84
KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS UNTUK PERENCANAAN BANGUNAN SIPIL DI KRUI, PESISIR BARAT, LAMPUNG SKRIPSI MAWALI INDAH NURDINIYANTI NIM. 11160970000064 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2020 M

KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN

METODE RESISTIVITAS UNTUK PERENCANAAN

BANGUNAN SIPIL DI KRUI, PESISIR BARAT, LAMPUNG

SKRIPSI

MAWALI INDAH NURDINIYANTI

NIM. 11160970000064

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H/2020 M

Page 2: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …
Page 3: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …
Page 4: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …
Page 5: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

v

ABSTRAK

Krui merupakan daerah yang sedang berkembang pesat dalam hal pembangunan

gedungnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur dan kondisi lapisan

bawah permukaan bumi berdasarkan nilai resistivitas batuan untuk perencanaan

bangunan sipil. Penelitian ini berlokasi di dekat Pasar Krui, Kecamatan Pesisir

Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung. Saat pengambilan data, konfigurasi

yang digunakan adalah Wenner-Alpha dengan 5 lintasan. Proses pengolahan data

dilakukan dengan menggunakan Res2DINV, Surfer, ArcGis dan Voxler.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh pemodelan 2D dan 3D yang

menggambarkan secara umum bahwa litologi lapisan bawah permukaan pada

daerah penelitian mengandung lapisan akuifer, batuan lempung, alluvial dan

batupasir tufan dengan nilai tahanan jenisnya antara 1,6 – 2502 Ωm. Pada penelitian

ini, nilai tahanan jenis batuan yang diperoleh akan dikorelasikan dengan tabel nilai

resistivitas batuan, data log bor dan kondisi geologi regional. Hasil dari penelitian

ini didapatkan bahwa terdapat batupasir yang cukup keras dan bisa dijadikan

pondasi untuk membangun gedung pada kedalaman hingga 10 m.

Kata kunci: Bangunan Sipil, Data Log Bor, Geolistrik, Wenner-Alpha, Res2DINV

Page 6: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

vi

ABSTRACT

Krui is an area that is growing rapidly in terms of building construction. This

research was conducted to determine the structure and condition of the subsurface

layer based on the value of rock resistivity for civil building planning. This research

is located near Krui Market, Pesisir Tengah District, Pesisir Barat Regency,

Lampung. When retrieving data, the configuration used is Wenner-Alpha with 5

tracks. The data processing is done using Res2DINV, Surfer, ArcGis and Voxler.

Based on the results of the study, 2D and 3D modeling is obtained which generally

illustrates that lithology of subsurface layers in the study area contains aquifer,

clay rock, alluvial and tuff sandstones with resistivity values between 1.6 - 2502

Ωm. In this study, the rock resistivity values obtained will be correlated with the

rock resistivity values table, drill log data and regional geological conditions. The

results of this study found that there are sandstones that are quite hard and can be

used as a foundation for building buildings at depths of up to 10 m.

Keywords: Civil Buildings, Drill Log Data, Geoelectric, Wenner-Alpha, Res2DINV

Page 7: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian

Geolistrik dengan Menggunakan Metode Resistivitas untuk Perencanaan

Bangunan Sipil di Krui, Pesisir Barat, Lampung tepat pada waktunya.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta

para keluarganya yang telah membawa ummatnya dari zaman kegelapan hingga

zaman yang terang benderang ini, karena berkat ajaran dan ilmu yang beliau

sampaikan penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Strata 1 (S1) pada Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu serta mendukung proses penyusunan skripsi ini.

Tanpa bantuan, do’a dan dukungan dari mereka, penulis tidak akan mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Mereka yang telah membantu

dan mendukung penulis adalah:

1. Orang tua penulis, Bapak Suyanto tersayang dan Ibu Nurhasanah tercinta

yang tak henti-hentinya mendo’akan serta mendukung penulis untuk dapat

menyelesaikan skripsi ini. Jazaakumullah khairan katsiran atas semua

kebaikannya. Semoga syurga menjadi tempat yang kekal untuk kembali

berkumpul.

2. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika dan Dosen

Pembimbing I yang selalu membantu, mendo’akan dan mendukung penulis

dalam proses penyusunan tugas akhir skripsi ini.

3. Ibu Elvan Yuniarti, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Fisika yang telah

memberikan do’a dan dukungan kepada penulis.

4. Bapak Ir. Eko Widi Santoso, M.Si selaku Direktur Pusat Teknologi Reduksi

dan Risiko Bencana (PTRRB) Badan Pengkajian Penerapan Teknologi

(BPPT) PUSPIPTEK Serpong yang telah memberikan izin untuk dapat

melaksanakan penelitian skripsi di tempat ini hingga selesai.

Page 8: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

viii

5. Bapak Nur Hidayat, S.T, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah

membimbing, membantu, mengajarkan serta memberikan arahan pada

penelitian skripsi yang dilakukan penulis. Banyak sekali ilmu-ilmu dan

solusi yang beliau berikan pada permasalahan yang terjadi saat penelitian.

6. Bapak Ir. Heru Sri Naryanto, M.Si selaku wali pembimbing yang telah

memberikan ilmu, masukan dan saran kepada penulis selama penelitian dan

penyusunan skripsi.

7. Seluruh staff karyawan PTRRB yang telah menerima dan membantu

penulis dengan baik terkhusus Febri, Mas Shomim, Pak Rochman, Bu

Neneng, Mba Puspa, dll. Terimakasih banyak telah membantu kegiatan

kami selama di PTRRB.

8. Keluarga besar Asy-Syamsuriyah dan keluarga besar Mbah Darmo yang

telah memberikan semangat dan mendo’akan penulis agar dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. Murrabiyah terbaik sepanjang masa, Mba Rita Arianti yang selalu

memberikan do’a dan motivasinya kepada penulis.

10. Sahabat terbaik di lingkaran cinta ‘Shalihah Penghuni Syurga’, Nitia, Risti,

Kak Fitri, Hanan, Ana, Anisha, Icha, Yumna, Tsaniya dan kawan-kawan

semua.

11. Keluarga besar SALAM 6 Depok periode 2016 – sekarang, yang sudah

membuat penulis banyak belajar bersyukur, memberikan do’a, dukungan,

motivasi dan lain-lain. Terkhusus untuk BPH dan Head Office (HO) 2019,

terimakasih telah membersamai.

12. Keluarga besar LDK Syahid UIN Jakarta dan Tim Kece Media 23,

terkhusus Nada Cinta Kasih, Euit Umaya Jundiah, Dwi Ayu Lestari, Tut

Nyadin, Riska Nurlita dan teman-teman shalih/ah lainnya yang selalu baik

dan melangitkan do’a-do’anya kepada penulis.

13. Keluarga besar LDK Syahid FST, terkhusus Indah Octaviara Sari, Sri

Haryani, Fadhilah Hanifah, Anis Yulia, dan teman-teman lain yang sudah

menjadikan FST sebagai wadah berkumpulnya kebaikan-kebaikan.

Page 9: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

ix

14. Keluarga besar HIMAFI UIN Jakarta periode 2016-2019 yang telah

memberikan pengalaman yang luar biasa untuk bisa berkontribusi walau

belum bisa maksimal, semoga ilmu yang diperoleh bermanfaat untuk masa

depan.

15. Salsabila Firdausi Hidayah dan teman-teman seperjuangan Fisika lain,

khususnya Geofisika 2016 yang telah menemani dan berjuang bersama

sejak awal masuk perkuliahan. Semoga sukses dunia dan akhirat.

16. Teman menuju S.Si, Dinniar Damayanti dan Salsa Fajar Dini yang

senantiasa membantu dan menemani dalam keadaan apapun. Semoga

kesuksesan menyertai kita baik di dunia maupun di akhirat.

17. Kawan-kawan UIN Archery Squad, yang telah memberikan semangat dan

dukungan kepada penulis. Serta teman-teman lain yang tidak bisa

disebutkan.

18. Nitia Fatimah dan Risti Anjar Wati, dua wanita shalihah yang sangat spesial

bagi penulis karena selalu mendukung, menyemangati dan mengingatkan

dalam segala hal kebaikan.

19. Pejuang “S.”, Annis, Melda, Ana, Risti, Tsaniya, Wafa, yang selalu

menyemangati dan mendukung penulis dalam kondisi apapun.

Penulis berharap semoga seluruh pihak yang telah membantu dengan

ikhlas dalam penelitian dan penulisan skripsi ini Allah SWT akan memberikan

balasan kebaikan yang berlipat ganda dan meridhoi setiap langkah kaki kalian.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih belum sempurna karena

keterbatasan pengetahuan dari penulis. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk

khalayak ramai dan menjadi pemberat kebaikan di hari perhitungan nanti.

Penulis berharap sekali dengan adanya kritik dan saran yang membangun agar

dapat diperbaiki dengan baik. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-

mail: [email protected].

Depok, 23 Juli 2020

Penulis

Page 10: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Identifikasi Masalah 4

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Rumusan Masalah 5

1.5 Tujuan Penelitian 5

1.6 Manfaat Penelitian 5

1.7 Sistematika Penulisan 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Kondisi Geologi Regional 7

2.1.1 Geomorfologi 7

2.1.2 Kondisi Tanah 8

2.1.3 Jenis Batuan 9

2.2 Kondisi Wilayah Regional 14

2.3 Metode Geofisika 15

2.4 Metode Geolistrik 16

2.5 Metode Resistivitas 17

2.5.1 Konsep Dasar Resisitivitas 17

2.5.2 Resistivitas Semu 18

2.6 Konfigurasi Wenner 18

2.7 Sifat Kelistrikan Batuan 20

2.7.1 Jenis-Jenis Batuan 21

2.7.2 Konduksi Dielektrik 29

2.7.3 Kondisi Elektrolitik 29

2.7.4 Kondisi Elektronik 30

Page 11: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

xi

2.8 Kekuatan Pondasi Bangunan 30

2.9 Standart Penetration Test (SPT ) 31

BAB III METODE PENELITIAN 33

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 33

3.2 Instrumen Penelitian 35

3.2.1 Perangkat Keras 35

3.2.2 Perangkat Lunak 35

3.3 Diagram Alir Penelitian 37

3.4 Pengolahan Data 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42

4.1 Hasil Analisa Geolistrik 42

4.2 Hasil Korelasi Data Bor, Geologi Regional dan Tabel Nilai

Resistivitas 43

4.3 Hasil dan Interpretasi Penampang 50

4.3.1 Lintasan L-01 51

4.3.2 Lintasan L-02 52

4.3.3 Lintasan L-03 54

4.3.4 Lintasan L-04 56

4.3.5 Lintasan L-05 58

4.4 Persebaran Jenis Batuan 60

4.5 Pemodelan 3D 62

4.6 Peta ISO-Resistivity 64

BAB V PENUTUP 66

5.1 Kesimpulan 66

5.2 Saran 66

DAFTAR ACUAN 68

Page 12: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Administratif Kabupaten Pesisir Barat 10

Gambar 2.2 Peta Topografi Daerah Penelitian 12

Gambar 2.3 Formasi Batuan Daerah Krui, Kab. Pesisir Barat 13

Gambar 2.4 Konfigurasi Wenner 19

Gambar 2.5 Daur Batuan 22

Gambar 2.6 Contoh Batuan Beku 25

Gambar 2.7 Batuan Beku Ekstrusif dan Intrusif yang Berkomposisi

Asam, Intermediate, Basa, dan Ultrabasa 26

Gambar 2.8 Contoh Batuan Sedimen 28

Gambar 2.9 Contoh Batuan Metamorf 29

Gambar 2.10 Penetrasi dengan SPT 32

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Daerah Krui, Kecamatan Pesisir

Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung 33

Gambar 3.2 Blok Lintasan Penelitian 34

Gambar 3.3 Alat-alat yang digunakan saat penelitian 36

Gambar 3.4 Susunan Data Geolistrik dalam Notepad 38

Gambar 3.5 Pemodelan 2D Hasil Inversi Least-Square 40

Gambar 3.6 Hasil pemodelan 2D dengan Topografi 40

Gambar 3.7 Hasil Pemodelan 3D 41

Gambar 4.1 Lokasi Pengukuran Data Geolistrik 42

Gambar 4.2 Hasil Korelasi Nilai Resistivitas, Geologi Regional

dan Data Log Bor 45

Gambar 4.3 Data Log Bor 46

Gambar 4.4 Kalibrasi Hasil Pengolahan Data Geolistrik dengan

Data Log Bor, Tabel Resistivitas, dan Geologi Regional 48

Gambar 4.5 Hasil Penampang Lintasan 01 51

Gambar 4.6 Hasil Penampang Lintasan 02 52

Gambar 4.7 Hasil Penampang Lintasan 03 54

Gambar 4.8 Hasil Penampang Lintasan 04 56

Gambar 4.9 Hasil Penampang Lintasan 05 58

Page 13: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

xiii

Gambar 4.10 Persebaran Jenis Batuan Lintasan 1, 2 dan 3 60

Gambar 4.11 Persebaran Jenis Batuan Lintasan 4 dan 5 61

Gambar 4.12 Hasil Penampang 3-Dimensi dilihat dari Sumbu X

(Panjang Lintasan) 63

Gambar 4.13 Hasil Penampang 3-Dimensi dilihat dari Sumbu Z

(Kedalaman) 63

Gambar 4.14 Peta ISO-Resistivity dan Peta Kedalaman Lintasan 01-03

dengan Spasi 5m 64

Gambar 4.15 Peta ISO-Resistivity dan Peta Kedalaman Lintasan 04-05

dengan Spasi 2,5m 65

Page 14: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Pesisir Barat 14

Tabel 2.2 Metode Geofisika 15

Tabel 2.3 Aplikasi Metode Geofisika 16

Tabel 2.4 Tabel Resisitivitas Batuan 21

Tabel 2.5 Nilai Tahanan Jenis Pada Batuan Beku dan Metamorf 24

Tabel 2.6 Daftar Nama Batuan Sedimen Klastik dan Non-klastik 26

Tabel 2.7 Daftar Nama Batuan Sedimen Non-Klastik 27

Tabel 2.8 Nilai Tahanan Jenis Batuan Sedimen 27

Tabel 4.1 Koordinat Lintasan 43

Tabel 4.2 BOR TITIK 1 47

Tabel 4.3 BOR TITIK 2 47

Tabel 4.4 Korelasi antara Nilai Resistivitas Batuan dengan Formasi

Geologi Regional 49

Page 15: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Allah SWT telah menciptakan bumi dan seisinya dengan begitu sempurna,

menjadikan bumi sebagai tempat berpijak yang nyaman karena adanya tarikan gaya

gravitasi. Gaya gravitasi inilah yang membuat seluruh makhluk seisi bumi berjalan

sesuai koridornya. Allah SWT juga berfirman dalam QS. Fatir ayat 41 [1]:

Artinya: “Sungguh, Allah yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap;

dan jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang mampu menahannya

selain Allah. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.”

Jika kita memandang langit dan bumi serta bintang-bintang yang bertebaran

di angkasa, semua berada di tempatnya, mengitari orbitnya secara pasti tanpa

berhenti atau keluar dari orbitnya. Mereka tidak pernah melambat atau bertambah

cepat putarannya. Semua itu berdiri tanpa tiang, tanpa tambang kuat yang

mengikatnya, dan tanpa bersandar kepada sesuatu. Jika langit dan bumi berubah

dari tempatnya, sehingga guncang dan hancur lebur, maka tidak ada seorangpun

yang mampu memegangnya setelah itu selamanya. Itu adalah waktu yang sering

disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai akhir dari dunia ini yakni, ketika sistem planet

mengalami perubahan sehingga planet-planet guncang, berbenturan, dan

berhamburan [2].

Allah SWT telah menyebutkan bahwa Ialah yang menahan langit dan seluruh

isinya termasuk bumi. Ia yang mengokohkan bumi dengan segala isinya,

menjadikan permukaan bumi kuat dan sangat kokoh. Tidak ada satupun makhluk-

Nya yang bisa menahannya. Kemudian Allah Ta’ala memberitahukan tentang

kekuasaan-Nya yang besar yang dengan kekuasaan-Nya itulah langit dan bumi

Page 16: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

2

dapat berdiri dan memiliki kekuatan yang mencengkram keduanya. Allah Ta’ala

berfirman, “Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap,”

yakni berguncang dari posisinya. “Dan sungguh jika keduanya lenyap tidak ada

seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Dia.” Maksudnya adalah tidak

ada yang berkuasa untuk melestarikan dan mengekalkan keduanya selain Dia [3].

Sesuai dengan firman Allah yang telah dijelaskan, kita sebagai manusia dapat

berusaha untuk meminimalisir kerusakan di bumi salah satunya dengan cara

menyelidiki kondisi bawah permukaan untuk membangun gedung dengan pondasi

yang kuat. Pembangunan gedung bertingkat seperti gedung pemerintahan, gedung

layanan kesehatan, dan lain-lain tengah berkembang pesat di beberapa daerah, salah

satunya Daerah Krui.

Daerah Krui terletak di Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat,

Provinsi Lampung. Wilayah Kabupaten Pesisir Barat memiliki luas ± 2.907,23 km2

atau 8,39% dari Luas Wilayah Provinsi Lampung. Sedangkan Kecamatan Pesisir

Tengah memiliki luas 120,6 km2. Jumlah penduduk di kabupaten ini sebesar ±

136.370 jiwa [4]. Kabupaten Pesisir Barat merupakan wilayah dengan kawasan

pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian antara 600 sampai 1.000 meter

diatas permukaan laut. Kabupaten Pesisir Barat merupakan kabupaten yang sedang

berkembang pesat untuk kemajuan pembangunan infrastrukturnya. Gedung

bertingkat atau bangunan infrastruktur sipil sangatlah jarang ditemui karena

kabupaten ini adalah kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung

Barat. Berdasarkan informasi tersebut, Kabupaten Pesisir Barat khususnya daerah

Krui berencana untuk membangun gedung sipil seperti gedung pemerintahan,

gedung pelayanan masyarakat, gedung pelayanan kesehatan dan lain-lain.

Setiap bangunan/gedung menanggung beban dari beberapa gaya yang bekerja

didalamnya, salah satunya beban gempa. Beban gempa merupakan jenis beban gaya

yang mungkin muncul (sesaat). Beban gaya ini biasanya yang mampu merusak

gedung, bila dalam pembangunannya tidak memperhatikan aspek beban gempa.

Kegempaan di sekitar Daerah Pesisir Barat termasuk kedalam klasifikasi tinggi [5].

Daerah Krui memiliki garis pantai di sepanjang wilayah 210 km yang akan

menimbulkan peluang terjadinya abrasi dan sedimentasi pantai, dan termasuk

kedalam daerah rawan gempa dan longsor [6]. Oleh karena itu, penulis tertarik

Page 17: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

3

untuk melakukan penelitian bawah permukaan dengan data sekunder yang dimiliki

oleh Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi (BPPT) yang berupa data mentah resistivitas.

Dalam perencanaan pembangunan gedung-gedung bertingkat, perlu

dilakukan identifikasi kondisi bawah permukaannya terlebih dahulu. Pembangunan

gedung-gedung besar dan bertingkat ini tidak bisa berjalan baik apabila kondisi

bawah permukaannya belum diketahui. Oleh karena itu, identifikasi struktur lapisan

bawah perlu dilakukan sebagai acuan dalam pembuatan pondasi bangunan. Seluruh

pembangunan infrastruktur baik berupa gedung, jalan, jembatan dan lain

sebagainya sangat penting untuk memperhatikan kekuatan dari pondasi tersebut.

Dengan mengetahui kondisi atau struktur lapisan bawah permukaan ini diharapkan

bisa meminimalisir kegagalan dan kerusakan dalam pembuatan pondasi tersebut

dan bisa membangun pondasi yang kuat dan kokoh. Dalam mengidentifikasi bawah

permukaan ini terdapat banyak sekali metode geofisika yang bisa digunakan, salah

satunya yaitu metode geolistrik.

Metode geolistrik adalah salah satu metode yang mempelajari sifat-sifat

aliran listrik didalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya dari permukaan

bumi. Besaran fisis dari metode geolistrik adalah tahanan jenis batuan yang

diakibatkan karena adanya medan potensial dan arus yang diinjeksikan ke bawah

permukaan bumi. Metode geolistrik resisitivitas ini merupakan bagian dari meode

geolistrik yang digunakan untuk mendeteksi sifat resisitivitas (tahanan jenis) di

bawah permukaan. Metode ini cocok untuk eksplorasi dengan kedalaman yang

dangkal karena hasilnya akan lebih akurat. Oleh sebab itu, metode ini sering

digunakan pada survei geofisika untuk menentukan jenis batuan bawah permukaan,

mendeteksi adanya akuifer, dan masih banyak lagi. Konfigurasi yang digunakan

pada penelitian ini adalah konfigurasi Wenner-Alpha.

Konfigurasi Wenner-Alpha merupakan konfigurasi dengan 4 elektroda

dimana jarak elektroda arusnya memiliki nilai yang sama dengan jarak antar

elektroda potensialnya [7]. Konfigurasi ini banyak digunakan karena keunggulan

yang dimilikinya seperti ketelitian saat pembacaan, dapat mendeteksi lapisan

batuan dalam keadaan yang non-homogenitas, dan lain-lain. Prinsip kerja dari

metode ini adalah dengan menginjeksikan arus listrik kedalam bumi melalui dua

Page 18: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

4

buah elektoda arus. Beda potensial diukur melalui dua buah elektroda potensial,

dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu,

dapat ditentukan variasi harga tahanan jenis masing-masing lapisan di bawah titik

ukur. Dari nilai tahanan jenis tersebut, dapat diketahui jenis batuan yang terdapat

dibawah permukaan dengan mengkorelasikan tabel nilai resistivitas dan data log

bor.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah Daerah Krui, merupakan

daerah yang berada di dekat pesisir pantai, sehingga untuk perencanaan

pembangunan gedung-gedung pencakar langit diperlukan survei penyelidikan

kondisi bawah permukaan. Survei ini dilakukan guna mendapatkan informasi

litologi bawah permukaan daerah penelitian dengan jelas. Lokasi penelitian ini

memiliki topografi wilayah yang bervariasi mulai dari dataran rendah hingga terjal.

Luasan daerah terbesar adalah berlereng miring hingga terjal yaitu sebesar 70% dari

luasan total Kabupaten Pesisir Barat yang membentang dari utara ke selatan

sepanjang Patahan Semangko. Karena Sumatera berada di jalur cincin api pasifik,

maka dari itu episenter (sumber gempa) yang terjadi di wilayah ini sebagian besar

berasal dari zona tumbukan Lempeng Indo-Australian dan Lempeng Eurasia di

perairan barat Lampung, zona Patahan Semangko yang merupakan zona paling

selatan dari patahan-patahan besar di Sumatera serta patahan-patahan aktif lainnya.

Oleh karena itu, mengetahui kondisi bawah permukaan sebelum melakukan

pembangunan infrastruktur sangatlah penting agar meminimalisir hal-hal yang

tidak diharapkan seperti bangunan ambruk karena pondasi yang bermasalah, dan

lain-lain.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini memiliki batasan masalah seperti:

1. Penelitian ini dilakukan oleh Tim Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana

(PTRRB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Pasar

Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.

2. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

geolistrik yang akan diolah menggunakan software Res2DINV.

Page 19: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

5

3. Pengambilan data geolistrik menggunakan konfigurasi Wenner-Alpha untuk

mengetahui kondisi lapisan bawah permukaan berdasarkan nilai

resistivitasnya.

1.4 Rumusan Masalah

Penelitian ini memiliki rumusan masalah:

1. Menyelidiki kondisi bawah permukaan di area lokasi penelitian.

2. Mengkorelasikan data geolistrik dan data pemboran untuk menentukan

daerah yang cocok untuk dijadikan bangunan atau gedung sipil dengan

pondasi yang kuat.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kondisi lapisan bawah permukaan berupa struktur batuan

di Kabupaten Pesisir Barat.

2. Mengkorelasikan data geolistrik dengan data bor dan data geologi regional

agar diperoleh hasil investigasi bawah permukaan untuk dijadikan

bangunan sipil.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kondisi atau struktur

lapisan dibawah permukaan bumi seperti jenis batuan, sebaran, ketebalan serta

kondisi yang ada dibawah permukaan sehingga dapat ditentukan daerah mana

yang cocok untuk dijadikan bangunan dengan pondasi yang kuat.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan secara umum hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang

penelitian, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Membahas tentang teori-teori mendasar mengenai letak geografis penelitian,

kondisi geologi regional, metode geofisika, metode geolistrik (resistivitas),

konfigurasi elektroda, dan sifat kelistrikan batuan.

Page 20: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

6

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Membahas tentang tempat dan waktu saat melaksanakan penelitian,

peralatan dan bahan yang digunakan saat penelitian serta tahapan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Membahas tentang hasil dari penelitian berupa pengolahan data dan hasil

penampang 2D serta analisis dari hasil penelitian tersebut.

BAB V PENUTUP

Menyampaikan poin-poin kesimpulan dari hasil penelitian yang didapat dan

memberikan saran yang membangun untuk penelitian selanjutnya.

Page 21: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Geologi Regional

Secara regional, daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Kota

Agung, Sumatera dengan skala 1 : 250.000. Peta geologi ini diterbitkan oleh Pusat

Penelitian dan Penelitian Geologi (PPPG) Bandung oleh T.C Amin, Sidarto,

S.Santosa dan W. Gunawan pada tahun 1993.

2.1.1 Geomorfologi

Secara Topografi Kabupaten Pesisir Barat dibagi menjadi 3 (tiga) unit

topografi yakni: [4]

1. Daerah dataran rendah (ketinggian 0 sampai 600 meter dari permukaan

laut).

2. Daerah berbukit (ketinggian 600 sampai 1.000 meter dari permukaan laut).

3. Daerah pegunungan (daerah ketinggian 1.000 sampai dengan 2.000 meter

dari permukaan laut).

Keadaan wilayah sepanjang Pantai Pesisir Barat umumnya datar sampai

berombak dengan kemiringan berkisar 3% sampai 5%. Di bagian Barat Laut

Kabupaten Pesisir Barat terdapat gunung-gunung dan bukit, yaitu Gunung Pugung

(1.964 m), Gunung Sebayan (1.744 m), Gunung Telalawan (1.753 m) dan Gunung

Tampak Tunggak (1.744 m).

Vegetasi utama yang menyusun bukit barisan, terdiri dari: [4]

1. Hutan hujan dataran rendah yang terdiri dari :

a. Formasi Hutan Pantai (Littoral Forest)

Tipe hutan ini terletak disamping semenanjung selatan Taman Nasional

Bukit Barisan, di pantai barat yang terendah pada ketinggian 0 - 2 meter dari

permukaan laut. Jenis-jenis vegetasinya antara lain Terminalia, Ahesbiskus

Sp, Barbaringtonia, Calophylum, Casuarina Sp, Pandanus Sp, dan Ficus Sp.

Page 22: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

8

b. Formasi Dataran Rendah (Lowland Planis)

Tipe formasi ini terletak di sepenanjung selatan (pertengahan jalan ke

utara) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang memiliki ketinggian 0-

500 meter dari permukaan laut.

c. Formasi Hutan Hujan Bawah.

Tipe hutan ini terletak di sebelah Danau Ranau bagian barat dan selatan

dan berada pada ketinggian 500 - 1.000 meter dari permukaan laut. Jenis –

jenis pohon yang ada adalah dari famili Dipterocarpaceae, Myrtaceae dan

Annonaceae antara lain Uqenia oferculuta dan Nauclea purpurescens. Jenis

- jenis tumbuhan bawah dan semak antara lain Neolitcea cassinefolia,

Psychotria rhinocerotis, Arecea Sp dan Globba pandela.

2. Hutan Hujan Tengah (Lower Montain Rain Forest)

Tipe hutan ini terletak di Daerah Sekincau ditengah pegunungan sebelah utara

pada ketinggian 1.000 - 1.500 meter dari permukaan laut. Jenis-jenis tumbuhan dari

famili Dipterocarpaceae, Lauraceae, Myrtaceae dan Fagaceae antara lain Qercus

Sp, selain itu terdapat juga padang rumput (grazing area) di Daerah Danau

Mengukut, Jenis vegetasi yang terdapat adalah gajah (Penesetum purpureum).

2.1.2 Kondisi Tanah

Kondisi tanah yang terdapat di Kabupaten Pesisir Barat memiliki beberapa

jenis, diantaranya: [4]

1. Tanah Pada Sistem Alluvial.

Tanah sistem ini terbentuk dari bahan endapan sungai dan hasil

alluvial/koliviasi di kaki lereng perbukitan/pegunungan yang landai. Tersebar

antara ketinggian 0 - 100 meter dari pemukaan laut di sepanjang jalur aliran sungai

daerah Peisisir Selatan, Pesisir Tengah, dan Pesisir Utara.

2. Tanah Pada Sistem Marine

Tanah sistem ini terbentuk dari bahan endapan laut yang bersusun halus

sampai kasar dan merupakan dataran rendah yang memanjang pada ketinggian

antara 0 - 20 meter dari permukaan laut, berupa dataran pasang surut berlumpur,

beting-beting pantai dan cekungan antar pantai.

Page 23: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

9

3. Tanah Pada Sistem Teras Marine

Jenis tanah ini terdapat di sepanjang garis pantai mulai dari Pesisir Utara,

terletak pada ketinggian antara 0 - 20 meter dari permukaan laut, bentuk wilayah

berombak sampai bergelombang dengan variasi lereng antara 3 - 5 %. Terbentuk

dari tufa masam dan batuan sedimen.

4. Tanah Pada Sistem Vulkan

Secara umum tanah pada sistem ini dapat dibedakan berdasarkan bahan

induknya yaitu dari bahan induk andesitis dan basal terletak pada ketinggian 25-

200 meter dari permukaan laut. Lereng atas dan tengah telah mengalami pengikisan

lanjut, berlereng curam dengan lereng lebih dari 30 sedangkan lereng bawahnya

berlereng kurang dari 16 %.

5. Tanah Pada Sistem Perbukitan

Keadaan topografi yang bervariasi pada sistem ini memberikan pengaruh

terhadap proses pembentukan dan perkembangan tanah. Umumnya tanah telah

mengalami dan menunjukan perkembangan lanjut, kecuali di daerah yang tererosi.

Daerahnya terletak di lereng pegunungan vulkan terutama di sepanjang Bukit

Barisan. Bahan pembentuknya berupa bahan vulkan, sedimen, plutonik masam dan

batuan metamorf setempat yang ditutupi oleh bahan tufa masam ranau.

6. Tanah Pada Sistem Pegunungan Dan Plato

Pada umumnya bahan pembentuknya berupa bahan vulkan tersier, batuan

plutonik masam. Terletak pada ketinggian antara 25-1.350 meter dari

permukaan laut dan pada umumnya berlereng curam, agak curam, sampai

sangat curam sekali dengan lereng lebih baik dari 30 %.

2.1.3 Jenis Batuan

Berdasarkan peta geologi Provinsi Lampung skala 1 : 250.000 yang disusun

oleh S. Gafoer, TC Amin, Andi Mangga (1989), Pesisir Barat terdiri dari batuan

vulkan tua (Old Quarternary Young), Formasi Simpang Aur, Formasi Ranau,

Formasi Bal, Batuan Intrusive [4].

Page 24: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

10

Gambar 2.1 Formasi Batuan Daerah Krui, Kab. Pesisir Barat. [8]

Berdasarkan peta geologi regional ‘Lembar Kotaagung, Sumatera’, Daerah

Krui berada di dekat Pasar Krui, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir

Barat, Provinsi Lampung. Daerah ini merupakan daerah perbukitan yang

menggelombang dan berbatasan langsung dengan Laut Teluk Krui.

Terdapat beberapa formasi batuan penyusun daerah ini, diantaranya: [8]

1. Alluvium (Qa)

Formasi ini telah ada sejak zaman holosen. Litologi batuannya terdiri dari

bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lumpur. Pada peta lembar Kota Agung,

formasi batuan ini tersebar di seluruh lembar terutama di daerah depresi Semangko

dan daerah pantai. Formasi ini memiliki ciri-ciri geologi foto seperti, rona kelabu

Page 25: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

11

tua, tekstur kasar, sub-dendritik, drainase berkerapatan rendah, topografi datar.

Alluvium ini termasuk batuan endapan permukaan.

2. Formasi Simpangaur (Tmps)

Formasi ini berada di zaman miosen-akhir pliosen. Litologi batuannya terdiri

dari batupasir tufan & batulanau, konglomerat anekabahan, tuf. Batupasir tufan

memiliki ciri berwarna kelabu pucat, berbutir halus, keras, padat berlensa batupasir,

mengandung moluska dan pecahan kerang. Batulanau tufan memiliki ciri berwarna

kelabu pucat-kelabu kehijauan, lunak, berlapis baik, tebal beberapa cm sampai 3 m

ditemukan terutama di bagian atas formasi. Mengandung sisipan tipis lignit & batu

pasir, bermoluska. Konglomerat anekabahan memiliki cri-ciri berwarna

kecoklatan-kuning, fragmen bundar-memundar tanggung terutama terdiri dari

batuan gunungapi dalam massa dasar batupasir kasar tufan, dijumpai di bagian

bawah formasi. Tuf putih kecoklatan, terdapat sebagai sisipan dalam unit batupasir

dan batulanau, pada umumnya berketebalan beberapa cm sampai 50 cm. Formasi

Simpangaur ini termasuk batuan sedimen dan tersebar luas berarah barat laut-

tenggara di sepanjang bagian barat Bukit Barisan dengan ketebalan bervariasi mulai

dari 200-700 m. Ciri-ciri geologi foto pada formasi ini memiliki warna rona kelabu,

tekstur halus, drainase kerapatan menengah, sub-paralel, relief rendah.

Air tanah biasanya dapat ditentukan pada pasir dan batupasir dimana bagian

bawah yang melapisi batuan ini bersifat kedap/anti air. Pada geologi bawah

permukaan antara satu daerah dengan daerah lainnya tidaklah sama. Sejarah

geologi di zaman dahulu dan jenis formasi batuan menjadi faktor penting dalam

terbentuknya lapisan yang berfungsi sebagai cebakan air. Jika terdapat beberapa

daerah yang memiliki potensi air tanah tidak terlalu baik, itu adalah hal yang sangat

wajar. Pemahaman geologi dan geofisika cukup penting untuk mendapatkan

informasi daya dukung air bawah permukaan di suatu wilayah [9]. Daerah Krui

memiliki kondisi regional yang tidak datar, ada perbukitan, dataran rendah dan lain-

lain. Jenis batuan yang terdapat di daerah ini seperti endapan lempung pasir,

batupasir, hingga batuan keras lainnya terdapat pada kedalaman 2 – 15 m [5].

Page 26: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

12

Gambar 2.2 Peta Topografi Daerah Penelitian

Page 27: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

13

Gambar 2.3 Peta Administratif Kabupaten Pesisir Barat. [10]

Page 28: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

14

2.2 Kondisi Wilayah Regional

Kabupaten Pesisir Barat merupakan kabupaten termuda dengan Ibukota Krui,

salah satu dari 15 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Lampung. Kabupaten ini

merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Lampung Barat yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2012 (tercatat dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Nomor

5364) tentang Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Pesisir Barat

Provinsi Lampung tertanggal 16 November 2012 dan diundangkan pada tanggal 17

November 2012 [11].

Wilayah Kabupaten Pesisir Barat memiliki luas ± 2.907,23 km2 atau 8,39%

dari Luas Wilayah Provinsi Lampung, dengan mata pencaharian pokok sebagian

besar penduduknya sebagai petani dan nelayan. Secara geografis letak Kabupaten

Pesisir Barat berada di selatan garis khatulistiwa pada koordinat: 4º40' 0" - 6º0'0"

Lintang Selatan dan 103º30'0" - 104º50'0" Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Pesisir

Barat secara administratif terdiri dari 11 kecamatan dengan 116 desa (di Pesisir

Barat disebut Pekon) dan 2 Kelurahan, dengan jumlah penduduk sebesar ± 136.370

jiwa [4].

Tabel 2.1 Luas Wilayah Tiap Kecamatan di Kabupaten Pesisir Barat. [12]

No Kecamatan Luas Wilayah

Km2 %

1 Pesisir Selatan 409,2 14,17

2 Bengkunat 215,0 7,45

3 Bengkunat Belimbing 943,70 32,69

4 Pesisir Utara 84,5 2,92

5 Karya Penggawa 211,1 7,31

6 Pulau Pisang 43,6 1,51

7 Way Krui 40,9 1,42

8 Krui Selatan 36,3 1,26

9 Ngambur 327,2 11,33

10 Lemong 455,0 15,76

11 Pesisir Tengah 120,6 4,18

Total 2.907,23 100,00

Page 29: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

15

2.3 Metode Geofisika

Metode geofisika merupakan salah satu cabang dari ilmu bumi yang

mengkaji tentang bumi menggunakan prinsip-prinsip dasar fisika untuk

mempelajari struktur bawah permukaan bumi. Secara umum, metode geofisika

dibagi menjadi 2, yaitu metode aktif dan metode pasif. Metode aktif adalah metode

yang ketika melakukan pengukuran menggunakan gelombang gangguan buatan

yang ditransfer ke bumi lalu respon yang diberikan oleh bumi akan dicatat.

Misalnya, ledakan dari dinamit, penginjeksian arus listrik kebawah permukaan, dan

lain sebagainya. Sedangkan metode pasif merupakan metode yang ketika

melakukan pengukuran memanfaatkan medan alami yang dipancarkan oleh bumi.

Misalnya, pemanfaatan radiasi gelombang gempa bumi, medan listrik bumi, medan

magnet bumi, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan eksplorasi, terdapat beberapa

jenis metode geofisika seperti, metode geolistrik, metode gravitasi, metode seismik,

metode geomagnetik dan radar.

Tabel 2.2 Metode Geofisika. [13]

Metode Parameter Yang Diukur Sifat Fisika Yang Diukur

Seismik Waktu tempuh gelombang

seismik yang dibiaskan atau

dipantulkan

Massa jenis dan modulus

elastis, yang menentukan

cepat rambat gelombang

seismik

Gravitasi Variasi spasial dalam kekuatan

medan gravitasi bumi

Massa jenis

Magnetik Variasi spasial dalam kekuatan

bidang geomagnetik

Suseptibilitas magnetik dan

remanensi

Resistivitas

Listrik

Resistansi bumi Konduktivitas listrik

Polarisasi

Induksi

Tegangan polarisasi atau

resistansi tanah yang bergantung

pada frekuensi

Kapasitansi listrik

Potensial Diri Potensial listrik Konduktivitas listrik

Elektromagnetik Respon terhadap radiasi

elektromagnetik

Konduktivitas listrik dan

induktansi

Page 30: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

16

Metode geofisika tersebut dipergunakan sesuai dengan tujuannya masing-masing

karena memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap parameter pengukuran

fisikanya. Beberapa contoh pengaplikasian metode geofisika dapat dilihat di tabel

2.3:

Tabel 2.3 Aplikasi Metode Geofisika. [13]

Aplikasi Metode Geofisika Metode Geofisika yang Sesuai

Eksplorasi bahan bakar fosil

(minyak, gas, batubara)

Seismik, Gravitasi, Magnetik,

(elektromagnetik)

Eksplorasi mineral mengandung

logam

Magnetik, elekromagnetik,

resistivitas, potensial diri, polarisasi

induksi

Eksplorasi deposit mineral dalam

jumlah besar (contoh: batu pasir)

Seismik, resistivitas, gravitasi

Eksplorasi air tanah Resistivitas, seismik, gravitasi,

georadar

Investigasi lokasi konstruksi Resistivitas, seismik, georadar,

gravitasi, georadar

Investigasi arkeologi Georadar, resistivitas, elektromagnet,

magnetik, seismik

2.4 Metode Geolistrik

Metode geolistrik ialah salah satu metode geofisika yang mempelajari

tentang sifat aliran listrik dibawah permukaan bumi dengan cara mengalirkan arus

listrik yang bertegangan tinggi ke bawah permukaan bumi. Metode ini digunakan

untuk mendeteksi dan menggambarkan kondisi litologi bawah permukaan.

Geolistrik dikenal sebagai metode yang ramah lingkungan, praktis dan dapat

memberikan informasi sampai kedalaman yang optimal [14]. Salah satu kelebihan

yang dimiliki metode ini adalah waktu yang dibutuhkan saat pengambilan data

relatif lebih cepat dan dapat menginformasikan kondisi bawah permukaan bumi

yang lebih akurat.

Metode geolistrik adalah metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi

bawah permukaan bumi berdasarkan besar nilai resistivitas (tahanan jenis). Metode

geolistrik dapat dibagi menjadi 2 macam berdasarkan sumber arus listrik yaitu: [15]

1. Metode aktif, yaitu mengalirkan sumber arus listrik ke dalam tanah atau batuan

bumi, kemudian efek potensialnya diukur di dua titik permukaan tanah dengan

jalan menggunakan aktivitas elektrokimia alami.

Page 31: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

17

2. Metode pasif, yaitu menggunakan arus listrik yang terjadi akibat adanya aktivitas

elektrokimia dan elektromekanik dalam material-material penyusun batuan.

Metode geolistrik yang memanfaatkan adanya arus listrik alami antara lain Self

Potential (SP) dan Magnetotellurik.

2.5 Metode Resistivitas

Metode resisitivitas merupakan bagian dari metode geolistrik yang

digunakan untuk mendeteksi sifat resistivitas (tahanan jenis) yang ada dibawah

permukaan bumi. Prinsip pengukuran dalam metode tahanan jenis adalah dengan

menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi melalui dua elektroda arus, kemudian

beda potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil

pengukuran arus dan beda potensial tersebut setiap jarak elektroda yang berbeda

kemudian dapat diturunkan variasi nilai tahanan jenis (ρ) dari masing-masing

lapisan di bawah titik ukur dalam satuan ohm-m (Ωm) [14].

2.5.1 Konsep Dasar Resistivitas

Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian

dari arus listrik yang diberikan pada lapisan tanah, akan menjalar ke dalam tanah

pada kedalaman tertentu dan bertambah besar dengan bertambahnya jarak antar

elektroda. Dalam pengukuran geolistrik resistivitas jika sepasang elektroda

diperbesar, distribusi potensial pada permukaan bumi akan semakin membesar

dengan nilai resistivitas yang bervariasi [16].

Berdasarkan tujuan pengukuran di lapangan, metode geolistrik dibagi menjadi dua,

yaitu: [16]

1. Metode Resistivitas Sounding

Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan nilai tahanan jenis bawah

permukaan ke arah vertikal yaitu dengan cara pada titik ukur tetap, jarak elektroda

arus dan tegangan diubah-ubah sehingga semakin besar jarak antar elektroda maka

akan tampak efek dari material yang lebih dalam.

2. Metode Resistivitas Mapping

Metode ini bertujuan untuk menyelidiki perubahan nilai tahanan jenis bawah

permukaan ke arah lateral atau horisontal yaitu dengan cara menggeser titik ukur

secara horisontal dengan jarak elektroda dan tegangan tetap. Pada metode ini

kedalaman yang tersurvei akan sama karena pergeserannya ke arah horisontal.

Page 32: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

18

2.5.2 Resistivitas Semu

Hasil pengukuran langsung di lapangan dinamakan resistivitas semu (ρa),

yang mana merupakan besaran rata-rata dari nilai-nilai resistivitas medium yang

berbeda-beda tersebut. Nilai resistivitas semunya dapat ditentukan sebesar:

ρa=2𝛺𝛥𝑉

𝐼

1

(1

𝑟1 −

1

𝑟2)−(

1

𝑟3 −

1

𝑟4) (2.1)

Kelompok parameter yang berdimensi jarak dinotasikan sebagai K yang disebut

sebagai faktor geometri:

K=2𝜋

(1

𝑟1 −

1

𝑟2)−(

1

𝑟3 −

1

𝑟4) (2.2)

K merupakan suatu tetapan, dan nilainya tergantung pada susunan elektroda yang

digunakan dalam pengukuran. Dengan demikian persamaan dapat ditulis menjadi,

ρa= 𝐾𝛥𝑉

𝐼 (2.3)

Dimana:

K = Tetapan Faktor Geometri 𝛥𝑉 = Tegangan (V)

ρa = Resistivitas Semu (Ωm) I = Arus Listrik (A)

Dengan menggunakan konfigurasi elektroda tertentu, nilai K dapat

ditentukan, beda tegangan dan arus yang dimasukkan ke dalam tanah dapat diukur,

dengan demikian resistivitas semunya dapat dihitung dengan mengubah jarak antar

elektroda untuk kepentingan eksplorasi dapat diperoleh berbagai variasi nilai

tahanan jenis terhadap kedalaman. Hasil pengukuran di lapangan sesudah dihitung

nilai tahanan jenisnya merupakan fungsi dari konfigurasi elektroda dan berkaitan

dengan kedalaman penetrasinya. Semakin panjang rentang antar elektroda, semakin

dalam penetrasi arus yang diperoleh yang tentu juga sangat ditentukan oleh kuat

arus yang dialirkan melalui elektroda arus [17].

2.6 Konfigurasi Wenner

Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya ke 4 buah

elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN

Page 33: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

19

yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi, salah satunya Konfigurasi

Wenner. Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk

mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan.

Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang keempat

buah elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah.

Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak

AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga

jarak AB.

Gambar 2.4 Konfigurasi Wenner [17]

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan

tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena

elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Alat ukurnya bisa

menggunakan multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil. Penentuan

resistivitas semu berdasarkan faktor geometrinya (K) seperti pada persamaan.

ρa = 2𝜋𝑎𝑉

𝐼 (2.4)

Dari gambar 2.5, terlihat bahwa jarak AM = NB = a dan jarak AN = MB =

2a, dengan menggunakan persamaan (2.2) diperoleh:

K =2𝜋

(1

𝑎 −

1

2𝑎)−(

1

2𝑎 −

1

𝑎) (2.5)

K = 2𝜋𝑎 (2.6)

Sehingga faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah:

Kw = 2𝜋𝑎 (2.7)

Salah satu jenis konfigurasi wenner ini adalah Wenner-Alpha. Wenner-Alpha

memiliki konfigurasi elektroda potensial yang berada diantara elektroda arus yang

Page 34: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

20

tersusun dari C1-P1-P2-C2 dengan jarak elektroda yang satu dengan lainnya sama

yaitu a. Keuntungan dan keterbasan konfigurasi Wenner-Alpha adalah: [18]

1. Konfigurasi elektroda Wenner-Alpha sangat sensitive terhadap perubahan

lateral setempat dan dangkal. Hal tersebut terjadi karena anomaly geologi

diamati oleh elektroda C1 dan P1 berkali-kali. Namun demikian untuk jarak

C-P yang lebih pendek, daya tembus (penetrasi) lebih besar, sehingga berlaku

untuk eksplorasi resistivitas dalam.

2. Karena bidang ekuipotensial untuk benda homogen berupa bola, maka data-

data lebih mudah diproses dan dimengerti. Disamping itu nilai errornya

cukup kecil.

3. Karena sensitif terhadap perubahan-perubahan ke arah lateral di permukaan,

konfigurasi ini banyak digunakan untuk penyelidikan geotermal.

2.7 Sifat Kelistrikan Batuan

Sifat kelistrikan batuan adalah suatu karakteristik dari batuan apabila

dialirkan arus listrik kedalam batuannya. Arus listrik dapat berasal dari alam yang

disebabkan oleh adanya atom-atom penyusun kerak bumi akibat adanya

ketidakseimbangan muatan, atau arus listrik yang sengaja dimasukkan kedalam

bawah permukaan. Setiap batuan dan mineral dalam bumi memiliki nilai tahanan

jenis yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kepadatan

batuan, umur batuan, jumlah mineral yang dikandung, kandungan elektrolit,

permeabilitas, porositas dan lain sebagainya, sehingga tidak ada nilai dari harga

tahanan jenis yang pasti [19]. Beberapa sifat kelistrikan batuan yang berguna dalam

eksplorasi secara geolistrik terkhusus dalam metode resistivitas adalah potensial

listrik alami, konduktivitas listrik, dan konstanta dielektrik.

Potensial listrik alami ini terjadi disebabkan dengan adanya aktivitas

elektrokimia atau kegiatan-kegiatan mekanik alam. Potensial listrik ini

dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu:

1. Potensial elektrokinetik, potensial ini terjadi saat larutan elektrolit bergerak

melalui media yang berbentuk pipa kapiler atau media yang berpori.

2. Potensial difusi, terjadi apabila terdapat perbedaan mobilitas ion-ion dalam

larutan yang mempunyai konsentrasi berbeda.

Page 35: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

21

3. Potensial nerust, terjadi saat elektroda logam dimasukkan kedalam elektroda

homogen.

4. Potensial mineralisasi, terjadi saat dua elektroda logam dimasukkan kedalam

elektroda yang homogen.

Tabel 2.4 Tabel Resisitivitas Batuan [20]

2.7.1 Jenis-Jenis Batuan

Batuan adalah kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat

secara gembur ataupun padat. Batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,

biasanya tidak homogen. Pada umumnya batuan merupakan gabungan dari dua

mineral ataupun lebih. Batuan mempunyai komposisi mineral, sifat-sifat fisik, dan

Page 36: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

22

umur yang beraneka ragam [21]. Batuan dapat digolongkan menjadi 3 jenis

golongan, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Perkembangan

batuan mengikuti suatu siklus atau daur batuan. Siklus batuan adalah suatu proses

dimana material bumi berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya dan terjadi akibat

interaksi antara lempengan tektonik dan siklus hidrologi [22].

Gambar 2.5 Daur Batuan (Siklus Batuan) [22]

Melalui daur batuan ini, dapat diketahui proses-proses geologi yang bekerja

dan mengubah kelompok batuan yang satu ke lainnya. Konsep daur batuan ini

merupakan landasan utama dari Geologi Fisik yang diutarakan oleh James Hutton.

Dalam daur tersebut, batuan beku terbentuk sebagai akibat dari pendinginan dan

pembekuan magma. Pendinginan magma yang berupa lelehan silikat, akan diikuti

oleh proses penghabluran yang dapat berlangsung dibawah atau diatas permukaan

bumi melalui erupsi gunung berapi. Proses penghabluran adalah proses perubahan

suatu benda/zat dari gas menjadi benda padat.

Kelompok batuan beku tersebut, apabila kemudian tersingkap di permukaan,

maka ia akan bersentuhan dengan atmosfer dan hidrosfer, yang menyebabkan

Page 37: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

23

berlangsungnya proses pelapukan. Melalui proses ini batuan akan mengalami

penghancuran. Selanjutnya, batuan yang telah dihancurkan ini akan

dipindahkan/digerakkan dari tempat terkumpulnya oleh gaya berat, air yang

mengalir diatas dan dibawah permukaan, angin yang bertiup, serta gelombang di

pantai dan gletser di pegunungan-pegunungan yang tinggi. Media pengangkut

tersebut juga dikenal sebagai alat pengikis, yang dalam bekerjanya berupaya untuk

meratakan permukaan bumi. Bahan-bahan yang diangkutnya baik itu berupa

fragmen-fragmen atau bahan yang larut, kemudian akan diendapkan di tempat-

tempat tertentu sebagai sedimen.

Proses berikutnya adalah terjadinya ubahan dari sedimen yang bersifat lepas

menjadi batuan yang keras melalui pembebanan dan perekatan oleh senyawa

mineral dalam larutan. Proses inilah yang disebut batuan sedimen. Apabila terhadap

batuan sedimen ini terjadi peningkatan tekanan dan suhu akibat dari penimbunan

atau terlibat dalam proses pembentukan pegunungan, maka batuan sedimen tersebut

akan mengalami ubahan untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang baru, dan

terbentuklah batuan malihan atau batuan metamorfis. Apabila batuan metamorfis

ini masih mengalami peningkatan tekanan dan suhu, maka ia akan kembali leleh

dan berubah menjadi magma [22].

Panah-panah dalam gambar, menunjukan bahwa jalannya siklus dapat

terganggu dengan adanya jalan-jalan pintas yang dapat ditempuh, seperti dari

batuan beku menjadi batuan metamorfis, atau batuan metamorfis menjadi sedimen

tanpa melalui pembentukan magma dan batuan beku. Batuan sedimen di lain pihak

dapat kembali menjadi sedimen akibat tersingkap ke permukaan dan mengalami

proses pelapukan.

1. Batuan Beku

Batuan beku atau biasa disebut batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, “api”)

merupakan jenis batuan yang terbentuk dari magma hasil pendinginan dan

pengerasan, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik dibawah permukaan sebagai

batuan intrusif (plutonik) maupun diatas permukaan sebagai batuan ekstrusif

(vulkanik). Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung di permukaan bumi, sedangkan batuan beku intrusif adalah batuan

beku yang proses pembekuannya berlangsung dibawah permukaan bumi. Batuan

Page 38: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

24

beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki berbagia struktur yang memberi

petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava tersebut.

Tabel 2.5 Nilai Tahanan Jenis Pada Batuan Beku dan Metamorf. [20]

Tabel 2.5 menjelaskan tentang jenis batuan beku dam metamorf

berdasarkan nilai resistivitas/tahanan jenisnya. Semakin tinggi nilai tahanan

jenisnya makan akan semakin kering/keras tekstur dari batuan tersebut.

Batuan Tahanan Jenis (Ωm)

Granite 3x102 – 106

Granite Porphyry 4,5x103 (basah) – 1,3x106 (kering)

Feldspar Porphyry 4x103 (basah)

Albite 3x102 (basah) – 3,3x103 (kering)

Syenite 102 – 106

Diorite 104 – 105

Diorite Porphyry 1,9x103 (basah) – 2,8x104 (kering)

Porphyrite 10 – 5x104 (basah) – 1,8x105 (kering)

Carbonatized Porphyry 2,5x103 (basah) – 6x104(kering)

Quartz Porphyry 3x102 – 3x105

Quartz Diorite 2x104 – 2x106 (basah) – 1,8x105 (kering)

Porphyry (various) 60x104

Dacite 2x104 (basah)

Andesite 4,5x104 (basah) – 1,7x102 (kering)

Diabase Porphyry 103 (basah) – 1,7x105 (kering)

Diabase (various) 20 – 5x107

Lavas 102 – 5x104

Gabbro 103 – 106

Basalt 10 – 1,3x107 (kering)

Olivine norite 103 – 6x104 (basah)

Peridotite 3x103 (basah) – 6,5x103 (kering)

Hornfels 8x103 (basah) – 6x107 (kering)

Schists 20 – 104

Tuffs 2x103 (basah) – 105 (kering)

Graphite schists 10 – 102

Slatea (various) 6x102 – 4x107

Gneiss (various) 6,8x104 (basah) – 3x106 (kering)

Marmer 102 – 2,5x108 (kering)

Skarn 2,5x102 (basah) – 2,5x108 (kering)

Quartzites (various) 10 – 2x108

Page 39: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

25

Adapun contoh batuan beku adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Contoh Batuan Beku. [22]

Gambar 2.7 Batuan Beku Ekstrusif Dan Intrusif yang Berkomposisi Asam, Intermediate,

Basa, Dan Ultrabasa [22]

Page 40: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

26

2. Batuan Sedimen

Pada umumnya, sedimen diangkut dan dipindahkan oleh air (proses fluvial),

oleh angin (proses aeolian) dan oleh es (glacier). Pada saat kekuatan untuk

mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam membawa sedimen-sedimen yang

ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau mungkin tertahan akibat gaya gravitasi

yang ada. Setelah itu proses sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu

mengubah sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu batuan sedimen. Material yang

menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir, kerikil, kerakal, dan sebagainya.

Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen apabila mengalami proses pengerasan.

Sedimen akan menjadi batuan sedimen melalui proses pengerasan atau pembatuan

(lithifikasi) yang melibatkan proses pemadatan (compaction), sementasi

(cementation) dan diagenesa dan lithifikasi.

Ciri-ciri batuan sedimen adalah: [22]

a. Berlapis (stratification);

b. Umumnya mengandung fosil;

c. Memiliki struktur sedimen;

d. Tersusun dari fragmen butiran hasil transportasi.

Tabel dibawah ini adalah daftar nama-nama batuan sedimen klastik (berdasarkan

ukuran dan bentuk butir) dan batuan sedimen non-klastik (berdasarkan genesa

pembentukannya):

Tabel 2.6 Daftar Nama Batuan Sedimen Klastik dan Non-klastik. [22]

BATUAN SEDIMEN KLASTIK

Tekstur Ukuran Butir Komposisi Nama Batuan

Klastik Gravel > 2 mm Fragmen batuan membundar Konglomerat

Fragmen batuan menyudut Breksi

1/16 – 2 mm Mineral kuarsa dominan Batupasir Kuarsa

Kuarsa dan flespar Batupasir Arkose

Kuarsa, feldspar, lempung

dan fragmen batuan

Batupasir

Graywacke

<1/256 mm Laminasi Serpih

Masif Lempung

Page 41: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

27

Tabel 2.7 Daftar Nama Batuan Sedimen Non-Klastik. [22]

BATUAN SEDIMEN NON-KLASTIK

Kelompok Tekstur Komposisi Nama Batuan

Evaporite Non-klastik Halite, NaCl Batu garam

Non-klastik Gypsum, CaSO4-2 H2O Batu Gypsum

Non-klastik CaCO3 Travertine

Karbonat

Klastik/Non-

Klastik

Calcite, CaCO3 Batugamping Klastik

Klastik/Non-

Klastik

Dolomite, CaMg(CO3)2 Dolomite

Klastik/Non-

Klastik

Calcite, CaCO3 Batugamping terumbu

Silika Non-Klastik Mikrokristalin, quartz Rijang (Chert)

Non-Klastik Plantonik Diatomiceous Earth

Diatomite

Organik Non-Klastik Material Organik Batubara

Tabel 2.8 Nilai Tahanan Jenis Batuan Sedimen. [20]

Batuan Tahanan Jenis (Ωm)

Consolidated shales 10 – 2x103

Argilities 10 – 8x102

Conglomerats 2x103 – 104

Sandstones 1 – 6,4x108

Linestones 50 – 107

Dolomite 3,5x102 – 5x103

Unconsolidated wet clay 20

Marls 3 – 70

Clays 1 – 100

Alluvium and sands 100 – 800

Oil sands 4 – 800

Page 42: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

28

Adapun contoh batuan sedimen sebagai berikut:

Gambar 2.8 Contoh Batuan Sedimen. [22]

3. Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan asal (batuan beku

dan batuan sedimen) yang mengalami perubahan temperaturdan tekanan secara

bersamaan yang mengakibatkan pembentukan mineral-mineral baru dan tekstur

yang baru [15]. Pengamatan singkapan batuan metamorf pada saat di lapangan

sangat berguna dalam menentukan hubungan antara batuan metamorf dengan yang

lainnya. Batuan metamorf merupakan batuan dasar dari batuan tersier. Berdasarkan

urutan stratigrafi, batuan metamorf adalah batuan yang paling tua, secara tidak

selaras diatas batuan metamorf diendapkan [23].

Batuan metamorf dengan nilai tahanan jenis masing-masingnya terdapat pada

Tabel 2.5.

Page 43: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

29

Contoh dari batuan metamorf adalah sebagai berikut:

Gambar 2.9 Contoh Batuan Metamorf. [22]

2.7.2 Konduksi Dielektrik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap

aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas

sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan

berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik diluar,

sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini bergantung pada kondisi dielektrik batuan

yang bersangkutan [18].

2.7.3 Konduksi Elektrolitik

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki

resistivitas yang sangat tinggi. Namun, pada kenyataannya batuan biasanya bersifat

porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya, batuan

menjadi konduktor elektrolitik, dimana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion

elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada

volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika

kandungan air dalam batuan berkurang [18].

Page 44: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

30

2.7.4 Konduksi Elektronik

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron

bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-

elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau

karakteristik masing-masing batuan yag dilewatinya. Salah satu sifat atau

karakteristiknya adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan

bahan untuk menghantarkan arus listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu

bahan maka semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula

sebaliknya.

2.8 Kekuatan Pondasi Bangunan

Tanah pondasi merupakan bahan yang memiliki susunan yang sangat rumit dan

beraneka ragam. Perubahan tersebut terjadi berdasarkan prinsip-prinsip geologi.

Sehingga dalam hal ini peta topografi dan peta geologi sangat dibutuhkan untuk

mengetahui gambaran umum tanah pondasi tersebut. Walaupun terdapat sifat fisik

dan mekanik yang sudah diketahui dengan penyelidikan tanah, tetapi hasilnya bisa

tidak sesuai dengan kenyataannya. Penyelidikan tanah diperlukan untuk

menentukan stratifikasi (pelapisan) tanah dan karakteristik tanah, sehingga

perancangan dan kontruksi pondasi dapat dilakukan dengan ekonomis.

Penyelidikan tanah ini memiliki tujuan diantaranya adalah sebagai berikut: [19]

a. Mendapatkan informasi mengenai pelapisan tanah dan batuan.

b. Mendapatkan informasi mengenai kedalaman muka air tanah.

c. Mendapatkan informasi sifat fisis dan sifat mekanis tanah atau batuan.

d. Menentukan parameter tanah untuk analisis (berdasarkan uji lapangan berupa

SPT atau CPT).

Tanah yang akan digunakan untuk pondasi memiliki klasifikasi tertentu dalam

perencanaan pembangunan yaitu perkiraan terhadap hasil eksplorasi tanah,

perkiraan standart kemiringan lereng dari penggalian tanah atau tebing, perkiraan

pemilihan bahan, perkiraan muai dan susut, pemilihan jenis kontruksi dan peralatan

untuk konstruksi, perkiraan kemampuan peralatan untuk konstruksi, rencana

pekerjaan pembuatan lereng dan tembok penahan tanah, dll. Prosedur dalam

penyelidikan tanah dan studi pondasi ini adalah berupa informasi yang harus

diperoleh sebelum melakukan penyelidikan tanah yaitu berupa informasi mengenai

Page 45: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

31

keadaan di lapangan mengenai topografi, vegetasi, bangunan, jalan akses, dan lain-

lain. Informasi lainya juga yaitu berupa kondisi geologi, kegempaan regional,

peraturan setempat, dan besarnya beban dari struktur [19].

Hal-hal yang perlu di observasi dan di survei selain peta geologi atau

keterangan-keterangan pembangunan, diantaranya adalah:

a. Letak singkapan-singkapan dan eksplorasi tanah

b. Topografi dan geografi

c. Letak jalan-jalan dan bangunan-bangunan yang ada

d. Kondisi permukaan tanah dan tumbuhan

e. Keadaan air tanah dan letak mata air

f. Keadaan saluran-saluran yang ada

Perencanaan penyelidikan tanah ini juga meliputi penentuan jumlah titik bor,

kedalaman bor, jumlah sampel, dll. Apabila kondisi tanah saat dilakukan pemboran

itu homogen, maka jumlah titik bor harus dikurangi dan jika pelapisan tanah itu

acak, maka sejumlah titik bor dibutuhkan untuk dapat menggambarkan potongan

melintang melalui titik-titik bor tersebut. Pemboran tanah tersebut diasumsikan

bahwa pemboran harus dilakukan hingga kedalaman (nilai >50) yaitu lapisan tanah

keras yang dicapai beberapa meter (sekurang-kurangnya 3 kali pembacaan nilai

SPT). Apabila lapisan kerasnya masih terdapat tanah kompresibel, maka pemboran

diteruskan kecuali jika lapisan tersebut tidak akan mengakibatkan penurunan yang

berlebihan [19].

2.9 Standart Penetration Test (SPT)

Pada pembangunan teknik sipil terdapat potensi kegagalan dalam

pembangunan sehingga dapat didukung dengan melakukan control soil test yang

baik. Dalam melakukan atau melaksanakan proyek sipil adalah dengan melakukan

input data berupa data penyelidikan tanah secara rinci dan teliti. Adapun dalam

melakukan penyelidikan tanah di lapangan dapat digunakan metode geofisika yaitu

metode geolistrik dan geoteknik berupa SPT (Standart Penetration Test) serta

dilakukan penyelidikan tanah di laboratorium untuk mengetahui sifat dan

karakteristik tanah.

Page 46: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

32

Metode pengujian tanah dengan SPT (Standart Penetration Test) termasuk

cara yang cukup ekonomis dan relatif mudah untuk mengetahui kondisi di bawah

permukaan tanah dan diperkirakan 85% dari desain pondasi menggunakan cara ini.

SPT merupakan alat uji tanah yang memiliki kelebihan karena terdiri dari beberapa

komponen yang sederhana, mudah dipasang, mudah ditransformasikan dan dapat

diandalkan dalam penyelidikan tanah. Pengujian SPT dilakukan dengan cara

mengebor tanah terlebih dahulu sesuai kedalaman yang diinginkan, kemudian split

spoon sampler dimasukkan ke dalam lubang bor, selanjutnya ditumbuk palu seberat

63,5 kg dan dijatuhkan dari ketinggian 75 cm. Setelah ditumbuk sedalam 15 cm,

maka selanjutnya dicatat jumlah pukulan (nilai N-SPT) yang diperlukan untuk

menumbuk sedalam 30 cm [19].

Gambar 2.10 Penetrasi dengan SPT

Page 47: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

33

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan data sekunder yang berlokasi di Daerah Krui,

Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Waktu

penelitian yang dilakukan oleh penulis mulai dari studi literatur, pengambilan data

sekunder sampai dengan pengolahan data kurang lebih 4 bulan yang berlangsung

pada bulan Januari - April 2020. Proses pengolahan data dan analisis penelitian ini

dilakukan di Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang beralamat di BPPT Gedung 820

Geostech Kawasan Puspiptek, Serpong, Banten.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

Page 48: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

34

Gambar 3.2 Blok Lintasan Penelitian

Page 49: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

35

3.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa instrumen yang digunakan yaitu,

perangkat keras dan perangkat lunak.

3.2.1 Perangkat Keras

Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini milik Pusat Teknologi

Reduksi Risiko Bencana (PTRRB) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(BPPT), yakni:

a. Ares Resistivity Meter v.5.6, alat yang digunakan untuk pengambilan data.

b. Global Positioning System (GPS), digunakan untuk menentukan koordinat

lintasan pada titik lokasi dan posisi elevasinya.

c. Kompas, digunakan untuk menunjukkan arah pengukuran agar lintasan

menjadi lurus dan sesuai.

d. Aki, digunakan sebagi sumber arus listrik.

e. Elektroda besi 48 batang, digunakan untuk menginjeksikan arus listrik

kebawah permukaan.

f. Kabel multicore dengan panjang 235 meter, digunakan untuk menghubungan

elektroda arus dengan elektroda potensial.

g. Palu, digunakan untuk menancapkan elektroda kedalam tanah.

h. Meteran, digunakan untuk mengukur bentaran jarak antar elektroda.

i. Terpal, digunakan untuk menutupi alat Ares Resistivity Meter dari panas

matahari dan hujan, serta sebagai alas.

j. Buku, alat tulis dan laptop.

k. Peta Geologi lembar KotaAgung, Sumatera.

3.2.2 Perangkat Lunak

Perangkat lunak atau software yang digunakan adalah:

a. ArcGis 10.7, digunakan untuk menampilkan kondisi lokasi penelitian yang

sebenarnya.

b. Notepad, digunakan untuk mengolah data yang dimasukkan kedalam

Res2DINV.

c. Microsoft Excel 2016, digunakan untuk mengubahan nilai resisitivitas semu

menjadi resistivitas sejati.

Page 50: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

36

d. Microsoft Word 2016, digunakan untuk menyusun tugas akhir skripsi.

e. Res2DINV, digunakan untuk membuat pemodelan 2D.

f. Voxler 4, digunakan untuk membuat pemodelan 3D.

g. Surfer 13, digunakan untuk membuat peta ISO-Resistivity

h. Google Earth Pro, digunakan untuk menentukan titik koordinat lintasan.

Gambar 3.3 Alat-Alat Yang Digunakan Saat Penelitian. (a. Buku tulis, b. Aki, c. Kabel, d. Palu, e.

Kompas, f. Meteran, g. GPS, h. Terpal, i. Elektroda, j. Ares Resistivity Meter)

Page 51: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

37

3.3 Diagram Alir Penelitian

3.4 Pengolahan Data

Proses pengolahan data dimulai dari pengumpulan data sekunder yang

terdiri dari data nilai resistivitas semu dan data topografinya. Setelah itu, data

tersebut dimasukkan kedalam notepad. Data yang di input harus sesuai dengan

ketentuan dan akan di simpan dalam file dengan ekstensi (.dat atau .txt), perhatikan

gambar 3.4:

Page 52: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

38

Gambar 3.4 Susunan Data Geolistrik dalam Notepad

Keterangan: [24]

Line 1: Nama lintasan pengukuran

Line 2: Spasi elektroda

Line 3: Jenis konfigurasi yang dipakai ( Wenner = 1, Pole-pole = 2, Dipole-dipole

= 3, Pole-dipole = 4, Schlumberger = 7)

Line 4: Jumlah total datum

Line 5: Lokasi titik Z (Masukan angka ‘0’ bila letak elektroda pertama diketahui

dan masukan angka 1 jika titik tengahnya diketahui)

Line 6: Jenis data. (Ketik 1 untuk data polarisasi induksi (IP) dan ketik 0 untuk data

resistivitas)

Line 7, 8, 9, dst: Lokasi Z, jarak spasi elektroda dan nilai resistivitas semu yang

terukur.

Page 53: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

39

Jika data yang digunakan terdapat data topografi, maka data tersebut harus

dimasukkan juga kedalam notepad seperti gambar 3.4 dengan keterangan seperti

berikut:

Line 1: Kode topografinya

Line 2: Jumlah seluruh data topografi

Line 3, 4, 5, dst: Titik elektroda dan nilai topografinya

Line penutup: Masukkan angka ‘0’ sebanyak 4 kali enter sebagai penutup dari data

topografi

Data tersebut diolah menggunakan software RES2DINV untuk mendapatkan

pemodelan 2-Dimensi. Software ini akan secara otomatis membuat bentuk

pemodelan 2-Dimensi pada bawah permukaan daerah yang telah di survei.

Pengolahan data pada software RES2DINV ini menggunakan proses inversi. Proses

inversi adalah proses pengolahan data lapangan yang melibatkan teknik

penyelesaian matematika dan statistik untuk memperoleh informasi guna

mengetahui distribusi sifat fisis bawah permukaan. Tujuan dari proses inversi ini

adalah untuk mengestimasi parameter fisis batuan yang tidak diketahui sebelumnya

[25]. Proses inversi ini sering disebut dengan inverse modelling.

Pada penelitian ini dilakukan survei dengan menggunakan konfigurasi

Wenner. Selanjutnya, data inversi tersebut diolah dengan menggunakan least

square inversion dengan hasil nilai RMS error yang menunjukkan adanya

perbedaan nilai resistivitas semu dengan nilai resistivitas yang sebenarnya. Dalam

proses inversi ini terdapat proses iterasi, proses iterasi adalah proses perhitungan

data secara berulang agar didapat nilai RMS error yang semakin rendah. Pada

pengolahan data ini digunakan iterasi maksimal 5 kali.

Nilai RMS error ini menunjukkan tingkat perbedaan dari pengukuran nilai

resistivitas material terhadap nilai resistivitas material yang sebenarnya [26].

Semakin besar nilai RMSE maka pemodelan yang diperoleh dari proses inversi ini

akan semakin halus [27]. Model yang semakin halus ini dengan nilai RMSE yang

tinggi cenderung tidak mewakili kondisi sebenarnya di lapangan [26].

Bagaimanapun, model dengan nilai RMSE serendah mungkin bisa menunjukkan

variasi besar dan tidak realistis dalam pemodelan nilai resistivitas dan tidak selalu

Page 54: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

40

menjadi model yang terbaik dalam perspektif geologis. Ini sering terjadi pada iterasi

antara 3 dan 5 [28].

Setelah semua tahapan selesai didapatkan hasil berupa pemodelan 2D seperti

dibawah ini:

Gambar 3.5 Pemodelan 2D Hasil Inversi Least-Square

Pada pemodelan tersebut digunakan iterasi sebanyak 3 kali dengan nilai RMSE

sebesar 6,4%. Kemudian, nilai data topografinya dimasukkan dan akan tampak

pemodelan 2D seperti gambar dibawah ini:

Gambar 3.6 Hasil Pemodelan 2-D dengan Topografi

Page 55: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

41

Setelah diperoleh hasil penampang dari pemodelan 2D, kemudian data dari

pemodelan 2D tersebut diolah dengan menggunakan Voxler 4. Data yang

diperlukan adalah data xyz hasil inversi dari pemodelan 2D Res2DINV dengan X

(jarak elektroda), Y (jarak lintasan) dan Z (kedalaman) dan nilai resistivitas hasil

inversi. Hasil yang diperoleh berupa pemodelan 3D seperti dibawah ini:

Gambar 3.7 Hasil Pemodelan 3D

Page 56: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa Geolistrik

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

geolistrik milik Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berlokasi di Jalan Raya

Puspiptek, Serpong. Lokasi penelitian dan pengambilan data ini di daerah Krui,

Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Pada

penelitian ini pengukuran data geolistrik dilakukan sebanyak 5 lintasan dengan

konfigurasi Wenner.

Pada gambar 4.1 menunjukkan persebaran dari titik pengukuran data geolistrik

yang memiliki panjang lintasan 235 meter dan 117,5 meter. Untuk lintasan L-01

hingga L-03 memiliki spasi 5 meter dengan menempatkan elektroda pertama di 5

m dan elektroda akhir di 240 m. Sedangkan lintasan L-04 dan L-05 memiliki spasi

2,5 meter dengan menempatkan elektroda pertama di 2,5 m dan elektroda akhir di

120 m. Sebaran titik pengukuran geolistrik, sebagai berikut:

Gambar 4.1 Lokasi Pengukuran Data Geolistrik

Page 57: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

43

Hasil pengolahan data dengan inversi least square menggunakan software

RES2DINV berupa pemodelan 2-Dimensi sebanyak 5 lintasan dengan masing-

masing koordinat sebagai berikut:

Tabel 4.1 Koordinat Lintasan

Nama

Lintasan

Lattitude Longitude

Lintasan L-01 5°11’25,3”S - 5°11’18,5”S 103°56’12,5”E -103°56’12,6”E

Lintasan L-02 5°11’24,7”S - 5°11’17,7”S 103°56’11,0”E -103°56’11,0”E

Lintasan L-03 5°11’20,8”S - 5°11’20,8”S 103°56’7,8”E - 103°56’14,9”E

Lintasan L-04 5°11’17,3”S - 5°11’17,7”S 103°56’1,4”E - 103°56’5,2”E

Lintasan E-05 5°11’21,0”S - 5°11’17,2”S 103°56’3,1”E - 103°56’3,3”E

Selain menggunakan RES2DINV, pengolahan data geolistrik ini juga

menggunakan ArcGis 10.7 untuk mendapatkan lokasi wilayah penelitian dan

menentukan titik pengukurannya. Hasil inversi berupa pemodelan 2-Dimensi yang

diperoleh, akan di interpretasi dengan mengorelasikan data log bor, tabel nilai

resistivitas dan data geologi regional.

4.2 Hasil Korelasi Data Bor, Geologi Regional, dan Tabel Nilai Resistivitas

Korelasi data bor, geologi regional dan tabel nilai resistivitas ini dilakukan

untuk mengklasifikan jenis-jenis batuan yang terdapat pada area tersebut.

Berdasarkan gambar 4.2 dari hasil pengolahan data dengan data log bor, tabel

resistivitas batuan menurut Telford dan data geologi regional dapat disimpulkan

bahwa interpretasi penampang dilakukan berdasarkan:

1. Hasil data log bor,

2. Hasil dari nilai resisitivas

3. Peta geologi regional lembar Kotaagung, litologi pada lokasi penelitian

adalah formasi Simpangaur (Tmps) dan alluvium (Qa).

Dari hasil korelasi antara tabel resistivitas batuan, data log bor dan data

geologi regional (gambar 4.2) didapatkan hasil yang sama yaitu pada kedalaman

hingga 10 m di bagian atas permukaan terdapat jenis batuan yang cukup keras dan

Page 58: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

44

padat yaitu batupasir tufan. Pada peta geologi regional, terlihat bahwa Daerah Krui

tersusun atas formasi batuan alluvium (Qa) dan formasi simpangaur (Tmps).

Dimana masing-masing litologi batuannya, Formasi Simpangaur (Tmps) terdiri

dari batupasir tufan & batulanau, konglomerat anekabahan, tuf, bermoluska dan

alluvium (Qa) terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lumpur.

Sedangkan, dalam penampang resistivitas ditunjukkan nilai tahanan jenisnya antara

417 – 1053 Ωm. Berdasarkan tabel resisitivitas batuan menurut Telford 1990, nilai

tersebut terklasifikasi dalam jenis batuan batupasir tufan dengan konsentrasi yang

keras dan cukup padat. Nilai resistivitas tersebut digambarkan dengan warna merah

yang tersebar dibagian atas permukaan hingga kedalaman 10 – 12 m.

Dari data log bor yang tertera, dapat disimpulkan bahwa hasil sampel

pengeboran didapatkan jenis tanah yang konsentrasinya padat dan keras seperti batu

karang berpasir di kedalaman 6 – 10 m. pada kedalaman tersebut dieroleh nilai SPT

yang cukup tinggi yaitu > 60. Dari hasil ketiga data yang dikorelasikan, dapat

ditarik kesimpulan bahwa pembuatan pondasi bangunan dapat dibangun pada

kedalaman 8 – 10 m dengan jenis gedung yang tidak terlalu tinggi seperti gedung

pemerintahan 3 – 4 lantai, gedung sekolah 3 lantai dan lain-lain. Semakin tinggi

gedung akan semakin dalam juga pondasi yang dibutuhkan, sehingga dengan

kedalaman 8 – 10 m hanya bisa dibuat gedung maksimal 4 lantai di Daerah Krui.

Pembangunan pondasi juga harus di tanah/batuan yang konsentrasinya keras dan

padat. Apabila dibangun pondasi di daerah yang memiliki jenis batuan lunak atau

basah dikhawatirkan akan menyebabkan bidang gelinciran.

Page 59: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

45

Gambar 4.2 Hasil Korelasi Nilai Resistivitas, Geologi Regional dan Data Bor

Page 60: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

46

Gambar 4.3 Data Log Bor

Page 61: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

47

Tabel 4.2 BOR TITIK 1

Log Profile

(Kedalaman)

Soil Description N1

(0 – 15 )

N2

(15 – 30)

N3

(30 – 45)

SPT

0,40 – 2,00 m Lempung sedikit berpasir berwarna kuning

kecoklatan (konsentrasi tanah keras)

9 14 21 35

2,40 – 4,00 m Pasir membatu bercampur lempung berwarna kuning keputihan

(konsentrasi tanah sangat padat)

14 21 37 58

4,40 – 6,00 m Batu cadas bercampur pasir berwarna abu-abu keputihan (konsentrasi tanah keras sekali)

19

4

- - > 60

6,40 – 8,00 m Batu cadas bercampur pasir berwarna abu-abu

keputihan (konsentrasi tanah keras sekali)

21

5

- - > 60

Tabel 4.3 BOR TITIK 2

Log Profile (Kedalaman)

Soil Description N1 (0 – 15 )

N2 (15 – 30)

N3 (30 – 45)

SPT

0,20 – 2,00 m Pasir laut berwarna putih

(konsentrasi tanah sedang)

5 19 12 21

2,40 – 4,00 m Pasir bercampur batu karang berwarna putih kekuningan

(konsentrasi tanah keras)

12 19 31 50

4,40 – 6,00 m Batu karang berpasir berwarna putih

(konsentrasi tanah sangat padat)

14 21 31 52

6,40 – 8,00 m Batu karang berpasir berwarna putih

kekuningan (konsentrasi tanah sangat

padat)

18 27 21

9

> 60

8,40 – 10,00 m Batu karang berpasir berwarna putih kekuningan

18 24 21

5

> 60

Page 62: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

48

Gambar 4.4 Kalibrasi Hasil Pengolahan Data Geolistrik dengan Data Log Bor, Tabel Resistivitas, dan Peta Geologi Regional

Page 63: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

49

Tabel 4.4 Korelasi antara Nilai Resistivitas Batuan dengan Formasi Geologi Regional

Nilai Resisitivitas (Ωm)

Jenis Batuan

(Berdasarkan Tabel Resistivitas)

Jenis Formasi

(Berdasarkan Geologi Regional)

1,6 – 15,3 Air Tanah (Akuifer) -

21,9 – 118 Lempung, Alluvium Alluvium (Qa)

99,6 – 903 Alluvium, Batupasir Halus, Kerikil,

Pasir

Alluvium (Qa), Formasi Simpangaur

(Tmps)

452 – 2502 Batupasir Kasar dengan Tekstur Keras Formasi Simpangaur (Tmps)

Page 64: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

50

4.3 Hasil dan Interpretasi Penampang

Penelitian ini dilakukan di daerah Krui, Kecamatan Pesisir Tengah,

Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil

pengolahan data geolistrik yang telah di interpretasi. Hasil tersebut berupa

penampang lintasan 2-Dimensi yang digunakan untuk mendapatkan informasi

batuan yang ada dibawah permukaan dan melakukan investigasi struktur bawah

permukaan pada lokasi yang akan dibangun gedung. Litologi batuan yang ada

dibawah permukaan diperoleh dari hasil korelasi antara: data log bor, nilai

resistivitas batuan, dan data geologi regionalnya. Dari data log bor diperoleh

deskripsi batuan beserta nilai SPT (Standard Penetration Test), untuk struktur

sebarannya bisa diperoleh dari hasil pengukuran geolistrik.

Skala warna pada hasil penampang 2-Dimensi mengimplementasikan

bahwa semakin ke kanan (warna merah hingga ungu tua) maka kepadatan

materialnya akan semakin padat dan keras sehingga nilai resistivitasnya juga

semakin tinggi. Sedangkan apabila semakin ke kiri (warna biru muda hingga biru

tua) maka kepadatan materialnya akan semakin lunak dan nilai resistivitasnya pun

semakin rendah. Hasil yang diperoleh dari pengukuran geolistrik pada lokasi

penelitian menunjukkan bahwa nilai resistivitas pada daerah tersebut berkisar 1,6 –

2502 Ωm. Untuk pembangunan gedung bertingkat, sangat direkomendasikan untuk

memilih batuan yang padat dan keras supaya pondasi bangunan tersebut dapat

berdiri kokoh dan tidak direkomendasikan untuk membangun gedung diatas batuan

yang lunak dan mengandung banyak air. Apabila dalam kondisi bawah permukaan

terdapat batuan lunak, maka disarankan untuk membuat pondasi hingga kedalaman

tertentu melewati lapisan batuan lunak dan menemukan lapisan batuan yang padat

dan keras. Ujung pondasi yang tertanam pada batuan lunak akan mudah tergelincir

dan mengakibatkan kerobohan pada bangunan tersebut.

Page 65: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

51

4.3.1 Lintasan L-01

Gambar 4.5 Hasil Penampang Lintasan 1

Pada lintasan L-01 (berwarna biru) diperoleh nilai error 4,1 % dengan total

panjang lintasan sejauh 235 m, menggunakan 48 buah elektroda dan jarak antar

elektrodanya sebesar 5 m. Pada lintasan ini jumlah datum pointnya adalah 359.

Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah 683 Ωm dengan kedalaman

yang diperoleh 40 m dibawah permukaan tanah. Pada lintasan ini didominasi oleh

akuifer air tanah dan alluvium hingga kedalaman 40 m. Berdasarkan data tabel

resistivitas batuan (Telford, 1990), dugaan hasil investigasi struktur bawah

permukaan pada lintasan L-01 didominasi oleh lapisan dengan nilai resistivitas

antara 1,8 – 9,8 Ωm yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru muda, diduga

lapisan tersebut terdiri dari akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan nilai resistivitas

antara 22,9 – 125 Ωm yang ditunjukkan oleh warna hijau hingga kuning, dimana

lapisan tersebut diduga terdiri dari batuan alluvium dan sedikit lempung-pasir.

Lapisan yang memiliki nilai resistivitas antara 125 – 292 Ωm diduga terdiri

dari batupasir kasar yang ditunjukkan oleh warna coklat hingga oren. Sedangkan

untuk nilai resistivitas antara 292 – 683 Ωm diduga lapisan tersebut terdiri dari

batupasir tufan keras yang ditunjukkan dengan warna merah hingga ungu.

Persebaran batupasir ini berada di lapisan paling atas dengan jarak lateral 73 – 88

Page 66: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

52

m dan 105 – 205 m. Lapisan ini merupakan lapisan batuan yang paling keras karena

memiliki nilai resistivitas yang cukup tinggi.

Daerah Krui ini terletak pada formasi alluvium (Qa) dan formasi

simpangaur (Tmps), dimana batupasir merupakan salah satu jenis batuan yang

termasuk dalam formasi simpangaur dan alluvium. Berdasarkan data bor titik 2,

hasil pemboran yang diperoleh batuan berpasir dengan konsentrasi yang cukup

keras dan padat. Oleh karena itu, pada lintasan L-01 ini direkomendasikan pondasi

bangunan (gedung sipil) dibangun pada jarak lateral 100, 137,5, 150, 198 m dengan

kedalaman 7 – 10 m.

4.3.2 Lintasan L-02

Gambar 4.6 Hasil Penampang Lintasan 2

Pada lintasan L-02 (berwarna biru) ini diperoleh nilai error sebesar 5,4 %

dengan total panjang lintasan sejauh 235 m, menggunakan 48 buah elektroda dan

jarak antar elektrodanya sebesar 5 m. Pada lintasan ini jumlah datum pointnya

adalah 360. Pada lintasan ini digunakan sebagai titik kalibrasi dengan titik bor 2.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai resistivitas terbesar 2502 Ωm dan

lintasan ini didominasi oleh batuan alluvium dan lapisan akuifer air tanah hingga

kedalaman 40 m. Berdasarkan nilai SPT yaitu 50 yang merupakan batuan keras,

Page 67: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

53

tetapi data log bor masih berupa pasir laut yang bercampur batu karang hingga batu

karang berpasir.

Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah 2502 Ωm dengan

kedalaman yang diperoleh 40 m dibawah permukaan tanah. Berdasarkan data tabel

resistivitas batuan (Telford, 1990), pada lintasan ini didominasi oleh akuifer air

tanah dan alluvium hingga kedalaman 40 m. Dugaan hasil investigasi struktur

bawah permukaan pada lintasan L-02 didominasi oleh lapisan dengan nilai

resistivitas antara 2,0 – 15,3 Ωm yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru

muda, diduga lapisan tersebut terdiri dari akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan

nilai resistivitas antara 42,5 – 326 Ωm yang ditunjukkan oleh warna hijau hingga

kuning, dimana lapisan tersebut diduga terdiri dari batuan alluvium.

Berdasarkan lembar geologi regional Kotaagung, fromasi batuan alluvium

(Qa) terdiri dari bongkahan, kerikil, pasir, lanau dan lumpur. Lapisan dengan nilai

resistivitas antara 326 – 903 Ωm diduga terdiri dari batupasir dengan tekstur kasar

dan padat yang ditunjukkan oleh warna coklat hingga oren. Sedangkan untuk nilai

resistivitas antara 903 – 2502 Ωm diduga lapisan tersebut terdiri dari batupasir tufan

keras yang ditunjukkan dengan warna merah hingga ungu. Persebaran batupasir ini

berada di lapisan paling atas dengan jarak lateral 20 – 30 m, 85 – 100 m, dan 115 –

140 m. Lapisan ini merupakan lapisan batuan yang paling keras karena memiliki

nilai resistivitas yang tinggi.

Batuan keras pada lintasan ini terletak didekat permukaan, sesuai dengan

hasil bor, korelasi antara hasil pemboran SPT dengan geolistrik. Pada lapisan paling

atas 0,2 – 2 m dengan nilai tahanan jenis 42,5 – 200 Ωm dan nilai SPT 21 berada

pada lapisan batuan warna hijau hingga kuning, berangsur berubah pada kedalaman

4 meter meningkat ke warna merah sesuai dengan nilai resistivitas pada batuan yang

sangat keras antara 903 – 2502 Ωm pada nilai SPT 52, didapatkan hasil berupa batu

karang berpasir dengan konsentrasi tanah sangat padat. Pada lintasan L-02 ini

direkomendasikan pondasi bangunan (gedung sipil) dibangun pada jarak lateral 90,

122, 140 m dengan kedalaman 6 – 10 m.

Page 68: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

54

4.3.3 Lintasan L-03

Gambar 4.7 Hasil Penampang Lintasan 3

Pada lintasan L-03 (berwarna biru) ini diperoleh nilai error sebesar 3,2 %

dengan total panjang lintasan sejauh 235 m, menggunakan 48 buah elektroda dan

jarak antar elektrodanya sebesar 5 m. Pada lintasan ini jumlah datum pointnya

adalah 359. Pada lintasan ini digunakan sebagai titik kalibrasi dengan titik bor 2.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai resistivitas terbesar kurang lebih

1053 Ωm dan lintasan ini didominasi oleh batuan alluvium dan lapisan akuifer air

tanah hingga kedalaman 40 m. Menurut dari nilai SPT yaitu 50 yang merupakan

batuan keras, tetapi data log bor masih berupa pasir laut yang bercampur batu

karang hingga batu karang berpasir dengan konsentrasi tanah yang keras dan padat.

Lintasan ini memiliki nilai resistivitas terbesar 1053 Ωm dengan kedalaman

yang diperoleh 45 m dibawah permukaan tanah. Pada lintasan ini didominasi oleh

akuifer air tanah dan alluvium hingga kedalaman 40 m. Dugaan hasil investigasi

struktur bawah permukaan pada lintasan C-03 didominasi oleh lapisan dengan nilai

resistivitas antara 1,6 – 10,3 Ωm yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru

muda, diduga lapisan tersebut merupakan akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan

nilai resistivitas antara 26 – 165 Ωm yang ditunjukkan oleh warna hijau hingga

Page 69: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

55

kuning, dimana lapisan tersebut diduga terdiri dari batuan alluvium dan ada sedikit

lempung-pasir.

Berdasarkan lembar geologi regional Kotaagung, lapisan batuan alluvium

terdiri dari bongkahan, kerikil, pasir, lanau dan lumpur. Lapisan yang memiliki nilai

resistivitas antara 165 – 417 Ωm diduga terdiri dari batupasir kasar yang

ditunjukkan oleh warna coklat hingga oren. Sedangkan untuk nilai resistivitas

antara 417 – 1053 Ωm diduga lapisan tersebut terdiri dari batupasir tufan keras yang

ditunjukkan dengan warna merah hingga ungu. Persebaran batupasir ini berada di

lapisan paling atas dengan jarak lateral 50 – 70 m, 85 – 155 m, dan 165 – 205 m.

Lapisan ini merupakan lapisan batuan yang paling padat dan keras karena memiliki

nilai resistivitas yang tinggi.

Batuan keras pada lintasan ini terletak didekat permukaan, sesuai dengan

hasil bor, korelasi antara hasil pemboran SPT dengan geolistrik. Pada lapisan paling

atas 0,2 – 2 m dengan nilai tahanan jenis 26 – 100 Ωm dan nilai SPT 21 berada pada

lapisan batuan warna hijau hingga kuning, berangsur berubah pada kedalaman 4

meter meningkat ke warna merah sesuai dengan nilai resistivitas pada batuan sangat

keras antara 417 – 1053 Ωm pada nilai SPT 52, didapatkan hasil berupa batu karang

berpasir dengan konsentrasi tanah sangat padat dan keras. Pada lintasan L-03 ini

direkomendasikan pondasi bangunan (gedung sipil) dibangun pada jarak lateral 95,

123, 147, 165, 195 m dengan kedalaman 7 – 10 m.

Page 70: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

56

4.3.4 Lintasan L-04

Gambar 4.8 Hasil Penampang Lintasan 4

Pada lintasan L-04 (berwarna biru) ini diperoleh nilai error sebesar 3,2 %

dengan total panjang lintasan sejauh 117,5, menggunakan 48 buah elektroda dan

jarak antar elektrodanya sebesar 2,5 m. Pada lintasan ini jumlah datum pointnya

adalah 321. Lintasan ini terletak didekat titik lubang bor 1. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa nilai resistivitas terbesar kurang lebih 452 Ωm dan lintasan ini

didominasi oleh lapisan akuifer air tanah hingga kedalaman 12,5 m. Hal ini

menandakan bahwa semakin mendekati pesisir pantai, formasi batuan bawah

permukaannya semakin rendah konsentrasi kepadatannya. Lintasan ini berbeda dari

lintasan-lintasan sebelumnya karena pada lintasan ini menggunakan spasi yang

lebih kecil dan bentangan jarak lateralnya juga lebih pendek. Berdasarkan nilai SPT

yaitu 50 yang merupakan batuan keras, tetapi data log bor masih berupa pasir

membatu yang bercampur lempung dengan konsentrasi tanah yang sangat padat.

Lintasan ini memiliki nilai resistivitas terbesar 452 Ωm dengan kedalaman

yang diperoleh kurang lebih 20 m dibawah permukaan tanah. Pada lintasan ini

didominasi oleh akuifer air tanah hingga kedalaman 12,5 m. Berdasarkan data tabel

resistivitas batuan (Telford, 1990), hasil dugaan investigasi struktur bawah

permukaan pada lintasan L-04 didominasi oleh lapisan dengan nilai resistivitas

antara 2,3 – 10,3 Ωm yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru muda,

Page 71: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

57

diduga lapisan tersebut merupakan akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan nilai

resistivitas antara 21,9 – 99,6 Ωm yang ditunjukkan oleh warna hijau hingga

kuning, dimana lapisan tersebut diduga terdiri dari lempung. Lapisan yang memiliki

nilai resistivitas antara 99,6 – 212 Ωm diduga terdiri dari pasir-pasir halus yang

ditunjukkan oleh warna coklat hingga oren. Sedangkan untuk nilai resistivitas

antara 212 – 452 Ωm diduga lapisan tersebut terdiri dari pasir-pasir yang cukup

keras dan kasar, ditunjukkan dengan warna merah hingga ungu.

Persebaran pasir-pasir ini berada di lapisan paling atas dengan jarak lateral

20 – 32,5 m dan 40 – 90 m. Lapisan ini merupakan lapisan batuan yang padat dan

keras karena memiliki nilai resistivitas yang cukup tinggi. Batuan keras pada

lintasan ini terletak didekat permukaan, sesuai dengan hasil bor, korelasi antara

hasil pemboran SPT dengan geolistrik adalah sebagai berikut : Pada lapisan paling

atas 0,4 – 4 m dengan nilai tahanan jenis 99,6 – 452 Ωm dan nilai SPT 58 berada

pada lapisan batuan warna kuning hingga merah keunguan, didapatkan hasil berupa

lempung sedikit berpasir dan pasir membatu bercampur lempung dengan

konsentrasi tanah sangat padat dan keras.

Pada lintasan L-04 ini direkomendasikan pondasi bangunan (gedung sipil)

dibangun pada:

1. Pada jarak lateral 42,5 m, 57,5 m, 67,5 m, 77,5 m dengan kedalaman yang sama

yaitu kurang lebih 5-8 m. Pada titik ini terdapat lapisan lempung dengan kedalaman

kurang lebih 2 – 3 m. Pada hasil penampang dapat terlihat bahwa lapisan ini

mengandung banyak akuifer sehingga sangat disarankan untuk bisa membuat

pondasi yang lebih dalam lagi sampai menemukan batuan yang agak keras untuk

ujung pondasi agar bangunan dapat berdiri kokoh.

Page 72: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

58

4.3.5 Lintasan L-05

Gambar 4.9 Hasil Penampang Lintasan 5

Pada lintasan L-05 (berwarna biru) ini diperoleh nilai error sebesar 24,2 %

dengan total panjang lintasan sejauh 117,5 m, menggunakan 48 buah elektroda dan

jarak antar elektrodanya sebesar 2,5 m. Pada lintasan ini jumlah datum pointnya

adalah 336. Lintasan ini terletak di dekat titik lubang bor 1. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa nilai resistivitas terbesar kurang lebih 673 Ωm dan lintasan ini

didominasi oleh batuan lempung, lapisan akuifer air tanah dan batupasir keras

hingga kedalaman 20 m. Berdasarkan nilai SPT yaitu 50 yang merupakan batuan

keras, tetapi data log bor masih berupa pasir membatu yang bercampur lempung

dengan konsentrasi tanah yang sangat padat.

Lintasan ini memiliki nilai resistivitas terbesar 673 Ωm dengan kedalaman

yang diperoleh kurang lebih 20 m dibawah permukaan tanah. Pada lintasan ini

didominasi oleh akuifer air tanah dan lempung hingga kedalaman 22,5 m.

Berdasarkan data tabel resistivitas batuan (Telford, 1990), dugaan hasil investigasi

struktur bawah permukaan pada lintasan L-05 terdapat lapisan dengan nilai

resistivitas antara 2,0 – 10,6 Ωm yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru

muda, diduga lapisan tersebut merupakan akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan

nilai resistivitas antara 24,3 – 128 Ωm yang ditunjukkan oleh warna hijau hingga

kuning, dimana lapisan tersebut diduga terdiri dari lempung. Lapisan yang memiliki

Page 73: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

59

nilai resistivitas antara 128 – 293 Ωm diduga terdiri dari pasir-pasir halus yang

ditunjukkan oleh warna coklat hingga oren. Sedangkan untuk nilai resistivitas

antara 293 – 673 Ωm diduga lapisan tersebut terdiri dari pasir-pasir yang cukup

keras dan kasar, ditunjukkan dengan warna merah hingga ungu.

Persebaran pasir-pasir ini berada di hampir seluruh lapisan dengan

kedalaman yang berbeda. Lapisan ini merupakan lapisan batuan yang padat dan

keras karena memiliki nilai resistivitas yang cukup tinggi. Batuan keras pada

lintasan ini terletak didekat permukaan, sesuai dengan hasil bor, korelasi antara

hasil pemboran SPT dengan geolistrik adalah sebagai berikut: Pada lapisan paling

atas 0,4 – 4 m dengan nilai tahanan jenis 128 – 673 Ωm dan nilai SPT 58 berada

pada lapisan batuan warna kuning hingga merah keunguan, didapatkan hasil berupa

lempung sedikit berpasir dan pasir membatu bercampur lempung dengan

konsentrasi tanah sangat padat dan keras. Pada lintasan L-05 ini direkomendasikan

pondasi bangunan (gedung sipil) dibangun pada jarak lateral 17,5, 30, 47, 70, 90 m

dengan kedalaman 7 – 10 m.

Page 74: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

60

4.4 Persebaran Jenis Batuan

Gambar 4.10 Persebaran Jenis Batuan Lintasan 1, 2 dan 3

Page 75: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

61

Gambar 4.11 Persebaran Jenis Batuan Lintasan 4 dan 5

Page 76: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

62

Gambar 4.10 adalah hasil penampang pada lintasan 1, 2 dan 3. Pada gambar

tersebut dapat dilihat bahwa persebaran lapisan yang diduga batu lempung dan

akuifer mendominasi pada bagian tengah hingga bawah lintasan 1, 2 dan 3. Pada

penampang tersebut, batu lempung dan alluvial dimodelkan dengan warna hijau

hingga kuning kecoklatan, sedangkan lapisan akuifer dimodelkan dengan warna

biru. Persebaran batupasir tersebar di beberapa permukaan lapisan. Pada setiap

permukaan lapisan 1, 2 dan 3 terdapat batupasir dengan tekstur yang halus dan kasar

hingga kedalaman 10 m. Batupasir ini dimodelkan dengan warna coklat hingga

merah keunguan.

Gambar 4.11 adalah hasil penampang pada lintasan 4 dan 5. Pada gambar

tersebut dapat dilihat bahwa persebaran lapisan yang diduga batu lempung dan

akuifer mendominasi pada bagian bawah lintasan 4 dan 5. Sedangkan persebaran

batupasir tersebar hampir di seluruh permukaan lapisan. Pada setiap permukaan

lapisan 4 dan 5 terdapat batupasir dengan tekstur yang halus dan kasar dengan

kedalaman yang lebih dangkal dibanding lintasan 1, 2 dan 3 yaitu, kurang lebih 5

m saja. Untuk warna pemodelan di penampang sama seperti gambar 4.9, biru untuk

lapisan akuifer, hijau hingga kuning untuk batu lempung, alluvial, coklat hingga

merah keunguan untuk batupasir halus hingga kasar.

4.5 Pemodelan 3D

Pemodelan 3D dilakukan menggunakan software Voxler 4. Tujuan dibuatnya

model 3D ini adalah untuk mengetahui dsitribusi nilai resistivitas secara vertikal

dan horizontal. Data yang dimasukkan pada software ini ada 5, yaitu panjang

lintasan, jarak lintasan, kedalaman, nilai resistivitas dan nama lintasan. Pada

software ini bisa dilakukan pemotongan secara axial (memotong sumbu X dan Y),

coronal (memotong sumbu X dan Z) dan sagittal (memotong sumbu Y dan Z) [29].

Sumbu X menunjukkan panjang lintasan, sumbu Y menunjukkan jarak antar

lintasan dan sumbu Z menunjukkan kedalamannya. Dari gambar 4.12 dapat

diketahui bahwa dibawah permukaan daerah penelitian dengan kedalaman lebih

dari 15m terdapat lapisan akuifer dan alluvial yang cukup mendominasi. Hal ini

dikarenakan daerah penelitian merupakan daerah yang berada di dekat pesisir

pantai yang menyebabkan lapisan air/akuifer dibawah permukaan cukup banyak

Page 77: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

63

ditemui. Pada daerah di permukaan lintasan, terdapat juga batupasir yang hampir

merata tersebar di permukaan. Dari gambar tersebut terlihat warna merah hingga

kuning muda, hal ini menunjukkan bahwa nilai resistivitas pada lintasan ini berkisar

3,0064 – 1243,53 Ωm.

Gambar 4.12 Hasil Penampang 3-Dimensi dilihat dari Sumbu X (Panjang Lintasan)

Gambar 4.13 Hasil Penampang 3-Dimensi dilihat dari Sumbu Z (Kedalaman)

Page 78: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

64

4.5 Peta ISO-Resistivity

Peta ISO-Resistivity merupakan peta hasil pengelompokkan lintasan

penelitian berdasarkan nilai z (kedalaman) yang sama untuk mengetahui hasil

distribusi nilai-nilai resistivitas dari seluruh lintasan. Pada penelitian ini, dilakukan

pengambilan data dengan 5 lintasan dan spasi yang berbeda. Lintasan 01-03 dengan

spasi 5m dan lintasan 04-05 dengan spasi 2,5m. Pada penelitian ini dibuat 2 peta

ISO-Resisitivity dengan masing-masing kedalaman 14,33 m dan 19,78 m dibawah

permukaan. Pada peta dibawah ini juga dibuatkan peta kedalaman berdasarkan nilai

topografi yang diperoleh dari hasil inversi.

Gambar 4.14 Peta ISO-Resistivity dan Peta Kedalaman Lintasan 01-03 dengan Spasi 5 m.

Gambar 4.14, merupakan peta hasil distribusi nilai-nilai resistivitas pada

kedalaman 19,78 m dibawah permukaan. Nilai resistivitas yang terdeteksi pada

kedalaman tersebut berkisar antara 0 – 145 Ωm. Dari hasil kontur tersebut dapat

dilihat bahwa pada kedalaman ini didominasi oleh lapisan akuifer, sedikit lempung

dan alluvial. Hanya ada sedikit batuan dengan resistivitas 125 – 145 Ωm ditemukan

pada kedalaman ini. Pada peta kedalaman, dapat dilihat juga bahwa nilai resistivitas

tinggi tersebar di bagian atas permukaan.

Page 79: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

65

Gambar 4.15 Peta ISO-Resistivity dan Peta Kedalaman Lintasan 04-05 dengan Spasi 2,5 m.

Gambar 4.15, merupakan peta hasil distribusi nilai-nilai resistivitas pada

kedalaman 14,33 m dibawah permukaan. Nilai resistivitas yang terdeteksi pada

kedalaman tersebut berkisar antara 0 – 70 Ωm. Dari hasil kontur tersebut dapat

dilihat bahwa pada kedalaman ini juga didominasi oleh lapisan akuifer, sedikit

lempung dan alluvial. Nilai resistivitas tertinggi sebesar 70 Ωm yang diduga jenis

batuan tersebut batu lempung atau alluvial. Pada peta kedalaman, dapat dilihat juga

bahwa nilai resistivitas tinggi tersebar di bagian atas permukaan.

Pada pembuatan peta ISO-Resistivity ini tidak bisa digabung seluruh

lintasan dikarenakan spasinya berbeda. Dari hasil kedua peta tersebut dapat

disimpulkan bahwa pada kedalaman 14,33 m dan 19,78 m didominasi oleh lapisan

akuifer dan beberapa jenis batuan dengan tekstur yang lunak. Hal ini ditunjukkan

oleh nilai resistivitas yang tidak terlalu besar. Sedangkan jenis batuan yang

bertekstur keras dan kasar memiliki nilai resisitivitas yang cukup tinggi yaitu 300 –

2.000 Ωm. Semakin tinggi nilai resisitivitasnya maka semakin besar juga nilai

porositasnya. Nilai porositas yang tinggi menunjukkan kepadatan sel penyusun

batuan tersebut. Dan sebaliknya, apabila nilai resistivitsnya rendah maka nilai

porositasnya akan semakin kecil.

Page 80: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

66

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diperoleh dapat disimbulkan bahwa:

1. Menurut hasil interpretasi dari penampang geolistrik 2-Dimensi yang

diperoleh, kondisi lapisan bawah permukaan di daerah penelitian ada

beberapa titik yang layak untuk dibangun pondasi bangunan sipil dengan

beberapa ketentuan.

2. Secara umum, kondisi litologi lapisan bawah permukaan pada daerah

penelitian mengandung alluvium, batupasir tufan baik dengan tekstur halus

dan keras, juga ada lapisan akuifer dengan besar nilai resistivitas antara 1,6

– 2502 Ωm.

3. Didapatkan hasil korelasi antara data geolistrik dan data log bor dengan nilai

SPT > 60 sampai kedalaman 10 m dan dapat diketahui terdiri dari batuan

seperti pasir laut, pasir bercampur batu karang, lempung berpasir, batu cadas

dan batu karang.

4. Didapatkan hasil korelasi antara nilai resistivitas yang diperoleh dengan

tabel nilai resistivitas batuan, data log bor dan peta geologi regional bahwa

nilai resisitivitas 1,6 – 150 Ωm menujukkan adanya lapisan akuifer air tanah,

lempung berpasir dan alluvial. Nilai resistivitas 151 – 550 Ωm menunjukkan

adanya batupasir dengan tekstur halus dan sedikit keras. Sedangkan nilai

resistivitas 551 – 2502 Ωm menunjukkan adanya batupasir tufan kasar yang

bertekstur keras dan padat.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya:

1. Untuk melakukan pembangunan gedung sipil, sebaiknya pondasi gedung

tersebut dibangun pada lapisan yang keras dan padat. Usahakan tidak

membangun gedung pada lapisan yang bersifat lunak atau basah karena

akan membahayakan. Apabila ditemukan lapisan yang basah, sebaiknya

pondasi diperdalam hingga menemukan kembali lapisan yang keras.

Page 81: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

67

2. Pengeboran dengan mengunakan SPT lebih diperbanyak, agar hasil

penyelidikan bawah permukaannya lebih akurat. Semakin banyak titik bor,

data yang diperoleh akan semakin komprehensif. Dan akan lebih mudah

ketika mengkorelasikan dengan data geolistrik dan geologi regional.

Page 82: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

68

DAFTAR ACUAN

[1] AL-HUFAZ, ”Al-Qur’an Hafalan,” Bandung: Cordoba, 2018.

[2] Q. Sayyid, Y. As’ad, ”Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jilid 9,” Depok: Gema

Insani Press, 2008.

[3] N. A. Muhammad, Syihabuddin, ”Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari

Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 3,” Depok: Gema Insani Press, 2001.

[4] Badan Pusat Statistik (BPS), ”Buku Pesisir Barat Dalam Angka 2013,”

Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung, 2013.

[5] Wisyanto, “Analisis Potensi Ancaman Gempa Terhadap Bangunan di Krui,

Kabupaten Pesisir Barat,” J. Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol.

12, No. 2, pp. 37 – 45, 2017.

[6] A. Herison, Y. Romdania, dkk., “Analisis Zonasi Ekowisata Bahari

Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kabupaten Pesisir

Barat),” J. Spatial Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi, Vol. 18,

No. 2, pp. 95 – 104, 2018.

[7] Lowrie. W, ”Fundamental of Geophysics,” New York: Cambridge

University Press, 2007.

[8] Amin, T.C., Sidarto, dkk.,” Geologi Lembar Kotaagung, Sumatera,”

Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG), 1994.

[9] E. Rolia, “Pengukuran Geolistrik untuk Menafsirkan Keberadaan Air

Tanah di Pekon Suka Jadi, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Pesisir

Barat,” J. TAPAK, Vol. 3, No. 2, pp. 96 – 103, 2014.

[10] Peta Kota, “Peta Kabupaten Pesisir Barat,” Powered Blogger, 2020.

[Online]. Available: http://peta-kota.blogspot.com/2017/02/peta-

kabupaten-pesisir-barat.htnl?m=1. [Accessed: 11-Juli-2020]

[11] Kelompok Kerja (POKJA) Sanitasi, ”BAB II Gambaran Wilayan Umum

Buku Putih Sanitasi,” Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung.

[12] Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pesisir Barat, Tahun

2015.

[13] Philip. Kearey, ”An Introduction to Geophysical Exploration,” Third

Edition. Berlin USA: Blackwell Science, 2002.

[14] H. S. Naryanto, ”Analisis Patahan Bawah Permukaan Dari Pengukuran

Geolistrik Untuk Antisipasi Bencana Gempa Di Kabupaten Grobogan,” J.

Alami, Vol. 2, No. 2, pp. 73 – 81, 2018.

Page 83: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

69

[15] S. D. Prabandini, ”Identifikasi Kondisi Bawah Permukaan Untuk Pondasi

Jembatan di Kecamatan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi Menggunakan

Metode Geolistrik,” Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2019.

[16] R. Gustiansyah, ”Laporan Praktikum Geolistrik Dengan Konfigurasi

Wenner Beta Dipole-Dipole di Lapangan Sepak Bola Utara Gedung FISIP

Universitas Brawijaya,” Malang: Universitas Brawijaya, 2013.

[17] S. A. Amin, ”Rancang Bangun Prototipe Alat Ukur Resistivitas Tanah

Skala Laboratorium,” Makassar: Universitas Hasanuddin, 2017.

[18] H. Nurisyadzatul, ”Analisis Data Geolistrik Resistivitas Untuk Pemodelan

Struktur Geologi Bawah Permukaan Gunung Lumpur Bangkalan,” Malang:

UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016.

[19] S. Shobihah, ”Identifikasi Struktur Bawah Permukaan dengan

Menggunakan Geolistrik Konfigurasi Wenner-Schlumberger dan Data SPT

(Standart Penetration Test) Studi Kasus: Jalan Tol Manado-Bitung,”

Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2018.

[20] Telford, W. M., Geldart, L.P. and Sherif, R.E,” Applied Geophysics 2nd

Edition,” Newyork: Cambridge University Press, 1990.

[21] K. D. Santi, ”Studi Karakterisasi Batuan Beku Andesit Kabupaten Lampung

Barat, Provinsi Lampung,” Lampung: Universitas Lampung, 2019.

[22] N. Djauhari, ”Pengantar Geologi, 2nd ed,” Bogor: Pakuan University Press,

2012.

[23] K. Anis, A. Ikhwannur, dkk, ”Petrogenesis Batuan Metamorf di Perbukitan

Jiwo Barat, Bayat, Klaten, Jawa Tengah,” Semarang: Universitas

Diponegoro, 2018.

[24] I. Lutfinur, ”Identifikasi Sesar Bawah Permukaan Menggunakan Metode

Geolistrik Konfigurasi Schlumberger (Studi Kasus Sungai Opak

Yogyakarta),” Universitas Negeri Semarang, 2015.

[25] Supriyanto, ”Analisis Data Geofisika: Memahami Teori Inversi (edisi 1),”

Depok: Universitas Indonesia, 2007.

[26] Loke, M.H, ”Tutorial: 2D and 3D Electrical Imaging Surveys,” Online:

www.geoelectrical.com, 2004.

[27] A. Dika, ”Karakterisasi Cebakan Mineral Sulfida Berdasarkan Hasil

Metode Geolistrik Resistivitas dan Induksi Polarisasi Daerah Jampang

Kabupaten Sukabumi,” Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2015.

[28] Geotomo, ”RES2DINV: Rapid 2-D Resistivity and IP Inversion Using The

Least-Squares Method,” Malaysia, 2010.

Page 84: KAJIAN GEOLISTRIK DENGAN MENGGUNAKAN METODE …

70

[29] A. N. Fitrianti, ”Identifikasi Sebaran Rembesan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas (Studi

Kasus: Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto),”

Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2018.

[30] Y. Dita, ”Pemetaan Resistivitas Area Rawan Longsor dengan

Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner (Studi Kasus di Desa

Joho, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten TulungAgung),” Malang:

Universitas Negeri Malang, 2011.