Laporan kasus besar praklinik

Embed Size (px)

Citation preview

PRAKATAPuji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah-Nya sampai saat ini kita diberikan kesehatan kesehatan dan kekuatan sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Laporan kegiatan Asuhan Gizi dan Konseling Rawat Inap di Rumah Sakit Paru Jember ini guna melengkapi tugas Praklinik di Rumah Sakit Paru Jember.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Pendapat dan saran-saran dari para pembaca, para ahli, dan sejawat sangat diharapkan.

Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ir. Nanang Dwi Wahyono, MM selaku Direktur Politeknik Negeri Jember

2. Ir. Heri Warsito, MP selaku Kepela Jurusan Kesehatan merangkap supervisisor Praklinik di Rumah Sakit Paru Jember

3. Ir. Rindiani, MP selaku Ketua Program Studi D-IV Gizi Klinik

4. Uun Ratriantari, S.ST selaku Kepala Instalasi Gizi dan pembimbing di Rumah Sakit Paru Jember5. Fatimah Jamilatul Qoriah, AmG selaku Pembimbing Praklinik 6. dr. Arinda Lironika, M.Kes selaku Dosen Pembimbing

7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian laporan ini

Jember, 1 Oktober 2015

Dian PratiwiDAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................iiiPRAKATA

iiiDAFTAR ISI

viDAFTAR TABEL

viiDAFTAR LAMPIRAN

1BAB 1. PENDAHULUAN

11.1 Latar Belakang

11.1.1 Gambaran Umum Penyakit

21.1.2 Etiologi Penyakit

31.1.3 Patofisiologi Penyakit

41.1.4 Tanda-tanda dan Gejala klinis Penyakit

51.1.5 Terapi Penyakit

81.2 Tujuan

81.2.1 Tujuan Umum

91.2.2 Tujuan Khusus

10BAB 2. METODOLOGI

102.1 Waktu

102.2 Tempat

102.3 Metode Pengumpula Data

112.4 Instrument

12BAB 3. MENEGEMENT ASUHAN GIZI KLINIK

123.1 Identitas Pasien

123.2 Assesment

123.2.1 Antropometri

133.2.2 Biokimia

133.2.3 Fisik Klinis

143.2.4 Dietary History

153.2.5 Lain-lain

163.3 Diagnosa Gizi

173.4 Reference Sheet Diet

173.4.1 Intervensi

193.4.2 Satuan Acara Konseling dan Edukasi Gizi

203.5 Monitoring dan Evaluasi

203.5.1 Rencana monitoring

203.5.2 Evaluasi

22BAB 4. PEMBAHASAN

224.1 Perkembangan Status Gizi

234.2 Perkembangan Biokimia

234.3 Perkembangan Fisik dan Klinis

234.3.1 Perkembangan fisik

244.3.2 Perkembangan klinis

254.4 Asupan Makan

254.4.1 Tingkat Konsumsi Zat Gizi

264.4.2 Asupan Energi

264.4.3 Asupan Protein

274.4.4 Asupan Lemak

274.4.5 Asupan Karbohidrat

274.4.6 Analisa Diagnosis dan Intervensi

284.4.7 Analisa Pelaksanaan dan Hasil Konseling

30BAB 5. PENUTUP

305.1 Kesimpulan

305.2 Saran

31DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL13Tabel 1. Pemeriksaan biokimia

13Tabel 2. Pemeriksaan fisik

14Tabel 3. Pemeriksaan klinis

15Tabel 4. Frekuensi makan pasien sebelum MRS

16Tabel 5. Diagnosa gizi

17Tabel 6. Planning pemberian makan selama di RS

20Tabel 7. Rencana monitoring

22Tabel 8. Monitoring perkembangan antropometri

25Tabel 9. Konsumsi zat gizi selama pengamatan

28Tabel 10. Proses pelaksanaan edukasi dan konseling gizi

DAFTAR LAMPIRAN 32Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi

34Lampiran 2. Hasil Recall 24 Jam Pasien

36Lampiran 3. Format PAGT Hari ke-1

42Lampiran 4. Format PAGT Hari ke-2

46Lampiran 5. Format PAGT Hari ke-3

50Lampiran 6. Resume PAGT

56Lampiran 7. Perencanaan Menu Sehari untuk Hari ke-1

58Lampiran 8. Perencanaan Menu Sehari untuk Hari ke-2

60Lampiran 9. Hasil Recall Hari ke-1

62Lampiran 10. Hasil Recall Hari ke-2

64Lampiran 11. Monitoring Asupan

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang1.1.1 Gambaran Umum Penyakita) Abses paruAbses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulen berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan necrotising pneumonia. Abses paru besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinis berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnosis sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh, atau virulensi bakteri yang tinggi (Muttaqin, 2008).b) Gangguan fungsi hatiHati merupakan salah satu alat tubuh yang berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Sebagian besar hasil pencernaan setelah diabsorbsi, langsung dibawa ke hati untuk disimpan atau diubah menjadi bentuk lain dan diangkut ke bagian tubuh yang membutuhkan. Hati merupakan tempat penyimpanan mineral berupa zat besi dan tembaga yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah serta vitamin-vitamin larut lemak A, D, E, dan K. Hati mengatur volume dan sirkulasi darah serta berperan dalam detoksifikasi obat-obatan dan racun-racun. Dengan demikian, kelainan atau kerusakan pada hati berpengaruh terhadap fungsi saluran cerna dan penggunaan makanan dalam tubuh sehingga sering menyebabkan gangguan gizi.Dua jenis penyakit hati yang sering ditemukan adalah hepatitis dan sirosis hati. Hepatitis adalah peradangan hati yang sering disebabkan oleh keracunan toksin tertentu atau karena infeksi virus. Penyakit ini disertai anoreksia, demam, rasamual dan muntah, serta jundice (kuning). Hepatitis dapat bersifat akut atau kronis.Sirosis hati adalah kerusakan hati yang menetap, disebabkan oleh hepatitis kronis, alkohol, penyumbatan saluran empedu, dan berbagai kelainan metabolisme. Jaringan hati secara merata rusak akibat pengerutan dan pengerasan (fibrotik) sehingga fungsinya terganggu. Gejalanya yaitu kelelahan, kehilangan berat badan, penurunan daya tahan tubuh, gangguan pencernaan, dan juindice. Dalam keadaan berat disertai asites, hipertensi portal, dan hematemesis-melena yang dapat berakhir dengan koma hepatik (Almatsier, 2010).1.1.2 Etiologi Penyakita) Abses paruBakteri atau penyebab terjadinya abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan Fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89% adalah bakteri anaerob. Asher dan beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak bakteri penyebab abses paru terbanyak adalah Staphylococcus ureus (Muttaqin, 2007).b) Gangguan fungsi hatiBeberapa penyebab hati antara lain :1. Infeksi virus hepatitis, dapat ditularkan melalui selaput mukosa, hubungan seksual atau darah (parenteral).

2. Zat-zat toksik, seperti alkohol atau obat-obat tertentu.

3. Genetik atau keturunan, seperti hemochromatosis.

4. Gangguan imunologis.

5. Kanker (Pharmaceutical care untuk penyakit hati, 2007).

1.1.3 Patofisiologi Penyakit

a) Abses paru

Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru meliputi :

1. Abses paru merupakan proses lanjut pneumonia akibat inhalasi bakteri pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri bermultiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkhus, maka terbentuklah air fluid level. Bakteri yang masuk ke parenkim paru,selain karena inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses di tempat lain (nesilatum) misalnya abses hepar.

2. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkulosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita empisema paru atauposistik paru yang mengalami infeksi sekunder.

3. Obstruksi bronkhus dapat menyebabkan pneumonia berlanjut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkhogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limfe peribronkhial.

4. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkhogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi, dapat terbentuk abses (Mutaqqin, 2007).b) Gangguan fungsi hati

1. Hepatitis autoimun, yang ditimbulkan karena adanya perlawanan sistem pertahanan tubuh terhadap jaringan tubuhnya sendiri. Pada hepatitis autoimun, terjadi perlawanan terhadap sel-sel hati yang berakibat timbulnya peradangan kronis. 2. Hepatocellular Carcinoma, dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik antara lain aflatoksin, polivinil klorida (bahan pembuat plastik), virus, dan lain-lain. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati juga dapat berkembang menjadi kanker hati (Pharmaceutical care untuk penyakit hati, 2007).

1.1.4 Tanda-tanda dan Gejala klinis Penyakita) Abses paruGejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya, yaitu:1. Panas badan dijumpai bekisar 70%-80% penderita abses paru. Kadang-kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.

2. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetorex oero(40-75%)).

3. Produksi sputum yang meningkat dan Foetorex oero dijumpai sekitar 40-75% penderita abses paru. 4. Nyeri dada (50% kasus).

5. Batuk darah (25% kasus).

6. Gejala tambahan lain, seperti lelah,nafsu makan dan berat badan yang menurun. Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi (Asher dan Beadry, 1990).b) Gangguan fungsi hati1. Kulit atau sklera mata berwarna kuning (ikterus).

2. Badan terasa lelah atau lemah.

3. Gejala-gejala menyerupai flu, misalnya demam, rasa nyeri pada seluruh tubuh.

4. Kehilangan nafsu makan, atau tidak dapat makan atau minum.

5. Mual dan muntah.

6. Gangguan daya pengengecapan dan penghiduan.7. Nyeri abdomen, yang dapat disertai dengan perdarahan usus.

8. Tungkai dan abdomen membengkak.

9. Di bawah permukaan kulit tampak pembuluh-pembuluh darah kecil, merah dan membentuk formasi laba-laba (spider naevy), telapak tangan memerah (palmarerythema), terdapat flapping tremor, dan kulit mudah memar. Tanda-tanda tersebut adalah tanda mungkin adanya sirosis hati.

10. Darah keluar melalui muntah dan rektum (hematemesis-melena).

11. Gangguan mental, biasanya pada stadium lanjut (encephalopathy hepatic).

12. Demam yang persisten, menggigil dan berat badan menurun. Ketiga gejala ini mungkin menandakan adanya abses hati (Pharmaceutical care untuk penyakit hati, 2007).1.1.5 Terapi Penyakita) Abses paru

Penatalaksaan medis pada klien dengan abses paru harus berdasarkan pada pemeriksaan mikrobiologi, data penyakit dasar klien, serta kondisi yang memengaruhi berat ringannya infeksi paru. Beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru adalah sebagai berikut:1. Medikamentosa

Jika pada era pre-antibiotik tingkat kematian mencapai 33%, maka pada era antibiotik tingkat kematian dan prognosis abses paru menjadi menurun. Pilihan pertama antibiotik adalah golongan penisilin. Pada saat ini, dijumpai peningkatan abses paru yang disebabkanoleh bakteri anaerob (lebih dari 35% bakteri gram negatif anaerob). Oleh karena itu, dapat dipikirkan untuk memilih kombinasi antibiotik antara golongan penisilin G dengan Clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi Clindamycin dan Cefoxitin. Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase , pada klien dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi abses paru. Waktu pemberian antibiotik bergantung pada gejala klinis dan respons radiologis klien. Klien diberikan terapi hingga 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas. Jadi waktu minimal pemberian antibiotik adalah 2-3 minggu.2. Drainase

Drainase postural (postural drainage) dan fisioterapi dada dilakukan sebanyak 2-5x seminggu selama 15menit. Aktivitas ini diperlukan untuk mempercepat proses resolusi abses paru. Pada klien dengan abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkhus, perlu dipertimbangkan untuk melakukan drainase melalui Bronkhoskopi. Selain untuk drainase, Bronkhoskopi juga berguna untuk melihat lesi obstruktif seperti tumor atau adanya benda asing dan untuk pengambilan sediaan yang baik untuk biakan jamur, bakteri tahan asam, dan sitologi. Pada klien dengan abses yang besar dan hemoptisis yang banyak, sebaiknya Bronkhoskopi dilakukan dengan alat yang kaku untuk menjamin drainase pus dan darah yang baik. Selain itu,juga dapat diberikan agen mukolitik untukmeperlancar pengeluaran sekret.3. Bedah

Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:

Respons terhadap terapi antibiotik rendah

Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi

Infeksi paru yang berulang

Adanya gangguan drainase karena obstruksi (Muttaqin, 2008).b) Gangguan fungsi hati1. Terapi tanpa obat

Terapi tanpa obat bagi penderita penyakit hati adalah dengan diet seimbang, jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan, dan aktivitas. Tujuan terapi diet pada pasien penderita penyakit hati adalah menghindari kerusakan hati yang permanen, meningkatkan kemampuan regenerasi jaringan hati dengan keluarnya protein yang memadai, meperhatikan simpanan nutrisi dalam tubuh, mengurangi gejala ketidaknyamanan yang diakibatkan penyakit ini, dan pada penderita sirosis hati mencegah komplikasi asetis, varises esofagus, dan ensefalopati hepatik yang berlanjut ke komplikasi hepatik hebat. 2. Terapi dengan obat

Terapi tanpa obat tidak menjamin kesembuhan, untuk itu dilakukan cara lain dengan menggunakan obat-obatan. Golongan obat yang digunakan antara lain adalah aminoglikosida, antiamuba, antimalaria, antivirus, diuretik, kolagogum, koletitolitik dan hepatik protektor dan multivitamin dengan mineral. 3. Terapi dengan vaksinasi

Interferon mempunyai sistem imun alamiah tubuh dan bertugas untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C dan D. Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu mencegah berulangnya hepatitis B setelah transplantasi hati.

Ada juga vaksin HBV orisinil pada tahun 1982 yang berasal dari pembawa HBV, kini telah digantikan dengan vaksin mutakhir hasil rekayasa genetika dari ragi rekombinan. Vaksin mengandung partikel-partikel HBsAg yang tidak menular. Tiga injeksi serial akan menghasilkan antibodi terhadap HBsAg pada 95% kasus yang divaksinasi, namun tidak memiliki efek terhadap individu pembawa.4. Terapi tansplantasi hati

Lebih dari 2000 tansplantasi hati dilakukan sejaktahun 1963. Ada dua tipe utama transplantasi hati, yaitu :

Homotransplantasi auksilaris dimana sebuah hati ditransplantasikan di tempat lain dari hati yang sudah ada dibiarkan tetap di tempatnya.

Transplantasi ortotoplik dimana sebuah hati baru diletakkan pada tempat hati yang lama (Pharmaceutical Care untuk penyakit hati, 2007).1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan UmumMelakukan asuhan gizi pasien abses paru tanpa pnemouni, dipsnoe, chronic obstruktive pilmonary disease with acute di ruang Mawar Wanita Rumah Sakit Paru Jember.

1.2.2 Tujuan Khusus1. Mampu melakukan dan mendokumentasikan kegiaatn asesmen gizi

2. Mampu menentukan dan mendokumentasikan diagnosa gizi

3. Mampu merencanakan dan mendokumentasikan intervensi gizi

4. Mampu melaksanakn monitoring dan evaluasi gizi

5. Mampu mendokumentasikan kegiatan monitoring dan evaluasi gizi

6. Mampu melakukan konseling gizi

7. Mampu menggunakan dan mengaplikasikan media yang digunakan8. Mampu melakukan dan mendokumentasikan kegiatan skrining BAB 2. METODOLOGI2.1 Waktu

Studi kasus dilaksanakan dari tanggal 13 15 Agustus 2015, berikut ulasannya :1. Tanggal 13 Agustus 2015 : Pengumpulan data berupa antropometri, biokimia, fisik klinis, dan dietary history. Setelah itu membuat perencanaan kebutuhan gizi untuk 3 hari penanganan kasus dan mempersiapkan alat pemorsian.

2. Tanggal 13 15 Agustus 2015 : Pemorsian makan, pengamatan waste, recall, dan tanggal 15 agustus 2015 melakukan pengukuran LILA kembali.

2.2 Tempat

Di ruang Mawar Wanita kelas III Rumah Sakit PARU Jember.2.3 Metode Pengumpula Data1. Data identitas pasien berupa nama, umur, alamat diperoleh melalui wawancara pada keluarga pasien

2. Data status gizi diperoleh dengan melakuakan pengukuran antropometri dengan mencatat umur, BB, LILA, dan TL3. Data pemeriksaan fisik klinis dan laboratorium di peroleh dari pencatatan rekam medik

4. Data riwayat makan pasien diperoleh dengan metode wawancara

5. Data asupan makan pasien di rumah sakit dan luar rumah sakit diperoleh dengan wawancara dan observasi langsung2.4 Instrument

1. Alat ukur LILA untuk mengukur LILA

2. Medline digunakan untuk mengukur TL 3. Timbangan berat badan untuk mengukur BB4. Form asuhan gizi terstandar untuk menetukan rencana intervensi serta monitoring dan evaluasi

5. Form menu sehari makanan untuk mencatat asupan makanan sehari dan analisi zat gizinya

6. Rekam medik pasien untuk mengetahui pemeriksaan klinis dan laboratorium

7. Leaflet sebagai media untuk edukasi dan konseling gizi

8. Daftar komposisi bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan serta kalkulator

BAB 3. MENEGEMENT ASUHAN GIZI KLINIK3.1 Identitas Pasien

No. RM

: 1500 37 81Nama Pasien

: Ny. SJenis kelamin

: Perempuan

Tempat/tgl lahir

: 1 Juli 1957Usia

: 58 tahun 1 bulan 16 hari

Alamat

: Dusun Krajan II RT.03/10 PugerTanggal MRS

: 11/08/2015 11:28Ruangan/klas

: Mawar kelas III

Diagnose medis

: Abses paru tanpa pnemouni/ abses paru

Tidak spesifik, dipsnoe, chronic obstruktive pulmonary disease with acute low.Dokter yang memeriksa: dr. Purwanto, Sp Paru

3.2 Assesment

3.2.1 Antropometri

Berat badan saat MRS : 31 kg

TB berdasarkan TL : BB berdasarkan LILA : TL = 43 cm = LILA x (TB-100) -10% TB = 75 + [1,9 x TL (cm)] 25,7 = 75 + [1,9 x 43] = 20 x (156,7-100) 10% = 75 + 81,7 25,7 TB = 156,7 cm = 0,77 x 56,7 5,67

(Wahyuningsih, retno. 2013) = 37,98 kg

BBI : = (TB-100) x 0,9

= (156,7-100) x 0,9

= 51,3 kg (Wahyuningsih, retno. 2013)

LILA (cm) : 20 cm

IMT :

= BB

TB2 (m) = 31

1,562 (m)

= 12,75 (kurus sekali)

(Wahyuningsih, retno. 2013)

3.2.2 Biokimia

Tabel 1. Pemeriksaan biokimia 13-15 Agustus 2015

TanggalHasil pemeriksaanAngkaNormalKeterangan

13/08/2015LiverSGOT/AST SGPT/ALT 83 U/L

87 U/L