Upload
hanifia-wulandari
View
45
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan akhir flow control UOP 2
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIKUM FLOW RATE CONTROL
GROUP 8
GROUP PERSONNEL:
Budi Mulia P (1206220586)
Hanifia Wulandari (1206221033)
Harly Ilyasaakbar (1206263313)
Hasanuddin (1206230725)
CHEMICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2015
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi .................................................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................... 2
1.2 Tujuan Percobaan .......................................................................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................................................. 4
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................................... 5
2.1 Sistem Kontrol Lup Tertutup ....................................................................................................... 5
2.2 Komponen Penyusun Unit Pengendali ........................................................................................ 6
2.3 Pemodelan Empirik dan Mekanis ................................................................................................ 8
2.4 Algortima Pengontrolan ............................................................................................................ 11
BAB III Metode Percobaan .................................................................................................................... 25
3.1 Alur Percobaan .......................................................................................................................... 25
3.2 Flow Chart Percobaan ............................................................................................................... 27
3.3 Alat dan Bahan Percobaan ........................................................................................................ 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................................... 33
4.1 Hasil Percobaan ........................................................................................................................... 33
4.2 Pembahasan ................................................................................................................................ 45
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................................................... 49
Daftar Pustaka ....................................................................................................................................... 51
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laju alir dalam beberapa industri manufakturing menjadi suatu hal sangatmenentukan
terhadap kualitas maupun kuantitas hasil produksi. Contohnya pada pemanfaatan laju alir
udara dalam proses pemisahan inti (kernel) terhadap cangkang(shell) pada sebuah pabrik
kelapa sawit. Kernel adalah produk yang hendak diperolehdengan kualitas dan kuantitas
semaksimal mungkin, sedangkan cangkang adalah sisahasil produksi yang harus dipisahkan
sebagai limbah padat. Ketidak-stabilan dankecepatan respon terhadap perubahan nilai input
set, akan berdampak besar terhadaplaju alir udara yang dihasilkan. Yang pada akhirnya
akan berdampak pada kualitasdan kuantitas produksi inti (kernel).Untuk melakukan proses
pengendalian laju alir udara yang optimal, denganmetode yang dapat beradaptasi dengan
cerdas terhadap setiap perubahan sifat darisistem yang ada, perlu dibuat suatu simulasi
pengendalian laju alir udara dalam skalalaboratorium dengan menggunakanmetode yang
mampu membaca dan mengenalikondisi input dan output dari sistem yang tersedia, serta
mampu beradaptasi denganfleksibel, sehingga dapat memberikan pengendalian yang lebih
baik.
Secara umum, terdapat tujuh tujuan utama dari kontrol proses, yakni:
(1) keamanan dan keselamatan kerja ( safety);
(2) perlindungan lingkungan (environmental protection);
(3) perlindungan alat (equipment protection);
(4) operasi yang mulus danlaju produksi yang tinggi ( smooth operation and production
rate);
(5) kualitas produk ( product quality);
3
(6) keuntungan ( profit );
(7) monitoring dan diagnosis.
Laju alir dapat mempengaruhi ketujuh hal di atas, tetapi umumnya, pengaturanlaju alir
harus dilakukan karena mempengaruhi masalah:
1. Safety. Laju alir yang tidak sesuai pada proses, misalnya laju alir yang terlalutinggi pada
valve, bisa menyebabkan kebocoran pada alat, mengeluarkan zat beracun, dan mengganggu
kesehatan manusia di sekitarnya.
2. Equipment protection. Laju alir yang tidak sesuai dapat merusak alat, misalnyaalat bocor
karena laju alir yang terlalu tinggi.
3. Laju produksi dan kualitas produk. Perubahan laju alir dapat mempengaruhikualitas
produk dan kelancaran produksi. Perubahan laju alir ke nilai yang tidak optimum akan
menurunkan kualitas produk dan mempengaruhi kelancaran produksi.
Biasanya, pada sebuah industri alat sudah ada sehingga karakteristik dinamis danstatis dari
suatu proses harus dibuat agar pengontrolan laju alir bisa terjadi. Karenakarakteristik
respon dinamis dari perubahan laju alir terhadap waktu dan faktor-faktor lainnya, maka
pengaturan laju alir tidak bisa dilakukan secara sederhana (ON-OFF Control ), melainkan
harus dengan algoritma tertentu, misalnya PID ( Proportional, Integral, Derivative).
Diketahui bahwa menentukan karakteristik proses dan PIDController sangat dibutuhkan
untuk pengaturan laju alir pada skala laboratoriummaupun skala industri. Di samping itu,
Laboratorium Proses Pengendalian Teknik memiliki salah satu alat kontrol yaitu Flow
Control . Mengingat pentingnya pengaturanlaju alir dan PID Controller serta ketersediaan
alat pada laboratorium, kami melakukan percobaan berjudul Pengaturan Laju alir ( Flow
Control ).
4
1.2. Tujuan Percobaan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mempelajari karakteristik statis dan dinamis dari proses dan mempelajari bagaimana
pengaturan laju alir dapat dilakukan.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mempelajari proses kendali secara manual dan auto, terkhususnya padakasus flow
control
2. Mempelajari karakter statis (SSE) dan dinamis (decay ratio, overshoot, settling time) dari
sistem flow control
3. Menentukan fungsi transfer dari sistem kendali proses (pendekatanFOPDT)
4. Menentukan dan mempelajari sistem PID tunning dengan menggunakan tunning Ziegler-
Nichols II
5. Membandingkan karakter proses kendali dari parameter kendali Proportionalm
Integrativem dan Derivative berdasarkan tunning Ziegler Nichols untuk P control, PI
control, dan PID control dan pengaruh parameter-parameter tersebut terhadap respon sistem
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Flow control (pengaturan laju alir) adalah salah satu hal yang penting dalam industri. Laju
alir, disamping temperatur, komposisi, laju alir, dan ketinggian cairan, adalah variabel
penting yang harus dikendalikan agar proses berjalan dengan baik. Pada bagian ini, akan
dijelaskan sistem kontrol lup tertutup sebagai dasar pengaturan proses secara umum dan
pengaturan laju alir secara khusus, komponen-komponen sistem kontrol, pemodelan
mekanistik dan pemodelan empirik, dan algoritma pengaturan laju alir, khususnya dengan
algoritma PID (Proportional, Integral, Derivative).
2.1 Sistem Kontrol Lup Tertutup
Kita perlu mengembangkan model dinamik umum untuk sistem kontrol lup
tertutup, di mana proses dan pengontrol bekerja sebagai satu sistem yang terintegrasi.
Gambaran model lup tertutup diberikan pada Gambar 2.1. Pada gambar, terdapat fungsi
transfer dan variabel. Fungsi transfer terdiri dari: final element atau valve, Gv(s); proses
yang terjadi, Gp(s); sensor (untuk pengaturan laju alir adalah sensor laju alir), Gs(s);
fungsi hubungan disturbance (gangguan) terhadap variabel kontrol, Gd(s), dan;
pengontrol dengan algoritma tertentu, Gc(s).
Sedangkan variabel proses adalah: controlled variable atau variabel output yang
diatur besarnya, CV(s); manipulated variable atau input yang diatur besarnya, MV(s);
set point atau nilai yang diinginkan dan dicapai dengan bantuan pengontrol, SP(s);
error atau perbedaan antara set point dan measured controlled variable (CVm(s)), E(s);
disturbance atau dan perubahan input karena faktor eksternal, D(s).
Dari gambar ini, dapat diperoleh:
1. Set Point Response (SERVO) atau fungsi alih sistem lup keseluruhan dengan
menganggap D(s) = 0, dirumuskan:
()
()=
()()()
1+()()()() (2.1)
6
2. Disturbance Response (REGULATORY) atau fungsi alih sistem lup
keseluruhan dengan menganggap SP(s) = 0, dirumuskan:
()
()=
1+()()()() (2.2)
Gambar 2.1 Diagram Blok dari Sistem Kontrol Lup Tertutup
Pada percobaan kali ini, kami menggunakan sistem kontrol lup tertutup SERVO karena
pada praktikum kali ini kami menganggap gangguan atau disturbance = 0. Pada beberapa
proses, gangguan utama adalah set point itu sendiri dan manipulated variable diatur sesuai
untuk mencapai kondisi operasi yang baru. Sehingga, set point dapat berubah sebagai
fungsi waktu. Gambar 2.1 menggambarkan langkah pengendalian proses. Aksi pengendali
dilakukan dengan mengendalikan output keluaran CV(s) dengan cara mengukur,
membandingkan, mengoreksi dan mengevaluasi. Berikut langkah-langkahnya :
- Mengukur nilai output menggunakan perangkat pengukur yang sesuai
- Membandingkan nilai output hasil pengukuran dengan nilai output yang diinginkan (SP).
Hasil perbandingan berupa pemyimpangan atau error.
2.2 Komponen-komponen Penyusun Unit Pengendali
Pada Subbab 2.1, telah dijelaskan hubungan umum berbagai komponen pada
sistem kontrol lup tertutup. Pada bagian ini, dijelaskan komponen-komponen penting
sistem secara lebih terperinci.
2.2.1 Sensor (Alat Ukur)
Peerangkat ini adalah yang digunakan untuk mengukur input maupun output
proses, seperti rotameter dan flow meter untuk mengukur laju alir, thermocouple
untuk mengukur suhu, dan gas chromatography untuk mengukur komposisi.
7
Alat ukur lainnya seperti uji kelembaban udara dalam gas maupun padatan.
Prinsipnya adalah apa yang terbaca dalam sensor ini harus dapat ditransmisikan,
sehingga dapat dibaca oleh sistem pengolah data/pengendali. Karena sensor ini
memberi sinyal maka keberhasilan suatu sistem pengendali juga tergantung
pada reliabilitas alat ini.
2.2.2 Controller
Element perangkat keras (hardware), yang memiliki intelegensi. Dia dapat
menerima informasi dari alat ukur, dan menentukan tindakan yang harus dilakukan
untuk mengendalikan/mempertahankan nilai output. Dulu unit ini hanya dapat
melakukan aksi-aksi kontrol sederahana, namun sekarang dengan digital komputer
maka kontrol yang rumit dapat dilakukan dengan perangkat ini.Penentuan tindakan
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Mengubah set point ke tegangan tertentu, VR;
2. Menghitung error, (t) = VR V(t) ;
3. Menghitung daya yang diperlukan dan mengirim sinyalnya, P(t), ke final
element.
Ada 2 jenis aksi controller, yaitu: aksi berlawanan (reverse action), di
mana controller akan mengurangi sinyal outputnya bila harga output naik; aksi searah
(direct action), di mana controller akan meningkatkan sinyal outputnya.bila harga
output naik.
2.2.3 Proses
Proses merupakan suatu sistem yang diamati/dikontrol. Proses ini bisa terdiri
dari proses kimia seperti reaksi kimia (jenis reaksi (hidrolisa, penyabunan,
polimerisasi), fase reaksi (reaksi gas-gas, gas-padar, katalitis dan non katalitis), maupun
fisika (pemanasan, pengisian tangki, pemisahan, ekstraksi, destilasi, pengeringan).
2.2.4 Final Element
Alat ini akan menerima sinyal dari controller dan melakukan aksi sesuai dengan
perintah. Sebagai respon sinyal masukan P(t), final element merubah sinyal P(t) ke arus
8
yang menghasilkan daya yang sesuai. Final element biasanya berupa control valve. Ada
2 jenis control valve berdasarkan suplai udara, yaitu:
1. Fail Open (FO) atau Air to Close (AC), di mana control valve akan terbuka
jika tidak ada suplai udara dan tertutup katup jika ada suplai udara;
2. Fail Close (FC) atau Air to Open (AO), di mana control valve akan tertutup
jika ada suplai udara dan terbuka jika ada suplai udara.
2.2.5 Recorder
Recorder merupakan perangkat yang men-display proses yang terjadi.
Biasanya variabel yang direcord adalah variabel penting yang dikontrol (output),
serta variabel yang digunakan untuk pengendali (manipulated variable). Variabel
seperti komposisi, suhu, tinggi cairan, laju alir dan lain sebagainya dapat di-display
dalam layar monitor, dan datanya dapat disimpan.
2.3 Pemodelan Empirik dan Mekanistis
Terdapat dua jenis pemodelan proses, yaitu model empirik dan model
mekanistik. Perbedaan kedua metode ini diberikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan permodelan empirik dan mekanistik
Model Empirik Model Mekanistik
Diturunkan dari uji kinerja pada proses nyata;
Tidak didasarkan pada mekanisme yang
melandasinya;
Mencocokkan fungsi tertentu untuk mencocokkan
proses;
Hanya gambaran lokal dari proses saja (bukan
ekstrapolasi);
Model hanya sebaik datanya.
Diturunkan dari prinsip matematis
Berlandaskan pada pemahaman kita tentang
sebuah proses
Mengobservasi hukum kekekalan massa, energi
dan momentu;
Bergunauntuksimulasi dan
ekstrapolasikondisioperasi yang baru;
Mungkin mengandung konstanta yang tidak
diketahui yang harus diestimasi.
Kedua pemodelan ini dilakukan dengan pendekatan yang umum, yakni pendekatan
First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT) dan pendekatan orde tinggi.
9
2.3.1 Pendekatan First-Order-Plus-Dead-Time (FOPDT)
FOPDT merupakan metode pemodelan proses dinamik yang digunakan untuk
menentukan konstanta gain (Kp), dead time (), dan konstanta waktu () pada sistem
yang dianggap memiliki orse satu sehingga didapatkan permodelan proses untuk suatu
sistem dinamik sebagai berikut.
() =
+1 (2.3)
Nilai gain (Kp), dead time (), dan konstanta waktu (), dapat ditentukan
Metode penentuan FOPDT dengan model empirik terbagi lagi menjadi dua
metode, yang dijelaskan sebagai berikut.
Metode I
Metode I dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.2.
1. Menghitung KP dengan persamaan:
=
(2.4)
di mana adalah besar perubahan respon dan adalah besar perubahan input.
2. Menghitung dengan persamaan:
=
(2.5)
di mana s adalah slope maksimum yang dicari dari garis singgung Process
Reaction Curve (PRC) yang paling tegak.
3. Menentukan dead time () dari kurva.
Metode II
Metode II dilakukan sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 2.3.
1. Menghitung KP dengan Persamaan (2.4).
2. Menghitung dengan persamaan:
= 1,5(63% 28%) (2.6)
10
di mana t63% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 63% respon
maksimum dan t28% adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 28% respon
maksimum.
3. Menentukan dead time () dengan persamaan:
= 28% (2.7)
Gambar 2.2 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (), dan Konstanta waktu ()
dengan Metode I FOPDT
Gambar 2.3 Penentuan Konstanta gain (Kp), Dead time (), dan Konstanta waktu ()
dengan Metode II FOPDT
11
Pendekatan Orde Tinggi
Pada pendekatan orde tinggi (selain orde satu), dibutuhkan patameter-parameter lain,
seperti rise time, time to first peak, settling time, overshoot, decay ratio, dan periode
osilasi. Nilai-nilai ini ditunjukkan secara grafis pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Besaran-besaran pada Pendekatan Orde Tinggi
2.4 Algoritma Pengontrolan
2.4.1 Jenis Pengontrol
Secara umum, jenis-jenis pengontrol dapat dijelaskan sebagai berikut:
2.4.1.1 ON-OFF Controller
Sistem ini merupakan loop control yang paling sederhana. Final control
element hanya mempunyai dua keadaan operasi. Jika sinyal kesalahan positif,
controller mengirim sinyal hingga final control element (control valve) bergerak
ke salah satu posisi untuk meminimalkan kesalahan; jika sinyal kesalahan
negative, control valve akan bergerak ke posisi sebaliknya. Secara matematis,
sistem ini dapat dituliskan sebagai berikut :
() = untuk () > 0 (2.8)
() = untuk () < 0 (2.9)
12
Ciri khas dari sistem dengan algoritma ON-OFF adalah keluaran akan
menunjukkan nilai yang berosilasi sebelum mencapai harga set point-nya.
2.4.1.2 Pengontrol Proporsional (Proportional Controller, P Controller)
Dalam aksi pengontrolan proporsional, alat pengoreksi akhir memiliki suatu
daerah posisi yang kontinu. Posisi tepatnya sebanding dengan besarnya kesalahan.
Dengan kata lain, output dari controller (manipulated variable) sebanding dengan
input-nya (besarnya penyimpangan atau error). Semakin besar error, semakin
besar sinyal kendali yang dihasilkan P Control. Output aktual pada controller ini
(actuating output) dirumuskan sebagai:
() = () + (2.10)
dengan: u(t)adalah actuating output atau manipulated variable, (t)adalah error,
KPadalah proportional gain dari controller, dan usadalah sinyal bias (output
aktual ketika error (t) = 0)
Kontroler proportional memiliki dua besaran utama, yakni proportional
gain, KPdan proportional band,PB. Kedua besaran ini dihubungkan secara
matematis:
=100
(2.11)
dengan KPadalah perubahan output/perubahan input. Dengan demikian,
proportional band adalah perbandingan antara perubahan input terhadap
perubahan output.
Dari persamaan-persamaan di atas, fungsi transfer dari P Control bisa
dibuat. Persamaan (2.10) bisa disusun ulang menjadi:
() = () (2.12)
Misalkan u(t) - us = u(t), maka berlaku:
() = () (2.13)
Transformasi Laplace dari persamaan di atas menghasilkan fungsi transfer
Proportional Control:
()
()= () = (2.14)
dengan KP dikenal juga sebagai gain atau penguatan.
13
Keluaran P Control memiliki beberapa ciri khas, dan digambarkan pada
Gambar 2.5. Dari gambar ini, dapat dilihat bahwa:
1. P Control akan berfungsi baik untuk sistem yang proses perubahan
bebannya secara lambat dan variasi set point-nya kecil, karena dengan
demikian proportional band-nya dapat diambil cukup kecil.
2. Tunning nilai proportional band pada angka atau keadaan tertentu akan
menghilangkan osilasi yang timbul di sekitar set point. Semakin besar
harga proportional band, maka osilasi pada output relatif tidak terjadi;
sebaliknya, semakin kecil harga proportional band, maka besar
kemungkinan osilasi terjadi (peredaman osilasi kecil).
3. Adanya offset pada hasil pengontrolannya, yakni harga setpoint tidak dapat
dicapai sesudah suatu perubahan beban terjadi. Besarnya offset ini
tergantung pada harga proportional band. Semakin besar harga
proportional band, maka akan semakin besar nilai offset; sebaliknya,
semakin kecil proportional band, maka semakin kecil nilai offset.
Gambar 2.5 Hasil Keluaran P Control
4. Dari K. Ogata, diketahui bahwa proses dinamik akan stabil jika 14/9 >
KP> 0. Perbedaan kestabilan pada saat KP bernilai 1.2 (stabil) dan bernilai
1.6 (tidak stabil) diberikan pada Gambar 2.6.
14
(a)
(b)
Gambar 2.6 Plot Keluaran Terhadap Waktu pada: (a) KP = 1.2; (b) KP = 1.6
Penambahan P Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh
berikut:
1. Menambah atau mengurangi kestabilan;
2. Memperbaiki respon transien, khususnya: rise time dan settling time;
3. Mengurangi (tetapi tidak menghilangkan) steady state error (SSE). Untuk
dapat menghilangkan SSE, dibutuhkan KP yang sangat besar. Hal ini akan
berakibat langsung pada penurunan kestabilan sistem.
2.4.1.3 Pengontrol Integral (Integral Controller, I Controller)
Pada I Control, perubahan sinyal kontrol sebanding dengan integral sinyal
kesalahan terhadap waktu, artinya besarnya kesalahan dikalikan dengan waktu
dimana kesalahan tersebut terjadi. Semakin besar error, semakin cepat sinyal
kontrol bertambah/berubah. Persamaan matematis untuk I Control adalah sebagai
berikut:
() = ()
0 (2.15)
di mana KI adalah konstanta integral. Transformasi Laplace dari persamaan ini
menghasilkan:
15
()
()=
(2.16)
Penambahan I Control pada sistem lup tertutup memberikan pengaruh berikut:
1. Menghilangkan steady state error (SSE);
2. Memperlambat respon jika dibandingkan dengan P Control;
3. Dapat menimbulkan ketidakstabilan karena menambah orde sistem.
2.4.1.4 Pengontrol Derivatif (Derivative Controller, D Controller)
Pada pengontrol derivatif, besarnya sinyal kontrol sebanding dengan
perubahan error (e). Semakin cepat error berubah, semakin besar aksi kontrol
yang ditimbulkan. Dengan adanya bagian derivatif, d/dt, kontroler PID
mengantisipasi apa yang akan terjadi pada error di masa sesaat yang akan datang
dan kemudian melakukan aksi kontrol yang sebanding dengan kecepatan
perubahan error saat ini. Berdasarkan sifat ini, aksi kontrol derivatif kadang-
kadang mengacu sebagai anticipatory control. Secara matematis dituliskan:
() =
+ (2.17)
Pengaruh pada D Control pada sistem adalah:
1. Memberikan efek redaman pada sistem yang berosilasi sehingga bisa
memperbesar pemberian nilai KP
2. Memperbaiki respon transien karena memberikan aksi saat ada perubahan
error.
3. D Control hanya berubah saat ada perubahan error dan saat ada error
statis D tidak beraksi. Akibatnya, D Control tidak boleh digunakan sendiri
2.4.1.5 Proportional Integral Controller (PI Controller)
Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset),
posisi alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:
1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.
16
2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan
dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, yang merupakan
kontribusi dari I Control.
Persamaan matematis dari PI Control adalah gabungan dari persamaan
untuk P Control dan I Control:
() = () +
()
0 + (2.18)
dengan I adalah konstanta integral time atau reset time dalam satuan menit.
Konstanta ini merupakan parameter yang dapat diatur dan kadang-kadang
mengacu sebagai minutes per repeat. Dalam industri yang digunakan sebagai
acuan adalah kebalikan dari konstanta waktu yang dikenal sebagai reset rate.
Ciri khas dari PI Controller adalah
1. Output (pada Gambar 2.7 adalah c(t))berubah selama error tidak sama
dengan nol. Oleh karena sifat inilah, pengontrol ini dapat menghilangkan
error bahkan pada kondisi error yang kecil.
Gambar 2.7 Respon PI Controller Terhadap Error Berupa Step
2. Adanya waktu reset menyebabkan output kembali ke set point. Respon
output pada nilai waktu reset yang berbeda-beda digambarkan pada
Gambar 2.8.
17
Gambar 2.8 Respon PI Controller Terhadap Perubahan Beban
Jenis PI controller di industri dapat menangani hampir setiap situasi
kontrol proses. Perubahan beban yang besar dan variasi yang besar pada set point
dapat dikontrol dengan baik tanpa osilasi yang berkepanjangan, tanpa offset
permanen, dan dengan cepat kembali ke keadaan seharusnya setelah gangguan
terjadi. Perbedaan keluaran menggunakan P Control saja, I Control saja, dan PI
Control diberikan pada Gambar 2.9.
(a)
(b)
(c)
(d)
18
Gambar 2.9. Perbedaan Respon pada: (a) Tanpa Kontrol; (b) P Control dengan KP = 2;
(c) I Control dengan KI = 1; (d) PI Control dengan KP = 2, KI = 1
2.4.1.6 Proportional Derivative Control (PD Control)
Dalam aksi pengontrolan proporsional plus integral (proportional-plus-reset), posisi
alat pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh dua hal:
1. Besarnya sinyal kesalahan, yang merupakan kontribusi dari P Control.
2. Besarnya perubahan error (e) terhadap waktu, yang merupakan kontribusi D
Control.
Perbedaan keluaran P Control dan PD Control diberikan pada Gambar 2.10.
(a)
(b)
Gambar 2.10 Perbedaan Respon pada: (a) P Control dengan KP = 1;
(b) PD Control dengan KP = 1, KD = 3
2.4.1.7 Pengontrol Proporsional, Integral, dan Derivatif (Proportional Integral
Derivative Control, PID Control)
Kontroler jenis ini dikenal juga sebagai kontroler proportional-plus-reset-plus-rate.
Dalam aksi pengontrolan proporsional, integral, dan derivatif (PID Control), posisi alat
pengoreksi akhir (control valve) ditentukan oleh tigahal:
1. Besarnya sinyal kesalahan, ini adalah bagian proporsional;
2. Integral waktu dari sinyal kesalahan, artinya besarnya kesalahan dikalikan
dengan waktu di mana kesalahan tersebut terjadi, ini adalah bagian integral;
19
3. Laju perubahan kesalahan terhadap waktu. Perubahan kesalahan yang cepat
menyebabkan suatu aksi korektif yang lebih besar dari perubahan kesalahan. Ini
adalah bagian derivatif.
Output dari kontroler ini dinyatakan sebagai:
() = () +
()
0 +
+ (2.19)
dengan D adalah konstanta derivative time dalam satuan menit. Karakteristik tambahan
dengan adanya derivative control dikenal sebagai rate time (konstanta waktu derivatif).
PID Controller memiliki transfer function sebagai sebagai berikut :
() =
2++
3+2++ (2.20)
PID Control bisa disusun seri dan paralel. Persamaan matematis untuk PID seri
adalah:
() = (() +1
()
0 +
()
) (2.21)
() = (() +1
() + ()) (2.22)
() = () +
() + () (2.23)
Sedangkan persamaan matematis untuk PID Paralel adalah:
() = () +1
()
0 +
()
(2.24)
() = () +1
() + () (2.25)
() = () +
() + () (2.26)
Beberapa ciri khas dari PID Control adalah:
1. Bila pada proses kesalahannya sangat besar, maka PI Control akan
membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai set point-nya, tetapi untuk
PID Contrrol proses pencapaian setpoint lebih cepat.
2. Rate time akan berpengaruh terhadap respon controller. Rate time yang terlalu
besar mempercepat laju pencapaian set point tetapi akan menyebabkan
terjadinya osilasi di sekitar setpoint.
20
Gambar 2.11 Respon PID Controller Terhadap Perubahan Beban dengan Variasi Rate Time
PID Control digunakan pada dua jenis proses yang sangat sulit
pengontrolannya, di mana PI Control tidak lagi memadai, yaitu: proses dengan beban
berubah dengan sangat cepat dan proses yang memiliki kelambatan yang besar antara
tindakan korektif dan hasil yang muncul dari tindakan tersebut. Aksi PID Control
memiliki beberapa kelemahan seperti berikut ini :
1. Untuk respon dengan error konstan dan tidak nol, kontroler ini tidak
memberikan aksi;
2. Untuk respon yang bergejolak dengan error yang hampir nol, kontroler ini
dapat memperoleh nilai derivatif yang besar, yang menghasilkan aksi kontrol
yang besar, meskipun seharusnya tidak diperlukan.
Walaupun memiliki kelemahan di atas, PID Control memiliki beberapa
kelebihan:
1. Mengadopsi kelebihan P Control, yaitu memperbaiki respon transien. KP
mengurangi rise time, tetapi tidak menghilangkan steady state error (SSE).
2. Mengadopsi kelebihan I Control, yaitu menghilangkan steady state error (SSE).
KI menghilangkan SSE, tetapi membuat transisent response lebih buruk
3. Mengadopsi kelebihan D Control, yaitu memberikan efek redaman. KD
meningkatkan stabilitas sistem, mengurangi overshoot dan meningkatkan
transient response.
Tabel 2.2 Pengaruh KP, KI, KD pada Berbagai Faktor
21
Closed-Loop Response Rise Time Overshoot Settling Time SS Error
KP Turun Naik Sedikit berubah Turun
KI Turun Naik Naik Dihilangkan
KD Sedikit berubah Turun Turun Sedikit berubah
Respon dinamik pada berbagai jenis kontrol diberikan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Respon Dinamik Berbagai Jenis Pengontrol
2.4.2 Tunning PID Control
Permasalahan terbesar dalam desain PID Control adalah tunning atau menentukan
nilai KI, KP, dan KD. Metode-metode tunning dilakukan berdasarkan model matematika
plant/sistem. Jika model tidak diketahui, dilakukan eksperimen terhadap sistem Dua
cara tunning kontroler PID yang paling populer adalah Metode Ziegler-Nichols I dan II.
Metode Ziegler-Nichols dilakukan dengan eksperimen (asumsi model belum diketahui)
dan bertujuan untuk pencapaian maximum overshoot (MO) adalah 25 % terhadap
masukan step
2.4.2.1 Metode Tunning Ziegler-Nichols I
22
Metode ini dilakukan berdasar eksperimen dengan memberikan input step pada
sistem, dan mengamati hasilnya. Metode ini dapat diterapkan asalkan syarat berikut
terpenuhi:
1. Sistem harus mempunyai respons terhadap step berbentuk kurva S;
2. Sistem tidak mempunyai integrator (1/s);
3. Sistem tidak mempunyai pasangan pole kompleks dominan (misal: j dan -j, 2j
dan -2j);
4. Muncul dari persamaan karakteristik, seperti s2+1 dan s2+4;
5. Respon sistem berosilasi.
Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan input step pada sistem untuk mendapatkan kurva respons
berbentuk S
2. Menentukan nilai L dan T seperti pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13 Penentuan L dan T pada Metode Ziegler-Nichols I
23
3. Memasukkan nilai L dan T ke Tabel 2.3 untuk mendapatkan nilai KP, I, dan D
Tabel 2.3 Penentuan Nilai KP, I, dan D pada Metode Ziegler-Nichols I
Tipe alat kontrol KP I D
P T/L ~ 0
PI 0.9T/L L/0.3 0
PID 1.2T/L 2L 0.5L
2.4.2.2 Metode Tunning Ziegler-Nichols II
Metode ini berguna untuk sistem yang mungkin mempunyai step response
berosilasi terus menerus dengan teratur. Metode ini dilakukan pada sistem dengan
integrator (1/s). Prosedur praktis metode ini adalah sebagai berikut:
1. Membuat suatu sistem lup tertutup dengan P Control dan plant di dalamnya;
2. Menambahkan nilai KP sampai sistem berosilasi berkesinambungan. Keadaan
ini disebut keadaan kritis;
3. Mendapatkan responnya dan tentukan nilai penguatan kritis, Kcr, dan periode
kritis, Pcr seperti pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14 Penentuan Kcr dan Pcr pada Metode Ziegler-Nichols II
24
4. Menentukan nilai KP, I, dan D berdasarkan tabel berikut.
Tabel 2.4 Penentuan Nilai KP, I, dan D pada Metode Ziegler-Nichols II
Tipe alat kontrol KP I D
P 0.5Kcr ~ 0
PI 0.45 Kcr Pcr/1.2 0
PID 0.6 Kcr 0.5 Pcr 0.125 Pcr
25
Ya
Tidak
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alur Percobaan
Percobaan I: Karakteristik Statik Dan Step Respons Proses Melalui Pendekatan First-Order-
Plus-Dead Time (FOPDT)
Gambar 3.1. Alur Kerja Percobaan I
Start-up alat flow control dan
melakukan persiapan awal
Mengubah posisi controller
menjadi manual
- Mengamati output yang tercatat pada printer
- Mencatat P, I, D pada sistem
- Mencatat step input atau bukaan valve
- Menentukan kecepatan kertas pada printer.
Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400
l/jam
Mengubah SV menjadi 375 l/jam
sehingga terjadi perubahan input dari
bukaan valve
Sudah
stabil?
Mengubah posisi controller
menjadi otomatis
26
Gambar 3.2 Alur Kerja Percobaan II
Percobaan II: Penentuan Pengaruh Parameter Proporsional, P, Integral Time, I, dan
Derivative Time, I, untuk P Control, PI Control, dan PID Control
Start-up alat flow control dan
melakukan persiapan awal
Mengubah posisi controller
menjadi otomatis
Mengatur nilai P, I, dan D sesuai dengan Metode
Ziegler-Nichols
Mengatur P, I, D dengan
nilai pada Tabel Ziegler-
Nichols
Mengatur D = 0, P dan I
tetap (PI Control)
Mengatur D = 0, I =
maksimum, dan P tetap
(P Control)
- Mengamati output yang tercatat pada printer
- Menentukan kecepatan kertas pada printer.
Mengatur laju alir bejana (PV) pada 400
l/jam
Mengubah SV menjadi 375 l/jam
sehingga terjadi perubahan input dari
bukaan valve
27
3.2 Flow Chart Percobaan
A. Persiapan Percobaan
Manual
Otomatis
Mengisi reservoir air hingga
ketinggian 80%
Menjalankan kompresor udara
dengan cara menyalakan
sumber listrik
Mengeset tekanan udara 1,4 kg/cm2g
Mengeset kontroler pada
posisi manual dan membuka penuh katup pengatur
Menjalankan pompa
Menghilangkan udara yang masuk
ke transmitter
Mengatur katup jarum dan katup
pengatur
Mengatur alat pada posisi M atau
manual
Mengeset harga SV dengan
menggunakan data entry unit
Mengatur nilai MV sehingga
didapatkan PV yang sesuai dengan SV
Mencatat nilai MV yang dicapai agar PV
bernilai sama dengan SV
Mengeset alat pada mode otomatis (A)
Mengeset nilai SV
Mencatat nilai MV yang dihasilkan setelah PV
mencapai nilai yang sama dengan SV
28
B. Karakteristik Sistem yang Dikontrol
Percobaan Karakteristik Statik
C. Karakteristik Sistem Pengontrol
Percobaan Step Response dengan pengesetan sebagai masukan
Melakukan persiapan percobaan
Mengeset kontroler ke posisi otomatis
Mengeset kontroler pada SV = 250 (), 300 (5,32), 350 (5,59) dan
400 (5,86) L/jam
Mencatat MV ketika sistem sudah stabil
Persiapan Set controller
otomatis Menset controller 400
L/jam.
Mengubah setting controller secara
tiba-tiba. (Menaikkan ke 450 - stabil -
menurunkan ke 550 L/jam).
Mencatat laju aliran yang dihasilkan
Membahas mengenai: Atenuasi, Overshoot,
dan Setting Time.
29
D. Metode Pengaturan Optimum
Metode Ziegler-Nichols-Ultimate sensitivity
3.3 Alat dan Bahan Percobaan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut:
1) Controller, digunakan untuk mengatur variabel-variabel yang terkait dengan percobaan,
termasuk mengatur karakteristik PID control.
Gambar 3.3. Unit Controller: Tampak Depan (Kiri), Tampak Samping (Kanan)
Menset Ti ke harga maksimum
Menset Td ke harga minimum
Secara perlahan mengurangi
Proportional Band sampai mulai terjadi
cycling/osilasi
Harga dibagi dengan 100 , disebut dengan
sensitivitas optimum (Ku)
Menghitung periode Cyicling (Pu) dengan
menggunakan stopwatch
30
Gambar 3.4. Skema Alat Controller.
2) Control Valve, berfungsi sebagai elemen kontrol akhir dalam sistem pengendalian.
Besarnya bukaan valve diatur pada controller. Berfungsi untuk mengatur laju alir yang
masuk ke dalam sistem. Valve tergabung dalam alat yang bernama orifice. Dalam
percobaan ini, digunakan valve jenis Fail Open/ Air to Close, dimana semakin besar
bukaan, semakin kecil laju alir fluida yang melaluinya.
3) Wadah atau tangki air (reservoir air), tempat dimana air yang ditampung, sesuai modul
diisi sebanyak 80% dari total daya tampung tangki
4) Sensor, yaitu alat yang berfungsi untuk mengubah laju alir output yang terbaca menjadi
sinyal elektrik, sehingga terbaca pada controller dan memungkinkan untuk dilakukannya
feedback control.
31
Gambar 3.5. Sensor yang digunakan pada Alat Flow Control
5) Printer, berfungsi sebagai pencatat output dari proses. Hasil dari printer inilah yang
digunakan sebagai bahan pengolahan data.
Gambar 3.6. Printer pada Alat Flow Control yang Digunakan.
Range Pembacaan Laju alir Berada Antara 0-500 l/jam
6) Needle valve, berfungsi sebagai input disturbance variable (DV) ke dalam proses.
Berguna untuk mengamati perilaku gangguan terhadap proses.
Berikut adalah gambar atau skema dari keseluruhan alat flow control.
32
Gambar 3.7. Skema Alat Flow Control
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
A. Persiapan Percobaan
Manual
Table 4.1. Data Pengoperasian Controller secara Manual
SV (L/jam) PV (L/jam) MV (%)
400 400.3 76.5
450 450.6 66.3
500 501.2 54.5
Otomatis
Table 4.2. Data Pengoperasian Controller secaraOtomatis
SV (L/jam) PV (L/jam) MV (%)
400 400.3 76.3
450 450.3 65.9
500 500.3 54.5
B. Karakteristik Sistem yang Dikontrol
Karakteristik Statik
Table 4.3. Data Pengamatan Percobaan Karakteristik Statik
Laju alir/SV (L/jam) 400 450 500 550
Keluaran/MV (%) 76.3 65.9 54.5 40
PV (L/jam) 400.3 450.3 500.3 550.8
34
C. Karakteristik Sistem Pengontrol
PercobaanStep Response DenganPengesetanSebagaiMasukan
Gambar 4.1. Grafik yang diperoleh dari Karakteristik Step Response dengan MV sebagai Masukan
D. MetodePengaturan Optimum
MetodeZiegler Nichols-Ultimate sensitivity
Table 4.4. Data Pengamatan Percobaan Karakteristik Statik
Kp Ti Td
P action 0,5 Ku - -
PI action 0,45 Ku 0,83 Pu -
PID action 0,6 Ku 0,5 Pu 0,125 Pu
35
Gambar 4.2. Grafik yang diperoleh dari Metode Ziegler-Nichols-Ultimate sensitivity
4.2 Pembahasan
A. Persiapan Percobaan
Manual
Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada sumbu y, yaitu
sebagai berikut:
36
Gambar 4.3. Grafik Hubungan SV-PV untuk Controller Manual
Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data MV pada sumbu y,
yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.4. Grafik Hubungan SV-MV untuk Controller Manual
400, 400.3
450, 450.6
500, 501.2
300
350
400
450
500
550
400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510
PV (
L/ja
m)
SV (L/jam)
Hubungan SV-PV
Series1
400, 76.5
450, 66.3
500, 54.5
50
55
60
65
70
75
80
400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510
MV
(%)
SV (L/jam)
Hubungan SV-MV
Series1
37
Otomatis
Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data MV pada
sumbu y, yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.5. Grafik Hubungan SV-MV untuk Controller Otomatis
Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada
sumbu y, yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.6. Grafik Hubungan SV-PV untuk Controller Otomatis
400, 76.3
450, 65.9
500, 54.5
50
55
60
65
70
75
80
400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510
MV
(%)
SV (L/jam)
Hubungan SV-MV
Series1
400, 400.3
450, 450.3
500, 500.3
300320340360380400420440460480500520
400 410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510
PV (
L/ja
m)
SV (L/jam)
Hubungan SV-PV
Series1
38
Setelah mengetahui hubungan ketiganya melalui grafik, baik dalam controller manual
maupun otomatis, kami membandingkan % error PV dan MV.
% Error PV
% =
100%
o Controller otomatis
Table 4.5 % Error PV untuk Controller Otomatis
SV (L/jam) % Error PV
400 0,075
450 0,067
500 0,06
o Controller manual
Table 4.6 % Error PV untuk Controller Manual
SV (L/jam) % Error PV
400 0,075
450 0,133
500 0,24
39
Gambar 4.7. Grafik Hubungan SV- % Error PV
% Error MV
% = . .
. 100%
Table 4.7 % Error MV
SV (L/jam) % Error MV
400 0,262
450 0,607
500 0
40
Gambar 4.8. Grafik Hubungan SV- % Error MV
Selanjutnya, membandingkan pengoperasian MV dan PV otomatis dan manual pada plot
data grafik yang sama. Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu
x dan data MV pada sumbu y adalah sebagai berikut.
Gambar 4.9. Grafik Hubungan SV- MV untuk Controller Manual dan Otomatis
41
Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada
sumbu y adalah sebagai berikut.
Gambar 4.10. Grafik Hubungan SV- PV untuk Controller Manual dan Otomatis
Pada grafik hubungan SV dengan PV (gambar 4.3 dan gambar 4.6), semakin meningkat nilai SV,
maka nilai PV juga akan meningkat. Pada grafik hubungan SV - MV, teramati bahwa semakin
meningkat nilai SV, nilai MV akan menurun. Dengan mengatur SV, maka PV akan berubah.
Agar nilai SV sama dengan PV (laju alir) maka MV (control valve) akan membuka atau menutup
agar sistem kembali normal kembali. Pada grafik hubungan SV PV untuk controller manual
dan otomatis (gambar 4.4 dan 4.5 ), garis pada operasi manual tepat berhimpitan dengan garis
operasi otomatis. Hal ini dapat dilihat dari R pada operasi manual = 1 dan R pada operasi
otomatis = 1, yang merupakan garis linier. Kecenderungan atau trendline baik operasi otomatis
maupun manual sama, dimana semakin meningkat SV maka nilai PV juga akan semakin
meningkat. Persentase kesalahan pada SV-PV sebesar 0,075% untuk SV = 400 L/jam, 0,133%
untuk SV = 450 L/jam, dan 0,24% untuk controller manual. Sementara itu, untuk controller
otomatis, persentase kesalahan SV-PV sebesar 0,075% untuk SV = 400 L/jam, 0,067% untuk SV
= 450 L/jam, dan 0,06% untuk SV = 500 L/jam.
Pada grafik hubungan SV - MV perbandingan operasi manual dan operasi otomatis (gambar 4.8),
garis pada controller manual hampir berhimpitan dengan garis pada controller otomatis. Pada
keadaan otomatis, alat akan melakukan pembenaran secara otomatis setiap ada perubahan input
yang menyebabkan kondisi operasi berada dalam keadaan stabil. Hal ini terlihat dari R pada
operasi manual = 0,998 dan R pada operasi otomatis = 0,999. Persentase kesalahan SV-MV
sebesar 0,262% untuk SV = 400 L/jam, 0,607% untuk SV = 450 L/jam, dan 0% untuk SV = 500
400.3
450.6
501.2
400.3
450.3
500.3 y = 1.009x - 3.35
R = 1
y = 1x + 0.3
R = 1
400
420
440
460
480
500
400 420 440 460 480 500
PV (
L/ja
m)
SV (L/jam)
Hubungan SV - PV (Controller Otomatis dan Manual)
Controller Manual
Controller Otomatis
Linear (Controller Manual)
Linear (Controller Otomatis)
42
L/jam. Hubungan antara SV, MV, dan PV ialah, semakin besar SV, maka PV semakin besar
sedangkan MV mengecil. Pada kondisi MV yang semakin besar berarti valve tertutup sempurna.
B. Karakteristik Sistem yang Dikontrol
Karakteristik Statik
Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data MV pada sumbu y,
yaitu sebagai berikut:
Gambar 4.11. Grafik Hubungan SV- MV untuk Karakteristik Statik
Grafik yang dihasilkan dengan memplotkan data SV pada sumbu x dan data PV pada sumbu y,
yaitu sebagai berikut :
400, 76.3
450, 66.3
500, 54.5
550, 40
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
300 350 400 450 500 550 600
MV
(%)
SV (L/jam)
Hubungan SV-MV
SV Vs MV
43
Gambar 4.12. Grafik Hubungan SV- PV untuk Karakterisitik Statik
Analisis mengenai data percobaan tersebut sama seperti penjelasan analisa pada persiapan
percobaan, yaitu : nilai SV meningkat namun nilai MV menurun. Hal ini dikarenakan sistem
control valve yang digunakan adalah reverse sehingga ketika Set Value dinaikan maka nilai
Manipulated Variable akan menurun.
Kemudian Nilai SV meningkat maka nilai PV juga meningkat. Hal ini dikarenakan control valve
yang digunakan bersifat direct sehingga ketika Set Value diperbesar makan nilai Process
Variable akan meningkat juga. Secara keseluruhan, data yang didapat pada tahap percobaan ini
sama seperti data persiapan percobaan otomatis. Perbedaanya terletak pada banyaknya nilai Set
Value yang dimasukan. Pada persiapan percobaan terdapat 3 nilai SV yaitu : 400 L/jam, 450
L/jam dan 500 L/jam. Sedangkan pada karakteristik sistem yang dikontrol terdapat 4 nilai SV,
yaitu 400 L/jam, 450 L/jam, 500 L/jam dan 550 L/jam.
C. Karakteristik Sistem Pengontrol
PercobaanStep Response DenganPengesetanSebagaiMasukan
Persamaan FOPDT:
() =PV(s)
MV(s)=
Kes
+ 1=
()
()
Keterangan:
PV(s) adalah process variable atau process value (pada eksperimen adalah laju alir)
f(s) adalah fungsi alih laju alir dalam proses
400, 400.3
450, 450.3
500, 500.3
550, 550.8
300
350
400
450
500
550
600
200 250 300 350 400 450 500 550 600
PV (
L/ja
m)
SV (L/jam)
Hubungan SV-PV
SV Vs PV
44
MV(s) adalah manipulated variable atau manipulated value (pada eksperimen adalah bukaan
valve yang menggambarkan perubahan laju alir)
v(s), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai tak berdimensi dan semua variabel tersebut
dinyatakan dalam domain transformasi Laplace.
Perhitungan nilai K (gain atau konstanta statis proses) dengan Pendekatan FOPDT:
K = Gain =f(t)
v(t)=
perubahan dari laju aliran
perubahan dari bukaan katup
K =(545,58 400)(
)
(0.4 0.763)(%)= .
%
Kecepatan printer = 0.4466 mm/s
Konstanta waktu ()
t63% =6.50 mm
0,4466 /= 14.5544 15
28% =2.50
0,4466 /= 5.5955 6
= 1,5(t63% t28%)
= 1,5(t63% t28%) = 1,5(15 6)s = .
Sedangkan dead time, , dihitung sebagai:
Dead time,()
= t63%
= 15 13.5 = .
Dari perhitungan konstanta tidak diketahui pada persamaan FOPDT, diperoleh persamaan akhir
FOPDT sebagai berikut
() =()
()=
()
()=
, .
. +
Pada eksperimen, v(t) = 0.532 0.754 = -0.363 (step input). Hasil Transformasi Laplace dari v(t)
adalah -0.363/s, sehingga :
() = 401,6e1.5s
13.5 + 1
0.363
=
145,78081.5
(13.5 + 1)
45
Invers Transformasi Laplace dari f(s) menghasilkan f(t). Karena f(0) = 400 l/jam, maka hasil invers
adalah:
() = + , ( .
. )
di mana t dinyatakan dalam detik dan f dalam l/jam. Kemudian persamaan fungsi alih tersebut
menjadi dasar dalam pembuatan grafik untuk melakukan perbandingan terhadap hasil eksperimen
dengan hasil teoritis, yaitu sebagai berikut
Gambar 4.13. Grafik hasil eksperimen
Gambar 4.14. Grafik hasil pemodelan dengan pendekatan FOPDT
380
400
420
440
460
480
500
520
540
560
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
f(lit
er/s
)
t(s)
46
Dalam hasil perhitungan FOPDT, variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut:
PV(s) adalah process variable atau process value (pada eksperimen adalah laju alir)
f(s) adalah fungsi alih laju alir atau proses
MV(s) adalah manipulated variable atau manipulated value (pada eksperimen adalah
bukaan valve yang menggambarkan perubahan laju alir)
v(s), yang dinyatakan dalam persentase atau nilai tak berdimensi dan semua variabel
tersebut dinyatakan dalam domain transformasi Laplace.
Dari hasil perhitungan, didapatkan () = + , ( .
. )dimana t dinyatakan dalam
detik dan f dalam liter/jam. Dari hasil di atas, kemudian dibuatlah grafik hasil pemodelan
Pada grafik tersebut terlihat bahwa hasil pemodelan dengan grafik hasil eksperimen sangat mirip
dan berdekatan. Hal ini menunjukkan bahwa eksperimen berhasil membuktikan teori permodelan
(FOPDT) yang digunakan.
Atenuasi, Overshoot dan Setting time
Dalam suatu proses kontrol terdapat keadaan atenuasi dan overshoot. Atenuasi adalah keadaan
dimana terjadi suatu peredaman dalam rangka terjadinya suatu perubahan pada suatu sistem.
Dalam percobaan ini laju alir diubah dari 400 L/jam menjadi 550 L/jam dan kembali menjadi
400 L/jam. Dalam mencapai kestabilan akibat perubahan laju alir tersebut, akan ditemui daerah
peredaman atau daerah ketidakstabilan sehingga nantinya akan mencapai ke dalam daerah
kestabilan. Overshoot adalah kondisi dimana dalam melakukan atenuasi, sistem akan mencapai
nilai kelebihan dari target dalam proses peredaman. Waktu dari proses peredaman hingga
keadaan stabil disebut dengan setting time. Pada percobaan ini, tidak terdapat overshoot dan
stting time. Overshoot tidak ada karena laju alir tidak ada yang melebihi target yang ditentukan.
Karena overshoot tidak ada, maka setting time pun tidak ada pada percobaan ini.
Grafik yang dihasilkan dari percobaan adalah sebagai berikut:
47
Gambar 4.15. Overshoot, Keadaan Stabil, dan Atenuasi
D. Metode Pengaturan Optimum
Berdasarkan tabel diatas, kita membutuhkan nilai dari Ku dan Pu.Ku didapat dengan membagi
terhadap Pb atau proportional band. Proportionnal band pada percobaan ini ialah 21. Sehingga
didapat nilai Ku sebagai berikut
= 100
=
100
21= 4.762
Pu merupakan periode atau waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya satu gelombang. Nilai dari
periode didapat berdasarkan perhitungan. Dalam 1 cm terdapat terdapat 14 gelombang, sehingga
kita bisa mendapatan panjang 1 gelombang yaitu 0,0714cm. Kita dapat menghitung nilai dari
periode dengan perhitungan dibawah ini
= 0.0714
1
31.5
=0.0714
0.0317 1
= 2.25
Setelah Ku dan Pu didapat, kita memasukkan kembali parameter Ku dan Pu ke dalam tabel.
Hasil yang diperoleh ialah
Table 4.8. Data Pengamatan Percobaan Karakteristik Statik
Kp Ti Td
P action 2.381 0.2 0
PI action 2.1429 1.87 0
PID action 2.8572 1.1265 0,2816
Untuk mengatur laju alir, kita memasukkan nilai berdasarkan tabel diatas
Untuk P action, kita hanya memasukkan nilai Kp dan Ti.
Untuk PI action, kita hanya memasukkan nilai Kp dan Ti
48
Untuk PID action, kita memasukkan nilai Kp Ti, dan Td
Setelah kita mengatur kontroler berdasarkan data diatas, kita mendapatkan flow rate dengan hasil
dibawah ini
Gambar 4.16. Grafik P, PI, dan PID
Grafik pengendalian dengan metode Ziegler-Nichols hasil percobaan kami mengalami cycling
yang terus menerus meskipun telah dilakukan tuning pengontrolan P, PI dan PID. Penyebab
cycling tersebut disebabkan oleh kesalahan prosedur oleh praktikan percobaan. Praktikan
melakukan peengaturan P, PI, dan PID secara kontiniu. Praktikan tidak melakukan pengembalian
set point ke titik awal. Seharusnya praktikan mencoba percobaan dengan melakukan pengaturan
untuk controller P. Kemudian setelah diset ke hasil laju yang diinginkan, laju alir akan
mengalami osilasi kemudian stabil. Untuk mengubah percobaan dengan controller PI, seharusnya
dilakukan kembali pengaturan ke set awal, begitupun dengan PID. Oleh sebabitu, data yang
dihasilkan dari percobaan ini, tidak sesuai dengan teori.
49
BAB V
KESIMPULAN
Persiapan Percobaan
Nilai MV dari percobaan otomatis (76.3, 65.9, 54.5 %) lebih kecil dari percobaan manual
(76.5, 66.3, 54.5 %) karena pada percobaan otomatis, system berada dalam keadaan
lebihstabil karena pengendali mampu mengoreksi sendiri kesalahan yang dilakukan oleh
sistem
Karakteristik Statik
PV (380, 430, 450, 530 L/jam)) tidak sama dengan SV (400, 450, 500, dan 550 L/jam).
Hal ini disebabkan karena alat kontroler flow yang digunakan belum ditunning sehingga
agar PV = SV, membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena percobaan ini dilakukan
dalam waktu yang singkat, maka PV belum sama dengan SV.
Karakteristik Sistem Pengontrol
Perhitungan nilai K (gain atau konstanta statis proses) dengan Pendekatan FOPDT: 0.4016
Kecepatan printer = 0.4466 mm/s
t63% 15
28% 6
= 13.5s
= 1.5s
Dari perhitungan konstanta tidak diketahui pada persamaan FOPDT, diperoleh persamaan akhir
FOPDT sebagai berikut
() =()
()=
()
()=
. .
. +
Hasil Transformasi Laplace dari v(t) adalah -0.222/s, sehingga :
() = 0.4016e1.5s
13.5 + 1
0.363
=
0,1461.5
(13.5 + 1)
50
Invers Transformasi Laplace dari p(s) menghasilkan p(t). Karena p(0) = PV0 = 0.4 kgf/cm2, maka
hasil invers adalah:
() = . + . ( .
. )
Atenuasi adalah keadaan dimana terjadi suatu peredaman dalam rangka terjadinya suatu
perubahan pada suatu sistem.
Overshoot adalah kondisi dimana dalam melakukan atenuasi, sistem akan mencapai nilai
kelebihan dari target dalam proses peredaman.
Waktu dari proses peredaman hingga keadaan stabil disebut dengan setting time.
Metode Pengaturan Optimum
Berdasarkan grafik P, PI, dan PID, osilasi P sangat besar dibandingkan PI dan PID. Hal
ini karena konstanta proporsional, Kp berlaku sebagai Gain (penguat) saja tanpa
memberikan efek dinamik kepada kinerja kontroler. Penggunaan kontrol P memiliki
berbagai keterbatasan karena sifat kontrol yang tidak dinamik ini
PID. kontroler ini menggabungkan kontrol proporsional dengan dua penyesuaian
tambahan, yang membantu unit secara otomatis mengkompensasi perubahan dalam
sistem.
51
REFERENSI
Buku Petunjuk Praktikum POT II. Departemen Teknik Gas dan Petrokimia. Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Depok.
Anonim. Introduction to process control. http://processengineers.com/2007/09/introduction-
to-process-control.html (Diakses pada 09/04/2015 pukul 23.02)
Riggs, James B. 2006. Chemical and Bioprocess Control.United States : Pearson Education
International.
Anonim. Pengenalan Metode Ziegler-Nichols pada Perancangan Kontroler pada PID.
www.freewebs.com/kapeha/dsp.docPengenalan Metode Ziegler-Nichols pada Perancangan
Kontroler pada PID (Diakses pada 08/04/2015 pukul 18.45)