14
Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono 1 KETERSEDIAAN TEKNOLOGI SIAP GUNA DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL POTENSIAL Availability of Applied Technology for the Development of Agriculture- Bioindustry System Based on Potential Local Food Haryono Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan 29, Pasar Minggu, Jakarta 12540 E-mail: kbadan@litbang.pertanian.go.id ABSTRACT Implementation of bioindustry in agriculture sector in Indonesia to achieve food sovereignty is indispensable. Optimizing the use of diversity of Indonesia local food is considered to be able to increase the added value. Geographical uniqueness and distinctiveness can be irreplaceable selling values of food products. Utilization of local food does not only depend on rice, but through the mechanism of agriculture-bioindustry system, other local carbohydrate foods with greater added value. To realize the agriculture-bioindustry based on potential local food, appropriate technology is needed, so that local food can be processed into food product that are safe and suitable for consumption, and its waste can be processed into energy sources. The waste can also be returned to nature as input to improve soil fertility sustainably. Therefore, optimizing the use of applied specific technologies will support the achievement of food security system based on local food resources. Keywords: agriculture-bioindustry, food, food production, and agricultural land ABSTRAK Implementasi bioindustri di bidang pertanian di Indonesia untuk mencapai kedaulatan pangan sangat diperlukan. Optimalisasi pemanfaatan keanekaragaman sumber pangan lokal yang dimiliki Indonesia dinilai bisa meningkatkan nilai tambah. Keunikan dan kekhasan geografis menjadi nilai jual produk pangan yang tidak tergantikan. Pemanfaatan bahan pangan lokal tidak hanya bergantung pada beras, namun melalui mekanisme sistem pertanian-bioindustri, bahan pangan lokal lainnya dengan bahan baku karbohidrat dapat dijadikan sebagai bahan olahan dengan nilai tambah yang lebih besar. Untuk mewujudkan pertanian-bioindustri berbasis pangan lokal potensial, diperlukan teknologi yang tepat, sehingga produk pangan lokal dapat diolah menjadi produk olahan yang aman dan layak dikonsumsi serta limbahnya dapat diproses menjadi sumber energi. Limbahnya juga dapat dikembalikan ke alam sebagai input untuk memperbaiki kesuburan lahan yang berlangsung secara berkelanjutan. Dengan demikian, optimalisasi pemanfaatan teknologi siap guna spesifik lokasi akan mendukung tercapainya sistem ketahanan pangan berbasis sumber daya pangan lokal. Kata kunci: pertanian-bioindustri, pangan, produksi pangan, lahan pertanian PENDAHULUAN Saat ini sektor pertanian dihadapkan pada berbagai tantangan yang memerlukan penanganan yang holistik dengan mengintegrasikan seluruh pemangku kepentingan. Dalam menyikapi tantangan tersebut, pembangunan perekonomian nasional perlu diubah ke paradigma baru. Pertama, pertanian untuk pembangunan atau agriculture for development, yaitu rencana pembangunan perekonomian nasional perlu dirancang dan dilaksanakan berdasarkan tahapan pembangunan pertanian, dan sektor pertanian harus dijadikan sebagai motor penggerak transformasi pembangunan yang berimbang dan menyeluruh. Kedua, paradigma sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan. Sudah saatnya industri beralih dari bahan bakar fosil ke bahan bakar terbarukan (hayati). Paradigma ini menuntut peran pertanian tidak hanya sebagai penghasil utama bahan pangan, tetapi menjadi penghasil biomassa

KETERSEDIAAN TEKNOLOGI SIAP GUNA DALAM …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PROS_2014_MU_01_Haryono.pdf · Implementasi bioindustri di bidang pertanian di Indonesia untuk

Embed Size (px)

Citation preview

Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono

1

KETERSEDIAAN TEKNOLOGI SIAP GUNA DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL POTENSIAL

Availability of Applied Technology for the Development of Agriculture-

Bioindustry System Based on Potential Local Food

Haryono

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan 29, Pasar Minggu, Jakarta 12540

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

Implementation of bioindustry in agriculture sector in Indonesia to achieve food sovereignty is indispensable. Optimizing the use of diversity of Indonesia local food is considered to be able to increase the added value. Geographical uniqueness and distinctiveness can be irreplaceable selling values of food products. Utilization of local food does not only depend on rice, but through the mechanism of agriculture-bioindustry system, other local carbohydrate foods with greater added value. To realize the agriculture-bioindustry based on potential local food, appropriate technology is needed, so that local food can be processed into food product that are safe and suitable for consumption, and its waste can be processed into energy sources. The waste can also be returned to nature as input to improve soil fertility sustainably. Therefore, optimizing the use of applied specific technologies will support the achievement of food security system based on local food resources. Keywords: agriculture-bioindustry, food, food production, and agricultural land

ABSTRAK

Implementasi bioindustri di bidang pertanian di Indonesia untuk mencapai kedaulatan pangan sangat diperlukan. Optimalisasi pemanfaatan keanekaragaman sumber pangan lokal yang dimiliki Indonesia dinilai bisa meningkatkan nilai tambah. Keunikan dan kekhasan geografis menjadi nilai jual produk pangan yang tidak tergantikan. Pemanfaatan bahan pangan lokal tidak hanya bergantung pada beras, namun melalui mekanisme sistem pertanian-bioindustri, bahan pangan lokal lainnya dengan bahan baku karbohidrat dapat dijadikan sebagai bahan olahan dengan nilai tambah yang lebih besar. Untuk mewujudkan pertanian-bioindustri berbasis pangan lokal potensial, diperlukan teknologi yang tepat, sehingga produk pangan lokal dapat diolah menjadi produk olahan yang aman dan layak dikonsumsi serta limbahnya dapat diproses menjadi sumber energi. Limbahnya juga dapat dikembalikan ke alam sebagai input untuk memperbaiki kesuburan lahan yang berlangsung secara berkelanjutan. Dengan demikian, optimalisasi pemanfaatan teknologi siap guna spesifik lokasi akan mendukung tercapainya sistem ketahanan pangan berbasis sumber daya pangan lokal. Kata kunci: pertanian-bioindustri, pangan, produksi pangan, lahan pertanian

PENDAHULUAN

Saat ini sektor pertanian dihadapkan pada berbagai tantangan yang memerlukan penanganan yang holistik dengan mengintegrasikan seluruh pemangku kepentingan. Dalam menyikapi tantangan tersebut, pembangunan perekonomian nasional perlu diubah ke paradigma baru. Pertama, pertanian untuk pembangunan atau agriculture for development, yaitu rencana pembangunan perekonomian nasional perlu dirancang dan dilaksanakan berdasarkan tahapan pembangunan pertanian, dan sektor pertanian harus dijadikan sebagai motor penggerak transformasi pembangunan yang berimbang dan menyeluruh. Kedua, paradigma sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan. Sudah saatnya industri beralih dari bahan bakar fosil ke bahan bakar terbarukan (hayati). Paradigma ini menuntut peran pertanian tidak hanya sebagai penghasil utama bahan pangan, tetapi menjadi penghasil biomassa

Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial 2

bahan baku biorefinery untuk menghasilkan bahan pangan (food), pakan (feed), serat (fiber) dan energi (fuel), serta bioproduk lainnya.

Sebagai contoh, perkebunan serai wangi, yang terintegrasi dengan peternakan sapi perah, menghasilkan minyak atsiri yang digunakan dalam industri parfum, pewangi berbagai produk, kosmetik, pestisida nabati, dan bioaditif bahan bakar minyak. Limbah penyulingan serai wangi digunakan sebagai pakan ternak sapi perah yang menghasilkan susu dan anak sapi yang bernilai jual tinggi, serta kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman dan biogas sehingga memungkinkan pengembangan dengan konsep zero waste management. Serai wangi juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati yang dapat mendukung program pembangunan sistem pertanian-bioindustri.

Sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan selain memungkinkan pengembangan konsep zero waste management, juga pengembangan konsep pertanian berkelanjutan, dengan mengintegrasikan aspek lingkungan dengan sosial ekonomi masyarakat pertanian untuk mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, melestarikan kualitas lingkungan, dan melestarikan sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan harus dapat memenuhi kriteria keuntungan ekonomi, keuntungan sosial, dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan pula. Pertanian berkelanjutan juga merupakan tulang punggung bagi terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan. Melalui sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan diharapkan dapat mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dan energi nasional. Konsep sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan juga memandang lahan bukan hanya sumber daya alam, tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan dan energi dengan menerapkan konsep biorefinery, di mana biomassa dikonversi untuk mendapatkan bahan pangan dan nonpangan yang lebih bernilai ekonomis dengan input energi rendah melalui konsep zero waste.

Implementasi konsep bioekonomi melalui pengembangan Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan dilaksanakan secara luas namun bertahap. Transformasi menuju Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan dilaksanakan bertahap dengan titik berat berbeda, di mana pengembangan Sistem Pertanian-Energi Terpadu (SPET) menjadi titik berat Pembangunan Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan pada tahap pertama. Pada subsistem usaha tani primer, SPET didasarkan pada inovasi bioteknologi yang mampu menghasilkan biomassa setinggi mungkin untuk dijadikan sebagai feedstock dalam menghasilkan bioenergi. Pada subsistem bioindustri, SPET didasarkan pada inovasi bioengineering untuk mengolah feedstock yang dihasilkan pada subsistem usaha tani primer menjadi energi dan bioproduk, termasuk pupuk untuk usahatani sehingga trade-off ketahanan pangan dan ketahanan energi akan dapat dihindarkan. Pengembangan SPET juga merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan petani kecil dan pengentasan kemiskinan di perdesaan.

PERMASALAHAN, TANTANGAN, DAN PERAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

Indonesia berada pada posisi silang dunia yang sangat strategis karena berada di antara dua benua yaitu India dan Australia serta di antara dua Samudra, yaitu Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik. Menghadapi era perdagangan bebas dunia saat ini, Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dituntut harus mampu mempertahankan kedaulatan pangan.

Isu global dalam pembangunan pertanian saat ini adalah terkait dengan penyediaan pangan (food), pakan (feed), energi (fuel), serat (fiber), dan lingkungan (environment). Untuk menghadapi isu global tersebut, maka pembangunan pertanian ditantang untuk dapat mengembangkan pertanian ramah lingkungan dengan penerapan teknologi melalui pengembangan bioscience, inovasi untuk menghadapi perubahan iklim (innovation to respon GCC), dan bioinformatik yang mengaplikasikan teknologi informasi.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan pertanian saat ini meliputi: (a) kerusakan lingkungan yang meningkat; (b) infrastruktur, sarana prasarana, lahan, dan air; (c) diversifikasi pangan belum berjalan; (d) status dan luas kepemilikan lahan; (e) antarsektor belum padu; (f) lemahnya sistem perbenihan; (g) keterbatasan akses petani terhadap modal; (h) lemahnya kapasitas

Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono

3

kelembagaan petani; (i) kinerja dan layanan birokrasi lemah; (j) rawannya ketahanan pangan dan energi; dan (k) nilai tukar petani rendah. Guna menyelesaikan berbagai permasalahan terkait dengan pembangunan pertanian, maka perlu dilakukan revitalisasi terhadap beberapa aspek yang memiliki pengaruh besar dalam pembangunan pertanian. Sembilan revitalisasi yang direkomendasikan untuk menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembangunan pertanian meliputi: (1) perbaikan infrastruktur pertanian (khususnya irigasi), (2) subsidi pupuk secara terdesentralisasi dan penyediaan benih subsidi secara enam tepat, (3) mekanisasi atau penggunaan alsintan untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian; (4) mekanisasi pertanian untuk mengurangi kehilangan hasil dan meningkatkan mutu hasil panen, (5) implementasi KATAM terpadu dan standing crop untuk mengatasi dampak perubahan iklim (kekeringan, banjir, dan jadwal tanam maju/mundur), (6) revitalisasi kelembagaan UPJA, penyuluhan, dan petani, (7) penugasan BRI untuk mendukung pembiayaan pertanian yang berpihak pada petani, (8) regulasi agraria untuk mengimbangi terjadinya konversi lahan, dan (9) sinergi, harmonisasi, dan simplifikasi program antarlembaga (Gambar 1).

Gambar 1. Sembilan revitalisasi pembangunan pertanian berkelanjutan

Peran Pertanian dalam Pembangunan Nasional selain sebagai penghasil pangan, penyedia lapangan kerja, penyedia bahan baku bagi agroindustri, dan penghasil devisa negara juga sebagai pasar potensial produk dalam negeri. Oleh karena itu, dalam menjalankan perannya tersebut harus didukung oleh inovasi pertanian yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan spesifik lokasi. Dalam kerangka mewujudkan pertanian Indonesia yang berdaya saing, maka sebagaimana visi pembangunan pertanian yang tercantum dalam SIPP adalah “Terwujudnya sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi dari sumber daya hayati pertanian dan kelautan tropika”.

Terkait dengan pertanian masa depan terdapat beberapa aspek trend yang memiliki konsekuensi dan solusinya sebagai berikut

1. Energi fosil yang semakin langka memerlukan upaya untuk mendorong pada transformasi ekonomi ke bioenergi.

2. Kebutuhan pangan, pakan, energi, dan serat yang semakin meningkat mengharuskan pada arah urgensi bioproduk, pola hidup sehat, dan pola konsumsi biokultur.

Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial 4

3. Perubahan iklim global mendorong pada perlunya peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi.

4. Terjadinya kelangkaan lahan dan air yang mengharuskan pada keniscayaan untuk kegiatan efisiensi dan konservasi.

5. Permintaan terhadap jasa lingkungan hidup akan mendorong pada pengembangan sistem pertanian ekologis dan bioservices.

6. Petani marginal meningkat sehingga perlu penerapan pluriculture sistem biosiklus terpadu.

7. Kemajuan Iptek bioscience dan bioengineering memberikan dampak pengembangan bioekonomi.

Pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada pertanian bioindustri untuk pencapaian swasembada pangan berkelanjutan; pengembangan bioenergi; peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta peningkatan pendapatan petani. Sedangkan tuntutan pertanian bioindustri yang perlu diimplementasikan adalah: (a) efisien dalam produksi, penanganan pascapanen, dan pengolahan lanjut produk utama hingga hasil limbahnya; (b) presisi dan bermutu; (c) cepat dan murah; (d) spesifik lokasi, sesuai dengan skala luas; dan (e) berkelanjutan. Hal ini untuk menjawab peluang pembangunan pertanian masa depan untuk:

1. Pemanfaatan sumber daya insani yang besar dan masih terus bertambah, khususnya deviden demografi.

2. Pemanfaatan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara tropis dan maritim.

3. Pemanfaatan peningkatan permintaan terhadap pangan, pakan, bioenergi, dan bioproduk ramah lingkungan.

4. Pemanfaatan kecenderungan baru penghargaan atas jasa lingkungan dan jasa amenity sebagai peluang untuk mengembangkan pertanian agroekologis.

5. Pemanfaatan kemajuan IPTEK global untuk pengembangan inovasi pertanian dan bioindustri spesifik lokasi.

6. Pemanfaatan secara bijaksana potensi sumber daya lahan dan air yang masih tersedia cukup besar di Indonesia, khususnya di luar Jawa.

7. Pemanfaatan momentum gerakan desentralisasi pemerintahan, partisipasi masyarakat, dan reformasi tatakelola pemerintahan.

STRATEGI INDUK PEMBANGUNAN PERTANIAN

Sebagaimana dinyatakan dalam Strategi Induk Pembangunan Pertanian (Kementan, 2013) pertanian bioindustri adalah sistem pertanian yang pada prinsipnya mengelola dan/atau memanfaatan secara optimal seluruh sumber daya hayati termasuk biomassa dan/atau limbah organik pertanian, bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis. Dengan demikian, kata kunci sistem pertanian bioindustri ini terletak pada seluruh sumber daya hayati, biomassa, limbah pertanian, ilmu pengetahuan, dan teknologi dan bioproses, pemanfaatan dan rekayasa genetik. Pengembangan sistem pertanian bioindustri secara umum bertujuan untuk:

1. Menghasilkan pangan sehat, beragam, dan cukup. Sebagai negara dengan sumber keanekaragaman hayati sangat tinggi dengan masyarakatnya yang juga sangat plural, maka sistem pertanian pangan harus mampu memanfaatkan pangan yang beragam untuk kebutuhan masyarakat beragam sesuai dengan potensi dan karakteristik wilayahnya.

2. Menghasilkan produk-produk bernilai tinggi. Pilihan prioritas pengembangan produk-produk pertanian-bioindustri dilandasi pertimbangan nilai tambah tertinggi yang dimungkinkan dari proses biorefinery. Orientasi pada pengembangan produk-produk bernilai tambah tinggi akan menciptakan daya saing pertanian-bioindustri yang tinggi.

Daya saing dicirikan oleh tingkat efisiensi, mutu, harga, dan biaya produksi, serta kemampuan untuk menerobos pasar, meningkatkan pangsa pasar, dan memberikan pelayanan yang profesional.

Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono

5

Faktor Produksi/Saprodi

Pertanian

Pengetahuan dan Keyakinan

Petani

Sistem Sosial

Hama dan Penyakit

Tanaman/ Ternak/Ika

SISTEM POLITIK

SISTEM EKONOMI

KEANEKA-RAGAMAN

HAYATI

KEBERLANJUTAN PRODUKSI

Kuantitas dan Kualitas Air

Biota Tanah

Degradasi

Tanah

Pasar berubah dengan cepat sehingga dituntut untuk merubah paradigma orientasi pasar menjadi penuhi kebutuhan pasar (dari ‘market what you can produce’ ke ‘produce what you can market’).

Pengembangan pertanian bioindustri, tidak terlepas dari konsep pertanian berkelanjutan. Hal ini ditujukan untuk memutus kebergantungan petani terhadap input eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya pertanian. Secara empiris, pertanian berkelanjutan ini dicirikan oleh keberlanjutan produksi yang merupakan fungsi dari faktor produksi atau saprodi pertanian (misalnya benih, pupuk, dan pestisida). Semua komponen atau unsur-unsur itu dinamikanya tidak terlepas dari sistem politik, ekonomi, dan sosial, yang berlandaskan pengetahuan dan keyakinan petani sehingga merefleksikan pertanian berkelanjutan. Konsep dasar pertanian berkelanjutan ini mengintegrasikan aspek lingkungan dengan sosial ekonomi masyarakat pertanian yang bertujuan mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, melestarikan kualitas lingkungan, dan sumber daya alam. Pertanian berkelanjutan dalam hal ini harus memenuhi kriteria keuntungan ekonomi, keuntungan sosial, dan konservasi lingkungan secara berkelanjutan pula.

Konsep pertanian berkelanjutan pada intinya adalah sebuah tahapan dalam menata ulang struktur dan sistem pertanian di Indonesia yang membangun sistem ekonomi pertanian secara sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan pertanian. Pertanian berkelanjutan juga merupakan tulang punggung bagi terwujudnya kedaulatan pangan. Secara holistik, konsep pembangunan pertanian berkelanjutan ini ditampilkan dalam Gambar 2.

Sumber: Kementan (2013)

Gambar 2. Konsep holistik pertanian berkelanjutan

Inisiasi pertanian bioindustri merupakan langkah antisipatif terhadap terjadinya tren perubahan pertanian masa depan. Pertanian masa depan menghadapi tren perubahan yang dicirikan terjadinya kondisi di mana energi fosil makin langka, kebutuhan pangan, pakan, energi, dan serat makin besar. Di sisi lain, terjadi perubahan iklim global kelangkaan lahan dan air, permintaan terhadap jasa lingkungan hidup, peningkatan petani marginal, dan kemajuan IPTEK bioscience dan bioengineering.

Tren perubahan tersebut membawa konsekuensi dan solusi perlunya transformasi ekonomi ke bioenergi, urgensi bioproduk, pola hidup sehat dan pola konsumsi biokultura, kapasitas adaptasi dan mitigasi, keniscayaan efisiensi dan konservasi, pertanian ekologis dan bioservices, pluriculture: sistem biosiklus terpadu, dan perlunya pengembangan bioekonomi (Manurung, 2013).

Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial 6

Bioindustri berkelanjutan memandang lahan pertanian tidak semata-mata merupakan sumber daya alam namun juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan untuk ketahanan pangan, maupun produk lain yang dikelola menjadi bioenergi serta bebas limbah dengan menerapkan prinsip mengurangi, memanfaatkan kembali, dan mendaur ulang (reduce, reuse, and recycle). Dengan konsep tersebut, maka hasil produk pertanian dapat dikembangkan menjadi energi terbarukan sehingga masyarakat tidak lagi terpaku pada energi yang berasal dari fosil.

Dengan mengembangkan sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan diharapkan akan memperbaiki kondisi pertanian dan pangan di Indonesia saat ini, karena pada konsep pertanian bioindustri berkelanjutan keberadaan lahan bukan hanya sumber daya alam tetapi juga industri yang memanfaatkan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan pangan guna mewujudkan ketahanan pangan serta produk lain dengan menerapkan konsep biorefinery.

Sebagai dasar pengembangan, terdapat hal-hal yang dapat dijadikan acuan atau pokok-pokok pikiran dalam memahami pertanian bioindustri yang ideal. Pokok-pokok pikiran tersebut adalah:

1. Pertanian dikembangkan dengan menghasilkan sesedikit mungkin limbah tak bermanfaat sehingga mampu menjaga kelestarian alam atau mengurangi pencemaran lingkungan.

2. Menggunakan sesedikit mungkin input produksi dari luar sekaligus mengurangi ancaman peningkatan pemanasan global dalam suatu sistem integrasi tanaman-ternak.

3. Menggunakan sesedikit mungkin energi dari luar sekaligus mengurangi ancaman peningkatan pemanasan global dalam suatu sistem integrasi tanaman-ternak.

4. Seoptimal mungkin agar mampu berperan selain menghasikan produk pangan juga sebagai pengolah biomassa dan limbahnya sendiri menjadi bioproduk baru bernilai tinggi (bahan kosmetik, obat-obatan, pangan fungsional, bahan baku industri, pestisida nabati, dan sebagainya).

5. Mengikuti kaidah-kaidah pertanian terpadu ramah lingkungan, sehingga produknya dapat diterima dalam pasar global yang semakin kompetitif.

6. Pertanian pada akhirnya dikembangkan sebagai kilang biologi (biorefinery) berbasis Iptek maju penghasil pangan sehat dan nonpangan bernilai tinggi sekaligus dalam upaya untuk meningkatkan ekspor produk-produk olahan dan mengurangi impor berbagai komoditas pertanian yang saat ini masih sangat bergantung pada impor (kedelai, buah-buahan, beberapa sayuran, pakan ternak, susu, dan daging).

KEBIJAKAN BALITBANGTAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN PERTANIAN BIOINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL

Isu-isu yang sangat strategis ini, secara langsung akan mempengaruhi kebijakan pembangunan pertanian, yang sangat bertalian erat dengan tuntutan kepada segenap unsur pembangunan pertanian untuk berkontribusi dalam upaya pemenuhan food, feed, fuel, fiber, dan energy. Mencermati isu-isu strategis dimaksud, maka pembangunan pertanian ke depan tentunya harus mengantisipasi dan memperhatikan dinamika lingkungan strategis, baik nasional, regional, maupun global. Implikasi bagi pembangunan pertanian nasional, khususnya dalam mewujudkan swasembada pangan ataupun ketahanan pangan nasional adalah pentingnya kita semua meningkatkan penguasaan knowledge, terutama: (1) biosains dan bioenjinering yang berkarakter Indonesia, (2) teknologi dan inovasi dalam merespon dinamika perubahan iklim, dan (3) penguasaan dan pengaplikasian teknologi informasi untuk pertanian. Implikasi bagi pembangunan pertanian nasional, khususnya dalam mewujudkan swasembada pangan ataupun ketahanan pangan nasional adalah pentingnya kita semua meningkatkan penguasaan knowledge, terutama (1) biosains dan bioenjinering yang berkarakter Indonesia, (2) teknologi dan inovasi dalam merespon dinamika perubahan iklim, dan (3) penguasaan dan pengaplikasian teknologi informasi untuk pertanian.

Pembangunan pertanian nasional memerlukan arah kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi sebagai satu lingkungan kebijakan (policy environment). Kebijakan Kementerian

Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono

7

Pertanian dan sinergi lintas sektor pada tataran pemerintah pusat diintegrasikan dengan kebijakan pemerintah daerah di level messo. Pada konteks ini, telah diupayakan implementasi mekanisme perencanaan program pembangunan pertanian yang terdesentralisasi (Decentralized Action Plan) sejalan dengan kondisi otonomi daerah saat ini. Integrasi kebijakan pusat dan daerah ini lebih lanjut disinergikan dengan kebutuhan masyarakat di level mikro dengan mencermati kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat, serta in-formal rules berupa norma-norma yang berlaku dalam relasi informal masyarakat lokal.

Kebijakan pembangunan pertanian sesuai dengan rancangan teknokratis pembangunan pertanian jangka menengah (2015–2019) diarahkan untuk dapat menjamin ketahanan pangan dan energi untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Secara rinci arah kebijakan pembangunan pertanian periode 2015–2019 itu adalah:

1. Meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal pertanian;

2. Meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditas pertanian;

3. Meningkatkan produksi dan diversifikasi sumber daya pertanian;

4. Pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati; dan

5. Memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Revitalisasi dan penguatan kapasitas dalam penguasaan teknologi dipandang sangat relevan dengan isu ancaman dan krisis pangan dunia beberapa tahun terakhir, serta tuntutan swasembada pangan nasional. Oleh karena itu, perlu diciptakan teknologi tepat guna dan berbagai varietas yang memiliki potensi hasil tinggi serta adaptif terhadap lingkungan (emisi gas rumah kaca rendah, toleran kenaikan suhu, kekeringan, banjir dan salinitas, serta tahan hama dan penyakit)

Gambar 3. Sembilan inovasi yang menjadi program Balitbangtan

Dalam persaingan yang semakin kompetitif termasuk dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, maka peran inovasi menjadi sangat penting dalam upaya meningkatkan daya

Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial 8

saing produk Indonesia. Khusus dalam sektor pertanian, Kementerian Pertanian telah mengembangkan sistem inovasi berkelanjutan yang terdiri dari sembilan komponen inovasi, yaitu (1) pengelolaan lahan, air, dan agroklimat; (2) perbenihan nasional; (3) produksi berkelanjutan; (4) logistik dan distribusi sarana produksi; (5) pascapanen dan pengolahan; (6) pengendalian lingkungan dan konservasi sumber daya pertanian; (7) kelembagaan; (8) distribusi, pemasaran hasil, dan perdagangan; serta (9) koordinasi dan integrasi lintas sektor (Gambar 3). Tentunya sistem inovasi nasional dan sistem inovasi daerah dapat disinergikan mendukung kebijakan swasembada pangan. Pada kerangka operasional, sinergi dan integrasi kebijakan maupun program lembaga-lembaga penelitian baik pusat maupun di daerah menjadi hal yang penting. Pada tataran pemerintah pusat, program mendukung swasembada oleh lembaga-lembaga penelitian kementerian maupun nonkementerian disinergikan dan dikoordinasikan dalam satu jaringan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi di bidang pertanian, khususnya pangan.

Kementan hingga saat ini telah berhasil melakukan berbagai upaya penciptaan teknologi dan inovasi mendukung ketahanan pangan. Dalam rangka peningkatan produktivitas yang mampu beradaptasi terhadap lingkungan, telah diciptakan berbagai varietas yang memiliki potensi emisi gas rumah kaca (GRK) rendah, toleran kenaikan suhu, kekeringan, banjir/genangan dan salinitas serta memiliki ketahanan terhadap beragam serangan penyakit biotic. Selain itu, juga telah diciptakan berbagai paket teknologi pertanian yang ramah lingkungan, antara lain: Sistem Integrasi Tanaman Ternak (SITT) yang zero waste dan rendah emisi, Teknologi Konservasi Teknis dan Biologis, serta Teknologi Optimasi, Rehabilitasi, dan Ekstensifikasi Lahan.

Di samping penciptaan varietas dan paket teknologi, Kementerian Pertanian telah memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dengan mengintroduksikan inovasi perencanaan tanam berupa KATAM TERPADU (Kalender Tanam Terpadu), yang telah banyak diadopsi dan diterapkan masyarakat, bahkan inovasi tersebut telah banyak diapresiasi baik di tingkat nasional maupun internasional. KATAM TERPADU di update dua kali setiap tahun, yakni setiap menjelang musim tanam, dengan melakukan verifikasi dan validasi data, yang melibatkan partisipasi stakeholders di lapangan, terutama dinas-dinas terkait, penyuluh lapangan dan masyarakat petani. Saat ini, KATAM TERPADU telah diintegrasikan dengan inovasi pendugaan standing crop, yakni inovasi yang memanfaatkan citra satelit (teknologi remote sensing) untuk memantau pertanaman padi, bahkan hingga memantau masa pertumbuhan tanaman. Melalui inovasi pendugaan standing crop ini, Kementerian Pertanian akan dapat secara cepat membantu petani dalam penyediaan sarana produksi pertanian, khususnya ketika terjadi anomali iklim. Ke depan, Katam Terpadu akan disempurnakan dan dintegrasikan dengan data maupun informasi lain, termasuk data informasi dinamika perubahan iklim, dalam satu desain AGRI MAP INFO.

KETERSEDIAAN TEKNOLOGI SIAP GUNA BALITBANGTAN UNTUK PENGEMBANGAN PERTANIAN-BIOINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah merancang teknologi yang mendukung implementasi pertanian bioindustri. Beberapa teknologi siap pakai yang siap diimplementasikan di antaranya adalah: (a) teknologi sistem pertanian-bioindustri berbasis integrasi sagu-ternak, (b) teknologi sistem pertanian-bioindustri berbasis integrasi sorgum, (c) teknologi sistem pertanian-energi terpadu berbasis jagung, dan (d) teknologi sistem pertanian-bioindustri berbasis padi.

Teknologi sistem pertanian-bioindustri berbasis integrasi sagu-ternak merupakan inovasi yang diarahkan pada penanganan pascapanen dan pengolahan sagu. Pohon sagu merupakan sumber pangan yang produk utamanya sagu, namun limbahnya dapat diolah menjadi sumber pakan, pupuk, pestisida, dan etanol untuk sumber energi. Teknologi siap pakai yang dapat diterapkan dalam sistem pertanian bioindustri berbasis sumber pangan lokal sagu ini dapat diterapkan di wilayah tertentu, khususnya wilayah Maluku dan Papua (Gambar 4). Luas indikatif potensi sagu di Indonesia sekitar 5 juta ha dengan potensi produksi sekitar 5 juta ton pati kering per tahun, sedangkan konsumsi pati sagu dalam negeri sekitar 210 ton atau 4–5% dari potensi produksi. Dengan asumsi 1 ton pati sagu diolah menjadi 0,6 kL bioetanol, 25% dari produksi total, dihasilkan bioetanol 750 ribu kL per tahun.

Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono

9

Gambar 4. Inovasi pertanian bioindustri berbasis sagu

Teknologi Sistem Pertanian-Bioindustri Berbasis Integrasi Sorgum merupakan salah satu inovasi yang menyinergikan teknologi budidaya tanaman sorgum sebagai sumber pangan dan sumber energi. Potensi sorgum untuk pertanian-bioindustri berbasis pangan lokal potensial di antaranya adalah: (a) telah dilepas 2 varietas unggul (Super 1 dan 2); (b) umur panen sorgum lebih cepat yaitu hanya 3–4 bulan dan sekali tanam dapat diratun; (c) produksi biji 2,44 - 2,66 ton/ha. Produksi biji dan biomassa jauh lebih tinggi dibanding serealia lain; (d) produksi etanol 6.000 L/ha/th (2 kali panen/th); (e) dapat ditanam di hampir semua jenis lahan, baik lahan subur maupun marginal; (f) lebih tahan terhadap kekeringan, keracunan Al, salinitas tinggi, dan genangan air; (g) kebutuhan air untuk tanaman sorgum hanya 1/3 dari tebu dan 1/2 dari jagung.

Melalui pengembangan pertanian-bioindustri berbasis sorgum, selain menghasilkan sumber produk utama bahan pangan, limbah sorgum dapat menghasilkan produk ikutan yang memiliki nilai tambah jauh lebih tinggi. Batang sorgum selain sebagai pakan ternak dan kompos juga dapat menghasilkan gula dan etanol. Daunnya juga dapat dijadikan kompos dan pakan ternak. Biji sorgum menghasilkan beragam bahan pangan produk olahan setengah jadi maupun olahan jadi, bahkan juga produk minuman dan obat-obatan (Gambar 5).

Gambar 5. Teknologi siap guna untuk pertanian bioindustri berbasis sorgum

Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial 10

Teknologi sistem pertanian energi terpadu berbasis jagung juga merupakan inovasi yang siap

diimplementasikan di wilayah yang memiliki basis usahataninya adalah jagung. Selain produk utama

jagung sebagai sumber pangan dengan beragam olahannya, jagung juga dapat dimanfaatkan

sebagai sumber bahan baku pakan. Limbah jagung juga dapat dioptimalkan sebagai sumber energi

melalui proses khusus sehingga memberikan nilai tambah yang nyata. Dari satu komoditas jagung

dapat menghasilkan beragam produk atau multiproduct yaitu food (jagung, tepung jagung, pati

jagung, beras jagung instan, minyak jagung, grits), fiber (ampok), feed (pakan ternak dari klobot dan

batang serta daunnya), maupun fuel (bioetanol) (Gambar 6).

Gambar 6. Teknologi siap guna untuk pengembangan pertanian bioindustri berbasis jagung

Padi merupakan komoditas pangan strategis nasional yang menghasilkan beras produk

utamanya. Melalui implementasi teknologi dalam mekanisme pengembangan pertanian bioindustri,

dari tanaman padi dapat menghasilkan selain sumber pangan juga minyak sebagai sumber energi.

Dari gabah dapat dihasilkan beras PK/glosor yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya melalui proses

khusus untuk menghasilkan beras premium, beras kristal/beras sehat/maupun fungsional; sedangkan

dari proses pengolahan menjadi beras tersebut, remah dari beras (menir) dapat diolah menjadi

tepung beras dan bekatulnya dapat dijadikan sebagai minyak dedak. Limbah padi berupa sekam

dapat dijadikan sebagai sumber energi menjadi arang sekam, sedangkan jerami padi selain sebagai

pupuk hayati dan bahan kertas, juga dapat diolah menjadi gula (maltosa), bahan kemasan, dan

bioetanol (Gambar 7).

Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono

11

Gambar 7. Teknologi siap guna untuk pertanian bioindustri berbasis padi

PENGUATAN SISTEM INOVASI DAERAH (SIDA) UNTUK MENGAKSELERASI IMPLEMENTASI TEKNOLOGI PERTANIAN-BIOINDUSTRI

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Litbangrap Iptek) yang disahkan pada tanggal 29 Juli 2002, merupakan landasan hukum utama untuk memperkuat daya dukung Iptek bagi keperluan mempercepat pencapaian tujuan negara, serta meningkatkan daya saing dan kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional. Dalam UU 18/2002 ini ilmu pengetahuan didefinisikan sebagai “rangkaian pengetahuan yang digali, disusun dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu dan dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik kuantitatif, kualitatif, maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu”. Sementara itu, teknologi adalah “cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia”.

Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan (Sisnas Litbangrap) Iptek berfungsi membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur-unsur penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan Iptek dalam suatu keseluruhan yang utuh. Unsur-unsur sistem ini terdiri atas (1) kelembagaan Iptek, (2) sumber daya Iptek, dan (3) unsur jaringan Iptek. Unsur kelembagaaan iptek terdiri atas subunsur perguruan tinggi, lembaga Litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang. Unsur sumber daya iptek terdiri atas keahlian, kepakaran, kompetensi manusia dan pengorganisasiannya, kekayaan intelektual dan informasi, serta sarana dan prasarana ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara, unsur jaringan iptek merupakan jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-unsur kelembagaan iptek.

Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial 12

Pemerintah berfungsi menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan Sisnas Litbangrap Iptek di Indonesia. Dalam melaksanakan fungsi tersebut pemerintah wajib merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang Iptek yang dituangkan dalam Jakstranas Iptek. Untuk merumuskan ini, pemerintah membentuk Dewan Riset Nasional

Sistem inovasi adalah suatu kesatuan dari sekumpulan entitas pelaku (aktor), kelembagaan, jaringan, hubungan, interaksi, dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan inovasi dan difusinya, serta proses pembelajarannya (Taufik, 2005). Dalam UU 18/2002, istilah inovasi didefinisikan sebagai kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan Iptek yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Konsep Sistem Inovasi Nasional baru secara eksplisit disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010–2014 Bidang Iptek. Dalam buku tersebut diuraikan bahwa strategi pembangunan Iptek dilaksanakan melalui dua prioritas pembangunan, yaitu: (1) Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek menuju visi pembangunan Iptek dalam jangka panjang, dan (2) Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek) yang dilaksanakan sesuai dengan arah yang digariskan dalam RPJPN 2005–2025. Pengembangan sistem inovasi nasional perlu dilaksanakan tidak hanya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (industri), tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Untuk itu diperlukan penguatan kelembagaan riset yang mampu menghasilkan teknologi masyarakat (tepat guna), dukungan sumber daya yang memadai untuk terciptanya teknologi masyarakat, dan jaringan yang mantap baik antar lembaga riset mapun lembaga riset dengan pelaksana pembangunan inklusif.

Berkaitan dengan sistem inovasi nasional mendukung ketahanan pangan nasional, pada prinsipnya sistem inovasi pertanian diharapkan dapat mempersempit kesenjangan antara pasokan dan permintaan pangan dalam mendukung upaya mewujudkan kedaulatan pangan. Dalam kerangka pengembangan pertanian-bioindustri, perlu digunakan teknologi dengan kapasitas dan kualitas yang tinggi (high technology) misalnya biotechnology, iradiasi, biodiversity, dan precision farming (Gambar 8).

Gambar 8. Peran inovasi pertanian dalam pengembangan pertanian-bioindustri mendukung ketahanan pangan nasional

Ketersediaan Teknologi Siap Guna dalam Pengembangan Sistem Pertanian Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial Haryono

13

Implementasi inovasi dalam pengembangan pertanian-bioindustri di tingkat lapangan atau daerah memerlukan inovasi spesifik lokasi dan sesuai dengan program daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam tataran regional (provinsi dan/atau kabupaten), pemerintah telah mengembangan konsep Sistem Inovasi Daerah (SIDa) yang merupakan turunan dari Sistem Inovasi Nasional (SINas) dalam tingkat regional. Dalam kerangka SIDa yang relatif berlingkup lebih kecil, kedekatan antara unsur teknologi dengan proses pemberdayaan masyarakat secara inklusif lebih mudah dikembangkan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menciptakan jaringan yang erat antara unsur penyedia teknologi dan pengguna teknologi melalui peran fasilitator di lapangan. Oleh karena itu, peran dunia usaha (bisnis), akademisi, komunitas (community) sangat penting mendukung pemerintah (government) dalam proses diseminasi dan adopsi inovasi yang dihasilkan dalam kerangka sistem inovasi nasional di tingkat lapangan (Gambar 9).

Gambar 9. Keterkaitan antara empat unsur dalam penguatan sistem inovasi

PENUTUP

Peran Pertanian dalam Pembangunan Nasional selain sebagai penghasil pangan, penyedia lapangan kerja, penyedia bahan baku bagi agroindustri, penghasil devisa negara, juga sebagai pasar potensial produk dalam negeri. Dalam menjalankan perannya tersebut, pembangunan pertanian harus didukung oleh inovasi pertanian yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan spesifik lokasi. Dalam kerangka mewujudkan pertanian Indonesia yang berdaya saing, melalui sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi dari sumber daya hayati pertanian dan kelautan tropika, perlu dikembangkan inovasi siap pakai spesifik lokasi. Salah satu peran utama dalam menyeimbangkan pembangunan pertanian masa depan adalah mewujudkan sistem pengembangan pertanian-bioindustri berbasis pangan lokal sehingga sistem ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan sekaligus mendukung ketahanan energi dapat terwujud. Oleh karena itu, penguatan sistem inovasi nasional dan sistem inovasi daerah berbasis program strategi dan sumber daya lokal perlu dilakukan untuk mewujudkan sinergi antara pelaku pembangunan pertanian yaitu pemerintah, komunitas, akademisi, dan swasta dalam mempercepat proses difusi inovasi pertanian di daerah.

Prosiding Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia Ke-34: Pertanian-Bioindustri Berbasis Pangan Lokal Potensial 14

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2013. Studi Pendahuluan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Bappenas. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2012. Penyediaan Lahan Pangan. Makalah Menteri Pertanian pada Jakarta Food Security Summit, 7-10 February 2012. Jakarta.

Kementerian Pertanian. 2013. Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2013-2045. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Taufik, T.A. 2005. Pengembangan Sistem Inovasi Daerah Perspektif Kebijakan. Jakarta, Pusat Pengkajian Kebijakan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Jakarta.

Todaro, M.P. and S.C. Smith. 2003. Economic Development. 8th

ed. Pearson Educated Limited. United Kingdom.