579
 iii K AJIAN  K ESIAPSIAGAAN  MASYARAKAT D ALAM MENGANTISIPASI  BENCANA GEMPA BUMI  & TSUNAMI

Laporan Kajian Kesiapsiagaan Bencana

Embed Size (px)

Citation preview

KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGANTISIPASI BENCANA GEMPA BUMI & TSUNAMI

iii

TIM KAJIAN

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Jan Sopaheluwakan Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Penulis : Deny Hidayati Haryadi Permana Krishna Pribadi Febrin Ismail Koen Meyers Widayatun Titik Handayani Del Afriadi Bustami Daliyo Fitranita Laila Nagib Ngadi Yugo Kumoro Irina Rafliana Teti Argo

v

KATA PENGANTAR

Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mewakili wilayah yang paling rentan terhadap berbagai bencana alam. Dalam kurang dari dua tahun terakhir, Indonesia mengalami dua bencana gempa bumi yang dahsyat, yaitu gempa Aceh dan Nias disusul tsunami yang kemudian menjadi bencana alam terbesar dalam dekade terakhir. Kemudian gempa Jogjakarta di bulan Mei 2006 yang menelan korban jiwa lebih dari 6500 jiwa serta kerugian harta benda, yang tak ternilai. Catatan sejarah serta temuan-temuan ilmiah semakin meyakinkan potensi pengulangan bencana alam di masa depan di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Minimnya pengetahuan untuk memulai gerakan siaga bencana yang lebih terlembaga dalam masyarakat adalah penyebab utama tingginya korban akibat dinamika proses alam yang terus berlangsung. Kesiapsiagaan bencana juga menjadi kurang optimal dengan insitiatif inisiatif sporadis yang dilakukan oleh berbagai pihak yang peduli untuk mengurangi resiko bencana alam. Hal inilah yang menjadi pemahaman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, bekerja sama dengan UNESCO (United Nations Educational and Scientific Cooperation) yang didukung penuh oleh ISDR (International Strategy for Disaster Reduction) untuk mengembangkan Kerangka Kerja Kajian (Assessment Framework) Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Mengantisipasi Bencana Alam. Kerjasama kemudian digalang, untuk menggagas alat ukur tingkat kesiapsiagaan bencana masyarakat, termasuk pemerintah daerahnya, dalam mengantisipasi bencana alam. Alat ukur ini didesain dengan penekanan pada kesiapsiagaan terhadap potensi gempa serta tsunami. Desain alat ukur mengintegrasikan aspek sosial ekonomi, pendidikan, ekologi lingkungan, geologi, maupun teknik fisik. Namun diupayakan menjadi produk yang cukup generik serta sederhana untuk diterapkan dalam mengukur kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana alam lainnya, seperti banjir, longsor atau badai yang kerap muncul di wilayah pesisir Indonesia. Desain alat ukur dalam sebuah kerangka kerja (assessment framework) yang belum pernah dimiliki Indonesia ini, dikembangkan dengan upaya kerja keras lembaga ilmiah serta perguruan tinggi di Indonesia, diantaranya LIPI, Univeritas Andalas serta Institut Teknologi Bandung. Sejumlah lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah ikut serta dalam proses pengembangannya, diantaranya Bakornas, Palang Merah Indonesia, Departemen Dalam Negeri, Kogami, Departemen Komunikasi dan Informasi, Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, Walhi, Badan Meteorologi dan Geofisika dan lembaga lainnya yang bergerak di bidang kesiapsiagaan masyarakat.LIPI UNESCO/ISDR, 2006

iii

iii

Aksesibilitas alat ukur ini diakomodasi melalui website www.siagabencana.lipi.go.id sehingga semua pihak dapat download informasi, panduan serta alat ukur tingkat individu, hingga komunitas masyarakat, sekolah dan pemerintah. Pengguna alat ukur juga dapat memasukan data hasil pengukuran tingkat kesiapsiagaannya dalam website tersebut, serta menyebarluaskan kebutuhan yang ditemukan berdasarkan temuan temuan lapangan. Dengan memiliki tolok ukur yang jelas serta mengakomodasi faktor faktor kritis yang paling sesuai dengan kondisi kelokalan di Indonesia, upaya dalam menuju peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana yang lebih terarah, menjadi lebih mudah. Tolok ukur ini juga mencerminkan bagaimana upaya membangun gerakan kesiapsiagaan untuk mengurangi resiko bencana yang terlembaga di dalam badan masyarakat, tidak dapat dilakukan oleh satu pihak, namun merupakan sinergi jangka panjang yang konsisten serta kerjasama erat semua pihak yang peduli terhadap kerentanan serta potensi bencana yang masih menghadang di masa depan.

Jakarta, Juni 2006 Prof. Dr. Jan Sopaheluwakan Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

iv

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

KATA PENGANTAR

Dokumen cetak biru ini menyajikan suatu kerangka komprehensif untuk mengukur kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami. Materi yang tercakup di dalamnya meliputi ringkasan hasil uji coba implementasi kerangka tersebut di tiga daerah studi, yaitu Aceh, Padang, dan Bengkulu. Hasil uji coba yang merefleksikan tingkat kesiapsiagaan masyarakat yang tinggal di kota besar, kota menengah, dan desa telah diperbarui dengan masukan teknis dan ilmiah melalui pendekatan holistik dan lintas sektoral. Di samping itu, cetak biru ini memuat hasil studi lapangan tentang pengetahuan dan kearifan lokal yang diwariskan di Pulau Simeuleu sebagai suatu sistem peringatan dini berbasis lokal yang berkontribusi terhadap upaya kesiapsiagaan masyarakat. Terlepas dari komitmen pemerintah dan dukungan dari banyak negara untuk membangun suatu sistem peringatan bahaya tsunami dan bahaya-bahaya lainnya, isu utama yang terkait dengan kesiapsiagaan masyarakat masih perlu difokuskan. Pengembangan dan penggunaan sistem peringatan secara terpusat belum tentu menghasilkan tindakan respon yang diharapkan pada tingkat komunitas. Walaupun masyarakat telah diperingatkan akan terjadinya bencana, mereka mungkin masih ragu-ragu untuk melakukan evakuasi atau tindakan penyelamatan diri lainnya dikarenakan berbagai pertimbangan, seperti hilangnya mata pencaharian kelak. Oleh karena itu, strategi kesiapsiagaan terhadap bencana penting untuk dikembangkan dimana masyarakat dan pihak terkait lainnya diberikan sarana untuk mengukur dan mengenali tingkat kesiapan mereka dalam menghadapi bencana. Dengan begitu, mereka mampu memberikan respon yang tepat pada saat bencana terjadi. Sejalan dengan permintaan Pemerintah Republik Indonesia untuk turut serta mendukung dalam pengembangan sistem peringatan tsunami, UNESCO telah mengembangkan dan melakukan beragam kegiatan seperti penguatan kapasitas dalam pengoperasian teknis sistem peringatan dini bahaya sampai dengan kegiatan penguatan kesiapsiagaan masyarakat. Pada bulan Juni 2005, hasil diskusi antara UNESCO dan LIPI - institusi pemerintah yang ditunjuk oleh Wakil Presiden Republik Indonesia untuk bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan penyadaran publik untuk bencana - untuk memperkuat kesiapsiagaaan masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar pantai barat Pulau Sumatera.

v

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

v

Upaya kesiapsiagaan dapat meminimalkan dampak buruk dari bahaya melalui tindakan pencegahan yang efektif dan tepat. Integrasi pengetahuan lokal, struktur sosial yang berlaku, dan adat setempat ke dalam upaya kesiapsiagaaan masyarakat sangat direkomendasikan untuk memastikan bahwa masyarakat menjadi bagian dari upaya tersebut. Untuk menggarisbawahi pentingnya kesiapsiagaan komunitas sebagai komponen penting dari sistem, UNESCO dan LIPI telah mengembangkan kerjasama Memperkuat Kesiapsiagaan dalam Menghadapi Bencana berbasis Masyarakat di Indonesia yang bertujuan untuk membentuk resiliensi dan kesiapan pada tingkat komunitas terhadap bencana alam dan bencana yang diakibatkan oleh manusia, khususnya bencana gempa bumi dan tsunami. Kegiatan ini dilaksanakan dengan dukungan dari UN-ISDR, Komisi Eropa dan Pemerintah Finlandia, Jerman, Belanda, Norwegia, dan Swedia dibawah inisiatif UN/ISDR Evaluasi dan Penguatan Sistem Peringatan Dini di negara-negara yang terkena bencana Tsunami 26 Desember 2004. Sangat membahagiakan melihat bahwa kegiatan kerjasama LIPI/UNESCO/UN-ISDR telah menghasilkan suatu instrumen/alat ukur yang dapat digunakan dalam upaya pengurangan kerentanan komunitas, khususnya di sepanjang pantai barat Sumatera, Indonesia, terhadap bahaya gempa bumi dan tsunami.

Han Qunli Director a.i. UNESCO Office, Jakarta

vi

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR DIAGRA DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. PENDAHULUAN PENGEMBANGAN FRAMEWORK UNTUK MENILAI KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM 2.1. Konsep Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Bencana Alam 2.1.1. Pengertian 2.1.2. Sifat Kesiapsiagaan 2.1.3. Usaha Peningkatan Kesiapsiagaan 2.1.4. Elemen-elemen Penting Kesiapsiagaan 2.1.5. Sistem Peringatan Dini Proses Pengembangan Framework 2.2.1. 2.2.2. 2.2.3. 2.2.4. 2.2.5. Kajian Faktor-Faktor Kritis Pengembangan Indikator Kesiapsiagaan Masyarakat Pengembangan Instrumen-Instrumen Kajian Uji Coba Framework dan Instrumen-Instrumen Kajian Editing Framework dan Paket Instrumen Kajian Berdasarkan Pembelajaran dari Aceh Besar, Bengkulu dan Padang 1

5

5 7 8 9 9 13 13 17 18 18

vii

2.2.

19 19 30

2.3. 2.4.

Framework Stakeholders Utama Kesiapsiagaan Masyarakat Framework Stakeholders Pendukung Kesiapsiagaan Masyarakat

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

vii

3.

KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT 3.1. Metode 3.1.1. Pengumpulan Data 3.1.2. Pengolahan dan Analisis Data Instrumen 3.2.1. Kuesioner 3.2.2. Panduan Diskusi Terfokus dan Workshop 3.2.3. Pedoman Wawancara Mendalam Sampling 3.3.1. Lokasi 3.3.1.1. Perdesaan Kabupaten Aceh Besar 3.3.1.2. Kota Bengkulu 3.3.1.3. Kota Padang 3.3.2. Responden 3.3.2.1. Perdesaan Kabupaten Aceh Besa 3.3.2.2. Kota Bengkulu 3.3.2.3. Kota Padang Kegiatan Lapangan 3.4.1. Jadwal Kegiatan 3.4.1.1. Perdesaan Kabupaten Aceh Besar 3.4.1.2. Kota Bengkulu 3.4.1.3. Kota Padang 3.4.2. Survei/Angket 3.4.2.1. Perdesaan Kabupaten Aceh Besar 3.4.2.2. Kota Bengkulu 3.4.2.3. Kota Padang Diskusi Kelompok Terfokus 3.4.3.1. Perdesaan Kabupaten Aceh Besar 3.4.3.2. Kota Bengkulu 3.4.3.3. Kota Padang Workshop 3.4.4.1. Kota Bengkulu 3.4.4.2. Kota Padang Wawancara Mendalam 41 42 46 50 50 51 52 52 52 53 54 56 59 59 61 63 67 67 67 71 75 78 78 79 83 84 84 88 89 90 91 94 94

3.2.

3.3.

3.4.

3.4.3.

3.4.4.

3.4.5. viii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

3.4.5.1. 3.4.5.2. 3.4.5.3. 3.4.6.

Perdesaan Kabupaten Aceh Besar Kota Bengkulu Kota Padang

94 96 98 99 99 99 100

Anggota Tim 3.4.6.1. Perdesaan Kabupaten Aceh Besar 3.4.6.2. Kota Bengkulu 3.4.6.3. Kota Padang

4.

HASIL KAJIAN 4.1. Perdesaan Kabupaten Aceh Besar 4.1.1. Karakteristik Lokasi Kajian 4.1.1.1. Kondisi Lingkungan 4.1.1.2. Fasilitas Fisik dan Keamanannya 4.1.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk 107 107 108 115 118 127 127 137 141 143 145 148 148 150 150 153 154 156 156 157 157 174 176 181 184 187

4.1.2. Kesiapsiagaan Individu dan Rumah Tangga 4.1.2.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.1.2.2. Rencana Tanggap Darurat 4.1.2.3. Peringatan Bencana 4.1.2.4. Mobilisasi Sumber Daya 4.1.2.5. Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat 4.1.3. Kesiapsiagaan Pemerintah 4.1.3.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.1.3.2. Kebijakan dan Panduan 4.1.3.3. Rencana Tanggap Darurat 4.1.3.4. Fasilitas Kritis 4.1.3.5. Sistim Peringatan Bencana 4.1.3.6. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya 4.1.3.7. Tingkat Kesiapsiagaan 4.1.4. Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah 4.1.4.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.1.4.2. Kebijakan dan Arahan 4.1.4.3. Rencana Tanggap Darurat 4.1.4.4. Sistim Peringatan 4.1.4.5. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya 4.1.4.6. Tingkat Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah

ix

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

ix

4.1.5.

Stakeholders Pendukung 4.1.5.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.1.5.2. Rencana Tanggap Darurat 4.1.5.3. Sistim Peringatan Bencana 4.1.5.4. Memobilisasi Sumber Daya 4.1.5.5. Kapasitas Dukungan Tantangan 4.1.6.1. Tantangan Berkatian dengan Penggunaan Instrumen 4.1.6.2. Tantangan Berkaitan dengan Pelaksanaan Kajian 4.1.6.3. Tantangan Berkataian dengan Hasil Penelitian 4.1.6.4. Kendalan di Lapangan Sintesa

190 191 192 192 192 193 194 194 195 196 198 198 205 205 205 211 212 220 223 232 235 237 239 242 243 251 256 262 266 269 272 281 282 301 302 312

4.1.6.

4.1.7. 4.2.

Kota Bengkulu 4.2.1. Karakteristik Lokasi Kajian 4.2.1.1. Kondisi Lingkungan 4.2.1.2. Fasilitas Fisik dan Keamanannya 4.2.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk 4.2.2. Kesiapsiagaan Individu dan Rumah Tangga 4.2.2.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.2.2.2. Rencana Tanggap Darurat 4.2.2.3. Peringatan Bencana 4.2.2.4. Mobilisasi Sumber Daya 4.2.2.5. Tingkat Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan Pemerintah 4.2.3.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.2.3.2. Kebijakan dan Panduan 4.2.3.3. Rencana Tanggap Darurat 4.2.3.4. Fasilitas Kritis 4.2.3.5. Sistim Peringatan Bencana 4.2.3.6. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya 4.2.3.7. Tingkat Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah 4.2.4.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.2.4.2. Kebijakan dan Panduan 4.2.4.3. Rencana Tanggap Darurat 4.2.4.4. Sistim Peringatan Bencana

4.2.3.

4.2.4.

x

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

4.2.4.5. 4.2.4.6. 4.2.5.

Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya Tingkat Kesiapsiagaan

317 322 329 329 330 333 333 334 334 335 336 338 341 347 347 347 351 352 359 360 368 370 372 374 378 379 385 386 392 396 398 402 404 405 421 xi

Kesiapsiagaan Stakeholders Pendukung 4.2.5.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.2.5.2. Rencana Tanggap Darurat 4.2.5.3. Sistim Peringatan Bencana 4.2.5.4. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya 4.2.5.5. Dukungan Stakeholders Pendukung Tantangan 4.2.6.1. Pelaksanaan Kajian 4.2.6.1. Penggunaan Instrumen 4.2.6.3. Kendala Di Lapangan Sintesa

4.2.6.

4.2.7. 4.3.

Kota Padang 4.3.1. Karakteristik Lokasi Kajian 4.3.1.1. Kondisi Lingkungan 4.3.1.2. Fasilitas Fisik dan Keamanannya 4.3.1.3. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk 4.3.2. Kesiapsiagaan Individu dan Rumah Tangga 4.3.2.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.3.2.2. Rencana Tanggap Darurat 4.3.2.3. Peringatan Bencana 4.3.2.4. Mobilisasi Sumber Daya 4.3.2.5. Tingkat Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan Pemerintah 4.3.3.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.3.3.2. Kebijakan dan Panduan 4.3.3.3. Rencana Tanggap Darurat 4.3.3.4. Fasilitas Kritis 4.3.3.5. Sistim Peringatan Bencana 4.3.3.6. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya 4.3.3.7. Tingkat Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah 4.3.4.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.3.4.2. Kebijakan dan PanduanLIPI UNESCO/ISDR, 2006

xi

4.3.3.

4.3.4.

4.3.4.3. Rencana Tanggap Darurat 4.3.4.4. Sistim Peringatan Bencana 4.3.4.5. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya 4.3.4.6. Tingkat Kesiapsiagaan 4.3.5. Kesiapsiagaan Stakeholders Pendukung 4.3.5.1. Pengetahuan tentang Bencana 4.3.5.2. Rencana Tanggap Darurat 4.3.5.3. Sistim Peringatan Bencana 4.3.5.4. Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya 4.3.5.5. Dukungan Stakeholders Pendukung 4.3.6. Tantangan dan Kendala 4.3.7. Ringkasan 5. INISIATIF-INISIATIF UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT 5.1. Kebutuhan untuk Mendukung Kesiapsiagaan Masyarakat 5.2. Perdesaan Aceh Besar 5.3. Kota Bengkulu 5.4. Kota Padang 5.5. Kebutuhan yang Perlu Ditindak-lanjuti 5.5.1. Pendidikan dan Kepedulian Masyarakat 5.5.2. Titik Temu antara Sistim Peringatan Bencana dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah/Kota sampai dengan Masyarakat 5.5.2. Kebutuhan Mendesak Spesifik Lokasi KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA 7. 8. UCAPAN TERIMA KASIH LAMPIRAN

423 431 435 441 447 447 450 451 452 455 457 460

465 465 466 469 475 481 481 482 483 485 507 511

6.

xii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xiii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xiii

xiv

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

DAFTAR TABEL

Tabel 3.3.1.1.

Lokasi Penelitian Rumah Tangga Menurut Zona di Kota Bengkulu Lokasi Penelitian Komunitas Sekolah Menurut Zona di Kota Bengkulu Lokasi Penelitian Rumah Tangga Menurut Zona di Kota Padang Lokasi Penelitian Komunitas Sekolah Menurut Zona di Kota Padang Distribusi Responden Menurut Lokasi Penelitian dan Macam Responden, Kabupaten Aceh Besar Jumlah Responden Rumah Tangga Menurut Lokasi dan Zona, Kota Bengkulu Jumlah Responden Guru dan Siswa Menurut Zona dan Tingkatan Sekolah, Kota Bengkulu Jumlah Responden Aparat Pemerintah Menurut Instansi Tempat Kerja di Kota Bengkulu Jumlah Responden Rumah Tangga Menurut Lokasi dan Zona, Kota Padang Jumlah Responden Guru dan Siswa Menurut Zona dan Tingkatan Sekolah, Kota Padang Jumlah Responden Aparat Pemerintah Menurut Instansi Tempat Kerja di Kota Padang

55

Tabel 3.3.1.2.

56 58

Tabel 3.3.1.3. Tabel 3.3.1.4.

59

Tabel 3.3.2.1.

60

Tabel 3.3.2.2.

61

xv

Tabel 3.3.2.3.

62

Tabel 3.3.2.4.

62

Tabel 3.3.2.5.

65

Tabel 3.3.2.6.

66

Tabel 3.3.2.7.

67

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xv

Tabel 3.4.1.1.

Jadwal Kegiatan Kajian di Perdesaan Kabupaten Aceh Barat, 2006 Jadwal Kegiatan Kajian di Kota Bengkulu, 2006 Jadwal Kegiatan Kajian di Kota Padang, 2006 Rekaman Kejadian Gempa Bumi dan Tsunami di Sumatera Rencana Pembangunan Perumahan di Lokasi Studi 2006 Kondisi Prasarana Pendidikan Sebelum Tsunami 2003 dan Sesudah Tsunami 2006 di Lokasi Studi Prasarana Kesehatan Sebelum Tsunami 2003 dan Sesudah Tsunami 2006, di Lokasi Studi Distribusi Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Leupung Sebelum (2003) dan Sesudah Bencana Tsunami (2006) Distribusi Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pulo Aceh Sebelum (2003) dan Sesudah Tsunami (2006) Distribusi Penduduk Menurut Lokasi Studi dan Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan, Tahun 2006 Distribusi Penduduk Menurut Lokasi Studi dan Jenis Pekerjaan (Persen) Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Jenis Kejadian Alam yang Menimbulkan Bencana Alam dan Tingkat Pendidikan Persentase Responden Menurut Tindakan Keluarga Setelah Gempa dan Tsunami 2004 Persentase Responden Menurut Rencana Tindakan Apabila Mendengar Peringatan/ Tanda Bahaya Tsunami Persentase responden yang telah mempersiapkan tabungan, asuransi dan tanah/rumah untuk kewaspadaan terhadap bencana alam dan tsunami

68 71 75 104 116

Tabel 3.4.1.2. Tabel 3.4.1.3. Tabel 4.1. Tabel 4.1.1.2. Tabel 4.1.1.3.

116

Tabel 4.1.1.4.

117

Tabel 4.1.1.5.

119

Tabel 4.1.1.6:

120

Tabel 4.1.1.7

121

Tabel 4.1.1.8

124

Tabel 4.1.2.1.

129 138

Tabel 4.1.2.2.

Tabel 4.1.2.4.

143

Tabel 4.1.2.5.

145

xvi

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Tabel 4.1.2.6.

Indeks kesiapsiagaan individu/rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami menurut tingkat pendidikan Pendapat responden tentang penyebab terjadinya gempa bumi dan ciri-ciri gempa kuat (presentase yang menjawab ya) Persentase responden yang berpendapat bahwa hal-hal berikut akan dilakukan apabila terjadi gempa Pengetahuan Responden tentang Penyebab Gempa Bumi Menurut Kecamatan dan Tingkat Sekolah (Persentase jawaban Ya) Pengetahuan Responden Tentang Ciri-ciri Gempa Kuat Menurut Kecamatan dan Tingkat Sekolah (% jawaban Ya) Pendapatan responden tentang tindakan-tindakan yang akan dilakukan seandainya terjadi tsunami pada waktu sedang mengajar (persentase menjawab ya) Distribusi Responden menurut Kegiatan Yang Pernah Diikuti Lokasi Kajian dan Tingkat Sekolah (%jawaban Ya) Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat Sekolah Menurut Komponen komunitas Sekolah dan Parameter Nilai Indeks Siswa Menurut Lokasi Kajian dan Tingkat Sekolah Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Tingkat Kepadatan Penduduk Menurut Zone dan Kelurahan, Kota Bengkulu, 2005

146

Table 4.1.4.1.

159

Table 4.1.4.2.

161

Tabel 4.1.4.3

167

Tabel 4.1.4.4.

168

Table 4.1.4.5.

178

Tabel 4.1.4.6.

187

Tabel 4.1.4.7.

189 190 xvii

Tabel 4.1.4.8. Tabel 4.2.1.1.

214

Tabel 4.2.1.2.

Komposisi Penduduk Kota Bengkulu Menurut Umur Dan Jenis Kelamin, 2004 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur, Zona dan Kelurahan Daerah Penelitian, Kota Bengkulu, 2005. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan, Zona dan Kelurahan, di Kota Bengkulu, 2005

215

Tabel 4.2.1.3.

216

Tabel 4.2.1.4.

217

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xvii

Tabel 4.2.1.5.

Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian, Zona dan Kelurahan, di Kota Bengkulu, 2005 Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut Kelurahan Sampel dan Zona, di Kota Bengkulu, 2005 Karakteristik Demografi dan Sosial-Ekonomi Responden, Kota Bengkulu, 2006 Pengetahuan Responden Tentang Gempa Bumi Menurut Zona, Kota Bengkulu, 2006 Pengetahuan Responden Tentang Tindakan Yang Harus Dilakukan Apabila Terjadi Gempa Menurut Zona, Kota Bengkulu Pengetahuan Responden Tentang Tsunami Menurut Zona, Kota Bengkulu, 2006 Rencana Tanggap Darurat Bagi Keluarga Menurut Zona, Kota Bengkulu,2006 Sistem/Cara Peringatan Bencana Tsunami Menurut Zona, Kota Bengkulu, 2006 Mobilisasi Sumber Daya Keluarga Responden Menurut Zona, Kota Bengkulu, 2006 Indeks Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Gempa dan Tsunami Menurut Tingkat Pendidikan Responden, Kota Bengkulu, 2006 Pengetahuan Responden Aparat Pemerintah Kota Bengkulu tentang Gempa Bumi Menurut Pendidikan yang Ditamatkan (Presentase yang Menjawab Ya), 2006 Pengetahuan Aparat Pemerintah Kota Bengkulu tentang Tindakan yang Dilakukan Apabila Terjadi Gempa, Menurut Pendidikan yang Ditamatkan, 2006 Pengetahuan Aparat Pemerintah Kota Bengkulu tentang Tsunami Menurut Pendidikan yang Ditamatkan (Persentase yang Menjawab Ya), 2006

218

Tabel 4.2.1.6.

220

Tabel 4.2.2.1.

222

Tabel 4.2.2.2.

227

Tabel 4.2.2.3.

229

Tabel 4.2.2.4.

231

Tabel 4.2.2.5.

234

Tabel 4.2.2.6.

237

Tabel 4.2.2.7.

239

Tabel 4.2.2.8.

242

Tabel 4.2.3.1.

245

Tabel 4.2.3.2.

247

Tabel 4.2.3.3.

248

xviii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Tabel 4.2.3.4.

Sumber Informasi yang Diperoleh Aparat Pemerintah Kota Bengkulu (Persentase yang Menjawab Ya), 2006 Kesiapsiagaan Fasilitas Kritis Kota Bengkulu Untuk Tanggap Darurat Tahun 2006 Pengetahuan dan Tindakan yang Dilakukan Aparat Pemerintah Kota Bengkulu Berkaitan dengan Peringatan Bencana (Presentase yang Menjawab Ya), 2006 Mobilisasi Sumber Daya Aparat Pemerintah Kota Bengkulu (Persentase yang Menjawab Ya), 2006 Nilai Indeks Kesiapsiagaan Pemerintah Kota Bengkulu dalam Mengantisipasi Bencana, 2006 Nilai Indeks Kesiapsiagaan Responden Aparat Pemerintah Menurut Pendidikan Pengetahuan Responden Guru terhadap Gempa (Persentase Guru yang Menjawab Ya) Pengetahuan Responden Guru Mengenai Tindakan yang Harus Dilakukan Apabila Terjadi Gempa (Persentase yang Menjawab Ya) Pengetahuan Guru tentang Tsunami (Persentase Guru yang Menjawab Ya) Pengetahuan Siswa tentang Gempa Bumi (Persentase Siswa yang Menjawab Ya) Pendapat Siswa Mengenai Tindakan yang Harus Dilakukan Apabila Terjadi Gempa (Persentase yang Menjawab Ya) Pengetahuan Siswa tentang Tsunami (Persentase Siswa yang Menjawab Ya) Pendapat Siswa Mengenai Tindakan yang Dilakukan Seandainya Air Laut Tiba-tiba Surut (Persentase Siswa yang Menjawab Ya)

251

Tabel 4.2.3.5.

263

Tabel 4.2.3.6.

268

Tabel 4.2.3.7.

271

Tabel 4.2.3.8.

276

Tabel 4.2.3.9.

280

Tabel 4.2.4.1.

285

Tabel 4.2.4.2.

289 xix 291

Tabel 4.2.4.3.

Tabel 4.2.4.4.

295

Tabel 4.2.4.5.

297

Tabel 4.2.4.6.

298

Tabel 4.2.4.7.

299

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xix

Tabel 4.2.4.8.

Peran Sekolah dan Keinginan Siswa Memberikan Pengetahuan tentang Gempa dan Tsunami Sumber-Sumber Informasi tentang Bencana (Persentase yang Menjawab Ya) Pendapat Siswa Mengenai Tindakan yang Harus Dilakukan untuk Meningkatkan Kewaspadaan terhadap Bencana (Persentase yang Menjawab ya) Rencana Tanggap Darurat di Sekolah Sampel Kota Bengkulu Pendapat Responden Guru mengenai Tindakan yang Harus Dilakukan Seandainya Terjadi Gempa Bumi (Persentase yang menjawab Ya) Pendapat Responden Siswa Mengenai Barang dan Perlengkapan yang Perlu Diselamatkan Jika Terjadi Gempa dan Tsunami (Persentase yang Menjawab Ya) Pengetahuan Responden Siswa Mengenai Keberadaan Peralatan/ perlengkapan yang Berkaitan dengan Rencana Penyelamatan di Sekolah (Persentase yang Menjawab Ya) Jenis Bahan dan Materi tentang Gempa dan Tsunami yang Diperoleh Siswa di Sekolah (Persentase yang Menjawab Ya) Peringatan Bencana di Sekolah Sampel Kota Bengkulu Pengetahuan Responden Guru tentang Cara/Sistem Peringatan Tsunami di Daerahnya dan Tindakan yang Akan Dilakukan Apabila Mendengar Peringatan Pengetahuan Responden Siswa tentang Peringatan Tsunami dan Tindakan yang akan Dilakukan Apabila Mendengar Peringatan Mobilisasi Sumber Daya Sekolah Sampel Kota Bengkulu Partisipasi Guru dalam Pelatihan, Workshop, Seminar tentang Kesiapsiagaan Bencana dan Menginformasikan Pengetahuan pada Masyarakat

300

Tabel 4.2.4.9.

300

Tabel 4.2.4.10.

301 304

Tabel 4.2.4.11. Tabel 4.2.4.12.

306

Tabel 4.2.4.13.

310

Tabel 4.2.4.14.

311

Tabel 4.2.4.15.

312 313

Tabel 4.2.4.16. Tabel 4.2.4.17.

317

Tabel 4.2.4.18.

316 318

Tabel 4.2.4.19. Tabel. 4.2.4.20.

319

xx

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Tabel 4.2.4.21.

Partisipasi Siswa dalam Kegiatan/Latihan/Pertemuan P3K, Simulasi Evakuasi dan Pertemuan/Ceramah tentang Bencana Nilai Indeks Gabungan Tingkat Kesiapsiagaan Sekolah Nilai Indeks Gabungan Tingkat Kesiapsiagaan Guru Nilai Indeks Gabungan Tingkat Kesiapsiagaan Siswa Indeks Kesiapsiagaan Kota Bengkulu untuk Mengantisipasi Bencana Alam Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur Di Kota Padang Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan Menurut Jenis Kelamin Di Kota Padang Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan Menurut Luas Wilayah dan Kepadatan Di Kota Padang

321 326 327 328

Tabel 4.2.4.22. Tabel 4.2.4.23. Tabel 4.2.4.24. Tabel 4.2.7.1.

343

Tabel 4.3.1.3.1.

353

Tabel 4.3.1.3.2.

354

Tabel 4.3.1.3.3.

354

Tabel 4.3.1.3. 4. Jumlah Penduduk Kota Padang Yang Tinggal Di Lokasi/ Zona Rawan Menurut Kecamatan dan Kelurahan Tabel 4.3.1.3.5. Penduduk Kota Padang Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Jumlah Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan Keluarga dan Kecamatan Di Kota Padang Pengetahuan Aparat Tentang Gempa Bumi Menurut Tingkat Pendidikan Pengetahuan Aparat Tentang Tindakan Yang Harus Dilakukan Apabila Terjadi Gempa , Menurut Tingkat Pendidikan Pengetahuan Aparat Tentang Tsunami Menurut Tingkat Pendidikan Resume Indikator Rencana Tanggap Darurat, Kota Padang Tempat Tempat Evakuasi yang telah diidentifikasiLIPI UNESCO/ISDR, 2006

355

357

xxi

Tabel 4.3.1.3.6.

358

Tabel 4.3.3.1.

380

Tabel 4.3.3.2.

382

Tabel 4.3.3. 3.

384 386 388 xxi

Tabel 4.3.3.3.1. Tabel 4.3.3.3.2.

Tabel 4.3.3.3.3.

Resume Kegiatan Tanggap Darurat Tingkat Pemerintah Kecamatan Kesiapsiagaan Fasilitas Kritis Kota Padang Untuk Tanggap Darurat Tindakan Yang Akan Dilakukan Aparat Apabila Mendengar Peringatan Bencana Mobilisasi Sumberdaya Di Kalangan Aparat Menurut Tingkat Pendidikan Nilai Indeks Kesiapsiagaan Kota Padang Sumber Informasi Mengenai Gempa dan Tsunami Menurut Zona dan Tingkat Sekolah Pengetahuan Siswa Tentang Bencana Menurut Zona dan Tingkat Sekolah Tindakan yang dilakukan Siswa untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya tsunami Rencana Kesiapsiagaan Sekolah Menurut Zona Tindakan yang dilakukan guru jika terjadi gempa bumi pada saat mengajar menurut tingkat sekolah Rencana Penyelamatan Siswa Menurut Zona Tindakan yang akan dilakukan guru apabila mendengar peringatan tsunami menurut Zona Mobilisasi Sumber Daya Sekolah Menurut Zona

390

Tabel 4.3.3.4.1.

394

Tabel 4.3.3.5.1.

398

Tabel 4.3.3.6.1.

400 404

Tabel 4.3.3.6.1. Tabel 4.3.4.1.1.

413

Tabel 4.3.4.1.2.

415

Tabel 4.3.4.1.3.

420 424

Tabel 4.3.4.3.1. Tabel 4.3.4.3.2.

428 429

Tabel 4.3.4.3.3. Tabel 4.3.4.4.1.

435 436 439 440 443

Tabel 4.3.4.5.1.

Tabel 4.3.4.5.2. Mobilisasi Sumberdaya Guru Menurut Zona Tabel 4.3.4.5.3. Tabel 4.3.4.6.1. Mobilisasi Siswa Menurut Zona Indeks Tingkat Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah

xxii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Tabel 4.3.4.6.2.

Tingkat Kesiapsiagaan Sekolah Menurut Zona dan Tingkat Sekolah

444

Tabel 4.3.4.6.3. Tingkat Kesiapsiagaan Guru Menurut Zona dan Tingkat Sekolah. Tabel 4.3.4.6.4. Tabel 4.3.5.4.1. Tingkat Kesiapsiagaan Siswa Menurut Zona dan Tingkat Sekolah Resume Kegiatan Mobilisasi Sumberdaya Stakeholder Pendukung Dalam Kesiapsiagaan Kota Padang Nilai Indeks Kesiapsiagaan Rumah Tangga, Komunitas Sekolah dan Pemerintah Dalam Menghadapi Bencana, Kota Padang Kelompok Target Prioritas, Materi yang Diperlukan dan Metode Pendidikan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesiapsiagaan Bencana Alam di Kota Bengkulu Kelompok Target Prioritas, Materi yang Diperlukan dan Metode Pendidikan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesiapsiagaan Bencana Alam di Kota Padang

445 447

455

Tabel 4.3.7.1

463

Tabel 5.3.1.

473

Tabel 5.4.1.

478

xxiii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xxiii

xxiv

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1.2.1. Persentase Responden menurut Pengetahuan Tentang Bencana Alam (N=144) Diagram 4.1.2.2. Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Jenis Kejadian Alam Penyebab Gempa Bumi (N=144) Diagram 4.1.2.3. Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Ciri-ciri Bangunan Tahan Gempa (N=144) Diagram 4.1.2.4. Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Penyebab Tsunami (N=144) Diagram 4.1.2.5. Persentase Responden Menurut Kesiapsiagaan Dalam Menyiapkan Kotak P3K dan Obat-obatan Khusus untuk Pertolongan Pertama (N=144) Diagram 4.1.2.6. Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Adanya Sistem/cara Peringatan Akan Terjadinya Tsunami (N= 144) Diagram 4.1.2.7. Persentase Responden dengan Keikutsertaan Anggota Rumah Tangganya Dalam Pelatihan, Seminar/ Pertemuan Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa dan Tsunami Diagram 4.1.4.1. Persentase Responden Menurut Pengetahuan Tentang Bencana Alam Diagram 4.1.4.2. Persentase Responden Dengan Pengetahuan Tentang Ciri Bangunan/rumah yang Tahan Tsunami Diagram 4.1.4.3. Distribusi Responden Tentang pernah/tidaknya Memberikan Pelajaran Gempa Bumi dan Tsunami Kepada Siswa Diagram 4.1.4.4. Pengetahuan Tentang Bencana Alam Menurut Tingkatan SekolahLIPI UNESCO/ISDR, 2006

128

130

133

134

140 xxv 141

144

158

164 165 166 xxv

Diagram 4.1.4.5. Tindakan Yang Harus Dilakukan Apabila Terjadi Gempa Menurut Tingkatan Sekolah Diagram 4.1.4.6. Distribusi Pengetahuan Siswa Mengenai Apakah Setiap Gempa Dapat Menimbulkan Tsunami Diagram 4.1.4.7. Pendapat Siswa Mengenai Penyebab Terjadinya Tsunami Diagram 4.1.4.8. Distribusi Responden Siswa Mengenai Tindakan Yang Akan Dilakukan Apabila Air Laut Tiba-Tiba Surut Diagram 4.1.4.9. Pendapat Responden Siswa Tentang Tindakan Yang Dilakukan Untuk Kewaspadaan Menurut Tingkatan Sekolah Diagram 4.1.4.10: Pendapat Responden Siswa Tentang Barang Yang Harus Diselamatkan Bila Terjadi Bencana Menurut Tingkatan Sekolah Diagram 4.1.4.11 Pendapat Responden Siswa Mengenai Bahan/Materi Yang Dapat Diperoleh Di Sekolah Diagram 4.1.4.12. Distribusi responden tentang tahu tidaknya sistem/cara peringatan akan terjadinya tsunami di daerah setempat Diagram 4.1.7.1 IndeksKesiapsiagaan Terhadap Bencana untuk Kecamatan di Aceh, 2006 Diagram 4.1.7.2. Kesiapsiagaan Rumah Tangga Terhadap Bencana di Kecamatan, di Aceh 2006 Diagram 4.1.7.3. Indeks Komunitas Menurut Parameter Diagram 4.2.2.1. Pendapat Responden Rumah Tangga Mengenai Arti dari Bencana Alam, 2006 Diagram 4.2.2.2. Persentase Responden Rumah Tangga yang Menjawab ya Mengenai Kejadian Alam yang Dapat Menimbulkan Bencana, 2006 Diagram 4.2.2.3. Persentase Responden Rumah Tangga yang Menjawab ya Mengenai Sumber Informasi Tentang Gempa dan Tsunami, 2006

169

170 171

172

173

180

181

183

199

200 201

223

224

232

xxvi

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Diagram 4.2.2.4. Persentase Responden Rumah Tangga mengenai Pernah atau Tidak Mendengar Peringatan Tsunami, 2006 Diagram 4.2.2.5. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Rumah Tangga di Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.2.6. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menurut Zona, Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.1. Pengertian Bencana Alam Aparat Pemerintah Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.2. Tindakan Aparat Pemerintah Apabila Air Laut Tiba-tiba Surut, 2006 Diagram 4.2.3.3. Sumber Informasi yang Diperoleh Aparat Pemerintah Kota Bengkulu,2006 Diagram 4.2.3.4. Rencana Kesiapsiagaan Aparat Pemerintah Kota Bengkulu Menurut Pendidikan (Persentase Responden yang Menjawab Ya), 2006 Diagram 4.2.3.5. Indeks Kesiapsiagaan Pemerintah di Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.6. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Pemerintah Kota dan Kecamatan serta Aparat di Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.7. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Pemerintah Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.8. Nilai Indeks Rencana Tanggap Darurat Pemerintah Kecamatan di Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.9. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Kebijakan Pemerintah Kecamatan di Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.10. Nilai Indeks Mobilisasi Sumber Daya Pemerintah Kecamatan di Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.2.3.11. Nilai Indeks Pengetahuan Aparat Pemerintah Kota Bengkulu, 2006

236

240

241

244

249

250

262 272

273 276

xxvii

277

278

279

280

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xxvii

Diagram 4.2.4.1. Pendapat Responden Guru Tentang Apa yang Dimaksud dengan Bencana Alam, 2006 Diagram 4.2.4.2. Persentase Responden Siswa yang Menjawab ya Tentang Kejadian Alam yang Dapat Menimbulkan Bencana, 2006 Diagram 4.2.4.3. Sumber Informasi Responden Guru Tentang Kesiapsiagaan Bencana, 2006 Diagram 4.2.4.4. Pendapat Responden Siswa Tentang Apa yang Dimaksud dengan Bencana Alam, 2006 Diagram 4.2.4.5. Persentase Responden Siswa yang Menjawab Ya Tentang Kejadian Alam yang Dapat Menimbulkan Bencana, 2006 Diagram 4.2.4.6. Persentase Responden Guru yang Telah Melakukan Persiapan dalam Rangka Rencana Penyelamatan untuk Kondisi Darurat Bencana, 2006 Diagram 4.2.4.7. Persentase Responden Siswa yang Telah Melakukan Persiapan dalam Rangka Rencana Penyelamatan untuk Kondisi Darurat Bencana, 2006 Diagram 4.2.4.8. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah, 2006 Diagram 4.2.4.9. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah Menurut Kelompok, 2006 Diagram 4.2.7.1. Nilai Indeks Kesiapsiagaan Kota Bengkulu, 2006 Diagram 4.3.2.1.1.Pengetahuan Responden Tentang Bencana Alam Diagram 4.3.2.1.2. Pengetahuan Responden Tentang Ciri-Ciri Bangunan Tahan Gempa Diagram 4.3.21.3. Pendapat Responden Ttg Apakah Gempa Bumi Dapat Menyebabkan Tsunami Diagram 4.3.2.1.4. Pengetahuan Responden Ttg Penyebab Terjadinya Gempa Bumi Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan

283

283

292

293

294

305

308 323

324 342 361

363

364

366

xxviii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Diagram 4.3.2.1.5.

Pengetahuan Responden Tentang Apakah Setiap Gempa Bumi Dapat Menyebabkan Terjadinya Tsunami Menurut Tingkat Pendidikan Rencana Tindakan Yang Dilakukan Rumah Tangga Setelah Terjadi Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias Persiapan Rumah Tangga Terhadap Kemungkinan Terjadinya Bencana Indeks Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menurut Parameter Di Kota Padang. Indeks Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menurut Zona Di Kota Padang Indeks Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menurut Tingkat Pendidikan Di Kota Padang Pengetahuan Aparat Tentang Apakah Gempa Besar Selalu Diikuti Dengan Gempa Kecil Menurut Tingkat Pendidikan Rencana tanggap darurat Aparat Pemerintah Menurut Tingkat Pendidikan Aparat Yang Mengetahui Adanya Peringatan Bencana Aparat Pemerintah Yang Pernah Mengikuti Pelatihan Berkaitan Dengan Kesiapsiagaan Bencana Menurut Tingkat Pendidikan Indeks Kesiapsiagaan Pemerintah Kota Padang Pengetahuan Guru Tentang Bencana Alam Pengetahuan Guru Tentang Keadian Alam Yang Dapat Menimbulkan Bencana. Pengetahuan Guru Tentang Penyebab Terjadinya Gempa Bumi

367

Diagram 4.3.2.2.1.

369

Diagram 4.3.2.4.1.

373

Diagram 4.3.2.5.1.

375

Diagram 4.3.2.5.2.

376

Diagram 4.3.2.5.3

377

Diagram 4.3.3.3.1

381

Diagram 4.3.3.3.3

392 397 xxix

Diagram 4.3.3. 5.1. Diagram 4.3.3.6.2.

401 402 405

Diagram 4.3.3.6.1. Diagram 4.3.4.1.1. Diagram 4.3.4.1.2.

406

Diagram 4.3.4.1.3.

407

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xxix

Diagram 4.3.4.1.4. Diagram 4.3.4.1.5. Diagram 4.3.4.1.6. Diagram 4.3.4.1.7.

Pengetahuan Guru Tentang Bangunan Tahan Tsunami Pengetahuan Guru Tentang Penyebab Tsunami Pengetahuan Guru Tentang Tanda-Tanda Tsunami Pengetahuan Guru Tentang Penyebab Terjadinya Tsunami Menurut Tingkat Sekolah Sosialisasi Tentang Gempa dan Tsunami Pada Murid Menurut Zona dan Tingkat Sekolah Pengetahuan Siswa Tentang Penyebab Terjadinya Gempa Bumi Pengetahuan Siswa Tentang Tindakan yang Dilakukan Bila Terjadi Gempa Pengetahuan Siswa Tentang Penyebab Tsunami Pengetahuan Siswa Tentang Tanda-Tanda Tsunami Pengetahuan Siswa Tentang Penyebab Terjadinya Tsunami Menurut Tingkat sekolah Pengetahuan Siswa Tentang Tanda-Tanda Tsunami Menurut Tingkat Sekolah Sumber Informasi Tentang Gempa dan Tsunami Penyiapan Rencana Evakuasi Menurut Tingkat Zona Penyiapan Rencana Evakuasi Menurut Tingkat sekolah Perencanaan Penyelamatan Guru Menurut Tingkat Sekolah Akses Murid Terhadap Materi Tentang Gempa dan Tsunami di Sekolah Akses Murid Terhadap Fasilitas Penyelamatan Tanggap darurat Menurut Zona

408 409 410

410

Diagram 4.3.4.1.8.

411

Diagram 4.3.4.1.9.

416

Diagram 4.3.4.1.10.

416 417 418

Diagram 4.3.4.1.11. Diagram 4.3.4.1.12. Diagram 4.3.4.1.13.

418

Diagram 4.3.4.1.14

419 421 425 426 427

Diagram 4.3.4.1.15. Diagram 4.3.4.3.1. Diagram 4.3.4.3.2. Diagram 4.3.4.3.3. Diagram 4.3.4.3.4.

430

Diagram 4.3.4.3.3.

430

xxx

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Diagram 4.3.4.4.1.

Akses Sekolah Terhadap Peringatan Bencana Menurut Zona dan Tingkat Sekolah Ketersediaan Peralatan Penyebarluasan Peringatan Bencana Di Sekolah Menurut Zona dan Tingkat Sekolah Pengetahuan Guru Tentang adanya Peringatan bencana Menurut zona dan Tingkat Sekolah Akses Guru Untuk Mengikuti Pelatihan Tentang Bencana Menurut Tingkat Sekolah Mobilisasi Sumber Daya Guru Menurut Zona Indeks Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat Kota Padang Dalam Menghadapi Bencana

431

Diagram 4.3.4.4.2.

432

Diagram 4.3.4.4.3.

434

Diagram 4.3.4.5.1.

439 441 441

Diagram 4.3.4.5.2. Diagram 4.3.4.6.1. Diagram 4.3.7.1.

462

xxxi

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xxxi

xxxii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.1. Gambar 2.1.2.

Kesiapsiagaan dalam Model Siklus Pengelolaan Bencana Kesiapsiagaan dalam Proses Manajemen Bencana (Model Expand-Contract) Sifat Kesiapsiagaan dan Perubahan Cara Pandang Pengurangan Risiko Bencana Mekanisme Peringatan Bencana Frekuensi Ancaman Bencana dan Potensi Peringatan Dini Peta Aceh Besar Peta Kota Bengkulu Peta Kota Padang Unsur Tektonik Daerah Sumatera: Patahan Sumatera (SF) di Daratan Sumatera dan Jalur Gunung Api (Bukit Barisan, segitiga hitam), Zona Sesar Mentawai (MFZ) di Kawasan Lepas Pantai Sumatera Barat Sebaran Gempa Bumi Periode 1973-2004 di Kawasan Indonesia Wilayah Administrasi Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu Peta Topografi Kota Bengkulu Berupa Dataran Pantai, Banjir dan Perbukitan Bergelombang Geologi Daerah Kota BengkuluLIPI UNESCO/ISDR, 2006

6

6

Gambar 2.1.3.

7 10 12 53 54 57 xxxiii

Gambar 2.1.4. Gambar 2.1.5. Gambar 3.3.1.1. Gambar 3.3.1.2. Gambar 3.3.1.3 Gambar 4.1.

103

Gambar 4.2.

104 205

Gambar 4.2.1.1. Gambar 4.2.1.2.

206 206 xxxiii

Gambar 4.2.1.3.

Gambar 4.2.1.4. Gambar 4.2.1.5.

Peta Geologi Detil Kota Bengkulu Penyebaran Jenis Kerusakan Akibat Gempa Bumi Juni 2000 yang Berpusat di Bawah Pulau Enggano Peta topografi daerah Kota Padang dan sekitarnya. Peta sebaran jenis batuan atau geologi daerah Kota Padang Peta Evakuasi Kota Padang Jika Terjadi Tsuami Bagan Aliran Informasi Gempabumi dan Tsunami yang Diharapkan Berfungsi oleh Masyarakat Kota Bengkulu Jaringan Informasi Peringatan Bencana di Kota Padang Konsep Peta Evakuasi Kawasan Utara, Kecamatan Muara Bangka Hulu Peta Evakuasi Kawasan Barat Peta Evakuasi Kawasan Tengah yang Terbagi dalam Dua Zona Peta Evakuasi Kawasan Selatan. Bandara Fatmawati

208

210 347 348 387

Gambar 4.3.1.1.1. Gambar 4.3.1.1.2. Peta 4.3.3.3.1. Gambar 5.3.1.

472 477

Gambar 5.4.1. Gambar 6.1.1.

498 499 500 500

Gambar 6.1.2. Gambar 6.1.3. Gambar 6.1.4.

xxxiv

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

DAFTAR FOTO

Foto 3.4.2.1. Foto 3.4.2.2. Foto 3.4.2.3. Foto 3.4.2.4.

Pelatihan Interviewer di Aceh Besar Interviewer Sedang Mewawancarai Responden Rumah Tangga Pengisian Kuesioner oleh Siswa SD di Lampung Pengisian Kuesioner oleh Siswa Sekolah SD di Kota Bengkulu Pelatihan Supervisor dan Interviewer di Kota Padang Pendapat Peserta FGD Melalui Kartu FGD Masyarakat di Aceh Besar FGD Komunitas Sekolah di Kota Padang FGD MAsyarakat di Kalurahan Lempuing, Bengkulu FGD Komunitas Sekolah di Kota Padang Workshop di Kota Bengkulu Diskusi Kelompok pada Kegiatan di Kota Bengkulu Wawancara dengan Kepala Sekolah Wawancara dengan Ketua RT di Kelurahan Lempuing Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah dan Guru SMA I, Bengkulu

78 78 79

81 83 85 86 88 89 90 92 92 95 97 xxxv

Foto 3.4.2.5. Foto 3.4.3.1. Foto 3.4.3.2. Foto 3.4.3.3. Foto 3.4.3.4 Foto 3.4.3.5. Foto 3.4.4.1. Foto 3.4.4.2. Foto 3.4.5.1 Foto 3.4.5.2. Foto 3.4.5.3

97

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xxxv

Foto 3.4.5.4. Foto 4.1.1.1.

Wawancara dengan Guru-guru SD Pasie Nan Tigo, Padang Kondisi lapangan daerah Kecamatan Leupung: A: Desa Dayah Mamplam; B dan D: Desa Pulot; C: Dusun Matai dan Pulau Breuh, E dan F:Ulee Paya

98

111 112

Foto 4.1.1.1 (G-J). Gambaran kondisi lapangan Desa Gugop, Pulau Breuh. Foto 4.2.1.1A). Kota Bengkulu Dilihat dari Teluk Segara. B). Panorama Kota Bengkulu dan Teluk Segara. C). Dataran Pantai dan Gumuk Pasir Sepanjang Pantai Panjang. D). Morfologi Punggungan dengan KetinggianSekitar +25 m dpl di Daerah Air Sebakul. E). Daerah Danau Dendam Tak Sudah. F). Singkapan Batuan Andesitik di Pager Dewa Singkapan Endapan Batu Lempung Tufaan di Padang Besi. H). Dataran Rawa Sekitar Danau Dendam dan Air Bengkulu dan I) di Teluk Sepang. J). Abrasi Pantai di Daerah Malabro. K) Penahan Abrasi di Teluk Segara

207

Foto 4.2.1.1 G).

209

xxxvi

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

DAFTAR MATRIKS

Matriks 2.3.1.

Framework Kesiapsiagaan Individu dan Rumah Tangga dalam Mengantisipasi Bencana Alam Framework Kesiapsiagaan Pemerintah Kota/Kabupaten dalam Mengantisipasi Bencana Alam Framework Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah dalam Mengantisipasi Bencana Alam Framework Peran Stakeholders Pendukung dalam Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat untuk Mengantisipasi Bencana Alam

20

Matriks 2.3.2.

23

Matriks 2.3.3.

28

Matriks 2.4.

31

xxxvii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

xxxvii

xxxviii

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

1

PENDAHULUAN

Bencana kembali melanda merupakan judul berita yang sering kita baca di berbagai surat kabar pada tahun-tahun terakhir. Tsunami, gempa bumi, gunung meletus, longsor, banjir, dan kekeringan, menjadi berita utama di halaman depan berbagai surat kabar. Apa yang dimunculkan oleh media membuat kita merasa bahwa dunia ini telah menjadi tempat yang semakin tidak aman untuk dihuni. Dampak bencana yang dirasakan juga semakin parah, disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk diantaranya meningkatnya jumlah populasi penduduk yang tinggal di daerah yang rentan bahaya, rendahnya tingkat kesiapsiagaan dan upaya mitigasi di tingkat pemerintahan serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam upaya mempersiapkan diri menghadapi bencana. Perkembangan teknologi media yang berdampak pada pergerakan arus informasi tentang bencana yang terjadi dapat menarik perhatian jutaan penduduk di dunia dalam hitungan jam. Posisi yang strategis pada zona rawan bencana alam, membuat Indonesia harus kehilangan ratusan ribu penduduk dalam jangka waktu satu dekade terakhir akibat badai tropis, banjir, tsunami, gempa bumi, gunung meletus, longsor dan kekeringan. Walaupun respon secara cepat dan efektif telah diupayakan seoptimal mungkin, namun dampak psikologis dan sosio-ekonomi jangka panjang dari bencana dapat terus menghantui komunitas yang terkena bencana dalam waktu relatif lama setelah bencana tersebut terjadi. Dari pengalaman sebelumnya terlihat bahwa bencana seringkali dipandang sebagai suatu kejadian yang terjadi secara acak, dimana respon yang reaktif hanya dibutuhkan ketika bencana terjadi. Fakta sejarah dan bukti empiris membuktikan bahwa banyak peristiwa bencana alam yang berulang dan seringkali terjadi secara periodik pada wilayah tertentu. Walaupun sulit memprediksi waktu dan skala intensitas suatu kejadian dengan tepat di masa depan, namun pemerintah dan masyarakat dapat melakukan suatu tindakan pencegahan yang telah terbukti berdampak positif dalam kaitannya dengan upaya mitigasi terhadap konsekuensi yang mungkin terjadi. Hingga saat ini, manajemen bencana seringkali hanya sebatas respon-respon reaktif jangka pendek dan kurang berorientasi pada tindakan proaktif kesiapsiagaan serta upaya mitigasi jangka panjang. Dengan tindakan pencegahan yang tepat, keadaan bahaya diupayakan tidak selalu berakhir dengan bencana. Tindakan pencegahan lebih baik daripada tindakan penanggulangan, mengingat adaptasi masyarakat terhadap bencana alam akan selalu menjadi tantangan dalam kaitannya terhadap tindakan respon, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Perkiraan biaya rekonstruksi yang dibutuhkan dalam menanggulangi dampak bencana di Aceh dan Jogjakarta adalah sejumlah US$6,000,000,000 dan US$3,000,000,000 (sumber: Bank Dunia). Biaya tersebut sebenarnyaLIPI UNESCO/ISDR, 2006

1

1

dapat dikurangi andai saja terdapat skema kesiapsiagaan dan mitigasi yang telah diterapkan sebelum bencana terjadi. Berdasarkan laporan IEG-Bank Dunia, Bahaya alam, risiko terhadap pembangunan, setiap US$1 yang dikeluarkan untuk tindakan pencegahan dapat menghemat biaya yang diakibatkan oleh kerusakan sebesar US$40. Berdasarkan laporan yang sama, biaya yang dikeluarkan untuk bencana alam semakin meningkat dengan berjalannya waktu. Dalam kurs dolar konstan, biaya untuk bencana antara kurun waktu 1990 dan 1999 ($652 milyar berupa kerugian materi) adalah 15 kali lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan antara kurun waktu 1950 dan 1959 ($38 milyar pada nilai tukar tahun 1998). Meningkatnya biaya tersebut dikarenakan berbagai hal, termasuk pertumbuhan pada bidang infrastruktur, perubahan dan perkembangan sosial, dan peningkatan aktivitas ekonomi di daerah rawan bencana. Masalah ekonomi yang berkaitan dengan bencana merupakan suatu faktor penting yang patut diperhitungkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, karena harga yang harus dibayar akibat bencana sangat ditentukan oleh kemampuan mitigasi, kesiapsiagaan, dan respon terhadap suatu kejadian. Pengalaman dari berbagai kejadian bencana menunjukkan bahwa mereka yang tergolong miskin cenderung lebih rentan terhadap bencana dan juga memiliki kecenderungan yang lebih besar terkena dampak penderitaan akibat bencana dalam jangka panjang hal ini menekankan pentingnya hubungan intrinsik antara penanggulangan bencana dan pembangunan yang berkesinambungan. Hingga saat ini, masih terdapat keengganan dan pengabaian terhadap pentingnya melakukan tindakan investasi dalam kegiatan kesiapsiagaan bencana karena tidak ada manfaat langsung yang terukur dari pengeluaran sejumlah biaya untuk kegiatan tersebut. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa tindakan manajemen bencana yang dilakukan sekarang , masih lebih berfokus pada upaya responsif dibandingkan upaya mitigasi dan kesiapsiagaan. Kelemahan tersebut tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, seperti juga halnya tergambar pada dampak badai Katrina, ini menunjukkan adanya suatu kebutuhan untuk segera mengevaluasi pendekatan-pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai bencana dan mengubah paradigma dari upaya respon menuju upaya pengurangan risiko. Walaupun telah ada peningkatan minat dan dukungan terhadap upaya pengurangan risiko, transisi sikap dari masyarakat yang responsif terhadap bencana menuju masyarakat yang siapsiaga menghadapi bencana tidak hanya bergantung dari komitmen pemerintah, tetapi juga membutuhkan dukungan masyarakat secara menyeluruh. Terbentuknya masyarakat yang siapsiaga dalam menghadapi bencana merupakan hal penting bagi negara seperti Indonesia. Berdasarkan berbagai faktor, misalnya letak geografis, Indonesia terletak pada lokasi yang rentan terhadap berbagai jenis bencana alam, seperti:gempa bumi, tsunami, gunung meletus, longsor, kekeringan, dan banjir, yang melanda Indonesia hanya dalam kurun waktu Desember 2004 hingga Juli 2006. Dengan menyandang status sebagai negara yang rawan bencana, masyarakat Indonesia penting mempelajari cara hidup di tengah bahaya. Membangun budaya ketahanan masyarakat dalam menghadapi dan mencegah dampak bencana memerlukan intervensi yang inovatif, tepat, ekonomis, logis, berorientasi pada manusia dan kebutuhannya.

2

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Visi dari pembangunan ketahanan masyarakat masyarakat perlu diintegrasikan ke dalam visi pembangunan bangsa. Seperti yang telah ditunjukkan pada kasus Aceh dan Jogjakarta, bencana dapat menimbulkan dampak yang serius pada komunitas sekitar dan bahkan pada negara, baik dalam ruang lingkup struktur sosial maupun perkembangan ekonomi. Karena bahaya tidak dipandang sebagai prioritas sosial hingga saat bencana datang melanda, prioritas tersebut ditempatkan pada hal-hal lain seperti penghidupan dan ekonomi dalam agenda pemerintahan dan masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan mengintegrasikan risiko-risiko bahaya ke dalam agenda pembangunan suatu negara berarti negara tersebut melakukan suatu tindakan yang mengandung nilai strategis. Pembangunan berkesinambungan harus dilakukan melalui pendekatan-pendekatan tertentu yang dapat mengurangi terjadinya dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat bencana pada komunitas dan negaranya. Konferensi Dunia tentang Upaya Pengurngan Risiko Bencana pada tahun 2005 menghasilkan Kerangka Aksi Hyogo 20052015, dengan tema Membangun Ketahanan Negara dan Masyarakat terhadap Bencana menekankan bahwa berbagai upaya untuk mengurangi risiko bencana seyogyanya terintegrasi secara sistematis dalam kebijaksanaan, perencanaan, dan program bagi pembangunan berkesinambungan dan pengurangan kemiskinan. Konferensi tersebut mengadopsi 5 (lima) prioritas tindakan sebagai berikut: 1. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana ditempatkan sebagai prioritas nasional dan lokal dengan dasar institusional yang kuat dalam pelaksanaannya. 2. Mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan pemanfaatan peringatan dini. 3. Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya aman dan ketahanan pada semua tingkatan. 4. Mengurangi faktor-faktor risiko dasar. 5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana dengan respon yang efektif pada semua tingkatan. Konferensi Dunia mengenai Upaya Pengurangan Risiko Bencana juga menyebutkan bahwa dalam pendekatan-pendekatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, organisasi negara, bagian/regional, dan internasional berikut pelaku lainnya yang terlibat harus memperhitungkan aktivitas-aktivitas kunci yang termasuk dalam 5(lima) prioritas tindakan tersebut dan harus mengimplementasikan prioritas tersebut, setepat mungkin, sesuai situasi dan kondisi serta kapasitas masing-masing. Kelima prioritas tindakan di atas jelas memerlukan komitmen dari para pelaku dan pihak terkait, termasuk pemerintah nasional dan lokal, organisasi-organisasi internasional, warga negara, sektor swasta, dan komunitas ilmuwan. Komunitas ilmuwan dapat menawarkan landasan yang terpercaya melalui penelitian tentang bahaya dan bencana, juga melalui informasi relevan yang dihasilkan berkaitan dengan risiko-risiko, sebab dan akibat, dan cara-cara untuk menanggulangi bencana. Indonesia memiliki komunitas ilmuwan dari berbagai institusi yang secara moral terpanggil untuk turut serta membantu Membangun Ketahanan Negara dan Masyarakat terhadap Bencana, di bawah Kerangka Aksi Hyogo. Landasan ilmiah ini memberikan suatu pendekatan yang potensialLIPI UNESCO/ISDR, 2006

3

3

bagi pertukaran pengetahuan melalui kerja sama antar institusi, dan berkembangnya ide-ide dan konsep inovatif yang tepat secara lokal dalam kaitannya dengan manajemen bencana. Dengan dukungan dari UN-ISDR, dan bermitra dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), UNESCO telah memulai sebuah kegiatan untuk memperkuat kerjasama ilmiah selatanselatan mengenai manajemen bencana. Menyatukan sejumlah institusi-institusi ilmiah, universitas, dan organisasi lokal seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Andalas-Padang (UNAND), Universitas Bengkulu (UniB), di bawah bendera LIPI, kegiatan ini berfungsi sebagai katalisator bagi berbagai pendekatan inovatif terhadap manajemen bencana, dengan penekanan utama pada komponen kesiapsiagaan. Dengan dukungan sejumlah ilmuwan dan spesialis bencana dari berbagai disiplin ilmu, kerjasama ini telah berhasil mengembangkan dan menguji coba sebuah metodologi dan alat baru untuk mengevaluasi dan mengukur kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi bencana. Setelah bencana gempa bumi dan tsunami di tahun 2004, sejumlah pihak terkait telah diikutsertakan dalam berbagi aspek kesiapsiagaan bencana dan peringatan awal pada tingkat komunitas. Laporan dari Konferensi Dunia mengenai Pengurangan Risiko Bencana menggarisbawahi pentingnya memperkuat kapasitas-kapasitas pada tingkat komunitas untuk mengurangi resiko bencana pada tingkat lokal, mengingat bahwa ukuran pengurangan risiko bencana yang tepat pada tingkat ini memungkinkan komunitas dan inidivual secara signifikan mengurangi kerentanan terhadap bahaya. Namun, banyak intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi bencana dilakukan hanya berdasarkan modul-modul standar tanpa melakukan pengukuran yang efektif dan tanpa memperhatikan tahap awal kesiapsiagaan komunitas sasaran. Walaupun terdapat berbagai macam alat yang berfokus pada pemetaan risiko, kebanyakan alat tersebut tidak memperhitungkan unsur lokalitas. Dihadapkan dengan kenyataan kurangnya instrumen dan alat yang tepat untuk mengukur kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi bencana di Indonesia, Kantor UNESCO, Jakarta dan LIPI telah mengembangkan dan menguji sebuah kerangka evaluasi, yang memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap tingkat kesiapsiagaan komunitas dalam menghadapi bencana gempa bumi dan tsunami. Kerangka tersebut berupa produk unik dan inovatif yang dikembangkan oleh ilmuwan Indonesia dan profesional di bidang bencana, yang dapat diadaptasikan ke dalam kerangka multi-bahaya. Dengan kemampuan untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan komunitas secara spesifik, maka sangatlah mungkin melakukan evaluasi terhadap berbagai dampak intervensi dan melacak kemajuan komunitas-komunitas dalam mempersiapkan diri bagi bencana. Hal ini diharapkan dapat membantu mencapai tujuan yang tertuang dalam Kerangka Aksi Hyogo, seperti Membangun Ketahanan Negara dan Komunitas terhadap berbagai Bencana.

4

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

22.1.1. Pengertian

PENGEMBANGAN FRAMEWORK UNTUK MENGUKUR KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM

2.1. KONSEP KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ALAM

Dari pengalaman dalam menangani berbagai kejadian bencana di berbagai belahan bumi ini, dalam 20 tahun terakhir ini telah dirasakan pentingnya meningkatkan kesiapsiagan masyarakat, bukan saja pada tingkat pemerintahan dari suatu negara atau suatu daerah, tetapi juga pada tingkatan komunitas yang langsung merasakan dan harus menghadapi bencana itu sendiri, terutama sebelum bantuan atau pertolongan datang dari instansi atau badan-badan pertolongan atau penanganan bencana yang resmi. Pengertian komunitas dapat didekati dengan definisi dari McMillan & Chavis (1986) sebagai berikut: community is defined as a feeling that members have a belonging, a feeling that members matter to one another and to the group, and a shared faith that members need will be met through their commitment to be together Pada realitasnya, di masyarakat masih banyak terdapat berbagai penafsiran yang berbeda terhadap konsep kesiapsiagaan. Dalam kajian untuk pengembangan kerangka penilaian kesiapsiagaan masyarakat ini, telah digunakan suatu konsep atau pengertian dari Nick Carter (1991), mengenai kesiapsiagaan dari suatu pemerintahan, suatu kelompok masyarakat atau individu, sebagai berikut: tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasiorganisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk ke dalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharaan sumberdaya dan pelatihan personil.

5

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

5

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya suatu bencana. Di dalam proses pengelolaan bencana yang direpresentasikan sebagai model siklus, peningkatan kesiapsiagaan merupakan bagian dari proses pengelolaan risiko bencana, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1.1. Model ini memiliki kelemahan karena seolah-olah komponen-komponen kegiatan pengelolaan bencana tersebut berjalan secara sekuensial (berurutan), padahal sesungguhnya tidak demikian. Gambar 2.1.2. memperlihatkan peranan peningkatan kesiapsiagaan terhadap bencana dalam suatu model pengelolaan bencana yang menerapkan konsep kembang- susut (expand contract) , yang merepresentasikan secara lebih baik peranan dari berbagai komponen kegiatan pengelolaan bencana yang berjalan secara paralel.Fase pengurangan risiko sebelum bencana terjadi

BENCANA

Fase pemulihan setelah bencana terjadi

Kesiapsiagaan Mitigasi

Tanggap darurat

Pemulihan Pencegahan Pembangunan

Manajemen Risiko

Manajemen Dampak

I

Gambar 2.1.1. Kesiapsiagaan dalam Model Siklus Pengelolaan Bencana

Gambar 2.1.2 Kesiapsiagaan dalam Proses Manajemen Bencana (Model Expand-Contract)

6

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Konsep kesiapsiagaan yang digunakan pada kajian kerangka penilaian kesiapsiagaan masyarakat di sini lebih ditekankan pada menyiapkan kemampuan untuk dapat melaksanakan kegiatan tanggap darurat secara cepat dan tepat. Kegiatan tanggap darurat meliputi langkah-langkah tindakan sesaat sebelum bencana, seperti: peringatan dini (bila memungkinkan) meliputi penyampaian peringatan dan tanggapan terhadap peringatan; tindakan saat kejadian bencana, seperti: melindungi/ menyelamatkan diri, melindungi nyawa dan beberapa jenis benda berharga, tindakan evakuasi; dan tindakan yang harus dilakukan segera setelah terjadi bencana, seperti: SAR, evakuasi, penyediaan tempat berlindung sementara, perawatan darurat, dapur umum, bantuan darurat, survei untuk mengkaji kerusakan dan kebutuhan-kebutuhan darurat serta perencanaan untuk pemulihan segera (infrastuktur kritis, sarana sosial, seperti: pendidikan dan ibadah)

2.1.2. Sifat KesiapsiagaanTerkait dengan definisi di atas, terlihat bahwa kesiapsiagaan suatu komunitas selalu tidak terlepas dari aspek-aspek lainnya dari kegiatan pengelolaan bencana (tanggap darurat, pemulihan dan rekonstruksi, pencegahan dan mitigasi). Untuk menjamin tercapainya suatu tingkat kesiapsiagaan tertentu, diperlukan berbagai langkah persiapan pra-bencana, sedangkan keefektifan dari kesiapsiagaan masyarakat dapat dilihat dari implementasi kegiatan tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Pada saat pelaksanaan pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana, harus dibangun juga mekanisme kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan bencana berikutnya. Selain itu juga perlu diperhatikan sifat kedinamisan dari suatu kondisi kesiapsiagaan suatu komunitas. Tingkat kesiapsiagaan suatu komunitas dapat menurun setiap saat dengan berjalannya waktu dan dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial-budaya, politik dan ekonomi dari suatu masyarakat. Karena itu sangat diperlukan untuk selalu memantau dan mengetahui kondisi kesiapsiagaan suatu masyarakat dan melakukan usaha-usaha untuk selalu menjaga dan meningkatkan tingkat kesiapsiagaan tersebut. Dalam konteks pengurangan risiko bencana, dalam jangka panjang diharapkan terjadinya proses pergeseran paradigma, dari pendekatan kesiapsiagaan ke pendekatan pencegahan dan mitigasi dan hal ini memerlukan perubahan cara pandang dari tindakan-tindakan individual ke pengembangan kebijakan dan arah dari para pengambil keputusan. Gambar 2.1.3 memperlihatkan konteks pergeseran paradigma tersebut di atas.Terkait dengan semua aspek manajemen bencana Dinamis, bisa menghilang bila tidak dijagaPencegahan dan mitigasi Kesiapsiagaan

7

Kebijakan dan Pengarahan dari pengambil keputusan

Tindakan oleh organisasi individual

Gambar 2.1.3. Sifat Kesiapsiagaan dan Perubahan Cara Pandang Pengurangan Risiko Bencana

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

7

2.1.3. Usaha Peningkatan KesiapsiagaanDalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu : - Perencanaan dan organisasi : adanya arahan dan kebijakan, perencanaan penanganan situasi darurat yang tepat dan selalu diperbaharui (tidak tertinggal), struktur organisasi penanggulangan bencana yang memadai - Sumberdaya : inventarisasi dari semua organisasi sumberdaya secara lengkap dan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas - Koordinasi : penguatan koordinasi antar lembaga/organisasi serta menghilangkan friksi dan meningkatkan kerjasama antar lembaga/organisasi terkait - Kesiapan : unit organisasi penanggulangan bencana harus bertanggung jawab penuh untuk memantau dan menjaga standar kesiapan semua elemen - Pelatihan dan Kesadaran Masyarakat : perlu adanya pelatihan yang memadai dan adanya kesadaran masyarakat serta ketersediaan informasi yang memadai dan akurat. Untuk mendukung usaha-usaha peningkatan kesiapsiagaan, diperlukan adanya unsur-unsur sebagai berikut : - Kebijakan dan Peraturan (produk hukum) yang memadai - Instansi/Unit Penanggulangan Bencana yang permanen dan bersifat spesialis untuk memantau dan menjaga tingkat kesiapsiagaan - Identifikasi, kajian dan pemantauan bentuk ancaman bencana (sumber, kemungkinan korban, kerugian, gangguan layanan, gangguan kegiatan ekonomi/sosial) - Perencanaan keadaan darurat/contingency planning, melibatkan berbagai organisasi sumberdaya, kejelasan tugas dan tanggungjawab - Pemanfaatan sumberdaya (perlu inventarisasi semua sumberdaya yang ada secara up-to-date). Usaha-usaha peningkatan kegiatan dapat dilakukan pada berbagai tingkatan, misalnya : 8 Tingkat Nasional Tingkat Propinsi/Daerah (Kabupaten/Kota)/Kecamatan Tingkat Organisasi Individual Tingkat Desa/Kelurahan/Nagari Tingkat RW/RT Tingkat Rumah Tangga Tingkat Individu/perseorangan.LIPI UNESCO/ISDR, 2006

2.1.4. Elemen-elemen Penting KesiapsiagaanDalam mengembangkan dan memelihara suatu tingkat kesiapsiagaan, berbagai usaha perlu dilakukan untuk mengadakan elemen-elemen penting berikut ini : Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetap koordinasi) Fasilitas dan sistim operasional Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau supply Pelatihan Kesadaran masyarakat dan pendidikan, Informasi Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat/krisis.

Khususnya fasilitas dan sistim operasional dari suatu kesiapsiagaan, perlu disediakan elemenelemen berikut ini: Sistim komunikasi darurat/stand-by Sistem peringatan dini Sistim aktivasi organisasi darurat Pusat pengendalian operasi darurat (sebagai pusat pengelolaan informasi) Sistem untuk survey kerusakan dan pengkajian kebutuhan Pengaturan untuk bantuan darurat (makanan, perlindungan sementara, pengobatan dan lainnya).

Fasilitas-fasilitas penting yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan kegiatan tanggap darurat secara memadai meliputi sarana-sarana antara lain : Fasilitas pertolongan darurat (SAR, Ambulance) Rumah sakit/fasilitas kesehatan Pemadam kebakaran Pusat pengendalian operasi darurat Sistim komunikasi darurat (TELKOM/Operator Cell/ORARI/RAPI/SSB/Jaringan Internet) Media informasi (Radio Siaran, TV, dan lainnya) Sistim cadangan tenaga listrik (PLN) Penyediaan air bersih darurat (PAM/PDAM) Jalur logistik darurat (Jalan/Jembatan/Pelabuhan/Bandara/KA) Jalur pengungsian Bangunan umum yang aman untuk perlindungan (sekolah/mesjid dan lainnya). 9

2.1.5. Sistem Peringatan DiniSistem peringatan dini menjadi bagian penting dari mekanisme kesiapsiagaan masyarakat, karena peringatan dapat menjadi faktor kunci penting yang menghubungkan antara tahap kesiapsiagaanLIPI UNESCO/ISDR, 2006

9

dan tanggap darurat. Secara teoritis bila peringatan dini disampaikan tepat waktu, maka suatu peristiwa yang dapat menimbulkan bencana dahsyat dapat diperkecil dampak negatifnya. Seberapa besar peringatan dapat mengurangi dampak suatu peristiwa bencana akan sangat bergantung pada banyak faktor, misalnya: - Ketepatan peringatan - Jarak waktu yang tersedia antara keluarnya peringatan sampai datangnya peristiwa yang dapat menimbulkan bencana - Seberapa siap perencanaan pra bencana dan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk kemampuan masyarakat untuk menanggapi peringatan tersebut dan melakukan tindakan antisipasi secara tepat Gambar 2.1.4 memperlihatkan bagaimana proses urutan peringatan dini bencana terjadi, dari mulai didapatnya informasi mengenai suatu ancaman bencana sampai terjadinya suatu tindakan tanggap darurat untuk menanggapi peristiwa tersebut.

Gambar 2.1.4. Mekanisme Peringatan Bencana

Sumber informasi dari mekanisme peringatan bencana dapat berasal dari tempat kejadian peristiwa pertama dan tempat terjadinya situasi krisis. Kadang-kadang sumber ini bersifat dorman-tidak aktif dan memerlukan satu tindakan agar dapat menghasilkan informasi bencana secara aktif. Tanda peringatan dapat muncul dari sumber biasa, seperti masyarakat di tempat kejadian (misal orang yang melihat air surut setelah gempa kuat sebagai tanda awal), atau dari sumber-sumber khusus yang berwenang, misal dari sistem peringatan dini melalui pejabat/kantor yang disepakati mempunyai wewenang (polisi, BMG, Pengamat Gunung Api, Pengamat Peil Banjir dan sebagainya), atau dari citra satelit foto udara dan sebagainya. Tahapan tanda peringatan ini mengaktifkan mekanisme sistem peringatan bencana.

10

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Di dalam sistem ini, proses transmisi pesan dapat terjadi melalui mekanisme dari mulut ke mulut/ pesan lisan, atau menggunakan alat-alat tradisional seperti kentongan-lonceng-bedug dan sebagainya, juga peralatan komunikasi lain seperti telepon/telex/fax/sms/mms dan sebagainya, atau pesan melalui jaringan internet. Radio siaran/TV, kemudian jaringan radio amatir/RAPI/HT/ SSB dsb dapat melakukan fungsi tranmisi pesan. Tanda alarm seperti sirene yang sudah disepakati bersama dapat menjadi alat penyampai pesan yang efektif. Penerimaan dan pencatatan pesan dalam sistem ini memegang peran penting, antara lain oleh pusat informasi : seperti Pusat Pengendalian Operasi Darurat, Markas Polisi dan LinMas atau posko-posko yang disepakati. Pusat informasi harus punya kemampuan mengolah dan menyimpan informasi serta menyampaikan (display/tampilan) informasi. Hal ini penting untuk memastikan adanya pencatatan informasi peringatan. Informasi dapat disampaikan dalam bentuk peta/gambar, papan pengumuman, proyeksi visual (TV, layar umum dan lainnya), baligo dan sebagainya. Proses kajian informasi merupakan fase pemanfaatan informasi. Kajian ini dapat dilakukan oleh individual berdasarkan masukan dari staffnya dan bila dilakukan oleh pemerintah, biasanya melalui suatu pertemuan khusus. Proses pengambilan keputusan merupakan suatu phase kritis yang mengubah informasi jadi tindakan nyata. Kegiatan ini dilakukan oleh individual/perseorangan yang bertanggung jawab penuh atas tindakannya, atau oleh seseorang yang memegang tanggung jawab tertentu atas konsultasi dengan staf atau penasihat ahlinya. Tindakan yang dilakukan berupa tindak lanjut dari keputusan yang diambil dalam bentuk serangkaian tindakan, baik dinamik maupun statik. Contoh tindakan dinamik : survei, SAR, evakuasi, mobilisasi sumberdaya, peringatan/instruksi untuk masyarakat, sedangkan tindakan statik bisa berupa menunggu informasi lebih lanjut/stand-by, atau tidak perlu mengambil tindakan apa-apa. Kemampuan-kemampuan tertentu sangat diperlukan agar peringatan menjadi efektif, seperti : - Kemampuan menerima peringatan dari sumber internasional (jaringan pemantau badai, jaringan pemantau tsunami, informasi meteorologi dari citra satelit dan sebagainya) - Kemampuan menyiapkan peringatan secara nasional-lokal - Kemampuan menyampaikan peringatan dari tingkat pusat dan tingkat pemerintahan lainnya - Kemampuan menyampaikan kepada masyarakat - Kemampuan menerima peringatan dan melakukan tindakan berdasarkan peringatan :

11

Punya alat penerima pesan (radio/tv dsb Mampu melihat/mendengar tanda peringatan Memahami arti dari setiap tanda peringatan

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

11

Memahami tindakan apa yang harus diambil Faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan peringatan- Tenggang waktu yang cukup antara peringatan dini dan ketepatannya - Adanya kerangka-kerja perencanaan darurat (protap keadaan darurat?) dan organisasinya (SATLAK?) - Kesadaran masyarakat dan partisipasinya - Pelatihan/gladi/simulasi (hati-hati kejenuhan terhadap pelatihan!). Dengan sendirinya masyarakat sangat berperan dalam efektifitas sistem peringatan dini ini. Peran ini tercermin dari kesadaran atau kepedulian masyarakat serta pemahaman terhadap sistem peringatan, ditambah dengan kemampuan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan terkait (tindakan antisipatif, prosedur evakuasi dan sebagainya). Harus diperhatikan juga bahwa terlalu banyak peringatan yang salah (false alarm) dapat mengakibatkan kejenuhan atas peringatan yang terus menerus, sehingga akhirnya sistem peringatan menjadi tidak efektif lagi. Sistem peringatan dini juga tidak selalu efektif untuk semua jenis ancaman bahaya. Beberapa jenis bahaya bahkan tidak mempunyai peringatan dini, seperti bahaya gempa. Gambar 2.1.5 memperlihatkan beberapa jenis bahaya atau ancaman bencana dikaitkan frekuensi kejadiannya dan kemampuan untuk memberikan peringatan dini.Frekuensi Kejadian Sangat Rendah tsunami gempa Letusan gunung Tanpa Peringatan Banjir bandan Longsor Badai Banjir Kebakaran hutan Ada Peringatan

Frekuensi Kejadian TinggiGambar 2.1.5. Frekuensi Ancaman Bencana dan Potensi Peringatan Dini

Dengan demikian pengembangan sistem peringatan bencana perlu memperhatikan secara realistis jenis-jenis ancaman bencana yang bisa memberikan peringatan dini. Juga perlu memperhatikan bahwa untuk beberapa jenis ancaman bencana yang memiliki frekuensi kejadian yang sangat rendah dalam sistem peringatan dininya akan memiliki permasalahan bagaimana menjaga dan

12

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

memelihara sistem peringatan tersebut dalam jangka waktu yang sangat panjang agar dapat selalu berfungsi secara andal. Untuk itu diperlukan kajian yang sangat mendalam, terutama dalam memberikan prioritas bagi pembangunan sistem peringatan bencana yang membutuhkan biaya investasi yang sangat besar serta membutuhkan tingkat pemeliharaan yang tinggi untuk menjamin keandalannya.

2.2. PROSES PENGEMBANGAN FRAMEWORKFramework Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat untuk Mengantisipasi Bencana Alam dikembangkan dengan pendekatan partisipatif melalui suatu proses pengembangan dan uji coba di perdesaan Kabupaten Aceh Besar, Kota Bengkulu dan Kota Padang. Pada dasarnya proses ini meliputi 5 tahapan, yaitu: kajian terhadap faktor-faktor kritis yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapsiagaan masyarakat, pengembangan indikator kesiapsiagaan masyarakat, pengembangan instrumen-instrumen, uji coba framework dan instrumen, dan perbaikan framework dan instrumen berdasarkan pembelajaran dari uji coba di lapangan. 2.2.1. Kajian Faktor-Faktor Kritis Pengembangan framework dimulai dengan melakukan kajian terhadap faktor-faktor kritis (critical factors) yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami. Kajian ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif melibatkan berbagai komponen yang mempunyai latar belakang dan/ atau pengalaman yang berkaitan dengan kebencanaan dan kesiapsiagaan masyarakat, seperti: peneliti geologi dan sosial dari LIPI, akademisi dari ITB dan Universitas Andalas (UNAND), Institusi Pemerintah yang relevan (Bakornas, Depdagri, Kominfo dan Diknas), PMI, International Federation of Red Cross (IFRC) dan LSM (Walhi). Kajian dilakukan menggunakan beberapa pendekatan, yaitu: brainstorming, diskusi kelompok, clue card dan desk review. Dengan kombinasi dari beberapa pendekatan ini setiap komponen/ peserta kajian mengemukakan pandangan/pendapat dan memberikan kontribusi terhadap faktorfaktor kritis kesiapsiagaan terhadap bencana. Pandangan dan pendapat peserta kajian ini kemudian di cross check dan dikombinasikan dengan hasil kajian literatur/dokumen, sehingga menghasilkan kesepakatan mengenai faktor-faktor kritis yang sangat dibutuhkan, penting, mendesak dan sensitif terhadap kesiapsiagaan masyarakat dalam mengantisipasi bencana alam. Dari kajian ini disepakati 5 faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami, yaitu: 1) Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana 2) Kebijakan dan Panduan 3) Rencana untuk Keadaan Darurat Bencana 4) Sistim Peringatan Bencana 5) Kemampuan untuk Memobilisasi Sumber DayaLIPI UNESCO/ISDR, 2006

13

13

Parameter Ke lima faktor kritis ini kemudian disepakati menjadi parameter dalam assessment framework. Parameter pertama adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengalaman bencana tsunami di Aceh dan Nias, Jogyakarta serta berbagai bencana yang terjadi di berbagai daerah lainnya memberikan pelajaran yang sangat berarti akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam. Ketika air laut surut ke tengah laut, banyak penduduk pesisir di Aceh yang berlari ke pantai untuk mengambil ikan-ikan yang terdampar di pantai. Mereka tidak mengetahui kalau surutnya air laut tersebut merupakan suatu pertanda akan terjadinya tsunami. Akibatnya ketika gelombang tsunami yang maha dahsyat menghantam pantai, sebagian besar tidak sempat menyelamatkan diri dan menjadi korban tsunami. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam. Parameter ke dua adalah kebijakan dan panduan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam. Kebijakan kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan meliputi: pendidikan publik, emergency planning, sistim peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya, termasuk pendanaan, organisasi pengelola, SDM dan fasilitas-fasilitas penting untuk kondisi darurat bencana. Kebijakan-kebijakan dituangkan dalam berbagai bentuk, tetapi akan lebih bermakna apabila dicantumkan secara konkrit dalam peraturan-peraturan, seperti: SK atau Perda yang disertai dengan job description yang jelas. Agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan optimal, maka dibutuhkan panduanpanduan operasionalnya. Parameter ke tiga adalah rencana untuk keadaan darurat bencana alam. Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang. Dari pengalaman bencana di Aceh dan berbagai pengalaman bencana lainnya di Indonesia, menggambarkan bahwa bantuan dari luar tidak dapat segera datang, karena rusaknya sarana infrastruktur, seperti jalan, jembatan dan pelabuhan. Parameter ke empat berkaitan dengan sistim peringatan bencana, terutama tsunami. Sistim ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana ini, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi, apa yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi dimana masyarakat sedang berada saat terjadinya peringatan. Parameter ke lima yaitu: mobilisasi sumber daya. Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia (SDM), maupun pendanaan dan sarana prasarana penting untuk keadaan darurat 14LIPI UNESCO/ISDR, 2006

merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial. Stakeholders Kesiapsiagaan Bencana Kelima parameter di atas merupakan parameter standar untuk mengukur kesiapsiagaan masyarakat. Padahal dalam kenyataannya apabila kita membicarakan masyarakat banyak stakeholders yang terlibat dan berpengaruh. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif, maka kajian ini mengidentifikasi stakeholders kesiapsiagaan terhadap bencana dan mengelompokkan stakeholders tersebut ke dalam tujuh kelompok, yaitu: individu dan rumah tangga, pemerintah, komunitas sekolah, kelembagaan masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Non-Pemerintah (Ornop), kelompok profesi (seperti: ahli kontruksi bangunan, jurnalis, dan sebagainya) dan pihak swasta (kontraktor bangunan dan pelaku bisnis lainnya). Masing-masing stakeholder mempunyai peran dan tanggung jawab yang bervariasi terhadap peningkatan kesiapsiagaan masyarakat. Berdasarkan tingkat kepentingan, tanggung jawab dan sensitifitasnya, maka kajian ini mengelompokkan tujuh stakeholders kesiapsiagaan bencana tersebut menjadi dua bagian, yaitu stakeholders utama dan stakeholders pendukung. Stakeholders Utama Dalam kajian ini disepakati tiga stakeholders yang termasuk dalam kelompok stakeholders utama, yaitu: 1. Individu dan rumah tangga 2. Pemerintah, dan 3. Komunitas Sekolah. Ketiga stakeholders ini memegang peran yang sangat penting dalam kesiapsiagaan masyarakat. Individu dan rumah tangga merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari kesiapsiagaan, karena berpengaruh secara langsung terhadap resiko bencana. Pemerintah juga mempunyai peran dan tanggung jawab yang sangat penting, terutama dalam kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih memerlukan peran pemerintah, terutama dalam pendidikan masyarakat yang berkaitan dengan bencana, penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana publik untuk keadaan darurat, seperti: tempat-tempat evakuasi atau bangunan untuk penyelamatan sementara, pertolongan dan evakuasi korban bencana, pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban bencana, peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya baik dari pemerintah maupun pihak luar. Sedangkan komunitas sekolah mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pengetahuan, penyebar-luasan pengetahuan tentang bencana dan petunjuk praktis apa yang harus disiapkan sebelum terjadinya bencana dan apa yang harus dilakukan pada saat dan setelah terjadinya bencana. 15

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

15

Stakeholders Pendukung Dari hasil kajian disepakati empat stakeholders pendukung, yaitu: 1. Kelembagaan masyarakat, seperti: PKK, karang taruna, majelis taklim, kerapatan adat, pemuda mesjid/gereja, dan lainnya 2. LSM dan Ornop 3. Kelompok profesi 4. Pihak swasta Ke empat stakeholders tersebut mempunyai potensi yang besar dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Peran dan kontribusi masing-masing stakeholder bervariasi sesuai dengan tujuan dan kemampuan masing-masing. Bentuk kontribusi juga bermacam-macam, baik dalam bentuk tenaga, pelatihan, bimbingan teknis, penyebaran informasi, pengadaan materi dan sarana/perlengkapan kesiapsiagaan maupun dalam bentuk dana. Variabel Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat, maka lima parameter yang telah disepakati tersebut harus diterjemahkan menjadi variabel-variabel yang dapat dihitung nilainya. Jumlah variabel bervariasi antar parameter dan antar stakeholders, sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi masing-masing. Parameter 1: Pengetahuan dan sikap terdiri dari empat variabel, yaitu: - Pemahaman tentang bencana alam - Pemahaman tentang kerentanan lingkungan - Pemahaman tentang kerentanan bangunan fisik dan fasilitas-fasilitas penting untuk keadaan darurat bencana - Sikap dan kepedulian terhadap resiko bencana Parameter 2: Kebijakan, peraturan dan panduan dijabarkan kedalam tiga variabel, yaitu: - Jenis-jenis kebijakan kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam, seperti: organisasi pengelola bencana, rencana aksi untuk tanggap darurat, sistim peringatan bencana, pendidikan masyarakat dan alokasi dana - Peraturan-peraturan yang relevan, seperti: perda dan SK - Panduan-panduan yang relevan Parameter 3: Rencana untuk keadaan darurat diterjemahkan menjadi delapan variabel, yaitu: - Organisasi pengelola bencana, termasuk kesiapsiagaan bencana - Rencana evakuasi, temasuk lokasi dan tempat evakuasi, peta, jalur dan rambu-rambu evakuasi 16

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

- Posko bencana dan prosedur tetap (protap) pelaksanaan - Rencana Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan ketika terjadi bencana - Rencana pemenuhan kebutuhan dasar, termasuk makanan dan minuman, pakaian, tempat/ tenda pengungsian, air bersih, MCK dan sanitasi lingkungan, kesehatan dan informasi tentang bencana dan korban - Peralatan dan perlengkapan evakuasi - Fasilitas-fasilitas penting untuk keadaan darurat (Rumah sakit/posko kesehatan, Pemadam Kebakaran, PDAM, Telkom, PLN, pelabuhan, bandara) - Latihan dan simulasi evakuasi Parameter 4: Sistim Peringatan Bencana Tsunami dijabarkan kedalam tiga variabel, yaitu: - Sistim peringatan bencana secara tradisional yang telah berkembang/berlaku secara turun temurun dan/atau kesepakatan lokal - Sistim peringatan bencana berbasis teknologi yang bersumber dari pemerintah, termasuk instalasi peralatan, tanda peringatan, diseminasi informasi peringatan dan mekanismenya - Latihan dan simulasi Parameter 5: Kemampuan Memobilisasi Sumber Daya tediri dari variabel-variabel sebagai berikut: - Pengaturan kelembagaan dan sistim komando - Sumber Daya Manusia, termasuk ketersediaan personnel dan relawan, keterampilan dan keahlian - Bimbingan teknis dan penyediaan bahan dan materi kesiapsiagaan bencana alam - Mobilisasi dana - Koordinasi dan komunikasi antar stakeholders yang terlibat dalam kesiapsiagaan bencana - Pemantauan dan evaluasi kegiatan kesiapsiagaan bencana Variabel-variabel di atas merupakan variabel-variabel yang masih bersifat umum. Untuk mendapatkan variabel yang lebih spesifik, maka kajian ini mengembangkan variabel berdasarkan stakeholder, karena masing-masing mempunyai spesifikasi yang berbeda dengan lainnya. Secara detail dapat dilihat pada matriks framework.

17

2.2.2.

Pengembangan Indikator Kesiapsiagaan Masyarakat

etelah menyepakati parameter dan variabel, langkah selanjutnya adalah mengembangkan indikator kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam. Setiap parameter dan variabel atau beberapa variabel mempunyai satu atau beberapa indikator disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Indikator juga bervariasi sesuai dengan stakeholders kesiapsiagaan bencana, seperti individuLIPI UNESCO/ISDR, 2006

17

dan rumah tangga, pemerintah, komunitas sekolah, kelembagaan masyarakat, LSM dan Ornop, kelompok profesi, dan sektor swasta. Indikator secara detail dapat dilihat pada matriks framework. Setelah disepakati indikator-indikator kesiapsiagaan masyarakat, maka proses selanjutnya adalah menyusun desain assessment framework berdasarkan stakeholder. Framework dikemas dalam bentuk matrik yang terdiri dari: parameter, variabel dan indikator kesiapsiagaan. Framework ini belum dapat dioperasionalkan untuk kegiatan kajian, karena masih memerlukan satu proses lanjutan yaitu pengembangan instrumen.

2.2.3. Pengembangan Instrumen-Instrumen KajianPengembangan instrumen disesuaikan dengan metode kajian yang mengkombinasikan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif difokuskan pada kegiatan survei dengan menggunakan kuesioner yang bervariasi sesuai dengan stakeholder. Sedangkan metode kualitatif menggunakan beberapa cara, yaitu: wawancara mendalam dengan stakeholders, Diskusi Kelompok Terfokus atau Focus Group Discussions (FGD) dengan komunitas sekolah dan masyarakat, workshop dengan komponen-komponen masyarakat yang relevan dengan kesiapsiagaan bencana, dan pengamatan lapangan (keterangan secara detail dapat dilihat pada bab 3). Sesuai dengan metode yang digunakan, maka dalam kajian ini dikembangkan satu paket instrumen yang terdiri dari 3 set, yaitu: daftar pertanyaan atau kuesioner, panduan wawancara mendalam dan panduan FGD workshop (penjelasan detail dapat dilihat pada bab 3 bagian 3.2.). Ke tiga set instrumen ini disajikan pada lampiran 8.1. sampai 8.4.

2.2.4. Uji Coba Framework dan Instrumen-Instrumen KajianSetelah paket instrumen selesai, maka dilakukan uji coba untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat di tiga lokasi kajian. Lokasi pertama dipilih perdesaan di Kabupaten Aceh Besar dimana masyarakat di kedua desa tersebut pernah mengalami bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2006. Lokasi ke dua adalah Kota Bengkulu yang termasuk sebagai daerah yang rentan bencana, khususnya gempa bumi dan tsunami. Kota Bengkulu dengan jumlah penduduk hampir 300 ribu jiwa ini menjadi contoh untuk kota menengah/sedang di Indonesia. Lokasi ke tiga adalah Kota Padang yang juga sangat rentan terhadap bencana gempa bumi dan tsunami. Kota dengan penduduk sekitar 800 ribu jiwa dan sebagian besar tinggal di wilayah pesisir ini menjadi contoh untuk kesiapsiagaan kota besar.

18

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Uji coba framework dan instrumen ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah framework dan paket instrumen yang telah dikembangkan dapat diterapkan di lapangan dan mengetahui kelemahan-kelemahannya agar dapat diperbaiki. Di samping itu, uji coba dilakukan untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat di ke tiga lokasi kajian.

2.2.5. Editing Framework dan Paket Instrumen Kajian Berdasarkan Pembelajaran dari Aceh Besar, Bengkulu dan PadangBerdasarkan hasil uji coba di Aceh Besar, Kota Bengkulu dan Kota Padang, langkah selanjutnya adalah melakukan editing framework dan paket instrumen. Dengan demikian, framework dan instrumen-instumen yang dihasilkan adalah framwework dan paket instrumen yang sensitif dan operasional, sehingga dapat digunakan untuk mengkaji kesiapsiagaan masyarakat di daerahdaerah lain, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap bencana alam, di seluruh wilayah Indonesia.

2.3. FRAMEWORK UNTUK STAKEHOLDERS UTAMA KESIAPSIAGAAN MASYARAKATDari kajian ini diidentifikasi tujuh stakeholders yang berkaitan erat dengan kesiapsiagaan masyarakat untuk mengantisipasi bencana alam, yaitu: individu dan rumah tangga, instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan bencana, komunitas sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi non pemerintah (ornop), kelembagaan masyarakat, kelompok profesi dan pihak swasta. Dari ke tujuh stakeholders tersebut disepakati tiga sebagai stakeholders utama dalam kesiapsiagaan bencana, yaitu: individu dan rumah tangga, pemerintah dan komunitas sekolah. Ke tiga stakeholders utama ini mempunyai peran yang sangat besar dan menjadi key players untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Framework dari stakeholders utama, yaitu: individu dan rumah tangga, pemerintah dan komunitas sekolah, dapat dilihat pada matrik 2.3.1., 2.3.2. dan 2.3.3.

19

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

19

Matriks 2.3.1. Framework Kesiapsiagaan Individu dan Rumah Tangga dalam Mengantisipasi Bencana Alam

N

20

LIPI UNESCO/ISDR, 2006

Pertolongan Pertama, Penyelamatan, Keselamatan dan Keamanan

- Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama keluarga - Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga - Adanya anggota keluarga yang mengikut