Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN TERAPAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
APLIKASI DISPERSIVE SOLID PHASE EXTRACTION (DSPE)
BERBASIS KULIT SINGKONG MAGNETIT UNTUK PENENTUAN
ANTIBIOTIK DI LINGKUNGAN
TIM PENGUSUL
Dr. Rinawati, S.Si, M.Si (NIDN 0014047101, SINTA ID 6117659)
Prof. Dr. Buhani, M.Si (NIDN 0016046905, SINTA ID 5977045)
Dr. Agung Abadi Kiswandono, S.Si, M.Si (NIDN 0005077009, SINTA ID 257141)
Dr. Sonny Widiarto, S.Si, M.Si (NIDN 0030107101, SINTA ID 6011494)
Dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Lampung
(LPPM Unila) melalui skim DIPA BLU berdasarkan No. Kontrak
1658/UN26.21/PN/2021.
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2021
iii
RINGKASAN
Penyalahgunaan dan pemakaian berlebihan antibiotik di masa pandemic Covid-19 semakin
memicu peningkatan jumlah residu antibiotik di lingkungan sehingga menyebabkan tingginya
resistensi antibiotik yang mengancam kesehatan manusia. Residu antibiotik berada pada rentang
konsentrasi yang renik dan matriks sampel yang kompleks sehingga tahapan preparasi sampel
dalam penentuan kadarnya sangat penting. Dalam penelitian ini telah dilakukan teknik dispersive
solid‐phase extraction (DSPE) yang digabung dengan magnetit sebagai teknik ektraksi dalam
penentuan antibiotik tetrasiklin. Fase padat yang merupakan material adsorben dalam teknik ini
menggunakan karbon aktif dari kulit singkong yang dilapis dengan oksida besi sehingga bersifat
magnetit. Adsorben dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier
Transform Infrared Spectrophotometry (FT-IR), Particle Size Analysis (PSA), and X‐ray
diffraction. Optimasi dilakukan untuk beberapa parameter yang mempengaruhi teknik DSPE ini.
Senyawa antibiotik tetrasiklin yang diadsorpsi oleh karbon aktif magnetik dianalisis menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 275 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
permukaan adsorben memiliki struktur tidak beraturan, kasar, dan sangat berpori serta bersifat
magnet. Hasil optimasi menunjukkan bahwa waktu kesetimbangan pada antibiotik tetrasiklin
diperoleh pada pH 6 selama 10 menit dengan konsentrasi adsorbat 1 mg/L dan massa adsorben 20
mg. Studi ini menunjukkan bahwa karbon aktif magnetik dari kulit singkong memiliki potensi
yang tinggi sebagai adsorben efektif unutuk menentukan antibiotik tetrasiklin dari lingkungan
perairan. Hasil penelitian ini telah disubmit pada Journal Separation dan masih dalam proses.
Selain itu hasil penelitian telah dipresentasikan di Seminar MIPA bersama pada bulan Oktober
2021, dan akan diseminarkan kembali di kegiatan The 2nd International Conference on Chemistry,
Pharmacy, and Medical Sciences (ICCPM 2021) pada bulan November 2021. Teknik DSPE
dengan menggunakan material karbon aktif dari kulit singkong yg dimagnetisasi telah berhasil
dilakukan.
iv
PRAKATA
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah WT sehingga kegiatan penelitian Ungulan
Universitas dengan judul “Aplikasi Dispersive Solid Phase Extraction (DSPE) Berbasis Kulit
Singkong Magnetit untuk Penentuan Antibiotik)” telah terlaksana dengan baik.
Terselenggaranya kegiatan penelitian dan terselesaikannya laporan tahunan ini tidak
terlepas dari bantuan semua pihak. Karena itu dalam kesempatan ini kami meyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. LPPM Unila yang telah menyediakan dana penelitian untuk melaksanakan kegiatan
penelitian melalui skema penelitian unggulan universitas
2. Ketua Lembaga Penelitan dan Pengabdian Unila yang telah memberikan ijin sehingga
kegiatan ini terlaksana
3. Kepala UPT Lab Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi Unila yang telah memberi ijin
untuk melakukan analisis di lab tersebut
4. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan penelitian ini dengan baik.
Akhir kata kami berharap seluruh bantuan dan hasil pengabdian ini dapat membawa manfaat bagi
kita semua.
Bandar Lampung, September 2021
Tim Peneliti
v
DAFTAR ISI
Hal
COVER ………………. …………………………………………….. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………… ii
RINGKASAN …..…………………………………………………………. iii
PRAKATA ……………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI ………………. …………………………………………….. v
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………… vi
BAB 1 LATAR BELAKANG …………………………………….. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 2
BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………… 6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 8
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………... 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………. 15
LAMPIRAN ………………………………………. 19
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1. Proses teknik Magnetit-DSPE (Khatibi et al, 2020) ………………………..... 4
2. Peta jalan penelitian Monitoring dan Pengembangang
Metode Polutan Organik
………………………..... 5
3. Preparasi sampel (a) kulit singkong (b) kulit singkong
setelah dikeringkan (c) kulit singkong setelah
karbonisasi
………………………..... 8
4. Karbon aktif magnetit ………………………..... 9
5. Hasil mikrograf SEM dengan perbesar 3000x pada
permukaan adsorben berupa (a) karbon tanpa aktivasi,
(b) karbon aktif, (c) karbon aktif magnetik
………………………..... 10
6. Hasil spektrum SEM-EDX pada adsorben berupa (a)
karbon aktif, (b) karbon aktif magnetik
………………………..... 10
7. Hasil difraktogram XRD pada adsorben berupa (a)
karbon tanpa aktivasi, (b) karbon aktif, (c) karbon aktif
magnetik
………………………..... 11
8. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh konsentrasi
adsorbat
………………………..... 12
9. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh penambahan
massa adsorben
………………………..... 13
10. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh pH adsorbat ………………………..... 14
11. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh waktu kontak ………………………..... 15
1
BAB 1. LATAR BELAKANG
Munculnya pandemik karena virus COVID-19 telah meningkatkan penggunaan antibiotik
secara signifikan sehingga menimbulkan ancaman baru bagi kesehatan manusia selanjutnya [1, 2,
3]. Belum adanya obat yang tepat, membuat antibiotik tercatat menjadi obat yang paling banyak
digunakan baik untuk mencegah mau pun mengobati penyakit selama pandemik COVID-19 [2].
Antibiotik yang tidak diserap oleh tubuh manusia atau hewan akan dibuang melalui feses dan urine
ke lingkungan menyebabkan perubahan gen, resistensi antibiotik, merusak ekosistem perairan dan
akhirnya membahayakan kesehatan manusia [4, 5]. Oleh karena itu pemantauan residu antibiotik
di lingkungan sangat perlu dilakukan untuk mengontrol dan warning bahaya antibiotik.
Penentuan residu antibiotik telah dikembangkan menggunakan berbagai instrumen canggih
seperti HPLC, GC-MS, LC-MS/MS, CE, dan ELISA [6, 7, 8]. Akan tetapi penentuan residu
antibitotik di lingkungan merupakan hal yang rumit karena kompleksitas yang tinggi dari matriks
yang dianalisis dan kadar analit yang rendah, bahkan lebih rendah dari limit deteksi alat [9]. Oleh
karena itu diperlukan teknik preparasi sampel yang efisien agar matriks sampel tidak
mempengaruhi kinerja instrument tersebut. Selama ini teknik preparasi yang digunakan adalah
ekstraksi cair-cair yang menggunakan pelarut yang banyak, prosedur dan waktu yang lama. Untuk
mengatasi hal tersebut telah dikembangkan teknik Dispersive Solid Phase Extraction (DSPE).
Teknik DSPE memiliki keunggulan seperti waktu preparasi lebih cepat, mudah dilakukan,
recovery tinggi dan pelarut organik toksik yang digunakan lebih sedikit [10].
Metode DSPE berdasarkan prinsip kesetimbagan adsorpsi analit pada fase padat sehingga
pemilihan fase padat merupakan faktor yang crucial. Pada umumnya adsorben yang digunakan
untuk prosedur DSPE adalah adsorben sintetis seperti multi-walled carbon nanotubes [11] dan
gold nanoparticles and halloysite nanotubes [12]. Bahan tersebut berasal dari prekursor yang tidak
terbarukan, relatif mahal dan memerlukan biaya sintetis tinggi. Berdasarkan hal tersebut perlu
dikembangkan adsorben alternatif yang berasal dari bahan alam seperti zeolit, silika, kitosan, dan
karbon aktif.
Karbon aktif dikenal sebagai material berpori dan memiliki permukaan yang luas sehingga
mempunya daya adsorpsi yang tinggi. Namun penggunaan karbon aktif mempunyai kelemahan
seperti adanya filtrasi, kekeruhan, dan regenerasi adsorben. Kekurangan ini dapat dihilangkan
dengan memodifikasi material karbon aktif dengan penambahan magnetik, sehingga selain
2
memiliki luas permukaan yang tinggi juga bersifat magnet. Dengan sifat magnetnya, proses
pemisahan dengan penyaringan yang lama atau pun sentrifuse tidak diperlukan lagi [13].
Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki lahan singkong terluas di Indonesia
dengan jumlah produksi singkong mencapai sekitar 6,68 juta ton dengan laju pertumbuhan 1.5%
per tahun [14]. Seiring dengan berkembangnya hasil produksi tanaman singkong, maka limbah
utama kulit singkong juga semakin banyak. Kulit singkong mengandung karbon yang cukup tinggi
sehingga berpotensi untuk dijadikan prekursor karbon aktif. Jika digabung dengan senyawa
magnetit maka limbah kulit singkong dapat menjadi prekursor karbon aktif magnetit yang
berlimpah, terbarukan dan ekonomis untuk mengatasi permasalahan pada teknik preparasi sampel.
Pemanfaatan kulit singkong ini mendukung Renstra Penelitian Unila dimana saat ini Unila telah
mengembangkan berbagai penelitian yang terkait dengan singkong sebagai salah satu komoditi
unggulan Provinsi Lampung dan sudah mempunyai Pusat Unggulan Cassava..
Dalam penelitian ini, tenik DSPE akan diaplikasikan untuk penentuan kelompok tetrasiklin
yang banyak dipakai di Indonesia [15]. Tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) membuat karbon
aktif magnetit dari kulit singkong; (2) menentukan kondisi optimasi ekstraksi; (3) menentukan uji
kinerja dan (4) menentukan kadar residu antibiotik. Pada penelitian ini akan dihasilkan teknik
ekstraksi modern DSPE yang ramah lingkungan menggunakan fase padat karbon aktif kulit
singkong bermagnetit untuk menentukan residu antibiotik tetrasiklin di lingkungan perairan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 State of The Art
Keberadaan residu antibiotik diketahui semakin meningkat pada berbagai lingkungan
seperti pada makanan, minuman, air tanah, sedimen, terestrial,dan sungai mau [9, 10, 16, 15, 17].
Kondisi ini semakin mengkhawatirkan dengan munculnya pandemic covid-19 karena pemakaian
yang berlebihan dan penyalahgunaan antibiotik pada masa covid-19. Badan kesehatan dunia
WHO merasa perlu menetapkan 18-24 November 2020 sebagai Pekan Kesadaran Antimikroba
Sedunia atau World Antimicrobial Awareness Week (WAAW) untuk mengingatkan bahayanya
penggunaan antibiotik yang berlebihan seperti yang telah banyak dilaporkan di berbagai negara
[2, 3, 5].
Instrument kimia untuk menentukan antibiotik telah berkembang pesat. Namun, untuk
meningkatkan kemampuan deteksi, selektifitas, sensitifitas, dan mencegah kerusakan alat lebih
3
dini, preparasi sampel sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan survey yang dilakukan, Zhang
[18] memperkirakan dari total waktu analisis menggunakan teknik kromatografi, sekitar 61%-nya
diperlukan untuk preparasi sampel. Teknik preparasi sampel merupakan salah satu tahapan
analisis yang urgent dan bottle-neck yang menjadi penentu keberhasilan analisis menggunakan
berbagai instrument. Oleh karena itu trend penelitian teknik preparasi sampel di bidang kimia
analitik terus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek Green Analytical chemistry
(GAC), yaitu ramah lingkungan, minimalis dalam pelarut, sampel, tahapan proses, dan limbah,
serta dapat dilakukan dengan mudah, cepat, tidak mahal tanpa mengurangi selektifitas, sensitifitas,
dan efektifitas kinerja instrument [9] [19] [10]. SPE (Solid Phase Extraction) adalah salah satu
teknik preparasi sampel yang dikembangkan berdasarkan GAC untuk mengatasi kelemahan teknik
ekstraksi cair-cair konvensional yang memerlukan waktu dan pelarut yang banyak. Namun
demikian, teknik SPE ini dalam pelaksanaanya masih memerlukan jumlah sampel cukup banyak,
memerlukan pompa bertekanan, kemungkinan plugging dalam kolom SPE, dan hanya sekali pakai.
Di Indonesia, SPE komersial diperoleh secara impor dan relative mahal untuk analisis residu
antibiotik di laboratorium. Untuk mengatasi kelemahan tersebut telah dikembangkan teknik DSPE
Dispersive Solid Phase Extraction (DSPE) yang searah dengan semangat GAC [10] [11].
Teknik DSPE dilakukan dengan menambahkan partikel sorben padat yang terdispersi pada
larutan sampel sehingga terjadi proses kesetimbangan partisi antara analit yang terjerap pada fase
padat dan larutan sampel. Analit yang terjerap pada fase padat kemudian disaring atau disentrifus.
Material sorben padat pada DSPE merupakan salah satu faktor penting yang menentukan jumlah
analit yang terekstrak. Material berbasis karbon sintetis seperti multi-walled carbon nanotubes
(MWCNTs) dan gold nanoparticles and halloysite nanotubes (Au/HNTs) telah digunakan [11,
12]. Namun ketidakmudahan dan biaya yang tinggi dalam pembuatannya mendorong para peneliti
untuk menggunakan bahan karbon alternatif seperti karbon aktif dari limbah pertanian [20, 21, 22,
23]. Karbon aktif merupakan material berpori yang memiliki luas permukaan yang besar dan daya
adsorpsi yang tinggi sehingga memiliki penggunaan yang luas pada berbagai bidang. Karena
strukturnya yang berpori inilah, karbon aktif banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti
untuk menghilangkan polutan organik [24], adsorben zat warna [21] dan support katalis serta
elektroda superkapasitor [22].
Namun adsorben karbon aktif mempunyai kekurangan seperti adanya filtrasi, dispersi,
timbulnya kekeruhan, dan regenerasi adsorben [13]. Beberapa tahun terakhir ini, metode
4
pemisahan berbasis magnet telah dikembangkan secara luas karena biaya investasinya tidak mahal,
sederhana, cepat dan efesien. Berbagai adsorbent seperti biomass, zeolit, karbon aktif, polimer,
limbah dan material nano partikel dimagnetisasi [10] [21] [6]. Pemisahan berbasis magnet
diperoleh dengan cara menggabungkan adsorben dengan material bersifat magnet seperti oksida
besi hitam (Fe3O4). Adanya oksida besi magnetit meningkatkan stabilitas kimia, toksisitas rendah
dan dapat didaur ulang. Karbon aktif juga dapat dimagnetisasi dengan menggabungkan karbon
aktif dan oksida besi bersifat magnetit sehingga menjadi karbon aktif magnetit yang merupakan
material yang memiliki luas permukaan yang tinggi dan bersifat magnet. Hal ini menyebabkan
senyawa target yang sudah teradsorsi pada fase padat dapat dipisahkan hanya dengan memberikan
magnet batang di sekitarnya. Dengan demikian tahap filtrasi atau sentrifugasi tidak lagi diperlukan
dalam teknik adsorben. Proses DSPE yang meliputi isolasi, penghilangan pengotor, pemekatan
dan pemurnian berlangsung dengan menggunakan karbon aktif magnetit dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Proses teknik Magnetit-DSPE (Khatibi et al, 2020)
2.2 Peta Jalan Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan riset Peneliti tentang pengembangan metode
untuk monitoring dan reduksi polutan organik (Gambar 2). Berdasarkan peta jalan penelitian
tersebut dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini akan difokuskan pada pengembangan teknik
preparasi sampel yang memenuhi prinsip GAC, yaitu modern, minimalis dan ramah lingkungan.
5
Gambar 2. Peta jalan penelitian Monitoring dan Pengembangang Metode Polutan Organik
Sejak tahun 2008-2016 penerapan konsep ekstraksi ramah lingkungan telah dilakukan
Peneliti untuk mengidentifikasi polutan organik [25, 26, 27]. Tetapi dalam penelitian tersebut
masih menggunakan SPE, ASE dan SPME komersial yang merupakan produk impor sehingga
biaya analisis menjadi relatif mahal dan menjadi tidak berkelanjutan menjadi metode analisis rutin
di laboatorium. Karena itu Peneliti bersama tim [28] telah mengembangkan teknik ekstraksi
Matrix Solid Phase Dispersion (MSPD menggunakan adsorben C18 untuk menentukan antibiotik
tetrasiklin pada ayam pedaging. Selanjutnya sejak tahun 2016-2020 telah dikembangkan material
adsorben berupa karbon aktif dari limbah pertanian seperti sekam padi [29, 30] kulit pisang [31],
dan kulit singkong [29]. Teknik ekstraksi ini memanfaatkan konsep adsorpsi seperti yang telah
Peneliti lakukan bersama tim [32, 33, 34]. Teknik adsorpsi ini juga digunakan dalam DSPE namun
menggunakan adsorben dan tujuan berbeda, yaitu pengembangan metode preparasi sampel yang
efisien, cepat, sensitive dari material murah, terbarukan dan berlimpah. Peneliti dan tim
mahasiswa juga telah mengidentifikasi kemampuan adsorpsi karbon aktif dari limbah kulit
singkong untuk mengadsorpsi senyawa fenantrena dan tetrasiklin mencapai lebih dari 50% [35,
36]. Hal ini menunjukkan potensi kulit singkong untuk digunakan sebagai fase padat DSPE untuk
6
penentuan antibiotik secara simultan menggunakan HPLC. Penelitian sebelumnya masih
menggunakan instrument UV Vis untuk identifikasi awal secara individual. Berdasarkan hasil
tersebut, maka penelitian pada tahun ini (2021) telah mengaplikasikan karbon aktif dari kulit
singkong sebagai fase padat DSPE untuk penentuan residu antibiotik tetrasiklin. Karakterisasi,
optimasi ekstraksi, uji kinerja dan aplikasi akan dilakukan untuk memperoleh teknik DSPE yang
efisien. Pada tahun 2024 diharapkan metode DSPE sudah established dan fase padat DSPE
sudah difabrikasi di Unila serta dapat dikomersialkan untuk dapat digunakan di semua
laboratorium yang melakukan pengujian antibiotik. Pemanfaatan limbah kulit singkong menjadi
salah satu material maju yang berlimpah dan terbarukan akan membuat nilai ekonomis limbah ini
dan menjadi alternatif untuk pengolahan limbah kulit singkong yang banyak di Provinsi Lampung.
BAB 3. METODE PENELITIAN
Penelitian akan dilaksanakan selama 6 bulan mulai April 2021 sampai September 2021 di
Laboratorium Analitik dan Instrumentasi Kimia, serta UPT LTSIT, Universitas Lampung.
3.1 Prosedur Penelitian
a. Penyiapan Karbon Aktif
Kulit singkong dibersihkan dari pengotornya, lalu dikering anginkan dan dipanaskan dalam
oven pada suhu 130 °C selama 6 jam. Kulit singkong kering dikarbonisasi dengan furnace pada
suhu 450 °C selama 25 menit. Karbon yang dihasilkan didinginkan lalu digerus dengan mortal
dan alu kemudian diayak dengan ayakan mesh 106. Karbon yang diperoleh selanjutnya diaktivasi
fisika pada suhu 700°C selama 60 menit lalu didinginkan dan diaktivasi kimia dengan konsentrasi
aktivator ZnCl2 30%
b. Penyiapan Karbon Aktif Magnetik
Pembuatan karbon aktif magnetik dengan perbandingan mol karbon aktif dan garam besi
yaitu 2:1. Sebanyak 6,5 gram karbon aktif yang dilarutkan dalam 300 mL akuades dan diaduk
menggunakan magnet stirrer pada suhu 70oC. Pada wadah lain dibuat larutan garam besi yang
terdiri dari 7,8 gram FeCl3∙6H2O dan 3,9 gram FeSO4∙7H2O yang dilarutkan dalam 300 mL
akuades. Lalu larutan ini ditambahkan pada larutan karbon aktif magnetik. Campuran ini
kemudian diaduk selama 30 menit sambil ditambahkan 100 mL NaOH 5 M bertahap sampai
terbentuk endapan hitam. Endapan yang dihasilkan disaring dan dicuci dengan akuades sampai
7
pH 6 lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C selama 3 jam sehingga diperoleh karbon aktif
magnetik (Oliviera et al, 2002).
c. Karakterisasi Karbon Aktif
Karakterisasi karbon aktif magnetit dilakukan menggunakan instrument FTIR, SEM-EDX,
XRD dan PSA.
d. Optimasi Ekstraksi DSPE
1. Pengaruh konsentrasi
Sebanyak 20 mL larutan antibiotik dengan variasi konsentrasi masing-masiang 0,5; 1; 1,5; 2; dan
2,5 mg/L ditambah karbon aktif magnetit sebanyak 0,5 g, lalu campuran tersebut diaduk selama
10 menit dengan kecepatan 150 rpm pada suhu kamar. Setelah ektraksi selesai, magnet didekatkan
ke dinding gelas beaker sehingga karbon aktif magnetik melekat dan berkumpul ke sisi dinding
gelas beaker yang terdapat magnet. Larutan supernatannya dipisahkan dan filtrat karbon aktif yang
telah mengadsorpsi antibiotik ditambahkan pelarut pendesorpsi 2 ml asetonitril, disonikasi dan
kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometri UV Vis.
2. Pengaruh kadar adsorben
Cara yang sama dilakukan seperti tahap di atas (pengaruh konsentrasi) tetapi menggunakan variasi
adsorben karbon aktif magnetik dengan rentang 0,1 sampai 0,5 g pada konsentrasi tetrasiklin
optimum.
3. Pengaruh waktu kontak
Cara yang sama dilakukan seperti tahap di atas (pengaruh konsentrasi/pengaruh
adsorben/pengaruh pH) tetapi menggunakan waktu kontak ekstraksi pada rentang waktu 20, 40,
60, 80, 100, dan 120 menit pada kondisi konsentrasi tetrasiklin, massa adsorben dan pH optimum.
e. Uji Kinerja Ekstraksi DSPE
1. Akurasi
Sampel yang mengandung antibiotic dispike dengan standar antibiotic pada kondisi optimum yang
diperoleh. Pengukuran dilakukan minimal 6 kali ulangan. Nilai perolehan kembali dihitung
dengan rumus pada persamaan 1.
…………………. (1)
8
2. Presisi
Larutan sampel yang telah dispiked diukur dengan HPLC minimal 6 kali ulangan pada hari yang
sama. Nilai presisi diukur dengan menghitung persentase simpangan baku relatif (% RSD) data
dengan menggunakan rumus persamaan 2 dan 3.
………………………….. (2)
…………………………… (3)
f. Aplikasi DSPE pada real sampel
Sampel diambil dari beberapa lokasi perairan; parit rumah sakit dan sungai di kota Bandar
Lampung. Sampel diukur dengan menggunakan kondisi optimum yang sudah diperoleh.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Karbon Aktif Kulit Singkong Magnetit
Proses pembuatan karbon aktif dari kulit singkong dimulai dari proses pencucian material,
pengeringan dan karbonisasi. Hasil preparasi tiap tahapan ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Preparasi sampel (a) kulit singkong (b) kulit singkong setelah dikeringkan (c) kulit
singkong setelah karbonisasi
Setelah proses karbonisasi dilakukan aktivasi yang bertujuan untuk membuka, menambah
atau mengembangkan volume pori dan memperbesar diameter pori dan memperbesar pori yang
telah terbentuk pada proses karbonisasi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan suhu 700oC dan
a b c
9
zat aktivator kimia, ZnCl2. Karbon aktif kemudian ditambahkan larutan garam besi yaitu
FeCl3∙6H2O dan FeSO4∙7H2O sehingga bersifat magnet. Hasil yang diperoleh dari pembuatan
karbon aktif magnetik berupa serbuk berwarna hitam (Gambar 4).
Gambar 4. Karbon aktif magnetit
3.1 Karakterisasi Karbon Magnetik
Untuk menganalisis morfologi permukaan karbon, karbon aktif dan karbon aktif magnetik
serta komposisi yang terkandung dalam karbon, karbon aktif dan karbon aktif magnetik maka
dilakukan analisis menggunakan SEM seperti terlihat pada Gambar 5.
Berdasarkan Gambar 5a diketahui bahwa karbon kulit singkong tanpa aktivasi sudah
memiliki permukaan yang berpori, namun masih sedikit kecil atau belum terbentuk secara
sempurna. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada karbon aktif yang telah teraktivasi secara fisika
dan kimia pada Gambar 5b. Karbon aktif yang diaktivasi oleh ZnCl2 tersebut sudah memiliki
struktur pori yang lebih banyak, lebih besar dan lebih terbentuk dibandingkan dengan karbon tanpa
aktivasi. Semakin banyak pori-pori yang terbentuk maka luas permukaan karbon aktif akan
semakin meningkat sehingga karbon aktif akan memiliki daya serap yang lebih besar. Hasil
karakterisasi menggunakan SEM menunjukkan karbon aktif magnetik cenderung memiliki
struktur permukaan kasar dan terdapat sejumlah pori yang tertutup (Gambar 5c). Pelapisan
karbon aktif dengan magnetik memiliki keuntungan yaitu bertambahnya massa molekul karbon
aktif sehingga dalam proses adsorpsi akan mudah dipisahkan antara adsorben dan adsorbat.
10
Gambar 5. Hasil mikrograf SEM dengan perbesar 3000x pada permukaan adsorben berupa (a)
karbon tanpa aktivasi, (b) karbon aktif, (c) karbon aktif magnetik
Hasil EDX pada karbon aktif dan karbon aktif magnetik disajikan pada Gambar 6.
Berdasarkan gambar tersebut dapat teramati telah terbentuknya karbon lebih dari 80% pada ke dua
karbon aktif. Namun, pada karbon aktif magnetik terdapat unsur Fe yang menunjukkan
terbentuknya pelapisan magnetik pada karbon aktif (Gambar 6b).
Gambar 6. Hasil spektrum SEM-EDX pada adsorben berupa (a) karbon aktif, (b) karbon
aktif magnetik
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV
0
20
40
60
80
100
120
cps/eV
C O
K
K Ca
Ca
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20keV
0
10
20
30
40
50
60
70
80 cps/eV
Fe Fe O
Al Si Co
Co
Zn
Zn C
a b
c
11
Untuk mendukung bahwa unsur Fe yang ada pada spketrum EDX ( Gambar 4b ) merupakan
senyawa magnetik (Fe3O4), maka dilakukan karakterisasi dengan mengunakan XRD (X-Ray
Diffraction) seperti terlihat pada Gambar 7. Puncak-puncak yang muncul pada difraktrogram
karbon aktif magnetik dibandingkan dengan puncak-puncak yang muncul pada difaktogram
karbon dan karbon aktif.
Gambar 7. Hasil difraktogram XRD pada adsorben berupa (a) karbon tanpa aktivasi, (b)
karbon aktif, (c) karbon aktif magnetik
Pada difraktogram karbon dan karbon aktif (Gambar 5) dapat dilihat bahwa terdapat puncak
melebar pada daerah 2θ yaitu 20-30° yang menunjukkan struktrur karbon amorf yang umum
ditemukan pada karbon aktif [22] Pada difraktogram karbon terdapat puncak-puncak yang
muncul pada derah 2θ masing-masing sebesar 14, 24, dan 30° yang menjadi puncak khas pada
karbon tersebut. Gambar 5 yang menunjukkan difraktogram karbon aktif yang berbeda dengan
karbon yaitu terdapat puncak-puncak baru yang muncul pada daerah 2θ sebesar 11, 22, 24, 30, dan
32°. Difraktogram karbon aktif magnetik menujukkan adanya puncak-puncak tajam dan datar
yang muncul pada daerah 2θ sebesar 30,35, 43, 56, dan 62° yang menjadi puncak-puncak khas
12
dari karbon aktif magnetik yang mengindikasikan keberhasilan dalam pembuatan karbon aktif
magnetik.
3.3 Uji Adsorpsi
Pengaruh konsentrasi adsorbat dilakukan untuk mengetahui konsentrasi adsorbat optimum
yang dapat diserap dengan baik oleh adsorben. Uji adsoprsi yang didasarkan pada pengaruh
konsentrasi adsorbat dilakukan dengan variasi konsentrasi larutan standar antibiotik tetrasiklin
(adsorbat) yaitu 0,5; 1; 1,5; 2; dan 2,5 mg/L. Hasil uji adsorpsi yang dipengaruhi oleh konsentrasi
adsorbat dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh konsentrasi adsorbat
Berdasarkan data uji adsorpsi pada Gambar 6 diketahui jumlah adsorpsi tertinggi yaitu
42,23% yang merupakan persen adsorpsi pada konsentrasi adsorbat 1 mg/L adalah konsentrasi
optimum. Persen adsorpsi berdasarkan Gambar 6 pada pertambahan konsentrasi adsorbat 1,5; 2;
dan 2,5 mg/L mengalami penurunan jumlah yang teradsorpsi. Hal ini menunjukan kemampuan
pori karbon aktif dalam mengadsorpsi, semakin kecil konsentrasi adsorbat maka semakin sedikit
pori yang tertutup oleh adsorbat sehingga pada konsentrasi adsorbat yang tinggi kemungkinan
pori-pori karbon aktif yang tertutup oleh adsorbat semakin banyak dan mengakibatkan terjadinya
keadaan jenuh yaitu keadaan dimana pori karbon aktif sudah tidak dapat menyerap adsorbat.
Pengaruh penambahan massa adsorben dilakukan untuk megetahui massa adsorben
optimum yang dapat digunakan untuk menyerap antibiotik tetrasiklin. Variasi massa adsorben
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
% A
dso
rpsi
Konsentrasi (ppm)
13
yang digunakan yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 mg dan menggunakan konsentrasi adsorbat optimum
yang telah diperoleh. Hasil uji adsorpsi yang didasarkan pada penambahan massa adsorben dapat
dilihat pada Gambar 9.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 5 10 15 20 25 30
% A
dso
rpsi
Massa Adsorben (mg)
Gambar 9. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh penambahan massa adsorben
Berdasarkan kurva uji adsorpsi pada Gambar 9 diketahui bahwa persen adsorpsi
mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya massa adsorben, namun pada penambahan
adsorben diatas 20 mg mengalami penurunan persen adsorpsi. Hal ini menunjukan bahwa
penambahan massa adsorben memberikan pengaruh terhadap proses adsorpsi, semakin
bertambahnya massa adsorben maka cenderung meningkatkan daya serap adsorbat.
Bertambahnya massa karbon aktif sehingga menyebabkan jumlah partikel dan luas permukaan
karbon aktif menyebabkan jumlah tempat menyerap adsorbat bertambah dan efisiensi
adsorpsinya pun meningkat.
Pengaruh pH dilakukan untuk mengetahui pH adsorbat optimum yang dapat digunkan untuk
menyerap antibiotik tetrasiklin. Variasi pH adsorbat yang digunakan yaitu 2, 4, 6, 7, dan 8
menggunakan konsentrasi adsorbat dan massa adsorben optimum yang telah diperoleh. Hasil uji
adsorpsi yang didasarkan pada pengaruh pH adsorbat dapat dilihat pada Gambar 10.
14
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
0 2 4 6 8 10
% A
dso
rpsi
pH Adsorbat
Gambar 10. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh pH adsorbat
Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa pH adsorbat sangat mempengaruhi proses
adsoprsi. Hasil adsorpsi yang optimum terjadi pada pH adsorbat 6 yaitu sebesar 37,22 %. Pada
pH optimum yaitu pH 6 dengan persentase adsorpsi lebih besar dibandingkan pada pH yang lebih
asam maupun lebih basa. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada pH larutan relatif asam maka
jumlah H+ akan meningkat dan bersaing dengan kelompok kation pada antibiotik tetrasiklin untuk
terikat pada permukaan adsorben. Pada hasil penelitian [13] menggunakan karbon aktif magnetik
dari sekam padi yang dianalisis menggunakan HPLC diperoleh pH optimum yaitu pH 4, sehingga
apabila larutan relatif basa maka jumlah ion OH- yang terlalu banyak dalam larutan tidak mampu
ditangkap oleh antibiotik tetrasiklin, sehingga masih banyak ion OH- yang bebas di dalam larutan
yang menyebabkan terjadinya kompetisi antara kation antibiotik tetrasiklin dengan OH- bebas
untuk terikat pada permukaan adsorben yang akan menurunkan daya adsorpsi.
Penentuan waktu kontak optimum yang digunakan untuk menentukan kondisi optimum
interaksi antibiotik tetrasiklin dalam larutan dan keadaan kesetimbangannya terhadap adsorben.
Variasi waktu kontak yang digunakan yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 menit menggunakan konsentrasi
adsorbat dan massa adsorben serta pengaruh pH optimum yang telah diperoleh. Hasil uji adsorpsi
yang didasarkan pada pengaruh waktu kontak dapat dilihat pada Gambar 11.
15
41,00
42,00
43,00
44,00
45,00
46,00
47,00
48,00
49,00
50,00
0 5 10 15 20 25 30
% A
dso
rpsi
Waktu Kontak (menit)
Gambar 11. Hasil uji adsorpsi berdasarkan pengaruh waktu kontak
Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa jumlah jumlah antibiotik tetrasiklin yang
teradsorpsi terhadap waktu interasksi mengalami peningkatan mulai dari 5 menit pertama hingga
mencapai waktu optimum 10 menit dengan persen adsorpsi sebesar 48,82 %, sedangkan pada
waktu 15 menit hingga 25 menit adsorpsi mengalami penurunan yang disebabkan oleh pori-pori
adsorben karbon aktif menjadi jenuh yang mengakibatkan antibiotik tetrasiklin akan teradsorpsi
kembali.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
Karbon aktif magnetic telah berhasil dibuat dari kulit singkong dan oksida besi. Karbon
aktif magnetik yang diperoleh memiliki morfologi permukaan yang berpori dan memiliki sifat
magnetik. Adsorpsi antibiotik tetrasiklin optimum pada konsentrasi adsorbat 1 mg/L dan pada
penambahan massa adsorben 20 mg dengan kondisi pH 6 dalam waktu kontak selama 10 menit.
DAFTAR PUSTAKA
[1] T. M. Rawson , L. S. P. Moore , E. Castro-S, E. Charani , F. Davies , G. Satta, M. J. Ellington
and A. H. Holmes, "COVID-19 and the potential long-term impact on antimicrobial
resistance," Journal of Antimicrobial Chemotherapy, vol. 75, p. 1681–1684, 2020.
16
[2] Z. Chen , J. Guo , J. Yanxue and Y. Sha, "High concentration and high dose of disinfectants
and antibiotics used during the COVID-19 pandemic threaten human health," Environmental
Sciences Europe, vol. 33, pp. 1-4, 2021.
[3] H. Getahun , I. Smith , K. Trivedi, S. Paulin and H. H. Balkhy, "Tackling antimicrobial
resistance in the COVID-19 pandemic," Bulletin World Health Organization, vol. 98, no. 7,
p. 442–442A, 2020.
[4] J. L. Martínez, "Effect of antibiotics on bacterial populations: a multi-hierachical selection
process," F1000Res, vol. 6, no. 51, pp. 1-10, 2017.
[5] G. Subramaniam and M. Girish , "Antibiotic Resistance — A Cause for Reemergence of
Infections," The Indian Journal of Pediatrics , pp. https://doi.org/10.1007/s12098-019-
03180-3, 2020.
[6] L. Liu , B. Yang , F. Zhang and X. Liang , "A magnetic restricted access material for rapid
solid phase extraction of multiple macrolide antibiotics in honey†," Analytical Methods, vol.
9 , no. 20 , p. 2990–2996, 2017.
[7] X. Song , T. Zhou , J. Li , Y. Su , J. Xie and L. He, "Determination of macrolide antibiotics
residues in pork using molecularly imprinted dispersive solid‐phase extraction coupled with
LC–MS/MS," Journal of Separation Science, vol. 41, no. 5, pp. 1138-1148, 2018.
[8] G. Islas , J. . A. Rodríguez, M. Elena Páez-Hernández, S. Corona-Avendaño, A. R.
Hernández and E. Barrado, "Dispersive solid-phase extraction based on butylamide silica for
the determination of sulfamethoxazole in milk samples by capillary electrophoresis," Journal
of Liquid Chromatography & Related Technologies, vol. 39, no. 14, pp. 658-665, 2016.
[9] V. Alampanos, V. Samanidou and I. Papadoyannis, "Trends in Sample Preparation for the
HPLC Determination of Penicillins in Biofluids," Journal of Applied Bioanalysis, vol. 5, no.
1, pp. 9-17, 2019.
[10] S. Amin Khatibi, S. Hamidi and M. R. Siahi-Shadbad, "Current trends in sample preparation
by solid-phase extraction techniques for the determination of antibiotic residues in
foodstuffs: a review," Critical Reviews in Food Science and Nutrition, pp. 1-22, 2020.
[11] Z. Ramezani, F. Kardani, N. Rahbar, A. Babapoor and F. Bahrami, "Dispersive Solid Phase
Extraction Headspace Sampling in Gas ChromatographyMass Spectrometric Analysis of
Volatiles: Application to Separation of Polycyclic," Journal of the Brazilian Chemical
Society, vol. 30, no. 4, pp. 764-771, 2019.
[12] Z. Qin, Y. Jiang, H. Piao , S. Tao, Y. Sun , X. Wang, . P. Ma and D. Song, "Packed hybrids
of gold nanoparticles and halloysite nanotubes for dispersive solid phase extraction of
triazine herbicides, and their subsequent determination by HPLC," Microchimica Acta, vol.
186, no. 489, pp. 1-8, 2019.
[13] J. Lou, X. Xu, Y. Gao, D. Zheng, J. Wang and Z. Li, "PaperPreparation of magnetic activated
carbon from waste rice husk for the determination of tetracycline antibiotics in water
samples," RSC Advances, vol. 6, pp. 112166-112174, 2016.
[14] BPS, "Tanaman Ubi Kayu Per-Provinsi. Badan Pusat Statistik. Jakarta.," Badan Pusat
Statistik, 2018.
[15] W. Pawestri, G. D. Satria, N. Hakimah and D. Yudhabuntara, "Deteksi Kejadian Residu
Tetrasiklin pada Daging Ikan Nila di Kota Yogyakarta dengan," Jurnal Sain Veteriner, pp.
185-192, 2019.
17
[16] M. Boy-Roura, J. Mas-Pla, M. Petrovic, M. Gros, D. Soler, D. Brusi and A. Menció,
"Towards the understanding of antibiotic occurrence and transport in groundwater: Findings
from the Baix Fluvià alluvial aquifer (NE Catalonia, Spain)," Science of The Total
Environment, vol. 612, pp. 1387-1406, 2018.
[17] K. Pauter , M. Szultka-Młyńska and B. Buszewski , "Determination and Identification of
Antibiotic Drugs and Bacterial Strains in Biological Samples," Molecules, vol. 25, no. 11, p.
2556, 2020.
[18] C. Zhang, Fundamentals of Environmental Sampling and Analysis, New Jersey: John Wiley
and Son, 2007.
[19] Rinawati, "Review: Green analytical chemistry: Solid phase microextraction (SPME) dan
pressurized fluid extraction (PFE) untuk penentuan polsiklik aromatik hidrokarbon (PAH),"
Analit; Analytical and Environmental Chemistry, vol. 2, no. 1, pp. 63-71, 2017.
[20] Y. Li, J. Zhang and H. Liu, "Removal of Chloramphenicol from Aqueous Solution Using
Low-Cost Activated Carbon Prepared from Typha orientalis," Water , vol. 10, no. 4, p. 351,
2018.
[21] Buhani, Suharso, F. Luziana, M. Rilyanti and Sumadi, "Production of adsorbent from
activated carbon of palm oil shells coated," Desalination and Water Treatment, vol. 171 , p.
281–293, 2019.
[22] A. Arie, H. Kristianto, Suharto, M. Halim and J. Lee, "Preparation of Orange Peel Based
Activated Carbons as Cathodes in Lithium Ion Capacitors," Advanced Materials Research,
vol. 896, pp. 95-99., 2014.
[23] Buhani, Suharso , F. Luziana , M. Rilyanti and Sumadi, "Production of adsorbent from
activated carbon of palm oil shells coated," Desalination and Water Treatment, vol. 171, pp.
281-293, 2019.
[24] W. Guo, S. Wang, Y. Wang, S. Lu and Y. Gao, "Sorptive removal of phenanthrene from
aqueous solutions using magnetic and non-magnetic rice husk-derived biochars," Royal
Society Open Science, vol. 5, no. 5, p. 172382, 2018.
[25] Rinawati, N. Utami and W. Simanjuntak, "Solid Phase Microextraction untuk monitoring air
laut di Pelabuhan Panjang," Jurnal Sains MIPA., vol. 14, no. 2, pp. 101-107, 2008.
[26] Rinawati, T. Koike , H. Koike , R. Kurumisawa, M. Ito , M. Saha, S. Sakura, Z. Arifin, S.
Sakura, A. Togo and H. Takada, "Distribution, source identification, and historical trends of
organic micropollutants in coastal sediment in Jakarta Bay, Indonesia," Journal of
Hazardous Material, Vols. 217-218, pp. 208-216, 2012.
[27] A. Shimizu , H. Takada , T. Koike , A. Takeshita , M. Saha , Rinawati , N. Nakada , A.
Murata , T. Suzuki , S. Suzuki , N. Chiem , B. Tuyen , P. Viet, M. Siringan , C. Kwan, M.
Zakaria MP and A. Reungsan, "Ubiquitous occurrence of sulfonamides in tropical Asian
waters.," Sci Total Environ, Vols. 452-453, pp. 108-115, 2013.
[28] Nofita, Rinawati and H. I. Qudus, "Validasi metode matrix Solid Phase Dispersion (MSPD)-
Spektrofotometri UV untuk analisis residu Tetrasiklin dalam daging ayam pedaging," Jurnal
Kesehatan , vol. VII, no. 1, pp. 136-143, 2016.
[29] Rinawati, D. Hidayat, R. Supriyanto, F. D. Permana and Yunita, "Adsorption of Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons Using Low-Cost Activated Carbon Derived from Rice Husk,"
Journal of Physic: Conference Series, vol. 1338, 2019.
18
[30] Rinawati, A. A. Kiswandono, N. L. G. R. Juliasih and F. D. Permana, "Pemanfaatan karbon
aktif sekam padi sebagai adsorben Phenantrena dalam Solid Phase Extraction," Al-Kimiya,
vol. 6, no. 2, pp. 75-80, 2019.
[31] R. Auliya, N. L. G. R. Juliasih and R. Rinawati, "Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif
dari kulit pisang kepok (Musa Paradisiaca L.) sebagai adsorben senyawa Polisiklik Aromatik
Hidrokarbon Fenantrena," Analit: Analytical and Environmental Chemistry, vol. 3, no. 2, pp.
126-138, 2018.
[32] B. Musrifatun , D. D. Pratama, Suharso and Rinawati, "Modification of Chaetoceros sp.
Biomass with Silica-Magnetite Coating and Adsorption Studies towards Cu(II) Ions in
Single and Binary System," Asian Journal of Chemistry, vol. 29, no. 12, pp. 2734-2738,
2017.
[33] Buhani, Rinawati, Suharso, D. P. Yulianasari and S. D. Yuwono, "Removal of Ni(II), Cu(II),
and Zn(II) ions from aqueous solution using Tetraselmis sp. biomass modified with silica
coated magnetite nanoparticles," Desalination and Water Treatment, vol. 68, pp. 32-39,
2017.
[34] Buhani, F. Hariyanti and Rinawati, "Magnetized algae-silica hybrid from Porphyridium sp.
biomass with Fe3O4 particle and its application as adsorbent for the removal of methylene
blue from aqueous solution," Desalination and Water Treatment, vol. 142, no. 1, pp. 331-
340, 2019.
[35] H. Wijaya, "Pembuatan dan karakterisasi karbon aktif dari limbah kulit singkong (manihot
utilissima) dengan aktivator ZnCl2 dan NaCl untuk mengadsorpsi senyawa fenantrena,"
Skripsi, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2018.
[36] Y. O. Kasih, "Studi karbon aktif magnetik dari limbah kulit singkong (manihot utilissima)
sebagai adsorben untuk menentukan senyawa antibiotik tetrasiklin di," Skripsi, Universitas
Lampung, Bandar Lampung, 2019.