Upload
vantuyen
View
273
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
KOORDINASI PROGRAM KARTU IDENTITAS ANAK
(Studi Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota
Bandarlampung dan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo)
Skripsi
Oleh
ADI SURYO GUMILAR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
KOORDINASI PROGRAM KARTU IDENTITAS ANAK
(Studi Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota
Bandarlampung dan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo)
Oleh
Adi Suryo Gumilar
Koordinasi program Kartu Identitas Anak yang di lakukan oleh Disdukcapil Kota
Bandar Lampung di dasari oleh permendagri no 2 tahun 2016 pasal 13 ayat (1).
Dalam hal ini adanya kerjasama antara Disdukcapil dan RSUD dr.A.Dadi
Tjokrodipo dalam memaksimalkan pemanfaatan KIA melalui perjanjian
kerjasama Program Three In One yang bertujuan untuk mempercepat pelayanan
masyarakat sebagai bentuk inovasi dan komitmen Disdukcapil dalam
melaksanakan program KIA di kota Bandar Lampung.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi koordinasi antara Disdukcapil Kota
Bandar Lampung dengan RSUD dr.A.Dadi Tjokrodipo dan kendala-kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan koordinasi program Kartu Identitas Anak Di Kota
Bandar Lampung.. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Koordinasi program Kartu Identitas Anak antara Disdukcapil Kota Bandar
Lampung dengan RSUD dr.A.Dadi Tjokrodipo dalam pelaksanaan kerjasama
program Three In One dapat dilihat melalui tujuh teknik-teknik koordinasi
menurutKoontz dan Donnelydan model koordinasi menurut O’toole. Berdasarkan
indikator tersebut menunjukkan bahwa koordinasi yang dijalankan dalam
kerjasama Three in One sudah berjalan dengan baik dan menerapkan model
koordinasi reciprocal (timbal balik). Rekomendasi yang peneliti berikan, yaitu
adanya penelitian lanjutan untuk menambah penelitian tentang azas azas
manajemen, mambuat aturan tertulis, membuat jadwal rapat koordinasi, dan
adanya penerapan program Three In One di rumah sakit lain di Kota
Bandarlampung.
Kata Kunci: Kartu Identitas Anak, Program KIA, Pemanfaatan KIA,
Disdukcapil Bandar Lampung
ABSTRACT
COORDINATION OF THE CHILD IDENTITY CARD PROGRAM
(Study at the Department of Population and Civil Registration Service and
Public Hospital of Bandarlampung City RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo)
By
Adi Suryo Gumilar
Coordination of the Child Identity Card program carried out by Disdukcapil
(Department of Population and Civil Registration) Bandar Lampung city is based
on Article 13 paragraph (1) of Minister of Home Affairs regulation number 2 of
2016 concerning. In this case there was a collaboration between Disdukcapil and
RSUD (public hospital) dr.A.Dadi Tjokrodipo in maximizing the use of KIA
through a collaboration agreement between the Three In One Program which
aimed to accelerate community service as a form of innovation and commitment
of Disdukcapil in implementing KIA programs in Bandar Lampung.
The purpose of this study was to identify coordination between Disdukcapil
Bandar Lampung city and RSUD (public hospital) dr.A.Dadi Tjokrodipo and the
obstacles faced in the coordination of the Child Identity Card program in Bandar
Lampung City. The method used in this study was a qualitative approach. The
data collection techniques used were interviews, observation, and documentation.
The coordination of the Child Identity Card program between the Disdukcapil
Bandar Lampung and the RSUD (public hospital) dr.A.Dadi Tjokrodipo in the
implementation of the Three In One program collaboration can be seen through
seven coordination techniques according to Koontz and Donnely and coordination
models according to O’toole. Based on these indicators, it shows that the
coordination carried out in the Three in One collaboration has gone well and
implemented a reciprocal coordination model. Recommendations that the
researchers gave, namely the existence of further research to add research on the
principle of management principles, create written rules, schedule coordination
meetings, and implement the Three In One program at other hospitals in
Bandarlampung.
Keywords : Child Identity Card Program, Utilization KIA, Disdukcapil
Bandarlampung
KOORDINASI PROGRAM KARTU IDENTITAS ANAK
(Studi Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota
Bandarlampung dan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo)
Oleh
ADI SURYO GUMILAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA ADMINISTRASI NEGARA
Pada
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Adi Suryo Gumilar, dilahirkan pada 17 Oktober 1995 di
Bandar Lampung dari pasangan Bapak Sumarjiyanto, SH.
(Alm) dan Ibu Astutik. Penulis adalah anak pertama dan
memiliki satu orang adik perempuan bernama Dwi Ratna
Sari.
Penulis memulai pendidikan di
SD Al azhar 2 Bandar Lampung 2001 – 2007.
SMP Negeri 2 Bandar Lampung 2007 - 2011.
SMA Negeri 9 Bandar Lampung 2011 - 2013.
Universitas Lampung, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik 2013.
Lebih lanjut, penulis terdaftar menjadi mahasiswa Jurusan Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melalui penerimaan mahasiswa jalur
SBMPTN atau tertulis. Pada periode Kedua Juli sampai dengan Agustus 2018
(selama 32 hari), penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang
bertempat di Desa Margamulya, Kecamatan Bumi Agung, Kabupaten Lampung
Timur.Selama menjadi mahasiswa, penulis sempat mengikuti beberapa kegiatan
kampus, yaitu sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung dan anggota
BEM Universitas Lampung.
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan ada
kemudahan (QS.94:5-6)
Enjoy the little things in life, for one day you’ll look back and
realize they were the big things.
Kebahagiaan tertinggi adalah senyuman kedua wanita terhebat
dalam hidup ku, ibu dan adikku .
Komunikasi yang baik adalah awal dari kerjasama yang baik
(Adi Suryo Gumilar)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur kepada Allah SWT yang
Maha baik, dan telah meridhoi penyusunan skripsi ini dengan
banyak prosesserta pelajaran yang disisipkan oleh NYA selama
proses penyusunan skripsi ini berlangsung.
Terimakasih yang tak terhitung untuk kedua orang tua dan
keluarga tercinta:
Bapakku Alm. Sumarjiyanto, SH. dan Ibu ku Astutik
Dan adikku tersayang
Dwi Ratna Sari (ndok nana)
Terimakasih kepada pakde Sartono,pakde sunyoto, tante Siti
Umaroh,dan Nani handayani yang telah memberikan dukungan
begitu besar pada penulis.
Sahabat sahabat ku yang selalu ada dalam perjalanan hidupku
Terimakasih kepada para dosen dan Civitas Akademika yang telah
memberikan bekal ilmu, dukungan dan doa. Untuk selalu
membanggakan Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah, dengan yakin atas rencana Allah SWT beserta segala rahmat,
rohmaan, dan rohiim NYA, skripsi dengan judul KOORDINASI PROGRAM
KARTU IDENTITAS ANAK (Studi Pada Dinas Kependudukan Dan
Pencatatan Sipil Kota Bandarlampung dan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo)
ini telah selesai pada waktu terbaik menurut perencanaan nya. Selama proses
penyusunan skripsi ini, penulis menyadari ada banyak sekali pihak yang
membantu dari berbagai aspek, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
ini. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orangtuaku, ibu dan bapak terimakasih atas kasih sayang yang tak
terhingga dan segala nya yang telah engkau korban kan selama ini. Ter khusus
Ibu ku yang selama ini membesarkan ku seorang diri sejak bapak meninggal,
yang selalu menyayangi ku sama seperti aku masih bayi dulu, yang selalu
terjaga saat aku tertidur untuk mendoakan ku dalam keadaan apapun. Segala
yang ku perbuat adalah untuk membahagiakan mu ibu, dan semoga Allah
selalu menjaga ibu dan bapak dalam rahmat, keimanan dan ketaqwaan .
2. Adikku tercinta Dwi Ratna Sari (ndok nana), terimaksih atas semangat dan
kasih sayang mu selama ini, tingkah laku lucu mu ga bakal mamas lupa. Ayo
semangat kejar gelar Spd nya tinggal beberapa bulan lagi ndok. Semoga allah
selalu mempermudah jalan mu mengejar cita cita dan selalu melindungi mu
dalam keadaan apapun, semoga kelak menjadi guru yang baik bagi muridmu.
3. Pakde Sartono dan keluarga, terimakasih atas segala bantuan moril dan
materil yang telah di berikan kepada peneliti, segala kebaikan takkan dapat
terlupakan, semoga allah membalas segala kebaikan dan selalu memberikan
perlindungan serta barokah dalam setiap langkah.
4. Ibu Devi Yulianti, S.A.N., M.A. (miss Devi) selaku dosen pembimbing
utama. Terimakasih banyak atas bimbingan, arahan, ilmu, waktu, nasehat, dan
tenaga selama ini. Terimakasih telah menjadi mentor yang baik, yang telah
mengajari cara berfikir dan berkembang. “dunia kerja lebih kejam, jangan
pernah berkata tidak kepada atasan,selalu terima tantangan, supaya kamu bisa
maju” kata kata yang selalu saya ingat sekaligus menjadi motivasi saya
selama ini. Terimakasih banyak miss atas proses bimbingan yang sangat
berkesan, semoga Allah selalu menjaga Ibu dan kelarga selalu dalam
kebaikan dan dapat segera mengejar gelar Doktoral.
5. Ibu Selvi Diana Melinda, S.A.N., M.PA. selaku dosen pembimbing kedua.
Terimakasih bu atas bimbingan, motivasi, dukungan, semangat, ilmu, waktu,
tenaga, arahan, serta nasehatnya selama ini, terimakasih juga untuk buku
implementasi kebijakan dan kebijakan publik yang ibu pinjamkan, karena itu
sangat penting dan berpengaruh dalam pengerjaan skripsi ini. Semoga Allah
menjaga kebaikan ibubeserta keluarga dimanapun, kapanpun dan segera
menjadi dosen tetap di UNILA sekaligus disegerakan mengejar gelar
Doktoral.
6. Ibu Dr. Novita Tresiana, S.Sos, M.Siselaku dosen pembahas. Terimakasih
atas setiap saran, kritik dan masukan yang membangun selama ini bu.
Walaupun saya paling takut dengan ibu dari pertama kuliah dulu, tapi saya
sangat mengagumi cara mengajar ibu yang sangat menakutkan. Semoga ibu
dan keluarga selalu dirahmati Allah.
7. Bapak Prof. Dr Yulianto.,MS selaku dosen Pembimbing Akademik peniliti
sejak awal peneliti menjalani proses perkuliahan di kampus tercinta UNILA.
Terimakasih atas segala masukan dan saran serta bimbingan yang diberikan
kepada peneliti selama ini. Anda merupakan salah satu idola saya dikampus,
anda merubah pemikiran saya bahwa profesor itu boleh keren. Semoga allah
selalu melindungi bapak dan memberi keberkahan dalam hidup bapak.
8. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Bapak Dr.Bambang Utoyo,
Bapak Eko Budi Sulistio, S.Sos., M.A.P., Ibu Dewie Brima Atika, S.I.P,
M.Si., Ibu Rahayu Sulistiowati, Bapak Dr.Noverman Duadji, Bapak Nana
Mulyana, S.I.P., M.Si., Ibu Meiliyana, S.I.P., M.A., Bapak Dr. Dedi
Hermawan,S.Sos,M.Si, Bapak Syamsul Maarif, Ibu Dra.Dian Kagungan,
M.H., Ibu Intan Fitri Meutia, S.A.N., M.A., Ph.D. terimakasih banyak atas
setiap ilmu yang diajarkan kepada penulis.
9. Staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik pak Azhari dan bu Nur.
Terimakasih telah membantu setiap urusan administrasi yang dibutuhkan
penulis selama ini.
10. Bapak A zainnudin, Ibu Rinning, Ibu Siti Nur, Ibu Tri Hastuti, Bapak A
johan, Ibu Dr indrassari, Ibu Rozalena, Bapak Rudi Ardiansyah, selaku
narasumber dalam penelitian ini, Terimakasih atas keramahan dan sambutan
hangat nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian
ini dengan baik. Semoga Allah membalas segala kebaikan bapak dan ibu
sekalian.
11. Terimakasih brother Keluarga kosdik/basecamp 758/benteng belanda/rumah
kedua (Alasmenara bujang),Sukses bro semua , Sidik Aryono (tukang edit edit
klub yang paling rajin,alim,sabar kalo dirusuhin), Dinda Safutra (kebanyakan
ngijang idup lo cok, buruan lagi nyari kerja oyy), M.Leo Andika Chandra
(babang tamvan ceo lampung tour), Pindo Riski Saputra (dari dulu
kebanyakan alasan jagain adek), Zulham Effendi Putra (caleg waykanan,
semoga menang brader), Dhimas Cahyo Pratama (yang sudah merantau
duluan ke jakarta, sukses sob), hafiz ramadhan/Apis kriting (brader aug cuti,
kelarin kuliah bree ngejer duit mah ga ada abis nya), Ari Ismarangga/balur
(dedek ayuy galak tapi rendah hati dan Bijaksana), Gibran Kalibongso (anak
IPDN yang garing kalo ngelucu),Prayoga Biantara (budak Prabumulih calon
punya istri 2), Rahmad galih risadi (udah nikah duluan boy, abis masa bujang
lo. Moga cepet punya anak kalo bisa sih yang banyak), Hendro/ Mat Golok
(yang udah punya lapas lapas kota agung).
12. Abang abang Himagara, Terimakasih atas bimbingan nya selama ini kepada
peneliti, nanti kalo gua udah sukses kita reoni di kapal pesiar bang haha.
Untuk Bang Loy (sukses bang, banyak masukan yang sangat membangun),
Bang Aden (gua di ocehin suruh pulang pas cuti dulu, makasih gua menang
taruhan sepatu ama elo bang,calon sekda prov lampung), Bang Samsu (sukses
gudang kuota nya bang), Bang Liba (sebelum lulus kekosan terus der, sebat
dulu geh woles), Bang uyung (yang udah punya anak duluan namanya dedek
uju), Bang guruh (abang asuransi yang juga pengusaha sukses nih,
onemixorder), Bang Rido (masuk kemenkumham tugas di jambi, sok ga lak
bener dulu mah tapi kok gua nurut ya haha), Bang Begh (tinggal di BTN 2 ,
dulu mah sering kesana waktu maba sok ngasih pencerahan wkwk),Menceng,
oji, upil, ahmed, Wahyu, Kiki, Alga, Akbar, Berry, Danu, Denish, Irlan, Satria
mbah,Dll. Terimakasih dan semoga sukses selalu bang.
13. Terimakasih untuk Sobat-Sobat karib ku dari SMAN 9 Bandar Lampung,
Indra Bangsawan Sangadji, SH (moga tercapai cita cita nya jadi notaris
terkenal), M Renardi Merdian, SE (walaupun lo ga jadi dokter, jadi akuntan
juga Oke kok med), M Abduh Firman, SE (Do lo cocok nya jadi PNS aja bisa
nyantai do), Dimas Aditya Buchari, ST (mbul lo udah duluan kerja, padahal
katanya mau bisnis), Try Ghaly Aditya, S.Tr. PAS (lo nanti jadi kalapas
cipinang aja lih biar banyak duit), Furqon Dwi Cahya, SE (jangan kebanyakan
nonton kon, nyari kerja tah), Putu Deva, SP (semoga keterima PNS tu), Erza
Taufik (za kejar mimpi jadi ahli IT), Arizal Gusti (bentar lagi ngikutin jejak
bokap peng),Ucup Siahaan (calon bos nya jalan jalan Men), Faldy Hamcoy
SH (DJ yang sarjana hukum)Semoga kita sukses semua bro dijalan nya
masing-masing.Aamiin
14. Temen-temen Alasmenara Zikri, Hasby, Iqbal, Arif, BJ Shedy, Yogi, Resghi,
Respaty, Revardo, Rico, Taufiq, , Edo, Bayu tongba, Khaidir, Hendriko, Okta,
Hendriyansyah, Anggi, Fajar, Wahyu, Ayu W, Uun, Dila, Dwi, Eka, Laras,
Ratu, Riska, Sasa, Luse, Arinta, Desti, Rindu, Pepah, Meilika, Ade, Agnes,
Andan, Asti, Ayu Krui, Cici, Eci, Emon, Devi P, Devi Y, Nuris, Ellyza, Elva,
Fella, Ghozie, Isti, Kartika F, Lela, Nanda, Nisa, Nita, Oca, Syntia, Tiara,
Tulva, Vania, Wiza, Wulan, Dewi A, Fitri Wahyuni, Jita, Maya, Meylani,
Pepy, Rahma, Rijkiana, Sarah/ala, Kartika Re.
15. Keluarga besar “ANAK KOPI” , kak Ade Fazriansyah, Tri Wira (iik), Yerandi
Anarki (riki), Afrizal (ijal), Bayu P, Imam, Tommy gede, Tommy Babe, Bung
Angga, Kak Dona, Bang Firhad, Bang Ewok, Rio Ijul, Awal, Bayu, Rio
Linantha, Kiki, Novalco, AA’ Ujang, dan semua yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Terimakasih atas segala pelajaran hidup yang di berikan kepada
saya selama ini.
16. Keluarga besar HIMAGARA, terimakasih banyak Anti Mapia, Ampera, Gelas
Antik dan Atlantik yang telah menjadi teman kuliah bagi peniliti dalam masa
ahir studi peneliti dan telah mengajarkan banyak hal kepada peneliti selama
kuliah di FISIP Unila. Sukro Anung, Adi, Idin, Binter, Sangga, Fery, Adon,
Yunia, Astri, Isti, Bela, Kadek, Jeki, Aldino, Goten, Dedi, Meika, Maul,
Cindy, Galuh, Septri, Niko, Refani, dll yang tidak dapat disebutkan.
17. Semua pihak yang membantu secara langsung atau tidak langsung selama
penulis kuliah sampai dengan penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini ditulis dengan usaha yang maksimal sesuai dengan kemampuan
peneliti. Jika masih terdapat banyak kekurangan, dapat dijadikan evaluasi atau
penelitian lanjutan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
memerlukan.
Bandar Lampung, 10 Desember 2018
Penulis
\
Adi Suryo Gumilar
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 13
D. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Koordinasi ...................................................................... 15
1. Pengertian Koordinasi .................................................................................. 15
2. Pendekatan-Pendekatan untuk Pencapaian Koordinasi yang Efektif ........... 19
3. Tujuan dan Pentingnya Koordinasi .............................................................. 23
4. Tipe-tipe dan Sifat Koordinasi ..................................................................... 25
5. Syarat-syarat Koordinasi .............................................................................. 26
6. Model Koordinasi ......................................................................................... 29
7. Cara-cara Mengadakan Koordinasi .............................................................. 31
B. Tinjauan TentangKartu Identitas Anak (KIA) .......................................... 34
1. Pengertian Kartu Identitas Anak (KIA) ........................................................ 34
2. Jenis–Jenis Kartu Identitas Anak (KIA) ....................................................... 35
3. Tujuan Dan Manfaat Kartu Identitas Anak (KIA) ....................................... 35
4. Strategi Pelaksanaan KIA .............................................................................. 36
C. Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 36
ii
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ............................................................................................... 42
B. Fokus Penelitian ............................................................................................ 42
C. Lokasi Penelitian ........................................................................................... 44
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 46
E. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 47
F. Teknik Keabsahan Data ................................................................................ 49
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 52
1. Kota Bandarlampung .................................................................................... 52
a. Sejarah Kota Bandarlampung .................................................................... 52
b. Kondisi Geografis .................................................................................... 54
c. Visi dan Misi Kota Bandarlampung ......................................................... 55
d. Kependudukan.......................................................................................... 57
e. Pemerintahan ............................................................................................ 58
2. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandarlampung .............. 58
a. Visi dan Misi serta Moto Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ..... 59
b. Fungsi Dan Tugas Berdasarkan Struktur Di Dinas Kependudukan Dan
Pencatatan Sipil ......................................................................................... 60
3. RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandarlampung .................................. 62
a. Sejarah RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandarlampung ................. 62
b. Perubahan Status Menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)....... 62
c. Visi dan Misi RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandarlampung ....... 63
d. Struktur Organisasi RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Kota Bandarlampung
Error! Bookmark not defined.
B. Hasil Penelitian ........................................................................................ 66
1. Koordinasi Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Bandarlampung
Dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo dalam program kerjasama Three In
One ................................................................................................................. 66
a. Mengangkat seorang pengawas atau koordinator untuk tiap-tiap
kelompok kerja atau satuan organisasi ...................................................... 68
b. Menciptakan keseimbangan antara beban kerja, wewenang dan tanggung
jawab, yang dipikul oleh tiap-tiap koordinasi dengan karyawan yang
dikoordinasi ............................................................................................... 73
iii
c. Menciptakan hubungan inter dan antar personel dari satuan-satuan
organisasi yang terlibat dalam organisasi .................................................. 75
d. Mengadakan rapat-rapat terjadwal secara rutin untuk menerima laporan
pertanggung jawaban secara berkala dari tiap-tiap satuan organisasi ....... 78
e. Membuat edaran berantai dan selebaran kepada para pejabat yang
diperlukan .................................................................................................. 80
f. Membuat mekanisme kerja sedemikian rupa sehingga koordinasi dapat
dilaksanakan secara optimal ...................................................................... 82
g. Koordinasi Melalui Alat Komunikasi ....................................................... 87
2. Faktor Penghambat Koordinasi Disdukcapil dengan dengan RSUD dr. A.
Dadi Tjokrodipo dalam program kerjasama Three In One ............................ 90
a. Faktor internal penghambat koordinasi Disdukcapil di Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo dalam program
kerjasama Three In One ............................................................................ 91
b. Faktor Eksternal Penghambat Koordinasi koordinasi Disdukcapil di Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo dalam program
kerjsama Three In One .............................................................................. 93
C. Pembahasan ............................................................................................. 95
1. Koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi
Tjokrodipo dalam program kerjasama Three In One ..................................... 95
a. Mengangkat seorang pengawas atau koordinator untuk tiap-tiap kelompok
kerja atau satuan organisasi ....................................................................... 96
b. Menciptakan keseimbangan antara beban kerja, wewenang dan
tanggungjawab, yang dipikul oleh tiap-tiap koordinasi dengan karyawan
yang dikoordinasi. ................................................................................... 101
c. Menciptakan hubungan inter dan antar personel dari satuan-satuan
organisasi yang terlibat dalam organisasi. ............................................... 104
d. Mengadakan rapat-rapat terjadwal secara rutin untuk menerima laporan
pertanggung jawaban secara berkala dari tiap-tiap satuan organisasi. .... 106
e. Membuat edaran berantai dan selebaran kepada para pejabat yang
diperlukan. ............................................................................................... 107
f. Membuat mekanisme kerja sedemikian rupa sehingga koordinasi dapat
dilaksanakan secara optimal. ................................................................... 108
g. Koordinasi Melalui Alat Komunikasi ..................................................... 111
h. Kritik Terhadap Koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan
RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo ................................................................ 117
2. Faktor Penghambat Koordinasi Disdukcapil dengan RSUD dr. A. Dadi
Tjokrodipo .................................................................................................... 118
a. Faktor internal penghambat koordinasi Disdukcapil di Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo ......................... 119
iv
b. Faktor Eksternal Penghambat Koordinasi Disdukcapil di Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo ......................... 120
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN ............................................................................................. 122
B. SARAN .......................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Proyeksi Penduduk Indonesia Umur 0-17 Tahun, 2010-2019 (000) ................ 2
2. Jumlah Penduduk Kota Bandarlampung Dirinci Menurut Kelompok
Umur, Jenis Kelamin, Dan Sex Ratio Tahun 2011 -2015 ............................... 3
3. Laporan Pencetakan Kartu Identitas Anak (KIA) Kabupaten/Kota Se-Provinsi
Lampung Sampai Bulan November Tahun 2018 ............................................. 10
4. Data Informan Penelitian .................................................................................. 45
5. Jumlah Penduduk Kota Bandarlampung Dirinci Menurut Kecamatan
Tahun 2016 ....................................................................................................... 57
6. Banyaknya kelurahan, lingkungan (RW), dan RT menurut kecamatan
di Kota Bandarlampung .................................................................................. 58
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Internal Coordinating of an Enterprise menurut Terry (1958) dalam
Torang (2014:182) ............................................................................................ 16
2. Tiga pendekatan untuk koordinasi yang efektif : metoda-metoda bagi
manajer James A.F. Stoner ............................................................................... 20
3. Pola pooled (mengutub) .................................................................................. 29
4. Pola sequential (berurutan) .............................................................................. 30
5. Pola Reciprocal (timbal balik) ......................................................................... 30
6. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 41
7. Struktur Disdukcapil KotaBandarlampung ...................................................... 61
8. Struktur Organisasi RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo ......................................... 65
9. Syarat-Syarat Pembuatan KK, Akta Kelahiran, dan KIA ................................ 86
10. Berkas Syarat-Syarat Program Three In One ................................................. 87
11. Koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dalam program Three In One
.......................................................................................................................... 99
1
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (UUD 1945 Pasal 28 D
ayat 1), ketentuan tersebut telah memberikan landasan bahwa setiap orang
memiliki hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil dan sama di hadapan hukum tanpa terkecuali, baik itu laki-laki atau
perempuan, dewasa atau anak–anak. Kemudian ditegaskan kembali bahwa:
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi“ (UUD 1945 Pasal 28 B
ayat 2). Ketentuan tersebut telah memberikan landasan yang kuat bahwa anak-
anak juga berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak untuk
memperoleh perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Anak adalah aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat
strategis sebagai penerus suatu bangsa. Selain itu, anak merupakan harapan
bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan serta
memiliki peran strategis menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara
pada masa depan. Sepertiga penduduk negara Indonesia adalah anak-anak, Oleh
karena itu, setiap anak harus mendapatkan perhatian khusus dari negara, anak
2
perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial.Berikut ini adalah
proyeksi penduduk Indonesia hingga tahun 2019.
Tabel 1. Proyeksi Penduduk Indonesia Umur 0-17 Tahun, 2010-2019 (000)
KELOMPOK
UMUR TAHUN
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
0 -4 23.454 23.681 23.853 23.994 24.087 24.066 23.960 23.848 23.730 23.605
5 – 9 22.518 22.632 22.767 22.932 23.110 23.330 23.560 23.734 23.879 23.974
10 – 14 22.166 22.230 22.281 22.310 22.360 22.462 22.577 22.713 22.879 23.057
15 – 17 13.003 13.086 13.182 13.262 13.292 13.286 13.316 13.369 13.409 13.424
JUMLAH 81.141 81.630 82.083 82.498 82.848 83.144 83.412 83.665 83.896 84.060
Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 Berdasarkan Hasil SP 2010
Berdasarkan tabel 1 tentang Hasil Proyeksi Sensus Penduduk 2010, pada tahun
2018 penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 253 juta jiwa, dan sekitar 83,89
juta jiwa (32,9 persen) diantaranya adalah anak-anak usia 0-17 tahun. Apabila
dilihat dari sudut pandang ketergantungan, maka sepertiga dari penduduk
Indonesia adalah anak-anak dibawah 17 tahun.
Hasil Proyeksi Penduduk tahun 2010-2035, Indonesia sedangmengalami bonus
demografi, dimana rasio ketergantungan penduduk sebesar 48,6. Puncakbonus
demografi akan terjadi pada tahun 2028-2031 dan angka ketergantungan
pendudukakan mencapai titik terendah, yaitu 46,9. Bonus demografi tersebut
hanya akan terjadi satukali dalam perjalanan suatu bangsa, dan Indonesia sedang
berada pada kondisi tersebut.Menurunnya jumlah anak dan bertambahnya
persentase penduduk usia produktif akanmemberikan keleluasaan untuk
meningkatkan pengeluaran yang difokuskan untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, termasuk kualitas anak diberbagai bidangpembangunan dalam
3
upaya pemenuhan haknya.Berikut ini adalah table jumah penduduk kota
Bandarlampung menurut kelompok usia,jenis kelamin, dan sex ratio
Tabel 2. Jumlah Penduduk kota Bandarlampung Dirinci Menurut kelompok
Umur, Jenis Kelamin, Dan Sex Ratio Tahun 2011 -2015
Kelompok
umur
Age group
Jumlah Penduduk/ number of population
Laki – laki
Male Perempuan
Female Jumlah
Total Sex Ratio
0 –4 47.208 45.604 92.812 104
5 – 9 46.329 43.676 90.005 106
10 –14 40.009 38.599 78.608 104
15 – 19 44.691 48,908 93.599 91
20 – 24 51.354 50.479 101.833 102
25 – 29 45.458 42.672 88.130 107
30 – 34 40.519 38.795 79.314 104
35 – 39 38.079 38.209 76.288 100
40 – 44 36.330 35.580 71.910 102
45 – 49 30.555 29.599 60.154 103
50 – 54 25.779 24.987 50.766 103
55 – 59 18.678 18.288 36.966 102
60 – 64 12.720 11.673 24.393 109
65+ 15.702 18.807 34.509 83
2015 493.411 485.876 979.287 102
2014 484.215 476.876 960.695 102
2013 475.039 467.000 942.039 102
2012 456.620 446.265 902.885 102
2011 450.802 440.572 891.374 102
Sumber : Badan Pusat Statistik Bandarlampung
Tabel 2 diatas juga menerangkan tentang jumlah penduduk kota Bandarlampung
dirinci menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan sex ratio tahun 2011 - 2015
bahwa jumlah penduduk di Kota Bandarlampung di perkirakan 979.287 jiwa dan
diantaranya adalah anak anak usia 0 – 19 tahun yang berjumlah 355.024 jiwa atau
sekitar 36,2 persen dari jumlah penduduk keseluruhan. Ini menunjukan bahwa
anak – anak menduduki posisi strategis serta masih membutuhkan perlindungan
baik oleh keluarga, masyarakat, ataupun negara. Namun pada kenyataan nya
masih banyak permasalahan - permasalahan yang belum terselesaikan oleh
4
pemerintah diantaranya adalah terkait Pendidikan, Kesehatan, Perlindungan anak,
dan Hak sipil anak.
Permasalahan lainnya dapat dilihat juga berdasarkan hasil Susenas (Survey Sosial
Ekonomi Nasional) 2014 terkait permasalahan pendidikan menunjukkan bahwa
anak usia 5-17 tahun yang berstatus sekolah sebesar 83,83 persen. Pada kelompok
usia tersebut terdapat 4,04 persen yang tidak bersekolah lagi dan yang belum
pernah sekolah sebesar 12,13 persen. Meskipun persentase anak usia sekolah yang
masih bersekolah cukup tinggi, namun kualitas dari anak tersebut juga harus
ditingkatkan demi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas bagi bangsa
dan negara di masa mendatang. Hal ini dikarenakan masih adanya permasalahan
terbatasnya akses pendidikan berkualitas bagi anak, terutama bagi anak keluarga
miskin dan di masyarakat terpencil serta kurangnya pendataan dari pemerintah.
Dampaknya dapat terlihat dari semakin meningkatnya kasus-kasus kekerasan,
jumlah anak yang bermasalah dengan hukum, eksploitasi, dan anak yang bekerja.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial dan pembangunan nasional, sehingga kesehatan
masyarakat selalu diupayakan oleh pemerintah. RPJMN (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah) 2015-2019 menyebutkan bahwa sasaran pembangunan
manusia dan masyarakat bidang kesehatan antara lain: 1. Penurunan angka
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dari 346 menjadi 306 jiwa, 2.
Penurunan angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup dari 32 menjadi 24
jiwa, 3. Penurunan persentase prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 19,6
menjadi 17 persen, dan 4. Penurunan persentase stunting (pendek dan sangat
pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) dari 32,9 menjadi 28 persen.
5
Berdasarkan hasil (Riskesdas) Riset Kesehatan Dasar 2010, prevalensi Balita
Kurang Gizi (BKG) pada tahun 2010 adalah sebesar 17,9 persen yang terdiri dari
4,9 persen gizi buruk dan 13 persen gizi kurang. Dari ketiga sasaran pembangunan
tersebut tiga diantaranya dikhususkan untuk kesehatan bayi dan balita, begitu
pentingnya kesehatan bayi dan balita dikarenakan anak merupakan generasi
penerus yang menjamin keberlangsungan bangsa dan negara kedepan.
Perlindungan terhadap anak merupakan kewajiban dan tanggung jawab kita
semua, anak korban kejahatan harus mendapatkan perhatian dan perlindungan
terhadap hak-haknya seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Maraknya kasus tentang tindak kekerasan, perdagangan anak,
eksploitasi, dan diskriminasi yang belum teratasi dengan optimal menjadi
fenomena yang kita rasakan sekarang ini. Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014
menunjukkan bahwa dari keseluruhan penduduk pada tahun 2014, sebanyak 1,06
persen diantaranya pernah menjadi korban kejahatan. Dari jumlah tersebut,
sebesar 0,29 persen diantaranya adalah anak. Jika dilihat menurut kelompok umur,
komposisi penduduk anak, ada 9,31 persen atau sekitar 247 ribu anak dari sekitar
2,41 juta penduduk yang pernah menjadi korban kejahatan. Selain itu dapat
terlihat dari jumlah anak bekerja yang relatif masih tinggi. Hasil Sakernas Agustus
2014, menunjukkan bahwa 2,7 juta anak berumur 10-17 tahun yang bekerja, yaitu
sekitar 7,06 persen dari total penduduk usia 10-17 tahun.
Belum terpenuhinya hak sipil anak, berdasarkan Susenas 2014 dimana anak yang
memiliki akta kelahiran baru sekitar 77,72 persen, 21,72 persen lainnya tidak
6
mempunyai akta kelahiran. Hal ini mencerminkan belum terpenuhinya hak anak
terhadap identitasnya dan masih lemahnya sistem pendataan atau registrasi
kelahiran.Akta kelahiran yang tidak dimiliki oleh seorang anak menyebabkan
ketidakjelasan identitas anak. Keadaan ini tidak sesuai dengan Pasal 7 konvensi
PBB mengenai hak-hak anak / Convention On The Rights of The Child atau
dikenal dengan Konvensi Hak-Hak Anak (selanjutnya disebut KHA). KHA
merupakan instrumen hukum Internasional yang disahkan oleh Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989 sebagai
perlindungan terhadap hak asasi anak. Menentukan bahwa “semua anak harus
didaftarkan segera setelah kelahirannya dan juga harus mempunyai nama serta
kewarganegaraan.perlindungan yang terbaik bagi anak tersebut”.
Gambaran kondisi permasalahan anak saat ini merupakan landasan pemerintah
untuk menjadi dasar yang penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi
anak yaitu tentang Kartu Identitas Anak (KIA). Berbagai peraturan perundangan
undangan menurut hirarki yang ada sudah diterbitkan, seperti Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun
2012 tentang perubahan atas perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
2007 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006. Peraturan
Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang tata cara pendaftaran penduduk dan
pencatatan sipil bahkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2016
tentang Pedoman Penertiban Kartu Tanda Penduduk (KTP) Berbasis Nomor
7
Induk Kependudukan (NIK) secara Nasional dan Peraturan Menteri Nomor 2
Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak (KIA).
Pentingnya kebutuhan identitas dan penyelesaian permasalahan yang ada
membuat diperlukannya peraturan-peraturan yang diterbitkan pemerintah untuk
membuat lancarnya tertib administrasi pemerintah dan pendataan dan pencatatan
peristiwa hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang salah satunya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 dan juga ditegaskan pada pasal 2
Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 tentang tujuan dari kartu identitas anak (KIA)
yaitu untuk meningkatkan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik serta
sebagai upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional
warga negara. Di Indonesia diterapkan 2 jenis KIA, yaitu : 1. KIA untuk yang
berumur 0-5 tahun, dan 2. KIA untuk yang berumur 5-17 tahun. Perbedaan dari
keduannya terdapat pada ada tidaknya foto didalamnya, untuk yang berusia 0-5
tahun tidak terdapat foto, sedangkan untuk yang jenis 5-17 tahun akan terdapat
foto didalamnya. Syarat penerbitan diantara nya adalah bagi anak yang baru lahir,
KIA akan diterbitkan bersamaan dengan akte kelahiran. Namun, bagi anak yang
belum berusia 5 tahun dan belum memiliki KIA, persyaratannya meliputi salinan
kutipan akte kelahiran dan menunjukan kutipan akte kelahiran asli dan kartu
keluarga orang tua
Di negara-negara lain kebijakan seperti KIA ini pun telah diterapkan. Seperti
Malaysia menerbitkan MyKid untuk anak-anak di bawah usia 12 tahun. Fiturnya
menyerupai MyKad yaitu kartu tanda pengenal pintar yang dibuat untuk mereka
yang berumur di atas 12 tahun. Dilansir portal resmi National Registration
Department, Ministry of Home Affairs Malaysia, ada beberapa poin plus dari
8
MyKid : mengurangi penggunaan kertas untuk urusan administrasi pemerintahan
dan swasta, mempermudah transaksi terkait kesehatan dan pendidikan, gampang
dibawa, memfasilitasi pembaruan data seiring dengan adanya chip pada MyKid,
serta mempunyai desain menarik. Di Belgia, kartu semacam ini pun diluncurkan
dengan nama Kids-ID sejak 1 oktober 2015. Salah satu kepentingannya adalah
untuk keperluan bepergian ke luar negeri bagi anak di bawah 12 tahun. Di
samping paspor, kartu identitas anak juga dapat dibawa saat anak-anak
meninggalkan Belgia. Ada beberapa keunggulan dari kartu ini: diproduksi oleh
pusat dan sulit dipalsukan karena memakai beberapa teknologi seperti tulisan
timbul, pseudo micro-lettering, dan UV prints. Tidak hanya itu, kartu identitas
anak di Belgia juga bisa dipakai sebagai kartu jaminan sosial dan kartu anggota
perpustakaan, akses ke klub olahraga, atau keperluan sekolah. Di Amerika Serikat
pun dirilis seperangkat alat identifikasi anak. FBI menggenjot program pembuatan
kartu identitas anak seiring membengkaknya angka anak yang dinyatakan hilang
atau diculik. Guna mencegah kejadian ini, mereka membuat program kartu
identitas anak melalui National Child Identification Program. Di dalam kartu
identitas anak tersebut akan tercantum deskripsi fisik anak, termasuk peta tubuh
untuk menunjukkan bekas luka, tanda lahir, atau fitur unik lainnya dari si anak.
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menerangkan bahwa pentingnya memiliki
KIA adalah agar anak terdata sejak dini, dan juga disebutkan keuntungan
diantaranya yaitu, ketika anak yang memiliki KIA memasuki usia 17 tahun, secara
otomatisKIA akan menjadi E-KTP. Sebab, nomor yang tertera di KIA tidak akan
berbeda dengan E-KTP yang berlaku secara nasional dan terintegrasi dengan
sistem informasi dan administrasi kependudukan. KIA juga memiliki kegunaan-
9
kegunaan sejenis dengan KTP yang dapat dipergunakan untuk persyaratan
transaksi atau keperluan administratif lainnya. Pemenuhan kelengkapan dokumen
pendaftaran sekolah,menabung, keimigrasian, pelayanan kesehatan di puskesmas
atau rumah sakit, keperluan klaim santunan kematian, dan pencegahan
perdagangan anak.
Keuntungan pembuatan KIA di beberapa daerah di Indonesia sudah bisa
dirasakan, seperti memperoleh diskon khusus ketika berbelanja di toko-toko atau
tempat yang bermitra dengan pemerintah daerah. Di Kota Batu, Malang,
pemegang KIA bisa mendapat potongan 50 persen untuk tiket masuk wahana
wisata di sana. Sementara, di Bandung perusahaan-perusahaan seperti lembaga
kursus bahasa Inggris LIA dan TBI, bimbel SSC, Ganesha Operation, dan
Tridaya, toko buku Gramedia dan Rumah Buku, serta BJB bekerja sama dengan
pemerintah untuk memberikan keuntungan bagi anak-anak yang memiliki KIA.
Pemerintah kotaBandarlampung siap mengeluarkan KIA melalui Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Kartu tersebut diperuntukkan
bagi anak-anak dari usia bayi hingga 17 tahun. Berlakunya program KIA sejak 19
Januari 2016 di Kota Bandarlampung dinilai mendapatkan respon positip dari
masyarakat. Antusias masyarakat Kota Bandarlampung dalam pembuatan KIA
cukup tinggi di awal pemberlakuan program. Dalam beberapa hari sejak di
berlakukannya, Disdukcapil mencatat pemohon pembuatan KIA mencapai 12.482
orang. Sedangkan, di Kota Bandarlampung, tercatat ada 312.961 anak-anak 0-18
tahun, yang akan dianjurkan untuk membuat KIA atau setara dengan 3 %. Berikut
akan disajikan data pencetakan KIA di provinsi Lampung.
10
Tabel 3. Laporan Pencetakan Kartu Identitas Anak (KIA) Kabupaten/Kota
Se-Provinsi Lampung Sampai Bulan November Tahun 2018
No Kabupaten/Kota
Kepemilikan Akta
Kelahiran anak 0-18
th
Pencetakan
KIA
Keterangan
Ketercapaian
1. Lampung Selatan 305.938 87 0,028 %
2. Lampung Barat 94.971 14.651 15,42 %
3. Tanggamus 192.744 2.989 1,55 %
4. Way Kanan 154.044 35.977 23,35 %
5. Pesawaran 148.471 5.012 3,37 %
6. Pringsewu 123.267 377 0,3 %
7. Pesisir Barat 42.494 5.367 12,63 %
8. Metro 50.105 28.846 57,57 %
9. Bandar Lampung 312.961 12.482 3,98 %
10. Lampung Tengah 395.827 0 dilaksanakan 2019
11. Lampung Utara 215.617 0 dilaksanakan 2019
12. Tulang Bawang 122.183 0 dilaksanakan 2019
13. Lampung Timur 363.145 0 dilaksanakan 2019
14. Mesuji 79.002 0 dilaksanakan 2019
15. Tulang Bawang Barat 64.106 0 dilaksanakan 2019
Jumlah Se-Provinsi Lampung 2.664.875 105.788 3,96 %
Sumber : Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Provinsi Lampung 2018
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan laporan data pencetakan KIA di Provinsi
Lampung tahun 2018 yang kita ketahui persentase ketercapaian keseluruhan se
provinsi Lampung masih sekitar 3,96 % dari jumlah total jumlah anak-anak yang
di targetkan di Provinsi Lampung yang berjumlah 2.664.875 anak. Dari 15
kabupaten/kota hanya 9 kabupaten/kota yang telah melaksanakan penerbitan
KIA.Sedangkan masih ada 6 kabupaten/kota yang belum melaksanakan
Pencetakan KIA dikarenakan masih ada kendala dalam pelaksanaan KIA yang
seharusnya sudah dijalankan sejak 2016 lalu, dan direncanakan akan segera
dilaksanakan pada awal tahun 2019 nanti. Sedangkan Kabupaten Kota yang
memiliki presentase pencetakan terbanyak adalah pada Kota Metro yaitu
mencapai 57% dari target yang di tentukan dan bandar lampung menempati posisi
ke 5 dalam presentase ketercapaian pencetakan KIA yaitu hanya mengantongi
sebesar 3,9 % dari target yang seharusnya dicapai yaitu sebanyak 312.961 anak.
11
Penerapan Kartu Identitas Anak ini belum berjalan dengan baik. Masih sangat
sedikit minat masyarakat Kota Bandarlampung yang membuat KIA dikarenakan
warga masyarakat yang masih memandang remeh atau tidak menganggap penting
Kartu Identitas Anak ini. Kemudian juga belum adanya realisasi dari fasilitas
umum seperti sekolah-sekolah, rumah sakit, maupun tempat bermain bagi anak-
anak yang menerapkan atau mewajibkan harus menggunakan KIA pada saat
pendaftaran tersebut. Sosialisasi akan program KIA sebagaimana kita ketahui
bahwa sampai saat ini juga sangat minim dan bahkan hampir tidak memiliki gema
di tengah-tengah masyarakat. Kondisi demikian tentunya menjadi salah satu
ancaman dan kendala akan efektivitas kebijakan pemerintah tersebut. Artinya
Disdukcapil masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan
untuk tercapainya target yang diinginkan.
Banyaknya permasalahan yang terjadi seharusnya menjadi bahan
pertimbanganDisdukcapilKota Bandarlampung seperti yang ditekankan dalam
pasal 13 ayat (4) dan Pasal 20 ayat (1),(2) Permendagri No.2 tahun 2016
menegaskan tentang strategi pelaksanaan KIA di Ketentuan Penutup, Bahwa
“Dinas dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan keliling dengan cara jemput bola
di sekolah-sekolah, rumah sakit, taman bacaan, tempat hiburan anak-anak dan
tempat layanan lainnya, agar cakupan kepemilikan KIA dapat maksimal.” dan
“untuk memaksimalkan pemanfaatan KIA dan memberikan nilai tambah, maka
kabupaten/kota dapat melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak ketiga
sebagai mitra bisnis yang bergerak dalam bidang tempat bermain, rumah makan,
taman bacaan, toko buku, tempat rekreasi dan usaha ekonomi lainnya. Dinas dapat
melakukan kemitraan dengan mitra bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
12
yang lokasinya berada dalam wilayah administrasi maupun yang lokasinya berada
di luar wilayah administrasi”. Kedua pasal tersebut adalah penekanan terhadap
strategi koordinasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Bandarlampung dengan stakeholderdalam pelaksanaan program KIA.
Berdasarkan hal tersebut, Disdukcapil Kota Bandarlampung mengadakan
kerjasama dalam memaksimalkan pemanfaatan KIA di Kota Bandarlampung
dengan salah satu badan layanan umum daerah kota Bandarlampung yaitu RSUD
dr. A.Dadi Tjokrodipo dalam upaya memberikan percepatan pelayanan
pembuatan KIA, program yang di beri nama Three In One ini memberikan
pelayanan pembuatan KK, Akta Kelahiran, dan KIA khusus bagi pasien yang
melahirkan dirumah sakit ini. Adanya kerjasama antar Disdukcapil Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo mengharuskan adanya
koordinasi lintas stakeholder dalam rangka mencapai tujuan KIA yang telah
dituangkan dalam undang-undang. Koordinasi antar stakeholder dalam
pelaksanaan KIA di Kota Bandarlampung ditujukan untuk menghindari adanya
tumpang tindih dalam melaksanakan tugas. Dalam pelaksanaanya, koordinasi
antar stakeholder yang terlibat dalam pelaksanaan KIA cukup menarik untuk
diteliti. Para stakeholder ini melaksanakan koordinasi berdasarkan tupoksi
masing-masing yang telah dibebankan sesuai dengan kewenanganya. Namun
dalam prakteknya, koordinasi antar stakeholder dalam pelaksanaan KIA di Kota
Bandarlampung masih mengalami beberapa kendala karena tidak adanya acuan
yang jelas dalam mengadakan koordinasi. Koordinasi yang dilakukan hanya
sebatas kebutuhan tanpa ada pedoman serta jadwal yang intensif. Maka,
berdasarkan masalah yang ada di latar belakang di atas peneliti memfokuskan
13
penelitian dengan judul “Koordinasi Program Kartu Identitas Anak (Studi
Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Bandarlampung
DanRSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo)”.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka dapat dirumuskan
permasalahanya sebagai berikut :
1. Bagaimanakah koordinasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo?
2. Apa saja faktor penghambat koordinasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo?
C.Tujuan Penelitian
Tujuan di lakukan penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis koordinasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo
2. Menyimpulkan kendala-kendala yang menghambat koordinasiDisdukcapildan
RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo.
14
D.Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini, yaitu:
1. Secara teoritis penelitian ini menambah penelitian dalam kajian ilmu
administrasi publik khusus nya tentang koordinasi antar lembaga pelaksana
kebijakan.
2. Secara praktis, merupakan saran dan masukan bagi Disdukcapil Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo untuk dapat
melaksanakan program KIA di Kota Bandarlampungsecara maksimal.
.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Koordinasi
1. Pengertian Koordinasi
Terry dalam Hasibuan (2009:85) menjelaskan bahwakoordinasi adalahsuatu usaha
yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan
mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan
harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Kemudian Awaluddin Djamin
dalam Hasibuan (2009:86) mendefinisikan koordinasi sebagai suatu usaha kerja
sama antara badan, instansi, unit, dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu
sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu dan saling
melengkapi. Sedangkan Hasibuan sendiri berpendapat tentang koordinasi yaitu
kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur
manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan
organisasi.
Handoko (2003:195) mendefinisikan koordinasi sebagai proses pengintegrasian
tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen
atau bidang-bidang fungsional) suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
secara efisien. Lain halnya dengan Handayaningrat yang menambahkan adanya
unsur komunikasi di dalamnya. Menurut Handayaningrat (1985:88) bahwa
koordinasi dan komunikasi adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain
16
itu, Handayaningrat juga mengatakan bahwa koordinasi dan kepemimpinan
(leadership) adalah tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena satu sama lain
saling mempengaruhi.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat ditarik garis besar bahwa koordinasi
merupakan proses menyelaraskan dan megintegrasikan kegiatan-kegiatan antar
instansi atau bidang guna mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Selain itu,
dengan adanya koordinasi memberikan kemudahan untuk mencapai tujuan karena
terjadi saling membantu dan saling mengisi serta saling melengkapi dalam
melaksanakan tugas masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi.
Proses manajemen akan berjalan sempurna dan efektif, apabila koordinasi
diimplementasikan khusus pada dimensi „organizing‟ dan „actuating‟. Berikut ini
adalah skema yang menggambarkan hubungan antara proses manajemen dengan
koordinasi.
Gambar 1 : Internal Coordinating of an Enterprise menurut Terry (1958)
dalam Torang (2014:182)
Sumber : Organisasi & Manajemen, Torang 2014
17
Berdasarkan gambar di atas menunjukan hubungan antara manajemen proses
dengan koordinasi. Pada kotak tengah menggambarkan bahwa, manusia (men)
yang dilengkapi dengan/ memiliki bahan (materials), mesin (machines), uang
(money), pasar (markets), dan metode (methods) tidak akan dapat mencapai tujuan
organisasinya tanpa menjalankan fungsi manajemen (planning, organizing,
actuating, dan controlling) serta melakukan koordinasi baik secara internal
maupun eksternal.
a. Perencanaan (Planning) dan koordinasi (Coordinating)
Menurut Terry (1958) dalam Torang (2014:183), pengaruh perencanaan sangat
signifikan terhadap koordinasi. Hal ini berarti bahwa sebuah rencana haruslah
berinterelasi dan di disain bersama dan oleh sebab itu, kedudukan koordinasi
menjadi sangat penting. Misalnya, dalam pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah, dalam membuat rencana (planning), sebuah sekolah harus
menginterelasikan dan mendesain rencana tersebut bersama dengan guru, murid,
masyarakat lingkungan sekolah, dan stakeholder. Apa yang digambarkan di atas,
merupakan wujud pelaksanaan koordinasi.
b. Pengaturan (Organizing) dan Koordinasi (Coordinating)
Sangat sulit untuk tidak melakukan koordinasi dalam mengimplementasikan
„organizing‟ sebagai salah satu manajemen. Terry menjelaskan bahwa :
“organizing has a profound effect upon co-ordination because where the
component activities are assigned regulates the amount and extend of co-
ordination they will receive. A manager with three subordinates reporting to
him is logically expected to maintain co-ordination among their efforts”
18
Pendapat Terry tersebut mengindikasikan bahwa manajemen hanya dapat efektif
melalui koordinasi dan atau keberhasilan „organizing‟ dalam sebuah organisasi
ditentukan oleh „coordination‟.
c. Pelaksanaan (Actuating) dan Koordinasi (Coordination)
Dalam „actuating‟ pelaksanaan tipe dan fungsi kepemimpinan (leadership
function), pemgawasan, dan instruksi merupakan bentuk „coordination‟ yang
sangat signifikan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Terry yang menjelaskan
bahwa : „by employing variations in the intensities of the many different actuating
forces, a manager helps to achieve co-ordination‟.
d. Pengawasan (Controlling) dan Koordinasi (Coordination)
Menurut Terry (1958) dalam Torang (2014:184), „controlling‟ memiliki hubungan
langsung dengan „coordination‟ terhadap evaluasi kemajuan pekerjaan. Hal
tersebut membantu mensinkronkan setiap usaha, sehingga tujuan organisasi yang
telah ditentukan dapat dicapai.
Berdasarkan teori hubungan antara koordinasi dan manajemen menurut Terry di
atas, peneliti menyimpulkan bahwa koordinasi terjadi dalam semua tahapan
manajemen, mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga
pengawasan. Hal ini menunjukan bahwa koordinasi mrupakan faktor yang sangat
penting dalam proses manajemen terutama dalam pencapaian tujuan. Peneliti
dalam hal ini menitikberatkan koordinasi pada pelaksaan, bahwasanya dalam
proses pelaksanaan juga dibutuhkan kerjasama berbagai pihak dalam pencapaian
tujuan manajemen. Begitu pula dalam proses pelaksaan KIA, koordinasi sangat
19
penting dalam rangka menyelaraskan tujuan pelaksaan KIA guna mencapai tujuan
pelaksanaan KIA.
2. Pendekatan-Pendekatan untuk Pencapaian Koordinasi yang Efektif
Komunikasi merupakan kunci koordinasi yang efektif. Koordinasi secara
langsung tergantung pada perolehan, penyebaran dan pemrosesan informasi.
Semakin besar ketidakpastian tugas yang dikoordinasikan, semakin membutuhkan
informasi. Untuk alasan ini, koordinasi pada dasarnya merupakan tugas
pemrosesan.
Menurut Handoko (2009 : 198) ada tiga pendekatan untuk pencapaian koordinasi
yang efektif. Pertama, hanya mempergunakan teknik-teknik manajemen dasar
yaitu, hirarki manajerial, rencana dan tujuan sebagai pengarah umum kegiatan-
kegiatan serta aturan-aturan dan prosedur-prosedur. Organisasi yang relatif
sederhana tidak memerlukan peralatan koordinasi lebih dari teknik-teknik
tersebut. Pendekatan kedua menjadi diperlukan bila bermacam-macam satuan
organisasi menjadi lebih saling tergantung dan lebih luas dalam ukuran dan
fungsi. Pendekatan ketiga, di samping penigkatan koordinasi potensial,
mengurangi kebutuhan akan koordinasi. Dalam beberapa situasi adalah tidak
efisien untuk mengembangkan cara pengkoordinasian tambahan. Ini dapat
dilakukan dengan penyediaan sumber daya-sumber daya untuk satuan-satuan
organisasi atau pengelompokkan kembali satuan-satuan organisasi agar tugas-
tugas dapat berdiri sendiri.
20
Gambar 2. Tiga pendekatan untuk koordinasi yang efektif : metoda-metoda
bagi manajer James A.F. Stoner
Sumber : Manajemen, Handoko 2009
a. Mekanisme-mekanisme Pengkoordinasian Dasar
Mekanisme-mekanisme dasar untuk pencapaian koordinasi adalah komponen-
komponen vital manajemen yang secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Hirarki manajerial
Rantai perintah, aliran informasi dan kerja, wewenang formal, hubungan tanggung
jawab dan akuntabilitas yang jelas dapat menumbuhkan integritas bila dirumuskan
secara jelas serta dilaksanakan dengan pengarahan yang tepat.
2. Aturan dan prosedur
Aturan-aturan dan prosedur-prosedur adalah keputusan-keputusan manajerial
yang dibuat untuk menangani kejadian-kejadian rutin, sehingga dapat juga
menjadi peralatan yang efisien untuk koordinasi dan pengawasan rutin.
21
3. Rencana dan penetapan tujuan
Pengembangan rencana dan tujuan dapat digunakan untuk pengkoordinasian
melalui pengarahan seluruh satuan organisasi terhadap sasaran-sasaran yang sama.
Ini diperlukan bila aturan dan prosedur tidak mampu lagi memroses seluruh
informasi yang diperlukan untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan satuan-
satuan organisasi.
b. Menigkatkan Koordinasi Potensial
Bila mekanisme pengkoordinasian dasar tidak cukup, investasi dalam mekanisme-
mekanisme tambahan diperlukan. Kordinasi potensial dapat ditingkatkan dalam
dua cara, vertikal dan horizontal :
1) Sistem informasi vertikal
Sistem informasi vertikal adalah peralatan melalui mana data disalurkan melewati
tingkatan-tingkatan organisasi. Komunikasi dapat terjadi di dalam atau di luar
rantai perintah. Sistem informasi manajemen telah dikembangkan dalam kegiatan-
kegiatan seperti pemasaran, keuangan, produksi dan operasi-operasi internasional
untuk meningkatkan informasi yang tersedia bagi perencanaan, koordinasi dan
pengawasan.
2) Hubungan-hubungan lateral (horizontal)
Melalui pemotongan rantai perintah, hubungan-hubungan lateral membiarkan
informasi dipertukrkan dan keputusan dibuat pada tingkat hirarki dimana
informasi yang dibutuhkan ada. Ada beberapa hubungan lateral, yang dapat
diperinci sebagai berikut :
22
2) Kontak langsung antara individu-individu yang dapat menigkatkan efektifitas
dan efisiensi kerja.
3) Peranan penghubung, yang menangani komunikasi antar departemen sehingga
mengurangi panjangnya saluran komunikasi.
4) Panitia dan satuan tugas. Panitia biasanya diorganisasi secara formal dengan
pertemuan yang dijadwalkan teratur. Satuan tugas dibentuk bila dibutuhkan
untuk masalah-masalah khusus.
5) Pengintegrasian peran-peran, yang dilakukan oleh misal manajer produk atau
proyek, perlu diciptakan bila suatu produk, jasa atau proyek khusus
memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi dan perhatian yang terus menerus
dari seseorang.
6) Peranan penghubung manajerial, yang mempunyai kekuasaan menyetujui
perumusan anggaran oleh satuan-satuan yang diintegrasikan dan
implementasinya. Ini diperlukan bila posisi pengintegrasian yang dijelaskan di
atas tidak secara efektif mengkoordinasikan tugas tertentu.
7) Organisasi matriks.
c. Pengurangan Kebutuhan akan Koordinasi
Bila mekanisme-mekanisme pengkoordinasian dasar tidak mencukupi, koordinasi
potensial dapat ditingkatkan dengan penggunaan metode-metode di atas. Tetapi
kebutuhan akan koordinasi yang sangat besar dapat menyebabkan kelebihan
beban bahkan memperluas mekanisme-mekanisme pengkoordinasian. Langkah
yang paling konstruktif yang dapat diambil dalam menghadapi kasus ini adalah
mengurangi kebutuhan akan koordinasi. Ada dua metode pengurangan kebutuhan
koordinasi yaitu :
23
1. Penciptaan sumber daya-sumber daya tambahan
Sumber daya-sumber daya tambahan memberikan kelonggaran bagi satuan-satuan
kerja. Penambahan tenaga kerja, bahan baku atau waktu, tugas diperingan dan
masalah-masalah yang timbul berkurang.
2. Penciptaan tugas-tugas yang dapat berdiri sendiri
Teknik ini mengurangi kebutuhan koordinasi dengan mengubah karkter satuan-
satuan organisasi. Kelompok tugas yang dapat berdiri sendiri diserahi suatu
tanggung jawab penuh salah satu organisasi operasi (perusahaan).
3. Tujuan dan Pentingnya Koordinasi
Beberapa ahli berpendapat bahwa koordinasi merupakan fungsi dasar manajemen.
Terry (1958) dalam Hasibuan (2009:87) berpendapat bahwa masalah koordinasi
merupakan hal yang akan tercapai dengan sendirinya, jika POAC diterapkan
dengan baik. Para ahli sependapat bahwa koordinasi itu penting supaya semua
tindakan ditujukan serta memberikan sumbanganya kepada tujuan umum (laba)
perusahaan.
Hasibuan (2009 : 87) mengemukakan beberapa tujuan tentang koordinasi dalam
organisasi sebagai berikut :
a. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke arah
tercapainya sasaran perusahaan
b. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan.
c. Untuk menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.
d. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.
24
e. Untuk mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan 6M ke arah sasaran
organisasi atau perusahaan.
f. Untuk menghindari tindakan overlapping dari sasaran perusahaan.
Selain tujuan, koordinasi juga penting untuk dilakukan di dalam sebuah organisasi
dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kemudian, Hasibuan juga
menambahkan tentang arti penting sebuah koordinasi dalam organisasi atau
perusahaan yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan, dan kekembaran atau
kekosongan pekerjaan.
b. Agar orang-orang dan pekerjaanya diselaraskan serta diarahkan untuk
pencapaian tujuan perusahaan.
c. Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
d. Supaya semua unsur manajemen (6M) dan pekerjaan masing-masing individu
karyawan harus membantu tercapainya tujuan organisasi.
e. Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran yang
diinginkan.
Berdasarkan tujuan dan pentingnya koordinasi yang telah dikemukakan oleh
Hasibuan di atas, maka peneliti menyimpulkan tujuan dan pentingnya koordinasi
dalam pencapaian tujuan organisasi adalah untuk menyelaraskan langkah-langkah
serta menghindari adanya peran tumpang tindih. Sehingga yang terjadi adalah
saling mengisi dan saling membantu dalam mencapai tujuan organisasi.
25
4. Tipe-tipe dan Sifat Koordinasi
Hasibuan (2009:86) membagi koordinasi menjadi dua tipe yaitu :
a. Koordinasi vertikal (vertical coordination)
Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan
kerja yang berada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan
mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara
langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan
dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.
b. Koordinasi horizontal (horizontal coordination)
Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap keegiatan-
kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam
tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
Koordinasi horizontal dibagi atas interdisciplinary dan interrelated.
Interdiscipinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan menyatukan
tindakan-tindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu
dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada unit-unit yang
sama tugasnya.
Interrelated adalah koordinasi antar badan (instansi), unit-unit yang fungsinya
berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantungan atau
mempunyai ikatan baik, cara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi
26
horizontal ini relatif sulit dilakukan karena kordinator tidak dapat memberikan
sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukanya setingkat.
Selain tipe-tipe koordinasi di atas, Hasibuan mengemukakan sifat-sifat koordinasi
sebagai berikut:
1. Koordinasi bersifat dinamis bukan statis.
2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator
(manajer) dalam rangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
5. Syarat-syarat Koordinasi
Syarat-syarat koordinasi menurut Hasibuan (2011:88), diantaranya :
a. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerja sama), ini harus dilihat sudut
bagian perbagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang.
b. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara
bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai
kemajuan.
c. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai.
d. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai,
umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.
27
Menurut Tripathi dan Reddy dalam Moekijat (2006:39), ada 9 syarat mencapai
koordinasi yaitu:
a. Hubungan langsung
Koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung diantara
orang-orang yang dapat bertanggung jawab. Melalui hubungan pribadi langsung,
ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan, pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan
salah paham dapat dijelaskan dan cara ini jauh lebih baik ketimbang melalui
metode apapun lainnya.
b. Kesempatan awal
Koordinasi dapat dicapai dengan mudah dalam tingkat-tingkat awal perencanaan
dan pembuatan kebijaksanaan. Misalnya, sambil mempersiapkan rencana itu
sendiri hanya ada dalam konsultasi bersama.
c. Kontinuitas
Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinyu dan harus berlangsung pada
semua waktu, mulai dari tahapan perencanaan. Oleh karena itu koordinasi
merupakan dasar struktur organisasi, maka koordinasi harus berlangsung selama
perusahaa berfungsi.
d. Dinamisme
Koordinasi harus secara terus-menerus diubah mengingat perubahan-perubahan
lingkungan intern maupun ekstern. Dengan kata lain koordinasi itu jangan kaku.
Koordinasi akan meredakan masalah-masalah apabila timbul koordinasi yang baik
akan mengetahui masalah secara dini an mencegah kejadiannya. ‟
28
e. Tujuan yang jelas
Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif dalam
suatu perusahaan, manajer-manajer bagian harus diberi tahu tentang tujuan
perusahaan dan diminta agar bekerja untuk tujuan bersama perusahaan.
f. Organisasi yang sederhana
Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif.
Menurut Robbins struktur organisasi adalah pengakuan sebuah organisasi
mengenai kebutuhan untuk membicarakan dan mengkoordinasikan pola interaksi
para anggotanya secara formal. Struktur organisasi bisa diisi oleh orang-orang
yang berperan penting dalam organisasi tersebut struktur organisasi memberikan
gambaran pemisah kegiatan antara satu dengan yang lain dan hubungan aktivitas
dan fungsi yang telah dibatasi.
g. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas
Wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing individu dan
bagian. Wewnang yang jelas tidak harus mengurangi pertentangan diantara
pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam
pelaksanaan pekerjaan dengan kesatuan tujuan.
h. Komunikasi yang efektif
Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang
baik. Melalui saling tukar informasi secara terus menerus, perbedaan individu dan
bagian dapat diatasi dan perubahan-perubahan kebijaksanaan, penyesuaian
program-program, untuk waktu yang akan datang. Suatu proses komunikasi
membutuhkan aktivitas, cara dan sarana lain agar bisa berlangsung dan mencapai
hasil yang efektif.
29
i. Kepemimpinan yang efektif
Suksesnya koordinasi banyak dipengaruhui oleh hakikat kepemimpinan dan
supervisi. Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang,
baik pada tingkatan perencanaan maupun pada tingkat pelaksanaan.
Ringkasnya kekuatan suatu organisasi ditentukan spirit atau semangatnya.
Semangat ini ditentukan oleh tujuan dan cara-cara mencapai tujuan itu dan ini
meliputi doktrin. Selain semangat koordinasi juga harus mempunyai aspek-aspek
formal yaitu metode-metode, teknik yang ditunjukan untuk mengejar / mencapai
sasaran tersebut.
6. Model Koordinasi
Hall dan O‟toole (jr) (2000) mengklasifikasikan paling tidak ada 4 kategori
mekanisme kerja atau hubungan antar stakeholder yang terlibat dalam
implementasi suatu kebijakan, yaitu sebagai berikut
a. Pooled (mengutub)
Gambar 3. Pola pooled (mengutub)
Dalam logika kerja yang bersifat mengutub ini masing-masing organisasi yang
terlibat dalam implementasi tidak saling tergantung antara satu dengan yang lain
dalam melakukan delivery mechanism atas keluaran keluaran kebijakan yang
mereka hasilkan kepada kelompok sasaran. Dalam independensi yang sangat
A B C
TARGET GROUP
30
tinggi ini, maka koordinasi yang di butuhkan antar organisasi yang terlibat dalam
implementasi sangat minim. Bentuk koordinasi yang dilakukan adalah pembagian
tugas yang jelas diawal ketika implementasi akan dilakukan. Setelah pembagian
tugas disepakati maka masing-masing organisasi dapat bekerja sendiri-sendiri
untuk menjangkau kelompok sasaran sesuai tugas masing- masing.
b. Sequential(berururtan)
Gambar 4. Pola sequential (berurutan)
Dalam proses implementasi tersebut terjadi hubungan saling ketergantungan
antara satu organisasi dengan organisasi lain karena logika kerja implementasi
yang bersifat berurutan didasarkan pada relasi input – output, yaitu output
organisasi pertama akan menjadi input organisasi yang kedua, demikian
seterusnya sehingga keberhasilan implementasi suatu kebijakan akan sangat
dipengaruhi kerjasama seluruh organisasi yang terlibat dalm implementasi.
c. Reciprocal (timbal balik)
Gambar 5. Reciprocal (timbal balik)
A
TARGET GROUP
D C B
A C B TARGET
GROUP
31
Terjadi ketika implementasi suatu kebijakan melibatkan beberapa organisasi dan
untuk dapat menjalankan tugas mereka masing-masing organisasi akan
menghasilkan output yang akan menjadi input bagi organisasi yang lain, namun
pada titik tertentu proses tersebut akan berbalik ketika input yang telah diperoses
tersebut akan mengsailkan output yang akan digunakan sebagai input bagi
organisasi sebelumnya memberikan input.
7. Cara-cara Mengadakan Koordinasi
Ada beberapa cara untuk mengadakan koordinasi, Hasibuan membagi cara-cara
mengadakan koordinasi sebagai berikut :
a. Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan mengenai
pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat harus diambil
untuk menciptakan dan menghasilkan koordinasi yang baik.
b. Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan dicapai
oleh anggota, tidak menurut masing-masing individu anggota dengan tujuanya
sendiri-sendiri. Tujuan itu adalah tujuan bersama.
c. Mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide, saran-
saran, dan lain sebagainya.
d. Mendorong para anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan dan
penciptaan sasaran.
e. Membina human relations yang baik antara sesama karyawan.
f. Manajer sering melakukan komunikasi informal denga para bawahan.
Dengan demikian, suatu koordinasi akan lebih baik, jika memperoleh dukungan,
partisipasi dari bawahan, dan pihak-pihak yang terkait yang akan melakukan
32
pekerjaan diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan supaya mereka
antusias dalam melaksanakanya.
Teknik-teknik koordinasi digunakan untuk mencapai koordinasi yang diinginkan
agar semua sektor berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing tanpa ada
tumpang tindih. Teknik-teknik koordinasi menurut Koontz dan Donnely dalam
Saefuddin (1993:71)antara lain:
a. Mengangkat seorang pengawas atau koordinator untuk tiap-tiap kelompok kerja
atau satuan organisasi. Tugas utama dalam seorang pengurus atau koordinator
ialah untuk menjaga orang-orang bawahannya mencapai tingkat target kerjanya
dalam koordinasi dengan kelompok lainnya.
b. Menciptakan keseimbangan antara beban kerja, wewenang dan tanggung
jawab, yang dipikul oleh tiap-tiap koordinasi dengan karyawan yang
dikoordinasi.
c. Menciptakan hubungan intier dan antar personel dari satuan-satuan organisasi
yang terlibat dalam organisasi. Hubungan dapat dipererat dengan bentuk-
bentuk komunikasi lisan, tertulis, prosedur-prosedur, surat-surat, buletin-
buletin, dan cara-cara mekanis modern untuk menyampaikan pesan dan
pendapat-pendapat.
d. Mengadakan rapat-rapat terjadwal secara rutin untuk menerima laporan
pertanggung jawaban secara berkala dari tiap-tiap satuan organisasi. Disela-
sela rapat ada waktu luang yang dapat digunakan untuk pertemuan informasi
33
tukar pendapat dan informasi antara para pejabat dari berbagai satuan
organisasi.
e. Membuat edaran berantai dan selebaran kepada para pejabat yang diperlukan.
Satu satuan organisasi mencetak masalah yang dihadapi, kemudiaan pada
satuan-satuan organisasi lainnya untuk menanggapi dan ikut serta memecahkan
masalah tersebut.
f. Membuat mekanisme kerja sedemikian rupa sehingga koordinasi dapat
dilaksanakan secara optimal. Mekanisme kerja ini dapat di atur melalui buku
pedoman organisasi, buku pedoman tata kerja dan buku pedoman kumpulan
peraturan.
g. Koordinasi melalui alat komunikasi telepon, telegram, teleks radio CB, HT,
untuk koordinasi jarak jauh sedangkan untuk koordinasi dalam satu lingkungan
kerja dapat dibuat tanda-tanda, simbol, kode, yang dapat dipahami secara
umum oleh semua karyawan yang bekerja.
Teknik-teknik koordinasi yang dikemukakan di atas dilakukan secara bertahap
dan cukup detail mulai dari konsep hingga alat yang mungkin dgunakan dalam
rangka mengoptimalkan koordinasi antar organisasi. Dengan adanya teknik
koordinasi ini diharapkan koordinasi antar anggota dapat berjalan efektif guna
menyelaraskan kegiatan-kegiatan para anggota. Jika kegiatan para anggota sudah
selaras dan terkoordinasi dengan baik serta semua teknik dijalankan dan
terpenuhi, maka diharapkan tujuan organisasi dapat dicapai dengan maksimal.
Koordinasi antar stakeholder yang berwenang dalam pelaksanaan Three In One
harus berjalan secara optimal guna mencapai tujuan pelaksanaan program KIA di
34
Kota Bandarlampung. Berdasarkan hal tersebut, peneliti dalam hal ini akan
menggunakan teori teknik-teknik koordinasi menurut Koontz dan Donnely untuk
menganalisis koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung denganRSUD
dr.A.Dadi Tjokrodipo dalam pelaksanaan kerjasama program Three In One.
B.Tinjauan TentangKartu Identitas Anak (KIA)
1.Pengertian Kartu Identitas Anak (KIA)
Peraturan menteri dalam negeri Nomor 2 Tahun 2016 tentang kartu identitas anak
pasal 1 ayat (7) yang berbunyi: Kartu Identitas Anak yang selanjutnya disingkat
menjadi KIA adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang berusia
kurang dari 17 tahun dan belum menikah yang diterbitkan oleh Dinas
Kependudukan dan pencatatan Sipil Kabupaten/Kota bahwa pada saat ini anak
berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah tidak memiliki identitas
penduduk yang berlaku secara nasional dan terintegrasi dengan Sistem Informasi
dan Administrasi Kependudukan.
Pemerintah berkewajiban untuk memberikan identitas kependudukan
kepadaseluruh penduduk warga negara Indonesia yang berlaku secara nasional
sebagaiupaya perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara;
bahwa pemberian identitas kependudukan kepada anak akan mendorong
peningkatan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik untuk mewujudkan
hak terbaik bagi anak; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Kartu Identitas Anak
35
2.Jenis–Jenis Kartu Identitas Anak (KIA)
Kartu Identitas Anak (KIA) ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Kartu Identitas Anak (KIA) untuk yang berumur 0-5 tahun;
b. Kartu Identitas Anak (KIA) untuk yang berumur 5-17 tahun.
Perbedaan dari keduannya terdapat pada ada tidaknya foto, untuk yang berusia
0-5 tahun tidak terdapat foto, sedangkan untuk yang jenis 5-17 tahun terdapat.
3.Tujuan Dan Manfaat Kartu Identitas Anak (KIA)
Setiap peraturan yang diterbitkan pasti mempunyai tujuan, adapun tujuan
darikartu identitas anak (KIA) yaitu untuk meningkatkan pendataan, perlindungan
dan pelayanan publik serta sebagai upaya memberikan perlindungan dan
pemenuhan hak konstitusional warga negara. Kartu Identitas Anak ini juga
mempunyai manfaat bagi anak maupun manfaat bagi pemerintah, berikut manfaat
memiliki KIA bagi anak:
a. Sebagai bentuk pemenuhan hak anak.
b. Untuk persyaratan mendaftar sekolah.
c. Untuk keperluan lain yang membutuhkan bukti diri si anak contohnya untuk
data identitas membuka tabungan atau menabung di bank.
d. Untuk mendaftar BPJS.
e. Proses identifikasi jenazah dengan korban anak-anak dan juga untuk 30 Pasal2
Permendagri No. 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak (KIA).
f. Mengurus klaim santunan kematian.
g. Pembuatan dokumen keimigrasian.
h. Mencegah terjadinya perdagangan anak.
36
i. Manfaat penertiban KIA bagi pemerintah:
j. Mempermudah pendataan juga pencatatan saat adanya peristiwa
hukummaupun diterbitkannya aturan terbaru untuk di terapkan langsung
kepadamasyarakat..
4. Strategi Pelaksanaan KIA
Pasal 13 Permendagri No 2 tahun 2016 tentang tata cara pelaksanaan Program
KIA, menyebutkan bahwa Dinas dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan
keliling dengan cara jemput bola di sekolah-sekolah, rumah sakit, taman bacaan,
tempat hiburan anak-anak dan tempat layanan lainnya, agar cakupan kepemilikan
KIA dapat maksimal.
Pasal 20 Permendagri no 2 tahum 2016 menyebutkan bahwa : (1) Untuk
memaksimalkan pemanfaatan KIA dan memberikan nilai tambah,maka
kabupaten/kota dapat melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak ketiga
sebagai mitra bisnis yang bergerak dalam bidang tempat bermain,rumah makan,
taman bacaan, toko buku, tempat rekreasi dan usaha ekonomi lainnya. (2) Dinas
dapat melakukan kemitraan dengan mitra bisnis sebagaimanadimaksud pada ayat
(1) yang lokasinya berada dalam wilayah administrasi maupun yang lokasinya
berada di luar wilayah administrasi.
C. Kerangka Pemikiran
Menurut Ikbar (2012 : 94) kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang
paling mendasar yang menjadi fondasi bagi setiap pemikiran lainnya. Pemahaman
itu merupakan landasan bagi pemahaman-pemahaman selanjutnya. Kerangka
37
berpikir berarti menyusun langkah-langkah sistematis dalam mengolah konsep-
konsep ke dalam proses penteorian yang akan dibuat dalam penelitian
Menurut Chandy afrizal (2017:53) Pelaksanaan KIA di Kota Bandarlampung
belum berjalan dengan baik, walaupun diawal penerapannya program ini
mendapat respon positip dari masyarakat. Masih sangat sedikit minat masyarakat
Kota Bandarlampung yang membuat KIA dikarenakan warga masyarakat yang
masih memandang remeh atau tidak menganggap penting Kartu Identitas Anak
ini. Kemudian juga belum adanya realisasi dari fasilitas umum seperti sekolah-
sekolah, rumah sakit, Bank, toko buku maupun tempat bermain bagi anak-anak
yang menerapkan atau mewajibkan harus menggunakan KIA pada saat
pendaftaran tersebut. Sosialisasi akan program KIA sebagaimana kita ketahui
bahwa sampai saat ini juga sangat minim dan bahkan hampir tidak memiliki gema
di tengah-tengah masyarakat. Kondisi demikian tentunya menjadi salah satu
ancaman dan kendala akan efektivitas kebijakan pemerintah tersebut. Artinya
Disdukcapil masih menyisakan banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan
untuk tercapainya target yang diinginkan.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi seharusnya menyadarkan Disdukcapil
Kota Bandarlampung akan pentingnya koordinasi seperti ditekankan dalam Pasal
20 ayat (1),(2) Permendagri No.2 tahun 2016 menegaskan di Ketentuan Penutup,
Bahwa “untuk memaksimalkan pemanfaatan KIA dan memberikan nilai tambah,
maka kabupaten/kota dapat melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak ketiga
sebagai mitra bisnis yang bergerak dalam bidang tempat bermain, rumah makan,
taman bacaan, toko buku, tempat rekreasi dan usaha ekonomi lainnya. Dinas dapat
38
melakukan kemitraan dengan mitra bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang lokasinya berada dalam wilayah administrasi maupun yang lokasinya berada
di luar wilayah administrasi”. Ini adalah penekanan terhadap salah satu strategi
koordinasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandarlampung
dengan RSUD dr. A.Dadi Tjokrodipo yang terkait dengan program KIA.
Peneliti dalam hal ini akan mendeskripsikan bagaimana koordinasi Disdukcapil
Kota BandarlampungRSUD dr. A.Dadi Tjokrodipo dalam memaksimalkan
pemanfaatan program KIA. Dalam hal ini adalah kerjasama dan koordinasi antara
Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr. A.Dadi Tjokrodipo dalam
program Three In One dengan mengacu pada teknik-teknik koordinasi menurut
Koontz dan Donnely dalam Saefuddin 1993 antara lain:
1. Mengangkat seorang pengawas atau koordinator untuk tiap-tiap kelompok
kerja atau satuan organisasi. Tugas utama dalam seorang pengurus atau
koordinator ialah untuk menjaga orang-orang bawahannya mencapai tingkat
target kerjanya dalam koordinasi dengan kelompok lainnya.
2. Menciptakan keseimbangan antara beban kerja, wewenang dan tanggung
jawab, yang dipikul oleh tiap-tiap koordinasi dengan karyawan yang
dikoordinasi.
3. Menciptakan hubungan intier dan antar personel dari satuan-satuan organisasi
yang terlibat dalam organisasi. Hubungan dapat dipererat dengan bentuk-
bentuk komunikasi lisan, tertulis, prosedur-prosedur, surat-surat, buletin-
buletin, dan cara-cara mekanis modern untuk menyampaikan pesan dan
pendapat-pendapat.
39
4. Mengadakan rapat-rapat terjadwal secara rutin untuk menerima laporan
pertanggung jawaban secar berkala dari tiap-tiap satuan organisasi. Disela-sela
rapat ada waktu luang yang dapat digunakan untuk pertemuan informasi tukar
pendapat dan informasi antara para pejabat dari berbagai satuan organisasi.
5. Membuat edaran berantai dan selebaran kepada para pejabat yang diperlukan.
Satu satuan organisasi mencetak masalah yang dihadapi, kemudiaan pada
satuan-satuan organisasi lainnya untuk menanggapi dan ikut serta memecahkan
masalah tersebut.
6. Membuat mekanisme kerja sedemikian rupa sehingga koordinasi dapat
dilaksanakan secara optimal. Mekanisme kerja ini dapat di atur melalui buku
pedoman organisasi, buku pedoman tata kerja dan buku pedoman kumpulan
peraturan.
7. Koordinasi melalui alat komunikasi telepon, telegram, teleks radio CB, HT,
untuk koordinasi jarak jauh sedangkan untuk koordinasi dalam satu lingkungan
kerja dapat dibuat tanda-tanda, simbol, kode, yang dapat dipahami secara
umum oleh semua karyawan yang bekerja.
Selain memfokuskan pada teknik-teknik koordinasi di atas, fokus penelitian juga
ditujukan pada faktor-faktor penghambat jalanya koordinasiDisdukcapil Kota
Bandarlampung dengan RSUD dr. A.Dadi Tjokrodipo dalam pelaksanaan
kerjasama program Three In Onekhusus nya untuk memaksimalkan pemanfaatan
KIA di Kota Bandarlampung. Serta faktor-faktor penghambat koordinasi yang
dimaksud yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
40
Alasan peneliti menggunakan teknik-teknik koordinasi menurut Koontz dan
Donnely dalam Saefudidin 1993 yaitu, untuk mengetahui proses koordinasi antar
stakeholder dalam pelaksanaan program Three In One dalam rangka
memaksimalkan pemanfaatan KIA di Kota Bandarlampung. Koordinasi tersebut
mungkin sudah dilakukan, hanya saja, mungkin masih kurang efektif sehingga
masih ditemukan adanya penyimpangan dalam pelaksanaanya. Dengan kata lain
peneliti menyimpulkan bahwa koordinasi dalam pelaksanaan program Three In
One masih lemah dan kurang efektif. Selain menganalis dan mendeskripsikan
bagaimana proses koordinasi antar stakeholder, peneliti juga akan menganalisis
faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan koordinasi antar
stakeholder. Sehingga, nantinya peneliti dapat memberikan saran dan masukanya
agar mampu mencapai koordinasi antar stakeholder yang efektif untuk
memaksimalkan pemanfaatan KIA di Kota Bandarlampung.
41
Gambar 6. Kerangka Pemikiran
Sumber : Diolah oleh peneliti, 2018
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabatkemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Pemenuhan Hak Konstitusional Anak
Pendataan dan tertib administrasi pemerintah
Berdasarkan permasalahan yang ada, diterbitkanlah peraturan yang
mengatur, Permendagri No.2 tahun 2016, tentang kartu Identitas
Anak (KIA).
Teknik-teknik koordinasi menurut Koontz
dan Donnely dalamSaefuddin 1993 antara
lain:
a. Mengangkat seorang pengawas atau
koordinator
b. Menciptakan keseimbangan antara beban
kerja, wewenang dan tanggung jawab
c. Menciptakan hubungan intier dan antar
personel
d. Mengadakan rapat-rapat terjadwal secara
rutin
e. Membuat edaran berantai dan selebaran
kepada para pejabat yang diperlukan.
f. Membuat mekanisme kerja
g. Koordinasi melalui alat komunikasi
Kendala-kendala yang
dihadapi
Dengan adanya koordinasi yang baik antara Disdukcapil Kota Bandarlampung
dengan RSUD Dr. A.Dadi Tjokrodipo dalam melaksanakan program Three In One
memungkinkan tercapainya kesuksesan pelaksanaan program KIA.
Memberikan nilai tambah dan memaksimalkan pemanfaatan KIA di Kota
Bandarlampung.
Pelaksana kebijakan tersebut adalah :
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota
Bandarlampung dan RSUD dr. A.Dadi Tjokrodipo dalam
program kerjasama Three In One
42
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian ini dipilih karena
peneliti telah memecahkan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan
keadaan objek peneliti pada sekarang berdasarkan fakta-fakta yang ada dan
dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa yang diperoleh dari observasi,
wawancara serta dokumen. Melalui penelitian kualitatif deskriptif, peneliti
bermaksud untuk menggambarkan kejadian atau fenomena sesuai dengan apa
yang terjadi dilapangan, serta data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang berkaitan dengan
koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan stakeholder dalam
memaksimalkan pemanfaatan Program Kartu Identitas Anak di Kota
Bandarlampung secara sistematis dan sesuai dengan fakta yang ada dilapangan
sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2011:4).
B. Fokus Penelitian
Batasan masalah dalam penelitian kualiatif disebut juga dengan fokus, yang berisi
pokok masalah yang bersifat umum. Dalam penelitian kualitatif, penentu fokus
43
lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi
sosial (lapangan). Menurut Moleong (2011:93) masalah dalam penelitian kualitatif
bertumpu pada sesuatu fokus. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif, hal
yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian, karena untuk
memberikan batasan penelitian yang seharusnya diteliti dan mendapatkan data
yang sesuai dengan dibutuhkan dalam penelitian tersebut. Fokus penelitian yang
pertama ditujukan pada koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan
stakeholderdalam memaksimalkan pemanfaatan program KIA. Fokus penelitian
yang pertama ditujukan pada cara-cara mengadakan koordinasi menurut Teknik-
teknik koordinasi menurut Koontz dan Donnely dalam Saefuddin 1993 antara lain
a. Mengangkat seorang pengawas atau koordinator untuk tiap-tiap kelompok
kerja atau satuan organisasi.
b. Menciptakan keseimbangan antara beban kerja, wewenang dan tanggung
jawab, yang dipikul oleh tiap-tiap koordinasi dengan karyawan yang
dikoordinasi.
c. Menciptakan hubungan intier dan antar personel dari satuan-satuan
organisasi yang terlibat dalam organisasi.
d. Mengadakan rapat-rapat terjadwal secara rutin untuk menerima laporan
pertanggung jawaban secara berkala dari tiap-tiap satuan organisasi.
e. Membuat edaran berantai dan selebaran kepada para pejabat yang
diperlukan.
f. Membuat mekanisme kerja sedemikian rupa sehingga koordinasi dapat
dilaksanakan secara optimal.
44
g. Koordinasi melalui alat komunikasi telepon, telegram, teleks radio CB,
HT, untuk koordinasi jarak jauh sedangkan untuk koordinasi dalam satu
lingkungan kerja dapat dibuat tanda-tanda, simbol, kode, yang dapat
dipahami secara umum oleh semua karyawan yang bekerja.
Fokus yang kedua adalah ditujukan pada faktor – faktor penghambat dalam
menjalankan koordinasi Disdukcapil dengan RSUD Dr. A.Dadi Tjokrodipodalam
pelaksanaan program KIA. Faktor penghambat yang dimaksud oleh peneliti yaitu
a. Faktor internal, yaitu faktor yang ada didalam organisasi atau stakeholder
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada diluar lingkup organisasi atau
stakeholder.
C. Lokasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:224) lokasi penelitian merupakan tempat peneliti
melakukan penelitian.Lokasi penelitian ini dipilh berdasarkan kriteria tertentu.
Menurut Moleong (2011:128) mendefinisikan lokasi penelitian merupakan tempat
dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau
peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka
mendapatkan data-data peneliti yang akurat.
Lokasi yang menjadi tempat penelitian ini adalah organisasi yang ditunjuk untuk
mengimplementasikan program KIA dan juga pihak – pihak yang terlibat dalam
pelaksaan program KIA. Organisasi dan stakeholder yang dimaksud peneliti
diantaranya :
45
1. DisdukcapilKota Bandarlampung, Lokasi ini dipilih oleh peneliti
mengingat karena instansi tersebut yang memiliki wewenang dalam
menjalankan program KIA. Sehingga peneliti memutuskan untuk melihat
apakah Disdukcapil sudah melakukan koordinasi secara maksimal dengan
stakeholderyang terlibat.
2. Rumah SakitUmum Daerah dr. A. Dadi Tjokrodipo, lokasi ini dipilih
karena adanya kerjasama dengan Disdukcapil dalam konteks
memaksimalkan pemanfaatan KIA di Kota Bandarlampung dalam
program kerjasamaThree In One.
Tabel 4. Data Informan Penelitian
No Instansi Substansi/
jabatan informan
Informasi
1 Disdukcapil Kota
Bandarlampung
Bapak A. Zainudin/Kepala
Dinas
Gambaran umum dinas,
bidang yang ada
didalamnya, program
KIA, pelaksanaan KIA
di Kota Bandarlampung.
2 Disdukcapil Kota
Bandarlampung
Ibu Rinning/Kepala bidang
pelayanan pendaftaran
penduduk.
Alur pembuatan KIA,
SOP KIA., pola
koordinasi., hambatan.
3 Disdukcapil Kota
Bandarlampung
Ibu Tri Hastuti/Kepala bidang
pemanfaatan data dan inovasi
pelayanan
Inovasi pelayanan,
SOP,MOU,program
kerjasama, stakeholder
yang terlibat
4 Disdukcapil Kota
Bandarlampung
Ibu Siti Nur/Kepala seksi
identitas penduduk
Pelaksanaan KIA,
jumlah pemilik KIA.
5 Disdukcapil Kota
Bandarlampung
Bapak Ahmad Djohan/Kepala
seksi Pemanfaatan data dan
dokumen kependudukan.
Kerjasama yang dijalin
oleh Disdukcapil,
prosedur.
6 RSUD dr. A. Dadi
Tjokrodipo
Dr. Indrassari/Kepala rumah
sakit
Kerjasama Three In One
7 RSUD dr. A. Dadi
Tjokrodipo
Ibu Rozalena Dewi
S.Kep/Kepala Perinatologi
Koordinasi ,hambatan,
pelaksanaan program
8 RSUD dr. A. Dadi
Tjokrodipo
Bapak Rudi Ardiansyah
/Koordinator pelaksana
program / petugas kurir.
Koordinasi ,hambatan,
pelaksanaan program.
Sumber : Diolah peneliti, 2018
46
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
melakukan penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Untuk medapatkan kelengkapan informasi yang sesuai dengan fokus
penelitian maka yang akan dijadikan teknik pengumpulan data adalah sebagai
berikut :
Observasi (pengamatan)
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis
mengenai fenomena sosial untuk kemudian dilakukan pengamatan. Dalam
penelitian ini peneliti melakukan pengamatan berkaitan dengan koordinasi
Disdukcapil Kota Bandarlampung denganstakeholder dalam memaksimalkan
pemanfaatan program KIA. Dengan ini peneliti mengamati koordinasi antara
Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo
dalam program kerjasama Three In One, untuk mengetahui apakah koordinasi
yang dijalankan sudah sesuai dengan teknik teknik koordinasi yang ada.
Wawancara (interview)
Moelong (2009:186) mendefenisikan wawancara adalah percakapan dengan
maksut tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak.yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan. Wawancara dilakukan untuk
mengumpulkan data primer dengan jalan mewawancarai sumber-sumber data
dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan koordinasi
Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan stakeholderdalam memaksimalkan
pemanfaatan program KIA.
47
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti memungkinkan menemui informan –
informan baru yang berkaitan dalam melengkapi data-data penelitian. maka
dalam hal ini peneliti menggunakan metode snowball sampling (Sugiyono
:2012). Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula – mula
jumlah kecil kemudian membesar. Dalam penetuan sampel pertama dipilih
satu atau dua informan, tetapi karena dengan ke dua orang ini belum merasa
lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang
dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang dibutuhkan. Dalam hal
ini peneliti menentukan Kepala dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil
sebagai informan pertama untuk kemudian mendapatkan informasi informasi
lanjutan sesuai dengan data yang di butuhkan.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2012:244) teknik analisis data merupakan proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, pencatatan,
lapangan dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
katagori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalaam
pola, memilih dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain. Komponen dalam analisis data yaitu :
1. Reduksi data (data reduction)
Mereduksi data artinya merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, mencari tema dan membuang yang tidak perlu.
Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan
dan keluasan dalam kedalaman wawasan tinggi. Dalam penelitian ini peneliti
48
memilah data yang dibutuhkan dalam koordinasi Disdukcapil Kota
Bandarlampungdengan RSUD dr.A.Dadi Tjokrodipodalam pelaksanaan
program Three In One untuk memaksimalkan pemanfaatan program KIA.
2. Penyaji data (data display)
Penyajian data berguna untuk memdahkan peneliti melihat gambaran secara
keseluruhan atau bagian tertentu dari peneliti. Batasan yang diberikan dalam
penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyaji data dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau memamparkann
hasil temuan dalam wawancara dengan informan terkait dengan koordinasi
Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr.A.Dadi Tjokrodipodalam
pelaksanaan program Three In One untuk memaksimalkan pemanfaatan
program KIA.
3. Kesimpulan (conclusion drawing)
Penarikan kesimpulan adalah melakukan verifikasi secara terus menerus
sepanjang proses penelitian berlangsung. Terhitung sejak awal memasuki
lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Penelitian menganalis
dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul
yang dikemukakan dalam kesimpulan. Pada penelitian ini peneliti
memberikan kesimpulan berdasarkan hasil wawancara, observasi dan
dokumentasi.
49
F. Teknik Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan standar validitas dari data yang diperoleh. Menurut
Moloeng (2011:324) mengemukakan bahwa untuk menentukan keabsahan data
dalam penelitian kualitatif harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu dalam
pemeriksaan data dan menggunakan kriteria :
1. Derajat Kepercayaan (credibility)
a. Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, tringulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggambungkan dari berbagi teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Oleh karena itu dengan
menggunakan teknik tringulasi dalam pengumpulan data, maka data yang
diperoleh akan leboh konsisten, tuntas dan pasti. Menurut Sugiyono (2012:373)
terdapat tiga macam tringulasi menentukan keabsahan data yakni :
1) Triangulasi sumber
Tringulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
2) Triangulasi teknik
Tringulasi teknik untuk menguji krediblitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
3) Triangulasi waktu
Waktu juga sering memperngaruhi kredibilitas data. Maka dari itu dalam
melakukan kredibilitas data dilakukan dengan waktu atau situasi berbeda.
Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan tringulasi jenis
50
tringulasi sumber.Dengan menggunakan triangulasi sumber peneliti melakukan
wawancara, observasi serta dokumentasi yang dilakukan secara langsung.
b. Kecukupan referensial
Kecukupan referensial yaitu, dengan memanfaatkan bahan-bahan terekan
sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisi dan penafisiran data.
Kecukupan refensial peneliti melakukan dengan cara mengumpulkan informasi
yang berkaitan dengan penelitian baik melalui literatur buku, arsip, pencatatan
lapangan, foto dan rekaman yang digunakan untuk menganalisis data.
c. Ketekunan
Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi
yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari. Dengan
melakukan ketekunan, maka peneliti dapat memberikan deskripsi data yang
akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
2. Keteralihan (transferbility)
Penguji keteralihan dalam penelitin kualitatif digunakan supaya orang lain
dapat memahami hasil penelitian sehingga ada kemungkinan untuk
menerapkan hasil peneliti tersebut maka peneliti harus membuat laporan
yang rinci, jelas, sitematsi dan dapat dipercaya.
3. Kebergantungan (dependability)
Pengujian kebergantungan dilakukan dengan audit terhadap keseluruhn
proses peneliti. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses peneliti teapi
dapat memberikan data maka dari itu diperlukannya uji kebergantungan.
Apabila proses peneliti tidak ada tetapi datanya ada, maka peneliti tidak
reliebel atau dependable.
51
4. Kepastian (confirmability)
Menguji kepastian dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam
penelitian, jangan sampai prosesnya tidak ada tetapi hasilnya ada. Kepastian
yang dimaksud berasal dari konsep objektivitas, sehingga dengan disepakati
hasil penelitian tidak subjektif tetapi sudah objektif. Penguji kepastian dapat
dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian berati menguji hasil
penelitian yang sudah dilakukan.
122
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai koordinasi Disdukcapil Kota
Bandarlampung denganRSUD dr. A. Dadi Tjokrodipodalam program kerjasama
Three In Oneyang bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan KIA, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi
Tjokrodipo Dalam program kerjasama Three In One
Koordinasi yang dilakukan Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr.
A. Dadi Tjokrodipo dalam program kerjasama Three In One sudah berjalan
dengan baik sesuai dengan teknik-teknik Koordinasi menurut Koontz dan
Donnley.Bentuk Koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr.
A. Dadi Tjokrodipodalam program Three In One adalah koordinasi horizontal
yaitu koordinasi horizontal Interrelated adalah koordinasi antar badan (instansi),
unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling
bergantungan atau mempunyai ikatan baik, cara intern atau ekstern yang levelnya
setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan karena kordinator tidak
dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukanya
setingkat. Model koordinasi yang dilaksanakan oleh Disdukcapil Kota
123
Bandarlampung dengan RSUD dr.A.Dadi Tjokrodipo menurut Hall dan O‟toole
adalah model koordinasi reciprocal (timbal balik), dimana kedua instansi yang
saling berkoordinasi menerapkan model koordinasi secara timbal balik dalam
pelaksanaan program Three In One ini. Model koordinasi ini sangat bergantung
pada intensitas pertemuan antara keduanya dan cenderung membutuhkan
komitmen kerjasama yang kuat dalam pelaksanaan program nya.
2. Faktor penghambatkoordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan
RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo
Faktor yang menjadi kendala dalam koordinasi Disdukcapil Kota Bandar
:Lampung dengan RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo dalam memaksimalkan
pemanfaatan KIA terbagi atas faktor internal dan faktor eksternal. Adapun
kesimpulanya sebagai berikut :
a. Faktor internal
Faktor internal penghambat koordinasi dalammemaksimalkan pemanfaatan KIA
adalah :
1) Kurang inovasi dalam meningkatkan pelayanan pencatatan sipil
Dalam meningkatkan pelayanan masyarakat tentunya Disdukcapil Kota
Bandarlampung memerlukan inovasi untuk mengasilkan program yang
dapat menunjang pelaksanaan pelayanan. Karena dengan kurang nya
inovasi maka secara tidak langsung akan berdampak besar pada jalannya
koordinasi.
2) Tidak ada target kerja yang jelas
Perlu adanya target untuk memastikan apakah program yang dijalankan
dapat berjalan secara maksimal atau tidak. Dalam hal ini Disdukcapil
124
kurang memperhatikan target pada setiap bidang kerja yang ada. Sehingga
program yang ada tidak berjalan dengan maksimal.
b. Faktor eksternal
8) Persepsi masyarakat yang masih menganggap KIA tidak terlalu penting
keterlibatan masyarakat yang kurang akan penting nya KIA sehingga
masyarakat enggan untuk mendaftarkan anggota keluarga nya yang masih
dibawah 17 tahun. Masih belum adanya fungsi KIA yang jelas bisa
dirasakan secara langsung di masyarakat, kebanyakan dari mereka menilai
bahwa kurang perlu untuk memiliki KIA karena dinilai masih belum perlu.
Ini merupakan kendala yang tentunya perlu diselesaikan oleh Disdukcapil
Kota Bandarlampung untuk merangsang masyarakat agar segera memiliki
KIA bagi yang di bawah 17 tahun.
9) Belum ada dukungan dari pihak pihak yang memfungsikan KIA
Banyak pihak-pihak yang seharusnya membutuhkan KIA sebagai dasar
untuk memanfaatkan fasilitas instansi tersebut namun belum
menggunakan nya, baik instansi pemerintah ataupun instansi swasta
seperti sekolah, bank, maskapai penerbangan, rumah sakit, dll. Sehingga
berdampak pada disfungsi KIA di masyarakat. Seharusnya pemanfaatan
KIA dan E-KTP adalah sama ketika pihak-pihak diluar pun turut
mendukung dengan memanfaatkan keberadaan KIA tersebut.
125
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti menunjukan bahwa
Koordinasi Disdukcapil Kota Bandarlampung dengan RSUD dr. A. Dadi
Tjokrodipo dalam memaksimalkan pemanfaatan KIA sudah terlaksana. Namun
masih terdapat beberapa kelemahan sehingga koordinasi kurang maksimal. Oleh
karena itu dalam hal ini peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Adanya penelitian lanjutan terkait KIA yang dapat menambah penelitian dalam
kajian mata kuliah azas-azas manajemen
Koordinasi merupakan bagian yang tak terlepaskan dalam proses-proses
manajemen baik dalam proses Planning, Organizing, Actuating, dan
Controlling sehingga penelitian ini dapat menjadi salah satu contoh penerapan
koordinasi dalam organisasi yang dapat dijadikan rujukan penelitian mengenai
teknik-teknik koordinasi, model koordinasi, dan syarat-syarat koordinasi.
Peneliti menyarankan bagi penelitian selanjutnya untuk dapat menganalisis
lebih dalam terkait pelaksanaan KIA di Provinsi Lampung yang tidak dapat
dibahas dalam penelitian ini dikarenakan peneliti membatasi penelitian
terhadap koordinasi dalam rangka memaksimalkan pemanfaatan KIA di Kota
Bandarlampung.
2. Rapat rutin denganRSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo
Dijadwalkan dan diagendakan secara rutin, minimal satu bulan sekali guna
menjalin koordinasi yang intensif. Dengan adanya rapat yang diagendakan
secara rutin satu bulan sekali, hal ini dapat menjadi upaya yang efektif untuk
menyatukan visi dan misi dalam memaksimalkan pemanfaatan KIA Di Kota
Bandarlampung. Selain itu, rapat ini juga berfungsi sebagai upaya
126
meningkatkan pelayanan dan menyelesaikan permasalahan- permasalahan yang
ada.
3. Diperlukan dibuat SOP secara khusus
Diperlukan dibuat SOP secara khusus terkait kerjasama yang dijalain oleh
Disdukcapil dengan stakeholder dalam memaksimalkan pelaksanaan program
Three In Oneterkait memaksimalkan pemanfaatan KIA. SOP ini merupakan
SOP khusus yang akan menjadi panduan dalam pelaksnaan kerjasama
denganstakeholder, sehingga di waktu mendatang tidak ada lagi kendala yang
dihadapi.
4. Adanya penerapan program Three In One di rumah sakit lain di Kota
Bandarlampung
Dengan adanya kerjasama dalam program Three In One dengan RSUD dr. A.
Dadi Tjokrodipo, dapat menjadi pertimbangan bagi Disdukcapil Kota
Bandarlampung untuk menerapkan kerjasama serupa dengan rumah sakit lain
atau tempat bersalin yang ada di Kota Bandarlampung sehingga dapat lebih
memaksimalkan pemanfaatan KIA di masyarakat.
127
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Afrizal Chandy (2017). Pelaksanaan Kebijakan Pembuatan Kartu Identitas Anak
Di Kota Bandar Lampung Tahun 2017 : Skripsi
Handayaningrat, Soewarno. 2006. Pengantar Studi ilmu Administrasi Negara dan
Manajemen. Jakarta: Toko Gunung Agung.
Handoko, Hani. 2009. Manajemen. Yogyakarta. BPFE.
Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Moekijat. 2006. Latihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung:Mandar Maju
Moleong, Lexy J.2007.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Posdakarya.
Moleong, Lexy.2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung.Remaja Rosdakarya.
Saefuddin, M. 1993. Organisasi dan Manajemen Industri. Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Terawati (2017). Pengaturan Administrasi Kependudukan Terkait Pemberlakuan
Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak : Skripsi.
Terry, George. R. 1986. Asas-Asas Manajemen. Bandung. Penerbit Alumni.
Torang, Syamsir. 2014. Organisasi dan Manajemen. Bandung. Alfabeta.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 jo. 35 tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan.
128
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 102 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Perubahan Peraturan Pemerintah Republik indonesia No. 37 Tahun
2007 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan.
Peraturan Presiden No. 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak
(KIA).
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 2016 tentang pedoman penertiban
KTP berbasis NIK secara nasional.
Sumber Online
Direktorat jendral kependudukan dan pencatatan sipil tahun 2016. (online)
(http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/dinas-dukcapil) diakses pada
10 maret 2017 pukul 20.00 WIB.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
indonesia2016.(online)(https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/slider/c7c
3e-profil-anak-indonesia-2015.pdf) diakses pada 10 maret 2018 pukul 20.00
WIB.
Hukum online.com. Tentang Kartu Identitas Anak (KIA). (online)
(http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt56bc2f0f324bc/tentang-kartu-
identitas-anak-kia) diakses pada 10 maret 2018 pukul 20.00 WIB.
Tirto.id 2016. Menimbang untung dan urgensi kartu identitas
anak.(https://tirto.id/e-ktp-ala-indonesia-versus-mykad-ala-malaysia-
ckFlhttps://tirto.id/menimbang-untung-dan-urgensi-kartu-identitas-anak-
csiV). Diakses pada 11 maret 2018 pukul 23.00.
Kupastuntas.co 2016. Antusias warga lampung membuat kartu identitas anak
cukup tinggi. (online). (https://www.kupastuntas.co/2016/05/23/antusias-
warga-lampung-membuat-kartu-identitas-anak-kia-cukup-tinggi/). Diakses
pada 11 maret 2018 pukul 23.00 WIB.
Replubika.co 2016. Bandarlampung terbitkan 300 ribu kartu identitas anak
(online).(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/02/19/o2rr
08384-Bandarlampung-terbitka-300-ribu-kartu-identitas-anak) diakses pada
11 maret 2018 pukul 23.00 WIB.
TribunLampung.co.id tahun 2016. Pemkot Minta 300 Ribu Anak di
Bandarlampung Buat KIA.
(online).(http://lampung.tribunnews.com/2016/02/16/pemkot-minta-300-
129
ribu-anak-di-bandar-lampung-buat-kia?page=2) diakses pada 12 maret 2018
pukul 23.00 WIB.
Kompas.com 2016. Mulai tahun ini balita dan anak wajib punya kartu
identitas.(online).(http://nasional.kompas.com/read/2016/02/11/10383911/
Mulai.Tahun.Ini.Balita.dan.Anak.Wajib.Punya.Kartu.Indentitas), diakses
pada 11 Februari 2016 pukul 15.43 WIB.
Badan Pusat Statistik Bandarlampung tahun 2017. Jumlah penduduk kota
Bandarlampung dirinci menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan sex
ratio tahun 2011 – 2015.
(online)(https://Bandarlampungkota.bps.go.id/statictable/2017/01/10/114/ju
mlah-penduduk-kota-bandar-lampung-dirinci-menurut-kelompok-umur-
jenis-kelamin-dan-sex-ratio-tahun-2011-2015.html), di akses pada 07 juli
2018 pukul 01.00 WIB.