Upload
edwin-ertian-syah
View
623
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Starbucks pertama kali berdiri di Seattle 30 tahun yang lalu.
Sekarang
Starbuck telah memliki kopi retailer lebih dari 2000 yang bisa ditemukan
di 31 negara asing. Hal ini dicapai oleh starbucks memakai teori FDI
(Foreign Direct Investment). Alternatif yang dipakai oleh Starbucks
dalam proses produksi di luar negeri memakai strategi Wholly Owned
Subsidiary, yaitu anak perusahaan yang dimiliki secara keseluruhan
maupun Joint Venture, yang merupakan usaha patungan
Starbucks telah merambah ke hampir seluruh dunia baik Eropa,
Amerika, bahkan Asia. Starbucks butuh menerapkan strategi yang tepat
di setiap negara-negara yang mereka coba masuki pasarnya. Maka dari
itu dalam makalah ini kelompok kami akan membahas bagaimana FDI
digunakan oleh perusahaan sebesar Starbucks dalam menjalankn
bisnisnya.
Pembahasan
Tiga puluh tahun yang lalu Starbucks adalah kafe yang berdiri sendiri
di Seattle Pike Place Market akan tetapi sekarang menjadi sebuah
perusahaan besar yang memiliki cabang lebih dari 2000 di 31 negara
asing. Stategi dasar penjulan dengan menjual kopi dengan tampilan
menarik produksi perusahaan sendiri dan dilengkapi dengan makanan-
makanan tambahan. Starbucks mendesain tokonya senyaman dan
semenarik mungkin untuk menarik pelanggan.
Pada tahun 1995 hampir 700 kafe sudah merambah di Amerika
Serikat, Lalu Starbucks mulai mencari pasar baru di luar negeri . Negara
Asia pertama yang dirambah oleh Starbucks adalah Jepang. Akan tetapi
dalam rencana bisnis ini Starbucks menyadari bahwa jika ia memberikan
Pure Licensing agreement, Starbucks tidak dapat mengontrol dan
memastikan bahwa pihak asing akan mengikuti formula atau standar
yang telah Starbucks berikan sehingga Starbucks menerapkan strategi
usaha patungan (Joint Ventures) dengan Local Retailer yang bernama
Sazaby inc.
Dengan strategi Joint Ventures ini Starbucks dapat meminimalkan
resiko bisnis, menghilangkan rasa nasionalisme yang kuat, lebih paham
akan kualitas norma (misalnya yang tentang cara kopi dipanggang,
melayani produk, menciptakan "suasana menggoda" di restoran), dan
mendapatkan keuntungan pajak, keahlian, serta keperluan modal
tambahan. Akan tetapi keuntungan ini tidak serta merta dapat
diaplikasikan di setiap kondisi negara yang dirambah. Seperti pada kasus
di Thailand, Joint-Venture Starbuck yaitu Coffee Partner mengalami
masalah dengan pembiayaan oleh Bank Thai. Sehingga Starbucks
mengambil alih Coffe Partner, strategi ini dinamakan Wholly Owned
Subsidiary. Wholly Owned Subsidiary adalah perusahaan yang ingin
segera memiliki cabang di luar negeri dengan beberapa cara yaitu
memulai dari nol dengan membangun pabrik baru, mengambil alih
sebuah perusahaan yang sudah ada, membeli distributornya memperoleh
jaringan distribusi yang akrab dengan produknya. Dan strategi ini jugalah
yang dilakukan Starbucks di Britain . Starbucks membeli kepemilikan
Joint Ventures di Britain, Bon Appetit Group yaitu perusahaan terbesar
di bidang pangan. Starbucks menggunakan strategi Wholly Owned
Subsidiary untuk mengambil alih perusahaan besar tersebut dengan
tujuan mendapatkan akses yang lebih cepat untuk memasuki pasar dan
mendapatkan share profit 100% .
Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment) didefinisikan
sebagai investasi jangka panjang yang dilakukan secara langsung oleh
investor asing di dalam suatu bidang usaha warga negara domestik. FDI
yang dilakukan oleh negara-negara di dunia pada hakekatnya berawal
dari pemikiran sebagai berikut:
1. Ketidaksempurnaan pasar (Hymer 1976), yang mengemukakan bahwa
FDI
merupakan efek langsung dari pasar yang tidak sempurna.
2. Teori internalisasi (Rugman 1986), dimana FDI digunakan oleh
perusahaan-perusahaan multinasional untuk mengambil keuntungan
dari efisiensi internal host country.
3. Pendekatan eklektik (Dunning 1988) dimana FDI digunakan untuk
mengambil
keuntungan ownership, internalisation, dan locational advantages.
Dari teori-teori diatas dapat dilihat bahwa Starbucks menggunakan
teori Internalisasi (Rugman, 1968) dimana starbucks merambah ke
negara-negara asing dengan membeli perusahaan yang sudah ada di
negara tersebut atau bekerja sama dengan perusahaan lokal di negara
yang akan dimasukinya.
Penutup
Perusahaan Starbucks merambah pasar luar negeri dengan
menggunakan dua dari enam alternatif dalam proses produksi di luar
negeri yaitu Joint Ventures dan Wholly Owned Subsidiary. Penggunaan
dua alternatif ini digunakan karena dilihat dari kondisi pasar yang akan
dimasuki dan bisa didapatkan keuntungan yang efisien.
Perusahaan-perusahaan multinasional untuk mengambil keuntungan
dariefisiensi
internal host country, ini merupakan teori dari Rugman yang dinamakan
teori internalisasi pada tahun 1968. Teori ini diterapkan oleh Starbucks
dalam ekspansi usahanya ke luar negeri melalui bekerjas ama atau
membeli perusahaan yang memang sudah ada di negara tujuan ekspansi.
MERAH SEMAKIN MENEBAL ( RED BECOMING THICKER)
Latar Belakang
Tampaknya tidak ada akhir pada masalah warna - raksasa air, Coca Cola.
Coca Cola telah memasuki India sejak dekade terakhir namun
meninggalkan negara tersebut pada akhir 1970-an. Ini dipentaskan
kembali di awal 1990-an melalui jalur akuisisi. Gaya manajemen
profesional Coca Cola tidak kental dengan pembotolan lokal. Empat
CEO yang berubah dalam rentang tujuh tahun. Coke tidak bisa
memanfaatkan popularitas produk tersebut. Pepsi sebagai pesaingnya
berjalan lebih depan dan telah mampu menembus jauh ke dalam pasar
India. Merah di neraca Coke menjadi lebih tebal dan pengamat industri
berpendapat bahwa hal itu masih mampu diambil setidaknya dua dekade
lagi sebelum Coke bisa berpikir untuk membuat keuntungan di India.
Kisah
Pada awal 1990-an, India mulai meliberalisasi ekonominya. Melihat
peluang tersebut, Coca Cola ingin beroperasi kembali di India. Coca cola
memilih Ramesh Chauhan dari Parle untuk masuk ke pasar. Coke
membayar $ 100 juta untuk Chauhan dan diperoleh merk yang mapan
Thums Up, Goldspot dan Limca. Coke juga mengantongi 56 pembotolan
dari Chauhan sebagai bagian dari kesepakatan. Chauhan dibuat konsultan
dan juga diberi hak pertama dari penolakan untuk setiap tanaman botol
ukuran besar dan kontrak pembotolan, terbentuk di Pune - Bangalore dan
yang terakhir di daerah Delhi dan Mumbai.
Jayadeva Raja, ahli manajemen flamboyan adalah CEO pertama Coke di
India. Tidak butuh banyak waktu baginya untuk menyadari bahwa Coke
mewarisi beberapa kelemahan dari Chauhan bersama dengan merek dan
pembotolan. Banyak pembotolan dibuat dengan bentuk kecil dalam
kapasitasnya (200 pembotolan per menit sebagai perlawanan terhadap
standar dunia yang berkapasitas 1600) dan menggunakan teknologi
usang. Para pembuat botol tidak punya kemauan untuk meningkatkan
kapasitas mereka, dan tidak juga bersedia untuk meng-upgrade truk yang
digunakan untuk mengangkut botol tersebut. Pembotolan lebih terbiasa
dengan pendekatan paternalistik Chauhan dan menurut mereka memiliki
gaya manajemen baru yang profesional, namun ternyata Coke tidak juga
membaik dengan hal tersebut. Chauan juga merasa bahwa ia terasing dan
bahkan diduga memasok konsentrasi tidak resmi ke pembotolan.
Raja digantikan oleh Richard Nicholas pada tahun 1995. Hal yang
pertama Nicolas lakukan adalah memberikan ultimatum ke pembotolan
untuk memperluas lapangan mereka atau menjual keluar. Coke juga
menuntut saham ekuitas di banyak lapangan pembotolan. Para pembotol
juga memiliki kesulitan sendiri. Mereka berkerja dalam margin
keuntungan yang rendah. Coke juga tidak bersedia untuk membiayai
pembotolan dengan syarat lunak. Ultimatum Bumerang. Banyak
pembotol mengalihkan kesetiaan mereka dan pergi ke Pepsi. Chauhan
diduga mendukung aksi pembotol tersebut, tentu saja dari bagian tepi.
Coke pikir itu melancarkan kudeta di atas Pepsi ketika (Coke)
mengklaim status minuman resmi untuk turnamen 1996 Cricket World
Cup. Pepsi mengambil kudeta mati-matian dengan motto terkenal
“nothing official about it”. Coke bisa memanfaatkan citra sporty dari
Thumps Up untuk melawan kampanye, namun kemidian menyerah.
Donald Short menggantikan Nicholas sebagai CEO pada tahun 1997.
Berbekal kekuatan financial yang sangat dahsyat, Short membeli 38
pembotolan sekitar $ 700 juta. Pekerjaan dilakukan dengan biaya sebesar
Rs 7 per kasus, tetapi angka biaya efektif adalah Rs 3 per kasus. Short
juga berinvestasi di bidang ketenagakerjaan. Pada 1997, tenaga kerja
Coke meningkat sampai 300. Tiga tahun kemudian induk perusahaan
mengakui bahwa berinvestasi di India adalah kesalahan besar.
Bukanlah budaya Coke untuk mengakui kegagalan. Tetapi telah
diputuskan untuk melawan. Coke tidak bisa hanya mempertahankan
hilang, bahkan bisa menghabiskan lebih banyak uang untuk operasi di
India. Hal ini menaikkan anggaran iklan dan diangkatlah Chaitra Leo
Burnett sebagai agen iklannya. Selama 1998-1999, iklan Coke
menghabiskan hampir tiga kali lipat dari Pepsi.
Coke adalah memfokuskan pada sumber daya manusia dan inisiatif yang
mengambil kembali orientasi budaya dan menyuntikkan unsur
desentralisasi serta pemberdayaan. Setiap pabrik pembotolan diharapkan
dapat memenuhi laba yang telah ditentukan, pangsa pasar dan volume
penjualan. Untuk pelatih manajemen baru dipekerjakan, jalur karir jelas
telah ditarik untuk memungkinkan mereka untuk memiliki pemikiran
profit center, tak lama setelah menyelesaikan masa percobaan mereka.
Sistem pendekatan seperti pendekatan desentralisasi adalah sesuatu hal
baru dalam budaya coke di seluruh dunia.
Tapi Alexander Von Behr, yang menggantikan Short sebagai kepala
Operasi India, menegaskan kembali komitmen Coke untuk sistem
desentralisasi dan respon lokal. Coke telah membagi India menjadi enam
wilayah, masing-masing yang memiliki pemimpin bisnis. Perubahan
struktur organisasi tersebut telah mengecewakan banyak karyawan,
beberapa dari mereka bahkan berhenti dari perusahaan.
Coke mulai memotong biaya. Eksekutif telah diminta untuk beralih dari
rumah besar ke rumah pertanian kecil dan sewa kantor pusat Gurgaon
telah dinegosiasi ulang. Diskon tarif telah standarised dan sistem
informasi sedang di-upgrade untuk mengaktifkan kuartal India untuk
mengakses status keuangan online dari tingkat pos sampai ke tingkat
depo. Coke memiliki harapan besar di India sebagai negara yang
memiliki populasi besar dan arus konsumsi per kapita minuman botol
hanya untuk satu tahun.
Sekarang ini, perusahaan induk (kantor pusat di USA) telah diisi dengan
sebotol penuh masalah. CEO-E yang baru saja diangkat yaitu Neville
Isdell perlu perjuangan untuk melakukan hal-hal yang membuat Cola
Company menjadi besar.
Masalah meliputi:
Campur tangan Dewan
Coke mulai bertabur kelompok direksi, banyak dari mereka kembali ke
era Goizueta, telah menciptakan suatu reputasi dalam campur tangan.
Pemasaran dalam ambang sekarat
Suatu ketika, kritikus kelas dunia mengatakan bahwa pada hari ini
raksasa soda telah menjadi terlalu konservatif, dengan iklan yang tidak
beresonansi dengan para remaja dan dewasa muda yang justru merekala
yang menjadi bagian yang penting.
Kurangnya inovasi.
Di pasar AS, Coke belum menciptakan suatu penjualan soda terbaik baru
sejak Diet Coke in1982. Dalam beberapa tahun terakhir Coke telah
mengalami kalah penawaran dengan pesaingnya, Pepsi Co, untuk
minuman noncarb yang lebih cepat tumbuh seperti SoBe dan Gatorade.
Gesekan dengan pembotolan.
Selama satu dekade terakhir, Coke telah sering membuat keuntungan
pada biaya pembotolan, mendorong kenaikan harga secara agresif pada
konsentrasi yang dijualnya mereka. Tapi kemudian pembotolan saat ini
harus berjuang kembali dengan adanya peningkatan secara tajam pada
harga Coke eceran.
Kekhawatiran Internasional
Coke sangat membutuhkan pertumbuhan yang lebih internasional untuk
mengimbangi usaha lesu di AS, tetapi sementara itu, beberapa pasar
seperti Jepang tetap menguntungkan, di pasar besar Jerman Coke
memiliki masalah sejauh kontrak pembotolan berjalan. Ketika rumah
sendiri tidak berada dalam urutan yang besar, akankah perusahaan
mampu untuk tetap fokus pada pasar India?
1. Mengapa Coke tidak mampu menciptakan sistem operasi
yang profitable di India?
Pada awalnya, Coke optimis bahwa India merupakan pasar yang
baik untuk produknya melihat populasi yang besar dan tenaga kerja yang
murah untuk mengoperasikan pabrik pembotolannya. Namun, gaya
manajemen profesional Coke ternyata tidak kental dengan gaya
pembotolan lokal. Empat CEO yang berubah dalam rentang tujuh tahun,
mengalami kesulitan dalam memadukan keinginan masyarakat lokal
dengan efisiensi produksi perusahaan. Dalam expansinya di India Coke
telah menghadapi banyak masalah sebagai implikasi adaptasi yang buruk
terhadap kondisi sosial setempat yang akhirnya mengguncang neraca
keuangan perusahaan. Namun sejak Neville Isdell menggantikan CEO
Coke sebelumnya, kondisi neraca perusahaan kemudian mulai membaik.
Kondisi penjualan Coke sedikit mengalami peningkatan seperti pada
tahun 2007 yang digambarkan pada grafik berikut :
Alasan
Lingkungan bisnis sangat mempengaruhi terhadap keberlanjutan
bisnis pembotolan Coke di India. Selain itu, lingkungan politik di India
juga terbukti penting untuk menempatan kinerja perusahaan. Ketika
ekspansi Coke yang pertama di India, perusahaan tersebut segera pergi
setelah diberi ultimatum oleh pemerintah untuk mmberikan resep dagang
mereka. Namun Coke kembali masuk kembali ke India setelah India
mulai meliberalisasi sistem pemerintahannya. Coke terus memperbesar
expansi produksinya disertai desakan pada pemerintah untuk mengambil
bagian sebanyak lebih dari 49% sebagai bagian saham perusahaan asing.
Di pihak lain Coke menderita kerugian besar dengan adanya masalah
dengan penduduk lokal yang menyebabkan demo hampir di seluruh
bagian India. Sehingga Coke yang saat itu berniat melakukan divestasi,
diberikan penangguhan oleh pemerintah terhadap Penawaran Umum
Perdana (IPO) pada masyarakat India selama 5 tahun. Kerugian Coke
saat itu diberitahukan sebesar Rs 21780 juta dan akan memakan waktu
beberapa tahun bagi perusahaan untuk mengembalikan laba bersihnya.
Permasalahan
Masalah utama yang dihadapi Coke adalah pelaksanaan
malpraktek dalam operasinya yang akhirnya menggerakkan massa untuk
menuntut Coke menutup pabrik pembotolannya. Permasalahan tersebut
berupa eksploitasi perusahaan Coke terhadap sumberdaya air yang
langka di India, pelaksanaan praktek perburuhan yang eksploitatif
(termasuk dugaan keterlibatan dengan organisasi-organisasi paramiliter
dalam penindasan serikat buruh), pencemaran sumberdaya air bawah
tanah akibat pembuangan limbah timbale dan cadmium , serta kasus
kontaminasi pestisida dalam pembotolan perusahaan. Hal yang lebih
mengecewakan masyarakat India adalah, ketika perusahaan Coke
menyatakan bahwa produk mereka yang aman telah diuji menggunakan
standar Eropa, dan tidak melanggar hukum di India. Namun setelah
diteliti melalui laboratorium India, Coke justru ditemukan mengandung
pestisida 24 kali lebih tinggi dari standar Eropa. Hal itu memicu
timbulnya sebuah gerakan besar masyarakat di hampir seluruh bagian
negara India untuk menuntut perusahaan Coke bertanggungjawab atas
tindakannya.
Kesimpulan
Secara umum, Coke’s Company memiliki tantangan bisnis yang
sulit di India. Coke menerapkan prinsip exploitative capilatilsm tanpa
memperhatikan environmentally socialism yang seharusnya
mewajibkan Coke untuk bereaksi terhadap norma-norma Internasional
dan etika bisnis. Coke melaksanakan pembotolan dan model distribusi di
India dengan keberhasilan yang memuaskan tapi di pihak lain merusak
nama merek sendiri. Belajar dari kegagalan tersebut Coke memerlukan
seorang pemimpin yang mampu menghandle permasalahan dan lebih
memperhatikan sistem manajemen mereka. Dengan kata lain,
perusahaan Coke tidak akan profitable dalam operasinya di India, kecuali
jika perusahaan tersebut mampu melakukan perbaikan terhadap citra
merek mereka.
2. Apakah Anda berpikir bahwa coke harus terus tinggal di India?
jika ya, mengapa?
Ya, Coke harus tetap tinggal di India untuk meneruskan usahanya,
karena India merupakan negara yang memiliki populasi besar dan arus
konsumsi per kapita minuman botol hanya untuk satu tahun. Hal ini juga
diungkapkan oleh Bagus Hadiyanto bahwa India terkenal sebagai
kekuatan ekonomi baru di Asia, mempunyai jumlah penduduk yang
sangat besar sehingga pasar potensial bagi para produsen di dunia. Pasar
minuman ringan di India juga merupakan pasar yang masih berkembang
dan mempunyai nilai $3,2 juta dollar atau 45% dari industri makanan dan
minuman di India. Selain itu berdasarkan bacaan selama satu dekade
terakhir, Coke telah sering membuat keuntungan pada biaya pembotolan,
mendorong kenaikan harga secara agresif pada konsentrasi yang
dijualnya mereka. Tapi kemudian pembotolan saat ini harus berjuang
kembali dengan adanya peningkatan secara tajam pada harga Coke
eceran. Sehingga perlu ditekankan agar setiap pabrik pembotolan
diharapkan dapat memenuhi produktivitasnya, pangsa pasar dan volume
penjualan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keadaan perekonomian Kenya semakin terpuruk karena tingkat
pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat. Keadaan ini
semakin memburuk pada tahun 1990. Walaupun Kenya memiliki sumber
daya alam yang potensial baik secara geografis maupun klimatologis,
korupsi, kolusi dan nepotisme yang merajalela menyebabkan stabilitas
perekonomian nasionalnya porak poranda.
Tingkat kemiskinan dan pengangguran yang meningkat, tetap
dapat menyumbang pendapatan nasional Kenya dengan mengandalkan
sektor pertaniannya. Hal itu disebabkan sebagian besar matapencaharian
warganya dari sektor pertanian. Namun seiring dengan berkembangnya
teknologi, sektor pertanian banyak ditinggalkan dan masyarakat beralih
ke sektor industri sehingga masyarakat banyak yang urbanisasi.
Urbanisasi ini awalnya juga didukung pemerintah dengan merubah
sistem fedral dengan sistem demokrasi. Dengan sistem demokrasi ini,
Kenya dipimpin oleh seorang presiden dan hanya ada satu partai. Hal ini
bertujuan untuk merangkul seluruh etnis agar meminimalisasi perbedaan,
menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan.
India adalah salah satu negara yang mengalami masalah
kemiskinan terparah. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah
populasi secara tajam, tekanan terhadap sumberdaya alam, menyebabkan
kemerosotan daya dukung lingkungan dan banyaknya angkatan kerja
yang tidak dapat terserap. Pada awalnya, keadaan ekonomi diindia
didukung secara besar oleh bidang pertaniannya, namun sekarang lahan
pertaniannya telah rusak karena deforestasi, erosi tanah dan bebagai
macam degradasi lainnya. Selain itu, kini banyak barang dan benda
publik yang telah di privatisasi oleh pihak swasta yang menyebabkan
smakin tingginya pengangguran.
Pada sisi kesehatan, tingkat kematian ibu relatif tetap. Hasil survey
memperlihatkan bahwa lebih dari sepertiga wanita pada usia 15-49 tahun
mengalami kekurangan gizi. Kemiskinan yang terjadi memberikan
indikasi pada kesehatan, pengetahuan, pendapatan dan kemerosotan
sosial.
PEMBAHASAN
Setelah melakukan analisis kegiatan ekonomi di Kenya, menurut
kelompok kami Kenya bukan negara tujuan yang baik untuk dalam
melakukan ekspansi bisnis internasional.
Hal ini dapat ditinjau dari kekuatan ekonomi dan sosiokultural dan
kekuatan politiknya.
a) Analisis Ekonomi.
Di dalam bacaan, terdapat beberapa indikator ekonomi yang
penting untuk menggambarkan kondisi perekonomian dari kenya.
· GDP
Pertumbuhan GDP di Kenya pada tahun 1973-1980
senantiasa turun 5% karena terjadi krisis minyak. Tahun 1980-
1985, pertumbuhan GDP sebesar 2,6%, dan semakin terpuruk pada
tahun 1990 karena hanya meningkat sebesar 0,3%. Hal itu
menyebabkan pertumbuhan simpanan dalam negeri dan investasi
sangat lambat. Artinya, perekonomian di Kenya selalu menurun
tiap tahunnya. Dan bagi agen pemasaran, tingkat perumbuhan yang
rendah menunjukkan pasar yang berkembang secara lambat.
· Distribusi pendapatan
kemiskinan semakin meluas di Kenya sehingga
menyebabkan tingginya pengangguran dan ketidakmerataan
distribusi pendapatan di masyarakat.
· GDI dan Tingkat Inflasi
Pada tahun 1997 korupsi semakin meluas. Pinjaman yang
diberikan world bank dan monetary fund dikorupsi. Hal ini
menyebabkan perekonomian semakin merosot, menurunnya
jumlah investor dan kecepatan inflasi semakin tinggi.
· Large Foreign Debt by Government
Tingkat perkembangan industri Kenya menurun, sehingga
pemerintah harus menurunkan pajak untuk mengatasinya. Untuk
menambah simpanan dalam negeri, Kenya harus meminjam ke
western government. Dan untuk membayar utang-utang tersebut,
Kenya meminjam ke bank internasional sebagai bentuk bantuan
luar negeri. Ini mempengaruhi penawaran terhadap uang sehingga
inflasi menjadi tinggi.
Walaupun terlihat indikator positif seperti lambatnya peningkatan
biaya tenaga kerja, namun dampak dari hal ini menyebabkan kondisi
perekonomian Kenya tidak kondusif unruk melakukan bisnis
internasional.
b) Analisis sosiokultural
Kenya memiliki banyak budaya yang dibuktikan dengan
banyaknya suku dan etnik serta pendatang. Hal ini bagus dalam sisi
keanekaragaman, namun hal ini juga menimbulkan dampak negatif,
diantaranya :Dari segi pemasaran beraneka ragam sikap dan nilai
menghambat banyak perusahaan untik menggunakan bauran
pemasaran yang sama disetiap pasar (promosi, iklan, kemasan, dan
sebagainya). Keragaman meningkatkan resiko terciptanya konflik
seperti perang saudara yang terjadi semenjak kemerdekaan.
c) Analisis politik
Pada awalnya kenya menganut sistem federal. Akan tetapi
pemerintah Kenya mengubah sistem ekonominya menjadi demokrasi.
Hal ini karena dengan menganut sistem demokrasi, berbagai etnis
dapat bersatu tanpa mempermasalahkan perbedaan yang ada.
Ketidakstabilan politik di Kenya disebabkan oleh kesenjangan sosial,
perubahan sistem pemerintahan dan perang saudara. Ketidakstabilan
politik ini menyebabkan pemerintah tidak dapat mempertahankan
keuasaanya sendiri dan melakukan perubahan kebijakan yang tiba-tiba
serta tidak dapat diramalkan, sehingga berdampak pada menurunnya
jumlah investor yang ada berusaha di Kenya.
Kelompok kami menempatkan Kenya di continuum of economic
systems di antara Brasil dan India. Hal itu dikarenakan Kenya lebih
memberikan kebebasan yang lebih luas untuk pengusaha dan perusahaan
yang ada dibandingkan India.
Persamaan dari kondisi ekonomi di Kenya dan India yaitu sama-sama
menganut sistem demokrasi.
Perbedaan dari kedua negara tersebut, yaitu negara Kenya belum dapat
menangani masalah-masalah dalam negerinya, tidak sperti India yang
lambat laun mulai memperbaiki sistem perekonomiannya.