95

LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

  • Upload
    buihanh

  • View
    233

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi
Page 2: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

LAPORAN HASIL PENELITIAN

D-LPPM Nomor 016

KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF UNTUK

MASYARAKAT MULTIKULTUR DI INDONESIA

Peneliti:

DR. ERI R. HIDAYAT, MBA, MHRMC

DR. I GEDE SUMERTHA KY, PSC, M.SC

DRS. I NYOMAN ASTAWA, M.SI.,M.PHIL

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PERTAHANAN

BOGOR,

NOPEMBER 2017

Page 3: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 ii

HALAMAN PENGESAHAN

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PERTAHANAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

1. Judul : Kepemimpinan Yang Efektif Untuk Masyarakat

Multikultur Di Indonesia

2. Bidang Keilmuan : Damai dan Resolusi Konflik

3. Peneliti : 1. Dr. Eri R. Hidayat, MBA, MHRMC

2. Dr. I Gede Sumertha Ky, Psc, M.Sc

3. Drs. I Nyoman Astawa, M.Si.,M.Phil

4. Jumlah Peneliti : 3 (tiga) orang

5. Lokasi Kegiatan : Jakarta, Bekasi dan Bandung Jawa Barat

Mengetahui: Bogor, Nopember 2017

Ketua LPPM Unhan

Tjuk Agus Minahasa, S.IP

Mayor Jenderal TNI

LetkolCzi

Kapuslit Strategi Pertahanan

G. Eko Sunarto, S.Pd., M.Si Kolonel Czi Nrp.1920044710870

Page 4: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 iii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat rahmat dan karuniaNya, Laporan Hasil Penelitian ini

Dosen Program Studi Damai dan Resolusi Konflik dengan judul

“Kepemimpinan yang efektif untuk masyarakat multikultur di Indonesia” ini

telah dapat dilaksanakan dan diselesaikan pada waktunya.

Oleh karenanya pada kesempatan yang baik ini, dengan segala

kerendahan hati peneliti menghaturkan penghargaan dan ucapan terima

kasih yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Letnan Jenderal TNI Dr. I Wayan Midhio, M.Phil selaku Rektor

Universitas Pertahanan.

2. Mayjen TNI Tjuk Minahasa, S.IP selaku Kepala Lembaga Penelitian

dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pertahanan.

3. Laksda TNI Dr. Siswo Hadi Sumantri, S.T., M.MT selaku Dekan

Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan.

4. Pangdam Jaya, Mayjen Jaswandi, Pangdam III/Siliwangi Mayjen M.

Herindra, Kadispsiad, Brigjen Dr. Arief Budiarto, Dandim 0618/Berdiri

Sendiri (Kota Bandung), Dandim 0507 Kota Bekasi, Dandim 0502

Jakarta Utara, serta Dr. Istiani dengan stafnya Vania dan Ronald dari

Universitas Binus, yang telah memfasilitasi penelitian ini.

5. Para narasumber yang telah ikut berkontribusi dalam penelitian ini.

Peneliti sangat menyadari bahwa dalam Laporan Hasil Penelitian ini

masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu demi kesempurnaan penelitian

ini, diharapkan adanya kritik yang membangun untuk penyempurnaan

penelitian selanjutnya. Akhirnya tim peneliti berharap semoga penelitian ini

dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu damai dan resolusi konflik.

Tim Peneliti

Page 5: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 iv

ABSTRAK

Kepemimpinan yang efektif untuk masyarakat multikultur di Indonesia

Studi awal ini mempunyai tujuan untuk merumuskan indikator pemimpin yang

efektif pada masyarakat multikultur. Penelitian ini penting untuk menjawab

permasalahan sosial yang selama ini sering terjadi di Indonesia, terutama

konflik sosial yang berkaitan dengan agama. Penelitian dilakukan di wilayah

Bandung, Jakarta dan Bekasi dengan pendekatan kualitatif. Metode yang

digunakan adalah wawancara dan Focus Group Discussion dengan jumlah

sampel 14 partisipan untuk FGD dan 7 partisipan yang diwawancara. Hasil

pengolahan data kualitatif memperlihatkan bahwa faktor yang berkaitan

dengan kepemimpinan multikultur adalah sifat-sifat bawaan (traits), sistem

nilai yang mendukung keberagaman yang ditanamkan sejak dini dan faktor

lingkungan yang dapat memberikan pengalaman untuk meningkatkan

kecerdasan budaya. Pada level indikator terdapat beberapa sifat-sifat bawaan

yang penting untuk dimiliki yaitu keberanian, kesabaran, ketegasan, ikhlas,

dan inovatif. Disarankan untuk melakukan penelitian kuantitatif lanjutan dan

melakukan program pengembangan kepemimpinan yang terkait.

Kata kunci: kepemimpinan multikultur, sifat-sifat bawaan, kecerdasan budaya

Page 6: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 v

ABSTRACT

Effective leadership for multicultural society in Indonesia

This initial study aims to formulate the indicators for effective leadership in a

multicultural society. This study is important to answer the social problems

that currently exist in Indonesia, especially social conflicts based on religion.

The qualitative study was conducted in the area of Bandung, Jakarta and

Bekasi. Seven informants were interviewed and 14 participated in a Focus

Group Discussions. Results showed that factors related to multicultural

leadership are traits, values system that support diversity and environmental

factors that can provide experience that can enhance cultural intelligence. At

the indicator level, several traits that are important are bravery, patience,

firmness, and innovativeness. It is suggested that further quantitative research

should be implemented and related leaderhsip development program should

be conducted.

Key Words: multicultural leadership, traits, cultural intelligence

Page 7: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................... iv

ABSTRACT ........................................................................................ v

DAFTAR ISI ....................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 8

1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian ..................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................ 9

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................ 9

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................. 9

1.5 Ruang Lingkup dan Gambaran Desain Penelitian ............. 10

1.5.1 Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 10

1.5.2 Sistematika Penulisan ....................................................... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ........ 12

2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................ 12

2.1.1 Training Needs Analysis Theory.................................. 12

2.1.2 Pre Deployment Training ............................................ 16

2.1.3 Sistem Pembinaan Latihan ......................................... 22

2.1.4 Materi Pokok CPTM (Core Pre Deployment Training) . 31

2.2 Penelitian Terdahulu ................................................... 25

2.3 Kerangka Pemikiran .................................................... 27

BAB 3. METODE PENELITIAN ......................................................... 29

3.1 Desain Penelitian ........................................................ 29

3.2 Sumber Data, Obyek dan Subjek Penelitian ............... 30

3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................... 30

3.4 Teknik Analisis Data.................................................... 31

3.5 Prosedur Penelitian ..................................................... 32

Page 8: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 vii

3.5.1 Instrumen Penelitian ................................................... 32

3.5.2 Data Primer ................................................................. 32

3.5.3 Data Sekunder ............................................................ 32

3.5.4 Pengujian Keabsahan dan Keterandalan Data ............ 33

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................... 33

BAB 4. GAMBARAN DATA, ANALISIS DAN

PEMBAHASAN PENELITIAN .......................................................... 34

4.1 Gambaran Data Penelitian .......................................... 34

4.1.1 PMPP TNI ................................................................... 36

4.1.2 Peacekeeping Operations ........................................... 40

4.1.3 Materi Pelatihan .......................................................... 42

4.2 Analisis Hasil Penelitian .............................................. 44

4.2.1 Perencanaan dan Penyiapan Materi Utama Pelatihan

SGTM serta CPTM bagi Calon Peacekeeper

Di PMPP TNI............................................................... 44

4.2.2 Pre Deployment Training PKO Indonesia .................... 58

4.2.2.1 Pembelajaran yang diperoleh dalam

Pre Deployment Training ............................................ 59

4.2.2.2 Peningkatan Pengetahuan .......................................... 59

4.2.2.3 Sikap dan Keterampilan .............................................. 60

4.2.2.4 Meningkatkan Kompetensi .......................................... 60

4.3 Pembahasan ............................................................... 61

4.3.1 Pre Deployment Training Pasukan Peacekeeper ......... 61

4.3.2 Hasil Pemberian Materi Inti PDT bagi Peacekeeper ..... 67

BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 74

5.1 Simpulan .................................................................... 74

5.2 Saran ......................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 76

Page 9: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ........................................................ 2

Gambar 2 Hasil Word Query Masalah Konflik .................................. 4

Gambar 3 Hasil Word Query Masalah Kepemimpinan ..................... 25

Page 10: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi, yang dilandasi dengan pesatnya kemajuan teknologi

informasi dan multimedia, secara nyata sudah dirasakan oleh seluruh umat

manusia, melalui kemudahan mendapatkan informasi secara cepat dari

berbagai belahan dunia, sehingga seolah-olah dunia telah menjadi tanpa

tapal batas - bordeless world (Ohmae 1990). Kondisi ini memungkinkan

berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

informasi untuk ikut merasakan dan menghayati apa yang terjadi di negara

lain dengan bebas tanpa adanya kendali dari pemerintah negaranya. Sebagai

salah satu akibat dari kondisi ini, abad 21 diprediksikan dan dikhawatirkan

benar-benar akan ditandai dengan berbagai tantangan yang bersifat penuh

ketidakpastian (uncertainty), tidak terduga (unpredictable), dan tentu saja

masa depan merupakan kehidupan yang sulit untuk benar-benar dikuasai dan

dikendalikan (uncontrollable) (Moskos dkk., 2000).

Di lain pihak, bangsa Indonesia yang heterogen, dalam menghadapi

pengaruh globalisasi ini, akan menunjukkan reaksi dan tindakan yang

berbeda-beda yang belum tentu sejalan dengan kepentingan bangsa dan

negara secara keseluruhan. Sejak bergulirnya Era Reformasi di Indonesia

sebagai salah satu akibat dari pengaruh globalisasi tadi, telah menghasilkan

krisis multidimensi dalam berbagai segi kehidupan dan cakupan eskalasinya,

sehingga menuntut dan menantang bangsa Indonesia sebagai bagian dari

masyarakat global untuk dapat beradaptasi dan menyelaraskan diri dengan

berbagai perubahan yang berlangsung cepat di sekitar kita (Ryacudu, 2004).

Di lain pihak, secara jujur harus diakui oleh seluruh komponen bangsa bahwa

proses reformasi dan pencapaiannya yang telah berlangsung selama dua

dekade hingga saat ini, belum berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan yang

dirasakan dalam pelaksanaan pemilu di berbagai daerah di Indonesia adalah

justru semakin meningkatnya politik identitas dan konflik bernuansa SARA

yang tentunya akan berbahaya bagi keutuhan NKRI (Yanuarti, 2017).

Padahal NKRI terdiri dari beragam budaya, agama, suku dan ras,

sehingga perbedaan persepsi mengenai hak dan kewajiban antar kelompok

Page 11: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 2

yang memiliki budaya dan suku yang berbeda sangatlah mudah untuk muncul

kepermukaan. Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh

Badan Pusat Statistik (2010), terdapat kurang lebih sebanyak 1.340 suku

bangsa, 300 kelompok etnis, 1.200 bahasa daerah, 6 agama yang diakui

pemerintah dan berbagai aliran kepercayaan. Keberagaman ini tentunya

dapat memunculkan potensi konflik yang besar dalam kehidupan masyarakat

Indonesia. Dalam hal ini, penelitian Hadiyanto (2016) terhadap konflik antara

penduduk asli Kalimantan dan penduduk asal Madura yang tinggal di

Kalimantan Barat, menunjukkan bahwa konflik yang terjadi disebabkan

karena adanya sekelompok orang dari etnis atau budaya tertentu merasa hak

mereka lebih penting atau direbut oleh kelompok dari etnis atau budaya lain,

ataupun suatu hal dianggap menjadi kewajiban suatu kelompok menurut

budayanya tetapi tidak bagi budaya lain, sehingga ada kelompok yang

merasa tidak dapat menerima atau tidak setuju dengan sikap tersebut.

Sebenarnya, konflik adalah bagian yang tak terpisahkan dan akan selalu

hadir dalam kehidupan manusia, baik karena disebabkan oleh perbedaan

suku, ras, golongan, maupun agama (Mutis dkk., 2007). Terlebih lagi dalam

masyarakat yang pluralis seperti yang ada di Indonesia, tentunya hubungan

antara satu pihak dengan lainnya tidak dapat dijamin akan selalu berlangsung

dengan harmonis. Hal ini antara lain dapat terlihat dari data konflik selama

tahun 2016 yang tercatat di Kementerian Dalam Negeri (Kementerian Dalam

Negeri, 2017), yang menunjukkan terjadinya 525 konflik di seluruh Indonesia,

dimana 431 konflik sudah diselesaikan dan 94 konflik masih dalam

penanganan. Dalam hal ini, adalah menarik untuk melihat kasus perselisihan

masyarakat Dayak dan Madura yang terjadi di Kalimantan Barat. Menurut

Hadiyanto (2016), membesarnya kasus konflik horizontal tersebut adalah

karena adanya kelemahan dari para unsur pimpinan di daerah tersebut, atau

dengan kata lain ketidakberdayaan unsur pimpinan lokal untuk menjadi

penengah sehingga terjadi korban jiwa yang cukup banyak sebagai akibat

dipilihnya jalur kekerasan oleh masyarakat setempat.

Terkait dengan hal ini, Erzen dan Armagan (2015) yang melakukan

penelitian ekstensif tentang pengaruh kepemimpinan terhadap resolusi konflik

juga menemukan bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan

dalam manajemen konflik, karena pemimpin dapat memainkan peran

Page 12: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 3

konstruktif untuk meyakinkan bahwa pengikutnya memiliki tujuan yang sama

untuk mengatasi atau mencegah konflik, atau sebaliknya pemimpin justru

dapat menjadi pencipta konflik. Indonesia sebagai negara yang memiliki

tingkat keberagaman yang tinggi, baik dari sisi budaya, agama, ras, status

sosial, maupun golongan dan aliran tentunya memendam potensi konflik yang

besar. Hal ini mengingat salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan

konflik adalah adanya persepsi akan perbedaan yang kemudian menciptakan

“kita” versus “mereka” dan berubah menjadi konflik horizontal jika tidak dapat

dikelola dengan baik (Oakes, 2001). Terkait dengan keberagaman dan

perbedaan, maka banyak faktor pembeda tersebut pada akhirnya dapat

disederhanakan menjadi faktor perbedaan budaya, karena sebagai contoh

perbedaan agama, status sosial, etnis dan golongan pada akhirnya dapat

diterjemahkan melalui lensa budaya, atau “sudut pandang sekelompok

manusia dalam melihat suatu masalah” (Pedersen, 2001). Dalam konteks ini,

berbagai literatur tentang konflik menunjukkan bahwa faktor kepemimpinan

multikultur memegang peran penting dalam mengatasi konflik karena adanya

perbedaan budaya (Seiler, 2007).

Terkait masalah kepemimpinan itu sendiri, Bartone (2010), seorang

psikolog peneliti senior di Angkatan Darat Amerika Serikat dan mantan salah

satu presiden Asosiasi Psikologi Amerika Serikat (American Psychological

Association – APA) - suatu lembaga psikologi yang menjadi rujukan utama

dalam bidang kepemimpinan, menyatakan bahwa dalam konteks

kepemimpinan, tantangan ilmu psikologi adalah dalam menemukan karakter,

sifat bawaan atau suatu kemampuan individual tertentu dapat dihubungkan

dengan kinerja kepemimpinan yang efektif dalam berbagai situasi.

Pendekatan kepemimpinan modern yang terkini ini pada dasarnya adalah

suatu pendekatan integratif yang merupakan sintesa dari pendekatan-

pendekatan kepemimpinan terdahulu yang bermuara dari pertentangan dua

mazhab utama kepemimpinan yang dikenal dengan pendekataan sifat

bawaan (trait approach) yang banyak muncul di kawasan Eropa, versus

pendekatan perilaku (behavioral approach) yang berasal dari Amerika Serikat.

Pada akhirnya kedua pendekatan ini banyak mempengaruhi berbagai

pendekatan kepemimpinan di berbagai negara dan organisasi.

Page 13: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 4

Sebagai contoh, di lingkungan organisasi Tentara Nasional Indonesia,

menurut salah satu founding fathers nya, Letnan Jenderal (Purn) Sayidiman

Suryohadiprojo (1996), istilah kepemimpinan di TNI baru ada sekitar 1953,

sejak sejumlah perwira TNI kembali dari pendidikan militer di Amerika

Serikat. Hal ini disebabkan karena sebelumnya, di Belanda, konsep

kepemimpinan (leiderschap) dianggap sebagai kemampuan manusia yang

diperoleh dari lahir (trait), bukan karena mendapat pendidikan tertentu.

Karena itu, Indonesia, yang pada saat itu di jajah Belanda, tentunya berbagai

organisasi dan lembaga pendidikan lebih mengikuti paradigma yang berlaku

di Belanda, termasuk di lingkungan militernya. Di lain pihak, di Amerika

Serikat, kepemimpinan, termasuk di kalangan militer dianggap bisa

dikembangkan (behavioristic approach).

Selain itu, hal lain yang perlu diketahui dalam suatu pembahasan

tentang tentang kepemimpinan adalah darimana pengaruh kepemimpinan itu

muncul ? Hal ini mengingat, sesuai penelitian Chan dkk. (2011), tidak semua

orang, walaupun orang tersebut menduduki jabatan formal sebagai seorang

pemimpin, kepemimpinannya akan muncul (emerge). Faktanya adalah

banyak orang yang menduduki jabatan formal sebagai pemimpin, namun

ternyata kepemimpinannya tidak muncul, dan sebaliknya banyak muncul

pemimpin informal yang tidak memiliki jabatan resmi sebagai pemimpin,

namun diakui sebagai pemimpin oleh banyak orang. Dalam hal ini, Chan dkk.

(2011:97-98) menyatakan bahwa sifat-sifat bawaan, termasuk kemampuan

bawaan seperti taraf kecerdasan serta kepribadian bawaan yang mencakup

extraversi, etos kerja, keterbukaan terhadap pengalaman baru serta stabilitas

emosi, termasuk sistem nilai dan motivasi, dapat menjadi prediksi yang kuat

dari munculnya (emergence) kepemimpinan.

Akan tetapi adalah penting untuk dicatat bahwa “kemunculan” seorang

pemimpin tidak sama atau berarti bahwa kepemimpinannya “efektif.” Seorang

yang muncul sebagai pemimpin di situasi kritis tidak harus berarti ia akan

mampu untuk menunjukkan kepemimpinan yang efektif. Chan dkk. (2011:6-8)

juga menemukan bahwa efektifitas kepemimpinan, yang didefinisikan sebagai

pencapaian kinerja dalam penugasan atau “hasil” dan cara-cara etis

bagaimana hasil ini dicapai, lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku dari sang

pemimpin. Dalam hal ini, penelitian menunjukkan bahwa pelatihan dan

Page 14: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 5

pengalaman yang dialami sebelumnyalah, yang banyak membentuk perilaku

seseorang dan kemudian memberikan kontribusi terhadap kemampuan

kepemimpinan.

Untuk konteks perilaku kepemimpinan, penelitian oleh Hidayat (2005)

menemukan bahwa sejak sepuluh tahun terakhir, banyak ilmuwan perilaku

dan praktisi dari berbagai organisasi sipil dan militer di Eropa, Asia and

Amerika Utara memilih untuk mengembangkan model kompetensi

kepemimpinan berbasis perilaku yang dirancang berdasarkan visi, misi dan

lingkungan operasional organisasi tersebut beroperasi. Terkait dengan hal ini,

Chan dkk. (2011:102-108) menemukan bahwa konsep pengembangan

kepemimpinan modern mengandalkan model kompetensi, dimana kursus

formal, pelatihan dan penempatan jabatan dikembangkan dan direncanakan

secara sistematis sesuai peta kompetensi yang ada di organisasi.

Walaupun sudah banyak literatur dan penelitian yang dilakukan dalam

konteks kepemimpinan, resolusi konflik, maupun tentang dunia yang

multikultural, namun demikian, studi literatur yang dibatasi selama 10 tahun

terakhir, dengan mesin pencari Proquest Database hanya menemukan sedikit

literatur tentang kepemimpinan multikultur dalam penanganan konflik. Hal ini

tidak lepas dari studi damai dan resolusi konflik yang masih banyak

didominasi oleh pendekatan Barat. Sebagai contoh, Duffey (2000) yang

meneliti tentang kegagalan pasukan perdamaian dibawah United Nations

Operation in Somalia (UNOSOM) yang dipimpin Amerika Serikat menemukan

bahwa pendekatan dan Standard Operating Procedure (SOP) yang diambil

oleh Komando UNOSOM pada dasarnya berorientasi pada pendekatan

resolusi konflik yang berasal dari budaya Barat, dalam hal ini Amerika Serikat.

Hal yang sama juga dinyatakan oleh Findlay (2002) yang menemukan doktrin,

SOP dan teori resolusi konflik yang digunakan diberbagai operasi perdamaian

PBB, pada dasarnya berasal dari kacamata “Barat” (Soeters dkk., 2006;

Rubinstein dkk., 2008).

Pendekatan-pendekatan ini lahir dari program studi tentang resolusi

konflik dan perdamaian yang lahir dan dikembangkan oleh para akademisi

yang bekerja di universitas-universitas di Eropa dan Amerika Utara. Dengan

demikian, tidaklah mengherankan bahwa pendekatan yang muncul

merefleksikan tradisi intelektual Barat, termasuk ekspektasi, sistem nilai dan

Page 15: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 6

konsep kepemimpinan yang terkait budaya Barat. Permasalahan yang lebih

mendalam adalah dimana disiplin ilmu Damai dan Resolusi Konflik telah

membuat asumsi yang keliru bahwa teori, metoda dan konsep kepemimpinan

yang dilahirkan di universitas-universitas di negara-negara Barat tersebut,

dapat diaplikasikan secara universal. Padahal, observasi tentang

pelaksanaan resolusi konflik di Timor Leste (Bishop, 1999; Di Giovanni, 1999)

menunjukkan pendekatan non Barat, seperti misalnya pendekatan Asia

dianggap lebih kooperatif dan diterima oleh masyarakat setempat.

Prodi Damai dan Resolusi Konflik (DRK) dari Universitas Pertahanan

Indonesia adalah suatu prodi yang mendedikasikan dirinya pada studi dan

pencarian alternatif pemecahan konflik, antara lain melalui penelitian yang

terkait dengan upaya-upaya untuk mengatasi konflik, terutama upaya yang

dilandaskan oleh paradigma yang khas Indonesia. Karena itu, adalah suatu

keniscayaan bahwa Prodi DRK Unhan harus mampu menawarkan suatu

pendekatan dan paradigma kepemimpinan yang bersifat multikultur sesuai

dengan kondisi nyata yang ada di Indonesia. Penelitian ini berupaya untuk

memberikan kontribusi tentang konsep kepemimpinan multikultur yang dapat

mendukung upaya penanganan konflik horizontal di Indonesia. Suatu konsep

kepemimpinan yang dapat melintasi sekat-sekat perbedaan sehingga mampu

menciptakan rasa percaya (trust) yang dibutuhkan untuk mengatasi konflik

(Simpson, 2007), terutama konflik yang disebabkan oleh perbedaan identitas

seperti suku, agama, ras ataupun aliran (SARA).

1.2 Rumusan Masalah.

Sebagai suatu negara yang amat multikultur, Indonesia sudah pernah

mengalami berbagai konflik horizontal, namun juga dapat dikatakan sudah

dapat menunjukkan berbagai keberhasilan dalam menanganinya. Dalam hal

ini berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan memiliki korelasi

yang signfikan dalam keberhasilan resolusi konflik. Namun demikian, belum

banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan kepemimpinan multikultur

yang sesuai dengan kondisi nyata di Indonesia dalam konteks penanganan

konflik. Tanpa dilakukannya penelitian sesegera mungkin untuk mendapatkan

profil kepemimpinan multikultur yang berhasil mengatasi konflik horizontal di

Indonesia, maka di masa depan akan sulit untuk mendapatkan sumber data

Page 16: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 7

atau informan, mengingat sumber-sumber tersebut kemungkinan sudah lupa

atau tidak terindentifikasi lagi, sedangkan perubahan demografis secara

cepat, masif dan terus menerus sedang terjadi di Indonesia kontemporer,

yang berpotensi akan menghasilkan konflik. Oleh karena itu, dibutuhkan

suatu penelitian yang dapat memetakan kriteria-kriteria kepemimpinan

multikultur yang efektif, yang dapat mengatasi konflik yang bersifat SARA,

untuk kemudian dilakukan berbagai upaya pengembangan sehingga di

kemudian hari dapat dilahirkan para change agent yang dapat meminimalisir

konflik komunal di Indonesia.

Dari identifikasi masalah yang dihasilkan, maka pertanyaan penelitian

yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimanakah profil kepemimpinan multikultur yang efektif untuk

menangani konflik horizontal di Indonesia ?

1.2.2 Seperti apakah program pengembangan dan pendidikan

kepemimpinan yang dapat dilakukan untuk menciptakan pemimpin

yang multikultur di Indonesia ?

1.2 Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan penelitian eksploratif

yang bersifat kualitatif tentang profil kepemimpinan multikultur yang dianggap

efektif untuk mengatasi potensi konflik horizontal di masa depan di Indonesia

dengan tujuan :

3.1 Mendapatkan profil kepemimpinan multikultur yang dapat

mengatasi konflik horizontal di Indonesia.

3.2 Mendapatkan metoda pengembangan kepemimpinan multikultur

yang dapat mendukung efektifitas penanganan konflik horizontal di

Indonesia.

Signifikansi penelitian ini adalah mengingat perubahan demografis

yang cepat di Indonesia telah berpotensi melahirkan konflik horizontal di

berbagai daerah. Hal ini dapat dilihat dengan potensi konflik yang ditunjukkan

dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang mengedepankan politik

identitas seperti yang dilihat dalam pelaksaaan berbagai Pilkada di Indonesia.

Page 17: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 8

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan

teoritis bagi pengembangan paradigma kepemimpinan di Indonesia.

1.4.1. Manfaat Teoritis. Diharapkan penelitian ini akan dapat

merumuskan kriteria kepemimpinan multikultur yang khas

Indonesia, yang efektif dalam menangani potensi konflik

horizontal yang mungkin terjadi.

1.4.2 Manfaat Praktis. Dari penelitian ini diharapkan akan didapatkan

metoda pengembangan kepemimpinan multikultur yang efektif

untuk menangani konflik horizontal.

1.5 Ruang Lingkup dan Sistematika Penulisan

1.5.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini berkaitan dengan profil kepemimpinan

multikultur yang efektif untuk menangani konflik horizontal di Indonesia.

Namun demikian mengingat penelitian ini masih bersifat eksploratif, maka

penelitian ini dibatasi dengan lokasi penelitian di daerah Jabotabek dan

Bandung sebagai daerah metropolitan yang mengalami perubahan

demografis yang cepat sehingga dapat dikatakan sebagai miniatur Indonesia

yang multikultur. Adapun desain penelitian ini adalah menggunakan metoda

kualitatif, dimana di awal penelitian akan dilakukan penelitian kualitatif untuk

mendapatkan gambaran profil kepemimpinan multikultur yang efektif.

Selanjutnya dilakukan penelitian kuantitatif untuk memvalidasi faktor-faktor

kepemimpinan yang paling mendukung efektifitasnya.

1.5.2 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini terbagi kepada 5 (lima) bab utama dan disusun

dengan sistematika sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang gambaran yang bersifat umum yang terdiri dari

latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan signifikansi penelitian,

manfaat penelitian, ruang lingkup dan gambaran desain penelitian.

Page 18: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari penelitian

terdahulu, uraian teori-teori yang relevan dengan penelitian, dan kerangka

pemikiran yang menjadi acuan dalam penelitian.

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan cara yang digunakan dalam mengumpulkan data

penelitian yang diperlukan dalam menganalisis masalah penelitian. Selain itu,

pada bagian ini dijelaskan pula teknik dalam menganalisis hasil penelitian

serta lokasi dan jadwal penelitian.

BAB 4 HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini menjelaskan gambaran umum subjek yang akan diteliti, analisis data

hasil penelitian dan pembahasan atas masalah penelitian dengan merujuk

pada teori dan konsep yang dijelaskan pada Bab 2.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan hasil analisis yang berupa jawaban atas pertanyaan

penelitian. Selanjutnya, rekomendasi dalam penelitian dituangkan dalam

saran teoretis dan saran praktis.

Page 19: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka.

Satu pertanyaan yang perlu dijawab peneliti masalah resolusi konflik

adalah bagaimana seharusnya seorang pemimpin dalam situasi konflik

horizontal dapat bertindak dan mengambil keputusan sesuai kondisi sosial

budaya setempat. Oleh karena itu dalam penelitian ini, variabel yang perlu

diperhatikan adalah faktor kepemimpinan yang efektif, kompetensi multikultur,

dan resolusi konflik.

2.1.1 Teori Kepemimpinan.

Kepemimpinan sebagai ilmu dan seni mempengaruhi orang lain,

adalah suatu topik yang tidak pernah habis dibahas sepanjang masa

(Robbins, 2013). Teori kepemimpinan itu sendiri telah banyak berkembang

dari waktu ke waktu, sehingga perlu dibahas dari sejak awal mulanya mulai

dari defnisi kepemimpinan, sampai dengan teori kepemimpinan kontemporer

masa kini, termasuk teori kepemimpinan yang berkembang di Indonesia

2.1.1.1 Definisi Kepemimpinan.

Banyak pihak menganggap kepemimpinan adalah suatu proses

dimana terdapat individu yang mempengaruhi pihak lain untuk mencapai

tujuan atau objektif dan juga ikut mengarahkan organisasi menjadi lebih

kohesif dan koheren (Sharma & Jain, 2013). Kemudian pengertian

kepemimpinan juga dapat dipahami dalam konteks tingkat kepengaruhannya.

Sebagai contoh, menurut Khan dkk. (2013) pengertian kepemimpinan dalam

konteks negara, ditujukan kepada individu yang memiliki keinginan dan

kapasitas untuk mengembangkan visi dan mampu mengubahnya menjadi

misi, dengan menggunakan strategi yang komprehensif. Pengaruh dari

individu tersebut, dimaksudkan sebagai pemimpin yang mampu mengubah

secara signifikan aspek sosial dan faktor ekonomi tertentu dan masyarakat

secara keseluruhan. Dalam hal ini, pemimpin dianggap sebagai agen

pengubah masyarakat yang memiliki kapasitas untuk mengatur sumberdaya

yang ada dan dapat menghasilkan kinerja terbaik dengan sumberdaya

Page 20: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 11

tersebut. Di lain pihak, dalam konteks kelompok, kepemimpinan adalah

kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan

yang diinginkan (Rothmann & Cooper, 2014). Dari dua pemahaman tentang

konteks kepemimpinan ini, dapat dilihat bahwa definisi kepemimpinan tidak

memiliki pengertian standar tergantung dari pendapat para penulisnya (Yukl,

2010).

Di lain pihak, menurut Oxford English Dictionary (dalam Taormina,

2010), kepemimpinan bukanlah suatu proses, karena jika mengikuti peraturan

linguistik, maka makna kata – ship dalam leadership, bermakna “kondisi atau

a state”, serta “ kualitas, karakter, atau skill dari kata – ship itu sendiri.

Tannenbaum dkk. (1961, dalam Ali, 2012)) menyatakan bahwa konsep akan

kepemimpinan adalah suatu pengaruh interpersonal yang berlangsung dalam

satu situasi yang terarah, melalui proses komunikasi antar pihak, untuk

mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Northouse (2004, dalam Ali 2012)

mengatakan adanya empat tema mendasar mengenai kepemimpinan yang

mencakup : (1) Kepemimpinan adalah suatu proses; (2) Kepemimpinan

terkait dengan kepengaruhan; (3) Kepemimpinan terjadi dalam konteks

kelompok; dan terakhir (4) Kepemimpinan terkait dengan pencapaian tujuan.

2.1.1.2 Sejarah Teori Kepemimpinan.

Berbicara tentang sejarah teori kepemimpinan, maka kita harus

memulai dari perbebatan tentang apakah seorang pemimpin itu dilahirkan

ataukah diciptakan ? (Horner 1997). Kenyataannya, berbagai catatan sejarah

membuktikan adanya kerajaan yang diwariskan secara turun temurun seperti

pada era imperium Romawi, kekaisaran Jepang, dinasti Ming di Cina, raja-

raja di Inggris - termasuk pula kerajaan-kerajaan besar di Nusantara. Bahkan

di era abad ke 21 saat ini, kita dapat melihat fakta akan adanya dinasti

Kennedy dan Bush di Amerika Serikat, dimana jabatan publik yang dipegang

oleh keluarga mereka, ternyata telah “diwariskan’ kepada turunannya. Dalam

hal ini kita dapat melihat akan kemampuan para pemimpin besar untuk tampil

secara alamiah seperti Lee Kuan Yew, Nelson Mandela, Mahathir

Muhammad, termasuk Soekarno, Soeharto, dan Jenderal Besar Soedirman -

yang sebelumnya hanyalah seorang guru Sekolah Dasar.

Page 21: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 12

Pada dasarnya teori yang menyatakan kepemimpinan adalah

dilahirkan merujuk pada pemikiran sejarawan Inggris, Thomas Carlyle (1888)

dan disebut sebagai “Great Man Theory”. Teori yang populer sampai dengan

era Perang Dunia ke II ini, dikembangkan oleh para psikolog yang berupaya

untuk mencari ciri kepribadian, sosial, fisik atau intelektual yang secara

universal terkait dengan ciri-ciri pemimpin yang berhasil (Harshman &

Harshman, 2008). Pendekatan yang populer disebut “trait approach to

leadership” atau pendekatan sifat bawaan ini, lebih banyak populer di negara-

negara Eropa dan lebih berkonsentrasi pada meneliti para pemimpin yang

berhasil serta kemudian menemukan sifat-sifat bawaan yang melekat pada

para pemimpin ini (Bass, 1990).

Dalam perjalanan waktu, pendekatan sifat bawaan banyak ditinggalkan

karena walaupun fakta-fakta sejarah tersebut menunjukkan bahwa memang

pemimpin dapat lahir karena kekuasaan yang diwariskan, kekayaan,

kepercayaan yang diberikan, hingga kharisma yang dimiliki, berbagai

penelitian lanjutan kemudian juga menunjukkan bahwa banyak pemimpin

yang berhasil, tidak perlu memiliki sifat-sifat bawaan yang telah diteliti

sebelumnya, namun keberhasilan mereka lebih ditentukan karena

kepemimpinan mereka telah disemaikan, dilatih, diberi kesempatan dan

ditampilkan (Bennis 1989). Sebagai contoh, dalam sebuah jurnal berjudul

“The making of an expert” disimpulkan bahwa secara konsisten dan dengan

bukti yang sangat banyak, seorang pakar selalu diciptakan bukan dilahirkan,

begitu pula dalam hal kepemimpinan (Ericsso & Cokely, 2007). Untuk itu, kita

dapat melihat contoh-contoh dari presidan Bill Clinton, jenderal Collin Powell

dan presiden SBY, yang merupakan produk nyata dari “pemimpin yang

dipersiapkan” secara sistematis melalui berbagai program pendidikan,

pengembangan dan penempatan jabatan yang tepat, sehingga kompetensi

kepemimpinan mereka dapat muncul ke permukaan.

Pendekatan yang menyatakan kepemimpinan harus disiapkan, lebih

populer di Amerika Serikat (AS), dan setelah berakhirnya Perang Dunia II,

ketika Kepala Staf Angkatan Darat AS, Jenderal Dwight Eisenhower,

memerintahkan Komandan Akademi Militer di West Point untuk mendirikan

Departemen Ilmu-ilmu Perilaku dan Kepemimpinan (Department of Behavioral

Sciences and Leadership) dalam rangka untuk mengembangkan para kader

Page 22: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 13

pimpinan Angkatan Darat AS (Fitton, 1993). Departemen ini kemudian

menghasilkan Buku “Leadership in Organizations”, yang menjadi referensi

dari berbagai pemangku kepentingan di bidang kepemimpinan, sekaligus

mempopulerkan kajian ilmiah tentang kepemimpinan dan upaya

pengembangannya secara luas (Department of Behavioral Sciences and

Leadership, 1976). Dari West Point inilah kemudian teori kepemimpinan

bergerak meninggalkan pendekatan sifat-sifat bawaan dan lebih

berkonsentrasi pada perilaku yang ditunjukkan oleh para pimpinan, sehingga

disebut dengan behavioristic approach, dimana ditemukan pada umumnya

para pemimpin menunjukkan perillaku yang berorientasi pada tugas (Task

Approach), berorientasi pada hubungan (Relationship Approach), atau

berorientasi pada keduanya, dalam rangka untuk mempengaruhi bawahannya

(Bass, 1990).

2.1.1.3 Teori Kepemimpinan Kontemporer.

Setelah dalam waktu yang cukup lama, teori pendekatan sifat-sifat

bawaan dan pendekatan perilaku mendominasi diskursus tentang

kepemimpinan, selanjutnya berbagai teori kepemimpinan lainnya mulai

muncul, seperti gaya kepemimpinan, kepemimpinan yang etis, dan

sebagainya. Sebagai contoh, Burns (1978 dalam Du dkk. , 2013) telah

mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya transformasional dan

transaksional. Pemimpin transformasional adalah orang yang dapat

mengartikulasikan visi masa depan untuk dibagi dengan pengikutnya,

merangsang secara intelektual bawahannya, serta memperhatikan perbedaan

individual anggotanya. Kepemimpinan transformasional adalah proses untuk

memotivasi bawahan dengan memacu cita-cita dan nilai moral ke tingkat

yang lebih tinggi. Shamir dkk. (1993 dalam Khan, dkk., 2013) menjelaskan

bahwa pemimpin dengan gaya transformasional dapat merangsang pengikut

dengan tiga cara (1) meningkatkan kepercayaan diri (self-efficacy)

pengikutnya, (2) memfasilitasi identifikasi sosial bawahan dengan kelompok

atau organisasi mereka, dan (3) menghubungkan nilai kerja organisasi

dengan sistem nilai yang dianut oleh bawahannya.

Di lain pihak, para peneliti menemukan pemimpin transaksional

memotivasi karyawan terutama melalui transaksi terkait imbalan (Burns,

Page 23: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 14

1978; Waldman dkk., 1987, dalam Du dkk., 2013). Melalui otoritas birokrasi

dan kekuatan yang sah dalam organisasi, pemimpin transaksional

menekankan tugas dalam pekerjaan, standar kerja, dan kepatuhan

karyawan, para pemimpin transaksional menggunakan mekanisme “reward

and punishment“ untuk mempengaruhi kinerja para bawahannya. Menurut

Bensimon (1989, dalam Khan dkk., 2013 ), pemimpin transaksional yang baik

selalu memiliki proses pertukaran dua arah dan saling mempengaruhi dengan

pengikutnya. Kemudian, studi Riaz dan Haider (2010, dalam Khan dkk., 2013)

juga menemukan bahwa pemimpin transaksional memberi penghargaan

positif kepada bawahan atas kinerja baiknya, serta memberi pengakuan atas

kontribusi mereka dalam keberhasilannya.

Selain gaya kepemimpinan, penelitian kontemporer tentang

kepemimpinan juga berbicara tentang kepemimpinan yang etis. Menurut

Wirawan (2014), etika adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang benar

dan sesuatu yang salah; sesuatu yang boleh dilakukan; dan sesuatu yang

tidak boleh dilakukan. Karena itu, kepemimpinan etis menurut Van den Akker

dkk. (2009, dalam Wirawan, 2014) adalah kepemimpinan yang

mendemonstrasikan perilaku yang secara normatif tepat melalui tindakan-

tindakan personal dan hubungan interpesonal, dan menyemaikan perilaku

tersebut kepada para bawahannya melalui komunikasi dua arah, penguatan

(reinforcement), dan keputusan-keputusan yang diambil. Beberapa peneliti,

juga mencoba menggabungkan etika perilaku pemimpin sebagai bagian dari

kepemimpinan transformasional atau bahkan menganggapnya sebagai

seperangkat perilaku atau gaya kepemimpinan yang terpisah (Kalshoven

dkk., 2011).

Seperti banyak teori ilmu sosial lainnya, maka pendapat legendaris dari

Hegel yang menyatakan bahwa suatu tesis atau teori akan menghasilkan

antitesis dan pada akhirnya melahirkan sistesis (Mueller, 1958), ternyata juga

berlaku dalam kajian kepemimpinan. Pada saat ini, pendekatan

kepemimpinan lebih bersifat integratif, dimana penelitian tentang

kepemimpinan yang berhasil juga mengandung kajian tentang sifat-sifat

bawaan yang dimiliki oleh sang pemimpin, perilakunya, gaya

kepemimpinannya, serta situasi yang dihadapinya yang dapat membuatnya

menjadi seorang pemimpin yang efektif. Sebagai contoh, pendekatan sifat-

Page 24: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 15

sifat bawaan telah kembali muncul pada kajian penelitian kepemimpinan

kontemporer dan para peneliti berupaya untuk mengintegrasikannya dengan

faktor-faktor lain yang dapat membuat kepemimpinan menjadi lebih efektif.

Pitcher (1994, dalam Ali, 2012) menggunakan teknik analisis faktor pada data

yang dikumpulkan selama 8 tahun, dan menyimpulkan bahwa terdapat tiga

jenis pemimpin, masing-masing memiliki profil psikologis dengan sifat-sifat

bawaan yang berbeda. Kelompok pertama dengan sifat-sifat yang imaginatif,

menginsiprasi, visioner, entrepreneurial, intuitif, berani, and emosional

disebutnya sebagai kelompok "artis”. Kelompok ke dua adalah “pekerja”

(craftsman), dengan ciri-ciri seimbang, ajek, masuk akal, bijaksana, dapat

diprediksi, dan dapat dipercaya, sedangkan kelompok terakhir adalah

kelompok “teknokratis” yang berorientasi pada pikiran dan hal-hal kecil, kritis,

tidak mau berkompromi, dan keras kepala.

Dalam perjalanan waktu penelitian-penelitian terkini lebih banyak

berbicara tentang kemampuan atau kompetensi kepemimpinan, dimana arah

penelitian lebih ditujukan pada rumusan kompetensi kepemimpinan yang

dapat merefleksikan perilaku pemimpin yang berhasil di masa depan,

terutama dalam menghadapi era ketidakpastian, sehingga perubahanlah yang

justru merupakan suatu kepastian (Hidayat, 2016). Para pakar menyebut

kompetensi kepemimpinan seperti ini adalah yang disebut dengan

“kompetensi meta”, suatu kompetensi yang dapat membangun kompetensi

perilaku lainnya, sehingga para pemimpinan yang berhasil adalah mereka

yang dapat terus menerus memimpin secara adaptif di lingkungan yang

dinamis dan kompleks (Briscoe & Hall, 1999). Penelitian Hidayat (2005)

menunjukkan ada dua kompetensi meta utama yang dianggap penting dalam

situasi apapun. Yang pertama adalah identitas diri atau self identity, yang

merupakan suatu kemampuan kepemimpinan yang memungkinkan

seseorang untuk memiliki konsep diri yang jelas tentang siapa dirinya

dihadapkan kepada situasi lingkungan yang sedang dihadapinya. Yang ke

dua adalah kesadaran diri atau self awareness, yang merupakan suatu

kemampuan untuk memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri.

Penelitian kepemimpinan yang terbaru selain berbicara masalah

efektifitas, juga membahas kondisi yang sebaliknya, atau dengan kata lain

jenis kepemimpinan yang harus dihindari. Sebagai contoh, jenis

Page 25: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 16

kepemimpinan yang negatif, adalah yang disebut dengan kepemimpinan yang

beracun, atau kepemimpinan toksik (toxic leadership). Jenis kepemimpinan ini

pertama dikemukakan dalam buku berjudul “Toxic leader: When organization

go bad” oleh Marcia Lynn Whicker (1996, dalam Wirawan, 2014). Whicker

menyatakan bahwa kepemimpinan toksik adalah suatu kepemimpinan yang

disebabkan oleh pemimpin yang tidak etis, tidak berintegrritas atau

kepemimpinan yang disfungsional. Barbara Kellerman (2004, dalam Wirawan,

2014) menemukan tujuh karakteristik kepemimpinan toksik yaitu tidak

kompeten, kaku, tidak memiliki kendali diri, tidak berperasaan, korup, picik

dan jahat.

2.1.1.4 Kemunculan dan Efektifitas Kepemimpinan.

Kemunculan pemimpin (Leader emergence) mengacu pada “apakah

seorang individu dianggap oleh seorang pemimpin oleh orang lain” (Judge

dkk., 2002:767). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua

orang yang diberi posisi dan otoritas sebagai pemimpin dalam suatu

organisasi mendapatkan pengakuan dan penghormatan dari bawahannya

sebagai seorang pemimpin (Hogan dkk., 1994). Di lain pihak, seorang yang

tidak memiliki posisi formal sebagai seorang pimpinan, namun mampu secara

sukarela mengambil alih tugas-tugas sebagai pemimpin, membantu orang

lain dalam pelaksanaan tugasnya, berhasil menciptakan konsensus diantara

rekan-rekannya dan dapat mengambil keputusan bagi orang lain, sehingga

yang bersangkutan diakui oleh lingkungannya sebagai seorang pemimpin

disebut oleh Lord dkk. (1986) sebagai pemimpin yang muncul (emergent

leader). Berdasarkan pemahaman ini, maka dapat dikatakan bahwa dalam

studi-studi kepemimpinan, adalah lebih tepat untuk melakukan penelitian

terhadap pemimpin yang muncul di permukaan dan mendapat pengakuan

dari lingkungannya, daripada terhadap orang-orang yang hanya menduduki

posisi formal sebagai pemimpin namun tidak diakui sebagai pemimpin.

Dilain pihak, walaupun seseorang telah muncul dan diakui

kepemimpinannya, tidak berarti kepemimpinannya tersebut berhasil.

Kemunculan sebagai seorang pemimpin saja belum tentu dapat membuat

tujuan organisasi dapat tercapai. Menurut Hogan dkk. (1994) adalah cukup

sulit untuk menentukan faktor-faktor keberhasilan yang seringkali diluar

Page 26: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 17

kendali seorang pemimpin. Namun demikian menurut mereka efektifitas

kepemimpinan seseorang dapat diukur dari seberapa jauh dampak dari

kepimpinannya terhadap organisasi yang dipimpinannya, seperti keuntungan

perusahaan, kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh organisasi

nirlaba, ataupun perasaan menang yang dirasakan oleh angggota kelompok.

Penelitian oleh Chan dkk. (2011) menunjukkan bahwa sifat-sifat

bawaan, termasuk kemampuan bawaan seperti taraf kecerdasan serta

kepribadian bawaan seperti ekstraversi, etos kerja dan stabilitas emosi, dapat

menjadi prediksi yang kuat dari munculnya kepemimpinan. Sedangkan,

efektifitas kepemimpinan, lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku dari sang

pemimpin. Pendapat Chan dkk. Ini diperkuat oleh penelitian Hidayat dan

Susetyo (2017) yang menunjukkan keberhasilan seorang Bintara Kopassus

pada saat seluruh insitusi formal lumpuh, dalam memimpin ribuan penyintas

bencana Tsunami di Aceh pada tahun 2004, termasuk keluarga anggota

Gerakan Aceh Merdeka (GAM), ke tempat yang aman dan memimpin mereka

untuk bertahan hidup secara damai di daerah GAM sampai bantuan tiba.

Proses seleksi Kopassus yang mencakup tes psikologi yang menggali sifat-

sifat bawaan tentunya banyak berpengaruh terhadap kemunculan Bintara

tersebut sebagai seorang pemimpin walaupun pangkatnya tidaklah tinggi. Di

lain pihak, pelatihan dan pengalaman yang dialami sebelumnya telah

membentuk perilakunya, sehingga kepemimpinan lapangannya efektif.

2.1.1.5 Pengembangan Kepemimpinan.

Secara umum praktisi pelatihan dan pengembangan sumber daya

manusia sepakat bahwa pada dasarnya dengan perjalanan waktu,

kemampuan memimpin dapat dikembangkan sesuai dengan kriteria yang

diharapkan (Athey & Orth, 1999). Pada dasarnya metoda pengembangan

kepemimpinan lebih berkembang di Amerika Serikat, dengan fokusnya pada

pengembangan kompetensi indidvidual, yang menekankan pada bagaimana

mengembangkan seorang calon pimpinan sehingga yang bersangkutan akan

mampu menghasilkan kinerja yang unggul (Conger & Ready, 2004), dimana

seringkali profil kompetensi yang akan dikembangkan dihasilkan dari dimensi

perilaku yang berasal dari Assessment Center (Shipmann dkk., 2000), suatu

metoda yang pada awalnya digunakan untuk mengidentifikasi potensi

Page 27: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 18

kepemimpinan perwira Angkatan Darat Jerman pra Perang Dunia ke II, yang

kemudian diadopsi oleh Angkatan Bersenjata Amerika Serikat untuk

menyeleksi perwira intelijen mereka (Iles, 1992).

Banyak praktisi yang juga menyatakan bahwa kompetensi

kepemimpinan akan lebih mudah dikembangkan, jika aspek-aspek dari

kompetensi tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk perilaku yang dapat

diidentifikasi, diobservasi dan dinilai (Wusteman, 2000). Oleh karena itu,

metoda pengembangan kompetensi yang dilakukan akan sangat tergantung

dari kompetensi spesifik yang akan dikembangkan (Byham, 1982). Sebagai

contoh, kompetensi “pemikiran strategis” akan lebih tepat jika dikembangkan

melalui diskusi studi kasus dan analisa masalah, sedangkan ketrampilan

interpersonal akan lebih baik jika dikembangkan melalui permainan peran dan

modeling (Peterson, 1996). Hal ini mengingat setiap manusia memiliki

kepribadian yang khas, maka program pengembangannya tidak dapat

dilakukan secara masal dengan menggunakan metoda pengajaran di kelas,

tetapi lebih tepat jika dikembangkan secara individual dan terencana, melalui

kegiatan pemberian umpan balik atas hasil penilaian kompetensi, perumusan

rencana pengembangan individual (individual development plan), serta one-

to-one coaching (Ahern, 2003). Sperry (2004:100) bahkan menemukan

bahwa intervensi coaching adalah metoda yang paling efektif untuk

mengembangkan kompetensi perilaku yang membutuhkan hubungan yang

serasi dengan orang lain (human relations skills).

2.1.1.6 Perkembangan Teori Kepemimpinan di Indonesia.

Teori kepemimpinan perlu disesuaikan dengan budaya yang ada,

mengingat kelompok dengan budaya yang berbeda mungkin memiliki

perspektif kepemimpinan yang berbeda (Hofstede,1983; Bass, 1990 dalam

Karadakal dkk., 2015). Dalam hal ini, Teori Kategorisasi Kepemimpinan (Lord

& Maher, 1991 dalam Karadakal dkk., 2015) menyatakan bahwa "setiap

orang memiliki gagasan implisit tentang bagaimana penampilan seorang

pemimpin, bertindak, dan berperilaku. Gagasan ini berakar pada pengalaman

awal orang-orang dengan para pemimpin dan dibentuk oleh budaya dan

asuhan seseorang ".

Page 28: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 19

Teori kepemimpinan yang berkembang di Indonesia, tidaklah terlepas

dari perdebatan yang terjadi di negara lain. Dalam hal ini kita dapat melihat

perjalanan perumusan doktrin kepemimpinan di lingkungan TNI. Menurut

salah satu founding fathers TNI, Letnan Jenderal (Purn) Sayidiman

Suryohadiprojo (1996), istilah kepemimpinan di TNI baru ada sekitar 1953,

sejak sejumlah perwira TNI kembali dari pendidikan militer di Amerika

Serikat. Hal ini disebabkan karena sebelumnya, di Belanda, konsep

kepemimpinan (leiderschap) seperti pendekatan trait approach yang banyak

beredar di Eropa, dianggap sebagai kemampuan manusia yang diperoleh dari

lahir. Karena itu, di Indonesia, yang pada saat itu di jajah Belanda, konsep

kepemimpinan yang berlaku secara umum, tentunya mengikuti paradigma

yang berlaku di Belanda, termasuk di lingkungan militernya.

Setelah Jenderal Sayidiman dkk. kembali dari Amerika Serikat, mereka

mulai memperkenalkan pendekatan behavioristic approach, dan berupaya

untuk mengembangkan program-program pengembangan kepemimpinan

militer, baik di lingkungan Akademi Militer, Komando Pendidikan Angkatan

Darat, maupun Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, serta berupaya

untuk mengembangkan konsep kepemimpinan yang khas Indonesia. Di tahun

70 an, para pemikir TNI, termasuk Jenderal Sayidiman dan kawan-kawan,

kemudian berhasil merumuskan konsep kepemimimpinan TNI yang disebut

dengan 11 Asas Kepemimpinan TNI, yang didasari pada nilai-nilai budaya

Indonesia (Suryohadiprojo, 1996). Terkait dengan hal ini, di awal tahun 1980

an, Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal Rudini kemudian memerintahkan

Kadispsiad pada waktu itu, yaitu Brigjen (Purn) Soemarto, Dipl Psych., untuk

mengkaji 11 Asas Kepemimpinan TNI dari segi disiplin ilmu psikologi (Markas

Besar Angkatan Darat, 2016). Dispsiad kemudian menyimpulkan bahwa

seperti kajian-kajian ilmu kepemimpinan modern lainnya, ke 11 Asas

Kepemimpinan TNI terdiri dari sifat bawaan (trait), perilaku (behavior) dan

nilai (values), sehingga untuk dapat dijadikan sebagai pedoman, perlu

dirumuskan lebih lanjut agar tidak rancu. Dengan kata lain, dibutuhkan suatu

doktrin atau model kepemimpinan yang khas TNI, namun demikian yang

mengikuti perkembangan disiplin ilmu perilaku, yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Page 29: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 20

Di luar lingkungan militer, Herbert Feith (1962, dalam Dewi, 2013)

seorang Indonesianis ternama mencoba mengkaji jenis kepemimpinan di

Indonesia dan menemukan dua tipe kepemimpinan, yaitu ”tipe pengelola”

(administrator) dan ”tipe pemersatu” (solidarity maker). Pemimpin tipe

pengelola adalah mereka yang memiliki kemampuan teknis dalam mengatur

negara, dan umumnya diwakili oleh tokoh-tokoh terdidik yang menguasai

suatu bidang tertentu. Sementara tipe pemersatu adalah orang-orang yang

mampu mendekati massa, mempengaruhi mereka, serta mendapatkan

simpati dan dukungan dari mereka. Sebagai contoh, Muhammad Hatta selaku

wakil presiden adalah pemimpin dengan tipe pengelola, sementara Presiden

Soekarno merupakan tipe pemersatu. Feith menyatakan bahwa dua karakter

kepemimpinan ini jarang bercampur pada diri satu orang. Para pemimpin

dengan tipe pemersatu biasanya mampu mengumpulkan dukungan rakyat

serta berhasil mempengaruhi mereka, tetapi ketika harus mengelola

pemerintahan, dia kerap gagal dan mengecewakan. Sebaliknya, para

pemimpin dengan tipe pengelola umumnya cakap dalam mengelola

pemerintahan tetapi kurang mendapat dukungan dari rakyat. Karena kurang

menguasai retorika atau tak memiliki kecakapan yang cukup untuk mendekati

massa, tipe pemimpin pengelola biasanya sering disalahpahami orang. Di sisi

lain, pada periode kemerdekaan sampai dengan 1949, Soekarno juga dapat

diklasifikasikan sebagai pemimpin yang transformasional, yang mampu

mengubah Indonesia dari fase penjajahan, ke fase kemerdekaan (Liddle

dalam Dewi, 2013).

Penelitian kontemporer tentang kepemimpinan di Indonesia antara lain

dilakukan oleh Sugiarto (2014), yang dalam penelitannya tentang karakteristik

pemimpin nasional yang ideal, menemukan beberapa karakteristik yang

diinginkan oleh para pemilih pemula di Yogyakarta. Yang pertama adalah

profesional, yang berarti mau bekerja dengan penekanan pada kepentingan

bersama, dibandingkan dengan politikus yang dipandang lebih mementingkan

tahta selama menjadi pemimpin. Yang kedua, para pemilih pemula di

Yogyakarta lebih memilih pemimpin baru dibandingkan pemimpin lama, dan

mereka juga lebih memilih pemimpin dari kalangan sipil (65,03%)

dibandingkan dengan militer (34,97%), karena pemimpin dari kalangan sipil

dianggap lebih mementingkan dialog, egaliter, dan berpihak kepada rakyat.

Page 30: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 21

Selanjutnya, mereka juga menginginkan pemimpin yang cerdas (31,36%),

tegas (25,51%), sederhana (18,53%), religius (13,32%), lainnya (11,28%).

Selain itu, pemilih pemula di Yogyakarta juga lebih memilih tokoh yang

nasionalis daripada yang religius, dengan kombinasi yang muncul adalah

tokoh baru-profesional-bernasionalis yaitu 37,22% dan profesional-tokoh

lama-nasionalis sebesar 23,87%. Sedangkan pemimpin religius-sipil-tokoh

baru sebesar 12,70%, dan pemimpin dengan religius-sipil-tokoh lama sebesar

6,32%. Menurut Sugiarto, hal ini konsisten dengan hasil survey yang

dilakukan oleh Lembaga Survey CSI yang menemukan tokoh nasionalis

dipilih dengan persentasi 72,05%, sedangkan 27,95% memilih tokoh religius.

Dikaitkan dengan konteks Indonesia masa kini, keanekaragaman dan

kompleksitas persoalan yang dihadapi, tentunya bangsa Indonesia

membutuhkan kualitas kepemimpinan yang efektif di berbagai bidang

kehidupan. Untuk itulah, tentunya perlu dilakukan berbagai macam studi

empiris tentang kepemimpinan yang paling tepat untuk kondisi masyarakat

Indonesia yang multikultur, baik dari sisi sifat-sifat bawaannya, perilakunya,

maupun sistem nilai yang dianutnya.

2.1.2 Teori Kompetensi Multikultur.

Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks, yang di

dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang

sebagai anggota masyarakat (Tylor, 1920). Matsumoto (2007) menyatakan

bahwa munculnya kebudayaan bermula dari kebutuhan manusia yang terdiri

dari kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial, dimana untuk memenuhi

kebutuhan tersebut maka manusia membentuk kelompok yang saling

beradaptasi guna mendapatkan kekuatan dari satu sama lain dalam

memenuhi kebutuhannya dan menjadi dasar terbentuknya budaya. Jadi

budaya merupakan hasil adaptasi manusia dalam hidup berkelompok, dan

perbedaan budaya bergantung pada kesulitan atau masalah yang dihadapi

oleh setiap kelompok dalam bertahan hidup, karena budaya adalah

seperangkat cara yang menjadi solusi dari masalah yang mereka alami.

Perbedaan budaya juga mengakibatkan perbedaan perilaku dan persepsi

yang ditunjukkan oleh setiap individu, karena Shavitt dkk. (2008, dalam

Page 31: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 22

Kastanakis, 2014) menegaskan bahwa budaya mencakup standar bersama

yang menyediakan standar untuk memahami, mempercayai, mengevaluasi,

berkomunikasi, dan bertindak di antara mereka yang berbagi bahasa, periode

historis, dan lokasi geografis.

Dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Pengantar Antropologi” dapat

disimpulkan dari pernyataan Dr. Koentjaraningrat (1990) bahwa kebudayaan

dapat berkembang menjadi beragam dan disebabkan oleh beberapa hal yang

pertama yaitu tempat tinggal, sebagai contoh sebuah masyarakat yang

tinggal di daerah pegunungan akan cenderung memiliki mata pencaharian

petani kebun teh karena tanaman teh tumbuh subur di daerah pegunungan

sehingga dapat dijaddikan mata pencaharian oleh mereka. Penyebab yang

kedua adalah pengaruh dari masyarakat lain, contohnya saja masyarakat di

daerah Semarang memiliki banyak bangunan bercorak kebudayaan Cina

karena adanya salah satu tokoh dari Cina yang berperan di Indonesia pada

zaman dahulu (Laksamana Cheng Ho). Penyebab selanjutnya adalah

mobilitas yang mengakibatkan adanya penyesuaian yang dilakukan oleh

masyarakat yang melakukan mobilisasi tersebut, sehingga bisa saja terjadi

perpaduan budaya. Kemudian ada iklim, masyarakat di Indonesia tidak

terbiasa mengkonsumsi dan memproduksi alkohol dalam jumlah banyak

berbeda dengan masyarakat dari budaya barat yang memiliki iklim yang

cenderung dingin sehingga membutuhkan konsumsi alkohol untuk

menghangatkan badan. Penyebab lainnya adalah keturunan nenek moyang,

nenek moyang masyarakat Indonesia dan nenek moyang masyarakat Indian

memiliki tata cara yang berbeda dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, baik

secara sengaja ataupun tidak sengaja tercipta. Ada pula karena jarak dan

lingkungan serta kepercayaan. Sebagai contoh masyarakat Sumatera

mempercayai bahwa hewan kerbau adalah hewan yang suci untuk dijadikan

persembahan kepada Sang Pencipta, berbeda dengan masyarakat Jawa

yang lebih sering mempersembahkan makanan.

Dengan demikian, menurut Koentjaraningrat dari berbagai penyebab

perbedaan budaya tersebut, terbentuklah sebuah keanekaragaman yang

disebut dengan multikultural. Dengan kata lain, multikultural berarti

masyarakat yang terdiri dari beberapa jenis komunitas budaya dengan semua

manfaat dan perbedaan dalam konsepsi dunia, sistem makna, nilai, bentuk

Page 32: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 23

organisasi sosial, sejarah, adat istiadat dan kebiasaan (Parekh, 2007).

Multikulturalisme itu sendiri dapat terlihat dengan jelas dari perbedaan suku

bangsa, ras, bahasa, dan agama yang berbeda-beda. Dalam konteks

masyarakat Indonesia yang memiliki wilayah yang sangat luas dan dengan

berbagai kebudayaan yang beragam, multikultural dapat dilihat dari

lingkungan kita sehari-hari, dimanapun di berbagai tempat dan organisasi

dimana kita berada, pasti akan ditemukan beragam suku bangsa, ras, agama,

dan kebudayaan. Perbedaan di antara orang-orang yang tinggal di kepulauan

Indonesia telah ada jauh sebelum abad kesembilan belas, terutama melalui

kontak antar istana kerajaan, dan kontak-kontak lainnya seperti melalui

pedagang, pelaut, tentara, dan bajak laut (Goebel, 2013).

Mengingat apa yang dilakukan seseorang dan dipikirkannya

dipengaruhi juga oleh latar belakang budayanya, sedangkan kepemimpinan

sendiri merupakan hasil pemikiran yang terwujud dalam perilaku si pemimpin,

maka dapat disimpulkan bahwa pemikiran dan perilaku seorang pemimpin

seharusnya dipengaruhi oleh latarbelakang budayanya dan individu yang

menjadi anggota organisasi juga memiliki perilaku dan pemikiran tertentu

yang dipengaruhi oleh budayanya. Dalam hal ini, Zamana dan Bhattia (2011),

yang meneliti hubungan antara gaya kepemimpinan dan pengaruh budaya

menemukan bahwa gaya kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh budaya.

Walaupun penelitian mereka mengarah pada pengaruh budaya organisasi

terhadap bagaimana seorang pemimpin mengambil keputusan, akan tetapi

jika ditarik lebih luas budaya organisasi juga mencerminkan budaya negara.

Terkait dengan masalah kompetensi multikultur, maka suatu kontsrak

psikologis yang layak dibahas adalah apa yang disebut dengan kecerdasan

budaya (Cultural Intelligence - CQ). CQ ditemukan memiliki hubungan yang

positif dengan efektifitas pengambilan keputusan lintas budaya (Ang dkk.,

2007). Pertama kali diajukan oleh Earley dan Ang (2003), CQ didefinisikan

sebagai, "individual’s capability to function and manage effectively in culturally

diverse settings" (Ang dkk., 2007:336). CQ itu sendiri adalah suatu konstrak

berdimensi ganda, yang terdiri dari empat faktor khas, yaitu Kecerdasan

Budaya Metakognitif (Metacognitive Cultural Intelligence), Kecerdasan

Budaya Kognitif (Cognitive Cultural Intelligence), Kecerdasan Budaya

Page 33: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 24

Motivasional (Motivational Cultural Intelligence), dan Kecerdasan Budaya

Perilaku (Behavioral Cultural Intelligence) (Ang & van Dyne, 2008).

Mengingat beberapa peneliti (Thomas dkk., 2008; Chua dkk., 2010),

berpendapat kecerdasan budaya metakognitif sebagai suatu konstrak yang

mengatur kognisi dan perilaku, dapat mengintegrasikan ke empat faktor

tersebut, maka dalam konteks kemampuan mental, mereka memilih untuk

meneliti faktor kecerdasaan budaya metakognitif saja. Kecerdasan budaya

metakognitif itu sendiri didefinisikan sebagai, "mental processes that

individuals use to acquire and understand cultural knowledge, including

knowledge of and control over individual thought processes relating to culture”

(Ang dkk., 2007:338).

Beberapa penulis (Ang dkk., 2011; Earley & Ang, 2003) menganggap,

individu dengan kecerdasan budaya metakognitif yang tinggi akan mampu

untuk untuk melakukan dua hal. Yang pertama, mereka menyadari asumsi

dan pengetahuan budaya yang dimiliki dan kemudian mempertanyakan

ketepatan generalisasi tersebut saat berinteraksi lintas budaya. Kedua,

merencanakan secara aktif cara berpikir dan perilaku yang diperlukan saat

akan melakukan interaksi lintas budaya. Contoh kecerdasan budaya

metakognitif yang tinggi adalah ketika invidu dari Barat, menyadari gaya

komunikasinya berbeda, saat mengobservasi interaksi dan pembicaraannya

dengan orang Asia (Ang & van Dyne, 2008). Karena itu, peneliti seperti Chua

dkk. (2010) menganggap, dalam konteks kompetensi lintas budaya di tingkat

mental, adalah lebih tepat untuk hanya mengikutkan faktor ini saja.

Mengingat kecerdasan budaya metakognitif dianggap dapat

memberikan kemampuan untuk memiliki kesadaran diri dan sensitivitas

terhadap orang dari budaya yang berbeda (Earley & Ang, 2003), Hidayat

(2012) berpendapat kecerdasan budaya metakognitif akan dapat membentuk

intuisi budaya yang akurat. Dengan demikian, saat seorang individu

mengalami suatu interaksi lintas budaya, mereka yang memiliki kecerdasan

budaya metakognitif yang tinggi, akan memiliki kesadaran yang tinggi tentang

perbedaan budaya antara dirinya dengan orang yang berasal dari budaya

berbeda. Selanjutnya, Cheng dkk. (2010:7) berpendapat pengalaman ini

akan berdampak positif, jika invididu tersebut mengalami perluasan kognisi

budaya (expanded cultural cognition), yang didefinisikan sebagai, "heightened

Page 34: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 25

cultural information detection and processing toward individuals and social

environment in cross-cultural interaction". Perluasan kognisi budaya akan

terjadi jika individu tersebut telah melakukan penjelajahan lintas budaya di

alam pikirannya sendiri (Black dkk., 1991; Osland, 2000). Untuk itu, seorang

individu, selain secara kognitif harus memahami perbedaan budaya yang ada,

juga harus pernah melakukan perubahan kognisi (cognitive switching) dan

perilaku ke perspektif budaya baru (behavioral switching) (Mor & Morris,

2010).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi multikultur

sangat dipengaruhi oleh kecerdasan budaya. Dalam hal ini kecerdasan

budaya metakognitif akan memberikan kemampuan untuk menerapkan

strategi lintas budaya yang tepat, sehingga seorang individu akan memiliki

intuisi budaya yang memadai, dan kemudian mampu menduga secara cepat

dan akurat keputusan yang diambil individu yang berasal dari budaya lain.

2.1.3 Teori Resolusi Konflik.

Menurut Wani (2011), resolusi konflik adalah mekanisme di mana

pihak-pihak yang berkonflik berkumpul dan menyingkirkan ketidaksesuaian

dan konflik yang mereka alami dengan cara yang damai. Karena itu, resolusi

konflik mengacu pada serangkaian proses yang bertujuan untuk mengurangi

atau menghilangkan sumber konflik. Konflik sendiri memiliki makna sebagai

suatu interaksi antara aktor di mana setidaknya satu aktor merasakan ketidak

sesuaian antara pemikiran, imajinasi, persepsi, atau perasaan mereka, serta

bisa terjadi antara individu dengan kelompok, individu dengan individu, dan

kelompok dengan kelompok (Glasl, 2004). Menurut Stewart (2009), Kadang

kala konflik muncul karena adanya ketidaksamaan horizontal dalam bidang

politik, sosial, dan budaya, dan konflik yang terjadi dalam masyarakat

dinamakan konflik horizontal. Dalam hal perbedaan budaya, konflik bisa

terjadi karena perbedaan pemahaman, bahasa, kepercayaan, maupun dalam

hal praktis. Pengenalan budaya yang tidak merata antar satu kelompok

dengan yang lain juga merupakan faktor tambahan yang menjadi pemicu dari

timbulnya konflik horizontal. Dalam konteks Indonesia, tentunya kemampuan

dalam penyelesaian konflik atau resolusi konflik sangatlah diperlukan,

mengingat negara Indonesia merupakan negara dengan budaya yang

Page 35: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 26

berbeda-beda sehingga diferensiasi horizontal nya yang tinggi, akan dapat

memicu berbagai konflik dalam masyarakat.

Resolusi konflik secara damai dari pihak-pihak yang memiliki identitas

kelompok berbeda yang didasari SARA seringkali menuntut pihak-pihak untuk

mengakui bahwa mereka memiliki latar belakang yang berbeda dan bahwa

mereka dapat menghargai perbedaan tersebut (Pedersen, 2001). Masalahnya

adalah jika pihak-pihak yang bertikai tidak paham akan perbedaan sistem nilai

budaya yang ada, dan walaupun kelompok-kelompok yang bertikai memiliki

sistem nilai universal yang sama, ekspresi perilaku yang muncul mungkin saja

berbeda (Fry & Bjorkqvist, 1997). Sebagai contoh, ekspresi perilaku yang

berbeda mungkin saja memiliki arti yang sama, sedangkan ekpresi perilaku

yang sama mungkin saja memiliki arti yang berbeda (mengangguk di India

bisa berarti tidak, sedangkan di Indonesia berarti menyetujui).

Selain itu, manajemen konflik pada dasarnya juga sangat dipengaruhi

oleh latar belakang budaya. Sebagai contoh manajemen konflik dalam

konteks Asia seringkali digambarkan sebagai upaya untuk memelihara

“muka”, menyelamatkan “muka”, merestorasi “muka” atau jangan sampai

kehilangan “muka” (Duryea, 1992). Dalam hal ini, menjaga “muka” menuntut

setiap pihak yang terlihat untuk menjaga harmoni dan menekankan pada

kemampuan untuk mengendalikan dan menekan emosi, keinginan dan

impuls-impuls psikologi dari pribadi-pribadi yang terlibat (Hwang, 1998). Hal

ini sangat berbeda dengan pendekatan Barat yang menuntut pihak-pihak

yang terlibat untuk terlebih dahulu menerima dan mengakui adanya konflik,

sehingga resolusi konflik dapat dimulai dengan metoda penanganan konflik

yang analitis untuk mencari akar permasalahan, sekalipun hal ini akan

membuat salah satu pihak kehilangan “muka” (Pedersen, 2001)

Karena itu, pihak-pihak yang berperan sebagai juru damai harus

memahami baik sistem nilai yang mendasari suatu budaya, maupun ekspresi

perilaku dari sistem nilai ini. Dengan demikian, model resolusi konflik yang

paling tepat seharusnya adalah model yang sensitif dengan budaya lokal,

dibandingkan dengan model resolusi konflik yang universal (“one-size-fits-all”)

yang berorientasi pada pendekatan Barat (Lund, 1996). Dalam konteks

Indonesia, pendekatan konflik yang efektif, nampaknya juga lebih mendekati

pendekatan Asia atau non Barat pada umumnya. Sebagai contoh, model

Page 36: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 27

penanganan konflik oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil atas konflik

bernuansa agama yang terkait dengan penggunaan gedung Sabuga dapat

terselesaikan dengan baik, tanpa ada pihak yang merasa kehilangan muka

(Wulandari, 2016).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang kepemimpinan dalam masyarakat

multikultur di Indonesia antara lain adalah oleh Suryawan (2010) dengan judul

“Analisis Kepemimpinan Multikultural di Sekolah Menengah dalam Upaya

Mencegah Fenomena Gegar Budaya: Konteks Indonesia”. Penelitian ini

bertujuan untuk mendeskripsikan wujud kepemimpinan berdasarkan

pendidikan multikultural di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan

mendeskripsikan kekuatan dan kelemahan pelestarian budaya organisasi di

SMA. Melalui pendekatan etnografis, hasil penelitian menunjukkan bahwa

peran kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di SMA memiliki peran yang

besar dalam pengembangan pendidikan berbasis multikultural di SMA.

Chamidah (2013) melakukan penelitian dengan judul “Peran dan

pengaruh penerapan karakter kepemimpinan kyai dan budaya multikultural

terhadap kemandirian dan kesejahteraan keluarga pondok pesantren di

provinsi Jawa Timur”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran

dan pengaruh karakter pimpinan pesantren dan budaya multikultural di

pondok pesantren se Jawa Timur. Dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif terhadap 360 responden di 24 pondok pesantren di Jawa Timur

berdasarkan pemilihan secara proporsional stratified random sampling,

dilakukan analisis dengan metoda PLS (Partial Least Square). Hasil penelitian

menunjukkan bawha tinggi rendahnya kemandirian dan kesejahteraan

pondok pesantren ditentukan oleh lima karakter kepemimpinan Kyai sebagai

pimpinan pondok pesantren, yakni karisma, perilaku zuhud dan jiwa

wirausaha Kyai, serta manejemen aset/lembaga dan Kaderisasi.

Syahmidi (2015) melakukan penelitian dengan judul “Kepemimpinan

Kepala Sekolah Perspektif Multikultural (Studi Kasus di SMA Katolik St.

Petrus Kanisius Palangka Raya”. Penelitian ini adalah jenis penelitian

lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif melalui studi kasus tunggal dimana

peneliti menggali informasi tentang satu kasus yang dialami oleh satu

Page 37: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 28

informan. Tujuan dari penelitian ini antara lain adalah untuk mengetahui

kepemimpinan Kepala SMA Katolik St. Petrus Kanisius Palangka Raya dari

perspektif multikultural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepala SMA

Katolik St. Petrus Kanisius Palangka Raya telah melaksanakan

kepemimpinannya berdasarkan unsur-unsur kepemimpinan multikultural yang

dilihat dari sisi gaya kepemimpinan, supervisi, hubungan interaksi serta

komunikasi dan manajerial.

Penelitian oleh Kariadi dan Suprapto (2017) dengan judul “Membangun

kepemimpinan berbasis nilai - nilai Pancasila dalam perspektif masyarakat

multikultural”, bertujuan untuk mengkaji kepemimpinan berdasarkan nilai -

nilai luhur Pancasila dalam masyarakat yang multikultur seperti yang ada di

Indonesia. Melalui metoda studi pustaka (library research), dengan teknik

analisa data berdasarkan analisis wacana (discourse analysis), hasil

penelitian menunjukkan bahwa nilai Pancasila jika dikaitkan dengan

organisasi harus didasarkan pada (1) nilai dasar, (2) nilai instrumental,

dan (3) nilai praktis. Sedangkan nilai kepemimpinan dapat dibangung

pada berbagai lembaga di Indonesia dengan mengembangkan nilai (1)

transendensi, (2) humanisasi, (3) kebhinekaan, liberasi, dan (5) keadilan.

Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, perbedaan pada penelitian

ini adalah dalam menemukan kriteria kepemimpinan yang efektif di

masyarakat multikultural dari pandangan para tokoh masyarakat di daerah

Jabotabek dan Bandung, sehingga dapat dirancang alat ukur kepemimpinan

multikultural untuk digunakan sebagai alat seleksi dan alat pengembangan

kepemimpinan multikultur di berbagai lembaga di Indonesia.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dari hasil studi pustaka atas berbagai teori tentang kepemimpinan,

diketahui bhwa perilaku kepemimpinan tidak berdiri sendiri, tapi dipengaruhi

oleh dua faktor utama yaitu sifat-sifat bawaan yang melekat pada seorang

individu, dan faktor lingkungan (environment) seperti pendidikan, pelatihan,

pengalaman, maupun tempat bekerja. Diketahui juga bahwa walaupun di satu

sisi, faktor kepribadian bawaan yang nantinya dapat memunculkan

kepemimpinan seseorang, faktor pengaruh lingkunganlah yang dapat

menentukan apakah seseorang kepemimpinannya akan efektif atau tidak.

Page 38: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 29

Dalam konteks Indonesia, dimana masyarakat memiliki variasi yang

besar dalam hal suku, agama, ras, bahasa, ataupun budaya, keberagaman ini

menjadi kekuatan sekaligus kelemahan bangsa Indonesia karena walaupun

dapat menjadi kekayaan budaya, namun sekaligus juga menjadi sumber

ancaman bagi keutuhan NKRI, karena perbedaan tersebut dapat menjadi

sumber konflik. Karena itu, peneltian ini berupaya untuk menemukan

indikator-indikator kepemimpinan yang efektif untuk masyarakat multikultur

Indonesia sehingga nantinya akan dapat diseleksi dan dikembangkan

pemimpin-pemimpin yang efektif di segala bidang kehidupan bangsa. Gambar

berikut menunjukkan model kepemimpinan yang menjadi acuan dalam

melakukan penelitian ini.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Sifat-sifat Bawaan

(Traits)

Kepemimpinan Muncul

(Emergent Leadership)

Kriteria Kepemimpinan

- Untuk Seleksi - Untuk Pengembangan

Pengaruh

Lingkungan

(Environment

)

Output

Tidak Efektif

Perilaku Kepemimpinan

Multikultur

Kepemimpinan Tidak Muncul

(Non Emergent Leadership)

Output

Efektif

Page 39: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 30

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pemilihan desain atau strategi penelitian yang dilakukan dalam

penelitian ini memperhatikan sifat-sifat objek penelitian dan jenis informasi

yang dibutuhkan untuk menjawab masalah (Creswell, 2007). Untuk itu,

penelitian ini menggunakan metode kualitatif di mana metode kualitatif

merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada objek

secara alamiah, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan

metode wawancara, dengan analisis data yang bersifat induktif dan lebih

menekankan pada makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2010).

3.2 Sumber Data , Obyek dan Subjek Penelitian

Sumber data penelitian ini terdiri dari 2 macam, yaitu data primer dan

sekunder. Data primer adalah data diperoleh langsung di lapangan untuk

memperoleh data tentang kriteria pemimpin yang efektif dalam masyarakat

multikultural. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak

langsung seperti melalui studi pustaka. Objek penelitian dalam penelitian ini

yaitu kriteria pemimpin yang efektif dalam masyarakat multikultural. Dalam

penelitian ini penentuan informan atau nara sumber dilakukan dengan teknik

Purposive Random Sampling (PRS) yakni mereka yang diasumsikan

mempunyai pengetahuan atau informasi yang dibutuhkan (Creswell, 2011).

Dalam hal ini, para nara sumber tersebut adalah tokoh-tokoh yang dianggap

mampu memimpin masyarakat multikultur secara efektif di tiga Kodim di

wilayah Kodam Jaya dan Kodam III/Siliwangi yang dianggap rawan konflik

sosial (lihat lampiran). Sedangkan, subyek dalam penelitian ini terdiri dari

responden yang meliputi tokoh masyarakat, pejabat pemerintah serta para

aktor/pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan masalah

kepemimpinan multikultural seperti FKUB dan aparat Komando Kewilayahan.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai

berikut:

Page 40: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 31

3.3.1 Wawancara Terstruktur.

Metode wawancara terstruktur adalah proses pengumpulan data dalam

suatu penelitian melalui tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan responden berdasarkan suatu pedoman wawancara

(Bungin, 2008). Wawancara yang dilakukan adalah jenis wawancara

mendalam (in-depth interview) yang dilakukan secara langsung kepada

informan dalam rangka untuk mendapatkan data yang relevan dengan tema

penelitian. Wawancara semi-terstruktur dianggap lebih tepat untuk dilakukan

dalam penelitian ini karena bersifat sebagai inisiatif awal untuk

mengembangkan indikator kepemimpinan multikultural di Indonesia. Panduan

wawancara dikembangkan sesuai dengan tujuan penelitian dan pendekatan

yang digunakan.

3.3.2. Studi Kepustakaan.

Studi kepustakaan adalah suatu proses pengumpulan data dengan

cara mencari, membaca, memahami, dan menganalisis berbagai tulisan

ilmiah, hasil penelitian, dan studi yang berhubungan dengan penelitian yang

akan dilakukan (Martono, 2015). Dalam penelitian ini, studi pustaka dilakukan

dengan cara mengumpulkan data dari buku, jurnal, artikel, media elektronik

dan dokumen tentang kepemimpinan yang efektif dalam masyarakat

multikultural. Studi kepustakaan ini bermanfaat untuk memperkaya peneliti

dalam memberikan analisis dengan konsep atau teori yang akan digunakan

dalam penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengolahan, penyajian, dan analisis

data yang diperoleh dari lapangan dengan tujuan agar data yang disajikan

mempunyai makna sehingga pembaca dapat mengetahui hasil peneltian.

Pada penelitian ini, teknik analisis yang akan digunakan yaitu teknik analisis

dari Miles and Huberman (2014), dimana secara umum, proses analisis data

kualitatif melibatkan empat proses, yaitu reduksi data untuk memilih,

menyederhanakan, abstraksi, dan kodifikasi data kasar untuk mendapatkan

kesatuan data; penyajian data dalam bentuk kata-kata, kalimat, gambar,

simbol, skema, bagan, grafik, tabel dan matriks dengan memfokuskan kriteria

Page 41: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 32

kepemimpinan yang efektif dalam masyarakat multikultural, dan; verifikasi

data untuk merumuskan simpulan berdasarkan dua aktivitas sebelumnya.

Dalam konteks penelitian ini, kejadian yang akan dideskripsikan adalah

mengenai kriteria kepemimpinan yang efektif dalam masyarakat multikultur.

Untuk mempermudah analisis data, maka dalam penelitian ini, analisis

konten akan dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak khusus

penelitian kualitatif, Nvivo versi 11 untuk mengolah data teks yang diperoleh

dari transkripsi wawancara (Bazeley & Jackson, 2013).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen penelitian kunci.

Untuk pengumpulan data, peneliti didukung oleh instrumen penelitian dalam

bentuk pedoman wawancara dan alat perekam yang akan ditranskripsi secara

verbatim. Pedoman wawancara ini berfungsi untuk memudahkan peneliti

dalam memperoleh data yang relevan dengan masalah penelitian.

3.5.2 Data Primer

Data primer dalam proses penelitian didefinisikan sebagai sekumpulan

informasi yang diperoleh peneliti langsung dari lokasi penelitian melalui

sumber pertama yaitu melalui pengamatan dan wawancara. Pada penelitian

ini, data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara terhadap

informan dengan merujuk pada pedoman wawancara tentang kriteria

kepemimpinan yang efektif dalam masyarakat multikultur.

3.5.3 Data Sekunder

Data sekunder dimaknai sebagai data yang tidak diperoleh dari sumber

pertama dan didapatkan dari buku, jurnal atau media massa, dokumen, dan

lain-lain. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data tentang kriteria

kepemimpinan yang efektif dalam masyarakat multikultur.

3.5.4 Pengujian Keabsahan dan Keterandalan Data

Keabsahan dalam penelitian kualitatif bukan dimaknai sebagai validitas

instrumen penelitian. Hal ini disebabkan dalam penelitian kualitatif, peneliti

Page 42: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 33

berperan sebagai instrumen penelitian yang utama. Oleh karena itu,

keabsahan data dalam penelitian kualitatif lebih ditujukan pada upaya untuk

mendapatkan data yang sahih, sesuai dengan rumusan masalah dan konsep

penelitian yang telah ditetapkan (Martono, 2015). Pada penelitian ini,

pengujian keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Menurut Denzin

(2006), triangulasi adalah langkah pemaduan berbagai sumber data, peneliti,

teori, dan metode dalam suatu penelitian tentang suatu gejala sosial tertentu.

Triangulasi yang difokuskan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber

data di mana peneliti mengambil data dari sumber yang berbeda dan

membandingkan kedua data yang didapatkan tersebut. Pertama-tama peneliti

mengambil data dengan melakukan wawancara perseorangan terhadap para

narasumber dan selanjutnya mengacu pada metode triangulasi pengambilan

data juga dilakukan dengan melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) di

lokasi yang sama dengan melibatkan maksimal 10 orang ataupun dari para

narasumber dari aparat Kewilayahan setempat. Untuk wilayah yang tidak

dilakukan FGD, maka triangulasi dilakukan terhadap staf atau orang yang

mengenal informan.

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Komando Kewilayahan terpilih di Kodam

Jaya dan Kodam III/Siliwangi yang dianggap rawan konflik sosial.

Berdasarkan hasil analisis pejabat teritorial dan intelijen di Kodam-Kodam

tersebut, maka kemudian ditentukan lokasi penelitian adalah di Komando

Distrik Militer 0618/Berdiri Sendiri (Kota Bandung), Komando Distrik Militer

0507 Kota Bekasi, Komando Distrik Militer 0502 Jakarta Utara. Selain itu,

berdasarkan hasil FGD di Komando Distrik Militer 0507 Kota Bekasi, juga

dilaksanakan pengambilan data di Kantor Walikota Bekasi. Adapun waktu

penelitian adalah pada bulan Agustus sampai dengan bulan Desember 2017.

Page 43: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 34

BAB 4

GAMBARAN DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Gambaran Data Penelitian.

4.1.1 Profil Wilayah Penelitian.

Data utama tentang wilayah penelitian diambil dari situs resmi

pemerintah daerah Kota Bandung, Kota Administratif Jakarta Utama dan Kota

Bekasi, yaitu Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2017), Kota Bekasi (2017)

dan Kota Jakarta Utarra (2017).

4.1.1.1 Bandung.

Kota Bandung terletak pada posisi 107º36’ Bujur Timur dan 6º55’

Lintang Selatan dengan luas 16.729,65 Hektar dan berada di ketinggian 791

meter diatas permukaan laut, dengan titik tertinggi 1.050 meter di atas

permukaan laut di utara dan terendah di selatan dengan ketinggian 675 meter

diatas permukaan laut. Kota ini secara geografis terletak di tengah-tengah

provinsi Jawa Barat, dan dialiri oleh dua sungai utama, yaitu sungai

Cikapundung dan sungai Citarum.

Dilihat dari data kependudukan kota Bandung, pada tahun 2016,

Bandung memiliki jumlah penduduk sebesar 2.490.622 jiwa, dengan laju

pertumbuhan 0,37 % per tahun. Kota Bandung sebagai ibu kota Provinsi

Jawa Barat, adalah merupakan kota metropolitan terbesar di provinsi

tersebut. Terletak pada 140 km sebelah tenggara Jakarta, Bandung

merupakan kota terbesar di wilayah Jawa bagian Selatan. Sedangkan wilayah

Bandung Raya (Metropolitan Bandung) adalah merupakan metropolitan

terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Didominasi oleh etnis

Sunda, Bandung adalah kota terpadat di Jawa Barat, dengan 30 kecamatan

dan 151 kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah: Bandung Kulon,

Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, Astana Anyar, Regol,

Lengkong, Bandung Kidul, Buah Batu, Rancasari, Gede Bage, Cibiru,

Panyileukan, Ujung Berung, Cinambo, Arcamanik, Antapani, Mandalajati,

Kiaracondong, Batununggal, Sumur Bandung, Andir, Cicendo, Bandung

Wetan, Cibeunying Kidul, Cibeunying Kaler, Coblong, Sukajadi, Sukasari,

Cidadap. Kota Bandung berada pada peringkat nomor 1 se Jawa Barat

Page 44: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 35

berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dalam Indeks Pembangunan

Manusia (IPM), dengan Angka Harapan Hidup pada tahun 2016 sebesar

73.84, Harapan Lama Sekolah pada tahun 2016 sebesar 13.89, kemudian

Rata-rata Lama Sekolah pada tahun 2016 sebesar 10.58, dengan

Pengeluaran Per Kapita (Ribuan rupiah per orang per tahun) pada tahun

2016 sebesar 15,805, dan IPM pada tahun 2016 sebesar 80.13, dengan

selisih IPM pada tahun 2015.

Konflik-konflik besar di Kota Bandung yang terlihat atau terpapar di

dalam berita, antara lain adalah aksi mogok angkutan umum se Bandung

pada tanggal 9 Maret 2017, yang diikuti oleh para supir angkot, taksi

konvensional dan bus angkutan umum, dan diikuti sekitar 10.000 orang

(Wijanarko, 2017). Selain itu, di Kota Bandung juga acapkali terjadi konflik

agama dikarenakan pembuatan rumah ibadah yang dianggap ilegal oleh

penduduk sekitar. Terakhir pada tanggal 10 Maret 2017, Warga Karasak RT

06, Kelurahan Karasak, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung melakukan

unjuk rasa untuk memaksa otoritas pemerintah mencabut IMB Gereja

Rehobot yang dikeluarkan Pemkot Bandung pada tahun 2015, dengan

alasan penduduk sekitar tidak memberikan persetujuan untuk pendirian

rumah ibadah tersebut (Marsiela, 2016).

4.1.1.2 Jakarta Utara.

Kota Administrasi Jakarta Utara secara geografis terletak di tepi Laut

Jawa dengan koordinat 1060 29’00” - 106007’00” Bujur Timur dan 15010’00” -

05010’00” Lintang Selatan, dengan luas 174,560 Hektar, terdiri dari luas

lautan 35 Hektar dan luas daratan 139,560 Hektar. Daratan Jakarta Utara

membentang dari Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 35 km, menjorok ke

darat antara 4 sampai dengan 10 km. Ketinggian dari permukaan laut antara

0 sampai dengan 20 meter, dan dari tempat tertentu ada yang dibawah

permukaan laut, sebagian besar terdiri dari rawa-rawa/empang air payau.

Sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah Selatan dengan

Kabupaten Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, sebelah Barat

dengan Tangerang dan Jakarta Pusat serta sebelah Timur dengan

Kabupaten Bekasi. Jakarta Utara merupakan daerah pantai dan tempat

bermuaranya 9 (sembilan) sungai dan 2 (dua) banjir kanal, menyebabkan

Page 45: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 36

wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir

karena air pasang laut.

Kota Jakarta Utara memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.468.840

jiwa dan kepadatan 10.721,46 jiwa/Km2 dan pertumbuhan penduduk 0,46%.

Dengan pusat pemerintahan di Koja, kota administratif Jakarta Utara terdiri

dari 6 Kecamatan, dan 31 kelurahan. Kecamatan yang ada di Jakarta Utara

adalah Kecamatan Cilincing, Kecamatan Koja, Kecamatan Kelapa Gading,

Kecamatan Tanjung Priok, Kecamatan Pademangan, dan Kecamatan

Penjaringan. Jakarta Utara berada pada peringkat ke dua terendah di

Propinsi DKI Jakarta, setelah Kepulauan Seribu, dan berdasarkan data dari

Badan Pusat Statistik dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dengan

Angka Harapan Hidup pada tahun 2016 sebesar 72.95, Harapan Lama

Sekolah pada tahun 2016 sebesar 12.53, kemudian Rata-rata Lama Sekolah

pada tahun 2016 sebesar 10.23, dengan Pengeluaran Per Kapita (Ribuan

rupiah per orang per tahun) pada tahun 2016 sebesar 17,418, dan IPM pada

tahun 2016 sebesar 78.78, dengan selisih IPM pada tahun 2015 meningkat

sebesar 0.48.

Konflik yang sering terjadi di Jakarta Utara adalah perkelahian antar

kelompok, yang dimulai dari tawuran kecil antar remaja yang bersumber dari

saling meledek di media sosial, sampai akhirnya menjadi besar dan

melibatkan preman-preman yang ada di sekitar wilayah tersebut dengan

seringkali pada akhirnya menggunakan senjata tajam (Pitoko, 2017). Adapun

konflik lain yang sering terjadi adalah masalah perebutan wilayah yang

terkadang dokumennya memang kurang jelas, ataupun masyarakat yang

tinggal di tanah yang bukan miliknya sehingga untuk mendapatkan fasilitas

sebagai masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, menjadi sulit untuk

difasilitasi karena keberadaannya tidak diakui

4.1.1.3 Bekasi.

Letak geografis Kota Bekasi adalah 106o48’28’’ – 107o27’29’’ Bujur

Timur dan 6o10’6’’ – 6o30’6’’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah sekitar

21,049 Hektar. Kondisi topografis kota Bekasi memiliki kemiringan antara 0 –

2 %, dan terletak pada ketinggian antara 11 m - 81 m di atas permukaan air

laut. Untuk ketinggian sampai dengan 25 m berada pada Kecamatan Medan

Page 46: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 37

Satria, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Timur dan Pondok Gede dan

untuk ketinggian antara 25 - 100 m berada pada Kecamatan Bantargebang,

Pondok Melati, Jatiasih. Kota Bekasi memiliki batas wilayah di Utara

Kabupaten Bekasi, di Selatan Kabupaten Bogor dan Kota Depok, di sebelah

Barat Provinsi DKI Jakarta, dan terakhir di Timur berbatasan dengan

Kabupaten Bekasi. Kota Bekasi dialiri oleh tiga sungai, yaitu sungai Cakung,

sungai Bekasi dan sungai Sunter.

Jumlah penduduk Kota Bekasi saat ini lebih dari 2.733.240 juta jiwa

dan pertumbuhan penduduk sebesar 2,71 %, yang tersebar di 12 kecamatan

dan 56 kelurahan. Adapapun Kecamatan yang ada adalah Pondok Gede, Jati

Sampurna, Jati Asih, Bantar Gebang, Bekasi Timur, Rawa Lumbu, Bekasi

Selatan, Bekasi Barat, Medan Satria, Bekasi Utara, Mustika Jaya, dan

Pondok Melati. Kota Bekasi berada pada peringkat ke dua terbaik di Propinsi

Jawa Barat setelah Bandung, dengan Komponen IPM, Angka Harapan Hidup

per tahunnya pada tahun 2014 sebesar 74.18, kemudian Harapan Lama

Sekolah per tahunnya pada tahun 2014 sebesar 13.28, dengan Rata-rata

Lama Sekolah sebesar 10.55, dan Pengeluaran Per Kapita (Ribuan rupiah

per orang per tahun) pada tahun 2014 sebesar 14,556, dan IPM pada tahun

2014 sebesar 78.84.

Kota Bekasi juga tidak terlepas dari berbagai kasus konflik, dan untuk

konflik sosial, yang paling sering terjadi adalah kasus konflik agama, antara

lain adalah penolakan penduduk di Bekasi Utara terhadap pembangunan

Gereja Santa Clara (Rudi, 2017). Selain itu, terdapat juga konflik terhadap

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Bantargerbang antara

Pemda Bekasi dengan Pemprop DKI Jakarta (Rudi, 2015). Pada tahun 2001

sempat terjadi konflik antara DPRD Bekasi dengan Pemprop DKI Jakarta

yang menyebabkan Kantor TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan 2

kendaraan Dinas Kebersihan Pemprop DKI di bakar oleh massa. Pada

pemerintahan Walikota Rahmat Effendi, konflik ini kembali muncul pada tahun

2015 karena masalah yang sama. DPRD Bekasi melakukan protes karena

petugas Pemprop DKI Jakarta melewati batas waktu pengiriman sampah dan

melewati rute yang tidak ditentukan. Yang paling tidak dapat diterima adalah

karena truk dalam keadaan rusak, sehingga air sampahnya berceceran di

jalan, yang membuat bau. Selain itu, fasilitas sarana dan prasarana TPST di

Page 47: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 38

Bantargebang belum dipenuhi sesuai perjanjian antara Pemprop Jakarta dan

Pemkot Bekasi.

4.1.2. Profil Informan.

Para informan dalam penelitian ini dipilih oleh Staf Intelijen dan Staf

Teritorial dari Kodim-Kodim yang telah ditunjuk oleh Pangdam Jaya dan

Pangdam III/Siliwangi beserta para Asistennya. Mereka dipilih atas dasar

reputasi dan kemampuan dalam menangani konflik sosial yang terjadi di

daerahnya, terutama konflik yang terkait dengan masalah perbedaaan

budaya, termasuk perbedaan suku, agama, ras dan aliran kepercayaan.

Selain itu, sebagian besar informan juga dipilih oleh para peserta FGD

sendiri, setelah pelaksanaan FDG di Kodim-Kodim tersebut.

4.1.2.1 Informan 1.

Informan 1, dari suku Sunda, beragama Islam, adalah seorang wanita

Ketua RW 12 di Perumahan Dian Harapan, Kelurahan Babakan, Kecamatan

Babakan Ciparay, Bandung. Yang bersangkutan telah menjabat sebagai

ketua RW selama 11 tahun terakhir sampai hari di wawancara. Awalnya ia

adalah seorang ibu rumah tangga biasa dengan suami bekerja di sebuah

bank swasta. Sebagai istri, ia aktif di organisasi para istri di bank tempat

suami bekerja. Di lingkungan perumahan, ia termasuk warga yang cukup aktif

dan sampai suatu saat ditunjuk menjadi ketua RW oleh warga.

Latar belakang pendidikan yang bersangkutan adalah mengikuti

pendidikan di pesantren. Dibesarkan oleh seorang ayah yang anggota TNI

AD dan mantan walikota Bandung, ia mendapatkan nilai-nilai dan model

pendidikan tentara yang tegas dan disiplin. Nilai-nilai yang menginspirasi

hidupnya dan membuatnya menjadi berani berasal dari keluarga dan

pendidikan pesantren. Nilai yang dipegangnya menjadi panutan dalam

hidupnya untuk menjadi warga yang baik, toleran, tegas, dan bermartabat,

dan yang utama adalah menjadi dasar dari kepemimpinan yamilikinya.

Sejak menjadi ketua RW, ia membuat perubahan yang signifikan di

lingkungannya, yaitu menyatukan warga yang awalnya saling curiga dan tidak

bersatu. Persoalan utama yang dihadapi adalah konflik yang terkait dengan

agama dan ras di lingkungan warganya. Wilayah tempat tinggalnya saat ini

Page 48: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 39

berada di pusat kota Bandung dengan lingkungan perumahan yang ditempati

rata-rata dari kalangan menengah ke atas. Penduduknya terdiri dari beberapa

suku dan etnis, diantaranya Jawa, Sunda, Tionghoa dengan prosentase yang

seimbang, sedang untuk etnis minoritas berasal dari suku Batak, lndia, dan

Melayu. Prosentase agama yang dianut adalah Nasrani 45%, lslam 35% dan

sisanya dari agama Hindu, Budha dan Konghucu.

Saat awal menjabat, kesulitan yang dihadapi adalah banyaknya

penduduk dari etnis Tionghoa yang merasa terintimidasi dan takut untuk

membaur bersama masyarakat sekitar, dihadapkan pada adanya sebagian

penduduk yang memiliki pandangan keras terhadap suatu agama, serta tidak

adanya kegiatan yang bisa mengumpulkan masyarakat secara terpusat.

Untuk mengatasi permasalahan yang ada, ia kemudian membuka komunikasi

dua arah dan bersedia berdiskusi dengan penduduk yang memiliki

pandangan keras terhadap agama lain. Selain itu melakukan pendekatan

secara konstruktif dan individual (door to door) untuk meyakinkan warga

bahwa situasi di daerahnya aman dan oleh karena itu semua harus

berpartisipasi dalam kegiatan RW. Ia juga berhasil menyatukan anggota

warganya untuk melakukan kegiatan keagamaan yang dihadiri oleh seluruh

warga seperti misalnya acara Halal Bihalal dan Natal Bersama, yang pada

awalnya ditentang oleh sebagian warganya.

Menurut yang bersangkutan, kepemimpinan yang didapatnya tidaklah

dipelajari namun berdasarkan naluri, pengalaman dan nilai-nilai keagamaan

dan kebangsaan yang tertanam sejak kecil. Sedangkan dorongan yang paling

utama untuk menjadi pemimpin menurutnya adalah karena ia ingin

menciptakan kedamaian di masyarakat dan mencari pahala. Dalam setiap

permasalahan yang dihadapinya, biasanya ia lebih senang menyelesaikan

secara langsung dengan melakukan tatap muka, walaupun terhadap orang

atau pihak yang sangat menentangnya, dikarenakan itu dianggapnya lebih

berani dan bisa memberikan gambaran pengambilan keputusan yang tepat.

Ia juga berpendapat bahwa memberi teladan, komunikasi dan saran spiritual

merupakan hal yang paling penting dalam proses kepemimpinan.

Atas upaya yang dilakukannya, yang bersangkutan telah

mendapatkan pengakuan di tingkat lokal, regional dan nasional. Dengan

reputasinya yang telah terbangun, ia seringkali diminta pendapat oleh saat

Page 49: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 40

terjadi permasalahan keagamaan seperti penolakan pembangunan rumah

ibadah. Hal ini tidak saja berlaku di lingkungan RW yang dipimpinnya, tapi

juga sudah mencakup berbagai wilayah di luar lingkungannya. Ia sering

diminta menjadi pemersatu pihak-pihak yang berkonflik pada level yang lebih

luas. Sebagai contoh, dalam konflik regional di tingkat kotamadya dan

propinsi, pihak eksekutif terkadang mengundang yang bersangkutan untuk

menjadi penengah dalam konflik horizontal yang muncul, sedangkan di

tingkat nasional yang bersangkutan. sudah pernah mendapatkan

penghargaan dari Komnas HAM.

4.1.2.2. Informan 2.

Informan 2 adalah merupakan ketua Forum Kerukuan Umat Beragama

(FKUB) kota Bandung, dari suku Sunda, beragama Islam, berjenis kelamin

pria dan berprofesi sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Bandung,

dan memiliki latar belakang pendidikan pesantren di Sukabumi, dan kemudian

melanjutkan pendidikan S1 di IKIP Bandung pada program studi Bahasa

Arab. Setelah itu ia melanjutkan studi ke jenjang magister dan doktoral di

Program Studi Pendidikan. Yang bersangkutan adalah orang yang berinisiatif

untuk mendirikan Forum Silaturahmi Antar Umat Beragama (FSAUB) di tahun

2006, sebelum di kemudian hari konsep dan idenya ini diambil di tingkat

nasional dan disebut sebagai Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),

Sejak pendirian FKUB di Kota Bandung, ia didaulat untuk menjadi ketuanya

sampai dengan sekarang.

Inisiatif untuk mendirikan FSAUB ini muncul atas dasar keprihatinan

terhadap konflik berbau agama dan SARA yang pernah terjadi di berbagai

wilayah di lndonesia, terutama konflik agama di Ambon. Pada saat sedang

puncaknya konflik tersebut, kejadian-kejadian sadis ditayangkan dalam

bentuk video di masjid-masjid di Bandung. Ia kemudian merasa jika tidak ada

forum yang dapat mendinginkan suasana, maka orang-orang yang sudah

emosi setelah melihat video tersebut akan bergerak dan niscaya konflik

sejenis akan terjadi juga di Bandung.

Menurut yang bersangkutan, konflik agama adalah konflik yang paling

susah untuk diselesaikan dan mampu menyulut massa dalam jumlah yang

besar. Karena itu, pemimpin harus bisa dekat dengan masyarakat dan

Page 50: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 41

berperan aktif untuk terus menyuarakan perdamaian. Pemimpin juga tidak

boleh fanatik terhadap agamanya dan harus bisa supel dalam bergaul serta

memahami perbedaan dengan agama lainnya. Masalahnya, pada saat ini,

melalui media sosial, seringkali muncul informasi yang tidak benar terkait

dengan agama, yang selanjutnya akan memperkeruh suasana di masyarakat.

Saat ini kota Bandung sudah mendeklarasikan Bandung Anti Hoax dan

membentuk aplikasi yang terkait. Tujuannya adalah untuk menghindari

adanya penyalagunaan informasi. Yang bersangkutan juga berpendapat

bahwa kepemimpinannya tidak dapat dipelajari, namun lebih merupakan

pengejawantahan dari sistem nilai yang dianutnya sejak kecil, yaitu nilai

agama lslam yang toleran yang didapatkannya dari Pesantren.

Ia juga menyatakan bahwa selama ini permasalahan konflik sosial

terkait agama di Kota Bandung masih dapat diatasi melalui FKUB, dan FKUB

lebih bergerak kepada progam pencegahan agar tidak seperti wilayah lainnya

yang pernah mengalami konflik perang saudara seperti di Ambon. Hal ini

mengingat Bandung sebagai kota metropolitan, penduduknya sudah sangat

beragam. Walaupun mayoritas penduduk Bandung beragama Islam, juga ada

penganut agama lainnya seperti Nasrani, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

Selain itu sebagai kota metropolitan, Bandung telah menjadi kota tujuan dari

masyarakat untuk dijadikan tempat memperbaiki kondisi erekonomian.

Walaupun suku yang paling dominan adalah suku Sunda, namun hampir

seluruh suku yang ada di indonesia memiliki perwakilannya, dimana pada

saat ini tercatat ada 32 suku dan enis yang hidup di Bandung.

4.1.2.3. Informan 3.

Informan 3 adalah Kepala Bidang Kewaspadaan Nasional Pemda

Bandung, berjenis kelamin laki-laki, suku Sunda, beragama Islam yang

bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan menjabat sebagai Kepala

Bidang Kewaspadaan Nasional pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

(Kesbangpol) Kota Bandung. Latar belakang pendidikannya adalah S1 di

bidang Manajemen. Awal karirnya, yang bersangkutan mengikuti pendidikan

penyidik dan kemudian intelijen dan di tempatkan sebagai penyidik pajak

selama 13 tahun. Sejak dipercaya menjabat di Kesbangpol, ia merasakan

Page 51: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 42

bahwa inilah panggilan hidupnya dalam bekerja, sebagai individu yang

berkecimpung langsung dalam penyelesaian konflik sosial di masyarakat.

Sebagai bagian dari Tupoksinya di Bidang Kesbangpol yang menjadi

fasilitator dan mediator terhadap berbagai konflik di Bandung, maka ia harus

membangun jaringan yang luas di masyarakat, sehingga ia juga menjabat

sebagai Sekretaris di Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) serta Sekretaris

di Unit Cyberbully Intelijen. Dengan demikian, ia merasa tugasnya adalah

sebagai mata dan telinga bagi pimpinan. Menurut yang bersangkutan, dalam

penyelesaian berbagai macam konflik, ia harus menjalin silaturahmi dan

komunikasi dengan semua pihak, Sebagai contoh, dalam hal kerukunan umat

beragama, sebagai wakil pemerintah, ia bekerja sama dengan FKUB Kota

Bandung untuk menjaga toleransi di kota Bandung, dan untuk itu, ia bersama

Walikota Bandung, telah penghargaan dari Komnas HAM karena Bandung

terpilih sebagai kota nomor 1 paling toleran di Indonesia.

Menurut yang bersangkutan konflik sosial yang banyak terjadi di

Bandung memang berasal dari dinamika pro dan kontra pembangunan rumah

ibadah, namun ia merasa mereka selalu dapat menyelesaikan secara damai,

karena menurutnya sebagai orang Timur, harus menerima bahwa NKRI

dibangun oleh seluruh elemen masyarakat dari berbagai suku ras, dan

agama. Sedangkan kelompok-kelompok yang radikal, sebenarnya mereka

juga merasa sebagai orang Timur, namun tidak mendapat penghargaan dari

masyarakat maupun pemerintah. Tetapi, ia juga berpendapat bahwa memang

ada masalah dengan ideologi. Ada pihak yang menganggap bahwa 4 pilar,

seperti Pancasial, Bhineka Tunggal Ika, UUD 45 dan NKRI sudah tidak sesuai

lagi dengan kondisi sekarang. Untuk itu, Kesbangpol berupaya untuk

memberikan sosialisasi bahwa jika 4 pilar ini hancur, maka otomatis NKRI ini

juga tidak akan bisa berdiri lagi.

Upaya lain untuk menangani konflik sosial yang dilakukannya adalah

bagi Kesbangpol merancang kegiatan Road Show di setiap Kecamatan,

dengan menghadirkan narasumber dari berbagai disiplin ilmu tentang metoda

penanganan konflik, cara penyelesaiannya, serta aturan-aturan yang berlaku

agar masyarakat menjadi sadar. Untuk kelompok yang sudah berkonflik,

Kesbangpol dibawah pimpinannya mencoba menjadi penghubung,

menetralisir dengan silaturahmi, karena konflik menurutnya terjadi karena

Page 52: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 43

komunikasi yang tidak sampai. Kesbangpol juga sudah membentuk Kampung

Toleransi di 14 Kecamatan, dimana disana berbaur berbagai suku, etnis, dan

rumah ibadah. Dalam 1 kelurahan ada berbagai rumah ibadah, dan ternyata

harmonisasi antar umat tercipta dengan baik, dimana dalam kegiatan

keagamaan saling membantu, misalnya saat hendak Natal, umat Nasrani

dibantu umat Islam, sedang saat Idul Fitri, giliran mereka yang membantu. Ini

sudah berjalan kurang lebih hampir 1 tahun, dan kedepan sudah harus

terbentuk di ke 30 kecamatan di Kota Bandung.

Kemudian, di era digital saat ini, dengan banyaknya berita di media

sosial tentang berbagai hal yang tidak benar, masyarakat kadang-kadang

kalau mendapat informasi tidak melakukan “cek dan ricek”, dan langsung

percaya. Kesbangpol dalam hal ini sejak tahun 2016, telah melakukan upaya

perlawanan dengan mendeklarasikan Bandung “Anti Hoax” di seluruh kota

Bandung, sehingga walaupun prosentase masyarakat yang tetap percaya

hoax masih banyak, tapi mereka sudah menerima sosialisasinya. Hal ini

menurutnya menjadi tantangan bagi dirinya yang sudah merasa tua di umur

56, dan akan pensiun dalam 2 lagi. Namun ia seolah-olah mendapatkan

energi lain, sehingga merasa tidak lelah dan tetap bersemangat.

Untuk posisi sekarang ia merasa paling “enjoy”, padahal dulu ia

bercita-cita menjadi tentara, karena ayahnya juga tentara. Pada tahun 1980 ia

sudah masuk ke Akmil di Magelang, namun baru 40 hari sakit tifus, sehingga

dikeluarkan. Ia kemudian menjadi atlit bela diri olah raga silat di Sea Games

selama 10 tahun dan berhasil mendapatkan medali emas, sehingga berhasil

mengibarkan bendera Merah Putih di luar negeri. Ia kemudian mendapat

penghargaan dari pemerintah dan diangkat sebagai PNS propinsi, karena

selalu mewakili Jawa Barat. Menurut dia ini memang sudah jalannya dari

Tuhan, karena kalau mengetahui Tupoksi di Kesbangpol, dari dulu ia sudah

mendaftar menjadi PNS dan minta bekerja di Kesbangpol. Walaupun sering

dicaci oleh masyarakat yang tidak setuju, di maki dan disebut yang tidak

senonoh seperti “anjing” namun ia tetap tenang dan bersabar, karena ia

merasa di bidang inilah ia merasa cocok. Sekarang, pada saat menangani

konflik, bersosialisasi dengan masyarakat, ia merasa mendapat manfaat yang

banyak, karena pihak yang berkonflik bisa dijadikan sahabat oleh tim

Page 53: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 44

Kesbangpol. Ini menimbulkan kepuasan dan kebanggaan baginya, yang tidak

dapat dinilai dengan uang.

Dalam menangani masalah radikalisme, sesuai amanat undang-

undang, Kesbangpol menjadi pembina ormas LSM, sehingga yang

bersangkutan memiliki kekuatan untuk membina dan mendidik ormas-ormas

yang tidak sesuai dengan ideologi negara. Selain itu, untuk mengatasi

masalah radikalisme di kalangan mahasiswa dan pelajar, ia juga menyatakan

memiliki jaringan yang baik di berbagai perguruan tinggi dan SMA se

Bandung. Sehingga katakanlah bila ada piring yang pecah di satu RT pun, ia

pasti mengetahuinya. Kemudian sebagai pembina dari Forum Kewaspadaan

Dini Masyarakat (FKDM) di kota Bandung, yang beranggotakan sekitar 360

anggota dengan hampir 40% nya mantan TNI dan Polri dengan kemampuan

intelijen yang mumpuni, maka ia biasa menerima laporan perkembangan

situasi, sehingga jika terjadi konflik, ia dan staf Kesbangpol dapat membuat

analisis untuk disampaikan pada pimpinan.

Terkait kriteria kepemimpinan yang efektif dalam masyarakat

multikultur, menurutnya haruslah seorang yang memiliki kreativitas dan

inovasi. Ia harus mampu menempatkan dirinya sebagai seorang bapak, mau

mengayomi, tidak menghindar dari berbagai permasalahan, komunikatif dan

selalu bersedia menampung aspirasi publik. Selain itu, harus hadir di

masyarakat, serta memberikan solusi dan manfaat bagi masyarakat dan

warganya, inovatif dalam menawarkan langkah-langkah pembaharuan. Juga

harus menjadi figur yang jujur, pernyataan dan sikap harus sesuai. Selain itu

harus bisa menghargai hasil karya bawahan, serta menghindari KKN dengan

cara menciptakan kesempatan bagi bawahan untuk bersaing. Dengan kata

lain seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yang baik.

Walaupun bergelar doktor, professor, atau pendidikan S2, S3, tapi jika

pola kepemimpinannya tidak diterima, maka kepemimpinannya akan menjadi

tidak efektif. Dan menurut yang bersangkutan ini tidak didapat dari

pendidikan, tetapi alamiah dan terkait bagaimana kedua orang tua nya

membentuk karakter anaknya. Dalam hal ini ia memberi contoh anaknya yang

sudah berhasil menjadi Kapten TNI AD, berkat didikannya yang ia contoh dari

orang tuanya yang anggota tentara. Menurutnya ayahnya adalah seorang

yang keras tetapi tegas, dan disiplin soal waktu. Selain itu, ayahnya juga tidak

Page 54: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 45

pernah mengesampingkan faktor agama, sehingga ia juga mendidik anaknya

dengan dengan dasar-dasar agama yang kuat, agama yang toleran, saling

menyayangi, saling menghormati, dan jangan sampai membenci orang dari

agama lain. Menurutnya inilah yang membentuk kepribadiannya yang menjadi

menghormati keberagaman baik suku, etnis, budaya dan agama.

4.1.2.4. Informan 4.

Informan 4, pria, suku Banten, agama islam, adalah anggota Forum

Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Kelurahan Lagoa, Mitra Jaya 01/

Koja. Yang bersangkutan dipilih menjadi anggota FKDM sejak tahun 2010,

karena ketokohannya sebagai pemuka masyarakat Banten di Jakarta Utara,

serta pernah menjadi wakil RW dari tahun 2006-2013. Ia memang sejak muda

suka berorganisasi dan bermasyarakat, dan menurutnya, jika sudah di latar

belakangi rasa suka, biasanya orang akan melakukan apapun tanpa pamrih,

seperti pada saat jatuh cinta. Dari awalnya suka berorganisasi, dua per tiga

dari waktunya digunakan untuk membantu orang saat terjadi konflik. Dari

sanalah ia mengerti apa yang harus dilakukan saat terjadi konflik antar suku,

dan ternyata ia baru mengetahui bahwa sukunya dianggap garang oleh orang

dari suku lain. Ia jadi menyadari bahwa sukuisme ternyata berperan sangat

penting di Jakarta Utara. Ia juga menyampaikan bahwa ia paling tidak suka

jika konflik yang melibatkan sukunya, ada ormas tertentu yang melabeli

dirinya pendekar Banten, karena seringkali saat ia mencoba mengajak bicara

dalam bahasa Banten, orang yang mengaku-ngaku dari Banten tersebut,

tidak fasih berbicara bahasa Banten. Seiring dengan berjalannya waktu ia

kemudian ditokohkan oleh masyarakat dan kemudian ditunjuk menjadi wakil

oleh Ketua RW setempat.

Jakarta Utara menurutnya adalah daerah dengan istilah Kupat Kumis

(Kumuh Padat Kumuh Miskin) dengan tingkat kepadatan penduduk yang

tinggi sehingga menjadi rawan gesekan. Sebagai contoh, ada RW yang terdiri

dari 18 RT, dan ada pula 1 RT yang terdiri dari 256 KK. Padahal kalau bicara

ideal, satu RT seharusnya terdiri dari 60 KK. Permasalahan yang umum

terjadi di Jakarta Utara adalah banyaknya anak muda yang peminum miras,

dan yang terlalu banyak minum, maupun yang ingin menambah minum

namun kurang uang untuk membeli minum, sama-sama suka membuat

Page 55: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 46

keributan. Masalahnya, mereka berkelompok sesuai suku, sehingga

sukuisme juga sangat berpengaruh dalam konflik-konflik yang terjadi.

Menurut yang bersangkutan, kriteria pemimpin yang efektif untuk

daerahnya antara lain adalah fisik yang mendukung, misalnya tinggi besar,

agar berwibawa. Kemudian untuk di daerah Jakarta Utara, jender juga

menentukan. Ditambah faktor suku dan dari mana seseorang berasal, aspek-

aspek ini menjadi sebuah kesatuan yang perlu dipertimbangkan. Dengan

demikian, walaupun pandai berbicara misalnya, tetapi jika wanita akan kurang

di dengar. Kemudian di lapangan juga dibutuhkan keberanian dan kesabaran,

serta mengingat di Koja masyarakatnya beragam dan seringkali warga tidak

mau mendengar, ia berpendapat pemimpin terkadang harus memakai tangan

besi, karena jika tidak, akan dilecehkan oleh warga.

Terkait pengembangan kepemimpinan, ia berpendapat alamlah yang

melatihnya. Ia menyatakan sudah kenyang mengikuti kursus kepemimpinan,

namun menurutnya kepemimpinan tetap tidak bisa di latih. Menurutnya, jika

ada yang berkata pendidikan formil dapat membentuk kepemimpinan, ini

adalah bohong belaka. Sebagai contoh, gelar Sarjana Sosial tidak ada

artinya, karena gelar itu sesungguhnya hanya bisa didapatkan dari bergaul di

masyarakat. Ia berpendapat kuatnya satu bangsa dapat dilihat dari

karakternya. Manusia yang berkarakter adalah manusia yang bermoral. Kalau

moralnya sudah kuat tidak akan rapuh walaupun ada serangan dari luar.

Untuk itu, orang tua juga perlu menanamkan pendidikan agama sejak dini.

Sebagai contoh, anaknya sejak SD diajarkan jika hendak masuk rumah harus

menyampaikan salam secara Islam.

4.1.2.5. Informan 5.

Informan 5 adalah seorang pria, suku Jawa beragama Islam, Ketua NU

tingkat Kecamatan dan berprofesi juga sebagai ustadz yang mengajar di

Pondok Pesantren Al Muhajirin. Setiap hari Jumat, ia melakukan khotbah

keliling. Materi yang disampaikan adalah tentang kesatuan Islam dan

kebangsaan, Islam yang taat, yang seimbang, yang toleran. Ia selalu

menyampaikan agar jemaatnya bersyukur menjadi orang Indonesia yang

beragam. Sehingga ayat-ayat yang disampaikan, yang pertama adalah

jangan menghina orang yang tidak menyembah Allah, karena ayat ini berasal

Page 56: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 47

dari Kitab Suci Al Qur’an. Selain itu, Hadits Nabi juga mengatakan agar umat

Muslim tidak menyakiti orang non Muslim.

Ia merasa bersyukur karena selama ini para jemaatnya masih

menerima dan menyampaikan rasa terima kasih mereka bahwa tidak seperti

ustadz lain yang mengajarkan kebencian pada pihak lain, ia menyampaikan

hal-hal yang baik. Pada saat awal Reformasi dan terjadi kerusuhan rasial, ia

membuka pesantrennya untuk orang-orang Tionghoa yang ketakutan dan ia

berhasil mengamankan semuanya. Sampai sekarang mereka masih

berhubungan dengan baik dengan dirinya dan ia sangat terkesan atas

persahabatan yang terjadi dengan mereka. Ia menyatakan bahwa ia

diciptakan menjadi orang Jawa dan orang Islam, tanpa ia pernah meminta,

sehingga ia tidak mau membedakan, karena menurutnya itu adalah

pemberian dari dari Allah. Jadi menurut yang bersangkutan intinya, ia

tergerak menjadi juru damai justru karena ajaran agama Islamnya, dan

menurutnya, pondok pesantren yang sesungguhnyalah, adalah yang

mengajarkan toleransi serta menghormati budaya lokal. Atas reputasinya

sebagai juru damai, pada saat ini, ia sering diminta untuk membantu

penyelesaian konflik agama.

Dalam hal kecenderungan radikalisme, menurutnya memang

globalisasi sebagai pintu masuk sumber ajaran transnasional yang radikal,

tidak bisa dihindari, tetapi sebagai tokoh agama ia tidak kendur untuk

mendakwahkan Islam dari berbagai sisi, baik dari sisi budayanya, maupun

dari sisi yang lain, sebagai agama yang menerima agama lain, berdasarkan

sejarah yang sebenarnya tentang agama Islam. Menurutnya, orang-orang

menjadi keras dan tidak mau bergaul lintas budaya karena kurangnya

informasi. Selain itu, setelah Reformasi tahun 1998, pemahaman dari luar

yang keras itu masuk ke Indonesia. Ia bersyukur bahwa sekarang Putra

Mahkota Kerajaan Saudi Arabia yang baru sedang berupaya untuk

menghilangkan pemahaman-pemahaman yang ekstrim dan ada beberapa

lembaga yang dibiayai oleh negara tersebut, sekarang juga membantu untuk

mendukung kegiatan-kegiatan yang mengarah pada keberagaman. Terkait

radikalisme di kalangan milenial, atau mereka yang lahir di era digital

sehingga pemahaman agamanya juga lebih banyak didapat dari internet,

yang menyebabkan mereka berpotensi untuk mengalami radikalisasi sendiri

Page 57: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 48

(self radicalization), menurutnya anak-anak ini masih dapat dirubah, namun

perlu bantuan dari pemerintah, antara lain melalui pemberian ceramah secara

masif, karena masalahnya ada di pemikiran orangnya.

Untuk masalah kepemimpinan di masyarakat multikultur, menurutnya

hal ini bisa dilatihkan. Menurut yang bersangkutan, saat SMP dan SMA ia

banyak bergaul dengan murid dari etnis Tionghoa, sehingga sejak kecil sudah

mendapatkan pendidikan dan pengalaman multikultur. Ia berpendapat potensi

bisa dilatih, di samping didapatkan dari alam, namun butuh waktu yang cukup

lama, dan tidak dapat dalam satu atau dua bulan saja. Selain itu, juga perlu

diobservasi bagaimana seseorang berinteraksi di lapangan, semakin banyak,

maka akan semakin cepat cepat juga perkembangannya. Jadi menurutnya,

pendidikan sebagai titik awal, sebagai pendorong, tetapi tetap untuk menjadi

pemimpin yang sebenarnya, harus belajar di masyarakat.

Terakhir, ia menyampaikan bahwa ada satu jenis pendidikan yang

sampai sekarang bertahan dan tidak menggunakan smartphone, yaitu

pesantren. Para santri selama 6 tahun tidak pernah menggunakan

smartphone di pesantren. Ia juga memperlakukan hal yang sama pada

anaknya, dengan penekanan agar selalu berhati-hati dan bertanya jika

mendapatkan informasi yang berasal dari media sosial. Dengan demikian,

para santri dan anak-anaknya dapat terhindar dari fenomena masa kini, yaitu

orang-orang yang belajar agama dari internet, atau istilahnya “pesantren

kilat”, atau orang-orang yang baru belajar agama, namun sudah berani

menafsirkan secara negatif bagaimana orang lain menjalankan agamanya.

4.1.2.6. Informan 6.

Informan 6 adalah seorang pria Tionghoa, beragama Budha. Dulunya

yang bersangkutan adalah pengusaha spare part, namun saat ini hanya

mengerjakan kegiatan sosial saja di bawah organisasi Walubi Pusat, yang

membidangi masalah sosial. Sebagai pekerja sosial maka ia banyak

melakukan perjalanan keliling dalam rangka penyelenggaraan pengobatan

gratis atau pembagian sembako. Pada dasarnya panggilan jiwanya adalah

untuk bergabung dengan organisasi Budha Suci, yang berorientasi pada

kegiatan sosial, seperti pembagian beras untuk rakyat miskin, maupun

pelaksanaan pengobatan gratis. Sedangkan pada saat di Vihara, ia menjadi

Page 58: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 49

rohaniwan karena memimpin sembahyang. Dalam hal ini, di agama Budha,

karena ritualnya menggunakan beberapa macam alat, ia menjadi pelatih

dalam penggunaanya. Kemudian, sebagai warga Tanjung Priok, ia juga

menjadi perwakilan dari agama Budha di FKUB Jakarta Utara.

Menurut yang bersangkutan, untuk masalah konflik sosial, yang rawan

di daerahnya (Bahari) adalah karena daerah tersebut merupakan sarang

narkoba. Kemudian, masalah lain adalah seolah-olah konflik agama, namun

akar masalah yang sebenarnya adalah hal lain. Sebagai contoh, ada Ketua

RT yang justru memprovokasi warga untuk tidak mau memberi tanda tangan

untuk pendirian sekolah berbasis agama, tetapi ternyata yang bersangkutan

juga diketahui memiliki tempat pendidikan. Hal ini sampai dirapatkan di tingkat

Walikota dan akhirnya yang bersangkutan kalah. Karena itu, yang

bersangkutan tidak cocok untuk menjadi pemimpin karena baru di tingkat RT,

sudah berkehendak menguasai semuanya dan juga kurang membaur dengan

warga. Menurutnya, kalau di agamanya diajarkan hukum Karma, apa yang

dilakukan itulah yang akan diterima.

Terkait dengan fenomena radikalisme di kalangan remaja, ia

berpendapat perlu diajarkan kembali materi budi pekerti di sekolah-sekolah

seperti dahulu. Menurut yang bersangkutan materi pendidikan yang baik,

memiliki peran yang penting dalam menghasilkan anak didik yang berjiwa

pemimpin. Di era masa lalu, saat para murid di sekolah mengetahui guru

datang, meeka akan langsung diam, sedangkan di era sekarang menurutnya

muridnya menjadi lebih galak dari gurunya. Sekarang menurutnya tanpa budi

pekerti, orang dengan mudah menjadi fundamentalis. Contohnya, seorang

Budha yang pindah agama menjadi Kristen, kemudian tidak berani lagi masuk

Vihara, padahal bukan untuk sembahyang tetapi lebih untuk silahturahmi.

Sedangkan untuk bisa toleran dan menghormati agama dan budaya lain,

menurutnya seorang harus mampu menjadi low profile dan dapat masuk

kemana saja.

Selain itu, sebagai anggota FKUB yang bersangkutan juga sering

terlibat dalam mengatasi konflik internal antara sesama penganut agama,

misalnya perebutan lahan atau warisan. Sebagai contoh sebelumnya orang

tuanya memiliki tempat ibadah, tetapi suratnya tidak jelas. Di kemudian hari,

Page 59: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 50

anaknya mencoba menguasai lahan yang ada, dan saat kalah di pengadilan,

yang bersangkutan membawa massa dari luar sehingga terjadi keributan.

Dalam hal ini, yang bersangkutan merasa jika sudah berhasil

membantu menangani konflik, merasakan adanya kepuasan batin, atau

istilahnya merasa passion atau minatnya memang berada disana. Selain itu,

kebetulan masyarakat Budha yang berada di daerahnya berasal dari

kalangan ekonomi kelas bawah, sehingga untuk mengajak umatnya aktif

dalam kegiatan sosial dan mau bergaul dengan kalangan dari etnis dan

agama lain, yang bersangkutan bersama Biksu Budha kerap harus

memberikan ceramah dan kemudian diikuti dengan memberi contoh perilaku

secara nyata, sehingga mereka kemudian bersedia untuk mengikuti contoh

tersebut dan setelah itu dapat ikut menikmati kegiatan tersebut.

Terkait dengan pengembangan kepemimpinan, menurut yang

bersangkutan, bisa dilaksanakan, tetapi tidak bisa melalui kursus-kursus

kepemimpinan yang singkat karena butuh proses.

4.1.2.7. Informan 7.

Informan ke 7 adalah Walikota Bekasi, seorang pria dari suku Sunda,

beragama Islam. Ia dilahirkan pada tanggal 3 Februari 1964 di Bekasi, dan

jika diurut dari silsilah, sudah keturunan ke tujuh yang lahir dan tinggal di

Bekasi dengan sejarah yang panjang. Kakeknya adalah Jawara Bekasi, yang

bersama Pahlawan Nasional yaitu Kyai Haji Noer Ali ikut mempertahankan

Bekasi. Ia pernah berhenti sekolah dan mengurus kerbau sampai 1 tahun

kemudian melanjutkan sekolah sampai lulus SMA, kemudian ia melakukan

berbagai pekerjaan dari mulai menjadi supir, berdagang rokok, sampai

mengangkut pasir dari pertambangan pasir. Hal ini dilakukannya karena ia

merasa bertanggung jawab sebagai anak tertua dengan 5 adik, sehingga ia

ikut membiayai sampai seluruhnya menikah. Ia kemudian melanjutkan ke

perguruan tinggi sampai menyelesaikan S3 di Universitas Pasundan.

Kemampuan kepemimpinan dan manajerialnya diasah dari bawah,

sejak ia mulai bekerja sebagai asisten pergudangan dan supervisor logistik

PT. Halliburton Indonesia untuk seluruh Indonesia. Mengingat untuk

peningkatan karir di Haliburton sebagai suatu perusahaan multinasional dari

Amerika Serikat harus bersedia ditempatkan di seluruh dunia, dan ibunya

Page 60: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 51

meminta apapun yang terjadi untuk tidak keluar dari Bekasi, maka ia

kemudian memutuskan untuk keluar dari Halliburton, walaupun kehidupannya

sudah mapan dengan gaji yang tinggi. Ia kemudian mendirikan perusahaan

swasta dan menjadi Direktur PT. Rampita Aditama Rizki, sebelum diajak

berpolitik. Ia masuk ke ranah politik di saat Era Reformasi, dimulai dari tingkat

kelurahan dan dengan proses yang amat cepat kemudian menjadi Wakil

Sekretaris DPD Golkar, pada saat Golkar sedang mengalami proses

kemunduran yang luar biasa. Ia terpilih untuk periode 1999-2004, dan di

tahun 2004, terpilih sebagai ketua DPRD sampai tahun 2008. Di tahun 2008

ia terpilih bersama Walikota yang lama untuk menjadi Wakil Walikota. Di

tahun 2009 Walikota lama mengalami persoalan hukum karena tertangkap

OTT oleh KPK dan dikenakan hukuman penjara selama enam tahun,

sehingga ia mendapatkan mandat pada tahun 2011 menjadi Plt (Pelaksana

Tugas) Walikota. Kemudian yang bersangkutan menjadi walikota definitif di

tahun 2012, sebelum menang Pilkada di tahun 2013, dan menjadi Walikota

Bekasi sampai dengan sekarang.

Menurutnya, Kota Bekasi dulu memiliki masyarakat yang homogen,

tetapi sejak tahun 80'an ketika dijadikan kota penyanggah DKI Jakarta,

otomatis semua suku dan etnis yang ada di NKRI datang ke Bekasi. Pada

saat terjadi kekosongan pemerintahan di awal Era Reformasi, sangat terasa

kondisi Kota Bekasi yang masyarakatnya sudah menjadi heterogen, dimana

suku yang terbanyak sebesar 40% adalah suku Jawa, disusul oleh 31% suku

Betawi, 18% Sunda, dan sisanya sangat plural. Di tahun 2011, ia

berkomitmen untuk menciptakan kota Bekasi yang maju, aman, dan tidak

mengalami konflik sosial, dan untuk itu ia mendeklarasikan kerukunan antar

umat, sebelum FKUB ada.

Pada saat deklarasi pertama ia mendapatkan banyak tantangan, dan

dianggap sebagai orang gila, karena menurutnya dalam keadaan transisi

pemerintahan politik yang tidak menentu, biasanya kepala daerah tabu untuk

melakukan hal ini, dan jikapun melakukan hanya dianggap proses pencitraan.

Hal ini disebabkan karena saat itu dirasakan sangat sulit bagi umat Kristiani

yang jumlahnya sudah cukup besar karena proses migrasi ke Bekasi, untuk

membuat tempat ibadah. Pada kenyataannya, sekarang di Kota Bekasi sudah

ada hampir 280 tempat ibadah Nasrani yang dipergunakan secara nyata,

Page 61: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 52

namun hanya 80 yang mendapatkan izin, sedangkan sisanya sulit

mendapatkan izin dari masyarakat. Sebagai tindak lanjut dari deklarasi, sejak

2013, secara bertahap, ia melakukan perjalanan keliling. Sebagai contoh, ia

ke Tarutung, ke pusatnya HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), dan oleh

pihak HKBP disampaikan bawah tidak ada walikota dan bupati dari daerah

lain yang berani datang. Setelah itu yang bersangkutan ke Uskupan Agung

Gereja Katholik, dan juga disampaikan bahwa baru kali ini ada walikota yang

berani secara terus menerus mendeklarasikan persatuan umat. Kemudian, ia

juga terus berkeliling, termasuk ke Manado di Gereja Protestan Indonesia

Bethel (GPIB), ke pusat gereja di Pasundan di depan Gambir, ke Pura Hindu,

ke Klenteng Konghucu. Setelah itu, ia mengambil kesimpulan bahwa untuk

membentuk satu pemerintahan di kota yang multietnik seperti di Bekasi, maka

prinsipnya adalah harus ada komitmen dan konsistensi.

Setelah deklarasi pertama, muncul persoalan Ciketing, dimana terjadi

penusukan sehingga menjadi berita nasional. Kejadian di Ciketing memberi

pelajaran baginya untuk memberikan izin pendirian gereja di Kalamiring, Jaka

Sampurna, setelah sebelumnya memberikan izin gereja Galilea di Pekayon,

walaupun kemudian yang bersangkutan di demo. Rata-rata butuh waktu 19

tahun untuk membanugn suatu gereja sampai selesai, sedangkan di

Kalamiring sampai 17 tahun. Yang bersangkutan pernah didemo, dibawakan

keranda, maupun dihujat oleh ormas Forum Pembela Islam (FPI). Tapi

sebenarnya bukan persoalan gereja saja, masjid pun menjadi persoalan. Di

Perumahan Harapan Indah, masjid Al Furqon yang didukung FPI

berkonfrontasi dengan pengembang selama hampir 13 tahun karena masjid

berada di lokasi Fasilitas Umum (Fasum), dan 2 walikota tidak bisa

menyelesaikan, sampai ia bertemu Habib Rizieq di Petamburan, dan

kemudian permasalahan yang ada dapat diselesaikan.

Masalah terbaru terkait konflik agama adalah Gereja Santa Clara, di

Bekasi Utara, dimana yang bersangkutan pernah dikurung di kantornya oleh

pihak yang tidak setuju gereja tersebut dibangun. Dalam hal ini ia

menganggap sebagai kepala daerah ia bertugas untuk berdiri diatas semua

kaki umat dan bersikap adil sebagai pemimpin. Pada saat seluruh proses

diikuti dan izin sudah keluar sesuai ketentuan, maka ia tidak akan mundur

walaupun banyak yang menentang. Dalam hal ini, ia sudah sempat 3 kali

Page 62: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 53

mengembalikan berkas agar prosesnya selesai di lapangan, dan setelah

dinyatakan layak serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum positif,

maka ia mendatangani izinnya. Karena itu, ia berani menyampaikan kepada

umat yang mengurungnya bahwa ia bersedia ditembak kepalanya, tetapi ia

tidak akan mencabut izin nya, kecuali perintah hukum, karena tugas seorang

kepala daerah adalah untuk melaksanakan perintah hukum,

Menurut yang bersangkutan, sistem nilai yang menghargai perbedaan

yang dimilikinya sebagai pimpinan daerah, berdasarkan proses yang panjang

selama hidupnya. Ia selalu menekankan pemikiran yang visioner, jauh ke

depan, secara “out of the box”. Sebagai contoh, dari sisi anggaran, RPJMD

nya di tahun 2018 seharusnya Rp. 4,6 Triliun, tetapi di tahun 2017 sudah Rp

Rp. 5,8 triliun. Kemudian, Bekasi juga sudah punya stadion, sementara tidak

semua daerah memilikinya. Contoh lain, di Kota Bekasi yang penduduknya

mencapai 2,6 juta orang dengan luas hanya 21.000 hektar, memiliki 1.200

masjid untuk umat Islam beribadah, beserta tempat-tempat ibadah lainnya.

Permasalahannya adalah perkembangan Bekasi sudah sangat

dinamis, dibandingkan dengan tahun 80 an kebawah. Saat itu, Bekasi terdiri

dari masyarakat yang homogen, hampir seluruhnya petani dan pedagang,

masyarakat yang agamis, 90% lebih muslim. Sedangkan pada saat ini,

Bekasi sebagai bagian dari NKRI yang ekonominya tumbuh dan berkembang,

dengan masuknya pendatang dari berbagai suku dan keyakinan menjadi

seolah-olah umat agama lain melakukan penyebaran agama selain Islam,

sehingga umat muslim di Bekasi tinggal 82%. Menurutnya, ini adalah paham

yang keliru, karena jika masyarakat Indonesia masih dikungkung dengan

persoalan itu, maka nanti umat muslim yang tinggal di daerah lain sebagai

minoritas akan akan mendapatkan perlakuan yang sama, misalnya seperti di

Papua pasti akan menuntut hal yang sama.

Terkait dengan kepemimpinan, menurut yang bersangkutan seorang

pemimpin harus berani mengambil keputusan. Jika seorang pemimpin takut

mengambil keputusan, maka pemimpin tersebut tidak akan pernah bisa

menciptakan karya monumental untuk membangun proses peradaban. Untuk

itu, pemimpin harus memiliki data yang cukup sehingga tidak takut akan salah

saat mengambil keputusan. Sebagai contoh, ia selalu melakukan cek dan

ricek seperti pada saat persoalan Santa Clara, sampai 3 kali dokumen ia

Page 63: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 54

kembalikan agar prosedurnya benar. Kemudian ada isu gereja Santa Clara

adalah gereja terbesar se Asia Tenggara. Dalam hal ini, jika itu benar,

tentunya sudah lebih besar dari kapasitas Keuskupan Agung Jakarta. Karena

itu, untuk membuktikan, ia kemudian mendatangi Keuskupan Agung Jakarta,

dan bersama-sama Uskup membuktikan bahwa isu itu tidak benar.

Menurutnya, kepemimpinan adalah juga merupakan proses yang

panjang. Ia sudah pernah mengikuti berbagai pelatihan kepemimpinan,

namun yang paling berpengaruh adalah pengalamanya. Sebagai contoh,

dalam bidang pekerjaan, ia merangkak dari bawah, mulai bekerja di

Halliburton hingga puluhan tahun di bidang jasa industri minyak, melihat

bagaimana orang lain, termasuk warga negara asing bekerja dan

menyelesaikan persoalan selama 24 jam. Sebagai orang yang memiliki gelar

akademis S3, ia juga berpendapat pendidikan akademis semata tidak dapat

menciptakan seorang pemimpin, sehingga ia percaya setiap pemimpin sudah

diwariskan dengan kepribadian yang mendukung. Dengan kata lain, karakter

dan perilaku lebih berpengaruh dari pendidikan formal, karena yang

menentukan keberhasilan adalah motivasi, tanggung jawab, bagaimana

menciptakan “trust” serta bagaimana memenuhi apa yang diinginkan oleh

masyarakat. Namun demikian, jika apa yang diinginkan oleh masyarakat tidak

sesuai dengan regulasi dan ketentuan atau aturan yang ada, maka pemimpin

harus bijak dan tetap berpijak pada ketentuan.

Menurutnya adalah mustahil untk dapat memenuhi semua yang

diinginkan oleh masyarakat yang heterogen, dan dari semua persoalan yang

ada di kota multi etnik dan heterogen seperti Bekasi, kebanggaannya adalah

ketika ia sebagai manusia merasa berhasil memberikan dan menempatkan

hak dan derajat warga NKRI di Bekasi secara sama tanpa mempersoalkan

suku, atau keyakinan. Menurutnya adalah tidak tepat dan tidak akan pernah

terjadi untuk mengembalikan masyarakat Bekasi yang heterogen menjadi

homogen seperti masa lalu, seperti yang diinginkan oleh sebagian orang.

Yang bersangkutan merasa bahwa keberhasilan yang paling monumental dari

transformasi aparat Pemkot Bekasi di bawah kepemimpinannya adalah

komitmen yang tinggi dari seluruh stafnya terhadap pluralisme di Kota Bekasi,

sehingga mendapatkan penghargaan Komnas HAM.

Page 64: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 55

4.1.3. Profil Peserta FGD.

FGD diselenggarakan dalam rangka untuk melakukan triangulasi data

terhadap hasil wawancara yang didapatkan dari para informan. Untuk lokasi

wawancara yang tidak dilakukan FGD karena sulitnya melakukan

penjadwalan waktu, seperti di Bandung, trianguasi dilakukan terhadap hasil

wawancara dengan Staf Informan di RW nya maupun Staf Intelijen Kodim

0618/BS Kota Bandung.

4.1.3.1. FGD di Kodim 0507 Kota Bekasi.

Diluar tim peneliti, peserta FGD di Kodim 0507 Bekasi terdiri dari 6

orang anggota FKUB Kota Bekasi, yang terdiri dari Ketua FKUB Bekasi yang

mewakili umat Muslim, Wakil Ketua FKUB sekaligus Ketua MUI Kota Bekasi,

Sekretaris FKUB yang juga mewakili umat Muslim, kemudian pengurus FKUB

yang mewakili umat non Muslim dan terdiri dari perwakilan umat Katolik,

Hindu dan Kristen Protestan, serta didampingi oleh Kepala Staf Kodim 0507

Kota Bekasi.

4.1.3.2. FGD di Kodim 0502 Jakarta Utara.

Diluar tim peneliti, peserta FGD di Kodim 0502 Jakarta Utara terdiri

dari 2 orang perwakilan FKDM, 1 orang perwakilan dari Mitra Jaya Kodim

0502 Jakarta Utara, 3 orang anggota FKUB Jakarta Utara yang terdiri dari

seorang Ketua NU sekaligus pimpinan pondok pesantren Al Muhajirin, satu

orang perwakilan umat Budha serta satu orang Pendeta yang mewakili umat

Kristen Protestan, satu orang dari Pemda Jakarta Utara, yaitu Kasubbid

Ormas dan Kerukunan Masyarakat dari Kesbangpol, serta didampingi oleh

Komandan Kodim 0502 Jakarta Utara.

4.2 Analisis Hasil Penelitian.

Analisis konten dalam penelitian ini dilakukan dengan mengggunakan

fungsi Word Query pada perangkat lunak Nvivo terhadap teks hasil transkripsi

wawancara dengan para informan dan FGD di ketiga wilayah penelitian di

lokasi Kodim 0618/BS Kota Bandung, Kodim 0507 Kota Bekasi dan Kodim

0502 Jakarta Utara, dengan pengelompokan berdasarkan permasalahan

dengan kata kunci “konflik” dan “kepemimpinan”. Kemudian, dilihat kata-kata

Page 65: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 56

yang paling sering muncul dan dapat menggambarkan permasalahan yang

ada akan dibahas, berdasarkan transrikpsi wawancara yang telah dilakukan.

4.2.1 Konflik Sosial Dalam Masyarakat yang Multikultur.

Analisis konten dengan mengggunakan fungsi Word Query pada

perangkat lunak Nvivo terhadap teks hasil transkripsi wawancara dengan

para informan dan FGD di ketiga wilayah penelitian di lokasi Kodim 0618/BS

Kota Bandung, Kodim 0507 Kota Bekasi dan Kodim 0502 Jakarta Utara,

untuk kelompok permasalahan konflik, menghasilkan kata yang paling sering

muncul dan dapat menjelaskan konflik sosial yang terjadi di ketiga lokasi

penelitian yang multikultur adalah “agama”. Jika dilanjutkan dengan analisis

hasil wawancara dan FGD yang telah dilaksanakan, maka memang masalah

utama dalam masyarakat yang heterogen dan multikultur yang ada di

Indonesia saat ini adalah faktor agama, utamanya pendirian tempat ibadah

bagi masyakarat minoritas - dalam hal ini kata “ibadah” juga cukup sering

muncul dalam Word Query. Walaupun mungkin ada faktor lain seperti

masalah perbedaan etnis, namun pada akhirnya yang muncul ke permukaan

adalah masalah perbedaan agama, dengan faktor pemicunya adalah

pendirian tempat ibadah, yang seringkali dipersepsi sebagai penyebaran

agama, dan kemudian disebarluaskan dan dijadikan isu oleh pihak dari luar

komunitas dimana permasalahan awal terjadi. Hal ini terkonfirmasi oleh hasil

Word Query pada permasalahan konlik, yang juga memunculkan kata

“provokator” sebagai salah satu kata yang cukup banyak muncul.

Berikut adalah gambar Word Query yang dihasilkan oleh peringkat

lunak Nvivo dengan permasalahan konflik (perhitungan dapat dilihat di

lampiran).

Page 66: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 57

Gambar 2: Hasil Word Query untuk “Konflik Sosial“

Di Kota Bandung, seperti disampaikan oleh I1, walaupun konflik yang

terjadi di lokasi pemukiman dimana I1 tinggal seolah-olah adalah konflik antar

etnis, dalam hal ini antara etnis non pribumi Tionghoa dengan etnis pribumi,

yang mendasari konflik yang terjadi adalah isu agama. Dalam hal ini, isu

tersebutpun sebenarnya dihembuskan dari luar komunitas masyarakat yang

ada di lokasi tersebut.

“I1, ”Bukan, dari luar.. Seperti yang bilang bahwa bergaul dengan non muslim itu haram”. Pewawancara, “Jadi isu yang digunakan oleh pihak luar itu isu agama atau isu etnis juga, Bu?” I1, ” Agama Neng, sampai ribut. Tidak boleh bergaul jadi pada ketakutan. Sudah bergaul akhirnya mereka sadar enak juga bergaul. Enci-enci semua berkumpul, saya panggil semuanya ibu dalam arisan“... Kemudian saat Natalan orang muslim tidak mau ikut misa acara Natalan karena haram. Saya bilang, bapak Ibu kita bukan ikut misa tapi diundang makan malam. Akhirnya... membuat dua undangan, yang satu untuk umat Kristen dari jam 5, sedangkan untuk umat Muslim dari jam 7 malam setelah Isya’ dan dalam acara tidak ada doa apapun, hanya hiburan saja. Kita memakai topi Natal, Ibu juga pakai, walaupun memakai jilbab”.

Page 67: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 58

Hal yang sama juga disampaikan oleh I2, terkait peran provokator luar

dalam mempolitisir isu agama.

“Ngeri hal ini soalnya kalau sudah konflik agama semua juga berani mati, berani mati!. Sebab kan jaminannya surga gitu kan. Makanya saya berpikir, saya tidak memikirkan surga dan neraka, saya berpikirnya bagaimana Bandung aman, saya mikirnya gitu aja waktu itu ... konflik di Ambon itu kan bukan konflik agama, itu kan konflik seorang kenek mobil yang apalah gitu, yang dipolitisi(r) katanya konflik agama. Konflik agama kan begitu memudahkan, nah yang harus dijaga. Bagi saya tuh, ngga ada lagi konflik agama. Konflik agama sudah banyak simpatisan yang dari mana, bergabung-bergabung dan lebih besar lagi kalau konflik agama.

Selain itu, yang bersangkutan juga menyampaikan bahwa sebenarnya

hal yang sama juga terjadi di daerah lain, dimana agama Islam adalah

merupakan agama minoritas.

“Yang menjadi problem, ...salah satu tugas dari FKUB adalah memberikan rekomendasi pendirian rumah ibadah. Ini se Indonesia menjadi problem. Saya sudah ke Bali dan Medan, dan ternyata yang menjadi pemicu konflik adalah pendirian rumah ibadah. Pendirian rumah ibadah harus ada izin dari masyarakat sekitar minimal 60 orang , untuk pengguna rumah ibadah ada 90 orang. Dan kebanyakan di Bandung adalah pembuatan gereja, dan sudah 31 gereja direkomendasi, masjid 6, vihara 2”.

Satu jawaban mengapa ada resistensi yang tinggi terhadap pendirian

rumah ibadah minoritas di kota Bekasi, disampaikan oleh I7 sebagai berikut.

“Hanya persoalan tadi, persepsi. Kalau ada rumah ibadah ini akan terjadi penyebaran (agama). Saya sudah turun ke gereja-gereja yang sudah puluhan tahun disitu. Tidak ada orang miskin yang mungkin yang 1 kali makan sehari, (kemudian) pindah keyakinan, karena itu adalah urusan hati dengan Sang Pencipta. Makanya di Kota Bekasi tidak ada Kepala Daerah yang tidak menyampaikan, “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat pagi, Salam sejahtera bagi kita semua, Om Swastyastu, Namo Buddhaya, selalu saya terus ucapkan”.

Permasalahannya, perbedaan persepsi ini juga terpicu oleh informasi

yang tidak benar (hoax) yang memang mungkin disebarkan oleh pihak-pihak

tertentu tanpa disaring terlebih dahulu oleh masyarakat yang menerima

infomrasi tersebut. Dalam hal ini, Word Query untuk kelompok permasalahan

konflik memang memunculkan kata “informasi” sebagai kata yang juga

sering muncul dalam kelompok ini.

Page 68: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 59

Berikut adalah pernyataan dari I3 terkait masalah informasi yang

menyebabkan konflik sosial di masyarakat Bandung.

“ada... keterputusan informasi yang tidak mereka terima, sehingga kalau sudah diberikan informasi ya mereka sadar, sehingga hal-hal ini tentunya di Kota Bandung, Alhamdulillah, barangkali dari berbagai kegiatan sosial budaya terutama yang menyangkut ke... pendirian rumah ibadat... Bahkan kami sampai hari ini sudah membentuk Kampung Toleransi, sudah di 14 Kecamatan. Disana berbaur berbagai suku etnis, rumah ibadah. Kemarin kita deklarasi dengan Pak Ketua... Dalam 1 kelurahan itu, disana ada berbagai rumah ibadah, bagaimana harmonisasi antar umatnya tercipta dengan baik”.

Yang bersangkutan juga menyampaikan bahwa informasi yang tidak

utuh tersebut pada dasarnya bersumber pada media sosial.

“Nah, apalagi sekarang era digital dengan banyaknya medsos tentang hal segala macam, ini mereka kadang-kadang kalau mendapat informasi kan tidak dicek dan ricek, langsung percaya. Nah tugas kami disini, sehingga kemarin 2016, kami melakukan suatu langkah yang cukup melawan, yaitu Bandung anti hoax. Kita deklarasikan seluruh kota Bandung, sehingga masyarakat itu walaupun persentasenya yang tetap percaya hoax juga masih banyak, tapi kita punya kewajiban.”

Hal yang sama juga dikonfirmasi oleh peserta FGD di Kodim 0507 Kota

Bekasi yang mewakili umat Kristen Katolik sebagai berikut.

“Di lingkungan RT RW itu, ...saya sendiri juga sudah menyampaikan, kalau bisa di RW itu jangan ada group Whatsapp (WA). Kenapa? Karena itu memasukkan informasi-informasi dari luar kepada kita yang setiap hari bertemu. Ketika sekelompok komunitas yang semakin lebih sering di dunia digital ketimbang tatap muka, itu pengaruh-pengaruh luar jauh lebih dominan. Karena yang nempel di kepala justru lebih banyak yang sensasional, yang lebih mengedepankan perbedaan. Bahwa perbedaan itu buruk. Padahal itu semua kan, industri ya. Ada kelompok yang mendapatkan uang banyak dari industri hoax dan kebencian tersebut. Inilah ...yang terserap oleh mereka sehingga, maka saya pikir, penghalang utama untuk intoleran(si) itu ya keluarga, dari orang tua, bertemu, bahwa "Oh jangan begitu". Tapi ketika orangtuanya juga sudah terlanjur menyerap hal yang hoax seperti itu, yang lebih besar lagi barang kali RT RW seperti itu. Sementara, ...kami ini kan fungsinya bagaimana meminimalisasi potensi konflik yang ada”.

Page 69: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 60

Pernyataan staf dari I1 juga menunjukkan upaya yang sama dari

komunitas untuk meminimalisir pengaruh medsos dalam menyebarkan

informasi negatif tentang agama di RW nya di kota Bandung.

“Mengenai media sosial tadi, kita juga sudah menggunakan grup dalam menyebarkan informasi dan juga kami membuat perjanjian tidak membahas politik di grup atau agama”.

Dalam hal ini, pernyataan dari I7 juga dapat memberikan tilikan (insight)

tentang mengapa kondisi ini sedang dan akan terus terjadi di NKRI, yaitu

terjadinya proses pembangunan yang cepat, yang menyebabkan terjadinya

migrasi internal besar-besaran ke seluruh daerah NKRI yang menjadi pusat-

pusat pertumbuhan seperti yang terjadi di kota Bekasi.

“(Kota Bekasi sudah) tidak bisa dibedakan lagi, sudah seperti bumi dengan langit. Kalau dulu kan dalam tataran tahun 80 an kebawah lah. Itu kan dalam tataran masyarakatnya homogen, mereka petani, mereka pedagang, mereka sebagai masyarakat agamis, karena 90% muslim. Sekarang ini 82% muslim, jadi sisanya adalah yang lain-lain. ...Mulai datangnya berbagai macam suku dan keyakinan di Kota Bekasi, ...seolah-olah ...ada umat ini melakukan ...penyebaran (selain Islam). Ini kan paham yang keliru sebenarnya. kalau masyarakat kita dikungkung dengan persoalan itu, nanti Muslim yang kecil disana juga akan terjadi perlakuan yang sama, bahkan dituntut. "Kami di Irian juga diperlakukan sama". ....Kalau cara berpikir kita dalam satu kesatuan negara ini seperti itu, kapan Indonesia majunya. ...Saya kira dari perspektifnya dari masyarakat yang heterogen ini dikembalikan ke masyarakat homogen, itu tidak akan pernah bisa terjadi. Tapi membuat masyarakat sadar dan taat terhadap suatu sistem, itu yang harus dibentuk oleh kota ini, Republik ini.”

Kota Bandung dan Bekasi, dengan nilai IPM tertinggi yang

menunjukkan tingkat ekonomi yang relatif lebih sejahtera di bandingkan

daerah lainnya di Jawa Barat

4.2.2. Kepemimpinan.

Analisis konten dengan mengggunakan fungsi Word Query pada

perangkat lunak Nvivo terhadap teks hasil transkripsi wawancara dengan

para informan dan FGD di ketiga wilayah penelitian di lokasi Kodim 0618/BS

Kota Bandung, Kodim 0507 Kota Bekasi dan Kodim 0502 Jakarta Utara,

untuk kelompok permasalahan kepemimpinan, menghasilkan kata yang

Page 70: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 61

paling sering muncul dan dapat menjelaskan masalah kepemimpinan di

ketiga lokasi penelitian adalah “karakter”. Jika dilanjutkan dengan analisis

hasil wawancara dan FGD yang telah dilaksanakan, maka memang kriteria

kepemimpinan yang efektif untuk masyarakat multikultur yang ada di

Indonesia saat ini adalah faktor karakter kepribadian.

Di bawah ini adalah gambar Word Query untuk masalah

Kepemimpinan.

Gambar 3 : Word Query masalah Kepemimpinan

Berikut adalah pernyataan dari I3, tentang pembentukan kepemimpinan.

“Ini menyangkut karakter Pak. Pemimpin ini justru terbentuk dari isu kepribadian. Saya pikir banyak yang bergelar Doktor, Profesor, S2, S3, tapi pola pemimpin tidak diterima. Nah ini alami, jadi tidak melalui pendidikan. ...Karena bagaimanakan kedua orang tua ini yang punya beban untuk membentuk karakter anaknya”.

Terkait dengan kepemimpinan di masyarakat yang multikultur, berikut

adalah pernyataan I7.

Page 71: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 62

“Makanya yang harus dibentuk adalah ...karakter yang ingin kita buat. ...Kalau misalkan kita kembalikan pada semboyan hidup para leluhur kita, gotong royong (dan) musyawarah, sebenarnya selesai itu. Tapi bapak kan bisa lihat di Republik ini, Presiden kita saja antara satu dengan yang lain sampe saat ini belum pernah ketemu, duduk, ngopi. Itu kan sebenarnya cerminan”.

Dalam hal ini, karakter juga dianggap penting agar kepemimpinan dapat

efektif untuk mengatasi konflik sosial. Berikut adalah pernyataan dari I4 terkait

hal ini.

“Jadi menurut saya kuatnya satu bangsa dilihat dari karakternya. Manusia yang berkarakter juga manusia yang bermoral. Kalau moralnya sudah kuat tidak serapuh yang tidak (berkarakter), walaupun ada serangan dari luar”.

Dalam hal karakter sebagai sifat bawaan, maka hasil Word Query

berdasarkan lima peringkat teratas yang paling sering muncul dan dianggap

dapat mendukung kepemimpinan yang efektif di masyarakat yang multikultur,

adalah berani/keberanian, kesabaran, ketegasan, ikhlas, dan inovatif (lihat

lampiran).

Berikut pernyataan dari staf I1 dalam menggambarkan keberanian yang

bersangkutan dalam “menceramahi” Seksi Rohani di RW nya yang

sebelumnya sangat anti terhadap perayaan keagamaan lain, sehingga Seksi

Rohani tersebut kemudian berbalik arah dan justru mendukung

kepemimpinannya.

“Yah mungkin bisa ditiru pertama kami mengulang Natal bersama, ada sambutan dari seksi rohani, itu kami terbengong-bengong karena singkatnya (yang bersangkutan menyatakan) “Ini perayaan ulang tahun Nabi Isa, itu kan Nabi kita (25 Nabi), kalau mengurangi satu Nabi bukan Muslim”. ...Berkat pendekatan beliau jadi kami bisa menyelesaikan seluruh masalah. Mungkin yang bisa ditiru adalah berani bicara, berani bertanggung jawab, dan mau melaksanankannya.

Sedangkan I7 sebagai seorang Kepala Daerah di Kota Bekasi

menyampaikan hal berikut.

”Saya yakin bahwa kepemimpinan itu harus punya keberanian dalam menyelesaikan persoalan. Pada saat kepemimpinan itu takut mengambil keputusan, maka tidak akan pernah ada (hal yang) monumental yang dibangun untuk membangun proses peradaban”.

Page 72: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 63

Dalam menangani konflik, seorang pemimpin tentunya harus memiliki

kesabaran. Berikut adalah pernyataan I3 tentang hal ini.

“Artinya bagaimana menangani emosi seseorang, perlu kesabaran (dan) ketenangan. Jadi kalau sama-sama emosi, ya sudah tidak ada penyelesaian. Tetap konflik akan berkepanjangan.

Selanjutnya adalah ketegasan, dimana seorang pemimpin yang efektif

di masyarakat multikultural yang rawan konflik memerlukan sifat bawaan ini.

Berikut adalah pernyataan I3 tentang perlunya ketegasan untuk memimpin

masyarakat yang multikultural.

“Nah itu tergantung kepada pemimpinnya... Memang perpaduan pemimpin dulu dan sekarang harus dikombinasi. Artinya memang ketegasan, kedisiplinan, cara kerja TNI sangat diperlukan, karena pemimpin yang kurang tegas dan disiplin, ...juga tidak menjadi catatan positif bagi masyarakat.”

Berikutnya adalah faktor keikhlasan. Berikut pernyataan dari I1 tentang

keikhlasan.

Itu dari agama dulu pak, harus kuat dasarnya. Keikhlasan sebagai seorang pemimpin, bukan (karena) keuangan. Mau komunikasi dan mendekatkan diri, selain ke Allah dan ke manusia. “

Terakhir adalah sifat inovatif dalam memimpin masyarakat. Dalam

hal ini, I3 menyampaikan sebagai berikut.

“Nah ini membuka ruang-ruang publik, jadi tidak membatasi kreativitas warga. ...hal-hal yang berbau inovasi itu menampung. Jadi artinya menjadi bahan pertimbangan, oh baik ini saran dari masyarakat seperti ini, oke aplikasikan.”

Selanjutnya, untuk pertanyaan apakah kepemimpinan adalah suatu hal

yang dapat dilatihkan atau tidak, maka jawaban dari para informan cukuplah

menarik. Di satu sisi mereka menyatakan bahwa kepemimpinan bersifat

alamiah sehingga tidak dapat dikembangkan. Namun demikian memang

untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan perlu adanya

pelatihan/pendidikan dalam rangka untuk penanaman nilai-nilai dan

peningkatan kompetensi perilaku kepemimpinan. Sedangkan pengalaman

juga dianggap dapat meningkatkan keterampilan lintas budaya – dengan kata

lain dapat meningkatkan kecerdasan budaya.

Page 73: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 64

Berikut adalah beberapa komentar terhadap pertanyaan apakah

kepemimpinan dapat dilatih ?

“I3: Susah, karena ini menyangkut karakter pak. Pemimpin ini justru terbentuk dari isu kepribadian. Saya pikir banyak yang bergelar Doktor, Profesor, S2, S3, tapi pola pemimpin tidak diterima. Nah ini alami, jadi tidak melalui pendidikan.”

I4: Kalau saya jujur yang melatih saya alam. Dari awal saya memang suka berorganisasi. Kalau sudah dilatar belakangi suka, biasanya orang melakukan apapun tidak perlu ada balasan, seperti suka dengan cewe, akan melakukan apapun. Dari mulai saya suka berorganisasi dua per tiganya saya gunakan untuk membantu. Dari sana saya mengerti, oh kita harus begini loh.” “I5: Kalau dari saya bisa pak. Karena yang punya potensi memang bisa dilatih di samping dari alam... Pewawancara: Tetapi harus lama jangka waktunya ya? Kalau saya mau buat kursus kepemimpinan, satu bulan gitu tidak bisa ya? I5: Oh tidak bisa. Pewawancara: Jadi merupakan satu proses ? I5: Ya, jadi bagaimana dia di lapangan ? Semakin banyak maka semakin cepat perkembangannya.”

“I6: Mungkin juga itu budi pekerti. Kayak di sekolah kalau begitu tahu ada guru datang, kan diam. Coba sekarang, galakan murid. Jadi pendidikan itu penting.”

“I7: Banyak juga yang S3 ternyata jalannya juga lambat. Ini mohon maaf ya, kemampuan ...itu tidak bisa ...ditentukan dari pendidikan umum. Ya mungkin setiap pemimpin sudah digariskan dengan persoalan-persoalan kepribadian.”

Sedangkan untuk kemampuan berinteraksi dengan orang dari budaya

lain, atau yang menurut teori memiliki kecerdasan budaya, berikut adalah

pengalaman yang mendasari para informan sehingga dapat memiliki

kepekaan lintas budaya.

“I1: Kami berbeda agama, warna kulit, suku bangsa, tapi kami bergandeng tangan dan bersatu karena slogan kami, ‘Damai Itu Indah’. Buat apa ribut, hidup tidak bisa tenang... Pewawancara: Tapi Ibu pernah ikut pelatihan tidak sehingga bisa menjadi seperti ini?” I1: Tidak ada, hanya naluri dan kasih sayang saja ... Staf I1: Kayaknya memang sudah bakat dididik dari kecil. Beliau hidupnya juga disiplin, tumbuhnya di lingkungan pesantren dan militer.” Pewawancara: Untuk menjadi seorang RW ...ada pelatihan dari

Page 74: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 65

pemerintah? I1: Tidak ada, alamiah, naluri. Naluri sebagai warga Indonesia.”

“I5: Memang globalisasi tidak bisa kita hindari, tapi paling tidak saya sebagai tokoh agama caranya adalah jangan kendur mendakwakan Islam dari berbagai sisi, baik sisi budaya nya maupun sisi yang lain, bahwa Islam adalah agama yang menerima. ...SMP saya bergaul dengan etnis Tionghoa, SMA saya di Gajah Mada (Jakarta Kota), jadi tidak masalah buat saya.”

Dari hasil wawancara tersebut, dapat dilihat bahwa para informan

terekspos pada sistem nilai dan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang

dari budaya lain berdasarkan pengalaman dan pendidikannya di masa

pertumbuhan mereka, sehingga mereka memiliki apa yang disebut

kecerdasan budaya atau kompetensi multikultural.

4.3 Pembahasan

4.3.1 Gambaran Masyarakat.

Persoalan-persoalan sosial yang mendominasi di masyarakat

multikultur di tiga daerah penelitian adalah terutama karena sebagai daerah

yang menjadi pusat pertumbuhan, daerahnya menjadi magnet bagi

datangnya orang-orang dari suku dan keyakinan yang berbeda. Dan sebagai

bagian dari NKRI, hal ini tentunya tidak dapat dihindari. Lambat laun,

masyarakat yang tadinya homogen, kemudian menjadi heterogen dan multi

kultur. Dalam konteks ini, ternyata persoalan yang menonjol adalah

keberadaan umat beragama yang minoritas, terutama dalam hal pendirian

rumah ibadah, yang disebabkan oleh adanya salah penafsiran terkait upaya

penyebaran ajaran agama, serta memang adanya perspesi negatif terhadap

orang lain yang berbeda keyakinan. Hal ini ini diperparah oleh perilaku

masyarakat yang tidak melakukan cek dan ricek terhadap informasi yang

diterima, sehingga mudah tersulut dan terprovokasi oleh isu-isu yang tidak

dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, yang sebenarnya berasal dari

luar komunitasnya.

4.3.2. Gambaran Pemimpin Dalam Masyarakat Multikultur.

Page 75: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 66

Berdasarkan gambaran masyarakat diatas, maka karakteristik

pemimpin yang berhasil mengatasi konflik sosial tersebut adalah mereka

yang memiliki sifat-sifat bawaan antara lain dengan ciri-ciri memiliki

keberanian, kesabaran, ketegasan, ikhlas, dan inovatif. Sesuai teori, maka

dengan sifat-sifat bawaan ini, mereka akan dapat muncul (emerge) atau

memiliki naluri untuk menjadi pemimpin di lingkungan yang multi kultur.

Keberanian menjadi penting karena dalam konteks penelitian ini, masalah

yang banyak muncul adalah masalah agama, utamanya pendirian rumah

ibadah. Tanpa ada keberanian, tidaklah mungkin seorang dapat memimpin

suatu masyarakat yang memiliki potensi perpecahan karena konflik agama,

karena seperti disampaikan oleh salah satu responden, dalam konflik

berbasis agama, semua orang ingin menjaga dan melindungi agamanya. Dan

hanya seorang yang berani dalam meluruskan pandangan di kelompok

agamanya sendiri dan kemudian berani berdamai dengan orang dari

kelompok agama yang lain lah, yang akan muncul sebagai seorang

pemimpin.

Selanjutnya, sistem nilai dan perilaku yang mendukung kepemimpinan

multi kultur juga dibentuk dari pengalaman dan pendidikan di saat-saat

pembentukan jati diri. Para informan menyampaikan bahwa pengalaman

multikultur mereka antara lain didapatkan dari pendidikan orang tuanya yang

TNI, sehingga mereka menghargai perbedaan. Ada juga yang karena

mengikuti pendidikan dimana para muridnya sudah heterogen sejak kecil.

Oleh karena itu, dalam rangka untuk membentuk pemimpin yang multikultur di

Indonesia, seyogyanya sekolah-sekolah Dasar dan Menengah kembali

mengajarkan materi Budi Pekerti dan Pancasila, sehingga penghormatan

terhadap nilai-nilai keberagaman dan toleransi dapat ditanamkan sejak kecil.

Dalam hal ini upaya-upaya inovatif seperti pembentukan Kampung

Toleransi adalah suatu upaya yang segar dan patut didukung, karena akan

dapat memberikan pengalaman bagi warganya untuk mengalami peningkatan

kecerdasan budaya mereka, sehingga mereka akan dapat meningkatkan

kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan orang dari budaya lain.

Page 76: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 67

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dari hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa masalah utama terkait konflik dalam masyarakat

multikultur yang ada di Indonesia adalah karena sebagai akibat dari

pertumbuhan ekonomi, masyarakat yang tadinya homogen telah berubah

menjadi heterogen. Dalam hal ini masalah agama menjadi masalah yang

cukup menonjol, dimana masyarakat pendatang yang memiliki keyakinan

berbeda kemudian berupaya untuk mendirikan tempat ibadah yang kemudian

dipersepsi sebagai upaya untuk mengembangkan agamanya.

Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan yang efektif untuk masyarakat

multikultur di Indonesia di era masa kini. Adapun kriteria pemimpin yang

efektif tersebut, perlu memiliki tiga indikator utama, yaitu

1. Memiliki sifat-sifat bawaan yang sesuai, dalam hal ini untuk

penelitian ini, sifat-sifat bawaan yang ditemukan dapat mendukung

munculnya kepemimpinan di masyarakat multikultur di Indonesia

adalah keberanian, kesabaran, ketegasan, ikhlas, dan inovatif.

2. Mendapatkan sistem nilai yang mendukung keberagaman yang

ditanamkan sejak dini.

3. Menerima pengalaman dan pendidikan yang mendukung

pengembangan kecerdasan budaya sehingga dapat efektif dalam

berinteraksi dengan orang yang berasal dari budaya lain.

Dengan demikian, dalam rangka untuk mengembangkan

kepemimpinan yang efektif untuk masyarakat multikultur di Indonesia, perlu

diperkuat faktor lingkungan yang dapat mendukungnya, seperti dilakukannya

upaya-upaya inovatif seperti yang telah dilakukan di Kota Bandung dalam

bentuk Kampung Toleransi, penanaman kembali nilai-nilai Budi Pekerti dan

Pancasila di sekolah-sekolah Dasar dan Menengah, sertai pelatihan-pelatihan

lainnya yang terkait yang dengan metoda yang sesuai untuk kondisi

masyarakat pada saat ini.

Page 77: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 68

5.2 Saran

Dengan melihat permasalahan yang ada, maka berikut beberapa

saran dan rekomendasi:

5.2.1 Saran Teoritis.

Disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan dalam bentuk penelitian

kuantitatif untuk memvalidasi sifat-sifat bawaan yang sudah dihasilkan dalam

penelitian ini, sehingga hasilnya lebih dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah dan dapat diturunkan kedalam bentuk alat ukur.

5.2.2. Saran Praktis.

1. Mengingat sifat-sifat bawaan relatif bersifat menetap dan sulit

untuk dirubah, disarankan untuk lembaga pemerintah dan pendidikan

menyeleksi tokoh-tokoh potensial yang memiliki sifat-sifat bawaan yang

sudah dihasilkan dalam penelitian ini untuk dikembangkan lebih lanjut

sebagai pemimpin yang efektif.

2. Pemerintah dalam hal ini Kemhan maupun Unhan dapat

melakukan pendidikan Bela Negara yang kurikulumnya mengandung

materi Keberagaman, Budi Pekerti dan Pancasila, dengan contoh-

contoh perilaku seperti yang ditunjukkan oleh para informan dalam

penelitian ini, sehingga sistem nilai peserta yang mendukung

keberagaman dapat terbentuk sejak dini

3. Pemerintah terus mendukung ide-ide inovatif seperti pendirian

Kampung Toleransi dalam rangka untuk memberikan pengalaman pada

warganya tentang hidup bersama dengan orang yang berbeda latar

belakangnya, sehingga akan dapat meningkatkan kecerdasan budaya

warganya.

Page 78: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 69

DAFTAR PUSTAKA Ahern, G. (2003). Theory and Practice: Designing and implementing

coaching/mentoring competencies: a case study. Counselling Psychology Quarterly, 16(4), 373-383.

Ali, A. (2012). Leadership and its Influence in Organizations – A Review of Intellections. International Journal of Learning & Development 2(6), 73-85.

Ang, S., & van Dyne, L. (2008). Conceptualization of cultural intelligence: Defnition, distinctiveness, and nomological network. Dalam S. Ang & L. van Dyne. (Ed). Handbook of cultural intelligence: Theory, measurement, and applications. Armonk, NY: M.E. Sharpe.

Ang, S., van Dyne, L., Koh, C. Ng, K.Y., Templer, K. J., Tay, C., & Chandrasekar, N.A. (2007). Cultural intelligence: Its measurement and effects on cultural judgment and decision making, cultural adaptation and task performance. Management and Organization Review, 3(3), 335–371.

Ang, S., Van Dyne, L., & Tan, M.L. (2011). Cultural intelligence. Dalam R.J. Sternberg & S.B. Kaufman (Ed). Cambridge handbook on intelligence. New York, NY: Cambridge University Press.

Athey, T. R., & Orth, M. S. (1999). Emerging competency methods for the future. Human resource management, 38(3), 215-225.

Badan Pusat Statistik (2010). Kewarganegaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa sehari-hari penduduk Indonesia: Hasil sensus penduduk 2010. Diunduh pada November 18 2017 dari http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/ kewarganegaraan % 20penduduk%20indonesia/index.html

Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2017). Sosial dan Kependudukan. Diunduh pada tanggal 30 Desember 2017, dari https://bandungkota.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2017). Sosial dan Kependudukan. Diunduh pada tanggal 30 Desember 2017, dari https://bekasikota.bps.go.id/

Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Utara (2017). Sosial dan Kependudukan. Diunduh pada tanggal 30 Desember 2017, dari https://jakutkota.bps.go.id/

Bartone, P.T. (2010). Big five personality factors, hardiness, and social judgment as predictors of leader performance. Human Resource Management International Digest,18(1)

Bass, B.M. (1990). Bass & Stogdill’s handbook of leadership: Theory, research, and managerial applications (3rd ed.). New York, NY: Free Press.

Bazeley, P. & Jackson, K. (2013). Qualitative Data Analysis with Nvivo. London: Sage

Bennis, W.G. (1989). On becoming a leader. Cambridge, MA :Perseus Books. Bishop, P. (1999, September 23). Caution is the byword for Australian

peacekeepers. The Daily Telegraph, p.17, 2nd Edition.

Page 79: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 70

Bjorkqvist, K., & Fry, D. P. (1997). Conclusions: Alternatives to violence. Cultural variation in conflict resolution. Alternatives to violence, 243-254.

Black, J. S., Mendenhall, M. E., & Oddou, G. (1991). Toward a comprehensive model of international adjustment: An integration of multiple theoretical perspectives. Academy of Management Review, 16(2), 177-192.

Briscoe & Hall. (1999). Grooming and picking leaders using competency

framework: Do they work? An alternative approach and new guidelines for practice. Organizational Dynamics, Autumn, 37-52.

Bungin, B. S.(2008). Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Byham, W. C. (1982). Dimension of managerial competence. Monograph VI. Pittsburgh, PA: Developmental Dimensions Press.

Carlyle, T. (1888). On Heroes, Hero-Worship and the Heroic in History. New York : Fredrick A. Stokes & Brother.

Chamidah, N. (2013). Peran dan pengaruh penerapan karakter kepemimpinan kyai dan budaya multikultural terhadap kemandirian dan kesejahteraan keluarga pondok pesantren di provinsi Jawa Timur. Tesis Master yang tidak dipublikasikan. Universitas Airlangga.

Chan, K. J., Soh S, Ramaya R. (2011). Military leadership in the 21st century. Singapore: Cengage Learning Asia.

Cheng, C-Y, Mor, S., Wallen, A., & Morris, M. W. (2010). Global identity and expanded cultural cognition as antecedents for global leadership. Makalah yang dipresentasikan pada Academy of Management Annual Meeting, Montreal, Agustus 6-10, 2010.

Chua, R.Y.J., Morris, M.W., & Mor, S. (2010). Collaborating across cultures: The role of cultural metacognition and affect-based trust in creative collaboration. Working Paper. Harvard Business School.

Conger, J. A., & Ready, D. A. (2004). Rethinking leadership competencies. Leader to leader, 2004(32), 41-47.

Creswell, J. W., Hanson, W. E., Clark Plano, V. L., & Morales, A. (2007). Qualitative research designs: Selection and implementation. The counseling psychologist, 35(2), 236-264.

Creswell, J. W., Klassen, A. C., Plano Clark, V. L., & Smith, K. C. (2011). Best practices for mixed methods research in the health sciences. Bethesda (Maryland): National Institutes of Health.

Department of Behavioral Sciences and Leadership (1976). Leadership in Organizations. West Point, NY: United States Military Academy.

Dewi, U. (2013). Karakteristik Kepemimpinan politik Indonesia: Transaksional atau Transformatif ? Dipaparkan pada seminar nasional “Mencari model kepemimpinan profetik transformatif: Menuju Indonesia berdaulat", Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta pada 13 April 2013. Diunduh pada 5 November 2017 dari http://staffnew.uny.ac.id/upload/197712152010122002/ penelitian/KARAKTERISTIK+KEPEMIMPINAN+POLITIK+INDONESIA+revisi.pdf

Page 80: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 71

Denzin, N. (2006). Sociological Methods: A Sourcebook. New Brunswick, N.J.: Aldine Transaction.

Di Giovanni, J. (1999, September 25). Gurkhas tread softly intense city. The Times, p.13.

Du, S., Swaen, V., Lindgreen, A., & Sen, S. (2013). The Roles of Leadership Styles in Corporate Social Responsibility. Journal Business Ethics 114(1), 155-169.

Duffey, T. (2000). Cultural issues in contemporary peacekeeping. Dalam T. Woodhouse & O. Ramsbotham (Ed). Peacekeeping and conflict resolution. London: Frank Cass.

Duryea, M.L. (1992). Conflict and Culture: A Literature Review and Bibliography. Victoria : Institute for Dispute Resolution, University of Victoria.

Earley, P. C., & Ang, S. (2003). Cultural intelligence: Individual interactions across cultures. Stanford, CA: Stanford University Press.

Ericsso, K. A., & Cokely, E. T. (2007). The Making of an Expert. Harvard Bussiness review, 85(11), 147-147

Erzen, E. & Armagan, Y. (2015). The effect of leadership on conflict management. Dalam Engin Karadak (Eds). Leadership and organizational outcomes: Meta-analysis of empirical studies (p. 225-237). Switzerland: Springer International Publishing.

Findlay, T. (2002). The use of force in UN peace operations. New York, NY: Oxford University Press.

Fitton, R. (1993). Development of Strategic-Level Leaders. Fort Lesley McNair, Washington, D.C.: The Industrial College of the Armed Forces, National Defense University.

Fry, D.P. & Björkqvist, K. (1997). Cultural Variation in Conflict Resolution: Alternatives to Violence. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates

Glasl, F. (2004). Ein Handbuch für Führungskräfte, Beraterinnen und Berater. Stuttgart: Verlag Freies Geisteleben.

Goebel, Z. (2013). The idea of ethnicity in Indonesia. Tilburg Papers in Cultures Study, 71.

Hadiyanto, A. (2016). Analisa penyebab terjadinya konflik horizontal di Kalimantan Barat, Opini, 1(3).

Harshman, C. L. & Harshman E. F. (2008). The Gordian Knot of Ethics: Understanding Leadership Effectiveness and Ethical Behavior. Journal of Business Ethics, 78(1), 175-192.

Hidayat, E.R. (2005). A case study of the use of a competency framework in the Australian army for performance management and development. Master of Human Resources Management and Coaching Research Report. University of Sydney, Sydney, Australia.

Hidayat, E.R. (2016). Competency-based assessment center: Selecting future leaders at the Indonesian Army. Dalam S. Rawat (Ed). Military Psychology: International perspectives. New Delhi, India: Rawat Publications.

Hidayat, E.R. (2012). Pilihan moda keputusan dan kompetensi kognitif lintas budaya dalam Operasi Perdamaian Internasional : Studi perbandingan pemelihara perdamaian Indonesia dan Perancis. Disertasi Doktor Psikologi yang tidak dipublikasikan. Depok: Universitas Indonesia.

Page 81: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 72

Hidayat, E. & Susetyo, R. (2017). Leadership in Extreme Situations: Case Study of an Indonesian Special Forces Soldier during the Boxing Day Tsunami. Dalam M.O. Holenweger, M.K. Jager & F. Kernic (Eds). Leadership in Extreme Situations. New York, NY: Springer International Publisher.

Hogan, R., Curphy, G. J., & Hogan, J. (1994). What we know about leadership: Effectiveness and personality, American Psychologist, 49, 493 - 504.

Horner, M. (1997). Leadership theory : Past, present and future. Team Performance Management, 3(4), 270-287.

Hwang, K.K. (1998). Renqing and face: The Chinese power game. Dalam K.K. Hwang (Ed). The Chinese power game. Taipei: Juliu.

Iles, P. (1992). Centres of excellence? Assessment and development centres, managerial competence, and human resource strategies. British Journal of Management, 3(2), 79-90.

Judge, T.A., Bono, J.E., Ilies, R. & Gerhardt, M.W. (2002). Personality and leadership: A qualitative and quantitative review. Journal of Applied Psychology, 87(4), 765-780.

Kalshoven, K., den Hartog, N. D., & de Hoogh, A.H.B. (2011). Ethical Leader Behavior and Big Five Factors of Personality. Journal of Business Ethics 100(2), 349-366.

Karadakal, N. V., Goud, N., & Thomas, P. (2015). Impact of leadership role perspective on conflict resolution styles - a study on small and medium sized entrepreneurs of Karnataka State in India. Journal of Global Entrepreneurship Research 5(1), 1-20.

Kariadi, D. & Suprapto, W. (2017). Membangun kepemimpinan berbasis nilai - nilai Pancasila dalam perspektif masyarakat multikultural, Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan, 3(1), 86 – 96.

Kastanakis, M. & Voyer, Benjamin G. (2014). The effect of culture on perception and cognition: a conceptual framework, Journal of Business Research, 67 (4), 425-433.

Kementerian Dalam Negeri 2017). Data Pokok Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016. Jakarta: Sekretariat Kementerian Dalam Negeri.

Khan, R. N., Ghouri, A. M., Awang, M. (2013). Leadership styles and organizational citizenship behavior in small and medium scale firms, Researchers World: Journal of Arts, Science & Commerce, 4(2), 153-163.

Koentjaraningrat, P. D. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Lord, R. G., De Vader, C. L., & Alliger, G. M. (1986). A meta-analysis of the relation between personality traits and leadership perceptions: An application of validity generalization procedures, Journal of Applied Psychology, 71, 402 - 410.

Lund, M.S. (1996). Preventing violent conflicts. Washington, DC : USIP Press. Markas Bersar Angkatan Darat (2016). Doktrin induk kepemimpinan TNI AD.

Jakarta: Markas Besar Angkatan Darat. Marsiela, A. (2016). Pemkot Bandung: Persyaratan Lengkap, IMB Gereja

Rehoboth Berea Keluar. Diunduh pada 10 November 2017 dari http://www.beritasatu.com/ nasional/354347-pemkot-bandung-persyaratan-lengkap-imb-gereja-rehoboth-berea-keluar.html

Page 82: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 73

Martono, M. (2015). Metode penelitian sosial: Konsep-konsep kunci. Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Matsumoto, D. (2007). Culture, context, and behavior. Journal of Personality, 75(6), 1285–1320

Miles, M. B., Huberman, A. M., & Saldana, J. (2014). Qualitative data analysis: A method sourcebook. CA, US: Sage Publications.

Mor, S., & Morris, M.W. (2010). The role of global identity and cultural frame switching in intercultural inclusiveness. Makalah yang dipaparkan pada 23rd International Association for Conflict Management Annual Conference, Boston, MA, 24-27 Juni, 2010

Moskos, C.C., Williams, J.A. & Segal, D.R. (2000). The Post Modern Military : Armed Forces after the Cold War. New York: Oxford University Press Inc.

Mueller, G. (1958). The Hegel Legend of "Thesis-Antithesis-Synthesis”, Journal of the History of Ideas, 19 (4), 411–414.

Mutis, T, Rahardiansyah, P.T. & Prayitno, H.A. (2007). Keadaban publik: menata masyarakat multikultural yang santun. Jakarta : Universitas Trisakti.

Oakes, P. (2001). The root of all evil in intergroup relations? Unearthing the categorization process. Dalam Rupert Brown & Sam Gaertner (Eds), Blackwell handbook of social psychology: Intergroup processes. Malden, MA: Blackwell.

Ohmae, K. (1990). The Borderless World: Power and strategy in the interlinked economy. New York : Harper Business.

Osland, J. S. (2000). The journey inward: Expatriate hero tales and paradoxes. Human Resource Management, 39(2-3), 227-238.

Parekh, B. C. (2007). Identity, Culture and Dialogue: Liberal Order or Multicultural World. UK: Palgrave Macmillan .

Pedersen, P.B. (2001). The cultural context of peacemaking. Dalam Daniel J. Christie, Richard V. Wagner, & Deborah A. Winter (Eds.), Peace, conflict, and violence: Peace psychology for the 21st century. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Peterson, P. L., & Barnes, C. (1996). Learning together: The challenge of mathematics, equity, and leadership. Phi Delta Kappan, 77(7), 485.

Pitoko, R.A. (2017). Tawuran Dua Kelompok Pemuda di Koja, Satu Orang Tewas. Diunduh pada 30 Oktober 2017 dari http://megapolitan.kompas.com/ read/2017/10/09/22112521/tawuran-dua-kelompok-pemuda-di-koja-satu-orang-tewas

Robbins, S. J. (2013). Organizational behavior: Global edition . Boston: Pearson.

Rothmann, I. & Cary L. Cooper, C.L. (2015). Work and Organizational Psychology. London: Routledge.

Rubinstein, R.A., Keller, D.M. & Scherger, M.E. (2008). Culture and interoperability in integrated missions. International Peacekeeping, 15(4), 540-555.

Rudi, A. (2017). Keteguhan Wali Kota Bekasi Pertahankan Gereja Santa Clara. Diunduh pada tangal 18 November 2017 dari http://megapolitan.kompas.com/ read/2017/03/25/08254701/keteguhan.wali.kota.bekasi.pertahankan.gereja.santa.clara

Page 83: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 74

Rudi, A. (2015). Rumitnya Konflik Sampah Jakarta. Diunduh pada tangal 18 November 2017 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2015/11/05/09195231/Rumitnya. Konflik.Sampah.Jakarta?page=all

Ryacudu, R. Jenderal TNI (2004). Memantapkan wawasan kebangsaan dalam menghadapi perkembangan global dan disintegrasi bangsa. Diunduh pada 17 November 2015 dari www.mabesad.mil.id.

Sharma, M.K. & Jain, S. (2013). Leadership Management: Principles, Models and Theories, Global Journal of Management and Business Studies, 3(3), 309-318.

Shipmann, J., Ash, R., Battista, M., Carr, L., Eyde, H., Hesketh, B., Kehoe, J., Pearlman, K. & Prien, E. (2000). The practice of competency modeling. Personnel Psychology, 53(3), 703-740.

Seiler, S. (2007). Determining factors of intercultural leadership: A theoretical framework. Dalam Cees M. Coops & Tibor S. Tresch (Eds). Cultural challenges in military operations. Rome: NATO Defense College.

Simpson, J.A. (2007). Foundations of interpersonal trust. Dalam Arie W. Kruglanski & E. Tory Higgins (Eds). Social psychology: Handbook of basic principles, 2nd Edition. New York, NY: Guilford Press.

Soeters, J. L., Poponete, C., Page Jr., J.T. (2006). Culture's consequences in the military. In T.W. Britt, A.B. Adler & C.A. Castro (Eds). Military life: The psychology of serving in peace and combat, Vol. 4 Military Culture). Wesport, CT: Praeger.

Sperry, L. (2004). Executive coaching: The essential guide for mental health professionals. Psychology Press.

Stewart, F. (2009 ). Horizontal inequalities as a cause of conflict: A review of CRISE findings, Background Paper for World Development Report.

Sugiarto, R. (2014). Karakteristik Pemimpin Nasional Ideal menurut Pemilih Pemula Yogyakarta. Jurnal Islamic Review, 3(1).

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kualitatif, kuantitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryaman (2010). Analisis Kepemimpinan Multikultural di Sekolah Menengah dalam Upaya Mencegah Fenomena Gegar Budaya: Konteks Indonesia, Sosiohumanika, 3(1), 109 – 122.

Suryohadiprojo, S. (1996). Kepemimpinan ABRI dalam sejarah dan perjuangannya. Jakarta: Intermasa.

Syahmidi, S. (2015). Kepemimpinan Kepala Sekolah Perspektif Multikultural (Studi Kasus di SMA Katolik St. Petrus Kanisius Palangka Raya. Tesis Magister Pendidikan Islam yang tidak dipublikasikan. IAIN Palangka Raya.

Taormina, R.J. (2010). The Art of Leadership: An Evolutionary Perspective, International Journal of Arts Management, 13(1), 41-55.

Thomas, D.C., Elron, E., Stahl, G., Ekelund, B.Z, Ravlin, E.C., Cerdin, J., Poelmans, S., Brislin, R., Pekerti, A., Aycan, Z., Maznevski, M., Au, K., & Lazarova, M.B. (2008). Cultural intelligence: Domain and assessment. International Journal of Cross Cultural Management, 8(2): 123–143.

Tylor, E. B. (1920). Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art, and Custom. London : John Murray.

Page 84: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 75

Wani, H. A. (2011). Understanding Conflict Resolution . International Journal of Humanities and Social Science, 1 (2), 104-111.

Wijanarko, Y. (2017). Aksi Mogok Angkutan Umum se-Bandung Raya Ditunda. Diunduh pada tangal 18 Desember 2018 dari Pikiran Rakyat Online, http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2017/10/09/aksi-mogok-angkutan-umum-se-bandung-raya-ditunda-411142

Wirawan. (2014). Kepemimpinan: Teori, psikologi, perilaku organisasi, aplikasi dan penelitian. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Wulandari, C.R. (2016). Ini 10 Pernyataan Ridwan Kamil Soal Pembubaran KKR Natal 2016 di Sabuga, Pikiran Rakyat, 7 Desember, 2016.

Wustemann, L. (2000). New dimensions to competencies: An interview with Bill Byham. Competency & Emotional Intelligence Quarterly, 8(1), 15-19.

Yanuarti, S. (2017). Diskusi ancaman konflik identitas (SARA) pada tahun 2019. Auditorium LIPI, Jakarta.

Yukl, G.A. (2010). Leadership in Organizations. Upper Saddle River, N.J.: Prentice Hall. Zamana, M. I., & Bhattia, M. N. (2011). The impact of culture and gender on

leadership behavior: Higher education and management.Management Science Letters, 1(4), 531-540.

Page 85: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 76

Dst s.d. Hal 4...

Page 86: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 77

Page 87: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 78

Page 88: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 79

Page 89: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 80

Page 90: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 81

Page 91: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 82

Page 92: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 83

Page 93: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 84

Dst s.d. Hal 10...

Page 94: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 85

Page 95: LAPORAN HASIL PENELITIAN - opac.lib.idu.ac.idopac.lib.idu.ac.id/unhan-ebook/...yang-efektif-untuk-masyarakat... · berbagai lapisan masyarakat yang memiliki akses terhadap teknologi

Laporan Hasil Penelitian Dosen Unhan 2017 86