86
LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT Gelidium latifolium PADA KULTIVASI MENGGUNAKAN SISTEM INJEKSI DEA FAUZIA LESTARI SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR

KARBOHIDRAT Gelidium latifolium PADA KULTIVASI

MENGGUNAKAN SISTEM INJEKSI

DEA FAUZIA LESTARI

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR

KARBOHIDRAT Gelidium latifolium PADA KULTIVASI

MENGGUNAKAN SISTEM INJEKSI

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, 21 November 2012

DEA FAUZIA LESTARI

C54080013

Page 3: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

SUMMARY

DEA FAUZIA LESTARI. Biomass Growth Rate and Carbohydrate Yield of

Gelidium latifolium on 𝐂𝐎𝟐 Injection of Cultivation System. Supervised by

MUJIZAT KAWAROE and ADRIANI SUNUDDIN.

Macro algae is a potential feedstock for bioethanol energy development.

The species of macro algae are very diverse in nature so that need to explore and

research about biological characteristic, such as biomass growth rate. This

research analyzed the levels of carbohydrate yield and measure the biomass

growth rate of Gelidium latifolium on carbon dioxide (CO2) injection as source of

photosynthesis

The research was conducted at Laboratory of Microbiology, Surfactant

and Bioenergy Research Center (SBRC) of Bogor Agricultural University,

Baranangsiang, on February until July 2012. Macro algae Gelidium latifolium is

taken from Ujung Kulon, Banten. Experimental design used is Randomized Block

Design (RBD) and Duncan Test with some treatments, namely control, P1

injection of 2.000 cc (200 cc x 10 minutes per 3 days) and aeration, P2 injection

of 3.000 cc (200 cc x 15 minutes per 3 days) and aeration, P3 injection of 2.000 cc

(200 cc x 10 minutes per 3 days) without aeration, and P4 injection of 3.000 cc

(200 cc x 15 minutes per 3 days) without aeration. Initial weight of the Gelidium

latifolium cultivation samples are similar, 3 grams and time of cultivation is 42

days.

The results showed that the highest average wet weight at the end of

cultivation is P2 (4.16 ± 0.14 gram), P1 (4.03 ± 0.12 gram), P3 (0.23 ± 3.66

gram), control (3.54 ± 0.06 gram), and P4 (40.23 ± 3.26 gram). The daily growth

rate value of Gelidium latifolium during study ranged from 0.02 to 1.06%. The

highest daily growth rate of all treatments occurred in P2 is 1.06 ± 0.14% at 4th

week, while the lowest daily growth rate of all treatments occurred in P4 is 0.02 ±

0.85% in the 2nd

week . The weight of P4 treatment macro algae decreased

drastically in the 2nd

week caused by fungi that grow around the thallus. The

different treatments make significant effect on the growth rate of Gelidium

latifolium, so need a test to determine effect of treatments to growth rate at 95%

confidence interval. Carbohydrate yield before cultivation is 18.23%, while after

cultivation for control carbohydrate yield is 19.40%, P1 is 20.40%, P2 is 19.40%,

P3 is 16.87%, and P4 is 16.40% .

Page 4: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

RINGKASAN

DEA FAUZIA LESTARI. Laju Pertumbuhan Biomassa dan Uji Kadar

Karbohidrat Gelidium latifolium pada Kultivasi Menggunakan Sistem Injeksi

. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan ADRIANI SUNUDDIN.

Makroalga merupakan bahan baku potensial untuk mengembangkan energi

bioetanol. Jenis makroalga sangat beragam di alam sehingga perlu dilakukan

eksplorasi dan penelitian untuk mengetahui karakteristik biologi dasar, seperti laju

pertumbuhan biomassa. Penelitian yang dilakukan adalah pengujian kadar

karbohidrat dan pengukuran laju pertumbuhan Gelidium latifolium pada kultivasi

menggunakan injeksi karbondioksida ( ) sebagai bahan fotosintesis dan

reduksi karbon di atmosfer.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikroalga Surfactant and

Bioenergy Research Center (SBRC) kampus Institut Pertanian Bogor, Baranang

Siang, Bogor pada bulan Februari sampai dengan Juli 2012. Makroalga yang

digunakan adalah Gelidium latifolium yang diambil dari perairan Ujung Kulon,

Banten.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) dan Uji Lanjut Duncan dengan beberapa perlakuan, yaitu kontrol, P1

injeksi sebanyak 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi, P2

injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan aerasi, P3

injeksi sebanyak 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi, dan P4

injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi. Bobot

awal dari sampel Gelidium latifolium yang dikultivasi diseragamkan yaitu seberat

3 gram dan waktu kultivasi selama 42 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot basah rata-rata di akhir

kultivasi yang dari paling tinggi adalah pada P2 sebesar 4,16±0,14 gram, P1

sebesar 4,03±0,12 gram, P3 sebesar 3,66±0,23 gram, kontrol sebesar 3,54±0,06

gram, dan P4 sebesar 3,26±0,23 gram Besarnya nilai laju pertumbuhan harian

Gelidium latifolium selama penelitian berkisar antara 0,02-1,06%. Laju

pertumbuhan harian tertinggi dari semua perlakuan terjadi pada P2 yaitu

1,06±0,14% di minggu ke-4, sedangkan laju pertumbuhan harian terendah dari

semua perlakuan terjadi pada P4 yaitu 0,02±0,85% di minggu ke-2. Besarnya

nilai bobot makroalga perlakuan P4 mengalami penurunan drastis pada miggu ke-

2 yang disebabkan oleh fungi yang tumbuh di sekitar thallus. Pemberian

berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan Gelidium latifolium, sehingga

dilakukan uji lanjut untuk menentukan perlakuan berbeda nyata terhadap laju

pertumbuhannya pada selang kepercayaan 95%. Besar kadar karbohidrat sebelum

kultivasi adalah 18,23%, setelah kultivasi kadar karbohidrat kontrol sebesar

19,40%, P1 sebesar 20,40%, P2 sebesar 19,40%, P3 sebesar 16,87%, dan P4

sebesar 16,40%.

Page 5: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 6: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR

KARBOHIDRAT Gelidium latifolium PADA KULTIVASI

MENGGUNAKAN SISTEM INJEKSI

DEA FAUZIA LESTARI

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 7: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

SKRIPSI

Judul Penelitian : LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI

KADAR KARBOHIDRAT Gelidium latifolium PADA

KULTIVASI MENGGUNAKAN SISTEM INJEKSI

Nama Mahasiswa : Dea Fauzia Lestari

NIM : C54080013

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

.

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si.

NIP. 19651213 199403 2 002

Dosen Pembimbing II

Adriani Sunuddin, S.Pi. M.Si.

NIP. 19790206 200604 2 013

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc.

NIP. 19640801 198903 1 001

Tanggal Sidang : 21 November 2012

Page 8: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Laju

Pertumbuhan Biomassa dan Uji Kadar Karbohidrat Gelidium latifolium

pada Kultivasi Menggunakan Sistem Injeksi ”. Penelitian ini merupakan

tugas akhir yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan banyak terima kepada seluruh pihak yang telah

membantu dalam proses penyelesaian Skripsi ini, yaitu :

1. Ibunda dan ayahanda tercinta atas kasih sayang, doa, dukungan, nasihat,

kesabaran, serta bantuannya baik moril maupun materil.

2. Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. dan Adriani Sunuddin, S.Pi. M.Si. selaku

dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan

motivasi kepada Penulis.

3. Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukan kepada Penulis.

4. Staff Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), yaitu Mba

Dahlia, Mba Dina, Bang Ito, Mba Tyas, Syarif, Mba Indah, dan Mba Neli

yang memberikan arahan dan pendapat saat melakukan proses penelitian.

5. Rizky Rahadikha dan teman seperjuangan SBRC tim yang selalu

memberikan semangat serta bantuan dalam suka duka penelitian yaitu

Adit, Hary, Anma, Rizky, Yuni, Inggit, Raka, Dodi, Mia, Ian, dll.

Page 9: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

6. Teman-teman Perwira 42 serta teman-teman ITK 45 yang senantiasa

membantu dan memberikan semangat dalam penelitian dan proses

penulisan Skripsi ini.

Kesempurnaan Skripsi ini tidak terlepas dari saran dan kritik yang

membangun dari semua pihak. Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna

untuk semua pihak.

Bogor, 21 November 2012

Dea Fauzia Lestari

Page 10: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ...........................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iv

DAFTAR TABEL ...........................................................................................v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................vi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................vii

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1

1.2 Tujuan ...................................................................................................2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makroalga .............................................................................................3

2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Gelidium latifolium ..................................4

2.3 Laju Pertumbuhan Makroalga ................................................................5

2.4 Metode Budidaya ..................................................................................7

2.5 Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Makroalga ..............................8

2.4.1 Suhu ..........................................................................................8

2.4.2 Salinitas .....................................................................................9

2.4.3 Nutrien ......................................................................................9

2.2.4 Keasaman (pH) ..........................................................................10

2.2.5 Oksigen terlarut (DO) ................................................................10

2.2.6 Kecerahan dan cahaya ................................................................10

2.2.7 Hama dan penyakit ....................................................................11

2.5 Siklus Karbondioksida ...........................................................................11

2.6 Kegunaan Makroalga .............................................................................13

2.7 Karbohidrat ...........................................................................................14

2.8 Produksi Bioetanol dan Hidrolisis .........................................................15

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................18

3.2 Alat dan Bahan .....................................................................................18

3.3 Metode Penelitian .................................................................................22

3.3.1 Persiapan media kultivasi dan bibit ..............................................22

3.3.2 Kultivasi dengan sistem injeksi ............................................24

Page 11: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

3.3.3 Analisis kandungan ...............................................................27

3.3.4 Pengukuran parameter kualitas air ...............................................30

3.3.5 Pengukuran laju pertumbuhan biomassa ......................................30

3.4 Uji Kadar Karbohidrat ..........................................................................31

3.5 Analisis Data ........................................................................................31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bobot Basah Gelidium latifolium ..........................................................34

4.2 Laju Pertumbuhan Gelidium latifolium .................................................37

4.3 Pemanfaatan Karbondioksida pada Kultivasi Gelidium latifolium .........42

4.4 Kualitas Air ..........................................................................................48

4.5 Isolasi Fungi Penghambat Pertumbuhan ...............................................52

4.6 Kadar Karbohidrat Gelidium latifolium .................................................54

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ..........................................................................................57

5.2 Saran ....................................................................................................57

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................58

LAMPIRAN ..................................................................................................61

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................72

Page 12: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Alat-alat uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium ……......................... 18

2. Alat-alat penelitian laju pertumbuhan Gelidium latifolium ....................... 19

3. Bahan-bahan uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium ........................... 21

4. Bahan-bahan penelitian laju pertumbuhan Gelidium latifolium ................ 21

5. Konsentrasi dan massa nutrien untuk kultivasi Gelidium latifolium ......... 25

6. Persamaan regresi linear laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium ... 39

7. Kadar karbohidrat Gelidium latifolium sebelum dan sesudah kultivasi .... 55

Page 13: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Makroalga Gelidium latifolium .................................................................... 4

2. Hubungan antara dengan pH ................................................................12

3. Alat penelitian .............................................................................................20

4. Bahan penelitian ..........................................................................................22

5. Akuarium dan bibit Gelidium latifolium ......................................................24

6. Kultivasi Gelidium latifolium dengan injeksi .........................................26

7. Metode pengukuran terlarut .................................................................27

8. Bagian-bagian Orsat Apparatus ..................................................................28

9. Proses uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium .........................................31

10. Bobot basah rata-rata akhir kultivasi Gelidium latifolium ............................34

11. Selisih pertambahan bobot basah rata-rata Gelidium latifolium .....................36

12. Laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium .............................................38

13. Laju pertumbuhan relatif Gelidium latifolium ..............................................41

14. Input pada kultivasi Gelidium latifolium ..............................................43

15. Jumlah terlarut harian pada kultivasi Gelidium latifolium .....................44

16. Jumlah total terlarut pada kultivasi Gelidium latifolium .........................45

17. Sisa hasil pengukuran Orsat Apparatus ................................................47

18. Parameter suhu air selama kultivasi Gelidium latifolium ..............................48

19. Parameter salinitas air selama kultivasi Gelidium latifolium ........................49

20. Parameter keasaman air selama kultivasi Gelidium latifolium ......................51

21. Makroalga yang terserang fungi ..................................................................52

22. Rhizopus sp. ................................................................................................52

Page 14: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data bobot basah kultivasi Gelidium latifolium ...................................... . 62

2. Data bobot basah rata-rata kultivasi Gelidium latifolium ......................... . 63

3. Data selisih bobot basah rata-rata kultivasi Gelidium latifolium .............. . 63

4. Data laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium ................................. 63

5. Data laju pertumbuhan relatif Gelidium latifolium .................................. 64

6. Jumlah terlarut pada kultivasi Gelidium latifolium ........................... 64

7. Jumlah sisa pada kultivasi Gelidium latifolium ................................. 65

8. Analisis statistik laju pertumbuhan Gelidium latifolium .......................... 65

9. Contoh perhitungan kadar karbohidrat .................................................... 66

10. Kualitas air selama kultivasi Gelidium latifolium .................................... 68

11. Foto-foto selama penelitian .................................................................... 70

Page 15: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya makroalga yang beragam dan wilayah

pesisir yang luas. Luasnya lahan menjadi pendukung untuk dilakukannya

eksplorasi dan pemanfaatan makroalga sebagai bahan baku bioetanol. Salah satu

makroalga yang potensial adalah Kelas Gelidian. Spesies Gelidium sp. memiliki

kandungan agar 26,5%. Presentasi ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan

rata-rata kadar agarofit yang pernah dilaporkan sebelumnya yaitu 15-40%

(Rasyid et al., 1999). Namun makroalga jenis ini belum banyak dibudidayakan

dan kebanyakan diambil secara langsung dari alam.

Makroalga mengonversi energi dari cahaya matahari melaui proses

fotosintesis. Proses fotosintesis memerlukan molekul karbondioksida ( ) dari

atmosfer dan hidrogen dipisahkan dari air untuk membangun karbohidrat.

Makroalga dapat mereduksi yang menyebabkan peningkatan suhu bumi

sehingga baik untuk dibudidayakan. Karbohidrat yang terkandung pada

makroalga memiliki kandungan lebih tinggi daripada lemaknya. Menurut Jeong

dan Park (2009), kandungan gula lebih mudah untuk dikonversi ke dalam bentuk

biofuel dan kimia. Hal ini memungkinkan peluang untuk menjadikan makroalga

sebagai bahan dari energi alternatif biofuel.

Kegiatan eksplorasi ini bisa memanfaatkan gas buangan untuk

kultivasi makroalga yang potensial penghasil bioetanol. Sehingga didapat dua

keuntungan yaitu mereduksi kandungan yang di atmosfer dan menghasilkan

bahan baku yang bisa diproduksi menjadi bioetanol. Jeong dan Park (2009)

menyatakan bahwa absorbsi oleh biomassa laut adalah sebesar 36,8 ton/ha

Page 16: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

2

yang besarnya lima kali lebih banyak dari biomassa tumbuhan di darat. Menurut

Aresta et al. (2005) biomassa yang dihasilkan dari fotosintesis tanaman akuatik

lebih efisien dan tinggi dibandingkan dengan tanaman terestrial yaitu rata-rata

sebesar 1,8-2,2%. Biomassa yang dihasilkan dari fotosintesis tanaman akuatik

rata-rata sebesar 8%.

Penelitian ini melihat laju pertumbuhan biomassa dari Gelidium latifolium

pada sistem yang diinjeksikan dengan kadar yang berbeda-beda. Selain

melihat laju pertumbuhan Gelidium latifolium, dilakukan perhitungan jumlah

yang digunakan dalam proses kultivasi sehingga bisa diketahui jumlah gas

tersebut dalam proses kultivasi serta kandungan karbohidrat sebelum dan sesudah

kultivasi.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menguji kadar karbohidrat Gelidium latifolium sebelum dan sesudah kultivasi;

2. Menganalisis laju pertumbuhan biomassa Gelidium latifolium selama kultivasi

menggunakan sistem injeksi ;

3. Menganalisis penggunaan konsentrasi gas yang digunakan selama proses

kultivasi pada perlakuan yang berbeda.

Page 17: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makroalga

Makroalga merupakan ganggang yang tidak mempunyai batang, daun, dan

akar sejati. Tubuhnya menyerupai batang yang disebut dengan thallus dan

hidupnya menempel pada substrat, seperti karang, lumpur, pasir, batu, dan benda

keras lainnya (Anggadiredja et al., 2006). Bentuk thallus pada makroalga

bermacam-macam antara lain ada yang berbentuk pipih, tabung, bulat, dan

sebagainya. Pigmen yang terdapat pada thallus juga bermacam-macam sehingga

dapat digunakan dalam membedakan berbagai kelas makroalga, yaitu

Chloropyceae, Phaeophyceae, Rhodophyceae, dan Cyanophceae. Pigmen yang

menentukan warna ini adalah klorofil, karoten, phycoerythin, dan phycocyanin

merupakan pigmen utama di samping pigmen lainnya (Aslan, 1998).

Alga merah atau Rhodophyceae merupakan alga yang memiliki pigmen

fikobilin yang terdiri dari phycoerythin (berwarna merah) serta phycocyanin

(berwarna biru). Alga merah ini bersifat adaptasi kromatik yaitu memiliki

penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan dan

dapat menimbulkan berbagai warna pada thallus. Jenis ekonomis dari divisi ini

adalah Gracilaria spp., Gelidium spp., Euchema spp., Hypnea spp., Gigartina

spp., dan Rhodymena spp. Alga cokelat dengan nama lain Phaeopyceae

merupakan alga yang memiliki pigmen klorofil a dan c, beta karoten, violasantin

dan fikosantin. Jenis ekonomis pada divisi ini adalah Sargassum spp.,

Hormophysa spp., dan Turbinaria spp. Alga hijau atau Chlorophyceae

merupakan alga yang memiliki pigmen berupa klorofil a dan b, beta, gamma,

karoten,dan santhofil. Alga ini pada umumnya berwarna hijau dan jenis yang

Page 18: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

4

benilai ekonomis pada divisi ini adalah Ulva spp. dan Enteromorpha spp. (Aslan,

1998).

2.2 Klasifikasi dan Karakteristik Gelidium latifolium

Makroalga yang digunakan dalam penelitian adalah jenis Gelidium

latifolium, tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Makroalga Gelidium latifolium

Sumber: Dokumentasi pribadi

Dirujuk dari Hatta et al. (2001), taksonomi Gelidium latifolium adalah

sebagai berikut:

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gelidiales

Family : Gelidiaceae

Genus : Gelidium

Species : Gelidium latifolium (Bornet ex Hauck, 1883)

Page 19: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

5

Menurut Aslan (1998) ciri-ciri Gelidium sp. adalah memiliki ukuran kecil,

panjang ± 20 cm, dan lebar 1,5 mm. Batang utama tegak dengan percabangan

biasanya menyirip. Thallus berwarna kemerahan, coklat, dan hijau kecoklatan.

Organ reproduksinya berukuran mikroskopis.

Lebih dari seratus jenis makroalga telah dimasukkan dalam Genus

Gelidium yang tersebar di seluruh dunia dan 11 jenis diantaranya terdistribusi di

perairan Indonesia. Nama Gelidium berbeda-beda di setiap daerah misalnya

kades dan intip kembang karang (Jawa Barat), bulung merak dan bulung ayam

(Bali), serta sayur laut (Ambon). Gelidium sp. memiliki kandungan agar

berkualitas baik dan potensial dijadikan sebagai bahan baku industri farmasi,

kosmetik, dan makanan. Selain itu, diolah menjadi bioetanol dan bahan baku pulp

atau kertas karena kualitas seratnya yang sangat baik. Kandungan agar-agarnya

berkisar antara 12-48% tergantung jenisnya (Aslan, 1988).

2.3 Laju Pertumbuhan Makroalga

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran suatu organisme dapat berupa berat

atau panjang dalam waktu tertentu. Pertumbuhan makroalga sangat dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang

berpengaruh antara lain jenis, galur, bagian thallus, dan umur. Faktor eksternal

yang berpengaruh antara lain keadaan fisik dan kimiawi perairan. Selain itu,

faktor lain yang sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan makroalga yaitu

pengelolaan yang dilakukan oleh manusia (Syahputra, 2005).

Pertumbuhan juga merupakan salah satu aspek biologi yang harus

diperhatikan. Ukuran bibit makroalga yang ditanam sangat berpengaruh terhadap

Page 20: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

6

laju pertumbuhan dan bibit thallus yang berasal dari bagian ujung akan

memberikan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit thallus dari

bagian pangkal. Menurut Puslitbangkan (1991), laju pertumbuhan makroalga

yang dianggap cukup menguntungkan adalah di atas 3% pertambahan berat per

hari. Makroalga merupakan organisme laut yang memiliki syarat-syarat

lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai

kondisi lingkungan perairan dengan areal yang akan dibudidayakan akan semakin

baik pertumbuhannya dan juga hasil yang diperoleh (Syahputra, 2005).

Soegiarto et al. (1978) menyatakan bahwa laju pertumbuhan makroalga

berkisar antara 2-3% per hari. Percobaan yang dilakukannya menggunakan rak

terapung pada tiga lapisan kedalaman berbeda menunjukkan bahwa posisi yang

lebih dekat dengan permukaan (30 cm) tumbuh lebih baik daripada lapisan

kedalaman di bawahnya karena cahaya matahari merupakan faktor penting untuk

pertumbuhan makroalga. Pada kedalaman tidak terjangkau cahaya matahari,

maka makroalga tidak dapat tumbuh. Demikian pula iklim, letak geografis dan

faktor oseanografi menentukan pertumbuhannya. Pertumbuhan makroalga

dikategorikan sebagai pertumbuhan somatik dan pertumbuhan fisiologis.

Pertumbuhan somatik merupakan pertumbuhan yang diukur berdasarkan

pertambahan berat dan panjang thallus, sedangkan pertumbuhan fisiologis dilihat

berdasarkan aspek reproduksi dan kandungan koloidnya.

Page 21: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

7

2.4 Metode Budidaya

Menurut Aslan (1998), secara umum di Indonesia budidaya makroalga

dilakukan dalam tiga metode penanaman berdasarkan posisi tanaman terhadap

dasar perairan. Ketiga metode tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Metode dasar (bottom method)

Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan mengikat bibit tanaman

yang telah dipotong pada karang atau balok semen kemudian disebar pada

dasar perairan. Metode dasar merupakan metode pembudidayaan

makroalga dengan menggunakan bibit dengan berat tertentu.

b. Metode lepas dasar (off-bottom method)

Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir,

sehingga mudah untuk menancapkan pancang. Metode ini sulit dilakukan

pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali rafia yang

kemudian diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada pokok kayu

atau bambu. Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang akan dilakukan

berkisar antara 20-30 cm. Bibit yang akan ditanam berukuran 100-150

gram, dengan jarak tanam 20-25 cm. Penanaman dapat pula dilakukan

dengan jaring yang berukuran 2,5x5 m² dengan lebar mata jaring 25-30 cm

dan direntangkan pada patok kemudian bibit rumput laut diikatkan pada

simpul-simpulnya.

c. Metode apung (floating method/longline)

Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar yang berkarang dan

pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Penanaman menggunakan

rakit-rakit dari bambu dengan ukuran tiap rakit bervariasi tergantung dari

Page 22: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

8

ketersediaan material, umumnya 2,5x5 m² untuk memudahkan

pemeliharaan.

Aslan (1998) menyatakan pemanenan makroalga dilakukan bila telah

mencapai bobot empat kali dari bobot awalnya yaitu dalam lama pemeliharaan

sekitar 1,5-4 bulan. Indriani dan Sumiarsih (1999) menyatakan makroalga bisa

dipanen dalam waktu tanam 6-8 minggu. Menurut Kadi dan Atmadja (1988)

pemanenan makroalga dapat dilakukan setelah 1-3 bulan.

2.5 Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Makroalga

Beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dari makroalga

diantaranya sebagai berikut:

2.4.1 Temperatur

Temperatur merupakan faktor yang amat penting bagi kehidupan

organisme di lautan, karena temperatur memengaruhi aktivitas metabolisme

ataupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut (Hutabarat dan

Evans, 2008). Toleransi temperatur dianggap sebagai faktor penting dalam

menjelaskan biogeografi makroalga. Kenaikan temperatur yang tinggi

mengakibatkan thallus menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan

makroalga tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, temperatur perairan

yang baik untuk budidaya makroalga adalah 20-28 °C dengan fluktuasi harian

maksimum 4 °C (Puslitbangkan, 1991). Temperatur merupakan faktor sekunder

bagi kehidupan makroalga dan fluktuasi yang tinggi akan menghindarkan proses

water mixing pertumbuhan dan reproduksi.

Page 23: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

9

Menurut Luning (1990) makroalga mempunyai temperatur kisaran spesifik

karena adanya enzim pada tubuhnya. Di daerah tropis makroalga masih dapat

tumbuh pada kisaran temperatur 20-30 ⁰C dan hidup optimal pada 28 ⁰C.

2.4.2 Salinitas

Makroalga tumbuh dengan baik pada salinitas yang tinggi. Penurunan

salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan makroalga

menjadi tidak normal. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya makroalga

adalah salinitas pada kisaran 28-34 ppt (Zatnika dan Angkasa, 1994). Menurut

Dawes (1981) kisaran salinitas yang baik untuk budidaya makroalga berkisar 30-

35 ppt. Soegiarto et al. (1978) pun menuturkan bahwa salinitas yang cocok untuk

budidaya makroalga adalah 32-35 ppt.

2.4.3 Nutrien

Unsur hara atau nutrien berperan untuk pertumbuhan, terdiri dari mikro

nutrien dan makro nutrien. Mikro nutrien merupakan unsur hara yang diperlukan

dalam jumlah yang sedikit sedangkan makro nutrien merupakan unsur hara yang

diperlukan dalam jumlah yang banyak. Unsur Nitrogen dan Fosfor merupakan

makro nutrien yang menjadi pembatas pertumbuhan dan perkembangan

makroalga. Nitrogen diserap dalam bentuk Nitrat dan unsut Fosfor diserap dalam

bentuk Fosfat (Nybakken, 1988).

Menurut Indriani dan Sumiarsih (1999) penyerapan unsur hara oleh

makroalga dilakukan oleh seluruh bagian thallus. Akan tetepi harus waspada

terhadap unsur-unsur berbahaya seperti Pb dan Hg karena dapat diserap oleh

makroalga yang dapat membahayakan bila dikonsumsi oleh manusia.

Page 24: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

10

2.4.4 Derajat keasaman (pH)

Makroalga cenderung membutuhkan pH yang basa untuk

pertumbuhannya. Derajat keasaman yang ideal untuk pertumbuhan makroalga

yaitu 8-9. Apabila perairan terlalu asam maupun basa maka akan menghambat

pertumbuhan makroalga (Puslitbangkan, 1991). Menurut Zatnika dan Angkasa

(1994) derajat derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan makroalga adalah

7-9 dengan kisaran derajat derajat keasaman optimum sebesar 7,3-8,2.

2.4.5 Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut (DO) umumnya banyak dijumpai di lapisan permukaan

karena proses difusi dan fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Oksigen

terlarut penting dalam mempengaruhi kesetimbangan kimia air laut dan

mempengaruhi kehidupan organisme laut. Baku mutu DO untuk makroalga adalah

lebih dari 5 mg/L (Soegiarto et al., 1978).

2.4.6 Kecerahan dan Cahaya

Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus

lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan penting

karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang tinggi

bagi makroalga untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang

terbatas pada daerah yang masih menerima cahaya matahari (Hutabarat dan

Evans, 2008).

Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan perairan terdiri atas cahaya

langsung yang berasal dari matahari dan cahaya yang disebarkan oleh awan.

Pigmen klorofil menyerap cahaya biru dan merah, karoten menyerap cahaya biru

Page 25: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

11

dan hijau, fikoeretin menyerap cahaya hijau, dan fikosianin menyerap cahaya

kuning (Cole, 1988).

2.4.7 Hama dan Penyakit

Penyakit yang menyerang makroalga dapat menyebabkan penurunan

kualitas baik secara anatomi maupun struktur bagian dalam thallus makroalga,

gejala ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna dan bentuk sehingga laju

pertumbuhan makroalga menurun. Ciri-ciri makroalga yang terkena penyakit ais-

ais ditandai dengan timbulnya bintik-bintik pada bagian thallus yang dapat

mengakibatkan thallus menjadi patah apabila dibiarkan dalam waktu relatif lama.

Penyebab timbulnya penyakit ini adalah karena adanya mikroba yang menyerang

makroalga yang lemah. Penyakit ais-ais biasanya menyerang 11 makroalga jenis

Eucheuma spp. Gejala yang dapat dilihat adalah perubahan warna menjadi pucat

dan pada beberapa thallus menjadi putih dan akhirnya membusuk (Direktorat

Jenderal Perikanan Budidaya, 2004).

Penyakit white spot merupakan penyakit yang menyerang makroalga jenis

Laminaria japonica di Cina. Penyakit ini menimbulkan gejala terjadinya

perubahan warna thallus dari coklat kekuningan menjadi putih kemudian

menyebar keseluruh thallus dan bagian makroalga membusuk dan rontok

(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2004).

2.5 Siklus Karbondioksida

Pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi) oleh

kendaraan bermotor dan kegiatan industri meningkatkan kadar di atmosfer.

Karbondioksida merupakan salah satu gas yang memiliki efek rumah kaca (green

Page 26: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

12

house effect) yaitu gas yang menyerap panas yang dilepaskan oleh cahaya

matahari. Oleh karena itu, peningkatan kadar berkorelasi positif dengan

peningkatan temperatur bumi yang biasa disebut dengan pemanasan global

(Effendi, 2003).

Meskipun persentasi di atmosfer relatif kecil tetapi keberadaannya di

perairan relatif tinggi karena memiliki kelarutan yang tinggi (Jeffries dan

Mills,1996). Karbondioksida yang terdapat di atmosfer larut ke dalam badan air

akan menghasilkan asam karbonat (Cole et al., 1988).

Cole et al. (1988) juga mengemukakan bahwa keberadaan di perairan

terdapat dalam bentuk gas karbondioksida bebas ( ), ion bikarbonat ( ),

ion karbonat ( ), dan asam karbonat ( ). Proporsi dari keempat bentuk

karbon tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara dengan pH (Willoughby, 1978)

Karbondioksida yang terlarut di dalam air membentuk beberapa

kesetimbangan yang secara terperinci ditunjukkan dalam persamaan

kesetimbangan karbondioksida (Mackereth et al., 1989):

Page 27: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

13

(gas) (aq) ……………………... (1)

+ O ……………………… (2)

+ ……………………… (3)

H + ……………………… (4)

+ ……………………… (5)

O + ……………………… (6)

Kelarutan dalam air dipengaruhi oleh temperatur. Proses fotosintesis

di perairan dapat memanfaatkan ataupun ion bikarbonat sebagai sumber

karbon (Jeffries dan Mills,1996). Namun tumbuhan akuatik misalnya alga lebih

menyukai sebagai sumber karbonnya dibandingkan ion bikarbonat dan

karbonat. Bikarbonat sebenarnya dapat digunakan sebagai sumber karbon tetapi

di dalam kloroplas bikarbonat harus dikonversi terlebih dahulu menjadi

dengan bantuan enzim karbonik anhidrase (Boney, 1989).

2.6 Kegunaan Makroalga

Makroalga dimanfaatkan secara luas baik dalam raw material maupun

dalam bentuk hasil olahan. Di Indonesia makroalga digunakan sebagai lalapan,

obat, manisan, dan sayuran. Sedangkan di Jepang digunakan sebagai sayuran,

minuman teh, dan campuran pada nasi. Selain itu, pemanfaatan makroalga adalah

sebagai pupuk, makanan ternak, dan sumber energi (Atmadja et al., 1996).

Salah satu hasil olahan makroalga yang paling potensial dan bernilai

ekonomi adalah polisakarida. Polisakarida yang sangat komersil dari alga yaitu

agar, karaginan, dan alginat. Agar merupakan senyawa polisakarida yang

Page 28: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

14

memiliki sifat-sifat koloid sehingga banyak dimanfaatkan untuk formulasi

berbagai produk. Polisakarida agar dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah

diantaranya Gracilaria sp. dan Gelidium sp. (Rachmaniar, 1996b).

Menurut John (2010) beberapa spesies alga dengan kandungan pati yang

tinggi dapat dijadikan etanol. Perusahaan penerbangan dan minyak telah mulai

menginvestasikan modalnya untuk mengembangkan biofuel dari alga misalnya

US Air Force dan Federal Aviation Administration.

2.7 Karbohidrat

Karbohidrat adalah biomolekul yang sangat melimpah di bumi.

Fotosintesis mengonversi lebih dari 100 miliar metrik dan O menjadi

selulosa dan produk tanaman lainnya. Karbohidrat (gula dan pati) adalah

makanan pokok di sebagian besar dunia. Polimer karbohidrat tidak berfungsi

sebagai struktural serta pelindung elemen dalam dinding sel bakteri, tanaman,

dan dalam jaringan ikat hewan. Ada tiga kelas ukuran utama karbohidrat, yaitu

monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Kata "sakarida" berasal dari

bahasa Yunani sakaron, yang berarti "gula" (Nelson dan Cox, 2004).

Monosakarida atau gula sederhana, terdiri dari aldehida polihidroksi

tunggal atau keton unit. Monosakarida yang paling melimpah di alam adalah gula

enam-karbon D-glukosa, kadang-kadang disebut sebagai dekstrosa. Monosakarida

dengan rantai lebih dari empat karbon cenderung memiliki struktur siklik.

Oligosakarida terdiri dari rantai pendek monosakarida atau residu bergabung

dengan karakteristik hubungan yang disebut ikatan glikosidik. Secara umum

monosakarida dan disakarida memiliki nama berakhir dengan akhiran "-ose"

Page 29: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

15

(Nelson dan Cox, 2004). Polisakarida adalah gula yang mengandung polimer

lebih dari 20 unit dan beberapa memiliki ratusan atau ribuan unit. Beberapa

polisakarida seperti selulosa adalah rantai linear sedangkan glikogen adalah rantai

bercabang. Keduanya terdiri dari unit berulang D-glukosa, tetapi berbeda dalam

jenis glikosidik dan akibatnya memiliki sifat yang sangat berbeda dan peran

biologis (Nelson dan Cox, 2004).

2.8 Produksi Bioetanol dan Hidrolisis

Proses produksi blue-etanol dari makroalga dilakukan melalui beberapa

tahapan, yaitu hidrolisis, fermentasi, dan pemurnian. Hidrolisis dilakukan

menggunakan asam kuat dengan pemanasan 100 ⁰C selama 3 jam atau

menggunakan enzim selulase. Tujuannya adalah untuk memisahkan polisakarida

dari biomassa makroalga. Selanjutnya adalah fermentasi hasil hidrolisis

makroalga menjadi etanol menggunakan bantuan mikroorganisme.

Mikroorganisme yang biasa digunakan untuk fermentasi adalah Saccharomyces

cerevisiae, Streptococcus cremoris, dan Lactobacillus pentoacetius pada kondisi

anaerob, karena pada kondisi aerob akan menjadikan mikroorganisme

berkembang baik tetapi pembentukan etanolnya sedikit. Tahap terakhir adalah

pemurnian etanol agar kandungan hasil fermentasi sesuai dengan yang diharapkan

dan bisa digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil (Iryani et al., 2009).

Hidrolisis adalah reaksi kimia yang memecah molekul air ( O) menjadi

kation hidrogen ( ) dan anion hidroksida ( ) melalui suatu proses kimia.

Proses ini biasanya digunakan untuk memecah polimer tertentu, contohnya

polimer organik yang memiliki rantai karbon. Ada tiga metode hidrolisis yang

Page 30: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

16

biasa digunakan, yaitu hidrolisis asam encer (dilute acid hydrolysis), hidrolisis

asam pekat (concentrated acid hydrolisis), dan hidrolisis enzim (enzyme

hydrolysis). Hidrolisis selulosa menjadi gula sederhana dapat dilakukan

menggunakan tiga metode di atas. Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses

hidrolisis secara enzimatis lebih menguntungkan daripada menggunakan asam

yaitu mencegah terjadinya korosi, proses dapat berlangsung pada kondisi mild

(pH 4,8 dan temperatur 500 °C) dan rendemen lebih tinggi (Duff dan Murray,

1996).

Menurut Speight (2002) hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus

hidroksil atau oleh suatu senyawa. Gugus dapat diperoleh dari

senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis

asam, hidrolisis basa, dan hidrolisis enzim. Hidrolisis murni adalah hidrolisis

yang menggunakan air saja sebagai penghidrolisis. Beberapa macam senyawa

yang dapat dihidrolisis secara langsung dengan menggunakan air saja, antara lain

halida asam dan asam anhidrid. Hidrolisis dengan asam ini mula-mula diamati

oleh Kirchoff dengan mengamati hidrolisis pati dengan adanya asam-asam

mineral dan terjadi suatu transformasi bahan pati menjadi glukosa. Jenis asam

yang banyak digunakan antara lain asam klorida, asam sulfat, asam oksalat, dan

asam benzena sulfonat. Asam berfungsi sebagai katalisator yaitu untuk

mempercepat terjadinya proses hidrolisis. Hidrolisis alkali adalah hidrolisis

menggunakan larutan alkali encer seperti larutan asam. Larutan alkali encer

hanya bersifat sebagai katalisator saja. Larutan alkali pekat yang diberikan dalam

jumlah cukup bertujuan untuk mengikat asam yang terbentuk. Hidrolisis enzim

adalah hidrolisis dengan menggunakan zat enzim yang dihasilkan oleh

Page 31: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

17

mikroorganisme. Contoh hidrolisis enzim yaitu proses hidrolisis reaksi pembuatan

alkohol. Pada reaksi hidrolisis ini air akan menyerang komponen karbohidrat atau

hemiselulosa sehingga pecah menjadi gula yang lebih sederhana seperti glukosa,

galaktosa, dan mannose.

Reaksinya : ( )n + n O n

Hidrolisis polisakarida menjadi glukosa berlangsung sangat lambat,

sehingga dalam reaksinya membutuhkan katalisator untuk mempercepat

terjadinya proses hidrolisis. Katalisator yang biasa digunakan adalah asam atau

enzim. Asam yang digunakan dalam proses hidrolisis adalah asam-asam organik,

tapi yang paling banyak digunakan adalah asam sulfat atau asam klorida (Speight,

2002).

Page 32: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

18

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Juli 2012. Waktu

pemeliharaan Gelidium latifolium berlangsung dari bulan Juni sampai Juli 2012.

Kegiatan penelitian meliputi tahap persiapan media kultivasi dan bibit makroalga,

kultivasi menggunakan injeksi , pengukuran kualitas air, pengamatan

pertumbuhan makroalga, dan uji kadar karbohidrat sebelum serta setelah kultivasi.

Rangkaian penelitian dilakukan di Laboratorium Mikroalga, Surfactant

and Bioenergy Research Center (SBRC), Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sampel Gelidium latifolium diperoleh dari perairan Ujung Kulon, Banten.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium pada

kultivasi menggunakan injeksi tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat-alat uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium

No. Nama Alat Keterangan

1. Alat hidrolisis Temperatur 300°C

2. Neraca analitik Kapasitas 2.000 gram

3. Labu didih 500 mL

4. Labu takar 500 mL

5. Kertas saring

6. Corong

7. Pipiet volumetrik 10 mL dan 25 mL

8. Gelas ukur 100 mL

9. Labu erlemeyer 500 mL

10. Biuret 100 mL

Page 33: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

19

Alat yang digunakan dalam penelitian laju pertumbuhan biomassa

Gelidium latifolium pada kultivasi menggunakan injeksi tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat-alat penelitian laju pertumbuhan Gelidium latifolium

No. Nama Alat Spesifikasi Keterangan

1. Akuarium kaca Dimensi 20x20x30 , tebal

kaca 5 mm

15 buah

2. Styrofoam Dimensi 19x19x1,5 Penutup akuarium

3. Selang aerasi Diameter 5 mm Warna bening

4. Tali nilon Panjang 25 cm 30 buah

5. Karet kaca 30 buah

6. Pompa aerator Resun LP-60 air pump

7. Batu aerasi 15 buah

8. Mixing chamber Diameter 20 cm, tinggi 38 cm Bentuk tabung

9. Tabung Regulator Morris 101-25 FL

10. Kompresor Viva air compressor E25 2248

US Model SP-204

11. Flow meter Dwayer RMA-12-SSV Satuan cc/menit

12. Batu aerasi 9 buah

13. Neraca digital ACIS-AD-2100H Kapasitas 2.000 gr

14. Refraktometer ATAGO S/Mill-E Salinitas 0-100‰

15. pH meter HANNA instrument

16. Termometer Satuan ⁰C

17. Gelas ukur Volume 250 mL 3 buah

18. Gelas erlemeyer Volume 1000 mL 1 buah

19. Sirink Volume 3 mL 1 buah

20. Orsat Apparatus Pelarut KOH

21. Kantong Dimensi 20x28 cm 6 buah

22. Alat pemotong Gunting dan cutter

23. Penggaris Panjang 30 cm

Page 34: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

20

Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian tersaji pada Gambar 3.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

Gambar 3. Alat penelitian; (a) Akuarium (b) Mixing chamber (c) Tabung

(d) Neraca (e) Flow meter (f) Orsat Apparatus (g) Refraktometer

(h) pH meter (i) Kantong

Page 35: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

21

Bahan yang digunakan dalam uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium

sebelum dan setelah kultivasi tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Bahan-bahan uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium

No. Nama Bahan Keterangan

1. Gelidium latifolium kering 5 gram

2. HCL 3% 200 mL

3. Indikator PP 3 tetes

4. Aquades

5. NaOH 30%

6. Luff school 25 mL

7. Larutan KI 20% 10 mL

8. Larutan 25% 25 mL

9. Larutan Na-tiosulfat 0.1 N

10. Indikator kanji 0,5% 5 tetes

Bahan yang digunakan dalam penelitian laju pertumbuhan biomassa

Gelidium latifolium pada kultivasi menggunakan injeksi tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Bahan-bahan penelitian laju pertumbuhan Gelidium latifolium

No. Nama Bahan Spesifikasi Keterangan

1. Gelidium latifolium ± 3 gram 30 ikat

2. Air laut 8 liter /akuarium 15 akuarium

3. 0,1262 gram Penentu normalitas NaOH

4. Nutrien TSP, ZA,Urea 15 ppm, 30 ppm, 30 ppm

5. Murni dan campuran 4 bar

6. NaOH 0,8 gram 0,02 N

7. Indikator PP 3-4 tetes/titrasi

Page 36: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

22

Beberapa bahan yang digunakan dalam penelitian tersaji pada Gambar 4.

(a) (b) (c)

Gambar 4. Bahan penelitian; (a) Gelidium latifolium (b) NaOH dan PP (c) Nutrien

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan persiapan media kultivasi dan

bibit makroalga. Tahapan kedua adalah pemeliharaan makroalga dalam akuarium

kultivasi serta diberikan perlakuan injeksi dengan jumlah yang berbeda-beda.

Tahapan ketiga adalah analisis konsentrasi terlarut dan sisa dari sampel air

media kultivasi serta kualitas air, yaitu temperatur, salinitas, dan derajat derajat

keasaman. Tahapan keempat adalah mengukur laju pertumbuhan biomassa

Gelidium latifolium diukur dari data pertumbuhan bobot. Tahapan terakhir adalah

pengujian kadar karbohidrat biomassa sebelum dan sesudah kultivasi.

3.3.1 Persiapan media kultivasi dan bibit

Akuarium yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 15 buah dengan

ukuran 20x20x30 . Akuarium terbuat dari bahan kaca dan memiliki ketebalan

5 mm. Volume air laut yang digunakan di setiap akuarium adalah sebanyak 8

liter. Pertama-tama akuarium disterilkan dengan alkohol 70% kemudian

Page 37: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

23

dikeringkan. Setelah kering, akuarium diisi air laut yang telah disaring

menggunakan plankton net untuk mengurangi organisme mikroskopik masuk. Air

diaerasi menggunakan pompa aerator yang disambungkan menggunakan selang

aerasi. Selain itu, untuk mengatur besar gelembung udara dalam air digunakan

batu aerasi pada ujung selang. Akuarium yang berjumlah 15 buah dibagi menjadi

lima untuk setiap perlakuan dan setiap perlakuan terdapat tiga ulangan. Media

akuarium diletakan di ruangan yang temperaturnya distabilkan , yaitu pada

ruangan AC dengan temperatur 23 ⁰C.

Setelah media kultivasi disiapkan, selanjutnya menyiapkan bibit

makroalga Gelidium latifolium. Bibit tidak langsung diberikan perlakuan namun

diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1-3 hari. Aklimatisasi merupakan proses

penyesuaian sampel sebelum diberikan perlakuan tertentu. Hal ini bertujuan agar

sampel tidak stress dan bisa hidup di lingkungan ex-situ dengan baik. Sampel

Gelidium latifolium dicuci untuk menghilangkan substrat lumpur dan parasir.

Selain itu, alga asosiasi yang menempel dibersihkan agar tidak menghambat

pertumbuhan sampel.

Sebelum dilakukan perlakuan injeksi dengan jumlah yang berbeda-

beda pada makroalga, hal yang paling penting adalah pemilihan bibit yang akan

dikultivasi. Bibit makroalga harus muda, bersih, dan segar supaya memberikan

pertumbuhan yang optimum. Bibit yang baik berasal dari induk yang sehat, segar,

dan bebas dari jenis lain (Indriani dan Sumiarsih, 1999). Bibit yang telah dipilih

kemudian ditimbang untuk menyeragamkan bobotnya dengar bobot rata-rata.

Setelah ditimbang, bibit diikat dengan tali dan ditambahkan pemberat agar tidak

melayang-layang saat berada di air. Setiap akuarium diisi dengan dua ikat

Page 38: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

24

makroalga masing-masing 3 gram, sehingga dibutuhkan 30 ikat makroalga.

Media dan bibit makroalga Gelidium latifolium pada saat kultivasi disajikan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Akuarium dan bibit Gelidium latifolium

3.3.2 Kultivasi dengan injeksi

Kultivasi Gelidium latifolium dilakukan selama 6 minggu di lingkungan

yang terkontrol yaitu pada akuarium berisi air laut yang diganti selama 2 minggu

sekali. Penggantian air bertujuan untuk menjaga kualitas air karena akuarium

tidak menggunakan sistem resirkulasi atau filter. Pertumbuhan makroalga

memerlukan nutrien sehingga dilakukan pemberian nutrien selama kultivasi

sebanyak 3 kali dalam 2 minggu. Setiap akuarium mendapatkan jumlah nutrien

yang sama. Nutrien yang diberikan adalah TSP, urea dan ZA. Tabel 5.

menunjukkan banyaknya nutrien yang digunakan selama kultivasi Gelidium

latifolium.

Page 39: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

25

Tabel 5. Konsentrasi dan massa nutrien untuk kultivasi Gelidium latifolium

Selain nutrien, makroalga juga membutuhkan cahaya untuk

berfotosintesis. Cahaya membantu makroalga menguraikan O menjadi dan

dalam reaksi fotolisis yang terjadi di dalam grana. Ion ditangkap oleh

untuk menghasilkan biomassa tubuh makroalga berupa pertumbuhan

thallus. Karbondioksida digunakan sebagai bahan pokok dalam penelitian ini,

dengan melihat pengaruh penambahan karbondioksida atau injeksi dengan

volume yang berbeda-beda terhadap laju pertumbuhan Gelidium latifolium.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 1 kontrol serta 4 perlakuan

dan 3 kali ulangan. Adapun kelima perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus.

2. Perlakuan P1 dengan injeksi sebanyak 2.000 cc (200 cc x 10 menit

per 3 hari) dan aerasi.

3. Perlakuan P2 dengan injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit

per 3 hari) dan aerasi.

4. Perlakuan P3 dengan injeksi sebanyak 2.000 cc (200 cc x 10 menit

per 3 hari) tanpa aerasi.

5. Perlakuan P4 dengan injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit

per 3 hari) tanpa aerasi.

No. Jenis Pupuk Konsentrasi Massa

1. TSP 15 ppm 0,12 gr

2. ZA 30 ppm 0,24 gr

3. Urea 30 ppm 0,24 gr

Page 40: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

26

Injeksi sebagai sumber karbon berasal dari murni dan gas

kompresor dengan tekanan masing-masing sebesar 2 bar. Kedua sumber gas

tersebut digabungkan pada sebuah tabung pencampur yaitu mixing chamber.

Keluaran dari mixing chamber sebesar 2x100 cc/menit yang dialirkan ke

dalam akuarium menggunakan selang aerasi berdiameter 5 mm. Akuarium

ditutup dengan menggunakan styrofoam untuk mencegah terjadinya difusi gas

yang tidak dikehendaki. Pengukuran sisa dilakukan pada perlakuan P3 dan

P4. Karbondioksida pada kedua perlakuan tersebut ditampung menggunakan

kantong yang dipasang bersamaan saat awal injeksi dan diukur

menjelang sore hari. Proses injeksi ke dalam akuarium kultivasi tersaji pada

Gambar 6.

Gambar 6. Kultivasi Gelidium latifolium dengan injeksi

Page 41: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

27

3.3.3 Analisis kandungan

Nilai konsentrasi yang diinjeksikan dapat diketahui dengan melihat

flowmeter saat perlakuan yaitu sebesar 2x100 cc/menit. Karbondioksida yang

bercampur dengan air akan bereaksi dan menjadi terlarut. Metode

pengukuran penentuan terlarut yang digunakan adalah metode titrasi dengan

NaOH atau . Metode pengukuran terlarut tersaji pada Gambar 7.

Gambar 7. Metode pengukuran terlarut

Keadaan asam akan ditunjukkan apabila air sampel tidak mengalami

perubahan warna saat ditetesi indikator PP. Titrasi dilakukan sampai warna air

sampel berubah menjadi merah muda selama 30 detik.

NaOH 0,8 gram

Dilarutkan dengan 1 Liter aquades

Standarisasi oleh larutan

Didapat normalitas NaOH (0,02 N)

Indikator pp 4 tetes

Sampel air 25 mL

Tittrasi NaOH 0,02 N

Page 42: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

28

Perhitungan konsentrasi terlarut menggunakan rumus (Boyd, 1982) :

………. (7)

Keterangan :

= konsentrasi terlarut (mg/L)

mL titran = volume NaOH (mL)

N titran = normalitas NaOH (0,02 N)

Jumlah yang tersisa pada perlakuan P3 dan P4 dapat diketahui

mengacu pada jumlah gas yang tertampung pada kantong , yang kemudian

diukur menggunakan Orsat Apparatus. Gambar 8. menunjukkan bagian-bagian

dari alat Orsat Apparatus yang berfungsi untuk mengukur sisa

Gambar 8. Bagian-bagian Orsat Apparatus

Orsat Apparatus memiliki tiga tabung dengan masing-masing fungsi

berbeda. Perbedaan fungsi disebabkan oleh jenis larutan yang terdapat di

dalammnya. Tabung I berisi larutan Cu , tabung II berisi larutan asam kalium

pirogalik, dan tabung III berisi larutan KOH.

Page 43: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

29

Cara penggunaan:

1. Set ketiga tabung I, II, III pada ketinggian tertentu dengan membuka kran

A, B, C dan mengatur tinggi larutan pada tabung I, II, III dengan

menaik-turunkan gelas B, kemudian tutup kran A, B, C setelah didapat

tinggi yang diinginkan. Posisi ini ditetapkan sebagai titik acuan.

2. Naikan air yang ada pada tabung C sampai ketinggian air mencapai 50 mL

dengan cara membukakan keran H.

3. Ambil gas buangan ( ) dari saluran gas buangan untuk diukur, salurkan

melalui selang yang dimasukan ke dalam pipa H.

4. Buka kran H sehingga gas buangan akan masuk dan mengakibatkan tinggi

air yang ada di tabung ukur C akan berkurang.

5. Setelah tinggi air pada tabung ukur turun sebanyak 50 mL (mencapai

angka 0) tutup kran H dan artinya sudah memasukan volume gas

sebanyak 50 mL.

6. Untuk mengukur kandungan buka kran C supaya gas buangan

bereaksi dengan larutan pada tabung III, yaitu KOH dengan menaik-

turunkan gelas B sebanyak 5 - 7 kali.

7. Setelah 5 - 7 kali, kembalikan posisi larutan III ke posisi acuan pada set

awal dan tutup kran C setelah didapatkan posisi yang diinginkan.

8. Baca kenaikan permukaan air pada tabung ukur C. Kenaikan permukaan

merupakan volume yang ada pada 50 mL gas buangan yang kita ukur.

Page 44: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

30

3.3.4 Pengukuran parameter kualitas air

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan setiap 3 hari sekali

bersamaan dengan pemberian . Parameter yang diukur adalah temperatur,

salinitas, dan derajat keasaman (pH). Temperatur diukur menggunakan

termometer Celcius. Salinitas diukur menggunakan refraktometer dengan satuan

permil (‰). Derajat derajat keasaman (pH) diukur menggunakan pH meter digital.

Pengukuran kualitas air biasanya dilakukan setelah jam tiga sore dengan

memperhitungkan aktivitas fotosistesis yang dilakukan oleh makroalga.

3.3.5 Pengukuran laju pertumbuhan biomassa

Pengukuran laju pertumbuhan biomassa harian makroalga yang

dikultivasi dihitung berdasarkan rumus (Dawes et al., 1993) :

………… (8)

Laju pertumbuhan relatif dihitung dengan rumus :

……….….. (9)

Keterangan :

DGR = laju pertumbuhan harian makroalga (%) per hari

RGR = laju pertumbuhan relatif makroalga (%)

= bobot akhir makroalga pada saat t hari (gram)

= bobot awal makroalga pada saat penanaman (gram)

∆t = periode kultivasi makroalga (hari)

Page 45: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

31

3.4 Uji Kadar Karbohidrat

Uji kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan proses hidrolisis

asam. Berikut adalah tahapan proses uji kadar pati Gelidium latifolium dapat

dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Proses uji kadar karbohidrat Gelidium latifolium

Gelidium latifolium kering 5 gram

Hidrolisis dengan HCL 3% selama 3

jam

Biarkan sampai dingin

Penetralan dengan (NaOH 4N)

sampai berwarna merah muda

Didihkan 10 menit (endapan merah bata)

Penambahan indikator PP

Menambahkan kanji 2% (biru tua)

Setelah dingin + KI 30% 10 mL dan

25% 25 mL

Titrasi menggunakan Na-tiosulfat 0,1 N

Pengenceran sampai 500 mL

Menyaring sampai 10 mL + Luff

schrool 25 mL + aquades 15 mL

Titrasi sampai berwarna putih susu

Page 46: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

32

Uji karbohidrat di atas adalah metode yang resmi ditetapkan oleh BSN

dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan

metode Luff Schrool.

3.5 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan model Rancangan Acak Lengkap dengan lima

perlakuan dan enam kelompok. Data dianalisis secara statistik menggunakan

Analisis Ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%. ANOVA adalah

teknik analisis statistik yang dapat memberikan jawaban atas ada tidaknya skor

pada masing-masing kelompok, dengan suatu resiko kesalahan sekecil mungkin

(Irianto, 2004). Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) persamaan Rancangan

Acak Kelompok adalah sebagai berikut :

μ + + + …………………. (10)

Keterangan:

= perlakuan injeksi (ke-i) dan kelompok minggu (ke-j)

μ = nilai tengah umum

= pengaruh akibat perlakuan injeksi (ke-i)

= pengaruh kelompok minggu (ke-j)

= kesalahan perlakuan percobaan pada perlakuan jenis bahan organik (ke-i)

dan ulangan (ke-j)

Untuk melihat pengaruh perbedaan perlakuan terhadap laju pertumbuhan

Gelidium latifolium , dilakukan analisis ragam dengan uji F. Setelah didapatkan

hasil beda nyata, dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk membandingkan

semua pasangan perlakuan yang ada (Boer, 2008). Uji Duncan didasarkan pada

Page 47: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

33

sekumpulan nilai beda nyata yang ukurannya semakin besar tergantung pada jarak

pada pangkat-pangkat dari dua nilai tengah yang dibandingkan. Selain itu,

dilakukan uji regresi agar bida mengetahui pola pertumbuhan pada hari tertentu

dengan variabel x sebagai periode kultivasi dan variabel y sebagai besar laju

pertumbuhan biomassa harian Gelidium latifolium.

Page 48: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

34

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bobot Basah Gelidium latifolium

Penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot basah rata-rata setiap

ulangan pada kultivasi Gelidium latifolium dari perlakuan yang berbeda memiliki

hasil beragam. Pertambahan bobot basah paling tinggi ditunjukkan oleh kultivasi

P2 yaitu injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan aerasi,

sedangkan yang paling rendah adalah kultivasi P4 yaitu injeksi sebanyak

3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi (Lampiran 1). Pertambahan

bobot basah rata-rata memengaruhi bobot basah pada akhir periode kultivasi.

Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Bobot basah rata-rata dan simpangan baku pada akhir kultivasi

Gelidium latifolium

Keterangan :

K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus.

P1 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi.

P2 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan aerasi.

P3 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Page 49: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

35

Bobot basah rata-rata di akhir kultivasi yang dari paling tinggi adalah pada

P2 sebesar 4,16±0,14 gram, P1 sebesar 4,03±0,12 gram, P3 sebesar 3,66±0,23

gram, K sebesar 3,54±0,06 gram, dan P4 sebesar 3,26±0,23 gram (Lampiran 2).

Makroalga memerlukan sinar matahari untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis

yang berlangsung tidak hanya dibantu dengan sinar matahari, tetapi juga zat hara

sebagai makanan. Zat hara didapatkan dari nutrien terlarut yang diberikan, yaitu

TSP, ZA, dan urea. Penyerapan zat hara dilakukan oleh seluruh bagian tubuh

dibantu oleh sirkulasi yang baik yaitu gerakan air. Sistem sirkulasi perlakuan K,

P1, dan P2 menjadikan pertumbuhan Gelidium latifolium lebih baik daripada P3

dan P4. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriani dan Sumiarsih (1991) bahwa

gerakan air berfungsi untuk memudahkan penyerapan zat hara, membersihkan

kotoran yang ada, dan melangsungkan pertukaran dan dalam air.

Injeksi ditambah aerasi lebih efektif meningkatkan pertambahan

bobot basah Gelidium latifolium yang dikultivasi. Besar kecepatan yang

diinjeksikan seragam sebesar 200 cc/menit didasarkan pada penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Barat (2011) dengan menggunakan kecepatan 500 cc/menit.

Kecepatan yang digunakan pada penelitian ini diturunkan dari kecepatan

penelitian sebelumnya, hal ini bertujuan untuk tetap menjaga derajat keasaman

dari media air laut, karena volume air yang digunakan lebih sedikit.

Aerasi menimbulkan gelembung-gelembung udara di dalam air dan

menyebabkan pergerakan serta sistem sirkulasi di dalamnya. Penggunaan batu

aerasi membantu memecah gelembung udara agar difusi di dalam air berlangsung

lebih cepat dan terserap sempurna oleh makroalga. Lama injeksi pun

berpengaruh pada pertambahan bobot, perlakuan yang diaerasi dan injeksi

Page 50: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

36

sebanyak 200 cc/menit selama 15 menit (P2) hari lebih efektif daripada injeksi

sebanyak 200 cc/menit selama 10 menit (P1). Namun terjadi sebaliknya pada

perlakuan yang tidak diaerasi, injeksi sebanyak 200 cc/menit selama 10 menit

(P3) lebih efektif daripada injeksi sebanyak 200 cc/menit selama 15 menit

(P4). Perlakuan K sebagai kontrol hanya mendapatkan aerasi saja, sehingga

pertambahan bobotnya lebih lambat daripada perlakuan yang ditambahkan injeksi

(P1, P2 dan P3). Hal ini tidak berlaku untuk P4 karena mengalami

penurunan selisih bobot basah rata-rata pada awal kultivasi. Selisih pertambahan

bobot basah rata-rata Gelidium latifolium tersaji pada Gambar 11.

Gambar 11. Selisih pertambahan bobot basah rata-rata dan simpangan baku

Gelidium latifolium

Keterangan :

K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus.

P1 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi.

P2 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan diaerasi.

P3 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Page 51: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

37

Perlakuan P4 yakni injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit per

3 hari) tanpa aerasi mengalami penurunan bobot basah rata-rata pada minggu ke-2

pemeliharaan, namun di minggu selanjutnya pertambahan bobot meningkat

kembali. Secara keseluruhan selisih pertumbuhan bobot basah rata-rata

menunjukkan peningkatan di awal pemeliharaan, setelah beberapa minggu

pemeliharaan mengalami penurunan. Perlakuan P3 yaitu injeksi sebanyak

2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi mengalami penurunan yang

signifikan di akhir pemeliharaan yaitu setelah minggu ke-4. Hal ini berbeda

dengan perlakuan P4 yang mengalami penurunan sejak minggu ke-2. Penurunan

ini diakibatkan oleh pelunakan bagian thallus sehingga mengurangi bobot basah

Gelidium latifolium yang dikultivasi. Bagian thallus yang melunak dipotong agar

tidak memengaruhi pertumbuhan bagian yang lainnya.

Selisih tertinggi terjadi pada kultivasi P2 di minggu ke-4 sebesar

0,2383±0,11gram, sedangkan selisih pertumbuhan negatif terjadi pada kultivasi

P4 di minggu ke-2 sebesar -0,0933±0,37 gram dan kultivasi P3 di minggu ke-6

sebesar 0,0017±0,08 gram (Lampiran 3).

4.2 Laju Pertumbuhan Gelidium latifolium

Laju pertumbuhan Gelidium latifolium untuk setiap perlakuan bervariasi

baik laju pertumbuhan hariannya maupun laju pertumbuhan relatifnya, ekuivalen

dengan pertambahan bobot rata-ratanya. Kultivasi berlangsung selama 42 hari

dan pengukuran laju pertumbuhan dilakukan setiap satu minggu sekali.

Pemeliharaan makroalga selama 42 pada penelitian ini didasarkan pada kisaran

waktu yang dibutuhkan untuk kultivasi makroalga antara 6-8 minggu Indriani dan

Page 52: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

38

Sumiarsih (1999) dan pemanenan dapat dilakukan setelah 6 minggu yaitu saat

tanaman dianggap cukup matang dengan kandungan polisakarida maksimum

Mukti (1987).

Besarnya nilai laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium selama

penelitian berkisar antara 0,02-1,06%. Perbedaan laju pertumbuhan harian ini

disebabkan oleh perbedaan respon makroalga terhadap perlakuan yang diberikan.

Pemberian karbondioksida atau injeksi pada jumlah yang berbeda

memberikan pengaruh yang berbeda pada lingkungan hidupnya. Berikut adalah

grafik laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium selama kultivasi 42 hari pada

perlakuan yang berbeda hari tersaji pada Gambar 12.

Gambar 12. Laju pertumbuhan harian dan simpangan baku Gelidium latifolium

Keterangan :

K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus.

P1 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi.

P2 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan diaerasi.

P3 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Page 53: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

39

Laju pertumbuhan harian perlakuan P4 yaitu injeksi sebanyak 3.000

cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi sangat fluktuatif , dilihat pada

minggu ke-2 terjadi penurunan dari 0,54±0,15% menjadi 0,02±0,85%, namun

pada minggu ke-3 mengalami kenaikan menjadi 0,12±0,58% (Lampiran 4). Bila

melihat perlakuan P4, besarnya injeksi sebanyak 3.000 cc menyebabkan

lingkungan menjadi lebih asam sehingga nilai pH menurun. Penurunan pH juga

terjadi pada P3 dengan besarnya injeksi sebanyak 2.000 cc, namun tidak

sebesar penurunan pH pada P4. Hal ini berbeda dengan P1 dan P2, penurunan pH

dapat dinormalkan kembali oleh proses aerasi yang memicu terjadinya resirkulasi

(Lampiran 10). Laju pertumbuhan harian selama kultivasi 42 hari dapat

diregresikan untuk mengetahui pertumbuhan pada hari-hari selanjutnya. Berikut

adalah persamaaan regresi laju pertumbuhan harian control dan perlakuan yang

berbeda Gelidium latifolium.

Tabel 6. Persamaan regresi linear laju pertumbuhan harian Gelidium latifoloum

Kontrol x = 0.463 - 0.000659 t

Perlakuan 1 x = 0.913 - 0.00401 t

Perlakuan 2 x = 1.02 - 0.00486 t

Perlakuan 3 x = 0.698 - 0.00404 t

Perlakuan 4 x = 0.322 - 0.00502 t

Nilai x adalah besarnya laju pertumbuhan sedangkan t adalah lamanya

waktu kultivasi. Persamaan regresi kontrol dan beberapa perlakuan menunjukan

nilai yang berbeda-beda. Laju pertumbuhan harian tertinggi dari semua perlakuan

terjadi pada P2 yaitu 1,06±0,14% di minggu ke-4, sedangkan laju pertumbuhan

harian terendah dari semua perlakuan terjadi pada P4 yaitu 0,02±0,85% di minggu

ke-2. Kondisi laju pertumbuhan harian pada akhir pertumbuhan setiap perlakuan

Page 54: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

40

juga mengalami penurunan karena pada minggu tersebut pertumbuhan telah

mengalami fase stasioner (Lampiran 4). Laju pertumbuhan harian menunjukkan

persentase perbandingan antara bobot saat akhir kultivasi dan bobot saat awal

penanaman per satuan waktu.

Selain faktor derajat keasaman, salinitas pun memengaruhi laju

pertumbuhan Gelidium latifolium. Nilai salinitas tidak hanya berpengaruh pada

pertumbuhan makroalga, tapi juga memicu organisme lain untuk tumbuh baik

pada lingkungan tersebut. Salah satunya adalah fungi Rhizopus sp. yang

menempel pada thallus Gelidium latifolium. Fungi ini menyebabkan penurunan

laju pertumbuhan harian kulivasi P4 pada minggu ke-2 dan P3 pada minggu ke-6.

Organisme mikro lainnya seperti mikroalga, tumbuh pada akuarium sehingga

tampak seperti warna hijau di dinding-dinding akuarim.

Metode kultivasi monoline floating efektif untuk pemeliharaan Gelidium

latifolium selama penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan (1998)

bahwa tingkat pertumbuhan makroalga dengan metode apung adalah sekitar

2,00-3,00%, metode lepas dasar sekitar 1,66-1,75%, dan metode dasar sekitar

0,30-0,53%. Menurut Soegiarto et al. (1978) kisaran laju pertumbuhan makroalga

yang baik adalah antara 2-3%. Kultivasi pada setiap perlakuan dalam penelitian

belum termasuk pada kategori baik karena laju pertumbuhannya kurang dari 2%

sampai akhir pemeliharaannya.

Selain laju pertumbuhan harian, Gelidium latifolium juga memiliki

pertumbuhan relatif. Berikut adalah diagram laju pertumbuhan relatif Gelidium

latifolium selama 42 hari pada setiap perlakuan tersaji pada Gambar 13.

Page 55: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

41

Gambar 13. Laju pertumbuhan relatif Gelidium latifolium

Keterangan : K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus.

P1 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi.

P2 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan diaerasi.

P3 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Besar laju pertumbuhan relatif Gelidium latifolium di akhir kultivasi pada

setiap perlakuan yang berbeda dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah

adalah P2 sebesar 32,66%, P1 sebesar 29,43%, P3 sebesar 19,82%, K sebesar

16,64%, dan P4 sebesar 7,91% (Lampiran 5). Laju pertumbuhan relatif

menunjukkan hubungan presentase bobot saat akhir kultivasi dan bobot saat awal

penanaman.

Hasil analisis secara statistik dengan selang kepercayaan 95%,

menghasilkan bahwa perlakuan K yaitu kontrol memiliki nilai variasi ragam b.

Perlakuan P1 yaitu injeksi sebanyak 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari)

dan aerasi, P2 yaitu injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari)

dan aerasi, serta P3 yaitu injeksi sebanyak 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3

hari) tanpa aerasi berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan Gelidium

Page 56: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

42

latifolium, ketiganya masing-masing memiliki variasi ragam d, e, dan c.

Perlakuan P4 yaitu injeksi sebanyak 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari)

tanpa aerasi memiliki nilai variasi ragam a (Lampiran 8).

Nilai variasi ragam c sampai e merupakam jarak peringkat antara satu nilai

rata-rata dengan rata-rata lainnya setelah diurutkan. Nilai variasi ragam e

memiliki nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot yang paling tinggi, sedangkan

nilai variasi ragam a memiliki nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot yang paling

rendah. Perlakuan K sebagai kontrol berada pada peringkat b artinya perlakuan

P1, P2, dan P3 memiliki besar nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot lebih tinggi

dari perlakuan kontrol sedangkan perlakuan P4 memiliki besar nilai rata-rata laju

pertumbuhan bobot lebih rendah.

Selain pengujian berdasarkan perlakuan, dilakukan juga analisis statistik

berdasarkan waktu kultivasi makroalga. Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh

lamanya hari tidak berbeda nyata terhadap laju perlumbuhan Gelidium latifolium

sehingga tidak diperlukan uji lanjut untuk melihat variasi nilai ragamnya.

4.3 Pemanfaatan Karbondioksida pada Kultivasi Gelidium latifolium

Karbondioksida diinjeksikan ke dalam air laut sebagai media kultivasi

makroalga dengan aliran yang sama namun lamanya berbeda. Perlakuan P1, P2,

P3, dan P4 diinjeksi dengan kecepatan 200 cc/menit dengan lama 10-15

menit. Berikut diagram nilai besarnya input yang diberikan pada setiap

perlakuan tersaji pada Gambar 14.

Page 57: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

43

Gambar 14. Input pada kultivasi Gelidium latifolium

Keterangan :

K = tidak mendapatkan injeksi

P1 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi.

P2 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan diaerasi.

P3 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Karbondioksida ( ) merupakan molekul gas yang bisa larut dalam air

laut. Karbondioksida berikatan dengan air membentuk senyawa anorganik yaitu

asam karbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat. Semakin banyak

yang masuk ke dalam air, jumlah asam pun meningkat. Penelitian yang

dilakukan merupakan salah satu aplikasi dari pemanfaatan karbondioksida terlarut

yakni memanfaatkan yang berasal dari injeksi untuk pertumbuhan

biomassa Gelidium latifolium. Penelitian ini didukung oleh teori Aresta (2010)

bahwa pemanfaatan gas karbondioksida dapat dijadikan sebagai teknologi

renewable yakni pengonversian karbon menjadi biomassa tumbuhan akuatik atau

terestrial.

Injeksi pada perlakuan P1 dan P3 ataupun P2 dan P4 dilakukan

dengan kecepatan yang sama namun hasil kelarutanya berbeda. Hal ini

Page 58: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

44

disebabkan oleh pemberian aerasi pada perlakuan P1 dan P2, sedangkan P3 dan

P4 tidak dilakukan pemberian aerasi. Perbedaan perlakuan ini dimaksudkan

untuk melihat pengaruh jumlah gas yang diinjeksi terhadap kualitas air dan

respon pertumbuhan Gelidium latifolium.

Aerator memberikan masukan gelembung-gelembung udara pada air laut

sehingga terjadi sirkulasi dan pergerakan air pada akuarium. Sirkulasi dan

pergerakan air memengaruhi jumlah kelarutan gas yang diinjeksikan ke

dalam air laut. Diagram berikut menunjukkan bahwa terlarut harian pada

setiap perlakuan nilainya berfluktuasi.

Gambar 15. Jumlah terlarut harian pada kultivasi Gelidium latifolium

Keterangan:

K = tidak bisa diukur menggunakan titrasi NaOH karena keadaan basa.

P1 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi.

P2 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan diaerasi.

P3 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Nilai terlarut harian paling tinggi terjadi pada perlakuan P4 pada hari

ke-33 yaitu 37,25 mg/L, sedangkan yang paling rendah pada perlakuan P1 hari ke-

Page 59: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

45

42 yaitu 19,95 mg/L. Semakin lama waktu injeksi semakin tinggi nilai

kelarutannya. Hal ini disebabkan oleh input yang berdifusi dengan air laut

lebih banyak. Karbondiksida pada kontrol tidak dapat diukur menggunakan titrasi

NaOH karena jumlah karbondioksida sangat sedikit dan terserap sempurna oleh

thallus Gelidium latifolium. Selain itu, karbondioksida berubah menjadi bentuk

lain yaitu ion bikarbonat ( ). Nilai kelarutan memiliki fase naik dan

turun setelah 3 kali injeksi dilakukan. Faktor penggantian air laut pada

akuarium yang dilakukan setelah 3 kali injeksi menyebabkan kualitas air

menjadi fluktuatif. Berikut adalah persentasi perbandingan total terlarut

setiap perlakuan, tersaji pada Gambar 16.

Gambar 16. Jumlah total terlarut pada kultivasi Gelidium latifolium

Keterangan :

K = tidak mendapatkan injeksi

P1 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) dan aerasi.

P2 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) dan diaerasi.

P3 = injeksi 2.000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3.000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Page 60: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

46

Nilai tertinggi total terlarut dalam air laut adalah pada perlakuan P4

yaitu injeksi selama 15 menit tanpa aerasi dan paling rendah adalah pada

perlakuan P1 yaitu injeksi selama 10 menit dan aerasi. Nilainya total

terlarut secara berurutan setiap perlakuan dari yang tertinggi sampai terendah

adalah P4 441,76 mg/L, P3 391,01 mg/L, P2 360,21 mg/L, dan P1 283,65 mg/L

(Lampiran 6).

Menurut Effendi (2003) salah satu faktor yang memengaruhi kelarutan

adalah tekanan parsial. Tekanan parsial akan berkurang akibat adanya kegiatan

fotosintesis dan pemanasan. Kemampuan fotosintesis individu makroalga yang

berbeda-beda serta pemanasan pada siang hari menjadi penyebab variasi nilai

pada setiap perlakuan.

Pengukuran kelarutan dilakukan pada sore hari karena pada waktu

tersebut cahaya mulai redup. Fotosintesis memerlukan cahaya matahari untuk

mengeksitasi elektron yang terdapat pada klorofil sehingga keadaan elektron

dalam klorofil menjadi tidak stabil dan mendesak molekul air terpecah menjadi

dan . Ion berperan dalam pembentukan menjadi glukosa melewati

reaksi terang. Oleh karena itu, pada saat cahaya mulai meredup efektivitas

fotosintesis menurun sehingga dilakukan pengukuran sisa.

Kelarutan yang terjadi pada P1, P2, P3, dan P4 telah melebihi batas

normal perairan, oleh karena itu sisa yang tidak dapat larut dalam air

mengalami difusi dan tertampung pada kantong plastik yang telah diinstalasikan

pada akuarium P3 dan P4.

Page 61: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

47

Karbondioksida sisa merupakan gas sisa yang terbebaskan dari air laut dan

tertampung pada penampung plastik . Penampung plastik yang digunakan

untuk menangkap dilengkapi dengan keran agar gas yang masuk tidak

berdifusi dengan gas dari luar. Konsentrasi gas diukur menggunakan Orsat

Apparatus. Pengukuran sisa ini dilakukan hanya pada P3 dan P4 yakni

perlakuan injeksi tanpa aerasi. Persentasi jumlah sisa dapat diukur karena

tidak terjadi pertukaran dengan gas lainnya yang berada di luar akuarium.

Penampungan gas dilakukan setelah selesai injeksi yaitu pukul 10.00, kemudian

pengukuran dilakukan pada sore hari bersamaan dengan pengukuran kualitas air.

Jumlah sisa harian setiap pemberian injeksi berfluktuasi, namun perlakuan P4

selalu mendominasi P3. Berikut adalah nilai sisa harian yang terukur oleh

Orsat Apparatus tersaji pada Gambar 17.

Gambar 17. Sisa hasil pengukuran Orsat Apparatus

Keterangan : K, P1, dan P2 tidak diukur karena mendapat masukan gas dari luar.

P3 = injeksi 2000 cc (200 cc x 10 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

P4 = injeksi 3000 cc (200 cc x 15 menit per 3 hari) tanpa aerasi.

Page 62: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

48

Nilai sisa harian paling tinggi terjadi pada perlakuan P4 pada hari ke-

42 yaitu 12,27%, sedangkan yang paling rendah pada perlakuan P3 hari ke-13

yaitu 9,53%. Rata-rata sisa tersisa dari perlakuan P3 sebesar 10,16% dan P4

sebesar 11,73%. Volume air laut sebanyak 8 liter dan injeksi sebanyak

2x100 cc/menit memengaruhi kesetimbangan karbondioksida dalam air laut. Hal

ini sesuai dengan Teori Boyd (1988) yang mengategorikan kelarutan di

perairan bahwa pada temperatur 25-27 °C berkisar antara 0,45-0,48 mg/L.

Besarnya nilai temperatur berkebalikan dengan nilai kelarutan karbondioksida.

4.4 Kualitas Air

Penelitian ini melakukan pengukuran beberapa kualitas air, yaitu

temperatur, salinitas, dan derajat keasaman (pH). Nilai temperatur air selama

kultivasi Gelidium latifolium tersaji pada Gambar 18.

Gambar 18. Parameter temperatur air selama kultivasi Gelidium latifolium

Selama 6 minggu pemeliharaan, temperatur air bervariasi antara 25-27 ⁰C.

Perubahan temperatur disebabkan oleh redup terangnya penyinaran matahari.

Page 63: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

49

Pada hari yang sama nilai temperatur pun sama, karena penempatan posisi

akuarium berada di posisi yang terpapar cahaya matahari, namun besarnya tidak

fluktuatif karena temperatur ruangan terkontrol oleh AC. Menurut Luning (1990)

makroalga mempunyai kisaran temperatur spesifik karena adanya enzim pada

tubuhnya. Makroalga dapat tumbuh di daerah tropis pada kisaran temperatur 20-

30 ⁰C dan hidup optimal pada temperatur 28 ⁰C. Gelidium latifolium tidak dapat

tumbuh dengan baik jika rentang temperaturnya luas. Tunas thallus mengalami

pemberhentian pertumbuhan dikarenakan perubahan temperatur yang fluktuatif.

Temperatur juga memengaruhi kelembaban udara di sekitar lingkungan tempat

kultivasi. Kelembaban yang tinggi juga tidak begitu bagus untuk pertumbuhan

Gelidium latifolium saat kultivasi.

Parameter kualitas air yang diukur selanjutnya adalah salinitas. Nilai

salinitas semua perlakuan besarnya sama di setiap pengukuran. Nilai salinitas air

selama kultivasi Gelidium latifolium tersaji pada Gambar 19.

Gambar 19. Parameter salinitas air selama kultivasi Gelidium latifolium

Page 64: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

50

Salinitas yang dianjurkan untuk makroalga adalah salinitas pada kisaran

28-34 ppt (Zatnika dan Angkasa, 1994). Menurut Dawes (1981) kisaran salinitas

yang baik untuk budidaya makroalga berkisar 30-35 ppt. Soegiarto et al. (1978)

pun berpendapat bahwa salinitas yang cocok untuk budidaya makroalga adalah

32-35 ppt. Salinitas air pada penelitian yang dilakukan berkisar antara 32-34‰.

Nilai ini masih berada dalam kisaran salinitas yang dianjurkan. Nilai salinitas

tersebut relatif tinggi disebabkan oleh tingkat penguapan air dalam akuarium yang

cukup tinggi, sehingga dilakukan penambahan air tawar. Penguapan ditandai

adanya butiran garam pada dinding akuarium. Menurut Aslan (1998) Gelidium

yang hidup di perairan Indonesia adalah jenis yang yang menyukai salinitas tinggi

yaitu 33‰.

Parameter kualitas air yang diukur adalah derajat keasaman (pH). Derajat

keasaman yang ideal untuk pertumbuhan makroalga yaitu 8-9. Apabila perairan

terlalu asam ataupun terlalu basa maka akan menghambat pertumbuhan

makroalga (Puslitbangkan, 1991). Menurut Zatnika dan Angkasa (1994) derajat

derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan makroalga yaitu antara 7-9

dengan kisaran derajat derajat keasaman optimum sebesar 7,3-8,2. Nilai derajat

keasaman air laut pada setiap perlakuan bervariasi mulai dari yang terendah yaitu

6,3 sampai tertinggi 8,8. Nilai derajat keasaman air selama kultivasi Gelidium

latifolium tersaji pada Gambar 20.

Page 65: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

51

Gambar 20. Parameter derajat keasaman air selama kultivasi Gelidium latifolium

Perlakuan berpengaruh terhadap nilai pH, semakin lama injeksi

semakin asam air laut. Selain itu, faktor aerasi pun memberikan pengaruh pada

perubahan derajat keasaman. Aerasi bisa mengembalikan derajat keasaman air

karena adanya penambahan udara dari luar akuarium terutama oksigen yang bisa

menurunkan kandungan asam di dalam air. Menurut Mackereth et al. (1989),

derajat keasaman sangat berkaitan erat dengan , semakin tinggi kadar

maka semakin tinggi derajat keasamannya dan hal ini juga berlaku sebaliknya

semakin rendah maka semakin rendah derajat keasamannya. Pada kondisi

asam, jumlah dalam air tinggi disebabkan adanya reaksi dan air

menghasilkan asam karbonat sedangkan pada konsidi basa bentuk berubah

menjadi ion bikarbonat ataupun karbonat. Selama kultivasi kontrol memiliki pH

tertinggi 8,77 dan terendah 8,30. Perlakuan P1 memiliki pH tertinggi 7,50 dan

terendah 7,33. Perlakuan P2 memiliki pH tertinggi 7,30 dan terendah 7,07.

Perlakuan P3 memiliki pH tertinggi 7,13 dan terendah 6,63. Perlakuan P4

memiliki pH tertinggi 6,63 dan terendah 6,20.

Page 66: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

52

4.5 Isolasi Fungi Penghambat Pertumbuhan

Faktor biologi yang memengaruhi penurunan pertumbuhan Gelidium

latifolium adalah fungi. Fungi menempel pada thallus menyebabkan bagian

thallus menjadi lunak dan berlendir. Berikut ini adalah gambar makroalga yang

terserang oleh fungi pada saat kultivasi (Gambar 21).

Gambar 21. Makroalga yang terserang fungi

Fungi pada thallus diisolasi pada media PDA (Potato Dextrose Agar)

berbahan dasar kentang untuk mengetahui jenis fungi yang menghambat

pertumbuhan. Fungi disimpan pada media tersebut selama satu minggu di dry

cabinet sampai terlihat jelas koloni dan hifanya. Berikut adalah gambar fungi hasil

isolasi dari Gelidium latifolium (Gambar 22).

(a) (b)

Gambar 22. Rhizopus sp.; (a) Pengamatan K.Nishimura dan (b) Hasil

isolasi pada media PDA

Sumber: K. Nishimura 1999 Sumber: Dokumentasi pribadi

Rhizopus sp.

Page 67: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

53

Fungi di atas adalah kapang Rhizopus sp. yang biasa digunakan dalam

pembuatan kecap. Kapang tersebut memiliki kemampuan untuk hidup pada

salinitas tinggi sehingga bisa hidup pada tubuh makroalga yang hidup di laut.

Warna putih (Gambar 21) disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada

pada thallus. Pada proses isolasi banyak ditemukan beberapa jenis fungi, tetapi

yang lebih dominan adalah Rhizopus sp.

Klasifikasi Rhizopus menurut Germain et al. (2006), yaitu

Kingdom : Fungi

Divisio : Zygomycota

Class : Zygomycetes

Ordo : Mucorales

Familia : Mucoraceae

Genus : Rhizopus

Koloni Rhizopus sp. berwarna putih berangsur-angsur menjadi abu-abu

serta sporangia globus atau sub globus berwarna coklat gelap sampai hitam bila

telah masak. Sporangiofor tumbuh dari stolon dan mengarah ke udara, tumbuh

berlawanan dan terletak pada posisi yang sama dengan sporangiofora, Bentuk

spora bulat, oval atau berbentuk elips atau silinder.

Menurut Sorenson dan Hesseltine (1986), Rhizopus sp. tumbuh baik pada

kisaran pH 3,4-6 dan membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan

air fungi lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri. Hal ini selaras dengan hasil

pengamatan yang dilakukan, Rhizopus sp. tumbuh pada thallus makroalga

perlakuan P4. Pada perlakuan P4 kualitas airnya lebih asam dibandingkan

perlakuan lainnya akibat lama injeksi dan tidak ditambahkannya aerasi.

Thallus yang terserang fungi mengalami pembusukan dan menimbulkan

bau yang tidak sedap. Hal ini disebabkan oleh aktivitas fungi yang tumbuh pada

Page 68: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

54

thallus. Thallus mengalami perubahan fisik terutama tekstur yang semakin lunak

karena terjadi degradasi kadar selulosa (Hidayat et al., 2006).

4.6 Kadar Karbohidrat Gelidium latifolium

Berbagai jenis Gelidium di Indonesia dan negara lain dimanfaatkan sebagai

bahan baku pabrik agar-agar. Kandungan agarnya berkisar antara 12-48%

tergantung jenisnya, sedangkan kandungan agarnya di Indonesia (Sulawesi)

mencapai 30% (Aslan, 1998). Menurut Rasyid et al. (1999) Gelidium sp.

memiliki kandungan agar 26,5%. Hasil uji kadar karbohidrat yang dilakukan

dalam penelitian berkisar antara 16,40-20,40%.

Kadar karbohidrat yang diuji adalah jenis monosakarida yaitu glukosa dan

dihasilkan dari hidrolisis pati (amilum). Penentuan kadar karbohidrat kuantitatif

dilakukan melaui metode Luff Schrool dengan prinsip dasarnya adalah hidrolisis

karbohidrat dalam Gelidium latifolium kering menjadi monosakarida yang dapat

mereduksi menjadi (SNI 01-2891-1992).

Tahapan reaksi yang terjadi adalah :

R-COH + CuO Cu + R-COOH

+ CuO Cu + O

Cu + 2KI Cu +

2Cu +

+ NaI

Uji kadar karbohidrat dilakukan sebelum dan sesudah kultivasi. Kadar

karbohidrat sebelum kultivasi nilainya sebesar 18,23%, sedangkan setelah

kultivasi bervariasi sesuai perlakuannya. Kadar karbohidrat kontrol nilainya

Page 69: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

55

sebesar 19,40%, P1 sebesar 20,40%, P2 sebesar 19,40%, P3 sebesar 16,87%, dan

P4 sebesar 16,40%. Besar kelima nilai kadar karbohidrat setelah kultivasi

tersebut tidak terlalu berbeda dengan nilai kadar karbohidrat sebelum kultivasi.

Kadar karbohidrat Gelidium latifolium sebelum dan sesudah kultivasi tersaji pada

Tabel 7.

Tabel 7. Kadar karbohidrat Gelidium latifolium sebelum dan sesudah kultivasi

Kadar karbohidrat pada perlakuan P3 dan P4 merupakan kadar paling kecil

dibandingkan yang lainnya. Nilai ini terjadi diperkirakan karena pada P3 dan P4

tumbuh fungi yang memfermentasi sakarida dari bagian thallus makroalga.

Menurut Sudarmaji dan Markakis (1977), selama proses fermentasi akan terjadi

perubahan pada kadar air setelah 24 jam fermentasi, kadar air akan mengalami

penurunan menjadi sekitar 61% dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat

lagi menjadi 64%. Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi

adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan

tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam.

Kadar karbohidrat sebelum kultivasi lebih rendah dari K, P1, dan P2,

setelah kultivasi dikarenakan sampel yang uji sebelum kultivasi adalah bibit yang

memiliki karakteristik thallus lebih muda daripada sampel yang telah dikultivasi.

Setelah dikultivasi Gelidium latifolium telah mengalami proses metabolisme dan

Waktu Uji Perlakuan Kadar Karbohidrat

Sebelum kultivasi - 18.23%

Sesudah kultivasi K 19.40%

P1 20.40%

P2 19.40%

P3 16.87%

P4 16.40%

Page 70: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

56

katabolisme sehingga biomassa thallus lebih banyak mengandung karbohidrat

hasil pemanfaatan energi cahaya melalui fotosintesis menjadi biomassa.

Pengaruh penambahan injeksi pada kultivasi terhadap jumlah C

(karbon) organik adalah kaitannya dengan biomassa thallus yang dihasilkan.

Karbondioksida merupakan sumber karbon anorganik yang dikonversi ke dalam

karbon organik berupa karbohidrat. Apabila bahan baku karbon tersedia di

lingkungan secara mudah makan kegiatan fotosintesis yang memanfaatkan karbon

anorganik akan berjalan dengan mudah, namun harus didukung dengan

ketersediaan faktor lainnya seperti cahaya, nutrien, dan parameter fisik lainnya.

Page 71: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

57

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kadar karbohidrat Gelidium latifolium sebelum kultivasi adalah 18,23%,

sedangkan setelah kultivasi untuk masing-masing perlakuan, yaitu P1 sebesar

19,40%, P2 sebesar 20,40%, P3 sebesar 19,40%, P4 sebesar 16,87%, dan P5

sebesar 16,40%. Laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium selama penelitian

ini berkisar antara 0,02-1,06%. Laju pertumbuhan harian tertinggi dari semua

perlakuan ditemukan pada P3 yaitu 1,06±0,14% di minggu ke-4, sedangkan yang

terendah ditemukan pada P5 yaitu 0,02±0,85% di minggu ke-2. Pemberian

berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan Gelidium latifolium. Nilai kelarutan

dan sisanya dipengaruhi oleh faktor aerasi dan konsentrasi injeksi.

5.2 Saran

Perlu dilakukan diperhatikan aklimatisasi dan sterilisasi untuk mencegah

timbulnya faktor biologis yang memengaruhi kultivasi Gelidium latifolium.

Selain itu, sebaiknya dilakukan penelitian pemberian injeksi karbondioksida serta

komposisi nutriennya sebagai bahan pembentukan biomassa Gelidium latifolium.

Page 72: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

58

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T.T., Zatnika, A., Purwoto, H., dan Istini, S. 2006. Rumput Laut.

Swadaya. Depok, Indonesia.

APHA. 1976. Standard Methods for Water and Sewage Analysis, 4th

Ed.

American Public Health Association. New York.

Aresta, M., A. Dibendetto, dan G. Berberio. 2005. Utilization of macro-algae for

enhanced CO₂ fixation and biofuels production: development of a

computing software for LCA study. Fuel Process Tech. 86: 1679-1693.

Aresta, M. 2010. Carbon Dioxide as Chemical Feedstock. Wiley VCH Verlag and

Co. KGaA, Weinheim.

Aslan, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Indonesia.

Barat, W.O.B. 2011. Pemanfaatan karbondioksida ( ) untuk optimalisasi

pertumbuhan rumput laut Kappaphycus alvarezii. Skripsi. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.

Boer, M. 2008. Sidik Ragam : Pengantar Rancangan Percobaan. SPL, SDP.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elselvier

Science Publisher B.V. Amsterdam.

Cole, J.J., Findlay, S., dan Pace, M.L. 1988. Bacterial production in fresh and

saltwater ecosystems: A cross-system overview. Mar. Ecol. Prog. Ser.

43:1-10.

Dawes, C.J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons University of South

Florida. New York.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Progam Unggulan Bidang

Perikanan Budidaya Periode 2004-2009. Departemen Kelautan dan

Perikanan. Jakarta.

Duff, S.J.B., dan Murray, W.D. 1996. Bioconversion of forest product industry

waste cellulosics to fuel ethanol. A Review. Bioresour. Technol. 55:1-33.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Goh, C.S. dan Lee, K.T. 2009. A visionary and conceptual macroalgae-based

third-generation bioethanol (TGB) biorefinery in Sabah, Malaysia as an

Page 73: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

59

underlay for renewable and sustainable development. Renewable Sustain

Energy Reviews. 14: 843-848.

Germain, Grant, dan McDonald. 2006. Successful treatment of invasive Rhizopus

infection in a child with thalassemia. Med Mycol . 44(8):771-5.

Hatta, A.M. dan Dardjat, R. 2001. Gelidium spinosum. In: van Reine, W.F.P.

Trono, Jr. G.C. (Eds.) Plant Resources of South-East Asian No. 15(1)

Cryptogams: Algae. Backhuys Publishers, Leiden.166-167.

Hidayat, N., Padaga, M.C. dan Suhartini, S. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi.

Yogyakarta.

Hutabarat, S. dan Evans, S.M. 2008. Pengantar Oseanografi. UI Press. Jakarta.

Indriani, H. dan Sumarsih, E. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran

Rumput Laut (cetakan 7). Penebar Swadaya. Jakarta.

Irianto, A. 2004. Statistik : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Prenada Media Group.

Jakarta.

Iryani, A.D. 2009. Hidrolisis Residu Rumput Laut Limbah Industri Karagenan

(Euchema spinosum) untuk Menghasilkan Glukosa sebagai Bahan Baku

Bioetanol. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Jeffries, M., dan Mills, D. 1996. Freshwater Ecology, Principles and

Applications. John Wiley and Sons. Chicester UK.

Jeong, G.T. dan Park, D.H. 2009. Production of sugars and levulinic acid from

marine biomass Gelidium amansii. Appl. Biochem. Biotechnol. 161: 41-52.

John, R.P., Anisha, G.S., Nampoothiri, K.M., dan Pandey, A. 2010. Micro and

macroalgal biomass : A renewable source for bioethanol. Bioresource

Technology. 102 :186-193.

Luning, K. 1990. Seaweeds: Their Environment, Biogeography, and

Ecophysiology. Wiley. New York.

Mackereth, F.J.H., Heron, J. and Talling, J.F. 1989. Water analysis: some revised

methods for limnologists. Freshwater Biological Association. 36 : 120.

Mattjik, A.A. dan Sumertajaya, I.M. 2002. Pancangan Percobaa dengan aplikasi

SAS dan Minitab Jilid 1. IPB Press. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mubarak, H. 1981. Percobaan Budidaya Rumput Laut Euchema spinosum di

Perairan Lorok, Pacitan dan Kemungkinan Pengembangannya. Balai

Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.

Page 74: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

60

Mukti, E. 1987. Ekstraksi dan Analisa Sifat Fisiko-kimia Karagenan dari

Rumput Laut Jenis Eucheuma cottonii. Majalah Khusus. Fakultas

Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nelson, D.L. dan Cox, M.M. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry (4th

edition).W.H Publisher. New York.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologi diterjemahkan

oleh H. M. Eidman, Koesbiono, D. G. Bangen, M. Hutomo, dan S.

Sukardjo. PT Gramedia. Jakarta.

Puslitbangkan. 1991. Budidaya Rumput Laut (Eucheuma sp.) dengan Rakit dan

Lepas Dasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan

Penelitian Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Rachmaniar. 1996a. Seaweed Resources in Indonesia. Asia Pacific Phycological

Forum I. Sydney.

Rasyid, A., Rachmat, R., dan Murniasih, T. 1999. Karakterisasi polisakarida agar

dari Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Prosiding. Pra Kipnas VII Forum

Komunikasi I Ikatan Fikologi Indonesia, 8 September 1999,

Gedung DRN, Puspiptek, Serpong.

Soegiarto, A.W., Sulistijo, dan Mubarak, H. 1978. Rumput Laut (algae) Manfaat.

Potensi dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oseanologi Nasional.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.

Sudarmadji, S. dan Markakis, P. 1977. Phytate and Phytase of Soybean Tempe. J.

Sci. Food Agric. 28: 381-394.

Syahputra. 2005. Pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut

K. alvarezii yang dibudidayakan pada kondisi lingkungan dan jarak tanam

yang berbeda. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zatnika, A. dan Angkasa, W.I. 1994. Teknologi Budidaya Rumput Laut. Makalah

pada Seminar Pekan Akuakultur V. Tim Rumput Laut BPP Teknologi

Jakarta. Jakarta.

Page 75: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

61

LAMPIRAN

Page 76: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

62

Lampiran 1. Data bobot basah kultivasi Gelidium latifolium (gram)

Hari ke- Ulangan Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5

H-0 1 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3

2 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3

3 3 3 3 3 3

3 3 3 3 3

H-7 1 3.09 3.15 3.25 3.13 3.09

3.1 3.17 3.19 3.09 3.08

2 3.07 3.2 3.22 3.1 3.14

3.11 3.24 3.17 3.15 3.16

3 3.07 3.18 3.22 3.14 3.1

3.11 3.15 3.2 3.2 3.12

H-14 1 3.21 3.35 3.44 3.27 3.19

3.2 3.39 3.34 3.22 3.22

2 3.19 3.45 3.46 3.29 2.83

3.18 3.43 3.39 3.32 2.41

3 3.22 3.37 3.47 3.28 3.25

3.14 3.32 3.45 3.31 3.23

H-21 1 3.35 3.66 3.52 3.45 3.23

3.38 3.5 3.49 3.37 3.28

2 3.31 3.6 3.75 3.41 2.85

3.27 3.69 3.64 3.43 2.5

3 3.34 3.63 3.76 3.46 3.32

3.26 3.5 3.73 3.47 3.36

H-28 1 3.42 3.92 3.71 3.54 3.35

3.53 3.79 3.86 3.49 3.5

2 3.5 3.63 3.84 3.71 2.92

3.34 3.9 3.77 3.8 2.53

3 3.5 3.89 4.03 3.55 3.29

3.43 3.74 4.11 3.49 3.3

H-35 1 3.51 4.11 3.9 3.57 3.39

3.54 3.95 4.14 3.53 3.57

2 3.47 3.67 4.02 3.88 2.96

3.43 4.04 3.79 3.9 2.64

3 3.58 3.99 4.18 3.44 3.34

3.42 3.8 4.25 3.67 3.33

H-42 1 3.55 4.17 4.14 3.62 3.42

3.6 4.06 4.27 3.56 3.6

2 3.51 3.87 4.12 3.93 3.04

3.49 4.14 3.91 3.96 2.73

3 3.63 4.03 4.23 3.38 3.41

3.48 3.89 4.29 3.53 3.35

Page 77: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

63

Lampiran 2. Data bobot basah rata-rata kultivasi Gelidium latifolium (gram)

Hari ke- Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5

H-0 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00

H-7 3.09 3.18 3.21 3.14 3.12

H-14 3.19 3.39 3.43 3.28 3.02

H-21 3.32 3.60 3.65 3.43 3.09

H-28 3.45 3.81 3.89 3.60 3.15

H-35 3.49 3.93 4.05 3.67 3.21

H-42 3.54 4.03 4.16 3.66 3.26

Lampiran 3. Data selisih bobot basah rata-rata kultivasi Gelidium latifolium (gram)

yMinggu ke Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5

M1 0.0917±0.02 0.1817±0.03 0.2083±0.03 0.1350±0.04 0.1150±0.03

M2 0.0983±0.04 0.2033±0.03 0.2167±0.04 0.1467±0.03 -0.0933±0.37

M3 0.1283±0.03 0.2117±0.08 0.2233±0.09 0.1500±0.03 0.0683±0.04

M4 0.1350±0.05 0.2150±0.09 0.2383±0.11 0.1650±0.14 0.0583±0.09

M5 0.0383±0.05 0.1150±0.09 0.1600±0.12 0.0683±0.140 0.0567±0.10

M6 1.0517±0.01 0.1000±0.06 0.1133±0.07 -0.0017±0.08 0.0533±0.03

Lampiran 4. Data laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium (%)

Minggu ke- Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5

M1 0.43±0.01 0.84±0.15 0.96±0.06 0.63±0.14 0.54±0.15

M2 0.44±0.03 0.86±0.10 0.95±0.07 0.64±0.07 0.02±0.85

M3 0.48±0.06 0.86±0.06 0.93±0.17 0.64±0.04 0.12±0.58

M4 0.45±0.03 0.82±0.04 1.06±0.14 0.69±0.13 0.51±0.44

M5 0.43±0.03 0.77±0.07 0.85±0.11 0.57±0.15 0.18±0.33

M6 0.40±0.03 0.70±0.05 0.78±0.07 0.47±0.16 0.19±0.25

Page 78: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

64

Lampiran 5. Data laju pertumbuhan relatif Gelidium latifolium (%)

Minggu ke- Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5

M1 3.01 5.88 6.71 4.44 3.76

M2 6.1 12.07 13.25 8.97 0.25

M3 10.08 18.13 19.53 13.44 2.48

M4 14.07 23.94 25.84 18.09 4.34

M5 15.17 26.90 29.88 19.83 8.18

M6 16.64 29.42 32.66 19.82 9.91

Lampiran 6. Jumlah terlarut pada kultivasi Gelidium latifolium (mg/L)

Hari ke- Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5

3 22.59 28.16 31.97 35.20

6 21.71 26.99 31.09 34.03

9 21.12 26.99 29.92 32.27

13 23.17 28.16 31.39 36.37

16 22.00 27.57 30.51 34.03

19 21.41 26.99 29.92 32.56

23 22.88 29.04 31.68 34.61

26 22.29 28.16 30.51 33.15

29 20.83 27.57 28.45 31.39

33 22.29 28.75 31.39 37.25

36 22.00 28.16 29.92 35.49

39 21.41 27.28 27.57 33.73

42 19.95 26.40 26.69 31.68

Rata-rata 21.82 27.71 30.08 33.98

Page 79: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

65

Lampiran 7. Jumlah sisa pada kultivasi Gelidium latifolium (%)

Hari ke- Perlakuan 2 Perlakuan 3

3 9.90 11.25

6 10.00 11.63

9 10.27 12.00

13 9.53 10.87

16 10.00 11.87

19 10.27 11.53

23 9.87 11.63

26 10.13 11.83

29 10.30 11.87

33 10.27 11.77

36 10.47 11.87

39 10.67 12.07

42 10.47 12.27

Rata-rata 10.16 11.73

Lampiran 8. Analisis statistik laju pertumbuhan Gelidium latifolium

Anova: Two-Factor Without Replication

SUMMARY Count Sum Average Variance Row 1 5 3.393605 0.678721 0.047236 Row 2 5 2.905547 0.581109 0.13822 Row 3 5 3.031282 0.606256 0.106611 Row 4 5 3.529191 0.705838 0.059487 Row 5 5 2.801609 0.560322 0.073232 Row 6 5 2.534402 0.50688 0.056438

Column 1 6 2.632152 0.438692 0.000769 Column 2 6 4.855592 0.809265 0.004055 Column 3 6 5.522412 0.920402 0.009109 Column 4 6 3.636643 0.606107 0.005724 Column 5 6 1.548838 0.25814 0.046112 ANOVA

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Rows 0.138926 5 0.027785 2.925986 0.038479 2.71089

Columns 1.734977 4 0.433744 45.6765 8.75E-10 2.866081

Error 0.18992 20 0.009496

Total 2.063823 29

Page 80: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

66

Uji F(coloumns) atau perlakuan

F-crit < F-hitung, Tolak Ho artinya pemberian injeksi berpengaruh nyata

terhadap pertumbuhan Gelidium latifolium. Stelah itu dilakukan perhitungan CV

atau koefisien keragaman dengan perhitungan sebagai berikut:

CV = x 100%

CV = x 100% = 16,06% (Uji Ducan)

Uji Ducan (DMRT)

Perlakuan Nilai rata-rata DGR Kode variasi

P1 0.438692072 b

P2 0.809265278 d

P3 0.920401972 e

P4 0.606107109 c

P5 0.25814 a

Grafik Sebaran Normal Regresi Laju Pertumbuhan Harian Gelidium

latifolium

x = 0.463 - 0.000659 t

Page 81: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

67

x = 0.913 - 0.00401 t

x = 1.02 - 0.00486 t

x = 0.698 - 0.00404 t

Page 82: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

68

x = 0.322 - 0.00502 t

Lampiran 9. Contoh perhitungan kadar karbohidrat

Dik : V-tiosulfat = 8,62 ml

gr sampel = 2 gram = 2000 mg

Dit : Kadar karbohidrat = …………….?

Kadar karbohidrat =

= 19,40% (Kontrol)

Lampiran 10. Kualitas air selama kultivasi Gelidium latifolium

Temperatur (°C)

Hari ke- P1 P2 P3 P4 P5

0 27 27 27 27 27

3 27 27 27 27 27

6 26 26 26 26 26

9 27 27 27 27 27

13 27 27 27 27 27

16 26 26 26 26 26

19 26 26 26 26 26

23 25 25 25 25 25

Page 83: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

69

26 25 25 25 25 25

29 26 26 26 26 26

33 26 26 26 26 26

36 26 26 26 26 26

39 26 26 26 26 26

42 26 26 26 26 26

Salinitas (‰)

Hari ke- P1 P2 P3 P4 P5

0 32 32 32 32 32

3 32 32 32 32 32

6 33 33 33 33 33

9 34 34 34 34 34

13 32 32 32 32 32

16 33 33 33 33 33

19 33 33 33 33 33

23 32 32 32 32 32

26 33 33 33 33 33

29 34.5 34.5 34.5 34.5 34.5

33 32 32 32 32 32

36 32 32 32 32 32

39 33 33 33 33 33

42 34 34 34 34 34

Keasaman (pH)

Hari ke- P1 P2 P3 P4 P5

0 8.2 8.2 8.2 8.2 8.2

3 8.3 7.5 7.3 7.1 6.6

6 8.5 7.4 7.2 7.0 6.5

9 8.6 7.4 7.2 6.8 6.3

13 8.3 7.5 7.3 7.1 6.6

16 8.5 7.5 7.3 7.0 6.5

19 8.7 7.4 7.2 6.7 6.3

23 8.3 7.5 7.3 7.1 6.6

26 8.5 7.4 7.2 7.0 6.5

29 8.7 7.4 7.4 6.7 6.3

33 8.3 7.3 7.3 7.1 6.6

36 8.5 7.5 7.3 7.0 6.5

39 8.7 7.4 7.2 6.7 6.3

42 8.8 7.4 7.2 6.6 6.2

Page 84: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

70

Lampiran 11. Foto-foto selama penelitian

(a) Sampel Gelidium latifolium (b) Aklimatisasi sampel

(c) Pengukuran dimensi sampel (d) Alga parasit pada saat kultivasi

(e) Media PDA (f) Jarum ose (g) Spirtus

(h) Hasil isolasi fungi tahap 1 (i) Hasil peremajaan fungi

Page 85: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

71

(j) Gelidium latifolium kering (k) Sampel untuk hidrolisis

(l)Hidrolisis asam HCL (m) Penambahan (n) Penambahan kanji

Luff Schrool

Page 86: LAJU PERTUMBUHAN BIOMASSA DAN UJI KADAR KARBOHIDRAT ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/61282/6/C12dfl.pdf · penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,

72

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 6 Desember

1990 dari ayah bernama Sukendar dan ibu bernama Rustika.

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pada

tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas dari

SMAN 1 Sumedang dan pada tahun yang sama masuk di Institut Pertanian Bogor,

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.

Semasa menempuh kegiatan akademik di IPB, penulis aktif dalam

organisasi kemahasiswaan, yaitu Anggota Racana Pramuka IPB 2008-2012,

Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK 2009-2010, Anggota IAAS IPB

2009-2010, dan Anggota Himpunan Mahasiswa ITK 2009-2012. Penulis juga

pernah menjadi asisten mata kuliah Iktiologi 2010-2012, Biologi Laut 2010-2012,

Ekologi Laut Tropis 2012-2013, dan Biologi Tumbuhan Laut 2012-2013.

Penulis pernah menjadi Mahasiwa Berprestasi Departemen ITK pada

tahun 2010, 10 besar Lomba Menulis Energi Terbarukan ESDM, perwakilan

Latihan Gabungan Nasional Pramuka se-Indonesia pada tahun 2010 di Universitas

Sriwijaya, Sumatera Utara dan tahun 2011 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa,

Banten. Selain itu, penulis pernah mengikuti kegiatan Sailing Practice 2010 di

Kepulauan Spermonde serta menjadi pembicara pada kegiatan Konservasi dan

Survei Lapangan Himiteka di Kecamatan Parigi, Ciamis.