17
Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 118 Karakter Gembala sebagai Pemimpin Dewi Morata Sekolah Tinggi Teologi Galilea, Yogyakarta [email protected] Abstraksi: This article specifically discusses how the shepherd's character as a leader by living faith in his leadership without blemish, as a servant of God, live in self-control, behave well, do not drink wine, do not like fighting, not new converts. The character of a shepherd as a leader in relationships with families includes a husband of one wife, able to manage his own household. While the final part of the pastor's character as a leader is to be able to lead the flock of God in a friendly manner, not greedy for money, able to teach, preserve the truth, be a good witness. And the key character of the shepherd as a leader is to be faithful in personal prayer, keep priorities, be humble, know weak- nesses and be responsible Keywords: character of pastor; leader; leadership; pastor Abstrak: Artikel ini secara khusus membahas bagaimana karakter gembala sebagai pemimpin dengan menghidupi iman dalam kepemimpinannya dengan tidak bercela, sebagai pelayan Allah, hidup dalam penguasaan diri, berperilaku baik, tidak minum anggur, tidak suka berkelahi, bukan petobat baru. Karakter gembala sebagai pemimpin dalam hubungan dengan keluarga meliputi suami dari satu istri, mampu mengatur rumah tangga sendiri. Sedangkan bagian akhir dari karaketer gem- bala sebagai pemimpin adalah mampu memimpin kawanan domba Allah dengan cara ramah, tidak tamak uang, mampu mengajar, memelihara kebenaran, menjadi saksi yang baik. Dan kunci karakter gembala sebagai pemimpin adalah dengan setia dalam doa pribadi, menjaga prioritas, rendah hati, mengetahui kelemahan dan bertanggungjawab. Kata kunci: gembala; karakter gembala; kepemimpinan; pemimpin PENDAHULUAN Kepemimpinan sekuler dengan kepemimpinan rohani adalah suatu hal yang berbeda. Dalam Alkitab seorang pemimpin terlebih dahulu teruji dalam hal karakternya. Oleh sebab itu maka paparan dibawah ini akan menjelaskan karakter seorang gembala dalam memimpin umat yang dipercayakan kepadanya untuk digembalakan. Ciri-ciri karakter untuk seorang gembala pada masa kini sama dengan ciri-ciri gembala pada abad pertama. 1 Ciri-ciri karakter gembala dalam Alkitab tidak berubah dan konsisten bagi para gembala yang melayani di gereja mana pun di belahan muka bumi ini. Karakter gembala sangat mempengaruhi bagaimana dia hidup menghidupi imannya 2 , berhubungan dengan keluar- ganya, dan memimpin kawanan domba Allah yang telah dipercayakan kepadanya. 1 Band. Asih Rachmani Endang Sumiwi, “Gembala Sidang Yang Baik Menurut Yohanes 10 : 1-18,” HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen 4, no. 2 (2019): 118. 2 Irwanto Sudibyo, “Pelayanan Kepemimpinan Penggembalaan Menurut Kisah Para Rasul 20:17-38,” Jurnal Teologi Gracia DeoGracia Deo 2, no. 1 (2019): 4661. e-ISSN 2715-0798 https://ejournal.sttgalileaindonesia.ac.id/index.php/ginosko Volume 1, No 2, Mei 2020 (118-134)

Karakter Gembala sebagai Pemimpin

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 118

Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Dewi Morata

Sekolah Tinggi Teologi Galilea, Yogyakarta

[email protected]

Abstraksi: This article specifically discusses how the shepherd's character as a leader by living faith

in his leadership without blemish, as a servant of God, live in self-control, behave well, do not drink

wine, do not like fighting, not new converts. The character of a shepherd as a leader in relationships

with families includes a husband of one wife, able to manage his own household. While the final part

of the pastor's character as a leader is to be able to lead the flock of God in a friendly manner, not

greedy for money, able to teach, preserve the truth, be a good witness. And the key character of the

shepherd as a leader is to be faithful in personal prayer, keep priorities, be humble, know weak-

nesses and be responsible

Keywords: character of pastor; leader; leadership; pastor

Abstrak: Artikel ini secara khusus membahas bagaimana karakter gembala sebagai pemimpin

dengan menghidupi iman dalam kepemimpinannya dengan tidak bercela, sebagai pelayan Allah,

hidup dalam penguasaan diri, berperilaku baik, tidak minum anggur, tidak suka berkelahi, bukan

petobat baru. Karakter gembala sebagai pemimpin dalam hubungan dengan keluarga meliputi suami

dari satu istri, mampu mengatur rumah tangga sendiri. Sedangkan bagian akhir dari karaketer gem-

bala sebagai pemimpin adalah mampu memimpin kawanan domba Allah dengan cara ramah, tidak

tamak uang, mampu mengajar, memelihara kebenaran, menjadi saksi yang baik. Dan kunci karakter

gembala sebagai pemimpin adalah dengan setia dalam doa pribadi, menjaga prioritas, rendah hati,

mengetahui kelemahan dan bertanggungjawab.

Kata kunci: gembala; karakter gembala; kepemimpinan; pemimpin

PENDAHULUAN

Kepemimpinan sekuler dengan kepemimpinan rohani adalah suatu hal yang berbeda.

Dalam Alkitab seorang pemimpin terlebih dahulu teruji dalam hal karakternya. Oleh sebab

itu maka paparan dibawah ini akan menjelaskan karakter seorang gembala dalam memimpin

umat yang dipercayakan kepadanya untuk digembalakan. Ciri-ciri karakter untuk seorang

gembala pada masa kini sama dengan ciri-ciri gembala pada abad pertama.1 Ciri-ciri

karakter gembala dalam Alkitab tidak berubah dan konsisten bagi para gembala yang

melayani di gereja mana pun di belahan muka bumi ini. Karakter gembala sangat

mempengaruhi bagaimana dia hidup menghidupi imannya2, berhubungan dengan keluar-

ganya, dan memimpin kawanan domba Allah yang telah dipercayakan kepadanya.

1Band. Asih Rachmani Endang Sumiwi, “Gembala Sidang Yang Baik Menurut Yohanes 10 : 1-18,”

HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen 4, no. 2 (2019): 1–18. 2Irwanto Sudibyo, “Pelayanan Kepemimpinan Penggembalaan Menurut Kisah Para Rasul 20:17-38,”

Jurnal Teologi Gracia DeoGracia Deo 2, no. 1 (2019): 46–61.

e-ISSN 2715-0798

https://ejournal.sttgalileaindonesia.ac.id/index.php/ginosko Volume 1, No 2, Mei 2020 (118-134)

Page 2: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 119

Isu kepemimpinan merupakan hal yang umum dalam pembahasan teologi. Ada bebera-

pa topik kepemimpinan yang menjadi isu terkait pemabahasan ini. Desti Samarenna membe-

rikan penekanan kepemimpinann dengan memberikan teladan.3 Seorang pemimpinan mem-

butuhkan kecerdasan emosional.4 Menuru Elliya Decce kepemimpinan dapat memberikan

dampak terhadap motivasi pelayanan.5 Ini artinya, ada unsur yang penting dalam kepemim-

pinan, seperti karakter.6 Kepemimpinan dalam pembahasan ini dikaitkan dengan penggem-

balaan, bagaimana seorang gembala memimpin. Penekanan dalam artikel ini adalah karakter

kepemiman seorang gembala.

METODE

Dalam penelitian ini bersifat kualitatif menggunakan pengumpulan data berdasarkan

kajian biblika, yaitu dari Alkitab sebagai sumber utama tentang karakter gembala sebagai

pemimpin. Pengumpulan data melalui kajian biblika dengan penerapan metode-metode

hermeneutik yang tepat mulai dari upaya eksegesis hingga metode lainnya dengan

keseksamaan agar tidak menghilangkan tujuan penelitian. Kajian bersifat biblika ini adalah

suatu ide kebenaran yang dikisahkan melalui penceritakan lebih daripada batasan-batasan

makna teologi itu sendiri. Terdapat suatu kebenaran di dalamnya yang diperoleh dari pen-

ceritaan. Metode ini adalah bagian dari hermeneutika atau ilmu menafsir.

PEMBAHASAN

Karakter Menghidupi iman

Pemahaman yang tinggi tentang panggilan Allah bagi seorang gembala untuk

memimpin umatnya adalah salah satu modal terbesar yang dapat membawa ke pelayanan

berintegritas, berkarakter seperti yang dibentangkan dalam Alkitab. Karakter didefinisikan

sebagai "agregat fitur” dan sifat-sifat yang membentuk sifat individu beberapa orang."7 Ini

adalah sifat menyeluruh dari orang tersebut. Seseorang yang berkarakter kemungkinan besar

juga berintegritas. Integritas didefinisikan sebagai "kepatuhan terhadap prinsip-prinsip moral

dan etika."8 Ini adalah tempat "perpaduan antara keyakinan seseorangdengan perilaku."9

Karakter dan integritas seseorang tidak dapat disembunyikan. Pada awalnya mungkin bisa

disembunyikan tetapi pada akhirnya juga nanti akan terungkap dan tentunya juga berlaku

untuk gembala. Seseorang mungkin dapat menyembunyikan karakter yang lemah dan ku-

rang integritasnya hanya untuk waktu tertentu, dan ketika kelemahan terungkap akan ada

3Desti Samarenna and Harls Evan R Siahaan, “Memahami Dan Menerapkan Prinsip Kepemimpinan

Orang Muda Menurut 1 Timotius 4:12 Bagi Mahasiswa Teologi,” BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan

Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 1–13, http://www.jurnalbia.com/index.php/bia. 4Antonius Remigius Abi, “Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Pendidikan,” SOTIRIA (Jurnal

Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 60–68. 5Elliya Dece, “Pengaruh Kepemimpinan Gembala Sidang Terhadap Motivasi Pelayanan Kaum Awam,”

DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika 2, no. 1 (2019): 25–34. 6Fernando Tambunan, “Karakter Kepemimpinan Kristen Sebagai Jawaban Terhadap Krisis

Kepemimpinan Masa Kini,” Illuminate: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 1, no. 1 (2018): 81–104,

http://sttbaptis-medan.ac.id/e-journal/index.php/illuminate/article/view/6. 7Laurence Urdang, ed., “Character”, The Random House College Dictionary (USA: Random House,

Inc., 1988), 225.

8Laurence Urdang, ed., “Integrity”, The Random House College Dictionary (USA: Random House, Inc.,

1988), 693.

9Tommy Yessick, Building Blocks for Longer Life and Ministry (Nashville: Convention Press, 1997), 89

Page 3: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 120

konsekuensi bagi pribadinya, imannya, keluarganya, umatnya, dan berpotensi secara

keseluruhan bagi tubuh Kristus.

Jack Hayford menulis:

By character in a leader, I’m referring to a man…committed to becoming a growing

person who grows people, a person whose inner life draws from an eternal fountain-

head, so their outer life begets the durable (more often than the colorful) and the de-

pendable (more often than the clever). Thus, leadership is defined not by gifting,

though leaders are usually blessed with much; not by intellect, though even unwise

leaders are not stupid; not by opportunity, since true leaders aren’t produced by

getting all the breaks; and not by their charisma or classiness. The latter may enable

coming off the blocks quickly, but a fast start makes little difference in a marathon run.

And leadership in that category isn’t determined by who wins, but who finishes- who

ran by the rules, was still standing at the finish and is ready to run again on another

day.10

Budaya modern yang semakin terbuka dalam banyak hal cenderung berdosa atau tidak

sesuai dengan kebenaran firman Tuhan sehingga seorang gembala yang memimpin di masa

kini harus hidup sebagai hamba Allah dan memimpin dari dasar karakter dan integritas yang

saleh, bukan dari budaya yang salah. Yesus berkata, "Berbahagialah orang yang suci

hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Mat 5: 8).

Oswald J. Smith menyatakan, "Orang-orang yang telah memenangkan jiwa-jiwa dan

hidupnya dipengaruhi oleh Tuhan telah menjadi orang-orang yang telah berjalan dengan

Allah jauh di atas massa, sehingga melalui kerohanian yang tinggi dapat menarik orang lain

ke tahap kerohanian yang sama dengan mereka juga. Salah satu cara untuk memenangkan

orang lain agar mereka menjadi pribadi yang seperti Kristus harapkan adalah dengan hidup

seperti yang Allah kehendaki bagi seorang gembala dan mampu menang menghadapi setiap

godaan dunia ini.11 Gembala dipanggil oleh Allah untuk melayani, kemudian sengaja mene-

tapkan dirinya “terpisah” dari dunia, agar dapat dipakai Tuhan untuk mempengaruhi dunia.

Standar Alkitab untuk karakter gembala diuraikan dalam 1 Tim 3: 1-712, dan Tit 1: 5-

9.13 Standar ini membentuk kerangka kerja seorang gembala bagaimana dia merumuskan

hidup dan pelayanannya. Gembala harus memahami bahwa segala sesuatu yang Allah telah

berikan kepadanya, berfungsi untuk kemuliaan Allah. Dalam setiap gerak kehidupan

seorang gembala semuanya itu menjadi bagian pelayanannya yang harus dipersembahkan

sebagai persembahanyang kudus kepada Allah yang kudus.

Tidak Bercela

Karaketer pertama dari seorang Gembala adalah tak bercela, yang dalam bahasa Yunani

dari kata anepilēmptos (I Tim 3: 2; Tit 1: 6). Kata ini juga diterjemahkan kedalam bahasa

Indonesia adalah 'tak bercacat”. Untuk menjadi tak bercacat tidak menunjukkan kesempur-

10Jack Hayford, The Leading Edge (Lake Mary,Florida: Charisma House, 2001), VIII-IX. 11Oswald J. Smith, The Man God Uses (London: Marshall, Morgan, and Scott, 1968), 24. 12Ezra Tari, Ermin Alperiana Mosooli, and Elsye Evasolina Tulaka, “Kepemimpinan Kristen

Berdasarkan 1 Timotius 3:1-7,” Jurnal Teruna Bhakti 2, no. 1 (2019): 15–21. 13Parluhutan Manalu, “Memahami Theologia Dalam Surat Titus,” SOTIRIA (Jurnal Theologia dan

Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 39–59, http://sttpaulusmedan.ac.id/e-

journal/index.php/sotiria/index.

Page 4: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 121

naan moral karena jika ini terjadi, tidak ada orang yang akan memenuhi syarat. Ini berbicara

soal moral dasar dari gembala sebagai teladan bagi yang lain. Gembala tidak boleh men-

jalani kehidupan bermuka dua atau kemunafikan. Sebaliknya, kotbah dan perilakunya harus

selaras dengan apa yang disampaikan, kehidupan pribadi dan kehidupan di tengah ma-

syarakat atau di jemaat harus konsisten. Siapa dia ketika tidak ada yang tahu apa yang dia

lakukan sama pentingnya dengan siapa dia ketika dia didepan jemaat. Hal ini penting bah-

wa gembala tidak hanya tak bercacat dalam kehidupan pribadinya dan dalam kehidupan di

depan jemaat, tetapi juga ketika berurusan dengan orang-orang di luar gereja. Untuk menjadi

"tak bercacat" adalah ciri utama dari berkarakter, kualitas yang men-dasarinya

berfungsisebagai dasar untuk menghidupi pelayanannya. Karakter seorang gem-bala secara

langsung mempengaruhi apa yang gembala sampaikan kepada jemaat. Jika ia gagal pada

poin ini, maka karakter yang lain dalam hidupnya juga akan mengalami kegagalan.

Pelayan Allah

Gembala berfungsi 'sebagai pelayan Tuhan. Dalam Titus 1:7 disebutkan penilik sebagai

pengatur rumah Allah, dalam bahasa Yunani dipakai kata hos theou oikonomon (Tit 1: 7).

Dia dipercayakan untuk mengelola kebenaran Allah secara efektif dan berintegritas.. Ini

adalah tanggung jawab yang tinggi dan suci. Gembala dituntut memiliki standar yang tinggi

karena tanggung jawab pelayanannya membutuhkan integritas dan kesetiaan. Paulus meng-

ingatkan kita tentang pentingnya pelayanan. "Demikianlah hendaknya orang memandang

kami: sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang

akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat

dipercayai. Bagiku sedikit sekali artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu

pengadilan manusia, malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. Sebab memang aku tidak

sadar akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang menghakimi aku

ialah Tuhan" (I Kor 4:1-4). Gembala adalah hamba Yesus Kristus, sebagai pelayan dari

rahasia Allah. Sesungguhnya pelayanan utama gembala bukan untuk jemaat, tetapi untuk

Allah. Menurut Gordon Fee, frasa dari “dipercayakan rahasia Allah”: mengomunikasikan

gagasan bahwa gembala tidak memiliki wewenang sendiri. Semua wewenang yang dimili-

kinya atas delegasi dari Allah, dan dia menjadi pelayan yang baik dariNya.14 Kesetiaan di-

perlukan oleh Tuhan, dan dinilai oleh Allah.

Hidup dalam Penguasaan Diri

Dalam rangka untuk menghidupi imannya, secara internal ia harus 'menguasai diri',

yunani : nēphalios (I Tim 3: 2; Tit 1: 7). Menguasai diri didefinisikan sebagai "pikiran yang

sehat, waras" dan kemudian "membatasi keinginan dan dorongan seseorang, bijaksana."15

Gembala harus waspada agar tidak tertarik dengan kenikmatan dunia. Dia harus menjalani

kehidupan yang seimbang antara rohani, fisik, dan dalam setiap aspek hidupnya. Seorang

gembala harus memiliki kontrol atas hidupnya sendiri; jika tidak, maka ia tidak termasuk

dalam pelayanan Tuhan. Jika seseorang ingin berbuat dosa ia dapat menemukan cara untuk

14Gordon D. Fee, The First Epistle to the Corinthians: New International Commentary on the New

Testament (Grand Rapids: Eerdmans, 1987), 159. 15Ralph Earle, “Temperate”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:

Hendricksen Books, 1997), 390.

Page 5: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 122

melakukannya, tidak peduli apa yang orang lain lakukan untuk membantu dia bertanggung

jawab. Jika, pada akar karakternya dia menguasai diri, dia dapat menguasai semua aspek

hidup yang memuaskannya.Elemen kunci dari ini adalah kehidupan yang berserah kepada

Roh Kudus. Salah satu aspek kunci dari buah Roh adalah penguasaan diri (Gal 5:23). Untuk

mendapatkan kontrol tersebut, seseorang harus melepaskan kontrol kepada Allah.

Perhatiannya tidak ditujukan kepada kenikmatan dunia yang bersifat kedagingan, melainkan

kenikmatan Allah yang ditandai dengan ketulusan rohani. Pribadi yang seperti ini adalah,

jiwa yang stabil dan tenang, digambarkan sebagai pribadi yang "menguasai diri", atau

"berpikir sehat."

Berperilaku Baik

Pengendalian diri akan dapat diwujudkan dalam kehidupan lahiriah secara teratur.

Gembala menjadi "berperilaku yang baik", dari bahasa Yunani philagathon (Tit 1: 8). Dia

dikatakan “berperilaku baik atau dapat membawa diri atau sopan ", Yunani: kosmios (I Tim

3:2; Tit 1:8).16 Hidupnya tidak akan menjadi batu sandungan tetapi ia akan memimpin

kawanan domba Allah dengan baik sehingga hidupnya efektif untuk Kerajaan Allah.

Gembala sebagai pemimpin akan menjalani kehidupan yang terhormat dalam kendali Roh

kudus, karena dalam hati ia telah berserah kepada Allah. Kebenaran dan kekudusan adalah

karakteristik yang berakar dalam setiap penampilannya di dalam Kristus. Karena dia telah

dinyatakan benar di dalam Kristus, ia bertindak atas dasar siapa dia dalam Kristus. Allah

telah "mengaruniakan dengan segala berkat rohani di sorga di dalam Kristus" (Ef 1: 3).

Gembalaberperilaku baik karena ia ada di dalam Kristus, mengingini yang murni dan benar

dalam segala hal dalam Kristus.

Tidak Minum Anggur

Sehubungan dengan mengonsumsi alkohol, Alkitab mengatakan gembala bukan seo-

rang "pemabuk" (paroinos; I Tim 3: 3; Tit 1: 7). Secara harfiah, ia tidak akan ditemukan di

samping anggur, "berlama-lama dengan cangkir."17 Alkitab melarang semua orang percaya

agar tidak hidup dalam kemabukan. "Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang

hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan" (Rom 13:13). Sebaliknya, orang percaya

harus "Mengenakan Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang, dan jangan

merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya" (Rm 13:14). Mabuk diidentifikasi seba-

gai karya daging (Gal 5:21), dan jelas bahwa pemabuk tidak akan mendapat bagian dalam

Kerajaan Allah (I Kor 6:10).

Orang percaya minum alkohol tidak dilarang secara eksplisit dalam Alkitab. Namun,

bahaya penggunaan alkohol dikomunikasikan dengan jelas. "Anggur adalah pencemooh,

minuman keras adalah peribut, tidaklah bijak orang yang terhuyung-huyung karenanya"

(Ams. 20: 1). Paulus menulis, "Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna.

Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu

16Ralph Earle, “Good Behavior”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:

Hendricksen Books, 1997), 390.

17Frank E. Gaebelein, Ed., The Expositor’s Bible Commentary: Ephesians-Philemon (Grand Rapids:

Zondervan, 1978), 364.

Page 6: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 123

apapun" (I Kor 6:12). Kekhawatirannya adalah bukan seberapa dekat orang percaya bisa

datang ke garis dosa tanpa melakukannya, artinya kecenderungan orang yang dekat dengan

dosa akan melakukan dosa. Sementara orang percaya, dan gembala adalah teladan bagi

kawanan domba Allah bahkan harus mengindari penampilan kalau itu menjadi batu

sandungan (lih Rom 14: 20-21).

Gembala memiliki tanggung jawabyaitu memastikan setiap orang percaya atau jemaat

Tuhan, untuk melakukan sesuatu yang tidak akan membuat orang lain tersandung. “Karena

itu janganlah kita saling menghakimi lagi, tetapi lebih baik kamu menganut pandangan ini:

jangan kita membuat saudara kita jatuh atau tersandung" (Rom 14:13). Melihat dampak

yang kurang baik ketika orang percaya minum anggur/alcohol dan yang dapat menjadi batu

sandungan maka sebaiknya tidak perlu minum alcohol biarpun tidak sampai memabukkan.

Mengingat sifat merusak yang dapat ditimbulkan ketika minum alcohol maka seorang

gembala maupun orang percaya lainnya tidak ambil bagian didalamnya.

Tidak Suka Berkelahi

Ada beberapa karakteristik yang berhubungan dengan temperamen gembala. Dia

digambar-kan sebagai orang yang "tidak suka berkelahi" (plēktēn, berarti lembut), dan "tidak

suka bertengkar" (amakhos; I Tim 3:3; Tit 1:7).18 Gembala tidaklah sebagai pemarah, tetapi

harus ramah dalam berurusan dengan orang lain dan menolak untuk berkelahi dan

bertengkar. Ini bukan untuk mengatakan bahwa gembala tidak pernah memiliki perasaan

marah atau terte-kan ketika dalam konflik, tetapi berhubungan langsung bagaimana ia

menanggapi perasaan domba Allah dalam control dan pengawasannya.

Sifat kerohanian adalah tanggungjawab dari seorang gembala, sehingga setiap konflik

rohani yang terjadi di jemaat harus dapat dikendalikan oleh gembala dan tidak ikut terlibat

berkonflik dengan masalah orang-orang yang dibinanya. Model untuk menanggapi berbagai

konflik dan masalah yang terjadi adalah dengan meneladani Yesus. “Sebab untuk itulah

kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu, dan telah meninggalkan

teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu daya

tidak ada dalam mulut-Nya; yang, ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan caci-

maki; ketika Dia menderita, tidak mengancam, tetapi menyerahkannya kepada Dia, yang

menghakimi dengan adil" (I Pet 2:21-23). Yesus bisa saja memukul setiap orang yang

menganiaya dan membencinya, tetapi Ia menyerahkannya kepada Bapa dan tetap fokus pada

misi kedatangannya di dunia. Gembala pun harus menanggapi setiap konflik yang terjadi

dengan memakai prinsip yang dipakai oleh Yesus sebagai Tuhan yang dilayaninya.

Bukan Petobat Baru

Gembala seharusnya bukan seorang petobat baru atau "pemula" (neophuton; I Tim 3:6;

Tit 1:9), yang secara literal berarti "yang baru ditanam."19 “Janganlah ia seorang yang baru

bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman iblis " (I Tim 3: 6). Ada

banyak situasi yang tak terduga dalam pelayanan pastoral dimana petobat baru tidak akan

18Ralph Earle, “Not Violent”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:

Hendricksen Books, 1997), 365. 19Ibid., 391.

Page 7: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 124

memiliki kemampuan rohani untuk menangani, dan pada saat yang sama ia juga harus

mengindari menghindari perangkap atau jebakan.

Seorang pemula dalam iman (petobat baru) tidak memiliki kedewasaan untuk

menangani kesulitan rohani, dan membimbing orang lain untuk memperkuat iman mereka.

Seorang pemula dalam iman bisa tergoda untuk menangani Firman Tuhan sembarangan. Dia

berpotensi membiarkan dirinya berada di posisi godaan besar tanpa perlindungan yang

memadai. Selain itu, ia bisa tergoda untuk menggunakan otoritas dan pengaruh yang telah

dipercayakan kepadanya sebagai “dibawah gembala” Yesus, dengan cara yang tidak pantas.

Dia harus memiliki tingkat kematangan spiritual yang memungkinkan dia untuk melakukan

pekerjaan pelayanan secara efektif. Kedewasaan rohani tidak otomatis datang dengan berla-

lunya waktu. Seseorang bisa tetap berlaku sebagai bayi rohani, jika mereka tidak bertumbuh

dalam iman. Sebuah masa pengujian dalampelayanan penting sebelum seseorang

ditempatkan dalam menduduki jabatan pelayanan penggembalaan.

Karakter dalam Hubungan dengan Keluarga

Keluarga seorang gembala tidaklah harus sempurna, tetapi keluarganya harus dituntun

oleh prinsip-prinsip yang Alkitabiah, danberdiri sebagai model untuk orang baik di dalam

dan di luar gereja. Keluarga gembala bisa menjadi motivasi atau dorongan kepada keluarga

lain yang ingin mengikuti rencana Allah bagi hidup mereka.

Suami dari Satu Istri

Gembala adalah menjadi "suami dari satu istri" (mias gunaikos; I Tim 3:2; Tit 1:6).

Secara harfiah ini diterjemahkan "seorang pria satu-wanita."20 Ada beberapa penafsiran

umum dari bagian ini. Salah satunya adalah bahwa hal itu diperlukan untuk gembala yang

sudah menikah. Pandangan ini akan tampak bertentangan 1 Kor 7: 8 dan 7: 25-33, di mana

Paulus mendorong selibat, sebagai hadiah dari Tuhan. Pandangan kedua adalah bahwa dari

satu istri dalam seumur hidup. Pandangan ini menghilangkan pria yang telah menikah

dengan istri kedua untuk alasan apapun bahkan setelah kematian istri pertamanya. Kitab

Suci menjelaskan bahwa seseorang bebas untuk menikah lagi setelah kematian pasangan

(Rom 7: 1-6), karena itu pandangan ini tidak bisa dipertahankan.

Pandangan ketiga adalah bahwa bagian itu tidak mengacu terutama untuk status

perkawinan gembala, melainkan perilaku moralnya. "Kebanyakan para ahli setuju bahwa itu

berarti monogami dan bahwa gembala atau penatua harus benar-benar setia kepada

istrinya."21 Seorang pria satu-wanita mengabdikan dirinya untuk satu wanita yang adalah

istrinya. Logikanya adalah bahwa jika dia setia kepada istrinya dimana itu adalah pemberian

Allah, dia bisa dipercaya untuk memimpin gereja Tuhan. Pandangan keempat melarang

gembala bercerai/ berhenti dari pelayanan dalam keadaan apapun. Larangan ini juga

biasanya meluas ke seorang pria yang menikah dengan wanita yang diceraikan. Peringatan

20John MacArthur, Jr., New Testament Commentary: I Timothy (Chicago: Moody Bible Institute,

1995), 104.

21Frank E. Gaebelin, Ed., Expositors Bible Commentary: Volume II (Grand Rapids: Zondervan, 1978),

364.

Page 8: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 125

ini harus diambil untuk tidak menganggap remeh tentang perceraian dan pernikahan sebagai

dosa yang tak termaafkan.

Perceraian jika dilakukan di luar ketentuan Alkitab adalah dosa. Seperti dosa lain

perceraian dapat diampuni dan kalau kembali kepada Kristus dapat dipulihkan lagi. Namun

kalau seseorang yang melayani sebagai gembala telah bercerai maka hal itu tidak dapat

diterima secara alkitabiah karena dua alasan. Pertama, ia tidak akan memenuhi syarat seba-

gai "tak bercacat", dan kesaksiannya akan dikompromikan. Kedua, ia tidak akan memenuhi

syarat sebagai orang yang "berhasil dalam membina rumah tangganya dengan baik." Gem-

bala memiliki tanggung jawab untuk mengasihi istrinya dan setia kepadanya. Ini adalah

fokus utama dari bagian itu. Gembala harus "menjadi orang yang tidak perlu dipertanyakan

lagi soal moralitas , yang sepenuhnya benar dan setia kepada istrinya; yang menikah, tidak

dalam cara orang tidak mengenal Tuhan dalam hubungan dengan wanita lain."22

John Piper menulis, ketika gembala mengasihi istri mereka:

It delights and encourages the church. It models marriage for the other couples. It

upholds the honor of the office of elder. It blesses the pastor’s children with a haven of

love. It displays the mystery of Christ’s love for the church. It prevents our prayers

from being hindered. It eases the burdens of the ministry. It protects the church from

devastating scandal. And it satisfies the soul as we find our joy in God by pursuing it

in the joy of the beloved. This is not marginal…Loving our wives is essential for our

ministry. It is ministry.23

Ada banyak tekanan pada hubungan suami istri seorang gembala. Dalam salah satu bab

bukunya H.B. London, Jr dan Neil B. Wiseman menuliskan judul tentang "Peringatan:

Pelayanan Mungkin Berbahaya untuk Pernikahan Anda."24 Mereka mengidentifikasi bahwa

banyak tekanan yang dihadapi seorang gembala bersama istrinya: tidak cukup waktu

bersama; menggunakan uang; tingkat pendapatan; kesulitan komunikasi; harapan jemaat;

kesulitan dalam membesarkan anak-anak; perbedaan masalah karir pelayanan; dan perbeda-

an lebih dari karir pasangan ini. Karena perubahan zaman yang terus berkembang dan sifat

pelayanan, tekanan ini terus meningkat. Gembala harus punya kekuatan untuk menjaga

hubungan pernikahannya, untuk mengurangi tekanan dan potensi jebakan dalam pelayanan.

Mengatur Rumah Tangga Sendiri

Gembala harus "mengatur" (proistamenon; I Tim 3:4) rumah sendiri dengan baik.

Ujian sejati seorang pemimpin adalah seperti apa diamengatur kehidupan rumahnya. Jika dia

konsisten dan jadi model kebenaran di dalam kasih dan mengatur rumahnya dengan baik,

maka ia mungkin memenuhi syarat untuk memimpin gereja. Dia harus setia dalam hubungan

paling intim dalam hidupnya. Orang-orang yang tinggal bersamanya dan tahu dia yang bisa

membuktikan orang macam apa dia. Alkitab mengatakan, "Jikalau seorang tidak tahu

mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah "? (I Tim

3:5). Untuk setiap orang yang melayani sebagai seorang gembala, pimpinan keseluruhan

rumahnya dan arah untuk keluarganya harus kokoh berada di tangannya.Rumah adalah

22 William Hendricksen and Simon J. Kistemaker, New Testament Commentary: Thessalonians, the

Pastorals and Hebrews (Grand Rapids: Baker Books, 1996), 122. 23John Piper, Brothers We are Not Professional (Nashville: Broadman and Holman, 2002), 245.

24 H.B. London, Jr. and Neil B. Wiseman, Pastors at Risk (Wheaton:Victor, 1993), 70-94.

Page 9: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 126

ajang pembuktian di mana banyak orang telah menunjukkan diri tidak layak untuk

pelayanan.

Persyaratan dalam kaitannya dengan anak-anaknya adalah bahwa ia memiliki "anak-

anak yang hormat kepadanya" (I Tim 3: 4). Untuk berada dalam "ketundukan" (hypotage),

menyiratkan ketaatan responsif terhadap siapa atau apa pun yang dikenakan."25 Anak-anak

dari seorang gembala ini adalah untuk menghargai dan menghormati otoritas ayah mereka.

Otoritas ini tidak untuk diberikan dengan kekerasan, atau dengan cara diktator, melainkan

dalam kasih, tegas, dan secara konsisten. Ini harus dibangun dalam lingkungan cinta dan

menghormati ayah. Dengan demikian, ini menunjukkan anak kepada Bapa surgawi mereka.

Menurut Alkitab, gembala juga perlu memiliki "anak yang setia tidak dituduh tidak

tertib atau pembangkang" (Tit 1:6). Kata yang diterjemahkan "setia/percaya" (pista) berarti

percaya, memiliki iman. Menurut John MacArthur, Jr., referensi di sini cenderung percaya

anak-anak.26 "Kecerobohan" (asotia) menunjukkan pemberontak, gaya hidup liar. Oleh

karena itu, orang bisa menarik kesimpulan bahwa ini tidak hanya mengacu pada anak-anak

dalam rumah tangga gembala, tetapi juga bagaimana anak-anak tumbuh dalam pengasuhan

seorang gembala.

MacArthur berpendapat bahwa "anak gembala yang hidup patuh di bawah kendali

ayah mereka ketika kecil, maka iman ayah mereka akan muncul nanti sebagai iman mereka

sendiri. Pada saat itu mereka harus menjalani hidup Kristen yang setia, tidak liar, tidak

ceroboh menguasai diri, tidak hidup boros. Jika tidak, selain kerusakan yang mereka lakukan

sendiri, mereka mendiskualifikasi ayah mereka dari pelayanan pastoral/penggembalaan."27

Keluarga gembala sangat penting untuk pelayanannya secara keseluruhan. Hanya hubungan

pendeta dengan Allah menjadi prioritas di atas keluarganya. Tetapi harus dipahami bahwa

pengabdiannya kepada keluarganya mencerminkan tingkat pengabdian kepada Tuhan.

Karakter dalam Memimpin Kawanan Domba Allah

Ada beberapa karakter dalam Alkitab untuk gembala, yang terbaik sesuai dalam

konteks yang berkaitan dengan memimpin kawanan tubuh Kristus. Karakter ini berdampak

bagaimana gembala berinteraksi dengan dan memimpin kawanan domba. Sangat penting

bahwa gembala harus menjaga diri terhadap kegagalan moral dan kehancuran karakter

karena karakternya langsung berdampak pada kawanan domba Allah dan stabilitas serta

pertumbuhan rohaninya.

Ramah

Gembala harus ramah. LAI menerjemahkan dengan ‘suka memberi tumpangan’, dari

bahasa Yunani philoxenos (I Tim 3: 2; Tit 1: 8). Secara harfiah ini berarti: "orang asing

mencintai… atau murah hati untuk tamu."28 Secara umum, idenya adalah bahwa gembala

mampu membuat dirinya melayani dan bersedia melayani siapapun termasuk orang-orang

25Lawrence Richards, “Submission”, Expository Dictionary of Bible Words (Grand Rapids: Zondervan,

1991), 584.

26MacArthur, Rediscovering Pastoral Ministry, 94. 27Ibid., 94 28Ralph Earle, “Hospitable”, Word Meanings In The New Testament (Peabody, Massachusetts:

Hendricksen Books, 1997), 390.

Page 10: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 127

yang tidak dia kenal, dan melayaninya dalam nama Yesus. Ini adalah sikap melayani orang-

orang di dalam nama Yesus. Yesus mengatakan dalam Lukas 14: 12-14:

Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah

engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum

keluargamu atau tetanga-teanggamu yang kaya, karena akan membalasnya dengan

mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi

apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang

cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia karena

mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan

mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.

Untuk menjadi ramah, maka dengan memakai prinsip Firma Tuhan: “Kasihilah sesamamu

manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39). Ini menunjukkan kasih Yesus, dan memberikan

kesempatan untuk melakukan pesan Yesus agar pergi keluar, dan melalui itu Allah dimulia-

kan dengan tidak mementingkan diri sendiri dalam hidup ini.29

Tidak Tamak Uang

Gembala tidak "serakah uang" (afilarguron; I Tim 3:3; Tit 1:7). Dia harus menjadi

contoh yang baik dalam mengelola uang, dan membayar semua tagihan tepat waktu dalam

rangka mempertahankan kesaksiannya baik di dalam dan di luar gereja. Banyak gembala

selama bertahun-tahun telah memberikan gereja nama buruk karena tidak bertanggung

jawab dengan uang. Gembala harus yakin bahwa tujuan pelayanannya, bukan agar dilihat

orang lain bahwa dia lebih hebat dibandingkan dengan yang lain terlebih lagi mengejar

materi/uang. Tidak ada yang salah dengan gembala kalau diberkati secara finansial. Rasul

Paulus menulis, "penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat,

terutama mereka yang jerih payah berkotbah dan mengajar. Bukankah kitab Suci berkata:

“Janganlah engkau memberangus mulut lembu yang sedang mengirik,”dan lagi “seorang

pekerja patut mendapat upahnya” (I Tim 5:17,18).

Biar bagaimanapun tujuan utama gembala, adalah untuk berada dalam kehendak Allah

dan setia di mana pun Allah menempatkan dia. Mendapatkan harta duniawi bukanlah

tujuannya. Perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh (Luk 12:20) adalah contoh yang

baik dari apa yang terjadi pada orang yang mengidolakan (mendewakan) uang. Seorang

gembala harus menghindari sifat Yudas (Yoh 12: 6) yang mencoba untuk memperkaya diri

secara tidak jujur. Dia harus menyerahkan urusan uang gereja kepada orang lain yang dapat

dipercaya. Alkitab menyatakan: "Karena akar dari segala kejahatan ialah cinta uang, sebab

oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya

dengan berbagai-bagai duka" (I Tim 6:10).

Selanjutnya, gembala harus memberi contoh dalam mengelola keuangan, jika gembala

adalah pemimpin umat untuk menjadi pelayan setia apa yang Tuhan percayakan terhadapnya

dalam hal pemberian waktu, bakat, dan harta. Sementara persoalan keuangannya biasanya

rahasia dan hanya diketahui oleh beberapa orang, tentu hal itu tidak rahasia dihadapan Allah.

29Noh Ibrahim Boiliu et al., “Mengajarkan Pendidikan Karakter Melalui Matius 5 : 6-12,” Kurios (Jurnal

Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 6, no. 1 (2020): 6–12, http://www.sttpb.ac.id/e-

journal/index.php/kurios.

Page 11: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 128

Tuhan tahu persis bagaimana seseorang menggunakan apa yang telah dipercayakan

kepadanya. Jika ia mengharapkan umatnya untuk setia dan menerima berkat-berkat Allah,

dia juga harus setia.

Mampu Mengajar

Gembala harus "dapat mengajar" (didactikos; I Tim3:2). Dia adalah seorang yang

terampil mengajar dari Firman Allah. Setiap manusia/gembala tidak akan memiliki kemam-

puan yang sama dalam hal mengajar, namun persyaratan seorang gembala adalah bahwa dia

harus memiliki kemampuan untuk mengajar. Dia harus dapat mengkomunikasi Firman Allah

dengan baik sehingga orang lain dapat memahaminya dengan jelas, dan menggunakannya

dalam kehidupan mereka untuk membawa perubahan. Pengajaran Firman Tuhan merupakan

tingkat tertinggi komitmen kerohanian seorang gembala. Hamba Tuhan biasanya memiliki

keyakinan dan kemampuan komunikasi yang jelas. Seharusnya tidak ada persoalan besar

bagi seorang gembala berkaitan dengan kemampuannya untuk presentasi. Gembala sebagai

guru tidak mengajarkan pikirannya sendiri atau keinginannya. Dia mengajarkan Firman

Allah, sehingga orang lain mengenal Allah dan memahami apa artinya menjadi pengikut

Yesus Kristus.

Memelihara Kebenaran

Gembala adalah mampu "berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan

ajaran yang sehat, supaya sanggup menasehati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup

meyakinkan penentang-penentangnya" (Tit 1:9). Gembala adalah penjaga agar tidak terjadi

kesalahan dalam gereja. Dia harus berpegang teguh pada kebenaran bahwa apa yang telah

diajarkannya, dapat memotivasi orang lain untuk melakukan hal yang sama juga. Pengajaran

yang sungguh-sungguh dan benar dalam gereja akan membuat gereja bertumbuh dan sehat

secara rohani, dan mampu melindunginya dari ajaran-ajaran sesat dan nabi-nabi palsu.

Yesus berkata, "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu, yang datang kepadamu yang

menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas“

(Mat.7:15).

Ada banyak guru-guru palsu hari ini yang membingungkan orang dan menghancurkan

kehidupan kerohanian dengan ajaran sesat. Gembala sebagai wakil Tuhan dalm gereja harus

penuh semangat memberitakan dan membela kebenaran Alkitab. Dan ini juga adalah

tanggung jawab setiap orang Kristen untuk, "Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan

Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan

perkataan kebenaran itu" (2 Tim 2:15). Itu juga merupakan tanggung jawab setiap orang

Kristen untuk, "…siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab

kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan

yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat" (I Pet 3:15). Ini adalah

tanggung jawab yang besar bagi seorang gembala yang telah dipercayakan untuk membe-

ritakan dan menjaga kebenaran.

Dalam kepribadiannya, gembala harus rajin mempelajari Firman Allah dan memper-

siapkan diri dengan baik, untuk memberitakan kebenaran Firman Tuhan kepada umat Allah.

Ini adalah hal yang suci dan hak istimewa untuk berdiri di hadapan jemaat dan

Page 12: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 129

memberitakan kebenaran Alkitab. Jika melakukannya dengan cara yang tidak siap atau

ceroboh itu berarti pelanggaran kepada Tuhan.

Menjadi Saksi yang Baik

Gembala harus memiliki "kesaksian yang baik di antara orang yang tidak percaya,

supaya ia jangan jatuh ke dalam celaan dan jerat iblis" (I Tim 1:7). Orang di luar gereja yang

mengamati gembala, dapat melihatnya sebagai orang yang memiliki karakter baik. Banyak

kerusakan yang terjadi di gereja maupun di luar gereja berkaitan moral dan hal lainnya, teta-

pi gembala dituntut dan disoroti supaya tetap baik sehingga menjadi kesaksian yang baik di

tengah-tengah jemaat Tuhan maupun diluar jemaat. Menurut William Hendricksen dan

Simon J. Kistemaker, menyimpulkan, “Seorang calon pengawas/penatua/gembala harus

memiliki kesaksian yang menguntungkan dari dua pihak: a) orang dalam, yaitu, anggota

gereja, dan b) orang luar, yaitu, mereka yang berada di luar gereja."30

Keinginan iblis adalah menjerat dan menghancurkan semua anak-anak Allah, tetapi

sasaran utamanya adalah hamba-hamba Tuhan (para gembala) pilihan Allah. Karena gem-

bala memiliki kemampuan untuk mempengaruhi beberapa sendi-sendi kehidupan melalui

pemberitaan pesan Injil. Ketika iblis memenangkan pertempuran dan dapat menjatuhkan

satu orang gembala, maka sesungguhnya kerusakan yang terjadi jauh lebih besar karena

pengaruh sang gembala kepada jemaat yang lainnya.

Kegagalan dalam pelayanan kepada Tuhan berakar di alam dosa dan egois manusia.

Alkitab menyebutkan bahwa kesombongan yang membuat kejatuhan rohani. Kesombongan

adalah akar dari pemberontakan pertama, karena melalui kesombongan Lucifer maka dia

jatuh. dan sebagian malaikat jatuh bersama dengan dia (Yes 14: 12-21). 3: 5). Kecongkakan

mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan (Amsal 16:17).Kesombongan

bagi seorang gembala membuat dia mengalami banyak kesulitan dalam pelayan dan bahkan

membuat kehancuran dalam diri umat dan juga dirinya sendiri. "Keangkuhan merendahkan

orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian" (Ams. 29:23). Kesombongan adalah

dosa yang merusak dan mematikan seperti keegoisan, menipu diri sendiri, motivasi yang

salah dalam pelayanan, penipuan, ambisi yang salah, penyalahgunaan kekuasaan, pelecehan

seksual, penyalahgunaan keuangan, dan sejumlah dosa lainnya.

Kunci Menjaga Karakter

Seseorang yang masuk kategori hamba Tuhan (gembala) harus mampu menjaga diri

dari tampilan “kuburan rohani”. Pertama, hamba Tuhan harus mengerti karakter seperti apa

yang Tuhan harapkan dari dirinya. Dia harus memahami standar Alkitab untuk hidupnya.

Kedua, hamba Tuhan harus menyadari bahwa dia bisa jatuh dalam keadaan apa pun,

sehinggga harus berhati-hati. Alkitab menyatakan, "Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa

ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh! " (I Kor 10:12). Ketiga, hamba Tuhan

harus mengerti bahwa selain dari kebenaran Kristus, dan kehadiran Roh kudus yang berdiam

didalam dirinya sebagai standar untuk bisa hidup sesuai dengan Alkitab. Ini adalah

keinginan Allah bahwa hamba-Nya tetap setia, dan itu adalah kekuatan Allah yang

30Hendricksen and Kistemaker, New Testament Commentary: Thessalonians, the Pastorals and

Hebrews, 119.

Page 13: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 130

memungkinkan umatnya tetap teguh berdiri. "pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah

pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dank

arena itu ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melebihi kekuatanmu. Pada waktu kam

dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya"

(I Kor 10:13).

Kesetiaandalam Doa Pribadi

Dalam gereja mula-mula para rasul terbebani oleh tugas pelayanan, dan kemudian

memilih beberapa orang diaken untuk mengambil beberapa bagian pelayanan. Mereka

menginstruksikan kepada jemaat, "Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari

antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat

mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan

pelayanan Firman" (Kis 6: 3-4). Tanggung jawab pertama hamba Tuhan adalah bagaimana

ia berusaha mengenal Allah semakin hari semakin lebih baik. Menurut H.B. London, Jr dan

Neil B. Wiseman, "Kunci utama untuk gembala dalam mengembangkan karakter dan inte-

gritas adalah bagaimana dia membangun hubungan dengan Tuhan melalui doa pribadi dan

hidup sesuai FirmanAllah.31

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2005 oleh Ellison Research (Phoenix,

Arizona) mengungkapkan:

Among a representative sample of 868 Protestant church ministers nationwide, asked

pastors about their personal prayer lives, including how much time they spend

praying, and what they are praying about. The average Protestant minister prays for

thirty-nine minutes a day, although twenty-one percent typically spend fifteen minutes

per day or less in prayer…The typical pastor spends thirty-two percent of his time

making requests, twenty percent in quiet time or listening to God, eighteen percent

giving thanks, seventeen percent in praise, and fourteen percent in confession.32

Kehidupan doa yang intimseorang gembala akan menentukan luas pelayanannya dandampak

bagi Allah. Jika doanya dangkal, pelayanannya juga akan dangkal. Jikaberjalan dengan

Tuhan kuat dan maju, maka pelayanannya akan menjadi kuat dan berkembang baik. The

Puritan John Bunyan pernah berkata, "Anda dapat melakukan apapun setelah Anda berdoa,

tetapi Anda tidak dapat melakukan apappun sampai Anda telah berdoa.”33

Penelitian yang dilakukan oleh Donald A. McGavran, menunjukkan bahwa gerakan

pertumbuhan gerejamemiliki dampak yang cukup besar dengan menggunakan metodologi

modern dan tanpa diragukan lagi berdampak pada jumlah kehadiran di gereja.34 Namun ada

juga focus utamanya hanya pada jumlah yang hadir dalam gereja bukan menekankan proses

dan pertumbuhan rohani. Sama seperti gereja telah dipengaruhi oleh cara berpikir, demikian

juga banyak gembala memiliki cara pikir yang individu juga. Ada tekanan yang signifikan

sekarang ini hanya melihat hasil, dan kadang-kadang gembala terpengaruh dalam arah yang

31H.B. London, Jr. and Neil B. Wiseman, The Heart of a Great Pastor: How to Grow Strong and Thrive

Wherever God Has Planted You (Ventura, CA: Regal Books, 1997), 178 32Ibid,

33 I.D.E. Thomas, The Golden Treasury of Puritan Quotations (Chicago: Moody Press, 1975), 210. 34Donald A. McGavran, Understanding Church Growth (Grand Rapids: Wm B. Eerdmans Publishing

Co., 1990), 5.

Page 14: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 131

tidak sehat. Ini adalah godaan untuk gembala untuk fokus pada yang pragmatis saja , dan

tidak fokus pada apa tugas utama mereka di hadapan TUHAN. Jika kerohanian ditekankan

melalui saat pribadi dengan Tuhan, maka pertumbuhan rohani akan menghasilkan hasil yang

alami, karena ia berada dalam posisi terbaik untuk digunakan oleh Roh Kudus.

E.M. Bounds menegaskan,

God’s plan is to make much of the man, far more of him than anything else. Men are

God’s methods…What the Church needs today is not more machinery or better, not

new organizations or more and novel methods, but men whom the Holy Ghost can use

-- men of prayer, men mighty in prayer. The Holy Ghost does not flow through

methods, but through men. He does not come on machinery, but on men. He does not

anoint plans, but men-- men of prayer35

Allah bekerja melalui orang-orang yang bergantung dan berjalan bersama dengan-Nya.

Yesus bertanya kepada Petrus dalam Yohanes 21:15-17, yang menurut Henri Nouwen J.M.

ini adalah pertanyaan yang paling mendasar bahwa setiap umat Allah harus menjawab

"Pertanyaannya adalah bukanlah berapa banyak orang yang sudah dibawa kepada Kristus?

Bagaimana dia bisa mencapainya? Dapatkah dia menunjukkan berapa hasilnya? tetapiyang

mendasar dalam pelayanan adalah: Apakah Anda cintaYesus?36

Setelah yakin kasih Petrus dan pengabdian kepada-Nya, Yesus memberikanPetrus

pelayanan. Banyak hamba Tuhan mencari pelayanan, dansibuk dengan pekerjaan pelayanan,

tetapi menjadi pertanyaan adalah, "Apakah mereka mengasihi Yesus?" atau mereka

mengasihi pelayanan? Atau, mereka mengasihi jiwa-jiwa, tetapi apakah mengasihi Allah?

Gembala harus menjaga dirinya sendiri sehingga ia tidak menghabiskan seluruh waktunya

untuk merawat jiwa-jiwa lain, jangan sampai mengabaikan jiwanya sendiri. Tidak ada

orang yang cocok untuk membantu orang lain sebelum ia dekat dengan Tuhan. Paulus

menulis surat kepada Timotius, "Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekun-

lah dalam semuanya itu. Karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan

dirimu dan semua orang yang mendengar engkau" (I Tim 4:16).

Ada beberapa kunci untuk membangun doa dengan Allah. Pertama, Tuhan harus

menjadi prioritas utama setiap hari.Waktu terbaik gembala berdoa kepada Allah adalah pagi

hari. Kedua, harus ada tempat yang pasti untuk bertemu dengan Allah. Bagi beberapa orang,

tempatnya adalah di rumah sendiri. Beberapa pendeta mempertahankan tempat untuk berdoa

dan belajar di rumah mereka. Ketiga, harus ada rencana yang pasti. Ada banyak hal yang bi-

sa mengalihkan perhatian, pikiran untuk tidak fokus pada Allah. Homer A. Kent menga-

takan, "Makan manna rohani dari surga akan menyebabkan hamba Allah tumbuh kuat, dan

dampaknya menjadikan hari itu menjadi hari yang tertib dan rapi."37 Biasanya seorang

gembala mendapat hikmat ketika ia memiliki kebiasaan saat teduh dengan Allah setiap hari.

Waktu Yesus di bumi, dalam hidup kesehariannya, Dia terus membangun hubungan

dengan Allah Bapa. John W. Frye memaparkan bahwa, "Sebagai bagian dalam hubungan-

35E.M. Bounds, Preacher and Prayer (Kansas City, Missouri: Beacon Hill Press, 1963), 7-8.

36Henri J.M. Nouwen, In the Name of Jesus: Reflections on Christian Leadership (New York: The

Crossroad Publishing Company, 1989), 37. 37Homer A. Kent, Sr., The Pastor and His Work (Winona Lake, Indiana: BMH Books, 1982), 14

Page 15: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 132

Nya, Yesus mempraktekkan disiplin rohani. Sebagai seorang Anak, ia selalu menunggu

sampai Ia mendengarkan Bapa. Bapa, pada saatnya juga Bapa melakukan bagian-Nya, dan

Roh Kudus akan menolong semua aktifitas-Nya.38 Ketika gembala dilihat oleh Yesus, ia

akan dapat pembelajaran apa arti yang mendasar dari hubungan dengan Allah. Hanya karena

kami menemukan Tuhan dan rencana-Nya bagi kita, bisakami memberikan hikmah-Nya

kepada orang lain. Frye menambahkan, "Pelayanan pastoral yang pertama adalah diterima

Allah terlebih dahulu.39

Richard Baxter menyatakan:

When your minds are in a holy, heavenly frame, your people are likely to partake of

the fruits of it. Your prayers and praises and doctrine will be sweet and heavenly to

them. They will likely feel when you have been much with God. That which is most on

your hearts is likely to be most in their ears…When I let my heart grow cold, my

preaching is cold; and when it is confused, my preaching is confused; and so I can

often observe also in the best of my hearers that when I have grown cold in preaching,

they have grown cold too; and the next prayers I have heard from them have been too

much like my preaching…O Brethren, watch therefore over your own hearts; keep out

lusts and passions of worldly inclinations. Keep up the life of faith, of love, of zeal. Be

much at home and much with God…Take heed to yourselves, lest your example

contradict your doctrine…lest you unsay with your lives what you say with your

tongues; and be the greatest hinderers of the success of your own labor.40

Saat teduh yang sungguh-sungguh secara pribadi dengan Allah akan mendemonstrasikan

kuasa Allah dalam pelayanan. Pendeta, yang telah banyak dengan Tuhan, pelayanannya

akan berdampak dengan kehadiran kuasa Allah.

Menjaga Prioritas

Gembala harus proaktif menjaga karakternya agar mampu menjaga kesetiaan. Dia harus ber-

juang agar hidupnya efektif dan maksimum. Dengan banyaknya tuntutan dalam pelayanan,

mudah untuk jatuh dalam memilih prioritas yang menyebabkan kesulitan. Prioritas pertama

seorang gembala adalah harusberjalan dengan Tuhan. Jika ia kuat berjalan dengan Tuhan,

maka pelayanannya akankuat juga. Jika ia berjalan dengan Tuhan lemah, pelayanannya akan

lemah juga. Prioritas kedua harus hidup dengan keluarganya. Keluarga adalah tempat

pembuktian pertama dalam pelayanan dan kondisi keluarga gembala memiliki dampak yang

signifikan pada pelayanannya. Hubungan gembala dengan istri dan anak-anaknya harus baik

dan terjaga. Kualitas hubungan ini secara langsung dipengaruhi olehkuantitas waktu yang

dihabiskannya di setiap waktu.

Prioritas ketiga adalah pelayanan ke gereja. Banyak gereja tidak menyadari pentingnya

urutan prioritas ini, jika gereja-gereja, gagal untuk menyadari bahwa jika seseorang tidak

berjalan dengan Tuhan dan memelihara keluarganya biarpun dia baik maka besar kemung-

kinan tidak akan lama dalam pelayanan atau paling tidak pelayanannya akan mengalami

banyak kesulitan. Tantangannya adalah dalam hal memilih prioritas dan menjaga keseim-

bangan. Masing-masing prioritas tersebut mempengaruhi orang lain.

38John W. Frye, Jesus the Pastor (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000),108. 39Ibid., 108 40Richard Baxter, The Reformed Pastor (London: Banner of Truth, 1983 ed.), 61-63, 65

Page 16: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

Karakter Gembala sebagai Pemimpin (Dewi Morata)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 133

Kerendahan Hati

Gembala perlu menumbuhkan semangat kerendahan hati. "Rendahkanlah dirimu di

hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu" (Yak. 4:10). Kerendahan hati memperta-

hankan perspektif yang tepat dari diri sendiri dalam terang Firman Tuhan. Gembala yang

rendah hati akan melihat dirinya bukan sebagai seorang profesional, tetapi sebagai hamba

Allah, berserah kepada tujuan Allah untuk hidupnya. Dia harus berhati-hati untuk tidak

mencari kemuliaan dan perhatian yang menjadi bagian dari Tuhan. Sebuah semangat

kerendahan hati mengarah ke sikap kepuasan. Paulus menulis, “Kukatakan ini bukanlah

karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.Aku

tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam

segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang,

maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan.

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Fil.

4:11-13). Fokusnya bukan profesionalisme, namun merendahkan diri sendiri di kaki salib.

Mengetahui Kelemahan

Gembala harus tahu dirinya sendiri. Dia perlu tahu titik lemah dalam karakternya, dan

benda-benda apa serta situasi apa yang paling rentan terhadap godaan. Dia harus menyadari

realitas peperangan rohani dan bagaimana dia harus melawannya. Jika hatinya dia arahkan

kepada Tuhan dan minta Roh kudus untuk menolongnya maka ia bisa menjaga diri terhadap

godaan yang akan menghancurkan dia dan pelayanannya. Jadi yang terpenting disini adalah

keberserahan kepada Allah secara mutlak dalam setiap aspek hidupnya.

Menjaga Tanggungjawab

Terakhir, gembala harus bertanggung jawab. Alkitab mendorong tanggung jawab

antarumat. "Berdua lebih baik dari pada seorang diri,karena mereka menerima upah yang

baik dalam jerih payah mereka…Tali tiga lembar tak mudah diputuskan” (Pengkh 4:9, 12).

"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! demikian kamu memenuhi hukum Kristus"

(Gal 6: 2). Tanggung jawab akan kuat karena melibatkan setidaknya dua orang berjalan

bersama, yang memiliki ikatan dari Roh Kudus.

KESIMPULAN

Menjaga karakter adalah hal yang terpenting dalam pelayanan. Tanpa karakter yang

sesuai dengan Alkitab, gembala tidak punya pelayanan. Dia harus menjaga prioritasnya,

berjalan dalam kerendahan hati, mengetahui kelemahan dirinya sendiri, menjaga tanggung

jawab. Langkah-langkah ini akan membuat terhindar dari kesulitan dan kegagalan dalam

pelayanan.

REFERENSI

Abi, Antonius Remigius. “Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan Pendidikan.”

SOTIRIA (Jurnal Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 60–68.

Arthur,John MacJr., New Testament Commentary: I Timothy. Chicago: Moody Bible

Institute, 1995.

Baxter,Richard The Reformed Pastor.London: Banner of Truth, 1983 ed.

Bounds,E.M. Preacher and Prayer.Kansas City, Missouri: Beacon Hill Press, 1963.

Page 17: Karakter Gembala sebagai Pemimpin

GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika; Vol 1, No 2 (Mei 2020)

Copyright© 2020, GINOSKO: Jurnal Teologi Praktika| 134

Boiliu, Noh Ibrahim, Aeron Frior Sihombing, Christina M Samosir, and Fredy Simanjuntak.

“Mengajarkan Pendidikan Karakter Melalui Matius 5 : 6-12.” Kurios (Jurnal Teologi

dan Pendidikan Agama Kristen) 6, no. 1 (2020): 6–12. http://www.sttpb.ac.id/e-

journal/index.php/kurios.

Dece, Elliya. “Pengaruh Kepemimpinan Gembala Sidang Terhadap Motivasi Pelayanan

Kaum Awam.” DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika 2, no. 1 (2019): 25–34.

Earle,Ralph .Word Meanings In The New Testament. Peabody, Massachusetts:

Hendricksen Books, 1997.

Fee,Gordon D. The First Epistle to the Corinthians: New International Commentary

on the New Testament. Grand Rapids: Eerdmans, 1987.

Frye,John W. Jesus the Pastor.Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2000.

Gaebelein,Frank E. Ed., The Expositor’s Bible Commentary: Ephesians-Philemon.

Grand Rapids: Zondervan, 1978.

HayfordJack, The Leading Edge. Lake Mary,Florida: Charisma House, 2001, VIII-IX.

Hendricksen, William and Simon J. Kistemaker, New Testament Commentary:

Thessalonians, the Pastorals and Hebrews. Grand Rapids: Baker Books, 1996.

Kent,Homer A. Sr., The Pastor and His Work.Winona Lake, Indiana: BMH Books, 1982.

London,H.B. Jr. and Neil B. Wiseman, The Heart of a Great Pastor: How to Grow Strong

and Thrive Wherever God Has Planted You. Ventura, CA: Regal Books, 1997.

London, H.B.Jr. and Neil B. Wiseman, Pastors at Risk. Wheaton:Victor, 1993.

Manalu, Parluhutan. “Memahami Theologia Dalam Surat Titus.” SOTIRIA (Jurnal

Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 2, no. 1 (2019): 39–59.

http://sttpaulusmedan.ac.id/e-journal/index.php/sotiria/index.

McGavran, Donald A. Understanding Church Growth. Grand Rapids: Wm B. Eerdmans

Publishing Co., 1990.

Nouwen,Henri J.M. In the Name of Jesus: Reflections on Christian Leadership.New York:

The Crossroad Publishing Company, 1989.

Piper,John Brothers We are Not Professional. Nashville: Broadman and Holman, 2002.

Richards,Lawrence “Submission”, Expository Dictionary of Bible Words. Grand Rapids:

Zondervan, 1991.

Samarenna, Desti, and Harls Evan R Siahaan. “Memahami Dan Menerapkan Prinsip

Kepemimpinan Orang Muda Menurut 1 Timotius 4:12 Bagi Mahasiswa Teologi.”

BIA’: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 1 (2019): 1–13.

http://www.jurnalbia.com/index.php/bia.

SmithOswald J., The Man God Uses. London: Marshall, Morgan, and Scott, 1968.

Sudibyo, Irwanto. “Pelayanan Kepemimpinan Penggembalaan Menurut Kisah Para Rasul

20:17-38.” Jurnal Teologi Gracia DeoGracia Deo 2, no. 1 (2019): 46–61.

Sumiwi, Asih Rachmani Endang. “Gembala Sidang Yang Baik Menurut Yohanes 10 : 1-18.”

HARVESTER: Jurnal Teologi dan Kepemimpinan Kristen 4, no. 2 (2019): 1–18.

Tambunan, Fernando. “Karakter Kepemimpinan Kristen Sebagai Jawaban Terhadap Krisis

Kepemimpinan Masa Kini.” Illuminate: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 1, no.

1 (2018): 81–104. http://sttbaptis-medan.ac.id/e-

journal/index.php/illuminate/article/view/6.

Tari, Ezra, Ermin Alperiana Mosooli, and Elsye Evasolina Tulaka. “Kepemimpinan Kristen

Berdasarkan 1 Timotius 3:1-7.” Jurnal Teruna Bhakti 2, no. 1 (2019): 15–21.

Thomas,I.D.E. The Golden Treasury of Puritan Quotations. Chicago: Moody Press, 1975.

UrdangLaurence, ed., The Random House College Dictionary. USA: Random House, Inc.,

1988.

YessickTommy, Building Blocks for Longer Life and Ministry. Nashville: Convention

Press, 1997.