Upload
ngokien
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONSEP MAHABBAH (CINTA) DALAM PEMIKIRAN
SYEKH ZULFIQAR AHMAD
Skripsi
Diajukanuntuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Ali Saputra
NIM: 1112033100016
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H./ 2019 M.
i
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Konsep Mahabbah (Cinta) dalam Pemikiran Syekh
Zulfiqar Ahmad.” penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui konsep
mahabbah menurut Syekh Zulfiqar Ahmad dan dapat memberi sumbangan
pemikiran dalam dunia keilmuan tasawuf.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh keadaan manusia yang tengah berada
dalam modernitas yang ditandai oleh pesatnya kemajuan sains dan teknologi,
disamping membawa dampak positif, namun tidak dipungkiri memiliki sisi negatif.
Dampak negatif pada zaman modern ini yaitu timbulnya krisis spiritual, sehingga
bagi penulis ajaran mahabbah dalam tasawuf bisa menjadi akan nilai-nilai
spiritualitas yang mulai terkikis. Banyak tokoh sufi yang telah membahas
mahabbah, tokoh yang paling populer adalah Rabiah al-Adawiyah dan beberapa
tokoh lainnya. Sedang yang penulis angkat dalam membahas mahabbah adalah
Syekh Zulfiqar Ahmad.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif-kualitatif dengan
teknik pengumpulan data melalui telaah pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan
dengan membaca dan memahami referensi dari primary source maupun secondary
source berupa tulisan-tulisan yang membahas atau berkaitan dengan pemikiran
mahabbah Syekh Zulfiqar Ahmad. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada
konsep mahabbah dalam pemikiran Syekh Zulfiqar Ahmad. maka penelitian ini
memuat rumusan masalah “Bagaimana konsep mahabbah (cinta) dalam pemikiran
Syekh Zulfiqar Ahmad?.”
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, konsep mahabbah Syekh Zulfiqar
Ahmad adalah kondisi hati dimana pecinta rindu ingin bertemu kekasih. ia melewati
seluruh hidupnya untuk mempersiapkan pertemuannya dengan kekasih. cara untuk
meraih mahabbah seorang salik (pencari) harus melaksanakan prinsip-prinsip, agar
dengan itu dia bisa mencapai derajat seorang hamba yang betul-betul mencintai
Allah. sebuah pencapaian keinginan seorang murid “orang yang menginginkan
Allah”, menjadi murad “orang yang diinginkan Allah”. Seorang salik yang telah
meraih mahabbah, memiliki tanda-tanda dan karakteristik pecinta Allah yang tulus.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. Tuhan semesta alam,
Tuhan yang maha pengasih di alam dunia dan Tuhan yang maha penyayang di
alam akhirat kelak. Tuhan yang selalu memberikan karunia dan nikmat kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salawat dan
salam selalu tercurah kepada Rasulullah Saw., kepada keluarganya, sahabat-
sahabatnya, dan kita sebagai umatnya yang menanti pertolongannya di akhirat
nanti. Amin.
Penulis ucapkan syukur kepada Allah Swt. atas selesainya penulisan dan
penyusunan skripsi yang berjudul “KONSEP MAHABBAH (CINTA) DALAM
PEMIKIRAN SYEKH ZULFIQAR AHMAD” sebagai tugas akhir akademis pada
Jurusan Aqidah Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta adalah berkat bantuan, bimbingan, dan
dukungan berbagai pihak. Karena itu perkenankanlah penulis untuk
menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam dan khusus kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Amany Lubis,
MA dan Dekan Fakultas Ushuluddin Dr. Yusuf Rahman, MA.
2. Dr. Edwin Syarif, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu meluangkan waktunya di tengah kesibukan dan aktifitas
padatnya untuk membimbing dan mengarahkan penulis.
3. Dra. Tien Rohmatin, MA selaku ketua Prodi Aqidah Filsafat
Islam dan Dr. Abdul Hakim Wahid, MA selaku Prodi Jurusan
Aqidah dan Filsafat Islam.
iii
4. Hanafi, S.Ag. MA selaku dosen penasihat akademik saya yang
selalu berkenan membimbing dalam penulisan proposal skripsi
penulis.
5. Jajaran Dekanat Fakultas Ushuluddin dan khusus kepada seluruh
Dosen jurusan Aqidah dan Filsafat Islam yang senantiasa ikhlas
memberikan perkuliahan dan membimbing selama penulis belajar
di Jurusan Aqidah Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada yang tercinta almarhum almagfurlah Bapak Marzuki Olih
di surga firdaus sana dan kepada Ibu Anah yang cinta dan kasih
sayangnya tak pernah padam dan selalu mengingatkan penulis
untuk menyelesaikan tugas akhir. Semoga Allah ridho segala
amaliyah ibu.
7. Kepada kakak saya Nur Ali, Kartini, Safarudin dan kakak-kakak
ipar saya yang telah memberikan sumbangsih untuk penulis dapat
melanjutkan pendidikan kuliah.
8. Kepada Dewi Nursanti yang telah membantu penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir dari awal penulisan hingga selesai
9. Keluarga besar Majelis Ta’lim Yaumul Sabt’ yang senantiasa
mendoakan penulis.
Ciputat, 20 Desember 2018
Penulis
(Ali Saputra)
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iv
PEDOMAN TRANSLITERASI................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah....................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...........................................
D. Tinjauan Pustaka................................................................
E. Metodelogi Penelitian.........................................................
F. Sistematika Penulisan.........................................................
1
6
6
7
9
12
BAB II PERJALANAN SPIRITUAL SYEKH ZULFIQAR
AHMAD
A. Riwayat Hidup....................................................................
B. Guru Spiritual (Mursyid)....................................................
C. Jalan Spiritual (Tarekat).....................................................
D. Karya-Karya Syekh Zulfiqar Ahmad.................................
13
21
22
23
BAB III PENGERTIAN MAHABBAH (CINTA)
A. Mahabbah (Cinta)..............................................................
1. Secara Etimologi............................................................
2. Secara Terminologi........................................................
B. Pandangan al-Qur’an tentang Mahabbah (Cinta)...............
C. Mahabbah (Cinta) Menurut Rabiah al-Adawiyah..............
25
26
27
31
34
BAB IV CARA MERAIH MAHABBAH (CINTA) KEPADA ALLAH
MENURUT SYEKH ZULFIQAR AHMAD
A. Mahabbah (Cinta) Menurut Syekh Zulfiqar Ahmad
B. Prinsip-prinsip Meraih Mahabbah (Cinta) Kepada Allah..
C. Murid dan Murad...............................................................
D. Tanda-tanda dan Krakteristik Pecinta Allah yang Tulus...
38
41
51
52
v
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................
B. Saran-saran.........................................................................
57
58
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 60
LAMPIRAN
vi
PEDOMAN TRANSILITERASI HURUF ARAB LATIN
Skripsi ini menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi” yang terdapat
dalam Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2012/2013.
No Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا 1
B Be ب 2
T Te ت 3
Ts te dan es ث 4
J Je ج 5
H ha dan garis bawah ح 6
Kh ka dan ha خ 7
D De د 8
Dz de dan zet ذ 9
R Er ر 10
Z Zet ز 11
S Es س 12
Sy es dan ye ش 13
S es dengan garis bawah ص 14
D de dengan garis bawah ض 15
T te dengan garis bawah ط 16
Z zet dengan garis bawah ظ 17
vii
Koma terbalik di ta hadap kanan ‘ ع 18
Gh ge dan ha غ 19
F Ef ف 20
Q Ki ق 21
K Ka ك 22
L El ل 23
M Em م 24
N En ن 25
W We و 26
H Ha ه 27
Apostrof ´ ء 28
Y Ye ي 29
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
No Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
1 A Fathah
2 I Kasrah
3 U Dammah
viii
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
No Vokal Arab Vokal Latin Keterangan
Ai Fathah − ى 1
Au Kasrah − و 2
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
No Vokal arab Vokal Latin Keterangan
1 ᶩ Â a dengan topi di atas
Î i dengan topi di atas ئ 2
Û u dengan topi di atas ؤ 3
Kata Sandang
Kata yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال
dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti oleh huruf syamsiyyah, maupun
huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl, al-dîwân bukan aḍ-ḋîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab yang dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
ix
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الض رورة tidak
ditulis ad-ḏarûrah, melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 dibawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) lihat contoh 2. Namun jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
Contoh:
No Kata Arab Transiliterasi
Ṯarîqah طريقة 1
al-jâmi’âh al-Islâmiyyah الجمعة االسالمية
waẖdat al-wujûd وحدة الوجود
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital dikenal, dalam
alihaksara ini huruf kapital ini juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama
diri, dan lain-lain. Penting diperhtikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
x
huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî, bukan Abû
Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih
aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak
tebal (bold). Jika menurut EYD. Judul ini ditulis dengan cetak miring, maka
demikianlah halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd
al-Samad al-Palimbânî, Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîr.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, manusia tengah berada dalam modernitas yang ditandai
oleh pesatnya kemajuan sains dan teknologi. Proses modernisasi yang
dijalankan oleh dunia Barat sejak zaman Renaisans, di samping membawa
dampak positif, namun tidak dipungkiri memiliki sisi negatif. Dampak
positifnya, modernisasi telah membawa kemudahan-kemudahan dalam
kehidupan manusia. Sementara dampak negatifnya, modernisasi telah
menimbulkan krisis makna hidup, kehampaan spiritual, dan tersingkirnya
agama dalam kehidupan manusia.1
Telah banyak diakui bahwa manusia modern telah mengalami apa
yang disebut Seyyed Hossein Nasr sebagai krisis spiritual. Hal ini terjadi
karena sains dan teknologi yang dibangun atas pandangan sekuler, khususnya
positivisme ala Comte.2
Manusia modern memberontak melawan Allah dengan menciptakan
sains yang tidak berdasarkan cahaya intelek tetapi berbasis positivisme.
Dengan kata lain dampak negatif yang terjadi tidak lain merupakan efek
belakangan dan pencemaran jiwa manusia yang bermula pada saat manusia
Barat bertekad untuk berperan sebagai Tuhan di muka bumi dengan
1Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern,
(Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 64 2Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 264
2
membuang dimensi transendental dari kehidupannya, “membunuh semua
Tuhan”, dan menyatakan kemerdekaan dari surgawi.3
Peradaban modern Barat dibangun hanya di atas landasan konsep
manusia yang tidak menyertakan hal yang esensial dari manusia sendiri.
Manusia modern telah membakar tangan mereka dalam api yang mereka
nyalakan sendiri, ketika mereka lupa siapa mereka sebenarnya. Menurut
Seyyed Hossein Nasr, manusia modern menderita penyakit amnesis atau
pelupa tentang siapa dirinya.4
Manusia modern semakin kehilangan visi keilahian. Manusia modern
melihat segala sesuatu hanya dari sudut pandang pinggiran eksistensinya,
tidak pada “pusat spiritualitas dirinya”. Untuk bisa melihat realitas secara utuh
manakala berada pada titik ketinggian dan titik pusat. Manusia bisa
mengetahui dirinya secara sempurna manakala ia berada di pusat spiritualitas
dirinya, sehingga bisa melihat realitas di pinggir ruji-ruji yang
menghubungkannya. Manusia modern telah tumpul penglihatan intellectus-
nya (mata hati) sehingga mereka tidak bisa memahami hakikat keberadaanya
dan realitas Absolut “Sang Pencipta”.5
Karena intellectus manusia modern telah mengalami disfungsional,
maka apapun yang diraih manusia modern yang berada dipinggir eksistensi
tidak lebih dari sekedar pengetahuan yang terpecah-pecah (fragmented
Knowledge) yang tidak utuh. Pengetahuan yang demikian tidak akan dapat
mendatangkan kearifan untuk melihat hakikat alam sebagai kesatuan yang
3Tri Astutik Haryati, “Modernisasi dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” Jurnal IAIN
Pekalongan 8, no. 2 (November 2011): h. 316 4Syamsuri, “Tasawuf dan Terapi Krisis Modernisme: Studi Kritis Terhadap Pemikiran
Seyyed Hossein Nasr,” Refleksi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin IV, no. 2 (2002): h. 22 5Haryati, “Modernisasi dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr,”
3
tunggal, cermin keesaan dan kemahakuasaan Tuhan.6 Manusia modern
memandang alam semesta sebagai satu-satunya realitas kehidupan yang
dilepaskan dari hubungan apapun dengan Tuhan.
Oleh karena itu dunia ini menurut pandangan manusia modern,
adalah dunia yang memang tak memiliki dimensi transendental. Dengan
demikian menjadi wajar jika peradaban modern yang dibangun selama ini
tidak menyertakan hal yang paling esensial dalam kehidupan manusia, yaitu
dimensi spiritual.7
Menurut Seyyed Hossein Nasr, manusia modern telah menciptakan
situasi sedemikian rupa yang berjalan tanpa adanya kontrol sehingga
karenanya mereka terperosok dalam posisi terjepit yang pada gilirannya akan
mengantarkan kehancuran manusia.8 Bagi Seyyed Hossein Nasr, perlu
dibangun konsep spiritualitas dimana pemahaman manusia tidak saja
dipahami dari sisi hukum positivistik, melainkan dari sudut pandang
transedental spiritual juga.9
Tasawuf bisa menjadi sumber akan nilai-nilai spiritualitas yang mulai
terkikis. Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri,
berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat
menuju keabadian, saling mengingatkan di antara manusia serta berpegang
6Syamsuri, “Tasawuf dan Terapi Krisis Modernisme: Studi Kritis Terhadap Pemikiran
Seyyed Hossein Nasr,” h. 23 7Haryati, “Modernisasi dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” h. 317 8Haryati, “Modernisasi dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” h.318 9Encung, “Tradisi dan Modernitas Perspektif Seyyed Hossein Nasr,” Teosofi: Jurnal
Tasawuf dan Pemikiran Islam 2, no. 1 (Juni 2012): h. 208
4
teguh pada janji Allah dan mengikuti syariat Rasulullah dalam mendekatkan
diri dan mencapai keridhoan-Nya.10
Istilah tasawuf belum ada pada zaman Nabi Muhammad Saw. dan
para sahabat, namun mereka telah mencontohkan praktik-praktik bertasawuf
yang menjadi landasan dalam ajaran tasawuf. muncul istilah tasawuf sekitar
pertengahan abad 2 Hijriah, kemunculannya disebabkan karena gaya
kehidupan yang glamour-profanistik dan corak kehidupan materialis dan
konsumeris yang diperagakan oleh sebagian besar penguasa negeri yang
segera menular di kalangan masyarakat luas. Dari aspek ini, dorongan yang
paling kuat adalah sebagai reaksi terhadap gaya sekular yang berawal dari
kelompok elit dinasti penguasa.11 Ajaran tasawuf bertujuan untuk meluruskan
jalan menuju illahi dan takut kepada-Nya. Sehingga tasawuf menjadi sebuah
pengajian-pengajian yang dipimpin oleh para ulama yang terkenal sebagai
sufi. Dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan menghindari kecintaan
pada duniawi.12
Tokoh populer yang mewakili dalam ajaran tasawuf yakni Hasan al-
Bashri, yang mempunyai pengaruh kuat dalam kesejarahan spiritual Islam,
melalui doktrin al-zuhd, al-khauf, dan al-raja’. Selain tokoh ini, juga Rabiah
al-Adawiyah, dengan ajaran populernya al-mahabbah, serta Ma’ruf al-Kharki,
dengan konsepsi al-syauq sebagai ajarannya.13
10Rosihin Anwar, Akhlak Tasawuf,(Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet 10, h. 147 11H.A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1999), h. 235 12Muhammad Solihin dan Rosihin Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2008)
h. 58 13H.A. Rivay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, h. 233
5
Bila melihat fenomena yang terjadi, rasanya menghidupkan kembali
ajaran Tasawuf Mahabbah seperti yang dipopulerkan oleh Rabiah al-
Adawiyah harus dilakukan, ajaran cinta kepada Allah Swt. karena merupakan
kebutuhan saat ini di mana manusia modern telah melupakan Allah Swt.
Sejalan dengan uraian-uraian yang di atas, di zaman yang sudah
maju ini ada seorang tokoh sufi abad ke-20 yaitu Syekh Zulfiqar Ahmad.
Lahir pada tanggal 1 April 1953 di Jhang (Punjab, Pakistan). Dia pensiun
dini sebagai tenaga ahli kelistrikan pada umur empat puluh tahun dan
kemudian mengabdikan seluruh hidupnya untuk agama.14 Otorisasi secara
resmi diberikan (ijazah) di jalan spiritual Naqshabandi (tarekat), ijazah
tersebut diberikan oleh gurunya yakni Syekh Gulam Habib. Syekh Zulfiqar
Ahmad sekarang telah menjadi mursyid pada tarekatnya,15
Syekh Zulfiqar Ahmad telah melakukan perjalanan ke lebih dari tiga
puluh negara untuk memberikan ceramah. Syekh Zulfiqar Ahmad telah
menginspirasi ribuan orang dari semua lapisan masyarakat termasuk para
profesor, dokter, insinyur, pengusaha, pegawai negeri sipil, akademisi,
mahasiswa, dan lain-lain untuk menjadi pecinta Allah Swt.
Dari uraian latar belakang di atas bagi penulis pemikiran Syekh
Zulfiqar Ahmad dalam konsep mahabbah (cinta) sangatlah tepat, serta
mengangkatnya menjadi judul skripsi “Konsep Mahabbah (Cinta) dalam
Pemikiran Syekh Zulfiqar Ahmad”.
14Syekh Zulfiqar Ahmad, “Syekh Zulfiqar Ahmad,” Artikel diakses dari
https://www.tasawwuf.co/about-shaykh/shaykh-zulfiqar-ahmed-db/ diakses pada Kamis, 18
Oktober 2018 pukul 10:54 15Syekh Zulfiqar Ahmad, “Syekh Zulfiqar Ahmad,”
6
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini hanya pada permasalahan
“Mahabbah”. Dalam hal ini berarti saya hanya mengemukakan pemikiran
Syekh Zulfiqar Ahmad tentang Konsep Mahabbah , karena yang paling tepat
untuk menjawab permasalahan yang telah dijelaskan pada latar belakang.
Dari latar belakang dan pembatasan masalah yang saya uraikan di
atas, maka perumusan masalah penelitian ini ialah:
“Bagaimana konsep mahabbah (cinta) dalam pemikiran Syekh Zulfiqar
Ahmad?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah untuk memenuhi persyaratan
menyelesaikan studi strata satu (S1) di Fakultas Ushuluddin Program Studi
Aqidah dan Filsafat Islam dan untuk dapat mengetahui konsep mahabbah
(cinta) Syekh Zulfiqar Ahmad . Sedangkan manfaat penelitian ini antara lain:
1. Memberi pemahaman tentang konsep mahabbah (cinta)
Syekh Zulfiqar Ahmad
2. Dapat memberi sumbangan pemikiran dalam dunia keilmuan
tasawuf.
3. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian-
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kajian ini.
7
D. Tinjauan Pustaka
Ditemukan beberapa Skripsi yang membahas tentang penelitian
mengenai konsep cinta (Mahabbah). beberapa penelitian sebelumnya yang
memiliki masalah serupa cinta, diantaranya yaitu
“Cinta Kepada Allah Dalam Kajian Tafsir Tematik”. Lilik Habibah,
Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadits tahun 2001. Dalam skripsi tersebut
memaparkan bahwa cinta seorang hamba kepada Allah disebabkan karena
kecenderungan manusia suka pada keindahan, karena Allah adalah yang Maha
Indah. Dengan kata lain bahwa skripsi tersebut hanya membahas cinta seorang
hamba kepada Sang Khaliq saja, bukan sebaliknya.
“Konsep Cinta Dalam Pemikiran Ibn ‘Arabi”. Muhammad Hanafi,
Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah Filsafat tahun 2003. Dalam skripsi
tersebut memaparkan tiga konsep cinta dalam pemikiran Ibnu ‘Arabi yaitu:
cinta alami, cinta spiritual dan cinta kudus. Dari sini dapat diketahui bahwa
dalam skripsi tersebut hanya menjelaskan konsep cinta Ibnu Arabi dan lebih
cenderung pada pendekatan filsafat.
“Konsep Cinta Dalam Pemikiran Ibn Qayyim Al-Jauziyyah”. Ismail
Hasan, Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah Filsafat tahun 2005. Dalam
skripsi tersebut membahas tentang konsep cinta Ibn Qayyim Al-Jauziyyah
yang menempatkan cinta sebagai dasar bertaqarrub (beribadah) kepada Allah.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa skripsi tersebut lebih dekat pada
telaah filsafat.
“Studi Tentang Konsepsi Al-Mahabbah Rabi’ah al-Adawiyya”, Iis
Rahmawati. Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah Filsafat tahun 1995. Dalam
8
skripsi tesebut membahas tentang konsep mahabbah Rabi’ah al-Adawiyah,
menurut beliau ajaran cinta ada dua yaitu; pertama cinta karena rindu, ini
tercermin pada aksi untuk senantiasa merasakan cinta hanya kepada Sang
Khaliq Swt. Kecintaan Rabi’ah al-Adawiyyah kepada Tuhan yang tidak takut
pada adzab-Nya, karena ingin mencintai Tuhan semata. Dalam kehidupan
sosial, cinta pada tahap ini tercermin dari tahapan tawakkal, dari Ridla, Sabar
dan khusus pada Rabi’ah al-Adawiyyah cinta pada tahapan ini membawa
kepada kehidupan at-Tabathu (membujang) selama hayatnya.
“Akal Dan Cinta Dalam Pandangan Jalaluddin Rumi”. Anugerah
Agung, Fakultas Ushuluddin, jurusan Aqidah Filsafat tahun 1996. Dalam
skripsi tersebut menjelaskan hubungan antara cinta dan akal, dimana orang
yang bercinta sering tak berakal dan orang yang berakal belum tentu mampu
bercinta, juga menjelaskan simbolisme akal dan cinta Jalaluddin Rumi.
“Cinta Dalam Analisa Tasawuf”. Jamilah Fakultas Ushuluddin,
jurusan Aqidah Filsafat tahun 1998. Dalam skripsi tersebut menjelaskan
pengertian dan makna cinta yang dihubungkan dengan Ittihad, hulul, wahdat
al-wujud yang pada garis besarnya bahwa cinta adalah pengarah antara hamba
dan Tuhan. Sesuatu yang merupakan esensi manusia, dimana manusia
memiliki kesadaran spiritual.
“Konsepsi Mahabbah Menurut Al-Ghazali”. Enif, Fakultas
Ushuluddin, jurusan Aqidah Filsafat tahun 2003. Dalam skripsi tersebut
menjelaskan, bahwa menurut al-Ghazali, mahabbah adalah tujuan yang
terjauh dan termasuk derajat yang tinggi, sedangkan kerinduan, kesenangan
dan keridhahan mengikuti kecintaan.
9
Berdasarkan beberapa skripsi yang telah penulis paparkan di atas,
penulis akan menegaskan tidak ada kesamaan dengan beberapa skripsi di atas.
penelitian yang saya lakukan adalah Konsep Mahabbah dalam Pemikiran
Syekh Zulfiqar Ahmad. Sumber data yang saya ambil dari buku Cinta Abadi
Para Kekasaih Allah, sebagai karya besar dari Syekh Zulfiqar Ahmad,
terjemahan, terbitan Marja, Bandung. Di dalamnya terdapat bahasan yang
secara khusus membahas materi mengenai mahabbah.
E. Metodelogi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, penulis menggunakan jenis
penelitian kualitatif dan metode yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah:
a. Metode Telaah Pustaka,16 yaitu: membaca dan memahami
refrensi penelitian. Refrensi tersebut didapatkan dari primary
source maupun secondary source berupa tulisan-tulisan yang
membahas atau berkaitan dengan pemikiran mahabbah Syekh
Zulfiqar Ahmad.
b. Metode Deskriptif,17 yaitu: mensistematikan data yang telah
terkumpul dalam suatu penjelasan terperinci yang sudah
cukup menjelaskan suatu teori sehingga sifatnya tidak mentah
16Mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara mencari data dan informasi, dengan
bantuan materi yang ada diperpustakaan. Sutrisno, Metodologi Research, (Yogyakarta: Rineka
Cipta, 1992), h. 63 17Metode deskriptif adalah metode secara umum mencoba memberikan penjelasan secara
menyeluruh tentang suatu obyek untuk memperjelas sebuah kajian tertentu. Consevela G. Sevilla,
Pengantar Metode Penelitian, Penerjemah Alimudin Tawu, (Jakarta: UI-Press, 1993), h. 24
10
bukan sekedar mengumpulkan, karena peneliti terlibat
sepenuhnya dalam pemilahan data disertai argumentasi yang
mendukung. Yang dijelaskan secara deskriptif dalam tahapan
ini adalah teori “Mahabbah” Syekh Zulfiqar Ahmad.
2. Sumber Data Penelitian
Di beberapa tempat buku (Perpustakaan, Toko Buku, dan lain-
lain), ditemukan beberapa karya yang membahas tentang penelitian
mengenai konsep cinta sufi (Mahabbah) dan sangat mendukung untuk
dijadikan bahan refrensi dan literatur dalam penulisan skripsi ini. Yang
terutama adalah Cinta Abadi Para Kekasaih Allah, sebagai karya besar
dari Syekh Zulfiqar Ahmad, terjemahan, terbitan Marja, Bandung. Di
dalamnya terdapat bahasan yang secara khusus membahas materi
mengenai mahabbah.
3. Tekhnik Pengumpulan Data
Peneliti dalam tahapan ini berusaha menyeleksi data-data yang
valid dan relevan berhubungan dengan Mahabbah dan Syekh Zulfiqar
Ahmad. Sumber data yang dikumpulkan memiliki klasifikasi sebagai
berikut:
a. Sumber Data Primer (Primary Source), yaitu data yang
sangat mendukung dan pokok dalam penelitian ini, dalam
hal ini karya Syekh Zulfiqar Ahmad, terutama Cinta
Abadi Para Kekasih Allah, terjemahan, terbitan Marja,
Bandung.
11
b. Sumber Data Sekunder (Secondary Source), yaitu data
yang beriorientasi pada data yang mendukung dengan cara
menemui dengan pihak yang lain, tidak langsung
diperoleh dari subyek penelitian.18 Data sekunder yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah karya yang
berhubungan dengan pemikiran Syekh Zulfiqar Ahmad
mengenai Mahabbah.
4. Tekhnik Analisis Data
Tahap berikutnya adalah mengolah data dengan menggunakan
metode analisis, yang dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan
ilmiah dengan mengadakan penelitian terhadap obyek yang diteliti dan
menggabungkan beberapa pengertian, diharapkan akan didapatkan
pengetahuan baru untuk pemahaman dan kejelasan arti yang dipahami.19
Tekhnik analisis data yang penulis gunakan ialah deskripsi analisis. Pada
tekhnik ini, penulis akan menggambarkan baik secara global maupun rinci
tentang konsep mahabbah.
Sedangkan tekhnik penulisannya, penulis merujuk pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2012/2013.
18Saifudin Anwar, MA. Metode Penelitian, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset, 1998), h.
91 19Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1997), hlm 36-
62
12
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini dituliskan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab I (Pendahuluan) memaparkan latar belakang masalah,
permasalahan penelitian, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II (Perjalanan Spiritual Syekh Zulfiqar Ahmad) membahas:
riwayat hidup, guru spiritual (mursyid), jalan spiritual (tarekat) , dan karya
Syekh Zulfiqar Ahmad.
Bab III (Pengertian Mahabbah (Cinta)) terdiri dari empat sub bab:
mahabbah (cinta) secara etimologi dan terminologi, pandangan al-Qur’an
tentang mahabbah (cinta) dan mahabbah (cinta) menurut Rabiah al-
Adawiyah.
Bab IV (Cara Meraih Mahabbah (Cinta) Kepada Allah Menurut
Syekh Zulfiqar Ahmad) diantaranya mahabbah (cinta) menurut Syekh
Zulfiqar Ahmad, prinsip-prinsip meraih mahabbah (cinta) kepada Allah,
murid dan murad, dan tanda-tanda pecinta yang tulus.
Bab V (Penutup) terdiri dari kesimpulan dan penutup.
13
BAB II
PERJALANAN SPIRITUAL SYEKH ZULFIQAR AHMAD
A. Riwayat Hidup
Syekh Zulfiqar Ahmad adalah salah satu syekh terkemuka tasawuf di
era sekarang, Seorang hafiz al-Qur'an dan ia mempelajari disiplin
pembelajaran Islam klasik di samping pendidikan universitasnya. Ia juga
seorang tenaga ahli listrik lalu pensiun dini dari jabatannya sebagai seorang
tenaga ahli listrik pada usia empat puluh tahun untuk mengabdikan diri
sepenuhnya pada agama. Ini adalah bukti cinta yang mendalam kepada Allah
dan dedikasi tanpa kompromi terhadap sunnah Nabi Muhammad Saw.1
Syekh Zulfiqar Ahmad lahir pada tanggal 1 April 1953 di Jhang
(Punjab, Pakistan). Ia dilahirkan dari kedua orang tua yang sangat taat dalam
ibadah. Ayahnya rajin membaca al-Qur’an hingga 3 sampai 4 juz senantiasa
dilakukan sebelum matahari terbit. ibunya juga seorang wanita yang sangat
shalehah, ia sangat rajin bangun malam untuk melaksanakan shalat tahajud.
Syekh Zulfiqar Ahmad menulis cerita tentang ibunya, “Pada suatu malam, ia
tidur di tempat tidur ibunya. Ketika Syekh Zulfiqar Ahmad terbangun dan
melihat ibunya tidak ada di tempat tidur. Ternyata ibunya sedang duduk di
atas sajadah, ibunya sedang berdoa setelah melaksanakan shalat tahajud.
Syekh Zulfiqar Ahmad menunggu ibunya menyelesaikan doanya, ibunya
berdoa dengan suara yang keras dan mengeluarkan air mata. Syekh Zulfiqar
Ahmad berkata, “Saya tidak pernah melihat siapapun yang menangis lebih
dari ibu saya di tahajud.” Dan di dalam doa ibunya nama Syekh Zulfiqar
1Shaykh Zulfiqar Ahmad, “Syekh Zulfiqar Ahmad,” Artikel diakses dari
https://www.tasawwuf.co/about-shaykh/shaykh-zulfiqar-ahmed-db/ diakses pada Kamis, 18
Oktober 2018 pukul 10:54
14
Ahmad disebut dan membuat dirinya bahagia.” Syekh Zulfiqar Ahmad juga
memiliki kakak laki-laki yg bernama Malik Ahmad Ali, yang sangat berperan
dalam pendidikan awal Syekh Zulfiqar Ahmad, ia dididik oleh kakaknya
dengan ketat dan penuh kasih untuk menjaga dirinya dari pergaulan bebas.2
Pada masa kecil, ketika kelas lima Syekh Zulfiqar Ahmad sudah
mulai ikut dalam kegiatan Jamaah Tabligh. Ia juga belajar bahasa Arab dan
buku-buku Persia, selain pergi ke sekolah dan kuliah. Setelah menyelesaikan
BSC, ia juga mempelajari beberapa buku hadits. Selama periode ini, ketika ia
membaca buku-buku Tazkiratul Aulia, Ghaniyatul Thalibin dan Kasyful
Mahjub, ia terdorong untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. ia mulai
mengunjungi khanaqah untuk mempelajari ajaran yang diajarkan Rasulullah
Saw. Karena ia merasa dirinya masih banyak kekurangan dari apa yang dia
pelajari.3
Ada sebuah kisah yang membuat diri Syekh Zulfiqar Ahmad
terinspirasi, kisah Sari As-Saqathi dan Jarjani oleh Syekh Maulana Zakarya.
Dalam kisahnya, “Jarjani menghitung waktu yang dihabiskan untuk
mengunyah roti, lalu ia mengatakan, “Bahwa seseorang dapat menghemat dan
menggunakan waktu ini untuk membaca Subhanallah tujuh puluh kali.” Oleh
karena itu jarjani berhenti memakan roti dan hanya bertahan dengan makan
beberapa selai gandum kering.” Dan karena kisah ini Syekh Zulfiqar Ahmad
membaca Subhanallah siang dan malam serta ia mengurangi tidur dan makan.
2Shaykh Hafiz Muhammad Ibrahim Naqshabandi, “Brief Introduction of Legendrys
Scholar Hazrat Moulana Zulfiqar Naqshabandi Mujadidi,” 3Shaykh Hafiz Muhammad Ibrahim Naqshabandi, “Brief Introduction of Legendrys
Scholar Hazrat Moulana Zulfiqar Naqshabandi Mujadidi,”
15
Ia juga melaksanakan shalat hajat dan didalam shalatnya ia memohon agar
dirinya diberikan seorang pembimbing yang shaleh dan sempuna.4
Pada suatu hari, sebuah pandangan rahmat Allah turun kepada Syekh
Zulfiqar Ahmad. ia mendapatkan suatu hal yang istimewa ketika dirinya
bersama jamaah tabligh itikaf di masjid, setelah dirinya selesai melaksanakan
shalat tahajud dia tertidur, dan dia melihat di dalam mimpinya Sayidina Abu
Bakar Siddiq meletakkan dua jari dihati Syekh Zulfiqar Ahmad dan berkata
Allah... Allah... Allah. lalu ia terbangun, tiba-tiba ada getaran ditubuh dan
detak jantungnya cepat tetapi lembut jelas terasa di hati. Ketika itu menjadi tak
tertahankan, dia mengencangkan kain di dadanya. Kondisi ini berlangsung
selama berhari-hari, setiap ia membuka dada jantungnya berdetak cepat.5
Dia mendiskusikan kondisi ini dengan rekan universitas yaitu
Muhammad Amin yang membawanya ke Syekh Wajeehuddin, lalu Syekh
Zulfiqar Ahmad diminta untuk menulis surat kepada Wali Allah Syekh Babu
Jee Abdullah. setelah beberapa hari, dia menjawab bahwa “hatimu telah
berjalan terus menerus, kamu harus segera bergabung dengan beberapa
pemandu spiritual. Allah Swt. akan menunjukkan ratusan ribu orang arah
menuju jalan yang benar melalui dirimu. Jika kamu tidak bergabung dengan
pemandu spiritual maka Iblis dapat menjebak dirimu dalam pemberotakan.”
Setelah Syekh Zulfiqar Ahmad mendiskusikan kembali surat itu dengan Syekh
Wajeehuddin, ia memutuskan untuk mengambil sumpah dengan Syekh
Zawwar Hussein Shah. Dia mengirim surat kepadanya di Karachi, mungkin
4Shaykh Hafiz Muhammad Ibrahim Naqshabandi, “Brief Introduction of Legendrys
Scholar Hazrat Moulana Zulfiqar Naqshabandi Mujadidi,” 5Shaykh Hafiz Muhammad Ibrahim Naqshabandi, “Brief Introduction of Legendrys
Scholar Hazrat Moulana Zulfiqar Naqshabandi Mujadidi,”
16
karena perjuangan sudah waktunya dan perjalanan dari Lahore ke Karachi
akan sangat sulit. Syekh Zawwar Hussein Shah menjawab bahwa untuk
sumpah perusahaan telah dibuat tidak ada. Seperti yang diceritakan oleh
Syekh Zulfiqar Ahmad, berita ini memberi kehidupan baru baginya. Setelah
beberapa waktu, Syekh Zulfiqar Ahmad diterima di Universitas Tekhnik
dimana dia juga menghabiskan lebih banyak waktu dengan Syekh
Wajeehuddin, Syekh Zulfiqar Ahmad mengatakan tentang dia, “Saya adalah
seorang manusia yang dibuat oleh Syekh Wajeehuddin kalau tidak saya adalah
hewan.”6
Syekh Zulfiqar Ahmad setelah menyelesaikan ujian akhir tahun, ia
menghabiskan waktu empat bulan di khanaqah Syekh Fazl Ali Qureshi,
dimana dia biasa menghabiskan waktu tujuh jam sehari untuk melakukan
meditasi. Kemudian Syekh Zulfiqar Ahmad pergi ke Karachi, ia tinggal
dirumah seorang teman dan setiap harinya dia mendatangi perusahaan Syekh
Zawwar Husein Shah setelah ashar. Setelah menghabiskan waktu beberapa
hari, Syekh Zulfiqar Ahmad kembali kerumah dimana ia mulai bekerja selain
menyelesaikan hafalan Qur’an serta belajar bahasa Arab dan pelajaran agama.
Sumpah kedua, Setelah kematian Syekh Zawwar Husein Shah, desakan upaya
untuk perbaikan dan kesempurnaan spiritual dirinya membawanya ke pintu
Syekh Ghulam Habib.7 Pada akhirnya Syekh Zulfiqar Ahmad dibimbing oleh
Syekh Ghulam Habib sebagai mursyidnya untuk kesempurnaan spiritual
dirinya.
6Shaykh Hafiz Muhammad Ibrahim Naqshabandi, “Brief Introduction of Legendrys
Scholar Hazrat Moulana Zulfiqar Naqshabandi Mujadidi,” 7Shaykh Hafiz Muhammad Ibrahim Naqshabandi, “Brief Introduction of Legendrys
Scholar Hazrat Moulana Zulfiqar Naqshabandi Mujadidi,”
17
Syekh Zulfiqar Ahmad kini telah mengabdikan dirinya untuk agama.
ia telah melakukan perjalanan ke lebih dari tiga puluh negara untuk
memberikan ceramah dengan bahasa inggris dan urdu. diantara negara yang
pernah didatangi beliau Arab Saudi, Mesir, Singapura, Thailand, Malaysia,
Hindustan, Indonesia, Bangladesh, Nepal, Swedia, Australia, Denmark,
Prancis, Amerika (22 negara bagian), Rusia (9 negara bagian), Finlandia,
Afganistan, Turki, hungaria , Inggris, Italia, Jerman, Norwegia dll.8 Sebuah
bukti cintanya yang mendalam kepada Allah, dedikasi tanpa kompromi untuk
menjalankan sunnah Rasulullah.
Ceramah Syekh Zulfiqar Ahmad telah menginspirasi ribuan orang
dari semua lapisan masyarakat termasuk para profesor, dokter, insinyur,
pengusaha, pegawai negeri sipil, akademisi, mahasiswa, dan lain-lain untuk
menjadi pecinta Allah Swt. dan banyak yang terus maju mengejar Islam klasik
belajar dan menjadi ahli agama. Murid-muridnya berasal dari orang awam
maupun para intelektual.9
Syekh Zulfiqar Ahmad mengajak orang-orang untuk mendekatkan
diri kepada Allah. karena cinta kepada Allah adalah tujuan yang paling hakiki.
Ia tak ingin manusia tertawan oleh cinta terhadap dunia materi yang di mana
terjadi pada masa sekarang ini. Manusia terbuai oleh cinta duniawi yang
8Shaykh Zulfiqar Ahmad,” Biographical Sketch of Syakh Zulfiqar Ahmad,” Artikel
diakses dari https://www.facebook.com/ShaykhZulfiqarAhmad/photos/biographical-sketch-of-
shaykh-zulfiqar-ahmad-damat-barakatuhumeducational-curric/740916709255057/ diakses pada
Jum’at, 7 September 2018 pukul 14:30 9Shaykh Zulfiqar Ahmad, “Syekh Zulfiqar Ahmad,”
18
menyibukkan mereka memperoleh harta benda, Sehingga manusia lupa
kepada Allah SWT.10 Syekh Zulfiqar Ahmad mengatakan:
“Aku tidak menemukan seseorang yang kondisi hatinya sehat dan
benar,
Aku menemukan para penyembah berhala, tetapi tidak menemukan
penyembah Allah.”11
Syekh Zulfiqar Ahmad mengatakan, “Secara lahir, mereka berbicara
tentang cinta kepada Allah Swt. untuk menghibur hati mereka. Namun, yang
sebenarnya adalah bahwa dalam Pengadilan Raja Cinta (Allah), tidak ada hal-
hal semacam itu yang menjadi bagian dari hati mereka.”12
Manusia telah banyak yang lupa kepada Allah Swt. karena
mengikuti nafsunya yang hina untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
jasmani dan terserap pasrah mengikuti apa saja yang dinginkan oleh
nafsunya. Dahulu di mana dada mereka senantiasa bersinar seperti bara api
yang memerah yang membakar karena cinta kepada Allah Swt. yang intens,
namun sekarang tidak lain dari pada sekedar abu. Manusia menjadi tidak
kenal dengan realitas batin hakikat ibadah. Mereka menghadiri shalat, tetapi
tidak hadir dalam semangat. Mereka menahan diri untuk tidak makan dan
minum selama puasa, namun mereka tidak sepenuhnya menahan diri dari
dosa. Kondisi puasa mereka meluas hingga perut mereka, namun gagal dalam
mengatasi mata mereka.13 Syekh Zulfiqar mengungkapkan:
Kegilaan terhadap cinta tidak lagi ada
Hati (yang penuh nafsu), merindu, tidak lagi ada,
Shalat, puasa, korban dan haji memang masih ada,
10Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, Penerjemah Munir (Bandung:
Marja, 2002) h. 12 11Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 107 12Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h.12 13Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 108
19
Tetapi cinta kepada-Mu tidak lagi ada.14
Berkaitan dengan kesalehan spiritual, menurut Syekh Zulfiqar
Ahmad kita berbeda dengan para pendahulu (aslaf) mereka pencari Allah
Swt. dan kita pencari dunia materi. Perbedaannya jauh bagaikan langit dan
bumi, mereka membinasakan nafsu mereka, sedang kita tunduk kepada nafsu
kita. Mereka adalah orang-orang yang berjuang di jalan lurus, sementara kita
secara pasif mendekatkan diri kepada kuburan. Mereka sangat baik dan
terbuka satu sama lain, sementara kita memiliki kebencian dan iri hati satu
sama lain. Mereka mempertahankan kehormatan dan nasib, sedang kita
kehilangan segala kehormatan. Hati mereka penuh dengan cinta kepada Allah
Swt, sementara hati kita hampa dari cinta semacam itu. Kondisi kita yang
memalukan ini telah mencapai jurang sedemikian dalam sehingga doa orang-
orang shaleh kita pun kehilangan pengaruh, kecuali mereka yang diterima
karena kehendak Allah Swt.15 Syekh Zulfiqar Ahmad mengungkapkan:
Aku menangis tersedu-sedu semalaman dihadapan Allah,
Bertanya kepadanya mengapa orang-orang Muslim menjadi
begitu memalukan,
Suara pun menjawab, ‘Anda tentu tahu bahwa meskipun
Orang-orang Muslim memiliki hati,
Hati mereka hampa dari Kekasih.16
Orang-orang yang mensucikan hati mereka adalah orang-orang yang
prihatin terhadap kondisi orang-orang muslim yang sangat memprihatinkan
karena mereka jauh dari Tuhan dan dengan sungguh-sungguh berdoa agar
Tuhan memperbaiki kondisi ini.17
14Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 108 15Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 109 16Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 109 17Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 109
20
Dewasa ini, sangat sedikit orang yang mengisi malam untuk
beribadah, dan lebih sedikit lagi yang menggunakan waktu ini untuk menarik
Kekasih melalui air mata dan hasrat. Orang-orang menggunakan waktunya
hanya untuk bersenang-senang dan hiburan, lalu digunakan untuk tidur dan
bermimpi. Sekarang toko-toko ramai menjual makanan dan minuman masih
buka hingga jam dua malam. Ketika jam dua dan waktu shalat tahajud mulai,
orang-orang ini segera tidur dan kemudian ketinggalan shalat subuh. Banyak
orang yang melewati waktunya tanpa menyaksikan fajar dan terbitnya
matahari. Mereka terbangun hanya karena hasrat untuk sarapan. Jika
seseorang ditawarkan gaji yang besar untuk menjaga keamanan semalam
suntuk, dengan sigap ia laksanakan dan mengorbankan tidur malamnya.
Namun, bila diperintahkan Allah untuk bangun diwaktu malamnya untuk
shalat tahajud, ia menjawab dirinya tidak dapat bangun. Seakan-akan gaji
yang dia dapatkan untuk menjaga keamanan lebih besar dibanding nilai shalat
tahajud, padahal Allah menjanjikan pemberian dan tawaran yang lebih besar
dibanding itu bagi orang-orang yang melaksanakan tahajud.18
Dewasa ini, altar-altar yang dicurahkan kepada pembaharuan
spiritual (khanaqah) juga menjadi hampa. Bahkan orang-orang yang
dihubungkan dengan guru-guru spiritual (masyaikh) tidak memiliki waktu
untuk melaksanakan dzikir. Menjadi semakin sulit mengucapkan tasbih atau
mengisi hati seseorang dengan cahaya spiritual. Namun kita perlu bersyukur
18Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 110
21
kepada Allah Swt. karena masih ada sebagian orang yang bersedih dengan
berkurangnya cinta kepada Allah. Wujud mereka sendiri merupakan berkah.19
B. Guru Spiritual (Mursyid)
Mursyid dalam tarekat adalah sebutan untuk seorang guru
pembimbing dalam dunia tarekat, yang telah memperoleh izin atau ijazah dari
guru mursyid di atasnya yang tersambung sampai kepada guru mursyid pendiri
tarekat yang menyambung sampai Rasulullah Saw. Untuk mentalqin zikir atau
wirid tarekat kepada orang-orang yang meminta bimbingannya.
Jalan spiritualisme Syekh Zulfiqar Ahmad untuk mencapai kedekatan
kepada Allah didapatkan dengan bimbingan seorang guru yang memiliki
laqab “Murshid-e-Aalam” (mentor dunia) yaitu Syekh Ghulam Habib, diberi
laqab tersebut karena perjalanannya yang luas keliling dunia untuk mengabdi
pada agama dan banyak muridnya yang tersebar diseluruh dunia. Dia adalah
seorang hafiz Qur’an, pengetahuan dan pemahamannya tentang al-Qur’an dan
hadits sangat luas. Banyak ulama yang hebat juga telah memberi kesaksian
tentang fakta ini. Kepribadiannya, ia dikenal seorang mursyid yang sangat
tulus dan rendah hati.20
Silsilah sanad keguruan Syekh Zulfiqar Ahmad bersambung dengan
guru-gurunya sampai kepada Nabi Muhmmad Saw. Bersambungnya silsilah
sanad merupakan indikator bahwa tarekat tersebut mu’tabarah. Di dalam
tarekat Naqshabandi, urutan silsilah sanad harus jelas tersambung dengan
19Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 111 20Syekh Abdur Rahim Naqshabandi Mujadidi, “Biografi Syekh Ghulam Habib,” artikel
diakses dari http://khanqah-e-habibiya.com/Biography.html diakses pada Jum’at, 28 September
2018 pukul 19:14
22
syekh yang menjadi mursyidnya, dan ini amatlah penting agar dapat diketahui
darimana ijazah diberikan sehingga dia berhak menerima status waliyam
muryida, syekh mursyid yang kamil mukamil.
C. Jalan Spiritual (Tarekat)
Tarekat menurut bahasa artinya jalan, cara, garis, kedudukan,
keyakinan, dan agama. Sedangkan, menurut istilah bahwa tarekat adalah jalan
atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu
Tauhid, Fiqih dan Tasawuf.21 Syekh Zulfiqar Ahmad otorisasi secara resmi
diberikan (ijazah) di jalan spiritual Naqshbandi Mujadidi (tarekat), ijazah
tersebut diberikan langsung oleh gurunya yakni Syekh Gulam Habib.22
Tarekat Naqshabandi Mujadidi adalah tarekat yang didirikan oleh
Syekh Ahmad al-Faruqi al-Sirhindi al-Mujadidi Alf-Tsani, ia dikenal sebagai
“Mujadid Alf-Tsani” The Renewer Of Millenium, karena ia dikatakan telah
memperbaharui Islam dan Sufisme selama seribu tahun berikutnya.23 Tarekat
ini dinamakan Naqshabandi karena ia merupakan satu aliran tarekat dalam
tasawuf yang didirikan oleh sufi terkenal, Syekh Muhammad Bahauddin
Naqshabandi.24 Sedangkan “Mujadidi” dinamai menurut nama Syekh Ahmad
al-Faruqi al-Sirhindi al-Mujadidi Alf-Tsani.
Prinsip metode spiritual tarekat Naqshabandi Mujadidi ada tiga puluh
lima ajaran yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah. Ajaran yang pertama
21H.A. Fuad Said, Hakikat Tarikat Naqshabandiah, (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1996),
cet. 2, h. 6 22Shaykh Zulfiqar Ahmad, “Syakh Zulfiqar Ahmad,” 23Vivin Dwi Fatmala, “Imam Rabbani Syaikh Ahmad al-Faruqi al-Sirhindi,” Artikel
diakses dari http://pesantren-budaya-nusantara.blogspot.com/2012/11/imam-rabbani-syaikh-
ahmad-al-faruqi-al.html diakses pada Kamis, 11 Oktober 2018 pukul 21:50 24H.A. Fuad Said, “Hakikat Tarikat Naqshabandiah”, h. 23
23
adalah metode zikir, dimulai dari sepuluh lataif (jamak dari latifa), secara
harfiah artinya kehalusan. Menurut Syekh Ahmad al-Faruqi al-Sirhindi al-
Mujadidi Alf-Tsani, manusia dibentuk dari sepuluh kehalusan, lima
diantaranya milik ‘Alam al-Amr adalah Qalb, Ruh, Sirr, Khafi, dan Akhfa, dan
lima lagi dari ‘Alam al-Khalq adalah Nafs dan empat elemen (api, udara, air,
dan bumi). Dari ajaran kesepuluh dan seterusnya adalah metode muraqabah
(meditasi), untuk membersihkan pikiran dari semua pikiran dan kemudian
menunggu kedatangan faidh dari Tuhan.25
Syekh Zulfiqar Ahmad pun sekarang telah menjadi seorang mursyid.
Memandu para pencari di jalan spiritual untuk menjadi lebih dekat dengan
Allah Swt. dan telah mendirikan banyak lembaga pembelajaran dan
spiritualitas Islam bagi pria dan wanita di seluruh dunia.
D. Karya-Karya Syekh Zulfiqar Ahmad
Karya-karya Syekh Zulfiqar Ahmad lebih dari dua puluh judul buku,
dan buku pertama beliau ialah “Love For Allah” yang diterbitkan dalam
bahasa inggris dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul
“Cinta Abadi Para Kekasih Allah”. Awal inspirasi Syekh Zulfiqar Ahmad
membuat sebuah tulisan atau buku Love For Allah adalah saat melakukan
safari keagamaan ke Afrika Selatan, Syekh Zulfiqar Ahmad ingin menjawab
surat seorang teman. Karena suratnya ditulis dengan kata-kata yang benar-
benar indah, muncul pikiran dalam hatinya: jika seorang pencari (murid) dapat
mengirim surat kepada Syaikhnya dengan penghargaan yang penuh cinta,
25Talib Ghaffari, “Pelajaran dari Tarekat Naqsyabandi Mujadidi.” Artikel diakses dari
http://maktabah.org/blog/?p=227 diakses pada Kamis, 11 Oktober 2018 pukul 22:50
24
maka Faqir ini juga harus menulis sesuatu bagi kekasihnya tentang cinta
kepada Allah Swt. (‘Isyq Ilahi).
Ketika Syekh Zulfiqar Ahmad ingin mengungkapkan cinta melalui
tulisannya, ada pikirin yang muncul dalam dirinya:
Bagaimana bisa keindahan ini diungkapkan kedalam kata-kata,
Yang membuat segala kesempurnaan-Mu tak berguna?26
Namun, ia juga berpikir bahwasanya arti penting topik ini tidak
memungkinkan dirinya untuk berbalik jalan. Menurutnya yang benar adalah:
Bagi pikiran, hati dan penglihatan, syaikh pertama adala ‘Isyq
Jika tidak ada ‘isyq, maka Syari’ah dan din
Hanya menjadi berhala-berhala gagasan yang tak karuan.27
Pada akhirnya Syekh Zulfiqar Ahmad terus menulis dengan penanya
yang diletakkan di atas kertas, arus pikirannya terus mengalir tanpa henti.
Karena Disatu sisi, ada sejumlah pertemuan untuk dihadiri dan banyak orang
untuk ditemui dan, disisi lain, tidak adanya waktu dan ketatnya perjalanan.
Namun, Syekh Zulfiqar Ahmad sehari-hari menghasilkan lembaran-lembaran
pemikirannya dalam kertas.28
26Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 11 27Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h.12 28Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 12
25
BAB III
PENGERTIAN MAHABBAH (CINTA)
A. Mahabbah (Cinta)
1. Secara Etimologi
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan
yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan
atau cinta yang mendalam. Dalam Mu’jam al-Falasafi, Jamil Shaliha
mengatakan mahabbah lawan dari al-Baghd, yakni cinta lawan dari benci.
Mahabbah dapat pula diartikan al-Wadud yang berarti sangat kasih atau
penyayang.1
Dalam bahasa Indonesia kata cinta yang berarti; a) suka sekali,
sayang sekali, b) kasih sekali, c) ingin sekali, berharap sekali, rindu, makin
ditindas makin terasa rindunya, dan d) susah hati (khawatir) tiada
terperikan lagi.2 Sementara dalam bahasa Inggris dikatakan Love, artinya;
a) cinta, asmara, asmara pada pandangan pertama, ia jatuh cinta, b)
kecintaan, c) kasih, d) kasih sayang.3
Ada pendapat mengatakan bahwa kata mahabbah berasal dari
kata “al-habâb” yang berarti “air meluap ketika hujan deras turun”.
Sehingga, kata mahabbah adalah luapan hati ketika seorang pecinta
merindukan kekasih.4
1Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Serang: A-Empat, 2015) h. 71 2KBBI, pencarian ‘cinta’ diakses dari https://kbbi.web.id/cinta diakses pada Minggu, 1
Oktober 2018 pukul 20:29 3John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,
1993), h. 366 4Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin: Taman Orang-orang yang Jatuh
Cinta dan Memendam Rindu, Penerjemah Fuad Syaifudin Nur (Jakarta: Qisthi Press, 2011) h. 25
26
Ada pula yang berpendapat bahwa kata mahabbah diambil dari
kata “hubb” yang berarti bejana besar yang dapat dipakai untuk memuat
berbagai macam benda sampai penuh sehingga tidak ada ruang lagi untuk
menempatkan benda lain. Demikianlah adanya hati seorang pecinta juga
tidak akan menyisakan ruang lagi selain sang kekasih.5
Ada pula yang berpendapat bahwa kata mahabbah diambil dari
kata “hubb” yang berarti empat batang kayu yang digunakan untuk
meletakkan bejana atau wadah lainnya. Hal itu menggambarkan bahwa
seorang pecinta selalu siap memikul beban apapun demi sang kekasih
sebagaimana halnya kayu “hubb” siap memanggul bejana yang berat.6
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dimengerti bahwa
mahabbah adalah kecintaan kepada sesuatu yang sangat mendalam,
hatinya diliputi dengan kecintaanya, dan tak ada yang dapat mengisi
hatinya kecuali yang dicinta. Dirinya ingin menyatu dengan yang dicinta
sekalipun dengan pengorbanan.
2. Secara Terminologi
Dalam perspektif mayoritas kaum sufi, hakikat cinta tidak akan
pernah dapat didefinisikan. Imam al-Qusyairi mengatakan, cinta tidak
dapat dilukiskan dengan suatu gambaran dan tidak dapat dibatasi dengan
suatu penjelasan melainkan dengan kehadiran cinta itu sendiri.7 Justru
dengan mendefinisikannya, ia akan semakin kabur. Definisi cinta adalah
5Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin: Taman Orang-orang yang Jatuh
Cinta dan Memendam Rindu, h. 26 6Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Raudhatul Muhibbin: Taman Orang-orang yang Jatuh
Cinta dan Memendam Rindu, h. 26 7Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2016), h. 55
27
wujud itu sendiri, karena pada dasarnya definisi hanya berlaku untuk ilmu.
Sedang cinta adalah sebuah keadaan perasaan yang terpendar ke dalam
lubuk hati para pengagungnya. Tak ada yang dapat diutarakan kecuali
perasaan cinta itu sendiri. Tak ada yang dapat dibicarakan tentangnya
kecuali penjelasan tantang bekas-bekas yang ditinggalkannya, ungkapan
atas buahnya, dan segenap penjelasan tentang sebab-sebabnya.8 Meskipun
demikian, kaum sufi tetap menguraikan tentang makna cinta dalam segala
bentuk keterbatasannya.
Cinta kepada Allah adalah tujuan yang paling luhur dalam
segenap maqamat-maqamat yang ada, selain merupakan derajat yang
paling tinggi karena setelah derajat itu tak ada lagi kecuali hanya buah dari
cinta itu sendiri yang selalu selaras dengannya, Seperti: kerinduan, damai,
dan ridla. Adapun maqamat-maqamat yang ada sebelum cinta adalah tak
ubahnya semacam mukaddimah untuk dapat menuju cinta, seperti taubat,
sabar, dan zuhud.9
Secara istilah mahabbah terdapat perbedaan menurut kalangan
ulama ataupun sufi, karena persepsi yang mereka ungkapkan berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman mereka.
Pendapat kaum Teologi yang dikemukakan oleh Webster bahwa
mahabbah berarti: a) keridhaan Tuhan yang diberikan kepada manusia, b)
keinginan manusia menyatu dengan Tuhan, dan c) perasaan berbakti dan
bersahabat seseorang kepada yang lainnya. Pengertian tersebut bersifat
8Syekh ‘Abdul Qadir ‘Isa, Cetak Biru Tasawuf: Spiritualitas Ideal dalam Islam,
Penerjemah Tim Ciputat Press (Ciputat: Ciputat Press, 2007), h.257 9Syekh ‘Abdul Qadir ‘Isa, “Cetak Biru Tasawuf: Spiritualitas Ideal dalam Islam,”
Penerjemah Tim Ciputat Press (Ciputat: Ciputat Press, 2007), h.257
28
umum, sebagaimana yang dipahami masyarakat bahwa ada mahabbah
Tuhan kepada manusia dan sebaliknya, ada mahabbah manusia kepada
Tuhan dan sesamanya.10
Sejalan dengan hal tersebut, al-Razi menjelaskan bahwa jumhur
Mutakallimin mengatakan bahwa mahabbah merupakan salah satu
kebahagian dari iradah. Iradah itu tidak berkaitan kecuali apa yang dapat
dijangkau, sehingga mahabbah tidak mungkin berhubungan dengan Zat
Tuhan dan sifat-sifat-Nya, melainkan ketaatan dengan-Nya. Begitu pula
pendapat al-Zamakhsyari sebagai salah seorang tokoh Mu’tazilah bahwa
mahabbah adalah iradah jiwa manusia yang ditentukan dengan ibadah
kepada yang dicintai-Nya bukan kepada selain-Nya.11
Sedangkan Imam al-Ghazali mengatakan bahwa mahabbah
adalah kecenderungan hati kepada sesuatu. Namun, tentunya yang
dimaksud adalah kecenderungan kepada Tuhan karena bagi kaum sufi
mahabbah yang sebenarnya bagi mereka hanya mahabbah kepada Tuhan.
Hal ini dapat dilihat dari ucapannya, “Barang siapa yang mencintai sesuatu
tanpa ada kaitannya dengan mahabbah kepada Tuhan adalah suatu
kebodohan dan kesalahan karena hanya Allah yang berhak dicintai.”12
Sementara itu, Al-Harits al Muhasibi berkata, “Cinta itu terjadi
jika kau condong kepada sesuatu, kemudian kau menyukainya melebihi
kesukaanmu pada dirimu, jiwamu, dan milikmu sendiri. Lalu, kau
10Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, h. 64 11Rahmi Damis, “Al-Mahabbah dalam Pandangan Sufi,” Artikel diakses dari
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/4693/4246 diakses pada Rabu. 17
Oktober 2018 pukul 14:14 12Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, h. 64
29
meridhainya lahir dan batin, dan kau mengetahui kekurangan cintamu
kepada-Nya.”13
Al-Junaid pernah ditanya tentang cinta, lalu dijawab, “Cinta
adalah masuknya sifat-sifat kekasih pada sifat-sifat yang mencintainya.”
Maksudnya, orang yang mencintai itu selalu memuji yang dicintainya,
sehingga orang yang mencintai tenggelam dalam ingatan sifat-sifat yang
dicintainya dan melupakan sifat-sifat dirinya sendiri dan perasaaanya pada
sifat-sifat yang dimilikinya.14
Suhrawardi mengatakan, “sesungguhnya, mahabbah adalah mata
rantai keselarasan yang mengikat sang pecinta kepada kekasihnya,
ketertarikan kepada kekasih, yang menarik sang pecinta kepadanya, dan
melenyapkan sesuatu dari wujudnya sehingga ia menguasai seluruh sifat
dalam dirinya, kemudian menangkap zat-Nya dalam genggam Qudrah
(Allah).”15
Adapun pengertian mahabbah menurut Harun Nasution antara
lain adalah yang berikut:
a. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap
melawan pada-Nya.
b. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.
13Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Tasawuf dan Ihsan, Penerjemah Zaimul
Am,(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007), h. 33 14Imam al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah, Penerjemah Ma’ruf Zariq dan Ali Abdul
Hamid, (Jakarta: Darul Khair, 1998), h. 479 15Rosihin Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet 10, h. 203
30
c. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri
yang dikasihi. Yang dimaksud dengan yang dikasihi di
sini ialah Tuhan.16
Pengertian tersebut diatas, sesuai dengan tingkatan kaum
muslimin dalam pengalamannya terhadap ajaran agama, tidak semuanya
mampu menjalaninya, yang terbanyak adalah kelompok awam mahabbah-
nya termasuk pada pengertian pertama. Sejalan dengan itu, menurut Abu
Nashr as-Sarraj: orang-orang yang memiliki kondisi spiritual mahabbah
ini dibedakan menjadi tiga tingkatan:
a. Cinta orang awam, dimana mahabbah ini lahir karena
kebaikan dan kasih sayang Allah Swt. Kepada mereka.
Kondisi spiritual ini memerlukan syarat yakni senantiasa
mengingat Tuhan dengan Zikir, suka menyebut nama-
nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog
dengan Tuhan. Senatiasa memuji Tuhan.
b. Cinta orang yang siddiq, cinta yang muncul karena hati
orang yang selalu melihat keagungan dan kebesaran
Allah, pada kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya, dan lain-lain.
Cinta yang dapat menghancurkan tutup penghalang dan
menyingkap rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Cinta
tingkat kedua ini membuat orangnya sanggup
menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri,
16Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010),
cet 12, h. 55
31
sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta pada Tuhan
dan selalu rindu pada-Nya.
c. Cinta orang yang arif, di mana rasa cintanya muncul
karena mereka melihat dan mengetahui keqadiman Cinta
Allah yang tanpa sebab dan alasan apapun. Maka
demikian pula mereka harus mencintai Allah tanpa sebab
dan alasan apapun. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai
masuk ke dalam diri yang mencintai.17
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dipahami bahwa
mahabbah adalah suatu keadaan jiwa yang mencintai Allah dan tak ada
sesuatu di hati kecuali Allah, sehingga sifat-sifat yang dicintai masuk ke
dalam diri yang mencintai. Serta untuk mencapainya harus dilakukan
dengan sebuah perjuangan dan pengorbanan.
B. Pandangan al-Qur’an tentang Mahabbah
Ketahuilah umat itu sependapat jika cinta kepada Allah Swt. itu wajib
yang ditetapkan dengan dalil qath’i (pasti). Dan, bagaimana diwajibkan apa
yang tidak ada wujud baginya. Juga bagaimana kecintaan itu ditafsirkan
dengan taat, dan taat itu mengikuti kecintaan serta buahnya. Maka tidak boleh
tidak mendahulukan kecintaan. Kemudian, sesudah yang demikian orang akan
17Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’ rujukan lengkap ilmu tasawuf, Penerjemah Wasmukan
dan Samson Rahman (Surabaya: Risalah Gusti, 2014) h. 121
32
menaati orang yang dicintai. dan, yang menunjukkan atas ketetapan kecintaan
kepada Allah Swt.18 adalah firmannya Surah al-Maidah/5: 54 berikut ini:
هم ويحبون ه يا أي ها الذين آمنوا من ي رتد منكم عن دينه فسوف يأتي الله بقوم يحب
م ذلك أذلة على المؤمنين أعزة على الكافرين يجاهدون في سبيل الله ول يخافون لومة لئ
فضل الله ي ؤتيه من يشاء والله واسع عليم
“Hai orang-orang yang beriman, Barang siapa diantara kamu yang
murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu umat yang
dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap
orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad
dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.”
Adapun firman Allah didalam Surah Ali Imran/: 31 berikut ini:
والله غفور رحيم قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله وي غفر لكم ذنوبكم
“Katakanlah, jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah
aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.”
juga firmannya Surah al-Baqarah/2: 165 berikut ini:
بون هم كحب الله والذين آمنوا أشد حبا ومن الناس من ي تخذ من دون الله أندادا يح
ة لله جميعا وأن الله شديد ال عذاب لله ولو ي رى الذين ظلموا إذ ي رون العذاب أن القو
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah, mereka mencintai-Nya sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan
jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu mengetahui ketika mereka
melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
18Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin: Zuhud, Cinta, dan Kematian, (Jakarta: Republika
Penerbit, 2013), h. 191
33
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal.”
Pada surah al-Maidah/5: 54, Allah menyebutkan cinta-Nya kepada
para hamba sebelum cinta mereka kepada-Nya. Sedangkan pada surah Ali
Imran/ :31, Allah menyebutkan cinta mereka kepada-Nya kemudian disusul
cinta-Nya kepada para hamba. Dan pada surah al-Baqarah/2: 165, Allah
menyebutkan cinta mereka kepada-Nya sebagaimana cinta-Nya kepada
mereka.19
Menurut Imam al-Qusyairi, cinta adalah suatu hal yang mulia. Allah
Yang Maha Suci menyaksikan cinta hamba-Nya dan Allah pun
memberitahukan cinta-Nya kepada hamba itu. Allah menerangkan bahwa Dia
mencintainya. Demikian juga hamba itu menerangkan cintanya kepada Allah
Yang Maha Suci.20
Dalam Surah al-Baqarah/2: 165, Said Hawa menjelaskan, “Orang
beriman sangat cinta kepada Allah, hal itu merupakan bagian dari tuntutan
iman yang nyata dan besar tentang mahabbah terhadap Allah, mahabbah
kepada Allah menjadi berpengaruh dalam merasakan nikmat-nikmat yang
dianugerahkannya.”21
Dalam surah al-Maidah/5: 54, Said Hawa menafsirkan ayat ini terkait
makna mahabbah, “Di dalam maksud ayat tersebut, Allah meridai amal mereka
yang menyanjung-Nya. Mereka taat kepada-Nya dan mengutamakan sikap rida
terhadap ketetapan Allah, di samping itu mereka berprilaku pada jalan yang
19Abu Nashr as-Sarraj, Al-Luma’ rujukan lengkap ilmu tasawuf, h.118 20Imam al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah, h. 475 21Septiawadi, Tafsir Sufistik: Said Hawa dalam Al-Asas fi Al-Tafsir, (Jakarta: Lectura
Press, 2013), h. 239
34
meningkatkan mahabbah terhadap Allah dan menghindari jalan yang tidak
disukainya.”22
C. Mahabbah (Cinta) Menurut Rabiah al-Adawiyah
Sufi yang termasyhur dalam mahabbah ialah Rabiah al-Adawiyah. Ia
dipandang sebagai pelopor tasawuf mahabbah dan dikenang sebagai “Ibu Para
Sufi Besar (The Mother of The Grand Master). Bukan hanya itu, karena
prestasi sufistiknya itu, Rabiah al-Adawiyah juga disebut-sebut sebagai
“Ratunya Perempuan Sufi” (The Queen of Saintly Women). Gelar itu
disematkan kepadanya karena kezuhudannya. Hingga saat ini, perempuan
hebat ini menjadi simbol cinta spiritual dan sufistk, yang pemikiran dan sejarah
hidupnya senantiasa terus menginspirasi bagi para pencari Tuhan. Bahkan
tokoh sufi perempuan hanya Rabiah al-Adawiyah yang paling banyak ditulis
dan dikaji oleh orang, baik dari kalangan sesama sufi maupun para penyair.
Seperti, Abu Amr al-Jahizh (Bayan wa al-Tibyan), Abu Thalib al-Makki (Qut
al-Qulub), Imam al-Qusyairi (al-Risalah), Abdurrahman al-Sulami (Dzikr al-
Niswah al-Mut’abbidat al-Shufiyyat), Ibn al-Jauzi, Farid al-Din al-Atthar
(Tadzkirah al-Awliya) dan yang lainnya.23
Rabiah al-Adawiyah di dalam hidupnya senantiasa melakukan ibadah,
bertobat, dan menjauhi hidup duniawi. Ia hidup dalam kemiskinan dan
menolak segala bantuan materi yang diberikan orang kepadanya. Bahkan
dalam doanya ia tidak mau meminta hal-hal yang bersifat materi dari Tuhan. Ia
betul-betul hidup dalam keadaan zuhud dan hanya ingin berada dekat pada
22Septiawadi, Tafsir Sufistik: Said Hawa dalam Al-Asas fi Al-Tafsir, h.247 23Muhammad Muhibbuddin, Kitab Cinta Ulama Klasik Dunia, (Yogyakarta: Araska,
2018), h. 20
35
Tuhan. Pada akhirnya Tuhan baginya merupakan zat yang dicintai dan
meluaplah dari hatinya rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan.24
Ajaran mahabbah yang dikembangkan Rabiah al-Adawiyah
merupakan kelanjutan konsep zuhud yang diajarkan Hasan al-Basri, yang
berawal dari ajaran khauf (takut) dan raja’ (berharap), Lalu dikembangkan oleh
Rabiah al- Adawiyah ketingkat Mahabbah. Cinta suci yang murni itu lebih
tinggi dari pada takut dan pengharapan. Rabiah al-Adawiyah mengatakan:
“Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka,
Bukan pula karena ingin masuk surga
Tetapi aku mengabdi karena cintaku kepada-Nya.”25
Pada suatu hari Rabiah al-Adawiyah terlihat membawa obor di
sebelah tangannya dan air ditangannya yang sebelah lagi sambil berlari dengan
cepat. Orang-orang bertanya kepadanya ihwal arti dari perbuatannya itu dan
kemana ia akan pergi. Ia menjawab, “Aku akan membakar surga dan
menyiramkan air ke dalam neraka, agar kedua hijab (yang menjadi penghalang
untuk melihat Allah secara benar) sama sekali akan hilang bagi mereka yang
beribadah, dan tujuan mereka menjadi pasti, serta hamba-hamba Allah akan
bisa melihat-Nya tanpa disertai perasaan khauf dan raja’.” Aku beribadah
kepada Allah bukan karena takut neraka dan bukan karena ingin surga. Aku
beribadah kepada Allah semata-mata karena cinta kepada-Nya dan bukan
menginginkan sesuatu dari-Nya. Kalaupun tidak ada surga dan neraka,
bukankah beribadah kepada Allah adalah tugas kita. Dia layak disembah tanpa
motif apapun.26 Rabiah al-Adawiyah mengatakan:
24Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 55 25Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 56 26Margaret Smith, kala Tuhan “Jatuh Cinta”: Biografi Ringkas dan Ajaran-ajaran Para
Kekasih Allah, Penerjemah Nuruddin Hidayat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2007), h. 24
36
“Tuhanku, jika kupuja Engkau Karena takut kepada neraka, bakarlah
aku didalamnya, dan jika kupuja Engkau Karena mengharapkan
surga, jauhkanlah aku darinya, tetapi jika Engkau kupuja semata
mata karena Engkau, maka janganlah sembunyikan kecantikan-Mu
yang kekal itu dariku.”27
Ja’far bin Sulaiman berkata: aku mendengar Rabiah al-Adawiyah
mengatakan bahwa Sufyan ats-Tsawri bertanya kepadanya, “Apakah cara yang
paling baik bagi seorang hamba untuk mendekati Allah? Rabiah al-Adawiyah
menangis dan menjawab: “Bagaimana bisa orang seperti aku ditanya hal
seperti itu? Cara yang paling baik bagi seorang hamba untuk mendekati Allah
adalah bahwa dia harus tau bahwa dia tidak boleh mencintai apapun di dunia
ini atau diakhirat nanti selain Dia.”28
Adapun ungkapan Rabiah al-Adawiyah tatkala ada seseorang bertanya
kepadanya, “Apakah engkau benci kepada setan?”. ia menjawab, “Tidak,
cintaku kepada Tuhan tidak meninggalkan ruang kosong dalam diriku untuk
rasa benci kepada setan.” Ia pun pernah ditanya tentang cintanya kepada Nabi
Muhammad Saw. Rabiah al-Adawiyah menjawab, “Saya cinta kepada Nabi,
tetapi cintaku kepada Pencipta memalingkan diriku dari cinta kepada
makhluk.”29 Dengan demikian, masih ada persoalan lagi dalam konteks
cintanya Rabi’ah al-Adawiyah ini, mana yang lebih dipentingkan dan
diutamakan olehnya: Allah atau cinta? Jawabnya tentu saja Allah. Kenapa?
Karena bagi Rabi’ah al-Adawiyah cinta bukanlah sebuah tujuan (ghayah),
27Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 56 28Abdurrahman as-Sulami, Sufi-sufi Wanita: Tradisi yang Tercadari, Penerjemah Ahsin
Mohammad (Bandung: Pustaka Hidayah, 2004), h. 90 29Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, h. 58
37
melainkan sebatas jalan (wasilah). Satu-satunya tujuan bagi Rabi’ah adalah
Allah itu sendiri.30
Itulah sebagian ungkapan Rabiah al-Adawiyah yang menggambarkan
kecintaannya kepada Allah Swt. seorang hamba yang benar-benar mencintai-
Nya dan tak ada lagi ruang dihatinya untuk mencintai selain Allah. cinta suci
murni kepada Tuhan tanpa dibarengi dengan pengharapan apapun adalah
puncak dari tasawuf Rabiah al-Adawiyah.
30Muhammad Muhibbuddin, Kitab Cinta Ulama Klasik Dunia, h. 15
38
BAB IV
CARA MERAIH MAHABBAH (CINTA) KEPADA ALLAH MENURUT
SYEKH ZULFIQAR AHMAD
A. Mahabbah (Cinta) Menurut Syekh Zulfiqar Ahmad
Dalam buku “Cinta Abadi Para Kekasih Allah”, Syekh Zulfiqar
Ahmad mendefinisikan cinta (mahabbah) adalah kondisi hati di mana pecinta
rindu ingin bertemu Kekasih.1 Sebagian para ulama sufi juga mengatakan
bahwa cinta adalah kecenderungan yang abadi dalam hati yang dimabuk rindu.
Seorang pecinta yang sedang dimabuk rindu, tiada yang dia harapkan kecuali
bertemu dengan Kekasih. Ia melewati seluruh hidupnya untuk mempersiapkan
pertemuan ini. Sasaran satu-satunya yang memenuhi hatinya, ia menolak
untuk tertarik kepada sesuatu yang lain. Cintanya kepada Allah telah menutup
hatinya untuk mencintai selain Allah. sebagaimana yang diungkapkan oleh
Syekh Zulfiqar Ahmad:
Engkau kekasihku, motivasiku, kebahagianku,
Hatiku menolak mencintai yang lain selain Engkau
Wahai kekasihku, motivasiku, harapanku,
Lama aku merindu,kapan akhirnya aku bertemu denganmu?
Aku tidak mencari kesenangan surga,
Hasratku hanya bertemu dengan-Mu.2
Rasa cinta dan rindu yang tumbuh karena keindahan dan
kesempurnaan Dzat Allah, tanpa motivasi lain hanya Allah. Allah telah
menjadi satu-satunya motivasi dalam hidupnya dan sekaligus merupakan
tujuan dalam pengabdianya kepada Allah. dari ungkapan di atas juga
menunjukkan bahwa pengabdian kepada Allah bukan bertujuan untuk
1Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 23 2Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, Cinta Abadi Para Kekasih
Allah, Penerjemah Munir (Bandung: Marja, 2002), h. 20
39
mengharapkan kesenangan surga atau menghindari neraka, melainkan semata-
mata cintanya kepada Allah. ia tidak peduli dengan surga dan neraka,
pengabdian dan ibadahnya murni cinta kepada Allah. karena perjumpaan
dirinya dengan Tuhan lebih membuat dirinya senang, dibandingkan
kesenangan surga dan lainnya. Maka tidak ada tujuan yang paling hakiki yang
membuat diri pecinta bahagia, kecuali berjumpa kepada Tuhan. Syekh
Zulfiqar Ahmad mengungkapkan:
“Engkau adalah hasrat hatiku yang benar-benar sangat dalam,
Mencintaimu adalah pemikiran terdalam yang ada dalam hatiku.
Kemanapun aku sekejap memandang dunia sekitarku,
Hari ini aku tidak melihat apa-apa selain diri-Mu,
Dan besok tidak menyimpan apa-apa selain diri-Mu.”3
Cintanya kepada Kekasih telah menjadi hasrat yang terdalam didalam
hatinya. Segala sesuatu tertuju kepada-Nya pandangan, pikiran dan hatinya
sudah dipenuhi oleh Allah dan tidak ada selain-Nya, tak ada yang dapat
mengisi dan tersimpan dihati pecinta kecuali kekasih-Nya. Seseorang yang
jiwanya telah dipenuhi oleh cinta ilahiyah, maka tidak ada yang lain di dalam
hatinya hanya Allah yang ada.
Syekh Zulfiqar Ahmad mengatakan, Cinta kepada Allah Swt. adalah
menghapus segala sesuatu kecuali Allah Swt. dari hati pecinta yang tulus.
hatinya tidak memiliki ruang bagi yang lain selain Allah Swt. terkait dengan
hal itu, ia mengutip perkataan Hadrat Syibli rah. “Cinta (mahabbah) disebut
cinta karena ia menghapus segala sesuatu dari hati kecuali kekasih.”4 Hati
seorang pecinta yang benar-benar mencintai Kekasih, ia harus menghilangkan
3Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 21 4Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 23
40
segala sesuatu yang bukan Allah didalam hatinya, karena hanya Allah yang
boleh mengisi ruang hatinya. Syekh Zulfiqar Ahmad mengungkapkan:
Kekasihku adalah Dia yang tidak ada yang tercinta disisi-Nya,
Juga tidak ada tempat dihatiku untuk yang lain,
Kekasihku bisa jadi tersembunyi dari pandangan,
Tetapi Dia tidak pernah absen dari hatiku.5
Syekh Zulfiqar Ahmad juga mengutip perkataan Abul Qasim
Qusyairi rah. “Cinta adalah terhapusnya sifat-sifat pecinta, menetapkan wujud
esensial (dzat) Kekasih.”6 Bila dipahami yang dimaksud yakni menghapus
sifat kemanusiaan (nasut) yang ada pada diri seorang pecinta, segala sesuatu
yang berhubungan dengan dunia materi dan menggantikan dengan sifat
ketuhanan (lahut) sehingga terjadilah kesesuaian dan dapat bertemu. Syekh
Zulfiqar Ahmad mengungkapkan:
Aku boleh lupa segalanya demi mengingat-Mu,
Dan aku boleh tidak ingat yang lain.
Aku boleh meninggalkan semua yang ada dihatiku demi Engkau,
Dan hatiku boleh diisi oleh-Mu.
Aku boleh membakar kesenangan dan kebahagiaanku,
Dan hatiku boleh rindu kepadamu semata.
Aku boleh buta terhadap semua yang kuketahui,
Dan aku boleh berpaling hanya kepada-Mu, bukan ke yang lain.7
Cintanya kepada Allah telah menenggelamkan dirinya sehingga
dirinya mampu melupakan segalanya kecuali Allah. ia menyerahkan seluruh
hidup dan jiwa raganya hanya untuk Allah, bahkan dia rela untuk
mengorbankan kesenangan dan kebahagiannya demi cintanya kepada Allah.
segalanya hanya Allah, selain Allah salah dan palsu. Apapun kenikmatan
dunia ini tiada artinya jika dibandingkan dengan Allah. Syekh Zulfiqar Ahmad
mengatakan:
5Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 20 6Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 23 7Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 21
41
Segala sesuatu yang kamu tinggalkan, ada gantinya,
Tetapi jika kamu berpisah dari Allah, tidak ada ganti baginya.
Syekh Zulfiqar Ahmad juga mengutip perkataan Abul Hasan Samnun
bin Hamzah al-Khawas berkata, “Orang-orang yang mencintai Allah telah
pergi dengan kemuliaan dunia dan akhirat. Hal itu dikarenakan Nabi
Muhammad Saw bersabda di dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim8 :
المرء مع من أحب
“Seseorang akan bersama yang dicintainya.”
Berdasarkan uraian-uraian definisi cinta menurut Syekh Zulfiqar
Ahmad, dapat dipahami bahwa mahabbah adalah hasrat cinta yang sangat
begitu mendalam, keinginan seorang pecinta untuk dapat bertemu dengan
kekasih, karena dirinya sangat amat merindukan-Nya. Inilah satu-satunya
pikiran yang memenuhi hatinya, dia melewati hidupnya untuk selalu
mempersiapkan pertemuannya dengan Kekasih. Hatinya menolak untuk
tertarik kepada sesuatu yang lain dan tidak memberikan ruang sedikitpun
untuk yang lain selain Allah Swt. dan ia menghapus sifat-sifat yang dimiliki
dan menggantikan dengan sifat Kekasih. Dan dia melakukan semua hal itu
dengan perjuangan dan pengorbanan untuk bisa bertemu dengan Allah Swt.
B. Prinsip-prinsip Meraih Mahabbah (Cinta) Kepada Allah
Cinta kepada Allah adalah wajib, Allah Swt. telah menanamkan
benih cinta-Nya di hati setiap manusia saat penciptaan mereka. karena itulah
setiap manusia dilahirkan dalam kondisi awal (fitrah) berislam. Jika cinta
8Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 23
42
kepada Allah yang inheren ini dihilangkan dari manusia, yang tersisa hanyalah
kebinatangan. Tidak ada yang pantas ada dalam kehidupan yang temporal ini
kecuali cinta Allah Swt.9 Cinta kepada Allah adalah tujuan yang hakiki (‘isyq
haqiqi), cinta kepada selain-Nya adalah palsu (‘isyq majazi) karena ditujukan
demi pemenuhan nafsu hina seseorang.
Seorang pencari (salik) yang ingin meraih cinta kepada Allah Swt.
harus melakukan ibadah, mujahadah (perjuangan spiritual), riyadhah (latihan
spiritual) dan konsentrasi diri untuk mencurahkan segalanya hanya untuk
Allah. Mencintai Allah bukan hal yang mudah, harus ada usaha keras dari
seorang pencari untuk meraih cinta kepada Allah. Syekh Zulfiqar Ahmad
mengatakan dan menjelaskan di dalam bukunya “Cinta Abadi Para Kekasih
Allah”, ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan, agar dengan itu
dia bisa sampai pada derajat seorang hamba yang betul-betul mencintai-Nya,
dan bisa menempuh jalan yang dilalui oleh orang-orang mulia. di antara
prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan agar kita bisa meraih cinta kepada
Allah adalah:
1. Kerinduan yang Tulus (Thalab)
Syarat utama untuk meraih cinta kepada Allah Swt. adalah
mengharapkan cinta semacam itu dengan rasa tulus. Orang mungkin
mendapatkan dunia materi dengan pasif, tetapi cinta sejati adalah
khazanah, karena itu tidak dapat diperoleh jika seseorang tidak aktif
mencarinya.10
9Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, Penerjemah Munir (Bandung:
Marja, 2002), h. 16 10Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 113
43
Rasa cinta membutuhkan pembuktian dari setiap manusia
yang mengaku cinta, sebatas pengakuan saja itu hal mudah, tetapi
pembuktian pengakuan itu hal yang sulit. Maka dari setiap pencari
yang ingin meraih cinta kepada Allah harus benar-benar mencintai
Allah dengan tulus tanpa pengharapan apapun dan dilakukan dengan
sungguh-sungguh.
Seseorang harus memiliki niat yang teguh dalam hati untuk
memperoleh cinta kepada Allah Swt. Dan siap mengorbankan apa
saja demi tujuan ini.11
2. Melepaskan Kenikmatan-kenikmatan duniawi
Seorang pencari yang ingin meraih cinta kepada Allah, harus
melepaskan semua kenikmatan duniawi. Pencari dunia materi tidak
akan pernah menjadi pencari Tuhan. Sehingga setiap keinginan harus
dihapuskan dari hati hingga ia hampa, dan seseorang dapat
mengatakan:12
Segala keinginan telah bertolak dari hatiku,
(Ya Allah) masuklah sekarang (ke dalam hatiku), sekarang
ia kosong.13
Seorang pecinta tidak boleh ada yang dicinta selain Allah
Swt. ia harus menghilangkan kecintaannya kepada yang lain,
sehingga hanya ada Allah yang ada di dalam hatinya. Syekh Zulfiqar
Ahmad mengatakan, seseorang harus melewati tiga tangga untuk
melepaskan segala sesuatu selain Allah Swt. diantaranya:
11Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 114 12Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 114 13Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 114
44
a. Menjauhkan Eksistensi diri Seseorang
Seluruh keinginan nafsu yang hina harus
dilepaskan. Selama pencari dikuasai nafsunya, ia tidak akan
meraih Tuhannya. Syekh Zulfiqar mengungkapkan:
Akhirnya, aku kehilangan semua kesadaran akan
diriku,
Ketika akhirnya aku diberitahu tentang Tuhanku.14
Seorang pencari harus memerangi segala nafsu dan
memusatkan hatinya kepada Allah Swt.
b. Meninggalkan Dunia Materi
Setiap pencari yang ingin meraih cinta kepada
Allah harus meninggalkan dunia materi. Untuk dapat
melepaskan segala kenikmatan duniawi ini merupakan tugas
yang berat. Syekh Zulfiqar Ahmad mengungkapkan
bahwasanya:
Terserap ke dalam Ingat kepada Tuhan,
Hati diberi martabat,
Tetapi bukan kerjaan mudah meninggalkan dunia
dan semua isinya.15
Meskipun untuk meninggalkannya adalah sesuatu
yang berat, seorang pencari harus dapat melepaskannya.
Menurut sebagian para kaum sufi, dunia materi dianggap
menghalangi jalan seseorang untuk mencapai kedekatan
kepada Allah Swt. sehingga segala sesuatu yang
14Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 114 15Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 115
45
berhubungan dengan dunia harus dihapuskan dari hati
seorang pencari.
c. Mengarahkan Perhatian Utama Seseorang kepada
Akhirat
Pencari juga tidak boleh hanya mencari karunia
akhirat demi pahala ibadahnya, tetapi juga harus menjadi
pencari Pemberi Karunia Sebenarnya,16 Syekh Zulfiqar
Ahmad mengatakan:
Seorang pertapa akan meraih tujuannya,
Hanya ketika meninggalkan semua,
Sekarang kamu telah meninggalkan dunia materi,
Tinggalkanlah pahala-pahala akhirat juga.17
Seorang pencari yang ingin dekat dengan Allah,
ibadah yang dilakukannya bertujuan bukan karena berharap
surga atau dijauhi dari api neraka. Tetapi tujuan sebenernya
adalah hanya mengharapkan Allah semata. Meskipun
perbuatan-perbuatan ibadah mereka terdorong oleh pahala
yang akan mereka terima karena perbuatan baik mereka,
tetapi ia melakukan apa saja karena niat tulus demi ridha
Allah Swt.
Seorang pencari (salik) harus benar-benar menghilangkan
segala sesuatu yang berhubungan selain Allah dihatinya, sehingga
hatinya kosong dari keinginan yang didiktekan oleh nafsu yang hina.
Bila kecintaannya pada dunia masih ada dihatinya, maka seorang
pencari tidak akan sampai kepada tujuannya.
16Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 115 17Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 115
46
3. Memperbanyak Tahlil
Seorang pencari (salik) harus membaca tahlil “La ilaha
ilallah” secara terus menerus. Membaca tahlil merupakan senjata
ampuh bagi seorang pencari untuk dapat meraih cinta kepada Allah,
ia meniadakan semua tuhan yang salah yang bisa jadi bersarang
dihati seorang pencari. Karena syarat utama bagi orang yang
menempuh jalan Allah Swt. adalah membersihkan hati secara
menyeluruh dari selain Allah Swt. Syekh Zulfiqar Ahmad
mengatakan:
Ketika kobaran cinta bergemuruh,
Semua selain Kekasih lenyap,
Pedang ‘La’ menghancurkan semua kecuali Yang Esa,
Lihat apa yang tersisa setelah itu,
Hanya Allah yang tertinggal, semua yang lain lenyap,
Selamat datang, oh cinta, selamat datang yang hangat
untukmu.18
Ketika seorang pencari (salik) telah membaca La ilaha
illallah secara terus menerus dan hatinya telah bersih dari segala
sesuatu yang bukan Allah, maka seorang pencari akan dibukakan
sebagian rahasia jalan untuk mendekat kepada Allah. Sehingga
memudahkan dirinya untuk dapat dekat dengan Allah Swt.
Membaca la ilaha illallah adalah metode zikir yang
dipraktikkan dari ajaran ke delapan dan ke sembilan tarekat (jalan
Spiritual) Naqshabandiah. Zikir ini dinamakan zikir “Nafi-Atbhat”
18Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 115
47
(penegasan negasi) dan zikir “Tahlil Lisani” (negasi penegasan
dengan lidah.
Zikir nafi-atbhat adalah pembacaan la ilaha illallah diam-
diam, tanpa bernafas, dan tanpa gerakan tubuh, seperti yang diajarkan
oleh para penguasa jalan mulia ini. nafi berarti negasi dan mengacu
pada bagian pertama “la ilaha” (tidak ada Tuhan), dan atbhat berarti
afirmasi dan mengacu pada bagian kedua “illallah” (tetapi Allah).
pencari harus fokus pada makna dari kata-kata mulia ini. Ketika
mengatakan la ilaha, orang harus membayangkan bahwa tidak ada
sesuatu pun, dan ketika mengatakan illallahu, seseorang harus
mengarahkan perhatian pada Allah Swt. sedangkan, zikir tahlil lisani
adalah pembacaan la ilaha illallah dalam metode yang sama seperti
sebelumnya, tetapi dengan lidah dan tanpa menahan nafas.19
Hati seorang pencari telah bersih dari cinta kepada sesuatu
selain Allah Swt. kalimat “La ilaha illallah” yang dibaca olehnya
telah memutuskan semua hubungan dengan yang bukan Allah, ia
tidak lagi mencintai sesuatu kecuali Allah. Syekh Zulfiqar Ahmad
mengungkapkan:
Syekh ku telah menghapus jurang antara Engkau dan aku
Dengan mengajariku esensi “La ilaha illallah”.20
4. Merenung (Fikr)
Merenung merupakan sesuatu yang sangat penting untuk
mencapai cinta kepada Allah Swt. Menurut metode dzikir ini, pencari
19Talib Ghaffari, “Pelajaran dari Tarekat Naqsyabandi Mujadidi.” Artikel diakses dari
http://maktabah.org/blog/?p=227 diakses pada Kamis, 11 Oktober 2018 pukul 22:50 20Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 117
48
merenungkan bahwa limpahan spiritual (faidh) Allah turun kehatinya.
Ia harus ingat di dalam hatinya hadis diriwayatkan mutafaqon ‘alaih
berikut ini:
إن ما العمال بالن ي ة
“Sungguh, semua perbuatan berdasarkan pada niat ...”
Dan juga hadis diriwayatkan mutafaqon ‘alaih berikut ini:
أنا عند ظن عبدى بى
“Aku (Allah) seperti yang diduga hamba-Ku”
Limpahan spiritual yang besar diperoleh dengan merenung.
Fikr merupakan metode zikir yang dipraktikkan dari ajaran kesepuluh
tarekat (jalan spiritual) naqshabandiah hingga berakhir. Syekh
Zulfiqar Ahmad mengungkapkan:
Hatiku merindukan berhari-hari dan bermalam-malam
tanpa terisi
Ketika aku tetap merenung, memikirkan Tuhan.21
Metode zikir ini dilakukan untuk membersihkan pikiran dari
semua pikiran dan kemudian menunggu kedatangan faidh dari Tuhan.
Ketika sang pencari mulai merenung, dia mengucapkan maksud dari
merenung itu dan kemudian menyimpan maksud dari niat itu di
dalam hati.22
21Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 116 22Talib Ghaffari, “Pelajaran dari Tarekat Naqsyabandi Mujadidi.”
49
5. Bersahabat dengan mereka yang benar dalam ucapan dan
tindakan (shadiqin)
Jika seorang pecinta tetap bersahabat dengan para pecinta, ia
juga akan menjadi pecinta. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dan
Muslim, Rasululah Saw. Bersabda:
وء كحامل المسك ونافخ الكير ، فحامل الح والس مثل الجليس الص
ا أن تجد منه ريحا ا أن تبتاع منه ، وإم ا أن يحذيك ، وإم المسك إم
ا أن تجد ريحا خبيثة ا أن يحرق ثيابك ، وإم بة ، ونافخ الكير إم طي
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual
minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau
bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap
mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi
(percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau
tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.”
Dari hadis tersebut kita dapat mengambil makna pelajaran,
bahwasanya kita itu tergantung bagaimana sahabat kita. Jika kita
bersahabat dengan orang baik kita akan menjadi baik, atau
mendapatkan kebaikan dari teman kita. dan sebaliknya, jika kita
bertemen dengan orang buruk kita akan ikut buruk atau terkena imbas
dari keburukannya.
Menurut Syekh Zulfiqar Ahmad bersahabatlah dengan
orang-orang yang dapat memberikan baiat (pengakuan diri) yaitu
kepada Syekh dan menggunakan waktu di khanaqah untuk
dicurahkan pada perbaikan spiritual merupakan cara-cara praktis
untuk mempertahankan persahabatan dengan orang-orang yang benar
50
(Shadiqin). Dengan menggunakan beberapa hari bersahabat dengan
syekh, hati seseorang ditransformasikan dan seluruh kehidupannya
berubah. Syekh mengarahkan pencari untuk menjalankan dzikir terus
menerus menurut ketentuan-ketentuan khanaqah-nya tersendiri.
Ketika seorang pencari merasa cintanya kepada Allah Swt. meningkat
di dalam hatinya, doa-doa bagi syekhnya mengalir dari hatinya.23
6. Berdoa dan meminta tolong kepada Allah (Iltija’)
Jika seseorang pencari telah melakukan segala sesuatu
menurut kemampuannya, ia harus memohon bantuan dan pertolongan
kepada Allah Swt. Karena sesungguhnya dialah yang mengarahkan
pencari ketujuannya.24 Allah Swt. berfirman dala Surah An-Nur/24:
21 berikut:
ولول فضل الل ه عليكم ورحمته ما زكى منكم من أحد أبدا ولكن الل ه ي زكي من
والل ه سميع عليم يشاء
“...Kalau bukan karena karunia dan rahmat Allah Swt.
kepadamu, tak seorang pun diantara kamu dapat disucikan. Tetapi,
Allah Swt. mensucikan siapa saja yang Dia kehendaki.”
Untuk meraih cinta kepada Allah Swt. Bukanlah persoalan mudah.
Sebenarnya, ia merupakan sesuatu yang mensyaratkan perhatian dan ketaatan
yang utuh dari seorang pencari (salik) serta siap mengorbankan apa saja demi
tujuan ini. Pencari harus melewati tangga-tangga perjuangan dan pengerahan
tenaga ini dan akhirnya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
23Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 117 24Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 118
51
C. Murid dan Murad
Para pengembara di jalan cinta ada dua kelompok. Pertama disebut
murid (pencari), dan menunjukkan seseorang yang kemajuannnya didasarkan
pada usaha dan ibadahnya sendiri. Kedua disebut murad (yang dicari),
menunjukkan seseorang yang diinginkan Kekasih agar mendekatinya.25
Syekh Zulfiqar Ahmad menjelaskan perbedaan antara murid dan
murad dengan memperbandingkan kehidupan Nabi Musa As. dan Nabi
Muhammad Saw. Nabi Musa As. adalah pecinta Allah (muhibbullah), sedang
Nabi Muhammad Saw. adalah kekasih Allah (mahbubillah).26
Nabi Musa As. dikaruniai kesempatan untuk bertemu dengan Allah
Swt. dibukit Sinai. Allah Swt. didalam al-Qur’an surah /7: 143 berikut:
ا ن ات يق م ى ل وس اء م ا ج م ول
“Dan ketika Musa datang untuk menemui kami.”
Kata kerja “ja’a” (datang) digunakan bagi Nabi Musa As., ia
diperintah untuk datang menemui Allah Swt. Sedangkan, ketika Nabi
Muhammad Saw. dikaruniai kesempatan untuk bertemu dengan Allah Swt.
sewaktu mi’raj, di dalam al-Qur’an Surah al-Isra/17: 1 berikut:
ه د ب ع رى ب س ي أ ان ال ذ ح ب س
“Maha Agung Dia yang membawa hamba-Nya melakukan perjalanan
di malam hari.”
Kata “asra” (membawa) digunakan untuk Nabi Mauhammad Saw. ia
dijemput untuk bertemu Allah Swt. Dari keduanya kita dapat melihat
25Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h.123 26Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h.123
52
perbedaan antara murid dan murad, yang diperintahkan untuk menemui dan
yang dijemput untuk bertemu.27
Jalan-jalan cinta mendikte harapan dan keinginan pecinta (muhibb)
untuk bertemu Kekasih (mahbub). Namun kadang-kadang, Kekasih juga
menginginkan pecinta datang menemui-Nya. Dan ketika Kekasih juga ingin
bertemu, maka mudahlah untuk mendekati-Nya.28 Sebuah pencapaian
keinginan dari seorang murid “orang yang menginginkan Allah”, menjadi
murad “orang yang diinginkan Allah”.
Ketika Yang Maha Indah Swt. mengatur pertemuan, maka
kenikmatan cinta (‘isyq) yang sebenarnya tercapai. Ketika pecinta tahu bahwa
Kekasih juga mencintainya, maka kebahagiannya tak mengenal batasan.29
D. Tanda-tanda dan Karakteristik Pecinta Allah yang Tulus
Untuk mengetahui apakah seseorang telah menjadi pecinta Allah
yang tulus, maka dapat dilihat dari tanda-tandanya. Seorang pecinta yang tulus
dapat dilihat dengan hakikat essensial (dzat) wujudnya. Tanda-tanda pecinta
yang tulus ditemukan di wajahnya yang bersinar dan akhlaknya yang mulia,
bahkan orang yang tidak mengenalnya pun mengakuinya sebagai pecinta
setelah melihatnya.30 Tanda seorang pecinta juga difirmankan oleh Allah di
dalam Alqur’an Surah al-Anfal/8: 2 berikut:
إن ما المؤمنون ال ذين إذا ذكر الل ه وجلت ق لوب هم وإذا تليت عليهم
27Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 124 28Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 125 29Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 125 30Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 127
53
آياته زادت هم إيمانا وعلى ربهم ي ت وك لون
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka. Dan hanya kepada Allah mereka bertawakal.”
Seorang pecinta yang dijelaskan dalam firman Allah di atas adalah
ketika asma Allah disebut di hadapan mereka, hati mereka bergetar. dibacakan
ayat-ayat Allah, iman mereka bertambah kuat. Dan mereka adalah orang yang
bertawakal kepada Allah Swt.31
Tanda seorang pecinta, dunia materi tidak membuat hatinya tertarik
dan ia tetap tidak terpengaruh oleh glamornya dunia.32 Objek-objek dunia juga
tidak memberikan arti penting dibandingkan dengan ridha Allah Swt. dunia
yang rusak ini tidak memiliki arti. ia tidak memperhatikan sesuatu apapun
selain kekasihnya. Hatinya telah kosong dari cinta segala sesuatu selain Allah
Swt. Syekh Zulfiqar Ahmad mengatakan:
Aku telah menarik diri dari urusan-urusan duniawi, wahai Tuhan,
Adalah Betapa pun tinggi kenikmatan dan ketentraman ditemukan,
Suatu saat dunia akan sirna dari hati seseorang.33
Keindahan kekasih memperoleh keharuman dan daya tarik. Hasilnya,
cinta dalam hati pecinta yang tulus pun menumbuhkan semangat dan dimensi.
Tidak ada batasan bagi keindahan Allah Swt. dan tidak ada batasan bagi
pecinta yang intens. Dengan demikian, tidak ada lagi kemungkinan untuk
tertarik oleh yang lain.34 Syekh Zulfiqar Ahmad mengutip perkataan seorang
penyair bahwasanya:
31Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 128 32Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 129 33Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 129 34Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 66
54
Cintaku adalah Engkau, sahabatku adalah Engkau,
Agamaku adalah Engkau, imanku adalah Engkau,
Badanku adalah Engkau, jiwaku Engkau,
Hatiku Engkau, hidupku Engkau,
Ka’bah, kiblat, masjid, mimbar dan al-Qur’anku adalah Engkau,
Ibadahku haji, zakat, shalat, puasa, dan adzan adalah Engkau,
Ingatku adalah Engkau, wujudku adalah Engkau,
Sandaran, harapan, dan kepercayaanku adalah Engkau,
Agamaku dan imanku adalah Engkau, kehormatanku adalah Engkau
Rasa maluku bersama-Mu dan keagunganku juga bersama-Mu
Rasa sakit, sedih, air mata, dan tertawaku adalah engkau.
Rasa sakitku adalah Engkau dan istirahatku adalah Engkau,
Alasan-alasan kebahagianku adalah Engkau,
Alasan-alasan kesenanganku adalah Engkau,
Keindahan dan mudaku adalah Engkau,
Wahai Farid, jika hanya Kekasih menerimamu,
Maka kamulah raja dan penguasa.35
Pecinta yang tulus menaati kekasihnya, ini adalah tanda terbesar
cinta, seluruh kehidupan pecinta mengikuti hukum syariat dan sunnah Nabi
Muhammad Saw. Sebagaimana cerita tentang Hadrat Bayazid Bustami
bertanya ketika dirinya diberikan semangka, “Bagaimana cara Nabi
Muhammad Saw memotong dan memakan ini?” tak satu pun ulama yang
berkumpul dapat menjawab dan akibatnya ia menolak memakannya, khawatir
kalau ia memakannya dengan cara yang bertentangan dengan sunnah.
Meskipun dalam syariat diperbolehkan memakan buah dengan cara apapun
sesuai keinginannya. Tetapi bagi para pecinta, mengikuti sunnah Nabi
Muhammad Saw. adalah satu-satunya jalan hidup.36
Karakterisik pertama seorang pecinta yang tulus adalah kulit pucat
dan kuning. Latihan spiritual yang intens dan ketaatan yang berlebihan sering
mempunyai pengaruh semacam itu. Karakteristik ke dua adalah keluh kesah
kerinduan yang dalam, karena berpisah dari kekasih. Karakteristik ke tiga
35Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 67 36Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 129
55
adalah mata yang selalu basah dengan air mata, karena kegelisahan hati
dicurahkan melalui mata. Karakteristik ke empat adalah makan sedikit.
Pecinta yang tulus tidak dikalahkan oleh kenikmatan yang rakus, sebaliknya ia
makan hanya untuk menyelamatkan diri. Karakteristik ke lima adalah
berbicara sedikit. Orang yang batinnya akrab dengan kekasihnya tidak
memiliki keinginan untuk terlibat dalam obrolan yang melenakan. Mayoritas
wali berbicara hanya sesuai keperluan. Jika tidak demikian, ibadah mereka
yang akan tetap diam. Karakteristik pecinta yang tulus ke enam adalah tidur
sedikit. Malam-malamnya berlalu dengan dzikir dan ibadah.37 Pecinta Allah
yang tulus rindu bercakap-cakap akrab dengan kekasihnya. Tidak ada waktu
yang lebih baik kecuali di kegelepan malam. Karena itu, menjadi kebiasaan
pecinta untuk bangun malam shalat tahajud agar senang dengan rahasianya
dan menarik Kekasih melalui keluh kesah dan air mata. Terlepas dari
ibadahnya setiap malam, pecinta yang tulus tidak pernah merasa telah
melakukan sebanyak yang seharusnya ia lakukan. Bahkan anjing tetap jaga di
malam hari menjaga rumah tuannya. Dengan demikian, ia tidak pernah
menganggap tahajud malam sebagai ibadah yang besar.38 Syekh Zulfiqar
Ahmad mengatakan:
Kamu tetap jaga dimalam hari dan disebut “Syaikh”
Anjing yang tetap jaga dimalam hari lebih baik darimu,
Ia makan-makanan lunak, makanan kering dan tidur sepanjang hari
dibawah naungan pohon,
Ia lebih baik darimu,
Ia tidak pernah meninggalkan ambang pintu tuannya,
Meskipun harus mengepakkan ratusan kali,
Ia lebih baik darimu,
Wahai orang yang bersyukur, kamu tidur diatas kasur lembut,
37Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 131 38Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 67
56
sedang anjing tidur diatas batu,
Ia lebih baik darimu,
Bangkit dan raihlah Kekasihmu,
Jika tidak anjing akan mengalahkanmu,39
Syekh Zulfiqar mengutip perkataan seorang penyair lain yang
mengungkapkannya dengan cara yang berbeda:
Dengan menggunakan waktu malam untuk berjaga, jangan menduga
bahwa kamu telah mencapai tingkatan para wali,
Saudaraku, anjing menggunakan malamnya berjaga di tanah,
Ia tetap jaga untuk memperoleh sebutir kecil makanan,
Sedang kamu memperoleh ribuan berkah,
Anjing telah mengalahkanmu, wahai faqir, tundukkanlah mukamu
malu,
Bersihkan dirimu hingga bersih, wahai faqir, bersihkan dirimu
hingga bersih.40
Tanda-tanda pecinta Allah yang tulus tersebut di atas, hanya dapat
diketahui oleh sang pecinta sendiri, karena pada umumnya berhubungan
dengan hati. adapun yang dapat mengetahui selain sang pecinta itupun hanya
orang terdekatnya, dan orang itu mengetahui dari sikap prilaku diri seorang
pecinta seperti melaksanakan perintah Allah baik yang wajib maupun sunnah
dan menjauhi larangan-Nya.
39Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 67 40Syekh Zulfiqar Ahmad, Cinta Abadi Para Kekasih Allah, h. 68
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep mahabbah (cinta) yang dijelaskan oleh Syekh Zulfiqar Ahmad
adalah kondisi hati dimana pecinta rindu ingin bertemu Kekasih. Ia melewati
seluruh hidupnya untuk mempersiapkan pertemuanya dengan Kekasih. Rasa
cinta dan rindu kepada Allah telah menjadi motivasi di dalam hidupnya dan
sekaligus merupakan tujuan dalam pengabdiannya kepada Allah.
Sang pecinta dalam pengabdiannya kepada Allah tidak mengharapkan
kesenangan surga atau menghindari neraka, melainkan semata-mata cintanya
kepada Allah. karena perjumpaan dirinya dengan Kekasih lebih membuat
dirinya senang.
Cinta kepada Allah menjadi sasaran satu-satunya yang memenuhi hati
seorang pecinta. Hatinya selalu menolak untuk tertarik kepada sesuatu yang
lain. Ia juga telah menghapus segala sesuatu dihatinya kecuali Allah, hatinya
tidak memiliki ruang bagi yang lain karena hanya Allah yang boleh mengisi
hatinya. Seorang pecinta juga menghapus segala sifat-sifat pecinta dan
menetapkan wujud esensial (dzat) Kekasih.
Cintanya kepada Allah telah menenggelamkan dirinya sehingga
dirinya mampu melupakan segalanya kecuali Allah. ia menyerahkan seluruh
hidup dan jiwa raganya hanya untuk Allah, bahkan dia rela untuk
mengorbankan kesenangan dan kebahagiannya demi cintanya kepada Allah.
58
B. Saran-saran
Saran penulis, dengan konsep ajaran mahabbah ini dapat membuat
semua manusia menanamkan kecintaannya kepada Allah Swt di dalam hatinya.
Karena cinta kepada Allah harus ada pada diri manusia, seperti yang dikatakan
oleh Syekh Zulfiqar Ahmad, “Jika cinta kepada Allah yang inheren ini
dihilangkan dari manusia, yang tersisa hanyalah kebinatangan. Tidak ada yang
pantas ada dalam kehidupan yang temporal ini kecuali cinta Allah Swt.” cinta
kepada Allah adalah tujuan yang hakiki (‘isyq haqiqi), cinta kepada selain-Nya
adalah palsu (‘isyq majazi) karena ditujukan demi pemenuhan nafsu hina
seseorang.
60
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad, Syekh Zulfikar. Cinta Abadi Para kekasih Allah, Penerjemah
Munir, Bandung: Marja, 2002.
Anwar, Rosihin. Akhlak Tasawuf. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.
Anwar, Saifudin. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
1998.
Badrudin, Pengantar Ilmu Tasawuf, Serang: A-Empat, 2015.
Fuad Said, H.A. Hakikat Tarikat Naqshabandiah, Jakarta: PT. Al Husna
Zikra, 1996.
al-Ghazali, Imam. Ihya Ulumuddin: Zuhud, Cinta, dan Kematian, Jakarta:
Republika Penerbit, 2013.
Hisyam Kabbani, Syekh Muhammad. Tasawuf dan Ihsan, Penerjemah
Zaimul Am, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007.
al-Jauziyyah, Ibnul Qayyim. Raudhatul Muhibbin: Taman Orang-orang
yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Penerjemah Fuad
Syaifudin Nur, Jakarta: Qisthi Press, 2011.
Kartanegara, Mulyadhi. Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga,
2009.
M. Echols, John, dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:
PT Gramedia, 1993.
Muhibbuddin, Muhammad. Kitab Cinta Ulama Klasik Dunia, Yogyakarta:
Araska, 2018.
Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 2010.
Qadir ‘Isa, Syaikh Abdul’. Cetak Biru Tasawuf Spiritualitas Ideal dalam
Islam, Penerjemah Tim Ciputat Press, Ciputat: Ciputat Press, 2007.
al-Qusyairi, Imam. Risalah Qusyairiyah, Penerjemah Ma’ruf Zariq dan Ali
Abdul Hamid, Jakarta: Darul Khair, 1998.
61
Rivay Siregar, H.A. Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo Sufisme, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1999.
as-Sarraj, Abu Nashr. Al-Luma’ Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf,
Penerjemah Wasmukan dan Samson Rahman, Surabaya: Risalah
Gusti, 2014.
Septiawadi, Tafsir Sufistik: Said Hawa dalam Al-Asas fi Al-Tafsir, Jakarta:
Lectura Press, 2013.
Sevilla, Consevela G. Pengantar Metode Penelitian, terj. Alimudin Tawu,
Jakarta: UI-Press, 1993.
Smith, Margaret. Kala Tuhan “Jatuh Cinta”: Biografi Ringkas dan Ajaran-
ajaran Para Kekasih Allah, Penerjemah Nuruddin Hidayat,
Bandung: Pustaka Hidayah, 2007.
Solihin, Muhammad dan Anwar, Rosihin, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV
Pustaka Setia, 2008.
Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada
1997.
as-Sulami, Abdurrahman. Sufi-sufi Wanita: Tradisi yang Tercadari,
Penerjemah Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka Hidayah. 2004.
Sutrisno. Metodologi Research, Yogyakarta: Rineka Cipta, 1992.
Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia
Modern, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Zaprulkhan. Ilmu Tasawuf: Sebuah Kajian Tematik, Jakarta: PT Grafindo
Persada, 2016.
Jurnal
Encung. “Tradisi dan Modernitas Perspektif Seyeed Hossein Nasr,” Teosofi:
Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam 2, no. 1 (Juni 2012): h. 201-
217.
Haryati, Tri Astutik. “Modernisasi dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr,”
Jurnal IAIN Pekalongan 8, no. 2 (November 2011): h. 307-324.
62
Syamsuri, “Tasawuf dan Terapi Krisis Modernisme: Studi Kritis Terhadap
Pemikiran Seyyed Hossein Nasr,” Refleksi: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin IV, no. 2 (2002): h. 19-43.
Web
Damis, Rahmi, “Al-Mahabbah dalam pandangan Sufi,” Artikel diakses dari
http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/sls/article/view/4693/4246 , diakses pada
Rabu. 17 Oktober 2018 pukul 14:14
Fatmala, Vivin Dwi, “Imam Rabbani Syaikh Ahmad al-Faruqi al-Sirhindi,”
Artikel diakses dari http://pesantren-budaya-
nusantara.blogspot.com/2012/11/imam-rabbani-syaikh-ahmad-al-
faruqi-al.html diakses pada Kamis, 11 Oktober 2018 pukul 21:50
Ghaffari, Talib, “Pelajaran dari Tarekat Naqsyabandi Mujadidi,” Artikel
diakses dari http://maktabah.org/blog/?p=227 diakses pada Kamis,
11 Oktober 2018 pukul 22:50
KBBI, Pencarian ‘Cinta’ diakses dari https://kbbi.web.id/cinta diakses pada
Minggu, 1 Oktober 2018 pukul 20:29.
Abdurrahim Naqshabandi Mujadidi, Syekh, “Biografi Syekh Ghulam
Habib,” Artikel diakses dari http://khanqah-e-
habibiya.com/Biography.html diakses pada Jum’at, 28 September
2018 pukul 19:14.
Hafiz Muhammad Ibrahim Naqshabandi, Syekh, “Brief Introduction Of
Legendarys Scholar Hazrat Moulana Zulfiqar Naqshabandi
Mujadidi,” Artikel diakses dari https://ishqeilahi.com/shaykh-zulfiqar-ahmad/ diakses pada Minggu, 1 Oktober 2018 pukul 04:01.
Zulfikar Ahmad, Syekh, ”Biographical Sketch Of Syakh Zulfikar Ahmad,”
Artikel diakses dari
https://www.facebook.com/ShaykhZulfiqarAhmad/photos/biograph
ical-sketch-of-shaykh-zulfiqar-ahmad-damat-
barakatuhumeducational-curric/740916709255057/ diakses pada
Jum’at, 7 September 2018 pukul 14:30 .
, “Syekh Zulfiqar Ahmad,” Artikel diakses dari
https://www.tasawwuf.co/about-shaykh/shaykh-zulfiqar-ahmed-db/
diakses pada Kamis, 18 Oktober 2018 pukul 10:54
Lampiran 1
Foto Syekh Zulfiqar Ahmad
Lampiran 2
Karya Syekh Zulfiqar Ahmad
Buku “Cinta Abadi Para Kekasih Allah”
Lampiran 3
Silsilah Sanad
Silsilah sanad keguruan dari Syekh Zulfiqar Ahmad sebagai mata
rantai dengan guru-gurunya, yaitu:
1. Rasulullah Saw.
2. Sayidina Abu Bakar Ash-Siddiq r.a
3. Sayidina Salman al-Farisi r.a
4. Sayidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Siddiq r.a
5. Imam Ja’far Ash-Shadiq r.a
6. Syekh Abu Yazid Al-Busthami
7. Syekh Abu Hasan Ali bin Abu Ja’far Al Kharqani q.s
8. Syekh Abul Qasim Gorgani q.s
9. Syekh Abu Ali Al-Fadl bin Muhammad Ath-Thusi Al
Farmadhi q.s
10. Syekh Abu Yaqub Yusuf Al-Hamdany q.s
11. Syekh Abdul Khaliq Al-Ghajdawani q.s
12. Syekh Muhammad Arif Riwgari q.s
13. Syekh Mahmud Al-Injir Al-Faghnawy q.s
14. Syekh Ali Ar-Ramitany q.s
15. Syekh Muhammad Baba As-Samasi q.s
16. Sayyid Amir Kulal bin Sayyid Hamzah q.s
17. Syekh Muhammad Baha’uddin al-Naqshaband q.s
18. Syekh Muhammad Ala’uddin Attar q.s
19. Syekh Yaqub Al-Jarkhi q.s
20. Syekh Nashiruddin Ubaidullah Al-Ahrar q.s
21. Syekh Muhammad Az-Zahid q.s
22. Syekh Darwish Muhammad q.s
23. Syekh Muhammad Al-Khawajiki Al-Amkani q.s
24. Syekh Muhammad Al-Baqibillah q.s
25. Syekh Ahmad Al-Faruqy As-Sirhindy
26. Syekh Muhammad Ma’shum q.s
27. Syekh Muhammad Syaifuddin q.s
28. Syekh Muhammad Muhsin q.s
29. Syekh Nur Muhammad Al-Badwany q.s
30. Syekh Mirza Mazhar q.s
31. Syekh Ghulam Ali q.s
32. Syekh Abu Sa’id Al-Faruqi q.s
33. Syekh Ahmad Sa’id Al-Faruqi q.s
34. Syekh Haji Dost Muhammad Kandhari q.s
35. Syekh Muhammad Usman Damani q.s
36. Syekh Sirajuddin q.s
37. Syekh Muhammad Fazal Ali Qureshi
38. Syekh Muhammad Abdul Malik q.s
39. Syekh Ghulam Habib q.s
40. Syekh Zulfiqar Ahmad