47
LAPORAN KASUS ANESTESI REGIONAL PADA PASIEN APPENDISITIS AKUT Oleh: MURNI HARAHAP 10101006 Pembimbing : Dr. Lasmaria Flora Sp.An

Lapkas Anastesi Regional (Murni)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

word

Citation preview

LAPORAN KASUS ANESTESI REGIONALPADA PASIEN APPENDISITIS AKUT

Oleh:

MURNI HARAHAP10101006

Pembimbing :Dr. Lasmaria Flora Sp.An

KKS BAGIAN ILMU ANESTESI RSUD. BANGKINANGFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB2015KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul Anestesi General Pada Pasien Appendisitis Akut yang diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS Ilmu Anestesi. Terima kasih penulis ucapkan kepada dokter pembimbing yaitu dr. Lasmaria Flora, Sp.An yang telah bersedia membimbing penulis, sehingga laporan kasus ini dapat selesai pada waktunya.Penulis memohon maaf jika dalam penulisan laporan kasus ini terdapat kesalahan, dan penulis memohon kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan laporan kasus ini. Atas perhatian dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih.

Bangkinang, 19 Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3BAB I: PENDAHULUAN 4BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 52.1 Anestesi regional 5 A. Definisi Anestesi Regional 5B. Pembagian Anestesi Regional 5C. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Umum 5D. Persiapan anestesi regional 6E. Anestesi Spinal 6F. Indikasi dan Kontraindikasi 7G. Obat-obatan 9H. Tekhnik Anestesi 9I. Kompliksai 102.2 Appendisitis 11A. Definisi 11B. Epidemiologi 11C. Etiologi13D. Gejala Klinis13E. Pemeriksaan Fisik16F. Pemeriksaan Penunjang18G. Penatalaksanaan19H. Komplikasi dan Prognosis20BAB III : LAPORAN KASUS 21BAB IV: PEMBAHASAN 28BAB V: KESIMPULAN 31DAFTAR PUSTAKA 32BAB IPENDAHULUANAnestesi berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagaiprosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar. Anestesi spinal merupakan pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anastetik lokal kedalam ruang subarachnoid.Kejadian apendisitis akut di Amerika Serikat dan negara Eropa sekitar 7% dari populasi. Di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah dikarenakan kebiasaan konsumsi makanan yang berserat. Apendisitis lebih sering menyerang pria daripada wanita dengan rasio 1,7: 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anestesi RegionalA. DefinisiAnestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar

B. Pembagian Anestesi Regional1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.

C. Keuntungan dan KerugianKeuntungan Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena penderita sadar Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi Perawatan post operasi lebih ringanKerugian Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif Sulit diterapkan pada anak-anak Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional

D. Persiapan Anastesi RegionalPersiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yang bisa berakibat fatal. Daerah disekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulangpunggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu harus diperhatikan hal-hal dibawah ini: Informed consent (izin dari pasien) Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung. Pemeriksaan laboratorium anjuran, misalnya hemoglobin, hematokrit.

E. Anestesi SpinalAnestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anastetik lokal kedalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal disebut juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis, subkutis, Lig. Supraspinosum, Lig. Interspinosum, Lig. Flavum, ruang epidural, durameter, ruang subarachnoid.

Gambar 1. Penampang VertebraF. Indikasi dan kontraindikasiIndikasi Bedah ekstremitas bawah Bedah panggul Tindakan sekitar rektum perineum Bedah obstetrik-ginekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan

Kontra indikasi absolut: Pasien menolak Infeksi pada tempat suntikan Hipovolemia berat, syok Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan Tekanan intrakranial meningkat Fasilitas resusitasi minim Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif: Infeksi sistemik Infeksi sekitar tempat suntikan Kelainan neurologis Kelainan psikis Bedah lama Penyakit jantung Hipovolemia ringan Nyeri punggung kronik

G. Obat-Obatan1) Bupivacaine (Marcaine). 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hyperbaric (heavy), dosis 5-15 mg (1-3 ml). Bupivacaine memiliki durasi kerja 2-3 jam2) Lidokain (lignocaine, xylocaine) 5% dalam dextrose 7,5% : berat jenis 1.033, sifat hyperbaric (heavy) dosis 20-50 mg (1-2ml), dengan durasi 45-90 minutes. 3) Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hyperbaric (heavy) sama dengan bupivacaine. 4) Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol, Anethaine, Dikain). 5) Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). 4% hyperbaric (heavy) sama dengan lignocaine.

H. Teknik AnestesiPosisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat. Adapun langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal adalah sebagai berikut :a. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala,selain enak untuk pasienjuga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

b. Penusukan jarum spinal dapat dilakukan pada L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.c. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.d. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.e. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.f. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.

I. KomplikasiKomplikasi tindakan anestesi spinal Hipotensi beratAkibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan. BradikardiaDapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2 HipoventilasiAkibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas Trauma pembuluh saraf Trauma saraf Mual-muntah Gangguan pendengaran Blok spinal tinggi atau spinal totalKomplikasi pasca tindakan: Nyeri tempat suntikan Nyeri punggung Nyeri kepala karena kebocoran likuor Retensio urine Meningitis

2.2 ApendisitisA. DefinisiAppendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk.

B. EPIDEMIOLOGIKejadian apendisitis akut di Amerika Serikat dan negara Eropa sekitar 7% dari populasi. Di negara Asia dan Afrika, kejadian apendisitis akut lebih rendah dikarenakan kebiasaan konsumsi makanan yang berserat.Beberapa tahun terakhir, penurunan frekuensi apendisitis di negeri Barat telah dilaporkan, yang mana berhubungan dengan peningkatan asupan makanan yang berserat. Kenyataannya adalah tingginya kejadian apendisitis berhubungan dengan asupan serat yang sangat sedikit.Apendisitis lebih sering menyerang pria daripada wanita dengan rasio 1,7: 1. Apendisitis dapat menyerang pada semua umur, dengan kejadian tersering timbul pada umur dekade kedua dan ketiga.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGIApendiks adalah suatu organ yang terdapat pada cecum yang terletak pada proksimal colon, yang sampai sekarang fungsinya belum diketahui. Secara embriologi apendiks dan cecum berkembang dari midgut pada minggu ke-6 kehamilan, sekitar pada bulan ke-5 apendiks terbentuk memanjang dari cecum. Pada neonatus panjangnya sekitar 4,5 cm, pada dewasa 9,5 cm, dengan diameter dinding terluar 2-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm. Pada neonatus dan bayi bentuknya seperti kerucut, sehingga memperkecil kemungkinan obstruksi, semakin bertambah usia bentuknya akan berubah menjadi seperti tabung. Ujung dari apendiks biasanya terletak pada kuadran kanan bawah rongga pelvis, namun dapat juga bervariasi. Pada apendiks terdapat 3 tinea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal (5%), Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).Perdarahan apendiks berasal dari A.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat misalnya trombosis pada infeksi maka apendiks akan mengalami gangren. Persarafan apendiks berupa simpatis dan parasimpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang N.vagus yang berasal dari pleksus mesenterika superior yang mengikuti A.mesenterika superior dan A.apendikularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari N.torakalis X oleh karena itu nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.

Gambar 1. Anatomi appendiks

D. ETIOLOGIAppendisitis disebabkan obtruksi lumen apendiks yang selanjutnya mengakibatkan kongesti vaskular, iskemia jaringan, nekrosis dan infeksi .Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus. Penyebab terbanyak obtruksi lumen apendiks adalah obstruksi oleh fecalit. Fecalit ditemukan sebanyak 40% pada kasus apendisitis akut yang simpel, 65% pada gangren apendisitis tanpa perforasi dan hampir 90% pada gangren apendisitis dengan perforasi.Penyebab lain obstruksi lumen apendiks adalah:1. Hiperplasia folikel limfoid1. Massa tumor dan keganasan1. Benda asing seperti biji-bijian1. Parasit (cacing) 1. Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

E. GEJALA KLINISGejala awal appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Sekitar sampai 2/3 pasien dengan apendisitis, gejalanya dimulai dengan gejala klasik appendisitis. Awalnya nyeri dirasakan pada regio epigastrium atau periumbilikal dengan sifat nyeri viseral. Pasien mungkin mendeskripsikan dengan keluhan berupa discomfort. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah: Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney. Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakuka n penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium. Nyeri periumbilikus akut atau nyeri abdomen menyeluruh biasanya konstan. Sesudah 1-5 jam, nyeri berkemih atau rasa kebelet dapat terjadi jika apendiks terletak dekat kandung kemih atau ureter. Muntah biasanya terjadi hanya sesudah nyeri yang berkepanjangan. Konstipasi sering terjadi, tetapi diare hanya kadang kadang dijumpai.Demam yang sangat tinggi menunjukkan adanya perforasi apendiks, disertai peritonitis, atau adanya enteritis bakteri yang bersamaan, terutama jika disertai diare. Anak biasanya gelisah dan terlipat (dengan paha dalam posisi fleksi ) atau berjalan membungkuk, sering memegang sisi kanan.

Gambar : Gejala klinis apendisitis

Dibawah ini adalah tabel skor Alvarado:

Tabel Skor AlvaradoSkor

Gejala Klinis Nyeri abdominal berpindah ke perut kanan bawah (Rovsing's Sign) Nafsu makan menurun Mual dan atau muntah111

Tanda KlinisNyeri tekan regio perut kanan bawah (McBurney's sign) Nyeri lepas (Blumberg's sign)Demam ( suhu > 37,2oC)121

Pemeriksaan Laboratoris Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) Shift to the left (neutrofil > 75%)21

TOTAL

20

Interpretasi:Skor 7-10= Apendisitis akutSkor 5-6 = Curiga apendisitis akutSkor 1-4 = Bukan apendisitis akut

F. PEMERIKSAAN FISIK 1. Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.1. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari appendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Pada palpasi dapat dirasakan adanya perbedaan tegangan otot antara kedua sisi abdomen. Tangan harus dihangatkan dahulu karena tangan yang dingin akan merangsang dinding perut untuk berkontraksi sehingga sukar menilai keadaan intraperitoneal. Dan setelah itu lakukan palpasi . lokalisasi nyeri tekan mungkin sulit ditentukan, tetapi pendapat tentang apakah nyerinya lebih terasa pada sisi kanan atau sisi kiri dapat diketahui dengan memperhatikan ekspresi pasien ketika melakukan palpasi tiap area, dan dengan memperhatikan spasme involunter otot otot abdomen. Kebanyakan pasien cenderung memfleksi paha kanan dengan tujuan mengurangi spasme dari muskulus psoas.1. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.1. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANGPada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristiknya apendisitis akut, akan ditemukan pemeriksaan darah adanya leukositosis 11000 14000/mm3 dan disertai dengan adanya pergeseran seri neutrofil ke kiri. Jika jumlah leukosit >15.000/mm3 kemungkinan besar sudah terjadi perforasi. Urinalisis yang teliti harus dilakukan untuk menyingkirkan infeksi ginjal atau kandung kemih.

Pemeriksaan Radiologi 3. Foto Polos AbdomenFoto polos abdomen jarang membantu menegakkan diagnosis appendisitis. Banyak kasus apendisitis ditemukan gambaran radiologis yang normal.

3. UltrasonografiUSG merupakan salah satu pilihan untuk mengevaluasi appendisitis. Beberapa tanda yang dapat dijumpai pada USG :1. Dilatasi apendiks1. Pada perforasi ditemukan formasi abses.1. Tanda lainnya ada cairan di lumen apendiks, dan diameter transversum apendiks > 6mm.Pemeriksaan USG juga dapat mendiagnosa kelainan lainnya seperti abses tuba ovarium, kista ovarium, dan adenitis mesenterika.

3. CT ScanCT Scan lebih sering digunakan untuk mendiagnosis apendisitis pada dewasa, pada anak-anak kegunaan CT Scan terbatas. CT scan berguna jika pada pemeriksaan USG terlihat samar-samar. Jika ada kecurigaan yang tinggi terhadap apendisitis, hasil CT scan yang negatif tidak bisa menyingkirkan diagnosis. Tetapi pada pasien yang meragukan, CT scan merupakan pemeriksaan yang sensitif.Urinalisis Test ini bertujuan untuk menyingkirkan differensial diagnosis batu ureter dan kemungkinan dari infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

H. PENATALAKSANAAN MedikamentosaAntibiotik diberikan preoperatif dengan suspek appendisitis dan dihentikan setelah pembedahan jika tanda-tanda perforasi tidak ada. Antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins, ampicillin, metronidazol ,klindanisin atau gentamisin diberikan untuk mengobati infeksi bakteri aerob dan anaerob seperi Escherichia coli, Bacteroides, Klebsiella, Enterococci, dan Pseudomonas. Antibiotik alternatif lain yang dapat diberikan seperti sulbaktam, cefoxitin, cefotetan, piperasilin, tazobaktam, tikarsilin, klavulanat, imipenem, dan cilastatin. OperatifTerapi bedah merupakan terapi definitif meliputi apendiktomi dan laparoskopik appendiktomi. Appendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.I. KOMPLIKASIBila tidak ditangani dengan baik maka apendisitis dapat mengalami perforasi dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah perforasi, baik perforasi bebas maupun pada bagian apendiks yang telah mengalami walling off sehingga berupa masa yang terdiri dari kumpulan mesoapendik, apendik, sekum dan lengkung usus yang disebut sebagai masa apendikuler. Komplikasi lain yang cukup berbahaya adalah pylephlebitis, yaitu merupakan thrombophlebitis supurativa pada sistem vena porta akibat perluasan infeksi apendisitis. Gejalanya berupa menggigil, demam tinggi, ikterik ringan dan abses hepatik.Komplikasi yang terjadi setelah pembedahan apendisitis diantaranya adalah infeksi postoperasi. Infeksi setelah pembedahan sering terjadi pada apendisitis perforasi atau gangrenosa. Obstruksi intestinal bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus apendisitis, hal ini disebabkan oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi.

J. PROGNOSISBila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum angka kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan Angka morbiditas terjadi pada 1,2% penderita apendisitis akut dan 6,4% pada penderita apendisitis perforasi.

BAB IIILAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIENNama: Tn. SUmur: 17 tahunBerat badan : 48Tinggi badan: 158 cmJenis kelamin : Laki-lakiAlamat : Ujung padangAgama : IslamPekerjaan : PelajarPendidikan : SMATanggal masuk RS: 19 Mei 2015No. RM: 117549

II. ANAMNESIS a. Keluhan UtamaNyeri perut kanan bawah 2 jam SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang: Sejak 2 jam SMRS pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah timbul tiba-tiba. Mual (+), muntah (+) frekuensi 2 kali, isi makanan yang di makan. Demam (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan (normal). c. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat penyakit hipertensi : disangkal Riwayat penyakit DM : disangkal Riwayat penyakit alergi obat dan makanan : disangkal Riwayat penyakit asma : disangkal Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit hipertensi : disangkal Riwayat penyakit DM : disangkal Riwayat penyakit alergi : disangkal Riwayat penyakit asma : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK a. Status GeneralisKeadaan umum : BaikKesadaran : compos mentisVital Sign Tekanan darah: 110/80 mmHg Respirasi: 20 kali/menit Nadi: 80 /menit Suhu: 36,7CKepala Mata: Konjungtiva anemis -/-, Sklera iktenk -/-Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)Mulut:Bibir kering (-), sianosis (-), pembesaran tonsil (-) gigi ompong (-), gigi goyang (-), gigi palsu (-)Telinga: Discharge (-), deformitas (-)Leher: Pembesaran tiroid dan limfe (-), JVP tidak meningkat

Thorax : Paru : Inspeksi: bentuk dada normal, gerakan dada simetris kanan-kiri, retraksi dinding dada (-)Palpasi: vokal fremitus kiri = kananPerkusi: sonor di seluruh lapang paruAuskultasi: vesikuler (+/+) (normal), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)Jantung :Inspeksi : iktus cordis tidak terlihatPalpasi : iktus cordis terabaPerkusi :batas jantung kanan di RIC 4 linea parasternalis dextra, batas jantung kiri di RIC 4 linea midclavicularis sinistra.Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Status lokalisEkstremitas: Capillary Refill Time < 2 detik, akral hangat, edema tungkai (-/-)Vertebra: Tidak ada kelainan

b. Status lokalisAbdomen:Inspeksi: Perut datar, darm countur (-), darm stefung (-)

+Palpasi: Nyeri tekan mc burney (+), psoas sign (+), obturator sign (+), Rovsing sign (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketok abdomen regio iliaca dextra (+)Auskultasi: Bising usus (+) normalAlvarado skor : 7

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUMTanggal 19 Mei 2015Pemeriksaan darah lengkap :Hb : 15,1 g/dl Leukosit : 16.000 ul Ht : 42,0 % Trombosit : 255.000/ul LED: -Eusinofil: -Basofil: -Neutrofil Stab: -Neutrofil Seg: -Limfosit: -Monosit:-Sel muda: -

V. DIAGNOSIS KLINISDiagnosis praoperasi: Appendisitis akutDiagnosis postoperasi: Appendisitis akut post appendectomy

VI. STATUS ANASTESI Anestesi: Anestesi spinalASA I: Pasien sehat (organik, fsiologi, psikiatrik, biokimia)

VII. TINDAKANDilakukan:AppendektomyTanggal:19 Mei 2015

VIII. LAPORAN ANESTESIa. Persiapan Anestesi Informed concent PuasaPengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi Pemasangan IV lineSudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter ukuran 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling maksimal bisa dipasang. Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2b. Penatalaksanaan Anestesi Tanggal operasi : 19 Mei 2015 Jam rencana operasi: 08.00 WIB Mulai operasi: 10.00 WIB Selesai operasi: 11.00 WIB Lama Operasi : 60 menit Diagnosis prabedah: Appendisitis akut Diagnosis pascabedah: Appendisitis akut post Appendectomy Macam operasi: Appendectomy Ahli bedah: dr. Eko Hamidianto SpB Ahli anestesi: dr. Lasmaria Flora Sp.An Teknik anestesi : spinal Anestesi Mulai induksi: 10.00 WIB Obat induksi: Recain 2,5 cc, Fentanil 0,5 mgPremedikasi : Ceftriaxon 1 gr Ketorolac 30 mg Ranitidin 25 mgMedikasi intra operatif: Fentanil 0,1 mg Ketamin 50 mg Sedakum 2mgMedikasi post operatif: Ketorolac 30 mg Ondansetron 4 mg Tramadol 200 mgTeknik anestesi : Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk, dilakukan desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 4-5. Dilakukan Sub arakhnoid blok dengan jarum spinal no. 27 pada regio vertebra lumbal 4-5 dengan tusukan paramedian.LCS keluar (+) jernihRespirasi : Spontan Posisi : SupineJumlah cairan yang masuk : Kristaloid = 1000 cc (RL 1 + RL 2)Perdarahan selama operasi = 60 cc

Pemantauan selama anestesi :Mulai anestesi: 10.00 WIBMulai operasi: 10.10 WIBSelesai operasi: 11.00 WIBTekanan darah, saturasi oksigen dan frekuensi nadi :Waktu Tekanan darah Saturasi oksigenNadi

10.00122/58 mmHg100%100 x / Menit

10.15102/49 mmHg100%98 x / Menit

10.30130/70 mmHg100%78 x / Menit

10.45126/57 mmHg100%78 x / Menit

11.00128/60 mmHg100%80 x / Menit

IX. PROGNOSAQuo ad vitam: Dubia ad bonamQuo ad functionam: Dubia ad bonamQuo ad kosmetikum: Dubia ad bonam

BAB IVPEMBAHASANA. PRE OPERATIFpersiapan anestesi dan pembedahan harus selengkap mungkin karena dalam pemberian anestesi dan operasi selalu ada risiko. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi : informasi penyakit anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit riwayat imunisasi, riwayat alergi, riwayat sesak napas dan asma, diabetes melitus, riwayat trauma, dan riwayat operasi sebelumnya. riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesi) makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat anestesi) Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam klasifikasi ASA I.

B. INTRA OPERATIFPada beberapa kasus dapat diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan cettriaxon, ketorolac dan ranitidin. Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Pada pasien ini digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block (SAB), yaitu pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarakhnoid, sehingga pada pasien dipastikan tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana dan cukup efektif. Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa asakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Setelah itu posisi pasien dalam keadaan terlentang (supine).Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan dengan arah paramedian, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian dipasang spuit 3 cc yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan.Pada pasien ini diberikan analgetik post operatif berupa tramadol 100mg dan ketorolac 30mg yang dimasukkan ke dalam ringer laktat 500mL 25 tetes permenit. Ketorolac adalah golongan NSAID yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Ketorolac diberikan untuk mengatasi nyeri akut jangka pendek post operasi, dengan durasi kerja 6-8 jam. Pada pasien ini diberikan juga ondansentron sebanyak 4 mg secara intravena. Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan untuk mencegah adanya aspirasi dari asam lambung.Pada pasien ini berikan cairan infus RL sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan minum 10 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien dengan BB = 48 kg: Pemeliharaan cairan per jam:(4 X 10) + (2 X 10) + (1 X 28) = 88 mL/jam Pengganti defisit cairan puasa:10 X 48 mL = 880 mL Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:6 X 48 = 288 mL 1 jam pertama = (50 % X defisit puasa ) + pemeliharaan + pendarahan operasi :440 + 88 + 288 = 816 mL 1-1,5 kolf RL (kristaloid)

C. POST OPERATIFSetelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang observasi. Pasien berbaring dengan posisi terlentang karena efek obat anestesi masih ada dan tungkai tetap lurus untuk menghindari edema. Observasi post operasi dilakukan selama 2 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

BAB VKESIMPULAN

Seorang laki-laki usia 17 tahun dengan diagnosis appendisitis akut dilakukan apendiktomi tanggal 19 Mei 2015 mulai anestesi 10.00 selesai anestesi 11.00 dengan durasi anastesi 60 menit.Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anastetik lokal kedalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal disebut juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural. Induksi anestesi dengan menggunakan recain 2,5 cc, fentanil 1 cc, dan maintenance dengan sedakum 2 mg, fentanil 0,1 mg, ketamin 30 + 20 mg, serta oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan ketorolac sebanyak 30 mg dan tramadol 100 mg. Evaluasi post operatif dilakukan di ruangan bedah, puasa post operasi selama 4 jam dengan mengawasi tanda-tanda vital setiap 30 menit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W. A., Setiyohadi.B., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Internal Publishing: Jakarta 2. Guyton AC dan Hell JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.11. Jakarta : EGC.3. Latief AS, dkk. 2001 petunjuk praktis anestesiologi : terapi cairan pada pembedahan, ed.2 bagian anestesiologi dan terapi intensif, FK UI. 4. Sjamsuhidayat R, W De Jong. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3. Jakarta : EGC 20105. Dobson, Michel B. 2012. Penuntun praktis Anestesi. Prinsip terapi cairan dan elektrolit. Jakarta : EGC.6. Ganiswara, Silistia G.Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Jakarta:Bagian Farmakologi FKUI.20067. Sabiston, DC.Buku Ajar Bedah Bagian 1.Jakarta:EGC.2009.8. Asdie Ahmad H. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. edisi 13 volume 4. Jakarta: EGC ; 20009. Snell RS. Anatomi klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Ed.6. Jakarta : EGC ; 2006

iKKS Ilmu Anestesi RSUD BANGKINANGPage 26