Upload
henry-manurung
View
311
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tema Dan Judul Laporan Kerja Praktek
Tema laporan pada kerja praktek ini adalah tentang “Sistem Kendali Pada
Dedusting Plant di Pabrik Slab Steel Plant (SSP) 2 PT. Krakatau Steel”
Judul laporan yang dipilih adalah “Sistem Kendali Pada Dedusting Plant
di Pabrik Slab Steel Plant (SSP) 2 PT.Krakatau Steel”
Sistem kendali yang terdapat di slab steel plant 2, meliputi : Electrodes
control system, Dedusting system, Material handling system, Cooling system,
Continuous casting machine, Cutting machine system. Pada laporan kerja praktek
ini penulis menentukan suatu batasan masalah yaitu, hanyalah membahas
mengenai proses dedusting pada EAF 9 & 10 secara umum dan pada filter secara
khusus, instrumentasinya sebatas sensor dan akuator serta tidak akan membahas
mengenai pengolahan data pada PLC dan jaringannya (termasuk pengkondisian
sinyal) dan tidak membahas parameter komponen dan perhitungannya.
1.2. Latar Belakang
Dunia Industri sebagai salah satu subyek yang menerapkan teknologi
sangat membutuhkan tenaga kerja yang siap pakai dalam kegiatan industri.
Sedangkan Universitas sebagai penyelenggara kegiatan tidak mampu
menyediakan materi dan pelatihan secara up to date. Kegiatan kerja praktek ini
dimaksudkan memberikan pengalaman kerja, dan membuka wawasan mahasiswa
dalam hal perkembangan teknologi terkini yang diaplikasikan dalam dunia
industri.
Sitem otomatisasi proses merupakan inti dari suatu proses industi.
Pengetahuan dan teknologi pengolahan sistem otomatisasi proses merupakan
kunci yang menjadi parameter maju dan berkembangnya suatu perusahaan. Hal
ini dikarenakan, bahwa proses otomatisasi mampu menyingkirkan parameter
2
parameter yang sifatnya merugikan. Parameter tersebut dapat berupa jumlah
tenaga kerja, biaya produksi, ketelitian serta waktu produksi.
PT. Krakatau Steel sebagai perusahaan baja terkemuka di Indonesia
dijadikan tempat kerja praktek, karena dianggap mampu mewakili pekembangan
teknologi di dunia industri saat ini. Selain itu sistem produksinya yang sudah semi
otomasi dengan dukungan teknologi PLC dan rangkaian kontrol elekronik
merupakan hal umum, namun tidak penulis dapatkan bentuk aplikasi dan
realisasinya dari proses pembelajaran dibangku perkuliahan sampai saat ini.
PT. Krakatau Steel merupakan salah satu industri hijau yang meraih
Piagam Penghargaan Penganugerahan Industri Hijau pada tahun 2010. Sebagai
industri hijau yang peduli lingkungan, sudah tentu memiliki beberapa sistem
pengolahan limbah pencemar lingkunagan. Salah satu sistem tersebut adalah
Dedusting Plant. Dedusting Plant merupakan unit pengolah debu hasil operasi
produksi. Plant tersebut adalah hal yang sangat umum dimiliki perusahan pada
dunia industri, namun prosesnya sangat berbeda beda sesuai dengan jenis dan
karakteristik debu hasil produksi.
1.3. Tujuan Kerja Praktek
Tujuan dari kerja praktek di PT. Krakatau Steel adalah:
1.3.1. Tujuan Umum
1. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan tentang perkembangan ilmu
teknologi dimasa sekarang.
2. Menambah informasi dan pengetahuan mengenai ilmu yang dipelajari
selama kuliah dengan aplikasinya di industri.
3. Memahami dan mendapatkan gambaran sistem kendali pada dunia
industri yang sesungguhnya.
4. Sebagai media untuk melatih keterampilan dalam lingkungan industri
yang sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuni dan dipelajari.
5. Menambah ilmu dalam bidang komunikasi dalam lingkungan
masyarakat industri.
3
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui hasil produksi PT. Krakatau Steel dan profil perusahaan
secara singkat.
2. Mendapat gambaran nyata tentang proses pengolahan debu pada
Dedusting Plant di PT. Krakatau Steel.
3. Mengetahui teknik pengendalian dan instrumentasi pada proses
Dedusting Plant secara umum dengan karakteristik debu bertemperatur
tinggi, sebagai salah satu aplikasi elekto bidang kendali.
4. Mengetahui proses otromatisasi pembersihan filter pada Dedusting
Plant.
5. Mencari refrensi dan bahan penunjang skripsi.
1.4. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja Praktek dilaksanakan di Dinas Perawatan Instrumentasi &
Komputer, Divisi Perawatan Pabrik Pengolahan Baja (P3B) Slab Steel Plant 2
(SSP 2), PT. Krakatau Steel yang beralamat di Jl. Industri No 5. Cilegon-Banten,
Indonesia.
Pelaksanaan Kerja Praktek di PT. Krakatau Steel berlangsung selama satu
bulan, terhitung dari tanggal 9 January 2012 sampai dengan 9 Febuary 2012.
1.5. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dalam pembuatan
laporan mencakup:
1. Observasi
Pengamatan langsung dilapangan dan mengamati objek yang memiliki
keterkaitan dengan penulisan laporan kerja praktek, baik diruangan
Workshop Instrumen & Komputer maupun di daerah dapur produksi baja
slab di SSP 2.
2. Wawancara
Melakukan tanya jawab langsung dengan pembimbing lapangan, staff dan
karyawan Workshop Instrumen & Komputer serta operator yang berada
4
ditempat produksi, untuk mendapatkan penjelasan dan kelengkapan data
yang akan diteliti.
3. Studi Literatur
Mengumpulkan informasi dari buku-buku referensi akademik, internet dan
buku-buku manual pengoperasian alat serta rangkaian pengawatan
kelistrikan yang menunjang dalam pengumpulan data.
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai laporan ini, penulis
menjelaskan secara singkat mengenai sistematika penulisan laporansebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan
Menjelaskan mengenai tema dan batasan masalah, latar belakang, tujuan,
tempat dan waktu pelaksanaan, metode pengumpulan data serta sistematika
penulisan., dan sistematika studi dari Kerja Praktek
Bab II Profil Perusahaan
Menjelaskan profil PT. Krakatau Steel secara umum yang meliputi sejarah
PT. Krakatau Steel, fasilitas produksi, infrastruktur pendukung serta struktur
organisasi.
Bab III Landasan Teori
Berisi teori-teori dasar pada perkuliahan mengenai sistem kendali dan
beberapa sensor serta komponen lainnya yang digunakan dalam dedusting
plant, sehingga dari teori-teori tersebut dapat dimengerti aplikasinya di dunia
industri.
Bab IV Bahasan Khusus
Pada bagian ini merupakan bahasan utama yang berisi tentang proses
dedusting serta pengendalian dan instrumentasi pada dedusting plant
Bab V Kesimpulan Dan Saran
Bagian ini berisi tentang kesimpulan dan saran selama kerja praktek.
5
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Profil Umum PT. KRAKATAU STEEL
PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. adalah perusahaan yang bergerak dalam
bidang pembuatan baja. Mulai beroprasi pada 1977 berdasarkan dari Proyek Besi
Baja Trikora yang dicanangkan Presiden Soekarno pada 1960. Dalam akta
pendirian PT. Krakatau Steel disebutkan, bahwa maksud dan tujuan pendiriannya
adalah
1. Menjalankan Industri untuk memproduksi besi dan baja sebagai bahan
perindustrian serta membuat hasil hasil besi dan baja.
2. Menjalankan pertambangan mineraldan industri metal lainnya yang ada
hubungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
industri baja.
3. Menjalankan perdagangan umum, termasuk perdagangan ekspor- impor,
trensuler, lokal dan interlokal dalam hubungan dengan usaha usaha seperti
yang tersebut dalam poin 1 dan 2.
4. Menjalankan kegiatan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan usaha-
usaha seperti yang terdapat pada poin 1 sampai dengan 3.
Sekarang PT. Krakatau Steel telah berkembang menjadi produsen besi
baja terpadu terbesar di Indonesia, yang telah mendapatkan beberapa sertifikasi
seperti ASTM A252 dan AWWA C200 sejak 1973, API 5L pada 1977, serta ISO
9001 dan ISO 14001. Dengan kapasitas produksi sebesar 2,45 juta ton, PT.
Krakatau Steel telah mengembangkan hasil produknya untuk mencakup berbagai
keperluan di pasar industri, yaitu Billet, Wire Rod, Slab, Hot Rolled Coil, Sheet
Plate, Cold Rolled Coil.
PT. Krakatau Steel sebagai perusahaan baja terbesar di Indonesia memiliki
visi dan misi sebagai berikut :
6
Visi Perusahaan baja terpadu dengan keunggulan kompetitif untuk
tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan menjadi
perusahaan terkemuka di dunia.
Misi Menyediakan produk baja bermutu dan jasa terkait bagi
kemakmuran bangsa.
2.2. Fasilitas Produksi
Krakatau Steel merupakan pabrik baja pertama di Indonesia yang
terintegrasi dari hulu ke hilir. Pabrik ini terdiri dari 6 fasilitas produksi, yaitu:
2.2.1. Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Plant)
Pabrik Besi Spons merupakan salah satu fasilitas produksi miliki PT.
Krakatau Steel yang memproduksi besi spons (DRI/Direct Reduction Iron)
dengan menggunakan bahan baku berupa bijih besi (IOP/Iron Ore Pellet).
Fasilitas utama yang terdapat di Pabrik Besi Spons dapat dilihat pada tabel 2.1.
Proses utama yang terjadi di dalam proses reduksi IOP tersebut adalah reformasi
gas dan reduksi.
Tabel 2.1 Fasilitas Utama Pabrik Besi Spons
Sumber data : PT. Krakatau Steel
Hasil produksi dari Pabrik Besi Spons digunakan sebagai bahan baku
pembuatan baja di Slab Steel Plant dan Billet Steel Plant
7
2.2.2. Pabrik Baja Slab (Slab Steel Plant)
Terdapat dua pabrik baja slab, yaitu SSP 1 yang dibangun pada 1982
dengan teknologi pembuatan baja MANGHH dan CONCAST dari german dan
SSP 2 pada tahun 1993 teknologi pembuatan baja Voest Alpine Austria. SSP2
memiliki empat dapur baja listrik dengan kapasitas tiap dapurnya mencapai 130
ton, dua mesin concast, ladle furnace, dan RH vacuum degassing. Data mengenai
fasilitas utama Pabrik Baja Slab, dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Fasilitas Utama Pabrik Baja Slab
Sumber data : PT. Krakatau Steel
Pabrik baja slab memproduksi baja slab dengan ukuran : tebal 200 mm,
lebar 950-2.080 mm dan panjang maksimum 12.000 mm, dengan berat
maksimum 30 ton. Pabrik ini mengunakan besi spons, scrap serta kapur sebagai
bahan baku utama.
2.2.3. Pabrik Baja Billet (Billet Steel Plant)
Beroperasi pada tahun 1979, Pabrik Baja Billet (BSP) merupakan pabrik
peleburan baja yang memproduksi Baja Billet dengan kapasitas produksi
mencapai 500.000 ton per tahun. BSP dibangun dengan memiliki beberapa unit
8
pendukung, yaitu 4 unit Electric Arc Furnace (EAF) dengan kapasitas masing
masing EAF adalah 65 ton/heat , 1 unit Ladle Furnace, dan 2 Unit Continuous
Casting Machine. Data mengenai fasilitas utama Pabrik Baja Bilet, dapat dilihat
pada tabel 2.3. Ukuran baja bilet yang diproduksi adalah : 110 mm x 110 mm,
120mm x 120 mm, 130 mm x 130 mm dan panjang maksimum 1200 mm.
Tabel 2.3 Fasilitas Utama Pabrik Baja Bilet
Sumber data : PT. Krakatau Steel
2.2.4. Pabrik Baja Lembaran Panas ( Hot Strip Mill )
Pabrik pengerolan baja lembaran panas (HSM – Hot Strip Mill)
merupakan pabrik penegerolan baja yang menghasilkan lembaran baja dengan
ketebalan antara 2 – 6 mm dengan menggunakan bahan baku berupa slab dengan
ketebalan 200 – 240 mm. Pabrik ini berdiri sejak tahun 1983 dengan teknologi
yang berasal dari negara Jerman dan kemudian dilanjutkan dengan pengembangan
dari Perancis (untuk RF-2) dan Jepang (untuk FM-6 dan SP). Data mengenai
fasilitas utama Pabrik Baja Lembaran Panas, dapat dilihat pada tabel 2.4.
Proses pengerolan merupakan proses pembentukan suatu material metal
dimana material metal tersebut dilewatkan pada sepasang roll. Proses pengerollan
dibedakan berdasarkan temperatur dari material metal yang di-roll. Untuk
temperatur metal yang berada di atas temperatur rekirstalisasi (1280 oC), disebut
dengan Hot Rolling, sedangkan untuk sebaliknya adalah Cold Rolling.
9
Tabel 2.4 Fasilitas Utama Pabrik Baja Lembaran Panas
Sumber data : PT. Krakatau Steel
2.2.5. Pabrik Baja Lembaran Dingin ( Cold Rolling Mill )
Pabrik ini didirikan pada tahun 1986 dengan menggunakan teknologi
CLECIM dari Prancis. Data mengenai fasilitas utama Pabrik Baja Lembaran
Dingin, dapat dilihat pada tabel 2.5.
Pabrik CRM merupakan pabrik penipisan baja secara dingin yang bahan
bakunya berasal dari pabrik HSM . Kapasitas produk yang dihasilkan adalah 650
ribu ton per tahun. Produk dari pabrik ini umumnya digunakan untuk aplikasi
bagian dalam dan luar kendaraan bermotor, kaleng, peralatan rumah tangga, dan
sebagainya.
Coil yang dikeluarkan memiliki ukuran :
Lebar : 600 – 1300 mm
Tebal : 0,18 – 3 mm
10
Tabel 2.5 Fasilitas Utama Pabrik Baja Lembaran Dingin
Sumber data : PT. Krakatau Steel
2.2.6. Pabrik Baja Bentang Kawat ( Wire Rod Mill )
Beroperasi pada tahun 1975, Pabrik Batang Kawat menerapkan dua jalur
teknologi yaitu Stelmor World Chester dan teknologi Danielly No Twist. Data
mengenai fasilitas utama Pabrik Baja Bentang Kawat, dapat dilihat pada tabel 2.6.
Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 640.000 ton per tahun. Produk yang
dihasilkan pabrik ini berupa batang kawat dengan dimensi 165x165 mm dengan
diameter 18 mm.
11
Tabel 2.6 Fasilitas utama Pabrik Baja Bentang Kawat
Sumber data : PT. Krakatau Steel
2.3. Anak Perusahaan PT Krakatau Steel
Saat ini PT. Krakatau Steel juga Memiliki 10 anak perusaahan sebagai
penunjang Unit Produksi yang tersebar di kawasan industri Cilegon, yaitu :
1. PT. Krakatau Daya Listrik yang berdiri pada tahun 1996, merupakan
perusahaan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas produksi 400
MW per tahun.
2. PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) yang berdiri pada tahun 1996,
merupakan operator dan penyedia jasa pelabuhan di pelabuhan Cigading
dengan total aset mencapai Rp.118 Milyar (tahun 2003).
3. PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) berdiri pada tahun 1996. Bergerak
dibidang pengolahan dan distribus air bersih bagi industri maupun
perumahan dengan kapasitas produksi 33 juta m3 .
4. PT. Krakatau KHI Pipe Industries (PT.KHI) berdiri pada 1972.
Merupakan satu satunya perusahaan pipa sepiral di Indonesia yang
12
memiliki standar yang diakui Internasional dengan kapasitas produksi
155 ribu ton per tahun.
5. PT. Krakatau Engineering (PT.KE) berdiri pada tahun 1988.
Perusahaan ini bergerak dibidang jasa enginering dengan total aset Rp.48
Milyar (tahun 2003).
6. PT. Krakatau Waja Tama (PT.KW) berdiri pada tahun 1992.
Merupakan perodusen besi beton, besi profil, kawat baja dengan
kapasitas produksi masing masing 150 ribu dan 20 ribu ton pertahun.
7. PT. Krakatau Information Technology (PT.KITech) berdiri pada
tahhun 1933. Perusahaan ini menyediakan jasa konsultasi, perencanaan,
instalasi, pengembangan, instalasi, pengembangan, implementasi dan
jasa pendukung termasuk komunikasi dan procurement perangkat lunak
sistem informasi dengan total aset Rp.31,4 Milyar (tahun 2003).
8. PT. Plat Timah Nusntara (PT.Latinusa) berdiri pada tahun 1983,
merupakan satu satunya perusahaan baja lapis timah di Indonesia dengan
kapasitas produksi 150 ribu ton per tahun.
9. PT. Krakatau (Industri Estate Cilegon (PT.KIEC) berdiri pada tahun
1992, bergerak dibidang property industri dan komersial dengan aset
Rp.267,6 Milyar (tahun 2003).
10. PT. Krakatau Medika (PT.KM) yang berdiri pada tahun 1996,
merupakan pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan operator rumah
sakit dengan total aset Rp.48 Milyar (tahun 2003).
2.4. Tata Letak Pabrik
PT. Krakatau Steel terletak sekitar 110 Km dari Jakarta dengan luas
keseluruhannya 250 Ha. PT. Krakatau Steel terletak di kawsan industri Krakatau,
tepatnya di jalan Industri No.5 PO BOX 14 Cilegon 42435. kantor pusat PT.
Krakatau Steel terletak di Wisma Baja, dn Gatot Subroto Kav 54 Jakarta. Tata
letak Pabrik PT. Krakatau Steel berdasarkan pantauan satelit dapat dilihat pada
gambar 2.1.
13
Gambar 2.1 Tata Letak Pabrik PT. Krakatau Steel
2.5. Tenaga Kerja dan Budaya Kerja
2.5.1. Status Kepegawaian
Dalam organisasi perusahaan PT. Krakatau Steel terdapat dua status
Karyawaan, yaitu :
Karyawaan Organik, yaitu karyawaan yang diangkat sebagai
karyawan tetap oleh PT. Krakatau Steel.
Karyawaan Non-Organik, yaitu karyawan yang diangkat sebagai
karyawan dalam jangka waktu tertentu atau dapat juga disebut sebagai
karyawan kontrak.
2.5.2. Sistem Kerja
Untuk Memenuhi target produksi yang telah ditentukan, maka pabrik
harus beroperasi secara maksimal. Untuk itu dibuat program kerja bagi karyawan
sebagai berikut :
1. Karyawan Non-Shift
Waktu kerja di PT. Krakatau Steel adalah 8 jam per hari atau 40 jam
per minggu, dengan waktu istirahat selama 60 menit per hari
Hari senin s.d kamis, masuk jam 08.00 – 16.30, dengan waktu
istirahat pada pukul 12.00.
14
Hari jumat masuk jam 08.00 – 17.00, dengan wktu istirahat
pada waktu 11.30 – 13.30.
2. Karyawan Shift
Waktu kerja karyawan Shift diatur secara bergilir selama 24 jam,
dengan pembagian waktu kerja 3 shift. Lama setiap shift kerja adalah
8 jam dengn sistem kerja dilakukan oleh group shift. Setiap harinya
terdapat 3 group shift yang bekerja dan satu group shift yang libur.
Pembagian shift kerja setiap harinya adalah sebagai berikut :
Shift I Bekerja pada pukul 22.00 – 06.00
Shift II Bekerja pada pukul 06.00 – 14.00
Shift III Bekerja pada pukul 15.00 – 22.00
2.5.3. Sistem Pengelolaan Lingkunngan
Sistem Pengelolaan Lingkungan sangat berperan baik terhadap masyarakat
dan alam disekitar pabrik PT. Krkatau Steel, sehingga terciptanya lingkugan yang
harmonis dan dinamis.
Beberapa sistem tersebut adalah :
1. Pemantauan
Melakukan pemantauan ke lokasi pabrik dan di luar pabrik dengan
landasaan atau mengacu kepada Nilai Ambang Batas (NAB) dan agenda
perencanaan pemantauan yang telah disusun. Karena banyak dampak dari
kelangsungan produksi pabrik (limbah), sehingga perlu diadakan
pemantauan yang rutin. Dampak-dampak dari kelangsungan pabrik
adalah :
a. Debu Partikel
Dust
Keluarnya dust dari proses produksi spons yang terbawa
oleh udara disekitar pabrik.
Ambien
Debu yang berterbangan dan melayang-layang di udara.
15
b. Gas
Gas toksit
Gas yang sangat berbahaya, karena gas ini mengandung zat
beracun yng keluar dari cerobong-cerobong asap bekas
pembakaran.
Gs eksplosif
Gas yang mudah terbakar dan dpat menyebabkan ledakan.
c. Air buangan
Untuk menjaga lingkunga baik masyarakat dan alam. PT.
Krakatau Steel melakukan upaya meminimalisasi pembuangan
limbah produksi dengan mengkaji dampak- dampak yang
mungkin terjadi dan melakukan pembuangan limbah berbahaya
(B3) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kawasan Bogor.
d. Suara
Kondisi noise di beberapa tempat pada PT. Krakatau Steel
mencapai 90 DBA. Kedaan ini akan menggangu kesehatan
karyawan jika terjadi dalam waktu yang sangat lama (1 jam).
Sehingga dianjurkan untuk menggunakan ear protector.
2. Penelitian
Meneliti dan mengkaji segala sumber pabrik untuk dapat menemukan
bahan-bahan yang dapat menggantikan sebagai bahan alternatif
3. Pengendalian
Terdapat beberapa masalah yang pengendalian kuantitasnya
mendapatkan perhatian khusus, seperti :
Udara dan gas
Air limbah
Limbah pelumas
Limbah padat
Limbah chemical (limbah B3)
16
2.5.4. Penerapan 5R
Merupakan suatau penataan tempat kerja dalam upaya membangun nilai
budaya, disiplin, kerjas sama, keterbukaan dan saling menghargaimelalui proses
Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Sedangkan tujuan dari 5R adalah untuk
membangun budaya perusahaan dengan berfikir secara sistemik by design.
Memperbaiki system manajemen kinerja PT. Krakatau Steel didasarkan
atas lintasan yang telah ditanamkan oleh Founding Father sehingga terjadi proses
berkesinambungan.
17
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Jenis Jenis Sensor
Sensor merupakan device yang memiliki kemampuan untuk memperoleh
informasi tentang kuantitas suatu besaran fisis (mekanikal, kimiawi dan
elektrikal) ,dengan cara mengubah variasi nilai besaran fisis menjadi variasi nilai
tegangan dan arus listrik. Parameter yang menjadi out put dari sensor dapat
berupa tegangan, arus dan hambatan.Tetapi parameter yang sering digunakan
adalah arus listrik. Hal ini dikarenakan nilai arus pada sistem transmisi berupa
kabel penghantar (memiliki hambatan dalam) hampir selalu konstan, seperti nilai
arus pada rangkaian seri. Nilai arus yang akan digunakan menjadi sinyal output
sensor berada pada range 4 – 20 mA. Hal ini karena karakteristik arus listrik
sebagai sinyal, akan konstan besarnya (antara ujung penghantar yang satu dengan
ujung yang lain) pada range tersebut.
Semakin besar panjang penghantar semakin besar nilai hambatan
dalamnya, maka parameter hambatan tidak sesuai untuk menjadi sinyal output
sensor karena nilai sinyal antara yang dikirim transmiter dan yang diterima oleh
recevier akan berbeda. Pada rangkaian seri (analogi bentuk transmisi sinyal
sensor) nilai tegangan akan terus berkurang sebanding dengan panjangnya
lintasan penghantar yang dilaluinya, sesuai hukum Kirchoff II, ” Di dalam sebuah
rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik () dengan penurunan
tegangan (IR) sama dengan nol” yang artinya nilai tegangan pada rangkaian
tertutup akan berbeda sesuai nilai hambatannya. Untuk mengatasinya dibutuhkan
suatu kompensasi pada receiver untuk mengganti nilai yang hilang pada proses
transmisi, atau dengan membuat sistem tambahan untuk menguatkan sinyal pada
beberapa titik dengan jarak tertentu.
Berdasarkan nilai nilai fisis ( temperature, gaya, tekanan, aliran fluida,
level fluida, kelembaban, dll.) yang dapat diakusisi, sensor dapat dibedakan
18
menjadi beberapa jenis. Berikut adalah jenis-jenis sensor yang umum digunakan
pada proses dedusting :
3.1.1. Sensor Temperatur
Ada beberapa jenis sensor temperature yang umumnya memiliki range
pembacaan temperature yang luas dan cocok di gunakan untuk akusisi data
temperature tinggi, seperti:
1. Thermocouple
Thermocouple berasal dari kata “thermo” yang berarti suhu dan “couple”
yang berarti sepasang. Thermocouple bekerja berdasarkan prinsip efek
termoelektrik yang ditemukan oleh fisikawan Estonia bernama Thomas Johann
Seeback. Seeback menyatakan bahwa dua konduktor (semacam logam) yang
berbeda ketika diberi perbedaan panas secara gradient akan menghasilkan
tegangan listrik. Berdasarkan efek termoelektrik, maka termokouple dapad
diklafisikasikan sebagai sensor self generating sehingga tidak memerlukan catu
daya dari luar. Ilustrasi tentang Efek Termoelektrik dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Efek Termoelektrik
Ada dua metode pengukuran pada termokopel
a. Metode Defleksi
Pengukuran berdasarkan metoda defleksi adalah yang paling
sederhana, perhatikan gambar 3.2. Tegangan gerak listrik yang timbul
19
karena adanya perbedaan suhu antara titik ukur T1 dan terminal keluar T2
dari instrumen pengukur, diukur dengan suatu motor kumparan putar
(sebagai alat ukur tegangan).
Gambar 3.2 Rangkaian Metoda Defleksi
Arus yang mengalir pada rangkaian dapat ditulis sebagai berikut :
E = ggl termokopel
Rg = tahanan dalam motor kumparan putar (sebagai alat ukur tegangan)
Rx = tahanan kawat dan tahanan dalam termokopel
tegangan yang dapat dibaca pada meter :
b. Metode Potensiometer
Pada metode ini tegangan yang akan diukur dibandingkan dengan
tegangan yang telah kita ketahui dan dapat diatur. Potensimeter P (gambar
3.3) kita atur sehingga tegangan VAB sama dengan tegangan termokopel
yang diukur pada temperatur hot junction (T). Bila kedua tegangan ini
sudah sama besar, galvanometer G1 akan menunjukkan nol, besarnya VAB
tergantung pada arus I.
20
Gambar 3.3 Rangkaian Metode Potensiometer
Arus ini dapat diatur dengan tahanan geser R dan dibaca pada
Galvanometer G2. Bila arus I dipilih pada nilai tertentu maka posisi lengan
potensiometer akan merupakan ukuran mengenai besar kecilnya tegangan
yang diukur.
Metode ini dapat mengukur dengan teliti, tapi memakan waktu
lama. Pembacaan tidak dapat secara langsung, karena hanya dipakai untuk
kaliberasi saja. Dengan kemajuan dibidang teknologi semikonduktor,
maka persoalan ini menjadi mudah. terutama dengan munculnya DC
amplifier berbentuk IC, yang mempunyai drift kecil, input impedansi
besar, output impedansi kecil. Maka penggunaan termokopel pada
rangkaian elektronika tidak sesulit dahulu. Pengukuran dengan DC
amplifier yang berketelitian cukup tinggi dapat dicapai.
2. Temperatur Tahanan
Resistance Temperature Detector (RTD) atau dikenal dengan Detektor
Temperatur Tahanan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan nilai
atau besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen sensitif dari
kawat platina, atau nikel murni, yang memberikan nilai tahanan yang linier untuk
setiap nilai temperatur di dalam kisaran suhunya. Setiap metal memiliki koefisien
resistansi spesifik yang bervariasi terhadap temperatur, yang besarnya ditentukan
secara eksperimental. Semakin panas benda tersebut, semakin besar atau semakin
tinggi nilai tahanan listriknya, begitu juga sebaliknya.
21
Rt = R0 ( 1 + At + Bt2 )
Rt = Tahanan listrik pada temperatur t 0C (Ohm)
R0 = Tahanan listrik pada temperatur 0 0C (Ohm) = 100Ω (PT100)
A = Konstanta kalibrasi, tergantung material (PT100= 3.9083 x 10 -3
)
B = Konstanta kalibrasi, tergantung material (PT100= 5.775 x 10 -7
)
T = Suhu
Salah satu contoh dari sensor RTD adalah PT 100, yang ditunjukan pada
gambar 3.4.
Gambar 3.4 Sensor RDT tipe PT 100
Pengukuran RTD tyang sering digunakan adalah dengan menggunakan
Jembatan Wheatstone (lihat gambar 3.5). RTD berfungsi sebagai resistansi yang
diukur, dan besarnya tegangan pada DVM merupakan sinyal input ke transmitter
yang besar perubahanya sebanding dengan besar perubahan temperature yang
diukur.
Gambar 3.5 Konfigurasi Pengukuran RTD dengan Jembatan Wheatstone
22
RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:
1. Tidak diperlukan suhu referensi
2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara
mempararelkan kawat penghantar yang digunakan.
3. Kawat penghantar yang lebih panjang dapat digunakan karena tidak
terpengaruh noise/ disturbance
PT100 merupakan tipe RTD yang paling populer yang digunakan di
industri. Pada temperatur 0 0C, PT100 memiliki hambatan 100Ω dan terus
meningkat secara linier dari -200 0C (18,49 Ω) hingga temperatur maksimumnya
850 0C (390,26 Ω) Data : IEC 751. Untuk RTD jenis Ni 100 (nikel) memiliki
hambatan 100Ω pada temperatur 0 0C dan terus meningkat secara linier dari -60
0C (69,5 Ω) hingga temperatur maksimumnya 250
0C (289,2 Ω) Data : DIN
43760.
3.1.2. Sensor Differential Pressure
Merupakan sensor beda tekanan yang fungsinya adalah membandingkan
dua buah tekanan pada kedua inputannya. Sensor ini akan memberikan nilai
pembacaan yang merupakan selisih tekanan dari kedua inputannya. Bentuknya
terdiri dari 2 chamber tekanan yang dipisahkan oleh diafragma tipis. Perbedaan
tekanan pada kedua chamber menyebabkan defleksi dari diafragma. Defleksi yang
terjadi karena perbedaan tekanan kedua inputannya akan diproses oleh rangkaian
elektronika dan menghasilkan keluaran/output yang sebanding dengan range atau
sekalanya. Range kerja rata rata DP transmiter antara : 4-20mA. Rangkaian listrik
(b) dan bentuk sensor diffrential preasure (a) dapat dilihat pada gambar 3.6.
23
(a) (b)
Gambar 3.6 (a) Sensor Differential Presure
(b) Rangkaian Listrik Differential Presure
3.1.3. Sensor Inductive Proximity Switch
Sensor inductive proximity adalah peralatan sensor yang diaktifkan oleh
objek logam. Sensor ini dapat aktif ketika mendeteksi logam pada posisi aksial
ataupun radial. Prinsip kerjanya hampir sama seperti trafo yang terdiri dari
kumparan primer dan sekunder dan dililitkan kepada sebuah inti besi untuk
menciptakan suatu induksi , hanya saja inti besi pada trafo dihilangkan dan beralih
fungsi menjadi objek logam yang akan di deteksi jaraknya. Prinsip kerja sensor
proximity dapat dilihat pada gambar 3.7.
Gambar 3.7 Prinsip Kerja Sensor Proximity
24
Ketika objek logam mendekati kedua kumparan, maka akan terjadi proses
induksi dari kumparan pertama ke kumparan kedua. Kumparan kedua akan
menghasilkan sinyal output yang menandakan bahwa sensor mendeteksi adanya
logam pada jarak deteksi sensor. Output dari alat ini lebih umum berupa kondisi
on/ off (switch)
3.2. Solenoid Valve
Solenoid valve adalah sebuah alat listrik yang menggunakan prinsip
kumparan solenoid sebagai pembuka / penutup katub, yang biasanya diaplikasikan
sebagai pengganti kran pada pipa, baik pipa gas, air dan sebagainya. Solenoid
valve bekerja berdasarkan prinsip On/Off, sehingga solenoid valve akan dalam
keadaan terbuka jika diberi tegangan pada kumparan solenoidnya (coil) dan
solenoid valve dalam keadaan tertutup jika tegangan pada coil diputus. Dari
gambar 3.5 dapat dilihat bahwa katup (7) yang terdapat pada solenoid valve
dikendali oleh lilitan koil (5) yang ada di sekeliling katup, jika lilitan diberikan
arus listrik maka lilitan akan memiliki medan magnet, karena medan magnet
katub berlawanan dengan medan magnet pada lilitan, maka katup yang ada
didalam lilitan akan terdorong keluar. Pegas digunakan untuk menjaga agar katup
dapat kembali keposisi semula setelah didorong oleh lilitan. solenoid valve
menggunakan tegangan AC tetapi ada juga yang menggunakan tegangan DC.
Bagian Bagian Solenoid valve dapat dilihat pada gambar 3.8.
Gambar 3.8 Bagian Bagian Solenoid valve
25
Keterangan gambar :
1. Valve body
2. Saluran masukan
3. Saluran keluaran
4. Koil/solenoid
5. Lilitan koil
6. Dudukan kabel untuk solenoid
7. Katub
8. Pegas
9. Lubang
Pada aplikasi lapangan, kontroler solenoid valve harus menggunakan
rangkaian amplifier sebelum dirangkai ke solenoid valve. Hal ini dikarenakan
pada umumnya sinyal kontrol sangatlah kecil, sehingga tidak mampu
menghidupkan coil.
Beberapa solenoid valve biasa diaplikasikan secara bersamaan, meskipun
memiliki sinyal pengaktifan masing masing seperti buatan Scheuch tipe M1141
yang memiliki 10 buah solenoid valve yang terhubung pararel.
3.3. Counter
Counters (pencacah) adalah alat/rangkaian digital yang berfungsi
menghitung /mencacah banyaknya pulsa cIock atau juga berfungsi sebagai
pembagi frekuensi, pembangkit kode biner, Gray.
Ada 2 jenis pencacah, berdasarkan pemberian trigger di masing-masing
flip-flop penyusun rangkaian Counter yaitu:
1. Pencacah sinkron (syncronuous counters) atau pencacah jajar.
2. Pencacah tak sinkron (asyncronuous counters) yang kadang-kadang
disebut juga pencacah deret (series counters) atau pencacah kerut (rippIe
counters).
Karakteristik penting dari pada pencacah adalah:
1. Kerjanya sinkron atau tak sinkron.
26
2. Mencacah maju atau mundur.
3. Sampai beberapa banyak ia dapat mencacah (modulo pencacah).
4. Dapat berjalan terus (free running) ataukah dapat berhenti sendiri (seIf
stopping)
Oleh karenanya, pencacah sinkron dan asinkron dapat di bagi lagi menjadi
beberapa kategori :
Pencacah sinkron terdiri dari 4 macam yaitu:
1) Pencacah maju sinkron yang berjalan terus (Free Running).
2) Pencacah maju sinkron yang dapat berhenti sendiri (Self Stopping).
3) Pencacah mundur sinkron.
4) Pencacah maju dan mundur sinkron (Up-down Counter).
Pencacah tak sinkron terdiri dari 4 macam yaitu:
1) Pencacah maju taksinkron yang berjalan terus (Free Running).
2) Pencacah maju taksinkron yang dapat berhenti sendiri (Self Stopping).
3) Pencacah mundur tak sinkron.
4) Pencacah maju dan mundur tak sinkron (Up-down Counter).
Pencacah Johnson atau disebut juga pencacah lingkar bersilang adalah
merupakan jenis pencacah sinkron (pencacah lingkar) dimana output Q dan Qnot di
tingkat terakhir diumpanbalikkan ke input dengan dijungkirkan, yaitu: output Q
dihubungkan dengan input K dan output Qnot dihubungkan ke input J. Rangkaian
pencacah Johnson dapat dilihat pada gambar 3.9.
Gambar 3.9 Rangkaian Pencacah Johnson
27
Tabel kebenaran dari pencacah Johnson pada gambar 3.9 ditunjukan pada
tabel 3.1.
Tabel 3.1 Pencacah Johnson
Dengan empat buah tingkat dapat menghasilkan keluaran sebanyak
delapan variasi. Selain itu pencacah ini dapat menganjak (start) sendiri sehingga
tidak perlu diset. Pencacah jenis ini juga tidak mencacah bilangan dalam urutan
biner.
Pencacah Johnson yang ada pada pasaran adalah berupa IC 4022. Gambar
3.10 adalah gambar rangkaian logika IC 4022 dan bentuk sinyalnya.
Gambar 3.10 (a) Rangkaian Logika IC 4022
(b) Bentuk Sinyal IC 4022
28
BAB IV
Sistem Kendali Pada Dedusting Plant
4.1. Proses Produksi Di EAF
Dedusting plant merupakan unit penunjang dari proses produksi utama,
yang berperan sebagai penghisap debu hasil kegiatan produksi. Salah satu proses
produksi terdapat di Electric Arc Furnace (EAF), dimana besi baja akan dilebur
supaya dapat dilakukan proses pencetakan (casting).
Tahapan proses peleburan baja dalam Electric Arc Furnace meliputi 6
tahap, yaitu:
a. Tahap Reparasi
Menyiapkan Electric Arc Furnace untuk heat (proses peleburan)
berikutnya setelah tapping (penuangan baja cair). Bagian yang direparasi adalah :
Menambal bata tahan api (refractory) yang sudah tipis pada saat
peleburan dan mesin penembak
Memonitor kondisi Elektroda
Memonitor kondisi roof saat swing in dan swing out
Memonitor kondisi EBT (Excentric Bottom Tapping)
b. Tahap Persiapan
Menyiapkan Electric Arc Furnace untuk proses operasi yang berikutnya
setelah proses tapping. Persiapan yang dilakukan adalah melindungi lapisan
refractory pada dinding furnace yang sudah tipis dengan menembakkan material-
material refractory untuk melapisi dinsing tersebut.
c. Tahap Pengisian
Pengisian bahan baku (muatan) yang berupa besi tua (scrap), besi spons,
dan batu kapur (limestone) ke dalam furnace. Susunan pemuatan scrap di dalam
furnace dimulai dari mengisi bagian bawah furnace dengan besi spons kemudian
scrap ringan untuk melindungi kerusakan dasar furnace, kemudian scrap berat
29
diletakkan di tengah dan bagian atas diletakkan scrap ukuran sedang untuk
menghindari kemungkinan tertimpanya elektroda oleh scrap berat yang longsor
saat bagian bawah bahan baku mulai melebur. Peletakan scrap sedang di bagian
atas untuk memudahkan terjadinya peleburan oleh elektroda. Pemasukan besi
spons diletakkan setelah scrap untuk mengisi rongga-rongga kosong diantara
scrap berat. Perbandingan komposisi pengisian scrap dan spons adalah 30% dan
70%.
d. Tahap Peleburan
Terjadi proses peleburan bahan baku menggunakan radiasi arc (busur
listrik) dari ujung-ujung elektroda. Proses ini terdiri dari 2 tahap :
Tahap Penetrasi (Penetration)
Tahap ini terjadi proses penembusan elektroda pada bahan baku
menggunakan tap tegangan rendah terlebih dahulu dengan short arc
(busur listrik yang pendek) agar atap furnace dapat terlindungi dari
terjangan arc yang besar. Selanjutnya tap tegangan dinaikkan secara
bertahap untuk mempercepat penembusan. Bila telah menembus sampai
dasar furnace, tap tegangan dinaikkan lagi
Tahap Meltdown
Setelah tahap penetrasi dimana arc terbenam di dalam bahan baku,
maka tap tegangan dinaikkan maksimum agar dihasilkan arc yang
panjang dengan daya yang sebesar-besarnya untuk meleburkan bahan
baku menjadi baja cair. Pada tahap ini pemasukan besi spons dan batu
kapur dituangkan ke furnace secara terus-menerus dengan system
pengisian kontinyu (continuous feeding system) saat muatan telah
melebur 40%.
e. Tahap Pemurnian
Proses pengaturan komposisi baja sesuai dengan komposisi yang
dikehendaki. Setelah bahan baku melebur 90%, dilakukan pengurangan daya
listrik dengan menurunkan tap tegangan pada tegangan menengah yang akan
30
menghasilkan short arc yang cukup untuk meleburkan sisa material yang belum
melebur atau untuk mempertahankan temperature sambil dilakukan proses
pengaturan komposisi cairan baja.
f. Tahap Tapping (Penuangan)
Proses penuangan baja cair ke dalam ladle setelah baja cair mencapai
temperature penuangan yang berkisar 16500C-1680
0C.
4.2. Kontrol Dan Instrumentasi Dedusting EAF
Dedusting Plant adalah unit pengolahan debu hasil proses produksi
(peleburan baja) dengan cara menghisap, mendinginkan, menyaring, dan
membuang udara hasil pengolahan baja cair ke udara bebas. Pada proses produksi
di furnace terdapat 2 bagian dari dedusting plant, yaitu :
4.2.1. Elbow
Elbow adalah sebuah saluran yang terbuat dari pipa-pipa 1,5 inchi yang
dibentuk menjadi lingkaran, diameter 2 meter. Pipa pipa tersebut dialiri air dengan
sistem open loop, tujuannya untuk melindungi saluran tersebut dari temperatur
tinggi (1500 0C) hasil proses peleburan di furnace. Fungsi utama dari saluran ini
adalah untuk menghisap debu secara langsung pada saat furnace beroperasi.
Bagian dari elbow ini terdiri dari 2 unit :
a) Roof Elbow
Elbow ini terletak diatas roof dan mengikuti pergerakan roof naik dan
turun, serta pergerakan roof membuka (swing out) dan menutup (swing in).
b) Fix Elbow
Elbow ini berada setelah roof elbow yang terletak diluar furnace. Posisinya
tidak mengalami perubahan pada saat furnace beroperasi atau stop produksi.
Bentuk dari Elbow secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4.1.
31
Gambar 4.1 Elbow
Kendali Pada Elbow.
Seluruh aktifitas cooling sistem di elbow (Temperature, Preasure dan
flow) dihubungkan ke kontrol. Untuk akusisi data temperature, digunakan sensor
PT100. Set point untuk temperature : 65 0C akan memberikan alarm dan 85
0C
akan memutuskan VCB (vacuum circuit breaker) furnace. Untuk set point flow
harus lebih besar dari 80 m3/jam, jika kurang akan memberikan sinyal alarm.
Sedangkan untuk set point dari pressure adalah lebih besar dari 2 bar, jika kurang
dari set point ini akan memberikan sinyal alarm.
4.2.2. Canopy
Bagian dari dedusting plant yang menghisap debu pada furnace secara
tidak langsung. Canopy ini hanya menghisap debu yang terbang keatas dari
furnace ke atap pabrik pada saat proses peleburan baja dan saat tutup furnace
(roof) dibuka. Pada canopy terdapat dumper yang berfungsi untuk mengatur
besaran hisapan canopy pada saat operasi atau reparasi furnace.
Sistem kendali yang terdapat pada bagian ini meliputi, Kendali dumper
canopy yang mendapat inputan dari operator ke HMI PLC, berdasarkan data
mengenai tahap proses peleburan. Set point bukaan kendali dumper yang
ditentukan sebagai berikut.
25 % saat operasi
50% saat reparasi
32
Besaran ini tidak tetap, operator mengeset sesuai kondisi furnace. Bentuk dari
canopy dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Canopy
4.3. Hot Gas Line Sistem (HGL)
Hot gas line sistem adalah bagian pada proses dedusting yang masih
dilalui gas dengan temperatur yang sangat tinggi. Sistem ini berawal dari keluaran
elbow yang merupakan gas dengan temperatur yang sangat tinggi. Untuk
memproses gas tersebut sehingga didapatkan udara dengan temperatur yang
rendah, maka dibutuhkan unit bagian yang memiliki fungsi sebagai pendingin
(cooling). Bagian bagian tersebut adalah cool ducting dan uncool ducting. Bentuk
dari ducting dapat dilihat pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Ducting
4.3.1. Cool Ducting
Cool Ducting merupakan bagian dedusting yang berfungsi untuk
menghisap debu proses furnace dan mendinginkan gas keluaran dari elbow.
33
Desainnya dengan menggunakan pipa pipa kecil yang dialiri oleh air, seperti pada
elbow. Diharapkan temperatur gas out put dari cool ducting adalah sekitar 5000C .
4.3.2. Uncool Ducting
Uncool Ducting merupakan bagian dedusting yang berfungsi untuk
menghisap debu proses furnace dan menyalurkan gas keluaran dari cool ducting
ke bagian berikutnya Forced Draught Cooler (FDC).
Monitoring temperatur di area HGL diletakan di bagian uncool ducting,
dengan menggunakan sensor thermocouple tipe S (PT 10Rh-Pt). Sinyal sensor
tersebut digunakan untuk triger kendali bukaan dilution air. Fungsi utama dari
dilution air adalah untuk melindungi HGL dari temperatur berlebih.Sensor
Thermocouple akan mengeluarkan sinyal yang akan mentriger motor yang
mengendalikan bukaan dilution air (jika temperatur gas melebihi 5000C) ,
sehingga terjadi pendinginan di ducting, karena udara bebas yang masuk dan
bercampur dengan gas hasil proses furnace.
4.4. Forced Draught Cooler (FDC) & Cooler
Forced Draught Cooler (FDC) & Cooler adalah tempat proses
pendinginan setelah Hot Gas Line (HGL) yang juga memproses pembuangan
debu debu kasar dengan proses fisikal (menggunakan prinsip proses fisika).
Bentuk dari ducting dapat dilihat pada gambar 4.4
.
Gambar 4.4 FDC dan Cooler
34
A. Forced Draught Cooler (FDC)
Pada proses ini debu dialirkan dari tempat yang tinggi ke tempat yang
rendah (secara vertikal). Ruangan FDC dan cooler terdiri dari sekat sekat plat baja
(untuk menyerap temperatur udara) berbentuk persegi panjang yang setiap
sekatnya terdapat celah berongga. Konsep dari sekat sekat tersebut adalah untuk
memperluas permukaan / penampang yang akan dilalui oleh gas bertemperatur
tinggi, sehingga proses penyerapan panas dapat terjadi dengan cepat. Hasil dari
proses ini adalah debu yang kasar jatuh ke bawah penampung debu (dust
container).
B. Cooler
Udara yang mengalir pada FDC (dari bawah cooler) akan mengalir keatas
(akhir dari aliran udara di cooler). Sedangkan debu kasar yang bergerak ke bawah
akibat proses di FDC akan terjatuh ke bawah yaitu pada dust container. Karena
debu kasar tersebut cukup berat sehingga tidak dapat ikut terhisap ke atas dan
terjatuh. Unit utama pada bagian ini adalah 6 motor impeler (daya setiap motor
impeller 200 KW ) yang menyuplai udara ke celah rongga pada sekat sekat plat
baja untuk mendinginkan sekat sekat plat baja tersebut secara paksa. Motor
impeler ini akan bekerja jika mendapat sinyal trigger dari sensor PT 100 yang
diletakan setelah DEC Dumper, yang berada pada saluran antara FDC dengan
Mixing Chamber. Sensor ini akan mengakusisi data temperature udara yang
keluar dari FDC, dan akan akan bekerja secara otomatis bila range set point telah
terlampaui. Range set point PT 100 untuk mentriger 6 motor impeller dapat dilihat
pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Range Set Point Temperatur Motor Impeller Cooler:
Set Point EAF 9 EAF 10 Ket
>1700C 3V11 + 3V16 4V11 + 4V16 motor cooler
>2000C 3V12 + 3V15 4V12 + 4V15 motor cooler
>2500C 3V13 + 3V14 4V13 + 4V14 motor cooler
35
DEC Dumper pada saluran antara FDC dengan Mixing Chamber berfungsi
untuk mengatur besar hisapan udara pada Roof Elbow, dengan set point bukaan
DEC Dumper :
25 % saat operasi
50% saat reparasi
4.5. Mixing Chamber
Mixing chamber merupakan bagian yang berfungsi untuk mencampur gas
keluaran Hot Gas Line (HGL) sistem yang sudah didinginkan melalui bagian dari
FDC dengan gas bertemperatur rendah keluaran dari pipa canopy dua dapur, yaitu
EAF 9 & EAF 10. Didalam Mixing chamber, gas keluaran dari canopy berfungsi
untuk membantu proses penurunan temperature dari gas keluaran Hot gas line.
Bentuk dari mixing chamber dapat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Mixing Chamber
Udara yang masuk ke mixing chamber diukur suhunya dengan sensor PT
100, jika temperaturnya melebihi 2000C, maka sensor akan mentriger kontrol
silinder pneumatic (PLC ABB) sehingga silinder pneumatic aktif dan dilution air
pada mixing chamber akan terbuka dan udara luar masuk ke mixing chamber
untuk membantu pendinginan gas menurunkan temperatur.
36
4.6. Filter Cleaning Unit
Gas hasil peleburan baja dari dua dapur, yang telah dilaminer kan oleh
mixing chamber akan di teruskan ke Filter Cleaning Unit (FCU). Berikut adalah
gambar bagian bagian dari FCU
Gambar 4.6 Bagian – Bagian Dari FCU
Dari gambar 4.6, gas hasil mixing chamber yang masih kotor akan masuk
melalui Crude gas chanel (1). Pada proses penghisapan debu Crude gas shut-off
flap (2) akan terbuka dan gas kotor dari bagian (1) akan masuk ke Filter House
(14). Pada Filter House terdapat filter berbentuk silinder dengan diameter 160 mm
dan panjang 4500 mm sampai 5000 mm. Udara kotor pada Filter House akan
terhisap oleh ID Fan, dari permukaan luar filter menuju bagian dalam silinder
filter bag (6). Debu pada udara yang kotor akan tertinggal di permukaan luar
filter. Udara yang sudah di bersihkan akan mengalir dari filter bag (6) menuju
Clean gas chamber (7) dan Clean gas channel (12). Udara bersih pada Clean gas
channel akan mengalir menuju ID Fan.
37
4.6.1. Kendali Pada Proses Pembersihan Filter
Proses ini diawali oleh sinyal trigger dari sensor Diifferensial Preasure
(DP) pada rangkaian control amplifier. Sensor DP mengukur besar perbedaan
tekanan pada Crude gas channel (Pin ) dan Clean gas chanel (Pout). Jika Pin >Pout
(> 6mBar) maka sensor akan memberikan sinyal trigger ke control filter cleaning.
Setelah mendapatkan sinyal trigger dari sensor DP, control filter cleaning
akan mengaktifkan valve pneumatic untuk menutup Clean gas channel dan Crude
gas shut-off flap pada bagian chamber yang akan dibersihkan. Hal ini
dimaksudkan supaya tidak ada udara yang masuk dan keluar chamber yang akan
dibersihkan. Setelah Clean gas channel dan Crude gas shut-off flap tertutup,
solenoid valve air jet cleaner akan terbuka (mendapat trigger dari rangkaian
control filter cleaning) dan udara bertekanan tinggi dari kompresor akan mengalir.
Udara bertekanan tinggi akan meniup filter bag dari atas ke bagian dalam filter
bag, sehinga udara bertekanan tinggi akan keluar dari dalam menuju keluar
permukaan filter bag. Debu yang menempel pada permukaan luar filter akan jatuh
menuju dust container yang terdapat dibawah filter house. Proses pembersihan
filter dilakukan terhadap setiap chamber secara bergiliran. Gambar chamber pada
ruang filter dan filter yang ada didalamnya dapat dilihat pada gambar 4.7.
(a) (b)
Gambar 4.7 (a) Chamber pada Ruangan Filter
(b) Filter Di Dalam Chamber
38
4.6.2. Control Filter Cleaning
Pada proses cleaning filter, terdapat dua control filter cleaning (setiap
filter house terdapat satu control filter cleaning) yang mengendalikan proses
cleaning secara bersamaan.
Control filter cleaning ini terdiri dari :
1. Power Suplay input 220Vac; output 24 Vdc 10A (1 unit)
2. Main Board, yang berfungsi sebagai penghasil sinyal clock
untuk tiap chamber (masing masing control valve board) dan
solenoid valve air jet cleaner (1 board). Gambar rangkaian
Main Board dapat dilihat pada lampiran.
3. Control valve board, yang berfungsi mengatur buka tutup valve
clean gas dan membuka dan menutup solenoid valve air jet
cleaner pada tiap chamber (12 board). Gambar rangkaian
Control valve board dapat dilihat pada lampiran.
Main board mendapat daya dari power suplay 24 Vdc 10A dan
memberikan sinyal pada control valve board yang ada pada tiap chamber). Pada
main board terdapat empat buah IC 4022 (seperti Counter Johnson 4 stage
dengan 8 output terkode ) yang bekerja sama dalam dua kelompok yaitu D1 dan
D2 serta D5 dan D6 (lihat lampiran). D5 dan D6 (terdapat 10 output) bekerja
seperti register yang datanya bergeser setiap bitnya dari D5 pin 3 sampai D6 pin 4
(lihat lampiran untuk urutannya). Sinyal output D5 dan D6 akan dikuatkan oleh
rangkaian control valve board sehingga dapat menghidupkan solenoid valve air
jet cleaner pada chamber tertentu yang hendak dilakukan proses cleaning filter.
Untuk mengendalikan pergantian cleaning chamber, digunakan IC 4022
pada D1 dan D2. Kedua IC ini bekerja hampir sama seperti pada D5 dan D6,
perbedaannya adalah D1 dan D2 mendapat sinyal clock dari D5 pin 2 (artinya
setelah proses register pada D5 & D6 selesai dan kembali kekeadaan awal,
barulah D1 dan D2 mulai mengeser bitnya ke pin berikutnya atau dapat juga
diartikan terjadi proses perpindahan cleaning dari satu chamber ke chamber
berikutnya) sedangkan D5 dan D6 mendapat sinyal clock dari pembangkit pulsa
39
yang periodenya dapat diatur (0,4 - 4 menit dan 6 - 60 detik). Lama periode dari
sinyal clock merupakan waktu durasi pembersihan filter bag dengan udara
bertekanan tinggi.
Sinyal untuk buka tutup Crude gas shut-off flap dan clean gas valve
berada pada control valve board (pada line 28 dengan kode TV) tiap chamber
4.7. Dust Transport & Dust Silo Cleaning Unit
Debu hasil proses pada Forced Draught Cooler (FDC) & Cooler, mixing
chamber, dan filter akan terjatuh di bagian dust container pada masing masing
unit bagian. Pada bagian bawah dust container terdapat rotary valve yang diputar
dengan motor AC. Rotary valve memiliki konstruksi yang memungkinkan proses
pembuangan debu dari dust container keluar menuju chain conveyor (dibawah
dust container), tanpa adanya udara yang masuk dari luar menuju dust container.
Hal ini karena Dust container harus kedap terhadap udara luar, supaya tidak
terjadi penurunan tekanan udara pada sistem dedusting yang dapat mengurangi
kemampuan daya hisap elbow dan canopy.
Chain conveyor membawa debu dari masing masing dust container, dan
menyatukannya pada elevator (bucket elevator). Gambar Dust Transport dari dust
container menuju chain conveyor dapat dilihat pada gambar 4.8.
Gambar 4.8 Dust Transport
Untuk memastikan bahwa motor penggerak chain conveyor berputar
(supaya tidak terjadi penumpukan debu secara tidak terkendali pada chain
40
conveyor), digunakan sensor proximity (sebagai speed monitor) yang memberikan
pulsa setiap putaran motor. Sensor proximity tersebut dikonfigurasikan dengan
baling baling logam yang dikopel di unroll drive. Baling baling logam akan
menginduksi proximity (jarak : 10mm), sehingga muncul pulsa, yang secara rutin
dimonitor oleh control speed monitoring. Jika dalam jangka waktu tertentu, sinyal
pulsa dari sensor proximity tidak termonitor, maka kemungkinan motor
mengalami slip karena beban debu yang berat (lembab) atau motor trip.
Bucket elevator adalah belt yang memiliki lengan seperti mangkok dan
digerakan secara vertikal dengan motor AC melalui gear box , layaknya sebuah
conveyor. Bucket elevator mengangkat debu naik menuju dust silo yang
merupakan tempat penampungan akhir debu. Di dust silo debu ditampung, hingga
mencapai level ketinggian tertentu. Level ketinggian debu pada dust silo dideteksi
oleh sensor garpu tala (soliphant). Sensor ini akan terus bergetar, hingga debu
berada pada level yang cukup tinggi untuk menghambat/meredam getaran sensor
garpu tala. Ketika getaran sensor garpu tala berhenti (diredam oleh tumpukan
debu), maka sensor akan mengeluarkan sinyal.
Setelah dust silo penuh dengan debu, operator menghubungi kendaraan
khusus pemangangkut debu, yang langsung parkir dibawah corong pembuangan.
Kemudian operator secara manual menekan tombol open untuk membuka slide
gate corong dust silo yang dikerjakan secara pneumatic. Setelah itu operator
menekan tombol vibro on, maka bagian dust silo bergetar dan debu akan jatuh ke
kendaraan khusus pemangangkut debu melalui corong.
4.8. Induced Draft ( I D ) Fan
Induced Draft (ID) Fan merupakan kipas yang digerakan dengan motor
induksi, dengan daya 1600KW. Terdapat empat buah ID Fan sebagai sumber
penghisap debu pada sistem dedusting plant. Bentuk dari ID Fan dapat dilihat
pada gambar 4.9.
41
Gambar 4.9 ID Fan
Setiap ID Fan memiliki deck dumper outlet untuk mengatur besar udara
yang dibuang ID Fan ke stack dan deck dumper inlet untuk mengatur besar udara
yang dihisap ID Fan. Pada keadaan awal, kedua dumper berada pada keadaan
tertutup. Setelah dumper outlet dibuka hingga 100%, switch yang merupakan
interlock dengan motor induksi pengerak ID Fan akan hidup.
Terdapat beberapa interlock yang dapat memutuskan VCB (vacum circuit
breaker) ID Fan, yaitu : triger dari sensor suhu pada bearing dan winding motor
induksi, sensor vibrasi ID Fan serta posisi dumper outlet yang tidak 100%. VCB
dari ID Fan merupakan interlock dari VCB kontrol elektrode pada furnace,
sehingga jika ID Fan mati maka control elektrode pada furnace akan mati dan
proses peleburan baja cair akan berhenti.
42
Bab V
Kesimpulan Dan Saran
5.1. Kesimpulan
Dari pelaksanaan Kerja Praktek yang telah telah dilakukan dengan
mengamati Sistem Kendali Pada Dedusting Plant di Pabrik Slab Steel Plant (SSP)
2 PT. Krakatau Steel dapat diambil kesimpulan, yaitu :
1. Dedusting Plant adalah unit pengolahan debu hasil proses peleburan baja
dengan cara menghisap, mendinginkan, menyaring, dan membuang udara
hasil pengolahan debu ke udara bebas.
2. Berdasarkan fungsi utamanya, unit pada dedusting plant dapat dibagi
menjadi :
Bagian penghisap debu : Canopy, Roof Elbow dan ID Fan
Bagian pendinginan : Fix Elbow, Hot Gas Line (Cool
Ducting dan Uncool Ducting), FDC
Bagian proses Fisikal : Mixing Chamber
Bagian pembersihan : Filter Cleaning Unit
Bagian Pembuangan : Dust Transport, Stack
3. Variabel pengontrolan yang ada pada Dedusting plant dan instrument
yang mengakusisi adalah :
Temperatur : Thermocouple
Resistance Temperature Detector (RTD)
Perbedaan Tekanan : Sensor Differential Pressure
Speed Monitoring : Sensor Inductive Proximity Switch
Pemutusan Listrik : Sistem interlocking
4. Bentuk prilaku terhadap sistem akibat variable pengontrolan yang
melebihi set point, dapat berupa trigger pada kontrol motor, pneumatic
serta pada PLC yang menyebabkan :
Terbukannya dilution air untuk membantu pendinginan udara
Memberikan sinyal alarm
43
Menghidupkan motor impler pada Cooler untuk membantu
pendinginan udara
Menghidupkan proses cleaning pada filter
Memutus jaringan listrik akibat ketidak sesuaian prosedur proses
pada ID Fan dengan membuat sistem interlocking
5.2. Saran
Dari hasil pengamatan, pembahasan pada bab IV dan keterangan dari
instruktur (pembimbing) lapanngan, penulis memberikan beberapa saran
1. Saran untuk perusahaan mengenai dedusting plant :
Pembaharuan sistem Dedusting Plant, terutama dengan
menggunakan sistem terbaru saat ini yaitu Sistem Air Mist yaitu
proses menyemprotkan air spray untuk mendinginkan udara
sekaligus memisahkan debu kasar, pada bagian setelah fix elbow
dan cool duct.
Pembaharuan control filter cleaning yang masih menggunakan
sistem elektronik board card dengan sistem PLC. Karena menurut
keterangan instruktur lapangan, bahwa control model tersebut
sudah lama (obsolete) dan akan discontinue produksinya, sehingga
akan menyulitkan proses reparasi. Dengan kendali PLC, proses
trouble akan sangat mudah dan proses sistem dapat dengan mudah
diloncat (urutannya) dengan cara manipulasi program jika terjadi
masalah pada salah satu bagian proses di sistem cleaning.
2. Saran untuk peserta Kerja Praktek berikutnya yang tertarik dengan
Dedusting Plant di SSP 2 PT. Krakatau Steel :
Melakukan pembahasan mendalam mengenai intergrasi sistem
instrumentasi yang telah dibahas, dengan sistem jaringan baik pada
pengontrolan di dalam PLC maupun pengontrolan dan pemantauan
data di lapangan pada HMI yang ada di ruang operator