22
A. Pengertian Anak dengan kebutuhan khusus Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus. Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan pendidikan inklusi, anak dengan kebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah reguler. Jika di luar 9 jenis tersebut masih dijumpai di sekolah, maka guru dapat bekerjasama dengan pihak lain yang relevan untuk menanganinya, seperti anak-anak autis, anak korban narkoba, anak yang memiliki penyakit kronis, dan lain-lain. Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut : 1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. 2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. 3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan

karakteristik ABK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

karakteristik ABK

Citation preview

Page 1: karakteristik ABK

A. Pengertian Anak dengan kebutuhan khusus

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.

Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan pendidikan inklusi, anak dengan kebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah reguler. Jika di luar 9 jenis tersebut masih dijumpai di sekolah, maka guru dapat bekerjasama dengan pihak lain yang relevan untuk menanganinya, seperti anak-anak autis, anak korban narkoba, anak yang memiliki penyakit kronis, dan lain-lain. Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut :

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan

Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

5. Tunagrahita

Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus.

Page 2: karakteristik ABK

6. Lamban belajar (slow learner) :

Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti)

8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi;

Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.

9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.

Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

B. Karakteristik Anak dengan kebutuhan khusus

Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi, di bawah ini akan disebutkan ciri-ciri yang menonjol dari masing-masing jenis anak dengan kebutuhan khusus.

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan

a. Tidak mampu melihatb. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meterc. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,d. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,

Page 3: karakteristik ABK

g. Peradangan hebat pada kedua bola mata,h. Mata bergoyang terus.

Nilai standar : 4 (di luar a dan b), maksudnya, jika a dan b terpenuhi, maka tidak perlu menghitung urutan berikutnya.

2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

a. Tidak mampu mendengar,b. Terlambat perkembangan bahasac. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasid. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicarae. Ucapan kata tidak jelasf. Kualitas suara aneh/monoton,g. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengarh. Banyak perhatian terhadap getaran,i. Keluar cairan ‘nanah’ dari kedua telinga

Nilai Standar : 6 (di luar a), maksudnya jika a terpenuhi, maka berikutnya tidak perlu dihiung.

3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan

a. Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),c. Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari

biasa,d. Terdapat cacat pada alat gerak,e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak

normalg. Hiperaktif/tidak dapat tenang.

Nilai Standar : 5

4. Anak Berbakat/ memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa

a. Membaca pada usia lebih muda,b. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,c. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,d. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,e. Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,f. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,g. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,h. Memberi jawaban-jawaban yang baik,i. Dapat memberikan banyak gagasanj. Luwes dalam berpikirk. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,l. Mempunyai pengamatan yang tajam,m. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau

bidang yang diminati,

Page 4: karakteristik ABK

n. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,o. Senang mencoba hal-hal baru,p. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,q. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,r. Cepat menangkap hubungan sebabakibat,s. Berperilaku terarah pada tujuan,t. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,u. Mempunyai banyak kegemaran (hobi),v. Mempunyai daya ingat yang kuat,w. Tidak cepat puas dengan prestasinya,x. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),y. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.

Nilai Standar : 18

5. Tunagrahita

a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar,b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,c. Perkembangan bicara/bahasa terlambatd. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)

Nilai Standar : 6

6. Anak Lamban Belajar

a. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6),b. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-

teman seusianya,c. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,d. Pernah tidak naik kelas.

Nilai Standar : 4

7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

• Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

a. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,c. Kalau membaca sering banyak kesalahan

Nilai standarnya 3

• Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)

a. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

Page 5: karakteristik ABK

b. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,

c. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,d. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,e. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

Nilai standarnya 4.

• Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)

a. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =b. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,c. Sering salah membilang dengan urut,d. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8,

dan sebagainya,e. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

Nilai standarnya 4.

8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi

a. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,b. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,d. Kalau berbicara sering gagap/gugup,e. Suaranya parau/aneh,f. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,g. Organ bicaranya tidak normal/sumbing.

Nilai standarnya 5.

9. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku).

a. Bersikap membangkang,b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marahc. Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggud. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.

Nilai standarnya 4.

C. Identifikasi

Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini istilah identifkasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan merupakan suatu usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).

Page 6: karakteristik ABK

Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami kelainan/penyimpangan.

Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2) Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4) Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5) Tunagrahita; (6) Anak lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.

Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya. Sedangkan langkah berikutnya, yang sering disebut asesmen, bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.

Dalam istilah sehari-hari, identifikasi sering disebut dengan istilah penjaringan, sedangkan asesmen disebut dengan istilah penyaringan.

D. Tujuan Identifikasi

Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional, dan/atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.

Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi anak dengan kebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu: (1) penjaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referal), (3) klasifikasi, (4) perencanaan pembelajaran, dan (5) pemantauan kemajuan belajar.

1. Penjaringan (screening)

Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (AI AKB) terlampir.Pada tahap ini identifiksi berfungsi menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga tergolong anak dengan kebutuhan khusus.Dengan AI ALB guru, orang tua, maupun tenaga professional terkait, dapat melakukan kegiatan ini secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan penanganan lebih lanjut.

2. Pengalihtanganan (referral)

Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, ada anak yang tidak perlu dirujuk ke

Page 7: karakteristik ABK

ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran yang sesuai.

Kedua, ada anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani oleh guru.

Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referral). Jika tenaga professional tersebut tidak tersedia dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) atau Konselor.

3. Klasifikasi

Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah dirujuk ke tenaga professional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.Apabila berdasar pemeriksaan tenaga professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan, therapy, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan/atau memberi therapy, melainkan sekedar meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya akan membantu siswa dalam hal pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.

Kegiatan klasifikasi ini memilah-milah mana anak dengan kebutuhan khusus yang memerlukan penanganan lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan khusus di kelas reguler.

4. Perencanaan pembelajaran

Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak dengan kebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain. Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusi.

5. Pemantauan kemajuan belajar

Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan. Misalnya apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, Program Pembelajaran Individual (PPI) yang kita susun sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang kita berikan sesuai atau tidak, dan seterusnya.Sebaliknya, apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.

Page 8: karakteristik ABK

Dengan lima tujuan khusus di atas, identifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan tenaga professional terkait.

III. PELAKSANAAN IDENTIFIKASI

A. Sasaran Identifikasi

Secara umum sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah:

1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;2. Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;3. Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong

anak dengan kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semula SD terdekat belum/tidak mau menerimanya;

4. Anak yang drop-out Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah karena factor akademik.

B. Petugas Identifikasi

Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:

1. Guru kelas;2. Orang tua anak; dan/atau3. Tenaga professional terkait.

C. Pelaksanaan Identifikasi

Ada beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus. Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop out sekolah, maka sekolah yang bersangkutan perlu melakukan pendataan ke masyarakat sekitar kerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat. Jika pendataan tersebut ditemukan anak berkelainan, maka proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.

Untuk anak-aak yang sudah masuk dan menjadi siswa pada sekolah tertentu, identifikasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menghimpun data tentang anak

Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar gejala yang nampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus (AI ALB). Lihat Format 3 terlampir.

2. Menganalisis data dan mengklasifikasi anak

Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang tergolong anak dengan kebutuhan khusus (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus). Buatlah daftar nama

Page 9: karakteristik ABK

anak yaang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri dan standar nilai yang telah ditetapkan. Jika ada anak yang memenuhi syarat untuk disebut atau berindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dimasukkan ke dalam daftar nama-nama anak yang berindikasi kelainan sesuai dengan format khusus yang disediakan seperti terlampir (Lihat Format 4). Sedangkan untuk anak-anak yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar khusus tersebut.

3. Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah

Pada tahap ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat guru dilaporkan kepada Kepala Sekolah untuk mendapat saran-saran pemecahan atau tindak lanjutnya.

4. Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference)

Pada tahap ini, kegiatan dikoordinasikan oleh Kepala Sekolah setelah data anak dengan kebutuhan khusus terhimpun dari seluruh kelas. Kepala Sekolah dapat melibatkan: (1) Kepala Sekolah sendiri; (2) Dewan Guru; (3) orang tua/wali siswa; (4) tenaga professional terkait, jika tersedia dan dimungkinkan; (5) Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) jika tersedia dan memungkinkan.Materi pertemuan kasus adalah membicarakan temuan dari masing-masing guru mengenai hasil identifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara-cara pemecahan serta penanggulangannya.

5. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus

Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya perlu dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan kasus. Format laporan hasil pertemuan kasus dapat menggunakan contoh seperti terlampir (lihat Format 5)

D. ALAT IDENTIFIKASI

Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan identifikasi. Contoh alat identifikasi sederhana untuk membantu guru dan orang tua dalam rangka menemukenali anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, antara lain sebagai berikut :

1. Form 1 : Informasi riwayat perkembangan anak2. Form 2 : informasi/ data orangtua anak/wali siswa3. Form 3 : informasi profil kelainan anak (AI-ALB)

Dari ketiga informasi tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut.

1. Informasi riwayat perkembangan anak

Informasi riwayat perkembangan anak adalah informasi mengenai keadaan anak sejak di dalam kandungan hingga tahun-tahun terakhir sebelum masuk SD/MI.. Informasi ini penting sebab dengan mengetahui latar belakang perkembangan anak, mungkin kita dapat menemukan sumber penyebab problema belajar.

Page 10: karakteristik ABK

Informasi mengenai perkembangan anak sangat penting bagi guru untuk mempertimbangkan kebijakan program pembelajaran yang akan diberikan kepada anak. Informasi perkembangan anak biasanya mencakup identitas anak, riwayat masa kehamilan dan kelahiran, perkembangan masa balita, perkembangan fisik, perkembangan sosial, dan perkembangan pendidikan.

Riwayat masa kehamilan dan kelahiran meliputi perkembangan masa kehamilan, penyakit yang diderita ibu, usia di dalam kandungan, proses kelahiran, tempat kelahiran, penolong persalinan, gangguan pada saat proses kelahiran, berat badan bayi, panjang badan bayi, dan tanda-tanda kelainan pada bayi.

Perkembangan masa balita sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai lama menyusu ibunya, usia akhir minum susu kaleng, kegiatan imunisasi, penimbangan, kualitas dan kuantitas makanan pada masa balita, kesulitan makan yang dialami, dan sebagainya.

Perkembangan fisik diperlukan terutama data mengenai kapan anak mulai dapat merangkak, berdiri, berjalan, naik sepeda roda tiga, naik sepeda roda dua, berbicara dengan kalimat lengkap, kesulitan gerakan yang dialami, status gizi balita, dan riwayat kesehatan.

Perkembangan sosial terutama berkaitan dengan hubungan dengan saudara, hubungan dengan teman, hubungan dengan orang tua dan guru, hobi anak, dan minat khusus. Perkembangan pendidikan meliputi informasi mengenai kapan masuk TK, berapa lama pendidikan di TK, kapan masuk SD, apa kesulitan selama di TK, apa kesulitan selama di SD, apakah pernah tinggal kelas, pelayanan khusus yang pernah diberikan, prestasi belajar tiap caturwulan atau semester, mata pelajaran yang dirasa paling sulit, dan mata pelajaran yang paling disenangi.

2. Data orang tua/wali siswa

Selain data mengenai anak, tidak kalah pentingnya adalah informasi mengenai keadaan orang tua/wali siswa yang bersangkutan. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan belajar anak. Lingkungan keluarga dapat meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, status sosial ekonomi, sikap dan penerimaan orang tua terhadap anak, serta pola asuh yang diterapkan keluarga terhadap anak.

Data orang tua/wali siswa sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai identitas orang tua/wali, hubungan orang tua-anak, data sosial ekonomi orang tua, serta tanggungan dan tanggapan orang tua/ keluarga terhadap anak. Identitas orang tua harus lengkap, tidak hanya identitas ayah melainkan juga identitas ibu, misalnya umur, agama, status, pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, dan tempat tinggal.

Hubungan orang tua-anak menggambarkan sejauh mana intensitas komunikasi antara orang tua dan anak. Misalnya apakah kedua orang tua satu rumah atau tidak, demikian juga dengan anak. Apakah diasuh salah satu orang tua, pembantu, atau keluarga lain. Semua kondisi tersebut mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar anak.

Mengenai data keadaan sosial ekonomi diperlukan agar sekolah dapat memperhitungkan kemampuan orang tua dalam pendidikan anaknya. Data sosial ekonomi dapat mencakup informasi mengenai jabatan formal maupun non formal ayah dan ibu, serta besarnya penghasilan rata-rata per bulan.

Page 11: karakteristik ABK

Sedangkan mengenai tanggapan orang tua yang perlu diungkapkan antara lain persepsi orang tua terhadap anak, kesulitan yang dirasakan orang tua terhadap anak yang bersangkutan, harapan orang tua dan bantuan yang diharapkan orang tua untuk anak yang bersangkutan.3. Informasi mengenai profil kelainan anak (AI – ALB)

Informasi mengenai gangguan/kelainan anak sangat penting, sebab dari beberapa penelitian terbukti bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah cenderung memiliki gangguan/kelainan penyerta. Survei terhadap 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6,0 (enam, nol), ditemukan bahwa 71,8% mengalami disgrafia, 66,8% disleksia, 62,2% diskalkulia, juga 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku, 31% gangguan komunikasi, 7,9% cacat / kelainan anggota tubuh, 6,6% gangguan gizi dan kesehatan, 6% gangguan penglihatan, dan 2% gangguan pendengaran (Balitbang, 1996).

Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa (jika ada) perlu diketahui guru. Kadang-kadang adanya kelainan khusus pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung, dapat menjadi salah satu faktor timbulnya problema belajar. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada berat ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan anak terhadap kondisi tersebut.

Contoh format isian untuk identifikasi anak berkelainan yang dapat digunakan oleh sekolah.

E. TINDAK LANJUT KEGIATAN IDENTIFIKASI

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan identifikasi anak berkelainan untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

1. Perencaanaan pembelajaran dan pengorganisasian siswa

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan bidang-bidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani: Apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran.

b. Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan kooperatif, atau kompetitif, dan lain- lain.

c. Menyusun program pembelajaran individual.

2. Pelaksanaan pembelajaran

Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan dalam kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan anak, tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut bersifat fleksibel.

3. Pemantauan kemajuan belajar dan evaluasi

Page 12: karakteristik ABK

Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu mengatasi kesulitan belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan/atau bahkan kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya semua problema belajar anak, secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus sekolah.

Page 13: karakteristik ABK

Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Menurut pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, bahwa jenis pendidikan bagi Anak berkebutuan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Teknis layanan pendidikan jenis Pendidikan Khusus untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa dapat diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Jadi Pendidikan Khusus hanya ada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk jenjang pendidikan tinggi secara khusus belum tersedia.

PP No. 17 Tahun 2010 Pasal 129 ayat (3) menetapkan bahwa Peserta didik berkelainan terdiri atas peserta didik yang: a. tunanetra; b. tunarungu; c. tunawicara; d. tunagrahita; e. tunadaksa; f. tunalaras; g. berkesulitan belajar; h. lamban belajar; i. autis; j. memiliki gangguan motorik; k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif lain; dan l. memiliki kelainan lain.

Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Pasal 133 ayat (4)menetapkan bahwa Penyelenggaraan satuan pendidikan khusus dapat dilaksanakan secara terintegrasi antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis kelainan.

Integrasi antar jenjang dalam bentuk Sekolah Luar Biasa (SLB) satu atap, yakni satu lembaga penyelenggara mengelola jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB dengan seorang Kepala Sekolah. Sedangkan Integrasi antar jenis kelainan, maka dalam satu jenjang pendidikan khusus diselenggarakan layanan pendidikan bagi beberapa jenis ketunaan. Bentuknya terdiri dari TKLB; SDLB, SMPLB, dan SMALB masing-masing sebagai satuan pendidikan yang berdiri sendiri masing-masing dengan seorang kepala sekolah.

Altenatif layanan yang paling baik untuk kepentingan mutu layanan adalah INTEGRASI ANTAR JENIS. Keuntungan bagi penyelenggara (sekolah) dapat memberikan layanan yang tervokus sesuai kebutuhan anak seirama perkembangan psikologis anak. Keuntungan bagi anak, anak menerima layanan sesuai kebutuhan yang sebenarnya karena sekolah mampu membedakan perlakuan karena memiliki fokus atas dasar kepentingan anak pada jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

Page 14: karakteristik ABK

Penyelenggaran pendidikan khusus saat ini masih banyak yang menggunakan Integrasi antar jenjang (satu atap) bahkan digabung juga dengan integrasi antar jenis. Pola ini hanya didasarkan pada effisiensi ekonomi padahal sebenarnya sangat merugikan anak karena dalam prakteknya seorang guru yang mengajar di SDLB juga mengajar di SMPLB dan SMALB. Jadi perlakuan yang diberikan kadang sama antara kepada siswa SDLB, SMPLB dan SMALB. Secara kualitas materi pelajaran juga kurang berkualitas apalagi secara psikologis karena tidak menghargai perbedaan karakteristik rentang usia.

Adapun bentuk satuan pendidikan / lembaga sesuai dengan kekhususannya di Indonesia dikenal SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.

Pemerintah sebenarnya ada kesempatan memberikan perlakuan yang sama kepada Anak Indonesia tanpa diskriminasi. Coba renungkan kalau bisa mendirikan SD Negeri, SMP Negeri, SMA Negeri untuk anak bukan ABK, mengapa tidak bisa mendirikan SDLB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri bagi ABK. Hingga Juni tahun 2013 di Provinsi Jawa Tengah dan DIY baru Pemerintah Kabupaten Cilacap yang berkenan mendirikan SDLB Negeri, SMPLB Negeri, dan SMALB Negeri masing-masing berdiri sendiri sebagai satuan pendidikan formal. Kebijakan Pemerintah Kabupaten Cilacap tidak mempermasalahkan kewenangan siapa pengelolaan satuan pendidikan khusus, akan tetapi semata-mata didasari oleh kebutuhan masyarakat sebagai warga negara yang berdomisili di wilayahnya.

Daftar isi

1 Tunanetra 2 Tunarungu 3 Tunagrahita 4 Tunadaksa 5 Tunalaras 6 Kesulitan belajar

Tunanetra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah perekam suara dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)

Tunarungu

Page 15: karakteristik ABK

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),5. Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.

1. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),2. Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),3. Tunagrahita berat (IQ : 20-35),4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.

Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.

Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Kesulitan belajar

Page 16: karakteristik ABK

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.