Upload
doanbao
View
291
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI
KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR
SKRIPSI
MARIA ANGELINA PUSPITASARI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
MARIA ANGELINA PUSPITASARI. D14204058. 2008. Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Epi Taufik, S.Pt., MVPH
Susu merupakan salah satu produk primer ternak perah yang merupakan sumber protein berkualitas tinggi. Susu memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka terhadap pengaruh fisik maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk menghasilkan susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Kerusakan susu dapat disebabkan oleh faktor kebersihan, suhu dan kecepatan dan ketepatan dalam penanganannya, sehingga dalam proses produksinya, penting untuk diterapkan Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) dengan baik dan benar pada peternakan dan koperasi produsen susu.
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juli sampai Agustus 2007 dan dilanjutkan pada bulan Maret sampai April 2008 dengan melakukan kajian penerapan GFP dan GHP pada beberapa sampel peternakan anggota Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA). Pengambilan data dengan wawancara dan observasi dilakukan dengan alat bantu kuisioner yang berpedoman pada Guide to good farming practices for animal production food safety (Office International des Epizooties, 2006) dan Guide to good dairy farming practice (International Dairy Federation Food– Agriculture Organization of the United Nations, 2004). Kajian ini dibagi dalam lima aspek yang mempunyai porsi yang sama penting yaitu (a) bangunan dan fasilitas peternakan, (b) manajemen pakan, (c) sumberdaya manusia (SDM), (d) proses pemerahan, dan (e) manajemen peternakan. Kegiatan magang di lokasi penelitian juga dilaksanakan dengan metode kerja partisipatif. Magang penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan GFP yang terkait dengan GHP pada KSUJA Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur sebagai salah satu koperasi pemasok susu segar bagi PT Nestlé Indonesia.
Hasil kajian penerapan GFP dan GHP pada peternakan KSUJA yaitu bahwa aspek bangunan dan fasilitas peternakan dalam GFP dan GHP masih sangat kurang diterapkan oleh sebagian besar (37,93%) peternak. Terdapat 55,17% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan. Sebanyak 51,72% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada aspek SDM. Hampir setengah dari jumlah peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada proses pemerahan. Manajemen peternakan yang dilaksanakan oleh 44,83% peternak masih sangat kurang sesuai dengan syarat GFP dan GHP.
Sebanyak 13,79% peternak KSUJA cukup menerapkan kelima aspek penting GFP dan GHP, sedangkan sebanyak 82,76% dan 3,45% peternak masing-masing masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan GHP di peternakannya. Penerapan GFP dan GHP pada suatu peternakan dapat mempengaruhi susu secara langsung pada kualitas mikrobiologisnya. Berdasarkan hasil uji TPC dari PT Nestlé Indonesia, kualitas mikrobiologis susu dari peternak KSUJA masih melampaui batas jumlah total kuman maksimal dari SNI 01-3141, bersesuaian dengan mayoritas peternak (82,76%) yang kurang menerapkan GFP dan GHP di peternakannya.
Kata-kata kunci : Good Farming Practices (GFP), Good Hygienic Practices (GHP), kualitas susu, KSU Jaya Abadi, PT Nestlé Indonesia
ABSTRACT
Evaluation of Implementation of Good Farming Practices (GFP) and Good Hygienic Practices (GHP) in KSU Jaya Abadi Blitar East Java
Puspitasari, M. A. , R. R. A. Maheswari, E. Taufik
Milk is one of the primary animal products that contain very high quality of nutrients. Perishability of raw milk should encourage farmers as producers to apply Good Farming Practices (GFP) and Good Hygienic Practices (GHP) in their dairy farms. Interview and observation have been done to 29 sample farmers in KSU Jaya Abadi (KSUJA) in Blitar East Java. KSUJA is one of raw milk suppliers for PT Nestlé Indonesia in Kejayan, Pasuruan East Java. The questionnaire was used as tool for observation and interview process. The construction of questionnaire was based on Guide to good farming practices for animal production food safety (Office International des Epizooties, 2006) and Guide to good dairy farming practice (International Dairy Federation Food-Agriculture Organization of the United Nations, 2004). Five important aspects of GFP and GHP have been evaluated i.e. (a) farm building and facilities, (b) feed management, (c) human resources, (d) milking management, and (e) farm management. The results showed that the majority of the farmers (82.76%) had less implemented of GFP and GHP aspects in their dairy farming practices. This condition associated with low microbiological quality of the milk based on Total Plate Count (TPC) test results from PT Nestlé Indonesia. Keywords: Good Farming Practices (GFP), Good Hygienic Practices (GHP), milk
quality, KSU Jaya Abadi, PT Nestlé Indonesia
KAJIAN PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI
KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR
MARIA ANGELINA PUSPITASARI
D14204058
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KAJIAN PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI
KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR
Oleh
MARIA ANGELINA PUSPITASARI D14204058
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2008
Pembimbing Utama Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595
Pembimbing Anggota Epi Taufik, S.Pt., MVPH NIP. 132 258 289
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1986 di Banyuwangi. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Albertus Djoko
Triastadi, B.Sc. dan Ibu Johanna Peni Prijanti, S.Ag.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TKK Santa Maria
Banyuwangi pada tahun 1992. Tahun pertama penulis di sekolah dasar dilalui penulis
di SDK Santa Maria Banyuwangi. Tahun kedua sampai tahun keenam dilalui penulis
di SDK Santa Maria Kediri. Pendidikan menengah pertama diselesaikan penulis pada
tahun 2001 di SLTP Katolik Putri Kediri dan dilanjutkan ke pendidikan menengah
atas di SMU Negeri I Kediri yang diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima di
program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
pada tahun yang sama melalui jalur USMI.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif menjadi anggota Keluarga
Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI), pengurus Himpunan Profesi Produksi Ternak
(HIMAPROTER) pada tahun 2005–2006. Penulis juga menjadi anggota aktif
organisasi ekstra kampus yaitu PMKRI Cabang Bogor Santo Joseph a Cupertino.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan
judul Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices pada
KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
senantiasa melimpahkan kasihNYA, serta penyertaan Bunda Maria sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Penerapan Good Farming
Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) pada KSU Jaya Abadi
Kabupaten Blitar Jawa Timur” sebagai salah satu syarat kelulusan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian ini berupa kajian penerapan GFP dan GHP pada peternakan di
Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon,
Kabupaten Blitar Jawa Timur. Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA)
merupakan salah satu pemasok susu segar bagi Industri Pengolahan Susu (IPS) PT
Nestlé Indonesia. Susu memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka
terhadap pengaruh fisik maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk
menghasilkan susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Penerapan GFP dan
GHP pada suatu peternakan dapat mempengaruhi susu secara langsung pada kualitas
mikrobiologisnya. Kajian ini dibagi dalam lima aspek yang mempunyai porsi yang
sama penting yaitu (a) bangunan dan fasilitas peternakan, (b) manajemen pakan, (c)
sumberdaya manusia (SDM), (d) proses pemerahan, dan (e) manajemen peternakan.
Penerapan GFP dan GHP diperlukan agar mutu susu terjaga baik sehingga dapat
tercapai keamanan pangan bagi konsumen.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan adanya saran dan
kritik yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN …….....……………………………………………………… i
ABSTRACT……...……………….....……………………………………… ii
RIWAYAT HIDUP……………....…………………………………………. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI…………………………………...…………………………… v
DAFTAR TABEL........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix
PENDAHULUAN........................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 4
Susu Segar........................................................................................... 4 Kualitas Susu....................................................................................... 4 Komponen Susu …………………………………………………… 6 Good Farming Practices (GFP)…………………………………...... 7 Good Hygienic Practices (GHP)……………………………………. 7 Bangunan dan Fasilitas Peternakan .................................................... 10 Manajemen Pakan............................................................................... 11 Sumberdaya Manusia (SDM).............................................................. 12 Manajemen Kesehatan Pemerahan ..................................................... 13 Manajemen Peternakan....................................................................... 15 Keamanan Pangan............................................................................... 16
METODE........................................................................................................ 17
Lokasi dan Waktu ............................................................................... 17 Materi.................................................................................................. 17 Prosedur............................................................................................... 17
Strategi Pengambilan Sampel ................................................. 25 Penentuan Jumlah Sampel ...................................................... 25
KEADAAN UMUM KOPERASI SERBA USAHA JAYA ABADI............. 26
Sejarah Perkembangan KSU Jaya Abadi ............................................ 26 Letak dan Kondisi Geografis KSU Jaya Abadi .................................. 26 Kepengurusan KSU Jaya Abadi.......................................................... 27 Penerimaan Susu Segar di KSU Jaya Abadi....................................... 28 Pengiriman Susu Segar ke Industri Pengolahan Susu PT Nestlé Indonesia ............................................................................ 28
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................... 29
Bangunan dan Fasilitas Peternakan .................................................... 30 Manajemen Pakan............................................................................... 36 Sumberdaya Manusia (SDM)……………………………………….. 40 Proses Pemerahan ……………………………………....................... 44 Manajemen Peternakan....................................................................... 49 Karakteristik Peternak KSUJA............................................................ 52 Penanganan dan Pendinginan Susu..................................................... 55 Mutu Susu Sapi Asal Peternak KSUJA .............................................. 56
KESIMPULAN............................................................................................... 63
Kesimpulan ......................................................................................... 63 Saran.................................................................................................... 63
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66
LAMPIRAN.................................................................................................... 68
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Karakteristik dan Syarat Mutu Susu Segar ...................................... 5
2. Proporsi Komposisi Utama Susu………………………………….. 6
3. Pembobotan Kuisioner dan Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices …………………………………………. 18
4. Hasil Kajian Penerapan GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan kepada 29 Peternak Sampel ...................... 31
5. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan .................................................. 36
6. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan kepada 29 Peternak Sampel.............................................................. 36
7. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan ................................................................. 40
8. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM) kepada 29 Peternak Sampel.............................................................. 40
9. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumber Daya Manusia .......................................................... 43
10. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan kepada 29 Peternak Sampel.............................................................. 43
11. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan ................................................................. 47
12. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan kepada 29 Peternak Sampel ............................................................. 49
13. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan ......................................................... 51
14. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP dalam Seluruh Aspek yang Dikaji ................................................... 51
15. Pengalaman Peternak KSUJA dalam Beternak Sapi Perah ............. 52
16. Tingkat Pendidikan Peternak KSUJA .............................................. 52
17. Pekerjaan Peternak KSUJA Selain Beternak Sapi Perah ................. 53
18. Alasan Peternak untuk Memelihara Sapi Perah ............................... 54
19. Kendala yang Sering Dirasakan oleh Peternak KSUJA ................... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Peta Wilayah Kecamatan Sanankulon……...................................... 26
2. Struktur Organisasi KSU Jaya Abadi …………………………….. 27
3. Contoh Kandang Milik Peternak KSUJA dengan Sirkulasi Udara yang Baik ............................................................................... 30
4. Sisa Pakan dalam Palungan yang Sulit Dibersihkan ........................ 32
5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan Peternak KSUJA untuk Pemerahan.............................................................................. 33
6. Bangunan Kandang Milik Peternak KSUJA .................................... 34
7. Penumpukan Limbah di Sekitar Kandang........................................ 35
8. Tempat Penyimpanan Pakan Milik Peternak KSUJA...................... 38
9. Grafik Produksi Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia ........... 56
10. Grafik Frekuensi Pengiriman Susu Tiap Bulan ke PT Nestlé Indonesia.......................................................................... 57
11. Kandungan Protein Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia...... 57
12. Kandungan Lemak Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia ...... 58
13. Kandungan Bahan kering Tanpa Lemak (SNF) Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia....................................................... 59
14. Kandungan Total Solid Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia......................................................................... 59
15. Jumlah Total Bakteri /ml Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia……………………………………………….. 60
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuisioner Peternak............................................................................ 69
2. Hasil Analisa Komposisi Bahan Pakan Ternak (Analisa Proximate) Konsentrat Sinar Jaya Merah oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur.............................. 76
3. Definisi Operasional Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices….. 77
4. Standar Operational Procedures (SOP) Pemerahan dan Penanganan Susu di Peternakan KSUJA……………………... 93
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan salah satu produk primer ternak perah yang merupakan
sumber protein berkualitas sangat baik dan merupakan potensi pangan yang dapat
menjadi faktor penentu kualitas sumberdaya manusia (SDM) nasional yang
kompetitif. Susu sebagai bahan pangan hasil ternak di era pasar bebas, dituntut dalam
jaminan keamanan dan kualitasnya agar dapat bersaing di pasar global. Susu
memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka terhadap pengaruh fisik
maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk menghasilkan susu yang
Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Kerusakan susu banyak disebabkan oleh
faktor kebersihan, suhu, kecepatan dan ketepatan dalam penanganannya, sehingga
dalam proses produksinya, penting untuk diterapkan Good Farming Practices dan
Good Hygienic Practices dengan baik dan benar pada peternakan dan koperasi
produsen susu.
Good Farming Practices (GFP) merupakan pedoman tata cara beternak yang
baik dan benar. Aplikasi GFP pada peternakan sapi perah dikenal dengan Good
Dairy Farming Practices (GDFP), untuk kepentingan studi ini istilah GFP
dimaksudkan sebagai tata cara beternak sapi perah yang baik dan benar. Penerapan
GFP penting dilakukan bersama dengan Good Hygienic Practices (GHP) yang
merupakan tata cara sanitasi yang baik untuk menghasilkan susu, yang menuntut
suatu peternakan menerapkan syarat-syarat cara beternak yang baik untuk
menghasilkan kualitas bahan baku hasil ternak yang higiene, kaya nutrisi, dan aman
untuk dikonsumsi. Good Hygienic Practices yang diterapkan pada peternakan sapi
perah di dalamnya mencakup Good Milking Practices, Good Handling Practices,
serta Good Transportation Practices.
Good Milking Practices merupakan prosedur yang mengatur pemerahan
untuk menghindarkan semaksimal mungkin kontaminasi yang dapat menurunkan
kualitas air susu yang dihasilkan, karena proses pemerahan adalah salah satu tahap
yang memungkinkan susu dapat dengan mudah tercemar jika tidak dilakukan dengan
baik dan benar. Selain itu proses pemerahan yang sesuai dengan GMP akan menjaga
bahaya timbulnya penyakit mastitis pada ternak. Langkah berikutnya setelah
pemerahan adalah penanganan produk pasca panen yaitu susu. Good Handling
Practices penting dilaksanakan agar penanganan susu dilakukan secara tepat dan
dapat mempertahankan mutu susu terutama secara fisik dan mikrobiologis sebelum
diolah lebih lanjut. Prinsip utama dari penerapan Good Handling Practices adalah
menghindarkan semaksimal mungkin kontaminasi air susu atau bahan pangan
dengan lingkungan terutama dari pengaruh suhu yang tinggi dan segera
menempatkan susu dalam ruang berpendingin untuk menjaga kualitasnya.
Susu yang segera didinginkan lalu dikirim ke koperasi atau ke industri
pengolahan susu dengan menerapkan Good Transportation Practices. Good
Transportation Practices penting diterapkan untuk mempertahankan kualitas susu.
Susu panas harus segera didinginkan atau disetorkan kepada unit pendingin di
koperasi. Susu yang telah didinginkan dikirim kepada industri pengolahan susu
dengan menggunakan peralatan transportasi yang khusus yaitu berpendingin untuk
mempertahankan suhu susu agar tidak meningkat selama perjalanan. Penerapan
sistem rantai dingin dalam penanganan pasca panen susu sangat penting karena sifat
produk yang amat mudah rusak oleh pengaruh suhu lingkungan yang tinggi,
sehingga sebaiknya susu tidak diekspos terlalu lama pada suhu ruang.
Hasil kajian dari BSN yang bekerja sama dengan Departemen Pertanian
tentang penerapan SNI Susu Segar nomer 01-3141 tahun 1998 di Jawa Timur (BSN,
2007) yaitu hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa mutu susu dari peternak
masih cukup baik, tetapi berangsur-angsur menurun setelah penanganan dari
peternak sampai IPS, dapat terlihat bahwa ada permasalahan dari penanganan susu
pasca panen yang dilakukan peternak selama ini. Pengetahuan peternak terhadap
sanitasi dan hygiene sebenarnya sudah cukup baik, tetapi kesadaran untuk
menerapkan dalam praktek masih sangat rendah. Peralatan penanganan dan
pengangkutan yang tidak dijaga kebersihannya, memicu tingginya kontaminasi
kuman dan bakteri pada susu.
Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA) memiliki sektor usaha utama
salah satunya adalah produksi susu segar. Sektor utama ini memiliki beberapa unit
pendingin atau cooling unit untuk mendinginkan susu segar yang ditampung dari
peternak sapi perah di sekitar daerah tersebut sebelum disetorkan kepada industri
pengolahan susu (IPS) yaitu PT Nestlé Indonesia yang terletak di Kejayan, Pasuruan,
Jawa Timur.
Kantor pusat Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi terletak di desa Bendosari,
Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu
koperasi penyetor susu segar bagi PT Nestlé Indonesia. Oleh sebab itu penerapan
GFP dan GHP menjadi hal yang sangat penting bagi KSUJA.
Penerapan GFP bersama dengan GHP pada peternakan sapi perah sangat
penting untuk dilaksanakan karena merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan
jaminan mutu susu segar yang dihasilkan. Selanjutnya, sebagai wujud nyata dari
adanya penerapan ini adalah terbentuknya suatu manual mutu, yaitu semacam
pedoman Standard Operational Procedure (SOP) untuk melaksanakan peternakan
sapi perah yang baik, baik dalam skala rakyat maupun industri.
Tujuan
Umum
Tujuan umum dari magang penelitian ini untuk memperoleh pengalaman
bekerja di lapangan dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan pegawai
koperasi yang berada dalam sektor penghasil susu segar, mengetahui keadaan
lapangan dalam dunia kerja secara nyata, meningkatkan wawasan dan ketrampilan,
serta mengaplikasikan materi yang didapat untuk melakukan observasi, analisa, dan
pemecahan masalah yang terdapat dalam suatu bidang usaha peternakan, khususnya
peternakan sapi perah.
Khusus
Magang penelitian ini memiliki tujuan secara khusus yaitu untuk mengkaji
penerapan Good Farming Practices (GFP) yang terkait dengan Good Hygienic
Practices (GHP) pada KSUJA terutama pada aspek (a) bangunan dan fasilitas
peternakan, (b) manajemen pakan, (c) sumberdaya manusia (SDM), (d) proses
pemerahan, dan (e) manajemen peternakan.
TINJAUAN PUSTAKA
Susu Segar Badan Standarisasi Nasional (1998) dalam ketentuannya yang tercantum dalam
SNI 01-3141 menerangkan bahwa susu segar adalah susu murni yang belum mendapat
perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu
murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh
dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau
ditambah sesuatu apapun.
Rahman et al. (1992) menjelaskan bahwa susu dapat berasal dari berbagai jenis
dan spesies hewan mamalia. Susu tersebut meskipun pada umumnya mengandung
unsur-unsur atau komponen yang sama, namun bervariasi dalam komposisi dan sifat-
sifat fisiknya. Buckle et al. (1987) menjelaskan bahwa jumlah setiap komponen susu
bergantung pada spesies, waktu pemerahan, umur sapi, kesehatan ternak, pakan, dan
kondisi lingkungan seperti iklim dan masa laktasi.
Pertumbuhan mikroba pada susu dapat mempengaruhi karakteristik susu,
misalnya pembentukan asam, pembentukan gas, proteolisis, pelendiran, perubahan
lemak, produksi alkali serta perubahan cita rasa dan warna (Rahman et al. 1992). Susu
merupakan hasil utama pada usaha sapi perah rakyat. Susu yang dihasilkan harus
memenuhi syarat HAUS yaitu Halal, Aman, Utuh, dan Sehat. Susu sapi yang HAUS
dapat dihasilkan jika manajemen kesehatan pemerahan diterapkan. Usaha yang harus
dilakukan dalam manajemen kesehatan pemerahan meliputi tindakan sebelum dan
sesudah pemerahan, serta pada saat pemerahan, yang memiliki tujuan untuk
mendapatkan susu yang HAUS, memelihara kesehatan ambing, serta meningkatkan
produksi susu secara optimal (Hidayat et al., 2002)
Kualitas Susu Kualitas susu merupakan nilai penting dalam peternakan modern penghasil susu,
karena sistem pemberian harga susu berdasarkan pada kualitas susu, dan konsumen
menginginkan kualitas yang tinggi dan keamanan susu yang dipasarkan. Kualitas susu
merupakan faktor penentukan harga produk dalam pengolahan susu. Faktor resiko yang
mungkin terkait dengan susu merupakan beberapa karakteristik peternakan, yaitu
kesehatan ternak, sistem pemerahan yang otomatis, kebersihan dan pendinginan,
bangunan, manajemen, dari peternakan dan kehigienisan dari peternakan (Meijering et
al., 2004). Karakteristik dan syarat mutu susu segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karateristik dan Syarat Mutu Susu Segar
No. Karakteristik Syarat
1. Berat jenis (pada suhu 27,50C) minimal
1,0280
2. Kadar lemak minimal
3,0%
3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimal
8,0%
4. Kadar protein minimal
2,7%
5. Warna, rasa, bau dan kekentalan
Tidak ada perubahan
6. Derajat asam
6-7 °SH
7. Uji alkohol (70%)
Negatif
8. Uji katalase minimal
3 cc
9. Angka refraksi
36-38
10. Angka reduktase
2-5 jam
11. Cemaran mikroba maksimal: • Total kuman • Salmonella • E. coli (patogen) • Coliform • Streptococcus group B • Staphylococcus aureus
1 x 106 CFU/ml
Negatif Negatif 20/ml
Negatif 1 x 102/ml
12. Jumlah sel radang maksimal
4 x 105/ml
13. Cemaran logam berbahaya maksimal: • Timbal (Pb) • Seng (Zn) • Merkuri (Hg) • Arsen (As)
0,3 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm
14. Residu: • Antibiotika • Pestisida/ insektisida
Sesuai dengan aturan yang
berlaku
15. Kotoran dan benda asing
Negatif
16. Uji pemalsuan
Negatif
17. Titik beku
-0,520°C s/d –5,60°C
18. Uji peroxidase Positif Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1998)
Kualitas susu yang baik dapat memuaskan konsumen, sebaliknya kualitas susu
yang buruk bahkan dapat menghilangkan nyawa konsumennya. Kualitas susu yang baik
hanya dapat diperoleh produsen susu (peternak) dengan memberikan perhatian secara
khusus pada beberapa faktor yaitu kesehatan ternak, kebersihan ternak, kebersihan
peralatan, pendinginan dan penyimpanan susu yang tepat, menjaga kebersihan kandang
dan rumah susu, dan kontrol terhadap serangga. Masalah kesehatan ternak yang paling
mempengaruhi kualitas susu dan rasa susu adalah mastitis. Kebersihan fasilitas dan
ternak, tempat dilaksanakan pemerahan yang kompak dan kokoh, serta pendinginan
dengan cepat merupakan elemen yang mendasar untuk memperoleh kualitas susu yang
baik (Ensminger dan Tyler, 2006).
Komponen Susu
Alfa-Laval (1990) menjelaskan bahwa kuantitas komposisi utama susu dapat
sangat bervariasi berdasarkan jenis dan individu dalam jenis yang sama. Variasi
kandungan nutrisi tersebut dapat dinyatakan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Proporsi Komposisi Utama Susu
Komposisi Utama Susu Keragaman (%) Nilai Rata-Rata (%)
Air
85,5 – 89,5
87,5
Total Bahan Kering 10,5 – 14,5 13,0 Lemak 2,5 – 6,0 3,9 Protein 2,9 – 5,0 3,4 Laktosa 3,6 – 5,5 4,8 Mineral 0,6 – 0,9 0,8 Sumber : Alfa-Laval (1990)
Bath et al. (1985) menyatakan bahwa lemak susu dan protein adalah kandungan
dalam susu yang sering berubah-ubah kadarnya. Kadar laktosa relatif konstan yaitu
berkisar 5% dan mineral berkisar 0,7%. Harga susu lebih dari 80 tahun ditentukan
berdasarkan kadar lemak yang sering bervariasi dalam susu.
Ondarza (2001) menjelaskan bahwa banyak produk olahan susu yang dibuat dari
susu yang memiliki kandungan komposisi susu yang tinggi, sehingga industri
pengolahan susu membeli dengan harga yang lebih tinggi. Setiap pembeli (IPS) berbeda
dalam menentukan harga berdasarkan kadar lemak dan protein dari susu. Seringkali
perubahan nutrisi akan meningkatkan produksi susu, lemak susu dan proteinnya, tetapi
persentase protein dan lemak susu akan relatif tetap atau bahkan turun. Sebanyak 50%
lemak susu dibuat dari asam lemak rantai pendek, khususnya asetat dan butirat.
Keduanya diproduksi di rumen saat fermentasi serat. Fermentasi serat yang baik
diperoleh dari pakan yang kecernaannya tinggi, kontrol pH rumen, mengontrol kadar
lemak yang ada di dalam rumen (<5%) dan menyediakan jumlah nitrogen dan asam
amino dalam rumen. Sebanyak 50% lemak susu dibuat dari asam lemak rantai panjang
yang berasal dari lemak punggung, lemak dari pakan, dan mikroba.
Good Farming Practices (GFP)
Good Farming Practices (GFP) menurut Department of Agriculture, Food and
Rural Development Irlandia (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang
memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan
ternak. Good Farming Practices (GFP) juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku
di lingkungan, hygiene atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi dan registrasi
ternak serta kesehatan ternak. Aspek-aspek utama dalam GFP yaitu manajemen nutrisi,
manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat
liar, pemeliharaan batas peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang
berhati-hati, perlindungan situs-situs bersejarah, pemeliharaan penampakan visual
peternakan dan lingkungannya, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak,
hygiene atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang dan penggunaan obat
hewan yang bertanggung jawab, dan pengetahuan peternak tentang GFP.
Menurut Office International des Epizooties (OIE) (2006) terdapat enam aspek
penting dalam peternakan sapi perah yang harus dilaksanakan yaitu memperhatikan
bangunan dan fasilitas lain, daerah sekitar dan kontrol terhadap lingkungan, kondisi
kesehatan ternak, pakan ternak, air untuk ternak, obat-obat hewan, dan manajemen
peternakan.
International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The
United Nations (IDF/FAO) (2004) menyatakan bahwa untuk memperoleh susu yang
aman dari suatu peternakan sapi perah, maka ada lima bagian besar yang perlu
diperhatikan dan dipenuhi yaitu kesehatan ternak, pemerahan yang higienis, pakan
ternak, kesejahteraan ternak, dan lingkungan peternakan.
Good Hygienic Practices (GHP)
Menurut IDF/FAO (2004) susu harus diperah dan disimpan dalam kondisi yang
higienis. Peralatan yang digunakan untuk memerah susu harus tersedia dan dirawat
dengan baik. Pemerahan adalah aktivitas yang terpenting dalam peternakan sapi perah.
Konsumen menuntut standar kualitas yang tinggi, sehingga tujuan manajemen
pemerahan adalah untuk meminimalisasi kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi.
Manajemen pemerahan hendaknya meliputi semua aspek dari proses pemerahan secara
cepat dan efektif sekaligus memastikan kesehatan sapi dan kualitas dari susunya.
Konsistensi pelaksanaan prosedur pemerahan yang baik adalah bagian yang penting
dalam pelaksanaan Good Agricultural Practices (GAP) untuk pemerahan. Good
Agricultural Practices merupakan petunjuk penting beserta deskripsinya untuk
memastikan pemerahan dan penyimpanan susu dilakukan dalam kondisi yang higienis,
dan peralatan yang digunakan dalam pemerahan dan penyimpanan susu harus dalam
kondisi yang terawat baik.
International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The
United Nations (IDF/FAO) (2004) juga menjelaskan bahwa tujuan GAP untuk
pemerahan yaitu (a) memastikan pemerahan yang rutin dan tidak menyebabkan cedera
pada sapi atau menambah kontaminasi pada susu, (b) memastikan pemerahan dalam
kondisi yang higienis, dan (c) memastikan susu ditangani dengan seperlunya setelah
pemerahan. Pemerahan harus dilaksanakan secara rutin dengan metode yang tidak
menyebabkan cedera pada sapi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengenali sapi secara
individual (dengan menggunakan tanda pengenal pada sapi), menyiapkan kondisi dan
peralatan yang diperlukan untuk pemerahan, memastikan teknik pemerahan yang
konsisten, memisahkan susu dari sapi yang sehat dengan susu dari sapi yang sakit atau
dalam masa perawatan, menggunakan dan merawat peralatan pemerahan dengan tepat
dan baik, serta memastikan adanya suplai air bersih yang cukup. Pemerahan harus
dipastikan dilaksanakan dalam kondisi yang higienis, yaitu dengan menjaga kandang
dan lingkungannya selalu bersih setiap saat, memastikan terjaganya kebersihan di area
pemerahan dan memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi. Penanganan susu
hasil pemerahan yang higienis harus dilakukan dengan tepat. Tindakan-tindakan yang
harus dilakukan yaitu dengan mendinginkan susu dengan cepat, dan dilakukan di area
yang bersih. Peralatan yang digunakan untuk mendinginkan susu harus memadai. SOP
pemerahan yang telah disusun oleh Hidayat et al., (2002) dapat dijadikan acuan bagi
peternak sapi perah di Indonesia dalam melaksanakan GMP (Lampiran 5).
Lind (2003) menyatakan bahwa mendapatkan standar kebersihan yang tinggi
adalah tujuan terpenting dalam produksi susu, maka saat ini konsumen memberlakukan
diferensiasi harga beli berdasarkan kualitasnya. Kualitas susu dipengaruhi oleh seluruh
proses produksi, sesuai dengan moto ”Safe from Farm to Table”. Kebersihan pakan dan
air minum untuk ternak dapat dengan mudah mempengaruhi kualitas susu. Jika ternak
mengkonsumsi pakan yang tidak bersih, sehingga dapat mengakibatkan gangguan
pencernaan, menyebabkan lingkungan sekitar ternak yang tidak higienis, sehingga dapat
mengakibatkan sanitasi yang rendah saat pemerahan dan kondisi yang ternak yang
kurang sehat.
Edmonson (2003) menjelaskan bahwa pencelupan puting setelah pemerahan
penting untuk mencegah penyebaran organisme penyebab mastitis selama pemerahan.
Seluruh permukaan puting harus dilapisi oleh cairan desinfektan sesuai dengan yang
diijinkan pemerintah. Aplikasi yang ideal yaitu dengan pencelupan dibandingkan
dengan penyemprotan karena dengan pencelupan, maka puting akan terlapisi dengan
sempurna dan lebih menghemat cairan desinfektan yang digunakan.
Maskur (1999) menyatakan bahwa peralatan penanganan susu di KSU Jaya
Abadi sudah berbahan dasar stainless steel, tidak bersudut, memiliki permukaan yang
halus, tidak mudah berkarat, dan mudah dibersihkan. Peralatan penanganan susu
dibersihkan dengan manual cleaning. Deterjen yang digunakan oleh KSU Jaya Abadi
adalah teepol. Hal ini sesuai dengan persyaratan Dairy Hygiene Inspectorate (DHI)
(2006) bahwa untuk mencapai keamanan pangan, peralatan yang digunakan untuk
pemerahan dan penanganan susu harus selalu dibersihkan setelah digunakan. Pencucian
peralatan pemerahan dan penanganan susu harus dengan menggunakan larutan
pembersih.
Menurut Direktorat Penanganan Pasca Panen Direktorat Jenderal Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Pertanian (2006), penanganan pasca panen pada produk susu perlu
mendapatkan perhatian yang lebih serius karena susu mudah terkontaminasi oleh bau
dan bakteri yang dapat menurunkan kualitasnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
untuk menghasilkan susu yang berkualitas baik diantaranya:
1) pemeliharaan kesehatan ternak agar selalu sehat dengan memberikan pakan
yang bergizi dan sesuai dengan kebutuhan ternak, serta melakukan
pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin;
2) pekerja yang menangani ternak dan pemerahan harus dalam kondisi yang
sehat, menjaga diri agar tidak melakukan kebiasaan menggaruk, batuk-
batuk, merokok ataupun bersin untuk menghindarkan kontaminasi pada
susu;
3) upaya menjaga lingkungan lingkungan agar selalu bersih sangat dianjurkan
agar dapat mencegah bahaya pencemaran susu pada saat pemerahan;
4) pemerahan dilakukan di tempat yang bersih, peralatan yang higienis dan
kebersihan ternak, serta dengan metode yang tepat;
5) penyimpanan susu pada suhu dibawah 3-4 °C dilakukan secepat mungkin
agar bakteri tidak berkembang biak;
6) pengujian kualitas susu dengan parameter yang sesuai dengan parameter
yang dipersyaratkan IPS agar diketahui tingkat kualitas susu yang diterima
oleh IPS tersebut; dan
7) pencucian serta sanitasi semua peralatan untuk penanganan susu setelah
digunakan.
Bangunan dan Fasilitas Peternakan
Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa bangunan
dan fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di
dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti mikroba
patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan ternak secara langsung dan
tidak langsung. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk meminimalisasi bahaya yang
datang dari lingkungan terdekat ternak yaitu (a) menghindarkan setiap kegiatan beternak
dekat dengan pabrik industri yang dapat menjadi sumber polusi (i) pembakaran sampah
lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan
senyawa pelarut dan logam berat, atau (ii) dalam suatu lingkungan yang mudah terkena
polusi udara (dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan
hidrokarbon), (iii) polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan
beracun), atau (iv) tempat perkembangbiakan hama seperti tempat pembuangan sampah
akhir, dan (b) menempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu
bangunan khusus yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah. Tata letak
bangunan diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak antar bangunan dalam
peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko terjadinya
perpindahan penyakit antar peternakan, membuat kandang dengan luas yang layak
sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik, membuat kandang isolasi bagi ternak yang
sakit dan kandang karantina bagi ternak yang baru, mengisolasi kandang dari gangguan
hama dan serangga, merancang kandang agar mudah dibersihkan, dan menggunakan
bahan bangunan yang aman. Selain itu akses keluar masuk peternakan dirancang agar
orang yang tidak berkepentingan tidak sembarangan masuk ke area peternakan.
Ensminger dan Tyler (2006) menjelaskan bahwa bangunan peternakan harus
dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktifitas ternak.
Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan
dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performa ternak.
Milking parlors atau tempat pemerahan disediakan untuk meningkatkan efisiensi tenaga
kerja, kondisi pekerjaan, dan sanitasi selama pemerahan.
Palmer (2005) menegaskan bahwa area yang terpisah diperlukan untuk
mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi
ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area
perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan
untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiesi pekerja dan sering
disebut dengan kandang untuk kebutuhan khusus.
Manajemen Pakan
Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa pemberian
pakan untuk ternak menghadapi bahaya biologis, kimia dan fisik yang mungkin dapat
berada dalam pakan dan akhirnya dapat mengakibatkan residu dalam hasil ternak.
Contoh bahaya yang mungkin muncul diantaranya bakteri, virus, jamur dan kapang,
parasit, antibiotik, dan pestisida. Resiko residu juga mungkin berasal dari dosis yang
terlalu tinggi dari obat-obatan pada pakan. Bahaya yang muncul dapat berasal dari
padang rumput atau asal rumput yang digunakan sebagai pakan. Rumput yang diberikan
pada ternak beresiko mengandung chron (dekat jalan utama yang padat, atau dekat
dengan pembakaran limbah pabrik setempat). Lahan tersebut juga tidak tercemar oleh
residu bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak
ditoleransi, dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bersembunyi bakteri patogen
(spora anthrax) atau parasit (cacing pita). Lahan tersebut juga tidak boleh ada tanaman
beracun yang tumbuh.
Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa pakan
komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan
komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar, tanggal
kadaluarsa, dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebut harus utuh
tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording kualitas bahan
pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai dengan label, serta
tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak diperbolehkan. Pakan yang dicampur
atau diproduksi sendiri mengandung resiko terdapat bahaya residu bahan kimia,
tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencampuran bahan-bahan mentah harus
dipastikan tepat komposisinya dan tercampur dengan sempurna. Sampel pakan, baik
pakan komersial maupun pakan yang dicampur peternak sendiri harus disimpan untuk
pemeriksaan lebih lanjut jika ada residu yang terkandung pada susu.
Sudono et al. (2003) menjelaskan bahwa pakan diperlukan oleh sapi laktasi
untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu. Jika jumlah dan mutu pakan yang
diberikan kurang, hasil susunya tidak akan maksimal. Agar lebih praktis, pemberian
konsentrat adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan (rasio 1: 2). Konsentrat lebih
berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan produksi, sehingga semakin tinggi nilai
gizi konsentrat, berat jenis susu akan tinggi. Pemberian rumput tetap berpatokan 10%
dari bobot hidup. Kualitas rumput atau hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang
dihasilkan, terutama kadar lemaknya. Hijauan yang biasa diberikan kepada sapi perah
diantaranya adalah (a) limbah pertanian, seperti daun jagung, daun kacang tanah, jerami
padi, daun ubi jalar, (b) rumput alam atau rumput lapangan, dan (c) rumput hasil budi
daya, seperti rumput gajah dan sulanjana. Hijauan yang mengandung nilai gizi tinggi
biasanya berasal dari limbah tanaman kacang-kacangan atau legumiosa. Produksi susu
akan meningkat sampai dengan bulan kedua masa laktasi, maka pemberian pakan pada
masa awal laktasi harus benar-benar sesuai kebutuhan sapi agar puncak produksi dapat
dipertahankan. Selanjutnya jika produksi susu mulai turun seiring dengan bertambahnya
masa laktasi, pemberian pakannya juga harus disesuaikan dengan jumlah produksi. Jika
sapi sudah mengalami penurunan masa produksi, penambahan pakan tidak akan dapat
meningkatkan masa produksinya sehingga tidak ekonomis.
Sumberdaya Manusia (SDM)
Office International des Epizooties (OIE) (2006) menganjurkan bahwa
sumberdaya manusia, baik itu peternak atau pekerja kandang harus memiliki
kemampuan yang cukup dengan mengikuti pelatihan tentang pemerliharaan sapi perah
yang baik. Pengetahuan tentang penyakit sapi perah dan cara penanggulangannya
seharusnya dimiliki oleh peternak sapi perah, sehingga peternak mampu mengambil
keputusan yang benar jika ternaknya sakit.
Sudono et al. (2003) menyatakan beberapa persyaratan untuk menjadi peternak
sapi perah. Persyaratan ini sangat menentukan kelangsungan dan keberhasilan usaha
peternakan. Peternak sapi perah yang baik harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1) mempunyai rasa sayang pada hewan agar memudahkan peternak dalam
melakukan pemeliharaan, perawatan dan penyembuhan pada ternaknya;
2) mempunyai ketekunan dalam bekerja untuk waktu yang lama karena
pekerjaan dalam beternak sapi perah merupakan pekerjaan yang
membutuhkan perhatian yang intensif;
3) mempunyai pengetahuan dasar-dasar pemuliaan sapi perah, yakni sistem
perkawinan dan seleksi, pemberian pakan dan tata laksana perkandangan
sapi perah yang baik;
4) mengetahui masalah rumput atau hijauan sebagai pakan dan cara-cara
menanam rumput atau hijauan tersebut;
5) mempunyai jiwa, semangat kerja sama, dan hubungan yang baik dengan
peternak-peternak sapi perah lainnya;
6) dapat mengatasi kekecewaan jika terjadi kegagalan dalam usaha; dan
7) dapat mengambil keputusan-keputusan yang baik dan tepat.
Cunningham et al. (2005) menjelaskan bahwa bisnis persusuan membutuhkan
manager dan pekerja yang terlatih dengan baik dan berpengalaman. Pemerahan
membutuhkan lebih banyak perhatian dan waktu daripada aktivitas yang lain. Sapi
diperah dua sampai tiga kali sehari. Pekerja yang dapat diandalkan harus tersedia setiap
tahun. Peternak yang modern dapat dengan mudah mengadopsi teknologi mutahir untuk
efisiensi produksi, lagipula kemampuan yang tinggi untuk pemeliharaan, reproduksi,
nutrisi, kandang dan manajemen limbah adalah sangat penting untuk meraih untung
dalam perusahaan sapi perah. Upah pekerja merupakan proporsi yang tinggi dalam
biaya produksi, oleh sebab itu penting untuk mengatur SDM dengan efisiensi yang
tinggi. Sumberdaya manusia (SDM) di peternakan sapi perah harus sadar pentingnya
sanitasi seperti menjaga agar ternak harus selalu bersih. Infeksi ambing harus terdeteksi
dini, dan jika sudah terjadi maka SDM harus mampu mencegah penularan antar ternak.
Sanitasi adalah perhatian utama dalam fasilitas peternakan sapi perah karena penjualan
susu berdasarkan pada syarat kebersihan (Tabel 1).
Manajemen Kesehatan Pemerahan
Manajemen kesehatan pemerahan meliputi (a) manajemen sebelum pemerahan,
(b) manajemen saat pemerahan, dan (c) manajemen setelah pemerahan. Manajemen
sebelum pemerahan meliputi menyediakan sarana pemerahan, membersihkan kandang,
memandikan sapi, persiapan pemerah, membersihkan ambing, dan pemerahan awal.
Manajemen pada saat pemerahan meliputi cara pemerahan yang dianjurkan dan yang
tidak dianjurkan serta jarak dan waktu pemerahan. Manajemen setelah pemerahan
meliputi suci hama puting, mencatat produksi susu, menyaring susu, dan
mengumpulkan susu ke TPS (Hidayat et al., 2002)
Waktu pemerahan dalam sehari umumnya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan
sore. Namun pemerahan sebaiknya dilakukan 3 kali jika produksi lebih dari 25 liter per
hari. Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya
adalah 12 jam, maka jumlah susu yang dihasilkan pada waktu pagi dan sore akan sama.
Jarak pemerahan yang tidak sama akan menyebabkan jumlah susu yang dihasilkan pada
sore hari akan lebih sedikit daripada susu yang dihasilkan pada pagi hari (Sudono et al.,
2003).
Pemerahan yang dilakukan pada interval atau jarak pemerahan 10-14 jam akan
menghasilkan susu yang lebih banyak setelah 14 jam. Volume susu yang dihasilkan
setelah 14 jam akan mempunyai jumlah yang lebih banyak dibanding volume susu
setelah 10 jam, namun bila dibagi dengan 14, maka produksi susu setiap jam akan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan produksi susu tiap jam setelah 10 jam. Hal ini
menjelaskan bahwa pemerahan dalam jarak atau interval yang pendek akan
meningkatkan produksi susu hingga mencapai tingkat produksi tertingginya. Peternak
akan mendapatkan hasil harian yang tinggi dan tercapainya efisiensi kemampuan
ambing dalam memproduksi susu (Turner, 1962).
Sapi perah yang sehat dengan ambing yang sehat akan memproduksi susu
dengan kandungan bakteri yang relatif sedikit. Pada waktu pemerahan susu, dua atau
tiga aliran susu susu pertama dari puting susu mengandung lebih banyak bakteri
daripada aliran susu yang belakangan, karena alasan ini ketiga aliran susu pertama ini
dibuang. Sapi perah atau ambingnya yang sakit mungkin mengakibatkan susu
mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang lebih besar. Mikroorganisme tersebut
bersifat patogen terhadap sapi perah dan manusia. Oleh karena itu harus diambil
tindakan-tindakan pencegahan yang menjamin susu aman sebagai makanan manusia
(Williamson dan Payne, 1993).
Persiapan untuk pemerahan yang cukup akan menghasilkan keluaran susu yang
sempurna. Kurangnya persiapan pemerahan akan menghambat keluarnya susu secara
sempurna, sehingga akan meningkatkan susu yang tersisa dan menurunkan jumlah susu
yang dikeluarkan, demikian berlanjut pada pemerahan berikutnya. Stimulasi sebelum
pemerahan menyebabkan pelepasan lebih awal yang menyebabkan semakin singkatnya
waktu yang diperlukan untuk pemerahan (Campbell et al., 2003).
Persiapan sebelum pemerahan, termasuk pemerahan awal, dan pembersihan
puting, memiliki efek langsung terhadap pengendalian mastitis. Pemeriksaan susu yang
dilakukan saat pemerahan awal dapat mengantisipasi tercampurnya susu yang normal
dan susu yang tidak wajar dengan menggunakan milk cup. Selanjutnya setelah
pemerahan harus dilakukan desinfeksi dengan desinfektan yang dicelup atau
disemprotkan, hal ini dapat membantu mencegah mastitis sub klinis. Monitoring dalam
peternakan sangat penting dilakukan. Pencatatan produksi harian per ekor memudahkan
peternak dalam melaksanakan tindakan yang diperlukan (Lind, 2003).
Manajemen Peternakan
Office International des Epizooties (OIE) (2006) menyebutkan beberapa
rekomendasi untuk mencegah timbulnya bahaya mikroba patogen yang dapat masuk
dalam peternakan, yang di dalamnya juga dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia.
Keduanya dapat mempengaruhi resiko terjadi kontaminasi pada ternak dan produknya.
Manajemen peternakan yang dimaksud diantaranya:
1) pelatihan, tingkah laku dan status kesehatan pekerja untuk memperoleh
pekerja yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam memelihara sapi
perah, mengetahui tanda-tanda penyakit pada sapi perah, dan mengerti
tentang sanitasi standar dalam melakukan pekerjaan kandang;
2) perawatan, pembersihan dan desinfeksi peralatan, tempat dan lingkungan
sekitar;
3) pengendalian hama dan serangga atau hewan pengganggu dan mencegah
masuknya hewan selain ternak atau orang yang tidak berkepentingan agar
ternak tidak terjangkit penyakit dari peternakan lain atau dari lingkungan;
4) manajemen persediaan pakan dan obat-obatan;
5) manajemen limbah dan bahan yang sudah lewat masa berlakunya agar
limbah dan kotoran dari peternakan tidak menyebabkan pencemaran
lingkungan;
6) penyimpanan bahan kimia;
7) monitoring produksi ternak;
8) monitoring kesehatan ternak dan program pencegahan penyakit atau wabah;
9) manajemen keluar-masuknya ternak agar dengan membawa masuk ternak
baru, bukan berarti membawa bibit penyakit masuk ke dalam peternakan
atau sebaliknya;
10) isolasi hewan yang sakit dan produknya agar tidak digunakan untuk manusia
dan ternak; dan
11) pengeluaran atau pemusnahan ternak yang mati agar tidak menjadi sumber
kontaminasi dalam peternakan tersebut.
Keamanan Pangan
World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization
(FAO) sangat memperhatikan masalah keamanan pangan dan memberikan penekanan
bagi seluruh negara agar memperkuat sistem keamanan pangan. Negara-negara juga
diminta agar meningkatkan kewaspadaan terhadap para produsen dan penjual yang
terlibat dalam industri pangan. Permasalahan terkait keamanan pangan sering
disebabkan tidak adanya pengetahuan produsen makanan tentang persyaratan keamanan
pangan dan implikasinya serta penggunaan resep yang ilegal dan curang, antara lain
penyedap masakan maupun obat-obatan hewan yang tidak terdaftar (Depkes RI, 2007).
Food and Agriculture Organization (FAO) (1992) mendeklarasikan dalam
Rahman (2007) bahwa memperoleh pangan yang cukup, bergizi, dan aman dikonsumsi
adalah hak setiap orang. Metode pencegahan atau preventive control dianggap sangat
efektif untuk menjamin bahwa pangan yang diperoleh dari setiap sub sistem mata rantai
penanganan pangan adalah bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Preventive control
yang dimaksud adalah penerapan cara-cara proses yang benar dan baik yang terdiri dari
beberapa tahap, mulai dari produksi sampai ke konsumsi (Rahman, 2007).
METODE
Lokasi dan Waktu Kegiatan magang ini telah dilaksanakan di KSU Jaya Abadi Desa Bendosari
Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar Jawa Timur selama 4 bulan, dimulai dari
bulan Juli 2007 sampai dengan Agustus 2007 dan dilanjutkan pada bulan Maret
sampai April 2008.
Materi Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengambilan data yaitu rol film, sampel susu
dari peternak Desa Bendosari, methylene blue, alkohol 70%, uji antibiotik Beta Star,
dan air.
Alat
Alat yang digunakan adalah alat tulis, kuisioner (Lampiran 1), kamera,
timbangan meja, timba pengukur atau balance tank, lactodensimeter, tabung reaksi,
botol sampel, lactoscan SA, dan Dairyscan model JET 2.
Prosedur
Evaluasi pelaksanaan aspek-aspek GFP dan GHP oleh peternak dilakukan
melalui observasi dan wawancara langsung dengan peternak di lapangan. Observasi
dan wawancara berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan. Kuisioner untuk
peternak dibuat dengan berpedoman pada jurnal Guide to good farming practices for
animal production food safety (OIE, 2006) dan Guide to good dairy farming practice
(IDF/FAO, 2004). Pembobotan poin-poin checklist kesesuaian kondisi peternakan
dengan Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP)
diberikan berdasarkan (a) tingkat kepentingan, dan (b) keharusan kesesuaian dengan
standar GFP dan GHP. Kriteria dan pembobotan kuisioner adalah:
- nilai 5 untuk sangat penting dan harus dipenuhi;
- nilai 4 untuk penting dan harus dipenuhi;
- nilai 3 untuk cukup penting dan harus dipenuhi;
- nilai 2 untuk kurang penting dan jika dipenuhi lebih baik; dan
- nilai 1 untuk sangat kurang penting dan boleh dipenuhi, boleh tidak
Pembobotan poin-poin checklist kesesuaian kondisi peternakan dengan GFP
dan GHP dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pembobotan Kuisioner dan Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP dan GHP (n = 29 responden)
Jawaban No. Perihal
Ya Tidak
Bobot Nilai
A. BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN
1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama
5
2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit
5
3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik
5
4. Alas kandang bersih dan tidak licin
5
5. Bentuk tempat pakan (palungan) tidak membentuk sudut
3
6. Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina
5
7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang
5
8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan
4
9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu
3
10. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya
5
11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air serta menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung
4
12. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam
2
13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia atau biologis
4
Tabel 3. Lanjutan
Jawaban No. Perihal
Ya Tidak
Bobot Nilai
14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih
3
15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah
5
TOTAL BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN
63
B. MANAJEMEN PAKAN
1. Hijauan 1.1. Hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan
yang tercemar dari limbah industri
5
1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak
5
1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak
4
2. Konsentrat 2.1. Semua bahan pakan yang dibeli bebas dari
residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang
5
2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta catat semua bahan pakan yang masuk
5
2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur
4
2.4. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu
3
2.5. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang bersih dan kering
5
2.6. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan
3
2.7. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka campuran berbagai komponen konsentrat harus merata
2
2.8. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu penuh
2
Tabel 3. Lanjutan
Jawaban No. Perihal
Ya Tidak
Bobot Nilai
2.9. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan sebelum diisi ulang
4
2.10. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak
4
2.11. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu
3
2.12. Memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)
2
TOTAL MANAJEMEN PAKAN 56 C. SUMBERDAYA MANUSIA
1. Mengetahui penyakit sapi perah secara umum dan cara pencegahan maupun penanggulangannya
4
2. Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif
5
3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya
5
4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal
4
5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi yang baik
4
6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa
5
7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman dan gunakan secara bertanggung jawab
5
8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)
4
9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih
5
TOTAL SUMBERDAYA MANUSIA 41
D PROSES PEMERAHAN
1. Peralatan pemerahan yang digunakan dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik
5
2. Ambing sapi dibersihkan dengan air hangat
5
3. Dilakukan pre-dipping 5
Tabel 3. Lanjutan
Jawaban No. Perihal
Ya Tidak
Bobot Nilai
4. Dilakukan fore milking (pemerahan awal)
5
5. Pemerahan dilakukan dengan teknik atau cara pemerahan yang benar dan menghindarkan cedera pada ambing
5
6. Pemerahan susu dilakukan dengan tuntas
5
7. Dilakukan post-dipping
5
8. Susu disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can
4
9. Menutup rapat milk can dengan tutupnya
5
10. Susu segera disetor pada koperasi dan tidak terlalu lama berada di suhu ruang
5
11. Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak
5
TOTAL PROSES PEMERAHAN 54 E. MANAJEMEN PETERNAKAN
1. Mengikuti pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan, terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak
5
2. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara rutin
4
3. Pekerja yang sakit dilarang untuk melaksanakan pekerjaannya
5
4. Mengembangkan dan menerapkan secara konsisten prosedur pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan
5
5. Pengendalian hama dan serangga
5
6. Pengendalian terhadap akses keluar masuk peternakan 5
7. Memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya
5
8. Sapi yang dibeli mempunyai status kesehatan yang jelas dan berasal dari peternakan yang bebas dari penyakit
5
Tabel 3. Lanjutan
Jawaban No. Perihal
Ya Tidak
Bobot Nilai
9. Setiap ternak memiliki tanda pengenal
4
10. Mencatat semua data tentang ternak termasuk produksi dan kondisi kesehatannya
4
11. Ternak yang baru dibeli dikarantina dalam kandang khusus
5
12. Kesehatan setiap sapi perah harus selalu berada dalam pengawasan dokter hewan atau petugas yang berwenang
4
13. Ternak yang sakit segera diisolasi dari ternak lainnya dan diberi perawatan yang sesuai
5
14. Bulu ambing yang panjang dicukur
5
TOTAL MANAJEMEN PETERNAKAN 66
Kriteria dan pembobotan kuisioner : 5 : Sangat penting dan harus dipenuhi 4 : Penting dan harus dipenuhi 3 : Cukup penting dan harus dipenuhi 2 : Kurang penting dan jika dipenuhi lebih baik 1 : Sangat kurang penting dan boleh dipenuhi, boleh tidak Kegiatan magang di KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar, Jawa Timur
dilaksanakan dengan metode kerja partisipatif. Peserta magang terlibat langsung
dalam kegiatan perusahaan yang meliputi kegiatan produksi, umum dan personalia.
Kegiatan dimulai dengan mempelajari keadaan umum perusahaan meliputi sejarah,
lokasi dan tata letak, struktur organisasi, ketenagakerjaan dan produk yang dihasilkan
terutama pada sektor susu segar.
Selama kegiatan magang berlangsung, dilakukan pengumpulan data primer
yang diperoleh dari hasil wawancara, praktek kerja, konsultasi, diskusi, mengikuti
kegiatan operasional serta melakukan observasi terhadap seluruh kegiatan di KSUJA.
Data sekunder dikumpulkan sebagai pelengkap diperoleh dari laporan tertulis
perusahaan bersangkutan, lembaga atau instansi terkait, literatur ilmiah serta hasil
penelitian yang relevan dengan topik magang.
Kegiatan magang yang dilakukan secara khusus melakukan kajian terhadap
penerapan GFP dan GHP pada lokasi magang tugas akhir. Kajian ini berhubungan
dengan pengendalian standar mutu yang lebih terfokus terhadap tata laksana
peternakan sapi perah. Prinsip pengendalian mutu yang dikaji terkait dengan aspek-
aspek prosedural. Good Farming Practices (GFP) dalam studi ini merupakan
prosedur baku yang menyangkut tata laksana beternak yang baik dan benar untuk
menghasilkan kualitas produk yang tinggi dari peternakan tersebut. Good Hygienic
Practices (GHP) yang dikaji dalam magang tugas akhir ini meliputi Good Milking
Practices (GMP) dan Good Handling Practices. Good Milking Practices berkaitan
dengan tata cara pemerahan yang baik dan benar, sedangkan Good Handling
Practices berkaitan dengan proses penanganan air susu pasca pemerahan dan
sebelum diolah lebih lanjut serta didistribusikan pada Industri Pengolahan Susu.
Wawancara dan pengamatan di lapangan pada setiap peternakan responden
dilakukan dalam rangka mengevaluasi aspek-aspek GFP dan GHP. Pengambilan data
dengan wawancara dan observasi sebagian besar dilakukan saat dilaksanakan
pekerjaan kandang, sehingga penulis dapat mengamati sendiri segala sesuatunya
secara langsung sesuai dengan kondisi di lapangan dengan alat bantu kuisioner.
Data yang diperoleh dengan kuisioner disimpulkan sesuai poin-poin yang
telah disusun dan diberi skor 1 jika dipenuhi (ya), dan 0 jika tidak dipenuhi (tidak),
lalu dikalikan dengan bobot yang dimiliki oleh tiap poin. Hasil perkalian tersebut
dijumlahkan untuk mendapatkan nilai setiap aspek. Lima aspek yang diamati
mempunyai bobot yang sama, sehingga kelimanya memiliki nilai sebanyak 20% dari
nilai total. Perhitungannya adalah nilai total masing-masing aspek dibagi dengan
nilai sempurna masing-masing aspek lalu dikalikan 20%, sehingga akan didapatkan
skor setiap responden. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai performa
kinerja responden yaitu
Y = (A + B + C + D + E) x 100% Keterangan :
Y = Nilai total performa kinerja responden (peternak) A = nilai performa kinerja responden pada aspek bangunan dan fasilitas
peternakan B = nilai performa kinerja responden pada aspek manajemen pakan C = nilai performa kinerja responden pada aspek sumberdaya manusia D = nilai performa kinerja responden pada aspek proses pemerahan E = nilai performa kinerja responden pada aspek manajemen peternakan
Nilai A, B, C, D, dan E diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :
Nilai total aspek bangunan dan fasilitas peternakan A = Nilai sempurna aspek bangunan dan fasilitas peternakan
x 20%
Nilai total aspek manajemen pakan B = Nilai sempurna aspek manajemen pakan
x 20%
Nilai total aspek sumberdaya manusia C = Nilai sempurna aspek sumberdaya manusia
x 20%
Nilai total aspek proses pemerahan D = Nilai sempurna aspek proses pemerahan
x 20%
Nilai total aspek manajemen peternakan E = Nilai sempurna aspek manajemen peternakan
x 20%
Keterangan :
Nilai sempurna aspek bangunan dan fasilitas peternakan = 63
Nilai sempurna aspek manajemen pakan = 56
Nilai sempurna aspek sumberdaya manusia = 41
Nilai sempurna aspek proses pemerahan = 54
Nilai sempurna aspek manajemen peternakan = 66
Klasifikasi performa peternak secara umum dilihat dari skor performa
responden yang dihasilkan. Berdasarkan nilai yang diperoleh, maka performa
peternak dikelompokkan sebagai berikut :
1) jika nilai total performa kinerja peternak <25%, maka penerapan GFP dan
GHP di peternakan tersebut sangat kurang;
2) jika nilai total performa kinerja peternak ≥25-50 %, maka GFP dan GHP
kurang diterapkan di peternakan tersebut;
3) jika nilai total performa kinerja peternak ≥50-75 %, maka GFP dan GHP
cukup diterapkan di peternakan tersebut; dan
4) jika nilai total performa kinerja peternak tersebut ≥75-100 %, maka
peternakan tersebut telah menerapkan GFP dan GHP dengan baik.
Penentuan Jumlah Sampel
Levy dan Lemeshow (1999) menyatakan bahwa untuk menghitung jumlah
sampel yang diperlukan dalam penarikan sampel secara acak sederhana untuk data
yang bersifat proporsi, dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
N
n
ε
z
Py
=
=
=
=
=
jumlah populasi yaitu sebesar 86 orang peternak
jumlah sampel yang diperlukan
nilai error sebesar 30% atau 0,3
1,96 dengan α = 0,05 (SK = 95%)
peluang jawaban 50% (0,5) karena ada 2 pilihan jawaban, yaitu ya (1) atau tidak (0)
Jumlah sampel yang diperoleh setelah perhitungan sebesar 29 responden. Nilai error
yang diambil sebesar 30% dengan harapan perbedaan yang terjadi antara nilai
parameter dugaan dengan parameter sebenarnya hanya sebesar 0,3 (θ – θ = 0,3).
Strategi Pengambilan Sampel
Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak
sederhana dari total 86 orang peternak. Sampel yang diambil merupakan peternak
sapi perah yang menyetorkan susu pada penampungan susu sebelah selatan (TPS
PMT) KSU Jaya Abadi. Peneliti mengambil nomer urut peternak secara acak satu-
persatu dengan pengembalian nomer yang telah diambil sehingga peluang tiap
responden adalah sama.
^
z² N Py (1 – Py) n ≥ (N – 1) ε² Py² + z² Py (1 – Py)
KEADAAN UMUM KOPERASI SERBA USAHA (KSU) JAYA ABADI
Sejarah Perkembangan KSU Jaya Abadi
Keberadaan KSU Jaya Abadi dirintis pertama kali oleh Drh. Triwiyono pada
tahun 1987. Beliau mempelopori usaha peternakan sapi perah dan kemudian
ditularkan dan dikembangkan bersama masyarakat sekitar. Perkembangan lebih
lanjut terjadi hingga pada tahun 1990 terbentuk suatu kelompok peternakan sapi
perah “Jaya Abadi” dibawah pimpinannya. Perkembangan yang pesat terjadi pada
bulan Juni tahun 1996 dengan didirikan beberapa pengumpul susu dari Sumberingin,
Rejotangan, Ngemplak dan Karanggayam yang dilengkapi dengan 6 buah cooling
unit sehingga memungkinkan KSU Jaya Abadi untuk dapat memasok susu secara
langsung ke PT Netslé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan. KSU Jaya
Abadi resmi menjadi anggota GKSI (Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia) pada
tanggal 10 Oktober 1996.
Letak dan Kondisi Geografis KSU Jaya Abadi
Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi terletak di desa Bendosari Kecamatan
Sanankulon Kabupaten Blitar Jawa Timur. Peta wilayah Kecamatan Sanankulon
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Sanankulon
Sumber : Pemerintah Kabupaten Blitar (2008)
Kecamatan Sanankulon
Sungai Brantas
Kotamadya Blitar
Perbatasan wilayah Sanankulon yaitu Kecamatan Ponggok, Kabupaten Kediri
di sebelah utara, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar di sebelah barat, Kecamatan
Pademangan, Kabupaten Tulungagung di sebelah selatan, dan Kecamatan Sukorejo,
Kotamadya Blitar di sebelah timur. Perbatasan desa Bendosari di sebelah utara yaitu
Desa Kali Pucung, Kecamatan Sanankulon, di sebelah barat Desa Ngaglik,
Kecamatan Sanankulon, di sebelah selatan dibatasi oleh Sungai Brantas, dan di
sebelah timur Desa Purworejo, Kecamatan Sanankulon.
Daerah tersebut merupakan dataran tinggi dengan ketinggian ± 212 m diatas
permukaan laut (dpl) berupa tanah datar dan subur, dengan suhu udara berkisar 26-27
°C pada malam hari dan 32-33 °C pada siang hari, dengan rata-rata curah hujan 2735
mm/tahun. Koperasi ini berjarak ± 5-6 km sebelah barat kota Blitar, dan berada ± 1
km dari jalan raya yang menghubungkan kota Blitar dengan kota Kediri. Kondisi
yang demikian memudahkan transportasi peternak dan KSU Jaya Abadi untuk
menyetorkan susu, baik ke koperasi maupun ke Industri Pengolahan Susu (IPS) PT
Nestlé Indonesia di Kejayan, Pasuruan.
Kepengurusan KSU Jaya Abadi
Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA) memiliki struktur organisasi
yang ditampilkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Organisasi KSU Jaya Abadi
Sumber : Lubis (2001)
RAT Pengawas Pengurus: - Antar Pengurus - Karyawan - Anggota
Bagian Cooling Unit, laboratorium dan Transportasi
Manajer
Pengurus KSUJA
Bagian Administrasi
dan Keuangan
Bagian Simpan Pinjam
Bagian Kesehatan Hewan dan Obat-obatan
Bagian Makanan Ternak
Bagian Pengembangan
Sapi Perah
Ketua Sekretaris Bendahara Pembantu Umum I Pembantu Umum II
Kekuasaan tertinggi dalam kepengurusan KSUJA yaitu Rapat Anggota
Tahunan (RAT) yang diadakan setiap tahun. Hasil RAT dilaksanakan oleh seluruh
anggota, difasilitasi oleh pengurus yang bertugas untuk mengatur pelaksanaannya.
Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi memiliki enam sektor usaha yang meliputi bagian
administrasi dan keuangan, bagian cooling unit, laboratorium dan transportasi,
bagian simpan pinjam, bagian kesehatan hewan dan obat-obatan, bagian makanan
ternak, serta bagian pengembangan sapi perah.
Unit kesehatan hewan dan obat-obatan sudah ada sejak KSUJA berdiri.
Fungsi utama ketersediaan unit ini adalah untuk melayani peternak anggota koperasi
yang mengalami kesulitan dalam hal kesehatan ternak dan pengobatannya serta
melayani kebutuhan peternak terhadap inseminasi buatan (IB). Saat ini terdapat tiga
mantri hewan yang melayani kebutuhan peternak anggota koperasi. Semen beku
yang digunakan dalam pelayanan IB berasal dari GKSI.
Penerimaan Susu Segar di KSU Jaya Abadi
Pemeriksaan volume dan berat jenis susu segar yang diterima KSU Jaya
Abadi dari peternak dilaksanakan setiap hari, namun untuk pemeriksaan mutu susu
secara lengkap untuk kadar lemak, sampel susu dari setiap peternak diambil dengan
waktu yang tidak ditentukan sebelumnya sehingga peternak terdorong untuk selalu
menjaga kualitas susunya. Setiap penerimaan susu selalu diukur berat jenisnya.
Setelah diukur juga volumenya, susu disaring lalu dimasukkan ke dalam cooling unit
untuk didinginkan pada suhu 4°C yang dicapai setelah ± 2,5-3 jam dimasukkan
dalam cooling unit.
Pengiriman Susu Segar ke Industri Pengolahan Susu PT Nestlé Indonesia
Susu segar yang telah bersuhu 0°C dipompa ke dalam tangki susu yang
berkapasitas 5000 liter. Tangki susu yang telah penuh diambil sampelnya untuk diuji
residu antibiotik dengan Beta Star. Sampel juga diuji nilai reduktasenya untuk
memprediksi jumlah mikroba yang terdapat dalam susu. Susu dikirim ke PT Nestlé
Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur. Jarak dari desa Bendosari
ke pabrik PT Nestlé Indonesia tersebut sejauh 125 km yang ditempuh selama ± 3,5
jam. Pengiriman tersebut dalam sehari dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pagi dan
sore hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Good Farming Practices (GFP) yang dimaksud untuk dipelajari pada magang
tugas akhir ini merupakan tata cara beternak sapi perah yang baik, diterapkan pada
peternakan sapi perah di lokasi penelitian yaitu Desa Bendosari, Kecamatan
Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tepatnya pada Koperasi Serba Usaha
Jaya Abadi (KSUJA). Desa ini mempunyai dua tempat penampungan yaitu tempat
penampungan susu di sebelah selatan dan sebelah utara. Tempat penampungan susu
utara digunakan sebagai penampungan susu dari pengepul-pengepul besar,
sedangkan tempat penampungan susu sebelah selatan digunakan sebagai
penampungan susu dari peternak-peternak sapi perah yang berada di sekitar koperasi
tersebut. Tempat penampungan susu sebelah selatan sering dikenal dengan tempat
penampungan susu selatan atau tempat penampungan susu Pabrik Makanan Ternak
(TPS PMT) karena berdekatan dengan pabrik makanan ternak milik KSUJA.
Ruang lingkup penelitian ini yaitu hanya dibatasi pada peternak yang
menyetor susu ke TPS PMT. Terdapat 86 peternak yang aktif menyetorkan susu dari
peternakannya ke TPS PMT. Good Hygienic Practices (GHP) yang dikaji dibatasi
pada tata cara sanitasi yang baik oleh peternak dalam menghasilkan bahan pangan
berupa susu segar yang mudah rusak oleh kontaminasi fisik, kimia dan biologis. Susu
yang terkumpul di TPS PMT didinginkan dalam cooling unit sampai bersuhu 0°C.
Susu yang telah didinginkan lalu dipompa ke dalam milk tank untuk disetorkan ke PT
Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan.
PT Nestlé Indonesia memberlakukan diferensiasi harga berdasarkan mutu
susu, baik dari kandungan komponennya maupun mutu mikrobiologisnya. Semakin
tinggi kandungan gizinya maka semakin tinggi pula harga belinya. Semakin rendah
jumlah total kuman yang terdapat dalam susu, maka semakin tinggi pula harga
belinya. Oleh karena itu penting untuk menjaga kualitas susu terutama kualitas
mikrobiologisnya dengan penerapan GFP yang berkaitan dengan GHP pada
peternakan sapi perah asal susu dihasilkan untuk meningkatkan mutu susu terutama
untuk kandungan total kuman per liter susu dalam rangka menjamin keamanan mutu
pangan bagi konsumen.
Good Farming Practices yang berkaitan dengan Good Hygienic Practices
dibagi dalam lima aspek dengan porsi yang sama penting dalam penerapannya.
Kelima aspek tersebut yaitu bangunan dan fasilitas peternakan, manajemen pakan,
sumberdaya manusia (SDM), proses pemerahan, manajemen peternakan.
Bangunan dan Fasilitas Peternakan
Kegiatan industri dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar. Polusi
yang ditimbulkan dapat berupa polusi udara dan suara. Polusi udara dari gas
pembuangan kegiatan industri dapat membahayakan lingkungan sekitar daerah
industri. Peternakan di dalam lingkup penelitian berada di dekat jalan pedesaan yang
sering dilewati oleh sepeda motor, mobil, sampai truk sehingga letak bangunan dan
fasilitas peternakan yang ideal menurut OIE (2006) tidak terpenuhi. Peternakan yang
berada di daerah industri, atau jalan raya yang sering dilewati oleh kendaraan, ada
kemungkinan cemaran oleh gas buangan tersebut yang mengandung logam berat.
Sebanyak 10,34 % (Tabel 4) peternakan sudah memiliki bangunan peternakan atau
fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga
cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit.
Luas kandang yang sesuai dengan jumlah ternak dan ventilasi yang cukup
dapat menimbulkan kenyamanan bagi ternak (Ensminger dan Tyler, 2006). Data
pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandang yang memfasilitasi kenyamanan bagi
ternak dimiliki oleh 82,76% peternak sampel. Kenyamanan ternak dapat
meminimalkan terjadinya stress pada ternak yang dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan pada ternak. Contoh gambar kandang milik peternak KSUJA
dengan sirkulasi udara yang baik dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Contoh Kandang Milik Peternak KSUJA dengan Sirkulasi Udara yang Baik
Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek
bangunan dan fasilitas peternakan milik 29 sampel peternakan di KSUJA dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Kajian Penerapan GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan kepada 29 Peternakan Sampel
Jawaban (%) No. Perihal
Ya Tidak
Total
(%)
1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama
0
100
100
2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit
10,34
89,66
100
3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik
82,76
17,24
100
4. Alas kandang bersih dan tidak licin
20,69 79,31 100
5. Bentuk tempat pakan (palungan) tidak membentuk sudut
48,28 51,72 100
6. Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina
17,24 82,76 100
7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang
3,45
96,55
100
8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan
24,14
75,86
100
9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu
0
100
10010. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang
mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya
68,97
31,03
100
11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air serta menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung
0
100
10012. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam
44,83 55,17 100
13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia atau biologis
100
0
100
14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih
89,66
10,34
100
15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah 37,93 62,07 100
Alas kandang sebaiknya selalu kering dan bersih agar tidak licin. Jika lantai
kandang licin, maka akan menyebabkan sapi tergelincir, dan jika lantai basah maka
akan tumbuh banyak mikroba. Peternak dan pekerja harus selalu membersihkan
kandang untuk menjaga agar kandang tetap bersih dan kering. Peternak yang
menyadari pentingnya kebersihan dan mengusahakan agar kandangnya tetap bersih
dan kering hanya berkisar 20,69% dengan membersihkan kandang sesering mungkin.
Sebanyak 79,31% peternak hanya membersihkan kandangnya dua kali sehari saat
akan melakukan pemerahan karena bekerja di luar kandang.
Bentuk palungan atau tempat pakan dan minum bagi ternak sebaiknya
didesain agar mudah dibersihkan. Palungan yang mudah dibersihkan akan
mengurangi resiko tertimbunnya sisa-sisa pakan yang membusuk atau air yang kotor.
Sisa pakan dan air yang tidak mengalir menjadi tempat perkembangbiakan hama
serta bibit penyakit yang dapat merugikan kesehatan ternak (Gambar 4). Bentuk
palungan yang dimiliki oleh 51,72% peternak masih membentuk sudut atau memiliki
permukaan yang tidak halus sehingga sulit dibersihkan secara rutin dan tuntas,
memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak memiliki saluran pembuangan.
Gambar 4. Sisa Pakan dalam Palungan yang Sulit Dibersihkan
Kandang isolasi diperlukan untuk mengisolasi ternak yang sakit dan dalam
perawatan agar tidak menularkan penyakit tersebut pada ternak yang sehat lainnya
dalam kandang. Kandang ini berfungsi untuk mengkarantina ternak baru dari luar
wilayah yang akan dimasukkan dalam kandang untuk observasi lebih lanjut dan
berfungsi pula agar ternak dapat beradaptasi dengan kandang yang baru. Peternak
yang memiliki kandang isolasi dan karantina hanya berjumlah 17,2% dikarenakan
alasan biaya pembuatan kandang yang mahal dan tidak memiliki lahan.
Tempat pemerahan secara khusus atau sistem untuk memfasilitasi pemerahan
yang higienis tidak dimiliki oleh 96,55% peternak. Peternak umumnya melakukan
pemerahan di kandang dengan membersihkan atau tanpa membersihkan kandang
terlebih dahulu. Peternak menggunakan ember dan air serta milk can yang sudah
dibersihkan dan dikeringkan sebelumnya (Gambar 5).
Gambar 5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan Peternak KSUJA untuk Pemerahan
Desain kandang yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan
harus dimiliki peternak untuk mengupayakan kebersihan dan kesucian hama
kandang. Kandang yang memudahkan peternak untuk membersihkan kandang
dengan seksama hanya terdapat 75,86%. Kandang yang tidak mudah dibersihkan
memperbesar resiko kontaminasi pada susu saat dilaksanakan pemerahan karena
pemerahan dilakukan tidak di tempat khusus.
Pembatas peternakan yang diperlukan adalah pembatas peternakan yang
dapat mencegah masuknya hewan pengganggu selain ternak terutama hewan liar
serta mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembatas peternakan
juga dimaksudkan untuk membatasi ternak agar tidak keluar dari peternakan (OIE,
2006). Pembatas peternakan yang berfungsi sesuai dengan benar tidak dimiliki oleh
peternak sampel di KSUJA. Pembatas peternakan atau pagar yang dimiliki oleh
peternak di KSUJA secara umum tidak dapat membatasi hewan liar selain ternak
untuk masuk ke dalam kandang.
Bangunan kandang hendaknya dirancang agar memiliki sistem pembuangan
limbah yang dapat memudahkan peternak dan pekerja menjaga kebersihan kandang.
Sebanyak 68,97% peternak telah memiliki kandang dengan desain yang
memudahkan pembuangan feces, sisa pakan, air kotor serta limbah lainnya dari
peternakan. Parit-parit atau saluran air dan kotoran berfungsi dengan baik dan
dirawat dan dibersihkan oleh peternak dengan baik sehingga tidak terjadi
penyumbatan.
Kandang secara keseluruhan dan lingkungannya sebaiknya terbebas dari
genangan air, sehingga selalu kering dan bersih. Lingkungan kandang yang terbebas
dari genangan air dapat meminimalisasi kemungkinan mikroba tumbuh dan
berkembang biak dalam lingkungan peternakan. Sumber penyakit tidak hanya
tumbuh dari lingkungan peternakan saja, namun juga berasal dari luar peternakan.
Pengunjung peternakan seperti petugas kesehatan, pekerja atau pengantar pakan
ternak berpotensi membawa bibit penyakit ke dalam peternakan, oleh sebab itu perlu
diadakan area desinfeksi bagi pengunjung, namun kondisi peternakan seperti ini
tidak didapati diterapkan pada peternakan di KSUJA.
Pembangunan kandang dan fasilitas peternakan sebaiknya memperhitungkan
adanya bencana alam yang dapat terjadi (OIE, 2006). Resiko bencana alam dapat
terjadi dimana-mana, namun menurut hasil wawancara, bencana alam sangat jarang
terjadi di lokasi penelitian. Peternak yang memperhitungkan resiko terjadinya
bencana alam hanya berkisar 44,83% dengan menggunakan bahan bangunan yang
tahan digunakan untuk beberapa tahun.
Bahan bangunan untuk kandang dan peternakan yang umum digunakan oleh
peternak sampel yaitu semen, batu bata, atap genting dan baja tahan karat masif.
Bahan-bahan bangunan tersebut yang diperoleh dari observasi lapangan yang
digunakan untuk bangunan kandang, sehingga dinilai aman untuk ternak dan tidak
menimbulkan bahaya fisik, kimia dan biologis bagi ternak (Gambar 6).
Gambar 6. Bangunan Kandang Milik Peternak KSUJA
Selain bahan bangunan yang harus aman dan menghindarkan ternak dari
bahaya, peralatan peternakan yang digunakan juga harus aman. Aman dari
penyebaran bibit penyakit yang dapat terjadi jika peralatan digunakan bersama-sama
dengan peternakan tetangga karena keterbatasan peternak. Sebanyak 10,34%
peternak masih belum menyadari bahwa penggunaan peralatan peternakan secara
bersama-sama tanpa pencucian sebelum dan setelah pemakaian berpotensi
menimbulkan resiko penyebaran penyakit dari peternakan yang satu ke peternakan
yang lain.
Limbah peternakan berupa feces, sisa pakan, air kotor dan limbah lainnya
dapat menjadi suatu permasalahan yang cukup penting dalam peternakan.
Manajemen pembuangan atau pengolahan limbah peternakan yang baik dapat
menghindarkan pencemaran pada lingkungan sekitar peternakan. Limbah peternakan
dari 62,07% peternakan masih belum memiliki tempat pembuangan atau pengolahan
limbah yang memadai. Limbah dari peternakan sering dibuang ke sungai atau
langsung dibawa ke sawah untuk pupuk tanpa melalui proses apapun. Pengolahan
limbah yang telah diterapkan oleh 37,93% peternak adalah proses penumpukan untuk
dikeringkan, atau dikubur dalam tanah pertanian (Gambar 7).
Gambar 7. Penumpukan Limbah di Sekitar Kandang
Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP
dalam aspek bangunan dan fasilitas peternakan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan
Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP
0 – 25
≥ 25 – 50
≥ 50 – 75
≥ 75 – 100
37,93
34,48
27,59
0
Sangat kurang
Kurang
Cukup
Baik
Data pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa aspek bangunan dan fasilitas
peternakan dalam GFP dan GHP masih sangat kurang diterapkan oleh 37,93%
peternak. Sebanyak 34,48% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada
bangunan dan fasilitas peternakan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan
GHP pada bangunan dan fasilitas peternakan hanya sebanyak 27,59%.
Manajemen Pakan
Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek
manajemen pakan di 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan kepada 29 Peternakan Sampel
Jawaban (%) No. Perihal
Ya Tidak
Total
(%)
1. Hijauan 1.1. Hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan
yang tercemar dari limbah industri
68,97 31,03 100
1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak
31,03 68,97 100
1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak
72,41 27,59 100
2. Konsentrat 2.1. Semua bahan pakan yang dibeli bebas dari
residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang
34,48
65,52
100
2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta catat semua bahan pakan yang masuk
6,90
93,10
100
2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur
44,83
55,17
100
Tabel 6. Lanjutan
Jawaban (%) No. Perihal
Ya Tidak
Total
(%)
2.4. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur
44,83
55,17
100
2.5. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu
0
100
100
2.6. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang bersih dan kering
0
100
100
2.7. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan
24,14
75,86
100
2.8. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka campuran berbagai komponen konsentrat harus merata
89,66
10,34
100
2.9. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu penuh
100
0
100
2.10. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan sebelum diisi ulang
65,52
34,48
100
2.11. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak
100
0
100
2.12. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu
0
100
100
2.13. Memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)
0
100
100
Pakan dapat menjadi salah satu sumber adanya residu antibiotik atau residu
bahan kimia pada susu yang dihasilkan. Contoh bahaya yang mungkin muncul dari
pakan, diantaranya yaitu bakteri, virus, jamur dan kapang, parasit, antibiotik, dan
pestisida. Resiko residu juga mungkin berasal dari dosis yang terlalu tinggi dari obat-
obatan pada pakan akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan (OIE, 2006).
Bahaya yang muncul dapat juga berasal dari padang rumput atau asal rumput
yang digunakan sebagai pakan. Rumput yang diberikan pada ternak beresiko
mengandung karbon karena dekat jalan utama yang padat, atau dekat dengan
pembakaran limbah pabrik setempat. Lahan tersebut juga bisa tercemar oleh residu
bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak bisa
diterima dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bersembunyi bakteri patogen
(spora anthrax) atau parasit (cacing pita) (OIE, 2006). Sebanyak 68,97% peternak
telah memberikan rumput atau hijauan yang berasal dari lahan yang tidak tercemar
oleh limbah industri. Daerah sekitar lokasi penelitian jauh dari pabrik atau industri.
Namun hanya 31,03% peternak yang yakin bahwa rumput untuk ternaknya berasal
dari lahan yang tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan
bahaya dan penyakit pada ternak.
Bobot badan sapi perah rata-rata di lokasi penelitian dari hasil wawancara
adalah 450 kg, sehingga bahan kering pakan rata-rata yang diperlukan sapi adalah
3% dari bobot badan yaitu 13,5 kg. Terdapat sebanyak 72,41% peternak yang
menyediakan hijauan lebih dari 13,5 kg BK per hari untuk ternaknya.
Pakan utama sapi perah adalah rumput, namun untuk memenuhi kebutuhan
proteinnya peternak memberikan pakan tambahan berupa sumber protein dan sumber
karbohidrat. Bahan pakan yang digunakan untuk ternak harus terbebas dari residu
kimiawi dan bahan ikutan ternak yang dilarang. Bahan pakan beresiko tinggi
mengandung residu bahan kimia yang berasal dari pupuk atau pestisida. Peternak
yang memastikan bahwa semua bahan pakan yang dibeli bebas dari residu kimiawi
dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang hanya berkisar
34,48%. Peternak tersebut hanya menggunakan bahan pakan yang mereka yakini
tidak mengandung residu kimiawi namun tanpa ada sertifikat tertentu yang
mendukung keyakinan mereka.
Terdapat 6,90% peternak yang membeli bahan pakan dengan memeriksa
label pada semua bahan pakan. Peternak tersebut memeriksa label yang meliputi
nama produsen, komposisi, tanggal diproduksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk
penggunaan dengan mengikuti dosis yang dianjurkan, kode produksi dan
kemasannya dipastikan utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi.
Sebanyak 44,83% peternak menolak dan membuang bahan pakan yang
berjamur. Umumnya pakan yang dibeli peternak selalu habis sebelum sempat
membusuk atau berjamur, dan bahan pakan yang diterima selalu baru. Tidak ada
peternak yang menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu
teridentifikasi pada susu.
Bahan pakan yang diterima peternak disimpan untuk persediaan hingga
beberapa hari berikutnya sesuai kebutuhan agar tidak terlalu lama berada di tempat
penyimpanan pakan di peternakan, di dekat kandang untuk memudahkan pemberian
pakan. Namun sayangnya tempat penyimpanan pakan untuk ternak tidak terhindar
dari hujan, yaitu berupa tempat terbuka dan tidak aman dari gangguan hewan lain
(Gambar 8).
Gambar 8. Tempat Penyimpanan Pakan Milik Peternak KSUJA
Konsentrat yang digunakan peternak umumnya berasal dari KSUJA dengan
merk Konsentrat Sinar Jaya Merah. Hasil analisis komposisi konsentrat dari KSUJA
yang dilakukan oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur di Pasuruan
mengandung 16,32% protein kasar berdasarkan bahan kering (Lampiran 2).
Sebanyak 10,3% peternak mencampur sendiri konsentrat yang digunakan untuk
pakan ternaknya, namun peternak-peternak tersebut tidak mencampur bahan pakan
tersebut dengan sempurna sampai homogen dan tidak melakukan kalibrasi alat ukur,
sehingga komposisinya tidak dijamin selalu tepat.
Hampir 100% peternak selalu mengisi palungan atau tempat pakan sebanyak
dua kali sehari dengan jumlah secukupnya agar tidak bersisa dan membusuk.
Terdapat hanya sebanyak 65,52% peternak yang membersihkan palungan sebelum
diisi kembali. Tempat pakan yang selalu dibersihkan sebelum diisi kembali dengan
desain yang mudah dibersihkan akan dapat menghindarkan menumpuknya pakan
yang membusuk. Pakan yang membusuk karena tersisa namun tidak dibersihkan
sebelum diisi kembali, memicu resiko tumbuhnya mikroba yang dapat
mengkontaminasi pakan. Sisa pakan yang tersisa dalam palungan dapat menjadi
busuk atau berjamur dan beresiko menyebabkan penyakit jika tertelan oleh ternak
(OIE, 2006) seperti keracunan.
Konsentrat atau pakan tambahan disamping hijauan menjadi sumber protein
dan gizi lain bagi ternak untuk mencukupi kebutuhannya. Konsentrat Sinar Jaya
Merah dianjurkan untuk diberikan sebanyak 6 kg per hari per ekor. Walaupun
peternak ada yang tidak memberikan sesuai anjuran karena alasan biaya, namun
hampir seluruh peternak memberikan sumber protein lain berupa ampas tahu
sehingga kebutuhan protein ternak dapat dipenuhi oleh peternak KSUJA.
Peternak membeli bahan pakan yang dianggapnya aman untuk ternaknya
serta harganya sesuai dengan kemampuan peternak tersebut. Konsentrat Sinar Jaya
Merah dianjurkan untuk digunakan peternak anggota dengan menawarkan sistem
memotong uang hasil penjualan susu ke KSUJA. Bahan pakan tambahan yang dibeli
peternak tidak memiliki sertifikat jaminan mutu. Peternak tidak memiliki catatan
semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan) pakan yang
digunakan (konsentrat) sehingga jika ada pakan yang rusak dapat cepat
dikembalikan. Peternak mengambil sendiri pakan yang diperlukan untuk membatasi
masuknya orang luar peternakan yang dapat membawa bibit penyakit sehingga besar
terjadinya resiko penyebaran penyakit.
Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP
dalam aspek manajemen pakan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan
Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP
0 – 25
≥ 25 – 50
≥ 50 – 75
≥ 75 – 100
10,34
55,17
34,48
0
Sangat kurang
Kurang
Cukup
Baik
Data pada Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa terdapat 10,34% peternak
yang masih sangat kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan.
Sebanyak 55,17% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen
pakan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP pada manajemen
pakan hanya sebesar 34,48% dari sampel.
Sumberdaya Manusia (SDM)
Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek
SDM di 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM) kepada 29 Peternak Sampel
Jawaban (%) No. Perihal
Ya Tidak
Total
(%)
1. Mengetahui penyakit sapi perah secara umum dan cara pencegahan maupun penanggulangannya
13,79
86,21
100
2. Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif
17,24
82,76
100
3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya
3,45 96,55 100
4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal
68,97 31,03 100
5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi yang baik
82,76
17,24
100
6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa
93,10
6,90
100
7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman dan gunakan secara bertanggung jawab
86,21
13,79
100
8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)
0
100
100
9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih
55,17
44,83
100
Kelangsungan suatu peternakan bergantung pada kualitas sumberdaya
manusia (SDM) di dalamnya. Peternak yang mengetahui tata cara beternak sapi
perah yang baik dan benar, serta dapat menerapkan sanitasi di dalamnya akan
memperoleh hasil yang maksimal. Menurut data pada Tabel 8 di atas terdapat
sebanyak 13,79% dari populasi peternak yang mengetahui tentang penyakit yang
sering terjadi pada sapi perah dan cara menanggulanginya. Peternak tersebut juga
berprofesi sebagai mantri hewan, petugas IB dan dokter hewan. Tidak menutup
kemungkinan adanya peternak lain yang mengetahui secara umum karena
pengalaman selama beternak sapi perah.
Kesehatan ternak merupakan salah satu titik fokus dalam melaksanakan tata
cara beternak yang baik dalam memproduksi susu yang bermutu tinggi.
Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak dengan melakukan
pemeriksaan setiap hari, mendeteksi tanda-tanda penyakit dan memantau kesehatan
ternaknya yang menitikberatkan pada pencegahan penyakit pada ternak, hanya
dilaksanakan oleh 17,24% peternak.
Pencatatan setiap perawatan yang dilakukan pada ternak sebaiknya dicatat
sebagai acuan peternak untuk dapat mengembangkan peternakannya. Pencatatan
yang dilakukan oleh 3,45% peternak di KSUJA hanya terbatas pada waktu kawin
suntik secara individual.
Sanitasi dan hygiene personal harus dilakukan oleh setiap pekerja (OIE,
2006). Standar sanitasi yang harus dilakukan setiap pekerja yaitu dengan memakai
pakaian yang bersih, memakai sepatu boot yang dibersihkan secara teratur, tidak
memiliki luka di tempat terbuka dan selalu mencuci tangan sebelum bekerja sudah
dilaksanakan oleh 68,97% peternak.
Pemerah harus mengikuti aturan standar sanitasi pemerahan sesuai OIE
(2006). Aturan standar sanitasi yaitu menyiapkan dan membersihkan peralatan
pemerahan, membersihkan sapi dan tempat pemerahan, serta mencuci tangan
sebelum memerah. Pemerah dalam keadaan sehat, kuku harus pendek karena kuku
yang panjang dapat melukai ambing atau puting, pakaian harus bersih, mencuci
tangan sebelum memerah atau sebelum memerah sapi berikutnya, tangan dalam
keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah. Aturan ini sudah diterapkan oleh
sebagian besar peternak yaitu sebanyak 82,76% peternak.
Peternak yang menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran,
menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal
kadaluarsa terdapat sebanyak 93,10%. Peternak dapat memenuhi persyaratan
penggunaan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran karena peternak selalu
berkonsultasi dengan petugas kesehatan.
Sebanyak 86,21% peternak menyimpan bahan kimia dan obat hewan secara
berhati-hati, mengawasi penggunaannya secara tepat dan bertanggung jawab.
Penggunaan obat hewan tersebut diawasi oleh peternak dengan hati-hati agar tidak
menimbulkan kerugian berupa kehilangan ternak atau kehilangan susu karena
mengandung residu. Peternak telah menggunakan obat sesuai dosis yang dianjurkan
karena obat yang dibeli sendiri oleh peternak dan diberikan pada ternaknya telah
dikemas dalam sekali pemberian saja, sehingga mempermudah peternak untuk
mengobati ternaknya. Pengobatan yang dilakukan sendiri oleh peternak dengan
anjuran dari petugas. Obat yang digunakan diberikan oleh mantri selalu dibawa oleh
mantri, sehingga peternak tidak menyimpan obat sendiri kecuali obat-obat untuk
mastitis atau obat yang bisa diberikan oleh peternak sendiri. Obat yang diberikan
peternak sendiri hanya berupa obat yang disuntikkan melalui puting dan hanya untuk
sekali pemakaian.
Kemampuan untuk mengambil keputusan yaitu mengeluarkan ternak yang
menderita penyakit dari kandang karena dapat menular kepada manusia adalah
hampir tidak dimiliki oleh peternak. Peternak selalu menjual ternak yang terlihat
sakit dan yang sulit untuk disembuhkan ke tukang jagal untuk dipotong tanpa
memperhatikan penyakit tersebut akan menular ke manusia atau tidak. Ternak yang
mati di tempat selalu dikubur oleh peternak di lahan kosong.
Pemerahan merupakan proses terpenting dalam produksi susu di peternakan.
Pemerahan seharusnya dilakukan di tempat yang terjaga kebersihannya dengan
menerapkan manajemen kesehatan pemerahan menurut Hidayat et al., (2002).
Sebanyak 55,17% peternak dijumpai telah memperhatikan kondisi sanitasi area
pemerahan dengan baik.
Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP
dalam aspek Sumberdaya Manusia (SDM) dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM)
Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP
0 – 25
≥ 25 – 50
≥ 50 – 75
≥ 75 – 100
10,34
51,72
34,48
3,45
Sangat kurang
Kurang
Cukup
Baik
Berdasarkan Tabel 9 di atas, terdapat 10,34% dan 51,72% peternak yang
masing-masing sangat kurang dan kurang menerapkan GFP dan GHP pada aspek
SDM. Lebih dari 34,48% peternak yang cukup menerapkan GFP dan GHP pada
aspek SDM. Hanya 3,45% peternak yang sudah menerapkan GFP dan GHP pada
aspek SDM dengan baik.
Proses Pemerahan
Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek
proses pemerahan pada 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan kepada 29 Peternak Sampel
Jawaban (%) No. Perihal
Ya Tidak
Total
(%)
1. Peralatan pemerahan yang digunakan dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik
0
100
100
2. Ambing sapi dibersihkan dengan air hangat
0 100 100
3. Dilakukan pre-dipping
6,90 93,10 100
4. Dilakukan pemerahan awal
96,55 3,45 100
5. Pemerahan dilakukan dengan teknik atau cara pemerahan yang benar dan menghindarkan cedera pada ambing
0
100
100
6. Pemerahan susu dilakukan dengan tuntas
100 0 100
7. Dilakukan post-dipping
20,69 79,31 100
8. Susu disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can
58,62 41,38 100
9. Menutup rapat milk can dengan tutupnya
79,31 20,69 100
10. Susu segera disetor pada koperasi dan tidak terlalu lama berada di suhu ruang
93,10
6,90
100
11. Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak
100
0
100
Pemerahan adalah aktivitas yang terpenting dalam peternakan sapi perah.
Konsumen menuntut standar kualitas yang tinggi, sehingga tujuan manajemen
pemerahan adalah untuk meminimalisasi kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi
(IDF/FAO, 2004). Untuk memperolah kualitas mikrobiologis yang tinggi, maka
kesehatan sapi, cara pemerahan, peralatan yang digunakan, kecepatan pengiriman ke
penampungan dan kecepatan pendinginan harus diperhatikan dengan seksama.
Tantangan bagi peternak adalah untuk memproduksi susu sebersih mungkin,
lalu mengirimkannya ke penampungan susu secepatnya. Kondisi kesehatan ternak
yang baik akan menunjang tingkat kebersihan susu. Peralatan pemerahan yang
digunakan juga harus dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik.
Peralatan pemerahan terutama ember dan milk can yang akan digunakan
untuk pemerahan harus sudah dalam keadaan bersih dan kering. Kondisi peralatan
juga harus terawat baik. Peralatan yang digunakan untuk pemerahan harus memiliki
permukaan yang halus dan tidak mudah tergores dan terkelupas. Dianjurkan untuk
menggunakan ember dan milk can yang terbuat dari stainless steel agar tidak berkarat
dan mudah dibersihkan serta tahan lama. Ember plastik mudah tergores dan
terkelupas sehingga akan terbentuk tempat-tempat yang sulit dibersihkan dan susu
akan tersisa di sana dan menjadi tempat mikroba berkembang biak. Namun
demikian, kesadaran peternak untuk menggunakan ember yang berbahan stainless
steel masih rendah dengan alasan bahwa harganya mahal atau tidak tersedianya
barang sehingga hampir semua peternak masih menggunakan ember plastik untuk
menampung susu hasil pemerahan. Peternak yang menyetorkan susunya pada
penampungan selatan atau TPS PMT wajib menggunakan milk can sesuai
kesepakatan antara pihak koperasi dan PT Nestlé Indonesia.
Umumnya peternak telah membersihkan peralatan pemerahan setelah
melakukan pemerahan, sehingga saat akan melakukan pemerahan berikutnya
peralatan tersebut telah bersih dan kering. Milk can milik peternak dibersihkan
dengan deterjen dan air panas yang telah disediakan petugas TPS PMT lalu dibilas
dengan air bersih di lokasi penampungan susu setelah susu dimasukkan dalam
cooling unit. Milk can lalu dibawa pulang oleh peternak lalu diletakkan terbalik
untuk mengeringkannya.
Ember juga merupakan peralatan pemerahan yang penting. Tidak seperti
membersihkan milk can, peternak bahkan menggunakan ember plastik yang hanya
dibilas dengan air bersih dan kadang-kadang dicuci dengan sabun. Ember yang telah
digunakan dan dibilas atau dicuci pun terkadang dipakai sebagai tempat bangku kecil
dan mentega untuk digantung, sehingga permukaan ember tidak hanya kontak
dengan susu, namun juga dengan bangku yang digunakan saat memerah sapi.
Puting dan ambing perlu dibersihkan dengan air hangat. Membersihkan
ambing dan puting dengan air hangat bertujuan untuk membersihkan ambing dan
merangsang hormon pengeluaran susu, karena usapan yang hangat pada ambing
merangsang otak untuk mengeluarkan hormon oksitosin, namun selama pengamatan
berlangsung peternak tidak pernah menggunakan air hangat untuk membersihkan
ambing, dan hanya cukup dengan air dingin saja.
Pemerahan awal untuk melihat kondisi susu dilakukan oleh 96,55% peternak.
Masih ada peternak yang langsung melakukan pemerahan dengan langsung
menampung susu di ember. Pancaran susu pertama yang mengandung banyak kuman
karena susu membilas saluran puting ditampung, mengakibatkan tingginya jumlah
bakteri yang ada dalam susu. Pencelupan atau penyemprotan puting dengan
desinfektan sebelum pemerahan dilakukan oleh 6,90% peternak.
Metode pemerahan yang digunakan oleh peternak adalah metode yang
bergantian antara metode gengggam atau full hand dan metode dua jari atau
stripping. Peternak memerah sapi menggunakan metode yang kurang tepat yaitu
dengan menarik-narik puting dengan menggunakan pelicin mentega. Mentega juga
dapat mencemari susu. Walaupun juga terbuat dari susu, namun mentega
mengandung lemak yang tinggi dan dapat mempercepat ketengikan susu. Akibat dari
penggunaan mentega sebagai pelicin pada puting jika tidak dilakukan post-dipping
yaitu akan meningkatkan resiko terjadinya mastitis karena mentega yang tetap
menempel pada bagian puting sapi akan menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri,
sehingga bakteri akan mudah masuk ke dalam saluran puting saat pemerahan.
Peternak memerah susu sapi dengan tuntas dan sampai habis, namun peternak
umumnya menggunakan metode menarik-narik bagian puting sapi. Metode yang
digunakan dapat menyebabkan puting semakin panjang dan dapat menyebabkan
cedera pada sapi. Pencelupan atau penyemprotan puting dengan desinfektan setelah
pemerahan hanya dilakukan oleh 20,69% peternak. Kebanyakan peternak hanya
membilas dengan air, padahal penyemprotan atau pencelupan puting dalam larutan
desinfektan dapat mencegah mastitis (Edmonson, 2003).
Susu yang didapat dari pemerahan sebaiknya disaring sebelum dimasukkan
ke dalam milk can. Semua kotoran yang masuk ke dalam susu saat pemerahan akan
tersaring, sehingga susu akan lebih bersih. Sebanyak 58,62% peternak telah
melakukan penyaringan susu ke dalam milk can sebelum disetorkan. Namun
sayangnya tidak semua saringan yang digunakan peternak tidak terbuat dari kain
blacu atau kain popok, tetapi peternak umumnya menggunakan saringan santan
sehingga kotoran yang ukurannya lebih kecil masih bisa lolos dari saringan. Susu
yang kotor akan lebih mudah cepat basi dari pada susu yang bersih karena kotoran
yang ada di dalamnya.
Peternak adalah mata rantai pertama dalam proses produksi susu. Maka selain
peternak dituntut untuk memproduksi susu sebersih mungkin, peternak juga dituntut
untuk menyetorkan susu secapat mungkin ke TPS agar bakteri dalam susu tidak
berkembang biak. Bakteri susu pada suhu sekitar 25°C akan berkembang biak setiap
20-30 menit, sehingga susu menjadi cepat rusak. Susu tidak boleh diekspos terlalu
lama dalam suhu ruang, namun masih ada 6,90% peternak yang belum menyadarinya
dengan melakukan kegiatan dulu sebelum menyetorkan susu ke TPS.
Susu wajib disetor dengan menggunakan milk can, jika peternak melanggar,
maka peternak akan mendapat peringatan dari petugas TPS. Jika peternak tersebut
tetap melanggar, maka yang bersangkutan akan dilarang untuk menyetorkan susunya
ke TPS. Syarat lainnya untuk menyetorkan susu dalam milk can yaitu peternak hanya
boleh menutup milk can miliknya dengan tutupnya, jika ditutup dengan plastik,
peternak juga akan dapat peringatan. Meskipun demikian masih terdapat 20,69%
peternak yang menggunakan plastik untuk melapisi tutup milk can dengan alasan
bahwa tutupnya tidak rapat sehingga susunya bocor saat dibawa ke TPS, dan mereka
melepas tutupnya saat petugas TPS tidak melihatnya. Peternak tersebut berdalih
menggunakan plastik atau kresek hitam yang baru, sehingga merasa bahwa plastik
tersebut bersih.
Susu yang berasal dari sapi yang sakit atau dalam masa perawatan dipisahkan
oleh peternak. Susu yang beresiko mengandung antibiotik tersebut dipisahkan dan
tidak disetorkan ke TPS PMT karena akan mengkontaminasi seluruh susu dalam unit
pendingin. PT Nestlé Indonesia tidak menerima susu sapi yang mengandung
antibiotik, sehingga koperasi selalu memeriksa ada tidaknya residu antibiotik dalam
susu sebelum dikirimkan ke Kejayan dengan menggunakan uji antibiotik Beta Star
sesuai persyaratan dari PT Nestlé Indonesia.
Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP
dalam aspek proses pemerahan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan
Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP
0 – 25
≥ 25 – 50
≥ 50 – 75
≥ 75 – 100
0
44,83
55,17
0
Sangat kurang
Kurang
Cukup
Baik
Terdapat 44,83% peternak masih kurang menerapkan GFP dan GHP pada
proses pemerahan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP pada
proses pemerahan sebanyak 55,17% (Tabel 11).
Manajemen Peternakan
Terdapat bahaya mikroba patogen yang dapat masuk dalam peternakan, yang
di dalamnya juga dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia yang keduanya dapat
mempengaruhi resiko terjadi kontaminasi pada ternak dan produknya (OIE, 2006).
Manajeman peternakan semua proses yang menyangkut peternakan tersebut, baik
dalam bangunan dan fasilitas peternakan, proses produksi, pakan, kesehatan ternak
dan SDM.
Peternak secara umum, sebanyak 93,10% mengikuti pelatihan tentang
pemeliharaan sapi perah yang baik. Dari hasil wawancara diketahui bahwa materi
pelatihan yang diberikan berupa tata cara beternak sapi perah yang baik sampai cara
penyetoran yang diharuskan. Penyuluhan peternak oleh dinas peternakan tidak
diberikan pada kelompok peternak, tetapi ketika penyuluhan diadakan di kelompok
petani, materi tentang peternakan seringkali disisipkan. Hal ini dilakukan karena
peternak pada umumnya adalah petani (Tabel 17).
Selain kesehatan ternak, kesehatan pekerja juga perlu diperhatikan. Jika
pekerja sakit, dikhawatirkan pekerjaan di kandang tidak dilaksanakan dengan benar,
selain itu resiko untuk menularkan penyakit pada ternak dan kontaminasi pada susu.
Perlu diadakan pemeriksaan rutin terhadap kesehatan pekerja, namun hal tersebut
tidak pernah dilakukan oleh peternak. Namun demikian, sebanyak 10,34% peternak
melarang pekerjanya bekerja saat mereka sakit. Selebihnya peternak tidak melarang,
tetapi biasanya pekerja tersebut meminta ijin untuk tidak bekerja jika sedang sakit.
Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek
manajemen peternakan di 29 sampel peternakan sampel dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan kepada 29 Peternak Sampel
Jawaban (%) No. Perihal
Ya Tidak
Total
(%)
1. Mengikuti pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan, terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak
93,10 6,90 100
2. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara rutin
0 100 100
3. Pekerja yang sakit dilarang untuk melaksanakan pekerjaannya
10,34 89,66 100
4. Mengembangkan dan menerapkan secara konsisten prosedur pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan
10,34 89,66 100
5. Pengendalian hama dan serangga
0 100 100
6. Pengendalian terhadap akses keluar masuk peternakan
100 0 100
7. Memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya
27,59 72,41 100
8. Sapi yang dibeli mempunyai status kesehatan yang jelas dan berasal dari peternakan yang bebas dari penyakit
20,69 79,31 100
9. Setiap ternak memiliki tanda pengenal
0 100 100
10. Mencatat semua data tentang ternak termasuk produksi dan kondisi kesehatannya
0 100 100
11. Ternak yang baru dibeli dikarantina dalam kandang khusus
3,45 96,55 100
12. Kesehatan setiap sapi perah harus selalu berada dalam pengawasan dokter hewan atau petugas yang berwenang
100 0 100
13. Ternak yang sakit segera diisolasi dari ternak lainnya dan diberi perawatan yang sesuai
17,24 82,76 100
14. Bulu ambing yang panjang dicukur 10,34 89,66 100
Peternak yang mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk
pemeliharaan, membersihkan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan dengan
memperhatikan cara penggunaan deterjen dan desinfektan hanya sebanyak 10,34%,
tanpa memastikan pelaksaan prosedur yang efektif, dengan analisis mikrobiologi dan
tindakan koreksi karena tidak terjangkau oleh sebagian besar peternak.
Manajemen peternakan juga mencakup pembatasan akses keluar masuk
kandang untuk menghindari penyebaran penyakit. pagar pembatas peternakan
hendaknya bisa membatasi masuknya orang dan kendaraaan yang tidak
berkepentingan. Hama, serangga dan hewan pengganggu atau hewan selain ternak
juga sebaiknya jangan sampai bisa masuk untuk mencegah masuknya penyakit dalam
peternakan (OIE, 2006). Namun semua peternak tidak dapat memenuhi hal ini.
Peternak harus mampu mengambil keputusan yang tepat untuk segera
mengeluarkan dan memusnahkan ternak yang mati dengan cepat agar tidak menjadi
sumber mikroba patogen dalam peternakan. Peternak juga harus mampu mengambil
keputusan yang tepat jika terjadi penyakit menular yang menyerang ternaknya
sebelum menjadi wabah (Sudono et al., 2003). Namun peternak yang memastikan
bangkai hewan dikeluarkan secara cepat hanya terdapat 27,59% peternak (Tabel 12).
Peternak yang ingin membeli sapi baru sebanyak 20,69% memilih berdasar
kesehatannya. Selebihnya peternak memilih dari penampilan ternak secara fisik. Hal
ini membuktikan bahwa peternak tidak membeli ternak yang berasal dari peternakan
yang telah mengaplikasikan GFP, dan ternak yang akan dibeli harus memiliki status
kesehatan yang jelas (berhubungan dengan tuberculosis, brucellosis, leptospirosis,
vibriosis, salmonelosis, dan cryptosporidiosis) dari petugas kesehatan ternak dinas
setempat. Peternak juga tidak mendapat detail tentang riwayat ternak, mulai dari
kandang asal hingga tujuan akhir (peternakan tujuan) dari penjual ternak beserta
keterangan adanya kemungkinan residu bahan kimia yang berasal dari perawatan
ternak sebelumnya karena belum dilaksanakan sistem recording. Sistem recording
dan pemberian tanda pada setiap ternak sangat diperlukan saat terjadinya animal
movement atau perpindahan ternak dari satu peternakan ke peternakan lain agar
status kesehatan dan performa ternak tersebut terlihat jelas.
Ternak yang baru dibeli sebaiknya dikarantina dalam kandang karantina
sekurangnya selama dua minggu. Peternak yang memiliki kandang karantina hanya
sebanyak 17,2% dan karantina ternak baru umumnya dilakukan paling lama hanya
satu minggu.
Manajemen kesehatan hewan di lokasi penelitian yaitu bahwa kesehatan
ternak diserahkan kepada mantri hewan yang bertugas di KSUJA. Bila ternak
mengalami sakit atau menunjukkan tanda-tanda kurang sehat, maka peternak akan
memanggil petugas kesehatan hewan koperasi untuk memeriksa kondisi ternaknya
dan memberikan obat yang tepat dengan dosis yang tepat. Petugas kesehatan akan
memeriksa kondisi ternak, jika ternak masih bisa diobati dengan obat tradisional,
maka petugas akan merekomendasikan ramuan tradisional seperti parutan kunyit
ditambah madu, dan sebagainya.
Ternak yang sakit harusnya diisolasi agar tidak menularkan penyakit pada
ternak yang lain dalam kandang (OIE, 2006). Selain untuk mencegah penularan
penyakit, pengawasan, pengobatan dan pemeliharaan ternak yang sakit akan lebih
mudah. Ternak yang sakit diisolasi dalam kandang isolasi yang hanya dimiliki
17,24% peternak (Tabel 12).
Bulu ambing yang terlalu panjang menyebabkan ambing menjadi susah
kering dan menjadi lembab. Kondisi ambing dengan bulu yang terlalu panjang
menjadi tempat kuman untuk berkembang biak. Bulu ambing yang terlalu panjang
juga menyulitkan pemerahan sehingga sebaiknya peternak mencukur bulu ambing
tersebut. Pencukuran bulu ambing yang terlalu panjang dilakukan oleh 10,34%
peternak.
Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP
dalam aspek manajemen peternakan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan
Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP
0 – 25
≥ 25 – 50
≥ 50 – 75
≥ 75 – 100
44,83
55,17
0
0
Sangat kurang
Kurang
Cukup
Baik
Manajemen peternakan yang dilaksanakan oleh 44,83 % peternak (Tabel 13)
sangat kurang sesuai dengan syarat GFP dan GHP. Sebanyak 55,17% peternak yang
melakukan manajemen peternakan yang masih kurang sesuai dengan GFP dan GHP.
Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP
dalam lima aspek penting penerapan GFP dan GHP dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP dalam Seluruh Aspek yang Dikaji
Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP
0 – 25
≥ 25 – 50
≥ 50 – 75
≥ 75 – 100
3,45
82,76
13,79
0
Sangat kurang
Kurang
Cukup
Baik
Secara umum peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP di
peternakan miliknya sebanyak 13,79%. Sedangkan sebanyak 82,76% dan 3,45%
peternak masing-masing masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan GHP
di peternakan miliknya (Tabel 14). Aspek manajemen peternakan merupakan aspek
yang paling kritis karena secara umum peternak tergolong sangat kurang dan kurang
menerapkan GFP dan GHP (Tabel 13).
Panduan dari OIE (2006) dan IDF/FAO (2004) tentang GFP dan GHP secara
umum dapat diterapkan pada semua negara di seluruh dunia. Penerapan tiap aspek
GFP dan GHP disesuaikan dengan kondisi negara tersebut secara umum dengan
mengutamakan penerapan esensi tiap aspek pada GFP dan GHP. Esensi tiap aspek
GFP dan GHP harus diterapkan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
Karakteristik Peternak KSUJA
Pengalaman peternak KSUJA yang menyetor pada TPS PMT dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15. Pengalaman Peternak KSUJA dalam Beternak Sapi Perah Pengalaman Beternak Sapi Perah Jumlah Peternak
< 5 tahun
≥ 5 – 10 tahun
≥ 10 – 20 tahun
≥ 20 tahun
6,90%
17,24%
65,52%
10,34%
Data pada Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar peternak yaitu
sebanyak 65,52% telah menekuni beternak sapi perah selama lebih dari 10 tahun dan
sebanyak 10,34% bahkan >20 tahun. Namun demikian, secara keseluruhan masih
banyak peternak yang belum mampu mengelola peternakannya dengan baik seperti
terlihat pada penerapan GFP dan GHP pada semua aspek (Tabel 14).
Tingkat pendidikan yang dicapai peternak KSUJA mulai dari tidak tamat SD
sampai menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ditunjukkan pada Tabel 16.
Tabel 16. Tingkat Pendidikan Peternak KSUJA Tingkat Pendidikan Petenak KSUJA Jumlah Peternak
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat Perguruan Tinggi
3,45%
20,69%
20,69%
41,38%
13,79%
Tingkat pendidikan peternak KSUJA yang menyetorkan susu pada TPS PMT
dari Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa mayoritas peternak tersebut adalah lulusan
SMA. Masih terdapat lebih dari 20% peternak yang hanya lulusan sekolah dasar
(SD). Sebanyak 13,79% peternak merupakan lulusan perguruan tinggi. Tingkat
pendidikan peternak dan pengalaman peternak dalam beternak sapi perah dapat
mempengaruhi perilaku dan pola pikir peternak dalam mengelola peternakan sapi
perahnya, terutama dalam memproduksi susu yang HAUS, yaitu pada penerapan
GFP dan GHP di tingkat peternak (Tabel 14).
Peternak KSUJA sebagian besar memiliki pekerjaan selain beternak sapi
perah, untuk lebih jelas pekerjaan lain peternak KSUJA dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Pekerjaan Peternak KSUJA Selain Beternak Sapi Perah
Pekerjaan Petenak KSUJA Selain Beternak Sapi Perah Jumlah Peternak
Petani
Wiraswasta
Petani dan wiraswasta
Karyawan
Paramedis
Pegawai negeri
34,48%
27,59%
6,90%
6,90%
6,90%
3,45%
Peternak sapi perah di KSUJA yang menyetorkan susunya ke TPS PMT yang
hanya bekerja sebagai peternak sapi perah hanya berkisar 13,79%. Mayoritas
peternak memiliki pekerjaan sebagai petani dan wiraswasta (Tabel 17), sehingga
peternak tidak hanya berkonsentrasi pada usaha peternakan sapi perah miliknya
sehingga pengelolaan peternakan tidak dapat optimal.
Terdapat berbagai macam alasan untuk memilih menjadi peternak sapi perah
atau memiliki peternakan sapi perah. Alasan peternak untuk memelihara sapi perah
dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Alasan Peternak untuk Memelihara Sapi Perah
Alasan Peternak untuk Memelihara Sapi Perah Jumlah Peternak
Ikut lingkungan
Tambahan pendapatan
Dijual
Hobi
Tabungan
Lain-lain
20,69%
34,48%
13,79%
10,34%
6,90%
13,79%
Data pada Tabel 18 di atas menunjukkan alasan peternak untuk memelihara
sapi perah. Perintis awal KSUJA memberikan penyuluhan-penyuluhan dan contoh
nyata bagi warga sekitar untuk memelihara sapi perah dengan baik, sehingga
sebanyak 20,69% peternak pada awalnya memulai usahanya tersebut karena ikut
dengan lingkungan. Alasan terbanyak yang disebutkan oleh peternak KSUJA yaitu
untuk memperoleh tambahan pendapatan (34,48%). Sapi perah juga dapat dijual dan
dijadikan tabungan yang dapat sewaktu-waktu dijual untuk memenuhi kebutuhan
hidup peternak dan keluarganya. Alasan lain-lain seperti tidak adanya pekerjaan lain,
hasil usaha yang paling terasa, atau hasilnya rutin dan usaha yang menjanjikan
dilontarkan oleh 13,79% peternak (Tabel 18).
Pemeliharaan sapi perah yang dilakukan oleh peternak seringkali menghadpi
berbagai macam kendala. Kendala-kendala yang sering dirasakan oleh peternak
ditunjukkan pada Tabel 19.
Tabel 19. Kendala yang Sering Dirasakan oleh Peternak KSUJA
Kendala yang Sering Dirasakan oleh Peternak KSUJA Jumlah Peternak
Kekurangan modal usaha
Mahalnya harga pakan sapi perah
Penyakit ganas yang menyerang sapi perah
Lain-lain
31,03%
27,59%
13,79%
13,79%
Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa kendala yang paling dirasakan oleh
sebagian besar peternak KSUJA adalah modal usaha yang kurang dan harga pakan
sapi perah yang mahal. Kendala berupa penyakit ganas terutama dirasakan oleh
13,79% peternak, sedangkan kendala lain-lain berupa kekurangan lahan, hasil yang
tidak tentu dan tidak adanya pemasukan jika sapi dalam masa kering dirasakan oleh
13,79% peternak. Kendala berupa kekurangan modal dirasakan oleh peternak dapat
diringankan oleh pemerintah dengan adanya kredit jangka panjang dengan bunga
ringan dari pemerintah atau dari lembaga keuangan seperti bank.
Penanganan dan Pendinginan Susu
Susu yang diterima dari peternak ditampung dalam cooling unit setelah
dilakukan penyaringan. Mesin pendingin dan pengaduk dinyalakan selama
penampungan susu dari peternak. Peternak menyetorkan susu dengan menggunakan
milk can yang disyaratkan. Petugas penampungan memeriksa berat jenis susu setiap
peternak dengan menggunakan lactodensimeter. Jumlah susu dan berat jenisnya
dicatat oleh petugas khusus.
Pemeriksaan kandungan lemak, protein dan unsur lain yang menentukan
harga susu dilakukan peternak diambil dengan waktu yang tidak ditentukan
sebelumnya, sehingga peternak cenderung untuk tidak berbuat curang. Pemeriksaan
kandungan susu tiap peternak dilakukan dengan mengambil sample susu dari tiap
peternak, lalu diperiksa dengan menggunakan lactoscan atau dairyscan. Alat ini
digunakan untuk memeriksa kandungan lemak, protein, TS, dan sebagainya. Alat
tersebut selalu dikalibrasi dengan lactoscan atau dairyscan konsumen, dalam hal ini
adalah IPS, agar tidak terjadi selisih nilai yang dapat merugikan salah satu pihak.
Mutu Susu Sapi Asal Peternak KSUJA
Kuantitas dan kualitas susu yang dikirimkan KSUJA ke PT Nestlé Indonesia
pada bulan Januari sampai Juli 2007 dan dari bulan Oktober 2007 sampai Maret 2008
dapat dilihat pada Gambar 9–15.
-50,000.00
100,000.00150,000.00200,000.00250,000.00300,000.00350,000.00400,000.00
Janu
ari (20
07)
Februa
ri (200
7)
Maret (2
007)
April (2
007)
Mei (20
07)
Juni
(2007)
Juli (
2007)
Oktobe
r (200
7)
Novembe
r (200
7)
Desembe
r (200
7)
Janu
ari (20
08)
Februa
ri (200
8)
Maret (2
008)
BULAN
PRO
DUK
SI S
USU
(kg)
Gambar 9. Produksi Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia
Mutu susu dari peternak yang menyetorkan susunya pada TPS PMT KSU
Jaya Abadi terlihat pada hasil analisa oleh konsumen yaitu PT. Nestlé Indonesia.
Data yang didapatkan hanya pada bulan Januari sampai bulan Juli 2007, dan pada
bulan Oktober 2007 sampai bulan Maret 2008. Pada saat dilakukan penelitian bulan
Maret sampai April 2008 dari wawancara diketahui bahwa saat itu adalah saat musim
sapi kering, sehingga jumlah susu menurun.
Jumlah produksi susu yang dikirimkan oleh KSUJA ke PT Nestlé Indonesia
cenderung mengalami penurunan. Gambar 9 menunjukkan bahwa pada bulan Juni
2007 dan Februari 2008, susu yang dikirimkan berjumlah <80.000 liter. Berdasarkan
wawancara musim sapi kering terjadi pada Bulan Juni 2007 dan Februari 2008,
sehingga kuantitas susu KSUJA menurun.
Pengiriman susu ke IPS dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu pagi
dan sore hari. Frekuensi pengiriman susu oleh KSUJA per bulan dapat dilihat pada
Gambar 10.
0102030405060
Janu
ari (20
07)
Febru
ari (2
007)
Maret (2
007)
April (2
007)
Mei (20
07)
Juni
(2007)
Juli (
2007)
Oktobe
r (200
7)
Novembe
r (20
07)
Desembe
r (20
07)
Janu
ari (20
08)
Febru
ari (2
008)
Maret (2
008)
BULAN
FRE
KUE
NS
I PE
NG
IRIM
AN
PE
RBU
LAN
(kal
i)
Gambar 10. Frekuensi Pengiriman Susu per Bulan ke PT Nestlé Indonesia
Pengiriman susu dari KSUJA ke PT Nestlé Indonesia setiap bulan cenderung
fluktuatif. KSUJA mengirimkan susu sebanyak lebih dari 40 kali pada bulan Januari,
Maret, Oktober, dan Desember 2007, sedangkan pada bulan Februari 2007, Mei
2007, Juni 2007, Juli 2007, November 2007, Januari 2008, Februari 2008, dan Maret
2008 KSUJA mengirimkan susu sebanyak ≤40 kali (Gambar 10). Saat KSUJA
kurang mengirimkan susu disebabkan oleh kurangnya jumlah susu yang dapat
dikirimkan ke PT Nestlé Indonesia. Ada beberapa faktor yang menjadi bahan
pertimbangan pengurus KSUJA untuk tidak mengirimkan susu ke Kejayan seperti
pertimbangan biaya dan kualitas susu yang terkumpul. Jumlah hari dalam bulan juga
mempengaruhi jumlah pengiriman susu ke IPS karena frekuensi pengiriman susu
sesuai dengan jumlah hari dalam satu bulan.
Protein merupakan komposisi utama dalam susu (Alfa-Laval, 1990).
Kandungan protein susu asal peternak KSUJA dapat dilihat pada Gambar 11.
2.98 2.972.95
2.93 2.92
2.98 2.98
2.94 2.94 2.942.97
3.08
2.93
2.80
2.85
2.90
2.95
3.00
3.05
3.10
Janu
ari (20
07)
Februa
ri (200
7)
Maret (2
007)
April (2
007)
Mei (20
07)
Juni
(2007)
Juli (
2007)
Oktobe
r (200
7)
Novembe
r (200
7)
Desembe
r (200
7)
Janu
ari (20
08)
Februa
ri (200
8)
Maret (2
008)
BULAN
PRO
TEIN
(%)
Gambar 11. Kandungan Protein Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia
Kandungan protein susu yang dikirim KSUJA ke PT Nestlé Indonesia sudah
sangat baik (2,92-3,08 %). Kadar protein susu dari KSUJA selalu berada di atas
kadar protein minimum menurut BSN (1998) yaitu 2,7%, bahkan pada bulan
Februari 2008 kadar protein meningkat sampai 3,08%. Tingginya kandungan protein
diduga disebabkan oleh tingginya kadar protein pakan yang diberikan peternak.
Peternak menggunakan ampas tahu atau kedelai untuk menambah kandungan protein
pakan disamping protein dari konsentrat yang umum digunakan. Kadar protein pakan
dalam persen bahan kering yaitu sebesar 16,32%.
Lemak dalam susu telah digunakan sebagai penentu harga susu lebih dari 80
tahun (Bath et al., 1985). Kadar lemak dalam susu asal peternak KSUJA dapat dilihat
pada Gambar 12.
3.96 3.95
3.86
3.803.83
3.63
3.733.70
3.733.77 3.78
3.92
3.97
3.603.653.703.753.803.853.903.954.00
Janu
ari (20
07)
Februa
ri (200
7)
Maret (2
007)
April (2
007)
Mei (20
07)
Juni
(2007)
Juli (2
007)
Oktobe
r (200
7)
Novembe
r (200
7)
Desembe
r (200
7)
Janu
ari (20
08)
Februa
ri (200
8)
Maret (2
008)
BULAN
LEM
AK (%
)
Gambar 12. Kandungan Lemak Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia
Kandungan lemak susu yang dikirim KSUJA ke PT Nestlé Indonesia sudah
sangat baik. Kadar lemak susu dari KSUJA selalu berada di atas kadar lemak
minimum menurut BSN (1998) yaitu 3,0%. Tingginya kandungan lemak susu
disebabkan oleh tingginya serat kasar yang diberikan peternak. Peternak
menggunakan rumput gajah. Dari hasil wawancara, bobot badan rata-rata sapi perah
di lokasi penelitian adalah 450 kg. Seekor sapi dapat mengkonsumsi hijauan
sebanyak 3% bahan kering dari bobot badannya, yaitu berkisar 13,5 kg bahan kering.
Sebanyak 72,4% peternak telah mampu menyediakan cukup hijauan bagi ternaknya.
Kandungan SNF dan TS susu yang dikirim ke PT Nestlé Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 13-14.
8.027.95
7.88 7.887.99
8.178.23
8.178.11 8.06 8.06
8.16 8.12
7.60
7.80
8.00
8.20
8.40
Janu
ari (20
07)
Februa
ri (200
7)
Maret (2
007)
April (2
007)
Mei (20
07)
Juni
(2007)
Juli (2
007)
Oktobe
r (200
7)
Novembe
r (200
7)
Desembe
r (200
7)
Janu
ari (20
08)
Februa
ri (200
8)
Maret (2
008)
BULAN
SNF
(%)
Gambar 13. Kandungan Bahan kering Tanpa Lemak (SNF) Susu yang
Dikirim ke PT Nestlé Indonesia
Kandungan Solid Non Fat atau bahan kering tanpa lemak susu yang dikirim
dari KSUJA tidak selalu berada di atas batas minimum yang dipersyaratkan BSN
(1998) yaitu 8,0%. Kadar SNF susu segar dari KSUJA pada Bulan Februari sampai
Mei 2007 mengalami penurunan. Kadar SNF bukan suatu parameter yang digunakan
KSUJA untuk menentukan harga susu peternak, namun Kadar Total Solid (hasil
penjumlahan SNF dan lemak) pada Gambar 14 yang digunakan untuk menentukan
harga.
11.9811.90
11.7411.68
11.82 11.80
11.9611.86 11.83 11.84
12.08 12.0911.84
11.4011.5011.6011.7011.8011.9012.0012.1012.20
Januari (2007)
Februari (2007)
Mare t (2007)
April (2007)
Mei (2007)
Juni (2007)
Juli (2007)
Oktober (2007)
November (2007)
Desember (2007)
Janua ri (2008)
Februar i (2008)
Mare t (2008)
BULAN
TS (%
)
Gambar 14. Kandungan Total Solid Susu yang Dikirim KSUJA ke PT Nestlé
Indonesia
Tingginya kandungan lemak susu menyebabkan kandungan bahan kering
susu selalu berada di atas 11,0% (penjumlahan dari kadar lemak SNI dan kadar SNF
SNI) walaupun kadar SNF susu dari KSUJA pada Bulan Februari–Mei 2007
mengalami penurunan. PT Nestlé Indonesia menetapkan standar yang tinggi pada
kandungan bahan kering susu, yaitu batas minimumnya 12,0%, sehingga peternak di
KSUJA diharapkan dapat meningkatkan kandungan bahan kering tanpa lemak dalam
susu. Harga beli susu dari peternak oleh KSUJA sampai saat ini masih berdasarkan
pada kandungan TS susu masing-masing peternak.
Kualitas susu merupakan nilai penting dalam peternakan modern penghasil
susu, karena sistem pemberian harga susu berdasarkan pada kualitas susu, dan
konsumen menginginkan kualitas yang tinggi dan keamanan susu yang dipasarkan
(Meijering et al., 2004). Kualitas mikrobiologi susu yang dikirim ke PT Nestlé
Indonesia dapat dilihat pada Gambar 15.
0.46 0.420.51 0.56
0.46 0.48 0.54
0.77
0.99 1.030.89
0.95
0.98
-0.100.200.300.400.500.600.700.800.901.001.10
Janu
ari (2
007)
Febr
uari (
2007
)
Maret (2
007)
April (2
007)
Mei (20
07)
Juni
(2007
)
Juli (
2007
)
Oktobe
r (20
07)
Novem
ber (
2007
)
Desem
ber (
2007
)
Janu
ari (2
008)
Febr
uari (
2008
)
Maret (2
008)
BULAN
TPC
(juta
)
Gambar 15. Jumlah Total Bakteri /ml Susu yang Dikirim ke PT Nestlé
Indonesia
Jumlah bakteri menunjukkan tingkat kebersihan susu yang dikirim KSUJA
ke PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur. Semakin
rendah jumlah bakteri dalam susu, berarti semakin tinggi tingkat kebersihan susu.
Dapat dilihat pada grafik bahwa mulai pada bulan Oktober 2007 terjadi penurunan
kualitas mikrobiologis susu. Secara umum total kuman/ml susu segar dari KSUJA
masih berada di bawah standar SNI namun cenderung meningkat setelah Bulan
Oktober 2007 hingga melebihi jumlah maksimal bakteri dari BSN (maksimal 1 juta
koloni/ml susu segar). Hal ini dapat terjadi karena peternak yang melaksanakan
pemerahan secara higienis hanya berkisar 55,17% (Tabel 11) dan masih banyak
peternak yang melaksanakan pemerahan tanpa menyadari sanitasi yang diperlukan..
Jumlah bakteri/ml susu segar dari KSUJA tidak menunjukkan nilai yang baik karena
sebagian besar peternak tergolong kurang menerapkan GFP dan GHP di semua aspek
(Tabel 14) khususnya pada aspek proses pemerahan (Tabel 11). Mayoritas peternak
yaitu sebanyak 82,76% merupakan prosentase umum dari semua aspek GFP dan
GHP, bukan berarti semua aspek pasti jelek, namun ada aspek GFP dan GHP yang
langsung terkait dengan mutu mikrobiologis susu segar yaitu aspek proses
pemerahan, dan ada yang tidak.
Standar TPC dari BSN dalam SNI Susu Segar nomer 01-3141 (1998) yaitu
sebanyak 1 juta koloni/ml susu segar, namun standar yang digunakan oleh IPS yaitu
PT Nestlé Indonesia sebanyak 500.000 koloni/ml susu segar untuk susu grade satu.
PT Nestlé Indonesia memberlakukan diferensiasi harga untuk grade susu yang
berbeda. Grade satu artinya bahwa susu dengan kandungan Total Solid (TS) 12,0%,
jumlah bakteri/ml susu ≤0,5 juta koloni. Susu grade dua adalah susu yang memiliki
TS 12,0% dengan jumlah bakteri/ml >0,5 juta sampai ≤1 juta koloni. Susu grade tiga
adalah susu yang memiliki TS 12,0% dengan jumlah bakteri/ml >1 juta sampai ≤2
juta koloni. Susu grade empat adalah susu yang memiliki TS 12,0% dengan jumlah
bakteri/ml >2 juta sampai ≤3 juta koloni. Susu grade lima adalah susu yang memiliki
TS 12,0% dengan jumlah bakteri/ml >3 juta sampai ≤5 juta koloni. Susu grade enam
adalah susu yang memiliki TS 12,0% dengan jumlah bakteri >5 juta koloni/ml. Mutu
mikrobiologis susu dari KSUJA termasuk dalam grade 2–3 dari PT Nestlé Indonesia
jika mengabaikan kandungan TS susu KSUJA yang masih berada di bawah standar
yang ditetapkan PT Nestlé Indonesia yaitu 12%.
IPS memantau koperasi yang menjadi pemasok bahan bakunya, salah satunya
KSUJA. KSU Jaya Abadi menyetorkan susu ke PT Nestlé Indonesia dengan
berpatokan pada Standar Operational Procedure (SOP) dari PT Nestlé Indonesia.
Susu yang dikirimkan pada PT Nestlé Indonesia sebelumnya harus didinginkan. KSU
Jaya Abadi mendinginkan susunya mencapai suhu 0°C. Susu yang telah mencapai
suhu yang ditetapkan, dipompa dan dialirkan ke dalam tangki susu untuk kemudian
diperiksa keberadaan antibiotik di dalamnya dan uji reduktase untuk memperkirakan
jumlah bakteri dalam susu secara kualitatif. Waktu reduktase yang baik adalah
minimal dua jam.
Susu yang diberangkat harus disegel terlebih dahulu. Segel yang digunakan
berasal dari PT Nestlé Indonesia. Segel harus terpasang pada manhole dan pipa yang
merupakan jalan keluar atau masuk tangki susu. Segel dipasang di koperasi dan akan
dibuka di pabrik PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah pemalsuan susu atau tindakan curang lainnya selama
di perjalanan.
Kantor pusat KSUJA dan pabrik PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan
berjarak 125 km dan ditempuh dalam waktu ± 3,5 jam. Tangki susu yang digunakan
berkapasitas 5000 liter tanpa fasilitas pendingin. Hal ini sangat beresiko jika
perjalanan dilakukan di siang hari atau ada kemacetan. Suhu dalam tangki susu akan
naik dan menyebabkan suhu susu juga naik. Jika suhu susu naik, maka susu akan
menjadi cepat basi atau rusak karena mikroba akan berkembang biak pada suhu di
atas 4°C (Direktorat Penanganan Pasca Panen Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian, 2006).
Kualitas susu yang baik akan semakin meningkatkan harga jual. Harga jual
tertinggi dapat diperoleh jika peternak dapat memproduksi susu yang bersih, metode
pemerahan yang benar, peralatan pemerahan yang higienis, ternak yang sehat, dan
penanganan yang tepat dan cepat. Penyuluhan-penyuluhan yang dilaksanakan dari
pihak koperasi memberikan pengertian kepada peternak untuk menerapkan tata cara
beternak sapi perah yang baik dan benar. Pemberian kredit peralatan pemerahan
seperti milk can dan ember stainless steel pada peternak dapat meningkatkan
komitmen peternak dalam menerapkan GHP dalam proses produksi susu segar.
Semakin tinggi mutu susu, maka akan semakin tinggi harga beli dari IPS.
Kendala yang muncul dalam memproduksi susu yang HAUS terutama berkaitan
dengan keamanan pangan. Susu yang terjamin aman masih belum dapat dihasilkan
oleh peternak. Susu yang aman berarti susu tersebut terjaga dari kontaminasi kimia,
fisik dan biologis (termasuk di dalamnya kontaminasi mikrobiologis) yang dapat
membahayakan konsumen. Mutu susu yang tinggi akan mendatangkan pendapatan
peternak lebih besar, dan yang paling penting bahwa keamanan pangan hasil ternak
dapat tercapai. Keamanan pangan harus tercapai bagi seluruh konsumen secara
umum, bahkan untuk konsumen dengan spesifikasi khusus yaitu Young, Old,
Pregnant dan Immune comprimized (YOPI).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Mutu susu yang tinggi dapat diperoleh dengan penerapan Good Farming
Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) yang baik dan konsisten dalam
suatu peternakan. Penerapan GFP dan GHP dilaksanakan oleh seluruh pekerja dalam
peternakan untuk memperoleh susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS).
Penerapan GFP dan GHP di tingkat peternak dan KSUJA menentukan kualitas susu
yang dikirim ke IPS PT Nestlé Indonesia.
Sebanyak 13,79% peternak KSUJA tergolong telah cukup menerapkan GFP
dan GHP di peternakan miliknya. Terdapat sebanyak 82,76% dan 3,45% peternak
masing-masing tergolong masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan
GHP di peternakan miliknya. Jumlah TPC susu KSUJA, rataannya masih berada
pada kisaran yang ditentukan oleh SNI, yaitu <1 juta koloni/ml susu, namun masih
berada di atas standar garade tertinggi PT Nestlé Indonesia yaitu <500 ribu koloni/ml
susu segar.
Peternak bisa menerapkan GFP dan GHP dengan mengikuti tata cara
beternak sapi perah yang baik dengan berpatokan pada penyuluhan atau pelatihan
yang ada, ataupun dengan mengikuti manual mutu tentang penerapan GFP dan GHP.
Keamanan pangan diusahakan mulai dari mata rantai awal produksi susu.
Susu diproduksi di kandang, sehingga peternak harus memproduksi susu sebersih
mungkin dengan metode yang benar serta mengirimkan susu ke tempat
penampungan susu untuk didinginkan dengan segera.
Saran
Diharapkan terbentuk suatu manual mutu atau suatu panduan tentang
penerapan GFP dan GHP sehingga peternak dapat menerapkan pada peternakannya
dengan benar. Sebaiknya diadakan secara rutin penyuluhan dan pelatihan baik dari
KSUJA maupun dari IPS dengan materi yang menyangkut tentang GFP dan GHP
agar peternak mengerti dan menerapkan dengan benar. Jika mutu susu dari peternak
dapat ditingkatkan, maka keamanan pangan dapat tercapai.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji penerapan Good
Transporting Practices (GTP) dari KSUJA ke IPS agar mutu susu dari peternak tidak
diperburuk oleh transportasi susu. Pembuatan SOP GTP dari peternak ke TPS, dan
dari koperasi ke IPS perlu dilaksanakan. Pengiriman susu sebaiknya menggunakan
pendingin untuk meminimalisasi resiko naiknya suhu susu akibat lingkungan selama
dalam perjalanan yang dapat berakibat pada peningkatan jumlah TPC untuk
mempertahankan kualitas dan keamanan. Selain itu perlu dibentuk juga sub sektor
usaha jaminan mutu susu pada kepengurusan KSUJA untuk meningkatkan mutu susu
asal peternak KSUJA.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Bapa dan YESUS atas
berkat, rahmat dan cintaNYA, serta perantaraan Bunda Maria sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Penerapan Good Farming Practices
(GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar
Jawa Timur”
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rarah R. A.
Maheswari, DEA, dan Bapak Epi Taufik, S.Pt., MVPH yang telah membimbing,
mengarahkan dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir dalam
penyelesaian tugas akhir ini, Ibu Tuti Suryati, S.Pt., MSi. sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan, dan juga
kepada Drh. H. Triwiyono beserta keluarga yang telah memberikan ijin, bimbingan
dan banyak nasehat selama di lapangan. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Bapak Ir. Afton Atabany, MSi dan Bapak Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA sebagai
dosen penguji dalam ujian sidang yang telah memberikan masukan dan sumbangan
pemikiran untuk penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih penuh syukur pada
Allah terutama untuk Bapak Albertus Djoko Triastadi, B.Sc. dan Ibu Johanna Peni
Prijanti, S.Ag. orangtua tercinta yang selalu setia, menyayangi, memberikan
motivasi, banyak materi, kasih sayang, dan doa tiada henti. Terima kasih juga kepada
Rm V. Harjanto Prajitno, Pr., F. X. Erry S., kakak penulis Sr. Maria Ludovika, SPM.,
adik penulis Thomas Aquino Agung Wibisono, serta semua saudara penulis yang
telah mendorong semangat dengan kasih sayang dan doa.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada para peternak dan staf
KSU Jaya Abadi yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data di
lapangan. Terima kasih pada teman-teman THT 41, teman-teman, senior dan alumni
PMKRI Cabang Bogor St. Joseph a Cupertino, KEMAKI, khususnya Maria
Rosdalima Panggur (KSH 41) atas dukungan, bantuan, penghiburan dan kritik, serta
semua pihak yang belum bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis juga memohon
maaf atas segala kekurangan yang dimiliki. Semoga semua pihak yang telah
membantu penulis, selalu diberkati Tuhan. Tuhan memberkati.
Bogor, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Alfa-Laval. 1990. Dairy Handbook. Alfa-Laval Food Engineering AB, Swedia.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-3141. Susu Segar. Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2007. www.bsn.or.id/NEWS/detail_news.cfm?News_ id=7 -20k [28 April 2007]
Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker dan R. D. Appleman. 1985. Dairy Cattle: Principles, Practices, Problems, Profits. Third Edition. Lea and Febiger, Philadelphia.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Campbell, J. R., M. D. Kenealy dan K. L. Campbell. 2003. Animal Sciences: The Biology, Care and Production of Domestic Animals. 4th Edition. Mc Graw Hill Co., New York.
Cunningham, M., M. A. Latour dan D. Acker. 2005. Animal Science and Industry. 7th Edition. Pearson Education Inc., New Jersey.
Department of Agriculture, Food and Rural Development. 2001. Good Farming Practices. Department of Agriculture, Food and Rural Development, Irlandia.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Peningkatan kewaspadaan terhadap keamanan pangan. http://www.depkes.go.id/index.php [8 Juli 2008]
[DHI] Dairy Hygiene Inspectorate. 2006. Milk hygiene on the dairy farm: a practical guide for milk producers to the food hygiene regulation 2006. Food Standards Agency, England.
Direktorat Penanganan Pasca Panen Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2006. Pedoman Umum Penanganan Pasca Panen Produk Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Edmonson, P. 2003. Teat dipping trouble. http://www.milkproduction.com/About_ Us/TermOfUse.htm?wbc_purpose=basicabout_deLaval [30 Januari 2008]
Ensminger, M. E. dan H. D. Tyler. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Edition. Pearson Education Inc., New Jersey.
[FAO] Food dan Agriculture Organization. 1992. Dalam: Rahman, S. 2007. Mencermati maraknya bahan pangan mengandung zat berbahaya. http://www.fajar.co.id /index.php [8 Juli 2008]
Hidayat, A., P. Effendi, A. A. Fuad, Y. Patyadi, K. Taguchi dan T. Sugiwaka. 2002. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia untuk Peternak: Kesehatan Pemerahan. PT Sonysugema Pressindo, Bandung.
[IDF/FAO] International Dairy Federation Food-Agriculture Organization of the United Nations. 2004. Guide to good dairy farming practice. IDF and FAO Task Force on Good Dairy Farming Practices, Roma, Italia.
Lind, O. 2003. Hygiene in milk production. http://www.milkproduction.com/About_ Us/TermOfUse.htm?wbc_purpose=basicabout_deLaval [30 Januari 2008]
Levy, P.S. dan S. Lemeshow. 1999. Sampling of Population. 3rd Edition. John Wiley and Sons. Inc., Kanada.
Lubis, I. R. 2001. Sistem pengadaan pakan konsentrat pada Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi di Desa Bendosari, Sanankulon, Blitar, Jawa Timur. Laporan Gladikarya. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Maskur. 1999. Manajemen pelaksanaan sanitasi alat-alat penanganan susu di Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi, di Desa Bendosari Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. Laporan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya, Malang.
Meijering, A., H. Hogeveen dan C. J. A. M. De Koning. 2004. Automatic Milking. Wagening Academic Publisher, Netherlands.
[OIE] Office International des Epizooties. 2006. Guide to good farming practices for animal production food safety. Animal Production Food Safety Working Group. World Organization for Animal Health (OIE), Paris.
Ondarza, M. B. 2001. Milk components. http://www.milkproduction.com/About_Us/ TermOfUse.htm?wbc_purpose=basicabout_deLaval [30 Januari 2008]
Palmer, R. W. 2005. Dairy Modernization. Thomson Delmar Learning, Canada.
Pemerintah Kabupaten Blitar. 2008. Situs Resmi Pemerintah Kabupan Blitar. http://www.kabblitar.go.id/ [17 Juni 2008]
Rahman A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rahman, S. 2007. Mencermati maraknya bahan pangan mengandung zat berbahaya. http://www.fajar.co.id/index.php [8 Juli 2008]
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Turner, C. W. 1962. Harvesting Your Milk Crop. Babson Bros. Co., Chicago, USA.
Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: D. Darmadja. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner untuk Peternak Sampel Kajian Penerapan GFP dan GHP pada KSUJA Bendosari, Blitar, Jawa Timur
KARAKTERISTIK PETERNAK
1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Lama beternak sapi perah : 5. Tingkat pendidikan formal :
tidak tamat SD tamat SD tamat SMP
tamat SMU tamat Perguruan Tinggi
6. Pendidikan informal yang pernah diikuti : Pelatihan IB Pembuatan pakan alternatif Penanggulangan penyakit
Pengawinan sapi perah Pengolahan pakan ternak Pemerahan sapi
Penyuluhan lainnya 7. Pekerjaan selain beternak sapi perah : 8. Alasan beternak sapi perah :
Dikonsumsi sendiri Hobi Tabungan
Dijual Tambahan pendapatan Ikut dengan lingkungan
Lain-lain 9. Kendala beternak sapi perah :
Pakan mahal Modal usaha kurang
Penyakit ganas Vaksin /obat sulit didapat
Lain-lain 10. Jumlah sapi perah yang dimiliki saat ini :
Sapi laktasi ekor Sapi dara ekor Pedet ekor Sapi jantan ekor Sapi kering ekor
11. Jumlah susu tiap hari yang dijual : Liter / hari
A. PERKANDANGAN
A.1. Dimanakah anda membangun kandang sapi perah? Jadi satu dengan rumah Di dekat rumah atau dekat dengan pemukiman Berjarak >10 meter dari rumah dan pemukiman
A.2. Apakah bangunan peternakan atau fasilitas lain milik anda terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, serta letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit?
Ya Tidak A.3. Apakah anda merasa terlalu sempit ketika bekerja di dalam kandang?
Ya Tidak A.4. Apakah anda merasa kandang anda terlalu panas dan lembab?
Ya Tidak A.5. Apakah alas kandang anda selalu bersih dan tidak licin?
Ya Tidak A.6. Alas apa yang anda gunakan untuk kandang sapi perah?
Karet Kayu
Semen Tanah padat
Bahan yang lain, sebutkan
A.7. Apakah anda memiliki kandang khusus untuk mengisolasi ternak anda yang sakit? Ya Tidak
A.8. Apakah anda memiliki kandang khusus untuk mengkarantina sapi yang baru anda beli? Ya Tidak
A.9. Apakah anda memiliki kandang khusus untuk pemerahan? Ya Tidak
A.10. Apakah di dalam kandang tersedia fasilitas atau sistem untuk pemerahan secara khusus? Ya Tidak
A.11. Apakah anda juga menyediakan tempat minum dan pakan khusus? Tidak Ya, yang terdiri dari:
Ο Tempat hijauan Ο Tempat pakan tambahan + konsentrat Ο Tempat minum
A.12. Apakah anda rutin membersihkan tempat pakan dan tempat air minum tersebut? Tidak pernah dibersihkan Sesekali jika kotor Rutin dibersihkan
A.13. Apakah anda mudah membersihkan tempat pakan di kandang anda? Ya Tidak
A.14. Sesering apa anda membersihkan kandang anda? Setiap kandang terlihat kotor atau lebih dari 2 kali sehari 2 kali sehari <2 kali sehari
A.15. Apakah anda menyemprot kandang dengan desinfektan secara teratur? Tidak pernah Ya, Sekali / Sebulan sekali / 2 bulan sekali
A.16. Apakah anda membangun kandang pembatas peternakan? Tidak Ya, dari bahan:
Ο Tembok beton atau bata Ο Pagar bambu atau kayu dan terawat dengan baik Ο Pagar seadanya
A.17. Apakah anda yakin tidak ada hewan pengganggu dan hewan selain ternak yang dapat masuk ke dalam area kandang anda?
Ya Tidak A.18. Apakah anda membuat saluran pembuangan air atau kotoran?
Tidak Ya, berfungsi baik sehingga tidak ada genangan air dan kandang selalu kering Ya, namun kurang berfungsi dengan baik, sering masih ada genangan air di
kandang A.19. Apakah anda memiliki semua peralatan kandang yang anda butuhkan untuk memelihara
sapi dan kandang tanpa harus meminjam tetangga? Ya Tidak, harus meminjam
A.20. Jika anda meminjam peralatan peternakan lain, apa yang anda lakukan? Selalu mencuci peralatan sebelum dan setelahnya Meminjam tanpa membersihkan sebelum dan setelah pemakaian
A.21. Peralatan pemerahan susu apa saja yang anda miliki? Ember stainless steel Mesin pemerah (milking machine) Milk can sesuai standar Kain saring Handuk untuk tiap ekor sapi Cairan desinfektan untuk dipping Pelicin berupa mentega / Vaseline / ……………
A.22. Dimanakah anda meletakkan kotoran ternak dan pengolahan limbah seperti apa yang anda terapkan?
Di kandang atau disekitarnya Dibuang saja ke sungai Ditumpuk untuk dijadikan pupuk Langsung dialirkan ke sawah atau kebun Lainnya
A.23. Bagaimana anda menempatkan sapi dalam kandang? Berhadapan kepala dengan kepala (head to head) Berhadapan ekor dengan ekor (tail to tail) Jadi satu baris berjajar
A.24. Apakah anda menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung? Ya, ada berupa Tidak
A.25. Apakah anda memperhitungkan akan terjadinya bencana alam dalam mendesain bangunan kandang?
Ya Tidak A.26. Bahan bangunan apa saja yang anda gunakan untuk pembuatan kandang sapi perah?
B. PAKAN
B.1. Hijauan B.1.1. Apakah anda yakin bahwa hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan yang
tercemar dari limbah industri? Ya Tidak
B.1.2. Apakah anda memastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak?
Ya Tidak B.1.3. Berapa jumlah hijauan yang anda berikan per ekor sapi per hari?
Adlibitum kg/ekor B.1.4. Berapa kali anda memberikan hijauan?
1 kali/hari 2 kali/hari
Tidak teratur
B.1.5. Kapan anda memberikan hijauan? Pagi Siang
Sore Malam
B.1.6. Hijauan apa yang anda berikan pada sapi perah anda? Rumput + legum Rumput gajah Rumput lapang
B.2. Konsentrat
B.2.1. Apakah anda memastikan bahwa semua bahan pakan yang dibeli bebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang?
Ya Tidak B.2.2. Apakah anda memeriksa label pada semua bahan pakan dan hasil pengamatan
visualnya serta mencatat semua bahan pakan yang dibeli? Ya Tidak
B.2.3. Apakah anda menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur? Ya Tidak
B.2.4. Apakah anda menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika ada residu bahan kimia pada susu?
Ya Tidak
B.2.5. Jika anda mencampur konsentrat sendiri, apakah anda memastikan bahwa konsentrat tersebut benar-benar merata dan komponennya tepat?
Ya Tidak B.2.6. Dari mana anda memperoleh konsentrat?
Koperasi Toko bahan pakan Lainnya
B.2.7. Apakah anda memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)?
Ya Tidak B.2.8. Berapa jumlah konsentrat yang anda berikan per ekor sapi per hari?
Kg/ekor/hari B.2.9. Berapa kali anda memberikan konsentrat?
1 kali/hari 2 kali/hari
Tidak teratur
B.2.10. Kapan anda memberikan konsentrat? Pagi Siang
Sore Malam
B.2.11. Pakan tambahan apa saja yang anda berikan? Dan sebanyak apa?
B.3. Apakah anda memberikan air minum yang jumlahnya cukup? Air yang anda gunakan bersumber dari mana?
Ya, dari air tanah / TidakB.4. Apakah yang anda lakukan jika anda menemukan bahan pakan yang baru anda beli
terlihat rusak? Menerima saja Menolaknya atau mengembalikannya
B.5. Apakah anda mengambil sendiri bahan pakan tersebut? Ya Tidak
B.6. Bagaimana cara anda memberi pakan ? 1 kali sehari dalam jumlah banyak untuk keperluan sehari itu 2 kali sehari namun dengan jumlah yang cukup
B.7. Apakah anda membersihkan dahulu sisa pakan sebelum mengisinya kembali? Ya Tidak
C. SUMBER DAYA MANUSIA (PETERNAK DAN PEKERJA)
C.1. Apakah anda pernah menempuh pendidikan tentang penyakit sapi perah dan cara pencegahan dan penanggulangannya?
Ya Tidak C.2. Apakah anda memiliki program pencegahan terjadinya penyakit pada ternak seperti
vaksinasi? Ya Tidak
C.3. Apakah anda selalu mencatat semua perawatan yang anda lakukan pada ternak anda secara individual?
Ya Tidak C.4. Apakah setiap pekerja memakai pakaian yang bersih, sepatu boot yang teratur
dibersihkan, tidak memiliki luka di tempat terbuka, serta selalu mencuci tangan sebelum bekerja?
Ya Tidak C.5. Apakah pemerah menyiapkan dan membersihkan peralatan pemerahan, membersihkan
sapi dan tempat pemerahan, serta mencuci tangan sebelum memerah? Ya Tidak
C.6. Apakah pemerah dalam keadaan sehat, kuku pendek, pakaian bersih, mencuci tangan sebelum memerah atau sebelum memerah sapi berikutnya, serta tangan dalam keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah?
Ya Tidak C.7. Apakah anda hanya menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran,
menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dan memperhatikan tanggal kadaluarsanya? Ya Tidak
C.8. Apakah yang akan anda lakukan jika sapi anda mengalami penyakit yang dapat menular pada manusia?
Diam saja, menunggu keadaan sapi Memotong lalu mengubur atau membakarnya Lainnya
C.9. Apakah anda memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih?
Ya Tidak D. PROSES PEMERAHAN
D.1. Apa saja yang anda miliki untuk perlengkapan anda memerah? Strip cup Ember stainless steel Ember plastik Milk can
Kain blacu Dipping Sprayer Kain lap untuk 1 ekor sapi
D.2. Apakah anda menggunakan desinfektan tertentu untuk sanitasi alat?
Ya, sebutkan Tidak
D.3. Apakah anda selalu membilas peralatan dengan air panas? Ya Tidak
D.4. Apakah anda membersihkan ambing sapi anda dengan air hangat? Ya Tidak
D.5. Apakah anda melakukan pencelupan puting ke dalam desinfektan sebelum melakukan pemerahan?
Ya Tidak D.6. Apakah anda melakukan pemerahan awal?
Ya Tidak D.7. Metoda apa yang anda gunakan untuk memerah sapi anda?
Metode full hand Metode hand stand Bergantian dengan dua metode di atas
D.8. Apakah anda selalu memerah sapi hingga anda yakin bahwa susu dalam ambing telah habis?
Ya Tidak D.9. Apakah anda melakukan pencelupan puting ke dalam desinfektan setelah melakukan
pemerahan? Ya Tidak
D.10. Apakah anda menyaring susu sebelum memasukkan dalam milk can? Ya Tidak
D.11. Apakah anda menutup rapat milk can dengan bantuan plastik tambahan agar rapat? Ya Tidak
D.12. Apa yang anda lakukan setelah memerah susu? Segera menyetor Mandi atau sarapan dulu sebelum menyetor
D.13. Berapa kali anda menyetor susu pada koperasi? 1 kali/hari 2 kali/hari
D.14. Jika anda menyetor susu pada koperasi hanya 1 kali/hari, apakah anda segera mendinginkan susu yang tidak disetorkan?
Ya Tidak
D.15. Setiap pukul berapa anda memerah sapi setiap hari? Pagi, pukul Sore, pukul
D.16. Apakah anda memisahkan susu yang diambil dari sapi yang sakit atau yang sedang diobati dari susu yang berasal dari sapi yang sehat?
Ya Tidak D.17. Apakah anda selalu membersihkan area pemerahan?
Ya Tidak D.18. Apakah anda selalu menjaga kebersihan sapi, baju anda, tangan anda dan lingkungan
pemerahan? Ya Tidak
D.19. Apakah anda menyaring susu sebelum memasukkan susu dalam milk can? Ya Tidak
E. MANAJEMEN PETERNAKAN
E.1. Apakah anda atau pekerja mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan peternakan sapi yang baik?
Ya Tidak E.2. Apakah anda memastikan pekerja memakai pakaian yang bersih dan sepatu boot yang
teratur dibersihkan serta mencuci tangan sebelum bekerja? Ya Tidak
E.3. Apakah anda melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara teratur agar dapat mendeteksi penyakit yang dapat menular?
Ya Tidak E.4. Apakah anda melarang pekerja anda yang sakit untuk melaksanakan pekerjaannya?
Ya Tidak E.5. Apakah anda mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk pemeliharaan,
membersihkan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan dengan memperhatikan cara penggunaan deterjen dan desinfektan?
Ya Tidak E.6. Apakah anda membatasi orang yang keluar dan masuk peternakan anda?
Ya Tidak E.7. Apakah anda memastikan cukupnya persediaan dan jika bahan sudah rusak, dapat
dikembalikan, serta membuang bahan pakan yang sudah lewat masa simpannya? Ya Tidak
E.8. Apakah anda menggunakan pestisida dan pupuk sesuai anjuaran? Ya Tidak
E.9. Apakah anda menyimpan bahan pakan yang berbeda secara terpisah? Ya Tidak
E.10. Apakah tempat penyimpanan anda tertutup, terlindung dari hujan dan terik matahari namun tidak lembab serta aman dari hewan pengganggu?
Ya Tidak E.11. Apakah anda memastikan semua bahan yang anda terima masih tersegel rapi?
Ya Tidak E.12. Apakah anda menyimpan semua bahan pada tempat yang sesuai anjuran penggunaan?
Ya Tidak E.13. Apakah anda memastikan limbah selalu dipindahkan atau ditimbun agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan? Ya Tidak
E.14. Apakah anda memastikan bahwa bahan pakan sisa atau bahan kimia yang lewat kadaluarsa tidak menjadi pencemar bagi lingkungan ataupun ternak?
Ya Tidak E.15. Apakah anda menyimpan bahan kimia dengan aman dan tidak terjangkau oleh ternak?
Ya Tidak E.16. Apakah anda mencatat produksi ternak anda per hari per ekor?
Ya Tidak
E.17. Apakah anda memiliki catatan tentang kesehatan ternak anda? Ya Tidak
E.18. Apakah anda meminta anjuran dari petugas kesehatan seperti dokter hewan atau mantri hewan untuk mengawasi kesehatan ternak dan penyebaran penyakit?
Ya Tidak E.19. Apakah anda selalu mempercayakan kesehatan ternak anda di bawah pengawasan petugas
kesehatan? Ya Tidak
E.20. Apakah anda memisahkan ternak yang sakit ataupun yang berpotensi sakit? Ya Tidak
E.21. Apakah anda mengisolasi ternak yang mati dan memusnahkan ternak yang mati secara aman, tidak kontak dengan ternak yang lain?
Ya Tidak E.22. Apakah anda memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan
dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya?
Ya Tidak E.23. Apakah anda selalu memeriksa peternakan asal sapi anda yang baru anda beli dan
membeli sapi hanya dari peternakan yang telah menerapkan cara beternak yang baik? Ya Tidak
E.24. Apakah yang anda lakukan jika sapi perah anda sakit? Menghubungi petugas kesehatan dan melakukan pengobatan sesuai yang
dianjurkan Mengobati sendiri
E.25. Apakah anda mengetahui dengan jelas status kesehatan sapi perah dari petugas kesehatan atau dari catatan ketika akan membelinya?
Ya Tidak E.26. Apakah yang 1 kali anda lihat sebelum memutuskan untuk membeli sapi yang baru?
Kesehatannya Penampilannya Lainnya
E.27. Apakah anda tahu bahwa keluar masuknya ternak baru dan ternak yang sudah ada dapat mengakibatkan penyebaran penyakit?
Ya Tidak E.28. Apakah anda mengkarantina ternak yang baru anda beli?
Ya, selama minimal selama 2 minggu Ya, kurang dari 2 minggu Tidak
E.29. Apakah anda menandai sapi anda dengan nomer telinga atau cap bakar? Ya Tidak
E.30. Apakah anda memiliki catatan khusus tiap ternak mengenai deskripsi, identifikasi, jenis kelamin, umur, status kesehatan, tanggal pengenalan, nama dan alamat penjual dan tentang riwayat peternakan, dan lain-lain?
Ya Tidak E.31. Apakah anda memiliki catatan tentang perlakuan yang pernah dilakukan pada sapi anda?
Ya Tidak E.32. Apakah setiap hari anda memeriksa kondisi tubuh, feces dan sisa pakan yang tertinggal?
Ya Tidak E.33. Apakah anda memakai bahan kimia sesuai dengan petunjuk dari kemasan dengan
memperhatikan tanggal kadaluarsanya? Ya Tidak
E.34. Apakah anda hanya menggunakan obat yang sudah dianjurkan dengan memperhatikan masa kadaluarsanya?
Ya Tidak E.35. Apakah anda mencukur bulu ambing yang terlalu panjang?
Ya Tidak
Lampiran 2. Hasil Analisa Komposisi Bahan Pakan Ternak (Analisa Proximate) Konsentrat Sinar Jaya Merah oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur
KADAR ABU PROTEIN
KASAR
LEMAK KASAR SERAT KASAR JENIS KONSENTRAT KA BK
ASFED *BK ASFED *BK ASFED *BK ASFED *BK
BETN
(%)
%*TDN
Sinar Jaya Merah 10,31 89,69 12,18 13,58 14,64 16,32 1,53 1,70 13,91 15,51 52,89 55,37
Keterangan :
* = Perhitungan berdasarkan bahan kering
Asfed = Hasil analisis berdasarkan bahan yang dikirim dengan kemasan kantong plastik
BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen
TDN = Total Digestibel Nutrients/ Total Nutrisi Tercerna
Lampiran 3. Definisi Operasional Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP dan GHP No. Perihal Definisi Operasional Alat
Bantu Cara Ukur Skala
A. BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN 1. Lokasi peternakan jauh dari
pemukiman dan kegiatan industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama
Menghindarkan setiap kegiatan beternak dekat dengan pabrik industri yang dapat menjadi sumber polusi (pembakaran sampah lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan senyawa pelarut atau logam berat, dll, atau dalam suatu lingkungan yang mudah terkena polusi udara (dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan hidrokarbon), polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan beracun) atau tempat perkembangbiakan hama (tempat pembuangan sampah akhir).
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit
Tempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu bangunan khusus (tempat penyimpanan) yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah. Tata letak bangunan diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak antar bangunan dalam peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko terjadinya perpindahan penyakit antar peternakan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik
Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik akan menimbulkan kondisi yang nyaman bagi ternak.
Kuisioner Observasi Ordinal 1 = ya 0 = tidak
4. Alas kandang bersih dan tidak licin Alas kandang harus selalu dijaga kondisinya agar bersih dan tidak licin.
Kuisioner Observasi Ordinal 1 = ya 0 = tidak
70
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
5. Bentuk tempat pakan tidak membentuk sudut
Bentuk tempat alas pakan tidak membentuk sudut sehingga mudah dibersihkan dan mengurangi resiko tertimbunnya sisa pakan di tempat yang sulit dibersihkan yang dapat menumbuhkan jamur.
Kuisioner Observasi Ordinal 1 = ya 0 = tidak
6. Terdapat kandang isolasi dan kandang karantina
Peternak harus memiliki kandang isolasi bagi hewan yang sakit dan kandang karantina bagi hewan baru yang akan dimasukkan dalam peternakan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang
Adanya kandang khusus untuk pemerahan atau tersedia sistem pemerahan dalam kandang yang dapat meningkatkan mutu susu secara mikrobiologis karena resiko susu tercemar oleh materi kandang diperkecil.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan
Desain bangunan kandang harus dapat mempermudah kandang dibersihkan dan didesinfeksi
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu
Area peternakan terisolasi dari hama atau hewan penganggu dan dari hewan liar yang banyak terdapat di daerah peternakan tersebut dengan memiliki pembatas yang dapat menjamin keamanan area peternakan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
10. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya
Bangunan kandang dirancang agar feces, sisa pakan, air kotor serta limbah lainnya dapat dibuang dengan mudah
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air, dan menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung
Lingkungan peternakan harus selalu dijaga bersih dan terbebas dari genangan air yang dapat menjadi tempat persembunyian hama, serta adanya tempat desinfeksi bagi petugas kesehatan atau pengantar pakan atau karyawan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
12. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam
Resiko terjadinya bencana alam harus diperhitungkan. Adanya usaha penanggulangan banjir, tanah longsor, hujan badai, gelombang panas, atau gempa bumi, dsb.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia atau biologis
Bahan bangunan harus menggunakan bahan yang tidak mudah berkarat atau bereaksi yang dapat menjadi sumber kontaminasi dan berbahaya bagi ternak.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih
Peternak hanya menggunakan peralatan kandang miliknya sendiri, tidak meminjamkan atau meminjam peralatan milik orang lain. Jika terpaksa meminjam atau meminjamkan, peralatan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dan sesudah peminjaman agar tidak terjadi penyebaran penyakit. Peralatan dijaga kebersihannya dengan teratur dibersihkan. Untuk peralatan pemerahan peternak harus menggunakan ember dan milk can yang terbuat stainless steel dan bersifat: kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat, tidak mengelupas bagian-bagiannya (bukan drum plastik), tidak bereaksi dengan susu, tidak merubah warna, bau dan rasa susu, serta mudah dibersihkan dan disucihamakan, sudut-sudut bagian dalamnya melengkung dan tidak berulir (mulut jerigen) sehingga mudah dibersihkan
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah
Limbah dibuang dan diolah di tempat yang tidak menjadi sumber kontaminasi bagi lingkungan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
B. MANAJEMEN PAKAN 1. Hijauan 1.1. Hijauan yang diberikan tidak
berasal dari lahan yang tercemar dari limbah industri
Khususnya memastikan bahwa hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan yang tercemar dari limbah industri, yaitu tidak beresiko menjadi sumber kontaminasi karbon (dekat jalan utama yang padat, atau dekat dengan pembakaran limbah pabrik setempat). Lahan tersebut juga tidak tercemar oleh residu bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak ditoleransi dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bakteri patogen (spora anthrax) atau parasit (cacing pita)
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak
Peternak hanya menggunakan bahan kimia yang diperbolehkan untuk pakan ternak atau komponennya dengan memperhatikan masa kadaluarsanya pada ladang di sekitar padang rumput dan ternak tidak mempunyai kesempatan untuk memasuki area material yang berbahaya di sekeliling padang rumput (tempat pembuangan, tempat penyimpanan herbisida, tempat yang dicat dengan cat aluminium). Lahan tersebut juga tidak boleh ada tanaman beracun yang tumbuh.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak
Untuk praktisnya pengamatan di lapangan, jumlah hijauan yang diberikan merupakan 10% bobot badan sapi.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
2. Konsentrat 2.1. Semua bahan pakan yang
dibeli bebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang
Jika tidak disebutkan dalam label, harus terdapat sertifikat yang menjamin bahwa semua komponen di dalamnya sesuai peraturan. Bahan pakan tidak boleh mengandung bahan ikutan ternak dan bahan lain yang tidak boleh digunakan sebagai pakan oleh aturan yang berlaku
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta catat semua bahan pakan yang masuk
Pemeriksaan pada label meliputi nama produsen, komposisi, tanggal diproduksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penggunaan dengan mengikuti dosis yang dianjurkan, kode produksi, dsb dan kemasannya utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Catat pula hasil pengamatan secara visual saat bahan pakan diterima dengan kode produksi bahan pakan tersebut.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur
Jika terdapat jamur pada bahan pakan, maka bahan pakan tersebut tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak yang aman, sehingga bahan pakan tersebut sebaiknya ditolak dan tidak digunakan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.4. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu
Bahan pakan yang mengandung residu antibiotik atau bahan kimia yang lain dapat mempengaruhi mutu susu, susu akan mengandung residu bahan kimia juga.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.5. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang bersih dan kering
Bahan pakan harus disimpan dalam kondisi yang kering, terlindung dari panas dan kelembaban serta dari binatang pangganggu seperti serangga dan binatang pengerat.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
2.6. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan
Lebih baik menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang kecil dengan seringnya pengiriman, daripada penyimpanan pakan dalam jumlah banyak bila kondisi penyimpanan tidak optimal.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.7. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka campuran berbagai komponen konsentrat harus merata
Peternak yang membuat konsentrat sendiri harus memastikan pencampuran berbagai bahan yang berbeda harus benar-benar tercampur dan tidak lupa melakukan kalibrasi timbangan atau alat ukur supaya komposisinya tepat.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.8. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu penuh
Peternak sebaiknya mengisi tempat pakan dua kali dalam sehari daripada satu kali dengan jumlah yang terlalu banyak.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.9. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan sebelum diisi ulang
Sisa pakan yang tidak dibersihkan dapat mengkontaminasi pakan baru yang diberikan pada ternak, sehingga pakan yang baru diberikan akan cepat busuk.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.10. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak
Untuk praktisnya pengamatan di lapangan, konsentrat yang diberikan harus ½ dari produksi harian susu.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2.11. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu
Konsentrat yang digunakan peternak berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
2.12. Memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)
Peternak harus memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan) pakan yang digunakan (konsentrat) sehingga jika ada pakan yang rusak dapat cepat dikembalikan. Peternak juga sebaiknya mengambil sendiri pakan yang diperlukan agar membatasi masuknya orang luar peternakan yang dapat membawa bibit penyakit sehingga besar resiko penyebaran penyakit
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
C. SUMBER DAYA MANUSIA 1. Mengetahui penyakit sapi perah secara
umum dan cara pencegahan maupun penanggulangannya
Peternak mengetahui penyakit yang banyak terjadi pada sapi perah, sehingga peternak akan mengusahakan cara pencegahan penyakit tersebut.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2. Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif
Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif yang menitikberatkan pada pencegahan yang sesuai dengan kebutuhan peternak.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya
Peternak mencatat riwayat hidup ternaknya secara individual. Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal
Sanitasi dan hygiene personal harus dilaksanakan oleh setiap pekerja seperti memakai pakaian yang bersih, sepatu boot yang teratur dibersihkan, tidak memiliki luka di tempat terbuka, serta selalu mencuci tangan sebelum bekerja.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi yang baik
Aturan dasar sanitasi dalam melakukan pemerahan yaitu menyiapkan dan membersihkan peralatan pemerahan, membersihkan sapi dan tempat pemerahan, serta mencuci tangan sebelum memerah. Pemerah dalam keadaan sehat, kuku harus pendek karena kuku yang panjang dapat melukai ambing atau puting, pakaian harus bersih, mencuci tangan sebelum memerah atau sebelum memerah sapi berikutnya, tangan dalam keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa
Peternak hanya menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa. Peternak melakukan indakan pengobatan atau pemeriksaan ternak yang selalu dilakukan, dalam hal ini peternak selalu menghubungi petugas kesehatan
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman dan gunakan secara bertanggung jawab
Peternak menyimpan bahan kimia dan obat hewan secara berhati-hati, mengawasi penggunaanya secara tepat dan bertanggung jawab
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)
Peternak mampu mengambil keputusan untuk mengeluarkan ternak yang menderita penyakit yang dapat menular kepada manusia, yaitu penyakit dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih
Kebersihan kandang harus selalu dijaga, yaitu dengan cara senantiasa membersihkan tempat makan dan minum, lantai kandang, memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang. Namun sebelum, selama dan setelah pemerahan, tidak boleh ada pekerjaan yang menimbulkan debu. Pemerahan harus dilakukan di area yang bersih dan kering agar susu tidak tercemar mikroba atau kotoran dari lingkungan pemerahan
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
D. PROSES PEMERAHAN 1. Peralatan pemerahan yang digunakan
dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik
Peralatan susu (gelas pemerahan/strip cup, ember dan milk can
Kain lap untuk pemerahan. Sehelai kain lap untuk 1 ekor sapi
Kain blacu, kain tetra, atau kain popok berwarna putih berukuran 60 x 60 cm2 untuk menyaring susu
Sikat, keranjang, dan ember untuk kain lap yang kotor Bahan kimia:
o Sabun untuk mencuci peralatan o Desinfektan untuk suci hama peralatan susu, kain lap
dan kain saring. Menyiapkan peralatan susu dengan urutan langkah sebagai berikut: 1) membersihkan peralatan susu:
membersihkan dengan sikat dan sabun membilas dengan air bersih membilas dengan air panas 40°C atau larutan desinfektan.
Contoh desinfektan: kaporit dosis 200 ppm. Jika lebih dari 200 ppm, susu akan berbau kaporit.
2) mengeringkan peralatan susu: peralatan susu diletakkan terbalik pada rak
peralatan susu dibiarkan sampai kering (diangin-anginkan)
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
2. Ambing sapi dibersihkan dengan air hangat
Membersihkan ambing dilakukan sesaat sebelum memerah. Membersihkan ambing dan puting dengan air hangat bertujuan untuk membersihkan ambing dan merangsang hormon pengeluaran susu, karena usapan yang hangat pada ambing merangsang otak untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Alat dan bahan yang perlu disiapkan untuk membersihkan ambing:
ember berisi air hangat atau larutan desinfektan kain lap bersih, misalnya handuk berukuran 50 x 30 cm2.
Sehelai kain lap untuk 1 ekor sapi. ember untuk menyimpan kain lap yang kotor
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
3. Dilakukan pre-dipping Pencelupan puting dalam larutan desinfektan agar kuman dalam saluran puting mati yang lalu akan terbilas oleh pemerahan awal
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
4. Dilakukan pemerahan awal (fore milk) Pemerahan awal yaitu mengeluarkan 3 – 4 pancaran susu dari masing-masing puting dengan tujuan mengeluarkan susu yang kotor karena mikroba berkumpul pada susu yang pertama kali diperah dan sisa cairan desinfektan pre-dipping, mengetahui keadaan susu dan merangsang pengeluaran susu. Strip cup berupa mangkok atau gelas yang dasarnya berwarna hitam merupakan alat untuk melaksanakan pemerahan awal. Pemerahan awal dilaksanakan dengan cara: 1) memasukkan 3 – 4 pancaran susu dari masing-masing puting
ke dalam strip cup; 2) memperhatikan keadaan susu, apakah ada perubahan warna,
terbentuk butiran-butiran halus atau penggumpalan (susu pecah). Susu yang pecah menandakan bahwa sapi tersebut terkena mastitis. Susu yang berasal dari sapi penderita mastitis harus dibuang;
3) membersihkan strip cup dan pakai kembali untuk memeriksa sapi yang lain.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
5. Pemerahan dilakukan dengan teknik atau cara pemerahan yang benar dan menghindarkan cedera pada ambing
Cara pemerahan yang dianjurkan yaitu dengan metoda full hand atau metoda genggam yaitu sebagai berikut: 1) memerah dengan cara menekan jari satu persatu secara
berurutan 2) tiap kali tangan terbuka, rongga puting kembali terisi susu 3) tangan kiri dan kanan memerah susu secara bergantian 4) kuartir depan diperah terlebih dahulu Jarak dan waktu pemerahan sapi di Indonesia berdasarkan produksi susunya diperah 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Jarak pemerahan pagi dan sore: ideal: 12 jam (jarak waktunya sama) atau dengan cara lain: 13 dan 11 jam atau 9 dan 15 jam.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
6. Pemerahan susu dilakukan dengan tuntas
Menekan ambing menggunakan siku membuat sisa-sisa susu masuk ke dalam puting, lalu puting diperah dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
7. Dilakukan post-dipping Suci hama puting dilakukan setelah memerah keempat ambing pada satu ekor sapi. Puting harus langsung didesinfeksi dengan menggunakan larutan desinfektan, yaitu pada saat lubang puting masih membuka dengan cara:
puting direndam (dipping) di dalam larutan desinfektan dalam beberapa detik, atau
puting disemprot larutan desinfektan dengan alat semprot (sprayer)
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
8. Susu disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can
Menyaring susu dilaksanakan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milk can. Kain blacu, kain tetra atau kain popok yang berukuran 60 x 60 cm2 dapat digunakan sebagai alat penyaring dan kotoran akan tertahan pada kain saring tersebut.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
9. Menutup rapat milk can dengan tutupnya
Milk can ditutup rapat dengan tutupnya saja, tidak perlu dilapisi dengan plastik agar tutupnya rapat
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
10. Susu segera disetor pada koperasi dan tidak terlalu lama berada di suhu ruang
Mengumpulkan susu ke TPS atau ke tangki pendingin di KUD atau Koperasi Susu dilakukan segera setelah selesai pemerahan atau segera mendinginkan susu hingga mencapai suhu 4°C. Penundaan proses ini akan menyebabkan susu menjadi cepat rusak. Susu segar harus dibawa dengan menggunakan milk can atau ember yang bertutup
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
11. Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak
Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak. Memastikan produk dari ternak yang sakit tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan untuk pakan ternak
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
E. MANAJEMEN PETERNAKAN 1. Mengikuti pelatihan sesuai dengan
yang dibutuhkan, terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak
Mengikuti pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan pekerja untuk penanganan bahan kimia dalam peternakan, pembuatan pakan dalam peternakan, membersihkan dan sanitasi peralatan dan perawatan ternak. Pelatihan yang cukup akan memberikan pengetahuan yang baik tentang adanya bahaya dalam peternakan dan metode manajemen resiko dalam menjamin mutu bahan pangan asal ternak. Mengikuti pelatihan tentang prinsip dan praktek biosekuriti untuk mencegah penyebaran bakteri patogen.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
2. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara rutin
Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara teratur agar dapat mendeteksi penyakit yang dapat menular.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
3. Pekerja yang sakit dilarang untuk melaksanakan pekerjaannya
Pekerja yang sedang sakit tidak diperbolehkan untuk melaksanakan pekerjaannya agar tidak menularkan penyakitnya pada ternak.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
4. Mengembangkan dan menerapkan secara konsisten prosedur pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan
Mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk pemeliharaan, membersihkan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan dengan memperhatikan cara penggunaan deterjen dan desinfektan. Memastikan pelaksaan prosedur yang efektif, dengan analisis mikrobiologi dan tindakan koreksi.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
5. Pengendalian hama dan serangga Melindungi ternak dari hewan pengganggu dan hewan liar non ternak yang berpotensi membawa bibit penyakit pada ternak.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
6. Pengendalian terhadap akses keluar masuk peternakan
Membatasi akses keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan sehingga tidak sembarang orang dapat masuk ke dalam peternakan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
7. Memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya
Bangkai hewan dapat menjadi sumber bakteri patogen dan sumber penyakit lainnya sehingga harus segera disingkirkan keluar dari peternakan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
8. Sapi yang dibeli mempunyai status kesehatan yang jelas dan berasal dari peternakan yang bebas dari penyakit
Peternak hanya membeli ternak yang berasal dari peternakan yang telah mengaplikasikan GFP, dan sapi yang akan dibeli harus memiliki status kesehatan yang jelas (berhubungan dengan tuberculosis, brucellosis, leptospirosis, vibriosis, salmonelosis, dan cryptosporidiosis) dari petugas kesehatan ternak dinas setempat. Peternak juga harus mendapat detail tentang riwayat ternak, mulai dari kandang asal hingga tujuan akhir (peternakan tujuan) dari penjual ternak beserta keterangan adanya kemungkinan residu bahan kimia yang berasal dari perawatan ternak sebelumnya.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
9. Setiap ternak memiliki tanda pengenal Tanda pengenal (ear tag atau cap) yang digunakan pada setiap ternak termasuk ternak yang baru dibeli harus disertai dengan dokumen yang diperlukan untuk mengetahui kesehatan ternak.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 3. Lanjutan
No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu
Cara Ukur Skala
10. Mencatat semua data tentang ternak termasuk produksi dan kondisi kesehatannya
Identifikasi ternak secara individual harus meliputi deskripsi, identifikasi, jenis kelamin, umur, status kesehatan, tanggal pengenalan, nama dan alamat penjual dan tentang riwayat peternakan, dan lain-lain. Peternak mencatat produksi susu harian, karena dengan catatan tersebut dapat diketahui kemampuan ternak sapi perah dalam menghasilkan susu dan analisa usaha sapi perah.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
11. Ternak yang baru dibeli dikarantina dalam kandang khusus
Karantina ternak yang baru dibeli perlu dilakukan untuk memantau kondisi ternak tersebut, juga untuk ternak baru tersebut memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan situasi kandang yang baru. Jika perlu, minta petugas kesehatan memeriksa kesehatan ternak baru tersebut dan tidak menyatukan dengan ternak yang lain sebelum ada hasil pemeriksaan.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
12. Kesehatan setiap sapi perah harus selalu berada dalam pengawasan dokter hewan atau petugas yang berwenang
Kesehatan sapi harus diperhatikan dan dipantau setiap hari oleh peternak, namun juga diperlukan adanya cek kesehatan oleh petugas kesehatan secara rutin.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
13. Ternak yang sakit segera diisolasi dari ternak lainnya dan diberi perawatan yang sesuai
Isolasi ternak yang sakit dari ternak lainnya sangat penting dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit pada ternak yang sehat dalam peternakan. Perawatan yang sesuai sangat diperlukan oleh ternak yang sakit.
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
14. Bulu ambing yang panjang dicukur Bulu ambing yang panjang menyebabkan ambing mudah kotor dan penuh dengan mikroba, selain itu ambing menjadi sulit atau lama kering, oleh karena itu sebaiknya dicukur
Kuisioner Wawancara dan observasi
Ordinal 1 = ya 0 = tidak
Lampiran 4. Standar Operational Procedures (SOP) Pemerahan dan Penanganan susu di peternakan
Menyediakan dan mempersiapkan sarana pemerahan1)
Membersihkan kandang2)
Memandikan ternak3)
Mempersiapkan kebersihan diri pemerah4)
Membersihkan ambing5)
Melakukan pemerahan awal6)
Melaksanakan pemerahan dengan menggunakan cara pemerahan yang dianjurkan7)
Melakukan post-dipping (suci hama puting) 8)
Mencatat produksi susu9)
Menyaring susu ke dalam milk can dan menutup rapat milk can dengan tutupnya10)
Mengumpulkan susu ke TPS secepat mungkin11)
Keterangan:
1) Menyediakan dan membersihkan sarana pemerahan
a) Menyediakan sarana pemerahan yang terdiri dari:
i) peralatan susu misalnya gelas pemerahan (strip cup), ember dan milk can dengan ketentuan kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat, tidak mengelupas bagian-bagiannya, tidak bereaksi dengan susu, tidak merubah warna, bau, dan rasa susu, dan mudah dibersihkan dan disucihamakan.
ii) kain lap untuk pemerahan, sehelai kain untuk satu ekor sapi;
iii) kain blacu, kain tetra, atau kain popok berwarna putih berukuran 60 x 60 cm untuk menyaring susu;
iv) sikat dan keranjang;
v) ember untuk kain lap yang kotor; dan
vi) bahan kimia berupa sabun untuk mencuci peralatan, dan desinfektan untuk suci hama peralatan susu, kain lap dan kain saring.
b) Menyiapkan peralatan susu
i) membersihkan peralatan susu dengan langkah sebagai berikut:
Membersihkan dengan sikat dan sabun
Membilas dengan air bersih
Membilas dengan air panas 40°C atau larutan desinfektan (contoh larutan desinfektan : kaporit dosis 200 ppm
ii) mengeringkan peralatan susu dengan cara meletakkan peralatan susu dengan posisi terbalik pada rak dan dibiarkan kering (diangin-angikan)
2) Membersihkan kandang
Kebersihan kandang harus dijaga dengan selalu membersihkan palungan berupa tempat pakan dan tempat minum, lantai kandang, dan di peternakan tersedia tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang.
3) Memandikan ternak sebaiknya dilakukan setelah pemerahan. Jika ternak hendak diperah dan kondisinya kotor, maka hanya bagian tubuh ternak yang kotor disiram dengan air lalu disikat dari punggung sampai ke perut untuk menjatuhkan bulu-bulu yang lepas.
4) Pemerah harus mempersiapkan diri sebelum memerah. Persiapan yang diperlukan yaitu bahwa pemerah dalam keadaan sehat, memiliki kuku yang pendek, memakai baju dan sepatu boot yang bersih, mencuci tangan sebelum atau memerah sapi berikutnya agar tangan selalu kering dan bersih.
5) Membersihkan ambing dilaksanakan sesaat sebelum memerah. Dianjurkan untuk membersihkan ambing dengan air hangat agar ambing dan puting menjadi bersih serta untuk merangsang pengeluaran susu. Sehelai kain lap untuk seekor sapi. Bulu ambing yang terlalu panjang harus dicukur agar tidak mengganggu pemerahan.
6) Pemerahan awal adalah mengeluarkan 3-4 pancaran susu awal dari masing-masing puting dengan tujuan:
a) mengeluarkan susu yang kotor dan banyak mengandung mikroba; b) mengetahui keadaan susu; dan c) merangsang pengeluaran susu.
7) Cara pemerahan yang dianjurkan yaitu dengan menggunakan metode genggam atau full hand dan dilaksanakan sampai menghabiskan susu dalam ambing. Keuntungan metode genggam yaitu
a) puting tidak menjadi panjang dan tidak mudah lecet; b) merangsang ambing untuk memproduksi susu lebih banyak; dan c) tidak memerlukan pelicin sehingga puting lebih mudah disucihamakan.
8) Puting harus segera disucihamakan setelah pemerahan selesai dengan menggunakan larutan desinfektan. Ada dua cara yang umum digunakan untuk desinfeksi puting yaitu perendaman dan penyemprotan puting.
9) Mencatat produksi susu harian (pemerahan pagi dan sore) merupakan pekerjaan penting untuk mengetahui kemampuan produksi ternak dan peternak dapat menganalisis usaha peternakan sapi perah miliknya.
10) Menyaring susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke dalam milk can. Kain blacu, kain tetra atau kain pook yang berwarna putih, bersih dan minimal berukuran 60 x 60 cm2 dapat digunakan sebagai alat penyaring kotoran. Milk can yang telah penuh diisi ditutup rapat tanpa diberi lapisan lain-lain seperti plastik.
11) Susu hangat tidak boleh dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang. Bakteri dapat berkembang biak sebanyak dua kali lipat dalam 20 menit, sehingga jika susu tidak segera dikumpulkan ke TPS untuk didinginkan, maka bakteri akan berkembang biak dan susu akan menjadi rusak.
Sumber : Hidayat, A., P. Effendi, A. A. Fuad, Y. Patyadi, K. Taguchi dan T. Sugiwaka. 2002. Buku
Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia untuk Peternak: Kesehatan Pemerahan. PT Sonysugema Pressindo, Bandung.