Upload
alda-muhammad-sulaiman
View
129
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA HARTOYO ANDANGJAYA
PEREMPUAN-PEREMPUAN PERKASA
Perempuan-perempuan yang membawa bakul di pagi buta, dari manakah merekake stasiun kereta mereka datang dari bukit-bukit desasebelum peluit kereta pagi terjagasebelum hari bermula dalam pesta kerja
Perempuan-perempuan yang membawa bakul dalam kereta, kemanakah merekadi atas roda-roda baja mereka berkendaramereka berlomba dengan surya menuju gerbang kotamerebut hidup di pasar-pasar kota
Perempuan-perempuan perkasa yang membawa bakul di pagi buta, siapakah merekamereka ialah ibu-ibu berhati baja, perempuan-perempuan perkasaakar-akar yang melata dari tanah perbukitan turun ke kotamereka : cinta kasih yang bergerak menghidupi desa demi desa
DARI SEORANG GURU KEPADA MURID-MURIDNYA
Apakah yang kupunya, anak-anakkuselain buku-buku dan sedikit ilmusumber pengabdian kepadamu
Kalau di hari Minggu engkau datang ke rumahkuaku takut, anak-anakkukursi-kursi tua yang di sanadan meja tulis sederhanadan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnyasemua padamu akan berceritatentang hidup di rumah tangga
Ah, tentang ini aku tak pernah berceritadepan kelas, sedang menatap wajah-wajahmu remaja- horison yang selalu biru bagiku -karena kutahu, anak-anakkuengkau terlalu mudaengkau terlalu bersih dari dosauntuk mengenal ini semua
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA HARTOYO ANDANGJAYA
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
RAKYAThadiah di hari kridabuat siswa-siswa SMA NegeriSimpang Empat, Pasaman
Rakyat ialah kitajutaaan tangan yang mengayun dalam kerjadi bumi di tanah tercintajutaan tangan mengayun bersamamembuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbungamengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kotamenaikkan layar menebar jalameraba kelam di tambang logam dan batubaraRakyat ialah tangan yang bekerja
Rakyat ialah kitaotak yang menapak sepanjang jemaring angka-angkayang selalu berkata dua adalah duayang bergerak di simpang siur garis niagaRakyat ialah otak yang menulis angka-angka
Rakyat ialah kitaberagam suara di langit tanah tercintasuara bangsi di rumah berjenjang bertanggasuara kecapi di pegunungan jelitasuara bonang mengambang di pendapasuara kecak di muka purasuara tifa di hutan kebun palaRakyat ialah suara beraneka
Rakyat ialah kitapuisi kaya makna di wajah semestadi darathari yang beringatgunung batu berwarna coklatdi lautangin yang menyapu kabutawan menyimpan topanRakyat ialah puisi di wajah semesta
Rakyat ialah kitadarah di tubuh bangsadebar sepanjang masa
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA TAUFIK ISMAIL
KARANGAN BUNGA
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Tiga anak kecilDalam langkah malu-maluDatang ke Salemba Sore itu
“Ini dari kami bertigapita hitam pada karangan bungasebab kami ikut berdukabagi kakak yang ditembak matisiang tadi “
JALAN SEGARA
Di sinilah penembakanKepengecutanDilakukan pawai bergerakDilakukanKetika pawai bergerakDalam panas matahariDan pelor membayar pajakNegeri iniDitembuskan ke punggungAnak-anaknya sendiri
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA TAUFIK ISMAIL
STASIUN TUGU
Tahun empat puluh tujuh, suatu malam di bulan MeiKetika kota menderai dalam gerimias yang renyai
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Di tiang barat lentera merah mengerjap dalam basahMenunggu perlahan naiknya tanda penghabisan
Keleneng andong terputus di jalan berlinanganSuram ruang stasiun berada dan tempat menungguTruk menunggu dan laskar berlagu-lagu perjuanganDi tugu seorang ibu menunggu, dua anak dipangku
Berhentilah waktu di setasiun Tugu, malam iniDi suatu malam yang renyai, tahun empat puluh tujuhPara penjem[put kereta Jakarta yang penghabisanHujanpun aneh di bulan Mei, tak kunjung teduh
Di tiang barat lentera mengerjap dalam basahAnak perempuan itu dua tahun, melengkap dalam pangkuanMalam makin lembab, kuning gemetar lampu setasiunAnaknya masih menyanyi “Satu Tujuh Delapan Tahun”
Udara telah larut ketika tanda naik pelan-pelanSeluruh menjemput sama tegak, memandang ke arah baratIbu muda menjaga anaknya yang kantuk dalam lenaBerkata : lambaikan tanganmu dan panggilan bapa
Wahai ibu muda, seharian atap-atap kuta untukmu berbasahKarena kelaziman militer pagi tadi terjadi di KlenderSeluruh republik menundukkan kepala, nestapa dan resahUap ungu berdesir menyeret gerbong jenazah terakhir
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA AMIR HAMZAH
PADAMU JUA
Habis kikisSegala cintaku hilang terbangPulang kembali aku pada-MuSeperti dahulu
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Kaulah kandil kemerlapPelita jendela di malam gelapMelambai pulang perlahanSabar, setia selalu
Satu kekasihkuAku manusiaRindu rasaRindu rupa
Dimana engkauRupa tiadaSuara sayupHanya merangkai hati
Engkau cemburuEngkau ganasMangsa aku dalam cakarmuBertukar dengan lepas
Nanar aku gila sasarSayang berulang padamu juaEngkau pelik menarik inginSerupa dara dibalik tiraiKasihmu sunyiMenunggu seorang diriLalu waktu - bukan gilirankuMati hati - bukan kawanku……….
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA RAMADHAN K.H.
TANAH KELAHIRAN
Seruling di pasir ipis, merduAntara gundukan pohon pina,Terbang menggema di dua kakiBurangrang- Tangkuban perahu
Jamrut di pucuk-pucukJamrut di air tipis menurun
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Membeli tangga di tanah merahDi kenal gadis-gadis dari bukitNyanyikan kentang sudah digaliKenakan kebaya merah ke pewayangan
Jamrut di pucuk-pucukJamrut di hati gadis menurun
Kalau tidak karena puanTidaklah bintang meninggi hariKalau tidak karena tuanTidaklah beta datang kemari
Tidaklah bintang meninggi hariKalau bukan karena siangTidaklah beta datang kemariKalau bukan karena sayang
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA EMHA AINUN NADJIB
GADIS DAN SUNGAI
lihatlah gadis itu, yang berjalan sendiri di pinggir sungailihatlah rambutnya yang panjang dan gaunnya yang kuningbernyanyi bersama angincerah matanya seperti matahari, seperti pohon-pohon trembesiwahai cobalah tebak kemana langkahnya pergi
“aku ingin menyeberangi sungaiada bunga memancar ke hatikulihat semalam dalam mimpi
lihatlah gelora wajahnya dan langkahnya perkasa, berkat
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
semangat dari mimpinya, lihatlah matanya yang jernih itubelum bisa menangkap duri dan batu-batuwahai katakanlah segera kepadanya, bahwa arus sungai itusangatlah derasnya, Lumpur dan lintah banyak di dalamnyahendaknya teguh dan kokoh kakinya, agar tak terperosokjauh dan luka
PERMINTAAN
ada yang tersembunyiterasa tak terkatakanada yang terpateripadamu : satu permintaan
ada yang tersembunyiterasa tak terungkapkanada yang kucaripadamu : satu harapan
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA DARMANTO JATMAN
PERAHU LAYAR
kembang layar kembangsibak air, ukir wajah lautkembang layar kembangtabur angin, remangi langit
pada nelayan aku berteriak lantang :ai abang, abangpasang layar abang, pasang layarlalu hati meronta berdoa kepada Tuhan :o Tuhan, bawalah manusia ini ke tempat taburan ikanbiar hati beriak menyusuri kehidupan
lalu dengan alun akupun menembang :
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
kembang layar kembanglaju ke ujung bumi, batas langit dan laut
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA ASRUL SANI
SURAT DARI IBU
Pergi ke dunia luas, anakku sayangPergi ke laut bebasSelama angin masih angin buritandan matahari menyinari daun-daunandalam rimba dan padang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayangPergi ke alam bebasSelama hari belum petangdan warna senja belum kemerah-merahan
Jika bayang telah pudardan elang laut pulang ke sarangangin bertiup ke benuatiang-tiang akan kering sendiridan nahkoda sudah tak berpedomanboleh engkau datang padaku
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Kembali pulang anakku sayangKembali ke balik malamJika kapalmu telah rapat ke tepikita akan bercerita“tentang cinta dan kehidupanmu pagi hari”
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA CHAIRIL ANWAR
AKU
Kalau sampai waktuku‘ku mau tak seorang ‘kan merayutidak juga kautak perlu sedu sedan ituaku ini binatang jalangdari kumpulannya terbuangbiar peluru menembus kulitkuaku tetap meradang menerjangluka dan bisa kubawa berlariberlarihingga hilang pedih peridan aku akan lebih tidak peduliaku mau hidup seribu tahun lagi
NISAN
Untuk nenekanda
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Bukan kematian benar membusuk kalbuKeridlaanmu menerima segala tibaTak tahu setinggi itu atas debuDan duka maha tuan bertakhta
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA CHAIRIL ANWAR
DIPONEGORO
Dimasa pembangunan ini Tuan hidup kembaliDan bara kagum menjadi apiDi depan sekali tuan menantiTak gentar. Lawan banyaknya seratus kaliPedang di kanan, keris di kiriBerselempang semangat yang tak bisa matiMajuIni barisan tak bergenderang berpaluKepercayaan tanda menyerbuSekali berartiSudah itu matiMaju
Bagimu negeriMenyediakan apiPunah di atas menghambaBinasa di atas ditindaSungguhpun dalam ajal baru tercapaiJika hidup harus merasai
Maju
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
SerangTerjang
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIW.S. RENDRA
GERILYA
Tubuh biruTatapan mata biruLelaki terguling di jalan
Angina tergantungTerkecup tembakauBandungan keluh dan bencana
Tubuh biruTatapan mata biruLelaki terguling di jalan
Dengan tujuh lubang pelordiketuk gerbang langitdan menyala menteri mudamelepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merahdengan sayur-sayur di punggungmelihatnya pertama
Ia beri jeritan manisDan duka daun wortel
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Orang-orang kampung mengenalnyaanak janda berambut ombakditimba air bergantung-gantungdisiram atas tubuhnyatubuh biru tatapan mata birulelaki terguling di jalan
Lewat gardu Belanda dengan beraniberlindung warna malamsendiri masuk kotaingin ikut ngubur ibunya
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIKARYA CHAIRIL ANWAR
DOAKepada pemeluk teguh
TuhankuDalam termanguAku masih menyebut namaMu
Biara susah sungguhmengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas sucitinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentukremuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
TuhankudipintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISICHAIRIL ANWAR
MIRAT MUDA, CHAIRIL ANWAR
Dialah, Miratlah, ketika mereka rebahMenatap lama ke dalam pandangannyacoba memisah matanya menantangyang satu tajam dan jujur yang sebelah
Ketika diadukannya giginya padamulut Chairil; dan bertanya : Adakah, adakahkau selalu mesra dan aku bagimu indah?Mirat raba urut Chairil, raba dadadan tahulah dia kini, bisa katakandan tunjukkan dengan pasti di manamenghidup jiwa, menghembuskan nyawaLiang jiwa-nyawa saling berganti. Diarapatkan
Dirinya pada Chairil makin sehati;hilang secepuh segan, hilang secepuh cemasHiduplah Mirat dan Chairil dengan deras,menuntut tingi tiada setapak berjarakdengan mati.
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISICHAIRIL ANWAR
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Buat Sri Ajati
Ini kali tidak ada yang mencari cintadiantara gudang, rumah tua, pada ceritatiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlautmenghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elangMenyingung muram, desir hari lari berenangmenemu bujuk pangkal akanan tidak bergerakdan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalanmenyisir semenanjung, masih pengap harapsekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalandari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIB. PRIYONO
TENTANG TUHAN II
Ada langit membentangDisetiap mimpi kita. Dalam sendiri
Berdiri dengan asing dan ruang kosongMemusar juga Tanya. Dari mana kita ini?
Kita pula dan tak tahu Asal kita dan kapankah Kita tiba dan kapankah Kita tiada dan buat apa Kita ada di sini
lahir pada bumi yang sunyi api
dalam cuaca api berkabut dan asing, di langit
sosok remang- remang siapakah ia?
ularkah dia? kata-katakah suara-suarakah? siapa yangkah? : Yang siapa
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISITOTO SUDARTO BACHTIAR
GADIS PEMINTA-MINTA
Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecilSenyummu terlalu kekal untuk kenal dukaTengadah padaku, pada bulan merah jambuTapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecilPulang ke bawah jembatan yang melulur sosokHidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapanGembira dam kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara ketedralMelintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kauhafalJiwa begitu murni, terlalu murniUntuk membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecilBulan di atas itu, tak ada yang punyaDan kotaku, ah kotakuHidupnya tak lagi punya tanda
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIRACHMAT DJOKO PRADOPO
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
KAMILAH ITU, YA BAPA
Telah datang pasukan pembebasSangkur-sangkur terhunus bagi penindasKamilah itu, ya Bapa, kamilah ituKami adalah ratapan abadiKami adalah ratapan abadiYang akan bangkit dari ratapan
Kami itu, ya bapaPara petani, buruh, pegawai dan siapa pun jugaYang mau bangkit dari ratapan dan tindasanMenghunus sangkur mengkilatBuat jantung para pencoleng dan pengkhianatanYang menjauhkan mimpi dan cita kamiNegeri tenteram bahagia damai
PELURU
Sebutir anak peluru telah lepas dari longsongnyaMenyuruk ke daging dan kini tergeletak di atas mejaSetelah pisau bedah mencungkilnya dari dadaAnak sekolah yang kini ia teringat ulangannyaTeringat buku tulis dan aljabar yang mahal hargaNamun tak bias lagi turut demontrasi, tak bisa lagiTurut perjuangkan penderitaan rakyat berjuta
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIABDUL HADI WM.
TUHAN KITA BEGITU DEKAT
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
TuhanKita begitu dekatSebagai api dengan panas
Tuhan Kita begitu dekatSeperti kain dengan kapasAku kapas dalam kainmu
Tuhan Kita begitu dekatSeperti angin dan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelapKini aku nyala Pada lampu padammu
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIDOROTHEA ROSA HERLIANY
TANAH AIRKU
Kurindukan kepompong, pertapaan sekian
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Abad menunjam tanah tak subur lagi bagi tamanBunga bangkai. Kurindukan daun. Ulatulat.Memangkasnya. Kupukupu tak terbang karena tanggalSayapsayapnya. Kurindukan kepompong.
Tanahairku Lumpur dan bebatuan. Padang.Amat luas. Cakrawala dan alangalang. Tak ada.Rumah buat ulatulat dan kupukupu. Tapi selembar hatikuMasih basah. Masih kuat aku mengalirkan darah.
Tanahairku Lumpur dan bebatuan, tanah airkuLumutlumut dan selembar hati. Bertapalah!
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIEKA BUDIANTA
POTRET TUKANG SAMPAH
Dengan perut lapar dan harapan kosongAku menelanmu, JakartaKukunyah-kunyah sebuah mikrolet tuaOnggokan sampah telah jadi menu utamakuRoda gerobak adalah sendok dan garpu
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Tuhan, jangan beri aku uangBaunya lebih kecut ketimbang sampahkuMendingan di bayang-bayang pohon manggaAku menyiapkan cerita untuk anak cucuUntukmu, JakartaUntuk pengemudi bajaj, penyalur gentengDan pedagang kakilima
Jakarta, seribu tahun genap sudahEngkau masih compang-camping, luka-lukaTangis bayi dan jerit wanita di mana-manaBianglala di atas perkampunganBikin cinta terbakar dalam perut lapar
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIYUDISTIRA ARDI NUGRAHA
BIARIN !
kamu bilang hidup ini brengsek. Aku bilang biarinkamu bilang hidup ini ngak punya arti. Aku bilang biarinkamu bilang aku nggak punya kepribadian. Aku bilang biarinkamu bilang aku nggak punya pengertian. Aku bilang biarin
habisnya, terus terang saja, aku nggak percaya sama kamutak usah marah. Aku tahu kamu orangnya sederhana
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
cuman, karena kamu merasa asing saja makanya kamu selalu bilang seperti itu
kamu bilang aku bajingan. Aku bilang biarinkamu bilang aku perampok. Aku bilang biarin
soalnya, kalau aku nggak jadi bajingan mau jadi apa coba, lonte?aku laki-laki. Kalau nggak suka kepadaku sebab ituaku rampok hati kamu. Tokh nggak ada yang nggak perampok di duniaini. Iya nggak? Kalau nggak percaya Tanya saja sama polisi
habisnya, kalau nggak kubilang begitu mau apa cobabunuh diri? Itu lebih brengsek daripada membiarkan hidup ini berjalanseperti kamu sadari sekarang ini
kamu bilang itu melelahkan. Aku bilang biarinkamu bilang itu menyakitkan
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISISUTARDJI CALZOUM BACHRI
TANAH AIRMATA
tanah airmata tanah tumpah dukakumata air airmata kamiairmata tanah air kami
di sinilah kami berdirimenyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanhmukami simpan perih kamidi balik etalase megah gedung-gedungmukami coba sembunyikan derita kami
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
kami coba simpan nestapakami coba kuburkan dukalaratapi perih tak bias sembunyiia merebak ke mana-mana
bumi memang tak sebatas pandangdan udara luas menunggunamun kalian takkan bias menyingkirke manapun melangkahkalian pijak airmata kamikle manapun terbangkalian ‘kan hinggap di airmata kamike manapun berlayarkalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepungtakkan bias mengelahtakkan bias ke mana pergimenyerahlah pada kedalaman airmata kami
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISISUTARDJI CALZOUM BACHRI
BELAJAR MEMBACA
Kakiku lukaLuka kakikuKakikau lukakahLukakah kakikauKalau kakikau lukaLukakukah kaki kauKakiku lukaLukakaukah kakikuKalau lukaku lukakauKakiku kakikaukahKakikaukah kakikuKakiku luka kakuKalau lukaku lukakauLukakakukakiku lukakakukakikaukahLukakakukakikakukah lukakakukakiku
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LUKA
Ha ha
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISISUTARDJI CALZOUM BACHRI
SHANGHAI
Ping di atas pongPong di atas pingPing-ping bilang pongPong-pong bilang pingMau pong ? Bilang pingMau ping? Bilang pongMau mau bilang pingYa pong ya pingYa ping ya pongTak ya pong tak ya pingYa tak pingYa tak pongKau tak punya pingKau tak punya pongPinggir ping kau mau pongTak tak bilang pingPinggir pong kau mau ping
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Tak tak bilang pongSembilu jarak-Mu merancap nyaring
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISISLAMET SUKIRNANTO
BUKIT SIBISU
Tak ada waktu menggali lukaHanya kabut dan kehijauan- selimut pertapa ! diammu mengagumkanMenyentuh kencana – keheningan jiwa,Mengatas terus bertanya :Adakah puncakmu Sorga?Bukit Sibisu
di kakimuLelaki tertahan sejenakMengurai gairah. Dan lupaTanya hari esokKeyakinan kokohDalam ruang batinnyaTiba-tiba tegakBagaikan batu padas tanah Toba!Bersama sunyi mengeja semesta!Danau Toba – juga batu padas dan manusiaHidup di tebing curam
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Mengoyak lebar kolam maha luas- mandilah bulan dan matahari senja!Ada nyanyi gersangDan petikan gitar
Menggetar merongga angkasa!Puaskan dahagaWas-was dan kecewaLarut bersama ombak
Si pemabuk tuak pulangGontai. Di tangannyaMenggenggam erat setangkai bunga!
Beri lagi AkuHidup bijak
dalam keras batudalam lembut bunga
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISISITOR SITUMORANG
LAGU GADIS ITALI
Kerling danau di pagi hariLonceng gereja di bukit ItaliJika musimmu tiba nantiJemputlah abang di teluk Napoli
Kerling danau di pagi hariLonceng gereja bukit ItaliSadari abang lalu pergiAdik rindu setiap hari
Kerling danau di pagi hariLonceng gereja bukit ItaliAndai abang tak kembaliAdik menunggu sampai mati
Batu tandus di kebun anggurPasir teduh di bawah nyiurAbang lenyap hatiku hancurMengejar bayang di salju gugur
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIREMY SYLADO
IBU KOTA KOTA IBU
Kalau aku makmurKubeli Jakarta, kucelup jadi putih
Kau bias bayangkanKalau Jakarta tiba-tiba putih semuaMas di puncak Monas : putihpatung selamat Datang : putihPohon Taman Surapati : putihLapangan sepakbola Istora : putihAir Ciliwung : putih
Barangkali dengan putihDosa-dosa Jakarta akan tersamarPenjambretan, penodongan, pemerkosaanPerjudian, pelacuran, pembunuhan: putih !
Putih kau tau warna kesucianTapi putih kau pun tau, warna kelalaianBagaimana orang bias dipercaya bicaraJika ia berada dalam kelas yang kalahSeperti kini Jakarta disesaki olehnya
Kau aku kalah
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Kumau kalah dengan kesucianTapi aku tidak persis dalam kalau-kuKunyanyikan ode ini untukmubetapapun tak merdu, sediakanlah kupingmu
Ini kota, kau tau, bukan sekedar ibu kotaTapi kota ibuDengan sejumlah kalau
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIISMA SAWITRI
TIGA SERANGKAI
tiga serangkai lampu becaya musthafa ya musthafatiga serangkai lampu becadi sisi kiri di sisi kananyang satu berkaca merahsatunya lagi berkaca putihyang di tengah berkaca hijautiga serangkai lampu becadibawa berkayuh terayun-ayunmalam berlenggang menurun embunya musthafa mari pulangke sarang nyamuk ke sarang lalatke sarang mimpitempat sangkutan topiya musthafa –kokok ayam dini hari
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIHAMID JABBAR
SELAMAT TINGGAL MANUSIA BUDAK INDONESIA
Akulah Indonesia yang kalian puja-puja dalam lagu. AkulahIndonesia yang kalian injak-injak dalam tingkah laku. AkulahIndonesia yang kalian elus-mulus dengan penuh birahi. AkulahIndonesia yang kailan perkosa dengan kesumat keparat. AkulahIndonesia yang kalian pertahankan begitu gila-gilaan. AkulahIndonersia yang kalian obral-gombal habis-habisan. AkulahIndonesia yang kalian persetankan dalam pertikaian. AkulahIndonesia yang kalian pertuhankan dalam persatuan. AkulahIndonesia yang semakin tak tertahankan untuk bertahan. Akuilah,kalian ingin mengucapkan, “Selamat Tinggal Indonesia!”Pergilah, kalau kalian mau pergi.Semoga kalian sungguh-sungguh merdekaMerdekalah!
Maka kalau kalian sudah sungguh-sungguh menjadi manusia merdeka,Baru akan aku akuilah kalian sungguh-sungguh menjadi manusiaIndonesia!Maka akan aku ucapkan kepada kalian“Selamat Tinggal Manusia Budak Indonesia!”
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIA. MUSTOFA BISRI
AGITASI ATAWA PIDATO RAKYATJELATA DI DEPAN OKNUM
DAN PEJABAT
Bapak-bapak, ibu-ibu panutan kami
Para pemimpin dan pejabat yang terhormat
Sebelumnya maafkanlah kami
Kami sudah sering bapak-bapak dan ibu-ibu pidatokan
Terima kasih nama kami telah bapak-bapak dan
ibu-ibu bawa
Kemana-mana pada setiap kesempatan
Jika bapak-bapak dan ibu-ibu berkenan, o panutan
kami
Kini kami ingin bicara sendiri untuk bapak-bapak dan
ibu-ibu
Menirukan bapak-bapak dan ibu-ibu
Bapak-bapak dan ibu-ibu
Untuk dan demi membangun bangsa dan negeri ini
Sungguh kami sangat mengharapkan partisipasi bapak-
bapak dan ibu-ibu
Kami tahu bapak-bapak dan ibu-ibu sibuk
Urusan bapak-bapak dan ibu-ibu banyak
Belum lagi urusan warganegara teladan bapak bajak
dan ibu-ibu
Yang telah begitu besar membayar pajak
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Mereka tentu harus didahulukan
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIAGUS R. SARJONO
SAJAK PALSU
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolahdengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajarsejarah palsu dari buku-buku palsu. Di akhir sekolahmereka terperangah melihat hamparan nilai merekayang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlahmereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guruuntuk menyerahkan amplop berisi perhatiandan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsudan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak gurudan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsuuntuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolahdemi masa sekolah berlalu, merekapun lahirsebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hokum palsu,ahli pertanian palsu, insinyur palsu. Sebagianmenjadi guru, ilmuwan dan seniman palsu. Dengan gairah tinggimereka menghambur ke tengah pembangunan palsudengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu. Mereka saksikanramainya perniagaan palsu dengan ekspordan impor palsu yang mengirim dan mendatangkanberbagai barang kelontong kualitas palsu.Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonusdan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam jugapinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeriyang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat pun berniagadengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Makauang-uang asing menggertak dengan kurs palsusehingga semua blingsatan dan terperosok krisisyang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalamnasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsumeneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkangagasan-gagasan palsu di tengah seminardan dialog-dialog palsu menyambut tibanyademokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISISUTAN TAKDIR ALISYAHBANA
MENUJU KE LAUT
Kami telah meninggalkan engkau,tasik yang tenang, tiada beriakditeduhi gunung yang rimbundari angin dan topanSebab sekali kami terbangundari mimpi yang nikmat :
“Ombak ria berkejar-kejarandi gelanggang biru bertepi langitPasir rata berulang dikecup,tebing curam ditantang diserang,dalam bergurau bersama angin,dalam berlomba bersama mega.”
Sejak itu jiwa gelisah,Selalu berjuang, tiada reda,Ketenangan lama rasa beku,gunung pelindung rasa penggalang.Berontak hati hendak bebas,menyerah segala apa mengadang.
Gemuruh berderau kami jatuh,terhempas berderai mutiara bercahaya,Gegap gempita suara mengerang,dahsyat bahna suara menang.Keluh dan gelak silih bergantipekik dan tempik sambut menyambut
Tetapi betapa sukarnya jalan,badan terhempas, kepala tertumbuk,hati hancur, pikiran kusut,namun kembali tiadalah ingin,ketenangan lama tiada diratap…………………………………..
Kami telah meninggalkan engkau,tasik yang tenang, tiada beriak,diteduhi gunung yang rimbundari angin dan topanSebab sekali kami terbangundari mimpi yang nikmat
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIAHMADUN JOSI HERFANDA
SEMBAHYANG RUMPUTAN
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
walau kaubungkam suara azanwalau kaugusur rumah-rumah tuhanaku rumputantakkan berhenti sembahyang:inna shalaati wa nusukiwa mahyaaya wa mamaatilillahi rabbil ‘alamin
topan menyapu luas padangtubuhku bergoyang-goyangtapi tetap teguh dalam sembahyangakarku yang mengurat di bumitak berhenti mengucap shalawat nabi
sembahyangku sembahyang rumputansembahyang penyerahan jiwa dan badanyang rindu berbaring di pangkuan tuhansembahyangku sembahyang rumputansembahyang penyerahan habis-habisan
walau kautebang akuakan tumbuh sebagai rumput baruwalau kaubakar daun-daunkuakan bersemi melebihi dulu
aku rumputankekasih tuhandi kota-kota disingkirkanalam memeliharaku subur di hutan
aku rumputantak pernah lupa sembahyang: sesungguhnya shalatku dan ibadahkuhidupku dan matiku hanyalahbagi tuhan sekalian alam
pada kambing dan kerbaudaun-daun hijau kupersembahkanpada tanah akar kupertahankanagar tak kehilangan asal keberadaandi bumi terendah aku beradatapi zikirku menggemamenggetarkan jagat raya: la ilaaha illallahmuhammadar rasullah
aku rumputankekasih tuhan
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISISANUSI PANE
DIBAWA GELOMBANG
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Alun membawa bidukku perlahanDalam kesunyian malam waktuTidak berpawang tidak berkawanEntah kemana aku tak tahu
Jauh di atas bintang kemilauSeperti sudah berabad-abadDengan damai mereka meninjauKehidupan bumi yang kecil amat
Aku bernyanyi dengan suaraSeperti bisikan angin di daunSuaraku hilang dalam udaraDalam laut yang beralun-alun
Alun membawa bidukku perlahanDalam kesunyian malam waktuTidak berpawang tidak berkawanEntah kemana aku tak tahu
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISIIKRANAGARA
SEPATU
setahuku sepatu itu mestinya jadi pelindung kaki
ketika dari tikungan pertemuan pulau dan lautkudengar gumam memelas yang panjang
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
di sela-sela bukit pemancar berita ke pelosok dunia ada orang-orang berlutut menundukkan kepalamemohon perlindungan dari ancaman berdarahagar sepatu-sepatu menghentikan tendangan injakan penindasanatas betis selangkangan perut dadabatok-kepala mulut lidah benak hati
tapi terasa gumam itu akan terus berkepanjanganmengisi lembar-lembar sejarah dan dunia-dunia
serasa pasti akan tiba gilirankuuntuk ikut bergumamdari pojok yang temaram inisepasang sepatumengintaikusepanjang malam
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISILINUS SURYADI A.G.
PEMATUNG
Jangan tanyakan apa yang kuperbuat iniTapi kenapa aku berbuat demikianJangan tanyakan berapa harga batu iniTapi ada apa aku jadi demikian
Di balik batok kepalaku mencandra :
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
Bocah cilik bebas telanjangRambut terurai dikepang duaTatap matanya sorgaku yang hilang
Jangan tanyakan bagaimana kuberbuat iniPedih-kasihnya berproses perlahanTenaga hidupku berhimpun satuO, jangan tanyakan apa kudapat tebusan!
LAMPIRAN-LAMPIRAN PUISILEON AGUSTA
GETAH-GETAH LIDAH(dari sebuah sandiwara tentang suatu zaman
ketika homosek merajalela)
Hay, perempuan! Ada apa dengan kamu?kutukan paling celaka sedang menimpa teratak ini
O. adakah engkau yang terlibat, bagaimanapun?aku malu, marah dan amat terhinasyaitan jantan pun berpaling melihat kami
Hay, perempuan ! di mana syorga itu kau tinggalkan ?di sepanjang langkah-langkah dosa lelaki
Alangkah bijaknya engkau ; tuduhan balas tuduhan
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma
makanya berhentilah menuduhadakah tuan seorang malaikat, jantan ?
Hay, perempuan. Bukakan matamu dan lihatlah duniadengan mata tertutup kulihat dunia yang lebih nyata
Filsafat apa pula itu ?filsafat buat babi-babi yang sudah buta
Wah ! jangan biarkan jiwamu pahit berkeliarandalam rimba-rimba mimpi dan keluh kesahyang bikin hidup sangsai bertambah sangsaiJangan perduli barah membusuk di dasar nasibmubiarkan terik mentari mengeringkannyaNeraka sekalipun kau harus sanggup menahankannya
Hay, perempuan ! Hay, jantan-jantan !Jangan biarkan hidupmu tenggelamdalam kesedihan, harapan dan kegilaanKerjakan apa yang kau dapat kerjakanDengan demikian lebih sedikit kejahatanyang kau perbuat terhadap dirimu sendiri
Basindo. Eyang Kung. Capek.Ma