61
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan pervaginam merupakan hal yang lazim terjadi selama persalinan aktif. “Bloody show” ini terjadi akibat pendataran dan pembukaan serviks disertai robeknya pembuluh- pembuluh vena halus. Tetapi perdarahan uterus dari tempat di atas serviks sebelum terjadinya persalinan merupakan hal yang mengkhawatirkan. (1) Dalam Reproductive Health Library no.5 terdapat data global mengenai kematian maternal. Setiap tahun terdapat 180 sampai 200 juta perempuan menjadi hamil dan 585.000 orang diantaranya meninggal akibat salah satu komplikasi sehubungan dengan kehamilan dan persalinan. Latar belakang kematian maternal adalah perdarahan obstetrik (24,8%), infeksi (14,9%), eklamsia (12,9%), partus tidak maju/distosia (6,9%), abortus yang tidak aman (12,9%), dan sebab-sebab langsung lain (7,9%). (2) Sampai sekarang, perdarahan dalam obstetrik masih memegang peranan penting sebagai penyebab utama kematian maternal, sekalipun di negara maju, terutama pada kelompok sosio-ekonomi lemah. Baik laporan penelitian dari Inggris (1985-1996), maupun laporan penelitian dari Amerika (1979-1992), keduanya menyatakan bahwa perdarahan obstetrik merupakan penyebab utama kematian maternal. Laporan dari Amerika menyebutkan 30% kematian maternal disebabkan oleh perdaraahan di luar keguguran. (1, 2) 1

LAPORAN KASUS Plasenta Previa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Perdarahan pervaginam merupakan hal yang lazim terjadi selama persalinan aktif. Bloody show ini terjadi akibat pendataran dan pembukaan serviks disertai robeknya pembuluh-pembuluh vena halus. Tetapi perdarahan uterus dari tempat di atas serviks sebelum terjadinya persalinan merupakan hal yang mengkhawatirkan.(1)Dalam Reproductive Health Library no.5 terdapat data global mengenai kematian maternal. Setiap tahun terdapat 180 sampai 200 juta perempuan menjadi hamil dan 585.000 orang diantaranya meninggal akibat salah satu komplikasi sehubungan dengan kehamilan dan persalinan. Latar belakang kematian maternal adalah perdarahan obstetrik (24,8%), infeksi (14,9%), eklamsia (12,9%), partus tidak maju/distosia (6,9%), abortus yang tidak aman (12,9%), dan sebab-sebab langsung lain (7,9%).(2)Sampai sekarang, perdarahan dalam obstetrik masih memegang peranan penting sebagai penyebab utama kematian maternal, sekalipun di negara maju, terutama pada kelompok sosio-ekonomi lemah. Baik laporan penelitian dari Inggris (1985-1996), maupun laporan penelitian dari Amerika (1979-1992), keduanya menyatakan bahwa perdarahan obstetrik merupakan penyebab utama kematian maternal. Laporan dari Amerika menyebutkan 30% kematian maternal disebabkan oleh perdaraahan di luar keguguran.(1, 2)Pada sebuah laporan oleh Chicakli dan kawan-kawan (1999) disebutkan bahwa perdarahan obstetrik yang sampai menyebabkan kematian terdiri atas solusio plasenta (19%) dan koagulopati (14%), robekan jalan lahir termasuk ruptur uteri (16%), dan plasenta previa (7%), plasenta akreta/inkreta dan perkreta (6%), serta atonia uteri (15%). Perdarahan obstetrik yang tidak cepat diatasi dengan transfusi darah atau cairan infus, serta fasilitas penanggulangan lainnya (misalnya upaya pencegahan dan/atau mengatasi syok, seksio sesarea atau hiseterktomi, dan terapi antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi penderitanya.(2)

BAB IILAPORAN KASUS

2.1. AnamnesisDilakukan anamnesis secara auto-anamnesis di kamar bersalin RSUD Karawang pada hari Selasa, 11 November 2014 pada pukul 18.30 WIB.

Identitas Identitas PasienNama: Ny. RUsia: 37 tahunPendidikan: SMAPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAgama: IslamAlamat:Kampung Karang Anyar RT 01/07. Kab Cilamaya WetanTanggal masuk RS: 11/11/2014Dokter penanggung jawab: dr.H. Doddy Rodiat, Sp.OG

Identitas SuamiNama: Tn. NSUsia: 38 tahunPendidikan: SMAPekerjaan: Wiraswasta Agama: IslamAlamat:Kampung Karang Anyar RT 01/07. Kab Cilamaya WetanSuku: Sunda

Keluhan utamaPasien dirujuk bidan dengan suspek plasenta previa.

Riwayat Penyakit SekarangPasien dengan G4P3(AH4)A0 mengaku hamil 9 bulan dengan HPHT lupa, usia kehamilan -, taksiran partus -. Pasien mengaku keluar darah dari jalan lahir sejak 12 jam SMRS, darah berwarna merah segar dan OS telah mengganti kain (ukuran 2 m x 1,5 m) sebanyak 2 kali, kain dipenuhi darah tapi tidak seluruhnya. OS merasa lemas dan pusing selama di perjalanan saat dibawa ke RSUD Karawang. OS menyangkal keluar air-air dan lendir. Mulas-mulas dan nyeri perut juga disangkal. Keluhan pusing, pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah, demam, menggigil, dan nyeri ulu hati disangkal oleh pasien. Saat dibawa ke RS pasien mengaku gerakan janin masih aktif. Selama kehamilan pasien rutin memeriksakan kehamilan di Puskesmas (bidan) setiap 2 minggu sekali sejak usia kehamilan 3 bulan (pasien baru mengetahui bahwa dirinya hamil pada saat usia kehamilan 3 bulan). Imunisasi TT (1x), riwayat USG kehamilan 2 kali. Saat kontrol kondisi kehamilan selalu dikatakan baik, tekanan darah tidak pernah tinggi dan tidak ada keluhan yang berarti.

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat perdarahan pada kehamilan sebelumnya, darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, serta penyakit jantung disangkal pasien.

Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, serta penyakit jantung dalam keluarga disangkal pasien.

Riwayat MenstruasiMenarche pada usia 12 tahun. Menstruasi teratur sebulan sekali, lamanya 5-7 hari, ganti pembalut sebanyak 2 kali sehari, nyeri haid (-).

Riwayat PernikahanPasien menikah 1 kali saat usia 17 tahun dengan bujang.

Riwayat ObstetriI. Laki-laki, usia 18 tahun, lahir secara spontan di paraji, berat badan lahir tidak tahu;II. Kembar, Perempuan, usia 13 tahun, lahir secara spontan di bidan dengan berat badan lahir 1800 gram;Perempuan, usia 13 tahun, lahir secara spontan di bidan dengan berat badan lahir 2200 gram;III. Laki-laki, usia 7 tahun, lahir secara spontan di bidan dengan berat badan lahir 3000 gram; danIV. Hamil ini.

Riwayat KBPasien menggunakan kontrasepsi dengan pil, terakhir mengkonsumsi 11 bulan yang lalu.

2.2. Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran: Compos mentisBB/TB: 68 kg/163 cmTanda vitalTekanan darah: 110/60 mmHgNadi: 96x/menit, reguler, volume cukupSuhu: 36,7 CPernafasan: 20 x/menitKepala: Normocephali, deformitas (-)Mata: Konjungtiva pucat (/), Sklera ikterik (-/-)Leher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba membesarThoraks : Paru: Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Jantung: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : Membuncit sesuai dengan usia kehamilan, strie gravidarum (+), nyeri tekan (-)Ekstremitas: Akral hangat ++/++, oedem --/--Genitalia: Vulva edema (-)

Status ObstetriPalpasiTFU: 28 cm, punggung kiri, persentasi kepala, DJJ 143 bpmHis: irregulerLeopoldLeopold I: Bulat, tidak melenting (bokong)Leopold II:Teraba rata di abdomen sebelah kiri ibu (punggung kiri)Teraba bagian kecil-kecil di abdomen sebelah kanan ibu (ekstremitas)Leopold III: Bulat, melenting (kepala)Leopold IV: Kepala teraba 5/5 di atas symphisis pubisInspeksi: Perdarahan aktif (+)Inspekulo : Portio livid, ostium terbuka 1 cm, tampak darah keluar dari OUIVT: Tidak dilakukan

2.3. Pemeriksaan PenunjangA. Laboratorium pada tanggal 11/11/2014PemeriksaanHasilSatuanNilai rujukanInterpretasi

Hemoglobin10,6g/dL12,0-16,0Menurun

Leukosit9,32x10/uL3,8-10,60Normal

Trombosit212x10/uL150-440Normal

Hematokrit30,7%35,0-47,0Menurun

Masa perdarahan3menit1-3Normal

Masa pembekuan10menit5-11Normal

Golongan darah ABOA-

Golongan darah rhesusPositif-

HBsAg rapidReaktifNon reaktif-

GDS57mg/dL24 minggu dan sebelum dimulainya persalinan. Perdarahan antepartum dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, tetapi yang paling sering menyebabkan perdarahan antepartum adalah solusio plasenta dan plasenta previa.(3) Perbedaan Solusio PlasentaPlasenta Previa

Perdarahan (+)(++)

Palpasi abdomenNyeri tekan (+)Lunak, nyeri tekan (-)

Presentasi janin Bagian terbawah masih tinggiPada presentasi kepala biasanya ditemukan kepala sudah masuk PAP

Denyut jantung janinBerkurang Normal (biasanya)

Tabel 1. Perbedaan Solusio Plasenta dan Plasenta Previa

AnamnesisKasusTeori

Usia kehamilan 36-37 mingguUsia kehamilan >24 minggu

Perdarahan dari jalan lahirPerdarahan dari jalan lahir

Tidak ada riwayat perdarahan sebelumnyaPerdarahan berulang

Etiologi: usia lanjut, multiparitasEtiologi: usia lanjut, multiparitas, cacat pada rahim, merokok, ukuran plasenta yang besar

Tabel 2. Perbandingan Anamnesis Plasenta Previa pada Kasus dan Teori

Pemeriksaan FisikKasusTeori

Inspeksi

Tampak perdarahan aktifPerdarahan pervaginam +/-

Konjungtiva anemis /Konjungtiva anemis bila perdarahan banyak

Palpasi

Leopold IV: traba 5/5 bagian di atas symphisis (kepala belum masuk PAP)Bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP, apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul

Tidak ada kelainan letak Kelainan letak +/-

Inspekulo

Darah keluar dari ostium uteri eksternumTerdapat perdarahan dari ostium uteri eksternum

Pemeriksaan Letak Plasenta secara Langsung

Tidak dilakukanPDMO

Tabel 3. Perbandingan Pemeriksaan Fisik Plasenta Previa pada Kasus dan Teori

Pemeriksaan PenunjangKasusTeori

USG transabdominal: Plasenta di korpus anterior meluas menutupi ostium uteri internumUSG transabdominal : Plasenta letak rendah Plasenta tampak menutupi os serviks Plasenta letak fundus tapi meluas menutupi os serviks

Tabel 4. Perbandingan Pemeriksaan Penunjang Plasenta Previa pada Kasus dan Teori

3.2.ManajemenPada pasien dengan perdarahan trimester ketiga, dua hal utama yang menjadi prinis manajemen adalah:(4)1. Perawatan di rumah sakit yang memadai, mampu menangani perdarahan maternal serta memiliki fasilitas perinatal yang memadai; dan2. Tidak dilakukan VT (vaginal toucher) sampai kemungkinan plasenta previa disingkirkan.Pada kasus ini, pasien telah mendapatkan penanganan yang tepat sampai tahap rujukan. Bidan merujuk pasien ke rumah sakit yang lebih memadai untuk menangani HAP (hemoragik antepartum) yang dialami oleh pasien. Diharapkan dengan penanganan di rumah sakit, pasien bisa mendapatkan tatalaksana yang lebih baik, sehingga memberikan hasil yang lebih memuaskan.(4)Pada tahap selanjutnya, setelah sampai di rumah sakit, dilakukan penilaian secara cepat dan cermat apakah terjadi tanda-tanda ancaman syok atau tidak, misalnya kesadaran yang menurun, tekanan darah yang menurun (hipotensi), takikardi, nadi sulit diraba, takipnea, oliguria sampai anuria, akral dingin dan lembab, dan tanda-tanda lain. Segera dipasang jalur intravena untuk NaCl atau ringer laktat dan pemasangan DC (dauer cathether). Pada pasien sudah terpasang jalur intravena dari bidan, sehingga tidak perlu dipasang lagi. Transfusi darah diperlukan bila Hb 37 minggu ( berat badan > 2500 gram) dan in partu; atau Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor (misalnya anensefali). Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).3. Pemeriksaan PenunjangUSG dilakukan untuk menentukan letak plasenta. USG dapat dilakukan secara transabdominal maupun transvaginal.(1)

4.2.9.TatalaksanaTatalaksana Umum(5) Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan; Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat); dan Lakukan penilaian jumlah perdarahan. Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan. Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif.

Tatalaksana KhususTerapi Konservatif(4, 5)Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif. Terapi ekspektatifPerdarahan pada plasenta previa dapat terjadi sebelum paru-paru janin matang. Dalam kasus ini, kelangsungan hidup janin di intrauterine dapat tetap dipertahankan dengan terapi ekspektatif. Pada awal kehamilan, diperlukan transfusi untuk menggantikan kehilangan darah serta terapi tokolitik untuk mencegah terjadinya persalinan prematur, hingga kehamilan mencapai usia 32-34 minggu. Setelah 34 minggu, manfaat pematangan harus dipertimbangkan terhadap terjadinya resiko perdarahan yang lebih besar. Selain itu penting juga untuk dipertimbangkan resiko terjadinya perdarahan kembali yang disertai dengan retardasi pertumbuhan janin intrauterine. Sebagian besar kasus plasenta previasekitar 75%dilakukan terminasi kehamilan pada usia 36-40 minggu.

Syarat terapi ekspektatif: Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau tanpa pengobatan tokolitik; Belum ada tanda inpartu; dan Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal). Janin masih hidup dan kondisi janin baik; Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis; Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta; Berikan tokolitik bila ada kontraksi: MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam; atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 2x12 mg IM dalam 24 jam atau deksametason 6 mg/12 jam IV atau IM diberkan sebanyak 4 kali dalam 48 jam untuk pematangan paru janin bila usia kehamilan antara 24-34 minggu. Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan; Pastikan tersedianya sarana transfusi; dan Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.

Terapi Aktif(5) Rencanakan terminasi kehamilan jika: Usia kehamilan cukup bulan; Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali); dan Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa memandang usia kehamilan. Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi kepala, maka dapat dilakukan pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam masih dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea; Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari tempat plasenta: Jahit lokasi perdarahan dengan benang; Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit; dan Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai, seperti ligasi arteri dan histerektomi.

Terminasi Kehamilan pada Plasenta Previa Seksio sesareaSeksio sesarea adalah metode persalinan pilihan utama pada plasenta previa. Operasi sesar telah terbukti telah menjadi faktor terpenting dalam menurunkan angka kematian maternal dan perinatal.(4)Jika memungkinkan, syok hipovolemik harus diperbaiki dengan cairan intravena dan darah terlebih dahulu sebelum operasi dimulai. Hal tersebut dilakukan bukan hanya akan melindungi ibu, tetapi keadaan janin juga akan membaik lebih cepat di dalam rahim daripada jika dilahirkan dalam keadaan ibu yang masih syok.(4)Pemilihan teknik operasi sangat penting karena lokasi plasenta dan perkembangan segmen bawah rahim. Jika sayatan melewati tempat implantasi plasenta, ada kemungkinan besar bahwa janin akan kehilangan sejumlah besar darah, bahkan mungkin membutuhkan transfusi berikutnya. Dengan implantasi di posterior plasenta, sayatan melintang melintang letak rendah mungkin lebih baik jika segmen bawah rahim berkembang dengan baik. Jika tidak, sayatan klasik mungkin diperlukan untuk menghindari sayatan melalui plasenta. Harus dilakukan persiapan untuk perawatan dan resusitasi bayi juka diperlukan. Selain itu, kemungkinan kehilangan darah harus dipantau pada bayi bila plasenta telah disayat.(4)Dalam persentase kecil kasus, hemostasis di tapak plasenta tidak memuaskan karena kontraksi yang buruk di segmen bawah rahim. Jahitan matras atau packing mungkin diperlukan diamping pemberian oksitosin, prostaglandin, metilergonovine. Jika ditemukan plasenta akreta ditemukan, hemostasis mungkin diperlukan histerektomi total. Infeksi nifas dan anemia adalah komplikasi paska operasi yang paling mungkin.(4) SpontanPersalinan spontan biasanya dilakukan pada psien yang mengalami plasenta previa tipe marginal dan presentasi kepala. Apabila dipilih persalinan pervaginam, selaput ketuban harus dipecahkan terlebih dahulu untuk merangsang terjadinya persalinan (sebaiknya tidak diberikan oksitosin seblum selaput ketuban dipecahkan, karena akan menyebabkan perdarahan lebih lanjut). Dorongan dari bagian kepala janin pada tepi plasenta biasanya akan mengurangi perdarahan seiring dengan majunya persalinan.(4)Karena adanya kemungkinan terjadi hipoksemi pada janin akibat pemisahan plasenta maupun penekanan pada tali pusat karena dorongan dari kepala janin saat terjadi penurunan kepala, maka penting untuk dilakukan pemantauan janin terus menerus. Dan jika terdapat abnormalitas DJJ, maka harus segera dilakukan seksio sesarea, kecuali bila pengeluaran janin sudah dekat.(4)

4.2.10.KomplikasiMaternal1. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia, bahkan syok.(2)2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun biasanya tidak seluruh permukaan maternal plasenta megalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbulah perdarahan dalam kala III. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta akreta terjadi 10% - 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea satu kali, naik menjadi 60%- 65% bila telah seksio sesarea tiga kali.(2)3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak. Oleh karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun mengeluarkan pasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan yang banyak yang tidak terendali dengan cara-cara yang lebih sederhana, seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteri uterina, ligasi arteri ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteri hipogastrika, maka pada keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.(2)

FetalKelahiran preterm terjadi pada 46%-60% pada janin dengan ibu yang mengalami plasenta previa dan merupakan komplikasi utama pada neonatus. Komplikasi lain pada janin dengan ibu yang mengalami plasenta previa adalah anomali kongenital, respiratory distress syndrome, dan anemia. Kehilangan darah dini atau kronis, perdarahan janin akut dapat terjadi selama dilakukannya seksio sesarea ketika plasenta previa yang terletak di anterior terkena.(8)

4.2.11.PrognosisTelah terjadi penurunan mencolok angka kematian ibu akibat plasenta previa, suatu kecenderungan yang dimulai pada tahun 1927 saat Bill menyarankan transfusi yang memadai dan seksio sesarea. Di Amerika terjadi penurunan mortalitas maternal dari 1% menjadi 0,2%.(1, 8)Sejak tahun 1945, saat Macafee dan Johnson secara terpisah menyarankan terapi ekspektatif untuk pasien yang jauh dari aterm. Tercatat bahwa mortalitas perinatal di Amerika mengalami perbaikan dibanding sebelum dilakukannya penatalaksanaan yang memadai. Dengan dilakukannya penatalaksanaan terkini, mortalitas perinatal yang awalnya 15% (atau sekitar 10 kali dibandingkan kehamilan normal), menjadi 10%. Tetapi, walaupun separuh wanita memiliki kehamilan mendekati aterm saat perdarahan pertama kali terjadi, persalinan prematur masih menimbulkan masalah besar bagi sisanya, karena tidak semua wanita dengan plasenta previa dan janin prematur dapat menjalani penatalaksanaan menunggu.(1, 8)Sekitar 70% pasien denga plasenta previa paling tidak mengalami satu kali episode perdarahan. Hal ini tidak berkaitan dengan derajat plasenta previa yang terjadi antara yang mengalami perdarahan dan yang tidak mengalami perdarahan. Tidak ada yang dapat memprediksi mengenai siapa yang akan mengalami perdarahan dan mana yang tidak. Perdarahan yang terjadi menyebabkan pengakan diagnosis dini dan pengeluaran janin dini juga (biasanya 1 minggu). Seksio sesari emergensi sering dilakukan pada wanita yang mengalami perdarahan.(8)

BAB VPENUTUPPada kasus perdarahan pada kehamilan trimester ketiga penting untuk dilakukan pengenalan dini agar dapat segera diberikan tatalaksana sebelum terjadinya komplikasi lebih lanjut, seperti syok sampai dengan kematian. Dalam managemen perdarahan antepartum, hal yang penting untuk digarisbawahi adalah ebelum diagnosis plasenta previa sebagai penyebab dari HAP disingkirkan, tidak boleh dilakukan VT karena ditakutkan terjadi perdarahan hebat akibat segmen plasenta yang menutupi OUI tersentuh oleh tangan. Apabila sudah terjadi ancaman syok, maka penting untuk segera dilakukan penanganan syok yang adekuat.Pada kasus ini, ibu baru datang setelah mengalami perdarahan selama 12 jam dan selama di bidan, ibu mengaku bahwa dilakukan dua kali pemeriksaan dalam. Seharusnya hal ini tidak boleh dilakukan, karena jelas diagnosis plasenta previa belum dapat disingkirkan dan pasien dirujuk ke RSUD Karawang dengan plasenta previa. Untung saja perdarahan yang dialami ibu tidak menyebabkan Hb turun mencolok dan usia kehamilan ibu sudah mendekati aterm (36-37 minggu), sehingga dapat dilakukan terminasi dengan aman dan hasil akhirnya, baik ibu maupun bayi tidak ada masalah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham GF. Persalinan Normal. In: Profitasari, Hartanto H, Suyono YJ, Yusna D, Kosasih AA, Prawika J, et al, Editors. Obstetri williams vol 1. 21st ed. Jakarta: EGC; 2005. p. 686-7, 698-7032. Prawirohardjo S. Ilmu kandungan. In: Saifuddin AB, Rachimhadi T, Wiknjosastro GH, Editors. 2nd ed. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. p. 493-5023. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and gynaecology: antepartum hemorrhage. 1st ed. Edinbuegh: Churchill Livingstone; 2003. p. 364. Deherney AH, Nathan L, Goodwin TM. Current diagnosis and treatments in obstetrics and gynecology: the course and conduct of normallabor and delivery. 10th ed. New York: McGraw Hill; 20075. Kementrian Kasehatan Republik Indonesia. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. 1st ed. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2013. p. 96-86. Hanretty KP. Obstetrics illustrated: vaginal bleeding in pregnancy. 6th ed. Edinburgh: Churchill Livingstone; 2003. p. 186-77. Chamberlain G, Morgan M. ABS of antenatal care: antepartum hemorrhage. 4th ed. London: BMJ Publishing Group; 2002. p. 61-48. Pernoll ML. Benson & Pernolls handbook of obstetrics and gynecology: late pregnancy complication. 10th ed. New York: McGraw-Hill; 2001. p. 325-9, 334-40

40