Upload
lenhan
View
308
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
KARAKTERISTIK FISIK MADU DARI LEBAH Apis mellifera,
Apis dorsata, Apis cerana DAN Trigona spp.
ADITYA GILANG PRAMESTI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Fisik
Madu dari Lebah Apis melifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp.
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Aditya Gilang Pramesti
NIM D14114003
ABSTRAK
ADITYA GILANG PRAMESTI. Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apis
melifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp.. Dibimbing oleh HOTNIDA
C. H. SIREGAR dan ASNATH MARIA FUAH.
Karakteristik madu di Indonesia yang beriklim tropis tentu berbeda dengan
negara-negara lain yang memiliki iklim sub-tropis. Tujuan dari penelitian ini
untuk menganalisis kualitas fisik madu Indonesia yang berasal dari jenis lebah
yang berbeda. Sampel madu diambil dari 4 jenis lebah yaitu Apis melifera, A.
dorsata, A. cerana dan Trigona spp. dengan 5 ulangan untuk setiap lebah.
Karakteristik fisik yang diamati terdiri dari warna, berat jenis, kekeruhan, pH,
aktivitas air (aw), dan viskositas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis lebah
sangat mempengaruhi kekeruhan, aktivitas air (P<0.01) dari madu. Karakteristik
fisik lainnya dapat digunakan sebagai standar kualitas fisik madu dengan nilai
warna L 53.08, a 8.77 dan b 18.34, berat jenis 1.3 dan nilai pH 3.91. Aktivitas air
dapat digunakan sebagai standar namun dibedakan antara madu dari lebah
Trigona spp. (0.73) dan Apis spp. (0.63-0.66)
Kata kunci: karakteristik fisik, kekeruhan, lebah, madu, warna
ABSTRACT
ADITYA GILANG PRAMESTI. Physical Characteristic of Honey from Apis
melifera, Apis dorsata, Apis cerana and Trigona spp.. Supervised by HOTNIDA
C. H. SIREGAR and ASNATH MARIA FUAH.
Characteristics of honey in tropical region of Indonesia are certainly
different from other countries with different climates. The aimed of this study was
to analyse the physical performance of Indonesian honey which produced by
different species of bees. Honey samples were taken from 4 different species of
bees consist of Apis melifera, A. dorsata, A. cerana and Trigona spp. with 5
replication for each species. The observed physical characteristics consist of color,
specific gravity or density, turbidity, pH, water activity, and viscosity. The results
showed that the bees’s species greatly affect the turbidity, water activity (P<0.01)
of honey. Other physical characteristics can be used as standard of physical
quality of honey with color value of L 53.08, a 8.77 and b 18.34, density 1.3 and
pH value 3.91. The water activity can be used as standard by taking into account
the differences between honey produced by Trigona spp. (0.73) and of Apis spp.
(0.63-0.66).
Keywords: bee, color, honey, physical characteristics, turbidity
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
KARAKTERISTIK FISIK MADU DARI LEBAH Apis mellifera,
Apis dorsata, Apis cerana DAN Trigona spp.
ADITYA GILANG PRAMESTI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Karakteristik Fisik Madu dari Lebah Apis melifera, Apis dorsata,
Apis cerana dan Trigona spp.
Nama : Aditya Gilang Pramesti
NIM : D14114003
Disetujui oleh
Ir Hotnida C. H. Siregar, MSi
Pembimbing I
Dr Ir Asnath M. Fuah, MS
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ialah Karakteristik
Fisik Madu dari Lebah Apis melifera, Apis dorsata, Apis cerana dan Trigona spp..
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Hotnida C H Siregar, MSi dan
Ibu Dr Ir Asnath M Fuah, MS selaku pembimbing yang telah memberikan waktu,
tenaga dan pikiran, serta Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc selaku dosen
pembimbing akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Ibu Endang dan Bapak Triyono dari Balai Besar Pasca Panen Bogor, Bapak Tofiq
dari Laboratorium PAU IPB, mbak Ebi dan teman-teman dari Laboratorium
Terpadu Fakultas Peternakan IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada mama, papa, dik Shergi, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih atas kerja sama dan
dukungan tim penelitian, seluruh teman-teman IPTP 46 dan 47, Alih Jenis 2011
serta sahabat Wisma QQ’s. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Aditya Gilang Pramesti
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Bahan 2 Alat 2 Prosedur 3
Rancangan 3 Peubah yang Diamati 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Warna 5 Berat Jenis 7 Kekeruhan 8 Nilai pH 10 Aktivitas Air (aw) 10 Viskositas 11
SIMPULAN DAN SARAN 12 DAFTAR PUSTAKA 12 LAMPIRAN 15 RIWAYAT HIDUP 18
DAFTAR GAMBAR
1 Warna sampel madu, (A) Madu A. Mellifera, (B) Madu A. Cerana, (C)
Madu A. Dorsata, dan (D) Madu Trigona spp. 5 2 Reaksi pembentukan HMF, asam levulinat dan asam format dari
monosakarida (heksosa) dalam suasana asam (Achmadi 1991) 7 3 Perbedaan letak madu, (A) Sarang Trigona spp. dan (B) Sisiran Apis spp 8 4 Cara ekstraksi madu, (A) Ekstraksi dengan ekstraktor dan (B) Ektraksi
dengan pemerasan 9 5 Polen yang mengambang dan kristalisasi pada madu Trigona spp. 9 6 Perbedaan sarang lebah, (A) Sarang lebah Trigona spp. dan (B) Sarang
lebah Apis spp. 11
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data sumber sampel madu 15 2 Perhitungan analisis keragaman (ANOVA) sampel madu 16
1 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku
nektar bunga. Lebah yang memproduksi madu terdiri atas lebah tidak bersengat
(Meliponinae), bumble bee (Bombus sp.), dan tawon, namun lebah madu adalah
jenis Apis sp. dan Trigona spp. A. mellifera merupakan lebah utama yang
dibudidayakan dengan madu mencapai 6 kg dapat dipanen 8-10 hari sekali, jinak,
tidak suka hijrah dan mudah dipelihara dalam sarang buatan (Halim dan Suharno
2001). A. cerana merupakan lebah asli Asia dengan produksi madu masih rendah
(1-5 kg per koloni per tahun), daya adaptasi iklim tinggi, agresif dan sering
berpindah tempat (Pusat Perlebahan Pramuka 2003). Pengaturan dalam sisir
sarang A. cerana sama dengan A. mellifera.
A. dorsata ukuran tubuhnya paling besar dan hanya berkembang di daerah
sub tropis dan tropis seperti Indonesia. Sifatnya sangat agresif dan ganas sehingga
belum dapat dibudidayakan. Produksi madunya tergantung musim dan komposisi
koloni (Pusat Perlebahan Pramuka 2003). Sarangnya hanya satu sisiran yang
menggantung di cabang pohon besar dan tinggi (Sihombing 2005). Lebah Trigona
merupakan stingless bee (dapat mengigit namun tidak bersengat). Madu
dihasilkan dalam jumlah lebih sedikit dan sulit dipanen, namun propolisnya
banyak. Madu dan polen disimpan dalam storage pot (terbuat dari cerumen,
campuran lilin dan propolis) yang berbeda dengan sel induk (Singh 1962).
Kualitas fisik madu meliputi warna, viskositas, berat jenis, sifat
higroskopis, pH, dan tegangan permukaan, sedangkan kualitas kimia meliputi
kadar air, hidroksimetilfulfural (HMF), keasaman, kadar abu, kadar sukrosa, gula
pereduksi, dan enzim diastase. Standar kualitas kimia sudah dibuat dan diteliti di
banyak negara, namun jarang untuk kualitas fisik padahal kualitas fisik madu
tidak kalah pentingnya. Pengetahuan mengenai kualitas fisik dan kimia madu
dapat menjadi acuan penerapan cara penanganan, penyimpanan dan pengolahan
madu. Pengolahan dan penyimpanan madu dipengaruhi kadar airnya karena
berhubungan dengan fermentasi akibat khamir, selain itu viskositas juga
mempengaruhi pengolahan madu (James et al. 2009).
Penelitian kualitas madu dilakukan di beberapa negara seperti India yang
meneliti kualitas fisik dan kimia madu lebah Apis mellifera dan A. cerana indica
dari beberapa tempat. Hasil penelitian menunjukkan variasi signifikan antar
sampel. Selain itu diketahui bahwa asal tanaman dan kondisi lingkungan sangat
mempengaruhi kualitas madu (Manzoor 2013), sehingga tidak dapat ditetapkan
satu standar kualitas madu untuk seluruh dunia.
Indonesia memiliki Standar Nasional Indonesia 01-3545-2004 Madu (BSN
2004), namun standar tersebut belum bisa berlaku untuk madu dari semua jenis
lebah padahal madu tersebut memiliki komposisi dan karakteristik yang berbeda.
Standar tersebut kurang cocok dipakai sebagai acuan kualitas madu di Indonesia,
sedangkan yang membandingkan kualitas madu dari berbagai jenis lebah hanya
sedikit. Selain itu standar kualitas madu yang sudah ada hanya kualitas kimia.
Amerika Serikat memiliki United States Standards for Grades of Extracted Honey
(USDA 1985), yang berisi standar penilaian kualitas madu secara fisik (warna,
2
kekeruhan, buih, rasa, aroma, kristalisasi, absorbansi, dan indeks bias). Hal ini
menunjukkan kualitas fisik merupakan standar penting dan perlu diteliti lanjut.
Kualitas fisik madu yang meliputi warna, berat jenis, kekeruhan, pH,
aktivitas air (aw) dan viskositas dianalisis karena parameter penting sebagai acuan
cara penanganan, pemrosesan dan penyimpanan. Penelitian kualitas fisik madu
dari berbagai lebah ini diharapkan menjadi referensi kualitas madu di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik fisik madu dari
berbagai jenis lebah yaitu Apis mellifera, A. dorsata, A. cerana, dan Trigona spp.
Ruang Lingkup Penelitian
Karakteristik fisik yang dianalisis meliputi warna, berat jenis, kekeruhan,
pH, aktivitas air (aw) dan viskositas. Hasil dari penelitian diharapkan dapat
menjadi referensi data fisik madu Indonesia.
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013-Maret 2014. Penelitian
bertempat di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan dan
Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Pusat Antar Universitas IPB, serta Balai
Besar Pasca Panen Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa madu yang berasal dari 4
jenis lebah berbeda, yaitu Apis melifera, A. dorsata, A. cerana, dan Trigona spp.
Madu tersebut berupa madu multiflora dan monoflora dari peternak maupun
pengumpul di berbagai daerah di Indonesia. Bahan lain digunakan pula akuades
sebagai blanko dan pengencer.
Alat
Alat yang digunakan meliputi aw-meter Novasina MS1, pH-meter SCHOTT
Lab 850, kromameter Minolta CR-300, piknometer Pyrex 50 ml, spektrofotometer
Agilent 89052BO 1FS Peristaltic Pump, rheometer Brookfield DV-III, neraca
analitik, oven, desikator, pipet mikro, vortex mixer, dan gelas ukur 10 ml.
3
Prosedur
Sampel madu dibeli dari peternak maupun pengumpul yang memiliki
merek dagang di Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi. Proses
pengumpulan sampel dilakukan dari Oktober 2013-Januari 2014. Lamanya proses
ini dikarenakan madu sulit didapatkan terutama untuk madu A. cerana dan
Trigona spp. Madu A. mellifera dibeli langsung karena mudah didapat, sebaliknya
jenis madu lain dipesan terlebih dahulu lalu dikirim dari tempat asalnya.
Pengiriman membutuhkan waktu sekitar 1-4 hari tergantung asal daerahnya.
Sampel madu diberi kode sesuai jenis lebahnya kemudian dimasukkan
botol sampel untuk selanjutnya dianalisis. Botol yang digunakan terdiri atas 2
ukuran yaitu: 1) 250 ml untuk analisis dengan madu dalam jumlah banyak; 2) 50
ml untuk analisis madu dalam jumlah sedikit. Hasil analisis dikumpulkan dan
diolah dengan rancangan statistik.
Rancangan
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan perlakuan jenis lebah (Apis mellifera, A. dorsata, A. cerana, Trigona spp.)
dan 5 ulangan tiap perlakuan. Model matematika rancangan tersebut menurut
Ostle (1963) adalah sebagai berikut.
Yij = µ + Pi + εij
Keterangan:
Yij = Kualitas fisik madu dari jenis lebah i (Apis mellifera, A. cerana, A. dorsata, Trigona spp.)
pada pengulangan j (sumber pakan dan asal madu)
µ = Rataan kualitas fisik madu
Pi = Pengaruh jenis lebah i terhadap kualitas fisik madu
εij = Pengaruh galat pada jenis lebah i dan pengulangan ke j terhadap kualitas fisik madu
Data yang diperoleh dianalisis keragamannya (ANOVA) pada tingkat
kepercayaan 95% kemudian dilanjutkan Uji Tukey apabila hasilnya berbeda nyata.
Selain itu dihitung koefisien determinan perlakuan terhadap peubah.
Peubah yang Diamati
Warna (Mehryar et al. 2013)
Warna adalah pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen
di permukaan benda. Pengukuran warna dilakukan menggunakan kromameter
Minolta CR-300 dengan sistem warna L a b. Sampel madu yang berupa cairan
dimasukkan plastik bening karena tidak dapat diukur langsung.
Kromameter dikalibrasi dengan akuades dalam plastik bening yang dialasi
standar warna putih. Sampel madu dianalisis dengan menembakkan cahaya pada
sampel. Hasil analisis berupa nilai L (lightness) dari hitam (0) sampai putih (100),
nilai a dari hijau (-60) sampai merah (+60), dan nilai b dari biru (-60) sampai
kuning (+60).
4
Berat Jenis (Standar Nasional Indonesia 01-2891-1992)
Berat jenis adalah perbandingan berat zat terhadap air pada volume yang
sama, diukur menggunakan piknometer. Piknometer dibilas menggunakan
akuades kemudian dikeringkan dalam oven lalu dimasukkan desikator. Bobot
kosong ditimbang setelah piknometer kering.
Piknometer diisi akuades sebagai blanko kemudian ditimbang dan dicatat
sebagai bobot piknometer dan akuades. Hal yang sama dilakukan untuk seluruh
sampel dan dicatat sebagai bobot piknometer dan sampel. Nilai berat jenis
diperoleh dengan rumus berikut.
Perhitungan:
berat jenis= bobot sampel-bobot piknometer
bobot air-bobot piknometer
Kekeruhan (Weaver and Daniel 2003)
Kekeruhan merupakan suatu ukuran berdasarkan sinar yang dihamburkan
oleh butir-butir partikel yang terdipersi dalam larutan (Saeni 1989).
Spektrofotometer Agilent 89052BO 1FS Peristaltic Pump dihubungkan dengan
komputer dengan nilai absorban 600 nm dan dilakukan pengukuran duplo.
Sampel madu diencerkan dalam akuades (1:1) lalu dihomogenkan dengan
vortex mixer. Sampel dimasukkan ke cuvet lalu diletakkan pada tempatnya.
Akuades diukur sebagai blanko kemudian dilanjutkan dengan pengukuran sampel.
Nilai kekeruhan dihitung rataannya. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan, sampel
semakin keruh.
Nilai pH (Standar Nasional Indonesia 01-2891-1992)
Nilai pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan
keasaman atau kebasaan larutan. Nilai pH diukur menggunakan pH-meter digital
SCHOTT Lab 850.
Ujung sensor pH meter dikalibrasi dengan akuades kemudian dikeringkan
dan dimasukkan ke sampel madu. Nilai pH dibiarkan sampai stabil kemudian
dicatat. Pengukuran dilakukan duplo, rataan nilainya merupakan nilai pH madu.
Aktivitas Air (Weaver and Daniel 2003)
Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba
untuk pertumbuhannya. Aw meter Novasina MS1 dikalibrasi menggunakan
larutan garam jenuh standar.
Sampel dimasukkan ke wadah khusus kemudian diletakkan di tempat
pengukuran. Pengukuran ditunggu sampai seluruh tanda segitiga di monitor mucul
lalu skala aw dicatat. Nilai aw diukur duplo kemudian dihitung rataan tiap sampel.
Viskositas (Weaver and Daniel 2003)
Viskositas merupakan ukuran besar kecilnya gesekan antara molekul cairan
(Apriani 2013). Pengukuran metode rotasi dilakukan menggunakan rheometer
Brookfield DV-III. Kecepatan putaran diatur pada 100 rpm.
Spindle atau alat pemutar dipasang pada rheometer lalu dicelupkan dalam
sampel dan ditunggu selama 1 menit. Angka dicatat sebagai nilai viskositas dalam
5
satuan cPoise (centi Poise), kemudian dikonversi ke dalam satuan Poise sebagai
satuan umum viskositas. Semakin tinggi nilai viskositas, sampel semakin kental.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel madu dihasilkan oleh 4 jenis lebah yang berbeda yaitu Apis
mellifera, A. cerana, A. dorsata, dan Trigona spp. Madu tersebut berasal dari
daerah, sumber pakan, dan umur panen yang berbeda (April 2012-Januari 2014).
Variasi sampel dikarenakan nilai tiap jenis lebah tidak distandarkan sumber pakan
dan asal daerahnya dan tidak mendapat perlakuan khusus. Hal ini dilakukan
karena tujuan penelitian ini untuk mendukung standarisasi sifat fisik madu tanpa
perlakukan apapun. Hasil analisis sifat fisik madu disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan jenis lebah sangat berpengaruh nyata untuk
kekeruhan, viskositas dan aktivitas air (aw) serta berpengaruh nyata untuk nilai L
pada warna tetapi tidak nyata terhadap sifat fisik lainnya (a, b, pH, dan berat
jenis).
Warna
Pengukuran warna menggunakan sistem warna L a b sehingga terdapat 3
nilai tiap sampel. Hanya nilai L yang menunjukkan pengaruh nyata (P<0.05),
namun setelah diuji Tukey jenis lebah tidak berpengaruh signifikan terhadap
rataan nilai kecerahan karena nilai P sangat mendekati 0.05 (0.0475). Warna madu
paling cerah pada madu Trigona spp. (62.94) dan paling gelap madu A. mellifera
(43.72). Semakin lama dan tinggi suhu penyimpanan, warna madu semakin gelap
(Kartinawati 2006). Madu A. mellifera memiliki waktu panen paling lama (2012),
sedangkan sebagian besar madu lain waktu panennya lebih baru (2013).
Nilai positif pada a dan b menunjukkan warna merah dan kuning dengan
warna kuning yang lebih kuat. Perpaduan tersebut menghasilkan warna coklat
muda (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan Krell (1996) yang menyebutkan bahwa
(A) Madu A. Mellifera (B) Madu A. cerana
(C) Madu A. dorsata (D) Madu Trigona spp.
Gambar 1 Warna sampel madu, (A) Madu A. Mellifera, (B) Madu A. Cerana,
(C) Madu A. Dorsata, dan (D) Madu Trigona spp.
6
madu memiliki bermacam-macam variasi warna dengan dasar bernuansa kuning.
Penelitian Anupama et al. (2002) juga menunjukkan nilai b (39.11-68.54) lebih
tinggi dibandingkan a (3.40-27.83), berarti madu cenderung mengarah ke warna
kuning.
Keragaman nilai a tinggi untuk semua jenis lebah (28.15%-63.82%),
sebaliknya nilai b hanya lebah A. mellifera yang keragamannya kecil (6.72% vs
24.15%-61.16%). Warna kuning merupakan warna dasar madu sehingga
keragamannya lebih rendah, sedangkan keragaman warna merah dapat disebabkan
Tabel 1 Sifat fisik madu dari empat jenis lebah berbeda
Sifat fisik A. mellifera
Rataan
(SB)
KK
A. cerana
Rataan
(SB)
KK
A. dorsata
Rataan
(SB)
KK
Trigona spp.
Rataan
(SB)
KK
Total
Rataan
(SB)
KK
Warna
L 43.72 57.85 47.81 62.94 53.08
(3.77)
8.63
(4.30)
7.43
(17.12)
35.03
(7.28)
11.56
(11.90)
22.43
a 6.32 9.89 11.06 7.80 8.77
(2.75)
43.58
(6.31)
63.82
(4.55)
41.13
(2.19)
28.15
(4.35)
47.67
b 19.35 16.09 17.65 20.27 18.34
(1.30)
6.72
(3.89)
24.15
(10.79)
61.16
(9.54)
47.05
(7.06)
46.26
Rataan KK 19.64 31.80 45.77 28.92
Berat jenis 1.39 1.39 1.38 1.36 1.38
(0.03)
1.83
(0.02)
1.69
(0.04)
2.59
(0.04)
2.64
(0.03)
1.59
Kekeruhan 1.24 B 1.80 B 2.15 B 3.81 A -
(0.23)
18.87
(1.00)
54.43
(0.91)
42.2
(0.17)
4.45
pH 3.92 3.94 4.16 3.61 3.91
(0.31)
7.92
(0.28)
7.05
(0.90)
21.56
(0.28)
4.04
(0.50)
12.76
aw 0.63 B 0.66 B 0.66 B 0.73 A -
(0.03)
5.34
(0.04)
6.58
(0.04)
6.06
(0.04)
6.06
Viskositas
(Poise)
24.08 a 13.99 ab 4.40 b 3.21 b -
(17.81)
73.96
(8.50)
60.78
(2.47)
56.14
(3.50)
108.89
Keterangan : SB=Simpangan baku; KK=koefisien keragaman; L=Lightness atau kecerahan; a=nilai
warna merah atau hijau; b= nilai warna kuning atau biru.
Angka yang disertai huruf besar menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).
Angka yang disertai huruf kecil menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05).
7
warna coklat pembentukan HMF (Siregar 2002), pigmen sumber pakan (Krell
1996), dan kadar mineral (Emmertz 2010). Keragaman tinggi dapat juga
disebabkan jumlah sampel yang sedikit dan ulangan tidak diseragamkan.
Beberapa penyebab warna madu menjadi gelap yaitu oksidasi polifenol
(White 1979), reaksi Maillard pada suhu 80 oC menghasilkan pigmen melanoidin
berwarna coklat (Eskin 1990), kandungan mineral madu (González-Miret et al.,
2005), dan pembentukan hidroksimetilfurfural (HMF). Dekomposisi gula C6
menghasilkan hidroksimetilfurfural (HMF), terjadi dalam suasana asam dan
semakin cepat terbentuk dengan bantuan panas (Gambar 2). Warna gelap madu
akibat dari oksidasi HMF oleh oksigen (Siregar 2002). Konsentrasi HMF
meningkat dengan penyimpanan dan pemanasan yang lama bahkan penyimpanan
di suhu ruang sekalipun. Selain akibat reaksi tersebut, HMF juga ditemukan pada
madu segar sebanyak 0.06-0.2 mg.100 g-1 (White 1979). Sampel madu disimpan
dalam botol bening dan diletakkan dalam suhu ruang dapat memicu reaksi
pembentukan HMF karena suhu ruang penyimpanan dan botol bening membuat
madu mudah terpapar cahaya langsung. Waktu penyimpanan madu akan membuat
reaksi terjadi terus menerus sehingga warna madu semakin gelap.
Penelitian ini menunjukkan bahwa warna madu lebih ditentukan lama
penyimpanan dibanding sumber pakan. Madu sebaiknya disimpan dalam suhu
rendah dan tidak langsung terpapar cahaya untuk mengurangi kemungkinan
pembentukan HMF. Warna merah dan kuning lebih stabil dibanding
kecerahannya sehingga dapat dijadikan standar warna madu secara umum tanpa
memperhatikan jenis lebah penghasilnya.
Berat Jenis
Berat jenis madu tidak dipengaruhi nyata oleh jenis lebah dengan nilai
rataan 1.38. Berat jenis dapat dipengaruhi kadar air, semakin tinggi kadar air
madu akan semakin rendah berat jenisnya (Krell 1996). Hal ini dikarenakan
persentase kadar air yang tinggi mengurangi persentase bahan kering sehingga
berat jenisnya menurun. Sebagai perbandingan, berat jenis air dianggap 1 karena
kadar bahan keringnya tidak ada atau hanya sedikit sekali. Hasil analisis kimia
Tanuwidjaya (2014) menunjukkan bahwa kadar bahan kering madu berkisar
antara 68%-82.2% yang meningkatkan berat jenis sehingga nilainya >1. Jenis
Monosakarida HMF Asam Levulinat Asam format
Gambar 2 Reaksi pembentukan HMF, asam levulinat dan asam format dari
monosakarida (heksosa) dalam suasana asam
Sumber: Achmadi 1991
8
(A) Sarang Trigona spp. [http://1.bp.blogspot.com]
Gambar 3 Perbedaan letak madu, (A) Sarang Trigona spp. dan (B) Sisiran
Apis spp.
lebah juga tidak mempengaruhi kadar air madu sehingga membuktikan bahwa
terdapat hubungan antara kadar air dan berat jenis.
Basavarajappa et al. (2011) meneliti madu A. dorsata memiliki berat jenis
antara 1.32-1.37. dan madu dari stingless bee oleh Onyenso dan Akachuku (2011)
memiliki berat jenis 1.40. Hasil penelitian berat jenis madu komersial menurut
Olugbemi et al. (2013) sebesar 1.34. Nilai dari beberapa penelitian tersebut
hampir sama dengan hasil penelitian ini, maka nilai ini layak dijadikan standar
untuk berat jenis madu. Nilai keragaman yang rendah (1.59%) dan koefisien
determinan jenis lebah yang kecil (10.74%) serta ulangan (19.15%) juga
menguatkan bahwa berat jenis dapat menjadi standar madu berbagai jenis lebah
dan sumber pakan.
Kekeruhan
Jenis lebah berpengaruh sangat nyata terhadap kekeruhan (P<0.01). Hasil uji
Tukey menunjukkan bahwa madu dari lebah Trigona spp. lebih keruh (3.81)
dibandingkan lebah lainnya, sedangkan madu dari A. mellifera, A. cerana, dan A.
dorsata memiliki kekeruhan yang sama (1.73). Hasil penelitian lain terhadap
kekeruhan madu A. dorsata menghasilkan nilai kekeruhan 2.22 (Basavarajappa et
al. 2011).
Menurut Krell (1996), kekeruhan madu dapat disebabkan jumlah partikel
dalam madu antara lain polen. Madu Trigona spp. di Indonesia umumnya
Sel polen
Sel madu
Sel larva
(B) Sisiran Apis spp. [http://www.apitherapy.orghome-slideshow]
Pot polen Pot madu
9
bercampur dengan pollen karena pemanenannya diperas. Sel madu dan pollen
letaknya tidak teratur (Gambar 3) sehingga sulit memanen madu tanpa tercampur
polen. Letak sel madu, polen, dan larva Apis spp. di posisi tertentu dalam sisiran.
Sel madu berada pada bagian atas sisiran (Gambar 3) sehingga menyebabkan
madu yang dipanen baik menggunakan ekstraktor maupun diperas (Gambar 4)
tidak tercampur polen dan larva.
Kekeruhan dapat disebabkan juga oleh kristalisasi madu. Kristalisasi madu
terjadi karena madu mengandung >28% glukosa dan >20% air sehingga larutan
stabil. Pada madu berkadar air tinggi akan terbentuk kristal glukosa dengan
glukosa lain dan melepaskan molekul air. Kristalisasi menyebabkan warna madu
lebih terang karena warna alami kristal glukosa yaitu putih (Dyce 1979). Sesuai
dengan hasil analisis, madu Trigona spp. lebih keruh dan warnanya paling cerah
dibanding madu dari lebah lainnya yang disebabkan oleh kristal glukosa.
Madu Trigona spp. memiliki kekeruhan tertinggi dan jika didiamkan akan
terbentuk lapisan di bagian atas madu serta endapan (Gambar 5). Lapisan di
bagian atas madu merupakan lapisan polen sedangkan endapan merupakan bentuk
Gambar 5 Polen yang mengambang dan kristalisasi pada
madu Trigona spp.
endapan
polen
Gambar 4 Cara ekstraksi madu, (A) Ekstraksi dengan ekstraktor dan (B)
Ektraksi dengan pemerasan
(B) Ekstraksi dengan pemerasan
[http://www.4shared.com/webpre
view/doc/uj5T9wAU]
(A) Ekstraksi dengan ekstraktor
[http://agrimasdes.blogspot.com
/2012/12/mengekstrak-
madu.html]
10
kristalisasi. Polen mengandung asam amino, lemak (terutama asam palmitat) dan
gula, sedangkan madu tidak mengandung lemak (Krell 1996). Hal ini
menyebabkan polen mengambang karena berat jenis asam palmitat 0.83 lebih
rendah dari berat jenis madu (1.38) (Noureddini et al. 1992). Glukosa memiliki
berat jenis 1.56 (IPCS 1997) sehingga akan mengendap di dasar madu.
Berdasarkan koefisien determinan, diketahui bahwa 52.51% nilai kekeruhan
dipengaruhi oleh jenis lebahnya. Pengaruh yang cukup besar ini menyebabkan
kekeruhan madu tidak dapat menjadi standar umum kualitas madu, namun perlu
dibuat standar khusus untuk tiap jenis lebah.
Nilai pH
Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis lebah tidak berpengaruh nyata
terhadap pH madu. Nilai pH berkisar antara 3.61-4.16 dengan rataan 3.91.
Penelitian Joshi et al. (2000) membandingkan madu dari A. mellifera, A. dorsata,
dan A. cerana menghasilkan nilai pH antara 3.52-3.68, sama dengan penelitian
Basavarajappa et al. (2011) terhadap madu A. dorsata yang menghasilkan nilai pH
antara 3.54-3.76. Menurut beberapa penelitian terhadap madu dari stingless bee,
nilai pH madu ini sangat beragam yaitu 3.27-3.93 (Souza et al. 2006), sedangkan
Chanchao (2009) meneliti bahwa pH madu Trigona laeviceps sebesar 3.37.
Nilai koefisien determinan juga menunjukkan bahwa hanya 6.81% nilai
pH dipengaruhi jenis lebah. Selain itu hasil menunjukkan bahwa koefisien
determinan ulangan kecil (6.5%) yang berarti madu tidak dipengaruhi oleh asal
tanaman dan daerahnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH dapat dijadikan
standar untuk semua jenis lebah.
Aktivitas Air (aw)
Hasil analisis menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dari jenis lebah
(P<0.01) terhadap nilai aw. Nilai tertinggi pada madu lebah Trigona spp. (0.73),
sedangkan Apis tidak berbeda (0.63-0.66). Hal ini dapat disebabkan kadar air
madu lebah Trigona spp. tinggi (19%-32%). Berdasarkan penelitian Chirife et al.
(2006), 97% nilai aw dipengaruhi oleh kadar air. Kadar air madu Trigona spp.
lebih tinggi dibandingkan madu yang lain karena sebagian besar madu dipanen
pada musim hujan (November-Januari 2013).
Jenis lebah mempengaruhi 45.29% nilai aw. Nilai ini dimungkinkan sarang
lebah Trigona yang berbeda dengan Apis. Apis menyimpan madu pada bagian atas
sisir sarang. Sel yang penuh dengan madu akan ditutup lilin, sedangkan pada
sarang lebah Trigona spp. pot-pot madu dibiarkan terbuka (Gambar 6). Madu
yang tidak tertutup ini akan menarik air di lingkungan sekitarnya karena sifat
higroskopis madu sehingga meningkatkan kadar air. Penelitian Vit et al. (1994)
yang membandingkan komposisi madu dari A. mellifera dan stingless bee
menunjukkan bahwa kadar air madu stingless bee (19.9%-25.7%) lebih tinggi dari
madu A. mellifera (16.7%). Bijlsma et al. (2006) juga telah membandingkan kadar
air dari madu stingless bee dan A. mellifera. Hasilnya kadar air madu stingless bee
lebih tinggi. Nilai kadar air yang tinggi akan berdampak pada nilai aw-nya. Nilai
11
ini hampir sama dengan hasil penelitian Oddo et al. (2008) yang melaporkan
bahwa nilai aw madu Trigona carbonaria 0.74.
Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai aw dapat dijadikan standar namun
dibedakan antara madu dari lebah Apis dan Trigona spp. Nilai keragaman yang
kecil (5.34%-6.58%) juga mendukung hasil ini untuk dijadikan standar. Pengaruh
ulangan hanya sebesar 2.62% terhadap nilai aw sehingga asal tanaman maupun
daerah dapat diabaikan.
Viskositas
Hasil analisis menunjukkan viskositas madu nyata dipengaruhi jenis lebah.
Berdasarkan uji Tukey, viskositas tertinggi pada madu A. mellifera (24.08),
kemudian madu A. cerana (13.99), sedangkan madu A. dorsata (4.40) dan madu
Trigona spp. (3.21) viskositasnya sama. Viskositas madu A. mellifera dan A.
cerana yang dibandingkan oleh Manzoor et al. (2013) menunjukkan madu A.
mellifera lebih kental. Beberapa madu komersial memiliki viskositas antara 17.9-
138 Poise (Anupama et al. 2002) dan madu lebah A. dorsata serta Trigona spp.
jauh dari kisaran ini. Viskositas madu dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi
kadar air maka viskositasnya semakin rendah (Krell 1996). Viskositas merupakan
ukuran besar kecilnya gesekan antara molekul cairan. Nilai viskositas menentukan
kemudahan molekul bergerak karena gesekan antar lapisan material. Air
merupakan media pergerakan molekul sehingga semakin tinggi kadar air maka
alirannya semakin cepat (Apriani 2013). Secara alami kadar air madu Trigona spp.
lebih tinggi dibandingkan lebah Apis sp. sehingga viskositasnya paling rendah.
Nilai viskositas ini memilliki keragaman yang sangat tinggi terutama pada madu
Trigona spp. (108.89%) karena jumlah sampel sedikit.
Selain kadar air, viskositas juga dipengaruhi suhu madu dan asal tanaman
(National Honey Board 2014). Asal tanaman (ulangan) ternyata tidak memberikan
pengaruh dengan koefisien determinannya sebesar 1.52%. Hasil tersebut
menunjukkan viskositas madu dalam penelitian ini hanya dipengaruhi oleh jenis
lebah (23.04%). Viskositas sampel madu sangat beragam (56.14%-108.89%)
sehingga tidak dapat dijadikan standar.
Gambar 6 Perbedaan sarang lebah, (A) Sarang lebah Trigona spp. dan (B)
Sarang lebah Apis spp.
(A) Sarang lebah Trigona spp.
[http://rumahlebah.com]
(B) Sarang lebah Apis spp.
[http://thehoneygatherers.com]
12
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jenis lebah memberi hasil yang berbeda pada tingkat kekeruhan, viskositas,
dan aktivitas air madu, sementara untuk sifat fisik lainnya tidak terdapat
perbedaan yang nyata. Nilai yang tidak dipengaruhi jenis lebah maupun ulangan
dapat dijadikan standar umum sifat fisik madu, yaitu nilai a dan b pada warna,
berat jenis, dan nilai pH. Aktivitas air dapat dijadikan standar namun perlu
dibedakan untuk lebah Trigona spp. dan Apis spp.
Saran
Penelitian selanjutnya perlu menggunakan sampel yang lebih banyak untuk
memperkecil keragaman. Sampel yang dianalisis perlu diketahui latar
belakangnya secara lengkap seperti sumber pakan dan waktu pemanenan. Analisis
dilakukan segera setelah sampel terkumpul agar tidak mengubah kualitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi S. 1991. Analisis kimia produk lebah madu dan pelatihan staf
laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Anupama D, Bhat KK, Sapna VK. 2013. Sensory and physico-chemical properties
of commercial samples of honey. Food Research Int. 36:183-191.
Apriani D, Gusnedi, Darvina Y. 2013. Studi tentang nilai viskositas madu hutan
dari beberapa daerah di Sumatera Barat untuk mengetahui kualitas madu.
Pillar of Physics. 2:91-98.
[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 : Cara Uji
Makanan dan Minuman. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta (ID).
[BSN]. Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 01-3545-2004 : Madu. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta (ID).
Basavarajappa S, Raghunandan KS, Hegde SN. 2011. Physico-biochemical
analysis of multifloral honey of Apis dorsata Fab. (Hymenoptera : Apidae)
in Southern Karnataka, India. Curent Biotica. 5(2):144-156.
Bijlsma L, de Bruijn LLM, Martens EP, Sommeijer MJ. 2006. Water content of
stingless bee honeys (Apidae, Meliponini): interspecific variation and
comparison with honey of Apis mellifera. Apidologie. 37:480-486.
Chanchao C. 2009. Antimicrobial activity by Trigona laeviceps (stingless bee)
honey from Thailand. Pak J Med Sci. 25(3):364-369.
Chirife J, Zamora MC, Motto A. 2006. The correlation between water activity
and % moisture in honey: Fundamental aspects and application to Argentine
honeys. J Food Eng. 72(3):287-292.
13
Dyce EJ. 1979. Producing finely granulated or creamed honey. In : Crane E. (ed).
Honey : A Comprehensive Survey. London (UK): Heinemann.
Emmertz A. 2010. Mineral composition of New Zealand monofloral honeys
[Tesis]. Uppsala (SE): SLU, Swedish University of Agricultural Science.
Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Food. New York (US): Academic Pr Inc.
González-Miret ML, Terrab A, Hernanz D, Fernández-Recamales MA, Heredia
FJ. 2005. Multivariate correlation between color and mineral composition of
noney and by their botanical origin. J Agric Food Chem. 53(7):2574-2580.
Halim MNA, Suharno. 2001. Teknik Mencangkok Royal Jelly. Jakarta (ID):
Penerbit Kanisius.
[IPCS]. International Programme on Chemical Safety. 1997. ICSC: 0865 Glucose.
[internet]. [diunduh 2014 Mei 12]. Tersedia pada
http://www.inchem.org/documents/icsc/icsc/eics0865.htm.
James OO, Mesubi MA, Usman LA, Yeye SO, Ajanaku KO, Ogunniran KO,
Anjani OO, Siyanbola O. 2009. Physical characterisation of some honey
samples from North-Central Nigeria. Int J Phys Sci. 4(9):464-470.
Joshi SR, Pechhacker H, Willam A, von der Ohe W. 2000. Physico-chemical
characteristics of Apis dorsata, A. cerana and A. mellifera honey from
Chitwan district, central Nepal. Apidologie. 31:367-375.
Kartinawati A. 2006. Pendugaan umur simpan madu merek X [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Krell R. 1996. Value-added Products From Beekeeping. FAO Agricultural
Services Bulletin No 124. USA.
Manzoor MV, Mathivanan, Nabi Shah G H, Mir G M, Selvisabhanayakam. 2013.
Physici-chemical analysis of honey of Apis cerana indica and Apis mellifera
from different regions of Anantnag district, Jammu & Kashmir. Int J Pharm
Pharm Sci. 5(3):635-638.
Mehryar L, Esmaiili M, Hassanzadeh A. 2013. Evaluation of some
physicochemical and rheological properties of Iranian honeys and the effect
of temperature on its viscosity. American-Eurasian J Agric & Environ Sci.
13(6):807-819.
National Honey Board. 2005. Honey A Reference Guide to Nature’s Sweetener.
[internet]. [diunduh 2014 April 16]. Tersedia pada: http://www.honey.com
Noureddini H, Teoh BC, Clements LD. 1992. Densities of vegetable oils and fatty
acids. Papers in Biomaterials. Paper 14. [internet]. [diunduh 2014 Mei 12].
Tersedia pada: http://digitalcommons.unl.edu/chemeng_biomaterials/14
Oddo LP, Heard TA, Rodríguez-Malaver A, Pérez RA, Fernández-Muiño M,
Sancho MT, Sesta G, Lusco L, Vit P. 2008. Composition and antioxidant
activity of Trigona carbonaria honey from Australia. J Med Food.
11(4):789-794.
Olugbemi O, Ikeme CH, Dioha IJ. 2013. Physico-chemical analysis of honey
from Umuahia, Abia State, Nigeria. Research Journal in Enginering and
Applied Sciences. 2(3):199-202.
Onyenso AI, Akachuku CO. 2011. Physico-chemical properties of honeys
produced by two stingless bee species - Trigona carbonaria and Melipona
Beecheii in South-Eastern Nigeria. J Agricultural, Forestry and the Social
Sciences. 9(1).
14
Ostle B. 1963. Statistics in Research. Ed ke-2. Iowa (US): The Iowa University
Press.
Pusat Perlebahan Pramuka (Madu Pramuka). 2003. Lebah Madu: Cara Beternak
dan Pemanfaatan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID).
Sihombing D T H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
Singh S. 1962. Bee keeping in India. New Delhi (IN): Indian Council Agricultural
Research.
Siregar HCH. 2002. Pengaruh metode penurunan kadar air, suhu dan lama
penyimpanan terhadap kualitas madu randu [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Souza B, Roubik D, Barth O, Heard T, Enríquez E, Carvalho C, Villas-Bôas J,
Marchini L, Locatelli J, Persano-Oddo L, Almeida-Muradian L, Bogdanov
S, Vit P. 2006. Composition of stingless bee honey: setting quality standards.
Interciencia. 31(12):867-875.
Tanuwidjaya SJ. 2014. Sifat kimia dan organoleptik madu dari berbagai jenis
lebah madu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[USDA]. United States Department of Agricultural. 1985. United States
Standards for Grades of Extracted Honey. Washington DC (US).
Vit P, Bogdanov S, Kilchenman V. 1994. Composition of Venezuelan honeys
from stingless bees (Apis: Maliponinae) and Apis mellifera L. Apidologie.
25:278-288.
Weaver CM, Daniel JR. 2003. The Food Chemistry Laboratory: a manual for
experimental of foods, dietetics, and food scientist. Ed ke-2. USA: CRC
Press.
White JW. 1979. Composition of Honey. In : Crane E. (ed). Honey : A
Comprehensive Survey. London (UK): Heinemann.
Zamora MC, Chirife J, Roldán D. 2006. On the nature of teh relationship between
water activity and % moisture in honey. Food Control. 17:642-647.
1 1
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data sumber sampel madu
Madu Asal Sumber pakan Tgl panen/kemas
Mellifera
Pramuka Jawa (P) Multiflora 3 Sept 2012
Pramuka Jawa (P) Rambutan 3 Sept 2012
Pramuka Jawa (P) Kapuk 3 Sept 2012
Pramuka Jawa (P) Jambu air 9 April 2012
Pramuka Jawa (P) Kelengkeng 3 Sept 2012
Dorsata
Hutan TTS TTS, NTT (T) Multiflora -
D-Bees Bandung (P) Kaliandra -
Hutan NTB (T) - Juli 2013
Pramuka - (P) Multiflora 3 Sept 2012
Ratu Trigona Makasar (T) Multiflora Des 2013
Cerana
Multiflora - (T) Multiflora -
NTB NTB (T) - Juli 2013
Al-syifa Cimahi (T) Beluntas 2012
Al-syifa Cimahi (T) Kaliandra Nov 2013
Madura Madura (P) - -
Trigona
Pati Pati (T) Sengon, kapuk Nov-Des 2013
Teuweul Banten (T) Multiflora Des 2013
NTB NTB (T) - Juli 2013
Kalulut Banjarmasin (P) Mangga -
Ratu trigona Makasar (T) - Jan 2014
Keterangan : P=pengumpul, T=peternak
16
Lampiran 2 Perhitungan analisis keragaman (ANOVA) sampel madu
Warna
L
SK db JK KT F P
Lebah 3 1177.26 392.420 3.56 0.0475
Ulangan 4 191.68 47.920 0.43 0.7812
Error 12 1322.96 110.247
Total 19 2691.90
a
SK db JK KT F P
Lebah 3 67.483 22.4943 1.29 0.3233
Ulangan 4 82.230 20.5576 1.18 0.3695
Error 12 209.654 17.4712
Total 19 359.368
b
SK db JK KT F P
Lebah 3 51.515 17.1718 0.24 0.8678
Ulangan 4 33.220 8.3050 0.12 0.9746
Error 12 863.656 71.9714
Total 19 948.392
Berat jenis
SK db JK KT F P
Lebah 3 0.00385 0.00128 2.67 0.0947
Ulangan 4 0.00923 0.00231 4.80 0.0152
Error 12 0.00577 0.00048
Total 19 0.01885
Kekeruhan
SK db JK KT F P
Lebah 3 18.3131 6.10436 15.49 0.0002
Ulangan 4 2.7237 0.68092 1.73 0.2083
Error 12 4.7277 0.39397
Total 19 25.7644
pH
SK db JK KT F P
Ulangan 4 1.01895 0.25474 1.02 0.4340
Lebah 3 0.74593 0.24864 1.00 0.4265
Error 12 2.98594 0.24883
Total 19 4.75082
17
Aktivitas air
SK db JK KT F P
Lebah 3 0.02886 0.00962 9.08 0.0021
Ulangan 4 0.01347 0.00337 3.18 0.0535
Error 12 0.01271 0.00106
Total 19 0.05505
Viskositas
SK db JK KT F P
Lebah 3 1417.28 472.427 5.11 0.0166
Ulangan 4 522.11 130.528 1.41 0.2886
Error 12 1109.12 92.426
Total 19 3048.51
18
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 4 Oktober 1990. Penulis
merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, dari pasangan Bapak Adi Prakosa dan
Ibu Agustin Sartantiwi.
Tahun 1995 memulai pendidikan pertamanya di TK Xaverius V Palembang.
Tahun 1996 masuk SDN Bromantakan 56 Surakarta kemudian di tahun 1997
pindah ke SD St. Antonius 02 Semarang dan lulus tahun 2002. Di tahun yang
sama melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Semarang dan lulus tahun 2005. Penulis
melanjutkan pendidikan SMAN 3 Semarang dan lulus pada tahun 2008. Pada
tahun yang sama, penulis diterima di Program D3 Kesehatan Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan UGM hingga Agustus 2011. Penulis melanjutkan pendidikan
Strata 1 (S1) Peternakan Program Alih Jenis Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Petrnakan IPB.
Selama berkuliah, penulis telah melaksanakan magang di Klinik Hewan
Griya Satwa Semarang selama 1 bulan pada tahun 2010. Penulis juga
melaksanakan PKL selama 10 minggu pada tahun 2011 di 10 tempat meliputi
peternakan babi, ayam, domba, dan stable kuda di Jawa Tengah dan Yogyakarta,
Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi
Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Dinas Peternakan Kota Yogyakarta, Pusat
Kesehatan Hewan Yogyakarta, RPH Yogyakarta, serta Balai Inseminasi Buatan
Yogyakarta.