20
KAJIAN KRITIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI ANTARA PENJAMINAN HAM DAN KOMERSIALISASI (PENCARIAN BENTUK DAN BATASAN PENGATURAN) Oleh. RENDY IVANIAR Fakultas Hukum Universitas Brawijaya RINGKASAN Rancangan undang-undang Pendidikan Tinggi atau RUU PT yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat masih menuai banyak masalah dan kritik. Masyarakat banyak yang resah akibat isu-isu yang dihembuskan oleh RUU PT ini. Apabila RUU PT ini disahkan maka akan banyak perubahan mendasar yang akan terjadi terhadap perkembangan sistem pendidikan di Indonesia terutama pengaturan terkait pendanaan dan penggolongan perguruan tinggi. Memang tidak semua rumusan dalam undang-undang tersebut membawa dampak negative bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memajukan system pendidikan di Indonesia sesuai dengan undang- undang yang akan disahkan ini. Capat atau lambat memang kita tidak dapat membendung lagi persainagn akan mutu sumber daya manusia di seluruh dunia akibat derasnya arus globalisasi sehingga kita juga harus menyiapkan sumber daya manusia yang dapat bersaing dalam tataran internasional. Salah satu langkah strategis Indonesia yang dapat ditempuh dalam meningkatkan daya saing adalah dengan melakukan perbaikan system melalui pembuatan peraturan yang baru yang dapat menciptakan mutu pendidikan tinggi di Indonesia, tentunya yang sesuai dengan ideology bangsa dan sesuai dengan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945). Tidak bisa dipungkiri bahwa pada kenyataannya Indonesia masih belum siap menerima arus globalisasi di bidang pendidikan. RUU PT yang memungkinkan perguruan tinggi dari luar negeri dapat membuka cabangnya di Indonesia menimbulkan suatu kekhawatiran tersendiri pada erkembangan perguruan tinggi di Indonesia yang notabene masih dalam tahap perkembangan. Selayaknya Indonesia mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan kemampuannya untuk memperoleh keunggulan komparatif di tengah derasnya arus globalisasi. Perkembangan system pendidikan tinggi di Indonesia sudah beberakali melakukan pembaharuan, begitu pula dengan dasar hukumnya. Mulai dari dibentuknya undang-undang nomor 2 tahun 1989, undang- undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan hingga undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan tenayat masih belum dapat mengayomi pemenuhan hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan. Bahkan undang-undang BHP diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa undang-undang ini

Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mengkaji RUU PT

Citation preview

Page 1: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

KAJIAN KRITIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI ANTARA PENJAMINAN HAM DAN KOMERSIALISASI

(PENCARIAN BENTUK DAN BATASAN PENGATURAN)

Oleh. RENDY IVANIAR Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

RINGKASAN

Rancangan undang-undang Pendidikan Tinggi atau RUU PT yang saat ini sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat masih menuai banyak masalah dan kritik. Masyarakat banyak yang resah akibat isu-isu yang dihembuskan oleh RUU PT ini. Apabila RUU PT ini disahkan maka akan banyak perubahan mendasar yang akan terjadi terhadap perkembangan sistem pendidikan di Indonesia terutama pengaturan terkait pendanaan dan penggolongan perguruan tinggi. Memang tidak semua rumusan dalam undang-undang tersebut membawa dampak negative bagi perkembangan pendidikan di Indonesia.

Oleh karena itu, diperlukan langkah strategis pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memajukan system pendidikan di Indonesia sesuai dengan undang-undang yang akan disahkan ini. Capat atau lambat memang kita tidak dapat membendung lagi persainagn akan mutu sumber daya manusia di seluruh dunia akibat derasnya arus globalisasi sehingga kita juga harus menyiapkan sumber daya manusia yang dapat bersaing dalam tataran internasional. Salah satu langkah strategis Indonesia yang dapat ditempuh dalam meningkatkan daya saing adalah dengan melakukan perbaikan system melalui pembuatan peraturan yang baru yang dapat menciptakan mutu pendidikan tinggi di Indonesia, tentunya yang sesuai dengan ideology bangsa dan sesuai dengan undang-undang dasar 1945 (UUD 1945).

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada kenyataannya Indonesia masih belum siap menerima arus globalisasi di bidang pendidikan. RUU PT yang memungkinkan perguruan tinggi dari luar negeri dapat membuka cabangnya di Indonesia menimbulkan suatu kekhawatiran tersendiri pada erkembangan perguruan tinggi di Indonesia yang notabene masih dalam tahap perkembangan. Selayaknya Indonesia mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan kemampuannya untuk memperoleh keunggulan komparatif di tengah derasnya arus globalisasi. Perkembangan system pendidikan tinggi di Indonesia sudah beberakali melakukan pembaharuan, begitu pula dengan dasar hukumnya. Mulai dari dibentuknya undang-undang nomor 2 tahun 1989, undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan hingga undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan tenayat masih belum dapat mengayomi pemenuhan hak warga Negara untuk memperoleh pendidikan. Bahkan undang-undang BHP diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa undang-undang ini

Page 2: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

inkonstitusional yang tandanya undang-undang ini telah melukai hak warga Negara. Sehingga untuk mengatasi semua permasalahan yang diakibatkan putusan mahkamah konstitusi ini pemerintah harus segera membuat peraturan baru lagi yang sesuai dengan tujuan bangsa dan mencerminkan sifat konstitusionalisme.

Perguruan tinggi yang merupakan sebuah asset investasi masa depan bangsa harus dipikirkan secara matang arah perkembangannya. Oleh karena itu menurut hemat penulis sangat penting melakuakn kajian terkait rancangan undang-undang pendidikan tinggi ini, sehingga nantinya ditemukan sebuah bentuk dan batasan pengaturan tentang pendidikan tinggi yang seharusnya menjamin hak-hak warga Negara. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif, dengan teknik analisis data melalui analisis bahan hukum dilakukan dengan teknik analisis isi.

Page 3: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengacu pada pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan bangsa Indonesia

adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Frase ini tidak hanya menyatakan

negara perlu atau wajib menyelenggarakan pendidikan, lebih dari pada itu, negara

wajib menjamin terciptanya pendidikan yang berkualitas dan dapat diakses oleh

seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini dipertegas di dalam batang tubuh UUD 1945

bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, telah diatur tentang kewajiban

negara terhadap warga negaranya, juga tentang hak dan kewajiban warga negara

kepada negaranya. Negara wajib memberikan kesejahteraan hidup dan keamanan

lahir batin sesuai dengan system demokrasi yang dianutnya serta melindungi hak

asasi warganya sebagai manusia secara individual berdasarkan ketentuan yang

berlaku yang dibatasi oleh ketentuan agama, etika moral, dan budaya yang berlaku

di Indonesia dan oleh system kenegaraan yang digunakan.1

Akan tetapi dalam keadaan yang sebenarnya komersialisasi dan komoditasi

pendidikan di Indonesia semakin berkembang dengan adanya peluang besar karena

pengawasan pemerintah kurang, atau memang komoditasi seperti ini

menguntungkan bagi negara.2 Namun, akibatnya masyarakat bawah sulit untuk

mendapatkan pendidikan yang layak. Mereka banyak tidak memilih untuk

bersekolah karena hal di atas. Maraknya pendidikan yang dikomersialkan membuat

kerugian pula bagi negara dengan sedikitnya SDM serta banyaknya pengangguran.

Masyarakat juga butuh biaya untuk kesehariannya di mana mereka juga ingin

menghidupi kesehariannya butuh biaya yang lebih, ditambah dengan biaya

pendidikan yang semakin tinggi.

1 http://intrakampushmmitb.files.wordpress.com/2011/07/risalah.pdf

2 http://faizal.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_381.pdf

Page 4: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

Atas dasar ini peningkatan kualitas pendidikan bukan kerja sampingan dari

pemerintah. Pendidikan baik kualitas maupun pemerataan adalah hal pokok yang

harus menjadi perhatian pemerintah. Bergemingnya wacana rancangan undang-

undang perguruan tinggi seolah menjadi angin segar ditengah krisis pendidikan di

negeri ini. Wajar saja bagi sebuah negara yang sudah 66 tahun untuk mulai beranjak

dari mengurusi pendidikan dasar kepada peningkatan kualitas pendidikan tinggi.3

Demi meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi dalam

segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan dan

profesionalis yang berbudaya, kreatif, toleran, demokratis dan berkarakter tangguh.

Diperlukan pengaturan sebagai dasar kepastian hukum untuk menjamin

penyelenggaraan pendidikan tinggi, sehingga mampu mewujudkan keterjangkauan

dan pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh pendidikan tinggi yang

bermutu serta relevan dengan kepentingan masyarakat.

Sebenarnya keinginan pemerintah untuk merubah system pendidikan yang

ada di Indnesia sudah digulirkan sejak dibuatnya undang-undang tentang badan

hokum pendidikan (BHP), akan tetapi undang-undang tersebut terbukti

inkonstitusional. Putusan mahkamah konstitusi No. 11-14-21-126 dan 136/PUU-

VII/2009 membuat undang-undang ini tidak efektif dan putusan mahkamah

konstitusi ini memiliki implikasi yuridis yang sangat besar terhadap system

pendidikan di Indonesia.4 Implikasi ini tidak hanya sebatas menutup gerak undang-

undang BHP, tetapi juga berimplikasi besar terhadap manajemen pendidikan tinggi

secara keseluruhan.

Hukum di Indonesia masih mempunyai kekuatan yang sangat dahsyat,

semoga dengan hadirnya paying hukum baru ini, benar-benar menjadi angin segar

buat PT, pemerintah bahkan masyarakat yang kurang mampu untuk mengakses

3 http://prasetya.ub.ac.id/berita/Uji-Publik-RUU-tentang-Pendidikan-Tinggi-8163-id.pdf

4 http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/VOL10S2012%20suharizal.pdf

Page 5: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

pendidikan tinggi sehingga istilah “mencerdaskan kehidupan bangsa” tidak sekedar

menjadi retorika kosong di pembukaan UUD 45.

Seperti yang telah penulis paparkan diatas bahwa salah satu potret dunia

pendidikan yang belakangan ini menggelisahkan adalah mahalnya biaya pendidikan.

Sementara itu, jumlah orang miskin semakin bertambah, jurang kaya-miskin tambah

menganga. Rakyat miskin yang “dilumpuhkan” oleh berbagai kebijakan dan struktur

negara, akhirnya harus pula dilindas oleh dunia pendidikan. Hal ini berarti, langsung

tidak langsung, pengelola Negara mengkhianati rakyatnya, si kaya menghisap si

miskin, kaum terpelajar menindas orang-orang yang tidak mampu mengenyam

pendidikan. Berkaitan dengan pernyataan di atas, perlu ditegaskan bahwa masalah

penting dalam dunia pendidikan yang harus terus dibicarakan adalah pergumulan

dua kekuatan tidak terhindarkan, antara kepentingan komersialisasi dengan

kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu judul yang penulis buat sangat menarik untuk

dibahas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penulisan ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dan aplikasi pemenuhan hak rakyat untuk memperoleh

pendidikan Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia saat ini?

2. Bagaimana seharusnya bentuk dan batasan pengaturan yang ada dalam undang-

undang Pendidikan Tinggi?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan dalam penulisan ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan aplikasi pemenuhan hak rakyat untuk

memperoleh pendidikan Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia saat ini.

2. Untuk mencari bentuk dan batasan pengaturan yang ada dalam undang-undang

Pendidikan Tinggi.

Page 6: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Bagi penulis karya tulis ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang

situasi perkembangan pendidikan dan langkah strategis Indonesia dalam

memajukan pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan tinggi.

2. Bagi Akademisi

Bagi akademisi dapat memberikan partisipasi dan dukungan untuk memberikan

sumbangan pemikiran dalam menentukan langkah strategis yang ditempuh oleh

Indonesia dalam memajukan pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan

tinggi.

3. Bagi Pelaku Pendidikan / Masyarakat

Bagi pelaku pendidikan diharapakan dapat memberikan partisipasi dan

bekerjasama yang baik serta memberikan dukungan yang positif dalam setiap

kebijakan pemerintah yang diambil dalam menentukan langkah strategis untuk

memajukan pendidikan di Indonesia.

4. Bagi Pemerintah

Bagi pemerintah karya tulis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam merestrukturisasi suatu kebijakan pengembangan

pendidikan yang berkaitan dengan pengambilan langkah strategis Indonesia.

Page 7: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang Rencana di Bentuknya Undang-Undang Tentang Pendidikan

Tinggi

Hasil-hasil yang telah dicapai oleh system pendidikan tinggi kita adalah

paduan akhir dari seluruh usaha yang telah dilakukan dimasa yang lalu dalam

masa perkembangannya. Bila hasil yang telah dicapai ini dibandingkan dengan

tantangan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi pada masa ini, akan terlihat suatu

perbedaan yang besar antara kemampuan dan tantangan.

Demi laju pembangunan yang diharapkan, maupun tingkat kehidupan

yang kian meningkat sebagai hasil-hasil pembangunan dimasa depan, dapat

diperkirakan bahwa tantangan yang dihadapkan kepada pendidikan tinggi akan

bertambah besar. Dalam menghadapi tantangan ini, berbagai keterbatasan

dihadapi oleh pendidikan tinggi kita, yang bersumber pada perkembangan dimasa

lalu. Guna menangani masalah perbedaan yang besar antara kemampuan dan

tantangan didalam serba keterbatasan dana, fasilitas maupun tenaga kerja, akan

diperlukan suatu rencana kerja serta pelaksanaannya yang tepat sehingga dapat

mendudukan pendidikan tinggi kita dikemudian hari didalam posisi yang sebaik

mungkin terhadap tantangan yang dihadapinya.5

Sejak permulaan orde baru, pemikiran-pemikiran untuk memperbarui

system pendidikan tinggi di Indonesia telah dirintis. Pemikiran ini dituangkan

dalam dokumen yang dikenal dengan “Basic Memoandum Dirjen Perguruan

Tinggi”.6 Dokumen ini mendasari langkah-langkah inovatif yang diambil dan

mempengaruhi perkembangan pendidikan kita hingga sekarang. Dengan

diterapkannya pola pembangunan nasional secara berencana melalui tahapan-

5 DA. Tisna.1982. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang. Jakarta. Hlm 7 6 Ibid. hlm 8

Page 8: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

tahapan pembangunan, yang dikenal dengan REPELITA,7 maka pengembangan

secara berencana pada pendidikan juga pelu dilaksanakan.

Untuk mendukung hal tersebut maka sudah banyak peraturang yang

telah dibuat oleh pemerintah. Mulai dari undang-undang Nomor 20 tahun 2003

tentang sistem pendidikan hingga undang-undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang

Badan Hukum Pendidikan yang sekarang telah di yudisial review oleh Mahkamah

Konstitusi dikarenakan inkonstitusional. Terdapat lima alasan mengapa MK

menggugurkan eksistensi dari undang-undang BHP ini.8

Pertama, UU BHP mempunyai banyak kelemahan baik secara yuridis,

kejelasan maksud dan keselarasan dengan undang-undang lainnya. Kedua, UU

BHP mempunyai asumsi penyelenggara pendidikan di Indonesia mempunyai

kemampuan yang sama, padahal realitasnya setiap perguruan tinggi tidak

mempunyai kemampuan yang sama. Ketiga, pemberian otonom kepada PTN akan

berakibat beragam dan perlu dikaji lebih mendalam, kaena lebih banyak perguruan

tinggi yang tidak mampu menghimpun dana karena terbatasnya pasar usaha ditiap

daerah. Keempat, UU BHP tidak menjamin tercapainya tujuan pendidikan

nasional dan menimbulkan kepastian hokum. Kelima, prinsip nirlaba tak hanya

bias diterapkan dalam BH tapi juga dalam bentuk hokum lainnya. MK dalam

putusannya a quo menyatakan bahwa pendidikan sebagai barang public (public

goods) dan bukan barang privat (private goods).

Pengaruh yudisial dari putusan mahkamah konstitusi ini sangat luas.

Peraturan perundang-undangan, baik dalam bentuk peraturan pemerinah (PP)

ataupun peratuan menteri yang dibentuk mengacu pada UU Nomor 9 Tahun 2009

harus direvisi atau bahkan dicabut, baik yang mengenai Badan Hukum Pendidikan

Pemerintah (BHPP), Badan Hukum Pendidikan Daerah (BHPD) ataupun Badan

Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) yang mengacu pada undang-undang

Badan Hukum Pendidikan harus dicabut atau direvisi.

7 REPELITA yang merupakan singkatan dari Rencana Pembangunan Lima Tahun yang merupakan

program dari Orde Baru saat Soeharto menjadi presiden beserta usulan dari para ekonom-ekonom saat itu. Pembangunan secara bertahap dari Repelita 1 hingga terakhir menyumbangkan pembangunan yang sinergis di Indonesia. 8 Suharizal, 2011. Formulasi Undang-Undang BHP. Jurnal Dinamika Hukum, Vol.10/No.3 hlm. 2

Page 9: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penge lolaan dan

Penyelengg-araan Pendidikan meng atur secara khusus menyangkut Perguruan

Tinggi sebagai badan hukum. Walaupun PP Nomor 17 Tahun 2010 tidak

merujuk kepada UU Nomor 19 Tahun 2009, namun secara materi bertentangan

dengan tafsiran badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud oleh hakim

MK dalam dua putusan, yakni; putusan Nomor 021/PUUIV/2006 pada 22

Februari 2007, dan Putusan MK Nomor 11-14-21-126 dan 136/PUU VII/2009

tanggal 31 Maret 2010. sehingga PP Nomor 17 Tahun 2010 menjadi bagian yang

harus direvisi.

Walaupun dalam perjalanannya pengembangan pendidikan di Indonesia

mempunyai banyak halangan, akan tetapi pengembangan system pendidikan tetap

harus dilanjutkan. Pada dasarnya mengelola perubahan dari peraturan satu menuju

peraturan berikutnya yang diinduksikan terarah akan memerlukan waktu, perlu

pula perhatian bahwa pendidikan tinggi tetap hasrus memberikan karya-karyanya.

Untuk menuju system pendidikan tinggi nasional dikemudian hari secara nyata,

pendidikan tinggi harus menghadapi tiga proses secara bersamaan, yaitu9 (1)

Proses perubahan menuju Sistem Pendidikan TInggi Nasional yang digariskan, (2)

Proses meningkatkan kemampuan untuk mencapai hasil karya yang lebih baik (3)

Proses pertumbuhan untuk mampu menghadapi tantangan-tantangan yang

meningkat setiap tahunnya.

Oleh karena itu, pemerintah yang berkewajiban menjalankan konstitusi

harus terus meningkatkan system pendidikan tinggi. Untuk meningkatkan itu

diperlukan sebuah peraturan yang dapat mengatur dan memberi kewenangan

pemerintah. Dalam hal ini sangat urgent dibentuk sebuah peraturan baru pengganti

undang-undang BHP yang dapat mengakomodir kepentingan semua pihak

terutama masyarakat kurang mampu, sehingga dibuatlah rancangan undang-

undang Pendidikan Tinggi ini.

9 DA. Tisna.1982. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang. Jakarta. Hlm 7

Page 10: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

2.2 Politik Hukum Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi

Salah satu pendapat terkait politik hokum adalah pendapat dari mantan

Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Teuku M. Radhie, yang

dimaksud dengan politik hukum adalah “hukum apa dan bagaimana yang akan

mengatur tata kehidupan masyarakat, bersumber pada politik hukum”.10 Sedang

politik hukum dalam penulisan ini adalah politik hukum tentang isi hukum pada

Rancangan undang-undang (RUU) tentang Pendidikan Tinggi. RUU ini menuai

banyak kritikan karena dari Mahasiswa dan organisasi masyarakat peduli

pendidikan, mereka menuntut pembatalan pengesahan Rancangan Undang-undang

perguruan tinggi (RUU PT). Sebab, RUU PT ini mengancam hak rakyat atas

pendidikan.

Dapat dikatakan, politik hukum Rancangan undang-undang (RUU)

tentang Pendidikan Tinggi sangat berpihak pada pemerintah, eksploratif dan

berpihak kepada kapitalisme dan jauh dari memperhatikan HAM.11 Lebih jauh,

UU ini belum sejalan dengan semangat mewujudkan hukum yang berkemanusiaan

yang adil dan beradab, dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,

sehingga belum responsif. Bahkan menurut hemat penulis pula, sangat

disayangkan apabila memang terbukti benar bahwa hukum ini extra

konstitusional, karena melanggar prinsip pasal 33 UUD 1945.12

RUU Pendidikan Tinggi jelas bertentangan dengan semangat UUD 1945

yang menghendaki 'Mencerdaskan Kehidupan Bangsa' menjadi tujuan negara,

serta pendidikan sebagai hak yang harus dipenuhi oleh negara kepada rakyat. Baik

yang diatur di dalam UUD 1945, maupun Kovenan Ekonomi, Sosial, dan budaya.

RUU ini juga melanggar prinsip pendidikan untuk semua.13

10

M. Radhie dalam M. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta, 1998, hal 20. 11

Ibid. 12

Ibid, hlm. 49-50. 13

www.edukasi.kompas.com

Page 11: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

Pasal-pasal yang keinginan pemerintah untuk memberi peluang

kapitalisme antara lain di pasal 77 ayat (4) merupakan bentuk privatisasi

perguruan tinggi, yang berbunyi “ Status otonom sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf c merupakan perguruan tinggi yang memiliki otonomi pengelolaan

bidang akademik dan non akademik” Pengaturan dalam Pasal 77 ayat (4) ini,

terutama terkait dengan otonomi non-akademik, termasuk diantaranya otonomi

keuangan, akan memunculkan orientasi bisnis pada perguruan tinggi. Dalam

pasal 52 RUU Pendidikan Tinggi diatur mengenai internasionalisasi, yakni

ketentuan dimana perguruan tinggi di luar negeri dapat mendirikan cabangnya di

Indonesia yang dikhawatirkan akan memberikan dampak negative terhadap

perkembangan perguruan tinggi negeri maupun swasta yang ada di Indonesia.

Oleh karena itu diperlukan sebuah kajian yang lebih mendalam terkait RUU PT

ini agar berpihak kepada rakyat.

Page 12: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Metode Pendekatan

Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan yuridis normatif

atau penelitian hukum doktrinal yang mengkaji subtansi dari peraturan perundang-

undangan.14 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undangan (statute-approach), yaitu dengan menelaah

peraturan perundang-undangan15 yang berkaitan dengan peraturan perundang-

undangan di Indonesia, terutama mengenai peraturan pendidikan dan pendekatan

konsep (conseptual approach), dengan menelaah dan memahami konsep-konsep

pemenuhan mekanisme kontrol peraturan pendidikan di berbagai negara dan di

Indonesia khususnya16.

3.2. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Penelitian ini menggunakan

bahan hukum17, yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, meliputi; Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan ; Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum

Pendidikan;

b. Bahan Hukum Sekunder, meliputi; Rancangan Undang-Undang Tentang

Pendidikan Tinggi, keluaran 22 Februari 2012.

14

Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. ELSAM-

HUMA, Jakarta, 2002, h. 146-147. 15

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, h. 96. 16

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising,

Malang, 2007, h. 391. 17

CFG. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, ALUMNI,

Bandung, 1994, h. 36.

Page 13: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

c. Bahan Hukum Tersier18, yaitu bahan yang memberi petunjuk atau penjelasan

terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, yaitu Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) dan Black`s Law Dictionary.

3.3. Tahapan Penelitian

Penelitian hukum ini, dilakukan melalui tahap-tahap berikut; (a) mencari

dan mengklasifikasikan fakta; (b) mengadakan klasifikasi tentang masalah hukum

yang diteliti; (c) mengadakan analisis hukum atau/dan analisis interdisipliner dan

multidisipliner; (d) menguji hipotesis; (e) menarik kesimpulan; serta (f)

mengajukan saran.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi

dokumen dan studi pustaka. Penulis mengumpulkan data dari perpustakaan dan

pusat riset yang dapat mendukung terbentuknya karya tulis ini. Selain itu

pengumpulan data juga dari internet.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisis bahan hukum dilakukan dengan teknik analisis isi (content

analysis).19 Analisis isi adalah teknik penelitian yang bertujuan untuk mencandra

suatu pesan yang tersirat maupun tersurat. Dalam analisis isi, kandungan asas dan

pasal-pasal relevan telah dipaparkan dan selanjutnya diinterpretasi20 dengan

metode otentik21, komparatif, teleologis dan gramatikal.

18Ibrahim R, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum. Raja Grafindo Persada, 1995, h. 41-43. 19Valerine J.L. Kriekhoff, Analisis Konten dalam Penelitian Hukum: Suatu Telaah Awal,

Kumpulan Bahan Bacaan dalam Penataran Metode Penelitian Hukum yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Cimanggis, 20-30 Juli 1997, h. 85.

20Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Sebuah Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta,

2001, h. 11.

21Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, ALUMNI, Bandung, 2000, h. 11.

Page 14: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

BAB IV

ANALISIS SINTESIS

4.1 Aplikasi Pemenuhan Hak Warga Negara Untuk Memperoleh Pendidikan

Perguruan Tinggi Di Indonesia.

Sejak lahirnya pemerintahan orde baru, pembangunan sector pendidikan

menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Berbagai permasalahan yang

dihadapi dalam berbagai bidang menuntut pemerintah melaksanakan perbaikab

terutama dalam bdang pendidikan. Sejak Repelita I mulai disadari bahwa

pendidikan harus mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan, serta

kemungkinan perkembangan ekonomi dan social sehingga dapat memberi bekal

hidup kepada peserta didik dan memenuhi kebutuhan masyarakat.22 Sesuai dengan

ketetapan MPRS 1966, pendidikan nasional yang berdasarkan atas falsafah negara

pancasila dianggap sebagai upaya investasi nasional yang terwujud dalam investasi

ilmu dan keterampilan.

Salah satu upaya dalam mengaplikasikan ketetapan MPRS tersebut adalah

dengan melakukan perluasan kesempatan belajar. Tujuan paling mendasar dari

pemerataan kesempatan belajar ialah mengurangi kesenjangan social yang

umumnya terjadi dalam masyarakat.Melalui pemerataan kesempatan pendidikan

yang bermutu dan relevan ini maka kesenjangan social dapat dikurangi sejalan

dengan semakin meratanya pendapatan dan kesejahteran masyarakat.

Akan tetapi dalam kenyataannya kesempatan belajar di perguruan negeri

semakin sulit. Walaupun sejak tahun 1945 perguruan tinggi di Indonesia hanya

berjumlah 5 dengan kemudian terus betambah jumlahnya ternyata masih belum

sebanding dengan pertumbuhan jumlah dan kemampuan finansial masyarakat.

22 Wardjiman Djojonegoo, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Lima Puluh Tahun

Perkembangan Pendidikan Indonesia, hlm 149

Page 15: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

Ini terlihat dari data BPS pada Februari 2011, jumlah orang Indonesia

yang bekerja pada Februari 2011 sebanyak 111.3 juta orang dengan komposisi;

a. SD ke bawah : 55.1 juta (49.33%)

b. Diploma : 3.3 juta (2.98%)

c. Sarjana : 5.5 juta (4.99%)

Terlihat dari total jumalh orang Indonesia yang bekerja, hanya 2,98% saja

yang lulusan diploma dan 4,99% saja yang lulusan dari sarjana. Ini

menggambarkan bahwa masih sulitnya kesempatan warga Negara untuk

melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan tinggi. Salah satu penyebab

sulitnya masuk ke perguruan tinggi adalah kapasitas yang tidak memadai seperti

yang dipaparkan oleh DPR bahwa daya tamping 60 Perguruan Tinggi Negeri pada

tahun 2011 sebanyak 110.149 kursi, sedangkan peserta SNMPTN pada tahun 2011

sebanyak 460.611 orang.

Sedikitnya daya tampung PTN bermutu dan terkonsentrasinya di pulau

Jawa belum diperhatikan bagaimana arah kebijakan mengatasinya di RUU PT

terutama bagaimana pemerintah memberdayakan dan meningkatkan kualitas

Perguruan Tinggi di daerah dan tentu sulit melewatiu masa transisi tanpa campur

tangan pemerintah termasuk dalam perihal pembiayaan.

Dengan bertolak dari hasil evaluasi pendidian tinggi, maka system

pendidikan tinggi kita pada saat ini menghadapi berbagai masalah pokok yang

besar, yang perlu ditanggulangi secara berencana.23 Masalah-masalah pokok yang

akan diuraikan dibawah ini akan saling bekaitan satu dengan lainnyadan disadari

sepenuhnya bahwa penyelesaiannya akan memerlukan konsep-konsep yang jelas.

Permasalahan pokok yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :

1. Produktivitas yang rendah

Sarana pendidikan pada umumnya terbatas, bersamaan denan rendahnya

kelancaran pendidikan, dirasakan pula kelemahan dalam aspek relevansi.

23 DA. Tisna.1982. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang. Jakarta. Hlm 28

Page 16: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

Ditinjau dari segi penelitian, maka hasil – hasil yang dicapai pergruan

tinggi pun belum menunjukan pemanfaatan potensi riset yang optimum.

Jumlah hasil penelitian sebagai salah satu pencerminan kegiatan ilmiah

perguruan tinggi dalam periode 4 tahun hanya sekitar 4000 dengan jumlah

gelar doctor yang diberikan dalam periiode yang sama hanya sekitar 77.24

Masalah produktivitas lainnya yang perlu mendapatkan perhatian adalah

dalam hal peningkatan dan pembinaan kegiatan penelitian yang berkaitan

dan menunjang pendidikan.

Hal ini antara lain menunjukan pentingnya kapasitas dan potensi riset yang

dimiliki perguruan tinggi, tidak saja untuk pendidikan tetapi juga untuk

masyarakat dan pembangunan. Perlu kiranya disadari bahwa untuk jangka

waktu yang singkat dimasa yang akan dating untuk sementara kapasitas dan

potensi riset nasional masih akan ditentukan oleh lembaga-lembaga

perguruan tinggi.

2. Keterbatasan daya tamping mahasiswa baru

Dalam studi-studi yang telah dilakukan oleh separtemen pendidikan dan

kebudayaan, yang hasilnya antara lain telah dikemukakan dalam

memorandum akhir jabatan dirjen Pendidian Tinggi tahun 1976 dan

gambaran keadaan Pendidikan tinggi tahun 1975 hingga saat tahun 2011

kita dapat melihat kenyataan ketidak seimbangan antara jumlah permintaan

belajar pada lembaga-lembaga perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa

yang dapat diteima di lembaga perguruan-perguruan tinggi tadi. Ketidak

seimbananan ini disebabkan antara lain karena peningkatan tamatan sekolah

lanjutan atas yang ingin meneruskan pendidikannya disamping terbatasnya

kemampuan dan kapasitas sarana pendidikan yang ada.

Keadaan ini menunjukan urgensi penanganan peningkatan kemampuan

lembaga-lembaga pendidikan untuk memungkinkan tercapainya populasi

mahasiswa yang wajar ditinjau dari segi pertumbuhan permintaan belajar,

24

DA. Tisna.1982. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang. Jakarta. Hlm 32

Page 17: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

maupun dari segi pelayanan, dengan memperhaikan mutu akademis, tenaga,

fasilitas, dan dana yang diperlukan.

3. Kemampuan yang sangat terbatas untuk tumbuh dengan kekuatan

sendiri

Tugas dan peranan lembaga perguruan tinggi sebagai inti pertumbuhan dan

perkembangan (nucleus for growth and development) ini meupakan

tanggung jawab yang berat, yang harus dimulai dengan pertumbuhan dan

pengembangan dalam tubuh lembaga- lembaga perguruan tinggi sendiri.

Perlu dipikirkan cara-caa atau pendekatan untuk memanfaatkan kapasitas

dan potensi lembaga erguruan tinggi untuk tumbuh sendiri, hal ini sangat

penting mengingat keterbatasan pemerintah untuk melaksanakan

pembinaan menyeluuh, akan tetapi dalam hal ini pemerintah juga tidak

boleh melepas tangan untuk membina perguruan tinggi dalam hal akademis

maupun non akademis.

4. Ketidak seimbangan antara kelembagaan perguruan tinggi

Kenyataan menunjukan bahwa kemampuan dan kapasitas untuk tumbuh

dan mengembang initidak merata disemua lembaga perguruan tinggi,

sehingga memerlukan pemikiran-pemikirn dan usaha-usaha yang mantap

untuk mempercepat peningkatan dan pembinaan kemampuan pertumbuhan

dan pengembangan lembaga-lebaga perguuran tinggi.

5. Struktur perbidangan yang kurang meyakinkan

Sebelum membuka suatu jurusan baru tentunya pemerintah harus

menyesuaikan dengan permintaan pasar kerja. Banyak saat ini dengan

beralasan kebutuhan lapangan kerja dibuka pembidangan baru padahal

pasar tidak menghendakinya. Ini menyebabkan banyak pengangguan

sarjana di Indonesia.

Page 18: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

4.2. Analisis Bentuk Dan Batasan Pengaturan Yang Ada Dalam Undang-Undang

Pendidikan Tinggi

Latar belakang dibentuknya rancangan undang-undang ini sudah

dipaparkan pada pembahsan sebelumnya. Secara garis besar digambarkan dalam

konsideran bahwa undang-undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

Melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, negara telah memberikan kerangka yang jelas kepada

Pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang sesuai dengan

amanat Pasal 31 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Meskipun demikian masih memerlukan pengaturan agar pendidikan

tinggi dapat lebih berfungsi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan

teknologi, untuk pemberdayaan dan pembudayaan bangsa.

Sebelum rancangan undang-undang tentang pendidikan tinggi disahkan,

kita perlu mengkajinya lebih mendalam dan komprehensif sehingga nantinya

tidak menimbulkan keresahan saat penerapannya. Analisis secara kompehensif

mulai dari hubungan antara materi muatan hubungannya dengan hukum positif

yang sudah ada, harmonisasi dengan undang-undang terkait dan analisis

permasalahan-permasalahan dalam pasal-pasalnya.

a. Materi muatan dan hubungannya dengan hukum positif yang sudah ada.

Rancangan Undang-Undang ini memuat asas-asas yang dijawantahkan dalam

rumusan norma, asas yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. kebenaran ilmiah;

b. penalaran;

c. kejujuran;

d. keadilan;

e. manfaat;

f. kebajikan;

Page 19: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

g. tanggung jawab;

h. kebhinnekaan; dan

i. keterjangkauan.

Penyebutan kebenaran ilmiah sebenarnya di dalamnya sudah termasuk

kebenaran penalaran. Oleh sebab itu, agar lebih relevan dengan karakteristik

bangsa Indonesia, yaitu sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,

maka seharusnya mengakui kebenaran religi. Atas dasar pandangan itu, maka

kebenaran penalaran diganti dengan kebenaran religi. Selain itu ternyata

terdapat bebeapa pasal yang sangat penting yang dipermalahkan oleh

masyarakat. Yaitu terkait (1) bagian dasar hukum, (2) Otonomisasi

pendidikan, (3) Alokasi anggaran untuk mahasiswa, (4) Spirit NKK/BKK

dalam RUU Pendidikan Tinggi, (5) Internasionalisasi dalam RUU Pendidikan

Tinggi, dan (6) Tenaga Kependidikan.

Page 20: Kajian Kritis Rancangan Undang-undang Pendidikan Tinggi

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. kesempatan belajar di perguruan negeri semakin sulit. Walaupun sejak tahun

1945 perguruan tinggi di Indonesia hanya berjumlah 5 dengan kemudian terus

betambah jumlahnya ternyata masih belum sebanding dengan pertumbuhan

jumlah dan kemampuan finansial masyarakat. Dengan bertolak dari hasil

evaluasi pendidian tinggi, maka system pendidikan tinggi kita pada saat ini

menghadapi berbagai masalah pokok yang besar, yaitu (1) Produktivitas

Rendah, (2) Keterbatasan Daya Tampung Mahasiswa, (3) Belum mampu untuk

tumbuh dengan kekuatan sendiri, (4) Ketidak seimbangan antara lembaga

perguruan tinggi, (5) Struktur pembidangan yang kurang meyakinkan

2. Terdapat beberapa pasal yang sangat penting yang dipermalahkan oleh

masyarakat. yaitu terkait (1) bagian dasar hukum, (2) Otonomisasi pendidikan,

(3) Alokasi anggaran untuk mahasiswa, (4) Spirit NKK/BKK dalam RUU

Pendidikan Tinggi, (5) Internasionalisasi dalam RUU Pendidikan Tinggi, dan

(6) Tenaga Kependidikan.

5.2 Saran

1. Seyogyanya yang menjadi pembahasan negara adalah pemenuhan hak warga

Negara untuk mendapatkan pendidikan hingga kejenjang pendidikan tinggi.

2. Seyogyanya Pemerintah bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya

untuk menjalankan dan mengembangkan system pendidikan sehingga mutu

sumber daya manusia Indonesia dapat bersaing secara global.

3. Seyogyanya Pemerintah memperketat pengawas dan evaluasi berkala terhadap

jalannya system pendidikan terutama setelah undang-undang pendidikan tinggi

disahkan.