Laporan kasus Pterigium 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

testing

Citation preview

Laporan Kasus Pterygium

Laporan Kasus Pterygium

I. PENDAHULUANPterigium adalah Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang berbentuk segitiga, yang bersifat degenaratif dan invasif. [1][2] Pterigium ini biasanya terletak pada celah kelopak mata bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar kearah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan akan terganggu. Berikut ini akan ditampilkan laporan kasus serta pembahasan pada pasien Tn.A.

II. LAPORAN KASUSTn.A usia 39 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan mata kiri merah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain mata merah, pasien juga mengeluh adanya selaput putih, ada rasa gatal dan rasa mengganjal. Awalnya pasien merasakan adanya selaput putih kurang lebih hampir 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Selaput putih mulanya berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran ketika pasien berkunjung ke poli, dimana semakin lama semakin membesar. Selaput putih ini disertai keluhan ada rasa mengganjal. Kemudian pasien mengeluh mata merah yang dirasakan 8 atau 9 hari kemudian, mata merah disertai rasa gatal yang membuat pasien sering ingin mengucek matanya. Pasien juga mengeluh matanya kadang-kadang berair. Pasien tidak mengeluh adanya nyeri, tidak ada kotoran atau belek dan pasien juga tidak mengeluh adanya rasa lengket pada mata saat bangun tidur. Pasien tidak mengeluh adanya pandangan buram baik saat melihat jauh maupun melihat dekat dan tidak terdapat rasa silau sejak munculnya gejala. Tidak ada riwayat demam sebelumnya dan tidak ada riwayat mata merah berulang. Pasien juga mengaku tidak ada riwayat trauma sebelumnya, tidak memiliki riwayat alergi, serta tidak ada keluhan penyakit mata seperti ini sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit gula, darah tinggi, asma dan riwayat alergi makanan dan obat-obatan.Pasien merupakan seorang pekerja buruh yang sering menggunakan kendaraan bermotor saat pergi bekerja, terkadang pasien tidak menggunakan helm jika jarak yang ditempuh dekat. Pasien juga mempunyai kebiasaan merokok sampai sekarang. Pasien juga bertempat tinggal dan bekerja di daerah yang beriklim panas dan berdebu.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik dengan kesadaran compos mentis. Nadi pasien 80 x/menit dan pernafasan 24 x/menit.Dari pemeriksaan mata kiri didapatkan refleks cahaya jatuh ditengah kornea (orthoporia), gerakan bola mata bebas kesegala arah mata angin, visus didapatkan 6/6 OS, TIO normal/palpasi, fraktur rima orbita (-), krepitasi (-), supersilia tumbuh teratur, madarosis (-), sikatrik (-), edema palpebra (-), hiperemis (-), blefarospasme (-), margo palpebra ektopion (-), entropion (-), trikiasis (-), konjungtiva tarsal superior folikel (-), papil (-), konjungtiva tarsal inferior folikel (-), papil (-), konjungtiva bulbi injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (+), kornea jernih, bilik mata depan dalam, hipopion (-), hifema (-), iris warna coklat, sinekia anterior dan posterior (-), pupil bulat isokor, RCL (+), RCTL (+), lensa jernih, vitreus humor jernih.Pada pemeriksaan mata kanan didapatkan refleks cahaya jatuh ditengah kornea (orthoporia), gerakan bola mata bebas kesegala arah mata angin, visus didapatkan 6/6 OD, TIO normal/palpasi, fraktur rima orbita (-), krepitasi (-), supersilia tumbuh teratur, madarosis (-), sikatrik (-), edema palpebra (-), hiperemis (-), blefarospasme (-), margo palpebra ektopion (-), entropion (-), trikiasis (-), konjungtiva tarsal superior folikel (-), papil (-), konjungtiva tarsal inferior folikel (-), papil (-), konjungtiva bulbi injeksi siliar (-), injeksi konjungtiva (-), kornea jernih, bilik mata depan dalam, hipopion (-), hifema(-), iris sinekia anterior dan posterior(-), pupil bulat isokor, RCL (+), RCTL (+), lensa jernih, vitreus humor jernih, atau pemeriksaan pada mata kanan dalam batas normal.Berdasarkan anamnesa serta pemeriksaan yang telah dilakukan, baik pemeriksaan visus (untuk menilai tajam penglihatan pasien) dan slit lamp (untuk menilai apakah ada kelainan pada segmen anterior mata), mata kiri pasien dapat didiagnosa sebagai Pterygium simpleks derajat 3.Penatalaksanaan yang dapat diberikan meliputi, nonmedikamentosa seperti edukasi untuk menghindari faktor pencetus. Pasien dapat menggunakan kacamata atau helm yang matanya tertutup ketika berpergian. Untuk terapi medikamentosa pasien dapat diberikan OAINS untuk mengurangi radang pada matanya. Dan terapi bedah jika sudah semakin membesar dan menganggu penglihatanPrognosis Pterygium pada pasien ini, quo ad vitam dan quo ad functionam ad bonam, sedangkan untuk quo ad sanationam dubia ad bonam.

III. PEMBAHASANPterigium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak didaerah iklim panas dan kering. Prevalensi pterigium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun. Rekuren lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki empat kali lebih beresiko dari perempuan serta berhubungan erat dengan merokok, pendidikan rendah, serta riwayat exposure lingkungan diluar rumah.Pterigium bisa menyebabkan perubahan yang sangat berarti dalam fungsi visual atau penglihatan pada kasus yang kronis. Mata bisa menjadi inflamasi sehingga menyebabkan iritasi okuler dan mata merah.Berdasarkan beberapa faktor penyebab pterygium diantaranya :1. Jenis KelaminPterigium dilaporkan terjadi 4 kali lebih sering pada pria daripada wanita.2. UmurJarang sekali orang menderita pterigium umurnya dibawah 20 tahun. Untuk pasien yang umurnya diatas 40 tahun mempunyai prevalensi tinggi, sedangkan pasien yang beumur 20-40 tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterigium yang paling tinggi.Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan, yaitu, radiasi ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.1. Radiasi UltravioletFaktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah eksposure sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang (geografis), waktu diluar rumah, penggunaan kacamata, dan topi juga merupakan faktor penting terhadap timbulnya pterigium.2. Faktor GenetikBeberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan pterigium, kemungkinan diturunkan secara autosom dominan.3. Faktor LainIritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru pathogenesis dari pterigium, yang menunjukkan adanya Pterygium angiogenesis factor dan penggunaan farmakoterapi antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembapan yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eyes dan virus papilloma juga menyebabkan timbulnya pterigium.Klasifikasi[2]Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe progresif dan regresif : Progresif Pterigium: Tebal dan vascular dengan beberapa infiltrat di kornea depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium) Regresif Pterigium: Tipis, atrophy, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.Pada fase awal pterigium tanpa gejala, tetapi keluhan kosmetik. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah pupil atau menyebabkan kornea astigmatisma menyebabkan pertumbuhan fibrosis pada tahap regresif. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakkan mata.Pterigium juga dibagi dalam 4 derajat yaitu: Derajat 1 : Jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea Derajat 2 : Jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. Derajat 3 : Jika pterygium sudah melebihi stadium 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) Derajat 4 : Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan.Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi menjadi 3, yaitu : Tipe I: Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea pada tepinya saja. Lesi meluas < 2 mm dari kornea. Stockers line atau deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterygium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering mengalami inflamasi ringan. Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat. Tipe II: Disebut juga pterygium tipe primer advanced atau pterigium rekuren tanpa keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmat. Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlbatan zona optik. Merupakan bentuk pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik membedakan tipe ini dengan tipe yang lain. Lesi mengenai kornea > 4mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks biasanya menyebabkan gangguan pergerakkan bola mata serta kebutaan.Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa dengan slit lamp pterygium dibagi menjadi 3 yaitu : T1 (atrophy): Pembuluh darah episklera jelas terlihat T2 (intermediet) : Pembuluh darah episklera sebagian terlihat T3 (fleshy, opaque): Pembuluh darah tidak jelas.

Gejala KlinisPasien yang menderita pterygia sering mempunyai berbagai macam keluhan, yang mulai dari tidak ada gejala yang berarti sampai mata menjadi merah sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan kabur disertai dengan jejas pada konjungtiva yang membesar dan kedua mata terserang penyakit ini.[3,4]Penderita biasanya datang untuk pemeriksaan mata lainnya, misalnya untuk pemeriksaan kacamata dan tidak mengeluhkan adanya sesuatu yang tumbuh diatas korneanya, namun terkadang penderita merasa penglihatannya terganggu misalnya astigmat, dan dapat pula disertai keratitis pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering) dan garis besi (iron line dari stocker) yang terletak di ujung pterigium.

Pada pasien ini didapatkan, pasien tinggal di dekat kawasan industri yang kering, panas dan berdebu. Pasien juga bekerja sebagai buruh. Keluhan utama pasien ketika datang ialah adanya mata merah disertai adanya jaringan keputihan pada mata kiri sebelah tengah pasien. Jaringan keputihan itu semakin melebar sejak 5 hari SMRS. Keluhan disertai dengan adanya rasa mengganjal dan berair. Pasien tidak mengeluh adanya penurunan daya penglihatan dan tanpa adanya belek. Pasien juga tidak mengeluh adanya nyeri.Berdasarkan keluhan utama dari penderita, yaitu mata merah tanpa adanya penglihatan turun, maka dapat dipikirkan kemungkinan adanya pterygium, pinguekela, hematoma subkonjungtiva, episkleritis, skleritis, serta konjungtivitis.Dilihat dari gejala klinis berupa mata merah tanpa disertai visus menurun tanpa disertai kotoran, serta adanya faktor resiko penderita yakni, penderita tinggal didaerah iklim panas dan kering, umur, jenis kelamin penderita, serta adanya riwayat merokok, dan riwayat exposure lingkungan diluar rumah. Maka diagnosa yang memungkinkan ialah Pterygium, Pseudopterygium dan Pinguekela.Kemungkinan diagnosis hematoma subkonjungtiva dapat disingkirkan karena pada penderita ini tidak adanya riwayat trauma, baik mekanik maupun kimia, dan juga pasien tidak pernah merasa ada kelilipanKemungkinan episkleritis juga dapat disingkirkan oleh karena pada pasien ini tidak didapatkan adanya rasa nyeri serta mata pasien tidak kering. Benjolan juga tidak sakit ketika dilakukan palpasi pada bola mata. Episkleritik ini juga terdapat paling banyak pada perempuan dan juga biasanya disertai penyakit sistemik seperti SLE, dan Reumatik.Kemungkinan Skleritis juga dapat disingkirkan karena gejala episkleritis dan skleritis hampir sama, hanya saja pada skleritis ditemukan kelainan mata yang bilateral, Jika Episkleritis biasanya unilateral. Sifat nyeri yang menjalar ke dahi, alis dan dagu dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa ini.Kemungkinan diagnosa konjungtivitis juga dapat dipertimbangkan, terlebih lagi konjungtivitis alergi. Namun, pada konjungtivitis alergi dapat ditemukan reaksi radang berupa rasa sakit, bengkak dan panas pada mata yang terpajan, selain itu, penderita tidak pernah ada riwayat gatal yang berulang yang dipengaruhi oleh cuaca atau musim. Pada pemeriksaan fisik, penderita juga tidak ditemukan adanya papil yang merupakan tanda khas pada konjungtivitis alergi. Konjungtivitis viral juga dapat disingkirkan, oleh karena penderita hanya terkena satu mata dan juga tidak ada demam sebelumnya.Diagnosa yang paling memungkinkan pada kasus ini ialah Pterygium simpleks derajat 3. Diagnosa pinguekela serta pseudopterygium dapat disingkirkan karena :i. Pinguekela : Berbentuk kecil dan meninggi, massa kekuningan berbatas pada limbus konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan terkadang terinflamasi.ii. Pseudopterygium : Hampir mirip pterygium, namun, biasanya pseudopterygium itu diawali adanya riwayat sakit mata sebelumnya, contohnya adanya ulkus kornea.Diagnosa Pterygium simpleks derajat 3 ini dapat ditegakkan karena ditemukannya mata merah tanpa visus turun, yang diikuti dengan tanda khas pterygium yakni timbulnya jaringan fibrovascular yang mucul berbentuk segitiga pada konjugntiva bulbi menuju kornea. Adanya factor risiko yang mendukung riwayat kontak dengan dunia luar ( debu, sinar UV dsb) semakin memperjelas kemungkinan suatu Pterygium.Kemungkinan prognosis untuk pasien ini, quo ad vitam ad bonam karena tanda-tanda vital pasien masih baik atau daam batas normal, quo ad functionam dubia ad bonam, karena dengan pembedahan biasanya akan menghasilkan hasil yang lebih baik, serta diharapkan perkembangan jaringan yang tidak sampai mengenai pupil.

DAFTARPUSTAKA1. Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2002,Oftalmologi Umum, Edisi ke-14, Widya Medika, Jakarta1. Anonim Referat Pterygium. [online] 2011. [cited 2011 March 04]. Available from : http://skydrugz.blogspot.com1. Ilyas S, 2008,Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta1. Ilyas S, Mailangkay H.B., Taim H, 2002,Ilmu Penyakit Mata, Edisi ke-2, Sagung Seto, Jakarta[Type text]Page 1