56
i LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI JUDUL PENELITIAN: EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI BONGGOL TANAMAN PISANG (Musa paradiasiaca L.) Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun TIM PENELITI Ketua : Anak Agung Bawa Putra, S.Si., M.Si. (NIDN. 0002066802) Anggota : Ni Putu Diantariani, S.Si., M.Si. (NIDN. 0018067008) Dra. Ni Wayan Bogoriani, M.Si. (NIDN. 0031126611) UNIVERSITAS UDAYANA NOPEMBER 2014

LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

i

LAPORAN AKHIR

HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

JUDUL PENELITIAN:

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARIBONGGOL TANAMAN PISANG (Musa paradiasiaca L.)

Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun

TIM PENELITI

Ketua :Anak Agung Bawa Putra, S.Si., M.Si. (NIDN. 0002066802)

Anggota :Ni Putu Diantariani, S.Si., M.Si. (NIDN. 0018067008)Dra. Ni Wayan Bogoriani, M.Si. (NIDN. 0031126611)

UNIVERSITAS UDAYANANOPEMBER 2014

Page 2: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

ii

Page 3: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

iii

RINGKASAN

Penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenekmoyang harus tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pewarnaan makanan,pembatikan dan perancangan busana, walaupun akhir-akhir ini penggunaannya telahtergeser oleh keberadaan zat warna sintesis. Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasisumber-sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam Indonesia yangmelimpah. Salah satu sumber daya alam Indonesia yang dapat digunakan sebagai salahsatu sumber zat warna alam adalah bonggol pisang. Diharapkan hasilnya dapat semakinmemperkaya jenis-jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warnaalam selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam.

Pada penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian tahap I maka dilakukanpenelitian pemanfatan ekstrak dari bonggol tanaman pisang sebgai zat warna alam padakain, kayu, dan daun lontar. Selanjutnya diuji kemampuan melekatnya zat warna padabahan dengan penambahan mordan dan tanpa penambahan modan, serta ketahanan dankecerahan zat warna.

Kata Kunci : Ekstraksi, Zat Warna Alami, Bonggol, Tanaman Pisang

Page 4: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

iv

PRAKATA

Puji syuhur peneliti panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

sehingga peneliti dapat menjalankan penelitian tahun kedua ini dengan baik.

Penelitian ini dikerjakan dengan tiga metode ekstraksi yakni maserasi, refluks,

dan sokletasi, selanjutnya ekstrak hasil ekstraksi di terapkan pada kain, kayu, dan daun

lontar.

Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana, Direktorat

Pendidik Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dukungan dan bantuan

dana BOPTN tahun anggaran 2014 sehingga penelitian tahap kedua ini dapat dikerjakan.

Semoga penelitian ini bermanfaat untuk para ilmuawan, praktisi pengguna zat

warna alam, dan masyarakat secara luas.

Denpasar, 24 Nopember 2014

Peneliti,

Page 5: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii

RINGKASAN .............................................................................................. iii

PRAKATA ................................................................................................... iv

DAFTAR ISI ................................................................................................ v

DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4

2.1. Pisang ............................................................................... 4

2.2. Zat Warna ........................................................................ 6

2.3. Pigmen Penimbul Warna ................................................. 9

2.4. Eksplorasi Zat Warna Alam ............................................ 12

2.5. Metode Ekstraksi ............................................................. 12

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................. 13

3.1. Tujuan Penelitian ............................................................. 13

3.4. Manfaat Penelitian ........................................................... 13

BAB IV METODE PENELITIAN .......................................................... 14

4.1. Tempat, Waktu dan Pengambilan Sampel ............................ 14

4.2. Bahan dan Alat yang Digunakan ..................................... 14

4.3. Perlakuan dan Rancangan Percobaan .............................. 15

4.4. Indikator Capaian ............................................................ 16

4.5. Pengamatan ...................................................................... 16

4.6. Prosedur Percobaan ......................................................... 16

BAB V HASIL YANG DICAPAI ......................................................... 18

5.1. Warna Ekstrak Dari Ekstraksi Bonggol Pisang ............... 18

5.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna ……………….................... 19

5.2.1. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain ……......... 19

5.2.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu ……........ 20

Page 6: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

vi

5.2.3. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar .... 21

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ................................ 22

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 23

7.1. Kesimpulan ...................................................................... 23

7.2. Saran ................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24

LAMPIRAN ................................................................................................. 26

Page 7: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Rencana Kegiatan Penelitian di Laboratorium ....................... 14

Tabel 4.2. Rencana Kerja Yang Akan Dilakukan Dalam 3 Tahun .......... 15

Tabel 5.1. Warna Ekstrak Pekat Bonggol Pisang Dari Masing-masing

Pengekstak .............................................................................. 18

Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Bonggol Pisang dari

Masing-masing Pelarut …………………………………… 19

Tabel 5.3. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan

Pada Kain Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan

Ditambahkan Mordan ............................................ 20

Tabel 5.4. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan

Pada Kayu Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan

Ditambahkan Mordan ............................................ 21

Tabel 5.5. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan

Pada Daun Lontar Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan

Perlakuan Ditambahkan Mordan ............................................ 21

Page 8: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur tanin terkondensasi (proantosianidin) .................... 10

Gambar 2.2. Galotanin .............................................................................. 10

Gambar 2.3. Elagitanin .............................................................................. 10

Gambar 2.4. Struktur flavonoid ................................................................. 11

Gambar 2.5. Struktur −karotena ............................................................. 11

Page 9: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Ekstrak Zat Warna Hasil Ekstraksi ....................................... 26

Lampiran 2. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain ...................... 30

Lampiran 3. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu ..................... 31

Lampiran 4. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar .......... 32

Lampiran 5. Biodata Peneliti .................................................................... 33

Lampiran 6. Publikasi ………………………………………................... 40

Page 10: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

1

BAB I PENDAHULUAN

Industri kerajinan rumah tangga penghasil cendera mata pada saat ini telah

banyak yang menggunakan zat warna buatan. Hal ini sangat merugikan konsumen

karena dapat mengganggu kesehatan. Sementara itu masih banyak tanaman yang

berpotensi sebagai sumber zat warna alam. Keunggulan zat warna sintetis adalah lebih

mudah diperoleh, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam-macam, dan lebih

praktis dalam penggunaannya. Pada awalnya proses pewarnaan tekstil menggunakan zat

warna alam, tetapi dengan kemajuan teknologi dalam penemuan zat warna sintetis untuk

tekstil maka semakin terkikis penggunaan zat warna alam. Penggunaan zat warna alam

yang merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang masih tetap dijaga

keberadaannya khususnya pada proses pewarnaan makanan, pembatikan dan

perancangan busana, walaupun akhir-akhir ini penggunaannya telah tergeser oleh

keberadaan zat warna sintesis. Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan

zat warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai

seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif (Fitrihana,

2007; Bogoriani, 2011).

Zat warna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak

berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga. Pengrajin-

pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang dapat mewarnai bahan

tekstil beberapa diantaranya adalah: daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi

(Ceriops candolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh

(Tea), akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum

ferruginum), kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava) (Robinson,

1991).

Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang

berasal dari serat alam contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat

sintetis seperti polyester, nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik

terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna

alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat

warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas (Fitrihana, 2007).

Beberapa contoh zat pewarna alam yang biasa digunakan untuk mewarnai

makanan (Dikutip dari buku membuat pewarna alami karya Nur Hidayat dan Elfi Anis

Page 11: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

2

Saati terbitan Trubus Agrisarana 2006) adalah pertama karoten yang diperoleh dari

wortel, dan pepaya menghasilkan warna jingga sampai merah. Kedua biksin yang

diperoleh dari biji pohon Bixa orellana, memberikan warna kuning seperti mentega.

Biksin karamel, berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan)

karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Ketiga klorofil yang diperoleh dari daun

misalnya daun suji daun pandan, dan daun katuk menghasilkan warna hijau. Keempat

antosianin, yang menghasilkan warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat

pada bunga dan buah−buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga

tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel. Kelima kurkumin, berasal

dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur sekaligus pemberi warna kuning pada

masakan yang kita buat (Hidayat, 2007).

Salah satu kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah

ketersediaan variasi warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap

pakai sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna

tekstil. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya. Dibalik

kekurangannya tersebut, zat warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai

komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada

karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif. Sebagai upaya mengangkat kembali

penggunaan zat warna alam untuk tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna

alam dengan melakukan eksplorasi sumber-sumber zat warna alam dari potensi sumber

daya alam Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui

secara kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman di sekitar kita untuk

pencelupan tekstil. Diharapkan hasilnya dapat semakin memperkaya jenis-jenis tanaman

sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam selalu terjaga dan variasi

warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi zat warna alam ini bisa diawali dari

memilih berbagai jenis tanaman yang ada di sekitar kita baik dari bagian daun, bunga,

batang, kulit ataupun akar. Sebagai indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan

pembuat zat pewarna alam adalah bagian tanaman-tanaman yang berwarna atau jika

bagian tanaman itu digoreskan ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan

berwarna. Pembuatan zat warna alam untuk pewarnaan bahan tekstil dapat dilakukan

menggunakan teknologi dan peralatan sederhana (Fitrihana, 2007).

Salah satu kekayaan Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alam,

misalnya pisang. Pisang dikonsumsi bukan saja sebagai tambahan makanan pokok, akan

Page 12: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

3

tetapi dibeberapa negara pisang dikonsumsi sebagai makanan pokok. Manusia telah

mengkonsumsi pisang sejak zaman dahulu kala. Kata pisang berasal dari bahasa Arab,

yaitu musa yang oleh Linneus dimasukkan ke dalam keluarga Musaceae, untuk

memberikan penghargaan kepada Antonius Musa, yaitu seorang dokter pribadi kaisar

Romawi (Octaviani Agustinus) yang menganjurkan untuk memakan pisang. Itulah

sebabnya dalam bahasa latin, pisang disebut sebagai Musa paradisiaca. Berdasarkan

sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang oleh para penyebar agama Islam

disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang

menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan subtropis (Astawan, 2008).

Batangnya yang berupa batang semu berpelepah berwarna hijau sampai coklat.

Jantung pisang yang merupakan bunga pisang berwarna merah tua keunguan. Di bagian

dalamnya terdapat bakal pisang. Bonggol pisang, yakni bagian terbawah berwarna coklat

dari batang semu yang berada di dalam tanah, mengandung banyak cairan yang bersifat

menyejukkan dan berkhasiat menyembuhkan (Astawan, 2008). Batang pisang ditebang,

sampai dekat bonggolnya, kemudian pada bagian bonggol itu dikeruk seperti ceruk.

Dibiarkan semalam, besoknya sudah ada air menggenang. Air itulah yang digunakan

untuk minum oleh orang Palue (Annapurna, 2008)

Bonggol pisang dimanfaatkan untuk menetralkan tanah yang tingkat

keasamannya tinggi. Bonggol pisang mengandung unsur kalsium sebanyak 49%

(Sumanta, 2007).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada penelitian ini dilakukan kelanjutan

penelitian tahan I yakni pemanfaatn ekstrak dari bonggol pisang sebagai zat warna alam

pada kain, kayu, dan daun lontar.

Page 13: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang

Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia

Tenggara (termasuk Indonesia), yaitu berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina,

tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa pisang berasal dari Brasil dan India, dari sini

kemudian menyebar hingga ke daerah Pasifik (Astawan, 2008).

Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman pisang dapat diklasifikasikan (Astawan,

2008) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa parasidisca L.

Pisang memiliki banyak kandungan yang berguna bagi tubuh dan memiliki

banyak manfaat. Dalam buah pisang mulai dari rhizome yang dimilikinya sampai kulit

pisang dapat kita ambil manfaatnya. Daging buahnya sebagai makanan, kulit pisang

dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka pisang dengan proses fermentasi, bonggol

pisang dapat dijadikan soda sebagai bahan baku sabun dan pupuk kalium. Batangnya

dapat digunakan sebagai penghasil serat bahan baku kain dan makanan ternak, daun

pisang yang digunakan sebagai pembungkus makanan tradisional Indonesia (Astawan,

2008). Buah pisang rasanya manis, sifatnya dingin, astrigen, penawar racun, penurun

panas, anti radang, dan peluruh kencing. Akarnya berkhasiat sebagai penawar racun,

pereda demam, mendinginkan darah, anti radang dan peluruh kencing. Hati batang

pisang berkhasiat sebagai penurun panas dan untuk perawatan rambut. Cairan dari

bonggol pisang dapat mengatasi infeksi saluran kencing, menghentikan peredaran darah,

penurun panas, serta penghitam rambut dan pencegah rambut rontok. Buah muda

berkhasiat anti diare, anti disentri dan untuk pengobatan tukak lambung (Astawan,

2008).

Kandungan kimia yang terdapat pada akar mengandung serotonin, norepinefrin,

tanin, hidroksitriptamin, dopamine, vitamin A, B dan C.

Page 14: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

5

Buahnya mengandung flavonoid, glukosa, fruktosa, sukrosa, tepung, protein, lemak,

minyak menguap, kaya akan vitamin (A, B, C, dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor,

Fe), pectin, serotonin, 5−hidroksi triptamin, dopamine, dan noradrenalin. Kandungan

kalium pada buah pisang cukup tinggi yang kadarnya bervariasi tergantung jenis

pisangnya. Buah muda mengandung banyak tanin (Astawan, 2008). Kandungan energi

pisang ini merupakan energi instan yang mudah tersedia dalam waktu singkat, sehingga

bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Karbohidrat pisang merupakan

cadangan energi yang sangat baik digunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh

(Astawan, 2008).

Berdasarkan manfaatnya bagi kepentingan manusia, pohon pisang dibedakan atas

tiga macam, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah. Pada pisang serat (Musa

textilis), yang dimanfaatkan bukan buahnya, tetapi serat batangnya untuk pembuatan

tekstil. Pisang hias umumnya ditanam bukan untuk diambil buahnya tetapi sebagai

hiasan yang cantik, contohnya adalah pisang kipas dan pisang−pisangan. Pisang buah

(Musa paradisiaca) ditanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya. Pisang buah

dapat dibedakan atas empat golongan yaitu:

1. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang (disebut juga pisang meja),

contohnya adalah: pisang kepok, susu, hijau, mas, raja, ambon kuning, ambon

lumut, barangan, serta pisang cavendish.

2. Pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, contohnya pisang

tanduk, oli, kapas, dan pisang bangkahulu.

3. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun setelah diolah terlebih

dahulu, contohnya pisang kepok dan pisang raja.

4. Pisang yang dapat dimakan sewaktu masih mentah, misalnya pisang klutuk (pisang

batu) yang berasa sepat dan enak untuk dibuat rujak. Pisang klutuk beserta kulitnya

sering ditambahkan ke dalam rujak untuk mencegah sakit perut setelah makan

rujak.

Negara-negara penghasil pisang yang terkenal di antaranya adalah: Brasilia,

Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Mexico,

Venezuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di

dunia. Sentra produksi pisang di Indonesia adalah: Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur,

Bogor, Purwakarta, Serang), Jawa Tengah (Demak, Pati, Banyumas, Sidorejo,

Kesugihan, Kutosari, Pringsurat, Pemalang), Jawa Timur (Banyuwangi, Malang),

Page 15: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

6

Sumatera Utara (Padangsidempuan, Natal, Samosir, Tarutung), Sumatera Barat

(Sungyang, Baso, Pasaman), Sumatera Selatan (Tebing Tinggi, OKI, OKU, Baturaja),

Lampung (Kayu Agung, Metro), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa

Tenggara Barat (Astawan, 2008).

Bonggol pisang merupakan bagian tanaman yang kurang dimanfaatkan dan

sering dibuang sebagai sampah oleh kebanyakan masyarakat karena dianggap tidak

memiliki fungsi ekonomis, yang sebenarnya mempunyai kandungan karbohidrat tinggi.

Disamping mengandung karbohidrat, bonggol pisang juga mengandung protein, mineral

dan vitamin (Astawan, 2008). Berdasarkan penelitian Pipit Puspitowati diperoleh hasil

skrining fitokimia yang menunjukkan bahwa air bonggol pisang mengandung

senyawa−senyawa dari polifenol, tanin, dan flavonoid.

2.2 Zat Warna

Pewarna Alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan,

hewan, atau dari sumber-sumber mineral (Hagermae, 2002). Warna merupakan hasil dari

suatu perangkat kompleks respon faali maupun psikologis terhadap panjang gelombang

tampak, yang jatuh pada retina (selaput jala) mata. Penginderaan warna ditimbulkan oleh

berbagai proses fisis. Hitam dianggap sebagai ketidakhadiran seluruh jenis gelombang

warna. Sementara putih dianggap sebagai representasi kehadiran seluruh gelombang

warna dengan proporsi seimbang. Jika panjang gelombang dengan rentang (range)

sempit jatuh pada retina akan diamati warna−warna individu (Kristianti, 2008).

Hubungan antara penyerapan cahaya dengan panjang gelombang dikemukakan

dengan menggabungkan hukum Lambert dan Hukum Beer yang didukung oleh aturan

Kubelka−Munk. Berkebalikan dengan teori warna, di dalam teori pigmen sensasi putih

dianggap sebagai absennya seluruh pigmen (Sastrohamidjojo, 1991).

Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada tahun 1831. Teori ini

menyederhanakan warna-warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok warna, yaitu

warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. Kelompok warna ini sering disusun

dalam lingkaran warna Brewster. Lingkaran warna Brewster mampu menjelaskan teori

kontras warna (komplementer), split komplementer, triad, dan tetrad (Pararaja, 2008).

Pada tahun 1876, Witt menyatakan bahwa molekul zat warna merupakan

gabungan dari zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan

auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat. Secara lebih luas zat warna

Page 16: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

7

tersusun dari hidrokarbon tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan zat aditif (migration,

levelling, wetting agent) (Pararaja, 2008).

Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa aromatik dan derivatifnya

(benzene, toluene, xilena, naftalena, antrasena), Fenol dan derivatifnya (fenol,

orto/meta/para kresol), senyawa mengandung nitrogen (piridina, kinolina, korbazolum)

(Robinson, 1991).

Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi Chromopores (Yunani :chroma

“warna”; phoros, “mengemban”) yaitu gugus tak jenuh yang dapat mengalami transisi

→ dan n→ . Khromofor merupakan zat pemberi warna yang berasal dari radikal

kimia, seperti; kelompok nitroso: −NO, kelompok nitro: −NO2, kelompok azo: −N=N,

kelompok etilin: >C=C<, kelompok karbonil: >C=O, kelompok carbon−nitrogen:

>C=NH dan −CH=N−, kelompok belerang: >C=S dan >C−S−S−C<. Macam−macam zat

warna dapat diperoleh dari penggabungan radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia

lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange) diperoleh dari radikal ethylene yang

bergabung dengan senyawa lain membentuk hydrokarbon dimethyl fulvene (Fessenden,

1986).

Auxochrome, (Yunani; auxanein, “meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat

menjalani transisi → tetapi dapat menjalani transisi elektron n. Merupakan gugus

yang dapat meningkatkan daya kerja khromofor sehingga optimal dalam pengikatan.

Auksokrom terdiri dari golongan kation yaitu −NH2, −NHMe, −NMe2 seperti

−+NMe2Cl−, dan golongan anion yaitu SO3H−, −OH, −COOH, seperti −O−, −SO3

−.

Auxochrome juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: −COOH

atau –SO3H. Dapat juga berupa kelompok pembentuk garam: −NH2 atau –OH.

Kebanyakan zat organik berwarna adalah hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih.

Penggolongan zar warna dapat dikatagorikan bermacam-macam menurut parameter yang

dijadikan rujukan, sebagai contoh penggolongan zat warna berdasarkan cara

diperolehnya, (Pararaja, 2008) yaitu:

1. Zat warna alam, diperoleh dari alam yaitu bersal dari hewan (lac dyes) ataupun

tumbuhan dapat berasal dari akar, batang, daun, buah, kulit dan bunga.

Contohnya: hematoxylin dan carmin.

2. Zat warna sintetis adalah zat warna buatan (zat warna kimia). Contohnya: bacis

fuchsin.

Page 17: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

8

Hennek membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya

(Pararaja, 2008) yaitu:

1. Zat warna monogenetik, apabila memberikan hanya satu warna.

2. Zat warna poligenetik, apabila memberikan beberapa jenis warna.

Berdasarkan perbedaan struktur kimianya, zat warna dibedakan menjadi enam (Suntoro,

1983) yaitu:

1. Triphenil methane yaitu zat warna yang merupakan derivat dari 3 atom hidrogen

dari methane diganti oleh 3 cincin phenyl. Contohnya: bacis fuchsin, dahlia

(Hofman violet), acid fuchsin, dan methyl blue.

2. Xanthene yaitu zat warna yang mempunyai molekul terdiri dari cincin quinonoid

yang dihubungkan dengan cincin nonquinonoid oleh atom−atom C dan O.

Contohnya: eosin Y.

3. Thiazine yaitu zat warna yang molekulnya mengandung cincin quinonoid yang

dihubungkan dengan nonquinonoid melalui atom−atom N dan S. Contohnya:

thionine.

4. Azine yaitu zat warna yang mengandung cincin orthoquinonoid yang

dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom N. Contohnya:

safranin.

5. Azo yaitu zat warna yang mempunyai chromophore −N═N−, yang terikat pada

sebuah rantai quinonoid yang terletak pada suatu tempat didalam molekul.

Contohnya: orange G, biebrich scarlet dan chlorazol black E.

6. Nitro yaitu zat warna yang mengandung chromophore –NO2. Contohnya: picric

acid.

Berdasarkan sifatnya, zat warna dibedakan menjadi dua (Suntoro, 1983) yaitu:

1. Zat warna asam adalah garam-garam dari asam-asam pembawa warna dengan

radikel basa yang tidak berwarna. Contohnya: acid fuchsin dan eosin.

2. Zat warna basa adalah garam-garam dari basa-basa pembawa warna dengan

radikel asam yang tidak berwarna. Contohnya: hematoxylin dan basic fuchsin.

Van Croft membagi zat warna berdasarkan pemakainnya (Pararaja, 2008), yaitu:

1. Zat warna subtantif yaitu warna yang langsung dapat mewarnai serat. Contohnya:

neutral red dan janus green B (Suntoro, 1983).

Page 18: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

9

2. Zat warna ajeaktif yaitu warna yang memerlukan obat bantu pokok supaya dapat

mewarnai serat. Contohnya: hematoxylin ehrlich (Suntoro, 1983).

2.3 Pigmen Penimbul Warna

2.3.1 Tanin sebagai pigmen penimbul warna

Tanin adalah senyawa fenol yang terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh,

dalam angoispermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin

dapat bereaksi dengan protein membentuk kapolismer yang tidak larut dalam air. Dalam

industri, tanin digunakan untuk mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap

pakai karena kemampuannya menyambung silang protein. Dalam tumbuhan, letak tanin

terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, bila jaringan tumbuhan rusak, misalnya

hewan memakanannya, maka dapat terjadi reaksi penyamakan. Reaksi ini menyebabkan

protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Sebagian besar tumbuhan

yang banyak mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya

sepat, sehingga mungkin mempunyai arti sebagai pertahanan bagi tumbuhan (Harbone,

1996).

Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin

terhidrolisiskan. Tanin terkondensasi (proantosianidin) yang mempunyai oligomer

katekin dan flavan−3,4−diol banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan

tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu (Robinson,

1991).

Tanin terhidrolisiskan terutama terdiri dari dua kelas, yaitu galotanin

(mempunyai struktur ester asam galat dan glukosa) dan elagitanin (memiliki struktur

ester asam heksadihidroksidifenat dan glukosa). Pada galotanin, inti yang berupa glukosa

dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada elagitanin, inti molekul berupa

senyawa dimer asam galat (asam heksadihidrosidifenat), yang mengikat glukosa

(Harbone, 1996).

Tanin terhidrolisiskan biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, dan

berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan

koloid bukan larutan sebenarnya. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam

air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut dalam pelarut polar dan

tidak larut dalam pelarut non polar (Robinson, 1991).

Page 19: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

10

Struktur dari tanin terkondensasi (proantosianidin) dan tanin terhidrolisiskan

(Hagermae, 2002) seperti gambar berikut:

Gambar 2.1 Struktur tanin terkondensasi (proantosianidin)

Contoh Struktur tanin terhidrolisis ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan 2.3

Gambar 2.2 Galotanin Gambar 2.3 Elagitanin

2.3.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan pengecualian alga

dan hornwort (Markham, 1988). Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum

dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae

(Robinson, 1991). Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk

daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji. Hanya sedikit saja

catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan, misalnya pada kelenjar bau

berang-berang, “propilis” (sekresi lebah), dan didalam sayap kupu-kupu; itu pun dengan

anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan

Page 20: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

11

tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka (Markham, 1988). Struktur dari

flavonoid seperti yang terlihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur flavonoid

2.3.3 Kuinon

Warna pigmen kuinon beragam, mulai dari kuning pucat sampai hampir hitam,

dan struktur yang dikenal sudah hampir 450. Pigmen kuinon sering terdapat dalam kulit,

galih atau akar, atau dalam jaringan lain (misalnya daun), tetapi pada jaringan tersebut

warnanya tertutupi pigmen lain. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai

kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil

yang berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi

kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu: benzokuinon, naftokuinon,

antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Harbone, 1996).

2.3.4 Karotenoid

Karotenoid, yaitu tetraterpenoid C40, merupakan golongan pigmen yang larut

dalam lipid dan tersebar luas, terdapat dalam semua jenis tumbuhan. Pada hewan, suatu

karotenoid khusus, yaitu −karotena, merupakan makanan yang diperlukan karena ia

merupakan sumber vitamin A. Pada tumbuhan, karotenoid mempunyai dua fungsi, yaitu

sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis dan sebagai pewarna dalam bunga dan

buah. Bila kita mengisolasi karotenoid dari sumber tumbuhan tinggi baru, kemungkinan

besar karotenoid tersebut ialah −karotena karena senyawa ini biasanya yang paling

umum. Struktur dari −karotena seperti yang terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.6 Struktur −karotena

Page 21: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

12

2.4 Eksplorasi Zat Warna Alam

Menurut R.H.MJ. Lemmens dan N Wulijarni−Soetjipto (1999) sebagian besar

warna dapat diperoleh dari produk tumbuhan, pada jaringan tumbuhan terdapat pigmen

tumbuhan penimbul warna yang berbeda tergantung menurut struktur kimianya.

Golongan pigmen tumbuhan dapat berbentuk klorofil, karotenoid, flavonoid dan kuinon.

Untuk itu pigmen-pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau organ

tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan tekstil. Proses

eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut air (Fitrihana, 2007).

Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil

pigmen-pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada

daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan pigmen zat

warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan dengan merebus

bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah bagian yang

diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang,

akar, kulit buah, biji ataupun buahnya (Fitrihana, 2007).

Page 22: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

13

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kemampuan ekstrak dari bonggol tanaman pisang sebagai zat warna

alam,

2. Mengetahui Pengaruh Penambahan mordan terhadap kemampuan ekstrak

bonggol tanaman pisang sebagai pewarna,

3. Mengetahui daya tahan dan kecerahan zat warna dari ekstrak bonggol tanaman

pisang.

3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang pemanfaatan ekstrak

dari bonggol tanaman pisang sebagai zat warna alam.

Page 23: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

14

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat, Waktu dan Pengambilan Sampel

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik, Kimia Analitik, Kimia

Fisik, dan Kimia Anorganik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Udayana dari saat diterimanya usulan penelitian ini.

Tabel 4.1. Rencana Kegiatan Penelitian di Laboratorium

4.2 Bahan dan Alat yang Digunakan

4.2.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: bonggol tanaman pisang

yang diambil dari daerah Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar, Bali pada bulan Februari

No KegiatanBulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Survey dan pengambilanbongkol pisang keGianyar

X

2 Penanganan awal bongkolpisang dan penyiapanbahan penelitian

X X

3 Eksperimen di lab :

A Proses Ekstraksi ZatWarna Alam

X X X

B Pemanfaatan Ekstrakdari Bonggol PisangSebagai Zat WarnaAlami

Penentuan PengaruhMordan

PenentuanKetahanan danKecerahan Warna

X X X

4 Analisis Data danPenyusunan laporan X X X

5 Publikasi pada JurnalNasional Terakretasi X X

Page 24: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

15

2014, kain, kayu, dan daun lontar. Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini

adalah air, etanol, aseton, n-heksana, dan mordan (KmnO4 dan gambir).

4.2.2 AlatAlat−alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: tabung reaksi, pemanas (hot

plate), gelas ukur 50 mL, pipet tetes, panci, kompor gas, kasa penyaring, neraca analitik,

alat penguji kekuatan, dan kecerahan warna.

4.3 Perlakuan dan Rancangan Percobaan

Penelitian ini akan dilakukan selama 3 tahun seperti yang diberikan Tabel 2.

Tabel 4.2. Rencana Kerja Yang Dilakukan Dalam 3 Tahun

Tahun Penelitian Hahan Yang

Diteliti

Parameter

Penelitian

Luaran

Tahun I (2013) Bonggol Pisang 1. Ekstrak kental

2. Uji Fitokimia

3. Panjang

Gelombang

1.Rendemen

2.Golongan

Senyawa

3.Pengekstrak

Terbaik

Tahun II (2014) 1. Bonggol Pisang

2. Ekstrak Kental

3. Kain, Kayu, dan

Daun Lontar

4. Mordan

1. Pemanfaatan

Sebagai Pewarna

2. Pengaruh

Mordan

3. Kekuatan

4. Kecerahan

1. Zat Warna

2. Publikasi

Tahun III (2015) Zat Warna Komponen

Penyususun Zat

warna

Struktur Molekul

ZatWarna

Page 25: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

16

4.4 Indikator Capaian

Indikator capaian dari penelitian ini adalah:

1. Pemanfaatan ekstrak bonggol tanaman pisang sebagai zat warna alam diperoleh

pada akhir bulan ke-8.

2. Laporan Penelitian diperoleh pada bulan ke-11

3. Publikasi dilakukan paling lambat bulan ke-12

4.5 Pengamatan

Parameter yang akan diamati pada penelitian ini adalah :

1. Pengaruh Mordan

2. Kekuatan zat warna

3. Kecerahan zat warna

4.6 Prosedur Percobaan

4.6.1 Penyiapan Bahan

Bonggol tanaman pisang yang berwarna coklat diambil dari pohon pisang.

Dibersihkan dan selanjutnya bonggol pisang di potong kecil−kecil untuk dikeringkan

dengan cara diletakkan ditempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan terkena

sinar matahari langsung kemudian setelah kering diblender dan diayak.

4.6.2 Proses Ekstraksi Zat Warna Alam

Serbuk kering bonggol tanaman pisang 50 gr diekstraksi dengan cara maserasi

menggunakan empat macam pelarut yaitu air, etanol, aseton, dan n-heksana.

Masing−masing pelarut digunakan sebanyak 500 mL. Ekstrak yang diperoleh disaring,

filtratnya ditampung, dan ampasnya dimaserasi sebanyak dua kali lagi dengan masing-

masing pelarut tersebut. Ekstrak dari masing-masing pelarut yang diperoleh lalu

dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga didapat ekstrak

Page 26: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

17

kental dan ditimbang. Ekstrak kental yang diperoleh kemudian digunakan sebagai

pewarna pada kain, kayu, dan daun lontar

4.6.3 Pengaruh Mordan

Ekstrak dari bonggol tanaman pisang dilakukan perlakuan dengan menambah

mordan dan tanpa menambah mordan. Keduanya diterapkan kepada kain, kayu, dan daun

lontar sebagai pewarna. Selanjutnya dibandingkan hasil sifat pewarnaannya.

4.6.4 Uji Kekuatan dan Kecerahan Warna

Ekstrak bonggol tanaman pisang yang sudah diterapkan pada kain, kayu, dan

daun lontar diuji kekuatan daya tahan pewarnaanya dengan cara dicuci dengan detergen

sambil digosok-gosok lalu tentukan daya tahannya dan tingkat kecerahan warnanya.

Page 27: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Warna Ekstrak Dari Ekstraksi Bonggol Pisang

Sampel serbuk bonggol tanaman pisang yang digunakan sebanyak 50 g dengan

cara maserasi selama 24 jam menggunakan pelarut air. Setelah dievaporasi, di peroleh

ekstrak kering air. Kemudian ekstrak kering air diamati warnanya. Kemudian untuk

masing-masing 50 g serbuk bonggol pisang yang menggunakan 3 macam pelarut yang

berbeda yaitu etanol, aseton, dan n-heksana dimaserasi selama 24 jam. Kemudian

dievaporasi, sama perlakuannya seperti pada ekstrak air.

Pada proses refluks sampel serbuk bonggol pisang sebanyak 50 g ditambahkan

pelarut yang sama seperti pada proses maserasi tetapi bedanya metode refluks

membutuhkan waktu lebih singkat yaitu kurang dari 24 jam.

Pada proses sokletasi dikerjakan seperti halnya metode refluks tetapi

pengekstraknya berjalan secara sirkulasi.

Warna ekstrak bonggol pisang dari masing-masing pelarut setelah dipekatkan

dari ketiga metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Warna Ekstrak Pekat Bonggol Pisang Dari Masing-masing Pengekstrak

Ektrak Pelarut Metode Ekstraksi

Maserasi Refluks Sokletasi

1. Ekstrak pelarut air Coklat tua Coklat tua Coklat tua

2. Ekstrak pelarut etanol Coklat muda Coklat muda Coklat muda

3. Ekstrak pelarut aseton Coklat muda Coklat muda Coklat muda

4. Ekstrak pelarut n-heksana Kuning Kuning Kuning

Data hasil ekstraksi dari ketiga metode yang telah selesai dikerjakan dan

selanjutnya dievaporasi diperoleh warna ekstrak kering pelarut air yang sama antara

metode maserasi, refluks, dn sokletasi yaitu coklat tua.

Untuk ekstrak kering etanol dan aseton diperoleh warna ekstrak yang sama antara

metode maserasi, refluks, dan sokletasi yakni menghasilkan warna coklat muda.

Ekstrak kering n-heksana yang warna ekstraknya sama antara metode maserasi,

refluks, dan sokletasi yaitu warna kuning.

Page 28: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

19

Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Bonggol Pisang dari Masing-masingPelarut

PelarutPengekstak

Metode EkstraksiMaserasi Refluks Sokletasi

BeratEkstrakPekat

Rende-men

BeratEkstrakPekat

Rende-men

BeratEkstrakPekat

Rende-men

Air 2,03 g 8,12% 2,17 g 8,68% 1,20 g 4,80%Etanol 0,60 g 2,40% 0,46 g 1,84% 0,28 g 1,12%Aseton 0,13 g 0,52% 0,36 g 1,44% 0,11 g 0,44%n-heksana 0,29 g 1,16% 0,26 g 1,04% 0,14 g 0,56%

5.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna

Berdasarkan perhitungan rendemen, ternyata ekstrak air yang menghasilkan

rendemen tertinggi, sehingga zat warna dari hasil ekstraksi dengan pengekstraksi air

diaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar.

5.2.1. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain

Aplikasi zat warna tanpa penambahan mordan dilakukan dengan cara merendam

kain yang telah diberi label A sebagai kontrol dan kain berlabel B digunakan untuk uji

ketahanan warna, sedangkan kain yang berlabel C sebagai kontrol dan D digunakan

untuk uji ketahanan warna direndam ke dalam ekstrak zat warna bonggol tanaman pisang

dengan penambahan mordan. Aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanaman

pisang pada kayu tanpa penambahan mordan diberi kode E (kontrol) dan F (untuk uji

ketahanan), serta penambahan mordan diberi kode G (kontrol) dan H (untuk uji

ketahanan). Sedangkan aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanaman pisang

pada daun lontar tanpa penambahan mordan diberi kode I (kontrol) dan kode J (untuk uji

ketahanan) serta penambahan mordan diberi kode K (kontrol) dan kode L (untuk uji

ketahanan).

Warna yang dihasilkan pada kain setelah direndam pada ekstrak zat warna

bonggol tanaman pisang yakni warna kain menjadi berwarna krem, hal ini berarti zat

warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kain. Sedangkan dengan

penambahan mordan, warna kain dari warna putih menjadi warna coklat muda, hal ini

berarti bahwa zat warna dari bonggol tanaman pisang dipengaruhi oleh adanya mordan

sehingga dapat memberikan perubahan warna pada kain yakni warna krem pada tanpa

penambahan mordan menjadi warna coklat muda yang lebih tajam setelah ditambahkan

Page 29: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

20

mordan. Setelah dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kain dengan atau

tanpa mordan diperoleh hasil yaitu pada kain tanpa mordan menjadi lebih pudar

warnanya sedangkan warna yang dihasilkan pada kain dengan mordan memberikan hasil

warna yang tidak pudar. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkan

mordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yakni lebih baik dari pada

tanpa mordan karena fungsi mordan sebenarnya adalah mempertahankan warna dan

menambah kekuatan ikatan antara zat warna dengan serat sehingga menyebabkan zat

warna pada kain tidak mudah luntur (Fitrihana, 2007; Manurung, et al.,2004).

Tabel 5.3. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan Pada Kain Antara

Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan Ditambahkan Mordan

Ulangan Perlakuan

Tanpa Mordan Penambahan Mordan

Kain Katun 1 Krem Coklat Muda / Kuning

Kain Katun 2 Krem Coklat Muda / Kuning

Kain Katun 3 Krem Coklat Muda / Kuning

5.2.2. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu

Penerapan zat warna pada kayu setelah kayu direndam pada ekstrak zat warna

bonggol tanaman pisang menghasilkan warna kayu menjadi coklat, hal ini berarti zat

warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kayu. Sedangkan dengan

penambahan mordan menghasilkan warna kayu menjadi warna coklat tua. Setelah

dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kayu dengan atau tanpa mordan

diperoleh hasil yaitu pada kayu tanpa mordan warnanya menjadi lebih pudar dan

terkelupas, sedangkan warna yang dihasilkan pada kayu dengan mordan memberikan

hasil warna coklat muda dan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna

yang ditambahkan mordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yakni

lebih baik dari pada tanpa mordan karena mordan mampu meningkatkan kekuatan ikatan

antara zat warna alam dengan serat kayu sehingga zat warna menjadi menyebar secara

merata pada permukaan kayu (Bogoriani, 2011).

Page 30: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

21

Tabel 5.4. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan Pada Kayu

Cempaka Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan Ditambahkan

Mordan

Ulangan Perlakuan

Tanpa Mordan Penambahan Mordan

Kayu Cempaka 1 Coklat Coklat Tua

Kayu Cempaka 2 Coklat Coklat Tua

Kayu Cempaka 3 Coklat Coklat Tua

5.2.3. Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar

Daun lontar yang diwarnai dengan zat warna alam hasil ekstraksi dari bonggol

tanaman pisang dikerjakan dengan cara merendam daun lontar pada ekstrak zat warna

bonggol tanaman pisang. Hasil yang diperoleh untuk perlakuan tanpa penambahan

mordan yakni daun lontar terlapisi dengan lapisan berwarna coklat muda, hal ini berarti

zat warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat daun lontar. Sedangkan dengan

penambahan mordan menghasilkan warna daun lontar menjadi warna coklat tua. Setelah

dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing daun lontar dengan atau tanpa

mordan diperoleh hasil yaitu pada perlakuan tanpa mordan warna lapisan zat warna pada

daun lontar menjadi pudar dan terlepas, sedangkan warna yang dihasilkan pada daun

lontar dengan penambahan mordan memberikan hasil warna coklat kekuning-kuningan

dan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkan mordan

berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut dan menambah daya tahan antaraksi

zat warna dengan serat daun lontar (Bogoriani, 2011).

Tabel 5.5. Perbedaan Warna Antara Zat Warna Yang Diaplikasikan Pada Daun Lontar

Antara Perlakuan Tanpa Mordan dan Perlakuan Ditambahkan Mordan

Ulangan Perlakuan

Tanpa Mordan Penambahan Mordan

Daun Lontar 1 Coklat Muda Coklat Tua

Daun Lontar 2 Coklat Muda Coklat Tua

Daun Lontar 3 Coklat Muda Coklat Tua

Page 31: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

22

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Rencana tahap selanjutnya yakni :

1. Melanjutkan penelitian untuk tahap penentuan struktur golongan senyawa pembawa

zat warna dari ekstrak bonggol tanaman pisang

2. Mengidentifikasi golongan senyawa penyusun zat warna pada tanaman bonggol

tanaman pisan

3. Mengelusidasi zat warna alam yang diperoleh dari dari hasil identifasi

4. Menyelesaikan penulisan artikel ilmiah untuk dipublikasikan di Jurnal Ilmiah

Nasional.

Page 32: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

23

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Ekstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang dilakukan menggunakan

metode maserasi, refluks, dan sokletasi dengan empat pelarut ekstraksi (air, etanol,

aseton, dan n-heksana) dan diperoleh hasil rendemen terbaik dengan metode maserasi

dan refluks dengan pengekstraksi air.

Hasil aplikasi ekstrak zat warna alam hasil ektraksi dari bongkol tanaman pisang

pada kain, kayu, dan daun lontar menunjukkan bahwa penambahan mordan memberikan

warna yang lebih merata, tajam, dan warnanya lebih kuat menempel pada kain, kayu,

maupun daun lontar.

7.2. Saran

Penelitian ini perlu dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui struktur dari

senyawa penimbul warna yang terdapat pada zat warna alam dari bongkol tanaman

pisang.

Page 33: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

24

DAFTAR PUSTAKA

Annapurna, S., 2008, Pisang, Pohon Buah Kehidupan, http://pbm−id.com/article.php?m=show&nid=20080805174025, 11 November 2008

Astawan, M., 2008, Pisang Sebagai Buah Kehidupan, http://lovemelz.wordpress.com/2008/10/page/3, 15 Oktober 2008

Astiti Asih, I. A. R. dan Adi Setiawan, I M., 2008, Senyawa Golongan Flavonoid PadaEkstrak n-Butanol Kulit Batang Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers), JurnalKimia, 2 (2) : 111-116

Bogoriani, N. W., 2011, Studi Pemanfaatan Campuran zat Warna Alam dan Asam sitratSebagai Mordan Terhadap Kayu Jenis Akasia dengan Metode SimultanMordaning, Jurnal kimia, 5 (1) : 51-56

Fessenden, r. J. and Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Jilid 2, a.b. Pudjatmaka, H.,Gramedia, Jakarta

Fitrihana, N., 2007, Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar KitaUntuk Pencelupan Bahan Tekstil, http://www.batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/Teknik−Eksplorasi−Zat−Pewarna−Alam−Dari−Tanaman−Di−Sekitar−Kita−Untuk−Pencelupan−Bahan−Tekstil, 2 November 2008

Hagermae, A. E., 2002, Tannin chemistry, http://www.users.muohio.edu/hagermae/tannin.pdf, 11 November 2008

Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan, a.b. Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan Kedua,Penerbit ITB, Bandung

Hidayat, N., 2007, Pengembangan Produk dan Teknologi Proses, http://www.wordpress.com, 11 November 2008

Kristianti, A. N., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlnggan University Press, Surabaya

Mariance Thomas, Manuntun Manurung, dan I. A. R. astiti Asih, 2013, Pemanfaatan ZatWarna Alam Dari Ekstrak Kulit Akar Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) PadaKain Katun, Jurnal Kimia, 7 (2) : 119-126

Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, a.b. Kosasih Padmawinata,Penerit ITB, Bandung

Pararaja, A., 2008, Mengenal Kimia Zat Warna (Colorant), http://smk3ae.wordpress.com/2008/08/12/mengenal-kimia-zat-warna-colorant/, 11 November2008

Page 34: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

25

Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB, Bandung

Sastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta

Silverstein, R. M., Clayton Bassler, G., and Terence C. Morrill, 1991, SpecrometricIdentification of Organic Compounds, John Wiley & Sons, Inc, New York

Suarsa, I W., Suarya, P., dan Ika Kurniawati, 2011, Optimasi Jenis Pelarut DalamEkstraksi Zat Warna Alami Dari Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cvkepok) dan Batang Pisang Susu (Musa paradiasiaca L. Cv susu), Jurnal Kimia, 5(1) : 72-80

Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Penerbit Bina Aksara, Jakarta

Sumanta, W., 2007, Bonggol Pisang Penyubur Padi, http://www.biovermint.com/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=2, 11 November 2008

Suntoro, H. S., 1983, Metode pewarnaan (Histologi dan Histokimia), Bhratara KaryaAksara, Jakarta

Page 35: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

26

LAMPIRAN

Lampiran 1. Ekstrak Zat Warna Hasil Ekstraksi

Page 36: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

27

Page 37: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

28

Page 38: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

29

Page 39: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

30

Lampiran 2. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kain

Page 40: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

31

Lampiran 3. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Kayu

Page 41: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

32

Lampiran 4. Hasil Aplikasi Ekstrak Zat Warna Pada Daun Lontar

Page 42: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

33

Lampiran 5. Biodata Peneliti

1. Ketua Peneliti

01. Nama : Anak Agung Bawa Putra, S.Si., M.Si.

02. NIP : 196806021996011001

03. Instansi : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana

04. Tempat/tanggal lahir : Gianyar/2 Juni 1968

05. Agama/Jenis Kelamin : Hindu/Laki

06. Pangkat/Golongan : Pembina/IV/a

07. Jabatan: Struktural

Akademik

: -

: Lektor Kepala

08. Alamat kantor dan

No. Tel/Faks/e-mail

: Kampus UNUD Bukit Jimbaran Badung Bali.

(0361)701954 ext 255.

09. Alamat rumah : Br. Samu, Singapadu Kaler, Sukawati, Gianyar, Bali

10 Pendidikan yang pernah diikuti :

Jenjang Bidang Perg. Tinggi TahunMasuk/lulus

S1 Kimia Universitas Udayana,Denpasar

1988/1994

S2 Ilmu Kimia Universitas Padjadjaran,Bandung

1998/2001

11. Daftar karya ilmiah yang ditulis dalam tiga tahun terakhir:

No. Judul tulisan Tahun Diterbitkan sebagai:*)

01 PERBANDINGAN MASSA OPTIMUMCAMPURAN PEWARNA ALAMI PADAKAYU JENIS AKASIA (Acacialeucopholea)

2009 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 3,Nomor 1, Januari 2009ISSN 1907-9850

02 PENYEPUHAN TEMBAGA DENGANPERAK DALAM ELEKTROLIT KCNDAN HASIL PENAMPAKANNYA

2008 Artikel pada JURNALELSIKOM, Volume 4,Nomor 2, Agustus 2008ISSN 1829-961X

Page 43: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

34

03 SINTESIS DAN UJI AKTIVITASANTIINFLAMASI SENYAWA N,N-dimetil-N(2,3-xilil)antranilamida PADAMENCIT JANTAN

2008 PROCEEDINGSNHKI 2008, ISBN978-979-8286-83-4

04 STUDI ADSORPSI-DESORPSI LOGAMTIMBAL DALAM LARUTAN DENGANCANGKANG TELUR AYAM

2008 Artikel pada SIGMAJURNAL SAINS DANTEKNOLOGI, Volume11, Nomor 2, Juli 2008ISSN 1410-5888

05 KAJIAN KAPASITAS DANEFEKTIVITAS RESIN PENUKARANION UNTUK MENGIKAT KLORDAN APLIKASINYA PADA AIR

2008 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 2,Nomor 2, Juli 2008

ISSN 1907-9850.06 EFEKTIVITAS DAN KAPASITAS RESIN

PENUKAR ANION DENGAN SISTEMBATCH DALAM MENGIKAT NITRATDAN APLIKASINYA PADA AIR DARISUMBER MATA AIR DI DESA SEDANG

2007 Artikel padaECOTROPHIC, Volume2, Nomor 2, November2007ISSN 1907-5626

07 PENENTUAN pH OPTIMUM ISOLASIKARAGINAN DARI RUMPUT LAUTJENIS Eucheuma Cottonii

2007 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 1,Nomor 1, Januari 2007ISSN 1907-9850

08 KAJIAN KAPASITAS DANEFEKTIVITAS RESIN PENUKARANION UNTUK MENGIKAT KLORDAN APLIKASINYA PADA AIR

2008 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 2,Nomor 2, Juli 2008ISSN 1907-9850

09 STUDI ADSORPSI-DESEORPSILOGAM TIMBAL DALAMLARUTAN DENGAN CANGKANGTELUR AYAM

2008 Artikel pada SIGMAJURNAL SAINS DANTEKNOLOGI, Volume11, Nomor 2, Juli 2008ISSN 1410-5888

10 PENYEPUHAN TEMBAGA DENGANPERAK DALAM ELEKTROLIT KCNDAN HASIL PENAMPAKANNYA

2008 Artikel pada JURNALELSIKOM, Volume 4,Nomor 2, Agustus2008ISSN 1829-961X

11 PERBANDINGAN MASSAOPTIMUM CAMPURAN PEWARNAALAMI PADA KAYU JENIS AKASIA(Acacia leucopholea)”

2009 JURNAL KIMIA,Volume 3, Nomor 1,Januari 2009ISSN 1907-9850

Page 44: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

35

Page 45: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

36

2. Anggota Peneliti I

01. Nama : Ni Putu Diantariani, S.Si., M.Si.

02. NIP : 197006181997022001

03. Instansi : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana

04. Tempat/tanggal lahir : Baluk, 18 Juni 1970

05. Agama/Jenis Kelamin : Hindu/Perempuan

06. Pangkat/Golongan : Penata Tk. I/III/d

07. Jabatan: Struktural

Akademik

: -

: Lektor

08. Alamat kantor dan

No. Tel/Faks/e-mail

: Kampus UNUD Bukit Jimbaran Badung Bali.

(0361)701954 ext 255.

09. Alamat rumah : Jalan Tegalsari gang Seroja no 4 Biaungasri Kesiman

Kertalangu Denpasar

10 Pendidikan yang pernah diikuti :

Jenjang Bidang Perg. Tinggi TahunMasuk/lulus

S1 Kimia Universitas Udayana,Denpasar

1989/1995

S2 Ilmu Kimia Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta

1999/2001

11. Daftar karya ilmiah yang ditulis dalam tiga tahun terakhir:

No. Judul tulisan Tahun Diterbitkan sebagai:*)

01 Proses Biosorpsi dan Desorpsi Ion Cr(VI) pada Biosorben Rumput LautEucheuma spinosum.

2008 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 2,Nomor 1, Januari 2008ISSN 1907-9850

02 Biosorption of Cr (III) Ion on AlgaeEuchema spinosum Biomassa

2008 Indonesian Journal ofChemistry, vol. 8, no. 1,March 2008,Accredited by DIKTINo. :108/DIKTI/Kep/2007

Page 46: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

37

03 Peningkatan Potensi Batu PadasLadgestone sebagai Adsorben IonLogam Berat Cr(III) dalam Air MelaluiAktivasi Asam dan Basa

2010 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 4,Nomor 1, Januari 2010ISSN 1907-9850

04 Fotodegradrasi Metilen Biru denganSinar Uv dan Katalis Al2O3

2011 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 5,Nomor 1, Januari 2011ISSN 1907-9850

05 Modifikasi silika Gel dari Abu SekamPadi dengan Ligan Difenilkarbazon

2013 Artikel pada JURNALKIMIA, Volume 7,Nomor 1, Januari 2013ISSN 1907-9850

Page 47: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

38

3. Anggota Peneliti II

01. Nama : Dra. Ni Wayan Bogoriani, M.Si.

02. NIP : 196612311993032006

03. Instansi : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana

04. Tempat/tanggal lahir : Gianyar/31 Desember 1966

05. Agama/Jenis Kelamin : Hindu/Perempuan

06. Pangkat/Golongan : Pembina, IV/a

07. Jabatan: Struktural

Akademik

: -

: Lektor Kepala

08. Alamat kantor dan

No. Tel/Faks/e-mail

: Kampus UNUD Bukit Jimbaran Badung Bali.

(0361)701954 ext 255.

09. Alamat rumah : Desa Sanding, Tampaksiring, Gianyar, Bali

10 Pendidikan yang pernah diikuti :

Jenjang Bidang Perg. Tinggi TahunMasuk/lulus

S1 Kimia Universitas Airlangga,Surabaya

1986/1991

S2 Ilmu Kimia Universitas Padjadjaran,Bandung

1998/2001

11. Daftar karya ilmiah yang ditulis dalam tiga tahun terakhir:

No. Judul tulisan TahunDiterbitkansebagai:*)

01 Isolasi dan Identifikasi SenyawaSaponin dari Daun Andong (Cordylineterminalis

2001 Artikel pada ChemicalReviews, Volume 4.,Nomor 2., August 2001(ISSN. 1410-8321)

02 Isolasi Senyawa Sitotoksik dari DaunAndong (Cordyline terminalis Kunth

2007 Artikel pada JurnalKimia, Vol. 1, No.1,Januari 2007 (ISSN.1907-9850)

03 Isolasi dan Identifikasi GlikosidaSteroid dari Daun Andong (Cordylineterminalis Kunth)

2008 Artikel pada JurnalKimia, Vol. 2, No.1,Januari 2008 (ISSN.1907-9850)

Page 48: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

39

04Perbandingan Massa OptimumCampuran Pewarna Alami Pada KayuJenis Akasia (Acacia leucopholea)

2009

Artikel pada JurnalKimia, Vol. 3, No.1,Januari 2009 (ISSN.1907-9850)

05

Ektraksi Zat Warna Alami CampuranBiji Pinang, Daun Sirih, Gambir, danPengaruh Penambahan KMnO4

Terhadap Pewarnaan Kayu Jenis Albasia

2010

Artikel pada JurnalKimia, Vol. 4, No.2,Januari 2010 (ISSN.1907-9850)

Denpasar, 11 Desember 2013

Page 49: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

40

Lampiran 6. Publikasi

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DARI BONGGOLTANAMAN PISANG (Musa paradiasciaca L.) DAN APLIKASINYA

PADA KAIN, KAYU, DAN DAUN LONTAR

A. A. Bawa Putra*, N. P. Diantariani, dan N. W. Bogoriani

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran*email : [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai ekstraksi zat warna alam dari bonggoltanaman pisang (Musa paradiasiaca L.). Ekstraksi zat warna alam dalam penelitian inidilakukan dengan tiga metode yaitu maserasi, refluks, dan sokletasi denganmenggunakan empat macam pelarut pengekstrak yaitu air, etanol, aseton, dan n-heksana.Warna ekstrak yang dihasilkan dengan pengekstrak air berwarna coklat tua, denganpengekstrak etanol dan aseton berwarna coklat muda, sedangkan dengan pengekstraksin-heksana berwarna kuning, dan hasil rendemen dengan metode maserasi yakni: air(8,12%); etanol (2,40%); aseton (0,52%); dan n-heksana (1,16%). Rendemen denganmetode refluks yaitu: air (8,68%); etanol (1,84%); aseton (1,44%); dan n-heksana(1,04%). Rendemen dengan metode sokletasi yaitu: air (4,80%); etanol (1,12%); aseton(0,44%); dan n-heksana (0,56%). Ekstrak kental yang diperoleh selanjutnyadiaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar. Penerapan zat warna alam tanpapenambahan mordan memberikan hasil warna krem dan kurang cerah, sedangkanpenambahan mordan memberikan hasil warna kuning cerah.

Kata kunci: bonggol pisang, ekstraksi, zat warna alam, rendemen, mordan

ABSTRACT

Research on natural dyes extracted from banana (Musa paradiasiaca L.) weevilhas been conducted. Extraction of natural dyes in this study was carried out by threedifferent methods namely maceration, reflux, and soxhlet and by using four types ofsolvent including water, ethanol, acetone, and n-hexane. Color of water extract was darkbrown, ethanol and acetone extracts exhibited light brown color, and the color of n-hexane extract was yellow. Each extract obtained by the three methods with four types ofsolvent used was concentrated and each yield obtained was determined. The yield ofdyes extracted by maceration method using water was 8.12%, ethanol 2.40%, acetone0.52%, and n-hexane 1.16% respectively while the yield of dyes using the reflux methodwas 8.68%, 1.84%, 1.44%, and 1.04% respectively and the yield using the soxhletmethod was 4.80%, 1.12%, 0.44%, 0.56% respectively. Each viscous dyes extract

Page 50: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

41

obtained was then applied to cloth, wood, and lontar leaf . The application of naturaldyes without the addition of mordant gave a less bright beige color, while with theaddition of mordant produced a bright yellow color.

Keywords: banana weevil, extraction, natural dyes, yield, mordant

PENDAHULUAN

Zat warna sintetis semakin banyak dimanfaatkan untuk mewarnai produk-produkkerajinan rumah tangga, karena keunggulan zat warna sintetis yakni lebih mudahdiperoleh, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam-macam, dan lebih praktisdalam penggunaannya (Bogoriani, 2011).

Penggunaan zat warna alam yang merupakan kekayaan budaya warisan nenekmoyang masih tetap dijaga keberadaannya khususnya pada proses pewarnaan makanan,pembatikan, dan perancangan busana. Kain batik yang menggunakan zat warna alammemiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni dan warnakhas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif (Fitrihana, 2007).

Pewarna dari bahan alam untuk bahan tekstil diperoleh dari hasil ekstraksiberbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji, ataupun bunga. Beberapadiantaranya adalah: daun pohon nila (indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriopscandolleana arn), kayu tegeran (Cudraina javanensis), kunyit (Curncuma), teh (Tea),akar mengkudu (Morinda citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum),kesumba (Bixa orelana), daun jambu biji (Psidium guajava) (Robinson, 1991; Mariance,et al, 2013).

Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yangberasal dari serat alam contohnya sutera, wol, dan kapas (katun). Bahan-bahan dari seratsintesis seperti polyester, nilon, dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarikterhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulut terwarnai dengan zat warnaalam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zatwarna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas (Fitrihana, 2007).

Beberapa contoh zat pewarna alam yang biasa digunakan untuk mewarnaimakanan yakni karoten yang diperoleh dari wortel dan papaya menghasilkan warnajingga sampai merah, biksin yang diperoleh dari biji pohon Bixa orellana, memberikanwarna kuning, klorofil diperoleh dari daun suji, pandan, dan katuk yang menghasilkanwarna hijau, antosianin yang menghasilkan warna merah, oranye, ungu, dan biru yangterdapat pada bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan,pelargonium, aster cina, dan buah apel, kurkumin diperoleh dari kunyit yangmemberikan warna kuning (Hidayat, 2007).

Kendala pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam adalah ketersediaanvariasi warnanya sangat terbatas dan bahannya yang tidak siap pakai sehingga diperlukanproses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna. Dibalik kekurangannyatersebut, zar warna alam memiliki potensi pasar yang tinggi sebagai komoditas unggulanproduk Indonesia memasuki pasar global dengan daya tarik pada karakteristik yang unik,etnik, dan eksklusif (Fitrihana, 2007).

Eksplorasi kekayaan Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai zat warna alamyakni pisang (Suarsa, et al., 2011). Bonggol tanaman pisang, yakni bagian terbawahberwarna coklat dari batang semu yang berada di dalam tanah dan mengandung banyakcairan (Astawan, 2008). Air inilah yang diminum oleh orang Palue (Annapurna, 2008),serta Bonggol tanaman pisang dimanfaatkan untuk menetralkan tanah yang tingkat

Page 51: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

42

keasamannya tinggi karena bonggol pisang mengandung unsur kalsium sebanyak 49%(Sumanta, 2007).

Pengambilan pigmen zat warna alam dilakukan melalui proses ekstraksi danekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur, dan kandungan airbahan tumbuhan yang akan diekstraksi, serta pengambilan pigmen-pigmen penimbulwarna yang berada di dalam tumbuhan dikerjakan untuk menghasilkan larutan zat warnaalam dan diteruskan sampai diperoleh ekstrak kentalnya (Harbone, 1996)..

Ekstraksi zat warna alam dapat dilakukan dengan metode maserasi, refluks, atausokletasi dengan menggunakan pelarut pengekstrak dengan tingkat kepolaran tertentu.Metode maserasi merupakan metode ekstraksi pada kondisi dingin dan diskontinyu.Sedangkan metode refluks dan sokletasi dikerjakan pada kondisi pelarut pengekstrakyang suhunya di atas suhu kamar, hanya bedanya pada refluks dikerjakan secaradiskontinyu sedangkan sokletasi dikerjakan secara kontinyu (Kristanti, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan ekstraksi zat warnaalam bonggol tanaman pisang dengan metode maserasi, refluks, dan sokletasi,selanjutnya diaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar yang selanjutnya diujikecerahan dan daya tahannya.

MATERI DAN METODEBahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bonggol tanaman pisang(spesies Pisang Ketip) yang diambil dari daerah Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar,Bali pada bulan Pebruari 2014, kain, kayu, dan daun lontar. Bahan kimia yang digunakanpada penelitian ini adalah air, etanol, aseton, n-heksana, HCl pekat, H2SO4 pekat, serbukmagnesium, FeCl3, dan Mordan (KMnO4).Peralatan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: tabung reaksi, pemanas (hotplate), gelas ukur, pipet tetes, seperangkat alat ekstraksi (maserasi, refluks, dansokletasi), belender, kertas saring, neraca analitik, dan rotary vaccum evaporator.

Cara KerjaPreparasi Penyiapan Bahan

Bonggol tanaman pisang dipotong kecil-kecil untuk dikeringkan dengan caradiletakkan ditempat terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan terkena sinar mataharilangsung kemudian setelah kering diblender dan diayak.

Proses Ekstraksi Zat Warna AlamSerbuk kering bonggol tanaman pisang sebanyak 50 g diekstraksi dengan cara

maserasi, refluks, dan sokletasi menggunakan empat macam pelarut yaitu air, etanol,aseton, dan n-heksana.

Masing-masing pelarut digunakan sebanyak 250 mL. Ekstrak yang diperolehdisaring, filtratnya ditampung, dan ampasnya dibuang. Filtrat yang diperoleh laludipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrakkental selanjutnya ditimbang.

Dengan cara yang sama dikerjakan untuk metode refluks dan metode sokletasidengan masing-masing pelarut air, etanol, aseton, dan n-heksana.

Page 52: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

43

Aplikasi Zat Warna Bonggol PisangAplikasi zat warna tanpa menggunakan mordan

Sebanyak 50 g serbuk bonggol tanaman pisang dilarutkan dengan air sebanyak500 mL, selanjutnya dipanaskan sampai pelarutnya menjadi setengahnya lalu disaring.Kemudian kain katun yang telah diberi label A dan B direndam ke dalam filtrat zatwarna selama 24 jam. Setelah 24 jam kain dijemur, perubahan warna yang dihasilkandiamati, kain yang berlabel A digunakan sebagai kontrol dan kain berlabel B kemudiandiuji ketahanan warnanya dengan mencuci kain tersebut ke dalam air detergen.

Dengan cara yang sama, zat warna juga diaplikasikan pada kayu dan daun lontar.

Aplikasi zat warna dengan menggunakan mordanSebanyak 50 g serbuk bonggol tanaman pisang dilarutkan dengan air sebanyak

500 mL, selanjutnya dipanaskan sampai pelarutnya menjadi setengahnya lalu disaringkemudian ke dalam filtratnya ditambahkan mordan dan dipanaskan lagi hinggamendidih, setelah itu kain katun yang telah diberi label C dan D direndam ke dalamekstrak zat warna selama 24 jam. Setelah 24 jam kain dijemur, perubahan warna yangdihasilkan diamati, kain yang berlabel C digunakan sebagai kontrol dan kain yangberlabel D diuji ketahanan warnanya dengan mencuci kain tersebut ke dalam airdetergen.

Dengan cara yang sama, zat warna juga diaplikasikan pada kayu dan daun lontar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Warna Ekstrak Bonggol PisangHasil ekstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang yang dikerjakan

dengan metode maserasi dan pengekstraksi air selanjutnya dievaporasi sampai diperolehekstrak kental, kemudian ekstrak tersebut dihitung rendemennya. Dengan cara yangsama, dikerjakan menggunakan pelarut yang berbeda yaitu etanol, aseton, dan n-heksana.Pada metode refluks, sampel serbuk bonggol pisang ditambahkan pelarut yang samaseperti pada proses maserasi tetapi bedanya metode refluks dikerjakan pada suhu di atassuhu kamar dan membutuhkan waktu lebih singkat yaitu kurang dari 24 jam. Sedangkanmetode sokletasi, sampel serbuk bonggol pisang dikerjakan seperti pada metode reflukstetapi pada metode sokletasi membutuhkan waktu lebih singkat dan pelarut bekerjasecara sirkulasi (Bawa Putra, et al., 2014).

Ekstrak dari ketiga metode dengan pelarut air menghasilkan zat warna yangwarnanya sama antara ketiga metode tersebut yaitu coklat tua, untuk ekstrak kentaletanol dan aseton juga diperoleh warna ekstrak yang sama antara ketiga metode yaknimenghasilkan warna coklat muda, sedangkan ekstrak kental dari pengekstrak n-heksanajuga menghasilkan warna ekstrak sama untuk ketiga metode yaitu warna kuning.

Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa ketiga metode ekstraksimenghasilkan golongan pembawa zat warna yang mirip dan proses pemanasan larutanpengekstraksi tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil antara tanpa pemanasandengan perlakuan pemanasan pelarut pengekstraksinya. Ini menunjukkan peningkatansuhu pelarut pengekstraksi tidak merusak kandungan zat warna yang terdapat padabongkol tanaman pisang (Hagermae, 2002; Silverstein, et al., 1991).

Pelarut yang digunakan sebagai pengekstraksi berpengaruh terhadap kandunganzat warna pada bongkol pisang yang terekstraksi. Hal ini ditunjukkan dari perbedaanwarna ekstrak hasil ekstraksi yaitu ekstrak berwarna coklat tua dihasilkan dari ekstraksi

Page 53: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

44

pelarut air, tetapi pelarut etanol dan aseton menghasilkan ekstrak yang warnanya samayaitu coklat muda, sedangkan pelarut n-heksana menghasilkan warna ekstrak kuning. Inimenunjukkan bahwa tingkat kepolaran pelarut pengekstraksi berpengaruh terhadap jenispigmen zat warna yang terekstraksi (Kristianti, 2008).

Rendemen ekstrak bonggol pisangSetelah diperoleh ekstrak kental dari hasil ekstraksi dari masing-masing metode

ekstraksi dan variasi pelarut, selanjutnya dihitung rendemennya. Hasil perhitunganrendemen ekstrak pekat dari masing-masing metode dan variasi pelarut yakni untukmetode mserasi diperoleh data dengan pelarut air (8,12%), etanol (2,40%), aseton(0,52%), n-heksana (1,16%), untuk metode refluks diperoleh data dengan pelarut air(8,68%), etanol (1,84%), aseton (1,44%), n-heksana (1,04%), dan untuk metode sokletasidiperoleh data dengan pelarut air (4,80%), etanol (1,12%), aseton (0,44%), n-heksana(0,56%).

Data dari hasil perhitungan rendemen antara ketiga metode menunjukkan bahwametode maserasi, refluks, maupun sokletasi cukup baik untuk mengekstraksi zat warnawalaupun masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangannya, karenakelarutan zat padat dalam zat cair (daya larut) dipengaruhi oleh jenis pelarut, jenis zatterlarut, suhu, dan tekanan (Sukardjo, 1989).

Kekurangan untuk metode maserasi adalah membutuhkan waktu yang lebih lamadari pada refluks dan sokletasi, serta ekstrak air yang dihasilkan pada metode maserasiakan cepat rusak dan berbau tidak sedap (Kristianti, 2008).

Ketiga metode ekstraksi pada ekstraksi zat warna dari bonggol tanaman pisangini menunjukkan hasil rendemen yang paling tinggi pada ekstrak pelarut air, sehingga aircocok digunakan sebagai pelarut pengekstraksi. Ini menunjukkan bahwa pigmen zatwarna yang terkandung pada bonggol tanaman pisang terekstraksi dengan baik dalam air(Bawa Putra, et al., 2014).

Rata-rata hasil ekstraksi menunjukkan bahwa pengaruh pemanasan tidakmenunjukkan perubahan yang linier. Hal ini berarti ada penyimpangan dengan teori yangmenyatakan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi maka penetrasi pelarut makin mudahmasuk ke dalam bahan sehingga ekstraksi dari sampel yang terekstraksi semakin banyak.Pengekstraksi air dengan metode refluks menghasilkan hasil rendemen tertinggisedangkan pada metode sokletasi menghasilkan nilai rendemen terendah, hal inimenunjukkan bahwa pemanasan berpengaruh tetapi waktu kontak antara pelarutpengekstraksi dengan sampel juga menentukan karena pada metode refluks waktu kontakantara pelarut pengekstraksi dengan sampel lebih lama jika dibandingkan dengan waktukontak antara pelarut pengekstraksi dengan sampel pada metode sokletasi, dimana padametode sokletasi sistem sirkulasi pelarut yang kontinyu menyebabkan waktu kontak danjumlah volume pelarut yang kontak dengan sampel berubah-ubah (Hagermae, 2002).

Kelebihan untuk metode refluks dan sokletasi yaitu waktu yang dibutuhkan lebihsingkat daripada maserasi dan lebih efisien. Untuk dua pelarut yaitu pelarut air danaseton lebih cocok ekstraksinya menggunakan metode refluks dibandingkan metodemaserasi dan sokletasi karena pada metode refluks ekstrak pelarut air dan asetonrendemennya lebih tinggi dibandingkan dengan metode maserasi dan sokletasi. Hal inimenunjukkan bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi maka penetrasi pelarut ke dalambahan semakin mudah sehingga sampel yang terekstraksi semakin banyak (Hagermae,2002).

Page 54: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

45

Aplikasi zat warna bonggol pisang pada kain, kayu, dan daun lontarBerdasarkan perhitungan rendemen, ternyata ekstrak air yang menghasilkan

rendemen tertinggi, sehingga zat warna dari hasil ekstraksi dengan pengekstraksi airdiaplikasikan pada kain, kayu, dan daun lontar.

Aplikasi zat warna tanpa penambahan mordan dilakukan dengan cara merendamkain yang telah diberi label A sebagai kontrol dan kain berlabel B digunakan untuk ujiketahanan warna, sedangkan kain yang berlabel C sebagai kontrol dan D digunakanuntuk uji ketahanan warna direndam ke dalam ekstrak zat warna bonggol tanaman pisangdengan penambahan mordan. Aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanamanpisang pada kayu tanpa penambahan mordan diberi kode E (kontrol) dan F (untuk ujiketahanan), serta penambahan mordan diberi kode G (kontrol) dan H (untuk ujiketahanan). Sedangkan aplikasi zat warna dari hasil ekstraksi bonggol tanaman pisangpada daun lontar tanpa penambahan mordan diberi kode I (kontrol) dan kode J (untuk ujiketahanan) serta penambahan mordan diberi kode K (kontrol) dan kode L (untuk ujiketahanan).

Warna yang dihasilkan pada kain setelah direndam pada ekstrak zat warnabonggol tanaman pisang yakni warna kain menjadi berwarna krem, hal ini berarti zatwarna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kain. Sedangkan denganpenambahan mordan, warna kain dari warna putih menjadi warna coklat muda, hal iniberarti bahwa zat warna dari bonggol tanaman pisang dipengaruhi oleh adanya mordansehingga dapat memberikan perubahan warna pada kain yakni warna krem pada tanpapenambahan mordan menjadi warna coklat muda yang lebih tajam setelah ditambahkanmordan. Setelah dilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kain dengan atautanpa mordan diperoleh hasil yaitu pada kain tanpa mordan menjadi lebih pudarwarnanya sedangkan warna yang dihasilkan pada kain dengan mordan memberikan hasilwarna yang tidak pudar. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkanmordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yakni lebih baik dari padatanpa mordan karena fungsi mordan sebenarnya adalah mempertahankan warna danmenambah kekuatan ikatan antara zat warna dengan serat sehingga menyebabkan zatwarna pada kain tidak mudah luntur (Fitrihana, 2007; Manurung, et al.,2004).

Penerapan zat warna pada kayu setelah kayu direndam pada ekstrak zat warnabonggol tanaman pisang menghasilkan warna kayu menjadi coklat, hal ini berarti zatwarna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat kayu. Sedangkan denganpenambahan mordan menghasilkan warna kayu menjadi warna coklat tua. Setelahdilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing kayu dengan atau tanpa mordandiperoleh hasil yaitu pada kayu tanpa mordan warnanya menjadi lebih pudar danterkelupas, sedangkan warna yang dihasilkan pada kayu dengan mordan memberikanhasil warna coklat muda dan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warnayang ditambahkan mordan berpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut yaknilebih baik dari pada tanpa mordan karena mordan mampu meningkatkan kekuatan ikatanantara zat warna alam dengan serat kayu sehingga zat warna menjadi menyebar secaramerata pada permukaan kayu (Bogoriani, 2011).

Daun lontar yang diwarnai dengan zat warna alam hasil ekstraksi dari bonggoltanaman pisang dikerjakan dengan cara merendam daun lontar pada ekstrak zat warnabonggol tanaman pisang. Hasil yang diperoleh untuk perlakuan tanpa penambahanmordan yakni daun lontar terlapisi dengan lapisan berwarna coklat muda, hal ini berartizat warna bonggol tanaman pisang dapat mewarnai serat daun lontar. Sedangkan denganpenambahan mordan menghasilkan warna daun lontar menjadi warna coklat tua. Setelahdilakuakan uji ketahanan warna pada masing-masing daun lontar dengan atau tanpamordan diperoleh hasil yaitu pada perlakuan tanpa mordan warna lapisan zat warna pada

Page 55: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

46

daun lontar menjadi pudar dan terlepas, sedangkan warna yang dihasilkan pada daunlontar dengan penambahan mordan memberikan hasil warna coklat kekuning-kuningandan warnanya merata. Hal ini menunjukkan bahwa zat warna yang ditambahkan mordanberpengaruh terhadap ketahanan zat warna tersebut dan menambah daya tahan antaraksizat warna dengan serat daun lontar (Bogoriani, 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanEkstraksi zat warna alam dari bonggol tanaman pisang dilakukan menggunakan

metode maserasi, refluks, dan sokletasi dengan empat pelarut ekstraksi (air, etanol,aseton, dan n-heksana) dan diperoleh hasil rendemen terbaik dengan metode maserasidan refluks dengan pengekstraksi air.

Hasil aplikasi ekstrak zat warna alam hasil ektraksi dari bongkol tanaman pisangpada kain, kayu, dan daun lontar menunjukkan bahwa penambahan mordan memberikanwarna yang lebih merata, tajam, dan warnanya lebih kuat menempel pada kain, kayu,maupun daun lontar.

SaranPenelitian ini perlu dilakukan lebih lanjut untuk mengetahui struktur dari

senyawa penimbul warna yang terdapat pada zat warna alam dari bongkol tanamanpisang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan TinggiKementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Ketua LembagaPenelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana yang telahmemberikan dana penelitian BOPTN scheme Unggulan Perguruan Tinggi tahunanggaran 2014 yang merupakan penelitian lanjutan tahap kedua.

DAFTAR PUSTAKA

Annapurna, S., 2008, Pisang, Pohon Buah Kehidupan,http://pbm−id.com/article.php?m=show&nid= 20080805174025, 11 November2008

Astawan, M., 2008, Pisang Sebagai Buah Kehidupan, http://lovemelz.wordpress.com/2008/10/page/3, 15 Oktober 2008

Astiti Asih, I. A. R. dan Adi Setiawan, I M., 2008, Senyawa Golongan Flavonoid PadaEkstrak n-Butanol Kulit Batang Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers), JurnalKimia, 2 (2) : 111-116

Bawa Putra, A. A., Bogoriani, N. W., Diantariani, N. P., dan Utari Sumadewi, N. L.,2014, Ekstraksi Zat Warna Alam dari Bonggol Tanaman Pisang (Musaparadiasciacaa L.) Dengan Metode Maserasi, Refluks, dan Sokletasi, JurnalKimia, 8 (1) : 113-119

Bogoriani, N. W., 2011, Studi Pemanfaatan Campuran zat Warna Alam dan Asam sitratSebagai Mordan Terhadap Kayu Jenis Akasia dengan Metode SimultanMordaning, Jurnal kimia, 5 (1) : 51-56

Page 56: LAPORAN AKHIR HIBAH PENELITIAN UNGGULAN …

47

Fitrihana, N., 2007, Teknik Eksplorasi Zat Pewarna Alam Dari Tanaman Di Sekitar KitaUntuk Pencelupan Bahan Tekstil,http://www.batikyogya.wordpress.com/2007/08/02/Teknik−Eksplorasi−Zat−Pewarna−Alam−Dari−Tanaman−Di−Sekitar−Kita−Untuk−Pencelupan−Bahan−Tekstil, 2 November 2008

Hagermae, A. E., 2002, Tannin chemistry,http://www.users.muohio.edu/hagermae/tannin.pdf, 11 November 2008

Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan, a.b. Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan Kedua,Penerbit ITB, Bandung

Hidayat, N., 2007, Pengembangan Produk dan Teknologi Proses,http://www.halalguide.info/ content/view/778/, 11 November 2008

Kristianti, A. N., 2008, Buku Ajar Fitokimia, Airlnggan University Press, SurabayaMariance Thomas, Manuntun Manurung, dan I. A. R. Astiti Asih, 2013, Pemanfaatan Zat

Warna Alam Dari Ekstrak Kulit Akar Mengkudu (Morinda citrifolia Linn) PadaKain Katun, Jurnal Kimia, 7 (2) : 119-126

Markham, K. R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid, a.b. Kosasih Padmawinata,Penerit ITB, Bandung

Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Penerbit ITB, BandungSastrohamidjojo, H., 1991, Spektroskopi, Liberty, YogyakartaSilverstein, R. M., Clayton Bassler, G., and Terence C. Morrill, 1991, Specrometric

Identification of Organic Compounds, John Wiley & Sons, Inc, New YorkSuarsa, I W., Suarya, P., dan Ika Kurniawati, 2011, Optimasi Jenis Pelarut Dalam

Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Batang Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. Cvkepok) dan Batang Pisang Susu (Musa paradiasiaca L. Cv susu), Jurnal Kimia, 5(1) : 72-80

Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Penerbit Bina Aksara, JakartaSumanta, W., 2007, Bonggol Pisang Penyubur Padi, http://www.biovermint.com/index.

php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=2, 11 November 2008