5
Optimasi Saponifikasi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) pada Separasi Fraksi Tidak Tersabunkan Mengandung Senyawa Bioaktif Multi Komponen Optimization of Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)Saponification for Separation of Unsaponifiable Fraction Contained Multi ComponentBioactive Compounds Risma Puspitasari, Teti Estiasih Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Jalan Veteran- Malang 65145 ABSTRACT Palm fatty acid distillate (PFAD) is by product of palm oil processing which is contained 80%free fatty acid (FFA). PFAD contains high of bioactive compounds such astocopherol, tocotrienol, stigmasterol, campesterol, and hydrocarbon squalene. Those multicomponent bioactive compound is in the unsaponifiable fraction of PFAD, in order to get those compounds, must be separated from the saponifiable fraction. The unsaponifiable fraction characteristics resulted from optimum verification is increased in content if comprised to characteristic in PFAD. But, koenzim Q10 and policosanol compound are not detected in both of PFAD and unsaponifiable fraction. Keyword : Palm Fatty Acid Distillate, Saponification, Unsaponifiable Fraction, Bioactives RINGKASAN Distilat asam lemak minyak sawit (DALMS) adalah produk samping dari proses pemurnian minyak sawit kasar yang mengandung asam lemak bebas (ALB) sebesar 80%. DALMS juga mengandung senyawa bioaktif dalam jumlah yang tinggi diantaranya tokoferol, tokotrienol, stigmasterol, campesterol, dan hidrokarbon skualen. Senyawa bioaktif multikomponen tersebut terdapat pada fraksi tidak tersabunkan (FTT) dari DALMS sehingga untuk mendapatkannya harus dipisahkan dari fraksi tersabunkan melalui proses saponifikasi. Karakteristik mutu FTT senyawa bioaktif hasil verifikasi optimum kadarnya meningkat jika dibandingkan dengan kadar pada DALMS. Namun, senyawa koenzim Q10 dan polikosanol baik pada DALMS maupun pada FTT dinyatakan tidak terdeteksi. Kata kunci : Distilat Asam Lemak Minyak Sawit, Saponifikasi, Fraksi Tidak Tersabunkan, Senyawa Bioaktif PENDAHULUAN Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) merupakan hasil samping pengolahan minyak sawit yang dihasilkan pada tahap deodorisasi. Jumlah DALMS yang dihasilkan pada proses pengolahan sawit di Indonesia tahun 2010mencapai 891.000 ton (Ditjen Perkebunan, 2007).Jumlah ini akan terus bertambah karena produksi minyak kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 28 juta ton (GAPKI, 2013). Musalmah et al. (2005) menyatakan keunggulan DALMS masih mengandung beberapa senyawa fitokimia yang salah satunya adalah sebagai sumber vitamin E dalam bentuk tokotrienol (70%) dan sisanya adalah tokoferol (30%). Ahmadi (1997) telah mengembangkan proses pemisahan fraksi tidak tersabunkan dari DALMS yang masih mengandung senyawa bioaktif dengan teknik saponifikasi dan adsorbsi. Menurut Gapor et al. (2000), komponen terbesar dari fraksi tidak tersabunkan DALMS adalah fitosterol dan vitamin E. Komponen lain yang ada dalam fraksi tidak tersabunkan DALMS selain asam lemak bebas (ALB) adalah hidrokarbon dan lilin (Hui, 1996). Beberapa faktor yang kritis dalam proses saponifikasi adalah efektivitas KOH, suhu dan lama reaksi. Efektivitas KOH pada proses saponifikasi DALMS sangat dipengaruhi oleh konsentrasi KOH yang digunakan. KOH berlebih akan menyebabkan terpecahnya emulsi sehingga fasenya tidak homogen. Suhu dan lama proses juga merupakan hal yang kritis sebab berpengaruh pada kecepatan reaksi saponifikasi. Oleh karena itu, penelitian yang mengamati pengaruh ketiga faktor tersebut menggunakan metode saponifikasi DALMS pada separasi fraksi tidak tersabunkan mengandung senyawa bioaktif multi komponen perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum dari proses saponifikasi untuk menghasilkan fraksi tidak tersabunkan DALMS yang mengandung senyawa bioaktif multi komponen dengan kadar asam lemak bebas minimum ditinjau dari pengaruh suhu, lama reaksi dan tingkat penambahan KOH 50%sehingga dapat diaplikasikan untuk industri pangan maupun industri oleokimia.

Jurnal Safonifikasi by Risma Puspitasari

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal safonifikasi ( pembuatan sabun)

Citation preview

Page 1: Jurnal Safonifikasi by Risma Puspitasari

Optimasi Saponifikasi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) pada Separasi Fraksi Tidak

Tersabunkan Mengandung Senyawa Bioaktif Multi Komponen

Optimization of Palm Fatty Acid Distillate (PFAD)Saponification for Separation of Unsaponifiable

Fraction Contained Multi ComponentBioactive Compounds

Risma Puspitasari, Teti Estiasih

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Jalan Veteran- Malang 65145

ABSTRACT

Palm fatty acid distillate (PFAD) is by product of palm oil processing which is contained 80%free fatty acid (FFA). PFAD contains high of bioactive compounds such astocopherol, tocotrienol, stigmasterol, campesterol, and hydrocarbon squalene. Those multicomponent bioactive compound is in the unsaponifiable fraction of PFAD, in order to get those compounds, must be separated from the saponifiable fraction. The unsaponifiable fraction characteristics resulted from optimum verification is increased in content if comprised to characteristic in PFAD. But, koenzim Q10 and policosanol compound are not detected in both of PFAD and unsaponifiable fraction. Keyword : Palm Fatty Acid Distillate, Saponification, Unsaponifiable Fraction, Bioactives

RINGKASAN

Distilat asam lemak minyak sawit (DALMS) adalah produk samping dari proses pemurnian minyak sawit kasar yang mengandung asam lemak bebas (ALB) sebesar 80%. DALMS juga mengandung senyawa bioaktif dalam jumlah yang tinggi diantaranya tokoferol, tokotrienol, stigmasterol, campesterol, dan hidrokarbon skualen. Senyawa bioaktif multikomponen tersebut terdapat pada fraksi tidak tersabunkan (FTT) dari DALMS sehingga untuk mendapatkannya harus dipisahkan dari fraksi tersabunkan melalui proses saponifikasi. Karakteristik mutu FTT senyawa bioaktif hasil verifikasi optimum kadarnya meningkat jika dibandingkan dengan kadar pada DALMS. Namun, senyawa koenzim Q10 dan polikosanol baik pada DALMS maupun pada FTT dinyatakan tidak terdeteksi.

Kata kunci : Distilat Asam Lemak Minyak Sawit, Saponifikasi, Fraksi Tidak Tersabunkan, Senyawa Bioaktif

PENDAHULUAN

Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) merupakan hasil samping pengolahan minyak sawit yang dihasilkan pada tahap deodorisasi. Jumlah DALMS yang dihasilkan pada proses pengolahan sawit di Indonesia tahun 2010mencapai 891.000 ton (Ditjen Perkebunan, 2007).Jumlah ini akan terus bertambah karena produksi minyak kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 28 juta ton (GAPKI, 2013). Musalmah et al. (2005) menyatakan keunggulan DALMS masih

mengandung beberapa senyawa fitokimia yang salah satunya adalah sebagai sumber vitamin E dalam bentuk tokotrienol (70%) dan sisanya adalah tokoferol (30%).

Ahmadi (1997) telah mengembangkan proses pemisahan fraksi tidak tersabunkan dari DALMS yang masih mengandung senyawa bioaktif dengan teknik saponifikasi dan adsorbsi. Menurut Gapor et al. (2000), komponen terbesar dari fraksi

tidak tersabunkan DALMS adalah fitosterol dan vitamin E. Komponen lain yang ada dalam fraksi tidak tersabunkan DALMS selain asam lemak

bebas (ALB) adalah hidrokarbon dan lilin (Hui, 1996).

Beberapa faktor yang kritis dalam proses saponifikasi adalah efektivitas KOH, suhu dan lama reaksi. Efektivitas KOH pada proses saponifikasi DALMS sangat dipengaruhi oleh konsentrasi KOH yang digunakan. KOH berlebih akan menyebabkan terpecahnya emulsi sehingga fasenya tidak homogen. Suhu dan lama proses juga merupakan hal yang kritis sebab berpengaruh pada kecepatan reaksi saponifikasi. Oleh karena itu, penelitian yang mengamati pengaruh ketiga faktor tersebut menggunakan metode saponifikasi DALMS pada separasi fraksi tidak tersabunkan mengandung senyawa bioaktif multi komponen perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum dari proses saponifikasi untuk menghasilkan fraksi tidak tersabunkan DALMS yang mengandung senyawa bioaktif multi komponen dengan kadar asam lemak bebas minimum ditinjau dari pengaruh suhu, lama reaksi dan tingkat penambahan KOH 50%sehingga dapat diaplikasikan untuk industri pangan maupun industri oleokimia.

Page 2: Jurnal Safonifikasi by Risma Puspitasari

METODE PENELITIAN

Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini

adalah DALMS yang diperoleh dari industri pengolahan CPO PT. Salim Ivomas Pratama Surabaya. Standar vitamin E (α-tokoferol, α, δ, γ-tokotrienol), skualen, koenzim Q10, polikosanol (1-docosanol) dan MSTFA (N-Methyl–N–trimethylsilyl trifluoroacetamide)dari Santa Cruz Biotecnology serta standar fitosterol (β-sitosterol, Stigmasterol, Kampesterol) dari Stigma-Aldrich, metanol, etanol, benzena, H2O2, KOH, asam askorbat, NaOH 0,1 N, HCl 10 N, asam asetat, iso-octane, reagen p-anisidin, isopropanol, acetonitrile, aseton, amonium tiosianat, ferro sulfat, HCl 37%, FeCl3.6H2O (p.a dari Merck), heksana, etanol 96%, (teknis dari Brataco Chemica), asam askorbat, nitrogen, indikator phenolphthalein dan akuades.

Alat Peralatan yang digunakan meliputi perangkat HPLC “Shimadzu LC-20AT kolom ODS 250X4,6 mm, perangkat GC-MS “Shimadzu QP2010S kolom AGILENT DB-1, rotary evaporator (Buchi Rotavapor R-200), spektrofotometer (LaboMed), freezer, shaker waterbath (Memmert), timbangan

analitik, seperangkat titrasi dan peralatan gelas. Verfikasi dan Karakterisasi Hasil Optimum

Proses verifikasi dilakukan pada pembuatan fraksi tidak tersabunkan bebas pelarutyang menghasilkan fraksi tidak tersabunkan bebas pelarut dengan total kadar asam lemak bebas (ALB) minimum dapat diketahui dari hasil analisis data yang didapatkan pada penelitian utama kemudian dikarakterisasi sama dengan analisis yang dilakukan pada DALMS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik DALMS

Karakteristik DALMS yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Komponen utama dalam DALMS adalah asam lemak bebas sehingga akan mudah mengalami oksidasi. Menurut Min dan Smouse (1989) dalam Dananik

(2009) asam lemak bebas mempunyai aktivitas prooksidan karena adanya gugus karboksil. Minyak yang mengandung asam lemak bebas menghasilkan peroksida yang lebih besar. Hidroperoksida hasil dari oksidasi primer bersifat tidak stabil dan akan menjadi produk sekunder yang terdiri dari persenyawaan alkohol, aldehida dan hidrokarbon (Hamilton, 1994). Menurut

pernyataan tersebut maka bilangan peroksida dan bilangan anisidin dapat dianalisa.

Tabel 1. Karakterisasi DALMS

Karakteristik DALMS Literatur

Kadar ALB (%) 87,96 95,8*

Bilangan Peroksida(%) 11,89 1,13** Bilangan p-Anisidin (%) 6,92 -

Sumber: * Rahmawati (2010) ** Ratnasari (2008)

Kadar asam lemak bebas dan bilangan peroksidapada DALMS cukup tinggi dikarenakan DALMS merupakan hasil samping pada proses pemurnian fisik (physical refining) minyak sawit

pada tahapan deodorisasi dengan hasil DALMS 2,5-5% dari berat minyak sawit yang masih mengandung asam lemak bebas sekitar 80% (Puah et al., 2009).

Ahmadi (1997)mendapatkan bahwa bilangan peroksida 15,98 mek/kg dengan α-tokoferol 1.509,91 mg/kg.Bilangan peroksida yang cukup tinggi pada DALMS yang digunakan pada penelitian ini diduga disebabkan karena tingkat oksidasi DALMS yang masih cukup tinggi.Selama proses deodorisasi, DALMS yang dihasilkan sebagai produk samping diduga mengalami kontak dengan udara dan cahaya secara langsung yang memicu terjadinya oksidasi. Hidroperoksida sebagai hasil oksidasi primer bersifat tidak stabil dan akan berubah menjadi produk sekunder yang terdiri dari persenyawaan alkohol, aldehida dan hidrokarbon (Hamilton, 1994). Keberadaan aldehid (terukur sebagai bilangan anisidin) merupakan senyawa volatil sehingga kadarnya masih rendah.

Menurut Musalmah et al., (2005), keunggulan

DALMS adalah sebagian besar vitamin E dalam bentuk tokotrienol (70%) dan sisanya adalah tokoferol (30%).Selain itu, DALMS juga mengandung komponen seperti sterol yang meliputi Stigmasterol (0,004%), Kampesterol (0,092%) dan β-Sitosterol (0,212%), serta senyawa hidrokarbon yaitu skualen (0,76%) (Pitoyo, 1991). Oleh karena kandungan DALMS yang masih mengandung senyawa bioaktif multi komponen maka perlu dikarakterisasi. Kadar senyawa bioaktif DALMS tercantum dalam Tabel 2.

Page 3: Jurnal Safonifikasi by Risma Puspitasari

Tabel 2.Kadar Senyawa Bioaktif DALMS

Keterangan : td : tidak terdeteksi Sumber : ** Ahmadi (2011) **Pitoyo (1991) dalam Wardhana (2011)

DALMS mengandung vitamin E yang cukup

tinggi yaitu 196,50 ppm. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan sumber vitamin E yang lain seperti biji-bijian dan berry dengan kisaran 84-318 dan 56-140 ppm (Kallio et al., 2002) dan minyak zaitun (100-270 ppm) (Cunha et al., 2006). Hal ini

menunjukkan bahwa DALMS mengandung vitamin E yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan Goh etal. (1985) yang menyatakan bahwa

kandungan vitamin E pada DALMS berkisar antara 150-8.500 ppm.

Komposisi vitamin E dalam DALMS terdiri dari α-tokoferol (33,48%), α-tokotrienol (17,57%), δ-tokotrienol (29,06%) dan γ-tokotrienol (19,89%) (Ahmadi dan Estiasih, 2011). Penelitian sebelumnya oleh Ahmadi dan Estiasih (2011) mendapatkan kadar tokoferol dalam DALMS sebesar 1500 ppm. Kadar α-tokoferol pada penelitian ini sebesar 37,99 ppm, lebih rendah dari penelitian sebelumnya. Diduga proses pemanasan pada suhu tinggi pada proses deodorisasi menyebabkan tokoferol mengalami kerusakan yang lebih intensif daripada tokotrienol. Menurut Goh et al. (1985) proses deodorisasi dengan uap

dan distilasi asam lemak bebas menyebabkan kehilangan tokoferol sebesar 15-57%.

DALMS selain mengandung vitamin E dalam bentuk tokotrienol dan tokoferol, juga mengandung komponen seperti sterol yang meliputi Stigmasterol (0,004%), Kampesterol (0,092%) dan β-Sitosterol (0,212%), serta senyawa hidrokarbon yaitu skualen (0,76%) (Pitoyo, 1991).Kadar total fitosterol DALMS sebesar 7.476,56 ppm lebih besar dari literatur yaitu 3.700 ppm (Pitoyo, 1991 dalam Wardhana, 2011).

Penggunaan suhu rendah (50-80°C) pada proses saponifikasi tidak sepenuhnya dapat merusak fitosterol. Sementara kadar skualen pada penelitian ini sebesar 1.092,38 ppm. Kadar

skualen yang cukup tinggi pada DALMS dikarenakan senyawa ini telah banyak dilaporkan sebagai senyawa minor yang terdapat pada minyak nabati seperti minyak sawit yang kadarnya lebih tinggi dari minyak nabati lainnya. Hal ini sesuai dengan Posada et al. (2007) yang

melaporkan bahwa kandungan skualen pada DALMS sekitar 1,03% b/b lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

Selain senyawa sterol, vitamin E dan senyawa hidrokarbon, DALMS juga mengandung senyawa koenzim Q10 dan polikosanol. Namun, keberadaan kedua senyawa ini tidak terdeteksi pada saat dianalisa menggunakan HPC dan GC-MS. Hal ini diduga karena kandungan koenzim Q10 dan polikosanol dalam minyak sawit relatif kecil yaitu berturut-turut sekitar 18-25 ppm (Bonni dan Choo, 2000) dan 40-70 ppm (Loganathan, 2011). Selain itu, senyawa koenzim Q10 dan polikosanol memiliki berat molekul yang tinggi diatas 500 dalton (Earp, 1989) sehingga mengakibatkan senyawa ini takterdeteksi.

Karakteristik Fraksi Tidak Tersabunkan Hasil Verifikasi Optimum

Fraksi tidak tersabunkan kondisi optimasi ALB ini dianalisa tingkat oksidasi yaitu bilangan peroksida dan p-Anisidin, kemudian dilakukan

analisa kadar senyawa bioaktif meliputi: kadar tokoferol, tokotrienol, skualen, koenzim Q10 dan kadar polikosanol. Data hasil analisa tingkat oksidasi fraksi tidak tersabunkan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Tingkat Oksidasi Fraksi Tidak

Tersabunkan Kondisi Optimum

Karakteristik Respon Kadar

ALB DALMS

Bilangan Peroksida(mek/kg)

18,62 11,89

Bilangan p-Anisidin 16,51 6,92

Bila dibandingkan dengan DALMS, kadar

peroksida hasil verifikasi respon kadar ALB meningkat sebesar 6,73 dari 11,89 mek/kg. Peroksida dalam fraksi tidak tersabunkan (FTT) optimum hasil verifikasi diduga berasal dari peristiwa oksidasi yang terjadi saat minyak disimpan sebelum dilakukan proses analisa. Kurang sempurnanya penutupan wadah minyak diduga mengakibatkan terjadinya kontak antara minyak dengan udara dan cahaya yang kemudian menjadi katalisator oksidasi.

Bilangan p-anisidin FTT hasil verifikasi

optimum respon kadar ALB sebesar 16,51 lebih tinggi dibanding bilangan p-anisidin pada

DALMS yaitu sebesar 6,92. Senyawa aldehid yang kemudian terukur sebagai bilangan anisidin pada

Senyawa Bioaktif

DALMS Literatur

ppm %

relatif ppm

% relatif

Kadar Vitamin E 196,50 -

α-tokoferol 37,99 19,33 - 33,48* α-tokotrienol 35,97 18,31 - 17,57*

δ-tokotrienol 4,56 2,32 - 29,06* γ-tokotrienol 117,98 60,04 - 19,89* Total Tokotrienol 158,51 80,67 66,51*

Total Fitosterol 7.476,56 3.700** - β-sitosterol 3.913,37 52,34 2.120** - Stigmasterol 1.774,66 23,92 40** -

Kampesterol 1.788,53 23,74 920** - Kadar Skualen 1.092,38 7.600** - Kadar Koenzim Q10 td td - -

Kadar Polikosanol td td - -

Page 4: Jurnal Safonifikasi by Risma Puspitasari

FTT diduga berasal dari hasil oksidasi sekunder yang terjadi baik pada proses pemisahan maupun penyimpanan

Menurut Winarno (2002), menjelaskan bahwaradikal bebas hasil oksidasi primer akan bereaksi dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidrogen peroksida yang bersifat tidak stabil menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek yaitu berupa aldehid dan keton.

Hasil analisa kadar senyawa bioaktif fraksi tidak tersabunkan kondisi optimum dengan respon kadar ALB tercantum dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kadar Senyawa Bioaktif Fraksi Tidak

Tersabunkan Kondisi Optimum Respon Kadar ALB

Hasil analisa pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa total vitamin E pada fraksi tidak tersabunkan respon ALB adalah 7.968,04 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa minyak sawit mengandung kandungan vitamin E yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Choo et al. (1996) yang

melaporkan kandungan vitamin E pada minyak sawit berkisar antara 600-1000 ppm.

Bila dibandingkan DALMS dengan fraksi tidak tersabunkan DALMS, kadar tokoferol, total tokotrienol, total fitosterol dan kadar skualen untuk respon optimum lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa saponifikasi yang dilakukan sudah efektif karena menghasilkan kadar senyawa bioaktif multi komponen yang maksimal. Menurut Pasaribu (2004) , penambahan alkali akan menyebabkan beberapa senyawa trigliserida dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang disebut dengan senyawa yang tidak tersabunkan seperti karotenoida, likopen, xantophyl, tokoferol, tokotrienol, sterol dan hidrokarbon seperti skualen sehingga kadarnya meningkat.

Rahayu (1996) menambahkan kadar karotenoid dan β-karoten minyak sawit dapat

ditingkatkan dengan proses saponifikasi, dimana proses ini akan menghilangkan komponen tersabunkan dan mempertahankan komponen-komponen yang tidak tersabunkan seperti pigmen, sterol dan hidrokarbon termasuk skualen. Namun, untuk senyawa polikosanol dankoenzim Q10pada penelitian ini dinyatakan tidak terdeteksi saat di analisa menggunakan HPLC dan GC-MS.

KESIMPULAN

Karakteristik mutu senyawa bioaktif fraksi tidak tersabunkan hasil verifikasi optimum yang diuji kadarnya meningkat jika dibandingkan dengan kadar bahan baku DALMS. Namun, senyawa koenzim Q10 dan polikosanol dinyatakan tidak terdeteksi pada saat dilakukan analisa menggunakan HPLC dan GC-MS.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, K. 1997. Aktivasi Zeolit Alam dan Penggunaannya untuk Pemurnian Tokoferol dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Thesis. Program Pascasarjana. UGM. Yogyakarta.

Ahmadi, K dan T. Estiasih. 2011. Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah pada Pembuatan Fraksi Kaya Vitamin E Mengandung Tokotrienol dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XXII No.2.

Bonni, T.Y. and Choo Y.M. 2000. Valuable Minor Constituents of Commercial Red Palm Olein: Carotenoids, Vitamin E, Ubiquinones and Sterols. Journal Oil PalmResarch. 12:14-24.

Choo Y.M, and Basiron Y.1996. Antioxidants in Red Palm Oil.Malaysian Oil Science and Technology, 5:15-16.

Cunha S.C, Amaral J.S, Fernandez J.O, Oliviera M.B.P.P. 2006. Quantification of Tocopherol and Tocotrienols in Potugues Olive Oils Using HPLC with Three Different Detection Systems. J Agric Food Chem 54: 3351-335.

Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI). 2013. Produksi CPO Indonesia 2013 Naik 28 Juta Ton. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. Dilihat tanggal 16 Oktober 2012. <http://www.investor.co.id>.

Senyawa Bioaktif

Respon Kadar ALB

DALMS

ppm ppm

Vitamin E 7.968,04 196,50

α tokoferol 644,11 37,99

α tokotrienol 1.860,54 35,97

δ tokotrienol 4.853,78 4,56

γ tokotrienol 609,61 117,98

Total tokotrienol 7.323,93 158,51 Fitosterol 91.846,30 7.476,56

β-sitosterol 81.932,59 3.913,37

Kampesterol 61,87 1.774,66

Stigmasterol 9.851,83 1.788,53

Skualen 5.264,11 1.092,38 Ko-enzim Q10 td td Polikosanol td td

Keterangan: td : tidak terdeteksi

Page 5: Jurnal Safonifikasi by Risma Puspitasari

Gapor, A.M.T., 2000. A Study on the Utilization of PFAD As a Source of Squalene, Proceedings of the 2000 National Seminar on Palm Oil Milling, Refining Technology, Quality and Environment, Malaysian Palm Oil Board, Selangor. pp. 146 –151.

Goh SH, Gee PT. 1985. Noncarotenoids Hidrocarbon in Palm Oil and Palm Fatty Acid Distillate. J Amer Oil Chem Soc 63(2):226-230.

Hernawati, H. 2008. Kajian Proses Fraksinasi Minyak Sawit Kasar dengan Pelarut Organik dalam Upaya Pembuatan Konsentrat Karotenoid. Skripsi. IPB. Bogor.

Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Fifith ed.(2) John Willey & Son Inc. New York.

Kallio H, Yang B, Peippo P, Tahnoven R, Pan R. 2002.Triacylglycerols,Tocopherol, Glycerophospholipids, and Tocotrienols in Berries and Seeds of Two Subspecies (ssp Sinensi and mongolica) of sea butchom (Hippopae irhamnoides). J Agric Food Chem 50: 3004-3009.

Loganathan, R., Selvaduray K.R., Radhakrishnan A., and Nesaretnam K. 2011. Palm Oil: Rich in Health Promoting Phytonutrients. Palm Oil Developments; 50: 16-25.

Mas’ud, F, Tien R.M, Purwiyatno H, Try H. 2008. Optimasi Proses Deasidifikasi Minyak Sawit untuk Meminimalkan Kerusakan Karotenoid dalam Pemurnian Minyak Sawit(Elaeis guinensis, Jacq). Forum Pascasarjana Vol.31 No.1 Januari 2008:25-36. IPB. Bogor.

Musalmah, M., M.Y. Nizam, A.H. Noor Aini, A. I. Azian, M. T. Gapor, and W. Z. Wah Ngah. 2005. Comparative Effect of Palm Vitamin E and Alfa Tocopherol on Heading an Wound Tissue Antioxidant Enzyme Level in

Diabetic Rats. Lipids 40:575-580 Goh, S. H. and P. T. Gee. 1985. Noncarotenoid Hydrocarbon in Palm Oil and Palm Fatty Acid Distillate. JAOCS 63 (2): 226-230.

Pasaribu, N. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.

Perdana, FK dan I. Hakim. 2009. Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan SodaQ sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar

SodaQ. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Pitoyo, 1991. Pemisahan Tokoferol dari Destilat Asam Lemak Minyak Sawit. Thesis. Program Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Puah, C. W., Y.M. Choo, A.N. Ma, and C.H. Chuah. 2009. The Effect of Physical Refining on Palm Vitamin E (tocopherol, tocotrienol and tocomonoenol). American J of App Sci 4(6): 374-377.

Puspitasari D.A. 2008. Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi Produk serta Pendugaan Umur Simpan Olein Minyak Sawit Merah. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fateta IPB. Bogor

Rahayu, S.D.T. 1996. Teknik Pemekatan β-karoten Minyak Kelapa Sawit dengan Saponifikasi dan Transesterifikasi. Skripsi. FATETA-IPB.Bogor.

Rahmawati, A. 2010. Optimasi Kristalisasi Pelarut Suhu Rendah pada Pembuatan Fraksi Kaya Tokotrienol dari DALMS. Skripsi. Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya Malang.

Sirajjudin S. 2003. Sintesis Minyak Beryodium Kaya β-karoten dari Minyak Sawit Merah dan Efikasinya terhadap Pencegahan

Defisiensi Iodium. Disertasi Sekolah Sarjana. IPB. Bogor.

Smouse, T.H. 1996. Significant of Lipid Oxidation to Food Processor. Marcel Dekker Inc. New York

Wardhana, M.T. 2012. Rekristalisasi Pelarut Suhu Rendah Pada Pembuatan Fraksi Kaya Fitosterol Dari Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS). Skripsi. UB. Malang

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama.