10
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086 Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK *) Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif - BAPETEN **) International Atomic Energy Agency 37 KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER TERBUNGKUS BERDASARKAN REKOMENDASI BADAN TENAGA ATOM INTERNASIONAL (IAEA)**) Togap Marpaung, PGD*) ABSTRAK KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER TERBUNGKUS BERDASARKAN REKOMENDASI IAEA. Pada umumnya, suatu buatan manusia yang meskipun berbasis teknologi canggih pada suatu siklus tertentu dapat tidak berguna lagi. Dalam konteks pemanfaatan tenaga nuklir secara umum diartikan sesuatu yang tidak bermanfaat lagi akan menjadi “limbah”. Pemanfaatan tenaga nuklir, khususnya sumber terbungkus (sealed source) yang pada suatu siklus tertentu akan menjadi limbah radioaktif sumber terbungkus (LRST). IAEA merekomendasikan kepada setiap negara anggota agar mengharmonisasi peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan limbah radioaktif. LRST berasal dari pemanfaatan tenaga nuklir di bidang medik, industi dan penelitian, yang dalam konteks pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, lazim disebut fasilitas radiasi dan zat radioaktif (FRZR). Pemanfaatan sumber terbungkus di Indonesia sangat besar.Izin yang sudah diterbitkan oleh BAPETEN untuk pemanfaatan sumber radioaktif terbungkus per tanggal 10 Juni 2009, ada 76 izin untuk bidang radioterapi (medik), 3.750 izin untuk di bidang industri, dan 36 izin di bidang penelitian. Untuk mengendalikan bahaya radiologik dan non-radiologik yang terkandung dalam limbah radioaktif, ada 9 (sembilan) prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif yang harus dipertimbangkan secara terintegrasi. Dalam rangka perubahan Peraturan Pemerintah No.27 tahun 2002 tentang Pengelolaan limbah radioaktif, konsep klasifikasi limbah radioaktif yang baru dan tahapan pengelolaan limbah radioaktif telah dipelajari, kedua poin utama tersebut masih sesuai dengan amanat Undang-undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan rekomendasi IAEA. Kata kunci: klasifikasi, limbah radioaktif, pengelolaan limbah, sumber terbungkus. ABSTRACT STUDY ON “RADIOACTIVE SEALED SOURCE – WASTE” MANAGEMENT BASED ON IAEA RECOMMENDATIONS. In general, a man-made though based on advanced technology, in a particular cycle will not be useful anymore. In the context of utilization of nuclear energy, in general speaking, something will not be usefuland finally it wll be a "waste". Utilization of nuclear energy, especially sealed source, which in a particular cycle will be “radioactive sealed source – waste”. IAEA recommends that each member state should harmonize their regulations related to radioactive waste management. “Radioactive sealed source – waste generates from the use of nuclear in the field of medical, industrial and research, which in the context of regulating the utilization of nuclear energy, commonly called radiation facilities and radioactive substances. Utilization of sealed source in Indonesia is very large. Licenses that already have been published by BAPETEN to utilization of sealed source as of June 10, 2009, there are 76 licenses for radiotherapy (medical), 3,750 licenses for the industry, and 36 licenses for research facilities.In order to control radiological and non-radiological hazards which are contained in radioactive waste, there are 9 (nine) the basic principles of management of radioactive waste that must be considered in an integrated manner. In order to revision the Government Regulation No.27 Year 2002 on Management of Radioactive Waste, concept for a new classification of radioactive waste and radioactive waste management steps already studied, those the main point are still in line with the mandate of the Act No.10 Year 1997 on Nuclear Energy and the IAEA recommendations. Keyword: classification, radioactive waste, waste management, sealed source.

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER …batan.go.id/ptlr/08id/files/u1/sntpl8/proceeding/4 togap marpaung... · terbungkus mempunyai range aktivitas yang luas bergantung pada

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

*) Direktorat Pengaturan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat

Radioaktif - BAPETEN

**) International Atomic Energy Agency

37

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

SUMBER TERBUNGKUS BERDASARKAN REKOMENDASI

BADAN TENAGA ATOM INTERNASIONAL (IAEA)**)

Togap Marpaung, PGD*)

ABSTRAK

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF SUMBER TERBUNGKUS

BERDASARKAN REKOMENDASI IAEA. Pada umumnya, suatu buatan manusia yang

meskipun berbasis teknologi canggih pada suatu siklus tertentu dapat tidak berguna lagi. Dalam

konteks pemanfaatan tenaga nuklir secara umum diartikan sesuatu yang tidak bermanfaat lagi

akan menjadi “limbah”. Pemanfaatan tenaga nuklir, khususnya sumber terbungkus (sealed

source) yang pada suatu siklus tertentu akan menjadi limbah radioaktif sumber terbungkus

(LRST). IAEA merekomendasikan kepada setiap negara anggota agar mengharmonisasi peraturan

perundangan yang terkait dengan pengelolaan limbah radioaktif. LRST berasal dari pemanfaatan

tenaga nuklir di bidang medik, industi dan penelitian, yang dalam konteks pengawasan

pemanfaatan tenaga nuklir, lazim disebut fasilitas radiasi dan zat radioaktif (FRZR). Pemanfaatan

sumber terbungkus di Indonesia sangat besar.Izin yang sudah diterbitkan oleh BAPETEN untuk

pemanfaatan sumber radioaktif terbungkus per tanggal 10 Juni 2009, ada 76 izin untuk bidang

radioterapi (medik), 3.750 izin untuk di bidang industri, dan 36 izin di bidang penelitian. Untuk

mengendalikan bahaya radiologik dan non-radiologik yang terkandung dalam limbah radioaktif,

ada 9 (sembilan) prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif yang harus dipertimbangkan secara

terintegrasi. Dalam rangka perubahan Peraturan Pemerintah No.27 tahun 2002 tentang

Pengelolaan limbah radioaktif, konsep klasifikasi limbah radioaktif yang baru dan tahapan

pengelolaan limbah radioaktif telah dipelajari, kedua poin utama tersebut masih sesuai dengan

amanat Undang-undang No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan rekomendasi IAEA.

Kata kunci: klasifikasi, limbah radioaktif, pengelolaan limbah, sumber terbungkus.

ABSTRACT

STUDY ON “RADIOACTIVE SEALED SOURCE – WASTE” MANAGEMENT

BASED ON IAEA RECOMMENDATIONS. In general, a man-made though based on

advanced technology, in a particular cycle will not be useful anymore. In the context of utilization

of nuclear energy, in general speaking, something will not be usefuland finally it wll be a "waste".

Utilization of nuclear energy, especially sealed source, which in a particular cycle will be

“radioactive sealed source – waste”. IAEA recommends that each member state should harmonize

their regulations related to radioactive waste management. “Radioactive sealed source – waste

generates from the use of nuclear in the field of medical, industrial and research, which in the

context of regulating the utilization of nuclear energy, commonly called radiation facilities and

radioactive substances. Utilization of sealed source in Indonesia is very large. Licenses that

already have been published by BAPETEN to utilization of sealed source as of June 10, 2009,

there are 76 licenses for radiotherapy (medical), 3,750 licenses for the industry, and 36 licenses

for research facilities.In order to control radiological and non-radiological hazards which are

contained in radioactive waste, there are 9 (nine) the basic principles of management of

radioactive waste that must be considered in an integrated manner. In order to revision the

Government Regulation No.27 Year 2002 on Management of Radioactive Waste, concept for a

new classification of radioactive waste and radioactive waste management steps already studied,

those the main point are still in line with the mandate of the Act No.10 Year 1997 on Nuclear

Energy and the IAEA recommendations.

Keyword: classification, radioactive waste, waste management, sealed source.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

38

PENDAHULUAN

Pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir

di Indonesia dapat dikelompokkan dalam 2

(dua) bidang utama terdiri dari: instalasi dan

bahan nuklir (IBN), dan FRZR. Pada

umumnya, suatu buatan manusia yang

meskipun berbasis teknologi canggih pada

suatu siklus tertentu dapat tidak berguna lagi,

dalam konteks pemanfaataan tenaga nuklir ini

yang pada awalnya “bermanfaat” maka suatu

ketika menjadi “tidak bermanfaat” lagi,

secara umum diartikan sesuatu yang tidak

bermanfaat lagi akan menjadi “limbah”.

Pemanfaatan tenaga nuklir, khususnya

sumber terbungkus yang pada suatu siklus

tertentu akan menjadi LRST. Sebelum

menjadi rezim “limbah” maka sumber

radioaktif dikategorikan menjadi “baklim”

(bakal limbah) berupa spent sealed source

atau disused sealed source.

Perkembangan penggunaan sumber

radioaktif terbungkus yang semakin luas dan

bervariasi menyebabkan LRST yang

dihasilkan oleh pihak pengguna di bidang

medik, industri dan penelitian juga semakin

meningkat, baik secara kuantitas maupun

kompleksitasnya. Sumber radioaktif

terbungkus mempunyai range aktivitas yang

luas bergantung pada jenis penggunaannya,

misalnya untuk sumber kalibrasi, mulai dari

beberapa microcurie (µCi) atau

megabecquerel (MBq), dan untuk sumber

teleterapi sekitar ribuan curie (kCi) atau

sekitar ratusan terabecquerel (TBq).

Sehubungan dengan masalah

pengelolaan limbah radioaktif yang semakin

pelik tersebut maka IAEA

merekomendasikan kepada setiap negara

anggota agar mengharmonisasi peraturan

perundangan yang terkait dengan pengelolaan

limbah radioaktif. Oleh karena itu, Indonesia

sebagai salah satu negara anggota IAEA,

merencanakan akan mengharmonisasi

Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun

2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif.

Kegiatan pada tahun 2009 diawali dengan

penyusunan konsepsi dan tahun 2010 ini

dilanjutkan dengan penyusunan draf

rancangan dalam bentuk pasal.

Lingkup pembahasan makalah ini

adalah pengelolaan LRST berbasis pada

prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif

sesuai rekomendasi IAEA Safety Standards,

Classification of Radioactive Waste, No.

GSG-1, tahun 2009 tetapi tetap secara

substansi konsisten dengan UU No. 10 Tahun

1997 mengenai pengertian pengelolaan

limbah radioaktif, metode klasifikasi hingga

kriteria pembuangan (disposal) serta

menguraikan prinsip ke-7 pengelolaan LRST.

PENGHASIL LRST

Pemanfaatan tenaga nuklir dalam FRZR

tidak hanya menggunakan sumber radioaktif

tetapi juga dengan pembangkit radiasi

pengion (pesawat sinar-X dan pemercepat

elektron-Linac). Sumber radioaktif terdiri

dari sumber terbungkus dan sumber terbuka.

LRST dari Penggunaan Medik

LRST dari penggunaan medik berasal

dari fasilitas radioterapi yang menggunakan

peralatan Brakiterapi dan Teleterapi untuk

pengobatan kanker (treatment for cancer).

Brakiterapi Manual

Terapi untuk kanker cervix yang

dilakukan secara manual adalah brakiterapi

pertama kali sekitar tahun 1900 (seribu

sembilan ratus), yang tidak berapa lama

setelah radium ditemukan oleh Marie dan

Pierre Curie pada tahun 1898. Pengertian

”braki” adalah jarak sangat dekat. Pada

awalnya ada juga Brakiterapi manual

digunakan di Indonesia, namun sejak

beberapa tahun yang lalu penggunaannya

sudah tidak ada lagi dan semua limbahnya

disimpan di Fasilitas Pengelolaan Limbah

Radioaktif, BATAN, di Serpong, Propinsi

Banten. Alasan tidak digunakannya lagi

sumber radioaktif tersebut terutama faktor

keselamatan (safety), khusus untuk sumber

radioaktif radium-226, ada faktor lain, yaitu

biaya (cost) yang sangat mahal dalam

pengelolaan limbahnya. Di negara lain,

seperti China penggunaan Brakiterapi manual

ini masih cukup handal terutama dengan

sumber radioaktif I-125. Penggunaan sumber

radioaktif terbungkus untuk tujuan

brakiterapi ini juga diawasi oleh BAPETEN,

meliputi peraturan, perizinan dan inspeksi.

Brakiterapi – Remote Afterloading

Peralatan brakiterapi yang sudah

modern (bukan manual) adalah lazim disebut

Remote afterloading, merupakan teknik

brakiterapi yang dilengkapi dengan sistem

remote untuk mendorong sumber keluar dari

wadahnya melalui kateter atau wire hingga

sumber masuk ke aplikator tepat berada di

dalam organ tubuh pasien yang disinari.

Setelah waktu penyinaran selesai, sumber

ditarik kembali masuk ke wadahnya secara

elektromekanik dengan kendali komputer.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

39

Sumber Ir-192 merupakan sumber

tunggal, sedangkan sumber Cs-137 dan Co-

60 merupakan sumber yang banyak (multi

sources). Berdasarkan data di Direktorat

Perizinan FRZR-BAPETEN Mei 2010,

jumlah rumah sakit yang memiliki remote

afterloading sebanyak 9 instansi, dan jumlah

teleterapi sebanyak 12 unit.

Teleterapi

Peralatan radioterapi jenis ini lazim juga

disebut Telegamma karena sumber radioaktif

yang digunakan adalah pemancar radiasi

gamma dan pengertian ”tele” adalah jarak

yang relatif panjang, terutama jika

dibandingkan dengan pengertian Brakiterapi.

Salah satu ciri LRST adalah zat

radioaktif volume kecil berbentuk padat yang

terbungkus secara permanen dalam kapsul

yang terikat kuat (encapsulated), terbuat dari

material densitas tinggi, seperti: logam baja

tahan karat, timah hitam dan/atau depleted

uranium. Sumber radioaktif dan pembungkus

mempunyai batas yang jelas, dan

pembungkus berguna sebagai perisai

(shielding). Untuk itu parameter kandungan

aktivitas yang sesuai adalah aktivitas total.

Sebagai contoh, LRST dari penggunaan

teleterapi, sumber berbentuk kapsul tersebut

berada di dalam wadah sumber (“source

head”) yang terbuat dari uranium susut kadar

(“depleted uranium”) yang bagian dalamnya

diberi timah hitam, sebagaimana dalam

Gambar 1.

Tabel 1. Sumber Radioaktif untuk Remote Afterloading

Radio-isotop Cs-137 Co-60 Ir-192

Waktu paro (T1/2) 30 tahun 5,4 tahun 74 hari

Energi (MeV) 0,66 1,17 1,33 0,136 1,062

Jenis radiasi Gamma Gamma Gamma

Aktivitas efektif

(mCi) 1,5 - 60 6 - 14 10 -12

Waktu efektif 15 - 30 tahun 5 - 10 tahun 3 - 4 bulan

Tabel 2. Sumber Radioaktif untuk Teleterapi

No Radio-isotop Waktu Paro

(T1/2)

Energi

(MeV)

Jenis Radiasi Aktivitas

(Ci)

1 Cs-137 30 tahun 0,66 Gamma 1.500 – 2.500

2 Co-60 5, 4 tahun 1,17 & 1,33 Gamma 2.500 – 12.500

Gambar 1. Wadah Berisi Kapsul Sumber Radioaktif

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

40

Gambar 2. Kapsul Berisi Zat Radioaktif

(Sumber Radioaktif/Sumber Terbungkus)

Radionuklida berada di dalam kapsul dengan

diameter 2 cm, yang terbuat dari dua lapis

baja tahan karat dan dilas dengan memenuhi

standar pengujian tertentu sehingga potensi

zat radioaktif bocor tidak mungkin,

sebagaimana dalam Gambar 2. Total izin

yang sudah diterbitkan BAPETEN untuk

pemanfaatan sumber radioaktif terbungkus

untuk bidang radioterapi (medik) per 10 Juni

2009 sekitar 76 izin.

LRST dari Penggunaan Industri

Penggunaan sumber radioaktif

terbungkus dalam bidang industri sungguh

sangat luas meliputi bidang jasa, kendali

proses hingga kendali mutu produk dan lebih

unggul jika dibandingkan dengan teknik

konvensional. Penggunaan teknik nuklir

dalam bidang industri meliputi: iradiator,

radiografi industri, gauging, logging, perunut,

fluoroskopi bagasi, fotofluorografi, dan

sebagai barang konsumen. Total izin yang

sudah diterbitkan BAPETEN untuk

pemanfaatan sumber radioaktif terbungkus

untuk bidang industri per 10 Juni 2009 sekitar

3.750 izin.

LRST dari Penggunaan Penelitian

Penggunaan sumber radioaktif

terbungkus selain digunakan di bidang medik

dan industri juga digunakan di bidang

penelitian. Pengertian penelitian ini adalah

penggunaan untuk tujuan bukan komersil

dimana sumber radioaktif terbungkus untuk

penelitian dan pengembangan (litbang),

seperti di universitas dan instansi yang paling

banyak menggunakan sumber radioaktif

terbungkus dalam rangka litbang adalah

BATAN. Pada umumnya, sumber terbungkus

yang digunakan untuk tujuan litbang adalah

yang radioaktivitasnya kecil, namun

demikian ada juga milik BATAN, yaitu

fasilitas kalibrasi, dan fasilitas iradiasi

gamma dengan sumber radioaktif terbungkus

cobalt (Co-60) dengan aktivitas yang tinggi.

Total izin yang sudah diterbitkan BAPETEN

untuk pemanfaatan sumber radioaktif

terbungkus untuk bidang penelitian per 10

Juni 2009 sekitar 36 izin.

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN

LIMBAH RADIOAKTIF

Oleh IAEA dalam sejumlah

publikasinya menjelaskan bahwa kegiatan

pengelolaan limbah radioaktif merupakan

paparan terhadap anggota masyarakat (public

exposure) sama dengan kegiatan

pengangkutan zat radioaktif. Untuk

mengendalikan bahaya radiologik dan non-

radiologik yang terkandung dalam limbah

radioaktif, ada 9 (sembilan) prinsip dasar

pengelolaan limbah radioaktif yang harus

dipertimbangkan secara terintegrasi, meliputi:

1. Proteksi Kesehatan Manusia

Limbah harus dikelola sedemikian rupa

untuk menjamin tingkat proteksi yang

dapat diterima bagi kesehatan manusia.

2. Perlindungan Lingkungan Hidup

Limbah harus dikelola sedemikian rupa

sehingga memberikan tingkat

perlindungan yang dapat diterima bagi

lingkungan hidup.

3. Proteksi Melampaui Batas Nasional

Limbah harus dikelola sedemikian rupa

untuk memastikan bahwa pertimbangan

telah dilakukan terhadap kemungkinan

dampak yang diterima oleh kesehatan

manusia dan lingkungan, yang melampaui

batas nasional.

4. Proteksi untuk Generasi Mendatang

Limbah harus dikelola sedemikian rupa

sehingga dampak yang diperkirakan untuk

generasi mendatang tingkatnya tidak lebih

besar dari dampak yang dapat diterima

generasi saat ini.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

41

5. Beban Generasi Mendatang

Limbah harus dikelola sedemikian rupa

sehingga tidak menjadi beban yang tidak

semestinya bagi generasi mendatang.

6. Kerangka Hukum Nasional

Limbah harus dikelola dalam kerangka

hukum yang tepat meliputi pembagian

tanggung jawab dan ketentuan yang jelas

untuk terwujudnya fungsi pengawasan

yang mandiri.

7. Pengendalian Timbulnya Limbah

Radioaktif

Timbulnya Limbah harus diupayakan

seminimal mungkin yang dapat dicapai.

8. Saling Ketergantungan dalam

Penimbulan dan Pengelolaan Limbah

Radioaktif

Saling ketergantungan antar seluruh

tahapan dalam penimbulan dan

pengelolaan limbah harus diperhitungkan

secara tepat

9. Keselamatan Fasilitas

Keselamatan fasilitas untuk pengelolaan

limbah harus dijamin sesuai ketentuan

selama umur fasilitas tersebut.

Prinsip dasar pengelolaan limbah

radioaktif ini berlaku juga untuk LRST sebab

LRST merupakan salah satu jenis dari unsur

limbah radioaktif itu sendiri, sebagaimana

diuraikan dalam ketentuan umum UU No.10

Tahun 1997. Limbah Radioaktif adalah zat

radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang

telah terkena zat radioaktif atau menjadi

radioaktif karena pengoperasian instalasi

nuklir yang tidak dapat digunakan lagi.

Pengertian Pengelolaan limbah

radioaktif yang ditetapkan dalam UU No. 10

Tahun 1997 secara substansi adalah sama

dengan yang direkomendasikan oleh IAEA

(yang akan diatur dalam amendemen PP No.

27 Tahun 2002), sebagaimana dalam Tabel 3

pada akhir makalah ini. Agar keseluruhan

prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif

ini dapat diterapkan secara konsisten sesuai

ketentuan untuk semua tahap kegiatan,

(dimulai dari pengumpulan, pengelompokan,

pengolahan, pengangkutan dan/atau

pembuangan) maka limbah radioaktif harus

diklasifikasi dengan suatu metode.

Tabel 3. Pengertian Pengelolaan Limbah Radioaktif berdasarkan UU No.10/1997 dan Referensi

IAEA

No. UU No. 10/ 2007 Referensi IAEA

Garis besar Uraian

1. Pengumpulan Pra Pengolahan

Pretreatment)

1. Pengumpulan (collection)

2. Pemisahan (segregation)

2. Pengolahan Pengolahan (treatment) 1. Reduksi volume (volume

reduction)

2. Penyesuaian kimia (chemical

adjustment)

3. Dekontaminasi (Decontamination)

4. activity removal

5. Pengubahan komposisi (change of

composition)

Kondisioning

(conditioning)

1. Imobilisasi (immobilization)

2. Pembungkusan (packanging)

3. Pembungkusan luar (overpack)

3. Pengangkutan - -

4. Penyimpanan Penyimpanan (Storage)

5. Pembuangan Pembuangan (Disposal)

6. Pengangkutan

7. Dekomisioning

8. Pelepasan dan klierens

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

42

Klasifikasi Limbah Radioaktif

Pengklasifikasian limbah radioaktif

dapat berbeda antara satu negara dengan

negara lain asalkan berbasis pada prinsip

dasar pengelolaan limbah tersebut. Dalam

UU No. 10 Tahun 1997 ditetapkan bahwa

klasifikasi limbah radioaktif dibagi atas 3

(tiga) jenis, meliputi:

1. Limbah Tingkat Rendah (Low Level

Waste - LLW);

2. Limbah Tingkat Sedang (Intermediate

Level Waste - ILW); dan

3. Limbah Tingkat Tinggi (High Level

Waste - HLW)

Ketiga jenis klasifikasi limbah ini sudah

mencakup keseluruhan spektrum limbah pada

umumnya, termasuk LRST hingga

pembuangan (disposal). Agar harmonis

dengan rekomendasi IAEA dan selaras

dengan prinsip dasar pengelolaan limbah

radioaktif maka terjadi perubahan

pengklasifikasian hanya untuk Limbah

Tingkat Rendah yang dibagi lagi menjadi 3

(tiga) tingkat, terdiri dari:

a. Limbah Umur Sangat Pendek (very

short lived waste - VSLW);

b. Limbah Tingkat Sangat Rendah (very

low level waste - VLLW); dan

c. Limbah Tingkat Relatif Rendah

(relative low level waste - RLLW).

Secara lengkap klasifikasi limbah pada

umumnya termasuk LRST menjadi:

1. Limbah Tingkat Rendah (Low Level

Waste - LLW);

a. Limbah Umur Sangat Pendek (very

short lived waste - VSLW);

b. Limbah Tingkat Sangat Rendah

(very low level waste - VLLW); dan

c. Limbah Tingkat Relatif Rendah

(relative low level waste - RLLW).

2. Limbah Tingkat Sedang (Intermediate

Level Waste - ILW); dan

3. Limbah Tingkat Tinggi (High Level

Waste - HLW).

Dengan demikian, klasifikasi limbah

yang baru ini tetap mengacu pada UU Nomor

10 Tahun 1997, klasifikasi inilah yang akan

ditetapkan dalam amendemen PP Nomor 27

Tahun 2002. Pengelolaan limbah LRST akan

bergantung pada penetapan klasifikasi limbah

radioaktif untuk selanjutnya ditentukan

kriteria pembuangan (disposal) LRST.

Metode Klasifikasi Limbah Radioaktif

IAEA memberikan beberapa alternatif

parameter sebagai kriteria pengelompokan

limbah ke dalam salah satu dari 5 (lima)

tingkatan klassifikai LRST. Berdasarkan

kajian oleh tim amendemen PP Nomor 27

Tahun 2002 terhadap literatur IAEA Safety

Standards, Classification of Radioactive

Waste, No. GSG-1, ada 2 (dua) parameter

utama sebagai kriteria kuantitatif

pengklasifikasian limbah radioaktif, yaitu:

waktu paro (T1/2) dan kandungan aktivitas

radionuklida, yang meliputi konsentrasi

aktivitas (Ac), aktivitas total (At) dan aktivitas

jenis (Asp).

Gambar 3. Grafik Aktivitas vs Waktu Paro

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

43

IAEA tidak menggariskan secara tegas

perihal penerapan kedua parameter kuantitatif

tersebut ke dalam suatu metode klasifikasi.

Pendekatan kuantitatif dari IAEA hanya

disajikan dalam bentuk grafik “konsentrasi

aktivitas vs waktu paro”, seperti pada

Gambar 3, dengan kedua sumbu koordinat

terukur dalam skala logaritmik dan hanya

ditandai dengan beberapa nilai acuan untuk

membantu interpretasi grafik.

Dari penjelasan dalam referensi tersebut

dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya tidak

ada nilai-nilai batas kuantitatif (aktivitas dan

waktu paro) yang dapat berlaku secara

generik untuk semua model klasifikasi

limbah. Penentuan nilai batas secara presisi

nampaknya diserahkan kepada negara

anggota agar dapat disesuaikan dengan

kemampuan dan prioritas setiap negara Tim

Penyusunan Konsepsi telah menentukan

nilai-nilai dengan menginterpretasikan grafik

berdasarkan asal dan jenis limbah, diperoleh

metode klasifikasi limbah radioaktif termasuk

LRST sebagai berikut:

1. Limbah Tingkat Rendah (LLW), terbagi

atas 3 tingkat sebagai berikut:

a. Limbah Umur Sangat Pendek (Very

Short Lived Waste-VSLW), berlaku

untuk limbah sumber radioaktif

terbungkus dengan batasan waktu

paro lebih dari atau sama dengan

150 hari;

b. Limbah Tingkat Sangat Rendah

(Very Short Level Waste-VLLW),

berlaku untuk limbah sumber

radioaktif terbungkus dengan

batasan:

i. jika waktu paro lebih dari 15

tahun, maka batasan Aktivitas

lebih besar dari 105 Bq tetapi

lebih kecil dari 107 Bq; dan

ii. jika waktu paro lebih dari 15

tahun tetapi kurang dari 30

tahun, maka batasan Aktivitas

lebih besar dari 104 Bq tetapi

lebih kecil dari 105 Bq;

c. Limbah Tingkat Relatif Rendah

(Relative Low Level Waste-RLLW),

berlaku untuk limbah sumber

radioaktif terbungkus dengan

batasan sebagai berikut:

i. jika waktu paro lebih dari 15

tahun, maka batasan Aktivitas

lebih besar dari 107 Bq tetapi

lebih kecil dari 108 Bq; atau

ii. jika waktu paro lebih dari 15

tahun tetapi kurang dari 30

tahun, maka batasan Aktivitas

lebih besar dari 105 Bq tetapi

lebih kecil dari 106 Bq;

2. Limbah Tingkat Sedang (Intermediate

Level Waste-ILW), berlaku untuk

limbah sumber radioaktif terbungkus

dengan batasan sebagai berikut:

i. jika waktu paro kurang dari 15

tahun, maka batasan Aktivitas

lebih besar dari 100 MBq tetapi

lebih kecil dari 100 TBq;

ii. jika waktu paro lebih dari 15 tahun

tetapi kurang dari 30 tahun, maka

batasan Aktivitas lebih besar dari 1

MBq tetapi lebih kecil dari 1 PBq;

dan

iii. jika waktu paro lebih dari 30

tahun, maka batasan Aktivitas

lebih besar dari 40 MBq tetapi

lebih kecil dari 10 GBq.

3. Limbah Tingkat Tinggi (High Level

Waste-HLW), berlaku untuk limbah

sumber radioaktif dengan batasan

waktu paro lebih dari 5 tahun dan

batasan Aktivitas lebih besar dari 400

TBq.

Semua LRST dengan waktu paro lebih

dari 30 tahun tidak termasuk Limbah Tingkat

Relatif Rendah (RLWW). Secara praktis

metode klasifikasi ini dapat disajikan dalam

sebuah diagram alir, sebagaimana pada

gambar pada akhir makalah, sehingga

pengklasifikasian limbah dan/atau

verifikasinya dapat dilakukan secara otomatis

dengan program komputer.

Pembuangan Limbah Radioaktif

Sebagaimana ditetapkan dalam PP. No.

27 Tahun 2002 bahwa, setiap orang atau

badan yang akan melakukan pemanfaatan

tenaga nuklir wajib menyatakan kepada

Badan Pengawas (BAPETEN) bahwa limbah

radioaktif akan dikembalikan ke negara asal

atau diserahkan kepada Badan Pelaksana

(BATAN) untuk dikelola. Dengan demikian

dapat dimaknai bahwa Penghasil LRST tidak

boleh melakukan Klierens dan tidak perlu

melakukan tahapan pengelolaan limbah

sesuai Kriteria Keberterimaan. Oleh karena

itu, LRST yang diserahkan kepada Pengelola

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

44

Limbah (BATAN) akan menjadi tanggung

jawabnya dan selanjutnya dilakukan Pra-

disposal yang akhirnya tindakan disposal.

Setelah melalui penyimpanan

sementara, LRST dapat diklasifikasi ulang

dengan metode klasifikasi. BATAN akan

memutuskan opsi disposal LRST sebagai

berikut:

1. Limbah Tingkat Sangat Rendah (Very

Low Level Waste-VLLW): cukup

disimpan dalam landfill disposal dimana

kedalaman disposal tersebut cukup

dekat dengan permukaan tanah (kurang

dari 5 meter).

2. Limbah Tingkat Relatif Rendah

(Relative Low Level Waste-RLLW:

disimpan dalam low near surface

disposal, kedalaman disposal 5 sampai

30 meter. Untuk beberapa limbah

dengan radionuklida pemancar gamma

kadang memerlukan penahan radiasi.

Waktu pengendalian disposal hingga

300 tahun.

3. Limbah Tingkat Sedang (Intermediate

Level Waste-ILW): disimpan dalam

intermediate depth disposal, bila

kedalaman disposal 30 sampai 300

meter, memerlukan penahan radiasi dan

waktu pengendalian lebih lama dari 300

tahun, serta dilengkapi pendingin jika

diperlukan.

4. Limbah Tingkat Tinggi (High Level

Waste-HLW: disimpan dalam deep

geological disposal, dengan kedalaman

disposal lebih dari 300 meter,

memerlukan penahan radiasi, dan waktu

pengendalian lebih lama dari 300 tahun,

serta memerlukan pendingin.

Prinsip Dasar Ke-7 Pengelolaan Limbah

Radioaktif

Prinsip dasar ke-7 pengelolaan limbah

radioaktif adalah “Pengendalian Timbulnya

Limbah Radioaktif” yang berarti “timbulnya

Limbah harus diupayakan seminimal

mungkin yang dapat dicapai”. Hal ini dapat

diartikan sebagai upaya minimisasi limbah

radioaktif. IAEA merekomendasikan prinsip

minimisasi (reduce) volume LSRT, dengan

cara:

1. menggunakan radionuklida berumur paro

relatif pendek sehingga sumber radioaktif

akan cepat meluruh ke tingkat aktivitas

yang relatif kecil.

2. menggunakan kembali (reuse) dan

mendaur-ulang (recyle) sumber radioaktif

dan peralatan tersebut.

Minimisasi limbah adalah suatu langkah

penting dalam pengelolaan limbah dan

pengendalian risiko potensial. Implikasi

minimisasi limbah yang dihasilkan harus

dikaji sebagai bagian dari kajian keselamatan.

Untuk alasan keselamatan, bahan yang tidak

diperlukan, misalnya pembungkus peralatan,

seharusnya tidak boleh dimasukkan ke dalam

rezim pengendalian secara radiologik. Hal ini

dapat mengurangi potensi limbah radioaktif

yang dihasilkan dan mengurangi penyebaran

kontaminasi dan minimisasi volume limbah.

Aspek penting lain minimisasi limbah

radioaktif adalah menggunakan jumlah zat

radioaktif seminimum mungkin sesuai

dengan pencapaian tujuan aplikasinya. Oleh

karena pertimbangan tersebut seharusnya

diberikan opsi untuk membatasi jumlah zat

radioaktif yang digunakan dalam setiap

kegiatan tertentu. Apabila dimungkinkan,

ketika pembelian sumber terbungkus,

kesepakatan kontrak harus mengatur

ketentuan pengembalian sumber ke pihak

pabrikan. Hal ini penting sekali dilakukan

khususnya untuk sumber radioaktif yang

aktivitasnya tinggi, dan berumur panjang.

Sedangkan untuk sumber radioaktif dengan

aktivitas rendah dan berumur paro pendek

dikirim ke Pengelola Limbah Radioaktif

dalam negeri.

Penggunaan kembali (reuse) dan/atau

pendaur-ulangan (recycle) zat radioaktif

harus dipertimbangkan sebagai suatu

alternatif untuk disposal jika dimungkinkan.

Keselamatan penggunaan kembali dan/atau

pendaurulangan harus dikaji sebelum

“operasi” dimulai, risiko yang dapat terjadi,

dan ketentuan yang dipersyaratakan oleh

badan pengawas harus dipenuhi.

KESIMPULAN

Dalam kegiatan perubahan PP No.27

Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah

Radioaktif, sudah disusun klasifikasi limbah

radioaktif yang baru, sesuai dengan

rekomendasi IAEA dan masih sesuai dengan

amanat Undang-Undang No.10 Tahun 1997

tentang Ketenaganukliran. LRST akan lebih

mudah dikelola karena klasifikasi limbah

radioaktif dapat ditentukan berdasarkan nilai-

nilai akvitas dan waktu paro yang diperoleh

dari interpretasi grafik antara aktivitas vs

waktu paro. Salah satu cara untuk minimisasi

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

45

LRST adalah dengan menerapkan kebijakan

bahwa untuk LRST dengan aktivitas tinggi

dan umur paro panjang seharusnya di re-

ekspor ke negara asal dan untuk LRST

dengan aktivitas rendah dan waktu paro

pendek seharusnya diserahkan ke Pengelola

Limbah Radioaktif. Dengan penerapan

kebijakan ini maka prinsip dasar ke-7

pengelolaan limbah radioaktif yaitu:

“Pengendalian Timbulnya Limbah

Radioaktif”, akan terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pengawas Tenaga Nuklir,

Undang-undang No. 10 Tahun 1997

tentang Ketenaganukliran, Jakarta,

1998.

2. Marpaung, T, Kecelakaan Radiasi yang

Terkait dengan Peralatan Radioterapi,

Badan Pengawas Tenaga Nuklir,

Jakarta, 2000.

3. IAEA, Management of Waste from the

Use of Radioactive Material in

Medicine, Industri, Agriculture,

Research and Education, Waste, IAEA

Safety Standard Series No. WS-G-2.7,

Viena, 2005.

4. Marpaung, T, Pengawasan

Keselamatan Radiasi di Fasilitas

Brakiterapi, Jakarta, Badan Pengawas

Tenaga Nuklir, 2009.

5. IAEA, 2009, Classification of

Radioactive Waste, IAEA Safety

Standard Series No. GSG-1, Viena.

6. Badan Pengawas Tenaga Nuklir,

Konsepsi Amendemen PP. No. 27 Tahun

2002 tentang Pengelolaan Limbah

Radioaktif, Jakarta, 2009.

Tabel 4. Contoh Klasifikasi Limbah Radioaktif Sumber Terbungkus

No. Waktu

Paro

Aktivitas

(Bq) Volume Contoh

i.

< 150 hari

108

kecil Y-90, Au-198, (brakiterapi)

ii. 5.1012

kecil

Ir-192 (brakiterapi)

Ir-192, Se-79 (radiografi

industri)

iii. < 15 tahun

< 107

kecil

Co-60,

H-3 (target tritium),

Kr-85 iv.

< 1014

kecil Co-60 (iradiator, radioterapi)

v.

< 30 tahun

< 106

kecil Cs-137 (brakiterapi, detektor

densitas kelembaban)

vi. ≈10

15 kecil

Cs-137 (iradiator)

Sr-190 (gauging ketebalan,

generator termoelektrik

radioisotop-RTG)

vii.

> 30 tahun

< 4.107

kecil Pu, Am, Ra

(eliminator statik)

viii. < 1010

kecil, tetapi dalam

jumlah sumber yang

banyak (hingga sepuluh

ribuan)

Am-241, Ra-226

(gauging)

Tabel ini merupakan modifikasi dari tabel GSG-1 IAEA agar sesuai dengan kriteria klasifikasi

yang diuraikan dalam bab tentang Klafisikasi Limbah Radioaktif. Khusus untuk Cs-137, meskipun

waktu paro sedikit di atas 30 tahun, tetapi dimasukkan dalam kriteria di bawah 30 tahun.

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK

46