8
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 385 KINERJA SERAT LIMBAH PRODUK INDUSTRI SEBAGAI PENAHAN SUSUT BETON Sholihin As’ad 1 , Purnawan Gunawan 2 , Putut Dwi Antoro 3 , Sandra Wijaya 4 1,,2,3,4 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo),Jl. Ir. Sutami 36A, Solo 57126 email: [email protected] ABSTRAK Susut umur awal, kurang dari 24 jam, pada beton terjadi akibat kurangnya suplai air dari dalam ke permukaan beton saat hidrasi dan penguapan. Hal ini berakibat munculnya tegangan tarik di permukaan beton yang berpotensi menimbukan retak karena rendahnya kuat tarik beton di umur awal. Setelah beton kering, fenomena susut beton masih terus berlangsung yang didominasi oleh susut kering. Makalah ini membahas kinerja serat limbah produk industri berbahan alumunium, plastik dan karet menghadapi susut pada beton. Serat dibuat dari limbah kaleng minuman, botol plastik dan karet ban mobil dengan ukuran panjang (l) 30 mm dan lebar (d) 2 mm. Serat limbah tersebut dicampur kedalam beton menjadi komposit beton serat. Lima campuran beton disiapkan terdiri dari empat beton serat masing-masing dengan 1 % volume serat alumunium, plastik, ban dan serat hybrid berupa kombinasi 0,5% volume serat alumunium dan 0,5% volume serat plastik dan satu campuran beton tanpa serat sebagai pembanding. Pengamatan uji susut awal dengan umur beton 0 hingga 24 jam dan uji susut kering umur beton 1 hingga 60 hari yang dilanjutkan dengan analisa prediksi susut pada umur beton yang lebih lama dilakukan terhadap semua benda uji. Uji susut awal menggunakan metode susut tertahan metode standar pengujian Austria (Richtlinie fuer Faserbeton) pada benda uji berbentuk lingkaran diameter luar 580 mm, dimeter dalam 240 mm dan tebal 30 mm. Uji susut kering menggunakan benda uji beton kering berbentuk prisma 75 mm x 75 mm x 280 mm dengan strain gauge elektrik. Hasil pengujian menunjukkan serat bekerja menahan susut dengan terjadinya pengurangan retak pada umur awal dan pengurangan nilai susut kering. Serat plastik mencatat kinerja terbaik menahan susut umur awal dengan indikator retak awal, dimana serat ini memperlambat 65 menit munculnya retak pertama dibandingkan beton tanpa serat dan terjadi pengurangan panjang retak, jumlah retak dan lebar retak masing-masing 74%, 50% dan 70% dari retak pada beton tanpa serat pada umur beton kurang dari 24 jam. Serat plastik juga memperkecil 14,7% susut kering.dibandingkan dengan beton tanpa serat dan menunjukkan kinerja terbaik menahan susut kering diantara semua jenis serat yang diuji. Kata kunci: beton serat, susut beton umur awal, susut kering, serat limbah produk industri 1. PENDAHULUAN Susut (shrinkage) pada beton merupakah hal yang tidak dapat dihindari. Susut terjadi akibat perubahan volume air pori pada beton sebagai akibat dari proses kimiawi reaksi hidrasi semen-air, migrasi air sebagai respon material terhadap udara lingkungan sekitar dan lain-lain. Susut mengakibatkan deformasi material beton dan berpotensi menimbulkan retak bila tegangan akibat deformasi tersebut melebihi dari kekuatan beton. Menurut Bissonette, B (1999) beberapa faktor yang mempengaruhi susut diantaranya faktor air semen (f.a.s), kandungan semen, kandungan agregat, kelembaban udara, temperatur dan kecepatan angin. Salah satu usaha mereduksi proses susut pada beton adalah pemberian bahan tambah serat. Serat telah terbukti mampu meningkatkan kuat tarik beton. Susut umumnya dipicu oleh proses hilanganya air pori, akibat proses hidrasi semen-air dan migrasi air di dalam dan menguap keluar beton, yang memunculkan tegangan kapiler di sejumlah ruang dalam beton dan di permuakaan beton. Tegangan tersebut berupa tengangan tarik sehingga antar bagian komponen padat beton saling tertarik dan menyebabkan pengurangan volume beton. Serat membantu meningkatkan kuat tarik beton sehingga mampu melawan tegangan tarik selama proses susut (Asad, 2006) (Branch,2002) dan (Ma,2002). Di sejumlah negara maju, penggunaan serat sebagai bahan tambah untuk meningkatkan kinerja konstruktif (struktural) dan non konstruktif (non- struktural) sudah sering dilakukan. Serat dengan berbagai jenis material , misalnya baja, polypropilene dll diproduksi secara komersial dan banyak ditemukan dalam pasar material konstruksi di negara Eropa, Amerika, Jepan , Taiwan dan China. Sebaliknya, di negara berkembang, seperti Indonesia, penggunaan serat sebagai bahan tambah beton masih merupakan hal yang sangat jarang atau bahkan tidak pernah

KINERJA SERAT LIMBAH PRODUK INDUSTRI SEBAGAI PENAHAN SUSUT …konteks.id/p/04-143.pdf · setelah beton dicampurkan dan susut umur lanjut dalam bentuk susut kering setelah 1 hari

  • Upload
    docong

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)

Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 385

KINERJA SERAT LIMBAH PRODUK INDUSTRI

SEBAGAI PENAHAN SUSUT BETON

Sholihin As’ad

1, Purnawan Gunawan

2, Putut Dwi Antoro

3, Sandra Wijaya

4

1,,2,3,4

Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo),Jl. Ir. Sutami 36A, Solo 57126

email: [email protected]

ABSTRAK

Susut umur awal, kurang dari 24 jam, pada beton terjadi akibat kurangnya suplai air dari dalam ke

permukaan beton saat hidrasi dan penguapan. Hal ini berakibat munculnya tegangan tarik di

permukaan beton yang berpotensi menimbukan retak karena rendahnya kuat tarik beton di umur

awal. Setelah beton kering, fenomena susut beton masih terus berlangsung yang didominasi oleh

susut kering. Makalah ini membahas kinerja serat limbah produk industri berbahan alumunium,

plastik dan karet menghadapi susut pada beton. Serat dibuat dari limbah kaleng minuman, botol

plastik dan karet ban mobil dengan ukuran panjang (l) 30 mm dan lebar (d) 2 mm. Serat limbah

tersebut dicampur kedalam beton menjadi komposit beton serat. Lima campuran beton disiapkan

terdiri dari empat beton serat masing-masing dengan 1 % volume serat alumunium, plastik, ban dan

serat hybrid berupa kombinasi 0,5% volume serat alumunium dan 0,5% volume serat plastik dan

satu campuran beton tanpa serat sebagai pembanding. Pengamatan uji susut awal dengan umur beton

0 hingga 24 jam dan uji susut kering umur beton 1 hingga 60 hari yang dilanjutkan dengan analisa

prediksi susut pada umur beton yang lebih lama dilakukan terhadap semua benda uji. Uji susut awal

menggunakan metode susut tertahan metode standar pengujian Austria (Richtlinie fuer Faserbeton)

pada benda uji berbentuk lingkaran diameter luar 580 mm, dimeter dalam 240 mm dan tebal 30 mm.

Uji susut kering menggunakan benda uji beton kering berbentuk prisma 75 mm x 75 mm x 280 mm

dengan strain gauge elektrik. Hasil pengujian menunjukkan serat bekerja menahan susut dengan

terjadinya pengurangan retak pada umur awal dan pengurangan nilai susut kering. Serat plastik

mencatat kinerja terbaik menahan susut umur awal dengan indikator retak awal, dimana serat ini

memperlambat 65 menit munculnya retak pertama dibandingkan beton tanpa serat dan terjadi

pengurangan panjang retak, jumlah retak dan lebar retak masing-masing 74%, 50% dan 70% dari

retak pada beton tanpa serat pada umur beton kurang dari 24 jam. Serat plastik juga memperkecil

14,7% susut kering.dibandingkan dengan beton tanpa serat dan menunjukkan kinerja terbaik

menahan susut kering diantara semua jenis serat yang diuji.

Kata kunci: beton serat, susut beton umur awal, susut kering, serat limbah produk industri

1. PENDAHULUAN

Susut (shrinkage) pada beton merupakah hal yang tidak dapat dihindari. Susut terjadi akibat perubahan volume air

pori pada beton sebagai akibat dari proses kimiawi reaksi hidrasi semen-air, migrasi air sebagai respon material

terhadap udara lingkungan sekitar dan lain-lain. Susut mengakibatkan deformasi material beton dan berpotensi

menimbulkan retak bila tegangan akibat deformasi tersebut melebihi dari kekuatan beton. Menurut Bissonette, B

(1999) beberapa faktor yang mempengaruhi susut diantaranya faktor air semen (f.a.s), kandungan semen, kandungan

agregat, kelembaban udara, temperatur dan kecepatan angin.

Salah satu usaha mereduksi proses susut pada beton adalah pemberian bahan tambah serat. Serat telah terbukti

mampu meningkatkan kuat tarik beton. Susut umumnya dipicu oleh proses hilanganya air pori, akibat proses

hidrasi semen-air dan migrasi air di dalam dan menguap keluar beton, yang memunculkan tegangan kapiler di

sejumlah ruang dalam beton dan di permuakaan beton. Tegangan tersebut berupa tengangan tarik sehingga antar

bagian komponen padat beton saling tertarik dan menyebabkan pengurangan volume beton. Serat membantu

meningkatkan kuat tarik beton sehingga mampu melawan tegangan tarik selama proses susut (Asad, 2006)

(Branch,2002) dan (Ma,2002).

Di sejumlah negara maju, penggunaan serat sebagai bahan tambah untuk meningkatkan kinerja konstruktif

(struktural) dan non konstruktif (non- struktural) sudah sering dilakukan. Serat dengan berbagai jenis material ,

misalnya baja, polypropilene dll diproduksi secara komersial dan banyak ditemukan dalam pasar material konstruksi

di negara Eropa, Amerika, Jepan , Taiwan dan China. Sebaliknya, di negara berkembang, seperti Indonesia,

penggunaan serat sebagai bahan tambah beton masih merupakan hal yang sangat jarang atau bahkan tidak pernah

Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 386

digunakan sebagai bahan bangunan, kecuali untuk penggunaan terbatas pada penelitian berskala laboratorium. Di

sejumlah negara berkembang material serat komersial tidak mudah di temukan, disamping penambahan serat akan

menambah harga material beton.

Di sisi lain, ada banyak material buangan berupa limbah industri namum masih memiliki karakteristik mekanik

material yang memadai dan dapat diolah menjadi serat menyerupai serat komersial. Limbah botol minunan dengan

material plastik, limbah kaleng alumunium dan ban bekas masih dapat didaur ulang menjadi serat dengan ukuran

dan bentuk tertentu dan berpotensi untuk dijadikan bahan tambah beton menjadi material komposit beton serat.

Gambar 1 memperlihatkan serat yang dibuat dari limbah industri daur ulang dari botol plastik, kaleng aluminium

dan ban karet kendaraan. Pemanfaatan material limbah produk industri ini memberi akan menguntungkan karena (i)

adanya keberlanjutan penggunaan material botol plastik, kaleng dan ban, (ii) pengurangan limbah lingkungan dan

(iii) diperoleh material serat dengan harga murah dan kompetitif di pasar material konstruksi negara berkembang.

Gambar 1. Limbah botol plastik, kaleng aluminium dan ban bekas

dan hasil pengolahannya sebagai serat

Makalah ini melaporkan hasil kerja eksperimental di laboratorium tentang kinerja beton serat berbahan serat daur

ulang limbah botol plastik, limbah minuman kaleng alumunium dan limbah ban kendaraan dalam menghadapi susut

beton. Pengamatan difokuskan pada dua batasan pengertian susut yaitu susut di umur awal, umur kurang dari 24 jam

setelah beton dicampurkan dan susut umur lanjut dalam bentuk susut kering setelah 1 hari. Susut di umur awal

didominasi oleh hidrasi dan migrasi air di permukaan beton diukur dengan melihat perkembangan retak yang

muncul hingga umur beton 24 jam menggunaan standar pengujian susut umur awal metode susut tertahan

(restrained shrinkage) metode Austria. Susut umur lanjut berupa susut kering yang diukur dari perubahan panjang

dari benda uji prisma pada masa pengamatan satu hari hingga 60 hari dan dilakukan prediksi susut pada umur t

menggunakan metode ACI.

2. MATERIAL DAN PENGUJIAN

Lima campuran beton disiapkan yaitu satu campuran beton normal tanpa serat dan empat campuran lainnya

merupakan beton serat. Komposisi campuran beton normal disajikan dalam Tabel 1 dan komposisi campuran beton

serat adalah pengabungan campuran beton normal dengan tambahan serat dengan jenis yang berbeda sebanyak 1%

volume beton. Satu campuran beton serat dibuat dalam bentuk serat hybrid yaitu gabungan serat plastik dengan serat

kaleng dengan volume masing-masing 0.5%. Serat dibuat dari potongan limbah botol plastik, limbah kaleng

minuman aluminium dan limbah ban dengan ukuran panjang , l = 30 mm dan lebar d = 2 mm.

Tabel 2 menyajikan daftar kelima benda uji dengan jenis serat dan volume kandungan seratnya.

Tabel 1. Komposisi rancang campur (mix design) beton benda uji

Kinerja Serat Limbah Produk Industri Sebagai Penahan Susut Beton

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 387

Komponen material Porsi Berat per m3 beton

[kg]

Semen I PCC (Semen Gresik ) 562.50

Agregat halus 567.03

Agregat kasar 965.48

Air 225.00

superplasticizer (viscocrete 10 Sika) 0.2% berat semen 1.13

w/c 0.4

Tabel 2. Benda uji

Kode Jenis Beton Kandungan Serat

Benda Uji [% vol.]

BN Beton Normal (tanpa serat) 0

BSp Beton serat limbah plastik 1

BSk Beton serat limbah kaleng 1

BSb Beton serat limbah ban 1

BSpk Beton serat hybrid plastik karet 1 (0.5 + 0.5)

Sesaat setelah benda uji dicampur, konsisitensi beton segar semua campuran beton dalam ukuran nilai slump diukur

dengan menggunakan kerucut abrams berukuran tinggi 30 cm, lingkaran atas 10 cm dan lingkaran dasar 20 cm.

Nilai slump adalah besar penurunan permukaan tninggi kerucut beton segar sesaat setelah cetakan kerucut Abrams

dilepas dari dudukannya di atas papan uji slump.

Pengukuran susut umur awal dilakukan dengan cara merekam perkembangan retak pada benda uji umur awal

berbentuk cincin. Retak muncul akibat susut tertahan (restrained shrinkage) pada umur awal beton, 1 s.d. 24 jam

dalam cetakan cincin baja diameter luar 540 mm dan diameter dalam 280 mm dengan tebal 30 mm. Lihat Gambar

2. Di permukaan beton segar ditiupkan udara dengan kecepatan sekitar 4 m/detik yang menyebabkan penguapan

secara cepat di permukaan benda uji. Tegangan tarik permukaan akibat penguapan dengan kuat tarik beton yang

sangat rendah di umur awal berpotensi menimbulkan retak di permukaan beton. Waktu retak pertama dicatat dan

perkembangan panjang, jumlah dan lebar retak setiap jam dicatat hingga umur beton 24 jam. Pengujian ini diadopsi

dari Rictlinie fuer Faserbeton (standar pengujian beton serat) Austria.

Gambar 2 menyajikan pengujian perkembangan retak beton akibat susut pada umur awal pada cetakan cincin

restrained shrinkage.

Gambar 2. Pengamatan perkembangan retak benda uji akibat susut di umur awal

dalam cetakan cincin restrained shrinkage.

Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 388

Gambar 3. Pembacaan susut pada benda uji prisma saat pengujian susut kering

Pengukuran susut kering dilakukan pada benda uji beton kering berbentuk prisma dengan ukuran 75 mm x 75 mm x

280 mm dengan memasang strain gauge pada salah satu sisi benda uji tersebut. Gambar 3. Setiap campuran dibuat

tiga benda uji. Nilai susut diukur dari nilai susut rata-rata setiap benda uji pada masa pengamatan dari umur beton

satu hari hingga 60 hari. Perubahan panjang beton diplot terhadap waktu pengamatan. Kinierja susut dinyatakan

dalam kurva hubungan panjang susut vs. waktu. Kelima kurva benda uji selanjutnya dibandingkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Slump Beton Segar

Penambahan jenis serat yang berbeda pada beton normal menghasilkan penuruan slump beton yang bervariasi dari

nilai slump 12 cm pada beton normal, BN, tanpa serat menjadi 3 cm hingga 10 cm pada beton serat. Gambar 4.

Beton serat ban, BSb, mencatat penurunan slump terendah 10 cm karena jumlah serat ban yang ada pada beton segar

beton serat ban lebih kecil dari beton serat yang lain. Setiap 1 kg serat, material ban hanya terdiri dari 2000 serat,

material plastik dan material kaleng masing-masing terdiri dari 26000 dan 38000 serat . Takaran serat dalam persen

volume campuran beton akan memberi kecenderungan perbedaan jumlah yang sama dimana jumlah serat ban adalah

paling sedikit dan jumlah serat kaleng adalah paling besar. Jumlah serat yang sedikit memberi efek tambahan luas

permukaan material padat yang menyerap air lebih kecil dan member efek friksi antar material beton dengan serat

juga lebih sedikit yang pada akhirnya mengurangi nilai slump beton segar yang lebih sedikit. Hubungan antara

kandungan serat benda uji beton segar terhadap penurunan nilai slumpnya disajikan dalam Tabel 3.

Gambar 4. Nilai slump beton segar beton normal dan beton serat

Kinerja Serat Limbah Produk Industri Sebagai Penahan Susut Beton

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 389

Tabel 3. Kandungan serat benda uji beton serat dan nilai slump

Benda Uji Jenis Kandungan Serat Jumlah serat per kg nilai slump

kandung serat [cm]

BN tanpa serat 0 12

BSp Serat plastik 26000 8

BSk Serat kaleng 38000 3

BSp Serat ban 2000 10

BSpk Serat hibrida 32000 5

(kaleng dan plastik)

Uji Susut Umur Awal

Serat limbah industri secara umum meningkatkan kinerja kuat tarik beton di umur awal yang ditandai dengan

penundaan terjadinya retak pada beton dan pengurangan perkembangan panjang retak, jumlah retak dan tebal retak.

Gambar 5 menunjukkan bahwa penambahan serat limbah industri ke dalam beton mampu menunda terjadinya retak

akibat susut di umur awal dari 120 menit sejak pencampuran pada beton normal tanpa serat menjadi 185 menit

hingga 225 menit pada beton serat limbah industri. Lebar retar berkurang sekitar 70%-80% dengan adanya serata

pada beton, Gambar 6. Perkembangan panjang retak dapat dikurangi dari sekitar 73 % pada serat kaleng dan 26 %

pada beton serat ban, pada Gambar 7(a). Demikian pula, jumlah retak yang mencapai 8 daerah retak pada beton

tanpa serat dan pada beton dengan serat umumnya dapat dikurangi menjadi 3 atau 4 daerah retak pada beton dengan

serat limbah industri, Gambar 7(b).

Gambar 5. Durasi waktu yang dibutuhkan sejak waktu pencampuran hingga

retak pertama pada benda uji restrained shrinkage umur awal

0.5

0.110.15 0.12 0.12

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.0

BN BSp BSk BSb BSpk

leb

ar re

tak m

aksim

um

[m

m]

Benda uji

Gambar 6. Lebar retak maksimum pada benda uji restrained shrinkage umur awal beton

Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 390

0

30

60

90

120

150

0 200 400 600 800 1000 1200

panja

ng

reta

k [

mm

]

waktu [menit]

BN BSp BSb

BSk BSpk

(a)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0 200 400 600 800 1000 1200

jum

lah reta

k

waktu [menit]

BN BSp BSb

BSk BSpk

(b)

Gambar 7. Evolusi panjang retak dan jumlah retak benda uji restrained shrinkage umur awal beton

Sesaat setelah beton dicampur dan dituang ke dalam cetakan cincin restrained shrinkage, semen dengan air

mengalami reaksi hidrasi dan pada saat yang sama terjadi penguapan air dari permukaan beton ke udara sekitarnya.

Untuk menjaga kesetimbangan kandungan air, air dari dalam beton bermigrasi ke arah permukaan beton. Kurangnya

suplai air dari dalam beton ke permukaan beton, menyebabkan munculnya tegangan tarik di permukaan beton.

Tegangan tarik ini akan bertambah seiring dengan waktu penguapan air dari permukaan beton. Di sisi lain, kuat tarik

beton saat pengaikatan awal beton, sekitar 45 menit – 90 menit (Mehta, 2006) masih sangat lemah dan belum

mampu menahan tegangan tarik di permukaan beton, sehingga terjadi retak pada beton. Panjang retak, lebar dan

jumlah retak akan terus bertambah mengikuti pertambahan tegangan tarik dan waktu penguapan dan pengikatan

beton. Namun, menjelang pengikatan akhir beton sekitar 5 jam (300 menit) kuat tarik beton meningkat cukup

signifikan (Mehta, 2006) dan mampu menahan tegagan tarik pada beton yang menghambat laju evolusi retak.

Panjang retak, jumlah retak dan lebar retak cenderung konstran setelah umur beton sekitar 300 menit dari waktu

pencampuran awal.

Hampir semua jenis serat limbah industri, kecuali serat ban, mencatat peningkatan kinerja yang hampir sama

menahan retak di umur awal. Serat ban, mencatat kinerja yang cenderung lebih rendah karena jumlah serat yang ada

dalam beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan beton serat yang lain (lihat Tabel 3), akibatnya daerah pengikatan

tarik oleh serat juga lebih sedikit.

Susut Kering (Drying Shrinkage) Pada Umur Lanjut

Gambar 8a menampilkan hasil pencatan susut kering (drying shrinkage) pada umur lanjut, atau setelah 1 hari, benda

uji prisma beton norman tanpa serat dan beton serat limbah industri menggunakan strain gauge. Pengujian dilakukan

hingga 60 hari. Kurva tersebut kemudian menjadi acuan untuk melakukan prediksi susut kering pada umur t,

Gambar 8b. Kurva prediksi susut kering pada umur t dihitung dengan persamaan (1) yang diambil dari ACI Manual

of Concrete Practice (ACI 209R-92, 1994).

)((t)35

ushsht

tεε

+= (1)

Dimana t = umur pengeringan (hari)

(t)shε = shrinkage umur t (selama pengujian)

)( ushε = ultimate shrinkage

Nilai ultimate shrinkage (susut ultimate) diambil dari nilai perkembangan susut setelah waktu yang cukup lama

dimana nilai susut tidak bertambah secara lagi, pada pengamatan ini diambil pada umur akhir pengamatan. Pada

Kinerja Serat Limbah Produk Industri Sebagai Penahan Susut Beton

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 391

pengujian ini digunakan nilai susut pada 60 hari. Menurut Kayali (1999) susut ultimate umumnya dicapai pada umur

beton sekitar 100 hari.

(a) (b) Gambar 8. Evolusi susut kering (drying shrinkage) benda uji prisma pencatatan strain gauge dan kurva prediksi

evolusi susut kering pada umur t

Beton dengan serat limbah industri mencatat nilai susut yang lebih rendah sekitar 17% pada beton serat limbah

plastik dan 3% pada beton serat limbah ban. Jenis serat limbah plastik, serat limbah kaleng dan gabungan serat

limbah kaleng dan serat limbah plastik mencatat nilai yang tidak jauh berbeda. Jumlah serat ban yang sedikit dalam

beton memberikan perlawanan menahan susut yang sedikit dalam beton. Proses hidrasi beton dan pengeringan

menyebabkan hilangnya air pori yang member dinding kapiler sehingga berapa bagian beton akan tertarik yang

menyebabkan volume beton mengecil atau menyusut. Keberadaan serat yang memberi efek angkur di dalam beton

akan cenderung menahan gerakan tarik dan mengurangi penyusutan. Semakin banyak jumlah serat yang ada dalam

beton akan memberi efek menahan gerak penyusutan yang lebih besar..

4. KESIMPULAN

Hasil pengujian susut pada umur awal beton dan susut kering menunjukkan bahwa serat limbah industri berupa daur

ulang limbah botol plastik, limbah kaleng dan limbah ban mampu meningkatkan kemampuan beton dalam menahan

susut. Kinerja beton serat menahan susut beton di umur awal, khususnya beton serat plastik, serat kaleng atau

gabungan keduanya mampu menunda terjadinya retak awal dari 120 menit menjadi sekitar 190 menit, mengurangi

panjang retak sekitar 73 % , mengurangi jumlah retak sekitar 35%-50% . Kinerja beton serat menahan susut kering

juga cenderung lebih baik dibandingkan dengan kinerja beton tanpa serat. Beton serat limbah industri, khusunya

limbah botok plastik, mencatat susut beton kering 17 % lebih baik dibandingkan dengan beton normal tanpa serat.

Kinerja kemampuan menahan susut beton umur awal dan susut kering beton tergantung dari jumlah serat yang

terkandung dalam beton. Pada pengamatan ini, beton serat limbah ban cenderung mencat kinerja yang lebih rendah

dari beton serat kaleng, beton serat plastik karena jumlah serat yang digunakan pada campuran beton adalah lebih

sedikit sekalipun menggunakan takaran yang sama. Perbedaan jenis material dan ukuran serat memberi efek

perbedaan berat material, yang berakibat pada perbedaan jumlah serat pada takaran berat atau volume yang sama.

Sholihin As’ad, Purnawan Gunawan, Putut Dwi Antoro, Sandra Wijaya

Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 392

UCAPAN TERIMA KASIH

Pengujian ini adalah bahagian dari penelitian Pemanfaatan Limbah Gedung Sebagai Agregat Dan Limbah Hasil

Industri Sebagai Serat Untuk Pembuatan Beton Serat yang dibiayai oleh program RUKI A-3 Dikti tahun pendanaan

2008. Penulis mengucapan terima kasih atas pemberian hibah penelitian tersebut dan kepada Heri dan Yudi,

mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret (UNS-Solo) yang membantu pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

ACI 209R-92 (1994). Prediction of creep, shrinkage and temperature effects in concrete structures, ACI Manual of

Concrete Practice. Part I : Materials and General Properties of Concrete, Detroit Michigan

As’ad, S. (2006), Equivalent flexural strength of steel fibre reinforced concrete and its modeling from fibre pullout

force and fibre distribution, Disertation, Faculty of Civil Engineering, University of Innsbruck, Austria

Branch, J. A. Rawling, D. J. Hannant and Mulheron (2002). “ The effect of fibres on the plastic shrinkage cracking

of high strength concrete”. Material and Structures, Vol.35, 189-194.

Bissonette, B, P. Pierre dan M. Pigeon (1999). “Influence of key parameters on drying shrinkage of cementitious

materials”. Cement and Concrete Research, Vol. 29, 1655-1662.

Kayali, O., M.N. Haque dan B. Zhu (1999). “Drying shrinkage of fibre-reinforced lightweight aggregate concrete

containing fly ash”. Cement and Concrete Research, Vol. 29, 1835-1840.

Ma, Y, M. Tan dan K. Wu (2002). “Effect of different geometric polypropylene fibres on plastic shrinkage crecking

of cement mortars, Materials and Structures, Vol. 35, 165-169.

Mehta, P. K. dan P. J. M. Monteiro (2006). Concrete, McGraw Hill. New York.