Upload
trinhlien
View
234
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1625
KARAKTERISTIK ENDAPAN PALEOTSUNAMI DI PESISIR BINUANGEUN,
DAERAH WANASALAM, BANTEN
Dimas Allan Zulkarnain1*,
Hendra Amijaya1,
Eko Yulianto2
2Departemen Teknik Geologi FT UGM, Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta 55281 2Puslit Geoteknologi LIPI, Jl Sangkuriang, Bandung 40135
*corresponding author: [email protected]
ABSTRAK
Rekaman kejadian tsunami salah satunya dapat berupa endapan sedimen di daerah pesisir. Pesisir
Binuangeun yang terletak di Pantai Selatan Jawa merupakan salah satu daerah yang berpotensi terkena
tsunami di Indonesia. Studi ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya endapan paleotsunami dan
melakukan karakterisasi endapan paleotsunami yang mungkin ditemukan di daerah ini. Rawa-rawa
yang terletak di belakang punggungan pantai di daerah penelitian merupakan lokasi yang potensial
untuk mempreservasi endapan tsunami. Berdasarkan data stratigrafi kuarter yang diambil
menggunakan bor tangan pada salah satu rawa, ditemukan endapan pasir yang berada diantara
endapan lanau dengan kandungan material organik yang tinggi. Endapan pasir ini merupakan kandidat
suatu endapan paleotsunami. Identifikasi dan karakterisasi endapan paleotsunami dilakukan dengan
menggunakan metode analisis granulometri dan loss on iginition yang dipadukan dengan data
kandungan mineralogi dan foraminifera. Hasil analisis granulometri menunjukan endapan
paleotsunami memiliki ukuran butir lanau kasar-pasir halus dengan nilai mean 3.433-4.989 phi, sortasi
yang sangat buruk dengan nilai 2.092-2.710 phi, skewness 0.243-0.587 (fine skewed-very fine skewed),
dan nilai kurtosis 0.693-1.208 (platykurtic-leptokurtic). Hasil analisis loss on ignition menunjukan
kandungan material organik dan karbonat dari endapan paleotsunami relatif rendah. Kandungan
foraminifera endapan paleotsunami menunjukan batimetri sedimen yang berasal dari kedalaman 30-
180 meter dengan kandungan mineralogi yang didominasi oleh kuarsa dan juga terdapat kandungan
mineral penciri lingkungan laut seperti glaukonit
Kata kunci: paleotsunami, granulometri, foraminifera, mineralogi, Pesisir Binuangeun Banten
1. Pendahuuan
Daerah Pesisir Selatan Jawa merupakan salah satu kawasan yang memiliki potensi
terhadap ancaman tsunami (BNPB, 2011). Hal ini mengingat posisinya yang menghadap
langsung ke lautan lepas yaitu Samudera Hindia dan adanya zona subduksi yang membentang
dari Pantai Barat Sumatera hingga Pantai Selatan Jawa.
Pesisir Binuangeun yang berada di Pantai Selatan Jawa merupakan suatu dataran pantai
yang banyak berkembang morfologi bergelombang dengan punggungan berpola sejajar
memanjang mengikuti pola garis pantai (Setyawan, 2008). Rendahan yang ada diantara
punggungan-punggungan pantai di daerah penelitian saat ini banyak berkembang sebagai
rawa. Peters dkk (2007) menyebutkan bahwa daerah rawa merupakan salah satu tempat yang
memiliki potensi sebagai lingkungan pengendapan endapan tsunami.
Rekaman kejadian tsunami salah satunya dapat berupa endapan sedimen di daerah
pesisir, sehingga terdapat kemungkinan bahwa pada daerah rawa tersebut akan dapat dijumpai
sedimen energi tinggi berupa endapan pasir. Menurut Yulianto (2006, dalam Kenny, 2008),
endapan tsunami akan berupa endapan pasir yang memiliki kenampakan dan ciri-ciri yang
khas, sehingga akan dapat dibedakan dari endapan pasir lain, di mana biasanya endapan pasir
tsunami ini akan ditemukan dalam posisi menutupi lapisan tanah purba. Setiap lingkungan
pengendapan tsunami akan memiliki karakteristik stratigrafinya masing-masing. Pada daerah
tidal marsh, endapan tsunami akan berupa lapisan pasir yang menutupi gambut. Pada
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1626
lingkungan coastal lake, endapan tsunami akan berupa endapan pasir yang menutupi dan
ditutupi oleh endapan lempung yang kaya akan material organik (gytja). Pada lingkungan
back-barrier wetland seperti rawa-rawa yang ada pada daerah penelitian, karakteristik dari
endapan tsunami yang ada akan berupa endapan pasir yang menutupi dan ditutupi oleh lapisan
gambut di atas dan di bawahnya (Peters dkk, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya endapan paleotsunami di daerah
penelitian serta untuk mengetahui karakteristiknya, mencakup karakteristik secara
granulometri, kandungan material organik dan material karbonat, kandungan mineral, dan
kandungan foraminifera.
2. Metode Penelitian
Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada lokasi yang dianggap memiliki potensi
untuk menyimpan endapan paleotsunami yaitu pada rawa. Pengambilan sampel penelitian
sendiri dilakukan dengan menggunakan metode bor tangan. Sampel diambil pada 3 titik
dengan variasi kedalaman 60-80 cm. Preparasi sampel dilakukan dengan memisahkan dan
melakukan pembagian sampel bor tangan setiap satu centimeter.
Pengolahan dan analisis sampel dilakukan dengan analisis granulometri yang bertujuan
untuk mengetahui distribusi ukuran butir (mean, sortasi, skewness, dan kurtosis), sehingga
dapat ditentukan karakteristik granulometri dari endapan yang diteliti seperti ukuran butir
endapan, tekstur, dan struktur internalnya. Kemudian analisis Loss on Ignition (LoI) dilakukan
untuk mengetahui perbedaan kandungan material organik dan karbonat di setiap lapisan.
Analisis ini dapat membantu untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan dari endapan
yang diteliti, apakah berada di daerah darat atau di laut dengan lingkungan yang reduktif/
oksidatif, juga untuk mengetahui proses-proses yang mempengaruhinya. Analisis kandungan
mineral dilakukan untuk mengtahui kandungan mineralogi dari endapan yang diteliti,
sehingga dapat diketahui dari lingkungan mana asal material endapan paleotsunami. Analisis
paleontologi dilakukan untuk mengetahui kandungan foraminifera terutama bentonik,
sehingga dapat ditentukan batimetri asal dari endapan paleotsunami.
Setelah seluruh proses analisis dilakukan, selanjutnya dilakukan kolaborasi dari data-data
yang telah diperoleh dan analisis-analisis yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi dan
menentukan karakteristik dari endapan paleotsunami di daerah penelitian, sehingga dapat
diketahui dan ditarik kesimpulan mengenai karakter dari endapan paleotsunami yang diteliti.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian
Lokasi penelitian terletak pada suatu daerah dataran pantai yang banyak berkembang
bentukan pematang pantai (beach ridge), tersebar membentuk kenampakan morfologi
bergelombang dengan punggungan berpola sejajar memanjang mengikuti pola garis pantai.
Diantara bentukan punggungan pantai ini terdapat rendahan (swale) yang pada beberapa
tempat tergenangi oleh air dan berkembang menjadi rawa. Lokasi penelitian endapan tsunami
difokuskan pada swale yang tergenang oleh air dan berkembang menjadi rawa (Gambar 1).
Rawa yang menjadi lokasi pengambilan data memiliki dimensi panjang sekitar 3000
meter dengan lebar 100 meter. Berada sekitar 1 kilometer di sebelah utara garis pantai,
memanjang dengan orientasi Barat-Timur. Rawa ini menjadi lokasi fokus penelitian karena
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1627
rawa di belakang punggungan pantai dapat menjadi tempat preservasi endapan dari tsunami
yang melewati punggungan pantai Peters dkk (2007).
3.2. Karakteristik Endapan Paleotsunami
Dalam melakukan identifikasi dan penentuan endapan paleotsunami, dilakukan dengan
melakukan pembahasan terhadap tiap-tiap lapisan yang ada berdasarkan posisi stratigrafi
kuarternya, mulai dari yang posisinya paling bawah hingga paling atas.
3.2.1. Lapisan Lanau Karbonan
Lapisan lanau karbonan merupakan lapisan yang secara stratigrafi posisinya berada di
bagian paling bawah. Lapisan hanya ditemukan pada sampel bor nomor 270215-04.
Berdasarkan hasil analisis granulometri, lapisan ini memiliki persebaran nilai mean pada
kisaran 4,847-5.003 phi (very coarse silt-coarse silt) dengan rerata nila mean sebesar 5,050
phi. Nilai sortasi pada lapisan ini berkisar pada 1,959-2,084 phi (very poorly sorted- poorly
sorted) dengan rerata nilai sortasinya sebesar 2,017 phi, nilai kurtosis pada lapisan pasir
bawah memiliki nilai rerata 1,014 phi (mesokurtic) dengan persebaran nilai kurtosis 0,993-
1,031 phi (mesokurtic). Nilai skewness pada lapisan pasir foraminifera terendah yaitu sebesar
0,016 phi (symmetrical) dan tertinggi 0,067 phi (symmetrical) dengan nilai skewness rata-rata
sebesar 0,043 phi (symmetrical).
Berdasarkan hasil analisis Loss on Ignition pada lapisan lanau karbonan diketahui bahwa
lapisan lanau karbonan ini memiliki kandungan material organik yang relatif tinggi,
berbanding terbalik dengan kandungan material karbonatnya yang rendah. Pada lapisan lanau
karbonan ini, presentase kandungan material organik yang paling tinggi mencapai 53,385 %
sedangkan persentase kandungan material karbonat yang paling tinggi hanya 10,861 %.
Berdasarkan anaisis foraminifera, pada lapisan lanau karbonan tidak ditemukan adanya
foraminifera baik bentonik ataupun plangtonik (barren).
Dari analisis granulometri, lapisan lanau karbonan yang tersusun oleh material dengan
ukuran butir lanau, lapisan lanau karbonan terendapkan pada lingkungan yang tenang dengan
energi pengendapan rendah sehingga terjadi pengendapan material halus dan tidak terjadi
pemilahan butir yang menyebabkan sortasinya buruk. Disisi lain, pada lapisan lanau karbonan
memiliki persentase kandungan material organik yang tinggi dan material karbonat yang
rendah serta tidak terdapat kandungan foraminifera, menunjukan lingkungan pengendapannya
berada di darat, sehingga kemungkinan lingkungan pengendapan dari lapisan lanau karbonan
ini berupa lingkungan rawa-rawa seperti yang ditemukan pada lokasi penelitian saat ini.
3.2.2. Lapisan Pasir Bawah
Lapisan pasir bawah merupakan lapisan yang secara stratigrafi posisinya berada di bagian
paling bawah (kecuali sampel 270215-04). Berdasarkan hasil analisis pada 3 sampel bor
tangan yang diamati, lapisan ini memiliki persebaran nilai mean pada kisaran 2,427-5,503 phi
(fine sand-coarse silt) dengan rerata nila mean sebesar 3,941 phi (very fine sand). Nilai sortasi
pada lapisan ini berkisar pada 1,616-2,893 phi (poorly sorted-very poorly sorted) dengan
rerata nilai sortasinya sebesar 2,392 phi. Nilai kurtosis pada lapisan pasir bawah memiliki
nilai rerata 0,917 phi (mesokurtic) dengan persebaran nilai kurtosis 0,685-2,077 phi
(platykurtic-very leptokurtic). Nilai skewness pada lapisan pasir foraminifera terendah yaitu
sebesar -0,122 phi (coarse skewed) dan tertinggi 0,657 phi (very fine skewed), dengan rata-
rata sebesar 0,407 phi (very fine skewed).
Hasil analisis Loss on Ignition (LoI) lapisan pasir bawah pada 3 sampel bor tangan
menunjukan bahwa kandungan material karbonat pada lapisan pasir bawah jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan material organiknya. Hal ini menunjukan bahwa lapisan
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1628
pasir bawah kemungkinan diendapkan pada lingkungan laut, karena material yang berasal dari
lingkungan marine umumnya akan memiliki kandungan karbonat yang relatif tinggi.
Hasil analisis foraminifera secara umum sesuai dengan banyaknya kandungan material
karbonat berdasarkan analisis LoI yang terkandung pada lapisan pasir bawah, dibuktikan
degan melimpahnya kandungan foraminifera baik plangtonik maupun bentonik pada lapisan
pasir bawah. Berdasarkan kandungan foraminifera bentonik yang terkandung dalam lapisan
pasir bawah, diketahui bahwa lapisan pasir bawah memiliki lingkungan pengendapan pada
zona Neritik Bawah pada kedalaman sekitar 150-180 meter (Tabel 5).
Berdasarkan hasil analisis kandungan mineral, diketahui bahwa komposisi mineralogi
dari lapisan pasir bawah didominasi mineral kuarsa, selain itu juga terdapat kandungan kalsit
dan glaukonit yang cukup signifikan (Tabel 6.3). Lapisan pasir bawah memiliki kandungan
mineral kuarsa sebesar 64,07%, feldspar (6,91%), glaukonit (6,34%), foraminifera (14,00%),
kalsit (7,24%), litik sedimen sebesar 0,67% dan mineral berat 0,677%.
Berdasarkan analisis granulometri, LoI, foraminifera dan kandungan mineral, lapisan
pasir bawah merupakan endapan pasir yang terendapkan pada lingkungan laut (neritik
bawah). Pada sampel 270215-04, endapan ini ditemukan berada diatas endapan lanau
karbonan dan ditutupi oleh endapan lanau karbonan bawah. Hal ini sesuai dengan model
endapan tsunami di daerah back barrier wetlands (Peter dkk, 2007), sehingga kemungkinan
endapan pasir bawah merupakan suatu endapan paleotsunami (Gambar 6). Namun justifikasi
ini tidak dapat dilakukan pada bor tangan 270215-06 dan 270215-07, karena tidak
ditemukan/bor tangan tidak menembus endapan lanau karbonan.
3.2.3. Lapisan Lanau Karbonan Bawah
Lapisan lanau karbonan bawah merupakan lapisan yang secara stratigrafi posisinya
berada di atas lapisan pasir bawah. Berdasarkan hasil analisis pada 3 sampel bor tangan yang
diamati, lapisan ini memiliki persebaran nilai mean pada kisaran 4,367-6,133 phi (very coarse
silt-coarse silt) dengan rerata nila mean sebesar 5,283 phi. Nilai sortasi pada lapisan ini
berkisar pada 2,124-2,665 phi (very poorly sorted) dengan rerata nilai sortasinya sebesar
2,449 phi. Nilai skewness pada lapisan pasir foraminifera terendah yaitu sebesar -0,214 phi
(coarse skewed) dan tertinggi 0,556 phi (very fine skewed) dengan nilai skewness rata-rata
sebesar 0,001 phi (symmetrical). Nilai kurtosis pada lapisan pasir bawah memiliki nilai rata-
rata sebesar 0,846 phi (platykurtic) dengan persebaran nilai kurtosis 0,660-1,067 phi
(platykurtic-mesokurtic).
Berdasarkan hasil analisis Loss on Ignition pada lapisan lanau karbonan bawah diketahui
bahwa lapisan lanau karbonan bawah ini memiliki kandungan material organik yang relatif
tinggi, berbanding terbalik dengan kandungan material karbonatnya yang rendah. Pada
lapisan lanau karbonan bawah ini, presentase kandungan material organik yang paling tinggi
mencapai 51,378% sedangkan persentase kandungan material karbonat yang paling tinggi
hanya 6,687%. Berdasarkan anaisis foraminifera, pada lapisan lanau karbonan bawah tidak
ditemukan adanya foraminifera baik bentonik ataupun plangtonik (barren).
Dari analisis granulometri yang secara granulometri tersusun oleh material dengan
ukuran butir lanau, lapisan lanau karbonan bawah terendapkan pada lingkungan yang tenang
dengan energi pengendapan rendah sehingga terjadi pengendapan material halus. Disisi lain,
pada lapisan lanau karbonan bawah memiliki persentase kandungan material organik yang
tinggi dan material karbonat yang rendah serta tidak terdapat kandungan foraminifera,
menunjukan lingkungan pengendapannya berada di darat, sehingga kemungkinan lingkungan
pengendapan dari lapisan lanau karbonan bawah ini berupa lingkungan rawa-rawa yang
memiliki sifat reduktif seperti yang ditemukan pada lokasi penelitian saat ini.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1629
3.2.4. Lapisan Pasir Atas
Lapisan pasir bawah merupakan lapisan yang secara stratigrafi posisinya berada di antara
dua lapisan lanau karbonan. Lapisan ini merupakan lapisan kandidat endapan tsunami.
Berdasarkan hasil analisis pada 3 sampel bor tangan yang diamati, lapisan ini memiliki
persebaran nilai mean pada 3,433-4,989 phi (very fine sand-very coarse silt). Nilai sortasi
pada lapisan ini berkisar pada 2,092-2,710 phi (very poorly sorted) dengan rerata nilai
sortasinya sebesar 2,438 phi. Skewness pada lapisan pasir atas memiliki nilai yang positif,
yaitu sebesar 0,243 phi hingga 0,587 phi yang menunjukan dominasi ukuran butir pada
lapisan ini condong kearah ukuran butir yang halus. Nilai kurtosis pada lapisan pasir bawah
yang memiliki nilai rerata 0,803 phi (platykurtic) dengan persebaran nilai kurtosis 0,693-
1,208 phi (platykurtic-leptokurtic).
Hasil analisis LoI diketahui pada lapisan pasir atas terjadi penurunan kandungan material
organik yang cukup signifikan dari lapisan gabut bawah. Pada batas antara lapisan lanau
karbonan bawah dengan lapisan pasir atas terlihat adanya penurunan kandungan material
organik yang cukup signifkan secara tiba. Penurunan ini tidak terlalu terlihat mencolok pada
sampel 270215-04, namun kontak yang sangat tegas terlihat pada sampel 270215-06 dan
sampel 270215-07 (Gambar 5).
Berdasarkan data analisis foraminifera, pada lapisan pasir atas terdapat kandungan
sejumlah foraminifera baik bentonik maupun plangtonik pada sampel 270215-07.
Foraminifera yang ditemukan pada lapisan pasir atas ini ditemukan pada bagian bawah
lapisan dengan kondisi terdapat beberapa foraminifera yang ditemukan secara tidak utuh dan
juga terdapat foraminifera yang telah menjadi mold. Dari penarikan batimetri lapisan pasir
atas berdasarkan kandungan foraminifera bentonik yang ada, diketahui bahwa lapisan pasir
atas ini berasal dari kedalaman 25 meter hingga 180 dibawah permukaan laut atau pada zona
neritik atas hingga neritik bawah (Tabel 6).
Berdasarkan hasil analisis kandungan mineral, diketahui bahwa komposisi mineralogi
dari lapisan pasir atas didominasi mineral kuarsa, selain itu juga terdapat kandungan mineral
lain seperti feldspar yang cukup signifikan. Adanya kandungan mineral glaukonit
mengindikasikan lapisan pasir atas berasal dari laut. Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, pada perairan tropis seperti di Indonesia, glaukonit tidak terbentuk pada
kedalaman kurang dari 50 meter dan melimpah pada kedalaman 125-250 meter, sehingga
memperkuat penarikan batimetri dari lapisan pasir atas ini pada kedalaman lebih dari 50 meter
hingga 180 meter.
Berdasarkan analisis granulometri, LoI, foraminifera dan mineralogi dari sampel pasir
atas pada 3 sampel bor tangan, lapisan pasir atas merupakan suatu endapan paleotsunami
(Gambar 6). Lapisan pasir atas pada awalnya merupakan suatu endapan marine, kemudian
terjadi suatu event tsunami yang menginterupsi pengendapan endapan lanau karbonan di
daerah penelitian dengan membawa material dari laut untuk diendapkan di darat sebagai
endapan tsunami.
3.2.5. Lapisan Lanau Karbonan Atas
Lapisan lanau karbonan atas merupakan lapisan yang secara stratigrafi posisinya berada
di bagian paling atas dari stratigrafi kuarter sampel yang diambil. Berdasarkan hasil analisis
pada 3 sampel bor tangan yang diamati, lapisan ini memiliki persebaran nilai mean pada
kisaran 3,919-6,297 phi (very fine sand-medium silt) dengan rerata nila mean sebesar 5,236
phi. Nilai sortasi pada lapisan ini berkisar pada 1,555-2,693 phi (poorly sorted -very poorly
sorted) dengan rerata nilai sortasinya sebesar 2,289 phi. Nilai skewness pada lapisan pasir
foraminifera terendah yaitu sebesar -0,126 phi (coarse skewed) dan tertinggi 0,439 phi (very
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1630
fine skewed) dengan nilai skewness rata-rata sebesar 0,046 phi (symmetrical). Nilai kurtosis
pada lapisan pasir bawah memiliki nilai rata-rata sebesar 0,833 phi (platykurtic) dengan
persebaran nilai kurtosis 0,675-1,248 phi (platykurtic-mesokurtic).
Berdasarkan hasil analisis Loss on Ignition pada lapisan lanau karbonan atas diketahui
bahwa lapisan lanau karbonan bawah ini memiliki kandungan material organik yang relatif
tinggi, berbanding terbalik dengan kandungan material karbonatnya yang rendah. Pada
lapisan lanau karbonan atas ini, presentase kandungan material organiknya pada bagian
bawah semula rendah kemudian berangsur-angsur naik secara signifikan pada bagian atas.
Kandungan material karbonat pada lapisan ini relatif stabil dengan presentase yang rendah.
Berdasarkan anaisis foraminifera, pada lapisan lanau karbonan bawah tidak ditemukan adanya
foraminifera baik bentonik ataupun plangtonik (barren).
4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:
1. Terdapat dua lapisan endapan paleotsunami di daerah penelitian, yaitu lapisan pasir
bawah dan lapisan pasir atas.
2. Karakteristik endapan paleotsunami pada lapisan pasir bawah yaitu:
a. Memiliki ukuran butir pasir sangat halus (very fine sand), sortasi sangat buruk,
kurtosis mesokurtic dan skewness positif (very fine skewed).
b. Memiliki kandungan material organik yang rendah dan sebaliknya memiliki
kandungan material karbonat yang tinggi.
c. Berasal dari lingkungan laut (neritik bawah)
3. Karakteristik endapan paleotsunami pada lapisan pasir bawah yaitu:
a. Memiliki ukuran butir lanau kasar-pasir sangat halus (very fine sand-very coarse
silt), sortasi sangat buruk, kurtosis platykurtic dan skewness positif (fine skewed-very
fine skewed).
b. Memiliki kandungan material organik dan kandungan material karbonat yang relatif
rendah.
c. Berasal dari lingkungan laut (neritik tengah-neritik bawah)
Acknowledgements
Penelitian ini dapat dilakukan dengan didanai oleh Departemen Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada dan Puslit Geoteknologi, LIPI, Bandung.
Daftar Pustaka
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).(2011). Peta Zonasi Ancaman Bencana
Tsunami di Indonesia.Geospasial Badan Nasional Penanggulangan Bencana:Jakarta.
Jones, R. W. (1994). The Challenger Foraminifera. Oxford University Press: Oxford, 149 p.
Kenny, D. Y.(2008). Karakteristik Endapan Tsunami 12 Desember 1992 di Daerah
Pulaubater, Desa Pagaraman, Pulau Babi, Kecamatan Maumere, Kabupaten Sikka,
Flores, NTT. Jurusan Teknik Geologi UGM: Yogyakarta, 60 p.
Morton, R. A., Gelfenbaum, G., Jaffe, B. E. (2007). Physical Criteria for Distinguishing
Sandy Tsunami and Storm Deposits Using Modern Examples. Sedimentary Geology
200, p. 184-207.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1631
https://doi.org/10.1016/j.sedgeo.2007.01.003
Peters, R., Jaffe, B., dan Gelfenbaum, G. (2007). Distribution and Sedimentary
Characteristics of Tsunami Deposits along the Cascadia Margin of Western North
America. Sedimentary Geology 200, p. 372–386. doi:10.1016/j.sedgeo.2007.01.015.
Porrenga, D. H. (1966). Glauconite and Chamosite As Depth Indicators In The Marine
Environment. Marine Geology vol 5, p. 495-501. https://doi.org/10.1016/0025-
3227(67)90056-4.
Santisteban, J.I., Mediavilla, R., Lopez-Pamo, E., Dabrio, C. J., Zapata, M. B. R., Garcia, M.
J. G., Castano, S., dan Martinez, P. E. (2004). Loss on Ignition: a Qualitative or
Quantitative Method for Organic Matter and Carbonate Mineral Content in
Sediments. Journal of Paleolimnology 32, p. 287–299.
doi:10.1023/B:JOPL.0000042999.30131.5b.
Shiki, T., Tachibana, T., Fujiwara, O., Nanayama, F. dan Yamazaki, T. (2008). Characteristic
Features of Tsunamiites.Tsunamiites, Features and Implications p. 319–410.
doi:10.1016/B978-0-444-51552-0.00018-7
Setyawan, W. B. (2008). Perubahan Garis Pantai dan Muka Laut pada Masa Holosen di
Wilayah Pesisir Binuangeun, Banten Selatan: Suatu Studi Pendahuluan. Jurnal
Oseanologi 1, p. 19-28.
Gambar 1. Peta Geomorfologi daerah penelitian. Fokus penelitian berada pada salah satu rawa di
daerah penelitian, titik merah menunjukan lokasi pengambilan sampel untuk penelitian ini.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1632
Gambar 2. Kolom Stratigrafi Kuarter daerah penelitian. Dari kiri ke kanan kolom stratigrafi sampel
270215-04, 270215-06 dan 270215-07.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1633
Gambar 3. Hasil analisis granulometri. Data ditampilkan dalam bentuk grafik untuk menunjukan nilai mean, sortasi, skewness dan kurtosis.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1634
Gambar 4. Grafik hasil analisis Loss on Ignition. Baik data Sampel 270215-04 (kiri) data Sampel
270215-06 (tengah) dan data Sampel 270215-07 (kanan) memiliki konfigurasi yang hampir sama.
Tabel 1. Hasil analisis kandungan foraminifera pada lapisan pasir bawah.
Nama Spesies Jumlah Lingkungan
Ammonia beccarii 343 0 – 321 fm
Asterorotalia trispinosa 149 -
Bathysiphon filiformis 235 3-465 fm
Bulimina elongata 192 150-1400 fm
Bulimina marginata 246 0-1630 fm
Bulimina striata 174 101-209 fm
Cibicides dutemplei 132 30-180 fm
Nonion fabum 101 7-200 fm
Pseudorotalia schroeteriana 123 <60 fm
Rotalia soldanii 208 -
Uvigerina striata 133 0-520 fm
Tabel 2. Hasil analisis kandungan foraminifera pada lapisan pasir atas.
Nama Spesies Jumlah Lingkungan
Ammonia beccarii 2 0 – 321 fm
Bathysiphon filiformis 1 3-465 fm
Bulimina marginata 2 0-1630 fm
Cibicides dutemplei 2 30-180 fm
Pararotalia stellata 2 0-200 fm
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1635
Tabel 3. Hasil analisis kandungan mineral lapisan pasir atas.
No Sampel
(cm) Kuarsa Feldspar Glaukonit Foraminifera Kalsit
Litik
Sedimen
Mineral
Berat Total
1 270215-
04
2298 110 7 23 23 2461
93,38% 4,47% 0,28% 0,93% 0,93%
2 270215-
06
1354 225 74 9 5 1667
81,12% 13,57% 4,46% 0,54% 0,30%
3 270215-
07
2033 210 45 31 31 2350
86,51% 8,94% 1,91% 1,32% 1,32%
Total 5685 545 126 63 59
6478 87,76% 8,41% 1,95% 0,97% 0,91%
Tabel 4. Hasil analisis kandungan mineral lapisan pasir bawah.
No Sampel
(cm) Kuarsa Feldspar Glaukonit Foraminifera Kalsit
Litik
Sedimen
Mineral
Berat Total
1 270215-
04
1265 81 162 280 128 1 19 1936
65,34% 4,18% 8,37% 14,46% 6,61% 0,05% 0,98%
2 270215-
06
928 151 90 191 94 10 3 1467
63,26% 10,29% 6,13% 13,02% 6,41% 0,68% 0,20%
3 270215-
07
1143 128 78 258 155 24 18 1804
63,36% 7,10% 4,32% 14,30% 8,59% 1,33% 1,00%
Total 3336 360 330 729 377 35 40
5207 64,07% 6,91% 6,34% 14,00% 7,24% 0,67% 0,77%
Tabel 5. Ploting batimetri lapisan pasir bawah.
Tabel 6. Ploting batimetri lapisan pasir atas.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
1636
Gambar 5. Grafik hasil analisi Loss on Ignition lapisan pasir atas. Terlihat adanya penurunan
kandungan material organik secara tegas dan tiba-tiba pada batas bawah lapisan.
Gambar 6. Korelasi stratigrafi bor tangan daerah penelitian. Terdapat 2 lapisan endapan
paleotsunami.