Upload
tenialfitri
View
50
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mhbhj hbjb jhkj
Citation preview
KETERLAMBATAN MOTORIK
Perkembangan motorik : awal dari kecerdasan dan emosi sosial anak.
Gunarsa (1985) perkembangan motorik merupakan bertambah matangnya perkembangan otak yang mengatur sistem saraf otak(neoromuskular), memungkinkan anak-anak lebih lincah dan aktif bergerak.
Beberapa prinsip dasar perkembangan motorik anak :
Proses perkembangan berlangsung secara berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya meskipun kecepatannya bervariasi dari anak ke anak.Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otaklah yang mengatur setiap gerakan yang dilakukan oleh anak, semakin matangnyaperkembangan sistem saraf otak yang mengatur otot memungkinkanberkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak.
Gangguan perkembangan motorik : 23,5 -27,5%) / 5 juta anak mengalami gangguan(UNICEF, 2005).
Dipicu oleh kurangnya deteksi dini dan kurangnya stimulasi yang diberikan untuk mendukung perkembangan motorik halus.
Gejala-gejala yang sering dikeluhkan orang tua dalam perkembangan motorik anak :
Motorik halus : tidak dapat membuat garis lurus, tidak dapat menulis nama, tidak dapat menggambar suatu bentuk, tidak benar dalam memegang pensil, belum dapat makan menggunakan sendok / makan masih berantakan. Motorik kasar : canggung, berjalan aneh, belum dapat naik sepeda, sering terjatuh, pincang, kurang keseimbangan, tidak menyukai sepak bola.Solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguanperkembangan motorik halus pada anak usia toddleryaitu dengan melakukan deteksi dini tumbuh kembang anak, skrining, dan orang tua memberikan stimulasi lebih awal untuk merangsang kemampuan motorik halus anak.
Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Keterlambatan Perkembangan Motor
FAMILIAL
PENYAKIT NEUROMUSKULAR
NGESOT
BUTA
GIZI
KEPRIBADIAN
MENTAL SUBNORMAL
LINGKUNGAN
PALSI SEREBRAL
TIDAK DIKETAHUI
KELAINAN TONUS OTOT
*
CEREBRAL PALSY
Cerebral palsyadalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.
ETIOLOGI
1)Pranatal :
a) Malformasi kongenital.
b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
c) Radiasi.
d) Toksemia gravidarum.
e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal).
2)Natal :
a) Anoksia/hipoksia.
b) Perdarahan intra kranial.
c) Trauma lahir.
d) Prematuritas.
3)Postnatal :
a) Trauma kapitis.
b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.
c)Kern icterus.
GAMBARAN KLINIK
tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1) Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
2) Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
3) Ataksia
Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
4) Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
5) Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengancerebral palsyterutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia.
Cerebral palsyyang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter.
Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
6) Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
7) Problem emosional terutama pada saat remaja.
KLASIFIKASI
ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan derajat kemampuan fungsionil.
Berdasarkan gejala klinis maka pembagiancerebral palsy adalah sebagai berikut:
1)Tipe spastis atau piramidal.
Merupakan bentuk cerebral palsy terbanyak (70-80%).
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah :
a) Hipertoni (fenomena pisau lipat).
b) Hiperrefleksi yang disertai klonus.
c) Kecenderungan timbul kontraktur.
d) Refleks patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut:
a. Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi yang sama.
b. Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat.
c. Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak atas sedikit lebih berat.
d. Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e. Triplegi apabila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua lengan dan satu kaki, biasanya merupakan varian dari kuadriplegi.
2) tipe atetoid / diskinetik
Tipe ini terjadi pada 10-20% penderita cerebral palsy.
Bentuk ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stres dan hilang pada saat tidur.
3) tipe ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan; kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju obyek yang dikehendaki.
Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita serebral palsy.
3) Tipe campuran
Gejala-gejalanya merupakan campuran gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai gerakan khorea.
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional:
1) Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2) Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik.
3) Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan sosial-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungannya.
PATOGENESIS
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tubeyaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sel berdiferensiasi dari daerah periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam korteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sel berdiferensiasi dari zone germinalmenuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sel neuron, dan pembentukan selubung mielin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan. Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventrikuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim. Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinyacerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena gejala dapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan motorik yang terlambat; hampir semuacerebral palsymelalui fase hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya : foto polos kepala, pemeriksaan pungsi lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada penderita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau CTScan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadapcerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongancerebral palsyberdasarkan derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang dan berat.
Tujuan terapi : membantu pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan pendidikan penderita sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain dan diharapkan penderita bisa mandiri.
s
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada gejala dan tipecerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia 20-25% pasien dengancerebral palsymampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35% dari semua pasiencerebral palsydengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.
Cerebral Palsy dan Pengobatan Sel Induk (Stem Sel)
Sekarang, pasien dengan cerebral palsy memiliki kesempatan lebih besar untuk hidup normal dengan bantuan terapi sel induk.
Stem sel (sel induk/sel puncak)
Sel yang tidak/belum terspesialisasi
berpotensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik
membentuk berbagai jaringan tubuh
- kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri
Pengobatan ini dilakukan dengan menginjeksikan sel induk ke dalam cairan sumsum tulang belakang pasien. Setelah beberapa kali pengobatan, pasien menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Hal ini sedang dikembangkan di rumah sakit di China, Amerika Serikat, dan Mexico.
Penelitian invitro telah menunjukkan sel-sel induk tali pusar dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel saraf. Dalam model hewan, penelitian telah menunjukkan bukti yang meyakinkan bahwa stem sel darah tali pusar disuntikkan intravena bermigrasi ke otak (melewati penghalang darah-otak) dan meningkatkan fungsi neurologis dan mempromosikan penyembuhan.
Hasil dari studi tersebut menyebabkan banyak peneliti yang menunjukkan bahwa infus sel induk darah tali pusat dapat mengurangi kerusakan pada jaringan otak, mengurangi kejang otot dan memperbaiki masalah kiprah dan mobilitas yang terkait pada manusia.
Dr Joanne Kurtzberg, seorang profesor pediatri dan patologi dan direktur hematologi pediatric Duke dan Program Transplantasi Sumsum, menanamkan sel induk darah tali pusar anak sendiri kembali ke dalam tubuh untuk memfasilitasi perbaikan jaringan otak yang rusak oleh hipoksia perinatal (kekurangan oksigen). Untuk saat ini, lebih dari 20 anak telah menjalani pengobatan ini dengan hasil yang sangat baik.
Developmental Coordination Disorder (DCD)
Walaupun kondisi ini pertama kali dikenal awal tahun 1990-an, namun kewaspadaan mengenai keadaan ini baru meningkat akhir-akhir ini berdasarkan bukti bahwa prevalensnya sekitar 5% dari anak sekolah usia primer.
American Phychiatric Association / APA pada tahun 1994 dan WHO
mengklasifikasikan sindrom keterampilan pergerakan yang berbeda ini
sebagai gangguan koordinasi perkembangan (developmental
coordination disorder, DCD). Dalam konsensus internasional yang
ditujukan untuk mendiskusikan berbagai label yang berbeda ini,
akhirnya definisi DCD diterima oleh para peneliti dan
klinisi.
Jadi, istilah DCD baru umum dikenal setelah publikasi dari
Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder 4th Edition (DSM
IV) pada tahun 1994, yang mana menurut kriteria DSM IV tersebut,
DCD didefinisikan sebagai kondisi di mana seorang anak memiliki
koordinasi motorik buruk yang mengganggu pencapaian akademis atau
aktivitas sehari-harinya, namun memiliki IQ yang normal dan tidak
memiliki kondisi medis umum atau gangguan perkembangan pervasif
lainnya.
Ciri utamanya adalah gangguan perkembangan motorik, terutama motorik halus. Sebenarnya gangguan ini mengenai motorik kasar dan motorik halus, tetapi yang sangat berpengaruh pada fungsi belajar adalah fungsi motorik halusnya.
Manifestasinya berupa perkembangan motorik anak sejak bayi hingga usia tertentu terlambat, misalnya duduk, tengkurap, merangkak, berlari. Kemampuan olahraga anak juga kurang. Anak lebih sulit mengatur keseimbangan setelah melakukan gerakan dan keseimbangan saat berdiri.
Prevalensi
5% dari populasi
perbandingan laki-laki dan perempuan 4 : 1.
Etiologi
gabungan antara faktor genetik dan lingkungan (multifaktorial).
Developmental Coordination bukan merupakan suatu penyakit, namun
lebih kepada sekumpulan gejala yang secara bersama-sama dapat
menegakkan diagnosis. Faktor risiko lain yang diketahui misalnya
usia gestasional yang kurang dan berat lahir rendah.
Kriteria diagnostic DCD
menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
(DSM-IV).
Adanya gangguan yang jelas pada perkembangan koodinasi motorik.
kriteria BDiagnosis dibuat hanya bila gangguan ini secara signifikan mengganggu pencapaian akademik atau kegiatan sehari-hari.
kriteria CDiagnosis DCD ditegakkan bila kesulitan koordinasi tersebut bukan karena kondisi medis keseluruhan (seperti palsi selebral, hemiplegi atau distrofi otot) dan tidak memenuhi kriteria gangguan perkembangan pervasif.
kriteria DJika retardasi mental ditemukan, kesulitan motorik didapati
berlebihan pada mereka yang berhubungan dengan hal ini.
Gambaran Kunci DCD
pada umumnya terlambat mencapai tolak ukur perkembangan (developmental milestone), misalnya duduk, berjalan dan berbicara.
Karakteristik fisiksaat masih bayi, lebih memilih tengkurap dibanding berbaring
karena tonus otot yang rendah. Tonus yang lebih rendah ini
mengakibatkan kesulitan untuk duduk tegak di kursi atau duduk
dengan nyaman di lantai saat mendengarkan cerita. Anak terlihat
mudah terusik karena ia lebih berkonsentrasi pada mempertahankan
keseimbangan dibanding mendengarkan pelajaran. Selanjutnya, anak
akan berdiri dalam posisi punggung melengkung (curved spine) untuk
mendapatkan stabilitas yang lebih baik sehingga akan mengakibatkan
masalah punggung sekunder pada masa dewasa.
Beberapa anak menunjukkan fleksibilitas sendi yang berlebih dan lebih memilih duduk dengan posisi W saat menonton televisi. Instabilitas dari pinggul dan bahu mereka menyebabkan kesulitan koordinasi.
Keseimbangan dan koordinasikesulitan dalam menjaga keseimbangan dan koordinasi saat berlari, melompat, menendang bola, dan berdiri dengan satu kaki.
Integrasi bilateralanak mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan kedua sisi tubuhnya. Kesulitan dalam menggunakan alat makan, tulisan atau berpakaian. Mengendarai sepeda mungkin lebih sulit karena mengintegrasikan gerakan mengayuh pedal dan mempertahankan keseimbangan. Hal ini lebih terlihat saat permukaannya bervariasi, seperti di atas rumput.
kesulitan memegang dan memanipulasi obyek yang kecil, mengancing pakaian, memegang dan menggunakan pensil atau gunting. Anak akan mengubah posturnya untuk memperoleh keseimbangan dan kontrol tubuh untuk melakukan keterampilan motorik halus, atau mempertahankan tubuhnya dalam satu posisi tertentu sehingga ia bisa stabil dalam melakukan tugas-tugas kecil. Ia mungkin tidak terlihat jelas pengguna tangan kanan atau kiri, karena ia bisa menggunakan tangan manapun yang lebih dekat untuk mencapai sesuatu.
anak menghindari tugas menulis dan menggunakan berbagai teknik
distraksi untuk melakukannya. Tulisannya biasanya sulit dibaca,
khususnya jika menulis dengan cepat. Tulisannya bervariasi dalam
hal ukuran dan kualitas, dari awal sampai akhir halaman.
Huruf-huruf bisa terletak di atas atau di bawah garis yang
ada.
bisa dalam hal persepsi auditori, menganggap suara berisik di
dalam kelas sangat mengganggu. Keterampilan dalam mendengar
biasanya buruk dan anak meminta pengulangan instruksi. Kesulitan
persepsi visual menyebabkan masalah dalam menulis, mengikuti
bacaan, dan menuruni tangga. Selain itu, anak juga mengalami
kesulitan menyalin tulisan dari papan tulis dan membutuhkan bantuan
jari untuk mengikuti tulisannya. Ia bisa juga kehilangan jejak saat
membaca dan menyimak hal-hal yang disampaikan oleh
gurunya.
bermasalah dalam mencatat pekerjaan rumah, seringkali kehilangan barang-brang miliknya, dan mengingat urutan tugas.
Konsep waktubiasanya terlambat mengerjakan tugas, terlambat hadir atau menanyakan waktu berulang kali.
Selain berbagai gambaran kunci di atas, terdapat pula kesulitan
lainnya seperti membaca, berhitung, kesulitan berkomunikasi dan
bersosialisasi, keterlambatan bercakap-cakap dengan jelas, terdapat
masalah dalam bahasa reseptif dan ekspresif, konsentrasi dan
atensi, serta kepercayaan diri.
Terapi
Terdapat berbagai pendapat yang berbeda mengenai kapan memulai
intervensi, namun lebih cepat lebih baik untuk memastikan anak
tidak kehilangan kepercayaan dan harga dirinya. Hal ini akan
membantu mengurangi masalah perilaku dan membantu anak untuk
berhasil dalam hal fisik, sosio emosional dan akademis. Seorang
anak mulai membandingkan dirinya dengan teman sebayanya pada usia 6
tahun, jadi penting untuk memulai intervensi sebelum masa ini,
namun pada hakekatnya tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai
intervensi
Berbagai metode terapi yang berbeda dapat dilakukan dalam
intervensi anak dengan DCD, di antaranya : --Pencapaian
Keterampilan
Setelah disfungsi area spesifik ditemukan pada saat pengkajian,
lalu direncanakan program terapi spesifik untuk meningkatkan
keterampilan individu pada area tersebut, misalnya anak dengan
masalah pada keterampilan motorik kasar. Kesulitan anak mungkin
timbul akibat kurangnya pengalaman atau maturasi yang lambat.
Sensori Integrasi
Terapi ini berorientasi pada anak dengan menciptakan lingkungan
sensori di mana anak bisa secara aktif mengekplorasi keterampilan
baru. Terapi ini akan membantu mengkoordinasikan kedua sisi tubuh,
meningkatkan organisasi dan mengembangkan citra diri dan rasa
percaya diri. Teknik yang dipakai mencakup input vestibular,
proprioseptif dan taktil.
Perseptuo-motorik
Metode ini melibatkan urutan latihan di mana anak mengulang-ulang
tugas yang diberikan sampai ia kompeten melakukannya. Latihan lalu
ditingkatkan dengan memberikan tugas yang lebih kompleks. Program
ini berbasis keterampilan visual-perseptual, tugas mencakup tugas
spasial, koordinasi mata-tangan, konsistensi, dan bentuk.
Neurodevelopmental
Ini merupakan bentuk intervensi yang berhubungan dengan tatalaksana
palsi selebral. Dengan menghambat tonus yang meningkat melalui
handling dan positioning, kita memfasilitasi pola normal dari
pergerakan.
Terapi psikomotor (Naville)
Dalam terapi ini, koordinasi yang buruk diperkirakan sebagai akibat
masalah fisik, sosial dan psikologis. Metode ini mencakup latihan
keterampilan motorik kasar, disosiasi, koordinasi dan relaksasi,
kesadaran akan waktu dan ruang, serta latihan memori visual.
Sensitivitas kinestetik
Sensitivitas kinestetik dideskripsikan sebagai kemampuan otak untuk
mengetahui posisi dan pergerakan anggota tubuh yang merupakan salah
satu faktor dalam kontrol perilaku motorik. Anak dilatih berbasis
kegiatan kehidupan sehari-hari selama 2 minggu untuk meningkatkan
kewaspadaan kinestetik mereka. Uji ini digunakan bersamaan dengan
program motorik umum untuk meningkatkan keterampilan motorik
anak.
The Lee method
Tujuan utama metode ini adalah meningkatkan stabilitas proksimal
untuk memberikan titik fiksasi, meningkatkan kepercayaan dan harga
diri, koordinasi (baik mata-tangan, dan mata-kaki), memori,
keterampilan merencanakan dan organisasi. Latihan khusus diberikan
untuk meningkatkan otot, sementara aktivitas dan permainan
diberikan untuk meningkatkan keterampilan. Penekanan terapi ini
adalah membuat hal ini menyenangkan, memastikan bahwa keterampilan
dipecah sampai tingkat di mana anak bisa mengerjakannya sebelum
membangunnya lagi. Tujuannya adalah membantu tiap anak mencapai
keterampilan sesuai usianya.terapi mencakup 1 sesi/minggu selama 8
minggu, yang dibantu dengan 2 program rumah, masing-masing selama 4
minggu untuk memastikan bahwa anak tidak merasa bosan dengan
latihan dan aktivitas tersebut.
Bentuk terapi paling popular
Bentuk intervensi yang paling popular adalah pencapaian
keterampilan, neurodevelopmental, sensori integrasi,
perseptuo-motorik dan metode Lee. Bentuk berbagai intervensi ini
memiliki dasar teori yang berbeda dan terapis harus memahaminya dan
mendapatkan latihan yang tepat sebelum menerapkannya.
Karena tiap anak berbeda, begitu pula dengan responnya, terapis
harus mampu untuk menentukan terapi mana yang sesuai untuk
masing-masing anak.
Saran praktis yang dapat membantu anak
1. Bayi sebaiknya bermain pada bagian depan tubuhnya untuk memicu
stabilitas bahu dan panggul, duduk saat berbicara, dan berbaring
saat tertidur.
2. Bekerja dalam gerakan yang kasar sebelum yang halus; seperti
petak umpet, merangkak, mengecat dengan kuas besar, menulis dengan
kapur pada ubin karpet.
3. Lihat lingkungan dan pastikan lingkungan itu sesuai bagi anak
dan orang dewasa, misalnya gelas yang tidak akan tumpah ujungnya,
gunting yang dapat digunakan si anak, bantuan menulis seperti
penggunaan komputer, dan penggunaan alat pengatur waktu untuk
membantu anak dalam hal konsep waktu.
4. Pertahankan harga diri anak dengan mencoba berbagai hobi
seperti berenang, yoga, mengendarai kuda, dan fotografi.
5. Jangan bebankan latihan tambahan pada anak ketika dia tampaknya
mulai lelah.
6. Tanyakan apa yang mengganggunya dan apa yang perlu
dibantu.
7. Bantu anak agar lebih terorganisir, pastikan setiap benda
dinamai dan tempat penyimpanannya mudah digunakan.
8. Pastikan bahwa anak duduk dengan nyaman, namun stabil secara
postural dengan kaki berpijak pada lantai dan menghadap
tugasnya.
9. Cobalah untuk melatih keterampilan sosial sehingga anak memiliki
hirarki perilaku dan mengetahui apa yang harus dilakukan dan
kapan.
8. Pastikan bahwa anak duduk dengan nyaman, namun stabil secara
postural dengan kaki berpijak pada lantai dan menghadap
tugasnya.
9. Cobalah untuk melatih keterampilan sosial sehingga anak memiliki
hirarki perilaku dan mengetahui apa yang harus dilakukan dan
kapan.
10. Gunakan instruksi visual daripada auditori untuk
menyampaikan pesan, jangan ragu untuk mengulang dan periksa apa
anak sudah mengerti.
11. Gunakan bahasa yang sangat sederhana
12. Selalu demonstrasikan kegiatannya terlebih dahulu oleh anda
sendiri atau minta anak yang kompeten untuk keterampilan
tersebut.
13. Pecahkan kegiatan menjadi sasaran kecil yang mudah
dicapai.
14. Pastikan bahwa setiap keterampilan dipelajari secara terpisah
sebelum mengkombinasikannya dan anak harus mampu memiliki
keseimbangan (kedua kaki menapak lantai) kemudian pada tiap kaki
(lebih dari 5 detik) sebelum melompat, saat keterampilan ini
dipelajari terpisah.
Kesimpulan
Developmental Coordination Disorder ini bukan merupakan suatu
penyakit, tidak memiliki kondisi medis umum atau gangguan
perkembangan pervasif lainnya, tapi sebuah kondisi seorang anak
memiliki kesulitan koordinasi motorik yang mengganggu aktivitas
sehari-harinya atau pencapaian akademis. Melalui pengetahuan dan
pemahaman yang baik mengenai DCD, kondisi ini dapat didiagnosis dan
ditangani sejak dini sehingga implikasi lebih lanjut dapat
dicegah.
Terima kasih