Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEK (PPI)
KAJIAN BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SUKUN
(ARTOCARPUS ALTILIS (PARKINSON EX F.A.ZORN) FOSBERG), DAUN
ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) DAN DAUN LIDAH MERTUA
(SANSEVIERIA TRIFASCIATA PRAIN) DALAM MENGHAMBAT Α-
AMILASE SECARA IN VITRO
Tim Pengusul
Ketua Peneliti (Lusi Putri Dwita, M.Si., Apt. NIDN 0321028801)
Anggota Peneliti (Vivi Anggia, M.Farm, Apt. NIDN 0313028702)
Nomor Surat Kontrak Penelitian: 501/F.03.07/2017
Nilai Kontrak : Rp.15.750.000
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
TAHUN 2018
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Pencarian sumber pengobatan diabetes masih merupakan menjadi perhatian penelitian di dunia. Flavonoid, khususnya
kuersetin merupakan salah satu golongan senyawa yang tersebar luas pada tumbuhan dan telah diteliti aktivitas
hambatannya terhadap enzim α-amilase. Tanaman Indonesia yang telah digunakan secara empiris sebagai antidiabetes
diantaranya adalah Sukun, Alpukat, dan Lidah mertua. Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas ektrak etanol
70% daun sukun, daun alpukat dan daun lidah mertua dalam menghambat enzim α-amilase serta mengidentifikasi
kandungan kuersetin dari masing-masing ekstrak tanaman. Sampel daun diekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi, dilanjutkan skrining fitokimia dan identifikasi senyawa kuersetin menggunakan metode LC-MS. Daya
inhibisi enzim α-amilase diuji secara in vitro dengan mengukur absorbansi dinitrosalisilat menggunakan
spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 524 nm. Hasil pengujian menunjukkan ekstrak etanol 70 % daun
alpukat, daun lidah mertua, dan daun sukun memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 139.06 µg/ml, 158,32 µg/mL
dan 156,04 𝜇g/ml. ketiga tanaman menunjukkan potensi dalam menghambat enzim alfa amilase, dimana potensi
tertinggi ditunjukkan oleh daun alpukat dengan potensi relatif sebesar 30,72% dibandingkan akarbose.
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i
SURAT KONTRAK PENELITIAN ................................................................ ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................
1.4 Urgensi Penelitian .........................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................
3.1 Lokasi Penelitian ...........................................................................
3.2 Alat Penelitian ...............................................................................
3.3 Bahan Penelitian ............................................................................
3.4 Prosedur Penelitian ......................................................................
3.5 Analisis Data .................................................................................
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................
BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI...............................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................
1
1
2
2
2
3
10
10
10
10
10
15
16
22
22
23
25
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan endokrin atau gangguan metabolik dengan
peningkatan prevalensi global. Kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemik) adalah gejala dari
diabates mellitus sebagai konsekuensi dari tidak memadainya sekresi insulin pankreas atau
buruknya insulin yang dihasilkan untuk memobilisasi glukosa yang diarahkan oleh sel target (Piero
et al. 2015). Indonesia berada diurutan ke empat dalam urutan prevalensi diabetes mellitus
tertinggi di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Jumlah penderita ini kian bertambah
dari tahun-ketahun, khususnya penderita DM tipe 2 (Ristedikti 2016). Data Perkumpulan
Endokrinologi (PERKENI) terbaru di tahun 2015 menyatakan bahwa jumlah penderita diabetes
mellitus di Indonesia mencapai 9,1 juta orang. Indonesia mengalami peningkatan dari peringkat
ke-7 menjadi peringkat ke-5 teratas di antara negara-negara dengan jumlah penderita terbanyak
dunia.
Hiperglikemia postprandial pada penderita diabetes mellitus dapat dicegah melalui
penghambatan enzim α-amilase (Whitcomb and Lowe 2007). Enzim ini bertanggung jawab dalam
proses penguraian karbohidrat menjadi bentuk glukosa dan maltosa, yaitu dengan menghidrolisis
ikatan glukosa yang terdapat di dalam pati, glikogen dan turunan polisakarida lainnya melalui
pemotongan ikatan α-1,4-glikosidik (Sundarram and Murthy 2014). Inhibisi kerja enzim α-amilase
secara efektif dapat mengurangi pencernaaan karbohidrat kompleks dan absorbsi glukosa ke dalam
darah sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita diabetes mellitus (de
Sales et al. 2012).
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang memberikan peranan penting terhadap
inhibisi kerja enzim alfa amylase. Quercetin merupakan salah satu golongan senyawa flavonoid
telah diteliti memberikan hambatan yang baik terhadap enzim α-amilase dibandingkan α-
glukosidase (Tadera et al., 2016). Quercetin merupakan senyawa flavonoid, bagian dari polifenol
yang terkandung pada berbagai jenis tumbuhan dan terdistribusi luas pada makanan seperti buah-
buahan dan sayur-sayuran (Coşkun et al. 2004). Daun alpukat (Persea americana Mill), daun lidah
mertua (Sansevieria trifasciata Prain.) dan daun sukun (Artocarpus altilis (Parkinson Ex
F.A.Zorn) Fosberg) adalah tanaman yang telah banyak dimanfaatkan secara tradisional oleh
masyarakat untuk berbagai penyakit, salah satunya untuk pengobatan diabetes.
2
Pada studi ini dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai aktivitas hambatan ekstrak daun
alpukat, daun lidah mertua dan daun sukun terhadap enzim α-amilase dan identifikasi senyawa
quercetin, sebagai salah satu senyawa yang memberikan peranan penting terhadap aktivitas
hambatan enzim α-amilase.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan pengujian aktivitas dari tiga buah
tanaman Indonesia yaitu daun sukun, daun alpukat dan daun lidah mertua yang digunakan secara
empirik untuk mengatasi diabetes mellitus sehingga dapat diketahui kemungkinan mekanisme
kerja dari tanaman tersebut sebagai antidiabetes, salah satunya melalui hambatan enzim alfa
amilase.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui aktivitas ekstrak etanol 70% daun sukun, daun alpukat dan lidah mertua
dalam menghambat enzim alfa amilase.
1.4 Urgensi Penelitian
Indonesia mengalami peningkatan dari peringkat ke-7 menjadi peringkat ke-5 teratas di
antara negara-negara dengan jumlah penderita terbanyak dunia. Tingginya prevalensi diabetes
mellitus membuktikan bahwa diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
sangat serius dan membutuhkan penanganan yang tepat bagi penderitanya. Oleh karena itu
dibutuhkan kandidat-kandidat obat baru untuk penenangan diabetes mellitus, salah satu nya
melalui mekanisme hambatan enzim alfa amilase.
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman dan Kandungan Fitokimia
a. Alpukat
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat Persea americana atau Persea gratissima
(sinoim) adalah sebagai berikut (Plantamor 2016) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Marga : Persea
Spesies : Persea americana Mill.
1. Nama Daerah
Di Indonesia, tanaman alpukat dikenal dengan pohon nama alpuket (Jawa Barat),
alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo
mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) (Prihatman 2000). Sedangkan di negara-
negara lain dikenal dengan nama bo (Vietnam), buah mentega, avokado & apokado
(Malaysia), luk noel & awokhado (Thailand), yiu lie (Cina) dan avocado (Inggris)
(Plantamor 2016).
2. Deskripsi Tumbuhan
Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan
diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Alpukat terbagi menjadi tiga ras,
yaitu ras Meksiko, Guatemala dan Hindia Barat. Alpukat merupakan pohon dengan
tinggi 3-10 meter dengan batang bulat, berkayu dan berwarna cokelat kotor. Batang
bercabang banyak dengan ranting berambut halus dan daun tunggal yang bertangkai
sepanjang 1,5-5 cm. Letak tumbuh daunnya berdesakan di ujung ranting, daun tebal
berbetuk lonjong hingg oval, serta ujung dan pangkalnya runcing. Tepi daun kadang-
kadang agak menggulung ke atas dengan daun muda berwarna kemerahan dan berambut
rapat serta daun tua berwarna hijau dan tidak berbulu. Bentuk bunga majemuk,
berkelamin dua dan tersusun dalam malai yang keluar dekat ujung ranting dengan warna
bunga kuning kehijauan. Buah buni berbentuk bundar atau bulat telur berwarna hijau
4
atau hijau kekuningan berbintik-bintik ungu atau keseluruhan berwarna ungu dengan
panjang 5-20 cm, berbiji satu dengan diameter 2,5-5 cm dan keping biji berwarna putih
kemerahan. Daging buah yang sudah masak berwarna hijau kekuningan dan bertekstur
lunak (AgroMedia 2008).
3. Kandungan Kimia
Buah alpukat mengandung saponin. alkaloid, flavonoid dan tanin serta daun yang
juga mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, polifenol, quersetin dan gula alkohol
persiit (AgroMedia 2008).
b. Lidah Mertua
Tumbuhan daun lidah mertua dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(www.plantamor.com) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Famili : Agavaceae
Genus : Sansevieria
Spesies : Sansevieria trifasciata Hort. ex Prain
1. Nama Daerah
Sumatera : Ki Kolo, letah menyawak (Sumatera), Lidah buawaya
Jawa : Nenas belanda (Sunda), Pacing towo (Jawa), Mandalika (Madura)
(Depkes RI 1997)
2. Deskripsi Tumbuhan
Lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain) merupakan herba menahun, tinggi
mencapai 1,8 m dengan akar rimpang, bulat, dan berwarna kuning oranye. Daun
tunggal, berkumpul sebagai roset akar, 2-6 helai daun tumbuh berkumpul di pangkal
akar, bentuk lanset, panjang 15-150 cm, lebar 4-9 cm, permukaan licin, dan berwarna
hijau bernoda putih atau kuning. Bunga majemuk bentuk tandan, diujung akar rimpang,
bertangkai panjang, tandan bunga panjang 40-85cm, berkas bunga berbilang 5-10, daun
pelindung menyerupai selaput kering, benang sari 6, menempel pada tabung mahkota
bagian atas, kepala putik membulat, dasar mahkota membentuk tabung, panjang ± 1
cm, ujung berbagi 6, berwarna putih kekuningan. Buah buni, berbiji 1-3, bulat dengan
5
diameter 5-8 mm dan berwarna hijau. Biji berbentuk bulat telur dan berwarna hitam.
Akar serabut berwarna kuning oranye (Depkes RI 1997).
3. Kandungan Kimia
Daun dan rimpang lidah mertua (Sansevieria trifasciata Prain) mengandung
saponin, kardenolin, disamping itu daunnya juga mengandung polifenol (Depkes RI
1997). Kandungan kimia daun dan rimpang lidah mertua yang telah dilaporkan adalah
vitamin C, tanin, glukogalin, asam galat, asam elegat, korilagin, terchebin chebulagic
acid, chebulinic acid, 3,6-digaloilglukosa, mucid acid, abamagenin, phylembic acid
dan emblikol (Hariana, 2008). Daun lidah mertua mengandung alkaloid, flavonoid,
saponin, glikosida, terpenoid, tanin, protein dan karbohidrat (Sunilson 2009).
c. Daun Sukun
Tumbuhan daun sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Plantamor, 2017) :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg
1. Nama Daerah
Tanaman sukun terdapat di berbagai wilayah di Indonesia, dan dikenal dengan
berbagai nama seperti, sukun, timbul, kelewih, kaluwen (Jawa), suune (Ambon), amo
(Maluku Utara), kamandi, urknem atau beitu (Papua), karara (Bima, Sumba dan Flores),
susu aek (Rote), naunu (Timor), hatopul (Batak), baka atau bakara (Sulawesi Selatan).
Nama lain sukun di berbagai negara yaitu : breadfruit (English), fruit a pain (French),
fruta pao, pao de massa (Portuguese), broodvrucht, broodboom (Holland), dan ulu
(Hawai) (Siregar 2009).
2. Deksripsi Tanaman
Tinggi pohon sukun dapat mencapai 30 m, dapat tumbuh baik sepanjang tahun
evergreen di daerah tropis basah dan bersifat semi-deciduous di daerah yang beriklim
monsoon. Batang memiliki kayu yang lunak, tajuknya rimbun dengan percabangan
6
melebar ke arah samping, kulit batang berwarna hijau kecoklatan, berserat kasar dan
pada semua bagian tanaman memiliki getah encer. Akar tanaman sukun biasanya ada
yang tumbuh mendatar/menjalar dekat permukaan tanah dan dapat menumbuhkan tunas
alami. Tanaman sukun berdaun tunggal yang bentuknya oval-lonjong, ukuran panjang
20-60 cm dan lebar 20-40 cm, dengan tangkai daun 3-7 cm (Adinugraha dkk 2014).
3. Kandungan Kimia
Artocarpus altilis (Park) Fosberg mengandung beberapa zat berkhasiat seperti
saponin, polifenol, asam hidrosianat, asetilkolin, tanin, riboflavin, fenol. Daun tanaman
ini juga mengandung kuersetin, kaporol dan artoindonesianin. Dimana artoindonesianin
dan kuersetin adalah kelompok senyawa dari flavonoid (Shabella 2012).
2.2 Metode Ekstraksi
Metode maserasi digunakan untuk simplisia kering dengan cairan penyari yang
direkomendasikan adalah etanol atau campuran etanol-air. Maserasi dilakukan dengan
cara satu bagian simplisia dimasukkan kedalam bejana maserasi (maserator), ditambahkan
10 bagian cairan penyari dan direndam selama 6 jam sambil sekali-kali diaduk, kemudian
didiamkan hingga 24 jam. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan
antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Maserat
dipisahkan dengan separator dan jika dibutuhkan proses dapat diulangi dengan jumlah dan
jenis cairan penyari yang sama, kemudian semua maserat dikumpulkan dan diuapkan
hingga mencapai kekentalan yang diinginkan. Keuntungan dari maserasi adalah
pengerjaannya mudah, peralatannya murah dan sederhana serta dapat digunakan untuk
mengekstrak atau menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil
Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang
digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu,
beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. (BPOM RI 2013 ;
Mukhriani 2014) .
7
2.3 Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang dikarenakan adanya kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin
(sensitivitas) atau keduanya (Dipiro et al 2014). Diabetes mellitus yang ditandai dengan
hiperglikemia dapat menyebabkan komplikasi seperti retinopati, neuropati, nefropati dan
penyakit jantung (Hsieh et al 2010).Jenis DM yang dapat diatasi dengan antidiabetik oral
adalah DM tipe 2, yaitu DM yang diakibatkan oleh penurunan respon biologi terhadap
insulin. Hal ini disebut dengan resistensi insulin di mana terjadi defisiensi insulin relatif
(Aravind and Sridevi 2017).
Timbulnya DM tipe 2 dikaitkan akibat dari diet gaya barat, meningkatnya obesitas,
gaya hidup dan peningkatan populasi minoritas. DM tipe 2 ditandai dengan kombinasi
beberapa tingkat resistensi insulin dan relatif kurangnya sekresi insulin (yang cukup untuk
menormalkan kadar glukosa plasma) dari waktu ke waktu. Kebanyakan individu dengan
DM tipe 2 menunjukkan obesitas perut, yang dengan sendirinya menyebabkan resistensi
insulin. Selain itu, hipertensi, dislipidemia dan peningkatan tingkat plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1) yang berkontribusi pada keadaan hiperkoagulasi dan sering hadir dalam
pasien DM (DiPiro 2014). Penderita DM tipe dua biasanya mengalami lesu, poliuria,
nokturia dan polidipsia serta penurunan berat badan secara signifikan yang lebih sering
terjadi pada pasien kelebihan berat badan atau obesitas (DiPiro 2015). Diabetes tipe 2
memiliki kecenderungan genetik yang kuat dan lebih sering terjadi pada semua kelompok
etnis selain yang dari keturunan Eropa (DiPiro 2014) .
a. Akarbose
Obat antidiabetik oral terdiri dari beberapa golongan, yaitu GLP-1 reseptor
agonis, amylinomimetic, sulfonilurea, meglitinide, biguanid, thiazolidinedin,
inhibitor DPP4 dan inhibitor alfa glukosidase. Akarbose adalah termasuk dari obat
golongan inhibitor alfa glukosidase, yaitu bekerja dengan sasaran pencegahan
hiperglikemia postprandial. Akarbose adalah suatu pseodo-tetrasaccharida, yaitu
molekul gula yang terdapat ikatan nitrogen antara bagian pertama dan kedua dari
molekul gula tersebut. Modifikasi ini menjadikan akarbose memiliki afinitas yang
lebih tinggi dari enzim α-glukosidase, sehingga memungkinkan akarbose untuk
berkompetitif dengan α-glukosidase dalam berikatan dengan karbohidrat di saluran
8
cerna (Dinicolantonio, Bhutani, and Keefe 2015). Hanya karbohidrat dalam bentuk
glukosa dan fruktosa yang dapat diabsorbsi, sehingga hambatan peruraian
polisakarida atau oligosakarida menjadi glukosa akan menghambat absobrsi glukosa
(Priyanto 2009). Proses tersebut akan mengakibatkan kadar gula darah menjadi turun
dan mendekati normal, yaitu kadar gula puasa <110 mg/dl dan kadar gula 2 jam
setelah tes toleransi glukosa <140 mg/dl.Selain menghambat enzim α-glukosidase,
akarbose juga bisa menghambat enzim α-amylase (Kalra 2014).
2.4 Enzim α-Amylase
a. α -Amylase
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dapat
mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif
membentuk metabolisme perantara antar sel. Enzim bekerja tanpa mengubah reaksi dan
juga tidak mengubah kesetimbangan reaksi. Enzim bekerja secara spesifik, artinya setiap
enzim umumnya mengatalisis suatu reaksi tertentu saja untuk suatu substrat (zat yang
direaksikan) yang tertentu (Sinaga 2012).
Enzim amilase adalah sekelompok enzim yang merombak pati, glikogen, dan
polisakarida lain. Enzim amilase memotong rantai polisakarida yang panjang,
menghasilkan campuran glukosa dan maltosa. Enzim amilase dihasilkan oleh berbagai
jenis organisme hidup, mulai dari tumbuhan, manusia dan hewan. Kelompok enzim ini
memiliki banyak variasi dalam aktivitasnya, sangat spesifik, tergantung pada sumber
organismenya dan tempatnya bekerja. Enzim α-amilase terdapat dalam saliva dan
pankreas dapat memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum disebut endoamilase dan
juga memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum. (Toha 2010).
Hasil hidrolisis enzim α-amilase yaitu berupa maltosa dan berbagai jenis α-limit
dekstrin yaitu oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gula yang semuanya
mengandung ikatan α-1,6 (Obiro dkk 2008). Enzim α-amilase umumnya aktif bekerja
pada kisaran suhu 25-95oC dan bersifat stabil pada kisaran pH antara 5,5 dan 8,0. Enzim
α-amilase memiliki beberapa sisi aktif yang dapat mengikat 4 hingga 10 molekul substrat
sekaligus (Whitcomb & Lowe 2007).
9
b. Uji Penghambatan Enzim α-Amylase
Dalam mengatasi kadar glukosa darah yang melebihi normal, bisa diatasi dengan
cara menghambat enzim α-amylase (Rais et al. 2013). Dengan dihambatnya enzim ini,
maka akan mencegah terjadinya pemecahan karbohirat menjadi glukosa.
Penghambatan enzim α-amylase dilakukan dengan cara mencampurkan ekstrak dengan
buffer sodium fosfat 0,02 M lalu dicampur dengan enzim α-amylase dan kemudian
diinkubasi pada suhu 25oC selama 10 menit. Campuran tersebut kemudian
ditambahkan dengan pati yang telah dicampur dengan buffer sodium fosfat 0,02 M dan
diinkubasi kembali pada suhu dan waktu yang sama. Reaksi kemudian dihentikan
dengan penambahan reagen DNS atau asam 3,5-dinitrosalicylic, yaitu suatu metode
yang digunakan untuk mengukur gula pereduksi dengan teknik kolorimetri yang
menyerap cahaya pada panjang gelombang 540 nm (Thalapaneni, Chidambaram, &
Ellappan, 2008). Oleh karena itu, hasil dari perlakuan di atas diukur absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotomete UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm.
2.5 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi sebagai panjang
gelombang. (Gandjar 2007). Spektrofotometer ultraviolet-visible (UV-Vis) adalah alat
instrumen analisis yang termasuk dalam spektroskopi absorpsi (Khopkar 2010).
Prinsip spektrofotometer UV-Vis adalah radiasi pada rentang gelombang 200-700 nm
dilewatkan melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada ikatan di dalam molekul
menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses
menyerap sejumlah energi yang melewati larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut
ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang gelombang radiasi yang diserap. Faktor-
faktor yang mengatur serapan radiasi pada daerah UV/Vis adalah adanya gugus kromofor dan
ausokrom. Kromofor adalah sistem ikatan rangkap yang diperpanjang, sedangkan ausokrom
adalah gugus hidroksil dan gugus amino yang dipengaruhi oleh pH (Watson 2009).
10
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia, Biokimia, dan Kimia Terpadu Fakultas
Farmasi dan Sains, Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Jakarta
Timur.
3.2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan analitik, kain flanel, ayakan
mesh 40, toples kaca, kertas saring, vacuum rotary evaporator, hotplate, tabung reaksi, pipet tetes,
batang pengaduk, corong, labu ukur, gelas ukur, beaker glass, lemari asam, Spektrofotometer Uv-
Vis, blender, pH meter, kuvet kuarsa, magnetic stirrer, waterbath dan pipet mikro 10-100 μL dan
100-1000 μL.
3.3. Bahan Penelitian
a. Simplisia
Simplisia diperoleh dari Balai Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor.
Determinasi di lakukan di Herbarium Bogoriense, Balitbang Botani-Puslitbang Biologi LIPI
Bogor.
b. Bahan Kimia
Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades, akuades bebas CO2, etanol 70%, metanol,
HCl pekat, HCl 2N, logam Mg, FeCl3, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, eter, asam asetat
anhidrat, H2SO4 pekat, KH2PO4, NaOH, natrium kalium tertrat, soluble starch dan reagen
dinitrosalisilat (DNS) yang terdiri dari: Asam 3,5-dinitrosalisilat.
c. Bahan Uji
Enzim α-amilase dari Bacillus amyloliquefeciens yang diperoleh dari PT. ELO KARSA
UTAMA Kebayoran lama, Jakarta.
d. Bahan Pembanding
Bahan pembanding sebagai kontrol positif yaitu akarbosa (1 tablet glukobay mengandung
50 mg akarbosa).
e. Instrumen :
Identifikasi dengan LC-MS dilakukan untuk mengetahui adanya kandungan senyawa
kuersetin pada ekstrak tanaman uji. LC-MS analysis was carried out with the instrument of Agilent
11
Technologies 7890 with Auto Sampler and 5975 Mass Selective Detector and gas chromatograph
interfaced to a mass spectrometer instrument employing the following conditions: HP Ultra 2.
Capilarry coloumn; length (m) 30x0.25 (mm) I.D x 0.25 (µm) Film Thickness, operating in
electron impact mode at 70eV; Helium gas was used as carier gas at a constant flow of 1.2 µl/menit
and injection volume of 5 µl was employed (split ration 100:1) injection port temperature 250oC;
ion source temperature 230oC. Initial oven temperature at 80oC hold for 0 minute, rising at 3oC/
min to 150oC hold for 1 minute and finally rising 20oC/min to 280oC hold for 26 minutes.
3.4. Prosedur Penelitian
1. Determinasi Simplisia
Determinasi simplisia dilakukan untuk memastikan kebenaran simplisia yang akan dipakai.
Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI
Bogor.
2. Pengumpulan dan Penyediaan Bahan Uji
Bahan yang digunakan untuk uji aktivitas inhibitor adalah daun lidah mertua segar yang
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Kementrian Pertanian, Bogor.
Daun lidah mertua segar sebanyak 10 kg dibersihkan dari pengotor, dicuci dengan air mengalir,
dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Didapat daun kering sebanyak ± 1 kg, kemudian
dibuat serbuk dengan cara digiling dan diayak dengan ayakan nomor 40. Serbuk disimpan dalam
wadah bersih, kering dan tertutup.
3. Pembuatan Ekstrak Etanol 70% Daun Alpukat, Lidah Mertua dan Sukun
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Masing-masing satu bagian simplisia
dimasukkan kedalam maserator, lalu ditambahkan 10 bagian atau sampai terendam cairan penyari
yaitu etanol 70%. Direndam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk agar zat aktif yang
terdapat pada simplisia terlarut, kemudian didiamkan selama 24 jam. Maserat dipisahkan dengan
menggunakan kertas saring, proses penyarian diulangi sebanyak 3 kali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama (BPOM RI 2012). Untuk menentukan akhir maserasi dilakukan dengan cara
organoleptis, seperti warna dan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada maserat terakhir.
Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunkan vacuum rotary evaporator.
4. Pemeriksaan Mutu Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata
Prain)
12
a. Pemeriksaan Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi pemeriksaan bentuk, warna, bau, dan rasa terhadap ekstrak
(Depkes RI 2000).
b. Penetapan Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya hidrat yang terkandung atau banyaknya air yang terserap
oleh zat. Sejumlah zat uji ditimbang dengan seksama yang diperkirakan mengandung 2-4 ml air
dan dimasukkan kedalam labu. Sebanyak kurang lebih 200 ml toluen P dimasukkan kedalam labu,
lalu dihubungkan dengan alat. Toluen P dituangkan ke dalam tabung penerima melalui alat
pendingin. Labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen telah mendidih, suling
dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air tersuling, kemudian
kecepatan penyulingan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian
dalam pendingin dicuci dengan toluen sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang disambung
pada sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan setelah 5
menit, kemudian tabung pengeringan dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Jika ada tetesan
yang melekat pada dinding tabung penerima, digosok dengan karet yang diikat pada sebuah kawat
tembaga dan dibasahi dengan toluen hingga tetesan air turun. Setelah air dan toluen memisah
sempurna, volume air dilihat. Kadar air dihitung dalam % b/v (Depkes RI 2002).
c. Perhitungan Rendemen
Perhitungan rendemen ekstrak dengan cara menghitung jumlah ekstrak kering yang
didapatkan kemudian dibagi dengan jumlah serbuk kering sebelum dilakukan ekstraksi kemudian
dikalikan 100%.
Rendemen ekstrak = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 x 100%
5. Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Daun Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata
Prain) (Depkes RI 2000)
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan alkaloid,
saponin, flavonoid, tanin, steroid dan terpenoid. Prosedur masing–masing pengujian adalah
sebagai berikut :
a. Alkaloid
Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml HCl 2 N dan 9 ml
akuades, dipanaskan di atas penangas air pada suhu 100oC selama 2 menit, kemudian didinginkan
13
dan disaring. Dipindahkan hasil saringan dan dibagi ke dalam 2 tabung reaksi. Pada tabung
pertama diberi pereaksi Dreagendroff, jika terbentuk endapan berwarna merah, maka
menunjukkan adanya alkaloid. Pada tabung kedua diberi pereaksi Mayer, jika terbentuk endapan
berwarna putih, maka menunjukkan adanya alkaloid.
b. Saponin
Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml air
panas, setelah itu didinginkan dan dikocok kuat-kuat selama 10 detik, sehingga terbentuk buih
yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1–10 cm. Penambahan 1 tetes HCl 2 N,
buih tidak hilang, maka menunjukkan adanya saponin.
c. Flavonoid
Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 ml metanol,
dipanaskan di atas penangas air pada suhu 100oC, lalu disaring dan filtratnya ditambahkan HCl
pekat dan logam Mg. Terbentuknya warna merah menunjukkan sampel mengandung flavonoid.
d. Tanin
Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 12,5 ml air, dididihkan
di atas penangas air pada suhu 100oC selama 5 menit, kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat
ditambahkan 1-2 tetes FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan
adanya tanin.
e. Terpenoid dan Steroid
Dimasukkan 50 mg ekstrak ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 2 ml etanol, dipanaskan
sebentar, kemudian didinginkan dan disaring. Filtratnya diuapkan lalu ditambahkan eter, 3 tetes
asam asetat anhidrat dan 1 tetes H2SO4 pekat, jika terjadi perubahan warna merah atau ungu
menunjukkan adanya terpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid.
6. Pembuatan Reagen
a. Larutan Dapar Fospat pH 6,9
Larutan kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) 0,2 M (4,0827 g dalam 150 ml akuades) dibuat
dengan cara mencampurkan 125 ml dengan 56 ml larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,2 M (0,8
g dalam 100 ml akuades) kemudian dienverkan dengan akua bebas CO2 hingga 500 ml (Depkes
RI 1979).
14
b. Larutan Substrat (Pati) 1 %
Ditimbang seksama 1 g pati kentang dilarutkan dalam 100 ml dapar fosfat, kemudian
dididihkan selama 15 menit dan setelah dingin ditambahkan akuades untuk mendapatkan volume
yang sama dengan volume awal.
c. Larutan Akarbosa
Ditimbang seksama 7,5 mg akarbosa dilarutkan dalam 50 ml dapar fosfat pH 6,9 maka
diperoleh konsentrasi sebesar 150 µg/ml. Kemudian larutan akarbosa konsentrasi 150 µg/ml
dilakukan pengenceran menggunakan dapar fosfat pH 6,9 hingga diperoleh konsentrasi 95, 61, 39,
25 dan 16 µg/ml.
d. Pembuatan Reagen DNS (Dinitrosalisilat)
Reagen DNS terdiri dari dua campuran larutan yaitu larutan A dan larutan B. Larutan A
terdiri dari 5 g Asam 3,5-dinitrosalisilat dan 5 g NaOH 2N dilarutkan dalam 100 ml akuades.
Larutan B terdiri dari 150 g Na/K tartrat dilarutkan dalam 200 ml akuades. Larutan A dan B
dicampur, lalu dicukupkan dalam labu takar dengan akuades bebas CO2 hingga volumenya 500
ml, kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama satu malam. Larutan dimasukkan ke
dalam botol berwarna gelap dan disimpan pada suhu 4oC (Bintang 2010).
7. Uji Inhibisi Enzim α-Amilase Secara In Vitro
Sebanyak 500 µl sampel uji (ekstrak etanol 70% daun lidah mertua 90, 150, 260, 450, serta
780 µg/ml dan akarbosa 16, 25, 39, 61, 95 dan 150 µg/ml) ditambahkan ke 500 µl 0,02 M dapar
fosfat (PH 6,9 dengan 0,006 M NaCl) yang mengandung larutan α-amilase (0,5 µg/ml) dan
diinkubasi pada 25°C selama 10 menit. Ditambahkan larutan pati 1% (b/v) sebanyak 500 µl pada
0,02 M dapar fosfat yang ditambahkan ke masing-masing tabung pada interval waktunya,
kemudian diinkubasi kembali pada suhu 25°C selama 10 menit. Setelah inkubasi kedua, reaksi
dihentikan dengan penambahan pereaksi DNS sebanyak 1000 µl. Tabung reaksi kemudian
diinkubasi dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian didinginkan sampai suhu kamar.
Selanjutnya ditambahkan 10.000 µl akuades pada campuran reaksi dan diencerkan, lalu dilakukan
pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 540 nm (Thalapaneni et al. 2008).
15
Tabel 1. Komposisi Larutan Pada Uji Aktivitas Inhibisi α-Amilase
Larutan Ekstrak (µl) Dapar (µl) Enzim(µl) Pati (µl) DNS (µl) Akuades (µl)
Blanko - 1000 - 500 1000 10.000
Kontrol Blanko - 500 500 500 1000 10.000
Kontrol Sampel 500 500 - 500 1000 10.000
Sampel 500 - 500 500 1000 10.000
Akarbosa 500 - 500 500 1000 10.000
8. Analisis Data
a. Persentase Inhibisi dan IC50
Persentase inhibisi digunakan untuk melihat adanya penghambatan enzim α-amilase serta
membandingkan reaksi enzim substrat, sehingga dapat digunakan untuk menentukan daya inhibisi
(Trinoviani, Kholisoh, and Ar-rifa 2016). Persentase inhibisi dengan rumus:
% inhibisi = 𝐴𝑏𝑠 𝐶−𝐴𝑏𝑠 𝑋
𝐴𝑏𝑠 𝐶 x 100%
Keterangan :
C = Abs kontrol blanko – Abs blanko
X = Abs sampel – Abs kontrol sampel
Data yang diperoleh dari inhibisi (%) dianalisis menggunakan analisis probit untuk
menghitung nilai IC50. Nilai IC50 dapat dihitung menggunakanpersamaan Regresi linier, hubungan
antara logaritma konsentrasi sebagai X dengan Probit sebagai Y. Angka IC50 didapat dengan cara
memasukkan nilai 5 sebagai Probit ke dalam persamaan Regresi linier, kemudian hasil substitusi
di antilogaritma. Hasil tersebut merupakan angka IC50 (Wulan et al. 2015).
b. Potensi Relatif
Potensi relatif digunakan untuk melihat besarnya potensi sampel atau ekstrak dalam
penghambatan terhadap enzim α-amilase yang dibandingkan dengan kontrol positif berupa
akarbosa. Potensi relatif dihitung dengan menggunakan rumus (P et al. 2011):
Potensi relatif = Nilai IC50 akarbosa
Nilai IC50 ekstrak etanol daun lidah mertua × 100%
16
BAB 4. HASIL DAN KESIMPULAN
Aktivitas penghambatan enzim α-amilase bermanfaat dalam mengatasi hiperglikemia pada
pasien diabetes mellitus dengan cara mengurangi pencernaaan karbohidrat kompleks dan absorbsi
glukosa ke dalam darah sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa pada penderita
diabetes mellitus (Shinde et al. 2008). Pengujian penghambatan enzim α-amilase dilakukan untuk
mengetahui penurunan aktivitas enzim α-amilase dalam memecah pati. Prinsip pengujian adalah
melihat reaksi antara maltosa, hasil penguraian pati, dan glukosa dengan DNS (3,5-dinitrosalisilat)
sehingga menghasilkan warna. Reaksi dihentikan dengan pemanasan pada suhu 1000C selama 5
menit agar enzim terdenaturasi (Samudra et al. 2015).
Hasil uji aktivitas penghambatan enzim α-amilase ditunjukkan dengan nilai IC (Inhibition
Concentration). IC50 adalah konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% enzim
α-amilase. Hasil inhibisi yang diperoleh dianalisis dengan tabel Probit. Pengujian aktivitas ekstrak
etanol daun lidah mertua dalam menghambat enzim α-amilase dibandingkan dengan akarbosa.
Gambar. Hasil Uji Aktivitas inhibisi Alfa-Amilase Sampe UJi
02468
0 1 2 3 4
Prob
it
Log Konsentrasi (μg/ml)
Daun Alpukat
Daun Lidah Mertua
Daun Sukun
Akarbosa
17
Gambar. Hasil IC50 Sampel Uji
Akarbosa merupakan obat antidiabetes yang dapat memperlambat absorpsi gula setelah
makan yaitu dengan menunda hidrolisis karbohidrat, disakarida dan absorpsi glukosa; serta
menghambat metabolisme sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (DiNicolantonio et al. 2015).
Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia ekstrak sampel uji
Sampel Alkaloid Flavonoid Tannin Steroid Terpenoid Saponin
Ekstrak daun alpukat + + + + - +
Ekstrak daun sukun - + + - + +
Ekstrak daun lidah
mertua
+ + + + - +
Ekstrak daun alpukat, daun lidah mertua dan daun sukun diinvestigasi lebih lanjut
mengenai kandungan kuersetinnya dengan instrument LC-MS. Berdasarkan hasil identifikasi LC-
MS diketahui bahwa kuersetin memberikan puncak maksimum pada waku retensi 19,16 (Gambar
1) dengan BM 300, 82 dan waktu retensi 20,099 dengan BM 300, 75 dan 300, 88. Sedangkan pada
seluruh ekstrak sampel uji tidak dapat diidentifikasi adanya quercetin. Pada ekstrak daun alpukat
ditemukan adanya puncak maksimum pada waktu retensi 19,55 tapi tidak ada satupun senyawa
yang memberikan BM 300,82 yang merupakan BM quersetin. Selanjutnya pada ekstrak daun
sukun dan daun lidah mertua tidak ditemukan adanya puncak kromatogram pada waktu retensi
19,16 (gambar 6, gambar 7 dan gambar 8).
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
IC50
Sampel Uji
Daun Alpukat
Daun Lidah Mertua
Daun Sukun
Akarbosa
18
Gambar 1. Kromatogram LC-MS dari kuersetin (TIC)
Gambar 2. Kromatogram LC-MS dari kuersetin pada waktu retensi 19,162
19
Gambar 3. Kromatogram LC-MS dari kuersetin pada waktu retensi 20,099
Gambar 4. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun alpukat (TIC)
20
Gambar 5. Kromatogram LC-MS ekstrak daun alpukat pada waktu retensi 20,503
Gambar 6. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun sukun (TIC)
21
Gambar 7. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun lidah mertua (TIC)
Gambar 8. Kromatogram LC-MS dari ekstrak daun lidah mertua pada waktu retensi 18,992
22
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa seluruh sampel uji memberikan hambatan
terhadap aktivitas enzim α-amilase tetapi ekstrak daun alpukat memberikan aktivitas yang lebih
baik dibandingkan ekstrak daun sukun dan lidah mertua. Hasil skrining fitokimia menunjukan
bahwa semua ekstrak uji positif mengandung flavonoid, sedangkan pada identifikasi lebih lanjut
dengan LC-MS tidak ditemukan adanya kuersetin pada seluruh sampel uji. Dari penelitian ini
dapat diketahui bahwa senyawa flavonoid yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
penghambatan enzim α-amilase ini bukanlah quercetin.
23
DAFTAR PUSTAKA
Coşkun, Ömer, Mehmet Kanter, Ferah Armutçu, and Kurtuluş Çetin. 2004. “Protective Effects Of
Quercetin, A Flavonoid Antioxidant, In Absolute Ethanol-Induced Acut Gastric Ulcer” 1 (3):
37–42.
DiNicolantonio, James J, Jaikrit Bhutani, and James H O’Keefe. 2015. “Acarbose: Safe and
Effective for Lowering Postprandial Hyperglycaemia and Improving Cardiovascular
Outcomes.” Open Heart 2 (1): e000327. doi:10.1136/openhrt-2015-000327.
Owolabi, MA, HAB Coker, and SI Jaja. 2010. “Bioactivity of the Phytoconstituents of the Leaves
of Persea Americana.” Journal of Medicinal Plants Research 4 (12): 1130–35.
doi:10.5897/JMPR09.429.
P, Sudha, Smita S Zinjarde, Shobha Y Bhargava, and Ameeta R Kumar. 2011. “Potent Alpha-
Amylase Inhibitory Activity of Indian Ayurvedic Medicinal Plants.” BMC Complementary
and Alternative Medicine 11: 5. doi:10.1186/1472-6882-11-5.
Piero, M N, G M Nzaro, and J M Njagi. 2015. “Diabetes Mellitus – a Devastating Metabolic
Disorder” 4 (40): 1–7. doi:10.15272/ajbps.v4i40.645.
Ratna Wulan, Dyah, Edi Priyo Utomo, and Chanif Mahdi. 2015. “Antidiabetic Activity of Ruellia
Tuberosa L., Role of α -Amylase Inhibitor: In Silico , In Vitro , and In Vivo Approaches.”
Biochemistry Research International 2015: 1–9. doi:10.1155/2015/349261.
Sales, Paloma Michelle de, Paula Monteiro de Souza, Luiz Alberto Simeoni, Pérola de Oliveira
Magalhães, and Dâmaris Silveira. 2012. “α-Amylase Inhibitors: A Review of Raw Material
and Isolated Compounds from Plant Source.” Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences 15 (1): 141–83. doi:10.18433/J35S3K.
Shinde, Jayantrao, Tony Taldone, Michael Barletta, Naveen Kunaparaju, Bo Hu, Sunil Kumar,
Jessica Placido, and S. William Zito. 2008. “??-Glucosidase Inhibitory Activity of Syzygium
Cumini (Linn.) Skeels Seed Kernel in Vitro and in Goto-Kakizaki (GK) Rats.” Carbohydrate
Research 343 (7): 1278–81. doi:10.1016/j.carres.2008.03.003.
Sundarram, Ajita, and Thirupathihalli Pandurangappa Krishna Murthy. 2014. “α -Amylase
Production and Applications : A Review.” Journal of Applied & Environmental Microbiology
2 (4): 166–75. doi:10.12691/jaem-2-4-10.
Tadera, Kenjiro, Yuji Minami, Kouta Takamatsu, and Tomoko Matsuoka. 2006. “Inhibition of
Alpha-Glucosidase and Alpha-Amylase by Flavonoids.” Journal of Nutritional Science and
Vitaminology 52 (2): 149–53. doi:10.3177/jnsv.52.149.
Thalapaneni, Nageswara Rao, Kumar Appan Chidambaram, Thilagam Ellappan, Mohana Lakshmi
Sabapathi, and Subhash C Mandal. 2008. “Inhibition of Carbohydrate Digestive Enzymes by
Talinum Portulacifolium (Forssk) Leaf Extract.” Journal of Complementary and Integrative
Medicine 5 (1). doi:10.2202/1553-3840.1120.
Trinoviani, Elvi, Ai Kholisoh, and Nisa Fitriani Ar-rifa. 2016. “Aktivitas Penghambatan α -
Glukosidase Seduhan Dan Ekstrak Etanol Campuran Formula Terpilih Teh Putih Dan
Stevia.”
Whitcomb, David C., and Mark E. Lowe. 2007. “Human Pancreatic Digestive Enzymes.”
Digestive Diseases and Sciences 52 (1): 1–17. doi:10.1007/s10620-006-9589-z.