16
KELUARGA BEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA PERKGTAAN Studi Kasus di Sinduadi Mlati Sleman Yogyakarta Oleh: Nawari Ismail' Abstract This researchpurposes to explain the religiosity of couple both before and after marriage; todescribefunction ofculturein thesocial integrationamongthe couple which has different religion, beforeandafter marriage; andtostate thesocialization ofvalue ofparentto their children. This research uses ethnographical approachin theJavanese urban,especially in SinduadiMlatiSleman Yogyakarta. The research is applied insomesteps; exploringdata, recognizingphysical sphere, theresearch conducting, and writing report. The research revealed somepoint asfollow: (1) Mostcouple have highly religious and the other are sufficient. (2) Religion, as cultural system, is very useful tointegratesocialfactor ofthe couple inthe religious intermarriage case that caused by values of sincreticsm of 'abangan 'subculture on the one hand, and the other hand also caused by values of secularization of 'santri'subculture, so thatthetoleranceattitude towardothersreligion is increased. (3) The roleof religious culture is not dominant insocializing value and applying inheritance law. el—^ Olj—jS/l 1-4 ^15 «uL»^ 1 v• jJLajl' Sinduadi (3^ jJ—^ ^ ^ . eJ.A*i.l al^ (3 dl jw«J elj^l (3 I" Olj .T" (J {3^^' til -T jji 4—) ^Lja^ Oj .1 c$j'••..•* ji-io aj—-Vl t3 ajLs<3^ ^jA 4gj8-AJuJl 4 pJL^l j»-L—dl c/y {Jl*i js—^ al—#^ ^U-sdl L^jA JSLiJj santri a^ j abangan 4 4 t3 bii 4^^l ajL^aji-l (jL L^ijl .Ot j»J—Jtl santri «jl—sdp- 4—jiyiii)! abangan ajUiaa^ ^Vl ejL;a>JJ 2. •n. . (3 (jLttJjdl Kata Kunci: Keluarga, Keberagamaan, Perkawinan Beda Agama *DosenUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta

KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA PERKGTAANStudi Kasus di Sinduadi Mlati Sleman Yogyakarta

Oleh: Nawari Ismail'

Abstract

This researchpurposes to explain the religiosity ofcouple both beforeand aftermarriage; todescribefunctionofculturein thesocial integrationamongthecouplewhich has different religion, beforeandafter marriage; andtostate thesocializationofvalue ofparentto theirchildren. This research uses ethnographical approachintheJavanese urban,especially in SinduadiMlatiSleman Yogyakarta. The researchis applied insomesteps; exploringdata, recognizingphysical sphere, the researchconducting, and writing report. The research revealed somepoint asfollow: (1)Mostcouple have highly religious and the other are sufficient. (2) Religion, asculturalsystem, isvery useful to integratesocialfactor ofthecouple inthereligiousintermarriage case that caused byvaluesof sincreticsm of 'abangan 'subcultureon theonehand, and theotherhandalsocausedby values of secularization of'santri'subculture, so that thetoleranceattitude towardothersreligion is increased.(3) The roleofreligious culture isnotdominant insocializing value and applyinginheritance law.

el—^ Olj—jS/l 1-4 ^15 «uL»^ 1 v• jJLajl'Sinduadi (3^

jJ—^ ^ ^ . eJ.A*i.l al^

(3 dl jw«J elj^l (3 I"

Olj .T" (J {3^ '̂ til -Tjji 4—) ^Lja^ Oj .1 c$j'••..•* ji-io aj—-Vl t3ajLs<3^ ^jA 4gj8-AJuJl 4 pJL^l j»-L—dl c/y {Jl*i

js—^ al—#^ ^U-sdl L^jA JSLiJj santria^ j abangan4 4 t3 bii 4^^l ajL^aji-l (jL L^ijl .Ot j»J—Jtlsantri «jl—sdp- 4—jiyiii)! abangan ajUiaa^ ^Vl ejL;a>JJ 2 . •n.

. (3 (jLttJjdl

Kata Kunci: Keluarga, Keberagamaan, Perkawinan Beda Agama*DosenUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta

Page 2: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

68 Millah Vol. IV,No. 1, Agustus 2004

A. PendahuluanP|adadataran realitas menunjukkan masyarakat Indonesiabersifat pluralis, baik darisegi agama maupun suku. Karena itu adanya toleransi dan pengakuan terhadap

pluralismeakan menghindarkankelompok-kelompok masyarakatbersikapeksklusif,sehinggamemudahkan teijadinyaintegrasi.Apalagi memasuki millenium ketiga,ketikaperubahansosial-budayaternsberlanjutdengan akselarasi yanglebfli cepat, seiring denganproses globalisasi yang menjadikanmasyarakatberada dalamsatujaringan desa-dunia.Dunia yang seperti desa menjadi tempat bertemunyaberbagai aspek sosial-budaya,*sehinggamemudarkan sekat-sekat geografisantamegara danberimplikasi juga kepadameretasnya sekat-sekat sosial, keagamaan, etnisitas dan keluarga.

Keluarga sebagai institusisosial terkecil mempunyaiperanyang sangatpentingdalamprosesalihkebudayaanantaigenerasi, termasukdalampengalihannilai-nilai moral,toleransi dan pengakuan terhadap perbedaan. Keluarga juga dapat berposisi sebagaistrukturmediasi penting dalam proses sosialisasi nilai-nilai dan ide-ide dari institusinegara (pemerintah) atau masyarakat kepada individu(anggota keluarga).

Dalam arus perubahan sosial-budaya tersebut keluarga moderenjuga ditandaidenganpluralisme latar-belakang sosial-budayaanggotakeluarga,misalnyaperbedaanagama.Keluargabeda agama walaupunbelum ada dataresmi daribasil sensus,temyatajumlahnyacukupbanyak terutamadipeikotaan. Sebagaicontoh IkatanKeluargaLintasAgama dan Suku Indonesia (IKLAS-Indonesia), menurut ketuanya, Ir. Sigit Susilo,^telah mempunyai anggota sebanyak 200 Kepala Keluarga (KK) khusus sebagian yangberada di Bali, Yogyakarta dan Jakarta.

Keluaigabedaagama,sebagaimanainstitusikeluargapadaumumnya, menqjakanpusatpembinaankebudayaanawalindividu, baikkebudayaanyangbersumberdari tradisisuku {kebudayaan-suku) maupun kebudayaan yang bersumber dari agamaikebudayaan-agamd) atau kebudayaan campuran. Sebagai suatu sistem simbol yangmempunyai makna bagi penganut dan pendukungnya, agama tentu akan berpengaruhterhadapsikap,perilakudan polahidup suami-isteridananggotakeluarga.Sebab sepertikerangka pikir sibemika Parsons bahwa, sistem budaya berpengaruh kepada sistemsosial.^ Hal inimengandaikanbahwa,agamasebagaisebuahkebudayaan, dalamintensitasseberapapun dapatmenjadi faktorindependen dalamhubungannya denganstrukturdanfungsikeluarga beda agama.

Di sisi lain dalam keluarga beda agama dimungkinkanteijadinyatarik-menarikkekuatan antarkebudayaan yang dilakukan orang tua yang berbeda agama terhadap

' James Beckford dan Thomas S. Kuhn, 1991, The Changing Face ofReligion, London:Sage, hal.11.

^Kedaulatan Rakyat, 24 Januari 2000.^Lihat Parsudi Suparlan, 1982, Pengetahuan Budaya, Ilmu-ilmuSosial dan Pengkajian

Masalah-masalah Agama, Jakarta: Proyek Penelitian Keagamaan Balitbang Depag RI, hal. 70.

Page 3: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

Keluarga Beda Agama dalam Masyarakat Jawa... 69

anak-anaknya. Selain itu keberadaan keluarga beda agama sering menimbulkankontroversidikalanganmasyarakat danseringdilihat hanyadarisisiyuridis-formalnya.

Intipenelitian iniberusaha mengkaj ihubungan kebudayaan (suku danagama)dengan struktur sosial dalam keluarga bedaagama. Adapun fokusnya adalah: (a)ada-tidaknya pengaruh perkawinan bedaagama terhadap kualitas keberagamaan masing-masing pihak; (b)fimgsi kebudayaan-agama dalam pengintegrasian sosial antara suami-isteriyangberbeda agama, baikketikateijadinya perkawinan maupunsetelahsuamiisteri berumah-tangga; (c)proses sosialisasi nilaiterhadap anakyangdilakukafi suami-isteri yangberbedaagama, termasukmengenai ada-tidaknya dominasi antarkebudayaan,dan faktor penyebab teijadinya dominasi

Dalammenjawab masalah tersebutdilakukanpendekatan struktural fiingsional.Adapun asumsinyaadalah hubungan antara sistembudaya (agama) dengan sistem sosial(strukturdalamkeluarga)merupakan hubungantimbal-balik. Agamasebagaisistembudaya mempengaruhi dandipengaruhirealitas.

B. Jinjauan Pustaka1. PenelitianTerdahulu

Institusi keluarga sudah lama menjadi sasaran penelitian. Dalam perspektifflingsionalisme-struktural, penelitian tentangkeluarga difokuskankepada strukturdanfungsinya. Di Indonesia penelitiankeluarga denganpendekatanflmgsionalismetersebutmisalnya penelitian yang dilakukan Hildred Geertz (1985). Geertz menggunakanpendekatanetnografi khusus mengkajikeluarga Jawa dengan memfokuskan kepadastruktur, peran keluarga dan sosialisasinilai tradisi dalam keluarga Jawa.

Untuk penelitian yang memfokuskan perhatian terhadap keluarga beda agamasebenamya sudah ada yang meneliti. Bahr (1982) melakukan penelitian di keluargabeda agama (religious intermarriage) diAmerika,demikianjugadenganNelsen (1990)diAustralia.Keduapeneliti tersebut menyorotiaspek sosialisasinilaikeagamaan dalamkeluarga beda agama dan peran yang dimainkan suami-isteri dalam sosialisasi nilaikeagaamaan tersebut.

Di Indonesiasendirisudahadapenelitiantentangkeluargabedaagama,sepertiyangditelitiolehAini (1997/1998) danA\^ludjeng(1991).Aini melakukanpenelitiandatasekunder(darihasilsensusSUSENAS, 1980)khususDaerahIstimewaYogyakaita tentangkeluaiga yangberagama Islam,KristendanKatolik.Aspekyangdikaji adalahafiliasiagamaanak dalamkeluargabeda agamadanperanmasing-masingsuami-isteri. SementaraituWiludjeng khusus mengkajipelaksanaanjanjiperkawinandari suami-isteriyangkawindengan umatnon-Katolikdanpengaruhnya teihadap proses pengafilisiananak.2. Kebudayaan, Agama, danlnteraksi Sosial

Kebudayaan adalahseperangkat ideataupengetahuan yangdimiliki manusiasebagai makhluk sosial yang secara selektif digunakan untuk memahami dan

Page 4: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

70 Millah Vol. IV,No. 1, Agustus 2004

menginterpretasikan lingkungan yangdihadapi sertadijadikansebagaikriteriadalambersikap, bertindak dan berinteraksi dengan prang lain/

Kebudayaan dapatbersumberdariajaran agama (kebudayaan-agama) dannilai-nilai suku (kebudayaan-suku). Sebuah komunitas suku dan agama dapat memilikikebudayaankhusus yang disebut dengan subkebudayaan, misalnya dalam masyarakatagama (Islam) di Jawa ada subkebudayaan abangan dan santri. Sementara dalammasyarakat suku Jawa ada subkebudayaan Jawa-pesisirdanJawa-pedalaman.

Dalamhal hubunganantarakebudayaan dsag^mstruhursosial, seperti interaksisosial,kegiatansosialisasi nilai,dapatdilakukan melalui berbagai pendekatan, misalnyapendekatanhermeneutik,semiotik,danpendekatanfimgsionalisme-Parsons. Pendekatanfimgsionalisme memandangadanyahubungantimbal-balikantarakeduavariabel tersebuL^

Interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antar individu atau antarkelompoksosialdalam masyarakatDalamkonteks kehidupankeluaiga beraitihubungantimbalbalik antar anggotakeluarga.Bentuk interaksisosialantaranggota keluarga bedasuku-agama dapat bersifatpositifdan negatif. Bersifatpositifjika ada integrasi,bersifatnegatifjika teijadi pertengkaran danbahkan perceraian antara suami dan isteri.

Dalam hal ini integrasisosialberarti penyatuan antara laki-lakidan perempuanyang berbeda agama-suku dalam sebuah perkawinan. Kemudian setelah berada dalamsuatuperkawinan merekamemeliharakeharmonisanrumahtangganya. Keharmonisanmerupakantujuanutama darisetiaporangyangmelakukanpeikawinan. Konflik bukantujuan namun sangatmungkinhanya dipandangsebagaiprosessementara.Persoalannyamengapateijadi integrasi di antaraorangyang berbedaagama.Hal inidapatdijelaskandari teori modemitas yang menyatakan bahwa, masyarakatmoderen cendening bersifattoleran terhadap agamaIain(Nottingham, 1983). Di Indonesia dariketiga varianagamaJawa seperti dikemukakan Clifford Geertz (1989) nampak varian abangan sangatmemperlihatkan ciri-ciri seperti masyarakatmoderenyaituadanyatoleransi beragamayangtinggi (Hildred Geertz, 1985). Sikaptoleransi iniyangdimungkinkan mempengaruhiberkembangnya perkawinan beda agama.

Untuk itu Hildred Geertz^ menemukan kenyataan bahwa, kategori abangandalammasyarakat IslamJawa,memperlihatkan ciri-ciri seperti masyarakat moderenyaituadanya toleransi beragama yangtinggi, sehingga mempengaruhi berkembangnyaperkawinan bedaagama. Sementara Collins (1987), yangmelakukan penelitian padamasyarakatAmerika, menemukan kenyataan bahwa, konflik (perceraian) lebihseringteijadidikalangan keluarga bedaagama dibandingkan dengan keluarga satuagama.

•* LihatSudjangi, 1992, KajianAgamadan Masyarakat, Jakarta: Balitbang DepagRI,hal.84.

^Jeffrey C.AlexanderdanSteven Seidman (eds.), 1990, CultureandSociety, ContemporaryDebates,Cambridge: CambridgeUniversity Press,hal. 3-10.

^HildredGeertz,1985,KeluargaJawa, Jakarta: GrafitiPress,hal.3-4

Page 5: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

Keluarga Beda Agama dalam Masyarakat Jawa... 71

Hal senada dikemukakan oleh Elliott dan Merrill (dalam Khoiruddin, 1997) bahwa,perbedaanagama dalam keluarga merupakansumberkonflik terutama setelahanak-anaklahir dankonflikakan lebihseriuslagijika suami-isteri memiliki kesadaran beragamayangtinggi. Dalamkaitannyadenganpemyataan ElliottdanMerrillini,makaperlumenelitimengenai keberagamaan suami-isteri.3. Keberagamaan

Keberagamaan dapatjuga disamakan denganketerlibatan agamaataukomitmenagama merupakan suatu konsekuensi dari penganutan agama seseorang. Konsepkeberagamaan mengandung beberapa indikator, dan di antara ahli ada perbedaan.Dengan mengacu dan memadukan indikatoryang diberikan oleh beberapa ahli sepertiFukuyamayangdilansirolehDemerath, Glackdan Ringer, LarryBlackwoodyangdikutipAbdullah Fajar, dan Demerath, maka dalam penelitian ini indikator konsepkeberagamaan meliputi; keanggotaan formal dalam organisai agama, kehadiran ataupelaksanaan ritualagama,partisipasi dalamkegiatan keagamaan,danupayamemperolehpengetahuan keagamaan.4. Sosialisasi Nilai dan Peranan

Sosialisasinilai adalah proses peralihan nilai-nilai (agama dan suku) dari seorangatau kelompok kepada orang lain, dari orang tua kepada anak-anak. Ada dua jenissosialiasi nilai kepada anak-anak yaitu sosialisasi primer {primarysocialization), dansosialisasi sekunder {secondary socialization).^Sosialisasi primer berlangsung ketikaanak pertama kali memperoleh identitasnya sebagai pribadi. Pada tahapan ini anaksebagian besar menerima sosialisasi dari orang tua. Adapun sosialisasi sekundermerupakan sosialisasi setelah anak beranjak dewasa, dalam masa ini anak menjadianggota masyarakat yang lebih luas dan menerima nilai-nilai dari masyarakatnya.

Proses sosialisasi dalam keluarga terkandung adanya peranan-peranan yangdimainkan orang tua. Peranan adalah aspek dinamis dari status atau kegiatan yangdilakukanseseorang sesuaidengan statusyangdimilikinya. Bergerdan Luckman(1971)menyatakan bahwa, peranan ditentukan dan dikonstruksikan secara sosial. Artinyaperanan individu atau kelompok ditentukan oleh konsep dasar perilaku atau nilai-nilaiyangdijadikan pedomandalammasyarakat. Dalammasyarakat yangmenganut ideologjpatriarici misalnya, peranan laki-laki dan perempuan umumnya dibedakan (Budiman,1985). Laki-laki dikonstruksi untukberperan di sektorpublik,sedangkan perempuanmengurusi sektor domestik,

Adanyapembagian peran antara laki-lakidan perempuan (suami-isteri)tentuakanberdampak terhadap kuantitas waktu dalam pemberian sosialisasi nilai kepadaanak, sehinggaakan menimbulkan dominasi peranan dari suami atau isteri dalamkeluaiga

' Phillip Robinson, 1989, Beberapa PerspektifSosiologi Pendidikan, Jakarta: RajawaliPress, hal. SO

Page 6: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

72 Millah Vol IV,No. 1, Agusius 2004

Jika teijadidominasiperanandalamprosessosialisasi nilai,makasangatdimimgkinkanteijadi dominasikebudayaan atau subkebudayaandalam keiuarga.khususnya dalamkeluarga beda agama.

Teori tentangperanan tersebutjuga didukungolehtemuanbeberapa penelitian.Bahr (1982) dan Nelson (1990) sama-sama menemukan bahwapengaruh maternalsecarasignifikan lebihbesardankuatdaripadapengaruhpatemaldalamsosialisasi nilai(agama) anak dalam keluarga beda agama. Bahkan Nelsenjuga menemukan bahwa,anakperempuancenderung kuat mengikuti agama ibu dan sebaliknya anak laki-lakicenderung ikut agama bapak. SementaradiIndonesia,Aini (1997/1998) menemukanhal yang senada yaitu pengaruh orang tua dari keluarga beda agama dalam sosialisasinilai agama (afiliasi agama) terhadap anak ditentukan oleh jenis kelamin. Dengan katalain,peranan sosial suami-isteri yang didasarkan atas konsep pembagiankeija secarajenderdalammasyarakatpatriarki, ibu lebihdominandaripada bapak dalam sosialisasinilaiagama.Berdasaikan teoridantemuantentangperanandalamsoalisasi nilai tersebut,Toakadimungkinkanjuga berlakudalam aspekpenerapankewarisan,jikasatudiantaraorang tua tersebut meninggal dunia.

Dalam kaitan ini perlu dipertimbangkan determinasi sosial budaya suami-isteri,misalnya dari segi latar belakang lapisan sosialnya, dan keberagamaan serta tingkatkeketatan ajaran (ortodoksi) agama dalam melihat perkawinan beda agama. Dalamkontekini Wiludjeng (1991) menemukan bahwa pihak (suami-isteri) KatolikdanIslam(yang dianggap lebih ortodokdaripadaKristen) lebih kuat dalammengkatolikkandanmengislamkan anak-anaknya. Kuatnyapengaruhpihak suami-isteriKatolikkarenamereka hams melakukanjanji di dan oleh gereja yang disebut dengan antinuptial-agreement, sebuah perjanjian yang menghamskan mengkatolikkan pasangan dananaknya. Hal ini sejalan dengan temuan Nelsen (1990) bahwa, tingkat ortodoksiajaran agama berhubimgan erat dengan penganutan agama anak dalam keluarga bedaagama.

C. Manfaat PenelitianPenelitian ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan mengenai sosiologi

keluarga. Kajian ini belum banyak dilakukan di Indonesia, khususnya dalam kajianhubungan antammat beragama. Karena ituhasil penelitian ini dapat dijadikan sebagaiacuandalampembinaan danpengembangankebudayaan nasional,khususnyadalampembinaan keluargasejahtera manuju masyarakat madani. Apalagidi tengah-tengahberkembangnya konflikbemuansa agama. Hasilpenelitianinijuga bermanfaatdalammemberikan wawasan dan pemahaman yang baik dalam hubungan antaragama diIndonesia. Dengandemikian hasil penelitian inibermanfeatdalampengambilankebijakandalamhal perkawinandanmodel pembinaan keagamaanpadakeluarga bedaagamapadamasa-masa yang akandatang.

Page 7: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

Keluarga Beda Agama dalam Masyarakat Jawa... 73

D. Metode Penelitian

Penelitianinimenggunakanpendekatanetnografidenganmodel beipikir secaraholistikmaksudnyapenelitianyangbenisahamencari uraianmenyeluruhmengenaigejala-gejala yang berkaitandengankeluarga beda agama. Setiap gejala diperlakukan sebagaiunsur-unsur yang satu dengan lainnya saling teikait. .

Penelitiandilakukandi lokasi yangbanyakteijadi perkawinan beda agama dimasyarakatyang lebihbersifatperkotaan yaitu diKelurahan SinduadiKecamatan MlatiSleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Lokasi penelitian dipusatkanterutamadi Gemawang,Sendowodan Karangjati,danPogung.

Penelitiandilakukandalambeberapatahap.PertamOy penelusurandatamonografidan Kartu Keluarga di Kantor Kecamatan Mlati dan Kantor Kelurahan Sinduadi.SementaradiKantorUtusanAgamaMlatipeneliti memperoleh datatentang tugasmasing-masing, proses administrasi perkawinan, dan kebijakan yang diambil ketika ada calonpasangankawin beda agama.Kedua, pengenalan lingkunganfisik.Ketiga, penelitianlapanganyangsebenamya, termasukpenyebaranangket Ketigatahapan tersebutpertamadilakukan mulai bulan awalJuli sampai akhir September2002.Keempat, penulisanlaporan.

Pengumpulandatadilakukanmelalui wawancaiamendalam, observasi-partisipan,angket, dandokumenten Wawancaramendalamberfimgsi dalamduahalyaitu: (1)sebagaipelengkap atautindak-lanjut dariobservasi partisipan, karenaadadatayangtidakdapatdiperoleh hanyamelalui observasi partisipanatauuntukmempeijelas datayangsudahdiperolehmelalui angket, misalnyadatatentangmengapa suami-isteri melakukan tindakansosialtertentu,atauhukumkewarisanyang akanditerapkan(2)wawancaramendalammandiri/utama, misalnyafaktor-faktorpenyebab integrasisosial-budaya. Observasipartisipandilakukan antara lainlintukmengetahui proses sosialisasi nilaidalam keluarga.Sementaraangketdigunakanuntukmengungkap datatentangkeberagamaan danhukumkewarisan yang akan ditetapkan. Informan yang diwaw^carai selain informan kunciyang berbedaagamadansuami-isteri yang berbedaagama,juga pejabat pemerintahtingkatdusun, kelurahan dankecamatan, termasuk pejabatKantorUrusanAgama.Pengamatan dilakukan pada banyak peristiwa dantempatseperti empat keluarga bedaagama, dan kondisigeografis.

Analisis data dilakukan, seperti dikemukakan Bogdan, dalam duatahap yaituketika didalamproses penelitiandilapangan dan analisis setelah penelitian dilapangan.^Pertama, analisis ketika di lapangan meliputi berbagai langkah, pertama datayangdiperoleh ditulis dalam catatansakuyang kemudianditulisulang kedalambukucatatan

®Noeng Muhadjir, 1989, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasinhal.171

Page 8: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

74 Millah Vol. IV,No. 1, Agustus 2004

deskripsi dan refleksi: Data yang ditulis dalam catatan deskripsidan refleksi dianalisissecara induktif. Tujuannya untuk menemukan simpul-simpul sementara. Kemudiandikembangkan pertanyaan atau hipotesis bam, selanjutnyamengadakanpenelitian lagiuntuk memperolehjawaban dan perluasan data dan setemsnya (prinsip snow-ball).Kedua,analisissetelahdi lapangandilakukandenganmengkategori, menemukankonseplokal dan menghubungkan antarkonsep, sehinggaditemukanprofil budaya masyarakatataukeluargabeda agama setempat.

E. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1.Keberagamaan dan Penerapan Hukum Kewarisana. Keberagamaan Suami-Isteri

Sesudah perkawinan tingkat keberagamaan suami-isteri dari keluarga bedaagamabanyakyangteigolong cukup/sedang danrendah (masing-masing 38%),walaupunbegitu ada seperempat dari mereka yang tergolong tinggi. Sementara sebelum merekakawindenganpasangannyamasing-masingyangberbedaagama, lebihdariseparuh (56%)dari mereka tergolong tinggi keberagamaannya, dan hanya sedikit yang memilikikeberagamaan rendah.

Kalau dibandingkan tingkat keberagamaan sebelum dan sesudah perkawinanmenunjukkan sebagai berikut: setelah perkawinan berlangsung ada kecenderungankeberagamaan suami atau isteri mengalami penurunan tingkat keberagamaannya, dansebaliknyasemakinbanyakdi antaramerekayang memiliki keberagamaan rendah.

Perubahan tingkat keberagamaan tersebut mayoritas terdapat pada pemelukKatolik/Kristen, baik dari kalangan suami maupun isteri.Adapun padapenganut Islamhanya terdapat pada isteri. Seperti pada kasus suami Katolik/Kristen, isteri Katolik/Kristenjugabanyakmengalamipembahan tingkatkeberagamaan. Merekayangteimasukkategori tinggi semakin sedikitdan yang termasukkategori sedang semakin banyak.Sementara pada isteri Islam mereka yang termasuk tinggi juga semakin sedikit dansebaliknya yang termasukkategori rendah semakin banyak.

b. PenerapanHukumKewarisanWalaupunhukumkewarisanbaruakanberlakujikaorang sudahmeninggal dunia,

namun jawaban subyek pada saat sekarang terhadap persoalan ini menunjukkankecenderungan atausikapyangakandiambilolehmerekanantinya. Sikapyangdiambiloleh mereka tersebut menggambarkanjugasejauhmana dominasikebudayaan tertentumempengaruhimereka.

Mayoritas subyekakanmenerapkan hukum kewarisan adat, baikdarikalangansuami-isteri Islammaupunsuami-isteri Katolik/Kristen. Padaintinyamerekaberalasanhukumadatdianggap lebihsesuaidanpatutdihormati. Dengankatalain,kebudayaansuku, khususnyadibidang kewarisan, lebihdominan dibandingkan dengan kebudayaan aagama.

Page 9: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

Keluarga Beda Agama dalam Masyarakat Jawa... 75

2. Perkawinan BedaAgama dan Harmonisasi Keluargaa. Faktor-FaktorTeijadinya Perkawinan BedaAgama

Walaupunbanyakagama tidak membolehkan umatnya kawin dengan orang yangberbeda agama, namun dalam realitas, khususnya di Sinduadi, masih banyak teijadiperkawinan beda agama. Hal ini teijadi karena beberapa faktor yaitu: (1) teijadinyaproses kontraksi dari keluarga luas ke keluarga inti, (2) dominasi subbudaya abangandalam masyarakat, (3) perubahan prinsip-prinsip dalam pranata perkawinan.

Pertama, perubahan struktur keluarga yang teijadi dalam masyarakat teijadipula pada keluaigabeda agama.Perubahanstrukturituberupa proses kontraksikeluargayaitu prosesperubahan darikeluarga luasmenjadikeluarga inti (batih).Proses kontraksikeluaiga inimemunculkanotonomidan liberalisasikeluaiga intiyang lebihkuatAdanyaotonomimenunjukkan tingkatkemandiriankeluargaintiyang tinggi.Otonomiinidiiringidengan teijadinya liberalisasi dari (anggota) keluarga inti.Anggota keluarga inti lebihmempunyai kebebasandalam memutuskansemua halyang bericaitan dengan persoalanintemal keluarga.

Semakin kuatnyaotonomidanmunculnya liberalisasi keluaigaintiakibatproseskontraksi keluarga dapatmenjadi penyebab teijadinya perkawinan bedaagama. Sebabdari faktor-faktor tersebutmengindikasikanjuga adanyakontrol sosial yang melemahdari kerabat luas terhadap(anggota)keluarga inti.Hal ini pada akhimya memberikankeleluasaanbagi(anggota) keluarga inti menentukanpasanganperkawinantanpateipakudengan nilai-nilai yangmenjadi anutankerabat luas, terutamanilai-nilai keberagamaan.

Kedua, fenomena perkawinan beda agama ini terutama dapat dilihat daripandangah keagamaan suami isteri yang berbeda agama. Pada intinya merekamemandang semuaagamaitubaikdansekedarsebagaialtematifpilihan.Merekaselalumemadukan nilai-nilaikeagamaandan lokaldenganmengalahkannilai keagamaan(sinkritdsisme). Pandangan inipadaakhimya melahiikan sikaptoleran danpadagilirannyatidakmemberi ruanggerakbagisimbol-simbol keagamaan imtukbeiperan. Sebaliknyasimbol-simbol keagamaan dimanipulasi untukkepentinganpribadi, sehinggaperbedaanagama bukan menjadi penghalang bagibersatunya individu yangberbedaagamadalamikatan perkawinan. Kecenderungan inisekaligus mengandaikan bahwakebudayaan(agama) tidakselalumenjadipenghalangsebagaipengintegrsi sosial,justru,karenaadanyasubkebudayaanabangan yang bersifat sinkritik.

Gejala inilebih mempertegas dan mendukung temuan Hildred Geertz (1985)hampirsetengah abadyanglalu,yangdilakukan di Mojokuto, danteorimodemitasseperti dikemukakan Nottingham (1983). Teori modemitas menyatakan bahwa setiapmasyarakat moderen cendenmg bersifat toleran terhadap agamalain. SementaraHildredGeertzmenemukan bahwadari tiga aliran agamaJawa yaitu santri, abangan, danpriyayiseperti dikemukakan CliffordGeertz, kategori abangan memperlihatkanciri-ciri sepertimasyarakat modem yaitu adanya toleransi beragama yang tinggi. Sikap toleransi ini

Page 10: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

76 Millah Vol. IV,No. 1, Agustus 2004

akhimyamempengaruhi berkembangnyaperkawinan bedaagama,karenadalamsetiaphubungan sosial antarindividu tidak membeda-bedakan agama yang dipeluk olehseseorang.

Ketiga, pembahanbudayaJawa,khususnya dalampranataperkawinan, misalnyaprinsip gudel nyusu kebo yang telah berubah menjadi kebo nyusu gudel (orang tuamengikuti kemauan anak). Prinsip ini menunjukkan kemandirian dan kebebasan anakdalam menentukanjodohnya.

b. Harmonisasi KeluargaFaktor-faktorpenyebabnyaterusberlangsungnyakeluargabeda agamameliputi

(1) dominasi sub budaya abangan, (2) gejala sekularisme, (3) formalisme agama, (4)pola hubungan tenggang rasa, dan (5) faktor anak.

Pertama, sebagaimana diulas sebelumnya bahwa pandangan keagamaansubgolongan abanganyangbersifat sinkritiktelahmelahiikan sikapdanperilaku toleransiterhadap orang yang berbeda agama. Agama juga hanya menjadi salah satu alternatifjMihandarisekianpilihan. Simbol-simbolagamayangberbedabukanmenjadi penghalangbagi bersatunya individu yang berbeda agama. Akibatnya bukan saja dapatmenumbuhsuburkan perkawinan beda agama, namun lebihjauh menjadikan keluargabeda agama terus mampu memelihara keutuhan rumah- tangganya. Simbol-simbolkeagamaanyangberbeda,yangtelahtermanipulasi, justrumenjadifaktorpengintegrasikeberlangsungankeluargabedaagama dansebaliknyamenyebabkanhampir tidakpemahteijadi perceraian di kalangan mereka.

Tidak adanya perceraian di kalangan keluarga beda agama sangat berbedadengan kecenderungan yang ada diAmerika Serikat seperti dikemukakan beberapapeneliti.Collins (1987) mencatatbahwaperceraiandi kalangankeluargabeda agama(religious intermarriage) lebihseringteijadidibandingkandengankeluargayang satuagama. Elliot dan Merrill (dalam Khairuddin, 1997)menjelaskanyang senada yaituperbedaan agamadalamkeluargamenyebabkan seringnya konflikinternal, terutamasetelahanaklahir. Konflikakan lebihseriuslagijika suami-isteri memilikiketaatanagamayangtinggi.

Kedua, tesisElliot dan Merrillyangmenyatakankonflikakan lebihtajamjikasuami-isteri yangberbedaagamamemilikiketaatanberagamaperludikritisi.Sebabdalam beberapa kasus temyataketaatan agama yamg tinggi belum tentuberpengaruhkepadamunculnyakonflikdiantarasuami-isteri tersebut, masihada faktor lainyangperludipertimbangkan yaitu mengenai pandangan keagamaan masyarakatpandangandanperilakuyang sekularistikdari suami atau isteri, khususnyadalampersoalanhubungan ritualagama(keberagamaan) dengan aspeksosial. Merekamemisahkanantara aspekritual keagamaandenganaspeksosial.Akibatnyawalaupuntingkatkeberagamaan mereka tinggi dan sedang namun tidak mempengaruhi terhadap aspeksosial mereka.

Page 11: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

Keluarga Beda Agama dalam Masyarakat Jawa... 77

Ketiga, kalau perilaku sekularisfne berusaha mensubordinasi agama dalammenghadapipersoalansosial,khususnyahubimgansosialantarasuami-isteri, makadalamformalisme agamasebaliknya.Agama dijadikansumberacuandalammelakukantindakansosial,khususnya dalam memelihara hubungan yang baik dan mencegah konflik mmahtangga, terutamauntuktidakteijadinyaperceraian.

Keempat dan kelima, pola hubungan yang didasarkan atas tenggang-rasa diantara suami-isteri.Suatuhubungan yang penuh kasih-sayangdan selalu mencegah danmemperkecil teijadinya perselisihan, sehingga perbedaan sistem sosial budaya-agamatidak menjadi permasalahan. Hal ini terkait dengan kehidupan rumah tangga yangberorientasi kepada kepentingan anak-anak.3. SosialisasiNilaiAgama

a. Pembinaan AgamaAnakBagi orang tua di kalangan masyarakat Jawa, khususnya dari keluarga beda

agama,agamabagianak-anakyangbelumdewasamasihdianggap bersifattentatifatausementara,karenapenganutanagamayang sesungguhnyaadalahketika mereka sudahmenginjakdewasa. Batasan kedewasaaninisetidak-tidaknyapadausiaSMA.Walaupunbegitu kebanyakananakakan tetap memilihagamayangsudahdianutnyaketika masatentatif. Ada duapolapembinaanyang diambilolehorangtua:

Pertama, kebanyakanorang tua dalamkeluargabeda agamakurang bahkanhampirtidakmemberikanpembinaankeagamaan secara langsung kepada anak-anaknyamisalnyapengajarando'aharian sepertidoa makan,do'a sholat,pembiasaanmembacaal-Qur'andanal-Kitab dirumah ataupunmelalui pengadaansuasana rumah yangreligiusseperti melalui pemberian simbol-simbol keagamaan berupa tulisan, salibataukaligrafiayatal-Qur'an.Anakdiberikankebebasanmemilihagamanyasendiri.

Kedua, orang tua mengarahkan dan membina agama anaknya. Dalam hal imadaduabentuk: (1).Orang tuamemberi pengertian tentang agamayangdianutmasing-masing suami-isteri, namun anaktidakdipaksa untukmengikuti agamatertentu, pilihan(akhir) diserahkankepada anak-anak.Dalamkasus ini kebanyakanprang tua tidakmemberikan pembinaan keagamaan secaralangsung di rumah, adajuga yanghanyamemberikan motivasi untukmemperoleh pengetahuan keagamaan melalui lembagakeagamaan seperti remaja masjid. (2).Orangtuamemberi pengertian tentang agamayang dianutnyamasing-masing, namunsejakawal anaksudah ditentukanafiliasi agamanyaolehorang tuanya. Haliniteijadi karena adanyapeijanjian antara suami (Islam) danisteri (Katolik)sebelum merekamempunyai anak. Anaksejak dini sudahdibina dengannilai-nilai agama Katolik, baiksecaralangsung didalam rumah maupun di luarrumah.Data tersebut menunjukkan bahwa, kebanyakan orang tua kurang atau bahkan hampirtidak memberikan perhatian terhadap pembinaan agama anak-anaknya. Rendahnyapembinaankeagamaanyang dilakukanorangtuaberpengaruhterhadaprendahnyakualitasagama anak-anaknya.

Page 12: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

78 Millah Vol. IV,No. I, Agustus 2004

' "Temuaninisekaligusinenunjukkanbahwa,perananorangtuaaBangahdarikeluargabeda agamadalamhal sosialisasi agama,khususnyapembinaanagama,tidakbersifatprimer. Hal iniberbedadenganperananyangdimainkanmerekadalamsosialisasikejawen (budaya Jawa) seperti juga ditemukan Hildred Geertz (1985).

Memang ada anak dari keluarga beda agama yang memiliki kualitas agama yangbaik, namun umumnya mereka berasal dari suami atau isteri yang masuk kategori taatdan atau adanyapengaruh kerabat atau lingkungansosialseperti masjid, sekolah agamadan kelompok pengajian.Kerabat dan atau lingkungansosial secara sendiri-sendiriataubersama-sama ikut berperan dalam pembinaan agama anak dari keluarga beda agama.Peranan lingkungan sosial memang tidak dapat dipisahkan dengan prakarsa atau sikappasif orang tua. Kalau ada prakarsa dan dorongan orang tua, terutama dari orang tuayangsantri (tradisional). Lingkunigan sosial lebihkuatlagiperandalam pembinaan anakjika anak berasal dari orang tua agama-penuturan.

b. Proses AfiliasiAgamaAnakAda dua hal yang penting dicatat dalam afiliasi agama anak ini. Pertama, ibu

lebih besar perannya dibandingkan dengan ayah dalam afiliasi agama anak. Rasioperbandinganpengaruh paternal dengan matemalhanyamencapai 1:1,06. Pengaruhayah dan ibu terhadapanak laki-laki dan anak perempuanmasing-masing 1:1,25 dan 1: 1.Hal ini berarti pengaruh maternal lebih kuat daripada pengaruh paternal, terutamaterhadap anak laki-laki.

Kedua, kalau dibandingkan pengaruh ibu dan ayah terhadap anaknya yangberbedajenis kelamin menunjukkan bahwa, anak laki-laki justru cenderung kuat ikutagama ibu, sedangkan untuk anak perempuan tidak selalu ikut agama ayah, anakperempuansama-samakuat ikutagama ibudanayah,walaupunbegituselisihpersentaseanak laki-laki masih lebih besar daripada anak perempuan yang berada dibawah anakperempuan yang ikutagama ibu.

Kecenderunganpertama tidakjauh berbedadengantemuan penelitiandi Indonesiamaiq^undiluarIndonesia.PenelitianAini(1997) diIndonesiamenemukanrasiopeibandinganpengaruhpaternaldanmaternalterhadapafiliasi agamaanak 1:1,7. SedangkanNelson(1990)diAustraliamenemukanperbandinganyanglebihbesar lagiyaitu 1:2.

Kecenderungan pertama ini nampaknyarelevan dengan teori peranan sosialbudaya. Dalam masyarakat yang masih didominasibudaya patriarki, peranan laki-lakidibedakan, isterimengurusbidangreproduktiftermasukpengasuhananak, sedangkanayah lebih mengurus sektor produktifdan sosial.Hal ini akan beipengaruh terhadapkualitasdankuantitasdalammengurusanak-anak, sehinggaanak-anaknya dimungkinkanlebih dekat dengan ibu, baik laki-laki maupun anakperempuan. Pada akhimya anakakanmengikuti perilakusosialdannilaibudayayangdianutolehibu.

Kecenderungankeduaagakberbeda dengan temuanbeberapapenelitian. Nelsonmenemukankenyataan bahwa, anaklaki-laki cenderung kuatikutagama ayah, sebaliknya

Page 13: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

Keluarga Beda Agama dalam Masyarakat Jawa... 79

anakperempuan cenderungkuatikutagamaibu.HalyangsamaditemukanLandis(1949)diAmerikadanAini.Kecendemngan keduaini sekaligusmemberikan koreksiterfiadapteori psikodinamika. Teori ini menyatakan bahwa setiap anak melakukan prosesidentifikasi diridalamstruktur sosial-budayayangmenjadidayapaksabaginya. Kemudiansejalandenganberkembangnyakesadaranakanjenis kelaminyang dimilikinya,makaproses identifikasisiMdirinyadidasadcanpada kesadarankesamaanseksedengan orangtuanya. Karena itu dalam konteks penganutan agama anak laki-laki akan cenderungkuatikutagamaayahnya, sebaliknya anakperempuan cenderungkuatikutagamaibunyaAd^un dalampenelitian ini,meskipunanakmengidentifikasiperilakusosial-budaya orangtuanya,termasukdalampenganutanagama,namunidentifikasi itutidakselaluberdasarkankesamaan sekte antara anak dan orang tuanya. Artinya anak laki-laki tidak selalucenderung ikut agama ayahnya,namunjustru lebihkuat ikut agama ibu.4. Aspek Keberagamaan dan Sosial

Ada dua hal yang penting dicatat dalam melihat hubungan antara aspek sosial(upayaharmonisasi keluarga,penerapanhukum kewarisan dan sosialisasinilai) dengankeberagamaan suami-isteri yang berbeda agama.

Pertama, walaupun tingkat keberagamaan suami-isteri tinggi dan sedang, disisi lain mereka tetap harmonis. Fenomena ini bisa teijadi karena berkembangnya sifatsekularistiksuami-isteri dalamkeluarga beda agama tersebut.Agama hanyadianggapmencakupurusanpribadi antara individudenganTuhannya.

Kedua, hal yang samajuga terjadi pada sosialisasi nilai dalam keluarga danpenerapan hukum kewarisan. Pada kedua bidang ini menunjukkan faktor kualitaskeberagamaan yang dimiliki suami-isteri tidak berpengaruh pada aktivitas sosialisasinilai danpenerapan hukum kewarisan.Dalam kedua bidang ini suami-isterijustru lebihbanyak dipengaruhi kebudayaan tradisidibandingkan dengan kebudayaan agama.

F. PenutupHasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertamay tingkat

keberagamaan suami-isteri cukup banyak yang tinggi, dan cukupan, terutama sebelummerekakawin,namuntidakmempunyai pengaruhpada aspeksosialsepertidisintegrasidalamkeluarga,peran suami-isteridalamsosialisasi nilai, dan penerapan kewarisan.Tingkatkeberagamaansuami-isterimengalamipenunmansetelahpeikawinanberlangsung.

Kedua, agama, sebagai sistembudaya, dapat beflmgsisebagai pengintegrasisosialantarasuami-isteri yangberbedaagama karenaadanyanilai-nilai modemitasdarisubbudayaabangan yang bersifatsinkritikdan subbudayasantriyang sekularistik,sehingga berkembangsikaptoleranterhadappenganutagamaIain.

Ketiga, kebudayaan agama berperan sedikit dalam sosialisasi nilai-nilai dankewarisan daripada kebudayaan sukujustrukarena adanya subbudayaabangaan yangbersifatsinkritikdan subbudayasantri yang sekularistik, sehingga berkembang toleransi.

Page 14: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

80 Millah Vol. IV.No. I. Agustus 2004 •

V Pada dataranpraksispembangunan di bidangkeagamaan, pemerintahdan ataulembaga sosialkemasyarakatanperlumemberi perhatiaridalam meningkatkan kualitaskeberagamaansuami-isteri darikeluargabedaagama,termasukterhadapanak-anakmereka. Di sisilainkepada keluarga bedaagamatersebutperlulebihditingkatkan nilai-nilaitoleransi yangsudahada, dansekaligus mengurangi sikap sekularistikdansinkritikdalam memahami agama. Untuklingkup keluargadanmasyarakatyang lebih luas, denganmengambil hikmahdarikondisi keluarga bedaagamaini,makanilai-nilai toleransi dankeberagamaan, yang tinggi yang tidak bersikap sekularistik-sinkritik, harusditumbuhkembangkan secara simultan, sehinggaproses integrasi dalam masyarakat dapat.berlangsung terus, tanpaharusmembonsai keberagamaan penganut agama. Sebabtoleransiterhadappenganutagamalain merupakanbagiandaripengakuanterhadappluralismeyang dihormati setiap agama dan sekaligusmenjadipersyaratanmutlaktumbuh-kembangnyamasyarakatmadani. Hanya denganpolasepeiti, maka agama sebagai sistembudayaakanmenampilkan sosoknya sebagaipengintegrasi sosial, bukan sebagai pemecahbelah.

Darihasil penelitian ini sebenamya masih banyakhal yang perlu ditindaklanjutiuntukditeliti, misalnya latarbelakangsuku, ataufokus penelitian ataujugaperluasansubyek dari perbedaan agama kekeluarga yang berbeda agama sekaligus suku.

Page 15: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

Keluarga Beda Agama dalam Masyarakat Jawa... 81

DAFTAR PUSTAKA

Aini,Noryamin, l997l\99SjAfiliasiAgamaAnakdanKeluatgaPemikahanBerbedaAgama, Jakarta: IAIN SyarifHidayatullah.

Alexander, Jeffrey C. & Steven Seidman (eds.), 1990, Culture and Society,ContemporaryDebates, CdJxAm^gQ: University Press.

Bahr,HM, 1982,"ReligiousIntermariageand DivorceinUtah and theMountainStates,"dalam Journalfor the Scientific Study ofReligion. Vol. 20.

Beckford, James & Thomas S. Kuhn, 1991, The ChangingFace ofReligion, London:Sage.

Berger, Peter dan Luckman, 1990, TafsirSosialAtas Kenyataan. Terjemahan HasanBasari, Jakarta: LP3ES.

Budiman, Arif, 1985, Pembagian Kerja Secara Seksual Sebuah PembahasanSosiologis tentangPeran Wanitadalam Masyarakat, Jakarta: Gramedia.

Collins, Randall, 1987, Sociology ofMarriage and the Family, Gender Love andProperty, Chicago: Nelson-Hall.

Geertz, Clifford, \9^9,Abangan, Santri,Priyayidalam Masyarakat Jawa, TeijemahanAswab Mahasin, Jakarta: Pustaka Jaya.

Geertz, Hildred, 1985,KeluargaJawa, TeijemahanGrafiti Pers, Jakarta: GrafitiPers.

Hariyono, P., 1994,Kultur Cina dan Jawa, Jakarta: Sinar Harapan.

Ibrahim,Anwar, 1996, TheAsianRenaissance, Singapore-KualaLumpur: HmesBooksIntemational.

Khaimddin, \991,SosiologiKeluarga, Yogyakarta: Liberty.

Muhadjir, Noeng, 1989, MetodologiPenelitianKualitatif Yogyakarta: RakeSarasin.

Nelson, 1990, "SecularazationinAustraliaBetween1966and 1985;AResearchNote"dalsmAustralianandNewZealandJournal ofSociology, vol.23.

Page 16: KELUARGABEDA AGAMA DALAMMASYARAKAT lAWA …

82 Millah Vol. IV,No. 1, Agustus 2004

Nottingham, Elizabeth, 1993, Agama dan Masxyarakaty Terjemahan Abdul MuisNaharong, Jakarta: Rajawali.

Robinson, Philip, 1989,BeberapaPerspektifSosiologiPendidikan, Jakarta: Rajawali.

Saadah H, Sri. Hartati, 1991, DampakPerkawinan Campuran terhadap TatakramaDaerah BalUJakarta: Depdiknas.

Sudjangi (peny.), 1992, Kajian Agama dan Masyarakat, Jakarta: Balitbang DepagRI.

Suparlan, Parsudi, 1982, Pengetahuan Budaya, Ilmu-ilmu Sosial dan PengkajianMasalah-masalahAgama, Jakarta: Proyek Penelitian Keagamaan BalitbangDepag RI.

Tibi, Bassam, 1991,Islam andthe CulturalAccomodation ofSocial Change, Boulder:WestviewPress.

Wiludjeng, JHM, 1991, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan JanjiPerkawinan Campur di KeuskupanAgungJakarta, Jakarta: Pusat PenelitianUAJ.