1
Hendra Brur’s Alhamdulilah cepat pulih lagi kota Karawang ku Ujang Suherdi Hendra Brur’s nggeus Kena urg mh, pangholana di gpp YuRo III Banu Hamzah gaskeun Ulah dikendoran kang Sari Nande Alhamdulillah dah melewatinya Banu Hamzah alhamdulillah.. semoga dararamang sadayana.... supados corona lekas hilang Drs Asep Mantaaap Hanya dg kayu putih , jahe madu ,dan lemon Yuli Oceance Embunpagimusimsemi Alhamdulillah, semoga yg masih terpapar covid segera diberikan kesembuhan dan dapat beraktifitas kembali seperti sedia kala Azhar Putera Melayu Salah satunya adalah sayahh Kang Ali Topan Alhamdulilah Ya rob Alamiin Satria Budax Bagheur Nah ini baru berita bagus Pandi Afr New Bupati akan membawa karawang lebih baik dan semoga New Bupati lebih perhatijan nasib Petani Tuntun Santoso Muhammad Akal akalan aja,biar TKA CHINA pada datang Mang Rahmat Adam Ngeyel Abdul Majid Lamajido Bisa asal benar” disiplin Asep M SundaNemeun Malah nambih beranak pinang,, tergantung kahayang na Asti Rifailsyah Arif Tergantung kedisiplinan semua pihak Karnina Dhiharma Gk.. Sementara klo bisa msh harus stay home dulu Taati protokol kesehatan bisa tekan corona Kamis 14 Oktober 2021 3 Kome net Radar Karawang www.radarkarawang.id JUMLAH penderita coro- na di Karawang sudah melandai. Berdasarkan catatan Dinas Kes- ehatan Kabupaten Karawang, hingga kemarin hanya ada enam orang yang dirawat. Kemudian lima orang meng- isolasi mandiri. Mes- ki begitu, bayang- bayang corona masih ada. Jadi harus tetap taat prokes. Jika dilihat, sudah lebih dua tahun kita hidup bersa- ma corona. Maka, orang-orang lebih sensitif jika memi- liki ciri-ciri penderita corona. Padahal, belum tentu corona. Batuk misalnya, tidak semua orang batuk itu harus diduga terpapar corona. Bisa jadi seseorang batuk karena hidungnya menghirup bau menyengat semisal bumbu masakan, atau terkena debu. Namun bukan berarti harus disepelekan. WHO dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah ban- yak memberikan informasi terkait bagaimana ciri-ci- ri infeksi virus corona baru bagi seseorang. Karena virus ini merupakan strain baru, seiring wak- tu, gejala-gejala untuk mengidentifikasi seseorang apakah ia terpapar virus corona atau tidak terus dik- abarkan. Namun baru-baru ini sebuah penelitian telah dilakukan dan melaporkan diare sebagai gejala yang harus diperhatikan sebagai ciri-ciri corona, ter- utama karena beberapa orang tidak menunjukkan gejala batuk, maupun sesak napas selain diare. Geja- la umum dari infeksi ini termasuk demam, batuk ker- ing, kelelahan dan kesulitan bernapas atau sesak na- pas. Penyakit ini menyebabkan lesi paru-paru dan pneumonia. Beberapa gejala ini tumpang tindih den- gan gejala flu, membuat deteksi menjadi sulit. Tetapi ingusan dan sinus tersumbat lebih jarang terjadi. Pasien juga mungkin mengalami masalah pencernaan atau diare. Menurut sebuah studi baru, beberapa pa- sien dengan corona mengalami gejala gastrointestinal, terutama diare sebagai tanda pertama penyakit ini. Di antara dari pasien corona yang memiliki gejala ringan secara keseluruhan, akan mengalami gejala sesak napas kemudian. Namun beberapa tidak pernah mengalaminya sama sekali. Pasien dengan gejala pencernaan cenderung mencari perawatan kesehatan lebih lambat daripada mereka yang memiliki gejala pernapasan, rata-rata 16 hari dari awal gejala mereka, dibandingkan dengan 11 hari untuk mereka yang memiliki gejala pernapasan. Mereka yang memiliki gejala pencernaan juga membutuhkan waktu lebih lama untuk membersihkan virus dari tubuh mereka (tes negatif untuk Covid-19), rata-rata sekitar 41 hari, dibandingkan dengan 33 hari untuk mereka yang ha- nya memiliki gejala pernapasan. (*) Bayang-bayang Corona REDAKSIONAL Mang Jutek OPINI DALAMhubungan antarneg- ara dikenal istilah bahasa diplo- matik. Bahasa diplomatik yang dimaksudkan di sini sebagai bahasa yang dipergunakan dalam pergaulan dan hubungan antar- negara. Baik dalam tataran bi- lateral, regional, maupun inter- nasional. Umumnya kita lantas membayangkan bahasa-bahasa asing yang sudah mendunia sebagai bahasa diplomatik sep- erti bahasa Inggris dan Prancis. Memang benar, selama ini dua bahasa diplomatik dunia yang paling menonjol adalah bahasa Inggris dan Prancis. Tapi, mun- gkin banyak yang tidak menge- tahui bahwa bahasa Indonesia sebenarnya sudah menjadi ba- hasa diplomatik walaupun dalam batas-batas tertentu. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, pasal 28 berbunyi: ”Bahasa In- donesia wajib digunakan dalam pidato resmi presiden, wakil presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri” , dengan tambahan penjelasan: ”…kecua- li dalam forum resmi internasi- onal di luar negeri yang mene- tapkan penggunaan bahasa tertentu.” Undang-undang terse- but secara tersurat mengisyarat- kan keinginan agar bahasa In- donesia juga dikenal, diketahui, dan dipakai dalam pergaulan internasional. Dalam masa kepemimpinan- nya, Presiden Soeharto merupa- kan presiden yang paling kon- sisten menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan kedi- nasan. Baik di dalam maupun luar negeri bila berdialog dengan tamu asing atau menyampaikan pidato di acara-acara tertentu. Misalnya, dalam pidato di depan sidang FAO di Roma dan sidang Majelis Umum PBB di New York, Presiden Soeharto menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indone- sia harus menjadi kebanggaan tersendiri bagi setiap warga negara Indonesia, apalagi pe- jabat negara, termasuk diplomat. Dengan demikian, selama ini bahasa Indonesia sudah dijad- ikan alat komunikasi atau ba- hasa diplomatik dalam pergaulan internasional. Dengan makin canggihnya teknologi pener- jemahan, tidak menjadi masalah bila seorang pejabat dari nega- ra mana pun menggunakan bahasa nasional sendiri. Orang Inggris bangga karena bahasanya digunakan sebagai bahasa in- ternasional yang utama. Tapi, bangsa yang paling bangga ter- hadap bahasa nasionalnya, bahkan ”fanatik” , adalah orang Prancis. Diplomat-diplomat asing yang bertugas di Prancis atau negara lain yang berbaha- sa Prancis tidak boleh tidak harus belajar dan bisa berba- hasa Prancis. Lalu, bagaimana dengan neg- ara-negara lain seperti Asia? Orang-orang China, apalagi bila sedang di negara sendiri, pantang berbahasa selain ba- hasa China (Mandarin). Pemer- intah China biasanya meny- iapkan penerjemah, baik baha- sa Inggris maupun bahasa asing lainnya sesuai kebutuhan. Ada pengalaman penulis ke- tika bertugas (posting) di Beijing 25 tahun lalu. Suatu ketika KBRI mengirimkan nota diplomatik dalam bahasa Inggris kepada Kementerian Luar Negeri Chi- na. Tapi, Kemenlu China secara halus mengharapkan agar no- ta diplomatik cukup ditulis menggunakan bahasa Indone- sia dengan lampiran terjema- han bahasa China. Di Korea Utara, pejabatnya sa- ma sekali tidak mau berbahasa lain kecuali bahasa Korea. Neg- ara itu menyediakan korps pen- erjemah dalam hampir semua bahasa asing di dunia. Ketika menerima diplomat Indonesia, pejabat di Kemenlu Korea Utara meng gunakan bahasa Korea, tapi didampingi seorang pener- jemah bahasa Indonesia. Itulah ”kelebihan” Korea Utara. Mereka mendidik khusus anggota-ang- gota tim penerjemah dalam ba- hasa-bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia atau Melayu. Di Jepang agak lain lagi. Meskipun diplomat Jepang tidak mau ber- bahasa Inggris, bila seorang dip- lomat Indonesia berurusan den- gan Kemenlu Jepang (Gaimusho), staf di Desk Indonesia Gaimusho bisa berbahasa Indonesia. Jadi, sebenarnya di beberapa negara, bahasa Indonesia sudah mendapat perhatian dan dipelajari nega- ra-negara yang bersangkutan. Khususnya di sini untuk kepent- ingan hubungan diplomatik dengan Indonesia. Sekarang bagaimana prospek bahasa Indonesia untuk men- jadi bahasa dunia? Menurut hemat penulis yang masih pu- nya harapan adalah bila di masa mendatang bahasa In- donesia dapat menjadi salah satu bahasa resmi PBB. Saat ini ada enam bahasa resmi PBB, yakni Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, China, dan Arab. Ketika PBB didirikan pada 24 Oktober 1945, ada empat baha- sa negara pemenang Perang Dunia II yang segera ditetapkan sebagai bahasa resmi PBB, yak- ni Inggris, Prancis, Rusia, dan China. Waktu itu China diwaki- li Republik China sebelum kemu- dian diganti Republik Rakyat China (RRC) pada 1972. Sedang- kan bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi PBB pada 1973. Penetapan bahasa resmi di PBB, antara lain, disebabkan pertimbangan politis, pemenang Perang Dunia II, status dan pen- garuh negara yang bersangkutan, serta sudut kuantitas pemakaian bahasa asing tersebut. Seperti bahasa Spanyol yang menjadi bahasa nasional sebanyak 20 negara, sedangkan bahasa Arab digunakan 26 negara. Maka, apakah bahasa Indone- sia punya peluang menjadi ba- hasa internasional atau salah satu bahasa resmi PBB seperti di- canangkan Kongres Bahasa Indonesia hampir empat tahun lalu? Peluang itu ada untuk jang- ka panjang dan harus melalui jalan yang berliku-liku. Dari sudut pengguna bahasa Indonesia (plus Melayu) sudah cukup banyak. Bila dijumlah tak kurang dari 300 juta penutur bahasa Indonesia atau Melayu. Yakni, penduduk Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan sebagian Thailand Bagian Selatan. Syarat lain, Indonesia harus menjadi negara maju terlebih dahulu. Termasuk memperkuat kapasi- tas diplomasinya agar menjadi negara yang berpengaruh, baik di tingkat regional Asia Tengga- ra maupun Asia, bahkan dunia. Diplomasi yang perlu dilancar- kan bukan hanya di bidang poli- tik, tapi juga seni budaya. Misal - nya, lebih banyak memperke- nalkan budaya, terutama baha- sa Indonesia, termasuk diplo- masi sastra. Itu di satu sisi. Di sisi yang lain, bangsa Indonesia juga harus meningkatkan keter- ampilan berbahasa asing agar tidak terisolasi dalam pergaulan internasional. (*) Pramudito Mantap Diplomat Indonesia Menuju Bahasa Dunia 41 ribu warga Karawang sukses mengalahkan corona. Sembuh * * * *

Komenet - file.lelangdjkn.kemenkeu.go.id

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Komenet - file.lelangdjkn.kemenkeu.go.id

Hendra Brur’sAlhamdulilah cepat

pulih lagi kota Karawang ku

Ujang SuherdiHendra Brur’s nggeus

Kena urg mh, pangholana di gpp

YuRo IIIBanu Hamzah

gaskeunUlah dikendoran kang

Sari NandeAlhamdulillah dah

melewatinya

Banu Hamzahalhamdulillah..

semoga dararamang sadayana.... supados corona lekas hilang

Drs AsepMantaaap

Hanya dg kayu putih , jahe madu ,dan lemon

Yuli Oceance EmbunpagimusimsemiAlhamdulillah, semoga yg masih terpapar covid

segera diberikan kesembuhan dan dapat

beraktifitas kembali seperti sedia kala

Azhar Putera MelayuSalah satunya adalah

sayahh

Kang Ali TopanAlhamdulilah Ya rob

Alamiin

Satria Budax BagheurNah ini baru berita

bagus

Pandi AfrNew Bupati akan

membawa karawang lebih baik dan semoga

New Bupati lebih perhatijan nasib Petani

Tuntun Santoso MuhammadAkal akalan aja,biar TKA

CHINA pada datang

Mang Rahmat AdamNgeyel

Abdul Majid LamajidoBisa asal benar” disiplin

Asep M SundaNemeunMalah nambih beranak

pinang,, tergantung kahayang na

Asti Rifailsyah ArifTergantung kedisiplinan

semua pihak

Karnina DhiharmaGk.. Sementara klo bisa msh harus stay home

dulu

Taati protokol kesehatan bisa tekan corona

Kamis 14 Oktober 2021 3Komenet

Radar Karawangwww.radarkarawang.id

JUMLAH penderita coro­na di Karawang sudah melandai. Berdasarkan catatan Dinas Kes­ehatan Kabupaten Karawang, hingga kemarin hanya ada enam orang yang dirawat. Kemudian lima orang meng­isolasi mandiri. Mes­ki begitu, bayang­bayang corona masih ada. Jadi harus tetap taat prokes.

Jika dilihat, sudah lebih dua tahun kita hidup bersa­ma corona. Maka, orang­orang lebih sensitif jika memi­liki ciri­ciri penderita corona. Padahal, belum tentu corona. Batuk misalnya, tidak semua orang batuk itu harus diduga terpapar corona. Bisa jadi seseorang batuk karena hidungnya menghirup bau menyengat semisal bumbu masakan, atau terkena debu. Namun bukan berarti harus disepelekan. WHO dan Centers for Disease Control and Prevention (CDC) telah ban­yak memberikan informasi terkait bagaimana ciri­ci­ri infeksi virus corona baru bagi seseorang.

Karena virus ini merupakan strain baru, seiring wak­tu, gejala­gejala untuk mengidentifikasi seseorang apakah ia terpapar virus corona atau tidak terus dik­abarkan. Namun baru­baru ini sebuah penelitian telah dilakukan dan melaporkan diare sebagai gejala yang harus diperhatikan sebagai ciri­ciri corona, ter­utama karena beberapa orang tidak menunjukkan gejala batuk, maupun sesak napas selain diare. Geja­la umum dari infeksi ini termasuk demam, batuk ker­ing, kelelahan dan kesulitan bernapas atau sesak na­pas. Penyakit ini menyebabkan lesi paru­paru dan pneumonia. Beberapa gejala ini tumpang tindih den­gan gejala flu, membuat deteksi menjadi sulit. Tetapi ingusan dan sinus tersumbat lebih jarang terjadi.

Pasien juga mungkin mengalami masalah pencernaan atau diare. Menurut sebuah studi baru, beberapa pa­sien dengan corona mengalami gejala gastrointestinal, terutama diare sebagai tanda pertama penyakit ini. Di antara dari pasien corona yang memiliki gejala ringan secara keseluruhan, akan mengalami gejala sesak napas kemudian. Namun beberapa tidak pernah mengalaminya sama sekali. Pasien dengan gejala pencernaan cenderung mencari perawatan kesehatan lebih lambat daripada mereka yang memiliki gejala pernapasan, rata­rata 16 hari dari awal gejala mereka, dibandingkan dengan 11 hari untuk mereka yang memiliki gejala pernapasan. Mereka yang memiliki gejala pencernaan juga membutuhkan waktu lebih lama untuk membersihkan virus dari tubuh mereka (tes negatif untuk Covid­19), rata­rata sekitar 41 hari, dibandingkan dengan 33 hari untuk mereka yang ha­nya memiliki gejala pernapasan. (*)

Bayang-bayang Corona

REDAKSIONAL

Mang Jutek

OPINI

DALAM hubungan antarneg­ara dikenal istilah bahasa diplo­matik. Bahasa diplomatik yang dimaksudkan di sini sebagai bahasa yang dipergunakan dalam pergaulan dan hubungan antar­negara. Baik dalam tataran bi­lateral, regional, maupun inter­nasional. Umumnya kita lantas membayangkan bahasa­bahasa asing yang sudah mendunia sebagai bahasa diplomatik sep­erti bahasa Inggris dan Prancis. Memang benar, selama ini dua bahasa diplomatik dunia yang paling menonjol adalah bahasa Inggris dan Prancis. Tapi, mun­gkin banyak yang tidak menge­tahui bahwa bahasa Indonesia sebenarnya sudah menjadi ba­hasa diplomatik walaupun dalam batas­batas tertentu.

Mengacu pada Undang­Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, pasal 28 berbunyi: ”Bahasa In­donesia wajib digunakan dalam pidato resmi presiden, wakil presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri”, dengan tambahan penjelasan: ”…kecua­li dalam forum resmi internasi­onal di luar negeri yang mene­tapkan penggunaan bahasa tertentu.” Undang­undang terse­but secara tersurat mengisyarat­kan keinginan agar bahasa In­donesia juga dikenal, diketahui, dan dipakai dalam pergaulan internasional.

Dalam masa kepemimpinan­nya, Presiden Soeharto merupa­kan presiden yang paling kon­sisten menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan kedi­nasan. Baik di dalam maupun luar negeri bila berdialog dengan tamu asing atau menyampaikan pidato di acara­acara tertentu. Misalnya, dalam pidato di depan sidang FAO di Roma dan sidang Majelis Umum PBB di New York,

Presiden Soeharto menggunakan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indone­sia harus menjadi kebanggaan tersendiri bagi setiap warga negara Indonesia, apalagi pe­jabat negara, termasuk diplomat. Dengan demikian, selama ini bahasa Indonesia sudah dijad­ikan alat komunikasi atau ba­hasa diplomatik dalam pergaulan internasional. Dengan makin canggihnya teknologi pener­jemahan, tidak menjadi masalah bila seorang pejabat dari nega­ra mana pun menggunakan bahasa nasional sendiri. Orang Inggris bangga karena bahasanya digunakan sebagai bahasa in­ternasional yang utama. Tapi, bangsa yang paling bangga ter­hadap bahasa nasionalnya, bahkan ”fanatik”, adalah orang Prancis. Diplomat­diplomat asing yang bertugas di Prancis atau negara lain yang berbaha­sa Prancis tidak boleh tidak harus belajar dan bisa berba­hasa Prancis.

Lalu, bagaimana dengan neg­ara­negara lain seperti Asia? Orang­orang China, apalagi bila sedang di negara sendiri, pantang berbahasa selain ba­hasa China (Mandarin). Pemer­intah China biasanya meny­iapkan penerjemah, baik baha­sa Inggris maupun bahasa asing lainnya sesuai kebutuhan.

Ada pengalaman penulis ke­tika bertugas (posting) di Beijing 25 tahun lalu. Suatu ketika KBRI mengirimkan nota diplomatik dalam bahasa Inggris kepada Kementerian Luar Negeri Chi­na. Tapi, Kemenlu China secara halus mengharapkan agar no­ta diplomatik cukup ditulis menggunakan bahasa Indone­sia dengan lampiran terjema­han bahasa China.

Di Korea Utara, pejabatnya sa­ma sekali tidak mau berbahasa

lain kecuali bahasa Korea. Neg­ara itu menyediakan korps pen­erjemah dalam hampir semua bahasa asing di dunia. Ketika menerima diplomat Indonesia, pejabat di Kemenlu Korea Utara meng gunakan bahasa Korea, tapi didampingi seorang pener­jemah bahasa Indonesia. Itulah ”kelebihan” Korea Utara. Mereka mendidik khusus anggota­ang­gota tim penerjemah dalam ba­hasa­bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia atau Melayu. Di Jepang agak lain lagi. Meskipun diplomat Jepang tidak mau ber­bahasa Inggris, bila seorang dip­lomat Indonesia berurusan den­gan Kemenlu Jepang (Gaimusho), staf di Desk Indonesia Gaimusho bisa berbahasa Indonesia. Jadi, sebenarnya di beberapa negara, bahasa Indonesia sudah mendapat perhatian dan dipelajari nega­ra­negara yang bersangkutan. Khususnya di sini untuk kepent­ingan hubungan di plomatik dengan Indonesia.

Sekarang bagaimana prospek bahasa Indonesia untuk men­jadi bahasa dunia? Menurut hemat penulis yang masih pu­nya harapan adalah bila di masa mendatang bahasa In­donesia dapat menjadi salah satu bahasa resmi PBB. Saat ini ada enam bahasa resmi PBB, yakni Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, China, dan Arab.

Ketika PBB didirikan pada 24 Oktober 1945, ada empat baha­sa negara pemenang Perang Dunia II yang segera ditetapkan sebagai bahasa resmi PBB, yak­ni Inggris, Prancis, Rusia, dan China. Waktu itu China diwaki­li Republik China sebelum kemu­dian diganti Republik Rakyat China (RRC) pada 1972. Sedang­kan bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi PBB pada 1973. Penetapan bahasa resmi di PBB, antara lain, disebabkan

pertimbangan politis, pemenang Perang Dunia II, status dan pen­garuh negara yang bersangkutan, serta sudut kuantitas pemakaian bahasa asing tersebut. Seperti bahasa Spanyol yang menjadi bahasa nasional sebanyak 20 negara, sedangkan bahasa Arab digunakan 26 negara.

Maka, apakah bahasa Indone­sia punya peluang menjadi ba­hasa internasional atau salah satu bahasa resmi PBB seperti di­canangkan Kongres Bahasa Indonesia hampir empat tahun lalu? Peluang itu ada untuk jang­ka panjang dan harus melalui jalan yang berliku­liku. Dari sudut pengguna bahasa Indonesia (plus Melayu) sudah cukup banyak. Bila dijumlah tak kurang dari 300 juta penutur bahasa Indonesia atau Melayu. Yakni, penduduk Indonesia, Malaysia, Singapura,

Brunei Darussalam, dan sebagian Thailand Bagian Selatan. Syarat lain, Indonesia harus menjadi negara maju terlebih dahulu. Termasuk memperkuat kapasi­tas diplomasinya agar menjadi negara yang berpengaruh, baik di tingkat regional Asia Tengga­ra maupun Asia, bahkan dunia. Diplomasi yang perlu dilancar­kan bukan hanya di bidang poli­tik, tapi juga seni budaya. Misal­nya, lebih banyak memperke­nalkan budaya, terutama baha­sa Indonesia, termasuk diplo­masi sastra. Itu di satu sisi. Di sisi yang lain, bangsa Indonesia juga harus meningkatkan keter­ampilan berbahasa asing agar tidak terisolasi dalam pergaulan internasional. (*)

PramuditoMantap Diplomat

Indonesia Menuju Bahasa Dunia

41 ribu warga Karawang sukses mengalahkan corona. Sembuh

* *

**