Upload
diana-putri-ramdani
View
29
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aktifitas/istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia). Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri
atau kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot (flaksid, spatis); paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum. Gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung: endokarditis bakterial, GJK
Tanda: hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG
3. Integritas ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira.Kesulitan
untuk mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen,
bising usus
5. Makanan/cairan
Gejala: Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK),
kehilangan sensasi pada lidah, pipi, dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM,
peningkatan lemak dalam darah
Tanda: kesulitan menelan (gangguan pada reflex palatum dan faringeal), obesitas
6. Neurosensori
Gejala: pusing (sebelum serangan CSV/ selama TIA), sakit kepala, penglihatan menurun,
kehilangan daya lihat sebagian, gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/kesadaran: biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragik.
Gangguan fungsi kognitif, ekstremitas: kelemahan atau paralisis, afasia: gangguan atau
kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik (kesulitan untuk mengungkapkan
kata). Reseptif (afasia sensorik) yaitu kesulitan untuk memahami kata kata secara
bermakna, atau afasia global yaitu gabungan dari kedua hal di atas. Kehilangan
kemampuan untuk mengenali atau menghayati masuknya rangsang visual,
pendengaran, taktil (agnosia), seperti gangguan kesadaran terhadap citra tubuh,
kewaspadaan, kelainan terhadap bagian tubuh yang terkena, gangguan
persepsi. Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien in gin
menggerakkannya (apraksia). Ukuran atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis
pupil ipsilateral (perdarahan atau herniasi). Kekakuan muka biasanya karena
perdarahan, kejang biasanya karena adanya pencetus perdarahan.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis
terkena)
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot atau fasial.
8. Pernafasan
Gejala: merokok atau faktor resiko
Tanda: ketidakmampuan menelan atau batuk atau hambatan jalan nafas. Timbulnya
pernafasan sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar/ronkhi (aspirasi sekresi)
9. Keamanan
Tanda: motorik atau sensorik: masalah dengan penglihatan, kesulitan dalam menelan,
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri
10. Interaksi social
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital yang meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
Pemeriksaan Neurologi
1. Fungsi serebral
Terdiri dari status mental, fungsi intelektual, daya pikir, status emosional, persepsi,
kemampuan motorik, dan bahasa.
2. Pengukuran GCS
A. Eyes ( membuka mata )
Spontan : 4
Terhadap rangsangan suara : 3
Terhadap rangsangan nyeri : 2
Tidak ada respon : 1
B. Motorik
Sesuai perintah : 6
Karena nyeri local : 5
Menarik daerah nyeri : 4
Fleksi abnormal : 3
Ekstensi abnormal : 2
Tidak ada respon : 1
C. Verbal
Orientasi waktu : 5
Bicara kacau (kalimat) : 4
Kata – kata tidak tepat : 3
Tidak bermakna (bergumam) : 2
Tidak berespon : 1
3. Saraf cranial
Besar pupil tidak sama, ptosis kelopak mata
Nervus : Defisit dari Nervus
a. N. I. : Olfactory
b. N. II. : Optic
c. N. III. : Oculomotor
d. N. IV : Moto trochlear ( gerakan kebawah / kedalam mata )
e. N.V : Trigeminal ( Gerakan rahang, muka )
f. N.VI : Abducens ( Lateral Mata )
g. N.VII : Facial
h. N.VIII : Acoustic ( cochlea, vestibular )
i. N. IX : Glosofaringeal
j. N.X : Vogus ( motor, palatum, faring, laring )
k. N.XI : Asesori Spinal : mastoid, trapezius
l. N.XII : Hypoglosal ( Motor – lidah )
4. Pemeriksaan motorik
Meliputi pengkajian motorik kasar, tes keseimbangan, dan pengkajian motorik halus.
5. Pemeriksaan sensorik
Meliputi sensasi taktil, sensasi suhu dan nyeri, vibrasi dan propriosepsi, dan merasakan
posisi.
6. Status refleks
a. Refleks bisep
Peregangan tendon bisep pada saat siku dalam keadaan fleksi. Orang yang menguji
menyokong lengan bawah satu tangan sambil menempatkan ibu jari dengan
menggunakan palu refleks.
b. Refleks trisep
Lengan pasien fleksi pada siku dan pronasi dan di posisikan di depan dada. Palpasi 2,5-
5 cm di atas siku. Refleks ini menyebabkan kontraksi otot trisep dan ekstensi siku.
c. Refleks brachioradialis
Tangan klien diletakkan di atas paha dalam keadaan pronasi. Pukulkanrefleks hammer
di atas tenson pergelangan tangan, amati fleksi, supinasi dari tangan klien.
d. Refleks abdomen
Klien tetap dalam posisi supine tanpa mengenakan baju. Sentuhkan ujung tajam refleks
hammer ke kulit bagian abdomen mulai dari arah lateral ke bagian umbilical, dan amati
kontraksi otot abdomen.
e. Refleks patella
Refleks patella di timbulkan dengan cara mengetok tendon patella tepat di bawah
partela. K dalam keadaan duduk atau tidur terlentang. Jika K terlentang, pengkaji
menyokong kaki untuk memudahkan relaksasi otot.Konstraksi guadrisep dan ekstensi
lutut adalah respon normal.
f. Refleks Achilles/ankle
Pegang telapak kaki klien dengan tangan non dominan pemeriksa. Pukul tendon
Achilles dengan bagian tumpul refleks hammer dan amati kontraksi otot kuadrisep.
g. Refleks plantar
Klien dalam posisi supine dan kedua tungkai bawah sedikit eksternal rotasi, stimulasi
telapak kakki klien dengan ujung tajam refleks hammer.Sentuhan dimulai dari tumit kea
rah luar telapak kaki klien. Amati gerakan telapak kaki (normal jika gerak plantar fleksi
jari-jari kaki)
h. Refleks babinsky
Indikasi adanya penyakit SSP. Bila bagian lateral seseorang dengan penyakit SSP
digores, maka akan terjadi kontraksi kaki dan menarik bersama-sama. Pada pasien
yang mengalami penyakit SSP, maka pada system motorik jari-jari kaki menyebar dan
menjauh. Pada bayi refleks ini normal.
i. Refleks kernig
Klien berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut
900
j. Refleks laseque
Klien berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut
60-700
k. Refleks brudzinski
Klien berbaring kemudian tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada klien untuk mencegahnya
diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski positif, maka tindakan ini mengakibatkan
fleksi kedua tungkai.
l. Refleks brudzinski II
Klien berbaring satu tungkai difleksikan pada persendian penggul, sedangkan tungkai
yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi lurus. Bila tungkai yang satu ikut
terfleksi, maka tanda brudzinski II positif.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah:
gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler: kelemahan,
parestesia, paralisis spastis
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot/control otot fasial/oral;
kelemahan/kelelahan umum
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi,
intergari dan stress psikologis
5. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan
refleks batuk dan menelan.
6. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan koordinasi otot
8. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual
kognitif
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
C. INTERVENSI
1. Diagnosa 1 : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran
darah: gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema serebral
kriteria hasil :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya mebaik, fungsi kognitif, motorik dan
sensorik
b. Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tak adanya tanda-tanda peningkatan
TIK
c. Menunjukkan tidak adanya kekambuhan defisit
Intervensi dan rasional :
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan/penyebab khusus selama
koma/penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK
Rasional:
Mempengaruhi penetapan intrevensi. Kerusakan/kemunduran tanda/gejala neurologis
memerlukan tindakan pembedahan dan atau pasien harus dipindahkan ke ICU untuk
melakukan pemantauan terhadap peningkatan TIK.
b. Pantau/cata status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya
Rasional:
Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
mengetahui lokasi luas dan kemajuan kerusakan SSP. Dapat menunjukkan TIA yang
merupakan tanda terjadi thrombosis CVS baru.
c. Pantau dan catat tanda-tanda vital:
1) Adanya hipertensi/hipotensi
Rasional:
Variasi tekanan darah mungkin terjadi karena tekanan/trauma serebral pada daerah
vasomotor otak. Hipotensi dapat terjadi karena syok, peningkatan TIK dapat terjadi
karena edema, adanya formasi bekuan darah, dan tersumbatnya arteri subklavia dapat
dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan antara kedua lengan
2) Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur
Rasional:
Perubahan terutama adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan
otak. Disritmia/murmur mencerinkan adanya penyakit jantung yang mungkin menjadi
pencetus stroke.
3) Catat pola dan irama dari pernafasan
Rasional:
Ketidakteraturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan
serebral/peningkatan TIK.
d. Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya
Rasional:
Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotorius (III) dan berguna dalam menentukan
apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh
keseimbangan antara saraf simpatis dengan parasimpatis. Respon terhadap refleks
cahaya merupakan fungsi dari saraf optikus dan okulomotorius.
e. Catat perubahan dalam penglihatan
Rasional:
Ganguan penglihatan yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena.
f. Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi seperti fungsi bicara jika pasien sadar
Rasional:
Perubahan dalam kognitif dan bicara merupakan indicator dari lokasi/derajat gangguan
serebral.
g. Letakkan posisi kepala agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
Rasional:
Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral.
h. Pertahankan keadaan tirah baring ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional:
Aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK.
i. Cegah terjadinya mengejan saat defekasi, dan pernafasan yang memaksa
Rasional:
Maneuver valsalva dapat meningkatkan TIK dan memperbesar resiko perdarahan.
j. Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan serangan
kejang
Rasional:
Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal.
Kolaborasi:
k. Beri oksigen sesuai indikasi
Rasional:
Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan
meningkat/terbentuknya edema.
l. Berikan obat sesuai indikasi
1) Antikoagulasi, seperti natrium warfarin, heparin, antitrombosit, dipiridamol
Rasional:
Dapat digunakan untuk memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat
mencegah pembekuan saat embolus/thrombus menjadi masalahnya.
2) Antifibrolitik, seperti asam aminokaproid (Amicar)
Rasional:
Penggunaan hati-hati dalam perdarahan untuk mencegah lisis bekuan yang terbentuk.
3) Antihipertensi
Rasional:
Mengurangi terjadinya perluasan kerusakan jaringan.
4) Vasodilatasi perifer, seperti siklandelat (cyclospasmol), papaverin (pavabid/vasospan),
isoksupresin (vasodilan)
Rasional:
Memperbaiki sirkulasi kolateral atau menurunkan vasospasme.
5) Steroid, deksametason (decadrone)
Rasional:
Penggunaannya controversial dalam mengendalikan edema serebral.
6) Fenitoin (dilantin), fenobarbital
Rasional:
Digunakan untuk mengontrol kejang/ aktifitas sedative.
7) Pelunak feses
Rasional:
Mencegah proses mengejan saat defekasi.
m. Persiapkan untuk pembedahan, endarterektomi, bypass mikrovaskuler
Rasional:
Mungkin bermanfaat untuk mengatasi situasi.
n. Pantau pemerikasaan laboratorium sesuai indikasi
Rasional:
Memberikan informasi tentang keefektifan pengobatan/terapeutik.
2. Diagnosa 2 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler: kelemahan, parestesia, paralisis spastis
kriteria hasil :
a. Mempertahankan posisi optimal dan fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktur
b. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau
kompensasi
c. Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas
d. Mempertahankan integritas kulit
Intervensi dan rasional
a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang
teratur
Rasional:
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai
pemulihan.
b. Ubah posisi setiap 2 jam (terlentang/miring), jika kemungkinan bisa lebih sering
diposisikan pada bagian yang terganggu
Rasional:
Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemi jaringan.
c. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada semua ekstremitas
Rasional:
Meminimalkan atrofi otot, menaikkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
d. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, pertahankan posisi kepala netral
Rasional:
Mencegah kontraktur dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali.
e. Tempatkan bantal dibawah aksial untuk melakukan abduksi pada tangan
Rasional:
Mencgah abduksi bahu dan fleksi siku
f. Tinggikan tangan dan kepala
Rasional:
Menaikkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema
g. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk
Rasional:
Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan
motorik.
h. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda-tanda lain
Rasional:
Jaringan yang edema lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhannya lambat.
i. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan
ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan tubuh yang mengalami
kelemahan
Rasional:
Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan
memerlukan dorongan serta latihan aktif.
Kolaborasi:
j. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
Rasional:
Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/
menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
k. Bantulah dengan stimulasi elektrik
Rasional:
Dapat membantu memulihkan kekuatan otot dan meningkatkan control otot volunteer.
l. Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi, seperti baklofen, dantrolen
Rasional:
Menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
3. Diagnosa 3 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot/control otot fasial/oral;
kelemahan/kelelahan umum
Kriteria hasil :
a. Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
b. Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
c. Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi dan rasional
a. Kaji tipe/derajat disfungsi
Rasional:
Menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien
dalam beberapa atau seluruh tahap komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan (afasia sensorik/kerusakan pada area wernick);
mengucapkan kata-kata dengan benar (afasia ekspresif/area broca) atau mengalami
kerusakan pada kedua area tersebut.
b. Minta pasien untuk menulis nama/kalimat yang pendek
Rasional:
Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam membaca yang benar
yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan motorik.
c. Berikan metode komunikasi alternative
Rasional:
Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang
mendasarinya.
d. Bicaralah dengan nada normal dan hindari percakapan yang cepat
Rasional:
Pasien tidak perlu merusak pendengaran, dan meninggikan suara dapat menimbulkan
marah pasien. Memfokuskan respons dapat mengakibatkan frustasi.
Kolaborasi
e. Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara
Rasional:
Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif
berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangn/kebutuhan terapi.
4. Diagnosa 4 : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi
sensori, transmisi, intergari dan stress psikologis
Kriteria hasil :
a. Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual
b. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual
c. Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap/deficit hasil
Intervensi dan rasional :
a. Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang,
perubahan ketajaman persepsi, adanya diplopia
Rasional:
Munculnya gangguan penglihatan akan berdampak negative terhadap kemampuan
pasien untuk menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan
meningkatkan risiko terjadinya cedera.
b. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian
tubuh/otot, rasa persendian
Rasional:
Penurunan kesadaran sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk
terhadap keseimbangan/posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu
ambulasi.
c. Berikan stimulasi terhadap sentuhan
Rsional:
Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan
interpretasi stimulasi.
d. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang
membahayakan
Rasional:
Meningkatkan keamanan pasien dan menurunkan resiko trauma.
e. Hilangkan kebisingan/simulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan
Rasional:
Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan.
5. Diagnosa 5 : Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi dan rasional :
1. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
Rasional :
Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
B. Rubah posisi tiap 2 jam sekali
Rasional :
Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan
C. Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional :
Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
D. Observasi pola dan frekuensi nafas
Rasional :
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
E. Auskultasi suara nafas
Rasional :
Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
F. Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional :
Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
6. Diagnosa 6 : Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan / ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi dan rasional :
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
Rasional :
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
Rasional :
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan
ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
Rasional :
Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
Rasional :
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan
e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
Rasional :
)Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan
dari luar
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air
Rasional :
Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
Rasional :
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak
h. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
Rasional :
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui
selang
Rasional :
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien
tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut
7. Diagnosa 7 : Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan koordinasi otot
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup yang memenuhi kebutuhan
perawatan diri
b. Melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri
c. Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi dan rasional :
a. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
Rasional:
Membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual.
b. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
Rasional:
Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi.
c. Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang kebutuhannya untuk menghindari
dan atau kemampuan untuk menggunakan urinal, bedpan. Bawa pasien ke kamar
mandi dengan teratur untuk berkemih
Rasional:
Mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, tidak dapat mengatakan
kebutuhannya pada fase pemulihan akut.
Kolaborasi
d. Berikan obat suppositoria dan pelunak feses
Rasional:
Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu menciptakan/merangsang fungsi
defekasi secara langsung.
e. Konsultasi dengan ahli fisioterapi/ahli terapi okupasi
Rasional:
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
8. Diagnosa 8 : Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, perceptual kognitif
Kriteria hasil :
a. Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang telah
terjadi
b. Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi
c. Mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam cara yang akurat
tanpa menimbulkan harga diri negatif
Intervensi dan rasional :
a. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya
Rasional:
Penentuan factor-faktor secara individu membantu dalam mengembangkan
perencanaan asuhan/pilihan intervensi.
b. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya
Rasional:
Mendemonstrasikan penerimaan/membantu pasien untuk mengenal dan mulai
memahami perasaan ini.
c. Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan dengan baik
Rasional:
Membnatu peningkatan rasa percaya diri dan control pasien.
d. Berikan dukungan terhadap perilaku atas partisipasi pasien dalam mengikuti kegiatan
rehabilitasi
Rasional:
Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk mengubah dan memahami tentang peran
diri sendiri dalam kehidupan.
e. Pantau gangguan tidur
Rasional:
Indikasi serangan depresi yang mungkin memerlukan intervensi dan evaluasi lanjut.
Kolaborasi
f. Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan atau konseling sesuai kebutuhan
Rasional:
Dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan peran yang perlu untuk perasaan
menjadi orang produktif.
9. Diagnosa 9 : Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan, keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi,
kurang mengingat
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam proses belajar
b. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik
c. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
Intervensi dan rasional :
a. Evaluasi tipe/derajat gangguan persepsi sensori
Rasional:
Deficit mempengaruhi metode pengajaran dan isi/kompleksitas instruksi.
b. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan rencana melakukan kembali aktifitas
Rasional:
Meningkatkan pemahaman, memberikan harapan pada masa datang dan menimbulkan
harapan dari keterbatasan hidup secara normal.
c. Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
Rasional:
Berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan berdasarkan kebutuhan individual.
d. Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama selama
kegiatan berpikir
Rasional:
Stimulasi yang beragam dapat memperbesar gangguan proses berpikir.
e. Identifikasi factor resiko secara individual
Rasional:
Meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan risiko kambuh.
f. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan control secara medis
Rasional:
Evaluasi dan intervensi dengan cepat menurunkan risiko terjadinya komplikasi.
D. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat.
E. Evaluasi
1. Perfusi jaringan serebral terpenuhi
2. Mobilitas fisik terpenuhi
3. Peningkatan pemahaman tentang masalah komunikasi dan meminimalisasi gangguan
komunikasi yang ada
4. Mempertahankan persepsi sensori dari keterbatasan
5. Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
6. Dapat bernafas dengan efektif
7. Aktifitas perawatan diri terpenuhi
8. Memahami perubahan dalam konsep diri tanpa menimbulkan harga diri negatif
9. Mempunyai pemahaman tentang kondisi/prognosis dan aturan terapeutik
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996.
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
Marilynn E, Doengoes . 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996.
Puspa, Bayu. 2012. http://suka2-bayu.blogspot.com/2012/01/askep-stroke.html. diposkan Senin, 23 Januari 2012
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
ROM
(Range Of Motion)
Pengertian
Range Of Motion (ROM) adalah tindakan/latihan otot atau persendian yang diberikan
kepada pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma.
Tujuan
Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot yang dapat dilakukan
aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan pasien.
Gerakan-Gerakan ROM
1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang kan dilakukan
2. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan.
3. Pegang tangan pasien dengan satu tang dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien.
4. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
5. Catat perubahan yang terjadi.
2. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya.
3. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya mendekat bahu.
4. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
5. Catat perubahan yang terjadi.
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara :
1. Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan.
2. Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
3. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
4. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arahnya.
7. Kembalikan ke posisi semula.
8. Catat perubahan yang terjadi.
4. Pronasi Fleksi Bahu
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.
3. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
4. Angkat lengan pasien pada posisi semula.
5. Catat perubahan yang terjadi
5. Abduksi dan Adduksi Bahu
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
3. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
4. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat (Abduksi).
5. Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)
6. Kembalikan ke posisi semula.
7. Catat perubahan yang terjadi.
6. Rotasi Bahu
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2. Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
3. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang
tangan pasien dengan tangan yang lain.
4. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke bawah.
5. Kembalikan posisi lengan ke posisi semula.
6. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke atas.
7. Kembalikan lengan ke posisi semula.
8. Catat perubahan yang terjadi.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tang lain
memegang kaki.
3. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
4. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Catat perubahan yang terjadi.
8. Infersi dan efersi kaki
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya.
3. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
4. Kembalikan ke posisi semula
5. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
6. Kembalikan ke posisi semula.
7. Catat perubahan yang terjadi.
9. Fleksi dan ekstensi pergelangan Kaki
Cara ;
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang
lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rilek.
3. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
4. Kembalikan ke posisi semula.
5. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
6. Catat perubahan yang terjadi.
10. Fleksi dan Ekstensi lutut.
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan
tangan yang lain.
3. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
4. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
5. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
6. Kembali ke posisi semula.
7. Catat perubahan yang terjadi.
11. Rotasi pangkal paha
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain
di atas lutut.
3. Putar kaki menjauhi perawat.
4. Putar kaki ke arah perawat.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Catat perubahan yang terjadi.
12. Abduksi dan Adduksi pangkal paha.
Cara :
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada
tumit.
3. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat tidur,
gerakkan kaki menjauhi badan pasien.
4. Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
5. Kembalikan ke posisi semula.
6. Catat perubahan yang terjadi.
Daftar Pustaka
Buku kompetensi I. (2006). Pembelajaran Praktik Klinik Keperawatan Kebutuhan Dasar
Manusia, tidak dipublikasikan. Surabaya : STIKES Hang Tuah
Hidayat, AAA. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Potter & Perry. (1997). Fundamentals of Nursing 3Th ed. The Art and Science of Nursing
Care. Philadelphia-New York : Lippincott