151
1 PERCOBAAN I IDENTIFIKASI HIDROKARBON TAK JENUH A. Tujuan Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa hidrokarbon jenuh dan tak jenuh. B. Dasar Teori 1. Hidrokarbon Karbon dapat membentuk lebih banyak senyawa dibandingkan unsur lain sebab atom karbon tidak hanya dapat membentuk ikatan rangkap tiga, tetapi juga bisa terkait satu sama lain membentuk rantai dan cincin. Semua senyawa organik merupakan turunan dari golongan senyawa yang dikenal sebagai hidrokarbon, sebab senyawa tersebut terbuat hanya dari hidrogen dan karbon. Senyawa hidrokarbon seperti golongan alkana tidak dianggap sebagai senyawa yang reaktif akan tetapi pada kondisi tertentu (mendekati titik bakarnya 0) senyawa golongan ini dapat mengalami reaksi pembakaran atau reaksi oksidasi. (Chang, 2004) Senyawa hidrokarbon adalah senyawa kimia yang terdiri dari unsur-unsur hidrogen dan karbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu senyawa parafin, senyawa naftalena dan senyawa-senyawa aromatis (Umiati, 2009). 2. Klasifikasi Hidrokarbon Berdasarkan bentuk karbonnya, hidrokarbon dapat dibagi ke dalam senyawa alifatik, alisklik dan aromatik. Hidrokarbon yang semua ikatan karbon-karbonnya merupakan ikatan kovalen tunggal disebut hidrokarbon jenuh. Jika terdapat satu saja ikatan karbon-karbon rangkap dua atau tiga, digolongkan sebagai hidrokarbon tak jenuh.

Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

1

PERCOBAAN I

IDENTIFIKASI HIDROKARBON TAK JENUH

A. Tujuan

Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa

hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.

B. Dasar Teori

1. Hidrokarbon

Karbon dapat membentuk lebih banyak senyawa dibandingkan

unsur lain sebab atom karbon tidak hanya dapat membentuk ikatan

rangkap tiga, tetapi juga bisa terkait satu sama lain membentuk rantai

dan cincin.

Semua senyawa organik merupakan turunan dari golongan

senyawa yang dikenal sebagai hidrokarbon, sebab senyawa tersebut

terbuat hanya dari hidrogen dan karbon.

Senyawa hidrokarbon seperti golongan alkana tidak dianggap

sebagai senyawa yang reaktif akan tetapi pada kondisi tertentu

(mendekati titik bakarnya 0) senyawa golongan ini dapat mengalami

reaksi pembakaran atau reaksi oksidasi.

(Chang, 2004)

Senyawa hidrokarbon adalah senyawa kimia yang terdiri dari

unsur-unsur hidrogen dan karbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat

dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu senyawa parafin, senyawa

naftalena dan senyawa-senyawa aromatis (Umiati, 2009).

2. Klasifikasi Hidrokarbon

Berdasarkan bentuk karbonnya, hidrokarbon dapat dibagi ke

dalam senyawa alifatik, alisklik dan aromatik. Hidrokarbon yang semua

ikatan karbon-karbonnya merupakan ikatan kovalen tunggal disebut

hidrokarbon jenuh. Jika terdapat satu saja ikatan karbon-karbon

rangkap dua atau tiga, digolongkan sebagai hidrokarbon tak jenuh.

Page 2: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

2

Suatu golongan senyawa dengan rumus umum yang sama dan sifat-

sifatnya mirip disebut homolog. Alkana merupakan hidrokarbon jenuh

dengan rumus umum CnH2n+2. Alkena merupakan hidrokarbon tak

jenuh dengan satu ikatan rangkap dua. Adapun rumus umumnya ialah

CnH2n. Sedangkan untuk hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap tiga

disebut alkuna dengan rumus umum CnH2n-2. Sumber utama alkana

adalah gas alam dan minyak bumi. Sedangkan alkena dibuat dari alkena

melalui proses perengkahan. Alkena, alkana dan alkuna mempunyai

tatanama tertentu (Dadani, 2012).

a. Alkana

Hidrokarbon yang tidak mempunyai ikatan rangkap dua atau

tiga disebut dengan alkana. Semua alkana mempunyai rumus

umum CnH2n+2, dan merupakan hidrokarbon jenuh. Alkana

memiliki ciri dengan adanya atom-atom karbon tetrahedral (Sp3).

Contohnya, metana (CH4) dan etana (C2H6) (Sarker, 2009).

b. Alkena

Sebuah alkena adalah suatu hidrokarbon yang mengandung

satu ikatan rangkap. Kadang-kadang alkena disebut olefin, dari

kata olifiant (gas yang membentuk minyak), suatu nama lain untuk

etilena (CH2=CH2 ) (Fessenden, 1986).

c. Alkuna

Seperti yang telah dinyatakan di atas, jika hidrokarbon induk

tidak mengandung ikatan rangkap maupun ganda tiga digunakan

akhiran -ana. Jika alkuna, rangkap tiga digunakan akhiran -una.

(Fessenden, 1986)

d. Sikloalkana

Sikloalkana merupakan alkana dalam bentuk siklik dengan

rumus molekul umum CnH2n. Anggota paling sederhana dari

kelompok ini tersusun atas cincin karbon tunggal tidak

tersubstitusi, dan struktur ini membentuk sekelompok seri homolog

serupa dengan alkana yang bercabang (Sarker, 2009).

Page 3: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

3

e. Senyawa aromatik

Senyawa golongan hidrokarbon ini mempunyai cincin

benzena dimana struktur dasar dari benzena mengandung 6 atom

karbon yang dihubungkan dengan ikatan hibrid. Hidrokarbon

aromatik merupakan kelompok khusus dari senyawa siklik tak

jenuh yang mempunyai struktur seperti benzena. Disebut aromatik

karena adanya bau khas (Manengkey, 2012).

Semua obat adalah bahan kimia dan kebanyakan dari

senyawa-senyawa aromatis. Secara umum, istilah senyawa

aromatis merupakan senyawa-senyawa wangi/fragnan. Dulu

benzena dan kelompoknya diberi istilah sebagai aromatis.

Meskipun demikian, sejumlah senyawa non benzena dapat juga

dikelompokkan sebagai senyawa aromatis (Sarker, 2005).

3. Sifat-sifat Hidrokarbon

Tidak leleh dan tidak didih hidrokarbon meningkat seiring

dengan peningkatan massa molekul relatifnya. Titik leleh dan titik

didih senyawa-senyawa yang merupakan isomer berkurang seiring

dengan pertumbuhan jumlah cabang dalam molekulnya. Alkana

mempunyai reaksi-reaksi penting, yaitu pembakaran, substitusi dan

perengkahan. Alkena dan alkuna mempunyai ikatan rangkap dan

mengalami reaksi adisi dan penjenuhan (Dadani, 2012).

Struktur gugus fungsi dan ukuran molekul adalah faktor yang

menentukan sifat senyawa karbon.

a. Hidrokarbon tidak larut dalam air, karena sifatnya non polar, hal

ini dikarenakan kecilnya perbedaan keelektronegatifan antara C

dan H.

b. Alkohol dengan rantai karbon pendek larut dalam air, karena dapat

membentuk ikatan hidrogen dengan air.

c. Makin besar ukuran molekul reduksi hidrokarbon dibandingkan

dengan gugus fungsinya, maka kelarutannya dalam air akan

berkurang.

Page 4: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

4

d. Titik didih senyawa karbon dipengaruhi oleh massa molekul dan

kemampuan membentuk ikatan hidrogen.

e. Gugus fungsi dalam molekul senyawa karbon merupakan

penentuan reaksi yang terjadi.

f. Kuat ikatan mempengaruhi reaksi senyawa karbon.

(Dwiyanti, 2009)

Page 5: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

5

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Tabung reaksi

b. Rak tabung

c. Pipet tetes

d. Gelas kimia

2. Bahan

a. I2 dalam kloroform

b. KMnO4 0,01 N

c. Minyak goreng

d. Minyak jelantah

e. Minyak VCO

f. H2SO4

g. Sikloheksana

D. Prosedur Kerja

1. Percobaan 1

a. Diambil tabung reaksi yang telah dibersihkan dan dikeringkan

b. Diisi tabung reaksi dengan masing-masing sampel

c. Ditetesi semua tabung dengan H2SO4 lalu dikocok

d. Diamati dan dicatat hasil pengamatan

2. Percobaan 2

a. Diulangi percobaan diatas, tetapi larutan H2SO4 diganti dengan

KMnO4 disetiap tabung

b. Diamati dan dicatat hasil pengamatan

3. Percobaan 3

a. Diisi dalan 3 tabung reaksi, diisi 5ml larutan I2 dalam kloroform

b. Ditetesi masing-masing tabung reaksi dengan minyak kelapa, minyak

goreng, minyak jelantah dengan menggunakan pipet tetes secara

perlahan-lahan

Page 6: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

6

c. Dihitung jumlah tetesan minyak untuk menghilangkan warna merah

muda pada larutan I2 dalam kloroform

Page 7: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

7

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel hasil pengamatan

No Sampel Pereaksi Warna ∑ tetes

1. Minyak VCO

H2SO4

Pekat

Jernih dan larutan 2

fase 20

2. Minyak Goreng Keruh dan larutan 2

fase 20

3. Minyak Jelantah Kuning dan larutan 2

fase 10

4. Sikloheksana Jernih dan larutan 2

fase 12

5. Minyak VCO

KMnO4

Atas bening dan

bawah ungu

(larutan 2 fase)

7

6. Minyak Goreng Kecoklatan

(larutan 2 fase) 7

7. Minyak Jelantah Endapan coklat 3

8. Sikloheksana Jernih dan larutan

2 fase 5

9. I2 dalam

Kloroform

Minyak

VCO Jernih 146

Minyak

Goreng

Larutan coklat

kemerahan 180

Minyak

Jelantah

Larutan coklat

kemerahan 190

Sikloheksa

na Ungu 80

Page 8: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

8

H2C

HC

H2C

O C(CH2)14CH3

O

O

O

C(CH2)7CH

C(CH2)7CH

CH(CH2)7CH3

O

O

CHCH2CH CH(CH2)4CH3

2. Reaksi

a. Minyak nabati + H2SO4

+ H2SO4

b. Minyak nabati + KMnO

H2C

HC

H2C

O C(CH2)14CH3

O

O

O

C(CH2)7CH2

C(CH2)7CH

CH(CH2)7CH3

O

O

HSO4

CH CH2CH2 CH(CH2)4CH3

HSO4HSO4 HSO4 HSO4

H2C

HC

H2C

O C(CH2)14CH3

O

O

O

C(CH2)7CH

C(CH2)7CH

CH(CH2)7CH3

O

O

CHCH2CH CH(CH2)4CH3

+ MnO4 + 4H2O

Page 9: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

9

c. Minyak nabati + I2 dalam kloroform

+ 3 I2

H2C

HC

H2C

O C(CH2)14CH3

O

O

O

C(CH2)7CH

C(CH2)7CH

CH(CH2)7CH3

O

O

CHCH2CH CH(CH2)4CH3

OH OH

OH OH OH OH

+ MnO2 + 2H + 3e

H2C

HC

H2C

O C(CH2)14CH3

O

O

O

C(CH2)7CH

C(CH2)7CH

CH(CH2)7CH3

O

O

CHCH2CH CH(CH2)4CH3

H2C

HC

H2C

O C(CH2)14CH3

O

O

O

C(CH2)7CH

C(CH2)7CH

CH(CH2)7CH3

O

O

CHCH2CH CH(CH2)4CH3

I I

I I I I

Page 10: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

10

d. Sikloheksana

+ KMnO4

+ H2SO4

+ I2 dalam kloroform

Page 11: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

11

F. Pembahasan

Percobaan ini berjudul identifikasi hidrokarbon tak jenuh yang

bertujuan untuk mengindentifikasi dan membedakan antara senyawa

hidrokarbon jenuh dan tak jenuh. Hidrokarbon adalah suatu golongan

senyawa kimia yang tersusun oleh atom-atom karbon (C) dan hidrogen (H).

Senyawa hidrokarbon dapat di golongkan berdasarkan bentuk rantainya dan

jenis antar ikatan atom-atom penyusunnya. Berdasarkan bentuk rantainya,

senyawa hidrokarbon dibagi menjadi hidrokarbon alifatik (rantai terbuka)

dan hidrokarbon siklik (rantai tertutup), sedangkan berdasarkan jenis ikatan

atom-atomnya, senyawa ini dibagi menjadi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh.

Hidrokarbon jenuh adalah hidrokarbon yang ikatan antar atomnya berupa

ikatan tunggal (alkana), sedangkan hidrokarbon tak jenuh merupakan

hidrokarbon yang mengandung ikatan rangkap pada atom-atom

penyusunnya, baik ikatan rangkap dua (alkena) atau ikatan rangkap tiga

(alkuna). Berdasarkan hal inilah kedua golongan senyawa ini dapat

diidentifikasikan dan dibedakan antara satu dengan lainnya. Secara umum,

senyawa hidrokarbon memiliki sifat jenuh dan sukar bereaksi dengan zat

lain, sedangkan hidrokarbon tak jenuh lebih mudah bereaksi. Hal ini terjadi

karena pada hidrokarbon jenuh tidak terdapat ikatan rangkap sebagaimana

pada hidrokarbon tak jenuh. Ikatan tunggal menunjukkan bahwa senyawa

tersebut telah jenuh dengan hidrogen, hingga tidak dapat mengalami proses

penjenuhan.

Percobaan kali ini dilakukan tiga kali pengujian. Pengujian pertama

dan kedua yaitu untuk mengetahui jenuh atau tidak jenuhnya suatu sampel

yang digunakan, sedangkan pengujian ketiga yaitu untuk mengetahui tingkat

kejenuhan pada sampel. Percobaan ini menggunakan minyak VCO (Virgin

Coconut Oil), minyak goreng, minyak jelantah dan sikloheksana sebagai

sampel hidrokarbon yang akan diuji, selain itu digunakan pula H2SO4 pekat

dan KMnO4 sebagai pereaksi H2SO4 pekat pada percobaan I dan II. Tingkat

kejenuhan sampel dapat diketahui berdasarkan jumlah tetesan yang

diperlukan untuk memutuskan ikatan rangkap pada sampel yang ditandai

Page 12: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

12

dengan adanya perubahan warna yang semakin pekat, perubahan ini

menunjukkan tingkat kejenuhan sampel yang diuji. Lalu pada percobaan III,

I2 dalam kloroform yang dimasukkan kedalam tabung reaksi dan sampel-

sampel minyak diteteskan kedalam tabung hingga terjadi perubahan warna.

Jumlah tetesan dan perubahan warna yang terjadi menunjukkan ada atau

tidaknya ikatan rangkap yang terkandung pada sampel-sampel minyak atau

sikloheksana. Pada percobaan hidrokarbon ini digunakan larutan KMnO4

sebagai pereaksi, hal ini dikarenakan kalium permanganat (KMnO4)

merupakan oksidator kuat yang mampu memutus ikatan Phi (π) dalam ikatan

karbon rangkap menjadi ikatan Sigma (σ), yaitu ikatan karbon tunggal

melalui reaksi oksidasi. Sama halnya dengan penggunaan H2SO4 pekat

sebagai pereaksi, H2SO4 pekat juga bertujuan untuk memutus ikatan rangkap

menjadi ikatan tunggal, namun melalui reaksi penambahan atom atau disebut

reaksi adisi. Semakin banyak jumlah tetesan H2SO4 pekat pada suatu sampel,

akan membuat sampel tersebut membentuk larutan 2 fase, pada bagian atas

berwarna kuning dan bagian bawah berwarna bening. Adapun penggunaan I2

dalam kloroform juga bertujuan untuk memutus ikatan rangkap menjadi

ikatan tunggal melalui mekanisme reaksi penggantian atau pertukaran atom

yang biasa disebut subtitusi. Pembuatan I2 dalam kloroform ialah untuk

menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan saat percobaan,

mengingat I2 bersifat sangat reaktif, mudah teroksidasi dan larut dalam air,

serta dapat menghasilkan gas yang bersifat racun.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa tingkat

kejenuhan masing-masing sampel berbeda-beda. Hal ini terlihat dari

banyaknya jumlah tetesan pereaksi yang diteteskan kepada sampel hingga

terjadi perubahan. Tingkat kejenuhan juga dapat diketahui dari perubahan

warna yang terjadi pada sampel. Semakin banyak jumlah tetesan pereaksi,

menunjukkan semakin tidak jenuhnya sampel.

Sampel pertama, yaitu minyak VCO yang direaksikan dengan H2SO4

pekat. Minyak VCO yang direaksikan dengan H2SO4 pekat akan

menghasilkan larutan jernih dengan membentuk larutan 2 fasa. Berdasarkan

Page 13: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

13

hal tersebut dapat diketahui bahwa semakin tidak jenuhnya sampel tersebut.

Hal ini sesuai dengan teori dimana hidrokarbon jenuh tidak dapat mengalami

reaksi adisi atau penambahan atom karena ikatan-ikatannya telah jenuh oleh

atom hidrogen, sehingga reaksi tidak berlangsung dan ditandai dengan tidak

adanya perubahan warna pada sampel. Hal ini pun sesuai dengan teori,

bahwa VCO mengandung asam laurat, yaitu asam lemak jenuh rantai sedang

dengan konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

Adapun larutan 2 fasa yang terbentuk dikarenakan perbedaan sifat kepolaran

antara 2 senyawa tersebut, dimana minyak VCO merupakan hidrokarbon

yang bersifat non polar, sedangkan H2SO4 bersifat polar, sehingga kedua

larutan tersebut tidak bercampur.

Sampel kedua, yaitu minyak goreng. Jumlah H2SO4 yang dibutuhkan

sampai sampel mengalami perubahan sama dengan jumlah pada jumlah

pertama, yaitu 20 tetes. Berdasarkan pengamatan, sampel ini terjadi

perubahan menjadi keruh kekuningan dan membentuk larutan 2 fasa. Adanya

perubahan ini menunjukkan terjadinya reaksi adisi oleh H2SO4 terhadap asam

lemak tak jenuh yang terkandung dalam sampel. Reaksi ini merupakan reaksi

penjenuhan, dimana ikatan rangkap yang terkandung dalam asam lemak tidak

jenuh diputus menjadi ikatan tunggal dengan mekanisme penambahan atom

hidrogen. Hal ini sesuai dengan teorinya, bahwa minyak goreng mengandung

2 jenis asam lemak, yaitu asam lemak tak jenuh sebagai penyusun utama dan

asam lemak jenuh.

Sampel ketiga, yaitu minyak jelantah. Jumlah H2SO4 yang dibutuhkan

adalah 10 tetes sehingga sampel terlihat berwarna kuning membentuk larutan

2 fasa. Sebenarnya tidak ada perubahan yang terjadi pada sampel ini saat

jumlah tetesan tersebut. Warna kuning merupakan warna dari minyak

jelantah sendiri. Berdasarkan teori, jumlah tetesan harus lebih banyak dari

jumlah tetesan yang digunakan untuk menjenuhkan sampel sebelumnya,

yakni minyak goreng. Karena tingkat kejenuhan dari minyak jelantah lebih

tinggi dibandingkan dengan minyak goreng. Karena minyak jelantah

merupakan minyak goreng yang telah mengalami oksidasi, sehingga ikatan-

Page 14: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

14

ikatan rangkap dalam asam lemak tak jenuhnya sudah terputus menjadi

ikatan-ikatan tunggal. Berdasarkan hal inilah reaksi adisi memerlukan waktu

yang lama untuk dapat mengikat. Reaksi dapat berlangsung dengan

penambahan pereaksi yang lebih banyak. Karena di dalam minyak jelantah

masih terdapat komponen asam lemak tak jenuh dengan komposisi yang

sedikit. Hal yang sama terjadi pula pada sampel keempat, yaitu sikloheksana,

tetesan H2SO4 yang diberikan pada sampel tidak menyebabkan sampel

mengalami perubahan dan tetap terlihat jernih dengan membentuk larutan 2

fasa. Hal ini membuktikan bahwa sikloheksana tidak mengalami reaksi adisi

oleh H2SO4 karena tergolong hidrokarbon jenuh. Minyak VCO, minyak

goreng, minyak jelantah dan sikloheksana ketika direaksikan dengan H2SO4

sama-sama menghasilkan larutan 2 fasa namun minyak VCO dan minyak

goreng menghasilkan larutan 2 fasa dengan ada sedikit uap pada dinding

tabungnya. Hal ini terjadi karena adanya perubahan suhu secara eksoterm

karena sampel mengalami reaksi adisi dengan H2SO4. Dari percobaan

tersebut diketahui bahwa sikloheksana dan minyak jelantah termasuk

hidrokarbon jenuh sedangkan minyak VCO dan minyak goreng termasuk

hidrokarbon tidak jenuh.

Percobaan kedua dengan menggunakan pereaksi KMnO4 pada sampel

yaitu minyak VCO, minyak goreng, minyak jelantah, dan sikloheksana.

Minyak VCO yang direaksikan dengan KMnO4 sebanyak 7 tetes

menghasilkan larutan berwarna ungu dan terbentuk endapan ungu. Hal ini

menunjukkan terjadinya reaksi oksidasi dimana ikatan rangkap pada minyak

VCO diubah menjadi ikatan tunggal. Dalam hal ini ikatan pada ikatan

rangkap dua dari mintak VCO terputus karena sifatnya lebih lemah dan

menandakan bahwa minyak VCO termasuk hidrokarbon tak jenuh.

Sampel selanjutnya, yaitu minyak goreng dan minyak jelantah terjadi

perubahan warna setelah ditetesi dengan pereaksi KMnO4 sebanyak 7 tetes

dan 3 tetes, yakni terlihat bahwa sampel yang awalnya berwarna kuning

jernih menjadi larutan 2 fasa dengan warna keruh kecoklatan. Hal ini terjadi

karena Mn2+

merupakan unsur transisi, dimana unsur transisi memiliki

Page 15: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

15

beberapa bilangan oksidasi yang ditandai dengan perbedaan warna pada

setiap bilangan oksidasi. Terjadi reaksi redoks, dimana senyawa hidrokarbon

mengalami oksidasi dan dan KMnO4 mengalami reduksi, mengubah bilangan

oksidasi Mn dalam KMnO4 yaitu +7 yang memberi warna ungu menjadi

senyawa MnO2 dengan biloks Mn +4 yang memberikan warna coklat. Selain

itu reaksi oksidasi yang terjadi mengakibatkan ikatan rangkap dua terputus

dan berubah menjadi menjadi ikatan tunggal. Dari percobaan tersebut

diketahui bahwa sampel tersebut termasuk hidrokarbon tak jenuh.

Sampel sikloheksana yang direaksikan dengan KMnO4 menghasilkan

larutan 2 fasa, diatas berwarna bening dan dibawah berwarna ungu. Terlihat

adanya cincin ungu yang memisahkan larutan tersebut. Hal ini terjadi karena

sikloheksana termasuk hidrokarbon jenuh sehingga tidak terjadi reaksi

meskipun jumlah pereaksi yaitu KMnO4 yang ditambahkan sangat banyak.

Hal itu terjadi karena sikloheksana merupakan hidrokarbon jenuh yang tidak

memiliki ikatan rangkap, sehingga reaksi oksidasi tidak terjadi. Minyak

jelantah seharusnya termasuk kedalam golongan hidrokarbon jenuh karena

minyak dipanaskan secara berulang-ulang (digunakan untuk menggoreng

berkali-kali) maka akan memutuskan ikatan rangkap pada minyak sehingga

terbentuk ikatan tunggal. Akan tetapi minyak jelantah yang dijadikan sampel

hanya baru digunakan sekali saja sehingga ikatan dalam minyak masih

banyak yang mengandung ikatan rangkap daripada ikatan tunggalnya.

Percobaan terakhir, dimana larutan I2 dalam kloroform dimasukkan

kedalam tabung reaksi dan ditetesi dengan keempat sampel sebelumnya.

Pengujian ini juga bertujuan untuk mengetahui sampel mana yang termasuk

hidrokarbon jenuh dan yang termasuk hidrokarbon tak jenuh. Untuk minyak

goreng dibutuhkan sebanyak 180 tetes untuk membuat larutan I2 berubah dari

warna ungu menjadi coklat kemerahan. Untuk minyak jelantah dan minyak

VCO masing-masing sebanyak 190 dan 146 tetes dengan hasil coklat

kemerahan dan jernih. Apabila suatu sampel yang mengandung ikatan

rangkap diteteskan pada larutan ini, maka perubahan warna akan terjadi,

yaitu warna ungu, dimana larutan I2 dalam kloroform akan hilang. Hal ini

Page 16: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

16

terjadi, karena adanya mekanisme pertukaran atom atau subtitusi adisi yang

akan memutus ikatan rangkap pada hidrokarbon dan menghasilkan suatu

senyawa organo-halogen jenuh dan tidak berwarna. Dimana satu atom

hidrogen pada hidrokarbon diganti dengan gugus iodin dan membentuk

senyawa jenuh tidak berwarna. Hal ini terlihat saat I2 ditetesi dengan minyak

goreng, minyak jelantah dan minyak VCO. Kemudian, pada perubahan

warna yang terjadi seharusnya tidak berwarna atau bening untuk keempat

sampel yang di teteskan ini. Sehingga, apabila telah terjadi perubahan dari

warna asal maka hal itu dapat di simpulkan bahwa telah terjadi reaksi

substitusi adisi.

Sedangkan apabila suatu senyawa hidrokarbon jenuh diteteskan pada

I2, maka tidak akan terjadi perubahan warna. Karena sukarnya atom I2

memutus ikatan tunggal pada hidrokarbon jenuh yang membentuk rantai

tertutup (cincin). Pada saat sikloheksana diberikan 80 tetes pereaksi,

sikoheksana tidak menunjukkan perubahan. Sehingga untuk mengefisienkan

waktu dan bahan, penetesan dihentikan. Sehingga dapat di simpulkan bahwa

reaksi subtitusi adisi tidak terjadi.

Menurut prosedur dan hasil pengamatan diatas dapat diketahui bahwa

hidrokarbon jenuh (alkana) sangat sukar bereaksi dengan zat lain. Hal ini

terjadi karena senyawa-senyawa hidrokarbun jenuh (alkana) memiliki

afinitas yang sangat kecil. Selain itu ikatan antar atomnya diatur oleh ikatan

sigma (σ) yang memiliki kekuatan yang besar, sehingga untuk memutusnya

memerlukan energi yang besar. Berbeda dengan hidrokarbon tak jenuh yang

ikatan antar atomnya disusun oleh ikatan sigma (σ) dan phi (π). Ikatan sigma

merupakan ikatan yang kuat, sedangkan ikatan phi adalah ikatan yang lemah

sehingga mudah untuk diputus oleh zat lain. Bila ikatan ini putus, maka

elektron yang bebas dapat dipergunakan untuk mengadakan ikatan dengan

atom/gugus atom yang kekurangan elektron, sehingga terjadilah mekanisme

adisi.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa

sampel yang termasuk hidrokarbon tak jenuh yaitu minyak VCO dan minyak

Page 17: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

17

goreng sedangkan yang termasuk hidrokarbon jenuh yaitu minyak jelantah

dan sikloheksana. Hal ini sesuai dengan teori, dimana jenuh atau tidak

jenuhnya sampel dapat diketahui berdasarkan warna sampel yang dihasilkan.

Dimana semakin pekat warna yang dihasilkan pada sampel, maka semakin

jenuh pula sampel tersebut. Tingkat kejenuhan dari sampel dapat diketahui

berdasarkan jumlah tetesan pereaksi yang diberikan pada sampel.

Berdasarkan teori jumlah tetesan pereaksi mempengaruhi, hal ini dapat

diketahui jika semakin banyak tetesan pereaksi yang diberikan, maka

semakin jenuh pula sampel tersebut, sehingga tidak terjadi perubahan warna

yang signifikan pada sampel.

Dalam dunia kesehatan, penentuan kejenuhan dari suatu lemak atau

minyak yang dikonsumsi sehari-hari sangatlah penting. Minyak yang baik di

konsumsi adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh dengan

konsentrasi yang banyak. Asam lemak jenuh rantai panjang sangatlah

berbahaya bagi kesehatan. Karena merupakan salah satu faktor penyebab

penyakit-penyakit degenaratif, salah satunya penyakit jantung koroner. Oleh

karena itu penggunaan minyak goreng yang layak konsumsi maksimal 4 kali

setelah penggorengan. Karena oksidasi yang terjadi saat penggorengan akan

memecah ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak

jenuh yang berbahaya bagi kesehatan.

Page 18: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

18

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Minyak kelapa dan minyak goreng merupakan senyawa hidrokarbon tak

jenuh.

2. Minyak Jelantah dan sikloheksana adalah senyawa hidrokarbon jenuh.

3. Urutan tingkat kejenuhan sampel dari yang tertinggi yaitu

Minyak Jelantah > Minyak Goreng > Minyak VCO > Sikloheksana

Page 19: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

19

PERCOBAN II

IDENTIFIKASI ALKIL HALIDA DAN ARIL HALIDA

A. Tujuan

Mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa alkil halida dan aril

halida.

B. Dasar Teori

Senyawa organohalogen digunakan secara meluas dalam masyarakat

modern sebagai pelarut, insektisida dan bahan dalam sintesis senyawa

organik. Kebanyakan senyawa organohalogen adalah sintetik. Senyawa

organohalogen agak jarang ditemukan dalam alam. Banyak senyawa

organohalogen yang bersifat racun (toksik) dana harus digunakan dengan

hati-hati. Misalnya, pelarut-pelarut karbon tetraklorida (CCl4) dan kloroform

(CHCl3) menyebabkan kerusakan pada hati bila dihirup secara berlebihan.

Dipihak lain beberapa senyawa halolgen tampaknya sangat aman dan

beberapa digunakan sebagai pemati rasa hirupan. Senyawa yang mengandung

hanya karbon, hidrogen dan suatu atom halogen dibagi dalam tiga kategori,

diantaranya alkil halida, aril halida (sebuah halogen terikat pada sebuah

karbon dari suatu cincin aromatik) dan halida unilik (sebuah hidrogen yang

terikat pada sebuah halogen yang terikat pada sebuah karbon berikatan

rangkap). Sebuah atom F, Cl atau Br, bersifat elektronegatif relatif terhadap

karbon. Meskipun kelektronegatifan iod dekat dengan keelektronegatifan

karbon sebab iod-iod mudah dipolarisasi. Oleh karena itu alkil halida bersifat

polar (Fessenden, 1986).

Senyawa halogen sangat penting karena berbagai sebab. Alkil dan aril

halida sederhana, terutama klorida dan bromida adalah awal sintesis senyawa

organik. Melalui reaksi subtitusi, halogen dapat diganti dengan gugus fungsi

lain. Halida-halida organik juga dapat di ubah menjadi senyawa jenuh

melalui reaksi eliminasi. Sehingga banyak senyawa organik mempunyai

kegunaan praktis dalam kehidupan sehari-hari (Hart, 1983).

Page 20: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

20

Dalam sistem IUPAC, suatu alkil halida diberi nama dengan suatu

awalan halo-. Banyak alkil halida yang lazim mempunyai nama gugus

fungsional trivial. Dalam nama-namanya gugus alkil disebut lebih dulu dan

diikuti nama halidanya. Struktur bagian alkil dari suatu alkil halida

berperanan, oleh karena itu perlu dibedakan empat tipe alkil halida,

diantaranya metil, primer, sekunder dan tersier. Suatu metal halida ialah suatu

struktur dalam, dimana satu hidrogen dari metana telah digantikan oleh

sebuah halogen. Karbon ujung sebuah alkil halida ialah atom karbon yang

terikat pada halogen (Fessenden, 1986).

Aril halida adalah senyawa dimana atom hidrogen terikat langsung

pada gugus aromatik dan berikatan dengan halogen. Rumus umum Ar,

dimana Ar = fenil atau fenil tersubtitusi.

Br Cl I COOH

Cl

Sebuah atom F, Cl atau Br bersifat elektronegatif relatif terhadap

karbon. Meskipun kelektronegatifan iod dekat dengan keelektronegatifan

karbon, iod-iod mudah dipolarisasi. Benzena merupakan senyawa aromatis

ysng paling sederhana dengan simbol Ar=Aril digambarkan dengan rumus

kimia C6H6, ada kalanya juga menunjukkan strukturnya dengan heksagonal

berisi lingkaran didalamnya. Enam titik heksagon menyatakan enam karbon

dan atom hidrogen tidak dituliskan untuk penyederhana lingkaran

menyatakan elektron π yang terdekolalisasi yang tersebar merata diseluruh

cincin (Respati, 1980).

Selain benzena senyawa aromatik yang paling lazim di dalam minyak

bumi adalah toluena, dimana satu atom hidrogen pada cincin benzena

digantikan oleh gugus metal dan xilena (Oxtoby, 2003).

Page 21: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

21

Suatu surfaktan bersifat toksik bila tertelan. Sisa bahan surfaktan

terdapat didalam benzena dapat membentuk klorobenzena yang sifatnya

racun dan berbahaya bagi tubuh (Whasih, 2009).

Aril halida merupakan turunan dari asam karboksilat yang paling

mudah bereaksi karena ion halida merupakan gugus pergi yang baik. Dengan

adanya gugus penarik elektron akan meyebabkan aril halida membentuk atom

C karbonil yang bermuatan positif. Sehingga kereaktifan aril halida

meningkat (Suzana, 2010).

Pada tahap adisi, krifenil metanol sebagai nukleofil menyerang karbon

karbonil dari asetil klorida dengan menggunakan pasangan elektron bebas

pada atom oksigen gugus hidroksil membentuk hasil antara tetrahedral

(Widiyati, 2009).

Senyawa alkil halida mempunyai rumus umum R-X, dimana R adalah

gugus alkil yang sederhana maupun alkil tersubtitusi, misalnya :

CH3

H3C – C – Cl CH2 = CH – CH2Br

CH3 Aril Bromida

Tersier butil klorida

CH2 = CHCl

Vinil klorida

Adapun sifat-sifat fisik dari alkil halida, ialah :

1. Mempunyai titik didih yang jauh lebih tinggi daripada titik didih alkana

dengan jumlah atom C yang sama.

2. Bila gugus alkilnya sama, maka makin besar berat atom hidrogennya,

sehingga titik didihnya semakin tinggi.

3. Senyawa-senyawa alkil halida tidak larut dalam air, tapi larut dalam

pelarut organik.

4. Senyawa-senyawa bromo, iodo dan polikloro lebih berat dari pada air.

(Respati, 1980)

Page 22: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

22

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Penangas air

b. Penjepit tabung

c. Pipet tetes

d. Pipet volume 5 mL

e. Propipet

f. Rak tabung

g. Tabung reaksi

2. Bahan

a. AgNO3 0,1 N

b. Diklorometana

c. Klorobenzena

D. Prosedur Kerja

1. Diambil dua buah tabung reaksi yang bersih dan kering,tabung 1 diberi 5

tetes diklorometana, tabung reaksi 2 diberi 5 tetes klorobenzena.

2. Ditambahkan kedalam dua tabung reaksi tersebut masing-masing 5 mL

AgNO3 0,1 N, dikocok dan dipanaskan selama 2 menit.

3. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

Page 23: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

23

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

No Senyawa pereaksi Perubahan

1 Diklorometana AgNO3

Cepat bergelembung

2 Klorobenzena Lambat bergelembung

2. Reaksi

a. Diklorometana + AgNO3

+ AgNO3 Gelembung

b. klorobenzena + AgNO3

+ AgNO3 Lambat terbentuk gelembung

Cl C

H

H

Cl

Cl

Page 24: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

24

F. Pembahasan

Percobaan yang berjudul identifikasi alkil halida dan aril halida ini

bertujuan untuk mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa alkil

halida dan aril halida. Alkil halida merupankan senyawa organohalogen,

dimana atom-atom halogen terikat pada gugus alkil sederhana atau alkil

tersubstitusi. Alkil halida memiliki rumus umum R-X, dimana R adalah

gugus alkil dan X adalah atom-atom halogen. Sedangkan aril halida adalah

senyawa organohalogen dimana sebuah halogen terikat pada sebuah karbon

dari cicin suatu gugus aromatik. Rumus umumnya Ar-X, dimana Ar adalah

gugus aromatik, biasanya gugus fenil sederhana atau fenil tersubstitusi,

sedangkan X adalah atom-atom halogen. Kedua senyawa ini memiliki

perbedaan sifat, baik secara fisik maupun kimia. Sehingga berdasarkan hal

inilah kedua senyawa ini dapat diidentifikasikan dan dibedakan.

Percobaan ini menggunakan sampel diklorometena dan klorobenzena.

Diklorometana adalah salah satu contoh senyawa alkil halida, sedangkan

klorobenzena adalah contoh dari senyawa aril halida. Selain kedua sampel

tersebut, digunakan pula perak nitrat (AgNO3) sebagai pereaksi dalam

percobaan ini. Penggunaan AgNO3 bertujuan untuk menguji seberapa kuat

ikatan yang terjadi antar atom-atom penyusun kedua senyawa ini. Adapun

beberapa hal yang penting dari prosedur kerja ialah adanya proses

pengocokan dan pemanasan terhadap sampel. Proses pengocokan bertujuan

untuk memberikan tekanan di dalam tabung reaksi, sehingga ikatan-ikatan

antar atom dalam sampel mudah diputuskan oleh pereaksi. Sedangkan tujuan

proses pemanasan ialah mempercepat berlangsungnya proses pemutusan

tersebut. Selain itu, proses pemanasan ini menjadi parameter dalam

percobaan ini, dimana waktu pemansan menujukkan seberapa kuat ikatan

yang terdapat dalam kedua sampel.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kedua sampel

memiliki kuat ikatan yang berbeda. Hal ini ditunjukkan, pada sampel yang

berisi diklorometana setelah ditambahkan pereaksi AgNO3 dan dipanakan

menghasilkan gelembung yang lebih cepat dibandingkan dengan sampel yang

Page 25: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

25

berisi sampel klorobenzena. Adanya gelembung di dalam sampel saat

pemanasan, menunjukkan terjadinya reaksi pemutusan ikatan dalam senyawa

tersebut. Sedangkan waktu pemanasan yang dibutuhkan hingga sampel

bergelembung menunjukkan kuatnya ikatan yang terdapat dalam senyawa

tersebut, dimana semakin lama waktu pamanasan berarti semakin sukar

ikatan antar atom dalam senyawa tersebut untuk diputuskan.

Sehingga dari hal tersebut dapat diketahui bahwa ikatan antar atom

dalam senyawa klorobenzena lebih kuat dibandingkan ikatan dalam senyawa

diklorometana. Hal ini terjadi karena, pada senyawa diklorometana terjadi

perbedaan keelektronegatifan yang besar. Dimana atom klor (Cl) lebih

bersifat elektronegatif dibanding atom karbon (C). Tingginya

keelektronegatifan pada atom klor (Cl) akan menyebabkan elektron yang

dimiliki oleh atom karbon (C) tertarik pada atom klor (Cl), sehingga atom

karbon (C) bersifat elektropositif. Kemudian, adanya ion NO3- yang berasal

dari senyawa AgNO3 yang ditambahkan akan menyebabkan terputusnya atom

hidrogen dan atom klor dalam senyawa ini. Hal ini terjadi karena ion NO3-

merupakan suatu nukleofil atau pecinta nukleus (bermuatan positif) akan

menyerang atom karbon yang bersifat elektropositif atau bermuatan positif.

Adanya suatu nukleofil ini akan menyababkan ketidakstabilan pada atom

karbon. Untuk menstabilkannya atom karbon akan melepas atau memutus

ikatannya dengan atom hidrogen (H) dan atom klor (Cl), sehingga senyawa

ini akan membentuk suatu alkana yang memiliki muatan positif. Sedangkan

atom hidrogen yang lepas akan berubah menjadi ion H+ dan atom klor (Cl

-)

pun sama membentuk ion Cl-. Ion H

+ yang lepas tersebutlah yang

menyebabkan timbulnya gelembung, karena menguap saat pemanasan.

Sedangkan ion Cl- yang berlebih akan berikatan dengan ion Ag

+ yang berasal

dari AgNO3 terbentuk AgCl dalam larutan. Sedangkan pada senyawa

klorobenzena, pemanasan membutuhkan waktu yang lebih lama hingga

terlihat adanya suatu gelembung. Hal ini menunjukkan ikatan antar atom

dalam senyawa ini lebih kuat dibandingkan ikatan dalam senyawa

diklorometena. Hal ini terjadi karena struktur klorobenzena yang berupa

Page 26: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

26

cincin aromatik. Suatu gugus aromatik, umumnya memiliki sifat sukar untuk

diputus ikatan antar atomnya meskipun pada senyawa ini juga terjadi

pebedaan keelektronegatifan yang besar antara atom karbon (C) dengan atom

klor (Cl). Resonansi/berputarnya elektron-elektron dalam cincin aromatik

menyababkan elektron-elektron tersebut secara merata, sehingga tidak ada

atom yang bermuatan lebih positif atau lebih negatif dan ini menyababkan

tarikan antar atom sama kuat, sehingga adanya suatu nukleofil yakni NO3-

tidak mengganggu kestabilan dari senyawa ini. Akibatnya tidak ada atom-

atom yang melepaskan diri. Hal ini ditandai dengan belum adanya gelembung

yang terjadi saat senyawa diklorometana sudah bergelembung. Pemanasan

yang lebih lanjut, tetap akan menyebabkan terjadinya disosiasi pada senyawa

ini, sehingga akan terjadi gelembung, hanya saja waktu yang dibutuhkan

lebih lama dari sampel awal. Atau dengan kata lain, klorobenzena dapat

mengalami pemutusan dengan energi yang lebih besar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa diklorometana, yang merupakan senyawa alkil halida

lebih mudah mengalami pemutusan ikatan dibandingkan klorobenzena,

senyawa aril halida bersifat lebih stabil dibandingkan dengan senyawa alkil

halida.

Dalam dunia kesehatan, terutama dunia farmasi alkil halida sangat

diperlukan sebagai bahan baku dalam pembuatan sediaan. Misalnya iodoform

merupakan bahan baku antiseptik dan obat luka. Sedangkan bromoform

digunakan untuk campuran obat tidur. Senyawa kloroform digunakan luas

sebagai anestesi atau obat bius.

Proses identifikasi dapat digunakan untuk membedakan senyawa alkil

dengan aril halida, karena alkil halida bersifat toksik jika dalam senyawa

murni. Misalnya kloroform jika tertiup dapat menyebabkan kerusakan pada

hati. Aril halida lebih sering digunakan pula sebagai bahan baku pembuatan

obat.

Page 27: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

27

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Klorobenzena merupakan senyawa golongan aril halida.

2. Diklorometana merupakan senyawa golongan alkil halida.

Page 28: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

28

PERCOBAAN III

IDENTIFIKASI ALDEHIDA DAN KETON

A. Tujuan

Mahasiswa dapat mengidentifikasi dan membedakan antara senyawa

aldehida dan keton serta mengetahui perubahan dan reaksi reduksi yang

terjadi pada aldehida dan keton.

B. Dasar Teori

Aldehida dan keton adalah senyawa-senyawa yang mengandung salah

satu dari gugus penting di dalam kimia organik, yaitu gugus karbonil C=O.

Semua senyawa yang mengandung gugus ini disebut senyawa karbonil.

Gugus karbonil adalah senyawa yang paling menentukan sifat kimia aldehida

dan keton. Oleh karena itu banyak sekali sifat fisik dari yang lain senyawa-

senyawa ini adalah mirip satu sama lainnya.

Salah satu reaksi untuk pembuatan aldehida adalah oksidasi dari

alkohol primer. Kebanyakan oksidator tak dapat dipakai karena akan

mengoksidasi aldehidanya menjadi asam karboksilat. Oksidasi krompiridin

komplek seperti piridinium klor kromat adalah oksidator yang dapat merubah

alkohol primer menjadi aldehida tanpa merubahnya menjadi asam

karboksilat.

(Petrucci, 1987)

Aldehida dan keton barulah dua dari sekian banyak kelompok

senyawa organik yang mengandung gugus karbonil. Suatu keton (RCOR)

mempunyai gugus alkil (aril) yang terikat pada karbon karbonil, sedangkan

aldehida (RCHO) mempunyai sekurang-kurangnya satu atom hidrogen yang

terikat pada karbon karbonilnya (Fessenden, 2008).

Aldehida mempunyai gugus asli dengan hidrogen yang terikat pada

karbonil. Senyawa aldehida alami yang paling melimpah adalah glukosa.

Aldehida yang paling sederhana adalah formaldehida (CH2O) yang mana

karbonil mengikat dua atom H. Pada semua aldehida selain formaldehida,

Page 29: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

29

karbon karbonil mengikat 1 atom hidrogen dan satu gugus alkil atau aril,

misalnya asetaldehida (CH3CH) (Sarker, 2009).

Keton adalah suatu senyawa organik yang mempunyai sebuah gugus

karbonil terikat pada dua gugus alkil, dua gugus alkil, atau sebuah alkil.

Keton juga dapat dikatakan senyawa organik yang karbon karbonilnya

dihubungkan dengan dua karbon lainnya. Keton tidak mengandung atom

hidrogen yang terikat pada gugus karbonil (Wilbraham, 1992).

Keton mempunyai suatu gugus fungsi asli dengan gugus alkil yang

lain atau gugus aril yang terikat dengan karbon karbonil. Beberapa hormon

steroid mengandung gugus fungsional keton, seperti hormon progesteron.

Keton yang paling sederhana adalah aseton (CH3COCH3) yang mana atom

karbonilnya mangikat 2 gugus metil (Sarker, 2009).

Pembuatan keton yang paling umum adalah oksidasi dari alkohol

sekunder. Hampir semua oksidator dapat dipakai. Pereaksi yang khas antara

lain kromium oksida (CrO3), piridinium klor kromat, natrium bikromat

(Na2Cr2O7) dan kalium permanganat (KMnO4) (Respati, 1986).

Reaksi-reaksi pada aldehida dan keton adalah reaksi oksidasi dan

reaksi reduksi. Reaksi oksidasi untuk membedakan aldehida dan keton.

Aldehida mudah sekali dioksidasi, sedangkan keton tahan terhadap oksidator.

Aldehida dapat dioksidasi dengan oksidator yang sangat lemah. Sedangkan

reaksi reduksi terbagi menjadi tiga bagian yaitu reduksi menjadi alkohol,

reduksi menjadi hidrokarbon dan reduksi pinakol (Wilbraham, 1992).

Senyawa aldehida, keton, ester, dan karboksilat adalah senyawa

organik yang memiliki gugus karbonil. Golongan senyawa ini dapat

dimanfaatkan sebagai bahan penyedap dalam industri makanan dan minuman

maupun sebagai bahan pengharum bagi industri kosmetik. Senyawa aldehida,

keton, ester mengalami reaksi pada gugus karbonil. Gugus karbonil

mempunyai sifat yang polar dan memiliki orbital hibrida sp2

sehingga ketiga

atom yang terikat pada aseton karbon terletak pada bidang datar dengan

sudut ikatan 1200. Ikatan rangkap karbon-karbon pada gugus karbonil terdiri

atas enam dan satu ikatan π (Kalja, 2009).

Page 30: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

30

Dalam sistem IUPAC aldehida diberikan akhiran –al (berasal dari suku

pertama aldehida). Contohnya adalah metanal (formaldehida), etanal

(asetaldehida), propanal, dan lain-lain. Sedangkan untuk keton diberikan

akhiran –on (dari suku kata terakhir keton). Penomoran dilakukan sehingga

gugus-gugus karbonil mendapat nomor kecil. Contohnya adalah propanon

(asetol), pentanon, butanon, dan lain-lain (Hart, 1993).

Bila aldehida diberikan dalam suasana basa seperti dengan NaOH

dalam air maka akan terbentuk ion enolat yang dapat bereaksi dengan gugus

karbonil dari molekul aldehida yang lain. Hasilnya adalah adisi suatu

molekul aldehida kedalam suatu molekul aldehida yang lain. Ion enolat akan

bereaksi dengan sutau molekul dengan cara mengadisi pada karbon karbonil

untuk membentuk suatu ion alkoksida yang kemudian menarik sebuah proton

dalam air untuk menghasilkan suatu aldol (Prawono, 2009).

Identifikasi aldehida dan keton berkaitan dengan berbagai macam

penelitian, contohnya pembuatan ekstrak vanili. Resistensi vanili ditentukan

oleh dua dari tiga gugus aldehida (-COH) dan hidroksil (-OH) dapat

teroksidasi karena keberatan oksigen disekelilingnya. Aldehida jika

teroksidasi akan berubah menjadi senyawa asam karboksilat (-COOH),

sedangkan hidroksil akan berubah menjadi aldehida (-COH).

(Sofyaningsih, 2011)

Dalam kehidupan sehari-hari, aldehida dapat digunakan sebagai :

1. Formalin untuk mengawetkan spesimen biologi di laboratorium,

karena dapat membunuh kuman.

2. Insektisida sebagai pembasmi kuman.

3. Etanol digunakan sebagai bahan karet atau zat warna.

(Fessenden, 2008)

Salah satu yang palig banyak digunakan adalah propanon atau aseton.

Aseton digunakan sebagai pelarut senyawa karbon. Aseton juga banyak

digunakan sebagai pembuatan organik lainnya. Keton siklik digunakan

sebagai pengharum (Syarifuddin, 2008).

Page 31: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

31

Glukosa adalah karbohidrat terpenting. Banyak karbohidrat yang

berada di makanan diserap ke dalam aliran darah sebagai glukosa dan gula

ini akan diubah di dalam hati. Glukosa adalah prekursor untuk sintesis semua

karbohidrat lain di tubuh, termasuk glikogen untuk penyimpanan, ribosa dan

deoksiribosa dalam asam nukleat, galaktosa dalam gula susu, dalam

glikolipid dan sebagai kombinasi dengan protein dalam glikoprotein dan

proteoglikan. Karbohidrat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Monosakarida (tidak dapat terhidrolisis). Terdiri atas triosa, tetrosa,

pentosa, heksosa, atau heptosa, dan lain-lain.

2. Disakarida (terdiri dari 2 unit monosakarida). Terdiri dari maltosa dan

sukrosa.

3. Oligosakarida (kondensasi 3-10 monosakarida).

4. Polisakarida (kondensasi lebih dari 10 unit monosakarida). Terdiri dari

pati dan dekstrin yang mungkin merupakan polimer linier/bercabang,

selain itu ada juga selulosa dari dinding tumbuhan.

(Murray, 2009)

Page 32: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

32

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Gelas kimia

b. Hot plate

c. Penjepit tabung

d. Pipet tetes

e. Pipet volume 1 ml

f. Propipet

g. Rak tabung reaksi

h. Tabung reaksi

2. Bahan

a. Aluminium foil

b. Asetaldehid

c. Aseton

d. Fehling

e. Fruktosa 1%

f. Galaktosa

g. Laktosa 1%

h. NaOH 10%

i. Tollens

D. Prosedur Kerja

1. Reduksi Pereaksi Tollens

a. Dimasukkan 1 ml sampel A dan sampel B ke dalam 2 tabung reaksi.

b. Ditambahkan masing-masing tabung 4 tetes tollens, dikocok, dan

dipanaskan dalam gelas kimia yang berisi aquades.

c. Diamati dan dicatat perubahannya.

2. Reduksi Larutan Fehling

a. Dimasukkan 1 ml sampel A dan sampel B ke dalam 2 tabung reaksi.

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi fehling pada masing-masing tabung

dan dipanaskan.

Page 33: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

33

c. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

3. Pembuatan Resin

a. Dimasukkan 1 ml sampel A dan sampel B ke dalam 2 tabung reaksi.

b. Ditambahkan masing-masing tabung 1 ml NaOH 10%, ditutup.

c. Dipanaskan dalam gelas kimia berisi air.

d. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

4. Uji Karboksilat

a. Dimasukkan ketiga sampel karbohidrat yaitu laktosa, fruktosa, dan

galaktosa ke dalam 3 tabung reaksi yang berbeda.

b. Ditambahkan 5 tetes pereaksi fehling dan tollens ke masing-masing

tabung, dipanaskan.

c. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

Page 34: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

34

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

a. Uji Fehling

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. Asetaldehid

Fehling

Larutan bening

2. Aseton Larutan bening

3. Laktosa Larutan merah bata dan

endapan merah bata

4. Fruktosa Larutan merah bata dan

endapan merah bata

5. Galaktosa Larutan merah bata dan

endapan merah bata

b. Uji Tollens

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. Asetaldehid

Tollens

Cermin perak

2. Aseton Larutan hitam-coklat

3. Laktosa Cermin perak

4. Fruktosa Cermin perak

5. Galaktosa Cermin perak

c. Identifikasi sampel

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. Sampel A NaOH

Endapan merah bata

2. Sampel B Tidak terdeteksi

Page 35: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

35

2. Reaksi

a. Asetaldehid

1) Asetaldehid + Fehling

CH3 - C + Cu2+ + 2OH-

O

CH3 - C - H + Cu2+ + 2OH-

O

H

+ Cu2+ + OH-

O

+ Cu2+ + OH-

O

C HCH3

OH

OHCCH3H

CH3 - C - OH + Cu

O

2) Asetaldehid + Tollens

+ Ag (NH3)2OH

O

CCH3 H

O

CCH3 H + [Ag (NH3)2] + + OH-

O

CCH3 H

O

CCH3+ [Ag (NH3)2] + + OH-

OH

+ [Ag (NH3)2] +H

CH3 - C + Ag +

O

- OH H N

H

HH+

CH3 - C + Ag +

O

- OH H N

H

H

H

CH3 - C + Ag

O

- OH + 2NH+4

Page 36: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

36

3) Asetaldehid + NaOH

CH3 C

O

H + NaOH H C

H

H

C

O

H + Na O H

H C

H

C

O

H + Na O

H

H H C

H

C

O

H + Na + H2O

H3C C H + C H

O O

H3C C H + H2C C H

O O

CH2

H3C C C H

O O

H O H

H

CH2

H3C C CH2 C H

OO

H OH

H

+

H3C CH CH2 C H

OH O

H3C CH HC C H

OHOH

H3C CH C H

O

+ H2OCH

Page 37: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

37

b. Aseton

1) Aseton + Fehling

CH3 - C - CH3 + Cu2+ + 4OH

O

2) Aseton + Tollens

O

CH3 - C - CH3 + Ag2O

c. Fruktosa

1) Fruktosa + Tollens

CH2OH CH2OH

H

OH H

O-H

H OH + Ag(NH3)2OH

CH2OH

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O H

H

H

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O H

H

+ H

Page 38: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

38

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O H

H

H

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O

H

H

+ H

C

C O

C HH + OH

C OHH

CH OH

CH2OH

O

H

H

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O

H

H

+ Ag

Page 39: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

39

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

H

H

O

+ [Ag(NH3)2]+ + OH-

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

H

H

O-

+ [Ag(NH3)2]+ + OH-

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

H

H

O-

+ [Ag(NH3)2]+

OH

Page 40: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

40

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

H

O

OH

N

H

HH+ Ag+ + + H+2

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

H

O

OH

N

H

HH+ Ag+ + 2

H

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

H

O

OH

+ Ag + 2NH4+

Page 41: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

41

CH2OHOH

H

OH H

O

H OH

OH

C+ Ag + 2NH4

+

2) Fruktosa + Fehling

CH2OH CH2OH

H

OH H

O-H

H OH + Cu2+ + 4OH-

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O H

H

H

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O H

H

+ H

Page 42: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

42

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O H

H

H

C

C O

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O

H

H

+ H

Page 43: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

43

C

C O

C HH + OH

C OHH

CH OH

CH2OH

O

H

H

C

C OH

C HOH

C OHH

CH OH

CH2OH

O

H

H

+ Cu2 + 4OH

OH

Cu2+ + 4OH+H

OH

C

H

O

OH

H

H

CH2OH

OH

H

OH

C

H

O

OH

H

H

CH2OH

+ Cu2+ + 4OH

Page 44: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

44

OH

H

OH

C

H

O

OH

H

H

CH2OH

+ Cu2+ + 3OHOH

OH

H

OH

C

O

OH

H

H

CH2OH

+ Cu2OOH

d. Laktosa

1) Laktosa + Fehling

H

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ 4Cu2+ + 8OHO

H

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OH

H

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ 4Cu2+ + 8OH

O

C

H

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

O

H

HHO

+

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ H + 4Cu2+ + 8OHC + H

C

H

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OHO

+

H

O

Page 45: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

45

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ 4Cu2+ + 6OH

OH

C C

OHH

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OHO

O

H

OH + OH

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ 4Cu2+ + 8OH

OH

C C

OHH

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OHO

+

H

O

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ 4Cu2+ + 6OH

OH

C C

OHH

CH2OH

H

OH

H

H

OHO

HO

O

OH + OH

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ 2Cu2O + 4H2O

OH

C C

OHH

CH2OH

H

OH

H

H

OHO

HO

O

OH

+

OH

Page 46: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

46

2) Laktosa + Tollens

H

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

O

H

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OH

+ Ag(NH3)2OH

O

H

CH2OH

H

OHH

OH

OH

H

H

H

OH

OH

H

H

H

H

H

CH2OH

H

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

O

C

H

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

O

H

HHO

+ + [Ag(NH3)2]+ + 2OH-

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

+ HC + H

C

H

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OHO

+

H

O

+ [Ag(NH3)2]+ + 2OH-

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

CC

H

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OHO

+

H

O

OHOH

+ [Ag(NH3)2]+ + 2OH-

Page 47: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

47

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

CC

H

CH2OH

H

OH

H

H

OHO

HO

+

O

OHOH

+ [Ag(NH3)2]+ + 2OH-2H+

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

OH

C C

OHH

CH2OH

H

OH

H

H

OHO

HO

+

O

+ [Ag(NH3)2]+ + 2OH- 2H+

Page 48: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

48

H

OH

OH

H

HOH

H

CH2OH

OH

CC

OHH

CH2OH

H

OH

H

H

OHO

HO

+OH

OH

O

+ [Ag(NH3)2]+ 2H+

CH2OH

O

H

OH

OH

H

H

OH

OH

H

H HH

O

CH2OH

+ AgC - OH

H

C

OH

+

O

OHN

H

HH+ H+

2+

CH2OH

O

H

OH

OH

H

H

OH

OH

H

H HH

O

CH2OH

+ AgC - OH

H

C

OH

+

O

OHN

H

HH

H

+ 2

CH2OH

O

H

OH

OH

H

H

OH

OH

H

H HH

O

CH2OH

+ AgC - OH

H

C

OH

+

O

OH+ 2NH4

+

e. Galaktosa

1) Galaktosa dan fehling

OH

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

O H

OH

+ Cu2+ + 4OH-

Page 49: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

49

COH

CH2OH

H

OH

H

H

O

H

H

O

OH

+ H+ + Cu2+ + 4OH-

COH

CH2OH

H

OH

H

H

H

H

O

OH

+ Cu2+ + 3OH-

OH

OH

COH

CH2OH

H

OH

H

H

H

O

OH

+ Cu2+ + 3OH-

OH

OH

H

COH

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

OH

OH

O

+ Cu2O + H2O

2) Galaktosa dan tollens

OH

CH2OH

H

OH

H

H

O

H

H

O H

OH

+ Ag(NH3)2 OH

Page 50: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

50

COH

CH2OH

H

OH

H

H

O

H

H

O

OH

+ H+ + [Ag(NH3)2 ]+ + OH-

COH

CH2OH

H

OH

H

H

H

H

O

OH

OH

+[ Ag(NH3)2]+ + OH-

OH

CH2OH

H

OH

H

H

OH

H

O

OH

C + [Ag(NH3)2]+ + OH-

H

OH

COH

CH2OH

H

OH

H

H

H

OH

O

OH

OH

N

H

HH+ Ag+ + + H+2

Page 51: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

51

COH

CH2OH

H

OH

H

H

H

OH

O

OH

OH

+ Ag N

H

HH

H

+ 2

COH

CH2OH

H

OH

H

H

H

OH

O

OH

OH

+ Ag + 2NH4+

Page 52: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

52

F. Pembahasan

Percobaan ini berjudul identifikasi aldehid dan keton yang bertujuan

untuk mengidentifikasi dan membedakan senyawa aldehid dan keton serta

mengetahui perubahan dan reaksi reduksi yang terjadi pada aldehid dan

keton. Aldehid adalah senyawa turunan alkana yang memiliki gugus

karbonil. Gugus tersebut terletak di ujung rantai karbon induk yang diakhiri

dengan atom hidrogen, sedangkan keton adalah senyawa turunan alkana yang

mempunyai gugus fungsi C=O. Senyawa keton berisomer dengan senyawa

aldehid. Meskipun merupakan suatu isomer, aldehid dan keton memiliki

beberapa perbedaan sifat terutama secara kimia. Melalui perbedan sifat inilah

keduanya ini dapat diidentifikasi dan dipisahkan.

Percobaan ini dilakukan identifikasi pada karbohidrat. Hal ini

dikarenakan glukosa yang berasal dari karbohidrat mengandung gugus fungsi

aldehid ataupun keton. Karbohidat atau hidrat arang adalah senyawa organik

yang mengandung atom karbon, hidrogen, dan oksiden. Karbohidrat di bagi

menjadi monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida adalah

karbohidrat yang paling sederhana dan tidak dapat dihidrolisis lagi.

Contohnya glukosa, galaktosa dan fruktosa, sedangkan disakarida adalah

karbohidrat yang merupakan gabungan dari 2 monosakarida. Contohnya

sukrosa, laktosa, dan maltosa.

Percobaan ini menggunakan 2 buah sampel, yaitu sampel A dan

sampel B, sedangkan untuk uji karbohidrat digunakan 2 macam

monosakarida dan 1 macam disakarida yaitu, galaktosa, laktosa, dan

fruktosa. Selain itu digunakan peraksi-pereaksi seperti tollens, fehling, dan

NaOH 10%. Pereaksi fehling dan tollens digunakan saat uji identifikasi

aldehid, keton dan karbohidrat, sedangkan NaOH 10% digunakan dalam

pembuatan resin. Pereaksi fehling terdiri dari fehling A dan fehling B.

Fehling A, merupakan campuran dari CuSO4.5H2O dalam asam sulfat pekat

sedangkan fehling B terdiri dari kalium natrium tartrat dan NaOH murni.

Kedua larutan ini dicampurkan hingga terbentuk larutan fehling berwarna

biru tua, sedangkan pereaksi tollens di buat dengan mencampurkan AgNO3

Page 53: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

53

dengan NaOH dengan perbandingan 1:1 hingga terbentuk endapan,kemudian

endapannya diambil dan ditambahkan NH3 pekat hingga larut.

Setiap pengujian dilakukan proses pengocokan dan pemanasan. Kedua

proses ini bertujuan untuk mempercepat reaksi karena semakin tinggi suhu

dan tekanan maka semakin cepat reaksi yang berlangsung.

Hasil pengamatan menunjukan saat pengujian sampel A dan sampel B,

terjadi perubahan dimana sampel A terbentuk pada dinding tabung reaksi

endapan cermin perak setelah ditambahkan pereaksi tollens dan dipanaskan,

sedangkan pada sampel B larutan tetap berwarna hitam kecoklatan. Hal ini

menunjukan bahwa sampel A adalah aldehid, yaitu asetaldehid, sedangkan

sampel B adalah senyawa keton, yaitu aseton. Adanya perubahan ini sesuai

dengan teori bahwa suatu aldehid akan mengalami suatu proses oksidasi

dengan pereaksi tollens (Ag[NH3]+). Pada pereaksi ini atom hidrogen yang

terikat dengan atom karbon yang mengikat gugus fungsi mengalami proses

oksidasi sedangkan ion Ag+ dari peraksi tollens akan direduksi menjadi

logamnya, yaitu Ag akan mengendap membentuk cermin perak, sedangkan

pada sampel B setelah di tambahkan pereaksi tollens warna larutan menjadi

hitam-kecoklatan hal ini menandakan reaksi oksidasi pada sampel oleh

pereaksi ini tidak terjadi. Hal ini sesuai dengan teori bahwa, suatu keton tidak

dapat mengalami proses oksidasi dengan pereaksi tollens. Karena pada

senyawa keton tidak terdapat atom hidroden yang berikatan dengan gugus

fungsi,sehingga tidak ada atom hidrogen yang dapat dioksidasi, sehingga

ujinya bersifat negatif.

Uji karbohidrat menggunakan sampel laktosa dan fruktosa direaksikan

dengan tollen menghasilkan endapan cermin perak. Hal ini di sebabkan

karena laktosa merupakan suatu disakarida yang terdiri dari glukosa dan

galaktosa dimana monosakarida-monosakarida ini termasuk golongan aldosa

yaitu karbohidrat yang mengandung gugus aldehid, gugus aldehid mampu

mereduksi ion Ag+ dari pereaksi tollens sehingga sama seperti uji aldehid

pada sebelumnya akan dihasilkan logam Ag yang membentuk endapan

cermin perak pada sebagian dinding tabung.

Page 54: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

54

Berbeda dengan halnya laktosa yang merupakan golongan aldosa.

Fruktosa merupakan monosakarida ketosa, yakni mengandung gugus keton.

Dimana, berdasarkan teori gugus keton tidak dapat mereduksi pereaksi

tollens dan mengalami reaksi oksidasi sebagaimana senyawa aldehid. Namun

berdasarkan pengamatan hasil uji dengan tollens menunjukan reaksi positif

yang ditandai pula dengan terbentuknya endapan cermin perak. Hal ini

disebabkan karena fruktosa mengalami proses tautomerasi menjadi senyawa

aldehid, selain itu fruktosa juga tergolong sebagai gula reduksi sehingga

mampu mereduksi pereaksi tollens sehingga mudah di oksidasi. Reaksi

tollens akan menghasilkan logam Ag yang akan mengendap sebagai cermin

perak, sedangkan oksidasi fruktosa akan menghasilkan kesetimbangan

aldehid diastereomik.

Pengujian fehling didapatkan hasil pengamatan sampel A dan B tetap

bewarna bening. Hal ini menandakan tidak adanya reaksi yang terjadi.

Padahal dalam salah satu sampel tersebut terdapat senyawa aldehid hal ini

bertentangan dengan teori, seharunya apabila senyawa aldehid direaksikan

dengan larutan fehling yang mengandung ion Cu2+

, akan mengalami proses

oksidasi menjadi suatu karboksilat. Hal ini terjadi karena aldehid memiliki

satu atom H yang terikat dengan satu atom C gugus fungsi. Selain itu juga,

aldehid mampu mereduksi ion Cu2+

menjadi Cu+, sehingga akan terbentuk

larutan berwarna merah bata, dimana dengan adanya pemanasan akan

terbentuk Cu2O yang lama-lama akan mengendap dalam suasana basa,

sedangkan untuk senyawa-senyawa keton akan menghasilkan uji yang

sifatnya negatif. Karena sama seperti sebelumnya, keton tidak dapat

dioksidasi karena tidak memiliki H karbonil dan tidak dapat mereduksi

karena sifatnya oksidator lemah. Kesalahan ini dapat terjadi akibat kesalahan

dalam pengambilan sampel, karena wadah sampel tidak diberi label sehingga

sulit membedakan sampel A yang berisi asetaldehid dan sampel B yang

berisi aseton. Kemungkinan sampel yang di ambil hanya sampel B saja yang

berisi aseton sehingga perubahan tidak terbentuk.

Page 55: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

55

Uji menggunakan pereaksi fehling bisa bersifat negatif, apabila

digunakan dalam sampel yang berisi senyawa aldehid aromatik, karena pada

senyawa aromatik terjadi resonansi, sehingga atom-atomnya sulit diputuskan

ikatannya.

Pengujian karbohidrat, laktosa, fruktosa, dan galaktosa dengan

pereaksi fehling menunjukan hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya

larutan merah bata. Sama seperti sebelumnya, laktosa dan galaktosa adalah

suatu aldosa, sehingga gugus aldehidanya mampu dioksidasi dan mereduksi

pereaksi fehling dan dan terbentuk Cu+ yang berwarna merah bata,

sedangkan fruktosa mengalami proses tautomerasi, dimana gugus ketonnya

mengalami penataan ulang menjadi gugus aldehid, sehingga uji bersifat

positif selain itu fruktosa merupakan gula reduksi.

Identifikasi aldehid dan keton juga dapat dilakukan dengan

mereaksikan kedua sampel yakni, sampel A dan sampel B dengan pereaksi

NaOH. Reaksi ini disebut juga pembuatan resin atau reaksi pendamaran atau

lebih dikenal dengan uji moore. Uji ini biasanya dilakukan untuk mengetahui

adanya gugus alkil dalam suatu senyawa. Reaksi pendamaran hanya

berlangsung apabila natrium hidroksida (NaOH) berikatan dengan suatu

aldehid dan tidak bereaksi dengan suatu keton. Pada percobaan ini di

gunakan NaOH sebagai sumber ion OH-

(alkali). Dimana hidroksil akan

berikatan dengan rantai aldehid membentuk aldol aldehid, yaitu aldehida

dengan ujung cabang gugus alkohol. Uji dikatakan positif jika menghasilkan

warna merah bata. Adapun proses pemanasan pada percobaan ini bertujuan

untuk membuka ikatan karbon dengan hidrogen dan menggantinya dengan

gugus OH- dari NaOH.

Adanya beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam percobaan ini

yaitu mengenai jumlah banyaknya pereaksi yang digunakan. Karena hal ini

sedikit banyaknya turut mempengaruhi perubahan pada sampel. Semakin

banyak pereaksi yang digunakan, semakin cepat dan jelas perubahan yang

dihasilkan. Hanya saja penggunaan pereaksi yang berlebihan akan

Page 56: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

56

mengurangi keakuratan dan kevalitan data yang diperoleh. sehingga

penggunaan pereaksi hendaknya digunakan dalam jumlah tetesan yang wajar.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel A adalah senyawa aldehid,

yaitu asetaldehid dan sampel B adalah keton yaitu aseton. Laktosa adalah

disakarida aldosa, fruktosa adalah gula reduksi dan galaktosa juga suatu

aldosa.

Manfaat dari identifikasi aldehid dan keton di bidang farmasi salah

satunya ialah pengidentifikasian penderita ketoasidosis metabolik dan

ketonuria, yang merupakan manifestasi dari penderita diabetes melitus.

Page 57: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

57

G. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :

1. Sampel A adalah suatu aldehid, yaitu senyawa asetaldehid, dimana hasil

uji dengan fehling dan tollens positif

2. Sampel B adalah suatu keton, yaitu senyawa aseton, dimana hasil uji

dengan fehling dan tollens negatif

3. Asetaldehid dan galaktosa adalah senyawa-senyawa aldehid

4. Aseton, laktosa, dan fruktosa adalah senyawa-senyawa keton

Page 58: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

58

PERCOBAAN IV

A M I N A

A. Tujuan

Mahasiswa dapat mempelajari sifat-sifat senyawa organik melalui

amina

B. Dasar Teori

1. Amina

Amina merupakan senyawa yang mengandung nitrogen, yang

mana gugus fungsionalnya adalah gugus amino (-NH2). Amina

memnyerupai amonia, yang mana satu atau lebih atom hidrogen pada

amonia diganti dengan alkil. Dengan demikian, suatu amina mempunyai

rumus R-NH2, R2-NH, dan R3-N. Senyawa amina paling sederhana dan

mungkin merupakan amina yang paling umum adalah metilamin (

CH3NH2) dan etilamin (CH3CH2NH2) (Saker, 2009).

Amina dikelompokkan sebagai amina primer (1o), sekunder (2

o),

tersier (3o), atau aminaquartener (4

o), tergantung pada bagaimana beberapa

gigis alkil diikatkan pada atom N. Amina kuartener, (CH3)4 N+, dikenal

sebagai kation amonium (Fessenden, 1986).

2. Reaksi-reaksi amina

a. Reaksi subsitusi dengan amina

Kegunaan reaksi ini adalah amina dapat digunakan untuk

mensintesis amina lain dengan pengubahan menjadi amida, yang

disusul dengan benzena sulfonil klorida digunakan untuk menguji

apakah suatu amina itu primer, sekunder. Atau tersier. Uji itu disebut

uji hinsberg. Amina juga bereaksi dengan aldehida dan keton untuk

menghasilkan imina dan enamina (Fessenden, 1986).

Page 59: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

59

b. Reaksi amina dengan asam nitrit

1) Amina primer

Amina primer bila direaksikan dengan NaNO2 dan HCl

akan memnghasilkan garam diazonium, tetapi garam alkil

diazonium tidak stabil dan terurai menjadi campuran alkohol dan

alkena bersama-sama N2. Penguraian itu berlangsung lewat suatu

karbokation.

2) Amina sekunder

Bila direaksikan dengan NaNO2 dan HCl, amina sekunder

(alkil ataupun aril) akan menhasilkan N-nitroso amina, senyawa

yang mengandung gugus N-N=O, banyak N-nitroso amina bersifat

karsinogen.

3) Amina tersier

Amina tersier sukar diramalkan reaksinya secara

keseluruhan dengan asam nitrit. Suatu aril amina tersier biasanya

mengalami substitusi cincin dengan –NO karena cincin itu

diaktifkan oleh gugus –NR2. Alkil amina tersier dapat kehilangan

gugus R dan membentuk suatu derivat N-nitroso dari suatu amina

sekunder.

(Suhartini, 2000)

a. Garam amina

Reaksi suatu amina dengan suatu asam mineral (seperti CHI)

atau suatu asam karboksilat (seperti asam asetat) menghasilkan suatu

garam amina, karena kemampuannya membentuk garam, suatu amina

yang tak larut dalam air dapat dilarutkan dengan mengolahnya dalam

asam encer. Dengan cara ini, senyawa yang mengandung gugus amino

dapat dipisahkan dari bahan-bahan yang tak larut dalam air maupun

asam (Fessenden, 1986)

Page 60: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

60

3. Sifat-sifat amina

a. Sifat fisis amina

Dalam amina, baik ikatan C-N maupun N-H merupakan ikatan

polar yang disebabkan oleh elektronegatifitas atom N. Sifat polar

ikatan N-H pada amina menghasilkan pembentukan ikatan hidrogen

dengan amina yang akan lain atau pun sistem ikatan hidrogen yang

lain seperti amina dengan air dan amina dengan alkohol .

(Abdillahh, 2011)

Titik didih amina tersier lebih rendah daripada amina primer

atau sekunder yang bobot molekulnya sepadan dan titik didihnya lebih

dekat ke titik didih antara alkana yang bobot molekulnya bersamaan.

Seyawa amina memiliki titik didih da titik lebur yang lebih tinggi dan

lebih mudah larut dalam media air, apabila dibandingkan dengan

alkana analog (Suhartini, 2000).

Amina berbobot molekul rendah larut dalam air karena

membentuk ikatan hidrogen dengan air. Amina tersier maupun amina

sekunder dan primer dapat membentuk ikatan hidrogen karena

memiliki pasangan elektron menyendiri yang dapat digunakan untuk

membentuk ikatan hidrogen dengan air (Sarker, 2009).

b. Sifat spektial amina

1) Spektra inframerah

Ikatan yang menimbulkan absorpsi inframerah yang

karakteristik amina adalah ikatan C-N dan ikatan N-H. Semua

amina alifatik menunjukan ukuran C-N dalam daerah sidak jari.

Namun hanya amina primer dan sekunder yang mana menunjukan

absorpsi ukuran N-H yang berbeda.

2) Spekta nmr

Amina alifatik menunjukkan absorpasi N-H pada harga 6

kurang kebih 1,0-2,0 ppm, sedangkan aril amina menyerap sekitar

2,6-4,7 ppm

(Nugrahaningtyas, 2009)

Page 61: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

61

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Gelas kimia 200 mL

b. Hotplate

c. Penjepit tabung

d. Pipet tetes

e. Pipet volume 1 mL

f. Pro pipet

g. Rak tabung reaksi

h. Tabung reaksi

2. Bahan

a. Aquades

b. Aliminium foil

c. Anilin

d. EDTA

e. HCl 2M

f. NaOH 2M

g. Kertas lakmus

h. Piridin

D. Prosedur Kerja

1. Kelarutan dalam aquades

a. Diambil 3 tabung reaksi

b. Diisi tabung reaksi 1 dengan EDTA 5 tetes, tabung reaksi 2 dengan

anilin 5 tetes, tabung reaksi 3 diisi dengan piridin 5 tetes

c. Ditambah 10 tetes aquades pada masing-masing tabung

d. Dicatat dan diamati yang terjadi

e. Diulangi percobaan sekali lagi.

2. Kelarutan dalam HCl

a. Dimasukkan 1 mL aniline kedalam tabung reaksi

b. Ditambah 10 tetes HCl 2M

Page 62: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

62

c. Digoyang tabung reaksi dan diamati apa yang tejadi

d. Diulangi percobaan sekali lagi.

3. Kelarutan dalam NaOH

a. Dimasukkan 1 mL larutan NaOH 2M kedalam tabung reaksi yang

sudah berisi larutan dari percobaan 2

b. Diamati apa yang terjadi dan dicatat hasilnya

c. Dimasukkan 1 mL amina hidroklorida kedalam tabung reaksi

d. Ditambahkan NaOH 2M

e. Dipanaskan selama 2 menit

f. Diperiksa dengan kertas lakmus, dicatat apa yang terjadi

g. Diulangi percobaan sekali lagi.

Page 63: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

63

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

a. Kelarutan dalam air

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. EDTA

Air

Larutan Bening

2. Anilin Tidak Larut, 2 fase

atas merah kecoklatan,

bawah bening

3. Piridin Larutan Bening

b. Kelarutan dalam HCl

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. Anilin HCl 2M Tidak Larut

2. Anilin HCl Pekat Larutan Merah

Kecoklatan

c. Kelarutan dalam NaOH

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. Anilin HCl 2M +

NaOH

2 fase (atas merah,

bawah bening)

+ pemanasan Tetap tidak berubah

Lakmus Merah Warna Lakmus tetap

merah (atas)

Warna Lakmus

menjadi biru (bawah)

Lakmus Biru Warna Lakmus

menjadi merah (atas)

Warna Lakmus tetap

biru (bawah)

2. Anilin HCl pekat +

NaOH

2 fase (atas merah,

bawah bening)

+ pemanasan Tetap (tidak berubah)

Lakmus Merah Warna Lakmus tetap

merah (atas)

Warna Lakmus

menjadi biru (bawah)

Lakmus Biru Warna Lakmus

menjadi merah (atas)

Warna Lakmus tetap

biru (bawah)

Page 64: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

64

N

..

+ H+ + OH-

N

+ OH-

H+

2. Reaksi

a. EDTA dan H2O

b. Anilin + H2O

NH2 NH2HO

H

+ H2O

c. Piridin + H2O

d. Anilin + HCl

Page 65: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

65

e. Anilin + NaOH

Page 66: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

66

F. Pembahasan

Percobaan yang berjudul mengenai amina bertujuan untuk

mengetahui sifat-sifat senyawa organik melalui amina. Amina merupakan

turunan organik dari ammonium dimana satu atau lebih atom hidrogen pada

nitrogen telah tergantikan oleh gugus alkil atau aril. Amina dapat

diklasifikasikan menjadi amina primer, amina sekunder dan amina tersier,

tergantung pada beberapa atom hidrogen yang tergantikan.

Percobaan pertama adalah menentukan kelarutan senyawa-senyawa

organik golongan amina dengan air, yaitu EDTA, anilin, dan piridin. EDTA

(asam etilen diamin tetra asetat) merupakan salah satu jenis asam

polikarboksilat dan merupakan jenis amina alifatik tersier, dimana atom

nitrogennya mengikat 3 atom karbon rantai terbuka. Ikatan pada EDTA

yaitu ikatan N yang bersifat basa dapat mengikat ion H+ dan ikatan

karboksil yang bersifat asam menyebabkan EDTA dapat larut dengan air

dan menghasilkan warna yang bening. Kelarutan EDTA ini terjadi karena

adanya reaksi intramolekul yang berarti reaksi terjadi dalam molekul itu

sendiri. Anilin merupakan jenis amina aromatik primer, dimana atom

nitrogennya mengikat 1 atom karbon dari gugus aromatik. Anilin

merupakan cairan minyak tak berwarna yang mudah menjadi coklat karena

oksidasi atau terkena cahaya. Anilin dengan air menghasilkan larutan yang

tidak larut dan menghasilkan larutan dua fase yang berwarna merah-bening,

warna merah yang berasal dari warna anilin yang teroksidasi dan bening dari

warna EDTA. Hal ini disebabkan oleh anilin yang hanya memiliki 1 ikatan

hidrogen sehingga hasil yang diperoleh adalah sukar larut, sedangakan pada

EDTA banyak membentuk ikatan hidrogen sehingga lebih larut dalam air.

Anilin strukturnya berupa cincin aromatik serta resonansi yang ada pada

senyawa ini menyebabkan tidak mampunya anilin membentuk ikatan

hidrogen dengan senyawa air sehingga anilin sulit membentuk ikatan

hidrogen intramolekular dengan air. Adapun senyawa dengan struktur

berupa cincin aromatik sifatnya cenderung stabil karena atom-atom

didalamnya mengalami resonansi dan menyebabkan anilin bersifat nonpolar

Page 67: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

67

sehingga tidak dapat larut atau bercampur dalam air, membentuk larutan dua

fase. Piridin adalah basa organik dengan pKb 8,75 merupakan amina

aromatis tersier dengan hibridisasi sp2, pasangan elektron bebas nitrogen

piridin lebih tertarik ke arah cincin aromatis sehingga sifat kebasaannya dan

kenukleofilannya agak rendah. Hasil yang diperoleh dari reaksi antara

piridin dalam air adalah piridin dapat larut dan larutan berwarna bening.

Piridin memiliki sifat mudah larut dalam air dengan titik didih 115ºC dan

berat molekul 79,10. Piridin bersifat mudah larut dalam air karena atom N

pada piridin bereaksi dengan atom H pada air untuk membentuk ikatan

hidrogen, selain itu kebasaan piridin lebih kuat daripada anilin yang akan

berinteraksi secara ionisasi dan berat molekul piridin yang kecil juga

menyebabkan mudahnya piridin larut di dalam air, sedangkan jika

dibandingkan dengan anilin, anilin dapat larut dalam air 36 g/L (20ºC)

dimana atom N terikat pada struktur benzena menyebabkan sulitnya

membentuk ikatan lebih banyak jika dibandingkan dengan atom C pada

piridin, hal ini menyebabkan anilin lebih bersifat nonpolar sehingga tidak

larut didalam air, karena semakin panjang rantai karbon pada suatu senyawa

maka kemampuan senyawa tersebut untuk dapat membentuk ikatan

hidrogen akan semakin sukar sehingga menyebabkan kelarutan di dalam air

semakin berkurang dan sebaliknya semakin pendek rantai karbon pada suatu

senyawa maka kemampuan senyawa tersebut untuk membentuk ikatan

hidrogen akan semakin tinggi yang menyebabkan kelarutan di dalam ait

akan semakin besar.

Amina dengan jumlah atom karbon di bawah enam biasanya larut

dalam air akibat adanya interaksi ikatan hidrogen. Meskipun nitrogen tidak

seelektronegatif oksigen namun mampu mempolarisasi ikatan N-H sehingga

terbentuk gaya dipol-dipol yang kuat antara molekulnya.

Percobaan kedua adalah menguji kelarutan anilin dalam asam

dengan mereaksikan senyawa anilin dengan HCl 2M dan HCl pekat. Hasil

yang diperoleh adalah anilin dapat larut dengan HCl pekat dan

menghasilkan warna merah kecoklatan serta dapat mengubah kertas lakmus

Page 68: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

68

biru menjadi merah. Tetapi reaksi antara anilin dan HCl 2M tidak dapat

larut. Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap

amina aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzena atau substitusi

pada gugus amina. Reaksi antara anilin dengan asam klorida membentuk

garam ammonia hidroklorida yang dapat larut, serta reaksi anilin dengan

HCl dapat mengubah kertas lakmus yang berwarna biru menjadi merah, hal

ini juga menandakan bahwa campuran atau reaksi yang terjadi antara anilin

dan HCl bersifat asam. Pada penambahan antara anilin dengan HCl 2M

tidak dapat larut atau bercampur dikarenakan kurang pekatnya konsentrasi

HCl yang digunakan, sedangkan dalam HCl pekat, anilin membentuk

larutan merah kecoklatan yang berasal dari warna dasar merah pada anilin

dan putih kekuningan pada HCl pekat, adanya perubahan warna

menunjukkan bahwa anilin lebih larut sempurna dalam HCl pekat. Hal ini

terjadi karena HCl pekat memiliki kemampuan protonasi yang lebih kuat

dibandingkan dengan HCl encer. Dalam HCl encer, anilin tidak mengalami

protonasi sempurna, sehingga ada sebagian anilin yang mengendap

membentuk gelatin.

Percobaan ketiga adalah mereaksikan aminohidroklorida dari hasil

reaksi anilin dengan asam klorida dengan senyawa NaOH. Larutan anilin

yang sebelumnya ditambah HCl 2M ketika direaksikan dengan NaOH

membentuk 2 fase yaitu pada bagian atas berwarna merah tua sedangkan

pada bagian bawah berwarna keruh yang menandakan anilin tidak larut

dalam NaOH. Hal ini disebabkan karena NaOH merupakan pelarut basa

kuat dimana gugus amina (NH2) pada anilin sendiri merupakan basa lemah

sehingga keduanya tidak bereaksi. Penambahan basa kuat dalam garam

amina menghasilkan larutan dengan pH yaitu 14 karena NaOH dapat

mengikat sisa asam yang ada pada mekanisme reaksi pada tahapan

sebelumnya menyangkut serangan nukleofil oleh amina pada atom karbon

dari turunan asam. Pada percobaan ketiga, penambahan basa kuat pada

garam amina menghasilkan larutan dengan pH asam lemah pada lapisan

atas, dimana garam amina berasal dari anilin dan HCl yang membentuk

Page 69: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

69

aminohidroklorida, sedangkan pada lapisan bawah yaitu NaOH yang

merupakan basa kuat. Hal ini yang menyebabkan reaksi NaOH dan

aminohidroklorida lebih asam lemah daripada reaksi anilin dengan HCl.

Sedangkan pada anilin dengan HCl, anilin berfungsi membentuk garam

yang karena sifat ioniknya larut dalam lapisan air sedangkan pada reaksi

aminohidroklorida dengan NaOH tidak larut sehingga menimbulkan

keadaan dua fase pada reaksinya. Keadaan dua fase ini disebabkan karena

perbedaan massa jenis antara NaOH dan aminohidroklorida dimana massa

jenis NaOH lebih besar daripada aminohidroklorida. Selain itu juga dapat

disebabkan karena jumlah anilin yang kurang cukup untuk dapat terlarut,

mengingat anilin juga dapat digunakan sebagai pengemulsi sehingga jika

jumlah yang ditambahkan sedikit tidak dapat mencapai keseimbangan dan

terbentuklah larutan dua fase (adanya tegangan permukaan di antara fase).

Alasan lainnya ialah karena NaOH mampu mengikat sisa asam yang ada

pada mekanisme sebelumnya, yakni saat anilin ditambahkan dengan asam

kuat, yaitu HCl. Kemudian jika dilihat berdasarkan sifat keasaman dari

anilin, anilin merupakan basa lemah sehingga dapat larut dalam asam karena

adanya serah terima elektron membentuk garam. Sedangkan di dalam

NaOH, anilin tidak dapat larut karena tidak terjadi serah terima elektron,

sehingga anilin tidak dapat membentuk garam. Hal ini yang menyebabkan

anilin terpisah terletak di bagian atas dan NaOH sebagai basa kuat berada di

bagian bawah.

Senyawa amina memiliki kegunaan yang luas dalam kehidupan yaitu

dapat berguna sebagai pencegah korosif, bakterisida, fungisida, dan

pengemulsi. Senyawa amina yang relatif sederana sangat penting dalam

fungsi tubuh manusia, di antara lain adalah sekresi kelenjar adrenal,

epinefrin dan norepinefrin, dopamin dan serotonin, serta dapat digunakan

sebagai obat parasit Leishmania.

Page 70: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

70

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat dismpulkan

bahwa:

1. Kelarutan amina dalam air, amina yang dapat larut dalam air adalah

EDTA dan piridin sedangkan anilin tidak dapat larut dalam air

2. Kelarutan amina dalam HCl, anilin tidak dapat larut dalam HCl 2M tetapi

larut di dalam HCl pekat

3. Kelarutan dalam NaOH, aminohidroklorida yang berasal dari HCl 2M

maupun HCl pekat tidak dapat larut dalam larutan NaOH

Page 71: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

71

PERCOBAAN V

PEMBUATAN ASPIRIN

A. Tujuan

Mengetahui dan memahami teknik pembuatan aspirin dari asam

salisilat dan asam asetat anhidrat.

B. Dasar Teori

1. Aspirin

Aspirin atau asam asetil salisilat sangat berbeda dengan bentuk

pendahulunya, yaitu asam salisilat. Hal ini dikarenakan bentuk asetilasi

dari asam salisilat ini memiliki tolerabilitas yang sempurna dengan efek

samping gastrointestinal yang lebih ringan. Aspirin merupakan salah satu

obat yang paling banyak digunakan diseluruh dunia, terutama sebagai obat

antiinflamasi dan antirematik (Adji, 2010).

Aspirin (asam asetil salisilat) bekerja dengan cara menghambat

sintesis prostaglandin, yaitu suatu senyawa dalam tubuh yang merupakan

mediator nyeri dan radang atau inflamasi. Ia terbentuk dari asam

arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim siklooksigenase

(COX). Dengan menghambat pada enzim COX, maka prostaglandin tidak

terbentuk dan nyeri atau radang pun reda. Prostaglandin juga merupakan

senyawa yang mengganggu pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus

sehingga menyebabkan demam (Ikawati, 2010).

Selain efek analgesiknya, aspirin juga mengurangi agregasi platelet

(pembekuan). Oleh karena itu, beberapa dokter meresepkan satu tablet

aspirin setiap hari atau dua hari sekali sebagai usaha untuk mencegah

serangan iskemia sementara. Serangan jantung, atau episode

tromboemboli (Kee, 1996).

Asam O-asetil salisilat (aspirin) adalah turunan asam salisilat yang

telah dikenal sebagai prototip obat analgesik kelompok NSAIDs. Namun,

stabilitas senyawa ini dapat menjadi salah satu kelemahannya, disamping

Page 72: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

72

efek sampingnya. Reaksi yang paling berkontribusi dalam degradasi

aspirin adalah hidrolisis yang menghasilkan produk asam salisilat dan

asam asetat. Reaksi ini berlangsung dalam berbagai pH dan laju reaksinya

mengikuti kinetika orde pertama semu, tetapi dalam suasana yang lebih

basa, aspirin terhidrolisis lebih cepat (Diyah, 2010).

2. Reaksi Asetilasi

Obat terapeutik dirancang agar jauh lebih spesifik dan mirip dengan

substrat atau stadium antara reaksi untuk menghindari reaksi dengan

enzim. Misalnya, aspirin (asam asetil salisilat) menimbulkan efek

farmakologisnya melalui asetilasi kovalen serin ditempat aktif pada sintesa

enzim prostaglandin endoperoksida. Aspirin mirip satu bagian dari

prostaglandin yang menajdi substrat fisiologis untuk enzim tersebut.

(Marks, 2000)

Reaksi asetilasi merupakan reaksi yang sama dengan reaksi

esterifikasi, yaitu reaksi antara alkohol dengan asam menghasilkan air dan

ester. Reaksi ini adalah reaksi kesetimbangan, berjalan lambat pada

kondisi biasa, tetapi dapat dipercepat apabila ditambahkan katalis asam

kuat. Reaksi asetilasi adalah reaksi memasukkan gugus asetil (CH3COO-)

ke dalam molekul organik seperti (–OH dan –NH2), reagen yang dipakai

adalah asetat anhidrida atau etanol klorida (CH3COCl).

Reaksi asetilasi ini merupakan reaksi yang setimbang. Dengan

mengambil satu arah reaksi yang menuju pada sisi ester, dapat diperoleh

hasil yang besar dan konversi yang tinggi. Salah satu cara untuk mencapai

konversi yang tinggi adalah dengan penghilangan air yang terbentuk.

Oksidasi reduksi dan asetilasi adalah reaksi enzimatik fase I yang

berfungsi menurunkan efek toksik bahan kimia, membuatnya lebih larut

air, pada beberapa kasus memudahkan reaksi konjugasi dan ekskresi.

Selama proses detoksifikasi, yang mana terdiri dari berbagai tipe reaksi

enzimatik yang rumit.

(Dewati, 2010)

Page 73: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

73

3. Asam Salisilat

Asam organis ini berkhasiat fungisid terhadap banyak fungsi pada

konsentrasi 3-6% dalam salep. Di samping itu zat ini berkhasiat

bakteriostatis lemah dan berdaya keratolitik, yaitu dapat melarutkan

lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5-10%. Asam salisilat banyak

digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur ringan.

Seringkali asam ini dikombinasi dengan asam benzoat dan belerang yang

keduanya memiliki kerja fungistatis maupun bakteriostatis. Bila

dikombinasikan dengan obat lain, misalnya kortikosteroida, asam salisilat

meningkatkan penetrasinya ke dalam kulit. Tidak dapat dikombinasikan

dengan ZnO karena akan terbentuk garam seng salisilat yang tidak aktif.

(Tjay, 2007)

Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih

dari 101,0% C2H6O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian, hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur

putih halus, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintesis

warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat

berwarna kekuningan atau merah jambu dan bau lemah mirip menthol.

Kelarutan, sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam

etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam

kloroform (Depkes RI, 1995).

Efek samping dari asam salisilat biasanya reaksi alergi. Kemerahan

pada kulit, urtikaria, eksantem, edema angioneurotik, edema laring, asam

dan syok anafilaktik, gejala ini sering dijumpai pada mereka yang sering

menderita alergi terutama pada penderita asma (Staf Pengajar UI, 2008).

Page 74: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

74

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Gelas kimia 250 mL

b. Labu erlenmeyer 250 mL

c. Pemanas listrik

d. Pipet volume 10 mL

e. Timbangan analitik

f. Propipet

g. Tabung reaksi

h. Rak tabung reaksi

i. Pipet tetes

2. Bahan

a. Asam asetat anhidrat

b. Asam salisilat

c. FeCl3 1%

d. H2SO4 pekat

e. NaHCO3 1%

D. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Aspirin

a. Uji pembuatan aspirin dengan metode pemanasan

1) Uji 1

a) Ditimbang 1 g asam salisilat, dimasukkan dalam gelas kimia.

b) Ditambahkan 2,5 mL asam asetat anhidrat, diaduk.

c) Ditambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat.

d) Dipanaskan sambil diaduk.

e) Didinginkan dan diamati Kristal yang terbentuk.

2) Uji 2

a) Ditimbang 2,5 g asam salisilat, dimasukkan dalam gelas kimia.

b) Ditambahkan 3,5 mL asam asetat anhidrat, diaduk.

c) Ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat.

Page 75: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

75

d) Dipanaskan sambil diaduk.

e) Didinginkan dan diamati Kristal yang terbentuk.

3) Uji 3

a) Ditimbang 1 g asam salisilat, dimasukkan dalam gelas kimia.

b) Ditambahkan 1 mL asam asetat anhidrat, diaduk.

c) Ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat.

d) Dipanaskan sambil diaduk.

e) Didinginkan dan diamati Kristal yang terbentuk.

b. Uji pembuatan aspirin dengan metode tanpa pemanasan

1) Uji 1

a) Ditimbang 1 g asam salisilat, dimasukkan dalam gelas kimia.

b) Ditambahkan 2,5 mL asam asetat anhidrat, diaduk.

c) Ditambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat.

d) Digoyang-goyangkan gelas kimia dan diamati perubahan yang

terjadi.

2) Uji 2

a) Ditimbang 2,5 g asam salisilat, dimasukkan dalam gelas kimia.

b) Ditambahkan 3,5 mL asam asetat anhidrat, diaduk.

c) Ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat.

d) Digoyang-goyangkan gelas kimia dan diamati perubahan yang

terjadi.

3) Uji 3

a) Ditimbang 1 g asam salisilat, dimasukkan dalam gelas kimia.

b) Ditambahkan 1 mL asam asetat anhidrat, diaduk.

c) Ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat.

d) Digoyang-goyangkan gelas kimia dan diamati perubahan yang

terjadi.

2. Uji Aspirin

a. Diambil sedikit aspirin yang terbentuk dari masing-masing pengujian.

b. Masing-masing dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi.

c. Ditambahkan NaHCO3 pada tabung 1 dan FeCl3 pada tabung 2.

Page 76: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

76

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

No Komposisi Uji Kemurnian Keterang

an FeCl3 NaHCO3

1

1 g Asam Salisilat + 2,5

mL Asam Asetat Anhidrat

+ 2,5 mL H2SO4 pekat +

kalor

Ungu, lalu

kuning

Terbentuk

gelembung

gas

Tidak

murni

2

1 g Asam Salisilat + 2,5

Asam Asetat Anhidrat +

2,5 mL H2SO4 pekat,

tanpa kalor

Ungu, lalu

hilang

Terbentuk

gelembung

gas

Tidak

murni

3

2,5 g Asam Salisilat + 3,5

mL Asam Asetat Anhidrat

+ 3 tetes H2SO4 pekat +

kalor

Sedikit

ungu

Terbentuk

gelembung

gas

Tidak

murni

4

2,5 g Asam Salisilat + 3,5

mL Asam Asetat Anhidrat

+ 3 tetes H2SO4 pekat +

tanpa kalor

Sedikit

ungu

Terbentuk

gelembung

gas

Tidak

murni

5

1 g Asam Salisilat + 1 mL

Asam Asetat Anhidrat + 1

tetes H2SO4 pekat + kalor

Ungu tua

Terbentuk

gelembung

gas

Tidak

murni

6

1 g Asam Salisilat + 1 mL

Asam Asetat Anhidrat + 1

tetes H2SO4 pekat + tanpa

kalor

Sedikit

ungu

Terbentuk

gelembung

gas

Tidak

murni

Page 77: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

77

O

COOH

C

O

CH3

+ NaHCO3

2. Reaksi-Reaksi

a. Pembuatan Aspirin

O H

+ H3C C

O

O C

O

CH3

H2SO4

O

COOH

COOH

+ H3C C

O

O C

O

CH3

H

O

COOH

+ C CH3

O

+ H3C C

O

OH

O

COOH

C

O

CH3

+ H3C C

O

OH

Aspirin Asam Asetat

b. Pengujian Aspirin

1) Aspirin + NaHCO3

Page 78: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

78

O

C

C

O

CH3

O

O H

+ Na O C O H

O

O

C

C

O

CH3

O

O

+ Na+ + H+ + O C

O

OH

O

C

C

O

CH3

O

ONa

+O C O

O

H

H

O

C

C

O

CH3

O

ONa

+ H O + C O

O

H

O

C

C

O

CH3

O

ONa

+ O C O

O

H

H

Page 79: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

79

O

C

C

O

CH3

O

ONa

+ H O H + C O

O

O

C

C

O

CH3

O

ONa

+ H2O + CO2

2) Aspirin + FeCl3

O - C - CH3

C - O - Na

O

O

+ Fe - Cl

Cl

Cl

3) Asam salisilat + FeCl3

O - H

C - O - H

O

+ Fe - Cl

Cl

Cl

Page 80: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

80

C

Fe

O

O

c. Resonansi OH yang berikatandengan benzene

O - H O - H..

..

O -..

.. O..

..

_

O..

.. O..

..

O..

..

d. Resonansi COOH yang berikatandengan benzene

C - O - H

O

C - O - H

O

..

.. ..

..

- H+

....

....

Page 81: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

81

C - O -

O

..

..

..

..

C = O

O

..

..

..

..

_

Page 82: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

82

F. Pembahasan

Aspirin atau asam asetil salisilat sangat berbeda dengan bentuk

pendahulunya, yaitu asam salisilat. Hal ini dikarenakan bentuk asetilasi dari

asam salisilat ini memiliki tolerabilitas yang sempurna dengan efek samping

gastrointestinal yang lebih ringan. Aspirin merupakan salah stu obat yang

paling banyak dan paling luas digunakan di seluruh dunia, terutama sebagai

obat antiinflamasi dan antirematik.

Selain efek analgesiknya, aspirin juga mengurangi agregasi platelet

(pembekuan). Oleh karena itu beberapa dokter meresepkan satu tablet aspirin

setiap hari atau dua hari sekali sebagai usaha untuk mencegah serangan

iskemia sementara, serangan jantung atau episode tromboemboli.

Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan asam asetat

anhidrat dengan menggunakan katalis berupa H2SO4 pekat yang bertindak

sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat merupakan asam bifungsional yang

mengandung dua gugus, yaitu –OH dan –COOH. Sehingga asam salisilat

dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Dalam pembentukan aspirin,

asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus –OH dan

asam asetat anhidrat berperan sebagai anhidrat asamnya.

Percobaan yang dilakukan membahas mengenai teknik pembuatan

aspirin dari asam salisilat dan asam asetat anhidrat. Percobaan pertama

dilakukan pembuatan aspirin, dimana sediaan asam salisilat ditimbang dan

ditambahkan dengan asam asetat anhidrat ke dalam gelas kimia. Seperti yang

diketahui asam asetat anhidrat merupakan hasil dari pembuangan air pada

asam asetat melalui penggabungan dua molekul asam asetat. Pencampuran

kedua bahan tersebut diaduk hingga berubah warna menjadi putih keruh. Hal

tersebut dikarenakan terjadi reaksi asetilasi. Reaksi asetilais merupakan

reaksi yang sama dengan reaksi esterifikais, yaitu suatu reaksi antara alkohol

dengan asam, dalam hal ini gugus hidroksil (OH) pada asam salisilat dengan

asam menghasilkan produk berupa ester dan air. Kemudian dilakukan

penambahan pereaksi berupa H2SO4 yang bertindak sebagai katalisator yang

mengkatalis reaksi yang terjadi agar dapat berjalan lebih cepat. Penambahan

Page 83: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

83

yang terjadi menyebabkan pemutusan ikatan hidroksil (OH) antara ion O dan

ion H pada asam salisilat sehingga ion O pada struktur asam salisilat

bermuatan parsial negatif, sedangkan ion O penghubung ikatan karbon pada

struktur asam asetat anhidrat bermuatan parsial positif akibat pengikatan

hidrogen. Penambahan pereaksi tersebut menyebabkan perubahan warna

menjadi kekuningan. Selain itu pereaksi H2SO4 mempercepat pemutusan

ikatan hidrogen pada hidroksida karena adanya pengaruh resonansi gugus

hidroksil yang lebih besar dibandingkan resonansi yang terjadi di gugus

karboksilat pada asam salisilat.

Resonansi yang terjadi sebanyak 4 kali melalui ikatan benzena dengan

OH yang bertujuan untuk mengembalikan elektron ke tempatnya semula

pada atom O, sedangkan distribusi elektron pada karboksilat terjadi sebanyak

2 kali antara atom C dengan atom O yang diikatnya sehingga tidak terjadi

resonansi dan ikatan benzena dengan karboksilat stabil dan lebih kuat.

Pemutusan ikatan pada asam asetat anhidrat akan menghasilkan senyawa

CH3COOH + H. CH3COOH dengan cara atom O pada asetat yang akan

berikatan dengan atom H pada asam salisilat karena bersifat elektropositif.

Selanjutnya dilakukan pemanasan dalam waktu beberapa menit. Tujuan

pemanasan tersebut agar reaksi yang terjadi dapat berjalan lebih cepat.

Setelah dilakukan pemanasan, didinginkan hingga membentuk kristal yang

menunjukkan telah terbentuknya aspirin.

Percobaan kedua, dilakukan pengujian terhadap sediaan aspirin yang

telah terbentuk, yang proses pembuatannya sama seperti pada percobaan

sebelumnya. Pengujian dilakukan dengan menambahkan suatu pereaksi yaitu

FeCl3 maupun pereaksi NaHCO3 atau yang lebih dikenal dengan soda kue.

Pengujian dengan pereaksi FeCl3 bertujuan untuk menguji kemurnian aspirin

yang ditandai dengan terbentuknya warna ungu. Pembentukan warna ungu

tersebut menunjukkan bahwa sediaan aspirin yang dibuat memiliki

kemurnian yang rendah. Hal tersebut dimungkinkan karena sediaan masih

terdapat asam salisilat yang secara keseluruhan tidak bereaksi menjadi

aspirin dan terbentuknya kompleks yang reaksinya terjadi antara asam

Page 84: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

84

salisilat dengan pembentukan dari FeCl3 dalam air [Fe(H2O)6]3+

. Terdapat

perbedaan pada pembentukan aspirin yang dibuat dengan berat bahan asam

salisilat dan meningkatkan volume larutan asam asetat anhidrat, namun

sebaliknya menurunkan volume dari H2SO4. Pencampuran bahan-bahan

tersebut akan membentuk aspirin yang ketika ditambahkan dengan pereaksi

FeCl3 menghasilkan intensitas warna ungu yang berbeda-beda. Semakin

pekat warna ungu, maka semakin sedikit aspirin yang terbentuk. Dengan

penggunaan asam salisilat dan asam asetat anhidrat yang besar, namun

katalis yang berupa H2SO4 yang sedikit akan di peroleh aspirin yang

memiliki kemurnian yang tinggi, dan begitu sebaliknya.

Pengujian yang dilakukan terhadap aspirin yang telah terbentuk

dengan pereaksi natrium bikarbonat (NaHCO3) akan menimbulkan

gelembung yang diakibatkan karena terbentuknya karbondioksida yang

dilepaskan. Hal tersebut menandakan bahwa sediaan yang dibuat positif

mengandung aspirin. Jika sediaan yang terbentuk ditambahkan NaHCO3 dan

tidak terbentuk gelembung, maka sediaan yang dibuat negatif atau tidak

mengandung aspirin. Sehingga pengujian dengan NaHCO3 menunjukkan ada

atau tidaknya aspirin pada sediaan yang terbentuk.

Pemanfaatan aspirin telah banyak digunakan dalam berbagai bidang,

salah satunya yaitu dalam bidang farmasi yang digunakan sebagai obat

golongan AINS (antiinflamasi non steroid) dalam asetilasi dan inaktivasi

siklooksigenase irreversibel. Aspirin dapat dengan cepat dilakukan proses

asetilasi oleh suatu enzim berupa esterase dalam tubuh dengan menghasilkan

salisilat yang mempunyai efek antiinflamasi, antipiretik dan analgesik.

Aspirin juga dapat dibuat dengan cara lain yaitu dengan mereaksikan antara

asam salisilat dengan asam asetat anhidrat, dengan anilin sebagai

katalisatornya.

Page 85: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

85

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan mengenai pembuatan

aspirin, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Aspirin terbentuk dari asam salisilat dengan asam asetat anhidrat yang

dikatalis oleh H2SO4 dengan reaksi asetilasi.

2. Pengujian aspirin dengan FeCl3 membentuk warna ungu yang

menandakan tingkat kemurniannya rendah, namun aspirin dengan FeCl3

yang membentuk sedikit warna ungu menandakan tingkat kemurniannya

tinggi, sedangkan pengujian dengan NaHCO3 menimbulkan gelembung

yang menandakan bahwa sediaan yang dibuat positif mengandung

aspirin.

Page 86: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

86

PERCOBAAN VI

PEMBUATAN SABUN

A. Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami teknik pembuatan sabun

dari minyak dengan basa kuat.

B. Dasar Teori

1. Sabun

Sabun adalah golongan alkali karboksilat (RCOONa). Gugus R

bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat

hidrofilik (polar). Ada 2 jenis sabun yang dikenal yaitu sabun padat

(batangan) dan sabun cair. Sabun padat dibedakan atas tiga jenis yaitu

sabun opaque, trasnsluenct dan transparan (Hernani, 2010).

Sabun merupakan satu macam surfaktan (bahan surface active),

senyawa yang menurunkan tegangan permukaan air. Sifat ini

menyebabkan larutan sabun dapat memasuki serat, menghilangkan dan

mengusir kotoran dan minyak (Sari, 2010).

Sabun mengandung terutama garam C16 dan C18, namun dapat juga

mengandung beberapa karboksilat dengan bobot asam lebih lemah. Suatu

molekul sabun mengandung suatu hidrokarbon panjang dengan ujung

ion. Bagian hidrokarbon dari molekul bersifat hidrofobik dan larut dalam

zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam

air. Karena adanya rantai hidrokarbon, molekul sabun secara keseluruhan

tidaknya benar-benar larut dalam air. Namun mudah tersuspensi dalam

air karena membentuk misel (micelles) yakni segerombolan (50-150)

molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-

ujung ionnya menghadap ke air (Hernani, 2010).

Lemak dan sabun dari asam lemak jenuh dan rantai jenuh panjang

(C16

-C18

) menghasilkan sabun keras dan minyak dari asam lemak tak

Page 87: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

87

jenuh dengan rantai pendek (C12

-C14

) menghasilkan sabun yang lebih

lunak dan lebih mudah larut. Sabun yang dibuat dari natrium hidroksida

lebih sukar larut dibandingkan dengan sabun yang dibuat dari kalium

hidroksida. Menurut Ali, sabun sekarang dicampur untuk mendapatkan

sifat-sifat yang diinginkan. Sabun mandi megandung minyak wangi, zat

warna, dan bahan obat (Sari, 2010).

Sabun pertama kali ditemukan oleh seorang dari Mesir kuno

beberapa ribu tahun yang lalu. Sedangkan pembuatan sabun oleh suku

bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik pembuatan sabun

dilupakan oleh orang zaman kegelapan, penggunaan sabun baru mulai

meluas pada abad ke-19 (Fessenden, 1992).

Dewasa ini sabun dibuat praktis sama dengan teknik yang

digunakan pada zaman yang lampau. Lelehan lemak sapi atau lemak lain

dipanaskan dengan lendi (NaOH) dan karenanya terhidrolisis menjadi

gliserol dan garam natrium dan asam lemak. Dulu digunakan abu kayu

(yang mengandung basa seperti kalium karbonat) sebagai ganti dari

penggunaan lendi digunakan larutan alkali (Fessenden, 1992).

Kegunaan sabun ialah kemampuannya dalam mengemulsi kotoran

berminyak sehingga dapat dibuang dengan adanya pembilasan.

Kemampuan ini disebabkan oleh adanya dua sifat dari sabun. Pertama,

rantai hidrokarbon adalah sebuah molekul sabun larut dalam zat non

polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul-

molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-

menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat

saling bergabung tetapi tetap akan tersuspensi (Fessenden, 1992).

Dalam kerjanya menyingkirkan kotoran, molekul sabun

mengelilingi dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. “Ekor”

lipofilik dan molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari

butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan

yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan.

Page 88: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

88

Sifat menonjol lain dari larutan sabun ialah tegangan permukaan

yang sangat rendah, yang larutan sabun lebih memiliki daya pembasahan

dibandingkan air basa. Akibatnya sabun termasuk golongan zat yang

disebut surfaktan. Gabungan dari daya pengemulsi dan kerja permukaan

dari larutan sabun memungkinkan untuk melepas kotoran, lemak dan

partikel dari minyak dan permukaan yang sedang dibersihkan dan

mengemulsikannya sehingga kotoran itu terurai bersama air.

(Harold, 2003)

2. Saponifikasi

Saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa

lemah. Saponifikasi tidak hanya menghasilkan kolesterol akan tetapi juga

pengotor lain dari asam lemak (Muharrami, 2011).

Sabun merupakan hasil hidrolisa asam lemak dan basa. Peristiwa

ini dikenal dengan peristiwa safonifikasi. Safonifikasi adalah proses

penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa

(Sari, 2010).

Pembentukan ester dari alkohol dan asam adalah reaksi

kesetimbangan. Reaksi kebalikan dapat terjadi dengan memindahkan

asam dari campuran reaksi. Misalnya, dengan mengolahnya dengan

NaOH, lemak hewan dikonversi menjadi sabun (garam dari asam lemak)

dan gliserol (suatu trialkohol) dengan cara

3C17H35CO2H + CHOH

CHOH

CH2OH

CHOCOC17H35

CHOCOC17H35

CH2OCOC17H35

+ 3N2O + 3NaOH + 3Na+ + C17H35CO2 + 3H2O

(Goldberg, 2005)

Bila lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali, ester terkonversi

menjadi gliserol dan garam dari asam lemak. Reaksi tersebut

digambarkan disini dengan penyabunan gliserol tri palmitrat.

Page 89: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

89

CHOC(CH2)14CH3 + 3NaOH

O

CH2C(CH2)14CH3

CH2OC(CH2)14CH3

O

O

CHOH + 3CH3(CH2)14CO2Na+

CH2OH

CH2OH

(Harold, 2003)

3. Parameter Kualitas Sabun

Parameter kualitas sabun meliputi :

a. Bilangan penyabunan menunjukan jumlah asam lemak, baik asam

lemak terikat (trigliserida) maupun asam lemak bebas yang

terkandung dalam minyak atau lemak. Bilangan penyabunan

merupakan jumlah alkali yang diperlukan untuk dapat

menyabunkan 1 g minyak atau lemak dinyatakan dalam jumlah mg

KOH/NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 g minyak atau

lemak.

b. Bilangan iod adalah banyak gram halogen yang diserap oleh 100 g

lemak dan dinyatakan dalam berat iod. Nilai ini digunakan untuk

menentukan derajat ketidakjenuhan suatu minyak atau lemak.

Semakin tinggi derajat ketidakjenuhan suatu minyak semakin

banyak iod yang terabsorpsi dan semakin tinggi pula nilai bilangan

iod tersebut.

c. Bilangan peroksida merupakan parameter yang penting untuk

mengetahui derajat kerusakan minyak atau lemak dan menentukan

daya simpan minyak atau lemak. Bilangan peroksida adalah jumlah

peroksida yang terdapat dalam contoh, dinyatakan dengan mili

ekivalen O2 aktif per kg yang mengoksidasi kalium iodida.

(Ketaren, 1986)

Page 90: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

90

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Batang pengaduk

b. Cetakan Sabun

c. Erlenmeyer 250 mL

d. Gelas kimia 100 mL

e. Kaca arloji

f. Pemanas listrik

g. Pipet tetes

h. Pipet volume 10 mL

i. Timbangan analitik

2. Bahan

a. Aquades

b. KOH

c. Minyak kelapa (VCO)

d. NaOH

e. Pewangi

D. Prosedur Kerja

1. Pembuatan sabun padat

a. Ditimbang 2 gram NaOH, dilarutkan dalam 2 mL aquades.

b. Dipanaskan larutan NaOH hingga hangat pada pemanas listrik.

c. Dimasukkan 10 mL minyak kelapa ke dalam larutan NaOH (a)

pada suhu yang sama. Diaduk hingga mengental.

d. Diberi pewangi, diaduk kembali hingga terbentuk sabun padat.

e. Diulangi langkah (a), dengan ditimbang 2 gram NaOH, dilarutkan

dalam 2 mL aquades.

f. Dipanaskan larutan NaOH (e) hingga hangat pada pemanas listrik.

g. Dimasukkan 25 mL minyak kelapa ke dalam larutan NaOH (e)

pada suhu yang sama. Diaduk hingga mengental.

Page 91: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

91

h. Diberi pewangi, diaduk kembali dan dimasukkan kedalam

cetakan. Didiamkan hingga terbentuk sabun padat.

2. Pembuatan sabun cair

a. Ditimbang 2 gram KOH, dilarutkan dalam 2 mL aquades.

b. Dipanaskan larutan KOH hingga hangat pada pemanas listrik.

c. Dimasukkan 10 mL minyak kelapa ke dalam larutan KOH (a) pada

suhu yang sama. Diaduk hingga mengental.

d. Diberi pewangi, diaduk kembali hingga terbentuk sabun cair.

e. Diulangi langkah (a), ditimbang 2 gram KOH, dilarutkan dalam 2

mL aquades.

f. Dipanaskan larutan KOH (e) hingga hangat pada pemanas listrik.

g. Dimasukkan 25 mL minyak kelapa ke dalam larutan KOH (e) pada

suhu yang sama. Diaduk hingga mengental.

h. Diberi pewangi, diaduk kembali hingga terbentuk sabun cair.

Page 92: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

92

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel pengamatan

Sampel Minyak VCO Hasil

NaOH 2g 10 mL Terbentuk

20 mL atas cair, bawah padat

KOH 2g 10 mL Terbentuk

20 mL Terbentuk

2. Reaksi

a. Pencampuran minyak dengan NaOH

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O C R3

O

O

O

+ 3 NaOH

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O C R3

O

O

2 NaOH

Na O

O

+

H

Page 93: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

93

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O C R3

O

O

+ 2 NaOH

Na O

O

H+ +

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O

C R3

O

O

+2 NaOH

Na O

O

H+ +

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

O

+ 2 NaOH

Na O

O

+

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

Na O

O

+

Na O

O

NaOH+

H

Page 94: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

94

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

Na O

O

+

Na O

O NaOH

+ H+ +

CH OH C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

Na O

O

+

Na O

O

NaOH+ +

CH OH C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

Na O

O

+

Na O O

+

O

Na O

H

CH OH C R2

CH2 O

CH2 OH

C R3

Na O

O

+

O

++ H+

Na O

C R1

Na O

O

+

Page 95: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

95

CH OH C R2

CH2 OH

CH2 OH

C R3

Na O

O

+

O

+

Na O

C R1

Na O

O

+

b. Pencampuran minyak dengan KOH

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O C R3

O

O

O

+ 3 KOH

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O C R3

O

O

2 KOH

K O

O

+

H

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O C R3

O

O

+ 2 KOH

K O

O

H+ +

Page 96: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

96

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 O

C R3

O

O

+2 KOH

K O

O

H+ +

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

O

+ 2 KOH

K O

O

+

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

K O

O

+

K O

O

KOH+

H

CH O C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

K O

O

+

K O

O KOH

+ H+ +

Page 97: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

97

CH OH C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

O

K O

O

+

K O

O

KOH+ +

CH OH C R2

CH2 O C R1

CH2 OH

C R3

K O

O

+

K O O

+

O

K O

H

CH OH C R2

CH2 O

CH2 OH

C R3

K O

O

+

O

++ H+

K O

C R1

K O

O

+

CH OH C R2

CH2 OH

CH2 OH

C R3

K O

O

+

O

+

K O

C R1

K O

O

+

Page 98: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

98

F. Pembahasan

Percobaan ini adalah tentang pembuatan sabun yang bertujuan untuk

mengetahui dan memahami teknik pembuatan sabun dari minyak dengan basa

kuat. Minyak yang digunakan pada percobaan ini adalah Virgin Coconut Oil

(VCO). Minyak VCO dipilih karena mengandung 92 % asam lemak rantai

sedang atau trigliserida rantai menengah sehingga mudah mengalami reaksi

saponifikasi ketika bereaksi dengan basa kuat. Basa kuat yang digunakan

dalam proses pembuatan sabun adalah NaOH dan KOH.

Sabun adalah garam logam alkali karboksilat dimana gugus R bersifat

hidrofobik karena bersifat nonpolar dan gugus karboksil alkali bersifat

hidrofilik atau polar. Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi

kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan

ini dapat terjadi karena dua sifat sabun yaitu larut dalam zat non polar dan

bila terikat dengan air akan terjadi tolak-menolak yang akan mengemulsi

minyak dalam air menjadi bola-bola kecil yang larut. Terdapat dua jenis

sabun yaitu sabun padat dan sabun cair. Sabun dengan berat molekul rendah

memiliki struktur sabun yang lebih keras, sebaliknya sabun dengan berat

molekul tinggi memiliki struktur sabun yang lebih cair. Dari jenis kedua

sabun tersebut yang membedakan adalah basa kuat yang digunakan dalam

proses saponifikasi dimana sabun padat menggunakan NaOH sedangkan

sabun cair menggunakan KOH. Natrium memiliki berat molekul yang lebih

rendah daripada kalium.Proses saponifikasi adalah proses yang terjadi pada

saat pembuatan sabun, yaitu asam lemak yang direaksikan dengan NaOH dan

KOH membentuk lemak yang tersabunkan.

Percobaan pertama yang dilakukan adalah pembuatan sabun padat.

Pada pembuatan sabun padat, basa alkali yang digunakan adalah NaOH.

NaOH merupakan basa kuat yang nantinya akan menghasilkan garam natrium

dalam sabun.Garam natrium cenderung memiliki ikatan yang kuat satu sama

lain sehingga membuat konsistensi dari sabun akan menjadi keras. NaOH

ditimbang terlebih dahulu kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia yang

telah terisi dengan aquades, karena bila dilakukan sebaliknya maka akan

Page 99: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

99

terjadi ledakan, karena NaOH merupakan basa yang kuat yang bersifat

eksoterm yang menyebabkan panas pada dinding gelas kimia. Kemudian

dipanaskan minyak VCO yang dicampurkan dengan larutan NaOH pada suhu

yang sama yaitu 80o C hingga 100

o C. Pada suhu campuran yang sama, energi

untuk memutuskan ikatan dan rantai pada masing-masing senyawa pada

proses reaksi akan sama sehingga membuat jumlah hasil reaksi dapat

maksimal. Pemanasan bertujuan untuk merenggangkan ikatan antara gugus

karboksilat terhadap alkil yang terdapat dalam minyak. Kemudian campuran

diaduk-aduk hingga bercampur rata dan wujudnya seperti susu kental. Proses

pencampuran antara minyak dan NaOH kemudian akan membentuk suatu

cairan yang mengental. Selanjutnya ditambah pewangi sebagai bahan

tambahan yang berfungsi untuk memberi aroma dan kesegaran pada sabun

dan kemudian didiamkan dalam cetakan yang diinginkan.

Percobaan kedua yang dilakukan adalah pembuatan sabun cair. Pada

pembuatan sabun cair, basa alkali yang digunakan adalah KOH. Proses

pembuatan sabun cair sama dengan pembuatan sabun padat, yang

membedakan hanya basa alkali yang digunakan. KOH merupakan basa kuat

yang menghasilkan garam kalium dalam sabun yang membuat konsistensi

dari sabun akan menjadi cair. Ini merupakan karakteristik dari garam kalium

yang membuat sabun menjadi cair dan lunak, tidak kaku dan mengeras seperti

garam natrium. Pada percobaan yang telah dilakukan, proses pembuatan

sabun cair berhasil dan terbentuk, baik pada penggunaan 10 ml minyak VCO

dan 20 ml VCO.

Proses yang terjadi pada proses pembuatan sabun padat dan cair adalah

proses saponifikasi yaitu dengan mereaksikan suatu asam lemak atau minyak

dengan basa alkali sehingga terbentuk sabun. Asam lemak terdiri dari rantai

karbon panjang yang terakhir dengan gugus asam karbosilat pada ujungnya.

Gugus asam karbosilat terdiri dari sebuah atom karbon yang berikatan dengan

2 buah atom O. Satu ikatannya terdiri dari ikatan rangkap dua dan satunya

merupakan ikatan tunggal. Dalam saponifikasi ini terjadi hidrolisis basa pada

minyak dengan basa sehingga membentuk ikatan alkali-COOR dan gliserol,

Page 100: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

100

dimana mekanismenya melibatkan serangan nukleofil –OH pada karbonil.

Indikasi yang menyatakan terjadi reaksi saponifikasi adalah pada minyak

yang direaksikan semakin lama diaduk, semakin kental cairannya dan adanya

gliserol yang tampak seperti minyak pada sabun padat dan cair. Setelah

dilakukan percobaan, dapat diketahui semakin banyak minyak VCO yang

digunakan, maka semakin lama proses saponifikasi untuk menghasilkan

sabun. Hal ini terlihat pada pembuatan sabun padat dengan 20 ml minyak

VCO, sabun yang terbentuk tidak cepat mengeras. Dimungkinkan pada

proses saponifikasi yang terjadi belum sempurna terjadi ketika dituang ke

cetakan sehingga hanya bagian bawah yang mengeras sedangkan pada bagian

atas masih ada minyak yang belum bereaksi dengan NaOH sehingga tidak

mengeras.

Dalam percobaan ini diberikan perlakuan yang berbeda berupa

perbedaan volume minyak kelapa yang digunakan. Setelah dilakukan

percobaan, diketahui semakin banyak minyak kelapa yang digunakan, maka

semakin lama proses saponifikasi untuk menghasilkan sabun dan sabun yang

terbentuk lebih banyak. Untuk basa kuat pada proses pembuatan sabun yaitu

NaOH dan KOH, keduanya memiliki kelebihan masing-masing dimana

kedua basa kuat akan membentuk konsistensi sabun yang berbeda sehingga

tidak dapat dibedakan yang mana lebih baik. Penggunaan sabun padat dan

sabun cair berbeda-beda tergantung fungsi dan cara penggunaan efektifnya

dalam membersihkan kotoran.

Sabun tidak terlepas dari fungsi utamanya untuk mengangkat kotoran

kerena sifat surfaktan yang terkandung didalamnya. Surfaktan merupakan

molekul yang memiliki gugus polar yang suka air (hidrofilik) dengan gugus

non–polar yang suka minyak (hidrofobik). Ini sesuai dengan teori like

dissolve like yang mana kotoran biasanya bersifat non polar sehingga

sabundapat membawa campuran yang terdiri dari minyak dan kotoran,

sehingga kotoran dapat terangkat. Akan tetapi sabun juga dapat menimbulkan

iritasi dan alergi kulit akibat dari sejumlah efek daya kerjanya, antara lain

alkalisasi, yaitu akibat terurainya sabun dalam air sehingga menyebabkan pH

Page 101: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

101

sabun lebih besar dari pH fisiologi kulit yang berkisar 4,5–6,5 sehingga dapat

merusak kulit misalnya pembengkakan keratin yang memudahkan masuknya

bakteri dan kulit dapat kering serta pecah–pecah.

Dalam bidang farmasi penggunaan sabun banyak digunakan dalam

produk perawatan dan pengobatan kulit karena rute pemberiannya yang

digunakan secara topikal. Adanya sabun kesehatan dengan menambahkan

bahan tambahan seperti asam salisilat sebagai fungisida , sulfur mencegah

dan mengobati penyakit kulit. Selain itu ada juga sabun kecantikan dengan

bahan tambahan seperti vitamin E untuk mencegah penuaan dini, dan

hidroquion untuk memutihkan dan mencerahkan kulit. Sabun juga digunakan

sebagai surfaktan pada jenis sediaan yang mencampurkan bahan hidrofilik

dan lipofilik seperti emulsi dan krim.

Page 102: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

102

G. Kesimpulan

Berdasakan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Proses saponifikasi dengan basa NaOH dan minyak VCO

menghasilkan sabun padat.

2. Proses saponifikasi dengan basa KOH dan minyak VCO

menghasilkan sabun cair.

3. Semakin banyak minyak yang digunakan, maka semakin lama proses

saponifikasi untuk menghasilkan sabun.

Page 103: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

103

PERCOBAAN VII

PEMBUATAN METIL ESTER

A. Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami teknik pembuatan metil

ester.

B. Dasar Teori

1. Metil ester

Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari

minyak nabati, baik minyak yang belum digunakan maupun minyak bekas

dari penggorengan dan melalui proses transesterifikasi.Biodiesel

digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak

(BBM) untuk motor diesel, dan apat diaplikasikan baik dalam bentuk

100 % (B100) atau campuran dengan minyak solar pada tingkat

konsentrasi tertentu (BBX), seperti 10 % biodiesel dicampur dengan 90 %

solar yang dikenal dengan nama B10 (Erliza, 2007).

Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki

beberapa kelebihan, diantaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh,

proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta

tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel yang tinggi (95 %).

Minyak nabati memiliki komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung

dari jenis tanamannya. Zat-zat penyusun utama minyak-lemak (nabati

maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu triester gliserol dengan asam-

asam lemak (C8 – C24). Komposisi asam lemak dalam minyak nabati

menentukan sifat fisik kimia minyak (Erliza, 2007).

Metil ester sulfonat (MES) merupakan salah satu jenis surfaktan

yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antarmuka/interfacial tension

(IFT) minyak dan air sehingga dapat bercampur dengan homogen.

Surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri

sabun, detergen, farmasi, kosmetika, cat, dan industri perminyakan. Bahan

Page 104: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

104

baku pembuatan surfaktan dapat diperoleh dari minyak bumi (fossil fuel)

atau dari minyak nabati dan hewani. Kelemahan surfaktan dari minyak

bumi adalah bahan baku bersifat tidak dapat diperbarui, harga mahal, tidak

tahan pada kesadahan tinggi, dan sulit didegradasi oleh mikroba sehingga

tidak ramah lingkungan. Saat ini surfaktan detergen masih didominasi oleh

produk turunan petrokimia, salah satunya adalah Linier Alkyl Benzene

Sulfonat (LABS). Harga minyak bumi dunia yang semakin mahal

membuat beberapa industri detergen di Amerika dan Jepang mulai

menggunakan minyak nabati untuk bahan baku pembuatan surfaktan

(Hidayati, 2009).

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan hasil olahan dari daging buah

kelapa segar (non kopra), dalam pengolahannya tidak melalui proses

kimiawi dan tidak menggunakan pemanasan tinggihingga minyak yang

dihasilkan berwarna bening (jernih) dan beraroma khas kelapa. Menurut

standar internasional yang dikeluarkan oleh Asian Pacific Coconut

Community (APCC, 2004) bahwa kandungan asam lauratnya mencapai

43-53 %, kandungan asam lemak bebas sangat rendah yaitu ≤ 0,5 % serta

kadar airnya mencapai 0,1-0,5 %. Komposisi asam lemak tertinggi dalam

minyak kelapa murni adalah asam laurat yang berfungsi dapat memberi

gizi serta melindungi tubuh dari penyakit menular dan penyakit

degeneratif (Sutarmi, 2005).

Komposisi asam lemak berbeda-beda sesuai dengan sumber minyak

itu. Komposisi asam lemak dalam daging buah kelapa terdiri dari asam

lemak jenuh yaitu asam kaproat (0,5 %), asam kaprilat (8,0 %), asam

kaprat (6,4 %), asam laurat (48,5 %), asam miristat (17,6 %), asam

palmitat (8,4 %), asam stearat (2,5 %) dan asam lemak tidak jenuh yaitu

asam oleat (6,5 %), asam linoleat (1,5 %) (Pontoh, 2011).

Transesterifikasi (biasa disebut alkoholisis) adalah tahap konversi

dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan

alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol.

(Muryanto 2009)

Page 105: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

105

Tabel Parameter SNI Biodiesel Indonesia

(Muryanto, 2009)

2. Esterfikasi

Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan

alkohol membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester

asam karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang

Parameter SNI 04-7182-2006

Massa jenis pada 40oC, g/mm3 0,850-0,890

Viskositas kinematik (40oC,

mm2/s)

2,3-6,0

Angka setana Min. 51

Tititk nyala (closed cup), oC Min. 100

Titik kabut, oC Maks. 18

Korosi tembaga (3 jam,50 oC) Maks. No.3

Residu karbon

- Dalam contoh asli

- Dalam 10 % ampas distilasi

Maks. 0,05% Massa Maks. 0,3%

massa

Air dan sedimen Maks. 0,05%-v

Temperatur distilasi 90 % Maks. 360oC

Abu tersulfatkan, %-b Maks. 0,02%-b

Belerang, ppm-b (mg/kg) Maks. 100

Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks. 10

Angka asam, mg-KOH/g Maks. 0,8

Gliserol bebas, %-b Maks. 0,02

Gliserin total, %-b Maks. 0,24

Kadar ester alkil, %-b Min. 96,5

Angka Iodium, %-b (g/l2/100g) Maks. 115

Uji Halphen Negatif

Page 106: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

106

mengandung gugus -CO2 R dengan R dapat berupa alkil maupun aril.

Esterifikasi dikatalisis asam dan bersifat dapat balik (Fessenden, 1982).

Penamaan ester hampir menyerupai dengan penamaan basa,

walaupun tidak benar-benar mempunyai kation dan anion, namun

memiliki kemiripan dalam sifat lebih elektropositif dan

keelektronegatifan. Suatu ester dapat dibuat sebagai produk dari suatu

reaksi pemadatan pada suatu asam (pada umumnya suatu asam organik)

dan suatu alkohol ( atau campuran zat asam karbol), walaupun ada cara-

cara lain untuk membentuk ester. Pemadatan adalah suatu jenis reaksi

kimia di mana dua molekul bekerja sama dan menghapuskan suatu

molekul yang kecil, dalam hal ini dua gugus OH yang merupakan hasil

eliminasi suatu molekul air

(Clark, 2002)

Suatu reaksi pemadatan untuk membentuk suatu ester disebut

esterifikasi. Esterifikasi dapat dikatalis oleh kehadiran ion H+. Asam

belerang sering digunakan sebagai sebagai suatu katalisator untuk reaksi

ini. Nama ester berasal dari Essig-Äther Jerman, sebuah nama kuno untuk

menyebut etil asam cuka ester (asam cuka etil) (Anshory, 2003).

Ester dapat dibuat oleh suatu reaksi keseimbangan antara suatu

alkohol dan suatu asam karbon. Ester dinamai menurut kelompok alkil

dari alkohol dan kemudian alkanoat (bagian dari asam karbon). Sebagai

contoh, reaksi antara metanol dan asam butir menghasilkan ester metil

butir C3H7-COO-CH3 seperti halnya air. Yang paling sederhana adalah H-

COO-CH3,metil metanoat. Karena ester dari asam yang lebih tinggi,

alkana menyebut dengan - oat pada akhiran. Secara umum ester dari asam

berbau harum meliputi benzoat seperti metil benzoat. Suatu ester asam

karboksilat mengandung gugus –CO2R dengan R dapat berbentuk alkil

maupun aril (Poedjiadi, 1994).

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan

reaksi langsung antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol. Laju

esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung pada halangan sterik dalam

Page 107: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

107

alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya

memainkan peranan kecil dalam laju pembentukkan ester.

Seperti kebanyakan reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu

asam karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi.

Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleofilik menyerang karbon

positif dan eliminasi air akan menghasilkan ester yang dimaksud seperti

reaksi singkat berikut:

H3C-COOH + HO-CH2-CH3 → H3C-COO-CH2-CH3 + H2O

(Fessenden, 1982)

Proses esterifikasi dengan asam fosfat yang berlangsung dalam

tubuh kita disebut juga proses fosforilasi dengan bantuan enzim esterase

yang mampu memecah ikatan ester dengan cara hidrolisis (Anshory,

2003).

3. Transesterifikasi

Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap

konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkil ester, melalui

reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi transesterifikasi adalah

pengaruh air dan asam lemak bebas, pengaruh perbandingan molar antara

molar alkohol dengan bahan mentah, jenis alkohol, jenis katalis, dan

temperatur.

Reaksi transesterifikasi berjalan lambat sehingga untuk mempercepat

reaksi dipengaruhi oleh suhu dan jumlah katalisator yang digunakan.

Kedua faktor tersebut berhubungan dengan energi aktivasi (Ea) reaksi

yang bersangkutan. Suatu reaksi dapat berlangsung bila sudah melewati

energi aktivasinya. Persamaan Arrhenius menunjukkan bahwa dengan

naiknya suhu akan memperbanyak fraksi molekul yang bertumbukan

sehingga energi aktivasinya akan cepat tercapai. Katalisator dalam suatu

reaksi berperan menurunkan harga energi aktivasi (Ea) sehingga reaksi

berjalan lebih cepat. Katalisator basa bekerja dengan cara menaikkan sifat

nukleofilitas, biasanya digunakan logam alkali alkoksida.

Page 108: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

108

(Kusumaningsih, 2006)

Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu

menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang

maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta

perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:

a. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka

asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar

kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5 % (<0.5 %). Selain

itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air

akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi

berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak

mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah

Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi

adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol

alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak

nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98 %. Secara umum

ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan,

maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada

rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99 %,

sedangkan pada 3:1 adalah 74-89 %. Nilai perbandingan yang terbaik

adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.

c. Pengaruh jenis alkohol

Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang

tertinggi dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.

d. Pengaruh jenis katalis

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi

transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa

yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium

hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida

Page 109: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

109

(NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi

sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi

akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis

0,5-1,5 %-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi

adalah 0,5 %-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1 %-b

minyak nabati untuk natrium hidroksida.

e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati

Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak

nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan

sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa

minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

f. Pengaruh temperatur

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C

(titik didih metanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi

yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

(Freedman, 1984)

Page 110: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

110

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Batang pengaduk

b. Corong

c. Corong pisah

d. Gelas kimia 100 mL dan 200 mL

e. Gelas ukur 10 mL dan 100 mL

f. Hot plate

g. Kaca arloji

h. Pinset

i. Pipet skala 10 mL

j. Pipet volume 50 mL

k. Propipet

l. Statif dan klem

m. Stirrer

n. Termometer

o. Timbangan analitik

2. Bahan

a. Metanol

b. Minyak VCO

c. NaOH

D. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Natrium Metoksida

a. Ditimbang 1 gram NaOH yang telah dihaluskan dan dilarutkan

dengan 40 mL metanol

b. Diaduk dengan stirrer hingga semua NaOH larut

c. Ditempatkan pada gelas kimia 250 mL.

Page 111: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

111

2. Pembuatan Metil Ester

a. Dipanaskan 20 mL sampel minyak di atas hot plate dan diaduk

dengan stirrer kira-kira 120 rpm, hingga mencapai suhu 45-55oC

b. Ditambahkan larutan natrium metoksida yang telah dibuat pada

langkah 1 ke dalam minyak yang telah dipanaskan dan

dipertahankan suhu pengadukan 55oC, dilakukan penambahan

larutan ini sedikit demi sedikit. Dihitung waktu pengadukan hingga

45 menit, setelah semua natrium metoksida bercampur semua

c. Dipindahkan metil ester ke dalam corong pisah dan diamkan

hingga terbentuk dua lapisan selama 10-15 menit, lalu dikeluarkan

lapisan bawahnya.

3. Pemurnian Metil Ester

a. Dimasukkan metil ester ke gelas kimia dan dilakukan pemurnian

dengan memanaskan aquades hingga suhu 60oC, dituangkan metil

ester ke dalam aquades, diaduk perlahan selama 10 menit

b. Dipindahkan metil ester dan aquades ke dalam corong pisah dan

dibiarkan hingga terbentuk dua lapisan, kemudian lapisan

bawahnya dikeluarkan

c. Dihitung volume metil ester yang didapat.

Page 112: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

112

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil pengamatan

No Sampel Sebelum

pemanasan

Setelah

pemanasan

1 Minyak VCO 210 ml 312 ml

2 Minyak VCO 180 ml 162 ml

3 Minyak VCO Tidak terbentuk Tidak terbentuk

2. Reaksi

a. Pembuatan Natrium Metoksida

CH3OH + NaOH CH3ONa + H2O

(Metanol) (Natrium hidroksida) (Natrium Metoksida) (Air)

b. Pembuatan Metil Ester

CH2 O C R1

O

CH O C

O

R2

CH2 O C

O

R3

+ 3CH3ONa

Trigliserida Natrium Metoksida

H2C C R3

O

+ CH3O- + H+

Page 113: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

113

H2C O C+

O-

R3 + 3CH3O-

H2C O-C R3

O CH3

O-

H2C O- + C

O CH3

R3

O

H+

HC O C

O

R2 + CH3O- + H+

H2C OH + H3C C R3

O

Page 114: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

114

HC O C+ R2 + 3CH3O-

O-

HC O C

O CH3

R2

O-

HC OH- + C

O

R2

O CH3

H+

HC OH + CH3 O C

O

R2

Page 115: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

115

CH2 O C R1 + CH3O-H+

O

+

CH2 O C

O CH3

R1

O-

CH2 OH C R1

O

O CH3

CH2 O C+R1 + 3CH3O-

O-

Page 116: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

116

CH3 O C R1

O

CH3 O C R2

O

CH3 O C R3

O

+

CH2 OH

CH

CH2

Metil EsterGliserol

OH

OH

Page 117: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

117

F. Pembahasan

Percobaan mengenai pembuatan metil ester ini bertujuan untuk

mengetahui dan memahami teknik pembuatan metil ester. Metil ester adalah

suatu senyawa ester yang mengikat gugus metil. Metil ester merupakan ester

asam lemak yang dapat dibuat melalui proses esterifikasi dan

transesterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak dengan

alkohol menghasilkan ester dan air sebagai hasil samping. Sedangkan

transesterifikasi adalah reaksi yang dialami ester untuk menghasilkan suatu

ester baru yang mengalami pertukaran posisi asam lemak. Biasanya

transesterifikasi terjadi antara trigliserida dengan alkohol dan menghasilkan

ester dan gliserol sebagai hasil samping.

Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti misalnya waktu reaksi, dimana semakin lama suatu reaksi

berlangsung maka kemungkinan kontak zat akan semakin besar, sehingga

akan menghasilkan produk yang besar. Faktor kedua berupa proses

pengadukan. Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antar molekul

zat yang bereaksi sehingga reaksi akan berlangsung semakin cepat. Faktor

ketiga yaitu katalisator. Katalis merupakan zat yang dapat mempercepat

reaksi tanpa ikut bereaksi sehingga tidak mempengaruhi hasil akhir.

Penambahan katalis dapat menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi dapat

berlangsung lebih cepat. Adapun faktor terakhir adalah suhu reaksi. Suhu

yang tinggi akan memperbesar energi kinetik molekul zat, sehingga

tumbukan antar zat sering terjadi dan reaksi akan berlangsung semakin cepat.

Percobaan kali ini menggunakan minyak VCO yang bertindak

sebagai bahan baku, NaOH sebagai katalisator dan metanol sebagai pelarut.

Minyak VCO digunakan sebagai bahan utama yang menjadi sumber asam

lemak dalam reaksi esterifikasi. Penggunaan minyak VCO bertujuan agar

metil ester yang dihasilkan berwarna jernih dan tidak mudah tengik saat

proses pemanasan. Hal ini mengingat bahwa minyak kelapa murni (VCO)

memiliki kandungan asam lemak yang jenuh dengan konsentrasi yang tinggi.

Sehingga saat pemanasan minyak tidak mudah teroksidasi. Hal ini juga

Page 118: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

118

sejalan dengan tujuan awal dari pemanasan minyak saat pembuatan metil

ester adalah untuk merenggangkan ikatan antar asam lemaknya dan

bukannya untuk memutus ikatan tersebut. Karena apabila ikatannya terputus

maka kualitas metil ester yang dihasilkan tidak dapat memenuhi standar,

salah satunya berbau tengik dan mudah mengalami degradasi saat

penyimpanan.

Penggunaan metanol pada percobaan ini bertujuan agar pembentukan

metil ester dapat berlangsung lebih cepat dengan reaksi yang berlangsung

sempurna. Hal ini disebabkan karena metanol memiliki struktur berupa

alkohol rantai primer. Dimana semakin pendek rantai karbon dari suatu

alkohol maka reaktivitasnya akan semakin meningkat. Berdasarkan hal inilah

metanol dapat bertindak sebagai sumber pemasok gugus alkil yang baik.

Hanya saja kekurangannya metanol memiliki sifat yang mudah menguap

sehingga dalam pengerjaannya hendaknya ditutup dengan alumunium foil.

Selain dua bahan utama tersebut, dalam percobaan ini juga digunakan

larutan Natrium hidroksida (NaOH). NaOH bertindak sebagai katalis yang

dapat mempercepat berlangsungnya reaksi transesterifikasi ketika

direaksikan dengan metanol. Jika suatu ester direaksikan dengan suatu

alkohol maka akan diperoleh ester baru dan alkohol baru. Reaksi ini yang

dinamakan transesterifikasi yang dapat berlangsung dalam suasana asam

maupun basa. NaOH akan mengaktifkan gugus alkoksi dari metanol sehingga

membentuk natrium metoksida. Katalis yang bersifat basa/alkali banyak

digunakan dalam pembuatan metil ester. Hal ini dikarenakan reaksi

transesterifikasi yang dikatalisi oleh basa kuat akan berlangsung sangat cepat

dan sempurna serta dapat dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi.

Langkah pertama dilakukan pembuatan natrium metoksida terlebih

dahulu, dimana larutan Natrium hidroksida (NaOH) direaksikan dengan

metanol. Hal ini dikarenakan sifat dari natrium metoksida yang merupakan

suatu alkoksida memiliki sifat basa yang lebih kuat dibandingkan hidroksida.

Sehingga dengan adanya basa yang lebih kuat, reaksi akan berlangsung lebih

cepat dan sempurna. Karena pada dasarnya reaksi esterifikasi dan

Page 119: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

119

transesterifikasi memerlukan suatu nukleofil yang kuat untuk memutus ikatan

rangkap pada asam lemak.

Setelah terbentuknya metil ester dilakukan proses selanjutnya berupa

proses pemurnian. Proses pemurnian bertujuan untuk memisahkan metil ester

dengan pengotor. Dalam hal ini metanol dan NaOH yang tersisa atau gliserol

sebagai hasil samping reaksi dapat bertindak sebagai zat pengotor. Sehingga

dapat diperoleh metil ester yang murni atau bebas dari pengotor. Pemurnian

dilakukan di dalam corong pisah. Prinsip corong pisah yakni memisahkan

senyawa tertentu berdasarkan densitas atau berat jenis dari senyawa-senyawa

tersebut. Pemurnian ini dilakukan dengan menggunakan aquades sebanyak

50% dari volume metil ester dikarenakan pengotor-pengotor tersebut dapat

bercampur dan larut dalam air sehingga dapat terbilas dan terbuang bersama

air.

Hasil pengamatan yang diperoleh berupa data dari tiga replikasi.

Replikasi pertama berhasil terbentuk dengan volume sebelum pemurnian

adalah 210 mL dan sesudah pemurnian adalah 312 mL. Data yang diperoleh

tidak sesuai dengan teori yang ada. Menurut teori, seharusnya volume

sesudah pemurnian harus lebih sedikit dibandingkan dengan volume sebelum

pemurnian bukan sebaliknya. Karena sebelum pemurnian bukan hanya metil

ester yang terkandung tetapi juga terdapat gliserol yang merupakan hasil

samping reaksi. Kemudian setelah dimurnikan dengan air, gliserol akan

terbilas dan terbuang bersama air sedangkan metil ester tidak. Hal ini dapat

disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Adapun kemungkinan terbesar dapat

disebabkan karena gliserol tidak dapat terbilas dengan air, bahkan air

pembilasnya sebagian tercampur dengan metil ester sehingga didapatkan

volumenya bertambah. Selain itu juga dapat disebabkan karena pengocokan

dan pengadukan yang terlalu lama dan kuat sehingga menyebabkan aquades

sulit untuk terpisah dari larutan metil ester.

Pembuatan natrium metoksida yang berasal dari NaOH dan metanol

akan mengakibatkan adanya reaksi esterifikasi jika ditambahkan dengan

asam lemak yang berasal dari minyak. Namun pada saat pembuatan natrium

Page 120: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

120

metoksida, pemanasan yang dilakukan memungkinkan adanya metanol yang

menguap sehingga ketika direaksikan dengan asam lemak yang berasal dari

minyak tidak terjadi reaksi transesterifikasi dan terbentuk sabun. Asam lemak

tersebut dapat membentuk lapisan gel yang lama-kelamaan akan membentuk

sabun. Meskipun hanya sedikit, adanya sabun dapat menyulitkan proses

pemurnian dan pemisahan gliserol karena air dapat terikat dengan metil ester

yang terbentuk dengan adanya sabun. Sabun akan menurunkan tegangan

permukaan antara air dengan metil ester. Sehingga yang tadinya air dan metil

ester tidak dapat bercampur menjadi bercampur meskipun hanya sedikit.

Sehingga air tidak membilas dan memurnikan metil ester melainkan

menambah volume metil ester yang dihasilkan.

Data untuk replikasi kedua, metil ester yang murni berhasil diperoleh

ditandai dengan volume metil ester sesudah pemurnian lebih sedikit daripada

volume metil ester sebelum pemurnian yakni dari 180 mL menjadi 162 mL.

Hal ini membuktikan bahwa pengotor-pengotor dalam metil ester telah

terbilas bersama air yang ditambahkan. Pada saat pemurnian metil ester

berada di lapisan atas corong pisah, sedangkan gliserol berada di lapisan

bawah. Hal ini dikarenakan berat jenis gliserol lebih besar dibandingkan

dengan berat jenis metil ester. Sehingga ketika corong pisah dibuka, gliserol

dan pengotor lainnya dapat terbuang dan yang tersisa hanya metil ester saja.

Pada replikasi ini juga, pembuatan natrium metoksida tidak melalui proses

pemanasan sehingga metanol tidak ada yang menguap. Hal ini menyebabkan

metanol sebagai sumber alkil tetap ada dalam reaksi dan dapat

mengakibatkan asam lemak mengalami esterifikasi dan transesterifikasi

secara sempurna dan tidak membentuk sabun. Sehingga proses pemurnian

dan pemanasan gliserol dapat berhasil dan diperoleh metil ester yang murni.

Hasil pengamatan yang diperoleh untuk replikasi ketiga yaitu metil

ester tidak terbentuk, melainkan yang terbentuk adalah sabun. Kegagalan ini

dapat terjadi dikarenakan pemanasan yang berlebihan setelah pencampuran

minyak dengan natrium metoksida. Pemanasan yang berlebihan akan

menyebabkan metanol yang terkandung di dalam campuran NaOH dan

Page 121: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

121

metanol menguap karena melebihi titik didih metanol yang berkisar antara

60-65˚C. Apabila metanol telah menguap dan habis, yang tersisa hanyalah

NaOH saja. Sehingga apabila ditambahkan ke dalam minyak reaksi

metanolisis atau esterifikasi tidak terjadi karena metanol yang bertindak

sebagai sumber gugus metil tidak ada dalam reaksi dikarenakan metanol

yang telah menguap tadi. Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi saponifikasi

atau biasa disebut reaksi penyabunan antara asam lemak dengan basa kuat

(NaOH) yang akan menghasilkan garam alkali berupa sabun.

Pemanfaatan metil ester dalam bidang farmasi umumnya digunakan

sebagai bahan baku atau emolien dalam pembuatan kosmetik dan surfaktan.

Selain itu metil ester dapat juga digunakan sebagai biodiesel atau pengganti

bahan bakar minyak.

Page 122: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

122

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Teknik pembuatan metil ester menggunakan reaksi transesterifikasi

karena menggunakan katalis basa yaitu NaOH

2. Volume metil ester yang didapatkan sebelum pemurnian adalah 210 mL

dan sesudah pemurnian adalah 213 mL pada pengujian pertama

sedangkan pada pengujian kedua dihasilkan metil ester sebelum dan

sesudah pemurnian adalah 180 mL dan 162 mL.

Page 123: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

123

PERCOBAAN VIII

IDENTIFIKASI ALKOHOL DAN FENOL

A. Tujuan

Mahasiswa dapat membedakan dan mengidentifikasi alkohol dan fenol.

B. Dasar Teori

1. Alkohol

Alkohol adalah senyawa dimana molekulnya mempunyai gugus

hidroksil (-OH) yang terletak pada atom karbon jenuh. Jika –OH terikat

pada atom karbon tidak jenuh disebut etanol, dan bila terikat secara

langsung pada cincin benzena disebut fenol. Sering suatu gugus fungsi

alkohol dalam molekul mengandung gugus fungsi lain. Dalam sistem

IUPAC penomoran multifungsi ditentukan oleh prioritas tata nama.

a. Sifat-Sifat Alkohol

1) Titik Didih

Alkohol dapat membentuk ikatan hidrogen antara molekul-

molekulnya sehingga titik didih alkohol lebih tinggi daripada titik

didih alkil halida yang bobot molekulnya sebanding.

2) Kelarutan dalam Air

Alkohol berbobot molekul rendah larut dalam air sedangkan

alkil halida dengan BM yang sama tidak larut. Kelarutan dalam air

disebabkan oleh ikatan hidrogen antara alkohol dan air.

(Fessenden, 1984)

Etanol adalah campuran etilalkohol dan air. Mengandung tidak

kurang dari 94,7% atau 92,0% v/v dan tidak lebih dari 95,2% atau

92,7% v/v C2H6O. Pemerian etanol, yaitu cairan tak berwarna, jernih,

mudah menguap dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah

terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan

dalam eter P.

Page 124: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

124

Identifikasi etanol dengan cara 5 mL larutan 0,5% b/v

tambahkan 1 mL NaOH 0,1 N, kemudian tambahkan perlahan-lahan 2

mL larutan iodium P, tercium bau iodoform dan terbentuk endapan

kuning.

(Depkes RI, 1979)

b. Sintesis Alkohol

1) Reaksi Substitusi Nukleofilik (R-X+OH-)

Bila alkil halida primer dipanasi dengan NaOH dalam air

terjadi reaksi SN2.

Alkil halida sekunder dan tersier menghasilkan produk-produk

eliminasi maka halida ini umumnya tidak digunakan untuk

menyintesis alkohol.

2) Reaksi Grignard

Reaksi Grignard memberikan suatu cara yang sangat baik

untuk membuat alkohol yang berkerangka karbon rumit.

a) Reagen Grignard + formaldehid → alkohol primer

b) Reagen Grignard + aldehid → alkohol sekunder

c) Reagen Grignard + keton → alkohol tersier

d) Reagen Grignard + etilen oksida → alkohol primer

e) Reagen Grignard + ester format → alkohol sekunder

f) Reagen Grignard + ester → alkohol tersier

3) Reaksi Karbonil

Reaksi reduksi dimana atom-atom hidrogen ditambahkan

kepada gugus-gugus karbonilnya.

4) Hidrasi Alkena

(Fessenden, 1984)

2. Fenol

Fenol adalah salah satu bahan kimia organik yang memiliki banyak

variasi sintesis organik, seperti kimia agrikultural dan peptisida. Fenol

dapat diisolasi dari tar batu bara (Basha, 2010).

Page 125: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

125

Sifat dan bahaya fenol antara lain dapat menyebabkan toksisitas dan

bersifat korosif. Faktanya, kematian dapat disebabkan oleh tertelannya

fenol 15 mL. Fenol cair dapat berpenetrasi ke dalam kulit dengan potensi

yang hampir sama dengan inhalasi fenol. Fenol dapat memberikan efek

anastetik (Lynch, 2010).

Sifat keasaman fenol bila dibandingkan dengan metanol lebih

bersifat asam. Hal ini terjadi karena efek induksi dan kestabilan dari ion

fenoksida. Reaksi pada fenol terdiri dari:

a. Reaksi esterifikasi

b. Reaksi substitusi elektrofilik aromatik

c. Reaksi Kolbe

d. Reaksi Reamer-Tiemann

e. Reaksi oksidasi

(Fessenden, 1984)

Salah satu tanaman obat yang mengandung fenol adalah daun

Achirathes aspera L yang mengandung saponin, polifenol dan alkaloid.

Selain itu senyawa fenol juga dimodifikasi untuk sebagai obat penghilang

rasa nyeri gigi yaitu eugenol (4-alil-2-metoksifenol). Eugenol termasuk

antiseptik golongan fenol yang mempunyai daya antiseptik yang lemah

(Dewi, 2006).

Page 126: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

126

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Gelas kimia 100 mL

b. Pipet tetes

c. Pipet volume 10 mL

d. Propipet

e. Rak tabung

f. Tabung reaksi

2. Bahan

a. Aluminium foil

b. Benzil alkohol

c. Etanol

d. Etanol encer

e. FeCl3 1%

f. Fenol

g. Fenol encer

h. Isopropanol

i. Kristal iodium

j. Metanol

k. NaOH 2 N

D. Prosedur Kerja

1. Uji adanya gugus hidroksil

a. Diambil 3 buah tabung reaksi yang bersih dan kering.

b. Diisi tabung 1 dengan 4 butir Kristal fenol, diisi tabung 2 dengan 4

tetes etanol, diisi tabung 3 dengan 4 tetes benzil alkohol.

c. Ditambahkan 4 tetes larutan NaOH 2 N ke dalam tabung 1, 2 dan 3.

Dikocok.

d. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

Page 127: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

127

2. Membedakan gugus hidroksil pada alkohol dan fenol

a. Diamati 2 buah tabung reaksi yang bersih dan kering.

b. Diisi tabung 1 dengan 2 mL etanol encer, diisi tabung 2 dengan 2 mL

fenol encer.

c. Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 1% ke dalam kedua tabung di atas.

d. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi.

3. Uji alkohol dan tes iodoform

a. Diambil sebuah tabung reaksi yang bersih dan kering, dimasukkan ke

dalamnya sejumlah Kristal iodium.

b. Ditambahkan 3 tetes alkohol yang akan diperiksa.

c. Diteteskan larutan NaOH 2 N ke dalam tabung, sambil dikocok.

Dilakukan penambahan NaOH 2 N sampai warna coklat hilang.

d. Dikocok terus sampai timbul warna kuning atau larutan bau iodoform.

Page 128: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

128

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

a. Uji adanya gugus hidroksil

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. Fenol

NaOH

Larutan Bening

2. Benzil Alkohol 2 Fasa

3. Etanol Larutan Bening

b. Membedakan gugus hidroksil pada alkohol dan fenol

No. Sampel Pereaksi Hasil

1. Etanol encer

FeCl3

Larutan Kuning

muda

2. Fenol encer Larutan Ungu

c. Uji tes alkohol dengan iodofrom

No. Sampel Positif/negatif ∑ tetesan

1. Metanol + 7

2. Etanol + 6

3. Isopropanol + 10

4. n-butanol + 19

2. Reaksi

a. Uji adanya gugus hidroksil

1.) Etanol + NaOH

H3C – CH2 – OH + NaOH

2.) Benzilalkohol + NaOH

CH2OH

+ NaOH

3.) Fenol + NaOH

O - H..

..

+ Na - O - H

Page 129: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

129

O H..

..

+..

..Na O H

O..

..

+..

..Na+ + O H + H +

O..

..

+..

..H O H

Na

b. Membedakan gugus hidroksil pada alkohol dan fenol

1.) Fenol + FeCl3

O - H..

..

+ Fe

Cl

Cl

Cl

O - H..

..

+ Fe

Cl

Cl

Cl

O..

..

+ Fe Cl

Cl

+ Cl + H++

Page 130: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

130

C

H

C

H CH3

O + H+ + OH-

H3C CH

CH3

OH

OH C C

H

H CH3

O + OH-

O

Fe

ClCl

+ H - Cl

c. Uji alkohol dengan tes iodoform

1.) Etanol + I2 + NaOH

H3C - CH2 - OHOksidasi

H3C - C - H + OH-

O

H - C - C - H + OH-

+ I - I

H O

H

2) Isopropanol + I2 + NaOH

H - C - C - H + OH-

+ I - I

H O

H

Page 131: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

131

C

H

C

H CH3

O H2O + I I+

+C

H

C

H CH3

OI OH-H+ + OH-

C

H

C

CH3

OI +

C

I

C

CH3

OI + H2O + I I C

I

C

CH3

OI

I

H3C OH

OH C H

O

H C H

O

+ OH-C H

O

+ H+ + OH-

C H

O

+ I I H2O+ C H

O

+ OH-I

3). Metanol + I2 + NaOH

C

H

C

H CH3

O + H2O I I+ +

C

O

+I I I H2O+ C I

O

I+

Page 132: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

132

4) n-Butanol + I2 + NaOH

H3C CH2

C C H

I

I

+

O

OH- H3C CH2

C C H

I

I

O

OH

H3C CH2

C

I

I

C H

O

OH

+ + I I H3C CH2

C

I

I

+I C H

O

OH

H3C CH2

C C H

O

I

I I+ + H+ + OH- H3C CH2

C C H

OI

I

+ H2O

H3C CH2

H2C

H2C OH

O

H3C CH2

H2C C H

O

+ OH-

H3C CH2

C C H

O

+ OH-

H

H

H3C CH2

C C H

O

+

H

H+ + OH-

H3C CH2

C C H

OH

I I+ + H2O H3C CH2

C C H

OH

I

+ OH-

Page 133: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

133

F. Pembahasan

Alkohol adalah senyawa dimana molekulnya mempunyai gugus

hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon jenuh. Fenol adalah senyawa

yang memiliki suatu gugus hidroksil yang terikat langsung pada cincin

benzena.

Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan membedakan

alkohol dan fenol. Uji pertama yaitu uji untuk mengetahui adanya gugus

hidroksil pada senyawa alkohol dan fenol di dalam sampel. Sampel yang

digunakan yaitu fenol, etanol dan benzil alkohol. Pereaksi yang digunakan

adalah larutan NaOH. Larutan NaOH berfungsi sebagai basa kuat, dimana uji

positif pada reaksi ini ditandai dengan terbentuknya larutan bening. Sampel

pertama yaitu fenol, berdasarkan hasil pengamatan, ketika fenol ditambahkan

NaOH, kemudian dilakukan pengocokan, terbentuk larutan bening. Hal

tersebut terjadi dikarenakan fenol memiliki tingkat keasaman 10.000 kali lebih

kuat daripada air sehingga dapat dengan mudah bereaksi dengan larutan basa.

Hasil tersebut juga sesuai dengan BPOM yang menyatakan bahwa fenol

merupakan asam lemah dengan pKa 9,8 yang dapat bereaksi dengan basa, dan

diubah menjadi anion fenoksida. Ka merupakan konstanta keasaman. Semakin

tinggi nilai pKa suatu senyawa, maka semakin kurang sifat asamnya. Cincin

benzen pada fenol bertindak sebagai gugus penarik elektron sehingga atom O

dan gugus –OH bermuatan positif dan proton mudah dilepaskan. Adanya

resonansi dari cincin benzen inilah yang menyebabkan ketidakstabilan pada

cincin benzen sehingga mudah lepas dan bereaksi dengan basa.

Sampel kedua yaitu etanol, ketika etanol ditambahkan dengan NaOH,

kemudian dikocok, terbentuk larutan bening. Pengocokan berfungsi agar

campuran terhomogenkan. Berdasarkan teori, seharusnya ketika etanol

ditambahkan NaOH tidak larut dan membentuk 2 fasa. Hal tersebut

dikarenakan etanol sukar bereaksi dengan NaOH karena tingkat keasamannya

yang lebih mendekati netral, yaitu memiliki pKa yang cukup tinggi yaitu 16.

Semakin panjang rantai karbon pada alkohol maka akan semakin sukar

bereaksi dengan NaOH, karena pKa nya semakin tinggi maka alkohol akan

Page 134: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

134

semakin bersifat basa dan sulit bereaksi dengan NaOH. Kemungkinan

perbedaan hasil pengamatan pada etanol dengan teori disebabkan pada saat

menambahkan NaOH ke dalam etanol yang terlalu banyak, karena seharusnya

NaOH ditambahkan sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan.

Sampel ketiga yaitu benzil alkohol, ketika ditambahkan dengan NaOH

dan dilakukan pengocokan terbentuk 2 fasa. Pengocokan bertujuan agar

campuran terhomogenkan. Berdasarkan hail pengamatan, benzil alkohol dan

NaOH terbentuk 2 fasa, hasil tersebut sesuai dengan teori, karena benzil

alkohol memiliki pKa yang cukup tinggi mendekati etanol yaitu 15,4, artinya

sifat keasamannya sangat kecil dan cenderung bersifat basa, sehingga sukar

bereaksi dengan basa.

Uji diatas mengikuti ketentuan dari teori asam basa Lewis, yaitu asam

bertindak sebagai penerima pasangan elektron dan basa sebagai donor

pasangan elektron. Sampel yang memiliki pKa tinggi tidak mampu atau sukar

bereaksi dengan NaOH, karena nilai pKa yang tinggi menunjukkan sifat

keasaman yang lemah. Sampel yang mengandung gugus hidroksil bertindak

sebagai asam dan NaOH sebagai basa. Nilai pKa merupakan minus logaritma

terhadap konsentrasi ion H+ dalam larutan, definisi ini menyebabkan

konsentrasi yang lebih tinggi memberikan nilai yang lebih rendah, artinya pKa

merupakan ukuran kelarutan suatu asam atau basa dalam pelarut. Jadi, benzil

alkohol dan etanol yang memiliki pKa tinggi sulit menerima elektron dari

NaOH karena sifat keasamannya yang rendah.

Uji kedua yaitu untuk mengidentifikasi gugus hidroksil pada alkohol

dan fenol. Sampel pertama yaitu etanol encer, yang kemudian ditambahkan

FeCl3, menghasilkan warna larutan kuning muda. Hasil tersebut sesuai dengan

teori, karena apabila alkohol ditambahkan FeCl3 maka tidak beraksi.

Terbentuknya warna kuning menunjukkan bahwa di dalam etanol terdapat

gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon alifatik maupun atom

karbon tak jenuh. Sampel kedua yaitu fenol encer, ketika fenol ditambahkan

FeCl3 terbentuk larutan berwarna ungu. Hasil tersebut sesuai dengan teori

karena FeCl3 merupakan pereaksi yang digunakan untuk menguji keberadaan

Page 135: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

135

fenol. Gugus hidroksil yang melekat langsung, pada aromatiuk terdeteksi oleh

FeCl3, dibuktikan dengan terbentuknya larutan berwarna ungu. Terbentuknya

warna ungu disebabkan karena adanya reaksi kompleks antara ion Fe3+

dengan gugus fenol.

Uji ketiga yaitu uji iodoform. Pereaksi yang digunakan adalah Kristal

iodium dan NaOH. Kristal iodium berfungsi untuk menguji ikatan antara

gugus –OH dengan rantai hidrokarbon, kemudian penambahan NaOH untuk

mengetahui kekuatan ikatan tersebut setelah ditambah iodium. Berdasarkan

hasil pengamatan, jumlah penambahan NaOH yang paling banyak adalah n-

butanol dan yang paling sedikit adalah etanol. Berdasarkan teori, seharusnya

jumlah NaOH yang ditambahkan hingga warna coklat hilang paling sedikit

adalah metanol. Karena metanol memiliki jumlah atom karbon yang paling

sedikit, sehingga kekuatan ikatan antara gugus –OH dengan rantai

hidrokarbon tidak sekuat etanol, isopropanol dan n-butanol. Hasil pengamatan

yang tidak sesuai dengan teori ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi antara lain pada saat penetesan

NaOH ke dalam sampel, tidak menggunakan pipet dengan ukuran yang sama.

Kedua, jumlah kristal iodium yang dimasukkan ke dalam tiap sampel berbeda-

beda. Ketiga, proses pengocokan yang kurang benar dapat mempengaruhi

hasil, pengocokan seharusnya dilakukan sambil penambahan NaOH

menghilangkan warna coklat, kemudian terbentuk warna kuning dan bau

iodoform. Bau iodoform terdapat pada semua sampel, hal tersebut

dikarenakan alkohol bereaksi dengan hidrogen halida menghasilkan alkil

halida ditandai dengan larutan berwarna kuning, berarti terbukti pada tiap

sampel mengandung iodoform.

Alkohol dan fenol dalam bidang farmasi digunakan dalam pembuatan

desinfektan, obat-obatan, zat pewarna, antiseptik, plastik, bahkan peledak.

Salah satu contoh tanaman obat yang mengandung fenol adalah daun

Achyranthes aspera.

Page 136: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

136

G. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Alkohol dan fenol keduanya mempunyai gugus hidroksil yang terikat pada

rantai hidrokarbon.

2. Gugus hidroksil pada alkohol terikat pada rantai hidrokarbon alifatik,

sedangkan gugus hidroksil pada fenol terikat pada hidrokarbon aromatik.

3. Kekuatan ikatan hidroksil dengan rantai hidrokarbon dibuktikan dengan

tes iodoform, urutan dari yang kekuatannya rendah ke tinggi adalah etanol

< metanol < isopropanol < n-butanol.

Page 137: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

137

PERCOBAAN IX

IDENTIFIKASI ASAM KARBOKSILAT

A. Tujuan

Mempelajari dan memahami sifat-sifat senyawa organik dan reaksi

yang terjadi pada asam karboksilat.

B. Dasar Teori

Asam karboklsilat adalah suatu senyawa yang mengandung gugus

karboksil. Suatu istilah yang berasal dari karboksil dan hidroksil gugus

karboksil:

C

O

H

COH

O

CO2H COOH

Gugus yang terikat pada gugus karboksil dalam suatu asam

karboksilat bila gugus apa saja, bahkan bisa suatu gugus karboksil lain.

Suatu molekul asam karboksilat yang mengandung gugus -OH dan dengan

sendirinya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Oleh karena

adanya ikatan hidrogen, asam karboksilat yang mengandung atom karbon

satu sampai empat dapat bercampur lebih banyak kebanyakan larut sebagai:

R C

O

O

H O

H

H O H

H

( Fessenden, 2010 )

Asam karboksilat juga membentuk ikatan hidrogen dengan molekul

asam karboksilat lainnya dimana terjadi dua ikatan hidrogen diantara dua

Page 138: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

138

gugus karboksilat. Dalam larutan yang tidak mempunyai ikatan hidrogen,

asam karboksilat aromatik seperti benzena atau cincin piridin, tanpa cincin

samping alkil tidak mudah dioksidasi (Fessenden, 2010).

Asam karboksilat mempunyai gugus fungsional yang mengandung

oksigen merupakan tapak reaktif dalam mengikat logam (Wahjudin, 2006).

Golongan asam karboksilat memiliki karakteristik gugus fungsi C-H

stretching alifatik, C-H bending alifatik, dan gugus karbonil (C=O), serta

menyerap sinar UV-vis pada panjang gelombang maximum 290,1 nm yang

kemungkinan disebabkan karena adanya transisi n- (Suirta, 2007).

Dalam air asam karboksilat berada dalam kesetimbangan dengan ion

karboksilat dan ion hirdoalum

R C H + HOH RCO

O

+ HOH

H

Asam Karboksilat( lebih lemah )

ion karboksilat ion hidronium( lebih kuat )

O

(Fessenden, 2010)

Suatu ukuran dari kekuatan asam adalah besarnya ionisasi dalam air.

Lebih besar jumlah terionisasi, maka lebih kuat asamnya. Asam karboksilat

umumnya asam yang lebih lemah daripada H3O+ dalam larutan air,

kebanyakan molekul asam karboksilat tidak terionisasi (Fessenden, 2010).

Kekuatan asam dinyatakan sebagai konstanta asam Ka, kekuatan

kesetimbangan ionisasi dalam air, konsentrasinya berubah sedikit sekali dan

dianggap konstan dan termasuk dalam Ka. Hanya Ka yang lebih

besar,berarti asam tersebut lebih kuat sebab konsentrasi RCO2- dan H

+ lebih

besar.

(Fessenden, 2010)

Ketika membandingkan keasaman asam karboksilat yang mempunyai

gugus halida penarik elektron yang terikat dekat dengan gugus karbon

karbonil, ingatlah aturan umum berikut ini:

Page 139: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

139

1. Semakin banyak halida terikat pada molekul asam, makin kuat asam

tersebut.

2. Semakin dekat letak ikatan atom halida terhadap gugus fungsional

karboksilat, maka akan semakin kuat asam tersebut pada gugus

karboksilat.

(Bresnick, 2004)

Adapun sifat-sifat yang dimiliki oleh asam karboksilat adalah:

1. Reaksi Pembentukan Garam

Garam organik yang membentuk dan memiliki sifat fisik dari

garam anorganik padatannya, NaCl dan KNO3 adalah garam organik

yang meleleh pada temperatur tinggi, larut dalam air dan tidak berbau.

Reaksi yang terjadi adalah:

HCOOH + Na+ → HCOONa + H2O

2. Reaksi Esterifikasi

Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus –

COOR dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat

reaksi langsung antara asam karboksilat dengan alkohol. Secara umum

reaksinya adalah:

RCOOH + R’OH → RCOOR + H2O

3. Reaksi Oksidasi

Reaksi terjadi pada pembakaran atau oleh reagen yang sangat

kokoh dan kuat seperti asam sulfat, CrO3, panas. Gugus asam karboksilat

teroksidasi sangat lambat.

4. Pembentukan Asam Karboksilat

Beberapa cara pembentukan asam karboksilat dengan jalan sintesa

dapat dikelompokkan dalam 3 cara yaitu: reaksi hidrolisis turunan asam

karboksilat, reaksi oksidasi, reaksi Grignat.

(Fessenden, 1997)

Asam karboksilat umumnya bersifat polar, tetapi kepolaran berkurang

dengan bertambahnya rantai karbon. Semakin panjang rantai atom karbon,

maka akan semakin berkurang kepolarannya, akibatnya kelarutan dalam air

Page 140: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

140

juga akan semakin berkurang. Asam karboksilat juga dapat larut dalam

pelarut yang kurang polar, seperti eter, alkohol, dan benzena. Kelarutan

asam karboksilat di dalam pelarut yang kurang polar ini akan semakin tinggi

dengan bertambahnya rantai karbon. Oleh karena itu, lemak dapat larut

dalam benzena dan eter (lemak adalah eter dari asam karboksilat). Akibat

kepolaran struktur dimer dari molekul asam karboksilat ini dapat

menimbulkan titik didih dan titik beku yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan alkohol dengan massa molekul yang relatif sama (Suranya, 2007).

Ikatan utama pada polimer superabsorben adalah gugus hidrofilik

karena terdiri dari gugus asam karboksilat (-COOH) yang mudah menyerap

air. Ketika polimer superabsorben dimasukkan ke dalam air atau pelarut

akan terjadi interaksi antara polimer dengan molekul zat (Swantomo, 2008).

Page 141: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

141

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Kaca arloji

b. Pipet tetes

c. Plat tetes

d. Rak tabung reaksi

e. Sendok tanduk

f. Tabung reaksi

g. Timbangan analitik

2. Bahan

a. Anilin

b. Aquades

c. Asam asetat

d. Asam benzoat

e. Asam salisilat

f. Etanol

g. Fenol

h. Indikator universal

i. NaOH 2N

D. Prosedur Kerja

1. Uji Keasaman

a. Dimasukkan asam salisilat, aquades, fenol, etanol, asam asetat dan

anilin ke dalam plat tetes

b. Diteteskan dengan menggunakan indikator universal

c. Diamati perubahan yang terjadi dan ditentukan pH dari perubahan

warna, dibandingkan dengan tabel indikator universal

2. Uji Kelarutan

a. Diambil 3 buah tabung yang bersih dan kering

b. Diisi tabung I dengan 0,2 gram asam benzoat, tabung II dengan

asam salisilat dan tabung III dengan fenol

Page 142: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

142

c. Ditambahkan NaOH 2N tetes demi tetes sampai asam-asam tersebut

larut

d. Dicatat jumlah tetesan NaOH untuk melarutkan asam

Page 143: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

143

E. Hasil Pengamatan

1. Tabel Hasil Pengamatan

a. Tes Keasaman

Sampel Pereaksi pH

Air Suling Indikator Universal 4

Fenol Indikator Universal 3

Etanol Indikator Universal 5

Asam Asetat Indikator Universal < 3

Asam Salisilat Indikator Universal 5

Anilin Indikator Universal < 3

b. Tes Kelarutan dalamNaOH

Senyawa Replikasi Jumlah TetesanNaOH

Asam Benzoat 1 52

2 118

Asam Salisilat 1 57

2 65

Fenol 1 15

2 44

2. Reaksi

a. Asam Benzoat + NaOH

COOH

+ NaOH

COOH

+ NaOH

Page 144: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

144

H

O

C

O

O

+ Na O H

COO- H+

+ Na+ OH-

COONa

+ H2O

b. Asam Salisilat + NaOH

OH

+ NaOH

COOH

C

O

O H

OH

+ Na O H

COO- H+

OH

+ Na+ OH-

Page 145: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

145

OH

COONa

+ H2O

c. Fenol + NaOH

OH

+ NaOH

O H + Na O H

O- H+

+ Na+ OH-

ONa

+ H2O

ONa

+ H2O

ONa

+ H2O

Dinatrium Fenoksida

Page 146: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

146

3. Urutan Tingkat Keasaman

NH2 H3CH2C OH H O H

OH

CH3 C

O

OH COOHOH

Anilin Etanol AirSuling Fenol Asam Asetat Asam Salisilat

Semakin ke kanan, maka semakin kuat asamnya

4. Urutan Tingkat Kelarutan

OH

COOHOH

COOH

Fenol Asam Salisilat AsamBenzoat

Semakin ke kanan, maka semakin mudah larut

Page 147: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

147

F. Pembahasan

Percobaan ini adalah tentang identifikasi asam karboksilat. Percobaan

ini bertujuan untuk mempelajari dan memahami sifat-sifat senyawa organik

dan reaksi yang terjadi pada asam karboksilat. Sampel yang digunakan

adalah anilin, asam asetat, asam benzoat, asam salisilat, aquades, etanol, dan

fenol.

Asam karboksilat adalah suatu senyawa yang mengandung gugus

karboksil. Gugus karboksil adalah istilah yang berasal dari karbonil (C=O)

dan gugus hidroksil (-OH). Gugus yang terikat pada asam karboksilat dapat

mengandung gugus apa saja. Asam karboksilat dapat membentuk ikatan

hidrogen dengan molekul asam karboksilat lainnya. Asam karboksilat

aromatik seperti asam benzoat atau asam salisilat tidak mudah dioksidasi.

Pengujian pertama adalah penentuan tingkat keasaman senyawa-

senyawa organik termasuk asam karboksilat. Beberapa indikator asam basa

yang sering digunakan di laboratorium antara lain kertas lakmus,

fenolftalein (pH 8,3-10,0), dan metil merah (pH 3,2-4,4). Alat dan indikator

yang digunakan dalam pengujian ini adalah plat tetes dan indikator

universal. Indikator universal merupakan indikator yang memiliki tingkat

kepekaan yang tinggi. Indikator universal terdiri atas berbagai macam

indikator yang memiliki warna berbeda-beda untuk pH dari rentang 1–14.

Cara kerjanya dengan memasukkan atau meneteskan larutan indikator

universal ke dalam larutan yang hendak kita ketahui pH-nya. Warna yang

terbentuk kemudian dicocokkan atau dibandingkan dengan warna standar

yang sudah diketahui nilai pH-nya. Dengan mengetahui nilai pH maka dapat

ditentukan apakah larutan bersifat asam, basa atau netral. Jika sampel

berada pada suasana asam, larutan sampel yang ditambahkan indikator

universal akan berubah warna cenderung ke warna merah, sedangkan jika

sampel berada di suasana basa maka larutan sampel akan berubah warna

cenderung ke warna biru.

Sampel senyawa organik yang diteteskan indikator universal akan

memberikan warna sesuai tingkat keasaman yang dimiliki. Sampel yang

Page 148: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

148

memiliki tingkat keasaman tinggi berdasarkan hasil pengamatan adalah

asam asetat, air suling, fenol, dan anilin, pH ketiga senyawa tersebut < 3

dimana suasana sangat asam. Selanjutnya sampel lainnya yaitu etanol dan

asam salisilat menunjukkan nilai pH 5. Berdasarkan teori, tingkat keasaman

senyawa organik dapat dilihat dari mudahnya melepas ion H+

dalam air dan

membentuk basa konjugasi yang stabil. Apabila diurutkan berdasarkan teori

tersebut maka urutannya dari yang paling asam adalah asam salisilat, asam

asetat, fenol, aquades, etanol, dan anilin. Teori ini didasarkan pada nilai pKa

dari masing-masing senyawa dimana semakin kecil nilai pKa, maka

semakin kuat tingkat keasaman suatu senyawa. Nilai pKa senyawa dalam

percobaan ini yaitu asam salisilat (pKa = 3,0), asam asetat (pKa = 4,75),

fenol (pKa = 10), etanol (pKa = 16), dan anilin (pKb = 9,3). Sedangkan

untuk aquades memiliki pH yang netral (pH = 7). Apabila dibandingkan

dengan teori, hasil pengamatan yang dilakukan tidak sesuai dengan teori

yang ada. Ketidaksesuaian ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu

penambahan pelarut, warna dari sampel, serta pemberian indikator. Seperti

pada fenol, larutan fenol didapat dari kristal fenol dengan dilarutkan dalam

aquades. Penambahan aquades yang tidak sesuai akan menyimpangkan hasil

pengukuran pH,selain itu pH aquades yang ditambahkan setelah diuji

ternyata bersifat asam, berbeda dengan teori yang seharusnya bersifat

netral.Hal ini bisa terjadi karena kondisi wadah tempat penyimpanan

aquades yang tidak steril dan sesuai sehingga dimungkinkan kontaminasi

dengan zat-zat lain yang dapat merubah sifat aquades.Warna dasar sampel

seperti anilin yang seharusnya berwarna hijau kebiruan namun berwarna

merah akibat warna dasar anilin yang berwarna merah. Selain itu juga

penambahan tetesan indikator universal yang berbeda-beda pada setiap

sampel akan memberikan pengukuran pH yang kurang akurat karena jumlah

yang ditambahkan tidak sama banyak.

Pengujian kedua adalah pengujian kelarutan dengan NaOH. Sampel

yang digunakan adalah asam benzoat, asam salisilat, dan fenol. Larutan

NaOH digunakan sebagai pereaksi yang akan menguji kelarutan sampel.

Page 149: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

149

Sampel-sampel yang berupa padatan diteteskan NaOH hingga seluruh

padatan larut. NaOH adalah senyawa basa yang termasuk dalam golongan

basa kuat, sehingga apabila direaksikan dengan suatu asam, gugus hidroksil

pada NaOH akan bereaksi dengan H+

membentuk air dan garam natrium

yang mudah larut dalam air.

Hasil pengamatan yang dilakukan sebanyak 2 kali. Pada replikasi I,

asam benzoat memerlukan 52 tetes NaOH, asam salisilat memerlukan 53

tetes NaOH, dan fenol memerlukan 15 tetes NaOH. Pada replikasi II, asam

benzoat memerlukan 118 tetes NaOH, asam salisilat memerlukan 65 tetes

NaOH, dan fenol memerlukan 44 tetes NaOH. Data pada replikasi I dan II

dikatakan tidak sesuai dengan teori. Menurut teori HSAB, suatu senyawa

dikatakan semakin asam apabila dalam senyawa terdapat ikatan rangkap

polar sehingga memiliki kutub positif yang dapat menarik pasangan

elektron, seperti O=C(R)2. Bila dilarutkan dalam NaOH, semakin asam

suatu senyawa maka akan semakin mudah larut dalam NaOH. Ketika suatu

asam karboksilat bereaksi dengan basa maka reaksi tersebut akan

menghasilkan garam natrium karboksilat dan menjadi larut dalam air. Pada

asam benzoat, cincin benzena hanya terikat dengan gugus karboksil

sehingga NaOH akan bereaksi, saat NaOH bereaksi dengan asam benzoat,

atom H+

akan lepas dari gugus karbonil asam benzoat, dan bereaksi dengan

gugus hidroksil dari NaOH membentuk air, dan Na+

akan bereaksi dengan

COO- yang terikat pada benzena membentuk garam natrium benzoat yang

lebih mudah larut, sehingga asam benzoat dapat terlarut dalam NaOH.

Sedangkan pada asam salisilat terdapat gugus hidroksil dan karboksil,

NaOH bereaksi dengan karboksil namun tidak bereaksi dengan hidroksil,

gugus hidroksil pada NaOH akan menyerang atom H+

pada gugus karboksil

(COOH) dari asam salisilat, bukan atom H+

dari gugus hidroksil pada asam

salisilat. Ini dikarenakan pada gugus karboksil, atom O yang pada bagian

gugus karbonil (C=O) bersifat elektrofilik atau suka akan elektron, sehingga

atom O akan menarik elektron dari atom C menjadi bermuatan positif

karena kekurangan elektron, sehingga untuk menstabilkan atom C, atom C

Page 150: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

150

tersebut akan menarik elektron dari atom O yang berada disampingnya,

sehingga atom O menjadi kekurangan elektron, untuk menstabilkan kembali

atom O tersebut, atom O akan menarik elektron dari atom H sehingga atom

H akan lepas dan atom O menjadi bermuatan negatif. Atom H yang lepas

tersebut akan bereaksi dengan gugus hidroksil dari NaOH membentuk air,

dan gugus COO- akan bereaksi dengan Na

+ membentuk suatu garam natrium

karboksilat. Adanya gugus hidroksil pada natrium salisilat menyebabkan

sifat polar asam salisilat kurang sama dengan NaOH dan menjadi agak

sukar melarut dalam NaOH bila dibandingkan kelarutan asam benzoat

dalam NaOH. Sedangkan pada fenol, senyawa ini sukar melarut karena

fenol kurang asam bila dibandingkan dengan asam salisilat dan asam

benzoat sehingga fenol memiliki kelarutan yang kecil dalam NaOH. Fenol

pada hasil pengamatan mudah larut karena mungkin disebabkan oleh sifat

higroskopis dari fenol sehingga fenol hanya butuh sedikit NaOH karena

fenol telah mencair terlebih dahulu akibat kontak dengan udara bebas.

Berdasarkan teori tersebut, urutan kelarutan dari paling tinggi ke paling

rendah dalam NaOH adalah asam benzoat, asam salisilat, dan fenol. Urutan

tersebut didasarkan pada tingkat keasaman dari senyawa dimana semakin

asam suatu senyawa maka akan semakin mudah larut dalam NaOH.

Ketidaksesuaian hasil pengamatan yang dilakukan dengan teori disebabkan

oleh beberapa kesalahan yaitu volume penetesan, karena volume tetesan

dalam setiap tetes NaOH tidak sama, selain itu kemurnian dari sampel dan

sifat-sifat sampel seperti mudah menguap dan higroskopis sehingga

mempengaruhi kelarutan yang diinginkan dalam teori.

Dalam bidang farmasi, pengujian asam karboksilat bermanfaat untuk

mengetahui tingkat keasaman suatu senyawa, dimana hal-hal tersebut dapat

berpengaruh pada stabilitas suatu sediaan farmasi agar dapat menentukan

tingkat kestabilan suatu sediaan.

Page 151: Lapkes Kimor Fiiixxx Neww

151

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Urutan tingkat keasaman dari yang paling kuat hingga paling lemah

adalah asam salisilat, asam asetat, fenol, aquades, etanol, dan anilin.

2. Urutan tingkat kelarutan dari yang mudah larut ke sukar larut dalam

NaOH adalah asam benzoat, asam salisilat, dan fenol.