61
i LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi Hidrogeologi Daerah Rumpin dan Sekitarnya Kabupaten Bogor Ketua Tim Peneliti : Dr. Suherman Dwi Nuryana, ST, MT (2959-USAKTI) Anggota Tim Peneliti : Dr. Ir. Adurrachman Asseggaf, MT (1091/USAKTI) Mohammad Apriniyadi, S.Si, MSc. (3144/USAKTI) M. Adimas Amri, ST, MT (3539/USAKTI) Mahasiswa : Ruli Firmanda (072001900055) Raizar Mahabbatan (072001700032)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

i

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS

Studi Hidrogeologi Daerah Rumpin dan Sekitarnya

Kabupaten Bogor

Ketua Tim Peneliti : Dr. Suherman Dwi Nuryana, ST, MT (2959-USAKTI)

Anggota Tim Peneliti : Dr. Ir. Adurrachman Asseggaf, MT (1091/USAKTI)

Mohammad Apriniyadi, S.Si, MSc. (3144/USAKTI)

M. Adimas Amri, ST, MT (3539/USAKTI)

Mahasiswa : Ruli Firmanda (072001900055)

Raizar Mahabbatan (072001700032)

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

ii

LAPORAN KEMAJUAN

PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS

Tahun Akademik 2020-2021

I. JUDUL PENELITIAN : Studi Hidrogeologi Daerah Rumpin dan

Sekitarnya, Kabupaten Bogor

II ROAD MAP PENELITIAN

(Terlampir)

:

4 Bidang Unggulan : I. Green Energi II. Green Society

√ III.Green Urban

Environment

IV.Green Healthy

Life

Rumpun Penelitian √ A. Mitigasi

bencana Bangunan

& Lingkungan

B. Green Design

C. Green

Engineering

Technology

D. Livable

Space

E. Perilaku

Kesehatan

F.Diagnostik

G. Precision

Medicine

H. Obat, Suplemen &

Produk Biologi

II. KETUA PENELITI

a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Suherman Dwi Nuryana, ST, MT

b. Pangkat/Golongan dan NIK : ASA/III-B/2959-USAKTI

c. NIDN : 0316097003

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

iii

d.

e.

Jurusan/Fakultas/Universitas

Email

:

:

Teknik Geologi/FTKE/Universitas Trisakti

[email protected]

III. ANGGOTA TIM PENELITI : 1. Nama : Dr. Ir. A. Asseggaf, MT

NIK : 1091

NIDN

Email

:

:

0318095201

2. Nama : M. Apriniyadi, S.Si, MSc.

NIK : 3144

NIDN

Email

:

:

0301048502

3. Nama : M. Adimas Amri, ST, MT

NIK : 3539

NIDN

Email

:

:

0304089003

ANGGOTA MAHASISWA : 1. Nama : Ruli Firmanda

NIM : 072001900055

2. Nama : Raizar Mahabbatan

NIM : 072001700032

IV. WAKTU PENELITIAN : TA 2020 - 2021

Bulan/Tahun Mulai : Oktober/2020

Bulan/Tahun Selesai : Agustus/2021

V. BIAYA PENELITIAN :

a. Kontribusi Fakultas : Rp. 18.380.000

b. Kontribusi Lembaga Penelitian : Rp.

d. Kontribusi Badan-Badan Lain : Rp.

1. …………………………. : Rp.

2. …………………………. : Rp.

TOTAL BIAYA : Rp. 18.380.000

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

Direktur Lembaga Penelitian

(Dr. Astri Rinanti, MT)NIK : 2234 /USAKTI

(Dr. Astri Rinanti, MT)NIK : 2234 /USAKTI

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

v

IDENTITAS PENELITIAN

Judul Penelitian : Studi Hidrogeologi Daerah Rumpin Dan Sekitarnya,

Kabupaten Bogor

Laboratorium yang digunakan : Lab. Geologi Teknik dan Lab. Geofisika, Teknik Geologi,

FTKE-Usakti

Nama Mitra : -

Alamat Mitra : -

Kontribusi Mitra : -

Topik PKM Terkait : Sosialisasi dan Edukasi sumberdaya geologi Daerah Depok

dan Sekitarnya bagi karyawan CV. Rumah kampung di

Sawangan Depok

Mata Kuliah Terkait : Geologi Tata Lingkungan dan Bencana Geologi

Target Tingkat Kesiapterapan

Teknologi (TkT)

: 1 – 2 tahun sudah banyak dibuat sumur resapan

Produk Inovasi : Peta sebaran akuifer

LUARAN PENELITIAN

Jenis Luaran Status Judul Tautan (URL)

1. Karya ilmiah di

Jurnal Nasional

*) - Sebaran Akuifer

Airtanah di Daerah

Rumpin dan

Sekitarnya,

Kabupaten Bogor,

Jawa Barat

2. Karya ilmiah di

Jurnal Internasional

*)

3. Hak Cipta Korelasi Data

Singkapan dan Hasil

Geolistrik di Daerah

Rumpin: Analisis

sebaran Akuifer

Airtanah Permukan

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

vi

Kedalaman 0 – 20

meter

4. Desain Industri

5. Potensi paten/Paten

sederhana

6. Buku *)

*) status draft atau submitted atau reviewed atau accepted atau published

RINGKASAN EKSEKUTIF

Geologi Daerah Tangerang termasuk didalamnya wilayah Rumpin sebagian besar dibentuk

oleh endapan permukaan Kuarter (Aluvium, Pematang Pantai, Kipas Aluvium dan Tufa

Banten) dan sebagian kecil (selatan) berupa batuan sedimen Tersier (Formasi Genteng dan

Formasi Serpong). Batas cekungan airtanah di permukaan diperkirakan terletak di sepanjang

aliran sungai Cidurian/Cibeureum (barat) dan Kali Pesanggrahan (timur), serta pada batas

singkapan batuan Tersier (selatan) yang lulus dan kedap airtanah. Permasalahan yang timbul

adalah bagaimana keterkaitan antara data permukaan (singkapan) dengan data bawah

permukaan (berdasarkan pendugaan data geolistrik) yang di validasi dengan data pemboran

menjadi suatu model sistem hidrogeologi di daerah penenilitan. Tujuan dari penelitian ini

adalah menentukan kondisi hidrogeologi dan karakteristik sebaran akuifer, serta menghitung

potensi air tanah di Daerah Rumpin dan sekitarnya berdasarkan data singkapan, data geologi

bawah permukaan dan data log bor.

Berdasarkan hasil penelitian, batas bagian bawah cekungan airtanah dapat berupa batuan yang

kompak ataupun lempung yang sangat tebal dan diperkirakan lebih dari kedalaman 100 meter.

Sistem hidrogeologi daerah Rumpin dan sekitarnya hasil dari data geolistrik, kemudian

divalidasi dengan data singkapan dipermukaan dan log bor, dapat dikelompokkan ke dalam

Akifer yang meliputi Kelompok Akifer Airtanah Bebas, mempunyai kisaran kedalaman 0 –

15 dan 15 – 45meter dengan 1 – 2 akifer yang tebalnya berkisar antara 2 – 7meter. Adapun

data Muka Air Tanah (MAT) dangkal/bebas (0 – 10 m) mempunyai kedalaman muka airtanah

berkisar antara 0 hingga –5 m (mts).

Hasil analisis geolistrik menunjukkan bahwa penyebaran lapisan akifer tidak merata dan ada

kesan bahwa akifer airtanah bebasnya dapat mencapai kedalaman 3 – 20 meter (mts). Sebaran

peta isoresistivitas dengan tahanan jenis pada kedalaman 3 – 20 meter terdapat potensi

airtanah segar. Adapun luaran yang dihasilkan nanti berupa Jurnal Nasional dan dua buah

HKI.

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan ridho-Nya dalam

menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian berjudul “Studi Hidrogeologi Daerah

Rumpin Dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor” dengan tepat waktu. Pelaksanaan penelitian ini

ditujukan untuk menentukan kondisi hidrogeologi dan karakteristik sebaran akuifer, serta

menghitung potensi air tanah di Daerah Rumpin dan sekitarnya berdasarkan data singkapan,

data geologi bawah permukaan dan singkapan atau data log bor. Adapun luaran yang

dihasilkan dalam penelitian ini antara laian berupa satu publikasi yang masih dalam

pembuatan untuk di submitkan ke jurnal nasional dan pembuatan dua HKI.

Penyusunan hasil penelitian ini disajikan agar mudah untuk dipahami. Hasil analisis dan

pengolahan data ditujukan untuk memperkuat bukti interpretasi. Laporan penelitian dan

luaran penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan materi ajar dari Geologi Tata

Lingkungan.

Akhir kata penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak atas

dukungan moril dari teman- teman dosen prodi Teknik Geologi serta tim LEMLIT, Fakultas

dan Universitas yang telah memberi kesempatan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian ini.

Jakarta, 30 Juli 2021

Ketua Penelitian

Suherman Dwi Nuryana, S.T., M.T.

Nik. 2959/USAKTI

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

viii

DAFTAR ISI

Contents LAPORAN KEMAJUAN ...................................................................................................... ii

PENGESAHAN ..................................................................................................................... iv

IDENTITAS PENELITIAN .................................................................................................. v

LUARAN PENELITIAN....................................................................................................... v

RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. xi

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah ...................................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 3

1.4. Batasan Penelitian......................................................................................................... 3

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................... 4

2.1. Geologi Regional Daerah Penelitian ............................................................................ 5

2.2. Potensi Air Tanah ......................................................................................................... 8

2.2.1. Litologi Akuifer ..................................................................................................... 9

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 11

3.1. Roadmap Ketua Peneliti ............................................................................................. 11

3.2. Metode Penelitian ....................................................................................................... 11

3.3. Metode Analisis .......................................................................................................... 13

3.3.1. Data Singkapan dan Log Bor................................................................................ 13

3.3.2. Metode Geolistrik ................................................................................................. 13

3.3.3. Alat dan Bahan ..................................................................................................... 17

3.4. Indikator Capaian Penelitian ...................................................................................... 17

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 18

4.1. Data Lapangan ............................................................................................................ 18

4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian .......................................................................... 18

4.1.2. Geologi Daerah Penelitian .................................................................................... 19

4.1.3. Data Pengukuran Muka Air Tanah (MAT) .......................................................... 24

4.1.4. Data Log Bor ........................................................................................................ 25

4.1.5. Data Pengukuran Geolistrik Daerah Serpong ....................................................... 26

4.1.6. Data Pengukuran Geo Listrik Daerah Rumpin ..................................................... 32

4.2. Analisis Data............................................................................................................... 33

4.2.1. Cekungan Airtanah .............................................................................................. 33

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

ix

4.2.2. Sebaran Permukaan .............................................................................................. 33

4.2.1.1. Sebaran Bawah Permukaan........................................................................... 34

4.2.3. Cekungan Airtanah Tangerang ............................................................................ 34

4.2.4. Sistem Akifer Airtanah ........................................................................................ 34

4.2.4.1. Wilayah Serpong ........................................................................................... 35

4.2.4.2. Wilayah Rumpin ........................................................................................... 35

4.2.5. Kelompok Akifer ................................................................................................. 37

4.2.5.1. Wilayah Serpong ........................................................................................... 37

4.2.5.2. Wilayah Rumpin ........................................................................................... 38

4.2.6. Kondisi Airtanah .................................................................................................. 39

4.2. Sistem Hidrogeologi Daerah Rumpin Dan Sekitarnya ............................................... 40

BAB 5. KESIMPULAN ...................................................................................................... 45

BAB 6. RENCANA TINDAK LANJUT ........................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 47

LAMPIRAN.......................................................................................................................... 48

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis Konfigurasi Elektrode dan Faktor Geometri dalam Metoda Geolistrik ......... 16

Tabel 2. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) daerah penelitian. ....................................... 24

Tabel 3. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) permukaan (mata air danau) ...................... 24

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Geolistrik ........................................................................... 27

Tabel 5. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik ................................................................. 28

Tabel 6. Data Hasil Pengukuran Geolistrik ........................................................................... 29

Tabel 7. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik ................................................................. 30

Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Geolistrik ........................................................................... 30

Tabel 9. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik ................................................................. 31

Tabel 10. Data Airtanah Wilayah Tangerang ....................................................................... 40

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Penelitian Daerah Rumpin dan Sekitarnya ................................................ 2

Gambar 2. Geologi Regional Daerah Rumpin dan Sekitarnya ................................................ 5

Gambar 3. Kondisi airtanah regional pada daerah penelitian .................................................. 8

Gambar 4. Road map Penelitian ............................................................................................ 11

Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Pelaksanaan Penelitian .................................................... 12

Gambar 6. Letak Posisi Elektroda Konfigurasi Wenner-Schlumberger ................................ 14

Gambar 7. Pola aliran dan bidang ekipotensial ..................................................................... 15

Gambar 8. Konfigurasi Wenner ............................................................................................. 15

Gambar 9. Model Silinder...................................................................................................... 16

Gambar 10. 1 Set Alat Geolistrik ......................................................................................... 17

Gambar 11. Morfologi Daerah Rumpin dan Sekitarnya ........................................................ 18

Gambar 12. Geologi Regional Kabupaten Tangerang ........................................................... 20

Gambar 13. Singkapan batupasir dan batugamping dengan sisipan batulempung, Formasi

Bojongmanik. ...................................................................................................... 21

Gambar 14. Singkapan Formasi Genteng, batupasir kasar pada bagian bawah dan batupasir

halus di bagian tengah serta tuf pada bagian atasnya .......................................... 21

Gambar 15. Singkapan Formasi Serpong, Perselingan Konglomerat, Batupasir dan

Batulempung pada beberapa tempat dijumpai arang tumbuhan ......................... 22

Gambar 16. Singkapan Tuff Banten ...................................................................................... 22

Gambar 17. Singkapan Kipas Aluvium Bogor (Qav). ........................................................... 23

Gambar 18. Singkapan Endapan dataran pantai .................................................................... 23

Gambar 19. Contoh sumur gali penduduk yang diukur MAT nya ........................................ 24

Gambar 20. Contoh mata air (danau) yang diukur MAT nya ................................................ 25

Gambar 21. Penampang litologi lintasan Utara - Selatan : A – A’ ........................................ 25

Gambar 22. Penampang Litologi Barat – Timur bagian Selatan, di daerah Rumpin : Lintasan

C – C’ .................................................................................................................. 26

Gambar 23. Penampang Resistivitas 2-D .............................................................................. 32

Gambar 24. Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Banten ........................................................ 33

Gambar 25. Data Singkapan di Daerah Rumpin .................................................................... 36

Gambar 26. Penampang litologi arah barat – timur di daerah Rumpin ................................. 37

Gambar 27. Penampang Geolistrik Daerah Serpong ............................................................. 38

Gambar 28. Penampang 2-D Geolistrik ................................................................................. 39

Gambar 29. Daerah Aliran Sungai Cisadane, lokasi Rumpin ............................................... 41

Gambar 30. Singakapan berlokasi didaerah Rumpin ............................................................. 41

Gambar 31. Daerah Aliran Sungai dan batasnya ................................................................... 43

Gambar 32. Aliran airtanah Dalam ........................................................................................ 44

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah Rumpin, merupakan daerah yang perkembangan wilayahnya sangat pesat, sehingga

dijadikan rencana untuk dikembangkan menjadi ibukota kabupaten baru. Dengan menjadi

ibukota kabupaten baru, daerah Rumpin akan menjadi wilayah pusat pertumbuhan baru,

ditunjang dengan wilayahnya yang strategis dekat dengan ibukota negara. Sehingga

diperlukan kajian seberapa daya dukung wilayah ini, bila mengalami perkembangan

kedepannya, baik daya dukung sumber daya bumi maupun kendala secara geologinya, untuk

mengantisipasi perkembangan wilayahnya yang akan terus berkembang, baik secara

ekonomi, industri maupun pertambahan penduduknya. Kajian hidrogeologi, merupakan

salah satu aspek untuk mengetahui sumber daya geologi di daerah Rumpin ini. Dengan

mengetahui kondisi hidrologi akan memberikan gambaran potensi air tanahnya, yang sangat

bermanfaat untuk mengantisipasi kebutuhan akan air tanah guna menunjang kemajuan

pembangunan di kawasan ini pada masa mendatang. Secara khusus kajian tentang

hidrogeologi daerah Rumpin ini belum pernah dilakukan. Hasil penelitian terbaru penulis

(nuryana, dkk., 2020) adalah tentang pendugaan struktur bawah permukaan pada bagian

tengah DAS Cisadane. yang mencakup daerah Rumpin dan sekitarnya. Daerah Rumpin yang

merupakan wilayah di tepi bagian barat sungai Cisadane sangat menarik untuk dikaji sistem

hidrogeologinya, apakah secara geologi sistem akuifernya menerus dipengaruhi oleh air dari

sungai Cisadane atau tidak menerus, karena akuifernya merupakan lensis dari endapan

pematang alluvial (Efendi, dkk., 1998) atau karena faktor lainnya, (Gambar 1.).

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Serang (Rusmana dkk, 1991) dan Peta Geologi Lembar

Jakarta (Turkandi dkk, 1992) daerah Tangerang merupakan bagian dari Cekungan Jakarta

yang terisi oleh endapan Kuarter yang terletak secara tidak selaras di atas batuan dasar

berupa batuan sedimen Tersier (Martodjojo, 1984). Endapan Kuarter dibentuk oleh satuan

batuan berumur Plio-Pleistosen hingga Resen dengan litologi, berupa : endapan kipas

vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di selatan. Kemudian pada masa tersebut,

terjadi pula proses-proses diantaranya proses pengerosian batuan yang ada, pembentukan

alur sungai sedimen hasil erosi/hujan/banjir, perkembangan pantai, serta pengendapan laut.

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

2

Gambar 1. Lokasi Penelitian Daerah Rumpin dan Sekitarnya

Untuk pendugaan susunan batuan bawah permukaan secara vertikal maupun horizontal serta

perkiraan batuan pembawa air (akifer) dan interpretasi data secara horizontal dilakukan

pengambilan data lapangan dengan metode geolistrik. Data lapangan yang dihasilkan

merupakan data semu dari sifat kelistrikan batuan. Melalui pengolahan data akan diperoleh

sifat kelistrikan batuan vertikal sebenarnya. Interpretasi data lapangan akan menggambarkan

kondisi lapisan batuan bawah permukaan secara vertikal. Melalui sifat-sifat kelistrikan

batuan ini dapat di tafsirkan sebaran lapisan akuifernya. Dengan gabungan dat-data tersebut

menjadi menarik apakah sistem hidrogeologinya terdapat pada batuan yang berumur muda

pada endapan Kuarter atau pada batuan yang lebih tua ditemukan reservoir yang

mengandung air tanah dalam sebagai suatu sistem hidrogeologi di daerah Rumpin.

1.2. Perumusan Masalah

Kondisi geologi dan hidrogeologi bawah permukaan sangatlah komplek, karena itu

diperlukan berbagai data lapangan, berupa data singkapan, data geologi bawah permukaan

maupun data pemboran di daerah penelitian untuk mengetahui ketersediaan sumber daya

airtanah dan sebaran akuifernya untuk kemudian dianalisis sistem hidrogeologinya di daerah

penenlitian. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka permasalahan yang timbul adalah

bagaimana keterkaitan antara data permukaan (singkapan) dengan data bawah permukaan

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

3

(berdasarkan pendugaan data geolistrik) yang di validasi dengan data pemboran menjadi suatu

model sistem hidrogeologi di daerah penenilitan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kondisi hidrogeologi dan karakteristik sebaran

akuifer, serta menghitung potensi air tanah di Daerah Rumpin dan sekitarnya berdasarkan

data singkapan, data geologi bawah permukaan dan singkapan atau data log bor.

1.4. Batasan Penelitian

Batasan penelitian ini hanya didasarkan pada data permukaan dengan pemetaan singkapan di

lapangan untuk kemudian dikorelasikan dengan data bawah permukaan hasil dari data

Geolistrik yang divalidasi dengan data singkapan atau data log bor untuk kemudian dibuat

model sistem hidrogeologinya.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukkan bagi pemerintah

daerah tentang kondisi dan sebaran air tanah di Daerah Rumpin serta memberikan bahan

masukkan bagi bahan kajian kuliah Geologi Tata Lingkungan tentang sistem akuifer air tanah

dan hidrologinya serta bahan kajian bagi mata kuliah Bencana Geologi, kaitan air tanah

dengan kondisi geologi bagi mitigasi bencana.

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian tentang hidrogeologi dan air tanah yang merupakan sistem yang ada di kerak bumi

telah banyak dilakukan, proses kejadian, distribusi, dan pergerakan air di bawah permukaan

bumi sebagai interaksi geologis di kerak bumi merupakan lingkup dari kajian geohidrologi

(Tood, 2005). Hidrogeologi adalah subjek interdisipliner yang mencakup aspek hidrologi.

Hidrologi adalah ilmu yang mendiskusikan perairan Bumi, kemunculannya, sirkulasi, dan

distribusinya, sifat kimianya dan fisiknya, dan reaksinya dengan lingkungan, termasuk

hubungannya dengan makhluk hidup, (Hiscock, 2005).

Airtanah adalah air di bumi terutama yang memasok sumur dan mata air (Merriam Webster,

https://www.merriam-webster.com/dictionary/groundwater). Air tanah sangat dipengaruhi

oleh proses-proses geomorfologi pada masa lampau, dimana sejarah pembentukan dataran

pada suatu daerah berkaitan dengan hasil proses-proses geomorfologinya (Strahler dan

Strahler, 1983). Seiring dengan waktu geologi, aliran airtanah melalui lapisan batuan

penyusun akuifer akan menyebabkan berbagai proses yang mempengaruhi dinamika

karakteristik airtanah itu sendiri (Kodoatie, 1996). Air tanah sangatlah spesifik dan unik,

keberadaanya tidak menyebar secara merata sehingga untuk mengetahui keberadaan air tanah

tersebut perlu dilakukan penyelidikan geologi bawah permukaan (Waspodo, 2015).

Faktor lain yang mempengaruhi airtanah adalah kondisi lingkungan pengendapan saat

pembentukan batuan, susunan komposisi mineral batuan akuifer, proses dan pola pergerakan

airtanah di dalam akuifer (Maria, dkk., 2018). Lingkungan pengendapan sangat berhubungan

dengan sifat fisik batuannya, seperti ukuran butir sebagai hasil dari proses sedimentasi, yang

akan membentuk stratigrafi akuifer tertentu (Santosa, 2012). Air tanah terdapat pada lapisan

akuifer yang memiliki ciri-ciri tersusun atas batu pasir lempungan sampai batu pasir, dengan

mengetahui litologi lapisan tersebut maka dapat diduga sebaran dan ketebalan lapisan akuifer

(Saputra, 2016).

Proses pengendapan pada lingkungan tertentu, baik di sungai, danau, dan daerah laut dangkal

akan mempengaruhi karakteristik airtanah dan susunan stratigrafi akuifernya (Cartwright et

al., 2005). Stratigrafi akuifer ini dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya proses geomorfologi

masa lampau sehingga asal-usul akuifer serta bagaimana airtanah berada dalam akuifer atau

terjebak pada suatu lapisan batuan, yang merupakan faktor-faktor dalam proses pembentukan

akuifer dan karakteristik airtanah (Appelo dan Postma, 1994).

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

5

Proses pelepasan air tanah dari batuan kompak dapat terjadi melalui lubang air berupa rekahan

yang terlihat jelas dan umumnya berbeda dengan pelepasan air dari sedimen. Lubang air

tersebut juga kadang tertutup sedimen atau batuan yang berada jauh di dasar tampungan

sehingga tidak dapat terlihat langsung (Kresic & Stevanovic, 2009). Lubang air ini bisa keluar

melalui rekahan yang diakibatkan oleh adanya tektonik Tersier pada daerah DAS Cisadane,

berdasarkan interpretasi hasil gaya berat (Nuryana, dkk.,2020).

2.1. Geologi Regional Daerah Penelitian

Kondisi geologi daerah penenlitian berdasarkan Peta Geologi Lembar Serang (Rusmana dkk,

1991) dan Peta Geologi Lembar Jakarta (Turkandi dkk, 1992) daerah Tangerang merupakan

bagian dari Cekungan Jakarta yang terisi oleh endapan Kuarter yang terletak secara tidak

selaras di atas batuan dasar berupa batuan sedimen Tersier (Martodjojo, 1984). Endapan

Kuarter dibentuk oleh satuan batuan berumur Plio-Pleistosen hingga Resen dengan litologi,

berupa : endapan kipas vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di selatan. Kemudian

pada masa tersebut, terjadi pula proses-proses diantaranya proses pengerosian batuan yang

ada, pembentukan alur sungai sedimen hasil erosi/hujan/banjir, perkembangan pantai, serta

pengendapan laut. Formasi batuan yang menyusun daerah Tangerang pada kala Miosen

Tengah – Holosen, berurutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Gambar 2):

Gambar 2. Geologi Regional Daerah Rumpin dan Sekitarnya

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

6

1. Formasi Bojongmanik (Tmb)

Perselingan antara batupasir dan lempung pasiran dengan sisipan batugamping di bagian

bawah dan batupasir tufaan serta tuf di bagian atas. Batupasir, jenis grewake, kelabu kehijauan

bila segar, dan kelabu muda bila lapuk; mengandung banyak glaukonit. Lempung pasiran,

kelabu muda; agak padat; kadang-kadang gampingan. Tebal lapisan berkisar dari 10 - 30 cm.

Batugamping, kelabu; padat; berlapis dengan tebal 50 - 100 cm, mengandung fosil moluska

dan koral. Makin ke atas kadar tufnya makin tinggi, dan kemudian didapatkan tuf halus

berlapis dan tuf batuapung. Umumnya batuan ini berwarna kelabu muda, dan kuning

kecoklatan bila sudah lapuk. Tebalnya yang pasti tidak diketahui, namun diperkirakan

melebihi 800 m.

2. Formasi Genteng (Tpg)

Tuf berbatuapung, batupasir tufaan, konglomerat, breksi andesit dan sisipan lempung tufaan.

Tuf berbatuapung, putih sampai kelabu, berbutir halus sampai kasar; susunan menengah

sampai asam dan berlapis baik. dengan tebal lapisan 80-90 cm. Ditemukan juga tuf hablur,

mengandung kuarsa, mika. horenblenda, kaca, dan batuapung; sering disertai kepingan

andesit. Batupasir tufaan, kelabu kehijauan, mengandung glaukonil. berbutir menengah

sampai kasar, kadang-kadang diselingi lempung tufaan. Konglomerat. kelabu tua, agak padat;

komponennya terutama andesit, dengan masadasar pasir tufaan; berlapis baik, tebal lapisan

15-60 cm. Lempung tufaan. kelabu kehijauan; lunak; tebal lapisan 5-10 cm. Secara umum

satuan ini menunjukkan perlapisan bagus, struktur sedimen berupa perlapisan silang-siur dan

berusunan. Tebal formasi ini diperkirakan berkisar 800 - 1000 m. menindih takselaras

Formasi Bojongmanik (Tmb).

3. Tufa Banten (Qpvb)

Tuf, breksi batu-apung dan batupasir tufaan. Tuf terdiri dari tuf kaca, tuf kaca dan tufhablur.

Tuf kaca, kelabu; terdiri dari masadasar kaca halus dengan fenokris felspar, mineral mafik

dan sedikit kuarsa; bersusunan andesit; umumnya mengandung batuapung. Tuf sela, kelabu

gelap, terutama terdiri dari kepingan andesit dan batuapung serta sedikit felspar dan tuf halus

sebagai masadasar. Tuf hablur, kelabu pulih; tersusun dari felspar, mika, mineral mafik, kaca

dan sedikit kepingan andesit serta batuapung. Batupasir tufaan, putih kelabu, berbutir

menengah sampai kasar, agak padat, mengandung batuapung, Breksi batuapung,

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

7

berkomponen batuapung (5 - 10 cm); andesit dengan masadasar tuf berbutir halus sampai

kasar. Umur satuan ini diperkirakan Plistosen Awal bagian atas tebalnya diduga melebihi 200

m.

4. Formasi Serpong (Tpss)

Terdiri dari perselingan batupasir, konglomerat, batulanau dan batulempung dengan sisa

tanaman, konglomerat batuapung dan tufa batuapung. Konglomerat berwarna hitam kebiruan

terdiri dari beraneka ragam komponen, yaitu andesit, basal, batu gamping dan rijang, kemas

terbuka, pemilahan sedang, komponen berukuran 7-12 cm, setempat sampai 30 cm,

membundar tanggung, berstruktur imbrikasi. Batupasir berwarna kelabu kehitaman, berbutir

halus-sedang, tebal lapisan 60-200 cm. Batulanau dan batulempung umumnya berwarna

kelabu kehitaman, mengandung sisa tanaman dan bekas galian binatang terdapat berselingan

dengan konglomerat dengan ketebalan bervariasi antara 50-300 m. Satuan ini tersebar

setempat-setempat di bagian selatan sekitar S. Cisadane,. Tebal formasi ini umumnya kurang

dari 100 m, berumur Pliosen Akhir.

5. Endapan Kipas Aluvium (Qav)

Terdiri dari tufa halus berlapis, tufa konglomeratan berselang seling dengan tufa pasiran dan

tufa batuapung. Tufa halus berwarna kelabu muda, berlapis tipis, pejal, tufa konglomeratan

dan tufa pasiran berwarna kelabu muda, pemilahan buruk, berbutir halus-kasar, membundar-

membundar tanggung, garis tengah 3-5 cm. Satuan ini membentuk morfologi kipas dengan

pola aliran "dischotomic". Tebal sekitar 300 meter, bahan pembentuknya berasal dari batuan

gunungapi muda di daratan tinggi Bogor, berumur Plistosen.

6. Endapan Aluvium Sungai (Qa)

Merupakan endapan material lepas terdiri dari kerakal, kerikil dan lempung yang proses

pengendapannya masih berlangsung sampai sekarang (Holosen). Satuan ini menghampar luas

di bagian utara dan sepanjang sungai-sungai utama Sebaran endapan sungai terlihat secara

baik di lembah K. Cisadane dan menempati hampir sepertiga daerah penyelidikan. Endapan

aluvial sungai terutama terdiri atas pasir dan kerikil bersusunan andesitan serta fragmen

batugamping, sebagai hasil rombakan (reworked) dari satuan batuan yang lebih tua.

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

8

Dari kondisi geologi ini, akan diketahui sebaran dari batuan yang merupakan reservoir air

tanah untuk digunakan sebagai analisis dari sistem hidrogeologi di daerah penelitian.

2.2. Potensi Air Tanah

Air bawah tanah atau airtanah adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air

(akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk di dalamnya mataair yang muncul secara

alamiah diatas permukaan tanah. Airtanah dipisahkan menjadi airtanah bebas (tak tertekan)

dan airtanah tertekan (Gambar 3).

• Airtanah bebas (tak tertekan) adalah airtanah yang terdapat pada akuifer yang pada bagian

bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air sedangkan bagian atasnya tidak ditutupi lapisan

kedap air melainkan oleh muka preatik yang bertertekan 1 (satu) atmosfir

• Airtanah tertekan adalah airtanah yang terdapat pada akuifer yang dibatasi lapisan kedap

air di bagian atas dan bagian bawahnya.

Komponen utama pembentuk airtanah adalah air hujan yang sebagian meresap ke dalam tanah

di daerah imbuhnya (recharge area) dan sebagian tersimpan di dalam akuifer serta sebagian

lagi keluar secara alamiah di daerah luah (discharge area).

Gambar 3. Kondisi airtanah regional pada daerah penelitian

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

9

2.2.1. Litologi Akuifer

Litologi akuifer di daerah penyelidikan terdiri Formasi Bojongmanik (Tmb); perselingan

antara batupasir dan lempung pasiran dengan sisipan batugamping di bagian bawah dan

batupasir tufaan serla lufdi bagian atas. Formasi Genteng (Tpg): tuf berbatuapung, batupasir

, konglomerat, breksi andesit dan sisipan lempung . Tufa Banten (Qpvb): tufa, breksi batu-

apung dan batupasir tufaan. Tufa terdiri dari tufa kaca, tufa kaca dan tufahablur. Formasi

Serpong (Tpss) yaitu dari perselingan batupasir, konglomerat, batulanau dan batulempung

dengan sisa tanaman, konglomerat batuapung dan tufa batuapung. Kipas Aluvium (Qav)

terdiri dari tufa halus berlapis, tufa konglomeratan berselang seling dengan tufa pasiran dan

tufa batuapung. Endapan Aluvium (Qa), merupakan endapan material lepas terdiri dari

kerakal, kerikil dan lempung yang proses pengendapannya masih berlangsung sampai

sekarang (Holosen).

Sistem Akuifer

Daerah penyelidikan terdiri dari beberapa jenis batuan yang masing-masing mempunyai

kesarangan dan kelulusan berbeda-beda, berdasarkan hal tersebut akuifer nya dapat

dipisahkan menjadi sistem akuifer, yakni sistem akuifer dengan aliran melalui ruang antar

butir, dan sistem akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir dan rekahan.

a. Sistem akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir

Akuifer ini disusun oleh material hasil pelapukan batuan dan endapan aluvial yang terdiri

atas: kerakal, kerikil, pasir, lanau, dan lempung. Batuan akuifer ini bersifat lepas dengan

kesarangan dan kelulusan relatif tinggi. Penyebaran akuifer tersebut terdapat di daerah

dataran aluvial dan setempat-setempat pada daerah zona pelapukan batuan.

b. Sistem akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir

Terdiri dari perselingan batupasir, konglomerat, batulanau dan batulempung dengan sisa

tanaman, konglomerat batuapung dan tufa batuapung, mempunyai kelulusan rendah.

Lapisan ini merupakan alas kelompok akuifer yang terdiri atas lapisan tufa batuapung,

tufa kuarter muda dan endapan aluvial sungai. Dari komposisi litologi lapisan tufa

batuapung dan tufa kuarter muda dapatlah disebutkan bahwa tufa berukuran butir pasir

mampu menyimpan dan meluluskan air secara baik (akuifer), sebaliknya tufa berukuran

butir halus dan lempung kurang meluluskan air (akuiklud). Endapan aluvial sungai yang

didominasi oleh pasir dan kerikil bersifat lepas, umumnya dapat bertindak sebagai akuifer

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

10

yang bagus. Hasil pendugaan geolistrik lebih jelas lagi memberikan gambaran mengenai

sistem akuifer di daerah penyelidikan. Dua jenis akuifer yakni akuifer tidak

tertekan (unconfined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer) dijumpai di daerah

ini, bertindak sebagai akuifer adalah tufa pasiran. Di antara akuifer tidak tertekan dan

akuifer tertekan dibatasi oleh lapisan penyekat (akuiklud) berupa tufa lempungan. Akuifer

tidak tertekan dijumpai pada kedalaman mencapai 25 m sedangkan akuifer tertekan

dijumpai mulai kedalaman 25 m sampai 75 m.

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

11

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Roadmap Ketua Peneliti

Gambar 4. Road map Penelitian

Topik penelitian tentang sistem hidrogeologi adalah bagian dari roadmap penelitian tentang

pengaturan tata ruang dan pengembangan wilayah berbasis kajian fisik geologi yang meliputi

ketersediaan sumber daya alam, sumber daya air, dan faktor kebencanaan. Dalam

pengembangan wilayah, parameter kajian fisik geologi sumber daya air, diperlukan studi

tentang hidrogeologi yang mencakup studi tentang sistem akuifer, ketersediaan air tanah serta

kualitasnya.

3.2. Metode Penelitian

Metodologi dalam penelitian ini meliputi berbagai tahapan penelitian, meliputi 2(dua) tahap:

1. Tahap Persiapan

Meliputi studi pustaka dari berbagai hasil penelitian terdahulu, sebagai data awal untuk

mengetahui kondisi di daerah penelitian.

2. Tahap Pengambilan Data Lapangan.

a. Dalam pengamatan lapangan ini meliputi pemetaan geologi dan pengamatan kondisi

hidrogeologinya. Pemetaan geologi berdasarkan data dasar dari Peta Geologi Regional

skala 1 : 100.000 Lembar Bogor (Efendi, dkk.,1998). Gambaran kondisi geologi di

daerah penelitian dapat dijadikan acuan untuk mengetahui karakterisitk lapisan

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

12

akuifer di daerah penelitian yang didukung oleh data singkapan hasil pengamatan di

lapangan.

b. Pengambilan Data Geolistrik

Pengambilan data geolistrik dilapangan, dilakukan untuk mengetahui variasi nilai

tahan jenis bawah permukaan dan penyebarannya secara lateral. Untuk kemudian

dibuat penampangnya. Nilai dari tahanan jenis ini menggambarkan lapisan batuan

tertentu, sehingga akan diperoleh gambaran sebaran dari lapisan batuan di bawah

permukaan serta interpretasi lapisan batuan yang berfungsi sebagai akuifer.

3. Tahap Pengolahan dan Interpretasi Data

Hasil dari data geolistrik ini kemudian dilakukan pengolahan datanya. Kemudian

dikorelasikan dengan data singkapan hasil dari pengamatan lapangan. Sehingga akan

diperoleh gambaran pendugaan urutan lapisan batuan secara lateral dan vertikal pada setiap

lokasi pengambilan data geolistrik. Sebaran dari lapisan batuan ini akan memberikan

gambaran adanya keterdapatan airtanah serta karakterisitik lapisan akuifer di daerah

penelitian.

4. Penyusunan Laporan

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, akan digunakan dalam memahami kondisi

hidrogeologinya.

Secara umum tahapan penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir penelitian, seperti

yang ditunjukkan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

13

3.3. Metode Analisis

3.3.1. Data Singkapan dan Log Bor

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui sistem hidrogeologi daerah penelitian

adalah dengan data singkapan, dikorelasikan dengan data bawah permukaan hasil geolistrik

yang akan divalidasi dengan data singkapan atau log bor sehingga akan diketahui model sistem

hidrogeologi di daerah penelitian. Analisis singkapan berdasarkan data pengamatan di

lapangan.

3.3.2. Metode Geolistrik

Metode resistivitas adalah salah satu dari kelompok metode geolistrik yang digunakan untuk

mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam

batuan di bawah permukaan bumi (Souisa dkk, 2018). Metode resistivitas digunakan untuk

survei mineral batuan, gerakan tanah (longsor), intruisi air laut, limbah cair atau padat, panas

bumi, situs geologi dan lain sebagainya (Cornforth, 2004). Metode resistivitas umumnya

digunakan untuk eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus

listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektroda arus, sedangkan beda potensial yang

terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Pada pengukuran geolistrik yang sebenarnya

medium tidak homogen dengan distribusi resistivitas sembarang. Pada kenyataannya, bumi

merupakan medium berlapis dengan masing-masing lapisan mempunyai nilai resistivitas

yang berbeda (Cornforth, 2004), (Souisa dkk, 2016).

Untuk menghitung resistivitas semu, diperlukan suatu bilangan faktor geometri (K) yang

tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2 dan untuk menentukan kedalaman

maka jarak antara elektroda AM dan NB ditingkatkan menjadi 2a dan pengukuran diulangi

untuk n yang sama sampai pada elektroda terakhir, kemudian jarak antara elektroda AM dan

NB ditingkatkan menjadi 3a, dan seterusnya (Sapulete dkk, 2012). Pada Gambar 6,

diperlihatkan kedudukan setiap elektroda berdampingan antara satu dengan yang lainnya di

mana jarak elektroda potensial (MN) diatur sekecil-kecilnya sehingga secara teoritis konstan

tetapi ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari

1/5 jarak AB.

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

14

Gambar 6. Letak Posisi Elektroda Konfigurasi Wenner-Schlumberger

(Souisa dkk, 2015 dan 2016)

Analisis metode Geolistik yang bertujuan untuk mengetahui Sebaran Akuifer Airtanah Bebas

ataupun tertekan pada Daerah Rumpin dan Sekitarnya, Kabupaten Bogor. Metode geolistrik

resistivitas merupakan salah satu metode cukup banyak digunakan dalam dunia eksplorasi

khususnya eksplorasi air tanah karena resistivitas dari batuan sangat sensitive terhadap

kandungan airnya dimana bumi dianggap sebagai sebuah resistor. Metode geolistrik

resistivitas atau tahanan jenis adalah salah satu dari jenis metode geolistrik yang digunakan

untuk mempelajari keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di

dalam batuan di bawah permukaan bumi.

Metode ini umumunya digunakan untuk eksplorasi yang dangkal, sekitar 300 – 500 unutk

kedalaman, pada metode ini memiliki prinsip yaitu adanya listrik diinjeksikan ke alam bumi

melalui dua elektroda arus, sedangkan beda potensial yang terjadi diukur melalui dua

elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik, dapat diperoleh

variasi harga resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur. Ilustrasi garis ekipotensial

yang terjadi akibat injeksi arus ditunjukkan pada dua titik arus yang berlawanan di permukaan

bumi dapat dilihat pada (Gambar 7).

Jika semakin besar jarak antar elektroda menyebabkan makin dalam tanah yang dapat diukur.

Terdapat eberapa konfigurasi untuk tahanan jenis dalam melakukan akuisisi data. Salah

satunya adalah dengan menggunakan konfigurasi Wenner. Konfigurasi Wenner ditunjukkan

pada Konsep perambatan listrik yang berlaku pada media homogen isotropis dengan

mengukur beda potensial antara dua titik yang terjadi akibat adanya aliran arus searah melalui

bawah permukaan (Gambar 8).

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

15

Gambar 7. Pola aliran dan bidang ekipotensial

Gambar 8. Konfigurasi Wenner

Dengan adanya konsep perambatan listrik yang berlaku pada media homogen isotropis

dengan mengukur adanya beda potensial antara dua titik yang terjadi akibat adanya aliran arus

searah melalui bawah permukaan. Dasar metoda tahanan jenis adalah hukum Ohm yang

pertama kali dicetuskan oleh George Simon Ohm. Dengan menformulasikan hubungan antara

tegangan dengan arus listrik pada tegangan jepit. Untuk media terbatas (selinder,balok)

berlaku: R= 𝛥 𝑉

𝐼

dengan R, 𝛥 =𝑉

𝐼 , dan I adalah tahanan listrik (ohm), beda potensial (volt), dan besar arus

listrik (Ampere). Pada balok atau selinder yang homogen maka besar tahanan listrik (Gambar

9) : R = 𝜌 𝐿

𝐴

Dengan L, A, dan ƥ adalah panjangsilinder (m), luas penampang (m2), dan hambatan jenis

spesifik (ohm-meter).

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

16

Gambar 9. Model Silinder

Satuan tahanan jenis dalam SI adalah Ohm-meter (mho). Sifat merambat arus listrik lebih

banyak memanfaat sifat daya hantar jenis listrik yang berbanding terbalik dengan tahanan

jenis.

Dengan ohm adalah daya hantar jenis listrik (konduktivitas) dalam satuan Siemens (S) per

meter atau S/m= 1 ohm-1m-1 atau disebut juga MHO/m.

Faktor Geometri dan Konfigurasi Elektroda

Pada metoda Eksplorasi Tahanan jenis ada beberapa konfigurasi elektrode atau susunan

elektrode arus dan potensial yang digunakan. Perbedaan letak elektrode potensial (M-N) dari

letak elektrode arus (A-B) akan mempengaruhi besar medan listrik yang diukur. Besar faktor

oleh perbedaan akibat letak titik pengamatan disebut Faktor Geometri (K).

Dengan masing-masing aturan atau konfigurasi elektrode memiliki nilai yang tetap.

Tabel 1. Jenis Konfigurasi Elektrode dan Faktor Geometri dalam Metoda Geolistrik

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

17

Dengan C1 dan C2 adalah elektrode-elektrode arus, P1 dan P2 elektrode-elektrode potensial,

a adalah spasi elektrode, adalah perbandingan jarak antara elektrode C1 dan C1 dengan spasi

‘a’, dan L adalah bentangan maksimum.

3.3.3. Alat dan Bahan

Secara umum alat geolistrik terdiri dari 4 elektroda. Dimana pembangkit arus untuk

meninjeksikan kedalam permukaan tenah berupa power supply. Power supply dari geolistrik

mengunakan teknik PWM (Pulse-width modulation) yaitu suatu teknik modulasi untuk

menaikan atau menurunkan suatu tegangan DC seperti, 1 Set Alat Geolistrik; 12 Elektroda; 1

Accu Mobil; 4 Set Kabel 100m ; Konektor; dan 2 Multimeter (Gambar 10).

Gambar 10. 1 Set Alat Geolistrik

3.4. Indikator Capaian Penelitian

Diperolehnya data keterdapatan airtanah serta karakterisitik lapisan akuifer di daerah

penelitian.

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

18

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Lapangan

4.1.1. Geomorfologi Daerah Penelitian

Berdasarkan ketinggian, bentuk dan timbulan yang tercermin pada topografi dan kenampakan

lapangan, daerah penelitian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi pada Gambar 11,

yakni:

Gambar 11. Morfologi Daerah Rumpin dan Sekitarnya

A. Dataran Kipas Aluvium

Menempati bagian timur. Topografinya merupakan dataran bergelombang dengan

kemiringan lereng umumnya kurang dari 5 %, kecuali lembah-lembahnya mencapai 30 % dan

ketinggiannya antara 20-50 meter di atas muka laut. Batuan penyusunnya terdiri dari batupasir

tufaan, tufa berbatuapung dan breksi lahar yang umumnya telah lapuk lanjut menjadi lempung

lanauan dan lanau lempung

Satuan ini menempati sebagian besar daerah penyelidikan, melampar dari utara sampai

selatan. Bukit berbentuk tumpul dan timbulan yang ditampakkannya memberikan kesan

pebukitan bergelombang lemah. Di antara bukit-bukit tersebut kadang-kadang dipisahkan

oleh lembah sempit relatif datar yang merupakan daerah genangan pada musim hujan. Satuan

morfologi pebukitan dikontrol oleh satuan batuan yang menyusunnya berupa hasil gunungapi

kuarter.

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

19

B. Morfologi Dataran Vulkanik

Topografinya merupakan dataran bergelombang dengan kemiringan lerengnya kurang dari 5

%, kecuali lembah-lembahnya mencapai 30 %. Ketinggiannya berkisar antara 20-50 meter di

atas muka laut. Satuan geomorfologi ini terbentuk dari batupasir tufaan, endapan lahar dan

batupasir.

Sebaran morfologi ini dijumpai di sebelah utara daerah penyelidikan, melampar dari barat-

utara. Menampakkan medan yang relatif datar. Sebagaimana pada satuan pebukitan,

morfologi ini juga dikontrol oleh hasil gunungapi kuarter.

C. Morfologi Dataran Aluvial Sungai

Menempati bagian tengah daerah penyelidikan seluas 30 %. Satuan bentangalam ini

merupakan dataran bergelombang dengan kemiringan lereng umumnya kurang dari 5 %,

kecuali lembah-lembah sungainya mencapai 30 %, ketinggiannya antara 10-20 meter di atas

muka laut. Sungai dan alurnya mengarah selatan-utara, setempat membentuk pola dendritik,

tetapi secara umum berpola sejajar. Batuan pembentuknya terdiri dari endapan sedimen

berupa lempung lanauan, tufa dan batupasir tufaan.

Sebaran morfologi ini terutaraa menempati bantaran K. Cisadane dengan bentuk sebaran

sesuai dengan pola aliran sungainya. Ketinggiannya antara 10 - 30 m dengan kelerengan

kurang dari 0,5% sehingga menampakkan medan relatif datar. Sebagian besar dataran sungai

telah dibudidaya sebagai lahan pertanian berupa persawahan. Morfologi dataran sungai

disusun oleh endapan lepas berukuran butir pasir halus sampai kerikil.

4.1.2. Geologi Daerah Penelitian

Kabupaten Tangerang berada pada suatu tinggian struktur yang dikenal dengan sebutan

Tangerang High (Suyitno dan Yahya, 1974). Tinggian ini terbentuk oleh batuan Tersier yang

memisahkan cekungan Jawa Barat Utara di bagian Barat dengan cekungan Sunda di bagian

timur. Tinggian ini dicirikan oleh kelurusan bawah permukaan berupa lipatan dan patahan

normal yang berarah Utara-Selatan. Di bagian Timur patahan normal tersebut terbentuk

cekungan pengendapan yang disebut dengan Jakarta Sub Basin. Cekungan Jakarta tersebut

mempunyai ciri adanya endapan aluvial yang tebal, sedang cekungan di Barat Tangerang

High memiliki ciri endapan pantai dan delta. Struktur-struktur tersebut pada saat ini sulit

dijumpai di permukaan karena pada saat ini endapan Kuarter yang berumur lebih muda telah

menutupi lapisan batuan tersebut.

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

20

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Serang (Rusmana, dkk., 1982), Daerah Tangerang secara

umum terbentuk dari batuan sedimen dan vulkanik berumur Miosen Tengah-Plistosen, serta

endapan permukaan yang proses pengendapannya masih berlangsung sampai sekarang.

Batuan Tersier yang tersingkap di permukaan hanya dapat dijumpai di bagian Selatan

Kabupaten Tangerang yaitu di daerah Balaraja hingga Serpong, berupa lapisan batulempung

Formasi Genteng. Endapan Kuarter yang menutupi batuan tersebut berupa batuan Volkanik

yang berasal dari G. Gede-Pangrango dan G. Salak. Secara Lithostratigrafi batuan tersebut

dapat dipisahkan menjadi beberapa satuan batuan/formasi, yang berurutan dari tua ke muda

sebagai berikut (Gambar 12):

Gambar 12. Geologi Regional Kabupaten Tangerang

1. Formasi Bojongmanik.

Terdapat di bagian Selatan kabupaten dan berumur Miosen (12 - 5 juta tahun yang lalu).

Satuan batuan ini terdiri dari lapisan batulempung, batupasir kuarsaan, dan batupasir tufan.

Di bagian atas satuan ini dicirikan oleh lapisan batupasir tufan dengan sisipan lensa-lensa

batugamping, dan menunjukkan adanya lignit (gambar 13).

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

21

2. Formasi Genteng.

Terdapat di bagian Tenggara kabupaten dan berumur Pliosen (5 - 2 juta tahun yang lalu).

Satuan batuan ini terdiri dari lapisan batupasir halus tufan dan batulempung dengan sisipan

batuapung. Satuan ini dicirikan oleh banyaknya fosil kayu yang tersilisifikasi (Gambar 14).

3. Formasi Serpong.

Terdapat di bagian Tenggara Kabupaten Tangerang dan berumur Pliosen (5 - 2 juta tahun

yang lalu). Satuan batuan ini terdiri dari perselingan konglomerat, batupasir, dan batulempung

(Turkandi,T., dkk.; 1992), pada beberapa tempat dijumpai fosil kayu (Gambar 15)

Gambar 13. Singkapan

batupasir dan batugamping

dengan sisipan

batulempung, Formasi

Bojongmanik.

Lokasi :

Sungai Cisadane

Gambar 14. Singkapan

Formasi Genteng, batupasir

kasar pada bagian bawah

dan batupasir halus di

bagian tengah serta tuf pada

bagian atasnya

Lokasi : S. Cisadane,

Serpong

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

22

4. Satuan Batuan Tuf Banten Atas / Tuf Banten.

Berada di bagian Baratdaya kabupaten dan berumur Plio - Pleistosen atau 2 juta tahun yang

lalu. Satuan ini terdiri dari lapisan tuf yang berasal dari letusan G. Rawa Danau. Tuf tersebut

menunjukkan keadaan yang lebih asam (pumice) dibandingkan dengan batuan volkanik yang

diendapkan sesudahnya. Pada bagian atas satuan tersebut menunjukkan adanya perubahan

kondisi pengendapan dari di atas permukaan air menjadi di bawah permukaan air (Gambar16).

5. Endapan Kipas Aluvial Volkanik Muda.

Satuan yang tersebar di bagian Tenggara Kabupaten Tangerang ini terdiri dari material

batupasir dan batulempung tufan, endapan lahar, dan konglomerat. Ukuran butiran pada

endapan kipas aluvial ini berubah menjadi semakin halus ke arah Utara. Satuan ini terbentuk

oleh material endapan volkanik yang berasal dari gunungapi di sebelah Selatan Kabupaten

Gambar 15. Singkapan

Formasi Serpong,

Perselingan Konglomerat,

Batupasir dan Batulempung

pada beberapa tempat

dijumpai arang tumbuhan

Lokasi : Puspitek Serpong

Gambar 16. Singkapan Tuff

Banten

Lokasi :

Sebelah utara Rumpin

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

23

Tangerang seperti G. Salak dan G. Gede/ Pangrango. Batuan ini diendapkan pada umur

Pleistosen (2 juta - 20.000 tahun yang lalu). Kipas aluvial volkanik tersebut terbentuk pada

saat gunungapi menghasilkan material volkanik dengan jumlah besar. Kemudian ketika

menjadi jenuh oleh air, tumpukan material tersebut bergerak ke bawah dan membentuk aliran

sungai. Ketika mencapai tempat yang datar material tersebut akan menyebar dan membentuk

bentuk endapan seperti kipas yang disebut dengan kipas alluvial (Gmbar 17).

6. Endapan Dataran Pantai.

Endapan batuan ini berasal dari material batuan yang terbawa oleh aliran sungai dan berumur

antara 20.000 tahun yang lalu hingga saat ini. Endapan tersebut tersusun oleh material

lempung, pasir, dan konglomerat. Endapan aluvial tersebut dapat membentuk endapan delta,

endapan rawa, endapan gosong pasir pantai, dan endapan sungai dengan bentuk meander atau

sungai teranyam.

Gambar 17. Singkapan

Kipas Aluvium Bogor

(Qav).

Lokasi :

Kp. Prumpung,

Jalan Raya Serpong, Parung

Gambar 18. Singkapan

Endapan dataran pantai

Lokasi :

Pinggir

Jalan Raya Rumpin

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

24

4.1.3. Data Pengukuran Muka Air Tanah (MAT)

Data sebaran Muka Air Tanah (MAT di daerah penelitian dari pengamatan tujuh buah sumur

gali, rata-rata mempunyai MAT 3,6 m dengan MAT terendah adalah 0,68 m dan MAT

terdalam 5,21 m, Tabel 2 dan Gambar 19. Adapun data MAT untuk air permukaan

mempunyai MAT 0,8 m dari permukaan pada Tabel 3 dan Gambar 20.

Tabel 2. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) daerah penelitian.

Gambar 19. Contoh sumur gali penduduk yang diukur MAT nya

Tabel 3. Data sebaran Muka Air Tanah (MAT) permukaan (mata air danau)

ᵒ ' '' ᵒ ' ''

1 106 38 14 6 26 54 119 2,18 80

2 106 38 31,2 6 27 41,5 99 5,5 92

3 106 37 49,8 6 27 50,7 98 1,67 92,3

4 106 39 12,9 6 27 7,9 90 7,8 90

5 106 39 2,2 6 26 32,4 63 5,21 90

6 106 37 14,6 6 26 32,3 117 0,68 120

7 106 37 22,4 6 26 20,4 79 2,4 100

LP Elevation (m) Depth (m) Diameter (cm)

MAT (Muka Air Tanah)

X (Longitude) ᵒE Y (Latitude) ᵒS

Coordinate (E S)

ᵒ ' '' ᵒ ' ''

1 106 36 54 6 26 28,5 128 0,83 98,6159

2 106 37 29 6 25 27,2 7476,915

3

Air Permukaan

LP

Coordinate (E S)

Elevation (m) Depth (m) Luasan (m2)X (Longitude) ᵒE Y (Latitude) ᵒS

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

25

Gambar 20. Contoh mata air (danau) yang diukur MAT nya

4.1.4. Data Log Bor

Penampang lintasan Utara – Selatan (A – A’), dibuat berdasarkan data delapan buah titik bor

(Gambar 21). Berdasarkan korelasi data log bor arah Utara – Selatan. Bagian Utara tertutup

oleh endapan Kuarter berupa aluvium dan lempung dengan pola sebaran terhampar luas

sepanjang Sungai Cisadane. Batuan Tersier terdapat di bagian Selatan, umumnya dibentuk

oleh batugamping yang ditutupi oleh batupasir dan breksi serta pada bagian bawah berubah

menjadi batulempung sisipan batugamping pada titik bor B15 dan B16. Pada bagian Utara

tidak dijumpai adanya batugamping (titik bor A1 – 09) yang kemungkinan disebabkan oleh

terdapatnya sesar berarah relatif Utara – Selatan.

Gambar 21. Penampang litologi lintasan Utara - Selatan : A – A’

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

26

Korelasi penampang Barat - Timur bagian Selatan (C – C’) (Gambar 22); pada bagian Barat

pada log bor A-18 terdapat litologi batulempung selang seling batugamping yang diperkirakan

bagian dari Formasi Bojongmanik yang tersingkap di daerah sekitar Rumpin yang berumur

Tersier yang tidak menerus ke bagian Timurnya yang diinterpretasikan sebagai adanya

struktur sesar. Pada log bor B-15 bagian atas sampai bawah tersusun oleh lempung tufaan, tuf

breksi, batupasir dan batulempung sisipan batugamping yang berumur Tersier dan tidak

menerus ke sebelah timurnya. Pada log bor B-8, tersusun oleh pasir konglomeratan, batupasir

dan batulempung

Gambar 22. Penampang Litologi Barat – Timur bagian Selatan, di daerah Rumpin : Lintasan

C – C’

4.1.5. Data Pengukuran Geolistrik Daerah Serpong

Di daerah Serpong telah dilakukan pengukuran geolistrik pada 3 lokasi terpilih, yaitu di lokasi

Regency Melati Mas (GL-12), lokasi Sektor 2 Bumi Serpong Damai (GL-13), dan lokasi

Sektor 11 Bumi Serpong Damai (GL-15). Pada lokasi pertama, karena keterbatasan area,

maka bentangan kabel geolistrik maksimum yang dapat digunakan adalah 150 meter.

Sedangkan pada lokasi kedua dan ketiga, karena lahan yang tersedia luas, maka bentangan

kabel yang digunakan dapat mencapai hingga 350 m dan 400 m.

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

27

1. Pada lokasi sekitar daerah Melati Mas (GL-12) pada Tabel 4, hasil analisa data

geolistrik menunjukkan adanya 5 lapisan pada Tabel 5, yaitu:

1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,667 meter.

2. Lapisan pasir lempungan dari 0,667 hingga 5,52 meter.

3. Lapisan pasir dari 5,52 hingga 16,7 meter.

4. Lapisan lempung dari 16,7 hingga 32,5 meter.

5. Lapisan pasir lempungan dari 32,5 meter hingga tidak diketahui.

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Geolistrik

Regency Melati Mas

FORM DATA SOUNDING SCHLUMBERGER GL-12

NO AB/2 (m) MN/2 (m) k I (mA) V (mV) Rho (Ohm.m)

1 1 0.25 5.9 6 127.6 125.32

2 1.5 0.25 13.8 6 31.2 71.50

3 2 0.25 24.8 6 15.5 63.94

4 3 0.25 56.2 17 9 29.74

5 3 0.5 27.5 17 18.3 29.60

6 4 0.25 100.2 19 4.4 23.20

7 4 0.5 49.5 18 8.5 23.38

8 5 0.25 156.8 23 3.4 23.17

9 5 0.5 77.8 23 6.7 22.66

10 6 0.5 112.4 28 5.6 22.47

11 8 0.5 200.4 63 6.4 20.35

12 10 0.5 313.5 27 1.4 16.26

13 10 2 75.4 27 5.6 15.64

14 12 0.5 451.8 21 0.3 6.45

15 12 2 110.0 21 2.3 12.05

16 15 0.5 706.4 19 0.2 7.44

17 15 2 173.6 19 0.9 8.23

18 20 2 311.1 50 1.5 9.33

19 25 2 487.9 29 0.4 6.73

20 30 2 704.0 29 0.2 4.86

21 40 2 1254.0 60 0.4 8.36

22 40 8 301.7 55 1.8 9.87

23 50 2 1961.1 75 0.4 10.46

24 50 8 478.5 77 1.7 10.56

25 60 2 2825.4 62 0.2 9.11

26 60 8 694.6 60 0.8 9.26

27 80 8 1244.6 52 0.5 11.97

28 100 8 1951.7 45 0.2 8.67

29 100 20 754.3 45 0.5 8.38

30 125 8 3056.6 40 0.1 7.64

31 125 20 1196.3 41 0.3 8.75

32 150 8 4407.1 80 0.1 5.51

33 150 20 1736.4 80 0.4 8.68

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

28

Tabel 5. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik

No

( m)

Ketebalan/h (m)

Kedalaman/d (m)

Perkiraan Litologi

1 266 0,667 0,667 Soil

2 39,7 4,86 5,52 Pasir lempungan

3 4,34 11,2 16,7 Pasir

4 59,4 15,8 32,5 Lempung

5 0,0844 Pasir lempungan

1. Pada lokasi Sektor 2 Bumi Serpong Damai (GL-13) pada Tabel 6, hasil analisa data

geolistrik menunjukkan adanya 3 lapisan pada Tabel 7, yaitu:

1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,567 meter.

2. Lapisan pasir lempungan dari 0,567 hingga 5,9 meter.

3. Lapisan pasir dari 5,9 meter hingga tidak diketahui.

3. Pada lokasi Sektor 11 Bumi Serpong Damai (GL-15) pada Tabel 8, hasil analisa data

geolistrik menunjukkan adanya 5 lapisan pada Tabel 9, yaitu:

1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,5 meter.

2. Lapisan pasir lempungan dari 0,5 hingga 6,42 meter.

3. Lapisan konglomerat dari 6,42 hingga 51,7 meter.

4. Lapisan konglomerat dari 51,7 hingga 83,4 meter.

5. Lapisan pasir dari 83,4 meter hingga tidak diketahui.

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

29

Tabel 6. Data Hasil Pengukuran Geolistrik

Bumi Serpong Damai Sektor 2

FORM DATA SOUNDING SCHLUMBERGER GL-13

NO AB/2 (m) MN/2 (m) k I (mA) V (mV) Rho (Ohm.m)

1 1 0.25 5.9 7 233 196.15

2 1.5 0.25 13.8 5 57.9 159.23

3 2 0.25 24.8 5 25.3 125.24

4 3 0.25 56.2 7 15.5 124.40

5 3 0.5 27.5 7 25 98.21

6 4 0.25 100.2 17 18.7 110.20

7 4 0.5 49.5 7 12.7 89.81

8 5 0.25 156.8 22 8 57.00

9 5 0.5 77.8 22 23.7 83.80

10 6 0.5 112.4 34 27.1 89.56

11 8 0.5 200.4 29 11.5 79.45

12 10 0.5 313.5 26 5.3 63.91

13 10 2 75.4 27 25.1 70.12

14 12 0.5 451.8 30 3.3 49.70

15 12 2 110.0 31 14.7 52.16

16 15 0.5 706.4 34 1.6 33.24

17 15 2 173.6 34 7.7 39.33

18 20 2 311.1 43 3.7 26.77

19 25 2 487.9 83 3 17.64

20 30 2 704.0 59 1.4 16.71

21 40 2 1254.0 48 0.6 15.68

22 40 8 301.7 48 3.4 21.37

23 50 2 1961.1 55 0.6 21.39

24 50 8 478.5 56 1.5 12.82

25 60 2 2825.4 34 0.2 16.62

26 60 8 694.6 34 0.7 14.30

27 80 8 1244.6 23 0.2 10.82

28 100 8 1951.7 33 0.3 17.74

29 100 20 754.3 33 0.8 18.29

30 125 8 3056.6 48 0.2 12.74

31 125 20 1196.3 50 0.4 9.57

32 150 8 4407.1 32 0.1 13.77

33 150 20 1736.4 32 0.2 10.85

34 175 20 2374.8 52 0.2 9.13

35 200 20 3111.4 76 0.2 8.19

36 250 20 4879.3 42 0.1 11.62

37 300 20 7040.0 62 0.1 11.35

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

30

Tabel 7. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik

No

( m)

Ketebalan/h (m)

Kedalaman/d (m)

Perkiraan Litologi

1 215 0,567 0,567 Soil

2 79,8 5,33 5,9 Pasir lempungan

3 11,2 Pasir

Tabel 8. Data Hasil Pengukuran Geolistrik

Bumi Serpong Damai Sektor 11

FORM DATA SOUNDING SCHLUMBERGER GL-15

NO AB/2 (m) MN/2 (m) k I (mA) V (mV) Rho (Ohm.m)

1 1 0.25 5.9 50 2220 261.64

2 1.5 0.25 13.8 6 88.4 202.58

3 2 0.25 24.8 5 31.1 153.95

4 3 0.25 56.2 5 11 123.59

5 3 0.5 27.5 5 23.7 130.35

6 4 0.25 100.2 16 20 125.22

7 4 0.5 49.5 4 8.7 107.66

8 5 0.25 156.8 25 19.1 119.76

9 5 0.5 77.8 25 38.5 119.79

10 6 0.5 112.4 28 29.2 117.17

11 8 0.5 200.4 26 13.8 106.34

12 10 0.5 313.5 22 6.4 91.20

13 10 2 75.4 42 47.3 84.95

14 12 0.5 451.8 57 9.6 76.09

15 12 2 110.0 57 36.8 71.02

16 15 0.5 706.4 55 4.5 57.79

17 15 2 173.6 55 17.1 53.99

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

31

Tabel 9. Interpretasi Hasil Pengukuran Geolistrik

18 20 2 311.1 48 5.3 34.36

19 25 2 487.9 47 2.6 26.99

20 30 2 704.0 44 1.2 19.20

21 40 2 1254.0 52 0.7 16.88

22 40 8 301.7 52 3.1 17.99

23 50 2 1961.1 57 0.6 20.64

24 50 8 478.5 56 2 17.09

25 60 2 2825.4 36 0.2 15.70

26 60 8 694.6 36 0.8 15.43

27 80 8 1244.6 22 0.3 16.97

28 100 8 1951.7 53 0.3 11.05

29 100 20 754.3 54 0.6 8.38

30 125 8 3056.6 178 0.4 6.87

31 125 20 1196.3 150 1 7.98

32 150 8 4407.1 106 0.2 8.32

33 150 20 1736.4 108 0.4 6.43

34 175 20 2374.8 136 0.4 6.98

35 200 20 3111.4 98 0.2 6.35

36 250 20 4879.3 106 0.2 9.21

37 300 20 7040.0 154 0.2 9.14

38 350 20 9593.6 120 0.2 15.99

39 400 20 12540.0 96 0.1 13.06

No

( m)

Ketebalan/h

(m)

Kedalaman/d

(m) Perkiraan Litologi

1 289 0,5 0,5 Soil

2 95,2 5,92 6,42 Pasir lempungan

3 16 45,3 51,7 Konglomerat

4 1,37 31,7 83,4 Pasir lempungan

5 1484 Pasir

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

32

4.1.6. Data Pengukuran Geo Listrik Daerah Rumpin

Pengukuran geolistrik di Daerah Rumpin dilakukan di pinggir jalan dekat El-Farm, karena

keterbatasan area, maka bentangan kabel geolistrik maksimum yang dapat digunakan adalah

140 meter, dengan jarak elektroda 3 meter. Hasil akuisisi data digunakan untuk menghitung

nilai resistivitas semu (ρa) dan tahapan selanjutnya diolah menggunakan software Res2-Dinv

untuk mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya. Perolehan model penampang resistivitas

sebenarnya (true resistivity). Hasil pemodelan ini diperlihatkan dalam Gambar 23 yang

memperlihatkan bagian penampang citra anomali resistivitas.

Gambar 23. Penampang Resistivitas 2-D

Pada lokasi sekitar daerah Rumpin, hasil analisa data geolistrik menunjukkan adanya 5 lapisan

pada Tabel 5, yaitu:

1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,750 meter.

2. Lapisan pasir lempungan dari 0,750 hingga 3,82 meter.

3. Lapisan pasir dari 3,82 hingga 11,9 meter.

4. Lapisan lempung dari 11.9 hingga 17,2 meter.

5. Lapisan pasir lempungan dari 17,2 meter hingga tidak diketahui.

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

33

4.2. Analisis Data

4.2.1. Cekungan Airtanah

Berdasarkan kerangkan geologi dan hidrogeologi dapat diperoleh gambaran hipotetik

mengenai sebaran cekungan airtanah wilayah Tangerang, Provinsi Jawa Barat (Gambar 24).

1. Sebaran Permukaan.

2. Sebaran Daerah Permukaan.

Gambar 24. Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Banten

4.2.2. Sebaran Permukaan

Terletak di akhiran sungai yang ada dalam kawasan ini, penarikan batas cekungan merupakan

pemisah sebagai sumber resapan airtanah yang secara hipotetik masuk ke dalam cekungan

airtanah Kabupaten Tangerang dan yang tidak masuk. Bagian timur terletak di sebagian aliran

Sungai Cisadane, ke arah timur dibatasi oleh Endapan Kipas Aluvium (Qav) dengan formasi

Bojongmanik (Tmb), dan kemudian ke arah utara mengikuti alur sungai Angke -

Pesanggrahan. Bagian Selatan ke arah barat mengikuti kontak sebaran Batuan Gunungapi

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

34

(Qvst & Qvu), intrusi Batuan Beku (Tma & Tba) dengan batuan sedimen Formasi

Bojongmanik (Tmb). Sedangkan bagian barat mengikuti alur sungai Cibeureum.

4.2.1.1. Sebaran Bawah Permukaan

Akan mengikuti batas atau kontak antara satuan batuan yang tidak mampu mengalirkan

(kedap) dan yang mampu mengalirkan airtanah (permeabel).

Bagian selatan mempunyai batas mulai dari batas cekungannya ke arah utara akan berada di

atas (pada singkapan sedimen Tersier) dan kontak dengan Batuan Gunungapi, maka batasnya

akan berada di atas singkapan batuan sedimen Tersier yang bersifat kedap terhadap aliran

airtanah.

4.2.3. Cekungan Airtanah Tangerang

Berdasarkan Peta Geologi Airtanah dapat dilihat bahwa dalam wilayah Kabupaten Tangerang

(permukaan) tidak dapat dibuat batas sebaran cekungan airtanahnya secara administrasi)

tetapi pada bagian bawah (dalam) dapat diperkirakan bahwa batas cekungan airtanah akan

terletak pada kontak Endapan Sedimen Tersier Halus (Tmb) dengan batuan Sedimen Kasar

(Tpss dan Tpg).

4.2.4. Sistem Akifer Airtanah

Berdasarkan Peta Sebaran Cekungan Airtanah dapat dibuat peta Sebaran Tipologi Sistem

Akifer yang menghasilkan enam (6) buah tipologi yaitu :

1. Endapan Aluvial (Qa dan Qbr).

2. Gunungapi Muda (Qav, Qpvb dan Qpv).

3. Gunungapi Tua (Qv, Qvb, Qvl, Qvst dan Qva).

4. Batuan Sedimen Kasar (Tpss, Tpg, Tmrs).

5. Batuan Sedimen Halus (Tmbs, Tmbls & Tmbc).

6. Batuan Beku (Tma & Tba).

Sebaran ke arah dalam (bawah permukaan) umumnya merupakan batas yang berangsur atau

biasa disebut batas perubahan fasies suatu endapan dengan endapan yang lain. Secara umum

Kabupaten Tangerang mempunyai empat (4) tipologi Sistem Akifer, yaitu :

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

35

1. Endapan Aluvial (Qa dan Qbr).

2. Gunungapi Muda (Qav, Qpvb dan Qpv).

3. Gunungapi Tua (Qv, Qvb, Qvl, Qvst dan Qva).

4. Batuan Sedimen Kasar (Tpss, Tpg dan Tmrs).

Sedangkan pada bagian selatan batas wilayah Kabupaten Tangerang sangat memungkinkan

untuk diperolehnya Tipologi Sitem Akifer Batuan Sedimen Halus (Tmbs, Tmbl dan Tmbc).

4.2.4.1. Wilayah Serpong

Dalam wilayah Serpong secara dominan di permukaan akan mempunyai tipologi Sistem

Akifer Endapan Aluvial (Qa), Gunungapi Muda (Qav/Qpb) dan Batuan Sedimen Kasar (Tpss

dan Tpg), tetapi ke arah bawah permukaan diperkirakan dapat dijumpai adanya tipologi

Sistem Akifer (log bor – Serpong) Gunungapi Tua dan Batuan Sedimen Halus (Tmb). Pada

wilayah Serpong ini berdasarkan data geolistrik menunjukkan adanya 4 lapisan, yaitu:

1. Lapisan soil (tanah), dari permukaan tanah hingga kedalaman 0,5 meter.

2. Lapisan pasir lempungan dari 0,5 hingga sekitar 7 meteran

3. Lapisan konglomerat dari 7 hingga 50 meteran

4. Lapisan pasir dari 50 meter hingga tidak diketahui

4.2.4.2. Wilayah Rumpin

Penampang tahanan jenis ini melintasi bagian barat daerah penelitian dari bagian selatan ke

bagian utara. Urutan lapisan dari atas ke bawah adalah sebagai berikut:

1. Tanah penutup, bertahanan jenis antara 100 - 300 Ohm-meter dengan ketebalan 0 -

0,75 meter.

2. Lapisan bertahanan jenis antara 30 - 116 Ohm-meter, dengan ketebalan 0,75 - 3,82

meter, diduga sebagai lapisan tufa pasiran/pasir lempungan.

3. Lapisan bertahanan jenis antara 5-15 Ohm-meter, dengan ketebalan 3,82 – 11,9 meter,

diduga sebagai tufa lempungan.

4. Lapisan bertahanan jenis antara 20 - 73 Ohm-meter, dengan ketebalan 11,9 – hingga

tidak diketahui, diduga sebagai lapisan pasir atau tufa pasiran. Pasir sedang-kasar

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

36

1. Data Singkapan

Gambar 25. Data Singkapan di Daerah Rumpin

2. Data Log Bor

Penampang Barat - Timur bagian Selatan Daerah Rumpin (Gambar 26), pada bagian barat

pada data log bor A-18 terdapat litologi batulempung selang seling batugamping yang

diperkirakan bagian dari Formasi Bojongmanik yang tersingkap di daerah sekitar Rumpin

yang berumur Tersier yang tidak menerus ke bagian Timurnya yang diinterpretasikan sebagai

adanya struktur sesar. Pada log bor B-15 bagian atas sampai bawah tersusun oleh lempung

tufaan, tuf breksi, batupasir dan batulempung sisipan batugamping yang berumur Tersier dan

Tanah lapukan: coklat-abu-abu

Tuf pasiran; pasir lempungan: coklat

sampai abu-abu, lunak

Tuf lempungan: abu-abu, halus, lunak

Tuf pasiran, pasir: abu-abu, sedang

sampai kasar, lunak, bagian bawah berupa

kerikil

Lempung abu-abu, kekerasan sedang

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

37

tidak menerus ke sebelah timurnya. Pada log bor B8, tersusun oleh pasir konglomeratan,

batupasir dan batulempung.

Gambar 26. Penampang litologi arah barat – timur di daerah Rumpin

4.2.5. Kelompok Akifer

Kelompok akifer mempunyai pengertian adalah kumpulan akifer yang terdapat pada

kedalaman tertentu, dibedakan atas dasar airtanah bebas/artesis dan dapat dipisahkan apabila

terdapat lapisan lempung yang tebalnya antara 5 – 10 meter. Untuk dapat melakukan

pembagian di atas harus didasarkan adanya data log-bor hasil pemboran, hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa Kabupaten Tangerang diperkirakan mempunyai 3 hingga 20 lapisan

akifer dengan kisaran tebal akifer 1 hingga 18 meter.

4.2.5.1. Wilayah Serpong

Wilayah Serpong mempunyai lapisan akifer lebih dari empat (4) buah dengan kisaran

ketebalan antara 5 hingga 15 meter (log bor – Serpong). Ada tiga (3) kelompok akifer, yaitu

0 – 14 meter, 14 – 90 meter dan 90 – 260 meter (Gambar 27).

• 0 – 14 meter; lapisan akifer dapat berasal dari pelapukan Endapan Aluvial (Qa) yang

umumnya mempunyai rasa airtanah segar.

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

38

• 14 – 90 meter; lapisan akifer hanya satu (1) buah dengan tebal 6 – 7 meter berasal dari

Endapan Gunungapi Muda/Batuan Sedimen Kasar (?) yang rasa airtanahnya segar

hingga payau.

• 90 – 260 meter; lapisan akifer dapat lebih dari dua (2) buah dengan tebal 5 hingga 15

meter berasal dari endapan Batuan Sedimen Halus (Tmb) yang rasa airtanahnya segar

hingga asin.

Korelasi litologi hasil pengukuran geolistrik di daerah Serpong ditunjukkan pada gambar

27 berdasarkan sebaran nilai resistivitynya.

Gambar 27. Penampang Geolistrik Daerah Serpong

4.2.5.2. Wilayah Rumpin

Wilayah Rumpin mempunyai lapisan akifer lebih dari empat (4) buah dengan kisaran

ketebalan antara 5 hingga 15 meter (data geolistrik, singkapan dan log bor ). Ada tiga (3)

kelompok akifer, yaitu 0 – 14 meter, 14 – 90 meter meter (Gambar 28).

• 0 – 14 meter; lapisan akifer dapat berasal dari pelapukan Endapan Aluvial (Qa) yang

umumnya mempunyai rasa airtanah segar.

• 14 – 90 meter; lapisan akifer hanya satu (1) buah dengan tebal 6 – 7 meter berasal dari

Endapan Gunungapi Muda/Batuan Sedimen Kasar (?) yang rasa airtanahnya segar.

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

39

Gambar 28. Penampang 2-D Geolistrik

Berdasarkan hasil pengolahan data true resistivity didapatkan pola perlapisan atau beberapa

susunan lapisan batuan yang diinterpretasi adanya tiga lapisan. Rincian dari hasil perhitungan

dan pengolahan data, secara umum dari tiap datum point pada penampang resistivitas

menunjukkan nilai resistivitas berkisar 5.0 – 127.0 Ώ.m (Tabel 1). Nilai resisistivitas ini

terbagi atas tiga zona resistivitas sebagai berikut:

1. Zona resistivitas rendah dengan nilai resistivitas < 24,8.0 Ώ..m diduga sebagai tanah,

lempung danlempung pasiran, umumnya bersifat lepas dan lembab berwarna coklat

hingga coklat-jingga. Material ini umumnya bersifat lepas/lapuk dan cukup berpori

sehingga dapat meloloskan air dengan tingkat rendah.

2. Zona resistivitas menengah dengan nilai resistivitas 24,8 – 60.0 Ώ.m diduga sebagai pasir,

pasir lempungan berbutir halus hingga kasar, lempungan dan kerikilan. Batuan ini terdapat

pada kedalaman dan ketebalan bervariasi. Material ini umumnya bersifat lepas/lapuk dan

cukup berpori/berongga sehingga dapat meloloskan air dengan tingkat tinggi.

3. Zona resistivitas tinggi dengan nilai resistivitas > 60.0 Ώ..m diduga sebagai batu lempung

pasiran berbutir halus hingga sedang dan batulempung yang kompak dan keras. Batuan

ini terdapat pada kedalaman dan ketebalan bervariasi. Material ini umumnya bersifat

kompak. Zona batuan ini umumnya bertindak sebagai batuan dasar (bedrock) dan batuan

penutup (overburden) yang dijumpai hampir di seluruh daerah survei.

4.2.6. Kondisi Airtanah

Secara umum kondisi airtanah bebas (0 – 30 meter) mempunyai kedalaman muka airtanah

berkisar antara –2,5 hingga –20 meter (dari permukaan tanah setempat/mts). Kerucut

penurunan muka airtanah (“Cone Depression”) berkembang di wilayah selatan-timur dari

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

40

Kabupaten Tangerang, yakni di sekitar Kecamatan Ciputat, Pondok Aren, Curug sampai

Kecamatan Balaraja yang terletak di bagian barat serta Rumpin.

Umumnya kondisi air tanah di daerah Tangerang mempunyai kedalaman muka airtanah –5

hingga –10 meter (mts), tidak dijumpai adanya pusat penurunan m.a.t tetapi terdapat pusat

discharge yang terletak di desa Julepang – Prigi Lama dan Jombang (Tabel 10). Kondisi fisik

airtanah umumnya bersifat rasa segar, pH 4,5 hingga 7,5 dengan dayahantar listrik 22 – 567

µS yang digunakan untuk minum/makan serta MCK.

Tabel 10. Data Airtanah Wilayah Tangerang

LOKASI DESA

DATA

KEGUNAAN

AIRTANAH M.A.T

(m, dmts)

FISIK AIRTANAH

pH Suhu

(0C)

Eh

(mV)

Ec

(µS)

1. Pakulonan -9,87 5,21 28 100 89,9 Mi, MCK

2. Pd. Jagung -8,20 7,54 29,5 -0,36 567 Mi, MCK

3. Lengkong Gudang -9,86 5,88 30 0,61 255 Mi, MCK

4. Babakan -10,40 5,55 29 0,80 40,6 Mi, MCK

5. Lengkong Karya -9,28 5,29 30 0,96 67,8 Mi, MCK

6. Jelupang -2,86 5,96 29 0,57 93,8 Mi, MCK

7. Lengkong Wetan -5,85 5,52 30,5 0,82 78,4 Mi, MCK

8. Rawa Buntu -9,59 6,10 32 0,49 78,9 Mi, MCK

9. Ciater -9,00 6,20 31 0,42 73,2 Mi, MCK

10. Setu,BSD sek.10 -9,06 5,46 29 0,87 22,4 Mi, MCK

11. Buaran -8,83 4,54 29 142 110,5 Mi, MCK

12. Babakan -8,53 4,83 28,5 124 140,8 MCK

4.2. Sistem Hidrogeologi Daerah Rumpin Dan Sekitarnya

Dengan kondisi Daerah Rumpin yang termasuk pada dataran bergelombang dan termasuk

dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) dari sungai Cisadane. Sungai Cisadane merupakan salah

satu sungai yang besar yang berada pada tanah pasundan, Pulau Jawa dan bermuara ke laut

Jawa. Sungai Cisadane yang berhulu pada lereng gunung Pangrango (Sub DAS Cisadane

Hulu), dan beberapa anak sungai yang berhulu pada Gunung Salak, melewati sisi barat

Kabupaten Bogor terus kearah Kabupaten Tangerang dan bermuara ke Tanjung Burung,

memiliki panjang sekitar 126 Km, pada bagian hilir sungai ini termasuk cukup lebar dan dapat

dilalui dengan kapal kecil (Gambar 29).

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

41

Gambar 29. Daerah Aliran Sungai Cisadane, lokasi Rumpin

Rumpin memiliki bentang dataran bergelombang yang tersebar di bagian barat yang meliputi

± 15% luas daerah penelitian, memiliki aliran sungai aliran relatif lurus, dengan litologi yang

terdapat termasuk dalam formasi genteng Satuan batuan ini terdiri dari lapisan batupasir halus

tufan dan batulempung dengan sisipan batuapung. Satuan ini dicirikan oleh banyaknya fosil

kayu yang tersilisifikasi. tapi dalam peta geologi teknik JABODETABEK termasuk dalam

satuan volkanik (Direktorat Geologi, 1970). Pada lapangan memiliki ciri berupa warna coklat

kemerahan, ukuran butir lempung sangat lunak. lempung pasiran sebagai hasil pelapukan

dari batuan penyusun Formasi Genteng, Gambar 30.

Gambar 30. Singakapan berlokasi didaerah Rumpin

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

42

Pada Daerah Rumpin memiliki alliran airtanah yang merupakan bagian dari DAS sungai

Cisadane, digunakan sebagai kebutuhan air untuk penduduk setempat. Adanya aliran alir

sungai merupakan hasil dari proses alam yang kompleks dan sedang berlangsung, pada daerah

aliran sungai (DAS) secara konseptual dapat dipergunakan sebagai salah satu tempat

penyimpanan airtanah atau reservoir airtanah, dan terdiri dari beberapa komponan yaitu

sebagai resapan/imbuhan, tempat penyimpanan atau aliran air keluar. Jika terjadi musim

kemarau maka akan mempengaruhi keluarnya air dari tempat penyimpanan dan dapat

memepengaruhi debit aliran air tersebut. Adanta Resapan atau recharge yang merupakan

suatu sistem yang tergantung pada curah hujan atau sumber air sekitarnyam, maka adanya

proses aliran dasar (baseflow) tersebut tidak dapat diabaikan sebagai kemampuan dari suatu

DAS.

Terdapatnya masalah kualitas air bersih, irigasi dan estimasi ketersediaan air di suatu kawasan

sungai. Maka perlu untuk , mengetahui koefisien imbuhan serta ketersediaan air saat musim

kemarau dapat terjaga, adanya perkiraan koefisien imbuhan (Recharge Coefisient) akan

menjadi salah satu cara untuk menjaga ketersediaan dan pengembangan sumber daya air

(SDA) di daerah aliran sungai. Dengan dapat diketahuinya nilai koefisien imbuhan

diharapkan dapat mengatur jumlah air yang dibutuhkan, sehingga pasokan air tetap tersedia

dan pembagian air pada saat musim kering dapat tepat sasaran.

Daerah Rumpin merupakan bagian Daerah Aliran Sungai dari sungai Cisadane, dan DAS

(daerah aliran sungai) dapat di artikan sebagai suatu wilayah yang meruopanan kesatuan

antara sungai dan anak sungainya. Dengan memiliki fungsi untuk menampung dan

menyimpan sefta mengalirkan air berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,

dengan batas di darat yang merupakan pemisah antara punggunan dan di laut hingga darat

dibatasi oleh daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktifitas yang berada di daratan

Gambar 31.

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

43

Gambar 31. Daerah Aliran Sungai dan batasnya

Daerah aliran fungai mempunyai fungsi hidrologis yang sangat berpengaruh dalam kualitas

dan kuantitas air yang masuk ke aliran sungai. Fungsi hidrologis lainya akan menampung air

hujan disaat musim penghujan atau dengan kata lain curah hujan tinggi, dan tidak akan

mengalami kekeringan pada musim kemarau. DAS itu sendiri akan membentuk dan memiliki

anak sungai yang bercabang, dan membentuk anak sungau, unutk menghindari terjadinya

banjir dan kekeringan suatu sungai, maka dilakukan pengendalian terhadap beberapa

komponen yang akan menjadi parameter dalam fungsi hidrologis dari Daerah Aliran Sungai

pada wilayah tersebut. Komponen yang dimaksud adalah adanya debit aliran sungai termasuk

fluktuasi debit yang akan bergubungan dengan curah hujan dan berpengaruh pada konsidi

aliran sungai, adanya limpasan permukaan (surface run off) dan aliran dasar (base flow). dan

salah parameter yang perlu diketahui adalah adanya koefisien imbuhan (recharge coefisient)

yang akan dianggap sebagai ambang batas sumber airtanah yang tersimpan. Aliran dasar

merupakan komponen dari aliran air sungai yang terjadi akibat adanya pelepasan airtanah,

dengan menentukan besaran debit sungai pada musim kemarau. Dan keadaan ini dipengaruhi

dengan kuantitas presipitasi air hujan yang meresap dan akan menjadi imbuhan airtanah.

Koefisien imbuhan akan diketahui dengan tingkat kontribusi aliran dasar terhadap aliran

sungai (Gambar 32).

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

44

Gambar 32. Aliran airtanah Dalam

Batas Hidrologis

Terdapat 3 (tiga) daerah untuk pengelolaan sumberdaya air, yaitu Cekungan Airtanah (CAT),

Daerah Aliran Sungai (DAS) serta Wilayah Sungai (WS). Cekungan Airtanah pada suatu

wilayah dibatasi oleh batas hidrogeologi, dengan sema tempat untuk kejadian yang

berhubungan dengan hidrogeologi, seperti adaya proses imbuhanm pengaliran serta pelepasan

airtanah. Dan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak sungai lainya, dengan fungsi unutk menampung,

menyimpan serta mengalirkan air yang berasal dari curah hujan kedana, laut secara alami,

Pada daerah Rumpin wilayah yang termasuk dengan sistem hidrologi yang bisa dikatakan

masuk ke dalam sistem hidrologi Daerah Aliran Sungai dari Cisadane. Denan adanya air tanah

yang dapat mengalir secara horizontal, serta adanya hubungan erat antara air sungai dengan

air tanah effulent) atau sebaliknya airtanah yang berasal dari rembesan air sungai (influent).

Rumpin merupakan daerah dengan memiliki tata guna lahan atau penggunaan lahan yang

cenderung mengalami perubahan dari mulai lahan kososng atau tidak terbangun hingga lahan

terbangun, dan semakin banyaknya tutupan lahan yang relatif kedap air serta banyaknya

perubahan dari kawasan hutan menjadi penggunaan lain seperti dapat menyebabkan

berkurangnya kemampuan penyerapan air hujan ke dlam tanah, hingga dapat mengakibatkan

banjir atau limpasan air permukaan.

Pada Daerah Aliran Sungai Cisadane hulu hingga adanya besaran imbuhan dapat dipakai

sebagai dasar untuk pengambilan airbawah tanah permukaan yang di izinkan di daerah atau

wilayah yag bersangkutan dan berbasis lingkungan agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan

airtanah tetap terjaga

Page 56: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

45

BAB 5. KESIMPULAN

1. Batas bagian bawah cekungan airtanah dapat berupa batuan yang kompak ataupun

lempung yang sangat tebal dan diperkirakan antara 150 – 200 meter.

2. Sistem hidrogeologi daerah Rumpin dan sekitarnya dapat dikelompokkan ke dalam Akifer

yang meliputi Kelompok Akifer Airtanah Bebas, mempunyai kisaran kedalaman 0 – 15

dan 15 – 45 meter dengan 1 – 2 akifer yang tebalnya berkisar antara 2 – 7 meter.

3. Muka Air Tanah (MAT) dangkal/bebas (0 – 10 m) mempunyai kedalaman muka airtanah

berkisar antara 0 hingga –5 m (mts).

Page 57: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

46

BAB 6. RENCANA TINDAK LANJUT

Untuk menindaklanjuti pelaksanaan penelitian yang belum sempurna akibat adanya

keterbatasan dana dan akses penggunaan data lapangan, maka sementara hanya dapat

memaksimalkan sebagian data lapangan dan hasil pengukuran satu line data geolistrik.

Penelitian lanjutan diperlukan untuk melengkapi data geolistrik pada lintasan lainnya untuk

hasil analisis yang lebih lengkap. Untuk luaran publikasi dan HKI dari penelitian ini masih

dalam proses.

Page 58: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

47

DAFTAR PUSTAKA

Appelo, C. A. J., and Postma, D., 1994. Geochemistry, Groundwater and Pollution. A.A.

Balkema, Rotterdam, 536.p

Cartwright, I., dan Tamie R. Weaver., 2005. Hydrogeochemistry of the Goulburn

ValleyRegion of the Murray Basin Australia Implikations for Flow paths and Resource

Vulnerability. Hydrogeology Journal, [Official Journal of the International Association

of Hydrogeologists. SpringerVerlag, Berlin, Heidelberg]. 13(5-6), 752 – 770.

Efendi, A.C., Kusnama, dan Hermanto, B. 1998. Peta Geologi Regional Lembaran Bogor.

Skala 1: 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.

Fetter, C. W., 1994. Applied Hydrogeology Third Edition. New Jersey (US): Prentice Hall,

Englewood Cliffd.

Hiscok, K.M. (2005) Hydrogeology, Principles and Practice, Blackwell Science Ltd.

Kodoatie, R. J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit: Andi Offset. Yogyakarta.

Maria, R., Dkk., 2018. Hidrogeologi Dan Potensi Cadangan Airtanah Di Dataran Rendah

Indramayu. Jurnal Riset Geo. Tam. Vol. 28, No. 2, Desember 2018, 181-192

Merriam Webster, https://www.merriam-webster.com/dictionary/groundwater

Nuryana, S.D., dkk., 2020., Pendugaan Struktur Bawah Permukaan di Daerah Bagian

Tengah DAS Cisadane Dengan Menggunakan Data Gravity, Jogee, Vol. 1 No. 2., hal

77 – 86.

Santosa, L. W., 2012. Hidrostratigrafi Akuifer Sebagai Geoindikator Genesis Bentuk Lahan

di Wilayah Kepesisiran Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum

Geografi. 26(2), 160 – 177.

Saputra, D. S., 2016. Perhitungan Potensi Air Tanah Di Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten

Indramayu, Jawa Barat. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan. 1(3), 147-158.

Sutrisno, S., 1985. Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Cirebon 1: 250.000. Bandung (ID):

Direktorat Geologi Tata Lingkungan.

Strahler, N. A., dan Strahler, H. A., 1983. Modern Physical Geography. John Wiley and Sons.

New York.

Todd, D. K., 1980. Groundwater Hydrology. New York: John Wiley & Sons.

Waspodo R. S. B., 2015. Eksplorasi Potensi Air Tanah Pada Kawasan Industri Air Mineral

Dalam Kemasan, Cemplang Bogor.Jurnal Keteknikan Petanian, 3 (2), 137-144

Page 59: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

48

LAMPIRAN

1. Personalia tenaga pelaksana beserta kualifikasinya.

No Nama Kualifikasi

1 Dr. Suherman Dwi Nuryana, ST, MT Bidang ilmu Geologi Tata Lingkungan

dan Bencana Geologi

2 Dr. Ir. Abdurrachman Asseggaf, MT Bidang ilmu Hidrogeologi dan GTL

3 Mohammad Apriniyadi, S.Si, MSc. Bidang ilmu Geofisika

4 M. Adimas Amri, ST, MT Bidang ilmu Hidrogeologi dan Bencana

Geologi

5 Aldis Ladesta Operator Geolistrik Lab Geofisika

6 Nofriyadi Operator Lab GTL

2. Surat Kesediaan Mitra

-

3. Roadmap Penelitian Fakultas

Page 60: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

49

4. Roadmap Penelitian Semua Anggota Peneliti

Page 61: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS Studi

50

5. Artikel Ilmiah: Status proses pembuatan

6. Hak Kekayaan Intelektual (HKI): Hak Cipta draft

7. Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam Buku Bunga Rampai.