17
TINJAUAN PUSTAKA Proses Penuaan dan Lansia Owen et al. (1993) menyatakan penuaan adalah proses yang terjadi dalam lingkungan dalam konteks biologi, manusia, gaya hidup, dan sistem perawatan kesehatan saling berinteraksi untuk menghasilkan kesehatan. Proses kronologis dari penuaan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi dalam sel, organ, dan sistem organ. Selain umur, proses penuaan yang terjadi karena faktor psikosial seperti stress, sosial ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan gizi. faktor-faktor ini saling mempengaruhi dan pada setiap individu berbeda prosesnya. Penuaan merupakan proses normal dari kehidupan dan tubuh akan mencapai kematangan fisiologis. Laju dari katabolis atau perubahan degenerative dapat menjadi lebih besar dari regenerasi anabolis. Sebagai hasil akhirnya adalah kehilangan sel-sel yang dapat menyebabkan drajat penurunan eksistensi dan gangguan fungsi- fungsi tersebut (Harris 2000). Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa pertumbuhan (bayi, anak, remaja) dan dewasa, yaitu kelo,pik manusia usia lanjut. Pada masa ini kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan telalmpaui. Keadaan fisik setiap orang akan selalu berubah sejalandengan usianya. Pada saat orang dilahirkan selutuh kerangka tubuh dan panca indera akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu akan berkurang seirama dengan peningkatan usia seseorang. Pada saat tertentu gerakan perkembangan seseorang akan berhenti dan digantikan dengan proses kemunduran fisik. Saat terjadi proses kemunduran ini maka akan dianggap sebagai tanda bahwa sesorang telah memasuki kelompok lanjut usia (Nasoetion & Briawan 1993). Wirakusumah (2002) menyatakan bahwa perubahan-perubahan secara fisik maupun mental banyak terjadi saat seseorang memasuki usia senja. Perubahan terjadi secara fisik, komposisi tubuh, penglihatan, sistem pencernaan, sistem jantung, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem katabolisme, sistem hormone, dan sistem ekskresi. Arisman (2004) membagi lansia menjadi young elderly (65-74) dan older elderly (lebih dari 75 tahun). Sementara Munro et al. (1987) dalam Arisman (2004) mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian yaitu (75-84 tahun

Keadaan Sosial Ekonomi, Pola Konsumsi Makan, Status Gizi ... · sistem jantung, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem katabolisme, sistem hormone, dan sistem ekskresi. Arisman (2004)

Embed Size (px)

Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Penuaan dan Lansia

Owen et al. (1993) menyatakan penuaan adalah proses yang terjadi

dalam lingkungan dalam konteks biologi, manusia, gaya hidup, dan sistem

perawatan kesehatan saling berinteraksi untuk menghasilkan kesehatan. Proses

kronologis dari penuaan menyebabkan beberapa perubahan fisiologi dalam sel,

organ, dan sistem organ.

Selain umur, proses penuaan yang terjadi karena faktor psikosial seperti

stress, sosial ekonomi, lingkungan, kesehatan, dan gizi. faktor-faktor ini saling

mempengaruhi dan pada setiap individu berbeda prosesnya. Penuaan

merupakan proses normal dari kehidupan dan tubuh akan mencapai kematangan

fisiologis. Laju dari katabolis atau perubahan degenerative dapat menjadi lebih

besar dari regenerasi anabolis. Sebagai hasil akhirnya adalah kehilangan sel-sel

yang dapat menyebabkan drajat penurunan eksistensi dan gangguan fungsi-

fungsi tersebut (Harris 2000).

Perkembangan kehidupan manusia dibagi dalam dua tahap, yaitu masa

pertumbuhan (bayi, anak, remaja) dan dewasa, yaitu kelo,pik manusia usia

lanjut. Pada masa ini kematangan fisik dan fisiologis telah tercapai dan

telalmpaui. Keadaan fisik setiap orang akan selalu berubah sejalandengan

usianya. Pada saat orang dilahirkan selutuh kerangka tubuh dan panca indera

akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu

akan berkembang dengan cepat namun kecepatan gerakan perkembangan itu

akan berkurang seirama dengan peningkatan usia seseorang. Pada saat tertentu

gerakan perkembangan seseorang akan berhenti dan digantikan dengan proses

kemunduran fisik. Saat terjadi proses kemunduran ini maka akan dianggap

sebagai tanda bahwa sesorang telah memasuki kelompok lanjut usia (Nasoetion

& Briawan 1993).

Wirakusumah (2002) menyatakan bahwa perubahan-perubahan secara

fisik maupun mental banyak terjadi saat seseorang memasuki usia senja.

Perubahan terjadi secara fisik, komposisi tubuh, penglihatan, sistem pencernaan,

sistem jantung, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem katabolisme, sistem

hormone, dan sistem ekskresi.

Arisman (2004) membagi lansia menjadi young elderly (65-74) dan older

elderly (lebih dari 75 tahun). Sementara Munro et al. (1987) dalam Arisman

(2004) mengelompokkan older elderly ke dalam dua bagian yaitu (75-84 tahun

5

dan 85 tahun atau lebih tua. Menurut Astawan dan Wahyuni (1988) untuk

negara-negara yang sudah maju dengan keadaan gizi, kesehatan, dan ekonomi

yang baik batas lanjut usia adalah 65 tahun keatas, sedangkan perserikatan

bangsa-bangsa (PBB) menetapkan batas lansia adalah 60 tahun.

Keadaan Sosial Ekonomi

Usia

Departemen Kesehatan (1991) membuat pengelompokkan usia lanjut

menjadi:

1. Kelompok pertengahan umur ialah kelompok usia dalam masa virilitas,

yaitu masa persiapan usia lanjut, yang menampakkan keperkasaan fisik

dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

2. Kelompok usia lanjut dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu

kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

3. Kelompok usia lanjut ialah kelompok dalam masa senium (65 tahun ke

atas).

Pendidikan

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan mutu kehidupan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang dapat

dilihat dari jenis pendidikan yang pernah dialami atau lamaya mengikuti

pendidikan formal atau non-formal. Pada umumnya tingkat pendidikan seseorang

akan mempengaruhi sikap dan perilakunya (BPS 2004).

Sesuai dengan undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional, pendidikan selain merupakan saran untuk mengembangkan

meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan, juga merupakan sarana

untuk membentuk watak dan peradaban yang sesuai dengan bangsa yang

bermartabat. Hal ini menunjukkan bahwa output yang merupakan hasil proses

pembelajaran lembaga pendidikan adalah sumberdaya manusia (SDM) yang

terampil, berilmu, handal, kreatif, dan berakhlak mulia.

Pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam pendidikan formal dan

informal (Suhardjo 1989). Pendidikan formal sangat penting dalam menentukan

status gizi keluarga. kemampuan baca tulis di pedesaan akan membantu dalam

memperlancar komunikasi dan penerimaan informasi. Dengan demikian

informasi tentang kesehatan akan lebih mudah diterima oleh keluarga (Sukarni

1989).

6

Pendapatan dan Pekerjaan

Lansia sangat bergantung kepada keluarganya dalam masalah ekonomi.

Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan yang diterima (uang pensiunan)

atau tidak mempunyai pendapatan sama sekali. Rendahnya pendapatan yang

disertai dengan penurunan fungsi tubuh pada lansia akan meningkatkan

ketidaktahanan pangan (Tucker & Buranapin 2001).

Faktor ekonomi merupakan parameter penting dalam pola makan

kebanyakan orang dewasa (Burton & Foster 1988). Guhardja et al. (1992) diacu

dalam Sukandar (2007) menyatakan bahwa pendapatan seseorang identik

dengan mutu sumberdaya manusia, sehingga orang yang berpendidikan tinggi

umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Hardinsyah dan Suhardjo

(1987) juga menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan

jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan

untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Semakin tinggi pendidikan yang

telah dijalani oleh seseorang, maka pekerjaan yang didapat akan semakin baik

sehingga akan berpengaruh besar terhadap besar pendapatan yang diterimanya.

Menurut Berg (1986) diacu dalam Sukandar (2007) tingkat pendidikan

merupakan faktor yang mempengaruhi kulaitas dan kuantitas makanan karena

dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan pengetahuan dan infomasi

yang dimiliki tentang gizi menjadi lebih baik.

Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007), kemampuan

individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas

dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini

menunjukkan bahwa pekerjaan dan secara tidak langsung melalui pendapatan

dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu.

Pendapatan merupakan salah satu faktor ekonomi yang mempengaruhi

pola konsumsi pangan. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan

membeli beragam bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas

(Suhardjo 1989). Martianto dan Ariani (2004) mengungkapkan bahwa tingkat

pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan

pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan hukum Bennet, semakin tinggi

pendapatan, maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik

yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah

menjadi bahan pangan yang harganya ahal namun dengan kualitas yang lebih

baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan

7

mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari

pengurangan frekuensi makan dari 3 kali menjadi 2 kali dalam sehari.

Turner et al. (1991) mengemukakan bahwa jaminan keuangan sangat

menentukan alternative penyesuain hidup bagi lansia. Para lansia tidak lebih

miskin daripada keluarga lainnya, hanya saja mereka mempunyai kesempatan

yang sangat terbatas untuk meningkatkan status ekonomi. Kebanyakan lansia

bergantung pada sumber ekonomi dari anggota keluarganya.

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari

ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dri penngelolaan

sumberdaya yang sama. Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran

rumah tangga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007).

Besar keluarga mempengaruhi jumlah pangan yang dikonsumsi dan

pembagian ragam yang dikonsumsi dalam keluarga. Kualitas maupun kuantitas

pangan secara langsung akan menentukan status gizi keluarga dan individu.

Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangann menurun

dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982 diacu dalam Sukandar 2007).

Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007) jumlah anggota

keluarga mempunyai andil dalam permasalahan gizi. Keluarga yang memiliki

anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha membagi makanan

yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan

kebutuhan masing-masing anggota keluarga.

Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga.

Hal ini disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi di

dalam satu keluarga. Selain itu, besar keluarga juga akan mempengaruhi luas

per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang secara tidak langsung akan

mempengaruhi kesehatan baik anak-anak maupun ibu (Sukarni 1989 diacu

dalam Sukandar 2007). Rumah yang padat penghuninya akan menyebabkan

berkurangnya konsumsi O2 dan memudahkan penularan penyakit (Notoatmodjo

1997 diacu dalam Sukandar 2007).

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan istilah umum yang digunakan untuk semua bahan

yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan adalah bahan selain obat

yang mengandung zat-zat gizi yang berguna bagi tubuh. Makanan sehari-hari

8

yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk

fungsi normal tubuh. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh

akan mengalami kekurangan zat-zat gizi essensial yang merupakan zat gizi yang

harus diperoleh dari makanan (Almatsier 2002). Konsumsi pangan merupakan

faktor utama dalam memenuhi kebutuhan zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan

tenaga bagi tubuh, mengatur proses metabolisme dalam tubuh, serta

memperbaiki jaringan serta pertumbuhan. Pada dasarnya keadaan gizi

ditentukan oleh konsumsi pangan dan kemampuan tubuh dalam menggunakan

zat gizi tersebut (Sukandar 2007).

Bahan makanan dapat dikelompokkan berdasarkan tiga fungsi utama

yaitu sumber energi atau tenaga seperti padi-padian atau serealia, umbi-umbian

dan hasil olahannya; sumber protein yaitu protein hewani dan protein nabati

seperti ikan, daging, tempe; dan sumber zat pengatur berupa sayuran dan buah-

buahan. Selain bahan makanan tersebut, menu sehari-hari juga menggunakan

sumber lemak murni seperti minyak goreng, margarine, mentega, serta

karbohidrat murni seperti gula pasir, gula merah, madu, dan sirup (Almatsier

2004).

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu

(Madanijah 2004). Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang

dimakan seseorang atau kelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada

waktu tertentu. Manusia memerlukan sejumlah zat gizi agar dapat hidup sehat

dan mempertahankan hidupnya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh

melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan

kegiatan (internal dan eksternal), pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan bagi

yang masih dalam taraf pertumbuhan (bayi, anak-anak, dan remaja) atau untuk

aktivitas dan pemeliharaan tubuh bagi orang dewasa dan lansia (Hardinsyah &

Martianto 1992).

Konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan

akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai

penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan (Howarth et al.

1999). Menurut Astawan dan Wahyuni (1998) konsumsi makanan sumber

protein, vitamin, dan mineral perlu ditingkatkan baik dari segi jumlah maupun

mutunya. Sayuran dan buah-buahan dikonsumsi dalam jumlah cukup secara

teratur dan bervariasi, karena keduanya merupakan sumber serat yang baik,

9

yang berguna untuk mengatasi kesulitan dalam buang air besar pada lansia.

Selain itu, sebaiknya dipilih makanan yang lunak dan mudah dikunyah,

sedangkan untuk meningkatkan selera makan, bumbu-bumbuan dapat

ditambahkan ke dalam makanan.

Wirakusumah (2002) mengungkapkan bahwa dari beberapa hasil

penelitian terhadap pola makan lansia dapat diperoleh kesimpulan pada

umumnya para lansia kurang mengonsumsi buah-buahan dan sayuran.

Konsumsi makanan harus beragam karena tidak ada satu jenis makanan yang

mengandung komposisi gizi yang lengkap. Oleh karena itu, kekurangan zat gizi

pada jenis makanan yang satu akan dilenkapi oleh keunggulan susunan zat gizi

jenis makanan yang lain, sehingga diperoleh asupan zat gizi yang sembang.

Selain itu, konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki

kecukupan akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan

berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan.

Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode

yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok

(Supariasa et al. 2001). Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengkuran

konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat

kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk

mengetahui frekuensi makan. Frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan

dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara

memperoleh bahan makanan tersebut. Metode kuantitatif dimaksudkan untuk

mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi

zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau

daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar

Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan Daftar Peyerapan Minyak (Supariasa et al.

2001).

Penilaian Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan atau survei diet adalah salah satu metode

yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok

(Supariasa et al. 2002). Menurut Suhardjo (1989), survei konsumsi pangan

bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang atau sekelompok

orang baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Survei konsumsi pangan secara kuantitatif dimaksudkan untuk

mengetahui jumlah pangan atau makanan yang dikonsumsi. Dari informasi ini

10

akan dapat dihitug konsumsi gizi dengan menggunakan Daftar Kandungan Zat

Gizi Makanan (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan daftar-daftar lainnya bila

diperlukan (Suhardjo 1989). Menurut Supariasa et al. (2001), metode-metode

untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif, antara lain: metode recall 24 jam,

perkiraan makanan (estimate food record), penimbangan makanan (food

weighing), metode food account, metode inventaris (inventory method),

pencatatan (household food records).

Survei konsumsi pangan secara kualitatif biasanya untuk mengetahui

frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan

menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habit) serta cara memperoleh

pangan. Supariasa et al. (2001) menyebutkan metode-metode untuk

pengukuran konsumsi secara kualitatif, antara lain: metode frekuensi makanan

(food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran

makanan (food list).

Metode Recall 24 Jam

Pada dasarnya metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah

bahan makanan yang dikonsumsi pada masa lalu. Wawancara dilakukan

sedalam mungkin agar responden dapat mengungkapkan jenis bahan makanan

dan perkiraan jumlah bahan makanan yang dikonsumsinya beberapa hari yang

lalu. Biasanya recall dilakukan untuk 2-3 hari yang lalu. Penentuan jumlah hari

recall ditentukan oleh keragaman jenis konsumsi antar waktu atau tipe

responden dalam memperoleh pangan (Suhardjo 1989).

Supariasa et al.. (2002) menyebutkan prinsip dari metode recall 24 jam

yaitu mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode

24 jam yang lalu. Sanjur (1997) diacu dalam Supariasa el al. (2002)

mengemukakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2 kali recall 24

jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih

optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu.

Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam (Supariasa et al. 2001) yaitu:

1. Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua

makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah

tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Selain itu, petugas

juga melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram).

2. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan

Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

11

3. Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA)

atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia.

Menurut Supariasa et al. (2001), metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa

kelebihan dan kekurangan, sebagai berikut:

Kelebihan metode recall 24 jam:

1. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.

2. Biaya relatif murah karena tidak memerlukan peralatan khusus dan

tempat yang luas untuk wawancara.

3. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.

4. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.

5. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi

individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi sehari.

Kekurangan metode recall 24 jam:

1. Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya

dilakukan recall satu hari.

2. Ketepatannya tergantung pada daya ingat responden.

3. The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi orang-orang yang

kurus melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi

responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under

estimate).

4. Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam

menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai

menurut kebiasaan masyarakat.

5. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan mengenai tujuan

penelitian.

6. Untuk mendapat gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan

dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat

melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan dan lain-lain.

Tingkat Kecukupan dan Angka Kecukupan Zat Gizi

Penghitungan asupan gizi seseorang dapat mengacu pada Daftar

Kecukupan Gizi (DKG) yaitu daftar yang memuat angka-angka kecukupan gizi

rata-rata per orang per hari bagi orang sehat Indonesia. Angka Kecukupan Gizi

(AKG) tersebut sudah memperhitungkan variasi kebutuhan individu, sehingga

kecukupan ini setara dengan kebutuhan rata-rata ditambah jumlah tertentu untuk

12

mencapai tingkat aman. AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan

gizi seseorang (Hardinsyah & Briawan 1994).

Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang

berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan

hampir semua orang sehat. Namun, angka kecukupan ini digunakan untuk

berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan

dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk

(Almatsier 2002).

Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan

membandingkan antar konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi

yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Tingkat

kecukupan zat gizi dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual x 100 %

AKG

Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Departemen

Kesehatan (1996) adalah: (a) defisit tingkat berat (<70 % AKG); (b) defisit tingkat

sedang (70-79 % AKG); (c) defisit tingkat ringan (80-89 % AKG); (d) normal (90-

119 % AKG); dan (e) kelebihan (≥120 % AKG). Klasifikasi tingkat kecukupan

vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (a) kurang (<77 % AKG) dan

(2) cukup (≥77 % AKG).

Energi

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat protein dan

lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,

pengatur suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan

energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek dan

dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah &

Tambunan 2004).

Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan

protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan

minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan

kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar rendah (kacang tanah

dan kacang kedelai) dan serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu,

buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk

turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan,

telur, susu, dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).

13

Protein

Protein terdiri dari asam-asam amino. Protein atau asam amino esensial

berfungsi terutama sebagai katalisator, pembawa, penggerak, pengatur, ekpresi

genetik, neuotransmitter, penguat struktur, penguat imunitas, dan untuk

pertumbuhan (Hardinsyah & Tambunan 2004). Menurut Almatsier (2002), protein

juga berfungsi mengatur keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara

netralisasi tubuh, membantu antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein

memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna

ke dalam darah, dari darah ke jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-

sel.

Sumber protein berasal dari pangan hewani seperti susu, telur, daging,

unggas, ikan, dan kerang, serta pangan nabati seperti kedelai dan produk

olahannya seperti tempe, tahu, dan kacang-kacangan lainnya (Almatsier 2002).

Hardinsyah dan Tambunan (2004) mengemukakan bahwa pada umumnya

pangan hewani mempunyai mutu protein yang lebih baik dibandingkan pangan

nabati.

Penilaian Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompk orang

yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi) dan penggunaan zat gizi

dari makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau kelompok orang, maka

dapat diketahui apakah seseorang tersebut status gizinya baik atau tidak baik.

Ada berbagai cara yang digunakan untuk menilai status gizi yaitu melalui

konsumsi makanan, antropometri, biokimia, dan klinis. Status gizi seseorang

dapat berupa gizi kurang atau lebih dengan tingkatan ringan, sedang, dan berat

(Riyadi 1995 diacu dalam Khomsan et al. 2007).

Menurut Supariasa et al. (2001) kekurangan dan kelebihan gizi pada

orang dewasa adalah masalah penting karena akan menentukan resiko-resiko

penyakit tertentu. Pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara

berkesinambungan, salah satu caranya adalah dengan mempertahankan berat

badan ideal atau normal. Laporan FAO dan WHO diacu dalam Supariasa et al.

(2001) menyatakan bahwa batasan berat badan normal dewasa begitu juga

dengan lansia ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Berikut ini

merupakan rumus perhitungan IMT:

Indeks Massa Tubuh (IMT) kg/m2 = Berat Badan (kg )

Tinggi Badan m x Tinggi Badan (m)

14

Hasil studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak populasi Asia

memiliki proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding ras Kaukasoid pada

usia, jenis kelamin, dan IMT yang sama. WHO telah merevisi cut off point IMT

pada tahun 2005 dengan menekankan pada resiko kesehatan yang dapat

ditimbulkan.

Tabel 1. Kriteria IMT menurut WHO (2005).

IMT (Kg/m2) Status Resiko Kesehatan

<14.9 Sangat kurus Resiko penyakit defisiensi gizi 15.0-18.4 Kurus

18.5-22.9 Normal Resiko rendah 23.0-27.5 Gemuk Resiko sedang 27.6-40.0 Obesitas I

Resiko tinggi >40.0 Obesitas II

.

Berat badan seseorang dipengaruhi oleh tinggi badan seseorang, artinya

berat badan meningkat dengan meningkatnya tinggi badan apabila proporsi

tubuh normal terap dipertahankan. Tinggi atau panjang badan merupakan

indicator umum ukuran tubuh dan panjang tulang. Tinggi badan diukur dalam

keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua tangan merapat ke badan,

punggung dan bokong menempel pada dinding, dan pandangan diarahkan ke

depan. Kedua lengan tergantung rileks disamping badan. Potongan kayu yang

merupakan bagian dari alat pengukur tinggi dapat digeser, kemudian diturunkan

hingga menyentuh bagian atas kepala. Alat ukur ini setidaknya memiliki ukuran

panjang 175 cm dan mampu mengukur sampai 0.1 cm (Arisman 2004).

Pada prinsipnya untuk mengukur berat badan dengan menggunakan

timbangan. Terdapat dua macam timbangan, yaitu beam (lever) balances scales

dan spring scales. Contoh beam balance adalah dacin, sedangkan spring scale

adalah timbangan pegas (timbangan kamar mandi). Timbangan jenis spring

scale tidak dianjurkan karena pegas mudah melar, terutama jika digunakan

berulang kali, apalagi jika lingkungan bersuhu panas. Penimbangan sebaiknya

dilakukan pada pagi hari setelah bangun tidur, mengenakan pakaian setipis

mungkin, sebelum dan setelah buang air, serta ditimbang oleh petugas yang

sama (Arisman 2004).

Penilaian status gizi menggunakan antropometri memiliki beberapa

keunggulan yaitu sederhana, aman, bisa untuk sampel besar, peralatan murah,

mudah dibawa, tahan lama, akurat, dapat mendeteksi atau menggambarkan

riwayat gizi di masa lampau dan juga dapat mengevaluasi perubahan status gizi

pada periode tertentu (Supariasa et al. 2001). Namun pengukuran menggunakan

15

antropometri juga memiliki kelemahan dalam pengukuran sampel yang berusia

diatas 55 tahun karena seluruh aspek fisik, biologis, dan mental lansia telah

mengalami penurunan disebabkan oleh penurunan metabolisme tubuh dengan

adanya faktor usia yang telah lanjut (Arisman 2004).

Stres

Feldman (1989) mendefinisikan stres sebagai proses dimana individu

menilai suatu kejadian yang mengancam, menantang atau berbahaya dan

selanjutnya merespon terhadap kejadian tersebut pada tahap fisiologis,

emosional, kognitif, dan perilaku. Melson (1980) diacu dalam Furi (2006)

mendefinisikan stres sebagai proses yang terjadi saat individu harus

menyesuaikan diri dengan suatu keadaan yang biasanya dimanifestasikan oleh

sindrom spesifik. Stres adalah suatu tuntutan terhadap perubahan lingkungan

yang terjadi secara tiba-tiba. Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyatakan bahwa

stres diartikan sebagai suatu tekanan, dan ketegangan yang mempengaruhi

seseorang dalam kehidupan. Pengaruh yang timbul dapat bersifat wajar ataupun

tidak, tergantung dari reaksi terhadap ketegangan tersebut.

Menurut Fabella (1993), stres dibedakan menjadi dua, yaitu distres dan

eustres. Distres adalah kemampuan seseorang menghadapi tuntutan yang

semakin meningkat dan memandang tuntutan tersebut sebagai sesuatu yang

sulit dan mengancam, sedangkan eustres adalah kemampuan untuk

menghadapi tuntutan yang dirasakan dan dapat menimbulkan rasa percaya diri

sehingga mampu menangani dan mengatasi tuntutan-tuntutan tersebut.

Faktor-faktor yang menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan

atas tiga golongan yaitu: 1) Stresor fisikbiologik. Stresor ini terdiri atas rasa

dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan, dan sebagainya; 2) Stresor psikologis.

Stresor ini terdiri atas rasa takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan,

kesepian, jatuh cinta, dan lain-lain; 3) stresor sosial budaya. Contohnya

pengangguran, perceraian, perselisihan, dan lain-lain (Gunawan & Sumadiono

2007). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) ada empat stresor, yaitu:

1. Perubahan suasana yang pesat: politik, pendidikan, pekerjaan, usia,

kematian seseorang.

2. Hubungan sosial seperti persaingan

3. Kebutuhan hidup yang meningkat meliputi peningkatan taraf hidup yang

harus diimbangi dengan peningkatan status ekonomi.

16

4. Harapan yang tidak realistis yaitu harapan yang tidak sesuai dengan

keyataan dan tidak dapat menerima keadaan yang telah ada.

Stres pada zaman modern ini disebabkan banyaknya perubahan yang

harus dihadapi yang menuntut kemampuan untuk beradaptasi dan penyesuaian

yang pesat. Hal ini tidak mudah dilalui oleh setiap orang sehingga usaha,

kesulitan, kegagalan dalam mengikuti perubahan dapat menimbulkan beraneka

ragam keluhan (Gunarsa dan Gunarsa 1991).

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) keluhan yang muncul akibat rasa

cemas dan ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kemajuan mutakhir

diantaranya:

1. Keluhan Fisik, meliputi:

a. Stres sebagai pencetus, sehingga memperberat penyakit

kardiovaskuler yang sudah ada;

b. Gangguan sstem pencernaan: ulkus ventrikuli (tukak lambung);

c. Ketegangan pada bagian otot-otot tertentu menyebabkan perasaan

pegal di bahu, pinggang, leher, dan kepala;

d. Stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, melemah sehingga

mudah masuk angin, pilek;

e. Tics: gerakan-gerakan yang dilakukan diluar kemauan sebagai

kebiasaan, tanpa rangsangan yang jelas merupakan suatu ekspresi

dari konflik emosi;

f. Kebiasaan: menggaruk-garuk kepala, menggigit kuku, menggosok-

gosok tangan dan gejala lain sebagai perwujudan adanya

ketegangan;

g. Sindrom ketegangan pra menstrual: nyeri di tubuh, mual, sakit kepala,

rasa tidak nyaman sebelum haid, disebabka terganggunya

keseimbangan hormon, berkaitan dengan stres seseorang dan haid

yang tidak teratur;

h. Disfungsi seksual: penderita stres sering mengeluh masalah seksual,

impotensi, frigiditas, ejakulasi dini, dll.

2. Keluhan Psikologis, meliputi:

a. Perasaan tidak menentu, cemas, dan takut yang tidak jelas dan tidak

terikat pada suatu ancaman yang jelas dari luar. Hal ini dapat

menyebabkan penderita menjauhkan diri dari lingkungan sosial atau

tempat dan keadaan tertentu;

17

b. Merasa putus asa, bingung, apatis, sedih, gangguan tidur (insomnia),

kehilangan minat pada aktivitas dan orang lain, pikiran-pikiran negatif

mengenai dirinya, pengalaman dan hari depan, pikiran dan drongan

melakukan percobaan bunuh diri;

c. Ketidakseimbangan emosi: suasana hati mudah berubah, cepat

marah, emosi cepat meluap, menjadi histeris;

d. Muncul gejala-gejala proses penuaan dini, seperti:

- Mampu mengingat peristiwa lama, tetapi lupa peristiwa baru;

- Kecemasan akan perubahan tubuh penyakit dan kematian;

- Perasaan akan kehilangan kecantikan, rambut beruban, kerut di

wajah, otot yang mengendur;

- Bertingkah laku muda kembali, terlihat dalam penampilan,

pakaian, dan perilaku

Stres dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem fisik tubuh

yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hubungan antara rasa stres dengan sakit

ditandai dengan proses pelepasan hormon, khususny hormon catecholamins dan

corticostreroids yang dilepas oleh rangsangan sistem kardiovaskuler. Jika

pelepasan hormon ini sangat tinggi, maka dapat menyebabkan jantung berdebar-

debar sangat kencang sehingga dapat menyebabkan kematian. Perasaan stres

juga dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan fisiologis seperti asma,

penyakit kepala kronis, arthritis (rematik), beberapa penyakit kulit, hipertensi,

CHD (Chronic Heart Disease), dan juga kanker (Sarafino 1990 diacu dalam Smet

1994).

Tingkat stres dapat dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.

Tingkat stres seseorang dapat diketahui dengan memperhatikan gejala-gejala

stres yang ditunjukkan, baik gejala fisik maupun gejala emosional (Wilkinson

1989 diacu dalam Furi 2006). Tingkat stres dapat diukur dengan menggunakan

berbagai alat ukur, salah satunya adalah alat ukur yang diadaptasi dari National

Safety Council (2004). Alat ukur ini dapat menggambarkan bagaimana gejala-

gejala yang dialami tubuh akibat stres.

Keluhan Kesehatan

Menurut BPS (2004), keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang

yang merasa terganggu oleh kondisi kesehatan, kejiwaan, kecelakaan, atau hal

lain. Darmojo (2000) menyatakan bahwa penyakit atau keluhan yang umum

diderita oleh lansia adalah rematik (arthritis), hipertensi, penyakit jantung,

18

penyakti paru-paru (bronchitis/dyspnea), diabetes mellitus, jatuh (falls), lumpuh

separuh badan, TBC, patah tulang, dan kanker. Arisman (2004) menyatakan

bahwa penyakit yang sering diderita oleh lansia adalah penyakit kardiovaskuler,

muskuloskletal, TBC, bronkhitis, asma dan penyakit saluran pernapasan,

penyakit gusi, mulut dan saluran cerna, sistem saraf, dan infeksi.

Adanya penurunan fungsi dari organ tubuh maupun metabolisme tubuh

dapat menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Adanya penyakit tersebut

jelas dapat menganggu kesehatan. Penyakit rematik dapat menyerang pria dan

wanita pada segala usia, tetapi kelompok lanjut usia lebih banyak terkena

serangan rematik. Gejala penyakit ini meliputi rasa lelah, kaku pada persendian,

ketegangan otot, dan rasa nyeri. Gejala ini dapat dikurangi dengan melakukan

olahraga yang teratur dan sesuai (Mursito 2004).

Rematik (arthritis) merupakan kelompok peyakit yang menyerang tulang,

sendi, otot, maupun jaringan lain disekitar sendi. Proses penuaan merupakan

penyebab meningkatnya prevalensi penderita osteoartritis dan arthritis gout

akibat pengapuran. Sebanyak 90% penderitanya berusia diatas 60 tahun.

Pengapuran menyebabkan tulamg rawan pada sendi menipis sehingga timbul

tulang muda (spur) sebagai kompensasi menggantikan tulang yang menipis

tersebut. Kondisi tersebut yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut,

pinggul, dan pinggang bawah (Wirakusumah 2002).

Pada lansia sering pula terjadi gangguan mata akibat proses penuaan.

Katarak adalah suatu penyakit kekaburan lensa mata. Orang yang terkena

penyakit katarak, penglihatannya makin lama makin kabur, penglihatannya

seperto tertutup asap. Jika lensa mata dilihat dari luar, maka akan terlihat ada

sesuatu benda padat yang mengkilat, benda tersebut yang menghambat

masuknya sinar ke dalam mata, sehingga benda itu terlihat kabur oleh mata

(Oswari 1997).

Sakit dada di daerah jantung yaitu pada kiri depan yang terjadi mendadak

perlu mendapat perhatain. Rasa sakit tersebut dapat disebabkan oleh gangguan

otot jantung dan peradangan pada pembungkus jantung. Sakit dada yang

tembus ke belakang kadang-kadang disebabkan oleh masuk angin saja atau

dapat pula disebabkan tukak lambung (Oswari 1997).

Suatu studi klinis menunjukkan bahwa anemia karena proses penuaan

disebabkan oleh penurunan kapasitas sumsum tulang belakang serta penurunan

respon hormonal terhadap tekanan secara haematologi. Anemia yang terjadi

19

pada lansia juga dipengaruhi oleh penggunaan obat, kehilangan darah,

kerusakan sumsum tuulang belakang, hemolisis kronis serta defisiensi zat gizi

yang terjadi sebelum menderrita anemia akibat proses penuaan (Wirakusumah

2002).

Status Kesehatan

Penyakit adalah suatu keadaan terganggunya fungsi tubuh yang terjadi

sebagai respons terhadap infeksi, tekanan, atau kondisi lainnya. Status

kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit

yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan

kesehatan seseorang. Menurut WHO sehat adalah keadaan jasmani, rohani, dan

sosial yang sejahtera. Kesehatan sempurna seringkali sulit dicapai seseorang

karena masalah kehidupan kerapkali menekan kesehatan, biologis, fisik, dan

mental (Astawan & Wahyuni 1989).

Penyakit dapat dibagi dua kategori, yaitu penyakit infeksi (akut) dan non

infeksi (kronis). Penyakit infeksi adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh

mikro-organisme seperti bakteri atau virus didalam tubuh, seperti diare, TBC,

demam, fly, tifus, dll. Penyakit kronis adalah penyakit-penyakit yang dapat

berkembang selama kurun waktu yang lama, seperti penyakit jantung, kanker,

stroke, asam urat, hipertensi, dll (Sarafino 1990 diacu dalam Smet 1994).

Penyakit orang lanjut usia berbeda dengan penyakit orang dewasa muda

(Oswari 1997). Gangguan kesehatan yang dialami oleh lansia sering kali

disebabkan oleh proses degenerative yang dialami oleh lansia. Menurut Nugroho

(1995) penyakit yang diderita oleh lansia di Indonesia meliputi sistem

pernapasan, sistem kardiovaskuler, penyakit pada persendian dan tulang serta

penyakit kepikunan.

Penyakit yang diderita lansia dapat mengurangi nafsu makannya yang

lama kelamaan dapat menurunkan berat badan orang lanjut usia. Selain itu,

adanya gangguan pencernaan atau gangguan pada metabolisme tubuh lansia

yang tidak bekerja dulu dapat menyebabkan tubuh lansia menjadi kurus

walaupun nafsu makannya baik dan makanan yang dimakannya mempunyai gizi

yang baik (Oswari 1997).

Hasil penelitian Silverstein dalam Jauhari (2003) membuktikan bahwa

lansia yang tinggal berpisah dengan anaknya (hisup sendiri) mempunyai

masalah kesehatan yang cenderung meningkat dibandingkan dengan yang

20

tinggal dengan anak-anaknya. dukungan sosial yang baik akan memberikan

dampak psikologis yang menguntungkan terhadap kesehatan lansia.

Program Pemberdayaan Wanita Pra dan Usia Lanjut

Program pemberdayaan wanita pra dan usia lanjut merupakan program

yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan Nasional yang bekerjasama dengan

Yayasan Aspirasi Muslimah Indonesia (YASMINA). Program ini bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan, keterampilan dan produktivitas wanita pra dan usia

lanjut. sasaran dan peserta dalam kegiatan adalah ibu-ibu usia lanjut dan/atau

keluarga.

Terdapat 6 kegiatan yang dilaksanakan dalam program pemberdayaan

wanita pra dan usia lanjut. Kegiatan yang dilaksanakan pada program ini adalah

penyuluhan tentang perawatan dan pengasuhan usia lanjut, pelatihan daur ulang

sampah plastik, pelatihan menyulam pita dan mayet, pelatihan kelembagaan,

pendampingan, dan pemeriksaan kesehatan (klinis) usia lanjut. Kegiatan-

kegiatan tersebut menjalin kemitraan dengan Yayasan Emong Lansia (YEL),

Puskesmas Dramaga, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Koperasi Usaha

Kecil Menengah (UKM) Trashion, Posdaya Desa Babakan, serta Pusat

Penelitian dan Pengembangan Kewirausahaan IPB.