kompartemen sindrome elis.rtf

Embed Size (px)

Citation preview

Definisi

Sindrom kompartemen didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan di dalam suatu rongga anatomis tubuh yang mempengaruhi sirkulasi dan mengancam fungsi dan kelangsungan hidup jaringan di sekitarnya. Sindrom kompartemen abdominal (ACS) muncul bila disfungsi organ terjadi sebagai hasil dari hipertensi intra-abdomen. Sindrom ini didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen lebihdari 20 mmHg atau tekanan perfusi abdomen kurang dari 60 mmHg dengan disertai onset satu atau lebih kegagalan system organ. Tekanan intra-abdomen normal antara 0 dan 5 mmHg, tapi pada pasien dewasa yang kritis normal IAP dapat mencapai antara 5 dan 7 mmHg.

Hipertensi intra-abdomen didefinisikan dengan menetap atau berulangnya tekanan intra-abdomen (IAP) lebih dari 12 mmHg atau tekanan perfusi abdomen (APP) kurang dari 60 mmHg, dimana tekanan perfusi abdomen (APP) = tekanan arteri rata-rata (MAP) tekanan intra-abdomen (IAP). Berbeda dengan hipertensi intra-abdomen (IAH), sindrom kompartemen abdominal tidak diberi tingkatan tetapi lebih didasarkan sebagai fenomena all or none.

B. Etiologi

Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi pada 4 hingga 15% pasien dengan penanganan intensive bedah pada berbagai kondisi klinis termasuk pembedahan abdomen yang lama, akumulasi ascites, trauma tumpul abdomen, ruptur aneurisma aorta abdomen, pancreatitis hemoragik, fraktur pelvis, ileus dan obstruksi usus, pneumoperitoneum dan syok septic.

C. Klasifikasi

Akut primer ACS

Keadaan yang berhubungan dengan cedera atau penyakit di region pelvis-abdomen yang sering memerlukan penanganan bedah atau intervensi radiologis intervensional.

Sekunder ACS

ACS yang bukan berasal dari region pelvis-abdomen

Kronik

Keadaan dimana ACS kembali terjadi akibat tindakan bedah sebelumnya atau terapi medis pada primer atau ACS sekunder

D. Manifestasi Klinis

Distensi abdomen yang berat

Gagal napas yang ditandai dengan PCO2 yang meningkat, volume tidal yang berkurang, tingginya tekanan puncak inspirasi.

Curah jantung yang menurun

Tekanan darah yang labil

pH rendah yang menetap

Oliguria yang tidak respon terhadap terapi konvensional

Tekanan intra abdomen yang meningkat (> 40 mm Hg)

KLIK DISINI BISNIS MUDAH DAN PRAKTIS

E. Patofisiologi

Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti pankreatitis akut atau pecahnya aneurisma aorta abdominal. Obstruksi mekanis usus halus, dan pembesaran abdomen bisa menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan perdarahan intra-abdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab paling umum dari hipertensi intra-abdomen. Pembedahan perut dengan tujuan untuk mengendalikan pendarahan juga dapat meningkatkan tekanan dalam ruang peritoneal. Distensi usus, sebagai akibat dari syok hipovolemik dan perpindahan volume yang besar, merupakan penyebab penting hipertensi intra-abdomen, dan selanjutnya mengakibatkan ACS, pada pasien trauma.

Pada kondisi syok, vasokonstriksi dimediasi oleh sistem saraf simpatik mengakibatkan kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal, dan saluran pencernaan, hal ini bertujuan untuk menyuplai jantung dan otak. Redistribusi darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di jaringan usus. Hipoksia ini berhubungan dengan 3 bagian penting dari perkembangan kompensasi positif yang mencirikan patogenesis hipertensi intra-abdomen dan perkembangannya menjadi ACS:

Pelepasan sitokin,

Pembentukan oksigen radikal bebas,

Penurunan produksi adenosin trifosfat pada sel

Sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka sitokin dilepaskan. Molekul-molekul ini meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada terjadinya edema. Setelah seluler mengalami re-perfusi, oksigen radikal bebas dihasilkan. Agen ini mempunyai efek toksik pada membran sel yang kondisinya diperparah oleh adanya sitokin, yang merangsang pelepasan radikal lebih banyak lagi. Selain itu, kurangnya penghantaran oksigen ke jaringan yang mengalami keterbatasan produksi adenosine triphospat dan penurunan persediaan dari adenosin trifosfat ini tergantung pada aktivitas selular. Yang terkena dampak adalah pompa natrium-kalium. Efisien fungsi pompa sangat penting untuk peraturan intraselular elektrolit. Ketika pompa gagal, terjadi kebocoran natrium ke dalam sel sehingga menarik air. Sebagai sel membengkak, selaput kehilangan integritas, menumpahkan isi intraselular ke lingkungan ekstraselular dan lebih jauh mengakibatkan inlamasi (peradangan). Peradangan dengan cepat mengarah pada pembentukan edema, sebagai akibat dari kebocoran kapiler, dan jaringan yang semakin membengkak di usus akibat semakin meningkatnya tekanan intra-abdomen. Pada awal tekanan, perfusi usus terganggu, dan siklus hipoksia selular, kematian sel, peradangan, dan edema terus berlanjut.

Jadi , pada hipertensi intra-abdomen dapat menyebabkan vasokontriksi sehingga terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Apabila tekanan intra abdomen terus meningkat, dapat menyebabkan terjadinya penurunan perfusi jaringang dan akhirnya terjadi edema yang juga dapat memperparah peningkatan tekanan intra abdomen. Terus meningkatnya tekanan intra abdomen inilah yang akhirnya menyebabkan Kompartement sindrom abdominal.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium :

Comprehensive metabolic panel (CMP)

Complete blood cell count (CBC)

Amylase and lipase assessment

Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila pasien diberi heparin

Test untuk marker jantung

Urinalisis and urine drug screen

Pengukuran level serum laktat

Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat dan basa.

Radiografi :

Abdomen serial untuk melihat udara bebas atau obstruksi usus.

Radiografi polos abdomen sering tidak berguna dalam mengidentifikasi sindrom kompartemen abdominal.

CT scan abdomen dapat memberikan banyak temuan. Pada tahun 1999 Pickhardt dkk menemukan gambaran dibawah ini pada pasien dengan sindrom kompartemen abdominal:

1) Round-belly sign distensi abdomen dengan rasio diameter abdomen anteroposterior ke transversal meningkat. (ratio >0.80; P 35 Dekompresi dan re-eksplorasi

Pilihan terapi medis untuk mengurangi IAP :

Memperbaiki komplians dinding abdomen

- Sedasi dan analgesik

- Blokade neuromuskular

- Hindari ketinggian kepala tempat tidur > 30 degrees

Evakuasi isi intra-lumen

- Dekompresi nasogaster

- Dekompresi rektum

- Agent gastro-/colo-prokinetik

Evakuasi kumpulan cairan abdominal

- Parasentesis

- Drainase perkutan

Koreksi keseimbangan cairan positif

- Hindari resusitasi cairan berlebih

- Diuretik

- Koloid / cairan hipertonik

- Hemodialisis / ultrafiltrasi

Organ Pendukung

- Pertahankan APP > 60 mmHg dengan vasopressor

- Optimalkan ventilasi, alveolar recruitment

- Gunakan tekanan jalan napas transmural (tm)

- Pplattm = Pplat IAP

- Pikirkan untuk menggunakan volumetric preload indices

- Jika menggunakan PAOP/CVP, gunakan tekanan transmural

- PAOPtm = PAOP - 0.5 * IAP

- CVPtm = CVP - 0.5 * IAP

Terdapat manajemen nonoperatif pada IAH/ACS yang terdiri dari lima intervensi terapi, tiap terapi mengandung beberapa langkah tingkat terapi yang dijelaskan lebih detil pada Gambar 6.13

Evakuasi isi intralumen

Evakuasi space-occupying lesion intra-abdomen

Memperbaiki komplians dinding abdomen

Optimalkan kebutuhan cairan

Optimalkan perfusi jaringan regional dan sistemik

Manajemen pembedahan:

Laparotomi dekompresi merupakan gold standard dalam penanganan pasien dengan ACS. Pendekatan dekompresi abdomen sangat beragam. Temporary abdominal closure (TAC) telah banyak digunakan sebagai mekanisme mengembalikan dampak akibat peningkatan IAP. Beberapa penulis menganjurkan penggunaan TAC sebagai profilaksis untuk mengurangi komplikasi post operasi dan mempermudah re-eksplorasi yang telah direncanakan. Setelah laparotomi dekompresi, dilakukan temporer abdominal closure yang dilanjutkan dengan permanen abdominal closure pada hari berikutnya.

Temporary abdominal closure

Beberapa metode dari temporary abdominal closure dapat digunakan. Keputusan pertama yang harus dibuat adalah apakah menutup fascia dengan bahan sintetis atau membiarkannya terbuka. Fascia tidak boleh ditutup primer, ini berkaitan dengan tingginya tingkat rekuren dari ACS. Jika fascia ditutup dengan bahan sintetis, berbagai bahan (absorbable/nonabsorbable; porous/nonporous) bisa digunakan. Berbagai tipe dari mesh dapat digunakan termasuk polyglycolic acid (Vicryl), polypropylene (Marlex), atau polytetrafluoroethylene (PTFE). Bahan yang dapat diserap lebih dipilih. Penutup dengan alat burr artificial (Velcro-like), kantung cairan intravena (Bogot bag), kantung kaset x-ray steril, dan kertas Silastic telah digunakan.

Jika fasia dibiarkan terbuka dan abdomen penuh, kulit bisa tertutup atau dibiarkan terbuka. Kulit bisa ditutup menggunakan jahitan, penjepit kain, perban lateks Esmarch atau mesh. Jika mesh dijahit ke kulit, akan ditutup dengan adesif drape yang steril dan drape(Vi-drape or Steri Drape). Menjahit bahan sintetis ke kulit bukan ke fasia, mempersiapkan fasia untuk definitive closure berikutnya. Jika penutupan kulit saja menyebabkan peningkatan IAP, kulit dibiarkan terbuka. Usus ditutupi dengan nonadhesive, nonporous materi (seperti tas atau perekat usus terlipat menggantungkan dirinya sendiri sehingga sisi perekat menempel pada dirinya sendiri).

Tepi bahan nonadhesive, nonporous diselipkan di bawah tepi dinding abdomen anterior untuk mencegah pengeluaran isi dari usus. Selanjutnya, handuk steril ditempatkan, diikuti oleh tirai perekat (Vidrape atau tirai Steri ) yang menempel pada dinding perut dan mencegah lebih lanjut pengeluaran isi, pengeringan dari usus, dan cairan kerugian dari perut yang terbuka. Aplikasi langsung dari tirai perekat ke usus meningkatkan risiko enterocutaneous fistula dan tidak disarankan.

Sebuah cairan irigasi urologis tas dijahit ke kulit dan saluran eksternal ditempatkan untuk mengontrol dan kuantifikasi dari kebocoran cairan atau perdarahan.

Permanent abdominal closure.

Penutupan perut permanen dilakukan setelah hipovolemia, hipotermia, coagulapathy, dan asidosis telah diperbaiki; yang biasanya tiga sampai empat hari setelah dekompresi abdomen. Beberapa metode penutupan perut telah dideskripsikan. Primer penutupan fasia dapat dilakukan atau cangkok kulit dapat ditempatkan diikuti oleh dinding perut tertunda rekonstruksi.Setelah mobilisasi signifikan cairan, dimungkinkan untuk menutup fasia tanpa ketegangan yang signifikan. Namun, sebuah "pemisahan bagian" teknik mungkin diperlukan untuk reapproximate fasia.

Jika mesh ditempatkan sebagai perut sementara penutupan (sebaiknya bahan yang diserap), jala dapat dibiarkan in situ selama dua minggu kemudian ditutup dengan kulit ketebalan parsial grafts ke jaringan granulasi yang mendasarinya. Jala biasanya akan dimasukkan ke dalam jaringan granulasi pada titik waktu ini. Jika fasia tidak ditutup dan pasien yang tersisa dengan cacat dinding perut, dinding perut rekonstruksi dapat dilakukan enam hingga dua belas bulan kemudian.

Berbagai metode rekonstruksi telah dijelaskan, termasuk medial bilateral kemajuan abdominus rektus otot dan fasia dengan atau tanpa sayatan kulit-relaksasi. Expanders jaringan subkutan diikuti oleh flaps kemajuan myocutaneous bilateral juga telah digunakan. Garis tengah perut flap cacat mungkin memerlukan rekonstruksi atau rekonstruksi dengan nonabsorbable mesh.

KLIK DISINI BISNIS MUDAH DAN PRAKTIS..buruan!!

H. Komplikasi

1) Necrosis jaringan abdomen, akibat gagal mengurangi tekanan yang meningkat dan penurunan perfusi kapiler yang menyebabkan hipoksia pada jaringan tersebut.

2) Volkmanns contracture yang mempengaruhi anggota tubuh

3) Rhabdomyolysis

4) Gagal jantung

I. Prognosis

Tingkat kematian dengan kasus ACS dilaporkan 10-68% dari pasien yang mengalaminya.

Prosentase klien yang dapat bertahan hidup dengan kasus ACS sekitar 53%. Jika sudah diketahui ada tanda-tanda mengalami ACS, maka penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah dekompresi laparotomi.

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nyeri berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intra abdomen yang mengakibatkan iskemik jaringan

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen yang mengakibatkan penekanan diafragma (penghambatan relaksasi diafragma)

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan

Syok hipovelemik berhubungan dengan defisit volume cairan

Gangguan perfusi serebri berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke otak

Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguri

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun akibat adanya mual dan muntah

K. INTERVENSI

Syok hipovelemik berhubungan dengan defisit volume cairan

Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran yang baik

Kriteria hasil: Menunjukkan tingkat kesadaran yang baik, fungsi kognitif dan motorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK.

Kriteria Hasil :

IntervensiRasional

Pantau tanda-tanda vital dan CVP ,perhatikan adanya / derajat perubahan tekanan darah postural .Observasi terhadap peningkatan suhu / demam . Palpasi nadi perifer. Perhatikan pengisian kapiler , warna / suhu kulit ; kaji status mental

Awasi jumlah dan tipe masukan cairan .Ukur , haluran urin dengan akurat .

Timbang berat badan badan setiap hari dan bandingkan dengan keseimbangan cairan 24 jam.

Indikator keadekuatan volume sirkulasi. Hipotensi ortostatikdapat terjadi dengan risiko jatuh atau cedera segera setelah perubahan posisi.

Pasien tidak mengkonsumsi cairan. Oliguria bisa terjadi dan toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotik.

Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet/penentuan kebutuhan nutrisi.

Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan oliguri

Tujuan: mengembalikan pola eliminasi urin normal.

Kriteria hasil: Klien menunjukkan pola pengeluaran urin yang normal, klien menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang eliminasi urin.

Tindakan/intervensi

Rasional

Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan dieresis.

Pantau TD dan CVP (bila ada)

Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

Nyeriberhubungan dengan peningkatan tekanan intra abdomen

Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien

Kriteria hasil:

- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi

- Klien tidak merasa kesakitan.

- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah

IntervensiRasional

Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman.

Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi

Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk, dan mengangkat benda yang berat. Ajarkan pasien untuk menekan insisi dengan tangan atau bantal selama episode batuk; ini khususnya penting selama periode pascaoperasi awal dan selama 6 minggu setelah pembedahan.

Kolaborasi analgesic

Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.

Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan

Menghindari adanya tekanan intra abdomen

Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang

Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen

Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas. Klien dapat bernapas normal.

Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas normal16- 20x/ menit, ekspansi dada normal

INTERVENSI

RASIONAL

Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.

Auskultasi bunyi nafas.

Pantau penurunan bunyi nafas.

Pastikan kepatenan O2 binasal

Berikan posisi yang nyaman : semi fowler

Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam

Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan

Frekuensi, irama, dan kedalaman napas yang normal menunjukkan pola napas yang efektif.

Mendengarkan suara napas klien normal atau tidak.

Penurunan bunyi napas klien menunjukkan adanya gangguan pada jalan napas.

Memenuhi kebutuhan oksigenasin klien.

Posisi semi fowler mempermudah udara masuk sehingga klien dapat bernapas dengan optimal.

Dengan latihan napas yang rutin, klien dapat terbiasa untuk napas dalam yang efektif.

Sebagai indikator efektif atau tidakkah intervensi yang dilakukan perawat pada klien.

SINDROME KOMPARTEMENSINDROME KOMPARTEMENA. DefinisiSyndrome kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak Berdasarkan letaknya komparteman terdiri dari beberapa macam, antara lain:1.Anggota gerak atas a. Lengan atas :Terdapat kompartemen anterior dan posterior b. Lengan bawah :Terdapat tiga kompartemen,yaitu: flexor superficial, fleksor profundus, dan ekstensor2.Anggota gerak bawah a.Tungkai atas:Terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial, dan posterior b.Tungkai bawahTerdapat empat kompartemen, yaitu: kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundusSyndrome kompartemen yang paling sering terjadi adalah pada daerah tungkai bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, posterior superficial, dan posterior profundus) serta lengan atas (kompartemen volar dan dorsal)B. EtiologiTerdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:1.Penurunan volume kompartemen Kondisi ini disebabkan oleh: Penutupan defek fascia Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas2. Peningkatan tekanan eksternal Balutan yang terlalu ketat Berbaring di atas lengan Gips3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain: Pendarahan atau Trauma vaskuler Peningkatan permeabilitas kapiler Penggunaan otot yang berlebihan Luka bakar Operasi Gigitan ular Obstruksi venaSejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.C. PatofisiologiPatofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu, antara lain:a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemenb. Theori of critical closing pressure. Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol yang tinggi. Tekanan trans mural secara signifikan berbeda ( tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya adalah arteriol akan menutupc. Tipisnya dinding vena Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembaliMcQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang.Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari tungkai bagian bawah biasanya yang kenaD. Manifestasi KlinisGejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )4. Parestesia (rasa kesemutan)5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom.Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit.2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.E. Penegakan DiagnosaSelain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa kompartemen syndrome dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra kompartemen ini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer.Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relative ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolic. Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastoli.F. PenangananTujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomiPenanganan kompartemen secara umum meliputi:1. Terapi Medikal/non bedahPemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi: a. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontriksi dilepas. c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas2. Terapi Bedah Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai > 30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.G. Komplikasi Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawa3. Trauma vascular4. Gagal ginjal akut5. Sepsis6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)H. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut bd agen injuri fisik/kimiawi2. Ketidakepektifan perfusi jaringan perifer bd gangguan aliran darah arteriReferensiIrga, 2008, Sindroma Kompartemen, dilihat 12 November 2008, http://www.passangereng.blogspot.comNANDA, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002 , Philadelphia

Sindroma Kompartemen

Materi Pertemuan Bedah Kenanga Hari/ Tanggal : Sabtu/ 24-4-2010Lokasi : Rg. Kenanga

COMPARTEMEN SYNDROME

A. Anatomi Kompartemen merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, syaraf dan pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok, secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.B. Pengertian Suatu kondisi dimana terjadi peningkatan intertisial didalam ruangan yang terbatas, yaitu didalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringandan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadigangguan sirkulasi dan fungsi jaringan diruangan tersebut. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darahyang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individualyang dibungkus oleh epimisium.C. Penyebab umum 1. Sindroma kompartemen akut :v Frakturv Trauma Jaringan lunakv Kerusakan pada arteriv Luka bakar2. Sindroma kompartemen Kronik Biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola dan militer.D. EtiologiPenurunan Volume Kompartemen

v Penutupan defek fasciav Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstermitasPeningkatan tekanan struktur compartemen

v Perdarahan atau traumavaskuler v Peningkatan permeabilitaskapilerv Penggunaan otot yang berlebihanv Luka bakarv Operasiv Gigitan ularv Obstruksi venav Sindrom nefrotikv Infus yang infiltrasiv Hipertrofi ototPeningkatan tekanan eksternal

v Balutan yang terlalu ketatv Berbaring diatas lenganv Gips Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi dianggota gerak bawah.E. DiagnosisGejala klinis dikenal dengan 5 P, yaitu:Pain ( nyeri )

Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-ototyang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik ( pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya ) Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.Pallor ( pucat ), diakibatkan oleh menurunnya perfusi kedaerah tersebut

Pulselsness ( berkurang atau hilangnya denyut nadi )

Parestesia ( penurunan sensasi seperti kesemutan )

Paralysis ( Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi/ bagian yang terkena kompartemen sindrom )

F. Penanganan sindroma kompartemen meliputi: Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.Terapi Medikal/ non opertif

Pemilihan secara medikal terapi digunakan apabila masih menduga suatu sindroma kompartemen yaitu: Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankanketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia. Pada kasus penurunan kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut kontriksi dilepas Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat perkembangan sindroma kompartemen. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edeme seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.Terapi pembedahan / operatif

Terapi operatif untuk sindroma kompartemen apabila tekanan intrakompartemen lebih dari 30 mmHg, memerlukan tindakan yang cepat dan segera dilakukan fasciotomi. Tujuannyauntuk menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.Terapi untuk sindroma kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi.G. Komplikasi Komplikasi terjadi akibat trauma permanen yang mengenai otot dan syaraf yang dapat mengurangi fungsinya. Apabila sindrom kompartemen lebih dari 8 jam dapat mengakibatkan nekrosis dari syaraf dan otot dalam kompartemen. Syaraf dapat beregenerasi sedangkan otot tidak sehingga jika terjadi infark tidak dapat pulih kembali dan digantikan dengan jaringan fibrosa yang tidak elastis yaitu kontraktur iskemik volkmann, yaitu kelanjutan dari sindrom kompartemen akut yang tidakmendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan. Kontraktur Volkmann adalah deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma.Sedangkan komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen dapat meliputi gagal ginjal, sepsis dan acute respiratory distress syndrome ( ARDS ) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multi sistem.H. PrognosisSindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek.I. Diagnosa Keperawatan yang Muncul1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik/ kimiawi2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d gangguan aliran darah arteri.J. Referensi Irga, 2008, Sindroma Kompartemen http://www. Passangereng.blogspot.com NANDA, Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2001-2002, Philadelpi