143
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI Mei 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Foto oleh: Agus Mulyawan

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - bi.go.id · Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan ... Grafik 1. 30 Kunjungan Wisman ke Bali Triwulanan 35 ... Grafik 1. 41 Jumlah Penumpang Pesawat

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN EKONOMIDAN KEUANGAN REGIONALPROVINSI BALI

Mei 2016Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Bali

Foto oleh: Agus Mulyawan

1KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN

REGIONAL PROVINSI BALI

MEI 2016

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi :

Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan

Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

Jl. Letda Tantular No. 4

Denpasar – Bali, 80234

Tel. (0361) 248982

Fax. (0361) 222988

Email :

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

[email protected]

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20162

3KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Bali triwulan I 2016. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan stakeholders internal maupun eksternal Bank Indonesia mengenai informasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, keuangan, dan sistem pembayaran di Provinsi Bali.

Bank Indonesia berpandangan bahwa perekonomian daerah khususnya Bali mempunyai posisi dan peran yang strategis terhadap pembangunan ekonomi nasional serta dalam upaya menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta pembangunan nasional merupakan agregasi dari pembangunan daerah dan semakin meningkatnya proporsi inflasi daerah dalam menyumbang inflasi nasional. Oleh sebab itu Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral Republik Indonesia, menaruh perhatian yang besar terhadap upaya-upaya mendorong pertumbuhan ekonomi daerah guna semakin mendorong pertumbuhan ekonomi nasional termasuk dalam upaya pengendalian inflasi daerah guna mencapai target inflasi nasional.

Salah satu wujud dari kepedulian Bank Indonesia terhadap dinamika perekonomian daerah adalah melakukan berbagai kajian dan diseminasi hasil-hasil kajian kepada stakeholders.

Denpasar, 17 Mei 2016

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI BALI

Dewi SetyowatiKepala Perwakilan

TTD

KATA PENGANTAR Salah satunya melalui KEKR yang berisikan kajian dan informasi mengenai perekonomian daerah dan dipahami secara luas oleh seluruh pihak terkait. Selanjutnya, stakeholders dapat memanfaatkan informasi dari KEKR ini sesuai dengan kepentingan masing-masing dalam upaya perbaikan kinerja ekonomi Bali di masa depan. Kami juga berharap akan muncul ide-ide konstruktif yang dapat memberikan nilai tambah serta menjadi stimulus upaya-upaya pengembangan ekonomi daerah melalui kebijakan maupun kajian – kajian lanjutan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah masih belum sepenuhnya sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari kajian tersebut.

Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini bermanfaat bagi para pembaca.

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20164

Kata Pengantar 3

Ringkasan Umum 12

Tabel Indikator Ekonomi Provinsi Bali 15

Bab I Ekonomi Makro Regional 21

1.1. KONDISI UMUM 23

1.2. SISI PERMINTAAN 23

1.2.1. Konsumsi 24

1.2.2. Investasi 26

1.2.3. Neraca Perdagangan 28

1.3. SISI PENAWARAN 32

1.3.1. Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 34

1.3.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 36

1.3.3. Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan 37

1.3.4. Lapangan Usaha Industri Pengolahan 39

1.3.5. Lapangan Usaha Konstruksi dan Lapangan Usaha Real Estate 40

1.3.6. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 41

1.4. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BALI 42

Bab II Perkembangan Inflasi 49

2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI 51

2.2. ANALISIS PERKEMBANGAN INFLASI 52

2.2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa 52

2.2.2. Inflasi Menurut Kota 59

2.3. DISAGREGASI INFLASI 62

a) Volatile Food 62

b) Administered Prices 63

c) Core Inflation 63

2.4. PERGERAKAN HARGA DI KOTA NON SAMPEL INFLASI 65

2.5. INFLASI PEDESAAN 65

Bab III Perbankan dan Sistem Pembayaran 69

3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM 71

Daftar Isi

5KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi 72

3.1.2. Non Performing Loan (NPL) 74

3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) 74

3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN KABUPATEN/KOTA 75

3.4. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 77

3.4.1. Ketahanan Sektor Korporasi 77

3.4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga 79

3.5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 81

3.5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 81

3.5.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Nontunai 82

Bab IV Keuangan Pemerintah 97

4.1. GAMBARAN UMUM 99

4.2. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BALI 99

4.3. APBD KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI 105

4.4. ALOKASI APBN DI PROVINSI BALI 108

Bab V Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 117

5.1. KONDISI KETENAGAKERJAAN 119

5.2. NILAI TUKAR PETANI 122

5.3. TINGKAT KEMISKINAN 123

Bab VI Prospek Perekonomian 125

6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL 127

6.2. INFLASI BALI TRIWULAN II 2016 131

6.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI BALI 133

Daftar Singkatan 141

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20166

Grafik 1. 1 Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali 23

Grafik 1. 2 Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Provinsi Bali 23

Grafik 1. 3 Indeks Tendensi Konsumen 24

Grafik 1. 4 Indeks Keyakinan Konsumen 25

Grafik 1. 5 Konsumsi Listrik RT 25

Grafik 1. 6 Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama 25

Grafik 1. 7 Likert Scale Penjualan Domestik 25

Grafik 1. 8 Kredit Konsumsi 26

Grafik 1. 9 Kredit Multiguna 26

Grafik 1. 10 Perkembangan Giro Pemerintah 26

Grafik 1. 11 Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali 26

Grafik 1. 12 Likert Investasi 27

Grafik 1. 13 Perkembangan Investasi (SBT) 27

Grafik 1. 14 Perkembangan Nilai Impor Barang Modal 28

Grafik 1. 15 Penjualan Semen Provinsi Bali 28

Grafik 1. 16 Arus Barang Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Celukan Bawang 28

Grafik 1. 17 Nilai Ekspor Luar Negeri Bali 29

Grafik 1. 18 Volume Ekspor Luar Negeri Bali 30

Grafik 1. 19 Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama Tw I 2016 30

Grafik 1. 20 Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas utama 30

Grafik 1. 21 Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan 30

Grafik 1. 22 Pertumbuhan Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan 31

Grafik 1. 23 Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri Bali 31

Grafik 1. 24 Perkembangan Volume Impor Luar Negeri Bali 32

Grafik 1. 25 Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC 32

Grafik 1. 26 Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC 32

Grafik 1. 27 Pangsa Kategori Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali Triwulan I 2016 34

Grafik 1. 28 Andil Kategori terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Triwulan I 2016 34

Grafik 1. 29 Perkembangan Usaha Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (SBT) 34

Grafik 1. 30 Kunjungan Wisman ke Bali Triwulanan 35

Grafik 1. 31 Kredit Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum Provinsi Bali 35

Grafik 1. 32 Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara 35

Grafik 1. 33 Asal Wisman yang Berkunjung ke Bali 36

Grafik 1. 34 Likert Scale Penjualan Domestik 36

Grafik 1. 35 Perkembangan Total Penjualan Kelompok Komoditas 36

Grafik 1. 36 Penyaluran Kredit Kategori Perdagangan Besar dan Eceran 36

Daftar Grafik

7KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

Grafik 1. 37 Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor 37

Grafik 1. 38 Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor dan Mobil 37

Grafik 1. 39 Kegiatan Dunia Usaha Pengangkutan dan Komunikasi (SBT) 37

Grafik 1. 40 Penyaluran Kredit Transportasi dan Pergudangan 38

Grafik 1. 41 Jumlah Penumpang Pesawat Udara Bandara Ngurah Rai 38

Grafik 1. 42 Jumlah Kedatangan Kargo Internasional Bandara Ngurah Rai 38

Grafik 1. 43 Arus Penumpang Laut Pelabuhan Benoa 38

Grafik 1. 44 Arus Kapal Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Celukan Bawang Provinsi Bali 39

Grafik 1. 45 Indikator Industri Besar Sedang (IBS) dan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK) 39

Grafik 1. 46 Konsumsi Listrik Industri 39

Grafik 1. 47 Kredit Kategori Industri 39

Grafik 1. 48 Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali 40

Grafik 1. 49 Perkembangan Konsumsi Semen Provinsi Bali 40

Grafik 1. 50 Kredit KP Apartemen 40

Grafik 1. 51 Kredit KPR Tipe s.d. 70 41

Grafik 1. 52 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer 41

Grafik 1. 53 Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Pertanian 41

Grafik 1. 54 Perkembangan Produksi Padi di Bali 41

Grafik 1. 55 Perkembangan Produksi Ikan Pengambengan 42

Grafik 1. 56 Perkembangan Kredit Kategori Pertanian 42

Grafik 1. 57 Share PDRB Kab/Kota Provinsi Bali 42

Grafik 1. 58 Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 43

Grafik 1. 59 Share Lapangan Usaha Utama PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 44

Grafik 2. 1 Inflasi Kumulatif Bali (%ytd) 51

Grafik 2. 2 Inflasi Kumulatif Nasional (%ytd) 51

Grafik 2. 3 Inflasi Kota di Bali (%yoy) 52

Grafik 2. 4 Perkembangan Inflasi Nasional dan Provinsi Bali (% yoy) 52

Grafik 2. 5 Inflasi Bulanan Kelompok Bahan Makanan Denpasar, Singaraja, dan Prov. Bali 52

Grafik 2. 6 Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali 53

Grafik 2. 7 Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali 53

Grafik 2. 8 Pergerakan Inflasi Bulanan Bawang Merah 53

Grafik 2. 9 Pergerakan Inflasi Bulanan Bawang Putih 53

Grafik 2. 10 Pergerakan Inflasi Bulanan Telur Ayam Ras 54

Grafik 2. 11 Pergerakan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras 54

Grafik 2. 12 Pergerakan Inflasi Bulanan Daging Sapi 54

Grafik 2. 13 Pergerakan Inflasi Bulanan Beras 54

Grafik 2. 14 Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali 55

Grafik 2. 15 Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali 55

Grafik 2. 16 Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali 56

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 20168

Grafik 2. 17 Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali 56

Grafik 2. 18 Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi 56

Grafik 2. 19 Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer 56

Grafik 2. 20 Inflasi Triwulanan Kelompok Sandang di Prov. Bali 57

Grafik 2. 21 Inflasi Tahunan Sandang di Prov. Bali 57

Grafik 2. 22 Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatan di Prov. Bali 57

Grafik 2. 23 Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatan di Prov. Bali 57

Grafik 2. 24 Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali 58

Grafik 2. 25 Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali 58

Grafik 2. 26 Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Prov. Bali 58

Grafik 2. 27 Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Prov. Bali 58

Grafik 2. 28 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Denpasar 59

Grafik 2. 29 Bobot Tahun Dasar (2012=100) Kelompok Pengeluaran Kota Singaraja 59

Grafik 2. 30 Disagregasi Inflasi Bulanan Provinsi Bali 62

Grafik 2. 31 Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi Bali 62

Grafik 2. 32 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah 63

Grafik 2. 33 Perbandingan Nilai Tukar Kawasan 63

Grafik 2. 34 Ekspektasi Penjualan 64

Grafik 2. 35 Ekspektasi Konsumen 64

Grafik 2. 36 Perkembangan Inflasi Perdesaan (mtm) dan Nilai Tukar Petani (NTP) 65

Grafik 2. 37 Perkembangan Inflasi Perdesaan (ytd) 65

Grafik 3. 1 Pertumbuhan Tahunan Asset, DPK dan Kredit 71

Grafik 3. 2 Komposisi dan Pertumbuhan Asset Menurut Kelompok Bank 71

Grafik 3. 3 Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) 72

Grafik 3. 4 Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank 72

Grafik 3. 5 Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank 72

Grafik 3. 6 Pertumbuhan DPK 72

Grafik 3. 7 Pertumbuhan Kredit Perbankan 73

Grafik 3. 8 Komposisi Kredit 73

Grafik 3. 9 Perkembangan Suku Bunga 73

Grafik 3. 10 Perkembangan NPL Kredit 74

Grafik 3. 11 NPL Berdasarkan Kelompok Bank 74

Grafik 3. 12 Pertumbuhan Asset, Kredit dan DPK 75

Grafik 3. 13 Loan to Deposit Ratio (LDR) 75

Grafik 3. 14 Proporsi Kredit Bank Umum Spasial 76

Grafik 3. 15 Proporsi DPK Bank Umum Spasial 76

Grafik 3. 16 Pertumbuhan kredit lokasi bank kabupaten/kota di Provinsi Bali 76

Grafik 3. 17 NPL Kabupaten/Kota Maret 2016 76

Grafik 3. 18 Jumlah Kantor Bank per 1.000 Penduduk Dewasa 77

9KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

Grafik 3. 19 Penyebaran Kantor Bank di Provinsi Bali 77

Grafik 3. 20 Jumlah ATM per 1.000 Penduduk Dewasa 77

Grafik 3. 21 Penyebaran ATM di Provinsi Bali 77

Grafik 3. 22 Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Provinsi Bali 78

Grafik 3. 23 Proporsi Kredit Sektoral Korporasi 78

Grafik 3. 24 Posisi NPL Kredit Korporasi Sektor Provinsi Bali 78

Grafik 3. 25 Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga Perjenis Penggunaan 80

Grafik 3. 26 Pertumbuhan KPR per Tipe 80

Grafik 3. 27 Posisi Kredit Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan 81

Grafik 3. 28 NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan 81

Grafik 3. 29 Perkembangan Uang Kartal di Bali 81

Grafik 3. 30 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling 82

Grafik 3. 31 Perkembangan Kliring 83

Grafik 3. 32 Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong 83

Grafik 4. 1 Perkembangan Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja APBD Provinsi Bali 2011-2016 99

Grafik 4. 2 Persentase Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016 102

Grafik 4. 3 Persentase Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016 104

Grafik 4. 4 Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2016 106

Grafik 4. 5 Anggaran belanja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2016 108

Grafik 5. 1 Perkembangan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bali 120

Grafik 5. 2 Perkiraan Penambahan Tenaga Kerja (Hasil SKDU) 120

Grafik 5. 3 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan Kegiatan usaha yang Akan Datang 120

Grafik 5. 4 NTP Bali dan Komponen Penyusunnya 122

Grafik 5. 5 Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Bali 124

Grafik 5. 6 Perkembangan Gini Ratio di Provinsi Bali 124

Grafik 5. 7 Perbandingan IPM Provinsi Bali Dengan Daerah Lain 124

Grafik 6. 1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali 127

Grafik 6. 2 Perkiraan Perkembangan Investasi 128

Grafik 6. 3 Indeks Ekspektasi Konsumen 128

Grafik 6. 4 Perkembangan Dunia Usaha 129

Grafik 6. 5 Perkembangan Dunia Usaha : Sektoral 130

Grafik 6. 6 Proyeksi Inflasi Bali 131

Grafik 6. 7 Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar Kawasan (ytd) 131

Grafik 6. 8 Ekspektasi Konsumen terhadap Perubahan Harga Barang & Jasa 132

Grafik 6. 9 Pergerakan Harga Dunia Komoditas Emas 133

Grafik 6. 10 Pergerakan Harga Dunia Komoditas Minyak WTI 133

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201610

Tabel 1. 1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan (%, yoy) 24

Tabel 1. 2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran (%, yoy) 33

Tabel 1. 3 Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali (%,yoy) 43

Tabel 2. 1 Produksi Padi 55

Tabel 2. 2 Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran 60

Tabel 2. 3 Top 5 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Denpasar 60

Tabel 2. 4 Perkembangan Inflasi Kota Singaraja Per Kelompok Pengeluaran 61

Tabel 2. 5 Top 5 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Singaraja 61

Tabel 3. 1 Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali 71

Tabel 3. 2 Perkembangan Kredit Menurut Kategori 74

Tabel 3. 3 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali 75

Tabel 3. 4 Perkembangan Rekening DPK dan Kredit per Kabupaten di Bali Maret 2016 76

Tabel 3. 5 Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali 82

Tabel 3. 6 Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong 83

Tabel 4. 1 Perkembangan Pagu Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Bali 2015-2016 100

Tabel 4. 2 Perkembangan Pagu Anggaran Belanja APBD Provinsi Bali 2015-2016 101

Tabel 4. 3 Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012-2016 102

Tabel 4. 4 Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012-2016 104

Tabel 4. 5 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2016 106

Tabel 4. 6 Anggaran dan Realisasi Belanja Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali, 2016 107

Tabel 4. 7 Pagu dan Realisasi Anggaran APBN 2015-2016 Untuk Provinsi Bali 109

Tabel 5. 1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Ribu Orang) 119

Tabel 5. 2 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (orang) 121

Tabel 5. 3 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Orang) 121

Tabel 5. 4 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (Orang) 122

Tabel 5. 5 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan (Orang) 122

Tabel 5. 6 Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi Bali 123

Tabel 6. 1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Utama Bali 131

Daftar Tabel

11KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

BOKS A SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL PRIMER TRIWULAN I 2016 : HARGA PROPERTI

RESIDENSIAL TERUS MENUNJUKKAN PENINGKATAN 45

BOKS B ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PROVINSI BALI 66

BOKS C GERAKAN PEDULI KOIN RUPIAH 87

BOKS D KPWBI PROVINSI BALI BERKERJASAMA DENGAN DESA ADAT DALAM UPAYA

MENERTIBKAN KUPVA BB 90

BOKS E PENURUNAN BI RATE BERDAMPAK PADA PENURUNAN SUKU BUNGA PERBANKAN 92

BOKS F PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KONEKTIVITAS DAN

KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI BALI 110

BOKS G KINERJA USAHA DIPERKIRAKAN TUMBUH LEBIH BAIK 135

BOKS H PANDANGAN BANK INDONESIA TERHADAP PENGEMBANGAN SMART CITY DENPASAR 139

BI 7-DAY REPO RATE 84

Daftar Boks

Seri Kebanksentralan

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201612

3,59% yoy

Inflasi Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,75% (yoy).

Perkembangan INFLASI

Sistem pembayaran nontunai mengalami peningkatan pada triwulan I 2016

Perkembangan SISTEM PEMBAYARANRealisasi Pendapatan dan Belanja daerah Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

KEUANGAN PEMERINTAH Tw I 2016Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali diperkirakan berlanjut pada triwulan II 2016

PROYEKSI PEREKONOMIAN

Perkembangan PERBANKANTingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan kemiskinan sedikit mengalami peningkatan namun kualitas hidup masyarakat terjaga seiring dengan peningkatan IPM dan menurunnya Gini Ratio

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

1 2 3 4 5 6

Tw IV 2015Tw I 2016

InflasiPertumbuhan Ekonomi

SINGARAJA

DENPASAR

4,42 yoy

3,41 yoy

KLIRING

NON TUNAI

Rp19,8T (633 lembar)Rp18,2T (614 lembar)

OUTFLOW

Rp2,9T

INFLOW

TUNAI

Rp5,07TRp2,5T

Rp4T

Rp1,51T

NET INFLOW

Rp2,1T

8,81% yoy

4,76% yoy

7,12% yoy 4,93% yoy

NPL2,38

LDR83,47

Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2016 memberikan dampak positif pada kinerja perbankan secara umum

KREDIT ASET DPK

PENDAPATAN BELANJA

TENAGAKERJA

TINGKATKEMISKINAN

7,7%19,28%

Februari 2016September 2015

September 20141,37% yoy

Februari 2015

5,25% 2,12%

Triwulan II 2016

6,06% - 6,46% yoy

6,09% - 6,84% yoy2016

4% 1% yoy

PERKEMBANGAN 6,04% Tw I 2016 5,96% Tw IV 2015

13KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

3,59% yoy

Inflasi Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,75% (yoy).

Perkembangan INFLASI

Sistem pembayaran nontunai mengalami peningkatan pada triwulan I 2016

Perkembangan SISTEM PEMBAYARANRealisasi Pendapatan dan Belanja daerah Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

KEUANGAN PEMERINTAH Tw I 2016Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali diperkirakan berlanjut pada triwulan II 2016

PROYEKSI PEREKONOMIAN

Perkembangan PERBANKANTingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan kemiskinan sedikit mengalami peningkatan namun kualitas hidup masyarakat terjaga seiring dengan peningkatan IPM dan menurunnya Gini Ratio

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

1 2 3 4 5 6

Tw IV 2015Tw I 2016

InflasiPertumbuhan Ekonomi

SINGARAJA

DENPASAR

4,42 yoy

3,41 yoy

KLIRING

NON TUNAI

Rp19,8T (633 lembar)Rp18,2T (614 lembar)

OUTFLOW

Rp2,9T

INFLOW

TUNAI

Rp5,07TRp2,5T

Rp4T

Rp1,51T

NET INFLOW

Rp2,1T

8,81% yoy

4,76% yoy

7,12% yoy 4,93% yoy

NPL2,38

LDR83,47

Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2016 memberikan dampak positif pada kinerja perbankan secara umum

KREDIT ASET DPK

PENDAPATAN BELANJA

TENAGAKERJA

TINGKATKEMISKINAN

7,7%19,28%

Februari 2016September 2015

September 20141,37% yoy

Februari 2015

5,25% 2,12%

Triwulan II 2016

6,06% - 6,46% yoy

6,09% - 6,84% yoy2016

4% 1% yoy

PERKEMBANGAN 6,04% Tw I 2016 5,96% Tw IV 2015

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201614

Pertumbuhan tahunan ekonomi Bali triwulan I 2016 mencapai 6,04% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 5,96% (yoy). Pertumbuhan

ekonomi Bali triwulan laporan juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi

nasional sebesar 4,92% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan tersebut didorong oleh

peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga, PMTB (investasi), dan peningkatan kinerja

ekspor luar negeri. Sementara dari sisi penawaran, perekonomian Bali pada triwulan I

2016 didorong oleh peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha yang memiliki share

besar terhadap perekonomian Bali, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran, Penyediaan

Akomodasi Makan dan Minum, Transportasi, Konstruksi, Jasa keuangan, Jasa kesehatan

dan Kegiatan Sosial.

Inflasi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,59% (yoy), mengalami peningkatan

dibandingkan dengan pencapaian inflasi triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 2,75%

(yoy). Namun demikian, pencapaian inflasi Bali triwulan I 2016 masih lebih rendah

dibanding inflasi Nasional yang sebesar 4,45% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan

dengan inflasi triwulan I 2015 yang sebesar 6,42% (yoy). Secara spasial, pada triwulan I

2016 inflasi di Kota Singaraja tercatat sebesar 4,42% (yoy), lebih rendah dibandingkan

dengan inflasi periode yang sama di tahun sebelumnya yaitu sebesar 8,99% (yoy).

Sementara itu, Kota Denpasar pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 3,41% (yoy),

jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 5,88% (yoy). Berdasarkan kelompok

penyumbang inflasi, tekanan inflasi pada triwulan I 2016 terutama disebabkan oleh

kelompok inti dan volatile food. Sementara itu, kelompok administered prices tercatat

sebagai penahan kenaikan laju inflasi seiring dengan kebijakan Pemerintah terkait

penurunan harga BBM, tarif angkutan, dan harga LPG 12 kg pada awal Tahun 2016.

Pada triwulan I 2016, kinerja bank umum di Provinsi Bali masih terjaga. Asset bank

umum masih mencatat pertumbuhan positif meski terjadi perlambatan dibanding

triwulan IV 2015. Perlambatan tersebut bersumber dari perlambatan pertumbuhan DPK

yang dihimpun bank umum. Demikian pula penyaluran kredit bank umum juga masih

mengalami perlambatan sejalan dengan perlambatan pertumbuhan kredit nasional. Di

sisi lain, BPR mencatat peningkatan seiring dengan peningkatan pertumbuhan DPK.

Secara spasial, penyebaran penyaluran kredit bank umum perkabupaten/kota di Provinsi

Bali masih menunjukkan konsentrasi pada daerah Denpasar, Badung, Gianyar, dan

Tabanan (SARBAGITA).

Sejalan peningkatan kinerja ekonomi Provinsi Bali pada periode triwulan I 2016,

penyaluran kredit korporasi juga menunjukkan peningkatan dibanding triwulan

sebelumnya (berdasarkan lokasi proyek), yaitu tumbuh dari 11,63% (yoy) di triwulan

Perekonomian Bali

triwulan I 2016

tumbuh meningkat

sebesar 6,04% (yoy)

Tekanan inflasi Provinsi

Bali pada triwulan I

2016 tercatat sebesar

3,59% lebih tinggi

dibanding triwulan IV

2015

Peningkatan

pertumbuhan ekonomi

pada triwulan I 2016

memberikan dampak

positif pada kinerja

perbankan secara

umum

Ringkasan Umum

15KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

IV 2015 menjadi 12,29% di triwulan I 2016. Meskipun terjadi peningkatan, kualitas

kredit korporasi menunjukkan penurunan, tercermin dari rasio Non Peforming Loan

(NPL) yang meningkat. Pada periode triwulan I 2016 nilai NPL mencapai 3,90%, lebih

tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 3,22%. Perkembangan

kinerja kredit sektor rumah tangga (RT) pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 10,89% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi

10,16% (yoy) pada triwulan I 2016. Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit

rumah tangga, rasio NPL menunjukan peningkatan yang signifikan dari 0,64% di

triwulan IV 2015 menjadi 0,87% pada triwulan I 2016.

Aktivitas transaksi sistem pembayaran tunai Provinsi Bali triwulan I 2016 berada

pada posisi net inflow sesuai dengan pola musimannya. Sementara itu, transaksi

pembayaran nontunai (dengan mekanisme kliring) mengalami peningkatan baik secara

nominal maupun jumlah transaksi. Peningkatan tersebut seiring dengan peningkatan

pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan.

Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Bali hingga triwulan I 2016 tercatat sebesar

19,28% dari total pendapatan yang ditargetkan, lebih rendah dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya sebesar 23,58%. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi

Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar 7,7%, lebih tinggi dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,29%. Secara keseluruhan kabupaten/kota di

Provinsi Bali pada triwulan I 2016, realisasi pendapatan APBD kabupaten/kota mencapai

19,76%. Sementara, realisasi belanja kabupaten/kota di Provinsi Bali pada triwulan I

2016 sebesar 8,91% atau senilai Rp 1,55 triliun.

Tingkat penyerapan tenaga kerja di Bali pada Semester I 2016 mengalami perlambatan

dibanding Semester II 2015, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan jumlah penduduk

yang menganggur (6,76%) lebih tinggi dari pertumbuhan jumlah penduduk yang

bekerja (0,31%). Kondisi ini berdampak kepada meningkatnya Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) yang pada Februari 2016 tercatat sebesar 2,12%, lebih tinggi dari Agustus

2015 yang sebesar 1,99%. Pada periode yang sama, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK) mengalami penurunan sebesar 0,23%. Meskipun melambat, namun kondisi

ketenagakerjaan di Bali masih lebih Baik dibanding Nasional. Pada periode yang sama,

TPT nasional tercatat sebesar 5,05% dan TPAK nasional sebesar 68,06%.

Dari sisi kesejahteraan petani, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Bali pada triwulan I 2016

mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015, mengindikasikan penurunan tingkat

kemampuan/daya beli petani. Penurunan tersebut terjadi pada subsektor Tanaman

Pangan, Perkebunan Rakyat, dan Perikanan. Sementara NTP subsektor hortikultura dan

subsektor peternakan menunjukkan peningkatan pada periode yang sama.

Sistem pembayaran

nontunai tercatat

mengalami

peningkatan pada

triwulan I 2016.

Kinerja kredit korporasi

dan rumah tangga

Provinsi Bali triwulan I

2016 masih terjaga

Realisasi Belanja

daerah Provinsi Bali

pada triwulan I 2016

tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan

periode yang sama

tahun sebelumnya.

Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) dan

kemiskinan sedikit

mengalami penurunan

namun kualitas hidup

masyarakat terjaga

seiring dengan

peningkatan IPM dan

menurunnya Gini Ratio

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201616

Selanjutnya dari sisi distribusi, kesejahteraan antar penduduk mengalami perbaikan

sebagaimana tercermin dari menurunnya angka gini ratio. Disisi lain, pembangunan

manusia di Provinsi Bali berada dalam kondisi yang baik, tercermin dari nilai IPM yang

jauh di atas rata-rata nasional dan merupakan IPM terbesar ke-5 di Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan II 2016 diperkirakan mengalami

peningkatan, dibanding triwulan I 2016, yaitu tumbuh pada kisaran 6,06% - 6,46%

(yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan terutama disebabkan oleh peningkatan

kinerja konsumsi pemerintah, investasi dan kinerja ekspor. Sementara itu dari sisi

penawaran, peningkatan didorong oleh peningkatan sebagian besar lapangan usaha

antara lain lapangan usaha pertanian, lapangan usaha industri pengolahan, konstruksi,

penyediaan akomodasi makan dan minum, dan transportasi dan pergudangan.

Dengan perkembangan terakhir, perekonomian Provinsi Bali untuk keseluruhan tahun

2016 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan perekonomian Bali

tahun 2015 yang tumbuh sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Bali tahun

2016 diperkirakan berada pada kisaran 6,08%-6,84% (yoy). Dari sisi permintaan,

perbaikan perkiraan perekonomian global di tahun 2016 bersumber pada perbaikan

kinerja ekspor luar negeri seiring dengan upaya ekspansi beberapa industri pengolahan.

Dari sisi penawaran, perkiraan peningkatan perekonomian bersumber dari perkiraan

peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian seiring dengan dukungan program

pengembangan peningkatan produktivitas pertanian oleh pemerintah, serta perkiraan

peningkatan pertumbuhan ekonomi di tahun 2016 yang diperkirakan terjadi seiring

dengan perkiraan peningkatan industri pariwisata dan industri pengolahan.

Berdasarkan hasil tracking sampai dengan triwulan I 2016, inflasi Bali diperkirakan

akan sebesar 3,72%±1% (yoy) pada tahun 2016, dan diharapkan dapat mendukung

tercapainya target inflasi nasional yang sebesar 4±1% (yoy). Pada triwulan II 2016,

kelompok volatile food diperkirakan melandai seiring dengan masuknya musim panen

padi dan tekanan demand yang relatif tidak setinggi triwulan I 2016. Namun demikian,

komoditas bawang merah masih perlu menjadi perhatian seiring dengan peningkatan

harga yang terjadi secara nasional dan ketergantungan Provinsi Bali terkait pasokan

komoditas bumbu-bumbuan.

Perekonomian Bali

triwulan II 2016

diperkirakan tumbuh

kisaran 6,06% -

6,46% (yoy)

Perekonomian

Bali tahun 2016

diperkirakan tumbuh

pada kisaran 6,08% -

6,84% (yoy)

Inflasi Bali 2016

diperkirakan berada

dalam kisaran

3,72%±1% (yoy).

17KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

PDRB DAN INFLASI

Tabel Indikator

3,59

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201618

PERBANKAN – BANK UMUM

INDIKATOR PERBANKAN KABUPATEN/KOTA

Rp Miliar

19KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

SISTEM PEMBAYARAN

Ekonomi Makro Regional20

Halaman ini sengaja dikosongkan

Ekonomi Makro Regional 21

Foto oleh: Agus Mulyawan

Makro Ekonomi Regional

BAB I

Ekonomi Makro Regional22

Ekonomi Makro Regional 23

1.1. KONDISI UMUM

Perekonomian Provinsi Bali pada triwulan I 2016

mencatat peningkatan pertumbuhan yaitu sebesar

6,04% (yoy) dengan output riil mencapai Rp

32 triliun. Dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan sebelumnya, capaian tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

sebelumnya (triwulan IV 2015) yang sebesar 5,96%

(yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali triwulan I

2016 tersebut juga lebih tinggi dibandingkan angka

pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 4,92%

(yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan tersebut

didorong oleh peningkatan kinerja konsumsi rumah

tangga, PMTB (investasi), dan meningkatnya kinerja

ekspor luar negeri. Sementara dari sisi penawaran,

perekonomian Bali pada triwulan I 2016 didorong

oleh peningkatan kinerja beberapa lapangan usaha

yang memiliki share besar terhadap perekonomian

Bali, yaitu Perdagangan Besar dan Eceran, Penyediaan

Akomodasi Makan dan Minum, Transportasi,

Konstruksi, Jasa keuangan, Jasa kesehatan dan

Kegiatan Sosial.

1.2. SISI PERMINTAAN

Peningkatan pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan

I 2016 dari sisi permintaan terutama didorong oleh

peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga seiring

dengan penurunan harga BBM, LPG, dan TTL yang

terjadi sepanjang triwulan I 2016. Komponen ekspor

luar negeri, mengalami peningkatan pada triwulan

laporan, didorong oleh perbaikan perekonomian

negara mitra dagang sehingga mendorong

peningkatan permintaan dan upaya diversifikasi

pasar oleh pelaku ekspor. Peningkatan kinerja ekspor

luar negeri tersebut juga didukung oleh peningkatan

ekspor jasa, seiring dengan kinerja industri pariwisata

yang mengalami peningkatan. Perbaikan kinerja

pariwisata didorong oleh adanya event hari raya dan

liburan antara lain imlek, paskah, Galungan, dan

Kuningan sepanjang triwulan I 2016. Sementara itu,

investasi (PMTB) mengalami peningkatan, didorong

oleh peningkatan kinerja investasi non bangunan

yang tergambar dari impor barang modal yang

mengalami peningkatan di akhir triwulan I 2016,

dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan

PMTB juga didorong oleh optimisme pelaku usaha

terhadap perkembangan ekonomi seiring dengan

penurunan BI Rate dan perbaikan kondisi makro

ekonomi regional.

Nominal PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Tahun dasar 2010

5.96

6.04

0

2

4

6

8

10

2728293031323334

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%,Y

OY

RP T

RILI

UN

gPDRB (skala kanan) PDRB

Grafik 1. 1

Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan Provinsi Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Tahun dasar 2010

6.74 6.20 6.22

7.73

5.99 5.92 6.30

5.96 6.04

5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74

5.04 4.92

4.004.505.005.506.006.507.007.508.00

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

Bali NASIONAL

Grafik 1. 2

Ekonomi Makro Regional24

Tabel 1. 1 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali di Sisi Permintaan (%, yoy)

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

1.2.1. Konsumsi

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen

terbesar sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi

Provinsi Bali dengan share sebesar 54%, yang

pada triwulan laporan mengalami peningkatan

pertumbuhan dari 7,04% (yoy) dari triwulan IV

2015 menjadi sebesar 9,05% (yoy) pada triwulan I

2016. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut

tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia

di ketiga indeksnya yaitu Indeks Keyakinan Konsumsen

(IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks

Kondisi Ekonomi (IKE) yang menunjukkan rata-rata

indeks sepanjang triwulan I 2016 yang mengalami

peningkatan. Sejalan dengan kondisi tersebut, Indeks

Tendensi Konsumen (ITK) berdasarkan hasil survei BPS,

pada triwulan I 2016 juga menunjukkan peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya. Adanya aktivitas

musiman berupa perayaan hari raya keagamaan yaitu

Paskah, Galungan, Kuningan, dan Nyepi yang diiringi

dengan penurunan harga BBM, TTL, dan LPG pada

triwulan laporan diperkirakan menjadi pendorong

peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga.

Indeks Tendensi KonsumenSumber : BPS

114.

98

116.

75

111.

9

113.

13

102.

36 105.

42

111.

66

105.

84 108.

4

INDE

KS

Grafik 1. 3

Ekonomi Makro Regional 25

Selain itu, peningkatan Upah Minimum Kota/

Kabupaten (UMK) awal tahun turut mendorong

peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga seperti

terlihat dari peningkatan indeks ketepatan waktu

pembelian barang tahan lama (survei konsumen)

dari 87 pada triwulan IV 2015, menjadi 87,67 pada

triwulan I 2016. Sejalan dengan kondisi tersebut,

Hasil survei dan liaison yang dilakukan oleh Bank

Indonesia pada triwulan I 2016, turut mengkonfirmasi

peningkatan tersebut, sebagaimana terlihat dari

peningkatan signifikan nilai likert scale penjualan

domestik pada triwulan laporan, yaitu dari sebesar

-0,13 poin pada triwulan IV 2015, menjadi sebesar

1,73 poin di triwulan I 2016.

Peningkatan kinerja konsumsi rumah tangga juga

terkonfirmasi oleh peningakatan pertumbuhan kredit

konsumsi dari sebesar 12,86% (yoy) pada triwulan

IV 2015 menjadi sebesar 13,14% (yoy) di triwulan I

2016. Peningkatan kredit konsumsi, terutama terjadi

di kredit multiguna yang mencatat peningkatan

pertumbuhan dari 20,56% (yoy) pada di triwulan

IV 2015 menjadi 20,84% (yoy) pada triwulan I

2016. Kondisi tersebut, sejalan dengan peningkatan

ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian

(IEK mengalami peningkatan dari sebesar 105,28

di triwulan IV 2015 menjadi 107,39 pada triwulan I

2016).

Indeks Keyakinan KonsumenSumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1. 4

Konsumsi Listrik RTSumber : PLN

Grafik 1. 5

Indeks Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 1. 6

Likert Scale Penjualan DomestikSumber : Survei dan Liaison, diolah

0

-0.13

1.73

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

LS

Grafik 1. 7

Ekonomi Makro Regional26

Konsumsi LNPRT dan Konsumsi Pemerintah

Di sisi lain, konsumsi Lembaga Non Profit yang

melayani Rumah Tangga (LNPRT) dan konsumsi

pemerintah mengalami perlambatan pada triwulan

laporan. Konsumsi LNPRT mengalami perlambatan

dari sebesar 14,80% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 13,30% (yoy) di triwulan I 2016.

Kondisi tersebut merupakan dampak base effect

tingginya kinerja konsumsi LNPRT di triwulan IV

2015 seiring dengan penyelenggaraan Pemilihan

Kepala Daerah Langsung (Pilkada), di 6 Kabupaten/

Kota di Bali. Sementara itu, perkembangan konsumsi

Pemerintah hanya mencatat pertumbuhan sebesar

3,45% (yoy) di triwulan I 2016, jauh lebih rendah

dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencatat

pertumbuhan sebesar 12,2% (yoy). Perlambatan ini

sesuai dengan pola musiman konsumsi pemerintah

yang realisasinya masih terbatas di pada triwulan I.

Kondisi ini juga terkonfirmasi oleh peningkatan posisi

giro pemerintah pada triwulan laporan yang tercatat

mengalami peningkatan. Perlambatan tersebut juga

tercermin dari realisasi belanja total APBD Provinsi Bali

yang masih terbatas pada triwulan laporan, tercatat

sebesar 8%.

1.2.2. Investasi

Kinerja investasi Provinsi Bali triwulan I 2016

mencatat pertumbuhan sebesar 9,54% (yoy), jauh

Kredit Konsumsi

Kredit Multiguna

Perkembangan Giro Pemerintah

Grafik 1. 8

Grafik 1. 9

Grafik 1. 10

Realisasi Belanja APBD Provinsi BaliSumber : Biro Keuangan Provinsi Bali

Grafik 1. 11

Ekonomi Makro Regional 27

lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar

5,76% (yoy). Peningkatan tersebut juga tercermin

dari likert investasi (hasil survei dan liaison Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali) dari sebesar

1 poin pada triwulan IV 2015, menjadi 1,41 poin di

triwulan I 2016. Selain itu, hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Bali pada triwulan I 2016 juga menunjukkan

perbaikan perkembangan investasi dari sebesar

-3,71% (SBT) pada triwulan IV 2015 menjadi -2,82%

(SBT) pada triwulan I 2016. Perbaikan kinerja investasi

terutama didorong oleh peningkatan kinerja investasi

non bangunan yang terlihat dari peningkatan

pertumbuhan impor barang modal dari sebesar

-91,5% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

23,67% (yoy) pada triwulan I 2016. Tingginya

pertumbuhan tersebut bersumber dari impor kapal

senilai USD 18,2 juta dari Korea Selatan di triwulan

I 2016. Peningkatan kinerja investasi pada periode

triwulan I 2016 juga didorong oleh peningkatan

realisasi kinerja proyek infrastruktur pemerintah yang

menunjukkan peningkatan seperti tergambar dari

realisasi belanja modal pemerintah pada triwulan

I 2016 dengan nilai realisasi sebesar 6,79%, jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama

tahun 2015 dan dibandingkan pola historisnya dalam

2 tahun terakhir. Kondisi tersebut seiring pengadaan

pekerjaan yang telah dilakukan pada triwulan I 2016,

peningkatan anggaran untuk proyek infrastruktur

strategis berupa peningkatan kapasitas jalan,

jembatan, irigasi dan penyediaan air minum serta

pembangunan Rumah Sakit Provinsi Bali dan Rumah

Sakit Mata Indera yang ditargetkan selesai di tahun

2016.

Berdasarkan hasil survei dan liaison Bank Indonesia,

peningkatan kinerja investasi juga didorong oleh

optimisme pelaku usaha terhadap perkembangan

ekonomi regional dan beberapa faktor pendukung

lainnya yang antara lain meliputi sebagai berikut:

i) perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi

regional Provinsi Bali pada tahun 2016; ii) peluang

penguatan permintaan (domestik dan ekspor)

sepanjang tahun 2016 didukung perbaikan

kinerja perekonomian global pada tahun berjalan

dibandingkan tahun sebelumnya; iii) kebijakan

Pemerintah untuk meningkatkan alokasi anggaran

pembangunan infrastruktur, iv) Rancangan Peraturan

Daerah (Ranperda) tentang pemberian insentif dan

kemudahan berinvestasi untuk Wilayah Bali Utara dan

Bali Timur, v) Paket deregulasi kebijakan pemerintah

yang telah diterbitkan sejumlah 12 paket khususnya

Likert InvestasiSumber : Survei dan Liaison Bank Indonesia, diolah

Grafik 1. 12Perkembangan Investasi (SBT)

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha BI

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%

Grafik 1. 13

Ekonomi Makro Regional28

1.2.3. Neraca Perdagangan

Perkembangan neraca perdagangan Provinsi Bali

triwulan I 2016, mencatat peningkatan kinerja yang

tergambar dari nilai surplus sebesar Rp 4,89 triliun,

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan surplus

triwulan IV 2015 (Rp 1,5 triliun). Peningkatan nilai

surplus tersebut didorong oleh penurunan defisit

neraca perdagangan antar daerah dari sebesar Rp

12,6 triliun di triwulan IV 2015 menjadi sebesar Rp

8,09 triliun pada triwulan laporan. Sementara itu,

pada periode yang sama, neraca perdagangan luar

negeri mencatatkan penurunan surplus dari Rp 14,14

triliun (triwulan IV 2015) menjadi sebesar Rp 12,98

triliun di triwulan I 2016. Kondisi ini menyebabkan

tertahannya laju peningkatan surplus neraca

perdagangan pada periode triwulan laporan.

Net Ekspor antar Daerah

Kinerja net ekspor antar daerah menunjukan

perbaikan, dengan pertumbuhan pada triwulan I

2016 tercatat sebesar 18,97% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar -2,24%

(yoy). Perbaikan tersebut diindikasikan oleh perbaikan

kecukupan stok barang kebutuhan (terutama bahan

makanan) di Provinsi Bali1), seiring dengan adanya

periode musiman berupa perayaan hari keagamaan

pada periode triwulan I 2016. Kondisi tersebut

mendorong peningkatan permintaan konsumsi

rumah tangga pada periode triwulan laporan,

sehingga mendorong pelaku usaha perdagangan

untuk mengantisipasi peningkatan permintaan

melalui peningkatan stok. Peningkatan stok juga

sejalan dengan upaya Tim Pengendalian Inflasi

Penjualan Semen Provinsi Bali Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

Grafik 1. 15

Arus Barang Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Celukan Bawang

Sumber : Pelindo 3

Grafik 1. 16

Perkembangan Nilai Impor Barang Modal

Ribu Ton %, yoy

Grafik 1. 14

terkait dengan dihapuskannya Bidang Usaha Restoran

dari daftar Negatif Investasi, vi) tendensi penurunan

tingkat suku bunga kredit perbankan seiring dengan

penurunan BI Rate, yang diyakini akan mendorong

akselerasi peningkatan kinerja dunia usaha.

1 Provinsi Bali cenderung mengimpor barang kebutuhan dari luar daerah (terutama bahan makanan pada saat permintaan tinggi) disebabkan kapasistas produksi Provinsi Bali yang terbatas

Ekonomi Makro Regional 29

Daerah (TPID) Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk

menjaga ketersediaan stok ditengah peningkatan

permintaan, sehingga defisit perdagangan antar

daerah cenderung mengecil. Perbaikan kinerja

net ekspor antar daerah juga terlihat dari semakin

dalamnya kontraksi pertumbuhan volume arus barang

masuk di Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Celukan

Bawang, yaitu dari kontraksi sebesar -10,46% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar -13,36% (yoy)

di triwulan I 2016.

Ekspor Luar Negeri

Pada triwulan I 2016, perkembangan kinerja ekspor

luar negeri (barang dan jasa) Provinsi Bali mencatat

peningkatan kinerja di triwulan I 2016 yang tumbuh

sebesar 11,86% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan

IV 2015 yang sebesar -2,74%(yoy). Peningkatan

tersebut, selaras dengan peningkatan kinerja

ekspor barang dan ekspor jasa pada triwulan

laporan, didorong oleh adanya faktor musiman

seperti perayaan imlek dan semakin membaiknya

kinerja ekonomi negara-negara tujuan ekspor serta

perekonomian global yang tumbuh lebih baik pada

triwulan I 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perayaan imlek mendorong peningkatan jumlah

wisman asal Tiongkok ke Bali sejalan dengan

peningkatan direct flight dan chartered flight dari dan

ke Bali dari beberapa kota di Tiongkok pada periode

triwulan laporan. Sementara itu, beberapa periode

hari raya keagamaan lain seperti Paskah, Nyepi,

Galungan dan Kuningan juga ikut turut mendorong

peningkatan kinerja ekspor jasa. Beberapa kegiatan

Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition (MICE)

khususnya yang dilakukan oleh korporasi asing

sepanjang triwulan, juga mendorong peningkatan

ekspor jasa di triwulan laporan.

Membaiknya kinerja ekspor, juga tergambar dari

peningkatan pertumbuhan volume ekspor barang

dari sebesar 183,7% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 215,3%(yoy). Peningkatan tersebut,

seiring dengan mulai membaiknya pertumbuhan

ekonomi beberapa negara tujuan ekspor Provinsi

Bali, seperti kawasan Eropa dan Asia (China, Jepang

dan ASEAN, serta Amerika Serikat). Selain itu,

dihapuskannya penerapan Sistem Verifikasi Legalitas

Kayu (SVLK) yang berlaku sejak triwulan IV-2015

(Permendag nomor 89/M-DAG/PER/10/2015 tentang

Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan), turut

berdampak pada penurunan biaya pengiriman ekspor

produk olahan kayu. Hal ini mendorong peningkatan

volume ekspor khususnya produk olahan kayu yang

merupakan salah satu komoditas ekspor utama

Provinsi Bali pada periode triwulan laporan. Di

samping itu, berdasarkan hasil survei dan liaison

Bank Indonesia, peningkatan kinerja pertumbuhan

ekspor Provinsi Bali juga didorong oleh upaya pelaku

usaha untuk terus mencari pasar ekspor alternatif,

sebagai upaya dalam rangka perluasan akses pasar

menghadapi tingkat kompetisi yang terus meningkat.

Selain itu, beberapa pelaku usaha ekspor juga telah

menjajaki customer/pembeli lama yang sebelumnya

telah cukup lama tidak aktif melakukan pemesanan

akibat perlambatan kinerja ekonomi global di tahun-

tahun sebelumnya.

Nilai Ekspor Luar Negeri Bali

Grafik 1. 17

Ekonomi Makro Regional30

komoditas furniture yang memiliki share terhadap

total ekspor Provinsi Bali masing-masing sebesar

26,6%; 9,32%; dan 6,87% di periode triwulan

laporan. Sementara itu, pertumbuhan kinerja ekspor

komoditas perhiasan dan pakaian jadi (yang memiliki

share masing-masing sebesar 15,75% dan 18,33%)

pertumbuhan volume ekspornya masih cenderung

tertahan.

Negara tujuan ekspor Provinsi Bali, masih didominasi

oleh Amerika Serikat, Australia, Jepang, Singapura,

dan Hongkong, dengan share masing-masing sebesar

24,5%, 9,3%, 8,53%, dan 4,9%. Bila dilihat dari

pertumbuhannya, pertumbuhan volume ekspor ke

negara tujuan tersebut sepanjang triwulan I 2016

menunjukkan peningkatan kinerja dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Membaiknya kinerja

ekspor di Provinsi Bali terutama terjadi untuk

volume ekspor dengan negara tujuan ke Amerika

Serikat, yang mulai mengalami peningkatan dengan

pertumbuhan dari sebesar 9,41% (yoy) pada triwulan

IV 2015 menjadi sebesar 12,12% (yoy) di triwulan I

2016. Peningkatan volume ekspor ke Amerika Serikat

terutama didorong oleh membaiknya kinerja ekspor

komoditas pakaian jadi dan perhiasan pada periode

triwulan laporan. Sementara itu, negara lain yang

juga menunjukkan perbaikan volume kinerja ekspor

dari Bali adalah Jepang, dengan pertumbuhan sebesar

Secara garis besar, peningkatan pertumbuhan

volume ekspor Provinsi Bali terutama didorong oleh

peningkatan kinerja volume ekspor untuk komoditas

perikanan, komoditas produk olahan kayu, dan

Volume Ekspor Luar Negeri Bali

Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Utama

Pangsa Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan

Pangsa Nilai Ekspor Komoditas Utama Tw I 2016

(60)

(40)

(20)

0

20

40

60

I II III IV I II III IV I II III IV i

2013 2014 2015 2016

Perikanan PerhiasanPakaian Jadi Wood ManufactureFurniture

% yoy

US24.56%

Australia9.30%

Japan8.53%

Singapore6.59%

Hongkong4.90%

Thailand2.06%

France4.54%

Inggris2.18%

Belanda2.46%

Cina4.59%

Spanyol4.34%

Germany2.64%

Other Countries23.31%

Grafik 1. 18

Grafik 1. 20 Grafik 1. 21

Grafik 1. 19

Ekonomi Makro Regional 31

-14,14% (yoy), lebih baik dibandingkan kontraksi

yang lebih dalam pada triwulan sebelumnya, terutama

didorong oleh membaiknya volume ekspor komoditas

perikanan di periode triwulan laporan.

Impor Luar Negeri

Perkembangan kinerja impor luar negeri pada triwulan

I 2016 di Provinsi Bali tercatat sebesar 34,68% (yoy),

lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar

12,49% (yoy). Peningkatan tersebut terlihat dari

peningkatan pertumbuhan nilai impor barang di

Provinsi Bali dari sebesar -74,7%(yoy) pada triwulan

IV 2015, menjadi sebesar 42,93%(yoy) di triwulan

I 2016. Seiring dengan peningkatan nilai impor

barang, volume impor barang di periode yang sama

juga menunjukkan perbaikan di triwulan laporan.

Volume impor barang tumbuh sebesar -72,5% (yoy)

pada triwulan IV 2015, sementara pada triwulan I

2016 tumbuh sebesar -41,88% (yoy). Peningkatan

kinerja volume dan nilai impor terjadi di seluruh

kelompok barang impor baik untuk jenis capital

goods, consumption goods, maupun raw material.

Peningkatan nilai impor terbesar terjadi pada

kelompok jenis capital goods (dengan share sebesar

48%) dan tumbuh sebesar 441,12% (yoy) di triwulan

I 2016, lebih tinggi bila dibandingkan pertumbuhan

Pertumbuhan Ekspor berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1. 22

pada triwulan IV 2015 yang sebsar -85,67% (yoy)

Peningkatan nilai impor tersebut, didorong oleh

adanya peningkatan nilai impor kapal yang mencapai

nilai USD 18 juta pada periode triwulan I 2016,

yang berasal dari Korea Selatan untuk kebutuhan

pariwisata. Sejalan dengan kondisi tersebut, impor

nilai raw material (dengan share sebesar 28%), turut

mengalami perbaikan dari sebesar -73,72% (yoy)

pada triulan IV 2015 menjadi sebesar -35,28% (yoy)

di triwulan I 2016. Sementara itu, perbaikan nilai

impor capital goods dan raw materials tersebut juga

sejalan dengan peningkatan ekspektasi pelaku usaha

terhadap prospek perkembangan ekonomi yang

diperkirakan akan tumbuh lebih baik, sehingga pelaku

usaha melakukan penambahan investasi dan bahan

persediaan. Sementara itu, nilai Consumption goods

yang memiliki share sebesar 5%, turut mengalami

peningkatan dari kontraksi sebesar -58,66% (yoy)

di triwulan IV 2015 menjadi sebesar 35,18%(yoy)

pada triwulan I 2016, seiring dengan peningkatan

konsumsi di periode triwulan berjalan yang didorong

oleh peningkatan kunjungan wisman dan wisnus

serta adanya faktor musiman berupa perayaan hari

keagamaan pada sepanjang periode triwulan laporan.

Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri Bali

Grafik 1. 23

Ekonomi Makro Regional32

Pangsa Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC

Perkembangan Impor Berdasarkan Klasifikasi BEC

Consumption Goods

5%

Raw Material & Auxiliary

Goods28%

Capital Goods48%

(6.31)

174.65 109.74

47.26 70.15

(48.90)(45.41)

55.08

(36.87)(21.98)(22.87)(73.72)

(35.28)

(200)

(100)

0

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

g Consumption Goods g Raw Material g Capital Goods

Grafik 1. 25

Grafik 1. 26

1.3. SISI PENAWARAN

Dari sisi penawaran, peningkatan perekonomian

Provinsi Bali di triwulan laporan, didorong oleh

meningkatnya kinerja industri pariwisata seiring

dengan faktor musiman berupa perayaan hari

keagamaan seperti hari raya antara lain Imlek, Paskah,

Nyepi dan Galungan yang diiringi dengan kegiatan

MICE. Kondisi tersebut mendorong peningkatan

kinerja lapangan usaha terkait yaitu lapangan usaha

penyediaan akomodasi makan dan minum, lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran, serta lapangan

transportasi dan pergudangan. Sementara itu, dengan

meningkatnya kinerja investasi, lapangan usaha

konstruksi turut menunjukkan peningkatan pada

periode triwulan laporan sehingga ikut mendorong

peningkatan kinerja perekonomian Provinsi Bali

di triwulan laporan. Di sisi lain, lapangan usaha

pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami

perlambatan, terutama terjadi subsektor tabama,

yang disebabkan oleh mundurnya masa panen

padi sebagai dampak El Nino di tahun 2015 yang

menyebakan terjadi pemunduran masa tanam untuk

periode musim tanam pertama

Perkembangan Volume Impor Luar Negeri Bali

Ribu Ton % yoy

Grafik 1. 24

Ekonomi Makro Regional 33

Tabel 1. 2 Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali dari Sisi Penawaran (%, yoy)*

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Bali * Tahun Dasar 2010

Struktur perekonomian Provinsi Bali pada triwulan I

2016, didominasi oleh 5 komponen lapangan usaha

utama antara lain: (1) penyediaan akomodasi makan

dan minum (23%), (2) pertanian, kehutanan dan

perikanan (14%), (3) konstruksi (9%), (4) transportasi

dan pergudangan (9%), dan (5) perdagangan besar

dan eceran (8%). Dominasi industri pariwisata masih

terlihat dari total pangsa lapangan usaha terkait dengan

Ekonomi Makro Regional34

industri pariwisata yang mencapai 31%. Sementara

itu, berdasarkan dari sumbangan pertumbuhan

ekonominya, lapangan usaha penyediaan akomodasi

makan dan minum serta lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran menjadi lapangan usaha yang

memiliki sumbangan tertinggi masing-masing

sebesar 1,31% dan 0,78%. Kondisi tersebut, sejalan

dengan peningkatan kinerja industri pariwisata. Di

sisi lain, lapangan usaha pertanian yang mengalami

perlambatan pertumbuhan, mengalami penurunan

sumbangan secara signifikan menjadi hanya sebesar

0,02% dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 0,51%

1.3.1. Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi

dan Makan Minum

Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan

minum mengalami peningkatan kinerja pada triwulan

I 2016, yaitu tumbuh sebesar 6,61% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan IV 2015 yang sebesar

4,87% (yoy). Peningkatan kinerja lapangan usaha ini

terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Bali di triwulan I 2016 yang menunjukkan

perbaikan nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) untuk

lapangan usaha ini dari sebesar -9,45% (SBT) pada

triwulan IV 2015, menjadi sebesar -4,54% (SBT)

di triwulan I 2016. Peningkatan kinerja lapangan

usaha ini juga didorong oleh adanya faktor musiman,

yaitu perayaan hari raya keagamaan sepanjang

triwulan I 2016 antara lain paskah, nyepi, galungan,

kuningan, dan imlek yang mendorong peningkatan

jumlah kunjungan wisatawan domestik (wisdom)

dan wisatawan mancanegara (wisman). Peningkatan

wisman tertinggi terutama wisman yang berasal dari

asal Tiongkok (dari pertumbuhan 1,32% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi sebesar 29,01% (yoy) pada

triwulan I 2016). Faktor lain yang juga mendukung

peningkatan adalah direct flight dan chartered flight Pangsa Kategori Ekonomi terhadap PDRB Provinsi Bali Triwulan I 2016

Perkembangan Usaha Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (SBT)

Andil Kategori terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Bali Triwulan I 2016

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolahSumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia

Pertanian, Kehutanan,

dan Perikanan

14%

Pertambangan dan

Penggalian 1%Industri Pengolahan

7%

Pengadaan Listrik dan

Gas0%

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur Ulang

0%

Konstruksi9%

Perdagangan Besar dan Eceran, dan

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

8%

Transportasi dan Pergudangan

9%

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

23%Informasi dan

Komunikasi5%

Jasa Keuangan dan Asuransi

4%

Real Estate4%

Jasa Perusahaan1%

Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib4%

Jasa Pendidikan5%

Jasa Kesehatan

dan Kegiatan Sosial

2%

Jasa lainnya

2%

-0.761.41

8.08

-5.44

-15.86

-1.83

2.26

-9.45

-4.54I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

0.020.06

0.330.010.02

0.710.78

0.461.31

0.590.36

0.280.110.16

0.500.220.12

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40

PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PERIKANANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

INDUSTRI PENGOLAHANPENGADAAN LISTRIK DAN GAS

PENGADAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH …KONSTRUKSI

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN, DAN REPARASI …TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN

PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN MINUMINFORMASI DAN KOMUNIKASI

JASA KEUANGAN DAN ASURANSIREAL ESTATE

JASA PERUSAHAANADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTAHANAN DAN …

JASA PENDIDIKANJASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL

JASA LAINNYA

Grafik 1. 27

Grafik 1. 29Grafik 1. 28

Ekonomi Makro Regional 35

dari dan ke Bali dari beberapa kota di Tiongkok

dan beberapa negara asal wisman lainnya. Selain

itu adanya beberapa kegiatan Meeting, Incentive,

Convention dan Exhibition (MICE) sepanjang triwulan

laporan, beberapa diantaranya adalah Bali Clean

Energy Forum, ICOPE 2016, dan AMWAY China

International.

Peningkatan kinerja lapangan usaha ini terkonfirmasi

dari peningkatan kunjungan wisman pada triwulan

laporan tercatat sebesar 15,25% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar

2,55%(yoy). Sejalan dengan kondisi tersebut, kredit

lapangan usaha penyediaan akomodasi makan dan

minum menunjukkan peningkatan pertumbuhan dari

sebesar 13,77% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

sebesar 19,64% (yoy), mengkonfirmasi hasil survei

dan liaison yang menunjukkan peningkatan investasi

pelaku usaha pariwisata untuk mengembangkan

usahanya.

Peningkatan kunjungan wisman pada triwulan I

2016 terjadi pada sebagian besar negara utama asal

wisman antara lain Australia, Tiongkok, Malaysia,

dan Jepang. Sementara itu berdasarkan share negara

asal wisman, kunjungan wisman asal Tiongkok

menempati peringkat pertama yang pada triwulan

laporan tercatat sebesar 23%. Sementara, Australia

yang sebelumnya menempati peringkat pertama

negara asal wisman menempati peringkat kedua

dengan share sebesar 22%. Penurunan tersebut

disebabkan oleh penurunan konsumsi Australia2)

serta depresiasi nilai tukar Australia Dollar (AUD)

yang menyebabkan biaya berwisata ke Bali menjadi

relatif lebih mahal. Lebih lanjut, beberapa wisatawan

Australia diindikasikan melakukan pengalihan wisata

ke Thailand dengan biaya wisata yang relatif lebih

murah dibanding biaya wisata di Provinsi Bali3).

2 Statement On Monetary Policy Reserve Bank of Australia (RBA) Mei 2016 : Household perceptions of personal finances menunjukkan penurunan pada awal tahun 2016.3 Berdasarkan perbandingan harga hotel sejenis dan tarif penerbangan

Kunjungan Wisman ke Bali TriwulananSumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah

Grafik 1. 30

Perkembangan Kunjungan Wisman Berdasarkan Negara

Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah

-40

-20

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%,yoy

Australia PRC Malaysia

Japan South of Korea

Grafik 1. 32

Kredit Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum Provinsi Bali

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%,y

oy

Mili

ar R

p

Kr. Akmamin g Kr. Akmamin (skala kanan)

Grafik 1. 31

Ekonomi Makro Regional36

1.3.2. Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan

Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda

Motor

Asal Wisman yang Berkunjung ke BaliSumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, diolah

Grafik 1. 33

Likert Scale Penjualan DomestikSumber : Liaison KPwBI Bali, diolah

0

-0.13

1.73

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

LS

Grafik 1. 34

Penyaluran Kredit Kategori Perdagangan Besar dan Eceran

Grafik 1. 36

Perkembangan Total Penjualan Kelompok Komoditas

Sumber : Survei Penjualan Eceran

Grafik 1. 35

Seiring dengan peningkatan pertumbuhan lapangan

usaha penyediaan akomodasi makan dan minum,

lapangan usaha perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil dan sepeda motor turut menunjukkan

peningkatan pertumbuhan dari sebesar 7,60%

(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 8,78%

(yoy) pada triwulan I 2016. Peningkatan tersebut

terkonfirmasi dari hasil likert scale penjualan domestik

dari sebesar -0,13 poin pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 1,73 poin pada triwulan I 2016.

Peningkatan lapangan usaha ini terutama mengikuti

tendensi peningkatan industri pariwisata (tendensi

peningkatan kunjungan wisnus & wisman) seiring

dengan Nyepi, liburan panjang Paskah, Galungan

dan Kuningan serta intensitas MICE. Selain itu,

penurunan harga BBM, LPG dan TTL pada triwulan

laporan diindikasikan turut menjadi faktor pendorong

lapangan usaha ini.

Berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Bali, peningkatan pertumbuhan penjualan

terutama terjadi pada kelompok makanan, minuman,

dan tembakau, perlengkapan rumah tangga,

serta barang kerajinan dan mainan. Data kredit

Ekonomi Makro Regional 37

perdagangan besar turut menunjukkan peningkatan

pertumbuhan dari sebesar 16,55% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi sebesar 19,43% (yoy) pada

triwulan I 2016.

Peningkatan juga terkonfirmasi dari perbaikan

penjualan kendaraan bermotor pada triwulan laporan

yang tercatat sebesar -11,59% (yoy), lebih baik

dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar -15,81%

(yoy). Perbaikan tersebut didorong oleh peningkatan

pertumbuhan penjualan mobil dari sebesar -14,85%

(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 36,21%

(yoy) pada triwulan I 2016. Peningkatan tersebut

seiring dengan penurunan suku bunga KKB pada

triwulan berjalan serta peningkatan upaya promosi

penjual kendaraan bermotor untuk menghabiskan

sisa stok tahun 2015.

1.3.3. Lapangan Usaha Transportasi dan

Pergudangan

Kategori transportasi dan pergudangan mengalami

peningkatan mencapai 6,25% (yoy) pada triwulan I

2016, lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang

tercatat sebesar 3,63% (yoy). Peningkatan tersebut

searah dengan peningkatan kinerja industri pariwisata

yang mendorong peningkatan penggunaan

transportasi ke Pulau Bali baik transportasi udara

maupun transportasi laut. Peningkatan kinerja

lapangan usaha ini juga selaras dengan hasil Survei

Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia sektor

pengangkutan dan komunikasi yang menunjukkan

perbaikan dari kontraksi dari sebesar -2,26% (SBT)

pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar -2,06%

(SBT) pada triwulan I 2016. Kondisi tersebut juga

sejalan dengan peningkatan pertumbuhan kredit

transportasi dan pergudangan pada triwulan I 2016

yang mencapai 32,02% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2015 yang

sebesar 3,13% (yoy).Pertumbuhan Penjualan Kendaraan Bermotor

Sumber : DISPENDA Provinsi Bali

Grafik 1. 37

Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor dan Mobil

Sumber : DISPENDA Provinsi Bali

Grafik 1. 38Kegiatan Dunia Usaha Pengangkutan dan Komunikasi

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

Grafik 1. 39

Ekonomi Makro Regional38

Transportasi Laut

Pada triwulan I 2016 perkembangan kinerja

transportasi laut turut mengalami peningkatan,

salah satunya terkait dengan penyediaan empat

armada baru oleh salah satu kontak di bidang

usaha transportasi yang dipersiapkan untuk potensi

peningkatan arus penyebrangan saat Hari Raya

Nyepi dan Paskah. Peningkatan tersebut terlihat

dari peningkatan pertumbuhan arus penumpang

dari sebesar 9,01% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 26,82% (yoy) pada triwulan I 2016.

Kondisi tersebut juga sejalan dengan peningkatan

pertumbuhan arus kapal dari sebesar -1,68% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 23,47% (yoy)

pada triwulan I 2016.

Transportasi Udara

Peningkatan kinerja lapangan usaha transportasi

terkonfirmasi dari peningkatan kinerja transportasi

udara baik penumpang maupun kargo. Peningkatan

kedatangan wisatawan terkait dengan adanya libur

panjang paskah dan hari raya imlek, serta meningkatnya

direct flight dan chartered flight dari dan ke Bali dari

beberapa kota di Tiongkok. Kedatangan jumlah

penumpang mengalami peningkatan dari sebesar

-1,7% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

18,3% (yoy) pada triwulan I 2016. Selaras dengan

jumlah kedatangan penumpang, kargo internasional

turut mengalami peningkatan pertumbuhan dari

sebesar -0,38% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

sebesar 0,85% (yoy) pada triwulan I 2016.

Jumlah Penumpang Pesawat Udara Bandara Ngurah Rai

Sumber : BUMN

Grafik 1. 41Arus Penumpang Laut Pelabuhan Benoa

Sumber : BUMN, diolah

Grafik 1. 43

Jumlah Kedatangan Kargo Internasional Bandara Ngurah Rai

Sumber : BUMN

Grafik 1. 42

Penyaluran Kredit Transportasi dan Pergudangan

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

0

200

400

600

800

1,000

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%,y

oy

Rp m

iliar

Kr. Transportasi dan Pergudangan

g Kr. Transportasi dan Pergudangan

Grafik 1. 40

Ekonomi Makro Regional 39

1.3.4. Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Pada triwulan I 2016, pertumbuhan lapangan industri

pengolahan tercatat sebesar 4,76% (yoy), lebih

lambat dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya

yang sebesar 6,34% (yoy). Perlambatan ini terutama

bersumber dari perlambatan pertumbuhan indeks

Indikator Industri Besar Sedang (IBS) yang mengalami

perlambatan dari sebesar 2,78% (yoy) pada triwulan

IV 2015 menjadi sebesar 0,41%(yoy) pada triwulan

I 2016. Perlambatan tersebut juga terkonfirmasi

dari perlambatan konsumsi listrik industri dari

sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

sebesar 7,75% (yoy) pada triwulan I 2016. Sejalan

dengan hal tersebut, pertumbuhan kredit industri

pengolahan turut mengalami perlambatan dari

sebesar 21,72% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

sebesar 20,43% (yoy) pada triwulan I 2016. Di sisi

lain, pertumbuhan indeks Industri Manufaktur Mikro

dan Kecil mengalami peningkatan dari sebesar

10,48% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

12,34% (yoy) pada triwulan I 2016. Kondisi tersebut

juga didukung oleh optimisme peningkatan kinerja

industri pengolahan yang terindikasi dari peningkatan

volume ekspor beberapa industri pengolahan Provinsi

Bali terutama pada komoditas produk olahan kayu

dan furniture pada triwulan I 2016.

Arus Kapal Pelabuhan Benoa dan Pelabuhan Celukan Bawang Provinsi Bali

Indikator Industri Besar Sedang (IBS) dan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (IMK)

Sumber : BUMN Sumber : BPS Provinsi Bali

-1.68

23.74

-25-20-15-10-5051015202530

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%,yoy

Unit

Unit Kapal g Unit Kapal (skala kanan)

-505

1015202530

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

%,y

oy

IBS IMK

Grafik 1. 44 Grafik 1. 45

Konsumsi Listrik Industri Sumber : PLN Distribusi Bali

Grafik 1. 46

Kredit Kategori Industri

Grafik 1. 47

Ekonomi Makro Regional40

diindikasikan oleh realisasi belanja modal Pemerintah

Provinsi Bali di triwulan I 2016 yang sebesar 9%, jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama

tahun lalu sebesar 1%.

Sejalan dengan perkembangan lapangan usaha

konstruksi, lapangan usaha real estate turut

menunjukkan perkembangan positif. Lapangan

usaha real estate tercatat mengalami peningkatan

dari sebesar 5,09% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 5,79% (yoy) pada triwulan I

2016. Peningkatan kinerja tersebut terindikasi dari

peningkatan pertumbuhan kredit KP Apartemen

dan KPR rumah tinggal. KP Apartemen mengalami

peningkatan dari sebesar 7,61% (yoy) pada triwulan

IV 2015 menjadi sebesar 18,16% (yoy) pada triwulan

I 2016. Sementara KPR rumah tinggal tipe s.d. 70

mengalami peningkatan dari 2,98% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi sebesar 3,54% (yoy) pada

triwulan I 2016. Peningkatan tersebut terjadi seiring

dengan peningkatan pendapatan masyarakat serta

mulai menurunnya suku bunga sebagai dampak

diturunkannya BI rate selama triwulan berjalan.

Meskipun demikian, seiring dengan optimisme dunia

properti ke depan, indeks harga properti residensial

primer menunjukkan peningkatan pada triwulan I

2016.

1.3.5. Lapangan Usaha Konstruksi dan

Lapangan Usaha Real Estate

Seiring dengan peningkatan kinerja komponen

investasi, lapangan usaha konstruksi dan real estate

mengalami peningkatan. Lapangan usaha konstruksi

mengalami peningkatan dari sebesar 5,09% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 5,79% (yoy)

pada triwulan I 2016. Peningkatan ini diindikasikan

oleh peningkatan penjualan semen pada triwulan IV

2015 mencapai 9,2% (yoy), lebih tinggi dibanding

triwulan III 2015 yang sebesar 2,38% (yoy) (pembelian

semen di triwulan IV 2015 digunakan untuk stok

pembangunan infrastruktur di triwulan I 2016). Selain

itu, peningkatan kinerja lapangan usaha ini juga

Kredit KP Apartemen

Grafik 1. 50

Perkembangan Konsumsi Semen Provinsi Bali

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia

Grafik 1. 49

Realisasi Belanja APBD Provinsi BaliSumber : Biro Keuangan Provinsi Bali

Grafik 1. 48

Ekonomi Makro Regional 41

1.3.6. Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan,

dan Perikanan

Lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

mengalami perlambatan dari sebesar 2,81% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi sebesar 0,15% (yoy) pada

triwulan I 2016. Perlambatan tersebut terkonfirmasi

dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia

yang menunjukkan penurunan kegiatan dunia usaha

sektor pertanian dari sebesar -8,22% (SBT) pada

triwulan IV 2015 mejadi sebesar -8,27% (SBT) pada

triwulan I 2016. Perlambatan tersebut terutama terjadi

pada subkategori tabama dan subkategori perikanan.

Pada subkategori tabama, komoditas padi, jagung,

Kredit KPR Tipe s.d. 70

Grafik 1. 51

Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer

Sumber : Survei Harga Properti Residensial, Bank Indonesia

Grafik 1. 52

Perkembangan Kegiatan Usaha Sektor Pertanian

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 1. 53

dan kedelai mengalami kemunduran pola tanam

sebagai dampak EL Nino di tahun 2015, sehingga

40% produksi pertanian mengalami kemunduran

masa panen dari triwulan I 2016 menjadi triwulan

II 2016. Kondisi tersebut terindikasi dari kontraksi

pertumbuhan produksi padi dari sebesar 0,87% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar -7,60% (yoy)

pada triwulan I 2016.

Perkembangan Produksi Padi di Bali Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

I II III IV I

2015 2016

%,y

oy

Ton

Grafik 1. 54

Sejalan dengan perkembangan subkategori

pertanian, subkategori perikanan turut mengalami

perlambatan dari sebesar -42% (yoy) pada triwulan

Ekonomi Makro Regional42

1.4. PERKEMBANGAN PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN/KOTA PROVINSI

BALI

Provinsi Bali yang juga dikenal dengan sebutan Pulau

Dewata, telah berhasil mencuri perhatian wisatawan

domestik dan internasional sebagaimana terlihat

dari kontribusi pendapatan sektor pariwisata yang

mencapai lebih dari 30% selama beberapa tahun

terakhir. Sejalan dengan berkembangnya pariwisata

di Provinsi Bali, dominasi pendapatan ekonomi

di Provinsi Bali juga terjadi pada Kabupaten/Kota

dengan dukungan infrastruktur pariwisata dan lokasi

pariwisata seperti daerah Denpasar, Badung, Gianyar,

dan Tabanan atau sering disebut SARBAGITA.

SARBAGITA sendiri mendominasi pertumbuhan

PDRB Provinsi Bali dengan share sebesar 69%

masing-masing sebesar 18%, 27%, 13%, dan 11%.

Sementara share terkecil dimiliki oleh Kabupaten

Bangli sebesar 3%. Meskipun demikian, kabupaten

yang berada di Bali Utara kecuali Buleleng, yaitu

Karangasem, Bangli, dan Klungkung berhasil

mencatat peningkatan pertumbuhan pada tahun

2015, berbeda dengan perekonomian Provinsi Bali

yang secara total mengalami perlambatan di tahun

2015. Kabupaten Karangasem bahkan mencatat

angka pertumbuhan tertinggi sebesar 6,22% (yoy)

pada tahun 2015, di atas angka pertumbuhan Provinsi

Bali yang sebesar 6,04% (yoy) dan Kabupaten

Badung yang memiliki pangsa terbesar tercatat

sebesar 6,2% (yoy). Sementara, angka pertumbuhan

ekonomi terendah dimiliki oleh Kabupaten Tabanan

yang sebesar 6,03% (yoy) pada tahun 2015.

Share PDRB Kab/Kota Provinsi BaliSumber : BPS Provinsi Bali

Tabanan 11%

Badung 27%

Gianyar13%

Klungkung 4%

Bangli 3%

Karangasem 8%

Buleleng 16%

Denpasar18%

Grafik 1. 57

Perkembangan Produksi Ikan Pengambengan

Sumber : PPN Pengambengan

-2000200400600800100012001400

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016

%,y

oy

ton

Prod. Ikan

g. Prod. Ikan(skala kanan)

Grafik 1. 55

Perkembangan Kredit Kategori Pertanian

Grafik 1. 56

IV 2015 menjadi sebesar -61% (yoy) pada triwulan

I 2016. Kredit lapangan usaha pertanian turut

mengkonfirmasi perlambatan tersebut seperti terlihat

dari perlambatan pertumbuhan kredit pertanian dari

sebesar 20,86% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

19,13% (yoy) pada triwulan I 2016.

Ekonomi Makro Regional 43

Sumber : BPS Provinsi Bali,diolahKet : **) angka sangat sementara

5.30

5.80

6.30

6.80

7.30

2011 2012 2013 2014 2015**)

%,yoy

Tabanan Badung Gianyar Klungkung

Bangli Karangasem Buleleng Denpasar

Grafik 1. 58

Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Sumber : BPS Provinsi Bali,diolahKet : **) angka sangat sementara

Tabel 1. 3 Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali (%,yoy)

Kabupaten 2011 2012 2013 2014 2015 Tabanan 6.11 6.12 6.41 6.54 6.03 Badung 7.07 7.64 6.82 6.97 6.20 Gianyar 7.15 7.08 6.84 6.80 6.06 Klungkung 6.11 6.25 6.05 5.98 6.13 Bangli 6.14 6.20 5.94 5.82 6.09 Karangasem 5.43 5.93 6.16 6.01 6.22 Buleleng 6.44 6.78 7.15 6.96 6.05 Denpasar 7.16 7.51 6.96 7.00 6.15

Sejalan dengan pertumbuhan perekonomian Provinsi

Bali secara keseluruhan, share PDRB Kabupaten/

Kota di Provinsi Bali didominasi oleh lapangan usaha

penyediaan akomodasi makan dan minum dan

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan

dengan rata-rata masing-masing sebesar 19,7% dan

18,7%. Kabupaten Bangli mengalami peningkatan

pertumbuhan yang cukup signifikan dari 5,82%(yoy)

pada tahun 2014 menjadi sebesar 6,09%(yoy) pada

tahun 2015. Peningkatan tersebut didorong oleh

share lapangan usaha pertanian yang mendominasi

sebesar 27,3% dan lapangan usaha penyediaan

akomodasi makan dan minum sebesar 12,9%.

Ekonomi Makro Regional44

Sumber : BPS Provinsi Bali,diolahKet : **) angka sangat sementara

21.5

28.4

24.7

13.5

12.9

10.8

17.8

28.1

22.7

6.7

13.3

23.3 27

.3

26.4

22.9

7.19.

7

8.4 11

.4

8.7

7.4

5.7 8.

6 9.3

8.7

6.4 7.5 8.1 10

.5

5.2

11.5

9.2

6.0

4.0

11.9

9.1 9.8

4.0 5.

8 6.7

1.6

25.1

0.9 3.

1

1.3

17.8

1.2 3.

1

7.0

3.2 5.

1 5.4

11.0

7.5

5.1

4.7

T A B A N A N B A D U N G G I A N Y A R K L U N G K U N G B A N G L I K A R A N G A S E M B U L E L E N G D E N P A S A R

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Industri Pengolahan Transportasi dan Pergudangan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Share Lapangan Usaha Utama PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Grafik 1. 59

4545

BOKS A

Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) di

Provinsi Bali triwulan I 2016 mengindikasikan adanya

peningkatan pertumbuhan harga properti residensial

di pasar primer. Indeks Harga Properti Residensial

Provinsi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar

186,57, meningkat 0,36% (qtq). Peningkatan

tersebut lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang sebesar

0,34% (qtq). Berdasarkan tipe rumah, peningkatan

harga (secara triwulanan) terjadi pada semua tipe

rumah (kecil, menengah dan besar). Peningkatan

harga tertinggi, terjadi pada rumah tipe kecil dengan

kenaikan sebesar 0,57% (qtq), diikuti rumah tipe

menengah (0,36%, qtq) dan besar (0,16%,qtq).

Sementara secara tahunan, pertumbuhan harga

properti residensial primer di triwulan berjalan, juga

menunjukkan peningkatan dari 1,77% (yoy) di

triwulan IV 2015 menjadi 1,87% (yoy) pada triwulan I

2016. Berdasarkan tipe rumah, peningkatan kenaikan

harga terjadi pada semua tipe rumah dengan kenaikan

harga terbesar terjadi pada rumah tipe menengah,

yaitu sebesar 2,19 % (yoy). Berdasarkan hasil survei,

beberapa faktor yang mendorong kenaikan harga

properti residensial di pasar primer pada triwulan I

2016 adalah kenaikan harga bahan bangunan (30%),

kenaikan upah pekerja (27%), biaya perizinan (25%),

adanya penambahan fasilitas umum di perumahan

(9%) dan faktor lainnya (9%).

Hasil survei mengkonfirmasi bahwa pembiayaan bank

dan dana internal perusahaan tetap menjadi sumber

utama pembiayaan pembangunan properti residensial,

dengan share masing-masing sebesar 59% dan 35%.

SURVEI HARGA PROPERTI RESIDENSIAL PRIMER TRIWULAN I-2016 : HARGA PROPERTI RESIDENSIAL TERUS MENUNJUKKAN PENINGKATAN

Sementara komposisi pembiayaan pembangunan

properti residensial yang berasal dari konsumen

(melalui down payment) hanya sebesar 6%. Dari sisi

konsumen, fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

tetap menjadi pilihan utama pembiayaan konsumen

untuk semua tipe rumah. Untuk tipe rumah kecil (s.d.

tipe 36), persentase konsumen yang menggunakan

fasilitas KPR mencapai 80,53%, tipe rumah

menengah (tipe >36 - 70) 82,86% dan tipe rumah

besar (Tipe > 70) 73,33%. Selain pembiayaan melalui

KPR, pembiayaan dengan cash secara bertahap juga

menjadi salah satu alternatif pembiayaan yang dipilih

oleh konsumen.

Harga properti residensial di pasar primer, diperkirakan

tumbuh lebih tinggi pada triwulan II 2016 sebesar

1,14% (qtq). Kondisi ini menunjukkan bahwa

responden optimis perkembangan properti akan

semakin membaik pada triwulan II 2016. Peningkatan

harga properti residensial di pasar primer tertinggi

diperkirakan terjadi pada jenis rumah tipe menengah

yang mencapai 1,95% (qtq), sementara untuk tipe

rumah besar dan kecil masing-masing diperkirakan

meningkat sebesar 0,83% (qtq) dan 0,65%(qtq).

Kenaikan harga secara tahunan, juga diperkirakan

terjadi pada triwulan II 2016. Secara keseluruhan,

harga properti residensial di pasar primer diperkirakan

tumbuh 2,48% (yoy) pada triwulan II 2016.

Pertumbuhan tertinggi diperkirakan terjadi pada

rumah tipe menengah (3,82%, yoy) diikuti rumah

tipe kecil (2,21%, yoy) dan tipe besar (1,43%, yoy).

Perkembangan penyaluran kredit perbankan untuk

46

kepemilikan rumah tinggal tipe kecil (s.d. tipe 21)

dan menengah (s.d. tipe 70) pada triwulan I 2016

turut menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan

penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tipe kecil

pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar -3,92% (yoy),

namun masih lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015

yang sebesar -4,45% (yoy). Sementara penyaluran

KPR tipe menengah tumbuh sebesar 10,22% (yoy)

pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibanding triwulan

IV 2015 yang sebesar 9,84% (yoy). Namun demikian,

pertumbuhan penyaluran KPR tipe besar mengalami

perlambatan pertumbuhan, dari 10,76% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi 8,38% (yoy) pada triwulan

I 2016. Hal ini sejalan dengan hasil SHPR Primer

triwulan I 2016 yang mengindikasikan bahwa properti

residensial tipe kecil dan menengah lebih diminati

dibanding properti residensial tipe besar. Dilihat dari

nominalnya, total kredit untuk kepemilikan rumah

tinggal di triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp 11,087

triliun, meningkat 0,2% (qtq) dibanding triwulan IV

2015 yang sebesar Rp 11,065 triliun.

Tabel 1. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer

Tabel 2. Growth (YoY) Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer

Tabel 3. Growth (qtq) Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer

*) Angka Perkiraan

*) Angka Perkiraan

*) Angka Perkiraan

47

Metodologi:

Survei Harga Properti Residensial (SHPR) Primer, bertujuan untuk memperoleh informasi dini mengenai perkembangan properti residensial,

khususnya rumah primer di Indonesia, guna mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan

moneter, melalui peningkatan kualitas data. Survei harga properti residensial di pasar primer dilakukan terhadap perusahaan pengembang

perumahan yang melakukan transaksi penjualan di wilayah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi, yang dilakukan secara triwulanan.

Data yang dikumpulkan meliputi harga jual rumah, harga jual tanah, jumlah rumah yang dibangun dan jumlah rumah yang dijual, informasi-

informasi tambahan seperti penyebab kenaikan harga, kondisi permintaan dan penawaran serta pembiayaan properti.

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201648

Halaman ini sengaja dikosongkan

49KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

Foto oleh: Umran Usman

Perkembangan inflasi

BAB II

Perkembangan Inflasi50

Perkembangan Inflasi 51

2.1. PERKEMBANGAN UMUM INFLASI

Inflasi Bali pada triwulan I 2016 tercatat sebesar

3,59% (yoy), meningkat dibanding pencapaian

inflasi triwulan IV 2015 yang tercatat sebesar 2,75%

(yoy). Namun demikian, pencapaian inflasi Bali

triwulan I 2016 masih lebih rendah dibanding inflasi

nasional yang sebesar 4,45% (yoy) dan lebih rendah

dibandingkan dengan inflasi triwulan I 2015 yang

sebesar 6,42% (yoy).

Pencapaian inflasi Bali pada triwulan I 2016 masih

dalam kisaran proyeksi Kajian Ekonomi Regional

(KEKR) triwulan sebelumnya dan diharapkan dapat

mendukung tercapainya target inflasi nasional

yang sebesar 4%±1% (yoy). Meski tercatat lebih

rendah dibandingkan dengan inflasi nasional, secara

kumulatif inflasi Bali hingga triwulan I 2016 tercatat

lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi kumulatif

pada periode yang sama di tahun 2015. Pada Maret

2016, inflasi kumulatif Bali tercatat sebesar 0,79%

(ytd) sementara periode yang sama tahun sebelumnya

hanya mencapai -0,04% (ytd).

Secara spasial, dari 2 kota sampel inflasi di Provinsi Bali,

Kota Singaraja masih tercatat sebagai kota sampel

inflasi yang cukup tinggi pada triwulan I 2016 yaitu

sebesar 4,42% (yoy). Meskipun demikian pencapaian

inflasi ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan

inflasi periode yang sama di tahun sebelumnya yaitu

sebesar 8,99% (yoy). Namun, secara kumulatif inflasi

Kota Singaraja pada triwulan I 2016 (Januari-Maret)

telah mencapai 1,56% (ytd), jauh lebih tinggi dari

tahun 2015 yang hanya mencapai 0,15% (ytd).

Sementara itu, inflasi Kota Denpasar pada triwulan I

2016 tercatat sebesar 3,41% (yoy), jauh lebih rendah

dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,88% (yoy).

Secara kumulatif, inflasi Kota Denpasar pada triwulan

I 2016 (Januari-Maret) adalah sebesar 0,62% (ytd),

juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan I 2015 yang tercatat sebesar -0,08% (ytd).

Berdasarkan kelompok penyumbang inflasi, tekanan

inflasi pada triwulan I 2016 terutama disebabkan

oleh kelompok inti dan volatile food. Sementara

itu, kelompok administered prices tercatat sebagai

penahan kenaikan laju inflasi seiring dengan

kebijakan Pemerintah terkait penurunan harga BBM,

tarif angkutan, dan harga LPG 12 kg pada awal tahun

2016.

Inflasi Kumulatif Bali (%ytd)Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

(1.00)

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

2014

2015

2016

Grafik 2. 1

Inflasi Kumulatif Nasional (%ytd)Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

2014

2015

2016

Grafik 2. 2

Perkembangan Inflasi52

2.2. ANALISIS PERKEMBANGAN INFLASI

2.2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan

Jasa

Pada triwulan I 2016, penyebab utama inflasi

Provinsi Bali masih didominasi oleh kelompok bahan

makanan yang dipicu oleh kenaikan harga bawang

merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai

rawit sebagai pendorong utama inflasi volatile food.

Tren kenaikan harga komoditas tersebut merupakan

dampak dari pergeseran musim panen akibat

berlanjutnya anomali cuaca yang mengakibatkan

berkurangnya produksi pertanian secara nasional

sehingga turut mempengaruhi pasokan komoditas

pangan di Provinsi Bali. Selain itu, peningkatan

indeks harga pada kelompok bahan makanan pada

triwulan I 2016 disebabkan oleh adanya peningkatan

permintaan menjelang Tahun Baru Imlek serta

perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan yang

jatuh pada tanggal 8, 10, dan 20 Februari 2016.

Kelompok inti seperti kelompok sandang juga

menunjukkan adanya peningkatan harga pada

triwulan I 2016 yang disebabkan oleh penetapan

harga baru oleh pelaku usaha seiring pergantian tahun

dan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) serta

Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Sementara

itu, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa

keuangan menunjukkan pergerakan melandai yang

dipengaruhi oleh penyesuaian harga bahan bakar

rumah tangga dan minyak serta tariff adjustment

listrik oleh PT. PLN (Persero).

a) Kelompok Bahan Makanan

Secara tahunan, kelompok bahan makanan pada

triwulan I 2016 kembali tercatat sebagai kelompok

penyumbang inflasi tertinggi di Bali. Kelompok ini

tercatat mengalami inflasi sebesar 7,70% (yoy) pada

Maret 2016, lebih tinggi dibandingkan dengan

inflasi Maret 2015 yang sebesar 7,43% (yoy). Secara

spasial, kelompok bahan makanan juga menjadi

kelompok penyumbang inflasi tertinggi di kedua

Inflasi Kota di Bali (%yoy)Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Tw II 2015 Tw III 2015 Tw IV 2015 Tw I 2016

Denpasar

Singaraja

Bali

Nasional

Grafik 2. 3

Perkembangan Inflasi Nasional dan Provinsi Bali (% yoy)

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 2. 4

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

Jan

Feb

Mar Ap

rM

ay Jun Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Jan

Feb

Mar Ap

rM

ay Jun Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Jan

Feb

Mar

2014 2015 2016

Bali Denpasar Singaraja

%, mtm

Inflasi Bulanan Kelompok Bahan Makanan Denpasar, Singaraja, dan Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 2. 5

Perkembangan Inflasi 53

Komoditas penyumbang inflasi pada kelompok bahan

makanan ditunjukkan terutama pada pergerakan

harga bawang merah, bawang putih, telur ayam ras,

cabai merah, dan cabai rawit. Kondisi tersebut telah

ditindaklanjuti dengan rangkaian penyelenggaraan

Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, qtq

Grafik 2. 6

Inflasi Tahunan Kelompok Bahan Makanan di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, yoy

Grafik 2. 7

Pergerakan Inflasi Bulanan Bawang MerahSumber : Badan Pusat Statistik, diolah

-30.00

-20.00

-10.00

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb

2014 2015 2016

Bawang Merah%, mtm

Grafik 2. 8

Pergerakan Inflasi Bulanan Bawang PutihSumber : Badan Pusat Statistik, diolah

-8.00

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb

2014 2015 2016

Bawang Putih%, mtm

Grafik 2. 9

kota sampel inflasi di Provinsi Bali. Di Kota Denpasar,

inflasi kelompok bahan makanan tercatat mencapai

6,93% (yoy) pada triwulan I 2016, sementara di Kota

Singaraja tercatat sebesar 11,56% (yoy). Sementara

secara triwulanan, kelompok bahan makanan tercatat

sebesar 4,08% (qtq) lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang sebesar 1,44% (qtq).

Operasi Pasar dan Pasar Murah di bawah koordinasi

TPID Provinsi Bali. Selain beras, komoditas lainnya yang

menjadi penyumbang utama inflasi pada kelompok

bahan makanan adalah bawang merah, daging ayam

ras, dan cabai merah. Sementara komoditas beras

menunjukkan pergerakan melandai meskipun terjadi

penurunan produksi padi pada periode Januari-Maret

2016.

Perkembangan Inflasi54

Kenaikan harga komoditas pada kelompok ini

merupakan dampak dari pergeseran musim

panen akibat berlanjutnya anomali cuaca yang

mengakibatkan berkurangnya produksi pertanian

secara nasional sehingga turut mempengaruhi

pasokan komoditas pangan di Provinsi Bali. Selain

itu, peningkatan indeks harga pada kelompok bahan

makanan juga disebabkan oleh adanya peningkatan

permintaan menjelang Tahun Baru Imlek serta

perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan jatuh

pada tanggal 8, 10, dan 20 Februari 2016. Nampak

pada grafik, bahwa pergerakan harga beras sebagai

kebutuhan bahan pokok di Provinsi Bali melandai di

tengah penurunan produksi di Provinsi Bali.

Pergerakan Inflasi Bulanan Daging SapiSumber : Badan Pusat Statistik, diolah

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb

2014 2015 2016

Daging Sapi%, mtm

Grafik 2. 12

Pergerakan Inflasi Bulanan Telur Ayam RasSumber : Badan Pusat Statistik, diolah

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb

2014 2015 2016

Telur Ayam Ras%, mtm

Grafik 2. 10

Pergerakan Inflasi Bulanan BerasSumber : Badan Pusat Statistik, diolah

-10.00

-8.00

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb

2014 2015 2016

Beras%, mtm

Grafik 2. 13Pergerakan Inflasi Bulanan Daging Ayam Ras

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

-20.00

-15.00

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb Apr Jun Aug Oct Dec Feb

2014 2015 2016

Daging Ayam Ras%, mtm

Grafik 2. 11

Perkembangan Inflasi 55

Tabel 2.1 Produksi Padi (Ton)

Sumber : Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, diolah

b) Kelompok Makanan Jadi, Minuman,

Rokok dan Tembakau

Pada triwulan I 2016 tekanan inflasi kelompok

makanan jadi, minuman jadi, rokok dan tembakau

tercatat 4,07% (yoy), meningkat dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 3,66% (yoy) setelah terus

melandai sejak triwulan IV 2014. Secara tahunan,

inflasi kelompok ini juga lebih rendah dibandingkan

dengan dengan periode yang sama tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar 5,65% (yoy). Sementara itu,

mengikuti pola pergerakan triwulanan, kelompok

ini mengalami penurunan dan tercatat sebesar

1,14% (qtq) pada triwulan I 2016, atau lebih rendah

dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 1,48% (qtq).

c) Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas

dan Bahan Bakar

Inflasi kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan

Bahan Bakar pada triwulan I 2016 tercatat relatif jauh

lebih rendah. Pada triwulan I 2016 inflasi kelompok

Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, qtq

Grafik 2. 14Inflasi Tahunan Kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok dan Tembakau di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, yoy

Grafik 2. 15

Perkembangan Inflasi56

ini tercatat sebesar 0,91% (yoy) yang pada triwulan

sebelumnya tercatat sebesar 4,79% (yoy). Sementara

secara triwulan, kelompok ini tercatat deflasi sebesar

-1,12% (qtq) pada triwulan I 2016 lebih rendah dari

triwulan IV 2015 yang tercatat inflasi sebesar 0,62%

(qtq). Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah

terkait penurunan harga BBM, tarif angkutan, dan

harga LPG 12 kg berdasarkan Keputusan Menteri

ESDM No.2K/12/MEM/2016 yang diberlakukan sejak

tanggal 5 Januari 2016. Kondisi ini juga merupakan

dampak berlanjutnya penurunan harga minyak dunia,

yang berpengaruh pada melandainya harga bensin

serta penurunan harga Bahan Bakar Khusus (Pertamax

Di sisi lain, pada triwulan I 2016 Survei Harga Properti

Residensial (SHPR) primer Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Bali tercatat relatif stabil meski pada

Januari 2016 terdapat gejolak harga pada komoditas

sewa rumah di Denpasar. SHPR tercatat mengalami

sedikit peningkatan dari 1,77% (yoy) atau 0,34%

(qtq) pada triwulan IV 2015 menjadi 1,87% (yoy) atau

0,36% (qtq) pada triwulan I 2016.

Inflasi Triwulanan Kelompok Perumahan, Air,

Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, qtq

Grafik 2. 16

Inflasi Tahunan Kelompok Perumahan, Air,

Listrik, Gas dan Bahan Bakar di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, yoy

Grafik 2. 17

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

17 Ja

nuar

i

01 Ja

nuar

i

21 Ja

nuar

i

01 M

aret

01 O

ktob

er

24 M

ei

01 D

esem

ber

15 D

esem

ber

15 Ja

nuar

i

22 Ju

ni

18 N

ovem

ber

01 Ja

nuar

i

19 Ja

nuar

i

01 M

aret

28 M

aret

05 Ja

nuar

i

01 A

pril

2002 2003 2005 2008 2009 2013 2014 2015 2016

Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi

Sumber : Pertamina, diolah

Grafik 2. 18

0.34 0.36

1.77 1.87

-5

0

5

10

15

20

90

110

130

150

170

190

I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016

(%)Indeks

IHPR - Total Growth qtq (RHS) Growth yoy (RHS)

Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) Primer

Sumber : Survei Harga Properti Residensial Primer

Grafik 2. 19

dan Pertalite). Tertahannya inflasi pada kelompok ini

juga didukung adanya tariff adjustment listrik oleh PT.

PLN Persero sejak Januari 2016 yang terus bertahap

sampai Maret 2016 terutama golongan R-1, R-2, R-3,

P-1, dan P-2.

Perkembangan Inflasi 57

Inflasi Triwulanan Kelompok Sandangdi Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, qtq

Grafik 2. 20

Inflasi Tahunan Sandang di Prov. BaliSumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, yoy

Grafik 2. 21

d) Kelompok Sandang e) Kelompok Kesehatan

Inflasi Triwulanan Kelompok Kesehatandi Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, qtq

Grafik 2. 22

Inflasi Tahunan Kelompok Kesehatandi Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, yoy

Grafik 2. 23

Inflasi pada kelompok sandang tercatat mengalami

peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan

setelah pada triwulan sebelumnya turun cukup

dalam. Pada Maret 2016 kelompok ini tercatat

mengalami inflasi sebesar 3,30% (qtq), jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang hanya tercatat sebesar 0,06% (qtq). Sementara

itu, secara tahunan kelompok ini tercatat mengalami

inflasi sebesar 6,69% (yoy), juga lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 4,31% (yoy).

Sejalan dengan kelompok sandang, tekanan inflasi

kelompok kesehatan turut mengalami peningkatan

baik secara triwulanan maupun secara tahunan.

Pada Maret 2016, kelompok ini tercatat mengalami

inflasi sebesar 5,71% (yoy), meningkat dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang

sebesar 4,81% (yoy). Sementara secara triwulanan

tercatat mengalami inflasi sebesar 1,57% (qtq) atau

meningkat dibandingkan dengan inflasi triwulan lalu

yang sebesar 0,99% (qtq).

Perkembangan Inflasi58

f) Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah

Raga

Sesuai dengan pola historis, secara triwulanan, inflasi

pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga

tercatat mengalami peningkatan dari 0,07% (qtq)

pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 0,35% (qtq)

pada triwulan I 2016. Namun secara tahunan, pada

triwulan I 2016 kelompok pendidikan, rekreasi dan

olah raga tercatat relatif stabil dengan inflasi sebesar

4,05% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

4,07% (yoy).

g) Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa

Keuangan

Secara triwulanan, inflasi pada kelompok transpor,

komunikasi dan jasa keuangan mengalami

penurunan yang cukup dalam dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya dari 0,001% (qtq) pada triwulan

sebelumnya menjadi -1,45% (qtq) pada periode

laporan. Sementara itu, secara tahunan inflasi

kelompok ini tercatat sebesar 0,34% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

mengalami deflasi sebesar -1,18% (yoy). Rendahnya

inflasi kelompok ini didukung adanya penyesuaian

harga Bahan Bakar sehingga tercatat deflasi pada

komoditas Angkutan Antar Kota, Angkutan Dalam

Kota, Angkutan Udara, Bensin, dan Solar.

Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor,

Komunikasi dan Jasa Keuangan di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, qtq

Grafik 2. 26

Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, qtq

Grafik 2. 24

Inflasi Tahunan Kelompok Transpor, Komunikasi

dan Jasa Keuangan di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, yoy

Grafik 2. 27Inflasi Tahunan Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga di Prov. Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

%, yoy

Grafik 2. 25

Perkembangan Inflasi 59

2.2.2. Inflasi Menurut Kota

Sejak Tahun 2013 inflasi Provinsi Bali ditentukan

berdasarkan inflasi dari 2 (dua) kota sampel inflasi,

yaitu Kota Denpasar dan Kota Singaraja. Karakteristik

inflasi Kota Denpasar maupun Kota Singaraja

terutama dipengaruhi oleh kelompok pengeluaran

bahan makanan, makanan jadi dan perumahan

sebagaimana tercermin pada dominannya bobot

kelompok pengeluaran tersebut dalam keranjang IHK

Kota Denpasar maupun Kota Singaraja.

Bobot Tahun Dasar (2012=100)Kelompok Pengeluaran Kota Denpasar

Sumber : BPS, diolah

26%19%19%16%9%6%

Grafik 2. 28

Bobot Tahun Dasar (2012=100)Kelompok Pengeluaran Kota Singaraja

Sumber : BPS, diolah

27%26%19%12%6%5%4%

Grafik 2. 29

a) Kota Denpasar

Pada triwulan I 2016, laju inflasi Kota Denpasar

mengalami peningkatan dari 2,70% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi 3,41% (yoy) pada triwulan

I 2016. Peningkatan tekanan inflasi tertinggi terjadi

pada kelompok bahan makanan (6,93%, yoy),

kelompok sandang (6,24%, yoy), dan kelompok

kesehatan (6,24%, yoy). Inflasi kelompok bahan

makanan triwulan I 2016 tercatat lebih rendah dari

inflasi triwulan I 2015 yang sebesar 7,65% (yoy). Sama

halnya dengan kondisi Bali secara umum, peningkatan

inflasi kelompok ini pada periode pelaporan di Kota

Denpasar disebabkan karena adanya hambatan

produksi pada komoditas utama penyumbang inflasi

(cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah) yang

terjadi pada lingkup nasional dan juga berkurangnya

stok/pasokan yang tersedia di pasar tradisional. Hal ini

juga tidak lepas dari masih tingginya ketergantungan

pasokan dari daerah lainnya sehingga harga relatif

berfluktuasi. Selain itu, tekanan inflasi kelompok

bahan makanan juga didorong oleh terjadinya

bencana kebakaran di salah satu pasar tradisional

terbesar di Denpasar, yaitu Pasar Badung. Menyikapi

adanya potensi kenaikan, pada Maret 2016 kembali

dilakukan rangkaian upaya koordinasi pengendalian

inflasi oleh TPID Provinsi/Kabupaten/Kota se-Provinsi

Bali antara lain melalui Operasi Pasar dan Pasar Murah

serta kegiatan pemantauan harga. Selain kelompok

bahan makanan, kelompok sandang dan kesehatan

pada triwulan I 2016 juga merupakan pendorong

inflasi Kota Denpasar. Adanya peningkatan pada

kedua kelompok ini didorong oleh peningkatan UMK

Denpasar sebesar 11,5% sesuai dengan Peraturan

Gubernur Bali No.1 Tahun 2016 tentang Upah

Minimum Kabupaten/Kota.

Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas,

dan bahan bakar menunjukkan penurunan yang

cukup dalam dibandingkan triwulan IV 2015 tercatat

Perkembangan Inflasi60

Tabel 2.2 Perkembangan Inflasi Kota Denpasar Per Kelompok Pengeluaran

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

sebesar 5,09% (yoy) sehingga menjadi sebesar

1,07% (yoy) pada triwulan I 2016. Apabila ditinjau

pergerakannya sepanjang triwulan I 2016, maka top

Tabel 2.3 Top 5 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Denpasar

No Komoditas (%, mtm) Kontribusi (%,mtm) No Komoditas (%, mtm) Kontribusi

(%,mtm) Januari Inflasi Deflasi

1 Bawang Merah 33,17 0,18 1 Bensin -3,73 -0,20 2 Daging Ayam Ras 6,80 0,13 2 Buncis -55,75 -0,09 3 Telur Ayam Ras 14,45 0,10 3 Kasur -25,00 -0,04

4 Angkutan Udara 10,18 0,09 4 Angkutan Antar Kota -17,49 -0,04

5 Baju Kaos Berkerah 54,02 0,08 5 Semangka -19,16 -0,03 Februari Inflasi Deflasi

1 Cabai Merah 57,10 0,12 1 Tarif Listrik -3,81 -0,16 2 Pisang 16,58 0,05 2 Bensin -1,13 -0,06 3 Emas Perhiasan 4,92 0,04 3 Cabai Rawit -30,24 -0,04 4 Rokok Kretek Filter 2,45 0,03 4 Bawang Merah -6,82 -0,04 5 Tomat Sayur 56,47 0,03 5 Angkutan Udara -2,65 -0,02

Maret Inflasi Deflasi

1 Cabai Rawit 80,70 0,12 1 Daging Ayam Ras -12,82 -0,24 2 Sawi Hijau 65,60 0,09 2 Tarif Listrik -1,80 -0,07 3 Mobil 2,17 0,06 3 Angkutan Udara -5,22 -0,05 4 Buncis 38,39 0,06 4 Bensin -0,72 -0,04 5 Tongkol Pindang 10,26 0,04 5 Telur Ayam Ras -5,01 -0,03

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

5 komoditas yang tercatat mengalami inflasi di Kota

Denpasar masih didominasi oleh komoditas pada

kelompok volatile food.

Perkembangan Inflasi 61

b) Kota Singaraja

Tabel 2.4 Perkembangan Inflasi Kota Singaraja Per Kelompok Pengeluaran

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel 2.5 Top 5 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Singaraja

No Komoditas (%, mtm)

Kontribusi (%,mtm) No Komoditas (%,

mtm) Kontribusi (%,mtm)

Januari Inflasi Deflasi

1 Cabai Rawit 46,40 0,53 1 Buncis -46,32 -0,22 2 Bawang Merah 32,03 0,31 2 Bensin -3,92 -0,16 3 Kentang 51,27 0,08 3 Minyak Goreng -2,54 -0,03 4 Telur Ayam Ras 7,14 0,07 4 Salak -20,83 -0,02 5 Tongkol/Ambu-ambu 19,20 0,04 5 Angkutan Antar Kota -3,85 -0,01

Februari Inflasi Deflasi

1 Mie Kering Instant 17,40 0,21 1 Cabai Rawit -23,28 -0,26 2 Pisang 12,61 0,09 2 Bawang Merah -23,93 -0,23 3 Daging Ayam Ras 2,10 0,05 3 Buncis -19,91 -0,09 4 Tomat Sayur 47,57 0,04 4 Tarip Listrik -2,70 -0,08 5 Cabai Merah 24,44 0,04 5 Kacang Panjang -13,70 -0,04

Maret Inflasi Deflasi

1 Cabai Rawit 49,67 0,56 1 Daging Ayam Ras -13,37 -0,33 2 Bawang Merah 29,52 0,28 2 Pisang -4,77 -0,03 3 Buncis 52,38 0,25 3 Kentang -19,93 -0,03 4 Kacang Panjang 22,94 0,07 4 Tarip Listrik -1,09 -0,03 5 Bayam 21,67 0,05 5 Udang Basah -7,57 -0,02

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Perkembangan Inflasi62

Inflasi Kota Singaraja tercatat mengalami peningkatan

yang cukup tinggi dari 2,97% (yoy) pada triwulan

IV 2015 menjadi 4,42% (yoy) pada triwulan I 2016.

Namun demikian, capaian inflasi ini tercatat lebih

rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya

yang tercatat sebesar 8,99% (yoy). Realisasi inflasi

Kota Singaraja pada triwulan I 2016 masih berada

di atas inflasi Kota Denpasar. Jalur distribusi Bali

Selatan dan Bali Utara masih perlu menjadi perhatian

untuk menjaga ketersediaan pasokan pada kedua

kota sampel inflasi di Provinsi Bali. Berdasarkan

kelompoknya, peningkatan tertinggi terjadi pada

kelompok bahan makanan yang meningkat tajam

dari sebesar 4,74% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi sebesar 11,56% (yoy) pada triwulan I 2016.

Hampir seluruh kelompok pengeluaran di Kota

Singaraja mengalami peningkatan kecuali kelompok

perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar,

sejalan dengan kondisi Kota Denpasar. Jika ditinjau

berdasarkan pergerakannya sepanjang Januari sampai

Maret 2016, maka komoditas yang mendorong laju

inflasi di Singaraja didominasi oleh kelompok volatile

food.

2.3. DISAGREGASI INFLASI4)

Pada triwulan I 2016, tekanan inflasi kelompok

volatile food kembali menunjukkan peningkatan.

4 Menggunakan klasifikasi disagregasi pendekatan Bank Indonesia

Kenaikan harga bawang merah yang terjadi secara

nasional, harga cabai merah, cabai rawit, dan daging

ayam ras mendorong terjadinya inflasi pada kelompok

volatile food. Tren kenaikan harga komoditas tersebut

merupakan dampak dari peningkatan permintaan

masyarakat sehubungan dengan rangkaian perayaan

Imlek, Galungan, dan Kuningan, serta terhambatnya

distribusi bahan pangan akibat terbakarnya Pasar

Induk di Bali, Pasar Badung.

a) Volatile Food

Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, pada

triwulan I 2016, inflasi volatile food di Provinsi Bali

tercatat lebih tinggi dengan capaian inflasi tahunan

sebesar 6,93% (yoy) setelah pada triwulan IV

2015 tercatat sebesar 3,10% (yoy). Tekanan inflasi

kelompok ini pada triwulan I 2016 masih tercatat lebih

rendah dibandingkan rata-rata historisnya selama 3

tahun terakhir yang sebesar 8,64% (yoy). Adanya

peningkatan harga pada kelompok ini langsung

disikapi oleh TPID baik pada tingkat Provinsi maupun

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali melalui rangkaian

upaya pengendalian inflasi. Pengendalian harga

oleh TPID dalam jangka pendek antara lain adalah

melalui pelaksanaan Pasar Murah dan pelaksanaan

pemantauan lapangan dan kecukupan stok untuk

merespon peningkatan harga.Disagregasi Inflasi Bulanan Provinsi Bali

Sumber : Bank Indonesia

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 32013 2014 2015 2016

Series4 CORE

VOLATILE ADMINISTERED

Grafik 2. 30

Disagregasi Inflasi Tahunan Provinsi BaliSumber : Bank Indonesia

02468

1012141618

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 32013 2014 2015 2016

yoy COREVOLATILE ADMINISTERED

% yoy

Grafik 2. 31

Perkembangan Inflasi 63

Pada triwulan I 2016, kenaikan harga terjadi pada

komoditas bawang merah, cabai merah, cabai rawit,

dan daging ayam ras. Sementara itu, komoditas yang

tercatat mengalami penurunan indeks harga pada

triwulan I 2016 adalah daging babi (-0,054%, yoy)

dan beras (-0,052%, yoy).

b) Administered Prices

Tekanan inflasi kelompok administered prices pada

triwulan I 2016 kembali tercatat melandai lebih

dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kelompok administered prices pada triwulan I 2016

mencatat inflasi sebesar 0,89% (yoy), lebih rendah

dari triwulan IV 2015 yang 1,01% (yoy). Komoditas

yang menyumbang inflasi administered prices cukup

signifikan pada triwulan I 2016 adalah komoditas

rokok kretek filter dan angkutan udara. Namun

demikian, laju inflasi tertahan oleh penurunan indeks

harga bahan bakar bensin (-0,046%, yoy) solar

(-0,009, yoy), angkutan antar kota (-0,021%, yoy),

dan tarif listrik (-0,034%, yoy). Rendahnya inflasi

pada kelompok administered prices pada triwulan

I 2016 merupakan dampak dari penurunan harga

minyak dunia, yang berpengaruh pada melandainya

harga bensin dan solar.

c) Core Inflation

Pergerakan Nilai Tukar RupiahSumber : Reuters

Grafik 2. 32

Perbandingan Nilai Tukar KawasanSumber : Reuters, Bloomberg, diolah

Grafik 2. 33

Interaksi permintaan dan penawaran

Hasil Survei Pedagang Eceran Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Bali pada triwulan I 2016

mengindikasikan tekanan permintaan dapat

direspon dengan baik oleh sisi penawaran meskipun

terdapat sedikit penurunan indeks perkiraan total

penjualan secara umum pada 3 bulan yang akan

datang dari dibandingkan dengan triwulan IV 2016.

Sementara dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia

mengindikasikan bahwa konsumen optimis terhadap

kondisi perekonomian Indonesia. Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK) pada triwulan I 2016 adalah sebesar

99,43 menurun dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 100,42 pada Desember

2015. Penurunan IKK triwulan I 2016 tersebut

Tekanan inflasi kelompok inti tercatat relatif stabil.

Rupiah kembali mengalami penguatan pada Maret

2016 yang secara year to date (ytd), nilai tukar rupiah

menguat sebesar 3,96% atau secara point-to-point

(ptp) menguat sebesar 0,84% (mtm) ke level Rp

13.260 per dolar AS. Ke depan, Bank Indonesia terus

menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan

fundamentalnya, sehingga dapat mendukung

terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem

keuangan.

Perkembangan Inflasi64

terutama disebabkan oleh penurunan Indeks Kondisi

Ekonomi Saat ini (IKE), khususnya melemahnya

persepsi konsumen terhadap penghasilan saat ini.

Ekspektasi Inflasi

Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia juga

menunjukkan bahwa konsumen memperkirakan

tekanan kenaikan harga yang meningkat pada Juni

2016. Hal ini terindikasi dari Indeks Ekspektasi Harga

(IEH) 3 bulan mendatang yang tercatat naik menjadi

185,50 pada triwulan I 2016. Meningkatnya tekanan

kenaikan harga diperkirakan terjadi utamanya pada

kelompok bahan makanan dan kelompok makanan

jadi, minuman, rokok, dan tembakau seiring dengan

141143

-13%-14%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0.0020.0040.0060.0080.00

100.00120.00140.00160.00180.00200.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2015 2016Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yadGrowth Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Growth Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yad

Ekspektasi Penjualan Sumber : Survei Penjualan Eceran, Bank Indonesia

Grafik 2. 34

185.5

194

2%3%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

155160165170175180185190195200205

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2015 2016Indeks Ekspektasi harga 3 bulan yad Indeks Ekspektasi harga 6 bulan yadGrowth Ekspektasi harga 3 bulan yad Growth Ekspektasi harga 6 bulan yad

Ekspektasi KonsumenSumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

Grafik 2. 35

perkiraan meningkatnya permintaan selama bulan

puasa dan menjelang hari raya Idul Fitri.

Laju inflasi kelompok inti cukup stabil didukung

oleh masih memadainya sisi suplai dan ekspektasi

inflasi yang terjaga (baik dari sisi konsumen maupun

pedagang). Pengendalian ekspektasi inflasi menjadi

sangat penting untuk dilaksanakan untuk mengurangi

ketidakpastian dan ekspektasi inflasi yang berlebihan.

Berkaitan dengan itu, langkah strategis TPID Provinsi

Bali menjaga ekspektasi melalui press release,

talkshow, dan gerakan operasi pasar serta pasar

murah di Tahun 2016 secara aktif dilaksanakan.

Perkembangan Inflasi 65

2.4. PERGERAKAN HARGA DI KOTA NON

SAMPEL INFLASI

Pemantauan pergerakan harga di kota-kota non

sampel inflasi di Bali dilakukan oleh Tim Pengendali

Inflasi Daerah pada tingkat Kabupaten/Kota di Provinsi

Bali melalui Sistem Informasi Harga Komoditas Pangan

Strategis (SiGapura) Provinsi Bali. Sesuai dengan butir

kesepakatan Capacity Building PIHPS Provinsi Bali

SiGapura, per tanggal 1 April 2016, kontributor data

SiGapura di tingkat konsumen adalah seluruh Dinas

Perindustrian dan Perdagangan pada 9 (sembilan)

Kabupaten/Kota dengan total 15 pasar tradisional

dan 2 pasar modern yang tersebar di Provinsi Bali.

Hasil pemantauan harga terhadap 6 komoditas

(penyumbang utama inflasi Bali) di Provinsi Bali

menunjukkan pergerakan harga yang searah dengan

pergerakan harga di kedua kota sampel inflasi.

Peningkatan harga terjadi pada komoditas bawang

merah yang masih terus tinggi sejak minggu pertama

Februari 2016. Komoditas yang menunjukkan

penurunan harga antara lain komoditas aneka cabai

seiring dengan masuknya musim panen. Sementara

komoditas beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras

terpantau relatif stabil pada triwulan I 2016.

2.5. INFLASI PEDESAAN

Berbeda halnya dengan inflasi di kota-kota sampel

perhitungan inflasi di Bali, tekanan inflasi perdesaan

Bali sampai dengan triwulan I 2016 justru mengalami

penurunan dibandingkan inflasi triwulan IV 2015.

Laju inflasi perdesaan Bali pada Maret 2016 tercatat

sebesar 0,33% (mtm) lebih rendah dari inflasi

perdesaan nasional sebesar 0,95% (mtm). Secara

kumulatif, inflasi perdesaan Bali tercatat sebesar

1,72% (ytd) sedikit berada di bawah inflasi perdesaan

nasional yang mencapai 1,87% (ytd). Namun, inflasi

perdesaan Bali meningkat dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

deflasi sebesar -0,55% (ytd).

Sejalan dengan masih terjadinya inflasi perdesaan di

Bali, pada triwulan I 2016 rata-rata Nilai Tukar Petani

(NTP) mengalami sedikit penurunan dari 105,15 pada

triwulan IV 2015 menjadi sebesar 105,08.

Perkembangan Inflasi Pedesaan (mtm) dan Nilai Tukar Petani (NTP)

Sumber : BPS, diolah

%, mtm

Grafik 2. 36

Perkembangan Inflasi Pedesaan (ytd)Sumber : BPS, diolah

-4

-2

0

2

4

6

8

10

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2013 2014 2015 2016

Bali Nasional

%, ytd

Grafik 2. 37

66

BOKS B

Dalam upaya menjaga inflasi Bali yang rendah

dan stabil, TPID Provinsi Bali bersama 9 (sembilan)

TPID Kabupaten/Kota kembali melakukan langkah

koordinatif dalam pengendalian inflasi jangka

pendek dan menengah dengan menyusun Roadmap

Pengendalian inflasi Provinsi Bali 2016 -2018.

Penyusunan Roadmap ini dilaksanakan sebagai tindak

lanjut amanah Presiden RI Bapak Ir. H. Joko Widodo

dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendalian

Inflasi Daerah VI di Jakarta pada 27 Mei 2015 dengan

3 (tiga) rekomendasi utama yang dihasilkan sebagai

berikut:

1. Mempertegas komitmen daerah dalam menjaga

stabilitas harga dengan mewujudkan strategi 4K

(Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga,

Kelancaran distribusi, dan Komunikasi yang

efektif),

2. Melakukan percepatan pembangunan

infrastruktur dan mewujudkan kedaulatan

pangan di daerah,

3. Melakukan penajaman langkah Pemerintah

Pusat & Pemerintah Daerah dalam pengelolaan

anggaran.

Roadmap Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota se-Provinsi Bali disusun dengan

mengacu dan telah diselaraskan dengan Roadmap

Pengendalian Inflasi 2015 -2017 yang disusun

oleh Pokjanas TPID. Roadmap Pengendalian Inflasi

Daerah Provinsi Bali 2018 disusun untuk mendukung

pencapaian target inflasi sebagaimana tercantum

dalam PMK No.93/PMK.011/2014 tentang Sasaran

Inflasi sebesar 3,5±1% di 2018. Roadmap ini

merupakan guideline terkoordinasi dan terencana

serta diharapkan menjadi komitmen penuh dari

seluruh stakeholders dengan susunan yang terdiri

dari:

1. Identifikasi permasalahan pokok di masing-

masing kelompok inflasi (volatile food,

administered prices, core) di Bali

2. Langkah-langkah pengendalian inflasi jangka

pendek 2016, dan jangka menengah (2017-

2018)

3. Dukungan yang diharapkan dari Pemerintah

pusat serta Kementerian/Instansi terkait.

Melalui serangkaian langkah koordinasi, sinkronisasi

berbagai kegiatan dan rencana kerja pemerintah

daerah di masing-masing leading sektor (SKPD terkait)

serta dengan mensinergikan berbagai kebijakan

Pemerintah Daerah dan Instansi terkait lainnya yang

berada dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah

(TPID) baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/

Kota se-Bali, yang dimulai sejak Januari – Maret

2016 guna menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi

Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Provinsi

Bali bertempat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Bali, pada tanggal 5 April 2016 telah disepakati

dan ditandatangani bersama Roadmap Pengendalian

Inflasi Daerah se-Provinsi Bali oleh seluruh ketua TPID

Provinsi, Kabupaten dan Kota di Bali.

Dalam upaya mencapai inflasi yang rendah dan stabil,

Provinsi Bali masih dihadapkan dengan berbagai

tantangan yang perlu menjadi perhatian. Tantangan

ROADMAP PENGENDALIAN INFLASI DAERAH PROVINSI BALI

67

pengendalian inflasi Provinsi Bali untuk kelompok

penyumbang inflasi baik jangka pendek maupun

jangka panjang yang menjadi permasalahan struktural

adalah sebagai berikut:

• •

• • • • • •

• •

• • • • •

68

Untuk mensinergikan berbagai kebijakan Pemerintah

Pusat dan Daerah serta kebijakan Bank Indonesia

dalam mengawal pencapaian sasaran inflasi

nasional telah disusun berbagai usulan rekomendasi

pengendalian inflasi. Usulan rekomendasi

pengendalian inflasi dalam jangka pendek adalah:

(a) pengendalian inflasi pangan diarahkan pada:

(i) menjaga ketersediaan pasokan pangan di pasar

dalam jumlah yang memadai (ii) mengkomunikasikan

kepada publik tentang kondisi dan prognosa pangan

pokok serta langkah-langkah antisipasi yang akan

dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas harga

pangan pokok (iii) memperkuat peran Bulog dalam

stabilisasi harga pangan pokok. (b) pengendalian

inflasi kelompok administered prices khususnya

energi diarahkan: (i) meningkatkan transparansi

dan menjaga konsistensi penetapan tarif angkutan

darat dalam dan luar kota (iii) melakukan review atas

adjustment tarif listrik khususnya terkait penggunaan

variabel inflasi. (iv) menjaga stabilitas nilai tukar

antara lain dengan mendorong penggunakan Rupiah

dalam bertransaksi. (c) pengendalian kelompok

inti diarahkan pada (i) melakukan pertemuan

secara berkala dengan Real Estate Indonesia (REI)/

Pelaku Usaha dan instansi terkait guna memantau

perkembangan harga dan merumuskan kebijakan

yang dapat menekan inflasi di sektor perumahan/

bangunan, (ii) mengarahkan ekspektasi inflasi untuk

mencapai sasaran inflasi yang rendah dan stabil.,

(iii) penyediaan fasilitas asrama (mahasiswa) atau

rumah dinas (pekerja) bagi penduduk pendatang, (iv)

perbaikan tata ruang wilayah dengan membangun

pusat ekonomi di daerah sub-urban/penyangga.

Sementara usulan rekomendasi kebijakan jangka

menengah adalah: (a) pengendalian inflasi pangan

diarahkan pada: (i) mengefisienkan tata niaga

perdagangan pangan pokok (ii) mengefektifkan

kebijakan harga referensi melalui dukungan system

informasi harga yang akurat (PIHPS-SiGapura)

dan review harga referensi mengacu pada cost of

production (iii) menyediakan instrument intervensi

melalui stok pangan pemerintah (iv) mensinergikan

program Roadmap jangka menengah panjang

dengan RKPD pada SKPD terkait untuk mendukung

kedaulatan pangan. (b) pengendalian inflasi

kelompok administered prices khususnya energi

diarahkan: (i) mempersiapkan diversifikasi energi (ii)

memperkuat infrastruktur distribusi sektor energi (iii)

meningkatkan efiiensi penggunaan energi di daerah,

(c) pengendalian kelompok inti diarahkan pada (i)

mengembangkan daerah-daerah penyangga sebagai

supply untuk memenuhi kebutuhan sewa rumah/

kontrak rumah yang meningkat.

69KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

Perbankan dan Sistem Pembayaran70

Perbankan dan Sistem Pembayaran 71

3.1. PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA

BANK UMUM

Tabel 3.1 Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali

Stabilitas sistem keuangan Provinsi Bali pada triwulan

I 2016 masih terjaga sebagaimana tercermin dari

peningkatan aset, dan fungsi intermediasi perbankan

(kenaikan LDR) serta terjaganya rasio kredit Non

Performing Loan di periode triwulan I 2016. Aset bank

umum pada triwulan I 2016 mencapai Rp 91,4 triliun

atau tumbuh sebesar 7,12% (yoy), sedikit melambat

dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya

(8,23%, yoy). Perlambatan pertumbuhan dialami

oleh seluruh kelompok bank antara lain kelompok

bank asing campuran, bank umum swasta nasional

dan kelompok bank pemerintah. Perlambatan

terbesar dicatat kelompok bank asing campuran dari

sebesar 29,07% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

kontraksi sebesar -7,63% (yoy) pada triwulan I 2016.

Berdasarkan share-nya, share asset kelompok bank

pemerintah mengalami peningkatan dari sebesar

59,94% pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

60,83%, seiring dengan masih tertahannya kinerja

konsumsi Pemerintah. Sementara itu, share asset

kelompok bank umum swasta nasional dan kelompok

bank asing campuran cenderung stabil masing-

masing sebesar 37,33% dan 1,84%.

Pertumbuhan Tahunan Asset, DPK dan Kredit

Komposisi dan Pertumbuhan Asset Menurut Kelompok Bank

Grafik 3. 1 Grafik 3. 2

Perbankan dan Sistem Pembayaran72

3.1.1. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi 3.1.1.1 Penghimpunan Dana

Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)

Grafik 3. 3Pertumbuhan DPK Menurut Kelompok Bank

-15-10

-505

101520253035

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%

Bank Swasta Nasional Bank Asing & Campuran

Bank Pemerintah DPK

Grafik 3. 5

Perkembangan LDR menurut Kelompok Bank

Grafik 3. 4 Grafik 3. 6

Pertumbuhan DPK

Fungsi intermediasi bank umum pada triwulan I

2016 menunjukkan kinerja yang membaik tercermin

dari peningkatan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)

dari 83,24% pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

83,47% pada triwulan I 2016. Peningkatan tersebut

antara lain didorong oleh perlambatan DPK pada

triwulan laporan. Berdasarkan kelompok bank, LDR

terbesar terdapat pada kelompok bank pemerintah

yaitu sebesar 89,25%. Sedangkan LDR kelompok

bank umum swasta nasional dan bank asing campuran

masing-masing tercatat sebesar 76,42% (sebelumnya

75,53%) dan 46,42% (sebelumnya 42,44%).

Pada triwulan I 2016 Penghimpunan Dana Pihak

Ketiga (DPK) mencapai Rp75,5 triliun, tumbuh

4,93% (yoy), namun mengalami perlambatan

dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

mencapai 7,09% (yoy). Perlambatan pertumbuhan

DPK terjadi di semua jenis DPK dengan perlambatan

terdalam pada jenis deposito. Perlambatan tersebut

disebabkan oleh upaya perbankan untuk mendukung

tercapainya suku bunga single digit sehingga

perbankan cenderung melepas deposito (dengan

share sebesar 36,81%) yang memiliki bunga yang

tinggi. Kondisi tersebut terlihat dari perlambatan

Perbankan dan Sistem Pembayaran 73

pertumbuhan deposito dari sebesar 7,36% (yoy) pada

triwulan IV 2015 menjadi sebesar 4,23% (yoy) pada

triwulan I 2016 atau tercatat sebesar Rp 27,8 triliun.

Perlambatan pertumbuhan DPK yang dalam terjadi

pada semua kelompok bank, dimana pertumbuhan

terdalam terjadi pada kelompok asing dan campuran

yang mengalami kontraksi sebesar -6,49% (yoy) pada

triwulan laporan.

3.1.1.2. Penyaluran Kredit

Penyaluran kredit bank umum pada triwulan I 2016

kembali mengalami perlambatan yang tercatat

sebesar 8,81% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan IV 2015 yang sebesar 9,87% (yoy).

Berdasarkan jenis penggunaan, share kredit modal

kerja masih menjadi yang terbesar mencapai 38,71%

dari total kredit. Pada triwulan I 2016, kredit modal

kerja tercatat sebesar Rp24,4 triliun atau tumbuh

sebesar 6,43% (yoy) sedikit lebih rendah dibanding

triwulan sebelumnya yang mencapai 7,72% (yoy).

Sementara itu, share kredit investasi pada triwulan I

2016 mencapai 22,9% dari total kredit yaitu sebesar

Rp14,4 triliun atau tumbuh sebesar 6,01%(yoy).

Pertumbuhan ini lebih rendah dibanding triwulan IV

2015 yang tumbuh sebesar 8,83% (yoy).

Di sisi lain, pertumbuhan kredit konsumsi dengan

share 38,39% sedikit meningkat dari 12,86% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi 13,14% (yoy) pada

triwulan I 2016 dengan nominal sebesar Rp. 24,2

triliun. Peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi

terjadi seiring dengan peningkatan kinerja konsumsi

pada triwulan laporan didorong oleh peningkatan

daya beli sebagai dampak dari kenaikan UMR serta

penurunan harga BBM, LPG, dan TTL, dan penurunan

suku bunga BI Rate pada triwulan laporan yang

mendorong tendensi penurunan suku bunga.

Pertumbuhan Kredit Perbankan

Grafik 3. 7

Komposisi Kredit

Grafik 3. 8

Perkembangan Suku Bunga

Grafik 3. 9

Perbankan dan Sistem Pembayaran74

Berdasarkan kategori ekonomi, share kredit

secara sektoral masih diominasi oleh sektor yang

mendominasi perekonomian Bali, yaitu pelaku

usaha kategori perdagangan besar dan eceran,

serta penyediaan akomodasi dan makan minum.

Share kredit kategori perdagangan besar dan eceran

mencapai 30,82%. Sedangkan share kredit kategori

penyediaan akomodasi dan makan minum tercatat

sebesar 10,09%.

3.1.2. Non Performing Loan (NPL)

Rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan

Provinsi Bali masih terjaga di bawah 5%. NPL pada

triwulan I 2016 tercatat sebesar 2,38%, sedikit

meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang

sebesar 2,06%. Berdasarkan jenis penggunaannya,

peningkatan NPL tersebut terutama didorong oleh

peningkatan NPL investasi yang mencapai 5,55% 3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN

RAKYAT (BPR)

Sejalan dengan perkembangan bank umum, kinerja

BPR pada triwulan I 2016 masih terjaga. Asset

BPR pada triwulan I 2015 tumbuh 20,74%(yoy),

sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015 yang

sebesar 20,61% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan

dengan peningkatan pertumbuhan DPK dari sebesar

18,66% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar

19,87%(yoy) pada triwulan I 2016. Perbaikan tersebut

juga didukung oleh peningkatan LDR dari sebesar

76,33 pada triwulan IV 2015 menjadi sebesar 76,98

pada triwulan I 2016.

(yoy) pada triwulan laporan. Sementara berdasarkan

kelompok bank, peningkatan NPL tertinggi terjadi

pada kelompok bank pemerintah sebesar 2,73%

pada triwulan I 2016.

Perkembangan NPL Kredit

NPL Berdasarkan Kelompok Bank

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

NPL Total Kredit NPL Kredit Modal Kerja

NPL Kredit Investasi NPL Kredit Konsumsi

Grafik 3. 10

Grafik 3. 11

Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Menurut Kategori

Perdagangan Besar dan Eceran 14,736 15,865 16,574 17,460 17,966 18,747 19,008 19,776 19,440Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,614 5,825 5,969 6,252 6,515 6,439 6,295 6,455 6,366Real Estate, Usaha Persewaan, Jasa Perusahaan 1,689 1,616 1,678 1,779 1,775 1,789 1,851 1,771 1,754Industri Pengolahan 1,619 1,669 1,886 1,935 1,838 1,813 1,807 1,914 1,555Perantara Keuangan 2,227 2,130 2,140 2,185 2,168 2,262 2,367 2,321 2,240Jasa Kemasyarakatan 1,330 1,475 1,692 1,452 1,310 1,345 1,310 1,344 1,268Konstruksi 1,825 2,090 2,206 2,230 2,167 2,282 2,333 2,120 2,069Pertanian 948 1,011 1,075 1,146 1,219 1,286 1,346 1,388 1,399Lainnya 20,342 21,145 21,868 22,768 23,008 23,813 24,655 25,767 26,983

(dalam miliar Rp)

Perbankan dan Sistem Pembayaran 75

Tabel 3.3 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali

Sementara itu, pertumbuhan penyaluran kredit BPR

pada triwulan I 2016 mengalami sedikit perlambatan

dari 16,28%(yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi

Pertumbuhan Asset, Kredit dan DPK

0

5

10

15

20

25

30

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%,y

oy

Rp MiliarAset g Asset (%, yoy)

g Kredit (%, yoy) g DPK (%, yoy)

Grafik 3. 12

Loan to Deposit Ratio (LDR)

82.57 82.7184.13

78.9680.11

81.6780.54

76.3376.98

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

Grafik 3. 13

(dalam miliar Rp)

14,18%(yoy) dengan nominal Rp8,3 triliun. Secara

klasifikasi jenis penggunaan, kredit yang disalurkan

oleh BPR didominasi oleh kredit produktif yaitu kredit

modal kerja dengan porsi sebesar 51% dan kredit

investasi sebesar 13% dari total kredit, sedangkan

kredit konsumsi mencapai 36%.

3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN

KABUPATEN/KOTA

Secara spasial, penyaluran kredit bank umum masih

terkonsentrasi di 4 (empat) kabupaten/kota di Provinsi

Bali yang memiliki pangsa mencapai 82%, yaitu

meliputi Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Kondisi tersebut sejalan dengan persebaran DPK

kabupaten kota di Provinsi Bali yang terkonsentrasi di 4

(empat) kabupaten/kota di Provinsi Bali yang memiliki

pangsa mencapai 90%, yaitu meliputi Denpasar,

Badung, Gianyar, dan Tabanan. Dari pertumbuhan

kreditnya, kabupaten yang mengalami peningkatan

pertumbuhan adalah Kabupaten Tabanan, Kabupaten

Gianyar, dan Kabupaten Klungkung. Sementara dari

sisi kualitas kredit, seluruh kabupaten/kota di Provinsi

Bali memiliki NPL yang terjaga di bawah batas 5%.

NPL tertinggi dimiliki oleh Kota Denpasar mencapai

3,37% pada triwulan I 2016.

Perbankan dan Sistem Pembayaran76

Tabel 3.4 Perkembangan Rekening DPK dan Kredit per Kabupaten di Bali Maret 2016

Pertumbuhan kredit lokasi bank kabupaten/kota di Provinsi Bali

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%,yoy

Buleleng Jembrana Tabanan

Badung Gianyar Klungkung

Bangli Karangasem Denpasar

Grafik 3. 16

NPL Kabupaten/Kota Maret 2016

1.141.69

1.06 0.94 0.67 0.64 0.22 0.87

3.37

Grafik 3. 17

Proporsi Kredit Bank Umum Spasial

Buleleng7%

Jembrana3% Tabanan

6%

Badung 12%

Gianyar5%

Klungkung2%

Bangli 2%Karangasem

4%

Denpasar59%

Grafik 3. 14

Proporsi DPK Bank Umum Spasial

Buleleng4%

Jembrana2% Tabanan

3%Badung

16%

Gianyar4%

Klungkung1%

Bangli 1%Karangasem

2%

Denpasar67%

Grafik 3. 15

Perbankan dan Sistem Pembayaran 77

Terkonsentrasinya sebaran kredit dan DPK di empat

kabupaten/kota tersebut juga tercermin dari sebaran

ketersediaan layanan perbankan di Provinsi Bali.

Kondisi ini terlihat dari jumlah kantor bank di Kota

Denpasar yang mencapai 301 kantor dibanding

Kabupaten Bangli yang hanya 24 kantor bank.

Sementara ketersediaan layanan ATM di Kota

Denpasar mencapai 1.293 dibanding Kabupaten

Bangli yang hanya 28 ATM. Kondisi tersebut

merupakan kondisi umum ketika bank follows the

trade di mana pusat perkembangan perekonomian

Provinsi Bali terkonsentrasi di Bali Selatan.

Sumber : Otoritas Jasa KeuanganJumlah Kantor Bank per 1.000 Penduduk Dewasa

0.170.220.25

0.620.270.25

0.110.15

0.48

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80

BULELENGJEMBRANA

TABANANBADUNGGIANYAR

KLUNGKUNGBANGLI

KARANGASEMDENPASAR

Grafik 3. 18

3.4. STABILITAS SISTEM KEUANGAN

3.4.1. Ketahanan Sektor Korporasi

Sejalan peningkatan kinerja ekonomi Provinsi Bali

pada periode triwulan I 2016, penyaluran kredit

korporasi juga menunjukkan peningkatan di triwulan

I 2016 dibanding triwulan sebelumnya (berdasarkan

lokasi proyek), yaitu tumbuh dari 11,63% (yoy) di

triwulan IV 2015 menjadi 12,29% (yoy) di triwulan

I 2016. Peningkatan kinerja sektor korporasi,

terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan

kredit pedagangan besar dan eceran yang memiliki

pangsa terbesar (40,35%) dari total penyaluran

Sumber : Otoritas Jasa KeuanganPenyebaran Kantor Bank di Provinsi Bali

784382

193100

372451

301

0 100 200 300 400

BULELENGJEMBRANA

TABANANBADUNGGIANYAR

KLUNGKUNGBANGLI

KARANGASEMDENPASAR

Grafik 3. 19

Sumber : Otoritas Jasa KeuanganJumlah ATM per 1.000 Penduduk Dewasa

0.30

0.29

0.34

2.28

0.72

0.30

0.17

0.24

2.01

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

KAB. BULELENG

KAB. JEMBRANA

KAB. TABANAN

KAB. BADUNG

KAB. GIANYAR

KAB. KLUNGKUNG

KAB. BANGLI

KAB. KARANGASEM

KOTA DENPASAR

Grafik 3. 20

Sumber : Otoritas Jasa KeuanganPenyebaran ATM di Provinsi Bali

140

58

117

1018

270

40

28

72

1293

0 500 1000 1500

KAB. BULELENG

KAB. JEMBRANA

KAB. TABANAN

KAB. BADUNG

KAB. GIANYAR

KAB. KLUNGKUNG

KAB. BANGLI

KAB. KARANGASEM

KOTA DENPASAR

Grafik 3. 21

Perbankan dan Sistem Pembayaran78

Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit

didorong oleh terjadinya peningkatan pertumbuhan

modal kerja yang memiliki pangsa terbesar dalam

penyaluran kredit korporasi. Kredit modal kerja

tumbuh dari 7,40% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi 10,26% (yoy) di triwulan I 2016. Sementara

pada periode yang sama, kredit investasi justru

mengalami perlambatan yaitu tumbuh menjadi

14,68% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

IV 2015 yang sebesar 16,31% (yoy). Meningkatnya

kinerja kredit modal kerja mengkonfirmasi Posisi NPL Kredit Korporasi Sektor Provinsi Bali

- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

INDUSTRI PENGOLAHAN

KONSTRUKSI

PERDAGANGAN

AKMAMIN

REAL ESTATE

%

2016 I 2015 IV 2015 III 2015 II 2015 I

Grafik 3. 24

kredit korporasi, yaitu dari 16,11% (yoy) di triwulan

IV 2015 menjadi 17,60% (yoy) pada triwulan I 2016,

sehingga mendorong peningkatan kinerja kredit

sektor korporasi pada triwulan I 2016.

Pertumbuhan Kredit Korporasi Sektor Utama Provinsi Bali

0

10

20

30

40

50

60

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

GROWTH (YOY)NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)

Grafik 3. 22

Proporsi Kredit Sektoral Korporasi

Pertanian

Pertambangan

Industri Pengolahan

LGA

Konstruksi

Perdagangan

Akomodasi Makan Minum

Transportasi

Keuangan

Grafik 3. 23

peningkatan kinerja dunia usaha Provinsi Bali pada

periode triwulan I 2016.

Meskipun terjadi peningkatan penyaluran kredit

korporasi, kualitas kredit korporasi menunjukkan

penurunan, tercermin dari rasio Non Peforming Loan

(NPL) yang menunjukkan peningkatan pada periode

triwulan I 2016 dengan nilai NPL sebesar 3,90%, lebih

tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang tercatat

sebesar 3,22%. Sebagian besar sektor usaha utama,

menunjukkan peningkatan NPL diantaranya sektor

usaha penyediaan akomodasi makan minum (dari

4,64% menjadi 6,48%), sektor usaha perdagangan

besar dan eceran (dari 2,90% menjadi 3,56%) dan

sektor usaha industri pengolahan (dari 2,50% menjadi

2,66%). Sementara itu, pada periode yang sama sektor

usaha utama lainnya menunjukkan perbaikan kualitas

NPL yaitu sektor konstruksi NPL turun dari 5,37%

menjadi 3,76% dan sektor real estate, persewaan dan

jasa perusahaan yang juga menunjukkan penurunan

NPL yaitu dari 2,15% menjadi 2,05%. Meskipun

mengalami peningkatan yang signifikan, namun

nilai NPL kredit korporasi secara keseluruhan masih

terjaga di bawah batas toleransi 5%. Oleh karena

itu, stabilitas sistem keuangan yang bersumber dari

korporasi masih dikategorikan aman, namun khusus

untuk sektor dengan nilai NPL diatas 5% tetap harus

mendapatkan perhatian.

Perbankan dan Sistem Pembayaran 79

Peningkatan pertumbuhan kredit pada periode

triwulan laporan diperkirakan didorong oleh

penurunan suku bunga kredit korporasi untuk jenis

penggunaan modal kerja dari 12,75% di triwulan

IV 2015 menjadi 12,53% di triwulan I 2016. Sejalan

dengan itu, perkembangan suku bunga kredit

investasi juga menunjukkan penurunan di periode

yang sama yaitu dari 12,68% di triwulan IV 2015

menjadi 12,46% pada triwulan I 2016. Perbaikan

kinerja dunia usaha yang tergambar dari hasil SKDU

Bank Indonesia triwulan I 2016 sebesar -13,03%

SBT, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar -21,88% SBT, juga merupakan faktor

yang mendorong peningkatan pertumbuhan kredit

korporasi di triwulan laporan. Semakin membaiknya

kinerja dunia usaha juga didorong oleh penurunan

harga BBM, LPG dan TTL pada periode triwulan laporan

serta nilai tukar rupiah yang cenderung stabil. Selain

itu, faktor keamanan yang kondusif dan peningkatan

jumlah kunjungan wisman dan wisdom seiring dengan

adanya beberapa faktor musiman yaitu perayaan

hari keagamaan seperti imlek, nyepi, kuningan dan

galungan juga ikut mendorong pertumbuhan kredit

korporasi sejalan dengan peningkatan kinerja industri

pariwisata di triwulan laporan.

3.4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Perkembangan kinerja kredit sektor rumah tangga

(RT) pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan

dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 10,89%

(yoy) di triwulan IV 2015 menjadi 10,16% (yoy)

pada triwulan I 2016. Perlambatan ini, terutama

didorong oleh perlambatan kredit pemilikan rumah-

KPR yang memiliki share terbesar dalam penyaluran

kredit rumah tangga (pangsa 42%) yang tumbuh

dari 5,96% di triwulan IV 2015 menjadi 4,79%

pada triwulan I 2016. Perlambatan juga terjadi pada

jenis kredit kendaraan bermotor, yang mengalami

kontraksi pada triwulan laporan, dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh positif, yaitu dari

1,37% (yoy) di triwulan IV 2015 menjadi kontraksi

sebesar -4,31% (yoy) pada triwulan I 2016. Meskipun

demikian, jenis kredit rumah tangga lainnya yaitu

kredit multiguna, kredit pemilikan rumah toko/

rumah kantor dan kredit pemilikan apartemen tetap

menunjukkan peningkatan pertumbuhan di triwulan

laporan. Perkembangan kredit multiguna (share

terbesar kedua 39,40%) terus tumbuh signifikan pada

triwulan laporan sebesar 19,62% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 19,30%.

Peningkatan pertumbuhan kredit multiguna, sejalan

dengan peningkatan kinerja pertumbuhan komponen

konsumsi rumah tangga yang juga menunjukkan

peningkatan kinerja di periode triwulan laporan.

Perlambatan kredit KPR terutama disebabkan oleh

perlambatan KPR tipe di atas 70 yang turun secara

signifikan dari 10,59% (yoy) pada triwulan IV 2015

menjadi 6,74% (yoy) di triwulan I 2016. Perlambatan

KPR tipe di atas 70 terutama disebabkan oleh

peningkatan harga rumah yang signifikan untuk

tipe besar, yang terkonfirmasi oleh hasil Survei

Properti Residensial (SHPR) Primer Bank Indonesia

di triwulan laporan yaitu dengan peningkatan nilai

Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) untuk

tipe besar pada triwulan laporan yaitu 156,83 di

triwulan IV 2015 menjadi 158,38 pada triwulan I

2016 sehingga menahan laju penjualan rumah tipe

besar. Perlambatan kredit pada KPR tipe besar (di atas

70), juga disebabkan oleh masih tingginya tingkat

suku bunga perbankan di periode triwulan laporan

yang berada dalam kisaran 11,82% pa. Sementara

berdasarkan hasil SHPR primer pada periode triwulan

laporan, sejumlah 73% responden mengkonfirmasi

pembelian rumah dengan menggunakan pembiayaan

KPR, sehingga tingkat suku bunga sangat sensitif

mempengaruhi pembelian rumah untuk tipe besar

di periode triwulan laporan. Sementara itu, KPR tipe

Perbankan dan Sistem Pembayaran80

untuk kendaraan dan suku cadang justru mengalami

penurunan omset penjualan yang signifikan rata-

rata diatas 50% sepanjang triwulan I 2016. Kondisi

ini juga didorong oleh aktivitas musiman berupa

perayaan hari raya keagamaan berupa imlek, nyepi,

galungan dan kuningan sepanjang triwulan I 2016.

Peningkatan pertumbuhan kredit multiguna di

periode triwulan laporan diperkirakan didorong

oleh peningkatan adanya faktor musiman yaitu

perayaan hari keagamaan dan stabilnya tingkat harga

barang di periode triwulan laporan yang terindikasi

oleh tingkat inflasi tahunan yang mencapai 3,59%

(yoy). Sementara itu, kredit pemilikan apartemen-

KPA meskipun masih mengalami kontraksi, namun

menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi di

triwulan laporan yaitu dari kontraksi -6,99% (yoy)

triwulan IV 2015 menjadi -6,10% (yoy) pada triwulan

I 2016. Penurunan pertumbuhan kredit KPA terutama

disebabkan oleh penurunan KPA tipe di atas 70 dari

kontraksi -10,96% (yoy) menjadi kontraksi -19,17%

(yoy). Perlambatan penyaluran kredit pada KPA di

periode triwulan laporan terindikasi disebabkan oleh

terjadinya peningkatan suku bunga untuk seluruh

jenis tipe KPA, sehingga menahan laju penjualan

apartemen. KPA untuk tipe kecil naik dari 13,38%

pa menjadi 14,28% pa, sementara itu KPA tipe Pertumbuhan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga Perjenis Penggunaan

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%,y

oy

G-MULTIGUNA G-KKB G-RUKAN

G-KPA G-KPR

Grafik 3. 25

Pertumbuhan KPR per Tipe

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%,y

oy

Rp tr

iliun

Tipe 21 Tipe 22 s.d. 70 Tipe Diatas 70

G_Tipe Diatas 70 G_Tipe 22 s.d. 70 G_Tipe 21

Grafik 3. 26

21 dan KPR tipe 22-70 menunjukkan pertumbuhan

kredit yang lebih tinggi di periode triwulan laporan,

dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh

masih tingginya kebutuhan hunian untuk masyarakat

untuk tipe kecil dan menengah.

Kontraksi penyaluran KKB dipengaruhi oleh

penurunan pertumbuhan penyaluran KKB untuk

hampir semua jenis kendaraan yang meliputi

KKB mobil, KKB sepeda motor dan KKB truk dan

kendaraan bermotor roda enam atau lebih. KKB

mobil mengalami penurunan yang signifikan pada

periode triwulan laporan yaitu dari 2,78% (yoy) di

triwulan IV 2015 menjadi kontraksi -3,08% (yoy)

pada triwulan I 2016. Sementara itu, KKB sepeda

motor mengalami kontraksi yang semakin dalam di

triwulan laporan yaitu dari kontraksi -19,69% (yoy)

menjadi -22,84% (yoy) pada triwulan I 2016. Kondisi

ini sejalan dengan hasil Survei Konsumen Bank

Indonesia Provinsi Bali, dimana indeks pengeluaran

masyarakat untuk pembelian barang tahan lama turun

dari 88,5 di Desember 2015 menjadi 88 pada Maret

2016. Hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia

di periode triwulan laporan juga mengkonfirmasi

bahwa pengeluaran masyarakat di periode triwulan

I 2016, lebih ditujukan untuk pembelian bahan

makanan dan peralatan rumah tangga. Sementara

Perbankan dan Sistem Pembayaran 81

menengah naik dari 12,34% pa menjadi 12,52%

sedangkan KPA tipe besar naik dari 11,57% pa

menjadi 11,92% pa.

Posisi Kredit Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

Rp tr

iliun

KPR KKB KREDIT MULTIGUNA KP-RUKAN KPA

Grafik 3. 27

NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0

0.002

0.004

0.006

0.008

0.01

0.012

I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016

%

%

NPL_KPR NPL_RUKAN

NPL_KKB NPL_MULTIGUNA

NPL_KPA (skala kanan)

Grafik 3. 28

Sejalan dengan perlambatan penyaluran kredit rumah

tangga, rasio NPL menunjukan peningkatan yang

signifikan dari 0,64% di triwulan IV 2015 menjadi

0,87% pada triwulan I 2016. Penurunan ini terutama

disebabkan oleh peningkatan NPL untuk KPA yang

meningkat signifikan dari 6,70% di triwulan IV 2015

menjadi 12,16% pada triwulan I 2016. Kondisi perlu

mendapatkan perhatian, meskipun KPA memiliki share

yang rendah sebesar 0,78% terhadap total kredit RT,

namun kondisi tetap perlu diwaspadai. Sementara

itu, jenis kredit RT lainnya yaitu KPR, kredit pemilikan

rukan dan kredit multiguna meskipun menunjukkan

peningkatan namun tingkat NPL masih relatif kecil,

berada dalam kisaran di bawah 1% (kecuali KPR

tercatat sebesar 1,07%). Kondisi tersebut sejalan

dengan NPL KKB yang menunjukkan peningkatan

namun juga persentasenya masih di bawah 1%.

Secara keseluruhan, kondisi ketahanan sektor rumah

tangga masih relatif aman dan ke depan diharapkan

sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Bali yang akan

tumbuh lebih tinggi pada tahun 2016, kualitas kredit

rumah tangga juga akan lebih baik.

3.5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

3.5.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran

Tunai

3.5.1.1. Perkembangan Aliran Masuk (Inflow)

dan Keluar (Outflow) serta Kegiatan

Penukaran

Sejalan dengan perkembangan perekonomian, aliran

uang kartal pada triwulan I 2016 menunjukkan posisi

net inflow tercatat sebesar Rp 2,1 triliun, dengan

Inflow tercatat sebesar Rp 5,07 triliun, jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar Rp 2,5 triliun. Sementara outflow tercatat

sebesar Rp 2,9 triliun pada triwulan laporan, lebih

rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang sebesar Rp 4,01 triliun.

Perkembangan Uang Kartal di Bali

Grafik 3. 29

Perbankan dan Sistem Pembayaran82

3.5.1.2. Penyediaan Uang Layak Edar

Bank Indonesia terus berkomitmen dalam

meningkatkan kualitas uang layak edar di masyarakat

(clean money policy), dengan menarik uang lusuh/

rusak dari aliran uang yang masuk ke Bank Indonesia

(inflow). Penyediaan uang layak edar tersebut

dilakukan dengan kegiatan penukaran uang dan

kegiatan kas keliling. Di Provinsi Bali, kegiatan kas

keliling dilakukan hingga ke Nusa Penida (Kabupaten

Klungkung) yang merupakan salah satu daerah

terpencil di Provinsi Bali. Frekuensi layanan kas keliling

pada triwulan I 2016 mencapai 18 kali.

Jumlah uang palsu yang teridentifikasi pada

triwulan I 2016 sebanyak 1.934 lembar, meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

1.372 lembar. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah

oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

terus dilakukan kepada masyarakat umum dan pelaku

usaha di Bali untuk meminimalisir peredaran uang

palsu. Di samping itu, Bank Indonesia senantiasa

mengintensifkan kerjasama dengan pihak kepolisian

dalam menekan peredaran uang palsu.

3.5.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran

Nontunai

3.5.2.1. Perkembangan Kliring

Seiring dengan peningkatan aktivitas perekonomian,

aktivitas transaksi nontunai menunjukkan peningkatan

baik secara nominal maupun jumlah transaksi. Pada

triwulan I 2016 jumlah nominal perputaran kliring

mencapai Rp 19 triliun, meningkat sebesar 8,14%

(qtq). Sejalan dengan hal tersebut, jumlah transaksi

lembar kliring pada triwulan I 2016 juga menunjukkan

peningkatan sebesar 3,09% (qtq).

Tabel 3.5 Perkembangan Transaksi Uang Kartal di Bali

Perkembangan Kegiatan Kas Keliling

Grafik 3. 30

Perbankan dan Sistem Pembayaran 83

Tabel 3.6 Perkembangan Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong

Pada triwulan I 2016 jumlah tolakan cek/bilyet giro

kosong tercatat sebesar 8,3 ribu lembar dengan

nominal sebesar Rp 430 miliar. Jumlah lembar tolakan

tersebut mengalami penurunan sebesar -6,04%(qtq)

dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

8,3 ribu lembar. Lembar tolakan tersebut mencapai

Perkembangan Kliring

Grafik 3. 31Perkembangan Tolakan Cek/BG kosong

Grafik 3. 32

1,3% dari total lembar kliring yang ditransaksikan

pada triwulan I 2016. Sedangkan secara nominal,

tolakan cek/bilyet giro kosong mengalami penurunan

mencapai -67,49% (qtq). Nominal tolakan tersebut

mencapai 2,16% dari keseluruhan nominal transaksi

kliring triwulan I 2015.

84

SERI KEBANKSENTRALAN

Bank Indonesia mereformulasi suku bunga kebijakan,

dari BI Rate menjadi BI 7-day (Reverse) Repo Rate.

Kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas

transmisi kebijakan moneter. Meskipun demikian,

penguatan operasi moneter ini tidak mengubah sikap

(stance) kebijakan moneter yang sedang diterapkan.

Perubahan suku bunga kebijakan ini akan berlaku

efektif sejak tanggal 19 Agustus 2016. Dalam masa

transisi sampai dengan sebelum 19 Agustus 2016,

Bank Indonesia akan tetap menggunakan BI Rate

sebagai suku bunga kebijakan. Dalam periode yang

sama, BI akan mulai mengumumkan BI 7-day Repo

Rate sebagai bagian dari suku bunga operasi moneter

BI 7- DAY REPO RATE

(term structure). Penguatan operasi moneter ini telah

melalui kajian yang lama dan mendalam serta sejalan

dengan praktik terbaik (best practice) di berbagai

bank sentral di dunia.

Penguatan kerangka operasi moneter tersebut

memiliki tiga tujuan utama. Pertama, memperkuat

sinyal kebijakan moneter dengan suku bunga (Reverse)

Repo Rate 7 hari sebagai acuan utama di pasar

keuangan. Kedua, memperkuat efektivitas transmisi

kebijakan moneter melalui pengaruhnya pada

pergerakan suku bunga pasar uang dan suku bunga

perbankan. Ketiga, mendorong pendalaman pasar

85

keuangan, khususnya transaksi dan pembentukan

struktur suku bunga di Pasar Uang Antarbank (PUAB)

untuk tenor 3 bulan hingga 12 bulan. Untuk itu,

penguatan operasi moneter akan disertai dengan

langkah-langkah untuk percepatan pendalaman

pasar uang.

Dalam menentukan suku bunga kebijakan, Bank

Indonesia menggunakan sejumlah kriteria yaitu

bersifat transaksional (antara BI dengan perbankan),

memiliki pasar yang relatif dalam, dan memiliki

hubungan yang kuat dengan sasaran operasional

kebijakan moneter. BI Rate sebagai suku bunga

kebijakan tidak mengacu kepada instrumen manapun

di pasar uang. Sementara BI 7-Day Repo Rate

mengacu kepada instrumen operasi moneter yang

aktif ditransaksikan antara BI dengan perbankan

(transaksional) setiap hari. Selain itu, pilihan untuk

menggunakan instrumen repo juga ditujukan untuk

mendukung pendalaman pasar keuangan, khususnya

instrumen repo.

Bank Indonesia tidak menghapus suku bunga

kebijakan. Yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah

memperkenalkan suku bunga kebijakan baru, yaitu

BI 7-day Repo Rate, menggantikan BI Rate yang saat

ini berlaku sebagai suku bunga kebijakan. Adapun

perbedaan antara BI Rate dengan BI 7-day Repo Rate

adalah BI Rate saat ini berada pada level 6,75% (setara

dengan suku bunga 12 bulan dalam struktur suku

bunga operasi moneter). Sementara BI 7-day Repo

Rate saat ini berada pada level 5,50% (setara dengan

suku bunga operasi meneter 7 hari). Sampai dengan

sebelum 19 Agustus 2016, BI Rate masih tetap ada

sebagai suku bunga kebijakan, namun nantinya BI

7-day Repo Rate-lah yang akan dipergunakan sebagai

suku bunga acuan (suku bunga kebijakan). Dengan

demikian, dalam struktur tenor operasi moneter, suku

bunga kebijakan akan bergeser dari tenor 1 tahun

(360 hari) menjadi tenor yang lebih pendek yakni 7

hari.

BAURAN KEBIJAKAN(POLICY MIX)

Fokus Kebijakan BI

Rp

BI RATETETAP

7-DAYREPO RATE

6,75%

TenorTerm StructureOperasi Moneter 5,50% 5,60% 5,80% 6,20% 6,45% 6,60% 6,75%

Struktur suku bunga atau term structure operasi moneter Bank Indonesia 5,50%

4,75% 7,25%

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 April 2016 memutuskan

(Repo Rate adalah suku bunga operasi moneter BI dengan tenor 7 hari dan akan ditetapkan sebagai suku bunga kebijakan BI yang baru efektif sejak 19 Agustus 2016)

Bunga Deposit FacilityTurun 25 %

Keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 dan 2017 sebesar 4±1% dan tetap konsisten dengan upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global.

Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan pelaksanaan reformulasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Bank Indonesia akan melanjutkan upaya penguatan kerangka operasi moneter melalui penerapan struktur suku bunga operasi moneter secara konsisten.

Turun 25 %Bunga Lending Facility

86

Informasi yang menyatakan bahwa kebijakan BI 7-day

Repo Rate merupakan kebijakan Bank Indonesia yang

akan menurunkan bunga secara drastis adalah tidak

benar. Yang dilakukan oleh Bank Indonesia adalah

memperkuat kerangka operasi moneter, bukan

mengubah sikap (stance) kebijakan. Perubahan

tersebut ditujukan untuk memperkuat efektivitas

kebijakan moneter, sehingga setiap ada perubahan

tingkat suku bunga kebijakan, baik kenaikan maupun

penurunan, dampaknya terhadap suku bunga pasar

uang dan perbankan, baik deposito maupun kredit,

akan menjadi semakin cepat.

Sejalan dengan penurunan BI Rate yang telah

dilakukan oleh Bank Indonesia dari 7,50% pada

Desember 2015 menjadi 6,75% pada Maret 2016,

telah memberikan dampak terhadap penurunan suku

bunga kredit di Provinsi Bali. Rata-rata suku bunga

kredit modal kerja pada Maret 2016 tercatat sebesar

12,53% (pa), turun dibanding Desember 2015 yang

sebesar 12,75% (pa). Penurunan rata-rata suku

bunga kredit juga terjadi pada suku bunga kredit

investasi yang turun dari 12,68% (pa) di Desember

2015 menjadi 12,46% (pa) di Maret 2016. Penurunan

juga terjadi pada rata-rata suku bunga kredit UMKM

yang turun dari 13,03% (pa) pada Desember 2015

menjadi 12,67% (pa) di Maret 2016. Kondisi tersebut

juga diperkuat produk kredit beberapa bank dengan

suku bunga yang dapat dijangkau masyarakat.

87

I. LATAR BELAKANG

Dalam rangka menjalankan amanat Undang-

undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6

tahun 2009 dan pelaksanaan visi dan misi KPwDN,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali telah

melaksanakan kebijakan pengedaran uang Rupiah

ke seluruh wilayah Provinsi Bali. Terlebih lagi dengan

dikeluarkannya Undang-undang No. 7 Tahun 2011

tentang Mata Uang yang mewajibkan semua transaksi

di wilayah NKRI mempergunakan Rupiah, sehingga

kebutuhan masyarakat terhadap uang Rupiah harus

dapat dipenuhi dengan baik.

Berdasarkan data 2015, aliran uang keluar (outflow)

KPw BI Provinsi Bali sebesar Rp14,47 Triliun yang

terdiri dari uang kertas dan uang logam. Dari jumlah

tersebut, kebutuhan terhadap uang logam mencapai

97,2 juta keping dengan nominal sebesar Rp41,8

miliar atau naik 30 % dari tahun 2014 yang tercatat

sebesar Rp32,1 miliar. Hal tersebut menunjukkan

peningkatan kebutuhan uang logam di Provinsi Bali.

Namun demikian, selama ini tidak ada aliran uang

logam layak edar masuk (inflow) dari perbankan ke

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali. Hal

yang sama juga terjadi di masyarakat, dimana hanya

sedikit yang menukarkan ataupun menyetorkan uang

logam ke perbankan. Dengan kata lain uang logam

yang selama ini dikeluarkan dan diedarkan oleh

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali melalui

perbankan terserap sepenuhnya oleh masyarakat.

Sementara itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Bali pada tahun 2015 telah melakukan

GERAKAN PEDULI KOIN RUPIAH

survei kepada masyarakat Kota Denpasar mengenai

perlakuan terhadap uang logam. Berdasarkan survei,

38 % dari responden menggunakan uang logam

untuk bertransaksi atau ditabung di bank, sementara

62 % responden lainnya memperlakukan uang

logam dengan menyimpan/mengumpulkan di tempat

khusus penyimpanan uang (celengan), laci, dan

tempat tertentu di rumah. Awareness masyarakat

yang masih kurang tersebut menjadi salah satu

faktor yang menyebabkan perputaran uang logam di

masyarakat tidak berjalan dengan optimal.

II. PELAKSANAAN KEGIATAN

Menindaklanjuti latar belakang tersebut, dan dalam

rangka melakukan edukasi kepada masyarakat

untuk memperlakukan uang logam dengan baik,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

menyelenggarakan kegiatan Gerakan Peduli Koin

Rupiah yang dirangkaikan juga dengan penukaran

uang lusuh pada hari Minggu tanggal 17 April 2016

dalam area Car Free Day di lapangan Renon Denpasar.

Kegiatan ini melibatkan kasir/teller perbankan di Kota

Denpasar dengan didukung pula oleh para Duta

Rupiah yang terpilih melalui ajang pemilihan Duta

Rupiah yang diikuti oleh kasir/teller perbankan pada

tahun 2015. Kegiatan yang berlangsung dari pukul

06.00 – 10.00 Wita mendapatkan animo yang tinggi

dari pengunjung Car Free Day di Lapangan Renon

maupun masyarakat yang sengaja datang untuk

melakukan penukaran uang logam yang dimiliki.

Pada kegiatan tersebut, tercatat lebih dari 300

orang melakukan penukaran uang logam dengan

BOKS C

88

berbagai pecahan mulai dari pecahan Rp50,00 s.d.

Rp1.000,00. Jumlah uang logam yang terkumpul

sebanyak 149.146 keping dengan nilai sebesar

Rp.45.700.000,00 (empat puluh lima juta tujuh

ratus ribu Rupiah) dengan rincian sebagaimana tabel

berikut :

Sedangkan masyarakat yang datang untuk

menukarkan uang lusuh mencapai 100 orang dengan

jumlah penukaran sebesar Rp.126.647.000,00

(seratus dua puluh enam juta enam ratus empat

puluh tujuh ribu rupiah) yang terdiri dari berbagai

pecahan uang kertas.

89

III. RENCANA KEDEPAN

Mempertimbangkan animo dan antusias masyarakat

dalam melakukan penukaran uang logam, maka

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

akan terus memberikan edukasi tentang tata cara

memperlakukan uang Rupiah khususnya uang logam

kepada masyarakat dengan menyelenggarakan

kegiatan serupa di beberapa lokasi khususnya

kantong-kantong uang logam di luar kota Denpasar.

Selain itu edukasi Rupiah berupa sosialisasi ciri-ciri

keaslian uang Rupiah, tata cara pelaporan uang yang

diragukan keasliannya dan kewajiban penggunaan

Rupiah juga diperlukan agar menjadikan Rupiah

berdaulat di wilayah NKRI.

90

KPwBI PROVINSI BALI BERKERJASAMA DENGAN DESA ADAT DALAM UPAYA MENERTIBKAN KUPVA BB

Bali sebagai salah satu lokasi favorit di dunia

setiap tahunnya dikunjungi oleh jutaan wisatawan

mancanegara. Selama ini kemajuan industri

pariwisata telah berkontribusi besar terhadap

perekonomian Bali. Citra positif yang telah terbentuk

di mata wisatawan asing sebagai manifestasi layanan

prima yang diberikan selama ini hendaknya dapat

dipertahankan dan ditingkatkan.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Dewi

Setyowati, dalam sambutannya mengatakan bahwa

perkembangan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta

Asing Bukan Bank (KUPVA BB) berizin di Provinsi Bali

mengalami peningkatan yang cukup pesat. Selama

tahun 2015 jumlah KUPVA BB yang memperoleh izin

usaha dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Bali mencapai 81 kantor layanan KUPVA. Total KUPVA

BB di Provinsi Bali saat ini mencapai 594 kantor layanan

dengan 132 diantaranya merupakan kantor pusat.

Dominasi sebaran terbesar ada di Kabupaten Badung

dengan persentase sebesar 67% atau sebanyak 418

kantor, diantaranya sebanyak 300 kantor terdapat di

wilayah Kuta. Selanjutnya diikuti oleh Kota Denpasar

sebesar 21% atau 81 kantor dan Kabupaten Gianyar

sebesar 9% atau 63 kantor.

Melalui Peraturan Bank Indonesia No.16/15/

PBI/2014 tanggal 11 September 2014 tentang

Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan

Bank, Bank Indonesia mendorong penguatan

KUPVA BB. Pengaturan dilakukan baik terhadap

aspek perizinan, penyelenggaraan dan pengawasan.

Untuk menindaklanjuti berbagai permasalahan yang

mungkin muncul di bidang sistem pembayaran, BI

BOKS D

91

telah berkerja sama dengan POLRI, baik pada tingkat

pusat dengan Mabes POLRI maupun di tingkat daerah

dengan POLDA. Salah satu bidang tugas yang telah

disepakati untuk disinergikan antara Bank Indonesia

dengan Kepolisian adalah penanggulangan tindak

pidana di bidang sistem pembayaran dan KUPVA BB.

Selain kerjasama dengan kepolisian, berbagai

upaya telah dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Bali antara lain melalui penyebaran

leaflet Himbauan Penggunaan KUPVA BB Berizin,

Daftar KUPVA Berizin di Provinsi Bali dan Modus

Penipuan KUPVA BB dalam 3 (tiga) bahasa (Indonesia,

Inggris dan Cina). Disamping itu, dilakukan juga

pengembangan Aplikasi Edukasi Rupiah di Android

yang memuat daftar KUPVA BB Berizin di Provinsi Bali

per Kabupaten/Kota.

Pada tanggal 25 Januari 2016 lalu telah diadakan

pertemuan antara DPD RI bersama jajaran pimpinan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali dengan

komponen Desa Adat Kuta terkait penertiban KUPVA

BB di palemahan Desa Adat Kuta yang dilaksanakan

di Gedung KPw BI Provinsi Bali. Dari hasil pertemuan

tersebut disimpulkan bahwa dengan semakin

bertambahnya KUPVA BB di Wilayah Desa Adat Kuta,

dipandang perlu untuk membuat suatu Pernyataan

Bersama antara para pihak mengenai Kerjasama dan

Koordinasi terhadap KUPVA BB guna terciptanya

ketentraman dan kenyamanan masyarakat dan para

wisatawan.

Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, pada

tanggal 16 Maret 2016 di Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Bali dilaksanakan penandatanganan

Pernyataan Bersama Kerjasama dan Koordinasi terkait

KUPVA BB antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Bali dan Desa Adat Kuta serta Sosialisasi

Peraturan Bank Indonesia No. 16/15/PBI/2014

tentang KUPVA BB. Acara diikuti oleh Anggota

Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik

Indonesia, DR. SHRI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna

M. Wedasteraputra Suyasa, Kasubdit 2 Ditreskrimsus

Polda Bali, Komisaris Polisi I Made Witaya, Bendesa

Adat Kuta, Bp. I Wayan Swarsa, Ketua Asosiasi

Pedagang Valuta Asing Provinsi Bali, Ibu Ayu Astuti

Dharma dan Komponen Desa Adat Kuta.

92

PENURUNAN BI RATE BERDAMPAK PADA PENURUNAN SUKU BUNGA PERBANKAN

Sejak Januari hingga Maret 2016, Bank Indonesia

telah menurunkan BI Rate sebanyak 3 kali. Melalui

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia

pada 16-17 Maret 2016, Bank Indonesia kembali

memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25

basis point (bps) menjadi 6,75%, dengan suku bunga

Deposit Facility menjadi sebesar 4,75% dan Lending

Facility menjadi sebesar 7,25%. Beberapa faktor yang

melatarbelakangi keputusan tersebut adalah masih

terbukanya ruang pelonggaran kebijakan moneter

sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi,

terutama terus menurunnya tekanan inflasi di

2016 dan 2017, serta meredanya ketidakpastian

di pasar keuangan global. Pertumbuhan ekonomi

dunia pada tahun 2016 dan 2017 diperkirakan

lebih lambat dari sebelumnya, dengan pemulihan

ekonomi yang belum kuat di sejumlah negara maju

dan perlambatan ekonomi di negara berkembang.

Di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi

global tersebut, kebijakan penurunan BI Rate

diharapkan dapat memperkuat upaya peningkatan

permintaan domestik untuk mendorong momentum

pertumbuhan ekonomi dan pada saat yang sama

menjaga stabilitas makroekonomi.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Bali pada

triwulan I 2016 turut menunjukkan peningkatan.

Pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I 2016

tercatat sebesar 6,04% (yoy), lebih tinggi dari

triwulan IV 2015 yang sebesar 5,96% (yoy), dan

lebih tinggi dari triwulan I 2015 yang sebesar 5,99%

(yoy). Pertumbuhan ekonomi Bali pada tahun 2016

BOKS E

diperkirakan akan berada dalam kisaran 6,09% (yoy)-

6,84% (yoy), seiring dengan peningkatan konsumsi

pemerintah dan rumah tangga, ekspor, serta

investasi. Dari sisi supply, pertumbuhan ekonomi

Bali 2016, akan didorong oleh peningkatan kinerja

semua lapangan usaha khususnya lapangan usaha

penyediaan akomodasi makan minum (sejalan

dengan kebijakan bebas visa), industri pengolahan

(seiring dengan potensi perbaikan negara tujuan

ekspor), pertanian dan perdagangan besar eceran.

Seperti halnya nasional, tekanan inflasi di Provinsi

Bali pada tahun 2016 diperkirakan melemah seiring

dengan berbagai upaya Tim Pengendalian Inflasi

Daerah (TPID) Provinsi Bali dalam menjaga kestabilan

harga barang.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Bali yang

lebih tinggi di tahun 2016 tersebut, peran industri

perbankan dalam menyalurkan pembiayaan

merupakan faktor yang strategis. Namun demikian,

penyaluran kredit perbankan secara umum masih

mengalami perlambatan. Pada triwulan I 2016,

pertumbuhan penyaluran kredit bank umum di

Provinsi Bali tercatat sebesar 8,81% (yoy), lebih rendah

dari triwulan I 2015 yang sebesar 15,18% (yoy). Tren

perlambatan penyaluran kredit tersebut telah dimulai

sejak tahun 2015, sebagaimana ditunjukkan oleh

Grafik 1.

93

Melalui liaison terhadap beberapa pelaku usaha

dari triwulan I 2015 hingga triwulan I 2016, dapat

diketahui bahwa salah satu penyebab melambatnya

penyaluran kredit tersebut adalah karena tingginya

tingkat suku bunga kredit. Mayoritas contact liaison

lebih memilih sumber pembiayaan dari dana internal

untuk pembiayaan modal kerja dan investasinya

dibanding pembiayaan dengan menggunakan dana

dari perbankan. Oleh karena itu, penurunan BI Rate

sejak Januari 2016 hingga Maret 2016 tersebut,

diharapkan dapat menjadi signal bagi pelaku usaha

Tabel Perkembangan Pertumbuhan Kredit di Provinsi Bali (2015-2016)

untuk meningkatkan pembiayaan yang lebih murah

dari perbankan (bila terjadi penurunan suku bunga

kredit). Meskipun umumnya, penurunan BI Rate tidak

secara langsung direspon oleh penurunan tingkat

suku bunga kredit oleh perbankan, namun penurunan

cost of funds dari perbankan sebagai dampak dari 3

kali penurunan BI Rate, mulai diikuti oleh penurunan

suku bunga kredit, seperti ditunjukkan oleh Grafik 2.

Grafik 1. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum di Provinsi Bali

94

Grafik 2. Perkembangan BI Rate dan Suku Bunga Perbankan

Tabel Perkembangan Suku Bunga Deposito dan Kredit di Provinsi Bali (2015-2016_

Seperti dapat dilihat pada Grafik 2, sementara

itu, suku bunga kredit bank umum di Provinsi Bali

mulai menunjukkan penurunan, seiring dengan

penurunan cost of funds perbankan (diindikasikan

oleh penurunan suku bunga, DPK khususnya suku

bunga deposito). Hal ini juga sejalan dengan sasaran

pemerintah yang menargetkan tingkat suku bunga

kredit single digit (diakhir tahun 2016), sebagai

upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan hasil liaison, industri perbankan

khususnya bank umum pemerintah, juga secara

umum mendukung target kredit single digit oleh

pemerintah (Grafik 3). Berdasarkan data perbankan

Maret 2016 tingkat suku bunga kredit di Provinsi Bali,

telah memperlihatkan penurunan terjadi sejak bulan

Februari 2016, khususnya untuk suku bunga kredit

modal kerja dan investasi. Sementara itu, suku bunga

kredit konsumsi belum menunjukkan penurunan.

Penurunan suku bunga kredit, khususnya untuk kredit

produktif dari bank umum ini, diharapkan dapat

menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di

Provinsi Bali pada tahun 2016.

95

Grafik 3. Perkembangan Suku Bunga Kredit Bank Umum di Provinsi Bali

Tabel Perkembangan Suku Bunga Kredit di Provinsi Bali (2015-2016)

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 201696

Halaman ini sengaja dikosongkan

97

Foto oleh: Agus Mulyawan

KEUANGAN PEMERINTAH

BAB IV

Keuangan Pemerintah98

Keuangan Pemerintah 99

4.1 GAMBARAN UMUM

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

dijelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan

tahunan Pemerintahan Daerah yang disetujui oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD

secara garis besar terdiri atas pendapatan daerah

dan belanja-transfer daerah. APBD menggambarkan

arah dan skala prirotas serta kebijakan Pemerintah

Daerah dalam melaksanakan pembangunan di

daerahnya. Dalam penyusunan APBD, diharapkan

setiap daerah dapat melakukan sinergi dengan

kebijakan penganggaran dengan berbagai kebijakan

Pemerintah Pusat.

Pagu nilai APBD Provinsi Bali dari sisi pendapatan

untuk tahun 2016 menunjukkan peningkatan sebesar

14,66%, bila dibandingkan dengan tahun 2015,

yaitu dari Rp 4,9 triliun di tahun 2015 menjadi Rp

5,62 triliun di tahun 2016. Peningkatan nilai APBD

tersebut, didukung oleh peningkatan pendapatan

baik pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan

maupun peningkatan lain-lain pendapatan daerah

yang sah. Sementara itu, peningkatan juga terjadi

dari sisi belanja, baik belanja langsung maupun

belanja tidak langsung dengan peningkatan sebesar

6,96%. Dukungan fiskal terhadap perekonomian

Bali semakin membaik, sebagaimana tergambar

pada realisasi belanja modal yang berada diatas rata-

ratanya selama 5 tahun terakhir.

Realisasi APBD Provinsi Bali pada triwulan I-2016 untuk

sisi pendapatan daerah menunjukkan penurunan nilai

realisasi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar 19,38%

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

yang sebesar 23,58%. Sementara itu, realisasi

belanja di triwulan I-2016 tercatat sebesar 7,70%,

menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

I-2015 yang sebesar 6,29%.

4.2. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BALI

Sejalan dengan perkembangan asumsi makroekonomi

regional, khususnya pertumbuhan ekonomi yang

diperkirakan akan tumbuh lebih baik pada tahun

2016 dibandingkan tahun 2015, nilai APBD Provinsi

Bali terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2016, pagu anggaran pendapatan daerah

mencapai Rp 5,62 triliun, meningkat sebesar 14,62%

bila dibandingkan dengan tahun 2015 yang tercatat

sebesar Rp 4,90 triliun. Sementara itu anggaran

belanja daerah di tahun 2016 juga menunjukkan

peningkatan sebesar 6,96%, dibandingkan triwulan

sebelumnya, yaitu dari Rp 5,56 triliun (2015) menjadi

Rp 5,95 triliun (2016).

Perkembangan Pagu Anggaran Pendapatan dan

Belanja APBD Provinsi Bali 2011-2016

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

23.82

14.6623.86

6.96

Nominal APBD (Rp Juta) Growth yoy (%)

Grafik 4. 1

4.2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi

Bali

Nilai pagu anggaran pendapatan Daerah Provinsi

Bali pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp 5,62 triliun

atau meningkat sebesar 14,66% dibandingkan pagu

anggaran tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp 4,90

triliun. Peningkatan pagu anggaran pendapatan pada

tahun 2016 terutama didorong oleh peningkatan

pendapatan asli daerah (PAD) yang meningkat

sebesar 13,08% di tahun 2016 dengan nilai sebesar

Rp 3,38 triliun dibandingkan tahun 2015 yang

Keuangan Pemerintah100

Tabel 4. 1 Perkembangan Pagu Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Bali 2015-2016

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

sebesar Rp 2,99 triliun. Selain karena peningkatan

PAD, peningkatan pendapatan daerah juga didorong

oleh peningkatan dana transfer sebesar 71,66% pada

tahun 2016 dibandingkan tahun 2015. Sementara

pendapatan lain-lain yang sah justru mengalami

penurunan sebesar 62,25% pada tahun 2016

dibandingkan tahun 2015.

Peningkatan pendapatan asli daerah yang signifikan

pada tahun 2016 didorong oleh meningkatnya

pendapatan pajak daerah yang ditargetkan sebesar

14,37% pada tahun 2016 atau dengan target nominal

sebesar Rp 3,05 triliun, lebih tinggi dibandingkan

tahun 2015 yang sebesar Rp 2,67 triliun. Kondisi

ini didukung oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi

Bali yang lebih baik pada tahun 2016 dibandingkan

tahun 2015 dan tendensi peningkatan kinerja dunia

usaha sejalan dengan peningkatan kinerja ekonomi

serta potensi peningkatan jumlah kunjungan wisman.

Kondisi ini juga seiring dengan kebijakan pembebasan

visa 174 negara oleh Pemerintah di tahun 2016, yang

akan mendorong peningkatan aktivitas beberapa

lapangan usaha meliputi lapangan usaha transportasi

dan lapangan usaha penyediaan akomodasi makan-

minum serta lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran. Kondisi ini diperkirakan akan mendorong

peningkatan setoran pajak dari pelaku usaha.

Sementara itu, penurunan pendapatan lain-lain yang

sah pada tahun 2016 disebabkan oleh terjadinya

penurunan untuk pendapatan hibah dan penurunan

dana penyesuaian dan otonomi khusus yang menurun

signifikan pada tahun 2016 dibanding tahun 2015.

4.2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Bali

Nilai pagu anggaran Belanja Daerah Provinsi Bali pada

tahun 2016 tercatat sebesar Rp 5,95 triliun, mengalami

peningkatan sebesar 6,96%, dibandingkan dengan

pagu anggaran tahun 2015 yang tercatat sebesar

Rp 5,56 triliun. Peningkatan pagu anggaran belanja

di tahun 2016 terutama didorong oleh peningkatan

belanja langsung dan belanja tidak langsung. Untuk

belanja tidak langsung, peningkatan pagu anggaran

tertinggi terjadi pada anggaran belanja hibah yang

menunjukkan peningkatan signifikan di tahun berjalan

Keuangan Pemerintah 101

dengan peningkatan pagu sebesar 46,57% (yoy).

Peningkatan belanja tidak langsung juga didorong

oleh peningkatan pagu anggaran belanja belanja

pegawai (share terbesar kedua pada belanja tidak

langsung), menunjukkan peningkatan pagu anggaran

yang tercatat sebesar Rp 941 miliar atau meningkat

sebesar 17,02 % (yoy) dibandingkan tahun 2015.

Peningkatan belanja bantuan keuangan kepada Prov/

Kab/Kota/Desa sebesar 7,70% (yoy), yaitu dari Rp

699,61 miliar (2015) menjadi Rp 753,48 miliar (2016),

juga ikut mendorong peningkatan pagu anggaran

belanja tidak langsung pada Sementara itu, pagu

anggaran belanja bantuan sosial menurun sebesar

-57,88% (yoy) pada tahun 2016 dibandingkan tahun

sebelumnya, dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp

179 miliar.

Peningkatan belanja daerah pada tahun 2016, juga

didorong oleh peningkatan pagu anggaran belanja

tidak langsung. Peningkatan ini terutama didorong

oleh adanya peningkatan pagu anggaran untuk

komponen belanja modal yang tumbuh sebesar

Tabel 4. 2 Perkembangan Pagu Anggaran Belanja APBD Provinsi Bali 2015-2016

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

26,60% (yoy) atau tumbuh dari Rp 635,83 miliar

(2015) menjadi Rp 804,95 miliar (2016). Peningkatan

ini sejalan dengan upaya Pemerintah Daerah untuk

meningkatkan konektivitas antar daerah di Bali melalui

pembangunan dan pemeliharaan serta peningkatan

kapasitas jalan dan jembatan. Selain itu, peningkatan

pagu anggaran belanja modal juga pada tahun 2016

ditujukan untuk perbaikan sarana irigasi di beberapa

wilayah untuk mendorong peningkatan produksi dan

ketahanan pangan, selain itu peingkatan pagu belanja

modal juga ditujukan untuk pembangunan dan

peningkatan kapasitas sistem penyediaan ari minum

(SPAM) di beberapa wilayah. Peningkatan pagu

belanja modal juga didorong oleh upaya Pemerintah

Daerah untuk menyelesaikan pembangunan Rumah

Sakit Provinsi Bali dan Rumah Sakit Mata Indera.

Peningkatan belanja langsung, juga didorong oleh

peningkatan pagu belanja pegawai yang pada

tahun 2016 tercatat sebesar Rp Rp 102 miliar atau

meningkat sebesar 12,63% (yoy) dibandingkan tahun

sebelumnya.

Keuangan Pemerintah102

Dari sisi kemandirian fiskal, kemampuan Pemerintah

Provinsi Bali dalam membiayai Belanja Daerahnya

semakin menunjukkan perbaikan, sebagaimana

tercermin pada rasio pagu anggaran PAD terhadap

total pagu anggaran belanja daerah yang terus

menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2016, rasio pagu anggaran PAD terhadap total

pagu anggaran belanja daerah mencapai 56,81%,

lebih tinggi dibanding tahun 2015 yang sebesar

53,73%.

4.2.3. Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali

Pada triwulan I-2016, realisasi pendapatan mencapai

Rp 1,089 triliun atau dengan persentase sebesar

19,38% dari pagu anggaran. Nilai realisasi ini, lebih

Persentase Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

0

5

10

15

20

25

30

35

TW 1-2012 TW 1-2013 TW 1-2014 TW 1-2015 TW 1-2016

(%)

Grafik 4. 2

Tabel 4. 3 Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016

Sumber : Biro Keuangan Pemda Provinsi Bali

rendah bila dibandingkan dengan realisasi triwulan

I-2015 yang mencapai 23,58% atau dengan

nilai nominal sebesar Rp 1,156 triliun. Realisasi

pendapatan pada triwulan I-2016 juga merupakan

realisasi terendah dalam kurun waktu 5 (lima)

tahun terakhir untuk periode triwulan yang sama,

dengan rata-rata persentase realisasi selalu diatas

23%. Penurunan realisasi pendapatan pada periode

triwulan I-2016, disebabkan oleh penurunan realisasi

pada 3 komponen utama pendapatan dibandingkan

tahun sebelumnya, yaitu realisasi pendapatan asli

daerah, realisasi pendapatan transfer dan realisasi

lain-lain pendapatan yang sah.

Keuangan Pemerintah 103

Pada periode triwulan I-2016, sebagian besar

komponen pendapatan menunjukkan realisasi yang

lebih rendah dibandingkan pola historisnya. Adapun

komponen yang menunjukkan realisasi tertinggi

adalah realisasi dana alokasi umum (DAU), yaitu

sebesar 33,33% dan dengan share yang cukup

signifikan pada pendapatan daerah (nominal sebesar

Rp 283 miliar), sehingga berkonstribusi besar terhadap

realisasi pendapatan daerah pada triwulan I-2016.

Sementara itu, komponen pendapatan dengan

realisasi terendah adalah realisasi retribusi daerah

yaitu sebesar 14,99%, meskipun demikian share

komponen ini relatif terhadap pendapatan daerah

bila dibandingkan dengan komponen pendapatan

lainnya. Sementara itu, PAD mengalami realisasi yang

rendah bila dibandingkan dengan pola historisnya

dengan realisasi sebesar 15,61%, terendah dalam 5

(lima) tahun terakhir yang selalu berada di atas 20%.

Penurunan volume penjualan kendaraan bermotor

pada triwulan I-2016 yang mengalami kontraksi

sebesar -11,59%, lebih rendah dibandingkan triwulan

I-2015 yang sebesar kontraksi -6,09%, merupakan

salah satu faktor penyebab rendahnya realisasi PAD.

Selain faktor tersebut, penurunan harga BBM pada

triwulan I-2016 juga ikut mendorong penurunan PAD

pada periode triwulan tersebut.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa rendahnya

realisasi pendapatan daerah pada triwulan I-2016

terutama disebabkan oleh rendahnya realisasi PAD.

Secara keseluruhan, seluruh komponen PAD yaitu

pendapatan pajak daerah, retribusi daerah dan

lain-lain PAD yang sah memiliki realisasi dibawah

periode yang sama tahun 2015. Sebagaimana yang

diketahui, bahwa pajak provinsi umumnya terkait

dengan konsumsi rumah tangga dan kegiatan pelaku

usaha seperti pajak kendaraan bermotor dan pajak

bahan bakar kendaraan bermotor, pajak hotel dan

restoran dan sebagainya. Meskipun konsumsi rumah

tangga dan lapangan usaha penyediaan akomodasi

makan minum menunjukkan peningkatan kinerja

pada periode triwulan I-2016 dibanding triwulan

sebelumnya, namun tidak dapat mendorong

peningkatan realisasi peningkatan PAD realisasi PAD

pada periode triwulan I-2016. Rasio realisasi PAD

terhadap total realisasi pendapatan sebesar 48,44%,

lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama

tahun 2015 yang mencapai 58,83% dan lebih rendah

bila dibandingkan dengan target anggaran dalam

APBD yang sebesar 60,13%. Meskipun demikian,

sejalan dengan potensi membaiknya kondisi dunia

usaha khususnya industri pariwisata seiring dengan

kebijakan bebas visa yang diperkirakan akan

mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisman,

penurunan tingkat suku bunga perbankan untuk

kredit kendaraan bermotor (KKB) dan perusahaan

pembiayaan serta potensi meningkatkanya kegiatan

MICE domestik dan meningkatnya kunjungan

domestik antara lain liburan sekolah diperkirakan

akan mendorong peningkatan PAD pada triwulan ke

depan.

Pada sisi yang lain, pendapatan transfer dari

pemerintah pusat memiliki realisasi yang cukup tinggi

yaitu sebesar 26,19% dan dengan share sebesar 47%

terhadap total pendapatan, sehingga memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian

realisasi anggaran pada triwulan I-2016. Selain

pencapaian realisasi yang tinggi, pendapatan transfer

juga mengalami peningkatan dari sisi realisasi nominal

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

yaitu meningkat sebsar 59%. Peningkatan ini

terutama didorong oleh peningkatan realisasi dana

alokasi umum yang sangat signifikan dari Rp 13

miliar pada triwulan 1-2015 menjadi Rp 183 miliar

di triwulan 1-2016. Dana perimbangan terkait erat

dengan realisasi pendapatan pajak pemerintah pusat.

Keuangan Pemerintah104

4.1.4. Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali

Persentase Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Bali

Grafik 4. 3

Tabel 4. 4 Realisasi Belanja APBD Provinsi Bali Triwulan I Tahun 2012 – 2016

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

Pola realisasi belanja APBD pada tahun 2016 ini tidak

berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,

dimana pada triwulan I, realisasi belanja APBD

cenderung masih terbatas khususnya untuk belanja

barang dan jasa serta belanja modal. Sementara itu,

realisasi belanja pegawai juga telah memiliki pola

historis yang berulang, dimana aktivitas kegiatan

kedinasan dan rapat serta acara yang terkait dengan

MICE, biasanya akan mulai meningkat pada periode

triwulan II. Pada periode triwulan I 2016, realisasi

belanja tidak langsung tercatat sebesar 7,90%,

sedangkan belanja langsung tercatat sebesar 7,20%.

Realisasi kedua komponen belanja APBD tersebut

lebih tinggi dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar

Realisasi belanja APBD Provinsi Bali di triwulan I-2016

tercatat sebesar 7,70%, lebih tinggi bila dibandingkan

dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2015

yang mencapai 6,29%. Meskipun menunjukkan

peningkatan, namun realisasi belanja ini masih

menunjukkan pola yang sama dengan tahun-tahun

sebelumnya, dengan persentase realisasi yang akan

menunjukkan peningkatan yang signifikan pada

triwulan III & IV, seiring dengan telah terealisasinya

beberapa proyek pengadaan infrastruktur dan

belanja modal. Sementara untuk realisasi triwulan

I, umumnya cenderung relatif kecil seiring dengan

masih dilakukannya pemenuhan administrasi dan

pelelangangn untuk pengadaan infrastruktur, barang

dan jasa.

Keuangan Pemerintah 105

7,29% dan 3,72%. Meskipun pada triwulan ini,

pola realisasi belanja APBD relatif sama dengan

tahun-tahun sebelumnya, namun pada triwulan I

2016 pola realisasi belanja cenderung relatif lebih

merata diantara masing-masing komponen belanja

APBD dibandingkan periode yang sama tahun-

tahun sebelumnya. Diharapkan ke depannya pola

realisasi belanja pemerintah yang lebih merata dapat

dilakukan khususnya di tahun 2016, seiring dengan

akselerasi percepatan belanja barang dan jasa serta

belanja modal yang realisasinya pada triwulan I 2016

jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama

tahun 2015. Kondisi ini seiring dengan kebijakan

program lelang yang lebih awal dilakukan untuk

tahun anggaran 2016 yang telah mulai dilaksanakan

pada akhir tahun 2015, sehingga realisasi proyek

khususnya infrastruktur dapat dimulai lebih awal.

Secara umum, belanja APBD didorong oleh tingginya

realisasi belanja tidak langsung dan belanja langsung.

Pada komponen realisasi belanja tidak langsung,

realisasi tertinggi terjadi pada komponen belanja hibah

dengan nilai realisasi mencapai 15,73%, meskipun

lebih rendah bila dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya yang mencapai 17,02%, namun

secara nominal menunjukkan peningkatan yang

signifikan sebesar 35,48% dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya dengan nilai nominal

mencapai Rp 192 miliar atau sebesar 42% dari total

realisasi belanja APBD di triwulan I 2016. Peningkatan

realisasi belanja hibah didorong oleh adanya aktivitas

perayaan keagamaan pada triwulan I 2016 berupa

nyepi, kuningan dan galungan.

Belanja modal APBD Provinsi Bali pada periode triwulan

I 2016 memiliki realisasi yang tinggi tercatat sebesar

6,79% atau dengan nominal Rp 55 miliar. Realisasi

ini jauh lebih tinggi dibandingkan pola historisnya

dalam kurun waktu 2 tahun terakhir yang persentase

realisasinya selalu berada di bawah 1%. Realisasi

nominal belanja modal tersebut mencapai 12% dari

realisasi total belanja APBD pada periode triwulan

berjalan. Peningkatan realisasi belanja modal tersebut,

mendorong peningkatan akselerasi pertumbuhan

PMTB pada triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar

9,54% (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan triwulan

IV 2015 yang sebesar 6,69% (yoy) dan triwulan yang

sama tahun sebelumnya yang sebesar 7,43% (yoy).

Selain itu, peningkatan realisasi belanja modal juga

mendorong peningkatan kinerja konstruksi dari sisi

penawaran, yang pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar

7,62% (yoy), lebih tinggi bila dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 5,01% (yoy) dan periode

yang sama triwulan sebelumnya yang sebesar 2,67%

(yoy). Pada tahun 2016, terdapat beberapa proyek

infrastruktur yang telah dianggarkan dalam APBD

Provinsi Bali yang meliputi peningkatan kapasitas,

pelebaran, pembangunan serta pemeliharaan jalan

Provinsi di beberapa Kabupaten/Kota, perbaikan

dan peningkatan kapasitas saluran irigasi untuk

meningkatkan ketahanan pangan, pembangunan

dan peningkatan kapasitas salauran penyediaaan air

minum serta pembangunan rumah sakit provinsi dan

rumah sakit mata Indera.

4.3. APBD KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI

BALI

4.3.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan

APBD Kabupaten/Kota

Total anggaran pendapatan yang dialokasikan oleh 9

Kabupeten/Kota di Provinsi Bali mencapai Rp 15,96

triliun. Total nilai APBD ini jauh lebih besar dibanding

anggaran pendapatan APBD Provinsi dan APBN yang

dialokasikan untuk Provinsi Bali. Anggaran terbesar

dimiliki oleh Kabupaten Badung dengan nilai sebesar

Rp 3,83 triliun dan share sebesar 23,97% terhadap

total anggaran pendapatan APBD 9 Kabupaten/Kota

di tahun 2016. Sementara anggaran pendapatan yang

terkecil adalah Kabupaten Bangli dengan nilai sebesar

Keuangan Pemerintah106

Rp 908 miliar dan share sebesar 5,68% terhadap total

anggaran pendapatan APBD 9 Kabupaten/Kota.

Pendapatan transfer merupakan komponen

pendapatan yang memiliki alokasi anggaran terbesar

yaitu mencapai Rp 8,6 triliun atau dengan share sebesar

53,75% terhadap total seluruh anggaran pendapatan

9 Kabupaten/Kota di Bali. Besarnya pendapatan

transfer ini menandakan ketergantungan fiskal

pemerintah kabupaten/kota yang masih cukup tinggi

terhadap Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.

Secara keseluruhan, rata-rata derajat desentralisasi

fiskal untuk pemerintah kabupaten/kota di Provinsi

Bali sebesar 23,62%. Berdasarkan data anggaran

pendapatan tahun 2016, derajat desentralisasi fiskal

tertinggi diraih oleh Kabupaten Badung dengan rasio

mencapai 76,64% dan terendah di Kabupaten Bangli

dengan rasio sebesar 8,36%. Rendahnya pendapatan

Anggaran Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, 2016

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

Grafik 4. 4

berupa pajak yang dianggarkan oleh Pemerintah

Kabupaten Bangli disebabkan karena masih relatif

terbatasnya perkembangan aktivitas usaha di Kab.

Bangli dan merupakan salah satu wilayah dengan

tingkat kemiskinan yang tinggi yaitu mencapai 5,45%

(berdasarkan data 2013), sehingga ketergantungan

kabupaten tersebut terhadap pendapatan transfer

dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi

masih tergolong tinggi.

Secara Keseluruhan pada triwulan I 2016, realisasi

pendapatan APBD kabupaten/kota mencapai

19,76%. Capaian realisasi ini terhitung cukup tinggi,

bahkan lebih tinggi bila dibanding dengan realisasi

pendapatan Provinsi Bali di periode yang sama.

Tingginya realisasi pendapatan kabupaten/kota di

triwulan I 2016 ini, terutama didorong oleh realisasi

pendapatan transfer yang mencapai 24,89%.

Tabel 4. 5 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 2016

Anggaran 2016 Realisasi Tw 1 2016(Rp Miliar) (Rp Miliar)

Pendapatan 15.995 3.161 19,76Pendapatan Asli Daerah 5.165 940 18,20Pendapatan Transfer 8.598 2.140 24,89Lain-lain Pendapatan Yang Sah 2.232 81 3,63

Jenis Pendapatan % Realisasi

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

Keuangan Pemerintah 107

Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

capaian realisasi pendapatan di triwulan laporan,

dengan tingkat realisasi sebesar 18,20%. Salah satu

komponen yang mendorong cukup tingginya realisasi

PAD adalah pendapatan pajak daerah khususnya

terkait dengan pendapatan pajak hotel dan restoran,

seiring dengan peningkatan kinerja lapangan usaha

penyediaan akomodasi makan minum yang tumbuh

signifikan pada periode triwulan laporan sebesar

6,61% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 4,87% (yoy). Tingginya pertumbuhan

lapangan usaha ini diindikasikan ikut membantu

peningkatan penerimaan kabupaten/kota di Bali pada

triwulan laporan.

Realisasi pendapatan tertinggi pada triwulan I 2016

dicapai oleh Kabupaten Bangli dengan capaian

sebesar 25,19%. Sementara itu, realisasi PAD yang

mencapai 12,5% dan pendapatan transfer sebesar

33,40%, merupakan faktor pendorong utama

tingginya realisasi pendapatan kabupaten tersebut.

Berdasarkan informasi anekdotal, Pemerintah Daerah

Kabupaten Bangli selalu berupaya untuk menggali

peluang untuk meningkatkan penerimaan pajak

daerah, antara lain pajak dari kepemilikan tanah yang

belum terdaftar. Selama ini penerimaan pajak daerah

bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

dan pajak atas penerangan jalan.

4.3.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD

Kabupaten/Kota

Anggaran belanja dan transfer kabupaten/kota di Bali

pada tahun 2016 mencapai Rp 17,36 triliun, dengan

share sebesar 59,56% dari total anggaran merupakan

belanja tidak langsung dengan nilai nominal sebesar

Rp 10,34 triliun, sedangkan belanja langsung

memiliki share sebesar 40,44% dari total anggaran

belanja. Dengan nilai anggaran sebesar Rp 3,8 triliun,

Kabupaten Badung merupakan wilayah dengan

anggaran belanja daerah terbesar dibandingkan

wilayah lainnya. Sementara itu, Kabupaten Jembrana

merupakan kabupaten dengan anggaran belanja

daerah terendah yang hanya sebesar Rp 1,09 triliun.

Secara agregat, belanja modal APBD kabupaten/kota

mencapai Rp 3,35 triliun atau sebesar 19,31% dari

total anggaran belanja. Rasio belanja modal tertinggi

dicapai oleh Kabupaten Badung yakni sebesar

28,41%. Tingginya rasio belanja modal di Kabupaten

Badung ini diharapkan dapat membantu mendorong

pertumbuhan ekonomi secara jangka panjang dan

mendukung perkembangan kinerja industri pariwisata

di Provinsi Bali, dengan Kabupaten Badung sebagai

salah satu sentra pengembangan pariwisata di Bali.

Realisasi belanja kabupaten/kota di Provinsi Bali

pada triwulan I 2016 sebesar 8,91% atau senilai

Rp 1,55 triliun. Realisasi belanja ini lebih tinggi bila

dibandingkan dengan realisasi belanja Provinsi Bali

Tabel 4. 6 Anggaran dan Realisasi Belanja Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali, 2016

Anggaran 2016 Realisasi Tw 1 2016(Rp Miliar) (Rp Miliar)

Belanja 17.360 1.546 8,91Belanja Tidak Langsung 10.340 1.268 12,26Belanja Langsung 7.020 278 3,96Belanja Modal 3.353 15 0,44

Jenis Belanja % Realisasi

Sumber: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Provinsi bali

Keuangan Pemerintah108

di periode yang sama yang hanya sebesar 7,70%.

Realisasi belanja tidak langsung kabupaten/kota di

Provinsi Bali yang mencapai 12,26% dan realisasi

belanja modal yang mencapai 3,96% di triwulan

laporan, ikut mendorong peningkatan realisasi

belanja kabupaten/kota di triwulan laporan. Meskipun

demikian, realisasi belanja modal kabupaten/kota

di Provinsi Bali masih menunjukkan capaian yang

rendah yang baru mencapai 0,44% dikarenakan

pembangunan proyek infrastruktur, sebagian besar

masih dalam proses lelang dan penyiapan administrasi

serta perencanaan.

Dengan realisasi belanja sebesar 12,33%, Kabupaten

Tabanan merupakan wilayah dengan realisasi belanja

terbesar diantara seluruh kabupaten/kota di Bali

pada triwulan I 2016. Tingginya realisasi tersebut

terutama didorong oleh tingginya realisasi belanja

barang dan jasa, belanja pegawai serta belanja

bantuan keuangan. Realisasi belanja barang dan jasa

telah mencapai 10,78%, sedangkan realisasi belanja

pegawai mencapai 15,68%, sementara realisasi

belanja bantuan keuangan mencapai 10,56% di

Kabupaten Tabanan di periode triwulan laporan.

Sementara itu, Kabupaten Badung merupakan

kabupaten dengan realisasi belanja terendah di

triwulan I 2016 yang baru mencapai 5,61%. Realisasi

Anggaran belanja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali, 2016

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali

0

5

10

15

20

25

30(%)

Grafik 4. 5

belanja modal yang rendah (share plafon anggaran

belanja modal sebesar 28,41% terhadap total

anggaran belanja Kabupaten Badung), menjadi salah

satu penyebab utama rendahnya realisasi belanja

Kabupaten Badung di periode triwulan laporan.

Pada tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Badung

telah menyediakan anggaran yang besar yaitu Rp

1,15 triliun untuk membiayai beberapa proyek

pembangunan infrastruktur di Kabupaten Badung.

4. 4. ALOKASI APBN DI PROVINSI BALI

Dalam rangka membiayai belanja daerah, pemerintah

pusat telah mengalokasikan sejumlah anggaran APBN

untuk direalisasikan di Bali. Anggaran penerimaan

APBN tersebut berasal dari penerimaan dalam negeri

yang bersumber dari pajak, Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP), serta hibah. Pada sisi yang

lain, belanja APBN disalurkan dalam bentuk belanja

pemerintah pusat dan transfer ke daerah melalui dana

transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Belanja

pemerintah pusat digunakan untuk membiayai

gaji pegawai kementrian atau instansi pemerintah

pusat yang beroperasi di Bali. Selain itu, anggaran

ini dipergunakan juga untuk membiayai proyek-

proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh

pemerintah pusat yang dikelola antara lain oleh balai

jalan dan balai sungai.

Jumlah pagu anggaran APBN untuk Provinsi Bali pada

tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 9,50%

atau dengan nilai nominal sebesar Rp 891 miliar. Nilai

pagu APBN pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp 8,49

triliun yang terdiri atas belanja pegawai sebesar Rp

3,5 triliun, belanja barang sebesar Rp 3,2 triliun dan

belanja modal sebesar Rp 1,75 triliun serta belanja

bantuan sosial sebesar Rp 7,6 miliar. Penurunan pagu

anggaran terbesar pada tahun 2016, terutama terjadi

pada anggaran belanja modal yang mencapai Rp

626 miliar atau turun sebesar 26,31% dibandingkan

tahun 2015.

Keuangan Pemerintah 109

Sumber: Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Provinsi bali

Sementara itu, realisasi belanja anggaran APBN pada

triwulan I 2016 tercatat sebesar 13,40% atau dengan

nilai nominal mencapai Rp 1,138 triliun. Capaian

realisasi ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan

periode yang sama tahun 2015 yang hanya mencapai

10,63%. Peningkatan capaian realisasi belanja APBN

di triwulan laporan terutama didorong oleh tingginya

Tabel 4. 7 Pagu dan Realisasi Anggaran APBN 2015-2016 Untuk Provinsi Bali

Jenis Belanja Tahun 2015 Tahun 2016 Pagu (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) Realisasi (%) Pagu (Rp Miliar) Realisasi (Rp Miliar) Realisasi (%)

Belanja Pegawai 3.523 674 19,13 3.523 749 21,26 Belanja Barang 3.292 261 7,93 3.207 301 9,39 Belanja Modal 2.379 18 0,76 1.753 88,00 5,02 Belanja Bantuan Sosial 188 44 23,40 7,6 - Total 9.382 997 10,63 8.491 1.138 13,40

realisasi belanja pegawai yang mencapai 21,26%

dan realisasi belanja barang yang mencapai 9,39%

di triwulan laporan, jauh lebih tinggi dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya yang masing-

masing sebesar 19,13% dan 7,93%.

110

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR UNTUK MENINGKATKAN KONEKTIVITAS DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI BALI

Infrastruktur dalam rangka meningkatkan

konektivitas antar wilayah di Provinsi Bali

Pembangunan infrastruktur merupakan salah

satu aspek penting untuk mempercepat proses

pembangunan di suatu wilayah, tidak terkecuali

di Provinsi Bali. Pertumbuhan ekonomi Bali tidak

dapat dipisahkan dari ketersediaan infrastrukturnya.

Pembangunan di bidang infrastruktur akan menjadi

pondasi dari pertumbuhan ekonomi Bali di masa

yang akan datang. Oleh karena itu, pengembangan

infrastruktur selalu menjadi isu stategis atau

sasaran yang ingin dicapai oleh stakeholders terkait

(pemerintah daerah) dalam setiap program tahunan

yang dicanangkan. Salah satu pembangunan

infrastruktur yang vital dalam mencapai pertumbuhan

ekonomi yang stabil dan berkelanjutan adalah

pembangunan jalan untuk meningkatkan konektivitas

antar wilayah di Provinsi Bali.

Sebagaimana telah diketahui dari pelaksanaan Focus

Group Discussion (FGD) dengan stakeholders terkait

(contoh: Dinas Pembangunan Umum Provinsi Bali),

salah satu isu utama dalam pertumbuhan ekonomi

Bali adalah tidak meratanya pembangunan antara

wilayah Bali selatan (Kota Denpasar, Kabupaten

Badung, dan Gianyar) dengan wilayah Bali non

selatan (Kabupaten Buleleng, Karangasem, Bangli,

Klungkung, Jembrana, dan Tabanan). Pertumbuhan

ekonomi Bali sebagian besar masih terpusat di

wilayah Bali selatan, mengingat kondisi infrastruktur

di wilayah Bali selatan lebih memadai dibanding

non selatan. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan

BOKS F

infrastruktur Bandar Udara Internasional di Kabupaten

Badung, sehingga Kabupaten Badung dan wilayah

sekitarnya akan menjadi target utama lokasi investasi

dari investor. Berdasarkan hasil FGD dengan Badan

Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Provinsi

Bali, investor umumnya selalu mempertimbangkan

infrastruktur sebagai hal yang krusial dalam penetapan

keputusan investasi. Ketersediaan infrastruktur yang

mendukung akan mendorong peningkatan investasi

pada suatu daerah yang akan menjadi salah satu

sumber pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut,

dan sebaliknya. Oleh karena itu, belum optimalnya

konektivitas dari Bali Selatan dan non Selatan.

Sebagai contoh : Kabupaten Badung dan Kabupaten

Buleleng, akan berdampak pula terhadap rendahnya

penyebaran investasi dari Bali selatan ke non selatan.

Peningkatan konektivitas antara wilayah Bali selatan

(pusat aktivitas ekonomi) dengan Bali non selatan

akan mampu mendorong pemerataan aktivitas

ekonomi, yang pada akhirnya akan mendorong

pemerataan kesejahteraan masyarakat Bali.

Dalam kaitannya dengan peningkatan konektivitas

antara Bali selatan dan non selatan, Direktorat

Jenderal Bina Marga, c.q. Balai Pelaksanaan Jalan

Nasional (BPJN) VIII berencana untuk meningkatkan

jaringan jalan utara – selatan di Provinsi Bali. Melalui

studi yang dilakukan oleh BPJN VIII, Ketimpangan

pembangunan pariwisata di daerah Bali selatan

dengan daerah Bali utara yang diakibatkan oleh

terbatasnya akses dan lamanya waktu tempuh yang

diperlukan oleh para wisatawan untuk mengakses

111

objek-objek wisata di daerah Bali utara harus dicarikan

solusi dan penanganan sehingga terjadi pemerataan

pembangunan antara Bali utara dan Bali selatan. Solusi

dan penanganan tersebut akan diwujudkan dalam

pembangunan shortcut Mengwitani – Singaraja,

Bali. Gambaran umum dari rencana pembangunan

shortcut tersebut, seperti terangkum pada Tabel 1 di

atas.

Pengembangan jalan poros Bali utara – Bali selatan

tersebut perlu disinergikan dengan rencana

pembangunan jalur kereta api, jalan tol dan akses

bandara di Bali utara. Pengembangan jalan poros

Sumber: Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) VIII (diolah)

Tabel 1. Perkiraan Jarak dan Waktu Tempuh Mengwitani – Singaraja setelah Pembuatan Shortcut

tersebut juga mendesak mengingat kondisi lalu lintas

eksisting yang dalam waktu singkat diperkirakan

akan semakin parah. Pembangunan shortcut tersebut

akan menjadi salah satu solusi dari permasalahan

konektivitas Bali selatan dan Bali utara. Selain

rencana pengembangan shortcut Mengwitani –

Singaraja tersebut, pemerintah Provinsi Bali juga

telah merealisasikan pengembangan infrastruktur

jalan dan jembatan di setiap Kota/Kabupaten di

Provinsi Bali. Rincian kegiatan dan nilai realisasi dari

pengembangan tersebut adalah sebagai berikut :

112

Tabel 2. Realisasi dan Rencana Pengembangan Infrastruktur Jalan di Provinsi Bali

9,750,000,000

113

Sumber: Dinas Pembangunan Umum Pemerintah Provinsi Bali – Bidang Bina Marga (diolah)

Total dana APBD untuk Dinas PU Provinsi Bali c.q.

Bidang Bina Marga di tahun 2016 adalah sebesar

Rp299.846.514.120,- lebih tinggi dari total dana

APBD yang direalisasikan pada tahun 2015 yang

sebesar Rp 214.402.963.450,-. Hal ini seiring dengan

usaha pemerintah untuk mewujudkan mantapnya

kondisi infrastruktur yang merupakan salah satu

sasaran strategis tahun 2014-2018.

Infrastruktur dalam rangka mendukung

ketahanan pangan di Provinsi Bali

Selain infrastruktur untuk meningkatkan konektivitas

antar wilayah, infrastruktur untuk mendukung

ketahanan pangan juga merupakan infrastruktur vital

di Provinsi Bali. Dengan karakteristik pertumbuhan

ekonominya yang didominasi oleh industri pariwisata,

peningkatan demand akan produk hasil pertanian

didorong oleh rata-rata jumlah kunjungan wisatawan

yang mencapai 10 juta orang (wisman dan wisnus)

setiap tahunnya. Selain itu, alih fungsi lahan yang

cukup tinggi dari lahan pertanian menjadi beberapa

kawasan hotel menjadi penyebab menyusutnya lahan

pertanian di Bali. Rata-rata alih fungsi lahan sawah

dari 2009 – 2013 tercatat mencapai 350 ha/tahun.

Target luasan tanam di Bali tahun 2015 sebesar

150.000 ha juga tidak tercapai dan hanya terealisasi

135.000 ha, sehingga menyebabkan target produksi

padi sebesar 901.000 ton tidak tercapai dan hanya

terealisasi 850.000 ton. Dengan kondisi tersebut, Bali

membutuhkan pasokan pangan dari provinsi lain.

Bali mengimpor komoditas beras, gula pasir, tepung

terigu, minyak goreng dan kedelai impor dari Jawa

Timur. Sedangkan untuk komoditas bawang merah

diimpor dari NTB.

Sumber Daya Air (SDA) merupakan salah satu

faktor vital untuk meningkatkan ketahanan pangan

di Provinsi Bali. Berdasarkan hasil FGD dengan

stakeholder terkait (Balai Wilayah Sungai Bali-Penida)

isu-isu strategis dari pengelolaan SDA di Bali meliputi:

1. Tidak meratanya Potensi Sumber Daya Air pada

tiap Daerah Aliran Sungai (DAS)

2. Terganggunya kuantitas air dan menurunnya

114

kualitas air di kawasan sumber air (Danau, Mata

air dan Badan Sungai)

3. Belum optimalnya upaya pemanfaatan potensi

Sumber Daya Air dan adanya konflik kepentingan

antar pemanfaat air

4. Ancaman banjir, kekeringan dan abrasi pantai

pada kawasan pesisir, dan

5. Perlu peningkatan peran lembaga dan pemangku

kepentingan dalam sinergisitas pengelolaan

Sumber Daya Air

Dalam mendukung upaya ketahanan pangan Provinsi

Bali, pemerintah telah merealisasikan pembangunan

bendungan Titab di Kabupaten Buleleng. Dengan

nilai pembangunan sebesar Rp400,78 miliar (APBN),

pembangunan bendungan Titab akan memberikan

Sumber: Balai Wilayah Sungai Bali-Penida (diolah)

Tabel 3. Rencana Pembangunan Waduk/Bendungan di Provinsi Bali

manfaat antara lain: 1) Menambah Menambah

intensitas tanam 169% menjadi 275% seluas

1794,82 Ha, dan memberikan pasokan air baku

350 liter/detik, dengan keandalan 250 liter/detik, 2)

Menambah pasokan listrik sebesar 1,5 MW, dan 3)

Dapat dikembangkan menjadi kawasan tujuan wisata.

Selain bendungan Titab, pemerintah juga berencana

membangun infrastruktur berupa waduk/bendungan

lainnya untuk meningkatkan kapasitas irigasi.

Pembangunan waduk-waduk tersebut diharapkan

dapat meningkatkan produktivitas pertanian di

Provinsi Bali sehingga supply komoditas-komoditas

pangan strategis dari dalam pulau Bali sendiri

dapat meningkat. Berikut rencana pembangunan

infrastruktur waduk di Provinsi Bali :

115

Sumber: Balai Wilayah Sungai Bali-Penida (diolah)

Tabel 4. Manfaat Pembangunan Waduk/Bendungan di Provinsi Bali

Pembangunan 8 (delapan) waduk/bendungan

tersebut diperkirakan akan menjadi salah satu faktor

pendorong utama untuk mewujudkan ketahanan

pangan di Provinsi Bali, mengingat manfaat utama dari

pembangunan waduk/bendungan tersebut adalah

pasokan air baku untuk mendukung pertanian di Bali.

Rincian perkiraan manfaat apabila pembangunan

8 (delapan) waduk/bendungan tersebut telah

direalisasikan dapat dilihat pada tabel berikut:

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016116

Halaman ini sengaja dikosongkan

117KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

KETENAGAKERJAANDAN KESEJAHTERAAN

BAB V

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan118

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 119

5.1. KONDISI KETENAGAKERJAAN

Pasokan tenaga kerja Provinsi Bali mengalami

peningkatan, terlihat dari jumlah penduduk usia kerja

pada Februari 2016 yang mengalami peningkatan

baik secara tahunan maupun dibanding Agustus

2015. Pada Februari 2016 jumlah penduduk usia

kerja di Bali tercatat sebesar 3,16 juta orang,

atau meningkat 1,50% dibanding Februari 2015

dan meningkat 0,74% dibanding Agustus 2015.

Peningkatan jumlah penduduk usia produktif tersebut

dapat menjadi indikasi peningkatan potensi tenaga

kerja di Bali. Seiring dengan peningkatan usia kerja,

jumlah angkatan kerja pada Februari 2016 tercatat

meningkat dibanding Agustus 2015. Jumlah angkatan

kerja pada Februari 2016 tercatat sebesar 2,38 juta

jiwa atau meningkat 0,44% dibanding Agustus

2015. Seiring dengan hal tersebut, angkatan kerja

yang bekerja juga mengalami peningkatan sebesar

0,31% dibanding Agustus 2015. Namun demikian,

peningkatan jumlah penduduk usia kerja tersebut

tidak dapat diserap secara optimal oleh lapangan kerja

yang tersedia. Hal ini tercermin dari meningkatnya

pengangguran di Bali pada Februari 2016. Jumlah

angkatan kerja yang menganggur pada Februari

2016 tercatat sebesar 50,4 juta jiwa, atau meningkat

sebesar 6,76% dibanding Agustus 2015. Peningkatan

jumlah pengangguran yang lebih besar daripada

peningkatan jumlah angkatan kerja berdampak pada

meningkatnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

pada Februari 2016. TPT Provinsi Bali pada Februari

2016 tercatat sebesar 2,12%, lebih tinggi dari TPT

Agustus 2015 yang sebesar 1,99% dan TPT Februari

2015 yang sebesar 1,37%. Meskipun mengalami

peningkatan, namun TPT Bali tersebut masih jauh

lebih rendah dibanding TPT Nasional yang sebesar

5,50% pada Februari 2016.

Tingkat Partisipasi Angkatan kerja (TPAK)

menunjukkan penurunan. TPAK yang mencerminkan

besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif

secara ekonomi, mengalami penurunan dibandingkan

Agustus 2015. TPAK pada Februari 2016 tercatat

sebesar 75,28%, lebih rendah dibanding Agustus

2015 yang sebesar 75,51%. Meskipun mengalami

sedikit penurunan, TPAK tersebut masih jauh lebih

tinggi dari TPAK nasional yang pada Februari 2016

tercatat sebesar 68,06%.

Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Ribu Orang)

Sumber : BPS Provinsi Bali

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan120

Seiring dengan perbaikan optimisme kondisi

perekonomian ke depan, kondisi ketenagakerjaan

diperkirakan akan mengalami perbaikan. Hal ini

terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

KPwBI Provinsi Bali triwulan I-2016 yang menunjukkan

adanya optimisme penambahan tenaga kerja oleh

dunia usaha pada triwulan yang akan datang,

terutama pada sektor Industri Pengolahan, Keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor Jasa-

jasa. Optimisme terkait kondisi ketenagakerjaan

ditunjukkan juga oleh hasil Survei Konsumen di

Provinsi Bali triwulan I-2016. Berdasarkan hasil SK,

terlihat bahwa tingkat keyakinan konsumen akan

Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang

cenderung optimis, yaitu sebesar 102,5 (indeks diatas

100 menunjukkan optimisme konsumen).

Struktur lapangan pekerjaan secara umum tidak

mengalami perubahan. Sektor perdagangan masih

menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga

kerja di Provinsi Bali. Pada Februari 2016, lapangan

usaha perdagangan masih menjadi penyumbang

terbesar penyerapan tenaga kerja di Bali, yaitu sebesar

708 ribu orang, atau 30,45% dari total penduduk

yang bekerja di Bali. Lapangan usaha pertanian

kemudian menempati posisi kedua dengan 511,86

ribu orang bekerja pada lapangan usaha ini, atau

sebesar 22,02% dari total penduduk yang bekerja di

Bali. Sementara lapangan usaha jasa kemasyarakatan

menempati posisi ketiga dengan menyerap 418,86

ribu orang atau 18,02% penduduk yang bekerja di

Bali.

Terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja pada

lapangan pekerjaan yang selama ini menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Bali. Pada Februari 2016, penyerapan tenaga kerja

pada lapangan pekerjaan perdagangan mengalami

penurunan sebesar 7,82% dibanding Agustus 2015,

sementara lapangan pekerjaan pertanian turun

sebesar 1,71%, lapangan pekerjaan konstruksi turun

sebesar 14,16%, dan lapangan pekerjaan lainnya

turun sebesar -51,1%. Disisi lain, penyerapan tenaga

kerja dari lapangan pekerjaan industri, transportasi,

pergudangan dan komunikasi, keuangan, serta

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,

dan Kegiatan usaha yang Akan Datang

Sumber : SK KPw BI Provinsi Bali

Grafik 5. 3Perkembangan Tingkat Pengangguran di Provinsi Bali

Sumber: BPS Provinsi Bali

1.9

1.37

1.99 2.12

Grafik 5. 1

Perkiraan Penambahan Tenaga Kerja (Hasil SKDU)

Sumber: SKDU KPw BI Provinsi Bali

Grafik 5. 2

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 121

jasa kemasyarakatan pada Februari 2016 tercatat

meningkat dibanding Agustus 2015.

Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari 2016

adalah kelompok orang yang bekerja pada kegiatan

informal. Penduduk yang bekerja pada kegiatan

informal tercatat sebanyak 1,24 juta jiwa atau

sebesar 53,07% dari total penduduk yang bekerja,

sedangkan orang yang bekerja pada kegiatan formal

tercatat sebanyak 1,09 juta jiwa atau sebesar 46,93%

pada periode yang sama. Komposisi tersebut relatif

sama dengan kondisi pada Agustus 2015. Hal ini

mengindikasikan bahwa sebagian besar penduduk

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama (orang)

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan (Orang)

Sumber : BPS Provinsi Bali

Sumber : BPS Provinsi Bali

Bali yang bekerja masih tergantung pada kegiatan

informal.

Penyerapan tenaga kerja di Bali masih didominasi

oleh penduduk yang tergolong pekerja penuh waktu

(full time worker), yaitu penduduk yang bekerja pada

kelompok 35 jam ke atas per minggu. Jumlah pekerja

penuh waktu di Bali pada Februari 2016 tercatat

sebanyak 1,36 juta jiwa atau sebesar 58,39% dari

total penduduk yang bekerja di Bali. Jumlah tersebut

lebih rendah dibanding Agustus 2015 yang tercatat

sebanyak 1,84 juta orang atau 79,39% dari total

penduduk yang bekerja. Pada periode yang sama,

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan122

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (Orang)

Sumber : BPS Provinsi Bali

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan (Orang)

Sumber : BPS Provinsi Bali

jumlah pekerja berwaktu tidak penuh mengalami

peningkatan, dari 479 ribu jiwa pada Agustus 2015

menjadi 970 ribu jiwa pada Februari 2016.

Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja

mengalami sedikit perbaikan. Kondisi ini tercermin

dari meningkatnya penduduk yang bekerja tingkat

SMA/SMK keatas sebesar 4,2% pada Februari 2016

dibanding Agustus 2015. Disisi lain, jumlah penduduk

yang bekerja dengan tingkat pendidikan sampai

dengan SMP mengalami penurunan sebesar 2,96%

pada periode yang sama. Namun demikian, dari sisi

penyerapan tenaga, sebagian besar masih didominasi

oleh penduduk yang berpendidikan rendah (SD ke

bawah), dengan porsi sekitar 36,8% dari keseluruhan

jumlah penduduk yang bekerja. Sementara pekerja

berpendidikan tinggi mencakup 17,6%, dan sisanya

merupakan pekerja berpendidikan menengah yang

memilliki porsi sebesar 45,6%.

5.2 NILAI TUKAR PETANI

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2016

mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan IV 2015. Penurunan NTP mengindikasikan

menurunnya kesejahteraan petani dengan penurunan

NTP Bali dan Komponen Penyusunnya

Sumber: BPS Provinsi BaliKet: *) NTP April 2016

Grafik 5. 4

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan 123

Tabel 5.6. Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi Bali

Sumber: BPS Provinsi Bali (diolah)Ket: *) NTP April 2016

daya beli petani di pedesaan. Apabila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya, penurunan NTP terjadi

pada subsektor tanaman pangan, Perkebunan rakyat,

dan Perikanan. Penurunan NTP terdalam terjadi pada

subsektor tanaman pangan, yaitu sebesar 2,4%

(qtq) pada triwulan I-2016, atau turun dari 100,48 di

triwulan IV-2015 menjadi 98,04 di triwulan I-2016.

Selanjutnya, NTP subsektor perikanan menurun

sebesar 1% (qtq), atau dari 102,16 di triwulan IV-

2015 menjadi 101,13 di triwulan I-2016. Sementara

NTP subsektor perkebunan rakyat menurun sebesar

0,9% pada periode yang sama. Penurunan NTP pada

ketiga subsektor ini terjadi karena laju kenaikan Indeks

Yang Dibayar Petani (IB) lebih tinggi dibandingkan

dengan Indeks Yang Diterima Petani (IT). Di sisi lain,

NTP subsektor hortikultura dan subsektor peternakan

mengalami peningkatan masing masing sebesar

1,1% dan 0,7% pada periode yang sama.

5.3 TINGKAT KEMISKINAN

Angka kemiskinan di Provinsi Bali pada September

2015 mengalami peningkatan dibanding periode

yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan Bali per

September 2015 tercatat sebanyak 219 ribu jiwa

atau 5,25% dari jumlah penduduk Bali. Angka

ini meningkat dibandingkan periode yang sama

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan124

tahun lalu, yang tercatat sebesar 4,76% dari jumlah

penduduk. Peningkatan jumlah penduduk miskin

tersebut didorong oleh peningkatan jumlah penduduk

miskin yang berada di pedesaan dan perkotaan.

Jumlah penduduk miskin di desa meningkat dari

86,76 ribu jiwa pada September 2014 menjadi 102,99

ribu jiwa pada September 2015. Sementara jumlah

penduduk miskin di kota meningkat dari 109,2 ribu

jiwa pada September 2014 menjadi 115,9 ribu jiwa

pada September 2015. Meskipun mengalami sedikit

peningkatan, angka kemiskinan di Bali tersebut

masih jauh di bawah angka kemiskinan nasional yang

tercatat sebesar 11,13% pada September 2015.

Dari sisi pemerataan pendapatan, disparitas

pendapatan di Provinsi Bali mengalami perbaikan

Perkembangan Kemiskinan di Provinsi BaliSumber: BPS Provinsi Bali

Grafik 5. 5Perkembangan Gini Ratio di Provinsi Bali

Sumber: BPS Provinsi Bali

Grafik 5. 6

Perbandingan IPM Provinsi Bali Dengan Daerah Lain

Sumber: BPS Provinsi Bali

Grafik 5. 7

yang tercermin dari penurunan Gini Ratio pada

tahun 2015. Gini Ratio Bali pada tahun 2015 tercatat

sebesar 0,38, jauh lebih rendah jika dibandingkan

dengan Gini Ratio tahun 2015 yang sebesar 0,42 dan

nasional sebesar 0,41.

Pembangunan manusia di Provinsi Bali masih berada

dalam kondisi yang baik dan mengalami peningkatan.

Kondisi tersebut tercermin dari Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) Provinsi Bali yang secara historis selalu

lebih tinggi dibandingkan dengan IPM nasional. Data

terakhir menyebutkan IPM Provinsi Bali di tahun 2015

sebesar 72,48, meningkat dibanding IPM Bali tahun

2014 yang tercatat sebesar 72,09 dan IPM nasional

tahun 2015 yang sebesar 68,90. IPM Bali juga tercatat

sebagai IPM tertinggi ke 5 di Indonesia.

Prospek Perekonomian 125

PROSPEK PEREKONOMIAN

BAB VI

Prospek Perekonomian126

Prospek Perekonomian 127

6.1. MAKRO EKONOMI REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan II

2016 diperkirakan mengalami peningkatan, dibanding

triwulan I 2016, yaitu tumbuh pada kisaran 6,06%

- 6,46% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan

terutama didorong oleh peningkatan kinerja konsumsi

pemerintah, investasi dan kinerja ekspor. Sementara

itu dari sisi penawaran, peningkatan didorong oleh

peningkatan kinerja sebagian besar lapangan usaha

utama antara lain lapangan usaha pertanian, lapangan

usaha industri pengolahan, konstruksi, penyediaan

akomodasi makan dan minum, dan transportasi dan

pergudangan.

Sisi permintaan

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Bali

pada Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

Bali pada triwulan II 2016, didorong oleh perkiraan

peningkatan kinerja konsumsi pemerintah, investasi

(PMTB), serta ekspor. Peningkatan kinerja konsumsi

pemerintah diperkirakan terindikasi oleh peningkatan

tren realisasi fisik APBD Provinsi Bali mengikuti

pola historisnya, seiring mulai berjalannya realisasi

pembangunan fisik beberapa proyek infrastruktur,

setelah pada triwulan I sebagian besar proyek

infrastruktur melakukan proses pelelangan dan

melengkapi administrasi. Proyek infrastruktur yang

akan berlangsung pada tahun 2016 antara lain adalah

peningkatan kapasitas jalan, jembatan, irigasi dan

penyediaan air minum serta pembangunan Rumah

Sakit Provinsi Bali dan Rumah Sakit Mata Indera yang

ditargetkan selesai di tahun 2016 Selain itu, konsumsi

pemerintah pada triwulan II 2016 juga akan didorong

oleh realisasi pembayaran gaji ke13 dan 14 untuk PNS

dan pensiunan. Sementara itu, terdapat risiko yang

berpotensi menahan peningkatan kinerja konsumsi

pemerintah di triwulan II 2016, yaitu pemotongan

anggaran Kementerian dan Lembaga sebesar 10%

seiring dengan pesimisme tercapainya target realisasi

penerimaan pajak di tahun 2016.

Sejalan dengan realisasi pembangunan proyek

infrastruktur oleh pemerintah pada triwulan II 2016,

kinerja investasi diperkirakan akan mengalami

peningkatan yang dikontribusikan oleh pengerjaan

proyek Pemerintah dan swasta. Kondisi tersebut

terkonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Bali, yang menunjukkan

peningkatan perkiraan perkembangan investasi

pelaku usaha dari sebesar -2,82% (SBT) pada triwulan

I 2016 menjadi sebesar -1,66% (SBT) di triwulan II

2016. Peningkatan tersebut, sejalan dengan semakin

tingginya optimisme pelaku usaha ke depan terhadap

perkembangan kondisi ekonomi makro regional,

sehingga berdampak pada semakin kondusifnya

perkembangan usaha. Selain itu, optimisme pelaku

usaha juga didorong oleh tendensi penurunan suku

bunga kredit perbankan (investasi dan modal kerja) di

Provinsi Bali menuju suku bunga single digit sebagai

respon terhadap penurunan suku bunga BI Rate.

Di samping itu, perkiraan peningkatan kinerja

komponen ekspor1 pada triwulan depan, didorong

oleh perkiraan perbaikan perekonomian negara tujuan

1 Salah satu negara utama tujuan ekspor Provinsi Bali, USA menunjukkan peningkatan permintaan ekspor terutama untuk komoditas garmen.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolahKeterangan : *) Angka Proyeksi Bank Indonesia

6.04

6.06-6.46

0123456789

26,00027,00028,00029,00030,00031,00032,00033,00034,00035,000

I II III IV I II III IV I II*)

2014 2015 2016

%,Y

OY

RP M

ILIA

R

gPDRB(skala kanan) PDRB

Grafik 6. 1

Prospek Perekonomian128

peningkatan omset penjualan untuk peralan tulis

dengan pertumbuhan sebesar 1,8% (mtm).

Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, optimisme peningkatan

pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016

terkonfirmasi oleh hasil SKDU yang menunjukkan

perkiraan peningkatan kegiatan usaha dari

sebesar -13,73% (SBT) pada triwulan I 2016,

menjadi sebesar 17,74% (SBT) di triwulan II 2016.

Peningkatan tersebut juga didorong oleh perkiraan

peningkatan kinerja sebagian besar lapangan usaha,

antara lain lapangan usaha pertanian, kehutanan,

dan peternakan, industri pengolahan, konstruksi,

penyediaan akomodasi makan dan minum, serta

transportasi dan pergudangan. Perkiraan peningkatan

kinerja lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh

hasil SKDU yang menunjukkan perkiraan peningkatan

kegiatan usaha dari sebesar -8,27% (SBT) pada

triwulan I 2016, menjadi sebesar 2,09% (SBT) di

triwulan II 2016. Peningkatan tersebut juga didorong

oleh adanya panen komoditas tabama yang mulai

terjadi di beberapa daerah di Provinsi Bali (sebagai

dampak mundurnya masa tanam, sehingga masa

panen mundur ke triwulan II 2016). Selain komoditas

tabama, komoditas perkebunan (manggis) juga telah

ekspor dan upaya eksportir untuk terus melakukan

diversifikasi pasar ekspor serta peningkatan kualitas

produk agar dapat bersaing ditengah semakin

ketatnya persaingan. Selain itu, kinerja ekspor jasa

diperkirakan turut mengalami peningkatan seiring

dengan berakhirnya periode low season pariwisata

dan upaya beberapa hotel untuk meningkatan

promosi serta penjualan melalui online booking, sales

call, dan program discount.

Sementara itu, ditengah minimnya event perayaan

keagamaan pada triwulan berjalan, konsumsi rumah

tangga masih berpotensi mengalami peningkatan

sebagai dampak dari adanya penurunan harga

BBM ( yang terkonfirmasi oleh peningkatan indeks

ekspektasi konsumen). Selain itu, peningkatan

kinerja konsumsi rumah tangga juga didorong oleh

masuknya bulan Ramadhan pada akhir triwulan

berjalan. Namun demikian, terdapat beberapa faktor

yang berpotensi menahan laju peningkatan konsumsi

rumah tangga pada triwulan berjalan antara lain

adalah adanya persiapan memasuki tahun ajaran

baru sehingga konsumen mengalokasikan sebagian

dana konsumsinya untuk pemenuhan kebutuhan

pendidikan terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan

Eceran pada bulan Mei 2016 yang menunjukkan

Indeks Ekspektasi KonsumenSumber : Survei Konsumen (SK), Bank Indonesia

Grafik 6. 3Perkiraan Perkembangan Investasi

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia

-2.82 -1.66

-5

0

5

10

15

I II III IV I II III IV I II*

2014 2015 2016

%Total Perdagangan, hotel dan restoranIndustri pengolahan

Grafik 6. 2

Prospek Perekonomian 129

memasuki masa panen dengan peningkatan volume

produksi khususnya di daerah sentra yaitu Kabupaten

Jembrana. Meskipun demikian, terdapat faktor yang

berpotensi menjadi penahan peningkatan kinerja

lapangan usaha pertanian, yaitu resiko kemarau

yang diperkirakan mulai berlangsung pada bulan Juni

2016.

Perkembangan lapangan usaha industri pengolahan

pada triwulan II 2016 diperkirakan mengalami

peningkatan, terkonfirmasi oleh hasil SKDU yang

menunjukkan perkiraan peningkatan kegiatan

usaha dari sebesar -0,41% (SBT) pada triwulan

I 2016, menjadi sebesar 1,16% (SBT) di triwulan

II 2016. Perkiraan peningkatan kinerja lapangan

usaha industri pengolahan juga didorong oleh

potensi semakin baiknya perkembangan ekonomi

global (yang berorientasi ekspor luar negeri) dan

masuknya bulan Ramadhan pada akhir triwulan II

2016 sehingga berpotensi mendorong peningkatan

volume perdagangan antar daerah (khususnya

untuk industri pengolahan ikan kaleng dan daging

kaleng). Sementara itu, lapangan usaha konstruksi

diperkirakan akan turut mengalami peningkatan

seiring dengan realisasi akselerasi pengerjaan proyek

infrastruktur pemerintah dan swasta.

Seiring dengan berakhirnya periode low season

pariwisata, kinerja industri pariwisata pada triwulan

II 2016 diperkirakan mengalami peningkatan.

Kondisi tersebut akan mendorong peningkatan

kinerja lapangan usaha terkait, yaitu lapangan usaha

penyediaan akomodasi makan dan minum serta

lapangan usaha transportasi dan pergudangan.

Peningkatan tersebut juga terkonfirmasi oleh hasil

SKDU yang menunjukkan perkiraan peningkatan

kegiatan usaha sektor perdagangan, hotel, dan

restoran dari sebesar -4,45% (SBT) pada triwulan

I 2016, menjadi sebesar 6,24% (SBT) di triwulan

II 2016. Peningkatan lapangan usaha penyediaan

akomodasi makan dan minum juga didorong oleh

peningkatan frekuensi MICE pada triwulan II 2016,

salah satunya pelaksanaan Musyarawah Nasional

Luar Biasa (MUNASLUB) Golkar pada minggu

ketiga Mei 2016, Bali Interhash 2016 pada minggu

ketiga Mei 2016 yang diikuti oleh 6.000 wisatawan

mancanegara dan 19th Bali Coaltrans pada awal Juni

2016 sehingga berpotensi mendorong peningkatan

kunjungan wisdom dan wisman. Sementara itu,

peningkatan kinerja lapangan usaha transportasi dan

pergudangan juga didorong oleh faktor musiman

seiring dengan berlangsungnya bulan Ramadhan

pada akhir triwulan II 2016 yang akan mendorong

peningkatan penggunaan transportasi darat, laut,

dan udara untuk persiapan mudik.

Di sisi lain, risiko perlambatan pada triwulan II 2016,

berpotensi bersumber dari perlambatan kinerja

lapangan usaha perdagangan besar dan eceran

sebagai dampak dari minimnya event perayaan hari

keagamaan sepanjang triwulan II 2016 dan upaya

konsumen untuk memenuhi kebutuhan pendidikan

dengan mengurangi alokasi anggaran konsumsi

rumah tangga.

Perkembangan Dunia Usaha

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia

I II III IV I II III IV I II*

2014 2015 2016

Grafik 6. 4

Prospek Perekonomian130

Perkiraan Ekonomi Provinsi Bali Tahun 2016

Dengan perkembangan terakhir, perekonomian

Provinsi Bali untuk keseluruhan tahun 2016 diperkirakan

akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan

perekonomian Bali tahun 2015 (6,04% (yoy)).

Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2016 diperkirakan

berada pada kisaran 6,08%-6,84% (yoy). Dari sisi

permintaan, perbaikan perkiraan perekonomian

global di tahun 2016, akan berpotensi mendorong

perbaikan kinerja ekspor luar negeri, seiring dengan

upaya ekspansi pasar beberapa industri pengolahan.

Selain itu, konsumsi rumah tangga di tahun 2016

diperkirakan mulai mengalami perbaikan seiring

dengan kenaikan UMP dan potensi menurunnya harga

BBM dan LPG, serta terjaganya TTL sepanjang tahun

2016. Sementara itu, komitmen Pemerintah Daerah

dalam mendukung pembangunan perekonomian,

terutama pembangunan infrastruktur diperkirakan

akan mendorong akselerasi peningkatan kinerja

konsumsi pemerintah dan investasi. Sejalan dengan

itu, peningkatan kinerja investasi juga didorong oleh

optimisme pelaku usaha seiring dengan tendensi

penurunan suku bunga kredit perbankan (investasi

dan modal kerja) di Provinsi Bali menuju suku bunga

single digit sebagai respon terhadap penurunan

suku bunga BI Rate. Dari sisi penawaran, perkiraan

peningkatan perekonomian bersumber dari perkiraan

peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian

seiring dengan dukungan program pengembangan

peningkatan produktivitas pertanian oleh pemerintah,

serta perkiraan peningkatan pertumbuhan ekonomi

di tahun 2016 yang diperkirakan terjadi seiring

dengan perkiraan peningkatan industri pariwisata

dan industri pengolahan. Industri pariwisata

diperkirakan mengalami peningkatan seiring

dengan upaya pemerintah dalam me-rebranding

dan mempromosikan Provinsi Bali sebagai destinasi

pariwisata. Sementara, perkiraan peningkatan industri

pengolahan didorong oleh upaya pelaku usaha dalam

meningkatkan akses pasar dengan mengembangkan

alternatif segmen pasar baru (domestik dan ekspor).

Optimisme meningkatnya pertumbuhan ekonomi

Provinsi Bali tersebut masih menghadapi resiko

antara lain risiko, berkembangnya isu keamanan

yang berdampak terhadap industri pariwisata, risiko

anomali cuaca dan bencana alam, serta resiko seiring

dengan revisi ke bawah perkiraan pertumbuhan

ekonomi global.

Meskipun prospek perekonomian dunia pada tahun

2016 diperkirakan masih mengalami peningkatan,

namun update perkiraan pertumbuhan ekonomi

dunia tahun 2016 terakhir ( April 2016 ), mengalami

revisi ke bawah. Perkiraan pertumbuhan ekonomi

dunia tahun 2016 yang sebelumnya diperkirakan

sebesar 3,4%(yoy), direvisi ke bawah menjadi sebesar

3,2%(yoy), tetap lebih tinggi dibandingkan realisasi

tahun 2015. Penyesuaian proyeksi (revisi ke bawah)

juga terjadi pada beberapa negara tujuan utama

ekspor Provinsi Bali yaitu USA, Jepang, Australia,

Singapura, dan Hongkong. Revisi ke bawah tersebut,

terjadi seiring dengan divergensi perkembangan

perekonomian di berbagai belahan dunia, antara lain

perlambatan dan rebalancing Tiongkok, berlanjutnya

penurunan harga komoditas terutama minyak dunia,

Perkembangan Dunia Usaha : Sektoral

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), Bank Indonesia

Grafik 6. 5

Prospek Perekonomian 131

perlambatan investasi dan perdagangan terutama di

negara maju, serta tekanan geopolitik di beberapa

negara. Meskipun demikian, berdasarkan World

Economic Outlook April 2016, perkembangan ekspor

negara emerging market and developing economies,

termasuk didalamnya Indonesia diperkirakan akan

mengalami peningkatan dari sebesar 1,7% (yoy)

pada tahun 2015 menjadi sebesar 3,85% (yoy) di

tahun 2016. Kondisi tersebut memberikan optimisme

terhadap ekspektasi peningkatan kinerja ekonomi

nasional dan regional Bali pada tahun 2016.

6.2. INFLASI BALI TRIWULAN II 2016

Berdasarkan hasil tracking sampai dengan April

2016, inflasi Bali diperkirakan akan melandai pada

Tabel 6. 1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Ekspor Utama Bali

Sumber : World Economic Outlook, International Monetary Fund (IMF) April 2016Keterangan :*) angka estimasi IMF**) angka proyeksi IMF

kisaran 3,72%±1% (yoy) pada tahun 2016. Tendensi

melandainya inflasi pada triwulan II 2015 terlihat dari

menurunnya realisasi inflasi Bali dari sebesar 3,59%

(yoy) pada Maret 2016 menjadi 2,96% (yoy) pada

April 2016. Dengan demikian diharapkan dapat

mendukung tercapainya target inflasi nasional yang

sebesar 4%±1% (yoy). Berdasarkan disagregasinya,

secara tahunan, inflasi pada triwulan I 2016 terutama

bersumber dari kelompok inti dan volatile food.

Sementara itu, tekanan kelompok administered prices

tercatat menahan laju inflasi seiring dengan kebijakan

Pemerintah terkait penyesuaian harga BBM.

Pada triwulan II 2016, kelompok volatile food

diperkirakan melandai seiring dengan masuknya

Proyeksi Inflasi Bali

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolahKeterangan : *) Angka Proyeksi BI

Grafik 6. 6

Apresiasi/Depresiasi Nilai Tukar Kawasan (ytd)

Sumber : Reuters, Bloomberg, diolah

Grafik 6. 7

Prospek Perekonomian132

lalu yang sebesar 169,5. Meningkatnya tekanan

kenaikan harga diperkirakan terjadi pada kelompok

sandang dan kelompok bahan makanan, didorong

oleh perkiraan meningkatnya permintaan menjelang

hari raya Idul Fitri.

Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered

prices diperkirakan masih dalam tendensi penurunan

seiring dengan penyesuaian harga Bahan Bakar

Khusus (pertamax, pertalite, pertadex, dan bio solar)

pada 31 Maret. Selain itu, pada April 2016, telah

disepakati penurunan tarif Angkutan Antar Kota

Dalam Provinsi (AKDP) di Bali turun sebesar 3,5%.

Namun demikian yang dapat mendorong laju inflasi

pada triwulan II 2016 adalah adanya rencana kenaikan

tarif listrik (tariff adjusment) di triwulan mendatang.

Namun demikian, terjadinya kebakaran hutan di

Kanada dalam skala yang lebih besar menyebabkan

penurunan volume produksi minyak mencapai 1,2

juta barel perhari di pasar internasional, sehingga

mendorong kenaikan harga minyak dunia mendekati

USD 50/barrel

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2012 2013 2014 2015 2016

Perkiraan rata-rata perkembangan harga barang dan jasa secara umum 3 bulan yang akan datang

Perkiraan rata-rata perkembangan harga barang dan jasa secara umum 6 bulan yang akan datang

musim panen padi dan tekanan demand yang relatif

tidak setinggi triwulan III 2016. Namun demikian,

komoditas bawang merah masih perlu menjadi

perhatian seiring dengan peningkatan harga yang

terjadi secara nasional dan ketergantungan Provinsi

Bali terkait pasokan komoditas bumbu-bumbuan.

Selain itu, resiko tekanan inflasi juga disebabkan oleh

perkiraan masuknya musim kemarau pada Juni 2016

yang mengancam kinerja produksi bahan pangan.

Tekanan inflasi kelompok inti juga diperkirakan stabil,

seiring dengan mulai membaiknya nilai tukar Rupiah,

dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Terkendalinya

tekanan inflasi inti pada triwulan I 2016 didukung

oleh terjaganya ekspektasi masyarakat dan masih

kuatnya sisi penawaran dalam merespon permintaan.

. Namun demikian, tren peningkatan komoditas emas

dunia yang mulai merangkak naik pada Februari 2016

berpotensi mendorong peningkatan inflasi kelompok

inti. Selain itu, perlu diwaspadai adanya peningkatan

ekspektasi konsumen terhadap perubahan harga ke

depan yang nampak Survei Konsumen (SK) periode

Maret 2016. Survei tersebut menunjukkan indeks

ekspektasi perubahan harga periode 3 bulan ke depan

sebesar 173,37, meningkat dibandingkan triwulan

Ekspektasi Konsumen terhadap Perubahan Harga Barang & Jasa

Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia

Grafik 6. 8

Prospek Perekonomian 133

Ke depan, masih terdapat sejumlah risiko (upward

risk) yang perlu diwaspadai, diantaranya: (i) Masih

tingginya ketergantungan pasokan bahan pangan

dari luar Bali untuk memenuhi kebutuhan Provinsi Bali,

(ii) Masih belum optimalnya utilisasi sarana pelabuhan

yang tersedia (arus barang dan penumpang terpusat

di pelabuhan Gilimanuk), dan (iii) struktur pasar yang

belum efisien dan pola perdagangan yang masih

rentan gejolak harga.

6.3. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI BALI

Tim Pengendalian Inflasi (TPID) Provinsi Bali terus

melakukan berbagai upaya pengendalian harga untuk

mencapai inflasi yang rendah dan stabil. Upaya-upaya

pengendalian inflasi secara intensif dilakukan oleh

Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia dalam wadah

Tim Pengendalian Inflasi Daerah baik di tingkat Provinsi

maupun Kabupaten/Kota untuk menjaga kestabilan

harga di Provinsi Bali selama triwulan I 2016. Dalam

upaya mengendalikan inflasi, TPID Provinsi Bali

bersama 9 (sembilan) TPID Kabupaten/Kota kembali

melakukan berbagai kegiatan pengendalian. Upaya

pengendalian inflasi yang dilaksanakan di Provinsi

Bali mengacu pada amanah Bapak Presiden RI Ir. H.

Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Tim

Pengendalian Inflasi Daerah VI di Jakarta pada 27 Mei

2015 dan tiga rekomendasi utama yang dihasilkan,

yaitu:

1. Mempertegas komitmen daerah dalam menjaga

stabilitas harga dengan mewujudkan strategi 4K

(Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga,

Kelancaran distribusi, Komunikasi yang efektif);

2. Melakukan percepatan pembangunan

infrastruktur dan mewujudkan kedaulatan

pangan di daerah; dan,

3. Melakukan penajaman langkah Pemerintah

Pusat & Pemerintah Daerah dalam pengelolaan

anggaran.

Mencermati perlu adanya suatu rujukan/guideline

dalam penyusunan RKPD Provinsi Bali di tahun-

tahun mendatang, yang akan menjadi komitmen

bersama dari semua pemangku kepentingan yang

tergabung dalam wadah TPID Provinsi/Kabupaten/

Kota se-Provinsi Bali, maka pada 5 April 2016 telah

disepakati bersama Roadmap Pengendalian Inflasi

Daerah se-Provinsi Bali. Roadmap Pengendalian

Inflasi Daerah disusun untuk mendukung pencapaian

target inflasi sebagaimana tercantum dalam PMK

No.93/PMK.011/2014 tentang Sasaran Inflasi sebesar

3,5±1% di 2018. Roadmap ini merupakan guideline

terkoordinasi dan terencana serta diharapkan menjadi

komitmen penuh dari seluruh stakeholders yang

terdiri dari:

Pergerakan Harga Dunia Komoditas Emas Sumber : Bloomberg, diolah

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2013 2014 2015 2016

Grafik 6. 9

Pergerakan Harga Dunia Komoditas Minyak WTI

Sumber : Bloomberg, diolah

2030405060708090

100110120

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3

2013 2014 2015 2016

Grafik 6. 10

Prospek Perekonomian134

• Identifikasi permasalahan pokok di masing-

masing kelompok inflasi (volatile food,

administered prices, core) di Bali

• Langkah-langkah pengendalian inflasi jangka

pendek 2016, dan jangka menengah (2017-

2018)

• Dukungan yang diharapkan dari Pemerintah

pusat serta Kementerian/Instansi terkait

Berbagai langkah kegiatan pengendalian inflasi

lainnya yang telah dilakukan, antara lain adalah

sebagai berikut:

1. Melakukan pertemuan rutin melalui forum

koordinasi pengendalian inflasi daerah untuk

tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota maupun se-

Provinsi Bali, baik rapat tim teknis maupun rapat

tim kebijakan dalam menyusun langkah – langkah

responsif menyikapi gejolak harga.

2. Mengelola ekspektasi masyarakat melalui talk

show dan press release atau media lainnya.

3. Menghimpun informasi dan membangun

komunikasi dengan berbagai pihak terkait

dengan antisipasi dan upaya stabilisasi harga

serta pemenuhan kecukupan pasokan melalui

Focus Group Discussion (FGD). FGD dilaksanakan

sehubungan dengan antisipasi gejolak harga.

4. Intensifikasi penyampaian informasi harga dan

ketersediaan stok melalui Sistem Harga Pangan

Utama Komoditas Strategis (SiGapura) dalam

rangka menjaga ekspektasi inflasi masyarakat

dan dalam rangka mendukung integrasi PIHPS

nasional serta updating harga pada level

produsen.

Prospek Perekonomian 135

BOKS G

135

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali

mengindikasikan kegiatan usaha pada triwulan I-2016

secara triwulanan, tumbuh lebih tinggi dibanding

periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari Saldo

Bersih Tertimbang (SBT) sebesar -13,73%, yang

meskipun mengalami kontraksi namun lebih tinggi

dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar -21,88%.

Peningkatan kegiatan usaha terindikasi terjadi pada

sebagian besar sektor, terutama industri pengolahan

yang menunjukkan kenaikan SBT dari -1,24%

pada triwulan IV 2015 menjadi 0,41% di triwulan

I 2016 dan sektor perdagangan hotel dan restoran

dari -9,45% menjadi -4,54% pada triwulan I 2016.

Sektor lain yang menunjukkan peningkatan adalah

sektor jasa-jasa dengan nilai SBT sebesar -0,30%

pada triwulan I 2016, lebih tinggi dibanding triwulan

sebelumnya yang sebesar -6,15%.

Peningkatan kinerja dunia usaha juga terindikasi

dari semakin membaiknya kondisi likuiditas dan

rentabilitas dibanding triwulan sebelumnya. Saldo

bersih kondisi likuiditas selama 3 bulan terakhir

tercatat sebesar 29%, meningkat dari triwulan IV

2015 yang sebesar 23%. Selain itu, kemampuan

perusahaan untuk mencetak laba (rentabilitas)

juga terindikasi meningkat, seperti tercermin dari

saldo bersih kondisi rentabilitas sebesar 23%, naik

dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 20%.

Sementara dari sisi pembiayaan, dunia usaha menilai

akses kredit perbankan relatif lebih mudah pada

triwulan I 2016 dibanding triwulan sebelumnya, yang

KINERJA USAHA DIPERKIRAKAN TUMBUH LEBIH BAIK

tercermin dari saldo bersih akses kredit selama 3 (tiga)

bulan terakhir sebesar - 3%, naik dibanding triwulan

IV 2015 yang sebesar -22%. Hasil survei mencatat

sebesar 19% responden menilai akses terhadap

kredit perbankan lebih mudah, meningkat dibanding

triwulan sebelumnya yang sebesar 0%. Sementara

59% responden berpendapat akses terhadap kredit

perbankan berada dalam kondisi normal dan 22%

yang menyatakan lebih sulit.

Peningkatan kegiatan usaha juga terindikasi pada

tingkat penggunaan tenaga kerja yang tercermin dari

SBT penggunaan tenaga kerja triwulan I 2016 sebesar

-7,89%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya

yang sebesar -20,14%. Peningkatan penggunaan

tenaga kerja sebagian besar terjadi pada sektor

perdagangan hotel dan restoran dengan nilai SBT

0,41%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya

yang mencapai -5,42%. Sejalan dengan peningkatan

kegiatan usaha, rata-rata kapasitas produksi

terpakai pada triwulan I 2016 juga menunjukkan

peningkatan yaitu pada level 76,20%, lebih tinggi

dibanding 69,93% pada triwulan sebelumnya.

Peningkatan kapasitas produksi terutama terjadi

pada sektor industri pengolahan yaitu 79,16%, lebih

tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar

70,29%. Seiring dengan peningkatan kinerja dunia

usaha, perkembangan investasi juga menunjukkan

peningkatan dari -3,71% di triwulan IV 2015

menjadi -2,82% pada triwulan I 2016. Sektor utama

yang menunjukkan peningkatan investasi adalah

industri pengolahan (nilai SBT naik dari -1,09% pada

136

triwulan IV-2015 menjadi -0,07% di triwulan I 2016).

Peningkatan juga terjadi pada sektor pertanian yang

mengalami kenaikan SBT dari -6,88% di triwulan IV

2015 menjadi -4,09% pada triwulan I 2016.

Sementara tekanan harga jual pada triwulan I 2016

terindikasi menurun, tercermin dari nilai SBT yang

mengalami kontraksi sebesar -0,91%, lebih rendah

dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar

18,48%. Penurunan harga jual terutama terjadi pada

sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel

dan restoran dengan nilai SBT pada triwulan I 2016

masing-masing sebesar -4,88% dan 0,19%, lebih

rendah dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar

11,46% dan 1,79%. Secara rata-rata responden

memperkirakan inflasi pada tahun 2016 sebesar

4,75% (yoy), lebih tinggi dibanding realisasi inflasi

tahun 2015 yang sebesar 2,75%, namun masih

dalam rentang sasaran inflasi nasional tahun 2016

yang sebesar 4% ± 1%.

Peningkatan kinerja usaha diperkirakan akan

berlanjut pada triwulan II 2016. Secara triwulanan,

perkembangan usaha diperkirakan mengalami

ekspansi pada triwulan II 2016 seperti tercermin dari

SBT perkiraan kinerja usaha triwulan II 2016 sebesar

17,74%. Ekspansi kegiatan dunia usaha terutama

diperkirakan terjadi pada sektor pertanian, sektor

industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan

restoran serta sektor keuangan persewaan dan jasa

perusahaan. Sejalan dengan ekspektasi peningkatan

kinerja usaha pada triwulan II 2016, penggunaan

tenaga kerja juga terindikasi menunjukkan

peningkatan dengan nilai SBT perkiraan tenaga kerja

sebesar -4,85%,meskipun masih mengalami kontraksi

namun tumbuh lebih baik dibanding triwulan

sebelumnya. Perkiraan peningkatan penggunaan

tenaga kerja terutama terjadi pada sektor industri

pengolahan dan sektor keuangan, sejalan dengan

perkiraan ekspansi usaha yang dilakukan oleh pelaku

usaha di kedua sektor tersebut. Dengan ekspektasi

peningkatan kinerja pada triwulan II 2016 tersebut,

beberapa pelaku usaha berencana meningkatkan

investasi yang terindikasi dari peningkatan nilai SBT

triwulan II 2016 sebesar -1,66%, lebih tinggi dibanding

triwulan sebelumnya yang sebesar -2,82%. Pelaku

usaha juga memperkirakan terjadinya peningkatan

harga jual seiring perkiraan meningkatnya volume

penjualan pada triwulan II 2016 yang tergambar dari

nilai SBT perkiraan harga jual sebesar 3,32% lebih

tinggi dibanding realisasi SBT triwulan I 2016 yang

sebesar -0,91%.

Tabel 1. Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Usaha (Saldo Bersih Tertimbang-SBT)

137

Tabel 2. Perkembangan Kapasitas Produksi Terpakai(Persentase)

Tabel 4. Perkembangan Realisasi dan Perkiraan Penggunaan Tenaga Kerja(Persentase Saldo Bersih Tertimbang-SBT)

Tabel 3. Perkembangan Indikator Lainnya(Persentase)

138

Tabel 5. Perkembangan Realisasi Investasi(Persentase Saldo Bersih Tertimbang-SBT)

Tabel 6. Perkembangan Realisasi dan Perkiraan harga Jual(Persentase Saldo Bersih Tertimbang- SBT)

Tabel 7. Perkiraan Inflasi Tahunan (% yoy)

Metodologi:

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) merupakan survei triwulanan yang dilaksanakan sejak tahun 2008. Pada triwulan I-2016, jumlah

responden mencapai 130 responden yang tersebar di seluruh Wilayah Provinsi Bali dan dipilih secara purposive sampling. Pengumpulan

data dilakukan melalui pengisian kuesioner oleh responden baik melalui hardcopy kuesioner maupun secara online melalui website. Metode

perhitungan dilakukan dengan metode saldo bersih (SB-net balance), yakni dengan menghitung selisih antara persentase jumlah responden

yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan

jawaban “sama”. Khusus untuk perhitungan saldo bersih kegiatan usaha, harga jual, penggunaan tenaga kerja, kondisi investasi dilakukan

dengan metode saldo bersih tertimbang (SBT-Weighted net balance) yang diperoleh dari hasil perkalian sakdo bersih sektor/sub sektor yang

bersangkutan dengan bobot sektor/sub sektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya.

139

BOKS H

Smart city adalah pengembangan dan pengelolaan

kota dengan pemanfaatan teknologi informasi.

Pengembangan dapat dilakukan pada berbagai aspek

untuk menjadi solusi terhadap permasalahan terkait

pelayanan masyarakat, sumber daya, kemacetan,

dan permasalahan sosial lainnya dalam suatu kota.

Melalui pengembangan smart city, masyarakat

dapat turut berperan aktif dalam menyampaikan

aspirasi membangun perkotaan yang nyaman

sebagai tempat tinggal, tempat bekerja, dan

tempat untuk dikunjungi. Berdasarkan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-

2019, tujuan pembangunan smart city adalah untuk

mencapai pembangunan yang berkelanjutan, melalui

pengembangan sumber daya manusia, peningkatan

kualitas hidup masyarakat, serta membentuk suatu

kota yang aman, nyaman bagi warganya serta

mendorong daya saing perekonomian kota yang

pada gilirannya dapat menopang pembangunan

perekonomian di daerah sekitarnya, dan karena itu

Pemerintah mendorong terbentuknya smart city di

Indonesia. Dalam upaya mewujudkan Smart City,

Kementerian PPN/ Bappenas telah menetapkan

25 strategi pada 6 (enam) komponen smart city di

Indonesia, yang terdiri atas smart infrastructure,

smart economy, smart living, smart environment,

smart governance, dan smart people.

Dari hasil analisis yang dilakukan oleh Bank Indonesia,

pengembangan smart city khususnya di Provinsi

Bali (yang berpotensi diterapkan oleh 9 Kabupaten/

Kota), akan memberikan berbagai macam nilai

tambah terhadap perekonomian Provinsi Bali secara

PANDANGAN BANK INDONESIA TERHADAP PENGEMBANGAN SMART CITY DENPASAR

keseluruhan. Melalui pengembangan smart city,

volume transaksi keuangan secara non tunai akan

mengalami peningkatan sehingga semua transaksi

akan tercatat dan terdata dengan baik sehingga pada

gilirannya akan mendorong peningkatan akurasi

penghitungan nilai ekonomi yang mendekati nilai

riil. Smart city juga akan mendorong kinerja transaksi

online, khususnya yang terkait dengan perdagangan

sehingga akan mendorong peningkatan volume

perdagangan, termasuk perdagangan antar daerah

dan luar negeri. Sejalan dengan hal tersebut, smart

city juga akan mendorong kreativitas wirausaha dalam

pengembangan start up bisnis dengan mekanisme

online sehingga akselerasi pengembangan usaha

dapat mencapai cakupan wilayah yang lebih luas.

Selain itu, pengembangan transportasi massal yang

efisien dan praktis (sesuai dengan konsep smart city),

akan mendorong peningkatan penggunaan dan

kelancaran distribusi barang dan arus penumpang,

serta efisiensi waktu tempuh yang pada gilirannya

akan mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi.

Implementasi smart city juga berpotensi untuk

meningkatkan akses pasar khususnya untuk

produk berorientasi ekspor sehingga berpotensi

meningkatkan devisa.

Selanjutnya, terwujudnya smart city juga mendorong

perluasan akses keuangan masyarakat, yang selama

ini masih terbatas sehingga pada gilirannya akan

meningkatkan akses perekonomian masyarakat

sampai dengan di daerah penunjang di sekitar smart

city. Secara umum, smart city juga akan mendorong

efisiensi perekonomian, seiring dengan pemanfaatan

KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016140140

teknologi untuk penggunaan sumber daya yang lebih

efisien, termasuk dalam governance pengurusan

perizinan usaha dan aktivitas bisnis menjadi lebih

transparan dan akuntabel. Dengan demikian,

terwujudnya smart city, selanjutnya akan mendorong

peningkatan investasi ke Kabupaten/Kota di Provinsi

Bali seiring dengan daya saing kota tersebut yang

akan semakin meningkat (peningkatan indeks ease of

doing business).

Sebagai informasi, di Provinsi Bali salah satu Kota

yang telah mengembangkan smart city adalah Kota

Denpasar. Sebagai ibukota Provinsi Bali memiliki

tingkat pertumbuhan penduduk yang terus

mengalami peningkatan dengan jumlah penduduk

saat ini mencapai 880,6 ribu jiwa, diiringi dengan

peningkatan urbanisasi dan kunjungan wisatawan,

sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan

terhadap ketersediaan fasilitas penunjang, terutama

terhadap kesiapan dan ketersediaan infrastruktur yang

semakin mendesak. Oleh karena itu, Pemerintah Kota

Denpasar telah berkomitmen untuk menjadikan Kota

Denpasar sebagai Smart City, yang mengutamakan

peningkatan pelayanan kepada masyarakat dengan

menggunakan komponen (1) Smart economy, (2)

Smart mobility, (3) Smart government, (4) Smart

living, (5) Smart environtment, dan (6) Smart people.

Mengacu pada ke enam komponen tersebut, beberapa

pencapaian Utama dalam pengembangan smart city

Kota Denpasar yang telah diimplementasikan antara

lain adalah Denpasar Sightseeing, taman pintar, Pro

Denpasar+ (layanan pengaduan online), e-commerce

di tingkat kecamatan, ATM sampah, dan Area Traffic

Control System (ATCS) : pemantauan kepadatan lalu

lintas di Kota Denpasar.

Bila dilakukan perbandingan di Kawasan Timur

Indonesia (KTI) antara pengembangan smart city di

Kota Denpasar relatif paling unggul, Kota Denpasar

telah mencapai tingkat kematangan tersebar atau

scattered (secara intensif menerapkan konsep-konsep

kota cerdas). Sementara kebanyakan kota yang telah

mengimplementasikan smart city, masih berada

dalam tahapan Initiative (kota sudah mulai memiliki

inisiatif menerapkan konsep kota cerdas meskipun

masih parsial). Lebih tingginya tingkat kematangan

pengembangan smart city di Kota Denpasar, juga

terlihat dari hasil benchmarking antara smart city

di KTI dengan program smart city di Surabaya,

mengkonfirmasi bahwa ketersediaan program smart

city di Kota Denpasar yang cukup lengkap.

Bank Indonesia juga melakukan asesmen terkait

dengan implementasi smart city di Kota Denpasar

dengan menggunakan analisis SWOT. Adapun

dari hasil diperoleh beberapa hasil bahwa

Kota Denpasar telah didukung oleh komitmen

pemerintah dan infrastruktur yang cukup memadai

untuk mewujudkan Kota Denpasar sebagai smart

city. Namun demikian, tantangan masih datang

dari permasalahan pembebasan lahan di Kota

Denpasar untuk pembangunan dukungan jaringan

telekomunikasi dan Information, Communication,

Technology (ICT). Dengan demikian, untuk dapat

mewujudkan pengembangan Smart City Denpasar

sehingga dapat mencapai tingkat kematangan smart

(level kematangan tertinggi, komponen kota cerdas

telah semakin terintegrasi dan mudah ditemukan

banyak SKPD dan juga di seluruh bagian kota). Maka

diperlukan adanya komitmen bersama antar SKPD

dan peningkatan kerjasama dari seluruh stakeholder

terkait sehingga dapat memanfaatkan peluang yang

ada dan mentransformasi tantangan dan weakness

menjadi kelebihan untuk dapat mewujudkan Kota

Denpasar sebagai smart city.

141KEKR Provinsi Bali Triwulan I 2016

ADHB Atas Dasar Harga Berlaku

ADHK Atas Dasar Harga Konstan

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah

ATM Anjungan Tunai Mandiri

BBM Bahan Bakar Minyak

BPR Bank Perkreditan Rakyat

CGE Computable General Equilibrium

DAK Dana Alokasi Khusus

DAU Dana Alokasi Umum

DOC Day Old Chicks

FGD Focus Group Discussion

GKG Gabah Kering Giling

HPP Harga Pokok Penjualan

IB Indeks Yang Dibayar Petani

IHK Indeks Harga Konsumen

IHKP Indeks Harga Konsumen Perdesaan

IKRT Indeks Konsumsi Rumah Tangga

IPM Indeks Pembangunan Manusia

IT Indeks Yang Diterima Petani

JITUT Jaringan Irigasi Usaha Tani

LDR Loan to Deposit Ratio

LGA Listrik Air dan Gas

LNPRT Lembaga Non Profit Rumah Tangga

mtm month to month

NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia

NPL Non Performing Loan

NTB Nilai Tambah Bruto

NTP Nilai Tukar Petani

PAD Pendapatan Asli Daerah

PBI Peraturan Bank Indonesia

PDB Produk Domestik Bruto

PDRB Pertumbuhan Domestik Regional

Bruto

PHR Perdagangan Hotel dan Restoran

PIHPS Pusat Informasi Harga Pangan Strategis

Pilkada Pemilihan Kepala Daerah

PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap

PMD Pembangunan Masyarakat Desa

PMTB Pembentukan Modal Tetap Bruto

PPN Pelabuhan Perikanan Nusantara

qtq quarter to quarter

RPJMD Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah

RT Rumah Tangga

RTGS Real Time Gross Settlement

SBT Saldo Bersi Tertimbang

SK Survei Konsumen

SKDU Survei Kegiatan Dunia Usaha

SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah

SMA Sekolah Menengah Atas

SMK Sekolah Menengah Kejuruan

TDL Tarif Dasar Listrik

TPID Tim Pengendalian Inflasi Daerah

TPK Tingkat Penghunian Kamar

TPT Tingkat Pengangguran Terbuka

TTL Tarif Tenaga Listrik

USD United States Dollar

yoy year on year

Daftar Singkatan

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI BALIJl. Letda Tantular No. 4, Denpasar - 80234Telp : 62-361-248982, Fax : 62-361-248993 - 222988,