22
1.

laporan dk2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perfect

Citation preview

Page 1: laporan dk2

1.

Page 2: laporan dk2

2. Apa yang dimaksud dengan sistitis?3. Bagaimana epidemiologi sistitis?4. Bagaimana etiologi sistitis/5. Bagaimana faktor resiko sistitis?6. Bagaimana patofisiologi sistitis?7. Bagaimana manifetasi klinis sistitis?8. Bagaimana pemeriksaan penunjang sistitis?9. Bagaimana tatalaksana sistitis?10. Bagaimana prognosis sistitis?11. Bagaimana komplikasi sistitis?12. Bagaimana pencegahan sistitis13. Mengapa pada ISK bagian bawah tidak terjadi demam?14. Bagaimana membedakan sistitis dan uretritis?15. Jelaskan mengenai pielonefritis?16. Mengapa BAK sering dan terasa sakit?17. Hubungan penggunaan toilet umum terhadap ISK?18. Mengapa pasien sulit menahan BAK tapi urin tidak lampias?19. Manifestasi klinis dari ISK atas dan ISK bawah?20. Pada kasus ini mengapa urin berwana kuning pekat?21. Bagaimana tatlaksana pada kasus ini?

Yang warna merah sudah terjawab semua, sisanya besok jak,, n dapusnya belum rapi maaf ..

PEMICU

Wanita usia 37 tahun, seorang guru di Sekolah Dasar Negeri Kota Pontianak, mengeluh

sering buang air kecil, hingga 10x sehari. Keluhan dirasakan sejak 3 hari terakhir. sepanjang

buang air kecil terasa sakit dan pasien mengeluh rasa tidak lampias setelah buang air kecil.

Pasien juga sulit menahan rasa ingin berkemih. Urin berwarna kuning pekat. Dia juga

mengeluhkan nyeri perut bagian bawah. Tidak ada riwayat demam. Pasien baru pulang dari

bepergian ke luar kota seminggu yang lalu dan beberapa kali buang air kecil di toilet umum.

I. Sistitis

1. Definisi

sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi

asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran balik urine dari uretra kedalam

kandung kemih. Kontaminasi fekal atau penggunaan kateter atau sistoskop. Infeksi ini

berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-diafragma karena kontrsepsi ini

dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan mencegah pengosongan sempurna kandung

kemih. Cistitis pada pria merupakan kondisi sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat

yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih.

2. Epidemiologi

Page 3: laporan dk2

Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi

bakteriuria, dan faktor prediposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih

termasuk ginjal.

Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung

menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali

disertai faktor predisposisi (pencetus).

Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi

selama periode sekolah 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual.

Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun perempuan

bila disertai faktor presdisposisi.

3. Etiologi

Urin biasanya berada dalam keadaan yang steril. Infeksi berlaku apabila bakteri atau

mikroorganisme patogen yang lain masuk ke dalam urin dan mula membiak. Lokasi infeksi

biasanya bermula pada bukaan uretra, didapat dari daerah anus dan bergerak naik ke atas

melalui traktus urinari dan bisa menginfeksi kandung kemih. Ini mungkin disebabkan oleh

kebersihan diri yang kurang atau hubungan seksual. (Balentine, 2009).

Jika bakteri sampai ke ginjal, ini mungkin mengakibatkan infeksi ginjal atau pyelonephritis

yang bisa mengakibatkan komplikasi yang sirius jika tidak dilakukan tindakan intervensi

yang tepat.

Hampir semua penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa penyebab utama dari infeksi

saluran kemih adalah bakteria patogen Escherichia Coli yang diperkirakan 50% dari

bakteriuria nosokomial. Sedangkan Klebsiella-Enterobacter diperkirakan 3-13% dan

Pseudomonas Aerogenosa, Serratia, Entero Cocci, Staphylococcus dan jamur sebagai

penyebab lain. E-Coli dan Klebsiella-Enterobacter sering sebagai penyebab terjadinya infeksi

pada pasien yang tidak mendapat pengobatan antimikroba (Junizaf, 1994). Berikut adalah

golongan yang mempunyai risiko untuk mengidap ISK :

1. Penderita batu ginjal yaitu individu yang mengalami obstruksi saluran kemih.

2. Penderita yang mengalami gangguan pengosongan kandung kemih seperti

kerusakan pada syaraf spinalis dan wanita yang menopause.

3. Penderita imunosupresan seperti pada penderita diabetes dan HIV.

4. Pada penderita wanita yang mempunyai aktif seksualnya.

5. Penderita yang mengalami pembesaran prostat karena ini akan melambatkan

pengosongan kandung kemih sehingga infeksi terjadi.

Page 4: laporan dk2

Pemakaian kateter untuk pengosongan kandung kemih akan menyebabkan infeksi

saluran kemih 1-2%, hal ini karena pada waktu pemasangan kateter tersebut kemungkinan

kuman yang ada dalam uretra akan terdorong ke dalam kandung kemih sehingga dapat

menimbulkan infeksi.

4. Faktor resiko

Prevalensi infeksi saluran kemih dapat meningkat bila dijumpai faktor resiko sebagai

berikut.:

Faktor Predisposisi (Pencetus) ISK

Litiasis

Obtruksi daluran kemih

Penyakit ginjal polikistik

Nekrosis papilar

Diabetes mellitus pascatransplantasi ginjal

Nefropati analgesik

Penyakit Sickle-cell

Senggama

Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron

Kateterisasi

5. Patofisiologi

Pada sebagian besar ISK, bakteri masuk ke vesika urinaria melalui urethra. Dari

vesika urinaria, bakteri dapat terus berjalan naik yang dapat menyebabkan infeksi parenkim.

Pada urethra distal yang normal dapat ditemukan diphtreoid, Streptococcus sp., Lactobacillus

sp., dan Staphylococcus sp. namun tidak dengan bakteri enterik Gram negatif yang dapat

menyebabkan ISK. Faktor-faktor predisposisi kolonisasi periuretra oleh bakteri Gram negatif

masih kurang dimengerti, tetapi perubahan jumlah flora normal oleh antibiotik atau

kontrasepsi seperti spermicide diduga memegang peran penting. Berkurangnya lactobacillus

yang memproduksi H2O2 dari vagina akan memfasilitasi kolonisasi E. coli. Sejumlah kecil

bakteri periurethra dapat masuk ke vesika urinaria, yang difasilitasi oleh massage urethra saat

berhubungan seksual. Ada tidaknya infeksi vesika urinaria tergantung dengan interaksi strain

Page 5: laporan dk2

pathogen, ukuran inoculum, dan pertahanan tubuh sistemik. E. coli kadang-kadang akan

menginfeksi epitel vesika urinaria dan membentuk koloni intraseluler (biofilm) yang dapat

menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan normal, bakteri di vesika urinaria cepat

dibersihkan. Pyelonefritis hematogen terjadi pada pasien-pasien yang melemah seperti pada

pasien kronis atau pasien dalam terapi immunosupresif.

6. Manifestasi klinis

Gejala klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria (kencing sedikit-sedikit dan

sering), nokturia (kencing pada malam hari), disuria (nyeri saat berkemih), dan stranguria

(rasa amat nyeri pada waktu kencing dan kencing yang dikeluarkan hanya beberapa tetes).

Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa vesika urinaria menjadi kemerahan (eritema),

edema dan hipersensitif sehingga jika vesika urinaria terisi urin akan mudah terangsang untuk

segera mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi (adanya peningkatan

pengeluaran urin saat siang hari). Kontraksi vesika urinaria akan menyebabkan rasa

sakit/nyeri di daerah suprapubik dan eritema. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih

sebelah atas, sistitis jarang disertai demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum

yang menurun. Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang, perlu dipikirkan adanya

perjalanan infeksi ke saluran kemih sebelah atas.

7. Tatalaksana

Terapi empirik ISK berdasarkan educated guess antara lain untuk sistitis akut pilihan

antibiotik yang dapat digunakan adalah ampisilin, trimetoprim, kotrimoksazol,

fluorokuinolon. Untuk pielonefritis akut pilihan antibiotik yang dapat digunakan yaitu

kotrimoksazol, sefalosporin generasi ketiga, aminoglikosida, fluorokuinolon, aztreonam,

amoksisilin-kalium klavulanat.

Untuk prostatitis akut dapat digunakan antibiotik kotrimokazol, fluorokuinolon,

aminoglikosida + ampisilin parenteral. Untuk prostatitis kronis dapat digunakan

kotrimoksazol, fluorokuinolon, trimetoprim.

Setelah hasil pemeriksaan mikrobiologik mengenai bakteri penyebab dan

kepekaannya terhadap antibiotik diperoleh, dokter dapat melakukan beberapa penyesuaian

terapi terhadap pasien. Bila dari hasil uji kepekaan tenyata antibiotik yang dipilih dalam terapi

empirik tadi tepat serta gejala klinik pasien jelas membaik, terapi dapat dilanjutkan terus

dengan antibiotik tersebut. Bila hasil uji kepekaan menunjukkan ada antibiotik lain yang

efektif sedangkan dengan antibiotik empirik gejala klinik penyakit pasien menunjukkan

Page 6: laporan dk2

perbaikan-perbaikan yang meyakinkan, antibiotik empirik yang semula digunakan sebaiknya

diteruskan. Namun, bila hasil perbaikan gejala klinik penyakit pasien kurang memuaskan,

antibiotik empirik yang diberikan dapat diganti dengan antibiotik yang lebih tepat sesuai hasil

uji kepekaan.

Trimetoprim cukup efektif untuk pengobatan ISK. Dosis dewasa yang umum

digunakan ialah tablet 100 mg tiap 12 jam. Trimetoprim juga ditemukan dalam kadar terapi

pada sekret prostat dan efektif untuk pengobatan infeksi prostat. Kotrimoksazol (trimetoprim-

sulfametoksazol) tampaknya merupakan obat pilihan untuk ISK dengan komplikasi, dan juga

untuk prostatitis. Dosis yang digunakan untuk dewasa yaitu 2 tablet biasa (trimetoprim 80

mg + sulfametoksazol 400 mg) tiap 12 jam atau 1 tablet forte (trimetoprim 160 mg +

sulfametoksazol 800 mg) tiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih

bagian atas atau bawah serta efektif untuk prostatitis. Dua tablet per hari mungkin cukup

untuk menekan dalam waktu lama ISK yang kronik, dan separuh tablet biasa 3 kali seminggu

untuk berbulan-bulan dapat berlaku sebagai pencegahan ISK yang berulang-ulang pada

beberapa wanita.

Untuk pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 80 mg

trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol per 5 ml, dilarutkan dalam 125 ml dekstrosa 5%

dalam air, dapat diberikan dalam infus selama 60-90 menit. Hal ini diindikasikan untuk ISK

bila pasien tidak dapat menerima obat melalui mulut. Orang dewasa dapat diberikan 6-12

ampul 5 ml dalam 3 atau 4 dosis terbagi per hari.

Pada pasien dengan gagal ginjal, diberikan dosis biasa bila klirens kreatinin > 30

ml/menit, bila klirens kreatinin 15-30 ml/menit dosis 2 tablet diberikan setiap 24 jam, dan

bila klirens kreatinin < 15 ml/menit obat ini tidak boleh diberikan. Ampisilin bermanfaat pada

infeksi kuman Gram negatif yang sensitif terhadap obat ini, misalnya infeksi saluran kemih

oleh E. coli dan P. mirabilis, serta infeksi oleh H. vaginalis. Dosis ampisilin tergantung dari

beratnya penyakit, fungsi ginjal dan umur pasien. Untuk dewasa dengan penyakit ringan

sampai sedang diberikan 2-4 g sehari, dibagi untuk 4 kali pemberian, sedangkan untuk

penyakit berat sebaiknya diberikan preparat parenteral sebanyak 4-8 g sehari.

Sefalosporin generasi ketiga tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida

merupakan obat pilihan utama untuk infeksi berat oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus,

Providencia, Serratia, dan Haemophilus spp. Sefiksim adalah suatu sefalosporin generasi

ketiga yang dapat diberikan secara oral. Spektrum antibakteri sefiksim menyerupai spectrum

sefotaksim (sangat aktif terhadap berbagai kuman Gram positif maupun Gram negative

aerobik), tetapi sefiksim tidak aktif terhadap S. aureus, enterokokus (E. faecalis),

Page 7: laporan dk2

pneumokokus yang resisten penisilin, pseudomonas, Acinetobacter. Sefiksim digunakan

untuk terapi infeksi saluran kemih oleh kuman yang sensitif. Dosis oral untuk dewasa atau

anak dengan berat badan > 50 kg ialah 200-400 mg sehari dalam 1-2 dosis (400 mg 2 kali

sehari). Untuk anak dengan berat badan > 50 kg diberikan suspensi dengan dosis 8 mg/kg

sehari. Sefiksim tersedia dalam bentuk tablet 200 dan 400 mg, suspensi oral 100 mg/5ml.

Aztreonam merupakan derivat monobaktam (suatu senyawa beta laktam monosiklik)

yang terbukti bermanfaat secara klinis. Aztreonam tunggal maupun dalam kombinasi dengan

antibiotik lain efektif untuk mengatasi infeksi berat oleh kuman Gram negatif aerobik, salah

satu indikasinya yaitu untuk infeksi saluran kemih dengan komplikasi. Spektrum antibakteri

aztreonam mirip antibiotik aminoglikosida, sehingga aztreonam dapat menjadi alternatif

aminoglikosida, khusus untuk infeksi kuman Gram negatif. Aztreonam diberikan secara

suntikan IM yang dalam, bolus IV perlahan-lahan atau infus intermiten dengan periode 20-60

menit. Dosis dewasa untuk infeksi saluran kemih 500 mg atau 1 g setiap 8-12 jam.

Amoksisilin-kalium klavulanat diindikasikan untuk infeksi saluran kemih berulang pada anak

dan dewasa oleh E. coli dan kuman pathogen lain yang mmproduksi betalaktamase, yang

tidak dapat diatasi oleh kotrimoksazol, kuinolon atau sefalosporin oral. Dosis

amoksisilinklavulanat per oral untuk dewasa dan anak berat > 40 kg ialah 250 mg-125 mg

tiap 8 jam. Untuk penyakit berat dosis 500 mg-125 mg tiap 8 jam. Untuk anak berat < 40 kg

dosis amoksisilin 20 mg/kg/hari, dosis klavulanat disesuaikan dengan dosis amoksisilin.

Aminoglikosida, sekalipun berspektrum antimikroba lebar, jangan digunakan pada

setiap jenis infeksi oleh kuman yang sensitif, karena resistensi terhadap aminoglikosida relatif

cepat berkembang, dan karena toksisitas aminoglikosida relatif tinggi, selain itu masih

tersedianya berbagai antibiotik lain yang cukup efektif dan toksisitasnya lebih rendah.

Toksisitas aminoglikosida meliputi toksisitas terhadap saraf otak N. VIII komponen

vestibuler (keseimbangan) maupun komponen akustik (pendengaran), dan toksisitas terhadap

ginjal (nefrotoksik).

Gentamisin, suatu aminoglikosida, diberikan secara parenteral (sistemik) untuk

infeksi oleh kuman gram negative yang sensitif antara lain Proteus, Pseudomonas, Klebsiella,

Serratia, E. colidan Enterobacter yang merupakan penyebab berbagai infeksi, salah satunya

yaitu infeksi saluran kemih. Sedapat mungkin gentamisin sistemik hanya diterapkan pada

infeksi yang berat saja. Pada septisemia yang diduga disebabkan kuman gram negatif, secara

empirik dapat diberikan gentamisin sambil menunggu hasil identifikasi dan hasil uji

sensitifitas kuman penyebab. Dosis gentamisin yaitu 5-6 mg/kgBB/hari dosis tunggal sehari

secara intravena atau intramuskuler.

Page 8: laporan dk2

Fluorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, dll) efektif untuk ISK

dengan atau tanpa penyulit, termasuk yang disebabkan oleh kuman-kuman yang multiresisten

dan P. aeruginosa. Siprofloksasin, norfloksasin, dan ofloksasin dapat mencapai kadar yang

cukup tinggi di jaringan prostat dan dapat digunakan untuk terapi prostatitis bakterial akut

maupun kronis. Fluorokuinolon diserap dengan baik pada pemberian per oral. Siprofloksasin

tablet 500 mg atau norfloksasin tablet 400 mg diberikan per oral 2 kali sehari efektif untuk

infeksi saluran kemih. Selain itu, beberapa fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloksasin

dapat diberikan secara parenteral / intravena sehingga dapat digunakan untuk

penanggulangan infeksi berat khususnya yang disebabkan oleh kuman Gram negatif. Dosis

siprofloksasin parenteral yaitu 2 kali 200-400 mg intravena. Absorpsi siprofloksasin dan

mungkin fluorokuinolon lainnya terhambat/berkurang hingga 50% atau lebih bila diberikan

bersama antasida dan preparat besi (Fe), oleh karena itu pemberian antasida dan preparat besi

harus diberikan dengan selang waktu 3 jam. Penggunaan bersama-sama fluorokuinolon dan

teofilin dapat menyebabkan peningkatan kadar teofilin dalam darah dengan risiko terjadinya

efek toksik, terutama kejang-kejang. Hal ini karena fluorokuinolon menghambat metabolisme

teofilin. Oleh karena itu pemberian kombinasi kedua obat tersebut perlu dihindarkan.1

Fluorokuinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh sehingga sebaiknya tidak

diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun.

8. Pemeriksaan penunjang

a. Urinalisis

Leukosuria atau puria : merupakan salah satu bentuk adanya ISK. Leukosuria

positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/ lapang pandang besar (LBP) sediment

air kemih. Hematuria : Hematuria positif bila 5– 10 eritrosit/ LBP sediment air

kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa

kerusakan glomerolus ataupun urolitiasis.

b. Bakteriologis,Mikroskopis,Biakan bakteri

c. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

d. Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin

tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria

utama adanya infeksi.

e. Metode tes. Tes dipstick multistrip untuk WBC ( tes esterase leukosit) dan nitrit

(tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase leukosit positif : maka pasien

Page 9: laporan dk2

mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri

yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.

f. Tes - tes tambahan : Urogram Intravena (UIV), Pielografi (IVP), msistografi, dan

ultrasonografi juga dapat dilakukan untk menentukan apakah infeksi akibat dari

abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis

atau hiperplasie prostat. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan

prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab

kambuhnya infeksi yang resisten.

g. Tes Dip slide (tes plat-celup). Untuk menentukan jumlah bakteri per cc urin.

Kelemahan cara ini tidak mampu mengetahui jenis bakteri.

9. Komplikasi

Komplikasi ISk bergantung dari tipe ISK yaitu tipe sederhana (uncomplicated) dan

tipe berkomplikasi (complicated)

a. ISK sederhana (uncomplicated). ISk akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-

obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited

disease) dan tdak menyebabkan akibat lanjut jangka lama.

b. ISK tipe berkomplikasi (complicated)

ISK selama kehamilan. ISK selama kehamilan dari usia kehamilan trimester

III.

ISK pada diabetes mellitus. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan

basiluria dan ISK lebih sering ditemnukan pada DM dibandingkan perempuan

tanpa DM.

Tabel…. Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi Risiko potensial

Basiluria asimtomatik tidak diobati

ISK trimester III

Pielonefritis

Bayi prematur

Anemia

Pregnancy-induced hypertension

Bayi mengalamiretardasi mental

Pertumbuhan bayi lambat

Cerebral palsy

Fetal death

Page 10: laporan dk2

Basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurunan

laju filtrasi glomerulus (LFG). Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait

spesies candida dan infeksi Gram-negatif lainnya dapat dijumpai pada DM.

Pielonefritis emfisematosa disebabkan mikroorganisme pembentuk gas seperti E. coli,

Candida spp dan Clostridium tidak jarang dijumpai pada DM. pembentukan gas sangat

intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis

emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.

Abses perinefrik merupakan komplikasi ISK pada pasien dengan DM (47%),

nefrolitiasis (41%), dan obstruksi ureter (20%).

10. Prognosis

Pada sistitis tanpa komplikasi, terapi farmakologi biasanya akan menghilangkan

gejala secara keseluruhan. Lower UTIs pada wanita perlu diperhatikan karena dapat

menyebabkan morbiditas, biaya perawatan yang mahal dan berkurangnya waktu untuk

bekerja. Sistitis juga dapat menyebabkan upper UTIs walaupun tidak terbukti dapat

mengganggu fungsi ginjal. Sistitis lebih rentan menyebabkan reinfeksi dibandingkan relaps.

11. Pencegahan

Wanita yang mengidap ISK berulang (lebih dari 3 kali setahun) sebaiknya diberikan

terapi antiobiotik dosis rendah dalam jangka panjang untuk mencegah infeksi ulang. Wanita

tersebut sebaiknya menghindari penggunaan spermicide. Pemberian TMP-SMX (80/400 mg),

TMP (100 mg), atau nitrofurantoin (50 mg) dosis tunggal per hari atau 3 kali seminggu telah

terbukti efektif. Florokuinolon juga dapat digunakan sebagai prophylaxis. Prophylaxis

digunakan setelah gejala bakteriuria hilang. Terapi prophylaxis ini juga bisa digunakan

setelah hubungan seksual untuk mencegah ISK yang terkait hubungan seksual. Kasus-kasus

lain di mana prophylaxis terbukti efektif adalah pada kasus prostatitis kronis, pasien

prostatektomi, dan wanita hamil dengan bakteriuria asimtomatik. Semua wanita hamil harus

dilakukan pemeriksaan terhadap bakteriuria yang harus diterapi jika positif bakteriuria.

II. Manifestasi klinis dari ISK atas dan ISK bawah

Tidak semua penderita ISK mengalami keluhan tetapi kebanyakannya ada seperti

berkemih yang berulang kali, sensasi panas dan sakit pada kandung kemih atau uretra sewaktu

Page 11: laporan dk2

miksi dan lain-lain. Pada wanita biasanya merasakan tekanan pada bagian superior simfisisnya

sedangkan pria sering merasakan kepenuhan (fullness) pada rektum. Ia adalah kebiasaan bagi

penderita ISK untuk mengeluhkan walaupun sentiasa ingin berkemih, jumlah urin yang keluar

hanya sedikit. Urin biasanya terlihat keruh, atau merah jika ada perdarahan. Dan ISK jarang

menyebabkan demam jika lokasi biakan bakteri berlaku di daerah kandung kemih atau uretra

melainkan pada ginjal. Keluahan-keluhan lain ISK termasuk nyeri di bagian punggung, nausea

dan muntah (Balentine, 2009).

Lower urinary tract infection (cystitis): sepanjang uretra dan kandung kemih.

1. Disuria yaitu nyeri ketika buang air kecil.

2. Kerap buang air kecil atau bangun pada malam hari untuk kencing dan jumlah urin

biasanya sedikit.

3. Urgency atau tidak bisa menahan urin dalam kandung kemih.

4. Urin yang keruh, busuk atau disertai darah.

5. Nyeri pada bagian abdomen bawah (suprapubik).

6. Demam dan rasa tidak enak tubuh atau malaise.

Upper urinary tract infection (pyelonephritis):

1. Demam tinggi dan menggigil.

2. Muntah dan nausea.

3. Nyeri pada bagian punggung atau tepi tubuh dan biasanya sejajar dengan pinggang

(kostovetebra).

Pada bayi baru lahir, balita, anak-anak, dan orang tua, gejala-gejala yang timbul mungkin

tidak sama tetapi keluhan-keluhan yang lain mungkin menunjukkan adanya ISK.

1. Neonatus : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan atau ikterus.

2. Anak-anak : kurang nafsu makan, demam yang terus menerus tanpa penyebab yang pasti,

perubahan pada pola buang air kecil.

3. Orang tua : demam atau hipotermia, kurang nafsu makan, letargi, atau perubahan status

mental.

Wanita hamil mempunyai risiko besar untuk menidap ISK. Dan wanita hamil seharusnya

selalu membuat pemeriksaan urin untuk mengelakkan ISK yang mungkin menyebabkan

komplikasi yang teruk pada anak-anak.

Page 12: laporan dk2

III. Perbedaan sistitis dengan uretritis

Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis dan

Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai

bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan

mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis. Sedangkan ISK bawah pada

lakilaki dapat berupa sistitis, prostatitis, epididimitis, dan uretritis.

IV. Pielonefritis

Gejala-gejala pyelonefritis akut biasanya berkembang cepat dalam beberapa jam dan

biasanya ditemukan demam, menggigil, mual, muntah, nyeri abdomen, dan diare. Gejala-

gejala sistitis juga dapat ditemukan. Selain demam, takikardia, dan generalized muscle

tenderness, pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tenderness pada palpasi dalam terhadap

abdomen atau costovertebral angles. Derajat keparahan penyakit biasanya luas. Sebagian

besar pasien menunjukkan leukositosis signifikan dan bakteriuria. Cast leukosit ditemukan

pada beberapa kasus. Hematuria biasanya ditemukan pada fase akut; jika hematuria tetap ada

walaupun manifestasi infeksi akut telah hilang, kemungkinan terdapat batu, tumor, atau

tuberculosis.

Manifestasi pyelonefritis akut akan berubah berubah tergantung terapi dalam 48-72

jam kecuali pada pasien-pasien dengan nekrosis papilla, pembentukan abses, dan obstruksi.

Namun, walaupun gejala-gejala fase akut sudah tidak ada, bakteriuria atau pyuria masih tetap

ada. Pada pyelonefritis yang sudah parah, demam akan menghilang dalam waktu yang lebih

lama atau bahkan tidak menghilang dalam beberapa hari walaupun terapi antibiotik sudah

diberikan. Untuk gejala dan demam yang menetap selama lebih dari 72 jam sebaiknya

dilakukan urologic imaging.

V. Hubungan penggunaan toilet umum dengan ISK

Belum menemukan secara langsung hubungan antara penggunaan toilet dan infeksi

saluran kemih.

Hanya, E. coli merupakan salah satu bakteri yang sering mencemari air. Air yang

tercemar dan digunakan untuk membilas daerah urogenital maka dapat memberi kesempatan

bakteri untuk dapat masuk ke kandung kemih melalui uretra secara asenden. Jalan masuknya

Page 13: laporan dk2

bakteri juga dapat melalui cara bilas pada daerah urogenital yang salah yaitu dari bagian anus

menuju ke meatus uretra. Hal inilah yang meningkatkan peluang bakteri yang normalnya

memang ada pada daerah anus, seperti E. coli dapat masuk.

VI. urin berwarna kuning pekat

Pada umumnya warna urin ditentukan oleh diuresis, makin besar diuresis, makin

muda warna urin tersebut. Biasanya warna normal urin berkisar antara kuning muda dan

kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urokrom dan

urobilin.

Salah satu fungsi pertahanan alami tubuh manusia terhadap infeksi bakteri pada

saluran kemih adalah dengan irigasi saluran kemih khususnya uretra sebagai jalan masuk

utamanya dengan mikturisi. Konsumsi air yang kurang akan mengurangi produksi urin pula

sehingga frekuensi atau jumlah urin menurun dan fungsi urin sebagai irigasi pada uretra tidak

adekuat.

Daftar pustaka

Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi 3. Jakarta : Balai penerbit FKUI.

Purnomo, B. Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL & Loscalzo J. 2008.

Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition.

Wilianti, NP. 2009. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Pada Bangsal Penyakit Dalam Di RSUP DR. Kariadi Semarang Tahun 2008.

Endriani R., Andriani F., & Alfina D., 2009, Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi

Saluran Kemih (ISK) Terhadap Antibakteri di Pekanbaru, Jurnal Natur Indonesia,

Universitas Riau, Pekanbaru

Cooper H. D., Krainik J. A., Lubner J. S., et. al., 2007, Washington Manual(TM) of Medical Therapeutics, The, 32nd Edition, Department of Medicine, Washington University School of Medicine. Published by Lippincott Williams & Wilkins.

Ambwani, S., Mathur, A.K., 2006, Rational Drug Use, Health Administrator XIX

Page 14: laporan dk2

Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, Farmakologi Dan Toksikologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Mycek J. M., dkk., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Madika, Jakarta.

Ramanath KV., Shafiya SB., 2011, Prescription Pattern of Antibiotic Usage for Urinary Tract Infection Treated in a Rural Tertiary Care Hospital., S.A.C. College of Pharmacy, B.G.Nagara, Nagamangala (Taluk), Mandya (Dist).

Sukandar E., 2009, Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa, dalam : Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., dkk., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit alam Jilid II, Edisi V, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.