38
BAB 1 KONSEP DASAR MEDIK KEHAMILAN EKTOPIK A. PENGERTIAN Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus (Manuaba, Ida Bgus Gde.2004). Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba fallopii, ovarium, serviks dan abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di tuba fallopii ( Mitayati. 2009). 1

KEHAMILAN ETOPIK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

reproduksi

Citation preview

Page 1: KEHAMILAN ETOPIK

BAB 1

KONSEP DASAR MEDIK

KEHAMILAN EKTOPIK

A. PENGERTIAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga

uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi

kehamilan ektopik,sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang

terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis servikalis uteri,tanduk

uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus (Manuaba, Ida Bgus

Gde.2004).

Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum

uterus. Implantasi dapat terjadi di tuba fallopii, ovarium, serviks dan

abdomen. Namun kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di tuba

fallopii ( Mitayati. 2009).

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi

berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yaitu dalam

endomertrium kavum uteri (Prawirohardjo, Sarwono. 2009).

Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak

sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis

tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat

ektopik (Errol, Norwitz. 2008).

1

Page 2: KEHAMILAN ETOPIK

2

Gambar 1 letak Implantasi

http://atenvincentskep.blogspot.com/2009/10/askep-kehamilan-ektopik

terganggu.html

B. Proses Terjadinya Masalah

1. Etiologi

a. Factor predisposisi

1) Riwayat salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan

aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau

pembentukan

kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai

akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba

falopii.

2) Kehamilan yang terjadi pada pasien dengan kontrasepsi oral yang

hanya mengandung progestin,disebabkan oleh efek relaksasi otot polos

progesterone

Page 3: KEHAMILAN ETOPIK

3

3) Pemakaian antibiotic dapat meningkatkan frekuensi terjadinya suatu

kehamilan ektopik antibiotika dapat mempertahankan terbukannya

tuba yang mengalami infeksi tetapi perlengketan penyebab pergerakan

silia dan peristalsis tuba terganggu dan menghambat perjalanan ovum

yang dibuahi dari ampula kerahim sehingga implantasi terjadi pada

tuba.

4) Bekas radang pada tuba menyebabkan perubahan – perubahan pada

endosalping sehingga walaupun fertilisasi masih terjadi gerakan ovum

keuterus terlambat

5) Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal perlengketan

perituba, tekanan pada tuba oleh tumor dari luar

b. Faktor presipitasi

Belum diketahui secara pasti.

(Purwaningsih Wahyu,2010).

C. PATOFISIOLOGI

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada

dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara

kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada

ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi

oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan

kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2

jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari

Page 4: KEHAMILAN ETOPIK

4

lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai dsidua dan dinamakan

pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna

malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus

endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak

jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung

pada beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan

banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.

Di bawah pengaruh hormone estrogen dan progesterone dari korpus

luteum graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek;

endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula

perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella.

Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan

berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa dan

kadang kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada

sebagian kehamilan ektopik.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan

kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan

secara utuh, perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu

berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.

1. Hasil konsepsi mati dini atau diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang, dan dengan muah terjadi resorbsi total. Dalam

Page 5: KEHAMILAN ETOPIK

5

keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat

untuk beberapa hari.

2. Abortus ke dalam lumen tuba Perdarahan yang terjadi karena pembukaan

pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat

implantasi dapat melepaskan midigah dari dinding tersebut bersama-sama

dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian

atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila

pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam

lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kea rah ostium tuba

abdominal. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur

yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan

pars ampullaris, sedangkan penebusan dinding tuba oleh villi korialis ke

arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan

ini disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat

mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan

bagian ismus dengan ,lumen sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus,

perdarahan akan terus berlangsung dari sedikit-sedikit oleh darah,

sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung

terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping),

selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. 

Page 6: KEHAMILAN ETOPIK

6

3. Ruptur dinding tuba

Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture pada pars interstisial

terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Factor utama yang menyebabkan

rupture ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba

terus ke peritoneum. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena

trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan

terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-

kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila

pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen

tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba

abdominal(Prawirohardjo, Sarwono. 2006).

D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis kehamilan ektopik sebelum post diantaranya:

1. Amenorrhoe

Lamanya aminorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan.

Dengan aminorea terdapat hamil muda yaitu morning sicknes, mual-mual,

perasaan ngidam.

2. Nyeri Abdomen

Disebabkan kehamilan tuba yang pecah, rasa nyeri dapat menjalar

keseluruh abdomen tergantung perdarahan didalamnya. Bila rangsangan

Page 7: KEHAMILAN ETOPIK

7

darah dalam abdomen mencapai diafragma dapat terjadi nyeri di daerah

bahu.

3. Perdarahan

Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan

kedalam cavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi.

4. Perubahan darah

Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang

terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.

5. Pembesaran uterus

Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-

hormon kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan

dengan uterus pada kehamilan intrauterin yang sama umurnya.

Manifestasi klinis post oprasi laparatomi dengan indikasi salfingetomi :

1. Nyeri pada daerah abdomen luka post operasi laparatomi

2. Adanya luka pada dinding abdomen yang dilakukan operasi laparatomi

3. Sebagai akibat anastesi, penderita paska oprasi biasanya mual kadang

sampai muntah (Prawirohardjo, Sarwono. 2006) .

E. Klasifikasi

Macam-macam kehamilan ektopik berdasarkan tempat implantasinya

antara lain :

Page 8: KEHAMILAN ETOPIK

8

1. Kehamilan Abdominal

Kehamilan atau gestasi yang terjadi dalam kavum peritonium dalam

rongga perut. (sinonim: kehamilan intraperitonial)

2. Kehamilan Ampula

Kehamilan ektopik pada pars ampularistuba falopii. Umumnya berakhir

sebagai abortus tuba.

3. Kehamilan Servikal

Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi

dalam kanalis servikalis uteri kehamilan ini jarang dijumpai dan biasanya

terjadi abortus spontan didahului oleh perdarahan yang makin lama makin

banyak kehamilan ini jarang sekali berlangsung lewat dari 20 minggu.

4. Kehamilan Ovarial

Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis

berimplantasi pada permukaan ovarium kehamilan ini yang jarang

terdapat, terjadi apabila spermatozoon memasuki folikel de Graaf yang

baru saja pecah dan menyatukan diri dengan ovum yang masih tinggal

dalam folikel hingga menjadi ovum yang dibuahi mati, atau terjadi

rupture.

5. Kehamilan tuba

kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba falopii yaitu :

a. Kehamilan Interstisial

Kehamilan pada pars interstisial tuba falopii (Manuaba, 2008).

Page 9: KEHAMILAN ETOPIK

9

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobim dan jumlah sel

darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik

terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.

Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus

diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.

2. Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan

bila leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari

infeksi pelvik, dapat  diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang

melebihi 20.000 biasanya menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes

kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi tes negative tidak

menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena

kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi

human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative.

3. Kuldosentris : adalah suatu cara  pemeriksaan untuk mengetahui apakah

kavum Douglas ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu

membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Tekniknya.

4. Ultrasonografi

Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif,

artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai

kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di

kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.

Page 10: KEHAMILAN ETOPIK

10

5. Tes Oksitosin

Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan

adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar

kantong janin dapat diraba suatu tumor

6. Foto Rontgen

Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak

paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra

Ibu.

7. Histerosalpingografi

Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,

dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis

kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono

Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine)

8. Laparotomi

eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo ovarektomi) atau insisi

longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar kantung

kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit

kembali.laparatomi diindikasikan dalam keadaan sebagai berikut :

a. Pada semua pasien yang menunjukan tanda-tanda gangguan

hemidinamik.

b. Bila kehamilan ektopik adalah lebih dari 3cm dalam dimensi yang

terbesar

c. Bila perlengketan velvis yang luas dicurigai

Page 11: KEHAMILAN ETOPIK

11

d. Bila terdapat kegagalan atau kekurangan perlengkapan laparaskopik

keterampilan endoskopik dari ahli bedah kurang optimal. Jenis

prosedur yang dilakukan tergantung pada penemuan local pada saat

pembedahan. Pada pasien yang ingin mempeertahankan fertilitas

salpingostomi linier adalah terapi pilihan dalam kehamilan ampularis

yang tidak mengalami rupture sebagai alternative dalam kehamilan

ampulalaris yang sudah mengalami ruptura suatu reseksi segmental

atau salpingektomi sebagian dapat ditawarkan yang berarti pembuahan

hanya pada segmen tuba yang terkena meninggalkan sisanya yang utuh

untuk reanastomosis dimasa depan jika dikehendaki

9. Laparoskop

untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan insisi pada tepi

superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.

10. Progresteron serum

Kadar progresteron serum yang lebih dari 25ng/ml sebenarnya

memastikan suatu kehamilan dalam rahim. Karena berguna untuk

memeriksa kadar progesteron bila kehamilan ektopik dicurigai bila kadar

ini berada dibawah 15ng/ml pengujian tambahan dengan hCG dan

ultrasonografi harus dilakukan.

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara

lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan

Page 12: KEHAMILAN ETOPIK

12

kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain

itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum

terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan

pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan

penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang

menyebabkan syok.

1. Kehamilan Tuba

Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam

kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi

(expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.

a. Penatalaksanaan Ekspektasi

Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75%

pasien negative β-hCG. Kehamilan ektopik akan mengalami

penurunan kadar β-hCG. kehamilan ektopik dini dengan kadar stabil

atau cenderung turun harus diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak

semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani

penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada

keadaan-keadaan berikut:

1) kehamilan dengan β-hCG yang menurun

2) kehamilan tuba

3) kehamilan ektopik dengan kadar perdarahan intraabdominal atau

rupture

Page 13: KEHAMILAN ETOPIK

13

4) diameter massa ektopik β-hCG awal harus ≤ 3.5 cm. Sumber

lain menyebutkan bahwa kadar dari 1000 mIU/mL dan diameter

massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa

penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan

tuba.

b. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak

integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima

tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan

hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas

jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan

kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan

kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki

penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada

kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan

profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap

pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode

terminasi kehamilan ektopik secara medis.

1) Methotrexate

Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan

untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas.

Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel

trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan

Page 14: KEHAMILAN ETOPIK

14

ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel

trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan

tersebut.Angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan

meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa

hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm.. Senggama dan

konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate

menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi,

antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan

depresi sumsum tulang. Methotrexate dapat diberikan dalam

dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang

diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis

multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular)

pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan

dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen

pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan

diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis

multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba

dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9.

Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per

laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi

methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling

ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.

2) Actinomycin

Page 15: KEHAMILAN ETOPIK

15

Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin

intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan

ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi

methotrexate sebelumnya.

3) Larutan Glukosa Hiperosmolar

Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga

merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum

terganggu.

c. Penatalaksanaan Bedah

Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan

kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu.

Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus

dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan

untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di

mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana

salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik

yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu,

macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui

laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam

syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per

laparoskopi.

1) Salpingostomi

Page 16: KEHAMILAN ETOPIK

16

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil

konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di

sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi

linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil

konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Perdarahan yang terjadi

umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter.

Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk

sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan

laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini

menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum

terganggu.

2) Salpingotomi

Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali

bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali.

3) Salpingektomi

Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang

belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan

melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi

diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:

a) Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu)

b) Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif

c) Terjadi kegagalan sterilisasi

Page 17: KEHAMILAN ETOPIK

17

d) Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba

sebelumnya

e) Pasien meminta dilakukan sterilisasi

f) Perdarahan berlanjut pascasalpingotomi

g) Kehamilan tuba berulang

h) Kehamilan heterotopik, dan

i) Massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-

kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum

terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi,

sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan

penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit.

Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula

histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi.

Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil

konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump)

diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,

sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang

direseksi dipisahkan dari mesosalping.

2. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi

dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan

cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil

Page 18: KEHAMILAN ETOPIK

18

konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi

dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga

tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.

H. KOMPLIKASI

Pada pengobatan konservatif, yaitu jika rupture tuba telah lama berlangsung

(4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang. Ini merupakan indikasi operasi. 

a. Infeksi

b. Sub-ileus karena massa pelvis

c. Hematokel velvis (Suririnah, 2008).

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post operasi menurut

Doengoes (2000) adalah

a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (prosedur pembedahan)

b. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi dan

kelemahan

c. Resiko infeksi behubungan dengan prosedur invasif (trauma jaringan,

insisi pembedahan)

d. Resiko tinggi cedera behubungan dengan kelemahan, efek-efek anestesi

e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/prosedur

Page 19: KEHAMILAN ETOPIK

19

medis/adanya rasa mual), hilangnya cairan tubuh secara tidak normal

seperti melalui kateter, selang atau jalur normal seperti muntah.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik(prosedur pembedahan)

Kriteria hasil: pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-

tanda vital dalam batas normal, tidak meringis

No Intervensi Rasional

1 Tentukan karakteristik, lokasi

nyeri, dan intensitas nyeri

Menentukan tindak lanjut intervensi

2 Pantau tekanan darah, nadi dan

pernafasan

Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta

tekanan darah meningkat,nadi,

pernafasan meningkat

3 Kaji stres psikologis pasien

dan respon emosional terhadap

Ansietas sebagai respon terhadap

situasi dapat memperberat

ketidaknyamanan karena sindrom

ketegangan dan nyeri

4. Kolaborasi dalam pemberian

analgetik

Analgetik memberikan penghilangan

nyeri tanpa ada efek samping

5 Ajarkan teknik relaksasi(napas

dalam) dan sarankan ntuk

mengulangi bila merasa nyeri

Relaksasi mengurangi ketegangan otot-

otot sehingga mengurangi penekanan

dan nyeri

6 Kolaborasi:pemberian analgetik Analgetik akan mencapai pusat rasa

Page 20: KEHAMILAN ETOPIK

20

nyeri dan menimbulkan penghilangan

nyeri

2. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi dan kelemahan

Tujuan : kebutuhan perawatan diri terpenuhi

Kriteria : mampu mengidentifikasi perawatan diri

No Intervensi Rasional

1 Kaji tangkat ketidak mampuan Menentukan sejauha mana pasien

memerlukan bantuan dalam

pemenuhan kebutuhan perawatan diri

2 Monitor keadaan umum dan

tanda-tanda vital

Perlu untuk meningkatkan latihan

ambulasi dini

3 Libatkan keluarga dalam

pemenuhan ADL

Memberikan rasa diperhatikan dan

dihargai

4 Bantu klien dalam perawatan

diri sesuai tingkat

ketidakmampuan

Perlu untuk pemenuhan kebutuhan

dalam keterbatasan klien

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (trauma jaringan, insisi

pembedahan)

Kriteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi kalor, dolor, rubor, tumor,

fungsiolesa

Page 21: KEHAMILAN ETOPIK

21

No Intervensi Rasional

1 Kaji adanya tanda-tanda infeksi Menentukan tindak lanjut

intervensi

2 Ukur tanda-tanda vital Untuk mendeteksi secara dini

gejala awal terjadinya infeksi

3 Observasi tanda-tanda infeksi Deteksi dini terhadap infeksi

akan mempermudah dalam

penanganan

4 Lakukan perawatan luka dengan

menggunakan teknik septik dan

aseptik

Menurunkan terjadinya resiko

infeksi dan penyebaran bakteri

5 Observasi luka insisi Memberikan deteksi dini

terhadap infeksi dan

perkembangan luka

6 Kolaborasi:Berikan antibiotik

sesuai indikasi

Mencegah terjadinya infeksi

4. Resiko tinggi cedera behubungan dengan kelemahan, efek-efek anestesi

Tujuan : pasien tidak mengalami cedera

Kriteria :

a. Mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan resiko atau melindungi

diri

Page 22: KEHAMILAN ETOPIK

22

b. Bebas dari komplikasi

No Intervensi Rasional

1 Observasi tanda-tanda vital Perubahan tanda vital secara

mendadak menyebabkan pasien

jatuh atau cidera

2 Anjurkan ambulasi dini secara

bertahap

Menurunkan resiko pembentukan

thrombus dan meningkatkan

kemampuan fisik

3 Libatkan keluarga untuk

membantu pemenuhan kebutuhan

Ketidakseimbangan elektrolit dan

pemasukan cairan dapat

manambah resiko jatuh

4 Kolaborasi dengan bagian

fisioterapi

Perlu untuk ambulasi dini

5. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan

pemasukan cairan secara oral (proses penyakit/prosedur medis/adanya rasa

mual), hilangnya cairan tubuh secara tidak normal seperti melalui kateter,

selang atau jalur normal seperti muntah

Kriteria hasil : mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat,

sebagaimana ditunjukkan dengan adanya tanda – tanda vital yang stabil,

palpasi denyut nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran

mukosa lembab, dan pengeluaran urine individu yang sesuai.

Page 23: KEHAMILAN ETOPIK

23

No Intervensi Rasional

1 Ukur dan catat pemasukan

dan pengeluaran (termasuk

pengeluaran cairan

gastroentestinal)

dokumentasi yang akurat akan

membantu dalam mengindifikasi

pengeluaran cairan/keburuhan

penggantiandan pilihan – pilihan yang

mempengaruhi intervensi

2 Kaji pengeluaran urinarius

terutama untuk tipe

prosedur operasi yang

dilakukan

Mungkin akan terjadi penghilangan

setelah prosedur pada sistem

genitourinarius

3 Catat dan ukur adanya

mual/muntah

mual yang terjadi selama 12 sampai 24

jam pasca operasi umumnya

dihubungkan dengan anastesi (termasuk

anastesi regional).

4 Pantau tanda – tanda vital hipotensi, takikardi, peningkatan

pernafasan mengindikasikan kekurangan

cairan misalnya dehidrasi/hipovolemia

5 Kolaborasi dalam

memberikan cairan

parenteral. Tingkatkan

kecepatan IV line jika

diperlukan

gantikan kehilangan cairan yang telah

didokumentasikan.

Page 24: KEHAMILAN ETOPIK

24

DAFTAR PUSTAKA

Asmudi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Capenito.L.J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Buku

Kedokteran.EGC : Jakarta.

Errol, Norwitz. 2008. At aGlance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlanga.

Hlm:16-17

Haryanto. 2007. Konsep Dasar Keperawatan dengan Pemetaan Konsep (Concept

Mapping). Jakarta : Salemba Medika.

Manuaba, 2008. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita . Jakarta: Arcan

Manuaba, Ida Bgus Gde.2004. Kepaniteraan Klinik Obsetri dan

Ginekologi.EGC: Jakarta

Mitayati. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Salemba Medika: Jakarta

Nanda. 2010.Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2009 2011.Penerbit

Buku Kedokteran EGC.Jakarta

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Prawiro hardjo sarwono, Hanifa W.2008.Gangguan Bersangkutan Dengan

Konsepsi.Dalam; Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawiroharjo

Prawirohardjo,Sarwono.2009.Ilmu Kandungan. Jakarta:Yayasan Bina Puataka.

Purwaningsih Wahyu, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Nuha

medika : Yogyakarta

Page 25: KEHAMILAN ETOPIK

25

Price,Sylvia A, Lorraine M. Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Jakarta:EGC

Rohman,Nikmatur, Saiful Walid.2010. Proses Keperawatan Teori Dan Aplikasi.

Jogjakarta:Ar-Ruzz Media

Suririnah, 2008. Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama

Supriyadi,Teddy.1994.Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC: Jakarta

Yulianingsih, Maryunanni, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam

Kebidanan. Penerbit : Trans Info Media, Jakarta