain, pihak rumah sakit belum semuanya mempunyai
protap d a l a m m e n a n g g u l a n g i t e r j a d i n y a i n f e k s i n o s o k o m i a l
t e r s e b u t , k e n y a t a a n y a m a s i h t i m b u l k e j a d i a n i n f e k s i
n o s o k o m i a l p a d a p a s i e n y a n g t e r p a s a n g i n f u s . S e h i n g g a
m u n c u l s u a t u p e m i k i r a n a p a k a h k e j a d i a n i n f e k s i n o s o k o m i a l
t e r s e b u t a k i b a t f a k t o r t i n g k a t k e p a t u h a n p e r a w a t d a l a m
p e l a k s a n a a n p r o t a p y a n g a d a a t a u k a r e n a f a k t o r - f a k t o r l a i n .
Kepatuhan merupakan bagian dar i per i laku individu yang
bersangkutan untuk mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga
kepatuhan perawat dalam melaksanakan protap pemasangan dan
perawatan infus tergantung dari perilaku individu perawat itu sendiri.
perilaku kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut
Muchlas (1997) , f ak to r yang mempengaruh i kepa tuhan dapa t
dikategorikan menjadi faktor internal yaitu karakteristik perawat itu
sendiri (umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan,
kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi dan motivasi) dan faktor
eksternal (karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik
pekerjaan, dan karakteristik lingkungan).
Faktor tersebut diatas sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut
mengenai sejauh mana tingkat kepatuhan perawat dalam melaksanakan
protap pemasangan dan perawatan infus dihubungkan dengan faktor
internal dan eksternal dari perawat itu sendiri. Untuk mendapatkan
gambaran nyata dari fenomena diatas. Maka penulis ingin meneliti sejauh mana
hubungan antara faktor tersebut diatas dengan tingkat kepatuhan
perawat dalam melaksanakan prosedur tetap pemasangan infus.
B.Rumusan Masalah
Kepatuhan perawat dalam melaksanakan pemasangan dan perawatan
infus akan mempengaruhi kuwalitas pelayanan kesehatan yang diberikan.
Oleh sebab itu diusahakan semaksimal mungkin untuk mematuhi protap
pemasangan dan perawatan infus yang ada, sehingga menumbuhkan rasa puas
dari pasien terhadap perawat, serta relevan dengan peran dan fungsi
perawat dalam mencegah infeksi akibat ketidakpatuhan dalam pelaksanaan
protap pemasangan dan perawatan infus.
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin,
pendidikan, masa kerja dengan tingkat kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
protap pemasangan infus diunit rawat inap interna RSUD kelas C kabupaten
sorong
D. Manfaat Penelitian
1. Metodologi : Penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah jenis
penelit ian tentang keperawatan yang saat ini sangat terbatas
jumlahnya di Indonesia. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
masukan bagi penelitian lebih lanjut baik dalam bentuk korelasi
maupun quasi eksperimen.
2. Teort is : Diharapkan hasi l penel i t ian ini dapat memperkuat
teori keperawatan khususnya tentang kinerja perawat dan perawatan
infus.
3. Substansi : Meningkatkan kepatuhan perawat da lam protap
pemasangan infus di ruangan internal.
4. STIKES : Ki ranya menjad i bahan pedoman untuk pene l i t i an
selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepatuhan adalah
kesetiaan, ketaatan atau loyalitas. Kepatuhan yang dimaksud disini
adalah ketaatan terhadap pelaksanaan prosedur tetap yang telah dibuat.
Berbicara masalah kepatuhan tidak terlepas dari produktivitas, menurut
Supriyanto (1998) ada tiga jenis produktivitas yaitu:
1. Perilaku Pekerjaan
Perilaku pekerjaan adalah jenis pekerjaan (fungsi, aktivitas, dan tugas
atau Job) yang dilaksanakan oleh pekerja_ Disini hanya diinventarisir
kualitas pekerjaan, sama sekali tidak menggambarkan kuantitasnya
persatuan periode waktu tertentu. Evaluasi kineria yang yang dipakai
adalah adekuasi upaya (adequacy of effort) dengan rumus sebagai berikut:
Jumlah Kategori pekerjaan (Aktual)Adekuasi Upaya (AU) =
Jumlah Kategori Pekerjaan (Normatif )
Normatif adalah seharusnya berdasarkan kriteria yang di harapkan
2. Penampilan Kerja (Kinerja)
Penampilan kerja adalah jumlah (fungsi, aktivitas, tugas) per satuan
periode waktu tertentu. Disini telah disebutkan alokasi waku per masing-
masing pekerjaan per satuan waktu tertentu. Evaluasi kinerja dipakai
adalah kriteria adekuasi penampilan kerja (adequasi of performance)
dengan rumus sebagai berikut
3. Efektivitas Organisasi
Efektivitas organisasi adalah hasil dari masing-masing upaya atau
secara keseluruhan penampilan kerja. Oleh karena itu dibutuhkan informasi
hasil (output) pekerjaan yang bisa diukur atau dihitung. Secara umum
merupakan perbandingan antara hasil dengan masukan atau output per input,
dengan rumus sebagai berikut :
Hasil HasilEfektivitas Organisasi (E0) = =
Masukan Upaya
Beberapa ahli juga menggunakan pengelompokan tingkat
penampilan kerja menjadi pada tingkat organisasi berhubungan
dengan pemasaran (related to market) , pada t ingkat proses
hubungannya dengan proses pelaksanaan pekerjaan (related to work flow
= how to work get done), dan pada tingkat individu adalah hubungan
dengan tugasnya (related to task).
Adekuasi Penampilan
Kerja (AP) =
Jumlah Kategori Pekerjaan (aktual)
Jumlah Kategori Pekerjaan (normatif)
Kepatuhan yang dimaksud diatas adalah jenis pekerjaan yang
dilaksanakan oleh perawat yang menggunakan kriteria adekuasi upaya,
yaitu sampai seberapa jauh aktivitas dan tugas perawat yang secara aktual
dilaksanakan dibandingkan jumlah kategori pekerjaan (protap) secara normatif
yang telah ditentukan.
B. Protap Pemasangan Infus
Protap merupakan suatu prosedur atau tahap-tahap kegiatan dalam
suatu kegiatan yang telah ditetapkan oleh suatu institusi atau organisasi
(Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, 1995). Pemasangan infus adalah
memasukkan cairan obat kedalam tubuh, langsung melalui pembuluh darah
vena menggunakan infus set.
Jadi protap pemasangan infus adalah suatu prosedur atau tahapan-
tahapan kegiatan dalam pemasangan infus yang telah ditetapkan oleh rumah
sakit. Daiam penelitian ini, rumah sakit yang dimaksud adalah RSUD kelas C
kabupaten sorong.
C. Perawat
Perawat adalah seorang yang telah menyelesaikan suatu program
pendidikan dasar perawatan dan diberi wewenang oleh pemerintah
serta memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan perawatan
bermutu dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 1983). Perawat yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah perawat yang sedang bekerja di rumah
sakit yaitu di unit rawat inap interna RSUD kelas C kabupaten sorong .
Penampilan kerja atau kinerja seorang perawat sangat ditentukan oleh
faktor internal dan faktor eksternal.
D. Faktor Internal
Faktor internal disini, tiada lain merupakan karakteristik perawat itu
sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki
seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit
(Kamus Bahasa Indonesia, 1999). Karakteristik perawat meliputi
karakteristik demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa
kerja),status perkawinan,kepribadian, karakteristik sikap, kemampuan,
persepsi dan motivasi.
1. Karakteristik demografik
a. Umur
Hubungan umur dengan produktivitas, produktivitas seorang
karyawan menurun dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan
karena ketrampilan-ketrampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,
kekuatan dan koordinasi Akan menurun dengan bertambahnya
umur. Tapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada
ketrampilan fisik serupa. Produktivitas karyawan yang sudah lama
bekerja disebuah perusahaan artinya sudah bertambah tua, bisa
mengalami peningkatan karena pengalaman dan lebih bijaksana
dalam pengambilan keputusan (Muchlas, 1997).
Demikian pula halnya dengan perawat yang senior dan yang
yunior. Walaupun usia salah satu perawat lebih tua dari perawat
yang lainnya, beluni tentu produktivitas mereka jauh berkurang,
bahkan mungkin jadi lebih produktif dari yang muda karena
pengalamannya dalam bekerja dan masalah-masalah akibat
pekerjaan yang dilakukannya.
b. Jenis kelamin
Beberapa peneiitian menunjukkan bahwa sedikit sekali ada
perbedaan yang dianggap penting antara karyawan laki-laki dan
wanita dalam prestasi kerja. Tidak jelas adanya perbedaan kedua
jenis karyawan ini dalam kemampuan menyelesaikan problem,
ketrampilan analitis, nafsu bersaing dalam pekerjaan, motivasi
kepemimpinan, kemampuan spesialisasi dan kemampuan belanjarnya
(Robbins, 1996).
c . Pendidikan
D a l a m K a m u s B a h a s a I n d o n e s i a K o n t e m p o r e r ,
d inya takan bahwa pend id ikan merupakan sua tu p roses
pengubahan cara berpikir a tau t ingkah laku dengan cara
pengajaran, penyuluhan dan penelitian.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang d imi l i k i .
Seba l i knya pend id ikan yang ku rang akan menghambat
perkembangan sikap sesorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Azwar A, 1996).
Faktor pendidikan perawat sangat menentukan cara berpikir dan
bertingkah laku perawat yang tercermin dalam sikapnya. Makin
t inggi pendidikan perawat makin mudah menerima informasi atau
nilai-nilai yang ada dalam lingkungannya untuk dipikirkan dan
dilaksanakan.
d. Masa kerja
Hubungan senioritas = produktivitas, kinerja masa lalu cenderung
dikaitkan dengan keluaran dalam posisi baru, senioritas i t u s end i r i
t i dak lah merupakan pe rama l yang ba ik da r i produktivitas.
Dengan kata lain, jika semua hal lain sama, tidak ada alasan untuk
meyakini bahwa orang-orang yang telah lama berada dalam pekerjaan
akan lebih produktif ketimbang mereka yang baru bekerja pada tempat
tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian menggunakan deskritif korelasi dengan menggunakan desain
penelitian adalah cross sectional pengukuran variabelnya dilakukan hanya satu
kali pada satu saat. (Sugiyono, 2004).
B. Populasi dan sampel
1. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai PNS diruang rawat inap
interna (garuda, camar, kasuari) RSUD kelas C kabupaten sorong yang
berjumlah 29 pegawai.
2. Sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan total populasi
berjumlah 29 orang dengan memenuhi kriteria penelitian
a. Perawat PNS
b. Perawat pelaksanan
c. Perawat yang bekerja diruang rawat inap interna
Pertimbangan menggunakan seluruh populasi adalah untuk mendapatkan
gambaran yang lebih representatif dan mengurangi tingkat kesalahan karena
data yang di peroleh merupakan informasi yang sesungguhnya (Sugiyono,
2004).
C. Identivikasi variabel pada penelitian ini ada dua variabel yaitu independen dan
variabel dependen.
Variabel Definisi operasional Skala skorVariabel independenUmur
Jenis kelamin
Pendidikan
Masa kerja
Lama hidup perawat sampe ulang tahun terakhir pada saat penelitian.
Kategori perawat berdasarkan alat reproduksi manusia.Suatu proses pengubahan cara berpikir dengan cara pengajaran melalui pendidikan formal.Lama perawat bekerja di ruangan rawat inap interna RSUD kelas C kabupaten sorong
Ordinal
Nominal
Ordinal
Ordinal
Dws awal=1Dws.ptg=2Dws akhir=3Laki-laki=1Perempuan=2SPK=1DIII keperawatan=2Singkat=1Sedang=2Lama=3
Variabel dependenTingkat kepatuhan perawat Jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh
perawat dengan mengunakan kriteria adekuasi
Ordinal Tidak patuh=1Patuh=2 Tidak patuh
apabila kegiatan dilaksanakan >50%
Patuh apabila kegiatan dilaksanakan >50%
D. Pengumpulan data dan analisa data
1. Alat pengumpulan data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuisioner yang memuat beberapa pertanyaan yang mengacu pada
kerangka konsep. Pertanyaan, terdiri dari dua bagian. Bagian A memuat
6 (enam) pertanyaan mengenai data karakteristik perawat, sedangkan
bagian B memuat pedoman observasi pelaksanaan perawatan infus
sesuai dengan protap yang dimiliki RSUD kelaS C kabupaten sorong,
berisi 13 item untuk persiapan alat dan 16 item untuk pelaksanaan
tindakan.
2. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dimasing-masing unit rawat inap interna RSUD
kelas C kabupaten sorong dengan prosedur sebagai berikut : Mengajukan surat
permohonan izin penelitian dari institusi peneliti kepada direktur RSUD kelas C
kabupaten sorong setelah mendapatkan izin dari direktur, Kernudian mengadakan
pendekatan dengan kepala ruangan dan perawat pelaksana, selanjutnya kepada
perawat pelaksana akan diberikan penjelasan tujuan penelitian dan dimohonkan
bantuanya rnenjadi responden. Bila bersedia menjadi responden selanjutnya
dipersilahkan menandatangani informed consent.
Responden yang memenuhi kriteria diberikan angket agar mengisinya dan
peneliti berada didekat responden agar bila ada pertanyaan dari responden,
peneliti
dapat segera menjelaskannya. Responden diingatkan agar semua pertanyaan diisi
dengan lengkap, bila telah selesai diisi, selanjutnya dikembalikan kepada peneliti.
Observasi dilakukan pada saat akan melakukan tindakan pemasangan infus
dan kepada perawat diingatkan agar bekerja seperti biasa dan hasil pengamatan tidak
akan mempengaruhi kondite kerja responden.
E. Tempat dan Waktu penelitian
1. Tempat : penelitian dilakukan diunit rawat inap interna RSUD kelas C
kabupaten sorong
2. Waktu : penelitian dilaksanakan pada bulan juni-juli 2009
F. Analisa Data
1. Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik perawat
meliputi: umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan tingkat
kepatuhan melaksanakan protap. Hasil dari setiap variabel ditampilkan
dalam bentuk distribusi frekuensi.
2. Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen yaitu karakteristik perawat meliputi : umur, jenis kelamin,
pendidikan, dan masa kerja; dengan variabel dependen yaitu tingkat
kepa tuhan pe rawat me laksanakan p ro tap pemasangan in fus .
Hubungan antara kedua variabel dilihat dengan menggunakan uji
korelasi Chi Square jika
a. Ho di tolak jika p value atau asymp sig (a) < 0.05 maka ada
hubungan antara variabel Independen dan variabel Dependen.
b. Ho Di terima jika p value atau asymp sig (a) > 0.05 maka tidak
ada hubungan an ta ra va r i abe l Independen dan va r iabe l
Dependen.
G. Hasil dan Pembahasan
Analisis Univariabel
1. Distribusi responden menurut umur di ruangan interna RSUD kelas C
kabupaten sorong terbagi atas umur 21-30 tahun,31-40 tahun,dan> 40 tahun
dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 Distribusi umur
Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden
berumur antara 21-30 tahun berjumlah 16 (55,2%) sebalik nya responden
yang berumur > 40 tahun berjumlah 5 ( 17,2%).
2. Distribusi responden menurut Jenis Kelamin di interna RSUD kelas C
kabupaten sorong terbagi atas Laki-laki dan Perempuan dapat di lihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2 Distribusi jenis kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase
(%)
1 Laki-laki 7 24,1
2 Perempuan 22 75,9
T o t a l 29 100,0
Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukan bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan berjumlah 22 ( 75,9%),di
bandingkan dengan responden Laki-laki hanya berjumlah 7 ( 24,1%).
3. Distribusi responden menurut Tingkat Pendidikan di ruangan interna
RSUD kelas C kabupaten sorong terbagi atas dua yaltu D III keperawatan
dan SPK,dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
NoUmur Frekuensi Prosentase (%)
1 21-30 tahun 16 55,2
2 31-40 tahun 8 , 27,6
3 >40 tahun 5 17,2
To ta l 29 100,0
Tabel 3 Distribusi pendidikan
No Pendidikan Frekuensi Prosentase(%)
1 D III 24 82,8
2 SPK 5 17,2T o t a l 29 100,0
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukan bahwa sebagian besar
responden besar responden berpendidikan D. III Keperawatan berjumlah
24 82, 8%) sebaliknya responden yang berpendidikan SPK berjumlah 5
( 17,2%).
4. Distribusi responden menurut lama kerja RSUD kelas C kabupaten
sorong terbagi atas < 10 tahun,10-20 tahun,> 20 tahun dapat di lihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4 Distribusi lama kerja
Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden
beker ja < 10 tahun ber jumlah 22 ( 75,9 %),sebaliknya responden yang
bekerja > 20 tahun hanya berjumlah 3 ( 10%).
5. Distribusi responden menurut Protap Pemasangan Infus di ruangan
intena RSUD kelas C kabupaten sorong terbagi atas Dua yaitu Patuh dan
Tidak Patuh dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
No Lama Kerja Frekuensi Prosentase
(%)1 < 10 tahun 22 75,9
2 10-20 tahun 4 13,8
3 >20 tahun 3 10,3
To ta l 29 100,0
Tabel 5 Distribusi protap pemasangan infus
No Pemasangan Infus Frekuensi Prosentase
(%)1 Patuh 18 62,1
2 Tidak patuh 11 37,9
To ta l 29 100,0
Berdasarkan tabel 5 diatas menunjukan bahwa sebagian besar
responden patuh dalam protap pemasangan infus berjumlah 18 (62,1 %)
sebaliknya tidak patuh hanya berjumlah 11 ( 37,9%)
Analisis Bivariabel
1. Analisa hubungan umur dengan protap pemasangan infus di ruangan
intema RSUD kelas C kabupaten sorong.
Tabel 6 Tabulasi Silang Umur dengan Protap Pemasangan Infus
No Umur
Pemasangan Infus
TotalPatuh Tidak_patuh
n % n % n %1 21-30 tahun 10 62,5% 6 37,5% 16 100,0%
2 31-40 tahun 6 75,0% 2 25,2% 8 100,0%
3 >40 tahun 2 40,0% 3 60,0% 5 100,0%
Tota l 18 62,1% 11 37,9% 29 100,0%
X2 = 13.444 p = 0.000
Pada tabe l 6 menunjukkan bahwa responden yang
melakukan pemasangan infus patuh dengan umur 31-40 tahun
(75,0%) lebih besar dari pada tidak patuh ( 25,0%). Sebaliknya
Responden yang melakukan pemasangan infus tidak patuh dengan > 40
tahun (60,0%) lebih besar dari pada patuh (40,0%). Dan
berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square
menunjukan bahwa X2 = 13.444 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha
diterima sehingga ada hubungan antara umur dengan protap
pemasangan infus. Pada Penelitian Ernawati tahun 2006 menguraikan
bahwa adanya hubungan umur dengan pe laksanaan p ro tap
pemasangan infus.dimana dapat diperoleh gambaran bahwa umur
seseorang t idak mempengaruhi da lam pe laksanaan pro tap
pemasangan infuse. Dalam kenyataannya di lapangan semua orang
yang be rus i a Tua namun Pa tuh da l am pe laksanaan p ro t ap
pemasangan infus,dapat di lihat pada tabel 6 menunjukan bahwa umur
31-40 tahun lebih patuh.
Kepatuhan yang dimaksud diatas adalah jenis pekerjaan yang
ditaksanakan oleh perawat yang menggunakan kriteria adekuasi
upaya, yaitu sampai seberapa jauh aktivitas dan tugas perawat yang secara
aktual dilakasanakan dibandingkan jumlah kategori pekerjaan (protap)
secara normatif yang telah ditentukan (Supriyanto,1998).
Hubungan umur dengan produktivitas, produktivitas seorang
.karyawan menurun dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan
karena ketrampilan-ketrampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,
kekuatan dan koordinasi akan menurun dengan bertambahnya umur.
Tapi produktivitas seseorang tidak hanya tergantung pada ketrampilan fisik
serupa itu. Produktivitas karyawan yang sudah lama bekerja disebuah
perusahaan artinya sudah bertambah tua, bisa mengalami peningkatan
karena pengalaman dan lebih bijaksana dalam pengambilan keputusan
(Muchlas, 1997). Demikian pula halnya dengan perawat yang senior dan
yang yunior. Walaupun usia salah satu perawat lebih tua dari perawat
yang Iainnya, belum tentu produktivitas mereka jauh berkurang, bahkan
mungkin jadi lebih p rodu ik t i f da r i yang muda ka rena
penga lamannya da lam bekerja dan masalah-masalah akibat pekerjaan
yang dilakukannya (Wijono, D.1999)
2. Analisa hubungan pendidikan dengan protap pemasangan infus di ruangan
interna RSUD kelas C kabupaten sorong.
Tabel 7 Tabulasi silang pendidikan dengan protap pemasangan infus
No Pendidikan
Pemasangan InfusTotal
Patuh Tidak patuh
n % n % n %
1 D III 15 62,5% 9 37,5% 24 100,0%
2 SPK 3 60,0% 2 40,0% 5 100,0%
T o t a l 18 62,1% 11 37,9% 29 100,0%
X2= 11.245 p = 0.000
Pada tabel 7 menunjukkan bahwa Responden yang melakukan
pemasangan infus patuh dengan pendidikan D IIIKeperawatan (62,5 %)
Iebih besar daripada tidak patuh ( 37,5%). Sebaliknya Responden
yang melakukan pemasangan infus patuh dengan pendidikan SPK
(60,0 %) Iebih besar dari pada tidak patuh ( 40,0%). Dan berdasarkan
hasil uji statistik dengan menggunakan chi suare menunjukan bahwa X2 =
11.245 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha diterima sehingga ada hubungan
antara pendidikan dengan protap pemasangan infus. Penelitian Ernawati,
2006 Ada Hubungan Pedidikan dengan Pelaksanaan pemasangan Infus.
Bahwa pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan
semakin balk pula tingkat pengetahuannya.Pengetahuan itu sendiri
merupakan kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, simbul,
prosedur teknik dan teori Da lam kenyataannya di lapangan bahwa DIII
keperawatan Patuh dalam pelaksanaan protap pemasangan infus,dapat di
lihat pada tabel 7 menunjukan bahwa D III keperawatan Iebih patuh.
Perawat adalah seorang yang telah menyelesaikan suatu
program pendidikan dasar perawatan dan diberi wewenang oleh
pemerintah serta memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan
perawatan bermutu dan penuh tanggung jawab (Depkes RI, 1983).
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap sesorang terhadap ni lai-ni lai yang baru
diperkenalkan (Azwar A, 1996).
Faktor pendidikan perawat sangat menentukan cara berpikir dan
bertingkah laku perawat yang tercermin dalam sikapnya. Makin tinggi
pendidikan perawat makin mudah menerima informasi atau nilai-nilal yang
ada dalam Iingkungannya untuk dipikirkan dan dilaksanakan (Nursalam &
Siti Pariani,2001).
Kemampuan ada lah kapas i t a s seorang ind iv idu un tuk
mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang pada hakekatnya
terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dimensi
kecerdasan telah dijumpai sebagai peramal yang kuat dari kinerja,
kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan
yang rumit, kemampuan fisik memiliki makna yang penting untuk
melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatandan
ketrampilan (Robbins,1997 dalam Muchlas, 1998).
3. Analisa Hubungan Jenis Kelamin dengan Protap pemasangan infus di
Ruangan Interna RSUD Kelas C Kabupaten Sorong.
Tabel 8. Tabulasi silang jenis kelamin dengan pemasangan infuse
No Jenis KelaminPemasangan Infus
TotalPatuh Tidak patuh
n % n % n %1 Laki-laki 5 71,4% 2 28,6% 7 100,0%
2 Perempuan 13 59,1% 9 40,9% 22 100,0%
X2,---- 13.568 p= 0.000
Pada tabe l 8 menunjukkan bahwa Responden yang
melakukan pemasangan infus patuh dengan jenis kelamin laki-laki
(71,4 %) lebih besar dari pada tidak patuh (28,6 %). Sebaliknya
Responden yang melakukan pemasangan infus patuh dengan
perempuan (59,1 %) lebih besar dari pada tidak patuh ( 40,9 %). Dan
berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square
menunjukan bahwa X2 = 13.568 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha
diterima sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dengan protap
pemasangan infus. Penelitian Ernawati,2006 Ada Hubungan Jenis
Kelamin dengan Pelaksanaan pemasangan Infus Hal ini disebabkan
setiap perawat bisa menjadi patuh maupun tidak patuh bila situasinya
memungkinkan. Selain itu seseorang dalam belajar, menganalisa,
memecahkan masalah dan sebagainya tidak membedakan jenis
kelamin.kenyataannya di lapangan bahwa laki-laki Patuh dalam
pelaksanaan protap pemasangan infus,dapat di lihat pada tabel 8
menunjukan bahwa Laki-laki lebih patuh.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sedikit sekali ada
perbedaan yang dianggap penting antara karyawan laki-laki dan
wanita dalam prestasi kerja. Tidak jelas adanya perbedaan kedua jenis
karyawan ini dalam kemampuan menyelesaikan problem, ketrampilan
analitis, nafsu bersaing dalam pekerjaan, motivasi kepemimpinan,
kemampuan spesialisasi dan kemampuan belanjarnya
(Robbins, 1996).
4. Analisa hubungan lama kerja dengan protap pemasangan infus di
ruangan Interna RSUD kelas C kabupaten sorong.
Tabel 9 Tabulasi Silang Lama Kerja Dengan Pemasangan Infus
No Lama Karja
Pemasangan Infus
Totalpatuh Tidak patuh
n % n % n %
1 <10 tahun 14 63,6% 8 36,4% 22 100,0%2 10-20 tahun 3 75,0% 1 25,0% 4 100,0%
3 >20 tahun 1 33,3% 2 66,7% 3 100,0%
T o t a l 18 62,1% 11 37,9% 29 100,0%X2 = 11.359 p= 0 000
Pada tabel 9 menunjukkan ,bahwa Responden yang melakukan
pemasangan infus patuh dengan lama kerja 10-20 tahun (75,0 %) lebih
besar dari pada tidak patuh (25,0%). Sebaliknya Responden yang
melakukan pemasangan infus Tidak patuh dengan lama kerja > 20
tahun (66,7 %) lebih besar daripada patuh (33,3 %). Dan berdasarkan
hash uji statistik dengan menggunakan chi square menunjukan bahwa
X2 = 11.359 p = 0.000 ( < 0,05) artinya Ha diterima sehingga ada
hubungan antara lama kerja dengan protap pemasangan infus. Penelitian
Ernawati,2006 Ada Hubungan Lama Kerja dengan Pelaksanaan
pemasangan Infus Sehingga dengan masa kerja yang lama yang
diekspresikan dengan pengalaman kerja belum tentu menjamin
pelaksanaan protap pemasangan infus baik apabila dari dulu sudah
terbiasa berperilaku tidak sesuai, kenyataannya di lapangan bahwa
perawat yang junior Patuh dalam pelaksanaan protap pemasangan
infus,dapat di lihat pada tabel 9 menunjukan bahwa perawat yang junior
Iebih patuh.
Hubungan senioritas-produktivitas, kinerja masa lalu cenderung
dikaitkan dengan keluaran dalam posisi baru, senioritas itu sendiri
tidaklah merupakan peramal yang baik dari produktivitas. Deegan kata
lain, jika semua hal lain sama, tidak ada alasan untuk meyakini bahwa
orang-orang yang telah lama berada dalam pekerjaan akan lebih
produktif ketimbang mereka yang baru bekerja pada tempat tersebut
(Muchlas,1997).
SIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Ada hubungan antara umur dengan protap pemasangan infus
2. Ada hubungan antara pendidikan dengan protap pemasangan infus
3. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan protap pemasangan infus
4. Ada hubungan antara lama kerja dengan protap pemasangan infus
B. SARAN
1. Bagi rumah sakit untuk menyediakan fasil i tas di ruang-ruang
perawatan sehingga perawat dapat bekerja sesuai dengan protap yang ada.
2. Periu adanya pelatihan untuk perawat dalam meningkatkan ketrampilan
dasar maupun ketrampilan lanjutan sehingga perawat dapat melayani
pasien sesuai dengan ilmu dan teknologi.
3. Bagi perawat agar dalam bekerja hendaknya selalu memperhatikan
teknik septik dan aseptik.
4 . Bagi penel i t ian se lanju tnya agar menel i t i fak tor - faktor yang
berhubungan dengan protap pemasangan infus.
DAFTAR PUSTAKA
Andrew MG. (1996). Penerapan Psikologi Dalam Perawatan, Edisi pertama, Penerjemah
Ika Pattinasarany. ANDI. Yogyakarta.
Azwar A. (1996). Administrasi Kesehatan, Edisi ketiga. Binarupa Aksara. Jakarta.
Bambang S. (1999). Pengaruh Kepemimpinan SMF Terhadap Kepatuhan Pelaksanaan
Protap Oleh Perawat, Tesis Universitas Airlangga Surabaya.
Charles A. & Eamon S. (1997). Psikologi Sosial Untuk Perawat, Alih Bahasa Leoni Sally
M. EGC. Jakarta.
Ernawati.(2007)Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pelaksanaan Pemasangan Infus
di Ruang Bedah Rumah Sakit Faisah.Pontianak Handoko HT. (1997). Manajemen
Personelle dan Sumber Daya Manusia, Edisi 11. BPFE. Yogyakarta.
Indriyo, G & I Nyoman Sudit. (1997). Perilaku Keorganisasian, Edisi pertama. BPFE.
Yogyakarta.
Muchlas, M. (1997). Perilaku Organisasi. CV Banyubiru. Yogyakarta.
Noto Atmojo. (1993). llmu Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Cipta. Jakarta. Nursalam &
Siti Pariani. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. CV
Sagung Seto. Jakarta.
Pandji Anoraga. (1998). Psikologi Kerja. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Pad Homy & Ken Blanchard. (1994). Manajemen Perilaku Organisasi •Asulayagunaan
Sumber Daya Manusia, Edisi keempat, Alih Bahasa was Dharma. Erlangga. Jakarta.
Peter Salim & Yenny Salim. (1995). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer !diadem English
Press. Jakarta.
Robbins. (1996). Perilaku Organisasi 11, Alih Bahasa Hadyana Pujoatmoko. Teen Hallindo.
Jakarta.
Saifuddin Aswar. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Scahffer, at all. (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik Yang Aman, Alih Bahasa Setiawan.
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Siagian, SP. (1995). Teori Motivasi dan Aplikasinya, Edisi 2. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Supranto, J. (1997). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa
Pasar. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Supriyanto S. (1999). Analisis Fungsi dan Tugas. Hand Out Kuliah MARS Universitas
Airlangga. Surabaya.
Wijono, D. (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Teori, Stratetegi dan Aplikasi.
Airlangga University Press. Surabaya.
Zainudin M. (1998). Metodelogi Penelitian. Impress. Surabaya.
Sugiyono, Metode penelitian, Edisi Kelima, Bandung : CV. Alfabeta; 2004