2
Kelapa sawit dan Siren 1 kematian Oleh Rukaiyah Rofiq “Kalau harga buah sawit dak naik, bulan depan, kami mungkin mati kelaparan didusun ini, dak ado lagi yang bisa kami makan, mau jual buah sawit, harganya Cuma 300 rupiah perkilo, dan perusahaan dekat sini pun tak mau beli banyak-banyak sawit dari masyarakat, karena sudah dijatah berdasarkan kouta, karena katanya harga CPO di pasar dunia juga turun. Sementara kami hanya bergantung sama kebun sawit yang luasnya tak sampai 3 Hektar. Kebun karet kami dak ada lagi, karena kami tanam dengan kelapa sawit, mau menanam tanaman yang lain, tanah pun tak begitu subur, dan hama babi  juga sangat banyak, karena dusun kami berada ditengah kebun kelapa sawit milik perusahaan swasta.” Nyai Rohimah 65th. Sebetulnya harga sawit yang anjlok tak hanya sekali ini saja terjadi, pada Oktober tahun 2008 lalu harga buah sawit yang semula Rp 1.900 sampai Rp 2000 turun menjadi Rp 300, dan pada saat itu mungkin bisa dikatakan sangat parah, dimana karena harga kelapa sawit yang turun drastis, banyak petani sawit yang prustasi dan menjual kebunnya yang menjadi sumber kebidupan keluarga dan bahkan ada yang nekad menghabisi nyawanya karena dililit hutang. Tapi kemurungan petani sawit seketika sirna, ketika nyanyian-nyanyian yang menina bobokkan petani-petani pada saat itu, bahwa penurunan harga kelapa sawit pada saat itu hanyalah sementara saja, terus dinyanyikan oleh perusahaan dan bahkan pemerintah. Dan mungkin nyanyian-nyanyin merdu itu akan kembali dinyanyikan untuk kembali menina bobokkan petani kelapa sawit yang saat ini kembali mengalami dpresi luar biasa, tak hanya karena harga buah sawit yang rendah, tapi pembatasan kuota penerimaan buah yang turun hingga 50% di pabrik juga menjadi persoalan serius bagi petani-petani, tak hanya bagi petani mandiri, tapi juga petani-petani plasma. “Waktu beli kebun sawit 2 Hektar, saya pinjam uang dari Bank, tapi kini sudah saya jual 1 ha, karena harus bayar hutang ke Bank, dan untuk bayar sekolah 3 orang anak saya. Untuk kehidupan sehari-hari saya cari kayu atau binatang di hutan untuk dijual. Alhamdulillah, walau tak banyak, tapi cukuplah untuk beli beras, ikan asin dan sayur.” Ungkap petani yang tinggal di Dusun 4 Sungai Beruang. 1 Siren, dalam mitologi Yunani adalah makhluk berbentuk setengah manusia, yang tinggal di batu karang dilautan, yang selalu mengganggu pelaut. P ara Siren menyanyikan lagu merdu dengan suara merdu sehingga para pelaut akan menghampiri mereka, padahal menghampiri Siren, sama halnya menuju kematian.

Kelapa Sawit Dan Siren

Embed Size (px)

Citation preview

 

Kelapa sawit dan Siren1

kematianOleh Rukaiyah Rofiq

“Kalau harga buah sawit dak naik, bulan

depan, kami mungkin mati kelaparan

didusun ini, dak ado lagi yang bisa kami

makan, mau jual buah sawit, harganya

Cuma 300 rupiah perkilo, dan

perusahaan dekat sini pun tak mau beli

banyak-banyak sawit dari masyarakat,

karena sudah dijatah berdasarkan

kouta, karena katanya harga CPO di

pasar dunia juga turun. Sementara

kami hanya bergantung sama kebun

sawit yang luasnya tak sampai 3 Hektar.

Kebun karet kami dak ada lagi, karena

kami tanam dengan kelapa sawit, mau

menanam tanaman yang lain, tanah

pun tak begitu subur, dan hama babi

 juga sangat banyak, karena dusun kami

berada ditengah kebun kelapa sawit milik perusahaan swasta.” Nyai Rohimah 65th.

Sebetulnya harga sawit yang anjlok tak hanya sekali ini saja terjadi, pada Oktober tahun

2008 lalu harga buah sawit yang semula Rp 1.900 sampai Rp 2000 turun menjadi Rp 300,

dan pada saat itu mungkin bisa dikatakan sangat parah, dimana karena harga kelapa sawit

yang turun drastis, banyak petani sawit yang prustasi dan menjual kebunnya yang menjadi

sumber kebidupan keluarga dan bahkan ada yang nekad menghabisi nyawanya karena dililit

hutang. Tapi kemurungan petani sawit seketika sirna, ketika nyanyian-nyanyian yang

menina bobokkan petani-petani pada saat itu, bahwa penurunan harga kelapa sawit pada

saat itu hanyalah sementara saja, terus dinyanyikan oleh perusahaan dan bahkan

pemerintah. Dan mungkin nyanyian-nyanyin merdu itu akan kembali dinyanyikan untuk

kembali menina bobokkan petani kelapa sawit yang saat ini kembali mengalami dpresi luar

biasa, tak hanya karena harga buah sawit yang rendah, tapi pembatasan kuota penerimaan

buah yang turun hingga 50% di pabrik juga menjadi persoalan serius bagi petani-petani, tak

hanya bagi petani mandiri, tapi juga petani-petani plasma.

“Waktu beli kebun sawit 2 Hektar, saya pinjam uang dari Bank, tapi kini sudah saya jual 1

ha, karena harus bayar hutang ke Bank, dan untuk bayar sekolah 3 orang anak saya. Untuk

kehidupan sehari-hari saya cari kayu atau binatang di hutan untuk dijual. Alhamdulillah,

walau tak banyak, tapi cukuplah untuk beli beras, ikan asin dan sayur.” Ungkap petani yang

tinggal di Dusun 4 Sungai Beruang.

1Siren, dalam mitologi Yunani adalah makhluk berbentuk setengah manusia, yang tinggal di batu karang

dilautan, yang selalu mengganggu pelaut. Para Siren menyanyikan lagu merdu dengan suara merdu sehingga

para pelaut akan menghampiri mereka, padahal menghampiri Siren, sama halnya menuju kematian.

 

Dusun 4 Sungai Beruang, adalah sebuah contoh kecil, dimana dusun yang letaknya ditengah-

tengah kebun kelapa sawit sedang dalam ancaman kelaparan akibat rendahnya harga TBS

milik mereka dalam kurun 4 bulan terakhir. Ketika kami berkunjung kedusun tersebut

minggu lalu untuk kepentingan pemetaan dusun, dusun ini seolah terasa sepi hanya anak-

anak yang sekali-sekali kelihatan berlarian dijalan. Tak hanya disiang hari, dimalam hari

kesunyian bertambah, karena keadaan yang gelap gulita, karena tak satupun warga yang

menyalakan diesel untuk penerangan. “harga solar mahal nian, Rp 8000/liter, sementara 1

malam kami membutuhkan 2 liter, sejak sawit dak ada harga, kami dak lagi bisa membeli

solar, mendingan kami beli besar dari pada beli solar.”

Pada kunjungan kami terakhir 2 bulan lalu, dusun ini akan masih terang menderang di

malam hari, bunyi mesin diesel yang ada disetiap rumah warga seperti nyanyin khas

dimalam hari, tapi semua berubah, bunyi diesel kini diganti dengan bunyi jangkrik, dan

kadang-kadang bunyi dengusan babi yang sedang berpesta pora karena berhasil

menemukan ubi yang ditanam oleh warga.

Dusun Sungai Beruang, seperti tikus yang segera mati dilumbung padi, bayangkan, dusun ini

berada ditengah-tengah kebun kelapa sawit, komoditas yang melambangkan kemajuan,

kemoderenan dan bahkan menjadi lambang kesejahteraan, kini terancam oleh kerawanan

pangan, karena tak sanggup lagi menghasilkan uang dari kebun sawit mereka untuk

membeli bahan pangan. Dusun Sungai Beruang, dan mungkin masih banyak dusun-dusun

yang lain yang warganya seperti terjebak dalam nyanyian-nyanyian merdu kelapa sawit,

seperti layaknya pelaut yang sedang terjebak dalam nyanyian merdu para Siren yang

mematikan.