43
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tema Dan Judul Laporan Kerja Praktek Tema laporan pada kerja praktek ini adalah tentang “Sistem Kendali Pada Dedusting Plant di Pabrik Slab Steel Plant (SSP) 2 PT. Krakatau SteelJudul laporan yang dipilih adalah “Sistem Kendali Pada Dedusting Plant di Pabrik Slab Steel Plant (SSP) 2 PT.Krakatau SteelSistem kendali yang terdapat di slab steel plant 2, meliputi : Electrodes control system, Dedusting system, Material handling system, Cooling system, Continuous casting machine, Cutting machine system. Pada laporan kerja praktek ini penulis menentukan suatu batasan masalah yaitu, hanyalah membahas mengenai proses dedusting pada EAF 9 & 10 secara umum dan pada filter secara khusus, instrumentasinya sebatas sensor dan akuator serta tidak akan membahas mengenai pengolahan data pada PLC dan jaringannya (termasuk pengkondisian sinyal) dan tidak membahas parameter komponen dan perhitungannya. 1.2. Latar Belakang Dunia Industri sebagai salah satu subyek yang menerapkan teknologi sangat membutuhkan tenaga kerja yang siap pakai dalam kegiatan industri. Sedangkan Universitas sebagai penyelenggara kegiatan tidak mampu menyediakan materi dan pelatihan secara up to date. Kegiatan kerja praktek ini dimaksudkan memberikan pengalaman kerja, dan membuka wawasan mahasiswa dalam hal perkembangan teknologi terkini yang diaplikasikan dalam dunia industri. Sitem otomatisasi proses merupakan inti dari suatu proses industi. Pengetahuan dan teknologi pengolahan sistem otomatisasi proses merupakan kunci yang menjadi parameter maju dan berkembangnya suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan, bahwa proses otomatisasi mampu menyingkirkan parameter

Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tema Dan Judul Laporan Kerja Praktek

Tema laporan pada kerja praktek ini adalah tentang “Sistem Kendali Pada

Dedusting Plant di Pabrik Slab Steel Plant (SSP) 2 PT. Krakatau Steel”

Judul laporan yang dipilih adalah “Sistem Kendali Pada Dedusting Plant

di Pabrik Slab Steel Plant (SSP) 2 PT.Krakatau Steel”

Sistem kendali yang terdapat di slab steel plant 2, meliputi : Electrodes

control system, Dedusting system, Material handling system, Cooling system,

Continuous casting machine, Cutting machine system. Pada laporan kerja praktek

ini penulis menentukan suatu batasan masalah yaitu, hanyalah membahas

mengenai proses dedusting pada EAF 9 & 10 secara umum dan pada filter secara

khusus, instrumentasinya sebatas sensor dan akuator serta tidak akan membahas

mengenai pengolahan data pada PLC dan jaringannya (termasuk pengkondisian

sinyal) dan tidak membahas parameter komponen dan perhitungannya.

1.2. Latar Belakang

Dunia Industri sebagai salah satu subyek yang menerapkan teknologi

sangat membutuhkan tenaga kerja yang siap pakai dalam kegiatan industri.

Sedangkan Universitas sebagai penyelenggara kegiatan tidak mampu

menyediakan materi dan pelatihan secara up to date. Kegiatan kerja praktek ini

dimaksudkan memberikan pengalaman kerja, dan membuka wawasan mahasiswa

dalam hal perkembangan teknologi terkini yang diaplikasikan dalam dunia

industri.

Sitem otomatisasi proses merupakan inti dari suatu proses industi.

Pengetahuan dan teknologi pengolahan sistem otomatisasi proses merupakan

kunci yang menjadi parameter maju dan berkembangnya suatu perusahaan. Hal

ini dikarenakan, bahwa proses otomatisasi mampu menyingkirkan parameter

Page 2: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

2

parameter yang sifatnya merugikan. Parameter tersebut dapat berupa jumlah

tenaga kerja, biaya produksi, ketelitian serta waktu produksi.

PT. Krakatau Steel sebagai perusahaan baja terkemuka di Indonesia

dijadikan tempat kerja praktek, karena dianggap mampu mewakili pekembangan

teknologi di dunia industri saat ini. Selain itu sistem produksinya yang sudah semi

otomasi dengan dukungan teknologi PLC dan rangkaian kontrol elekronik

merupakan hal umum, namun tidak penulis dapatkan bentuk aplikasi dan

realisasinya dari proses pembelajaran dibangku perkuliahan sampai saat ini.

PT. Krakatau Steel merupakan salah satu industri hijau yang meraih

Piagam Penghargaan Penganugerahan Industri Hijau pada tahun 2010. Sebagai

industri hijau yang peduli lingkungan, sudah tentu memiliki beberapa sistem

pengolahan limbah pencemar lingkunagan. Salah satu sistem tersebut adalah

Dedusting Plant. Dedusting Plant merupakan unit pengolah debu hasil operasi

produksi. Plant tersebut adalah hal yang sangat umum dimiliki perusahan pada

dunia industri, namun prosesnya sangat berbeda beda sesuai dengan jenis dan

karakteristik debu hasil produksi.

1.3. Tujuan Kerja Praktek

Tujuan dari kerja praktek di PT. Krakatau Steel adalah:

1.3.1. Tujuan Umum

1. Memperluas wawasan ilmu pengetahuan tentang perkembangan ilmu

teknologi dimasa sekarang.

2. Menambah informasi dan pengetahuan mengenai ilmu yang dipelajari

selama kuliah dengan aplikasinya di industri.

3. Memahami dan mendapatkan gambaran sistem kendali pada dunia

industri yang sesungguhnya.

4. Sebagai media untuk melatih keterampilan dalam lingkungan industri

yang sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuni dan dipelajari.

5. Menambah ilmu dalam bidang komunikasi dalam lingkungan

masyarakat industri.

Page 3: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

3

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui hasil produksi PT. Krakatau Steel dan profil perusahaan

secara singkat.

2. Mendapat gambaran nyata tentang proses pengolahan debu pada

Dedusting Plant di PT. Krakatau Steel.

3. Mengetahui teknik pengendalian dan instrumentasi pada proses

Dedusting Plant secara umum dengan karakteristik debu bertemperatur

tinggi, sebagai salah satu aplikasi elekto bidang kendali.

4. Mengetahui proses otromatisasi pembersihan filter pada Dedusting

Plant.

5. Mencari refrensi dan bahan penunjang skripsi.

1.4. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek

Kerja Praktek dilaksanakan di Dinas Perawatan Instrumentasi &

Komputer, Divisi Perawatan Pabrik Pengolahan Baja (P3B) Slab Steel Plant 2

(SSP 2), PT. Krakatau Steel yang beralamat di Jl. Industri No 5. Cilegon-Banten,

Indonesia.

Pelaksanaan Kerja Praktek di PT. Krakatau Steel berlangsung selama satu

bulan, terhitung dari tanggal 9 January 2012 sampai dengan 9 Febuary 2012.

1.5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data-data dalam pembuatan

laporan mencakup:

1. Observasi

Pengamatan langsung dilapangan dan mengamati objek yang memiliki

keterkaitan dengan penulisan laporan kerja praktek, baik diruangan

Workshop Instrumen & Komputer maupun di daerah dapur produksi baja

slab di SSP 2.

2. Wawancara

Melakukan tanya jawab langsung dengan pembimbing lapangan, staff dan

karyawan Workshop Instrumen & Komputer serta operator yang berada

Page 4: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

4

ditempat produksi, untuk mendapatkan penjelasan dan kelengkapan data

yang akan diteliti.

3. Studi Literatur

Mengumpulkan informasi dari buku-buku referensi akademik, internet dan

buku-buku manual pengoperasian alat serta rangkaian pengawatan

kelistrikan yang menunjang dalam pengumpulan data.

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai laporan ini, penulis

menjelaskan secara singkat mengenai sistematika penulisan laporansebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan

Menjelaskan mengenai tema dan batasan masalah, latar belakang, tujuan,

tempat dan waktu pelaksanaan, metode pengumpulan data serta sistematika

penulisan., dan sistematika studi dari Kerja Praktek

Bab II Profil Perusahaan

Menjelaskan profil PT. Krakatau Steel secara umum yang meliputi sejarah

PT. Krakatau Steel, fasilitas produksi, infrastruktur pendukung serta struktur

organisasi.

Bab III Landasan Teori

Berisi teori-teori dasar pada perkuliahan mengenai sistem kendali dan

beberapa sensor serta komponen lainnya yang digunakan dalam dedusting

plant, sehingga dari teori-teori tersebut dapat dimengerti aplikasinya di dunia

industri.

Bab IV Bahasan Khusus

Pada bagian ini merupakan bahasan utama yang berisi tentang proses

dedusting serta pengendalian dan instrumentasi pada dedusting plant

Bab V Kesimpulan Dan Saran

Bagian ini berisi tentang kesimpulan dan saran selama kerja praktek.

Page 5: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

5

BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Profil Umum PT. KRAKATAU STEEL

PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. adalah perusahaan yang bergerak dalam

bidang pembuatan baja. Mulai beroprasi pada 1977 berdasarkan dari Proyek Besi

Baja Trikora yang dicanangkan Presiden Soekarno pada 1960. Dalam akta

pendirian PT. Krakatau Steel disebutkan, bahwa maksud dan tujuan pendiriannya

adalah

1. Menjalankan Industri untuk memproduksi besi dan baja sebagai bahan

perindustrian serta membuat hasil hasil besi dan baja.

2. Menjalankan pertambangan mineraldan industri metal lainnya yang ada

hubungannya, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan

industri baja.

3. Menjalankan perdagangan umum, termasuk perdagangan ekspor- impor,

trensuler, lokal dan interlokal dalam hubungan dengan usaha usaha seperti

yang tersebut dalam poin 1 dan 2.

4. Menjalankan kegiatan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan usaha-

usaha seperti yang terdapat pada poin 1 sampai dengan 3.

Sekarang PT. Krakatau Steel telah berkembang menjadi produsen besi

baja terpadu terbesar di Indonesia, yang telah mendapatkan beberapa sertifikasi

seperti ASTM A252 dan AWWA C200 sejak 1973, API 5L pada 1977, serta ISO

9001 dan ISO 14001. Dengan kapasitas produksi sebesar 2,45 juta ton, PT.

Krakatau Steel telah mengembangkan hasil produknya untuk mencakup berbagai

keperluan di pasar industri, yaitu Billet, Wire Rod, Slab, Hot Rolled Coil, Sheet

Plate, Cold Rolled Coil.

PT. Krakatau Steel sebagai perusahaan baja terbesar di Indonesia memiliki

visi dan misi sebagai berikut :

Page 6: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

6

Visi Perusahaan baja terpadu dengan keunggulan kompetitif untuk

tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan menjadi

perusahaan terkemuka di dunia.

Misi Menyediakan produk baja bermutu dan jasa terkait bagi

kemakmuran bangsa.

2.2. Fasilitas Produksi

Krakatau Steel merupakan pabrik baja pertama di Indonesia yang

terintegrasi dari hulu ke hilir. Pabrik ini terdiri dari 6 fasilitas produksi, yaitu:

2.2.1. Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Plant)

Pabrik Besi Spons merupakan salah satu fasilitas produksi miliki PT.

Krakatau Steel yang memproduksi besi spons (DRI/Direct Reduction Iron)

dengan menggunakan bahan baku berupa bijih besi (IOP/Iron Ore Pellet).

Fasilitas utama yang terdapat di Pabrik Besi Spons dapat dilihat pada tabel 2.1.

Proses utama yang terjadi di dalam proses reduksi IOP tersebut adalah reformasi

gas dan reduksi.

Tabel 2.1 Fasilitas Utama Pabrik Besi Spons

Sumber data : PT. Krakatau Steel

Hasil produksi dari Pabrik Besi Spons digunakan sebagai bahan baku

pembuatan baja di Slab Steel Plant dan Billet Steel Plant

Page 7: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

7

2.2.2. Pabrik Baja Slab (Slab Steel Plant)

Terdapat dua pabrik baja slab, yaitu SSP 1 yang dibangun pada 1982

dengan teknologi pembuatan baja MANGHH dan CONCAST dari german dan

SSP 2 pada tahun 1993 teknologi pembuatan baja Voest Alpine Austria. SSP2

memiliki empat dapur baja listrik dengan kapasitas tiap dapurnya mencapai 130

ton, dua mesin concast, ladle furnace, dan RH vacuum degassing. Data mengenai

fasilitas utama Pabrik Baja Slab, dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Fasilitas Utama Pabrik Baja Slab

Sumber data : PT. Krakatau Steel

Pabrik baja slab memproduksi baja slab dengan ukuran : tebal 200 mm,

lebar 950-2.080 mm dan panjang maksimum 12.000 mm, dengan berat

maksimum 30 ton. Pabrik ini mengunakan besi spons, scrap serta kapur sebagai

bahan baku utama.

2.2.3. Pabrik Baja Billet (Billet Steel Plant)

Beroperasi pada tahun 1979, Pabrik Baja Billet (BSP) merupakan pabrik

peleburan baja yang memproduksi Baja Billet dengan kapasitas produksi

mencapai 500.000 ton per tahun. BSP dibangun dengan memiliki beberapa unit

Page 8: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

8

pendukung, yaitu 4 unit Electric Arc Furnace (EAF) dengan kapasitas masing

masing EAF adalah 65 ton/heat , 1 unit Ladle Furnace, dan 2 Unit Continuous

Casting Machine. Data mengenai fasilitas utama Pabrik Baja Bilet, dapat dilihat

pada tabel 2.3. Ukuran baja bilet yang diproduksi adalah : 110 mm x 110 mm,

120mm x 120 mm, 130 mm x 130 mm dan panjang maksimum 1200 mm.

Tabel 2.3 Fasilitas Utama Pabrik Baja Bilet

Sumber data : PT. Krakatau Steel

2.2.4. Pabrik Baja Lembaran Panas ( Hot Strip Mill )

Pabrik pengerolan baja lembaran panas (HSM – Hot Strip Mill)

merupakan pabrik penegerolan baja yang menghasilkan lembaran baja dengan

ketebalan antara 2 – 6 mm dengan menggunakan bahan baku berupa slab dengan

ketebalan 200 – 240 mm. Pabrik ini berdiri sejak tahun 1983 dengan teknologi

yang berasal dari negara Jerman dan kemudian dilanjutkan dengan pengembangan

dari Perancis (untuk RF-2) dan Jepang (untuk FM-6 dan SP). Data mengenai

fasilitas utama Pabrik Baja Lembaran Panas, dapat dilihat pada tabel 2.4.

Proses pengerolan merupakan proses pembentukan suatu material metal

dimana material metal tersebut dilewatkan pada sepasang roll. Proses pengerollan

dibedakan berdasarkan temperatur dari material metal yang di-roll. Untuk

temperatur metal yang berada di atas temperatur rekirstalisasi (1280 oC), disebut

dengan Hot Rolling, sedangkan untuk sebaliknya adalah Cold Rolling.

Page 9: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

9

Tabel 2.4 Fasilitas Utama Pabrik Baja Lembaran Panas

Sumber data : PT. Krakatau Steel

2.2.5. Pabrik Baja Lembaran Dingin ( Cold Rolling Mill )

Pabrik ini didirikan pada tahun 1986 dengan menggunakan teknologi

CLECIM dari Prancis. Data mengenai fasilitas utama Pabrik Baja Lembaran

Dingin, dapat dilihat pada tabel 2.5.

Pabrik CRM merupakan pabrik penipisan baja secara dingin yang bahan

bakunya berasal dari pabrik HSM . Kapasitas produk yang dihasilkan adalah 650

ribu ton per tahun. Produk dari pabrik ini umumnya digunakan untuk aplikasi

bagian dalam dan luar kendaraan bermotor, kaleng, peralatan rumah tangga, dan

sebagainya.

Coil yang dikeluarkan memiliki ukuran :

Lebar : 600 – 1300 mm

Tebal : 0,18 – 3 mm

Page 10: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

10

Tabel 2.5 Fasilitas Utama Pabrik Baja Lembaran Dingin

Sumber data : PT. Krakatau Steel

2.2.6. Pabrik Baja Bentang Kawat ( Wire Rod Mill )

Beroperasi pada tahun 1975, Pabrik Batang Kawat menerapkan dua jalur

teknologi yaitu Stelmor World Chester dan teknologi Danielly No Twist. Data

mengenai fasilitas utama Pabrik Baja Bentang Kawat, dapat dilihat pada tabel 2.6.

Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 640.000 ton per tahun. Produk yang

dihasilkan pabrik ini berupa batang kawat dengan dimensi 165x165 mm dengan

diameter 18 mm.

Page 11: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

11

Tabel 2.6 Fasilitas utama Pabrik Baja Bentang Kawat

Sumber data : PT. Krakatau Steel

2.3. Anak Perusahaan PT Krakatau Steel

Saat ini PT. Krakatau Steel juga Memiliki 10 anak perusaahan sebagai

penunjang Unit Produksi yang tersebar di kawasan industri Cilegon, yaitu :

1. PT. Krakatau Daya Listrik yang berdiri pada tahun 1996, merupakan

perusahaan pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas produksi 400

MW per tahun.

2. PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) yang berdiri pada tahun 1996,

merupakan operator dan penyedia jasa pelabuhan di pelabuhan Cigading

dengan total aset mencapai Rp.118 Milyar (tahun 2003).

3. PT. Krakatau Tirta Industri (KTI) berdiri pada tahun 1996. Bergerak

dibidang pengolahan dan distribus air bersih bagi industri maupun

perumahan dengan kapasitas produksi 33 juta m3 .

4. PT. Krakatau KHI Pipe Industries (PT.KHI) berdiri pada 1972.

Merupakan satu satunya perusahaan pipa sepiral di Indonesia yang

Page 12: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

12

memiliki standar yang diakui Internasional dengan kapasitas produksi

155 ribu ton per tahun.

5. PT. Krakatau Engineering (PT.KE) berdiri pada tahun 1988.

Perusahaan ini bergerak dibidang jasa enginering dengan total aset Rp.48

Milyar (tahun 2003).

6. PT. Krakatau Waja Tama (PT.KW) berdiri pada tahun 1992.

Merupakan perodusen besi beton, besi profil, kawat baja dengan

kapasitas produksi masing masing 150 ribu dan 20 ribu ton pertahun.

7. PT. Krakatau Information Technology (PT.KITech) berdiri pada

tahhun 1933. Perusahaan ini menyediakan jasa konsultasi, perencanaan,

instalasi, pengembangan, instalasi, pengembangan, implementasi dan

jasa pendukung termasuk komunikasi dan procurement perangkat lunak

sistem informasi dengan total aset Rp.31,4 Milyar (tahun 2003).

8. PT. Plat Timah Nusntara (PT.Latinusa) berdiri pada tahun 1983,

merupakan satu satunya perusahaan baja lapis timah di Indonesia dengan

kapasitas produksi 150 ribu ton per tahun.

9. PT. Krakatau (Industri Estate Cilegon (PT.KIEC) berdiri pada tahun

1992, bergerak dibidang property industri dan komersial dengan aset

Rp.267,6 Milyar (tahun 2003).

10. PT. Krakatau Medika (PT.KM) yang berdiri pada tahun 1996,

merupakan pemberi jasa pelayanan kesehatan dengan operator rumah

sakit dengan total aset Rp.48 Milyar (tahun 2003).

2.4. Tata Letak Pabrik

PT. Krakatau Steel terletak sekitar 110 Km dari Jakarta dengan luas

keseluruhannya 250 Ha. PT. Krakatau Steel terletak di kawsan industri Krakatau,

tepatnya di jalan Industri No.5 PO BOX 14 Cilegon 42435. kantor pusat PT.

Krakatau Steel terletak di Wisma Baja, dn Gatot Subroto Kav 54 Jakarta. Tata

letak Pabrik PT. Krakatau Steel berdasarkan pantauan satelit dapat dilihat pada

gambar 2.1.

Page 13: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

13

Gambar 2.1 Tata Letak Pabrik PT. Krakatau Steel

2.5. Tenaga Kerja dan Budaya Kerja

2.5.1. Status Kepegawaian

Dalam organisasi perusahaan PT. Krakatau Steel terdapat dua status

Karyawaan, yaitu :

Karyawaan Organik, yaitu karyawaan yang diangkat sebagai

karyawan tetap oleh PT. Krakatau Steel.

Karyawaan Non-Organik, yaitu karyawan yang diangkat sebagai

karyawan dalam jangka waktu tertentu atau dapat juga disebut sebagai

karyawan kontrak.

2.5.2. Sistem Kerja

Untuk Memenuhi target produksi yang telah ditentukan, maka pabrik

harus beroperasi secara maksimal. Untuk itu dibuat program kerja bagi karyawan

sebagai berikut :

1. Karyawan Non-Shift

Waktu kerja di PT. Krakatau Steel adalah 8 jam per hari atau 40 jam

per minggu, dengan waktu istirahat selama 60 menit per hari

Hari senin s.d kamis, masuk jam 08.00 – 16.30, dengan waktu

istirahat pada pukul 12.00.

Page 14: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

14

Hari jumat masuk jam 08.00 – 17.00, dengan wktu istirahat

pada waktu 11.30 – 13.30.

2. Karyawan Shift

Waktu kerja karyawan Shift diatur secara bergilir selama 24 jam,

dengan pembagian waktu kerja 3 shift. Lama setiap shift kerja adalah

8 jam dengn sistem kerja dilakukan oleh group shift. Setiap harinya

terdapat 3 group shift yang bekerja dan satu group shift yang libur.

Pembagian shift kerja setiap harinya adalah sebagai berikut :

Shift I Bekerja pada pukul 22.00 – 06.00

Shift II Bekerja pada pukul 06.00 – 14.00

Shift III Bekerja pada pukul 15.00 – 22.00

2.5.3. Sistem Pengelolaan Lingkunngan

Sistem Pengelolaan Lingkungan sangat berperan baik terhadap masyarakat

dan alam disekitar pabrik PT. Krkatau Steel, sehingga terciptanya lingkugan yang

harmonis dan dinamis.

Beberapa sistem tersebut adalah :

1. Pemantauan

Melakukan pemantauan ke lokasi pabrik dan di luar pabrik dengan

landasaan atau mengacu kepada Nilai Ambang Batas (NAB) dan agenda

perencanaan pemantauan yang telah disusun. Karena banyak dampak dari

kelangsungan produksi pabrik (limbah), sehingga perlu diadakan

pemantauan yang rutin. Dampak-dampak dari kelangsungan pabrik

adalah :

a. Debu Partikel

Dust

Keluarnya dust dari proses produksi spons yang terbawa

oleh udara disekitar pabrik.

Ambien

Debu yang berterbangan dan melayang-layang di udara.

Page 15: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

15

b. Gas

Gas toksit

Gas yang sangat berbahaya, karena gas ini mengandung zat

beracun yng keluar dari cerobong-cerobong asap bekas

pembakaran.

Gs eksplosif

Gas yang mudah terbakar dan dpat menyebabkan ledakan.

c. Air buangan

Untuk menjaga lingkunga baik masyarakat dan alam. PT.

Krakatau Steel melakukan upaya meminimalisasi pembuangan

limbah produksi dengan mengkaji dampak- dampak yang

mungkin terjadi dan melakukan pembuangan limbah berbahaya

(B3) di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kawasan Bogor.

d. Suara

Kondisi noise di beberapa tempat pada PT. Krakatau Steel

mencapai 90 DBA. Kedaan ini akan menggangu kesehatan

karyawan jika terjadi dalam waktu yang sangat lama (1 jam).

Sehingga dianjurkan untuk menggunakan ear protector.

2. Penelitian

Meneliti dan mengkaji segala sumber pabrik untuk dapat menemukan

bahan-bahan yang dapat menggantikan sebagai bahan alternatif

3. Pengendalian

Terdapat beberapa masalah yang pengendalian kuantitasnya

mendapatkan perhatian khusus, seperti :

Udara dan gas

Air limbah

Limbah pelumas

Limbah padat

Limbah chemical (limbah B3)

Page 16: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

16

2.5.4. Penerapan 5R

Merupakan suatau penataan tempat kerja dalam upaya membangun nilai

budaya, disiplin, kerjas sama, keterbukaan dan saling menghargaimelalui proses

Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Sedangkan tujuan dari 5R adalah untuk

membangun budaya perusahaan dengan berfikir secara sistemik by design.

Memperbaiki system manajemen kinerja PT. Krakatau Steel didasarkan

atas lintasan yang telah ditanamkan oleh Founding Father sehingga terjadi proses

berkesinambungan.

Page 17: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

17

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Jenis Jenis Sensor

Sensor merupakan device yang memiliki kemampuan untuk memperoleh

informasi tentang kuantitas suatu besaran fisis (mekanikal, kimiawi dan

elektrikal) ,dengan cara mengubah variasi nilai besaran fisis menjadi variasi nilai

tegangan dan arus listrik. Parameter yang menjadi out put dari sensor dapat

berupa tegangan, arus dan hambatan.Tetapi parameter yang sering digunakan

adalah arus listrik. Hal ini dikarenakan nilai arus pada sistem transmisi berupa

kabel penghantar (memiliki hambatan dalam) hampir selalu konstan, seperti nilai

arus pada rangkaian seri. Nilai arus yang akan digunakan menjadi sinyal output

sensor berada pada range 4 – 20 mA. Hal ini karena karakteristik arus listrik

sebagai sinyal, akan konstan besarnya (antara ujung penghantar yang satu dengan

ujung yang lain) pada range tersebut.

Semakin besar panjang penghantar semakin besar nilai hambatan

dalamnya, maka parameter hambatan tidak sesuai untuk menjadi sinyal output

sensor karena nilai sinyal antara yang dikirim transmiter dan yang diterima oleh

recevier akan berbeda. Pada rangkaian seri (analogi bentuk transmisi sinyal

sensor) nilai tegangan akan terus berkurang sebanding dengan panjangnya

lintasan penghantar yang dilaluinya, sesuai hukum Kirchoff II, ” Di dalam sebuah

rangkaian tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik () dengan penurunan

tegangan (IR) sama dengan nol” yang artinya nilai tegangan pada rangkaian

tertutup akan berbeda sesuai nilai hambatannya. Untuk mengatasinya dibutuhkan

suatu kompensasi pada receiver untuk mengganti nilai yang hilang pada proses

transmisi, atau dengan membuat sistem tambahan untuk menguatkan sinyal pada

beberapa titik dengan jarak tertentu.

Berdasarkan nilai nilai fisis ( temperature, gaya, tekanan, aliran fluida,

level fluida, kelembaban, dll.) yang dapat diakusisi, sensor dapat dibedakan

Page 18: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

18

menjadi beberapa jenis. Berikut adalah jenis-jenis sensor yang umum digunakan

pada proses dedusting :

3.1.1. Sensor Temperatur

Ada beberapa jenis sensor temperature yang umumnya memiliki range

pembacaan temperature yang luas dan cocok di gunakan untuk akusisi data

temperature tinggi, seperti:

1. Thermocouple

Thermocouple berasal dari kata “thermo” yang berarti suhu dan “couple”

yang berarti sepasang. Thermocouple bekerja berdasarkan prinsip efek

termoelektrik yang ditemukan oleh fisikawan Estonia bernama Thomas Johann

Seeback. Seeback menyatakan bahwa dua konduktor (semacam logam) yang

berbeda ketika diberi perbedaan panas secara gradient akan menghasilkan

tegangan listrik. Berdasarkan efek termoelektrik, maka termokouple dapad

diklafisikasikan sebagai sensor self generating sehingga tidak memerlukan catu

daya dari luar. Ilustrasi tentang Efek Termoelektrik dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Efek Termoelektrik

Ada dua metode pengukuran pada termokopel

a. Metode Defleksi

Pengukuran berdasarkan metoda defleksi adalah yang paling

sederhana, perhatikan gambar 3.2. Tegangan gerak listrik yang timbul

Page 19: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

19

karena adanya perbedaan suhu antara titik ukur T1 dan terminal keluar T2

dari instrumen pengukur, diukur dengan suatu motor kumparan putar

(sebagai alat ukur tegangan).

Gambar 3.2 Rangkaian Metoda Defleksi

Arus yang mengalir pada rangkaian dapat ditulis sebagai berikut :

E = ggl termokopel

Rg = tahanan dalam motor kumparan putar (sebagai alat ukur tegangan)

Rx = tahanan kawat dan tahanan dalam termokopel

tegangan yang dapat dibaca pada meter :

b. Metode Potensiometer

Pada metode ini tegangan yang akan diukur dibandingkan dengan

tegangan yang telah kita ketahui dan dapat diatur. Potensimeter P (gambar

3.3) kita atur sehingga tegangan VAB sama dengan tegangan termokopel

yang diukur pada temperatur hot junction (T). Bila kedua tegangan ini

sudah sama besar, galvanometer G1 akan menunjukkan nol, besarnya VAB

tergantung pada arus I.

Page 20: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

20

Gambar 3.3 Rangkaian Metode Potensiometer

Arus ini dapat diatur dengan tahanan geser R dan dibaca pada

Galvanometer G2. Bila arus I dipilih pada nilai tertentu maka posisi lengan

potensiometer akan merupakan ukuran mengenai besar kecilnya tegangan

yang diukur.

Metode ini dapat mengukur dengan teliti, tapi memakan waktu

lama. Pembacaan tidak dapat secara langsung, karena hanya dipakai untuk

kaliberasi saja. Dengan kemajuan dibidang teknologi semikonduktor,

maka persoalan ini menjadi mudah. terutama dengan munculnya DC

amplifier berbentuk IC, yang mempunyai drift kecil, input impedansi

besar, output impedansi kecil. Maka penggunaan termokopel pada

rangkaian elektronika tidak sesulit dahulu. Pengukuran dengan DC

amplifier yang berketelitian cukup tinggi dapat dicapai.

2. Temperatur Tahanan

Resistance Temperature Detector (RTD) atau dikenal dengan Detektor

Temperatur Tahanan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menentukan nilai

atau besaran suatu temperatur/suhu dengan menggunakan elemen sensitif dari

kawat platina, atau nikel murni, yang memberikan nilai tahanan yang linier untuk

setiap nilai temperatur di dalam kisaran suhunya. Setiap metal memiliki koefisien

resistansi spesifik yang bervariasi terhadap temperatur, yang besarnya ditentukan

secara eksperimental. Semakin panas benda tersebut, semakin besar atau semakin

tinggi nilai tahanan listriknya, begitu juga sebaliknya.

Page 21: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

21

Rt = R0 ( 1 + At + Bt2 )

Rt = Tahanan listrik pada temperatur t 0C (Ohm)

R0 = Tahanan listrik pada temperatur 0 0C (Ohm) = 100Ω (PT100)

A = Konstanta kalibrasi, tergantung material (PT100= 3.9083 x 10 -3

)

B = Konstanta kalibrasi, tergantung material (PT100= 5.775 x 10 -7

)

T = Suhu

Salah satu contoh dari sensor RTD adalah PT 100, yang ditunjukan pada

gambar 3.4.

Gambar 3.4 Sensor RDT tipe PT 100

Pengukuran RTD tyang sering digunakan adalah dengan menggunakan

Jembatan Wheatstone (lihat gambar 3.5). RTD berfungsi sebagai resistansi yang

diukur, dan besarnya tegangan pada DVM merupakan sinyal input ke transmitter

yang besar perubahanya sebanding dengan besar perubahan temperature yang

diukur.

Gambar 3.5 Konfigurasi Pengukuran RTD dengan Jembatan Wheatstone

Page 22: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

22

RTD memiliki keunggulan dibanding termokopel yaitu:

1. Tidak diperlukan suhu referensi

2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat dilakukan dengan cara

mempararelkan kawat penghantar yang digunakan.

3. Kawat penghantar yang lebih panjang dapat digunakan karena tidak

terpengaruh noise/ disturbance

PT100 merupakan tipe RTD yang paling populer yang digunakan di

industri. Pada temperatur 0 0C, PT100 memiliki hambatan 100Ω dan terus

meningkat secara linier dari -200 0C (18,49 Ω) hingga temperatur maksimumnya

850 0C (390,26 Ω) Data : IEC 751. Untuk RTD jenis Ni 100 (nikel) memiliki

hambatan 100Ω pada temperatur 0 0C dan terus meningkat secara linier dari -60

0C (69,5 Ω) hingga temperatur maksimumnya 250

0C (289,2 Ω) Data : DIN

43760.

3.1.2. Sensor Differential Pressure

Merupakan sensor beda tekanan yang fungsinya adalah membandingkan

dua buah tekanan pada kedua inputannya. Sensor ini akan memberikan nilai

pembacaan yang merupakan selisih tekanan dari kedua inputannya. Bentuknya

terdiri dari 2 chamber tekanan yang dipisahkan oleh diafragma tipis. Perbedaan

tekanan pada kedua chamber menyebabkan defleksi dari diafragma. Defleksi yang

terjadi karena perbedaan tekanan kedua inputannya akan diproses oleh rangkaian

elektronika dan menghasilkan keluaran/output yang sebanding dengan range atau

sekalanya. Range kerja rata rata DP transmiter antara : 4-20mA. Rangkaian listrik

(b) dan bentuk sensor diffrential preasure (a) dapat dilihat pada gambar 3.6.

Page 23: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

23

(a) (b)

Gambar 3.6 (a) Sensor Differential Presure

(b) Rangkaian Listrik Differential Presure

3.1.3. Sensor Inductive Proximity Switch

Sensor inductive proximity adalah peralatan sensor yang diaktifkan oleh

objek logam. Sensor ini dapat aktif ketika mendeteksi logam pada posisi aksial

ataupun radial. Prinsip kerjanya hampir sama seperti trafo yang terdiri dari

kumparan primer dan sekunder dan dililitkan kepada sebuah inti besi untuk

menciptakan suatu induksi , hanya saja inti besi pada trafo dihilangkan dan beralih

fungsi menjadi objek logam yang akan di deteksi jaraknya. Prinsip kerja sensor

proximity dapat dilihat pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Prinsip Kerja Sensor Proximity

Page 24: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

24

Ketika objek logam mendekati kedua kumparan, maka akan terjadi proses

induksi dari kumparan pertama ke kumparan kedua. Kumparan kedua akan

menghasilkan sinyal output yang menandakan bahwa sensor mendeteksi adanya

logam pada jarak deteksi sensor. Output dari alat ini lebih umum berupa kondisi

on/ off (switch)

3.2. Solenoid Valve

Solenoid valve adalah sebuah alat listrik yang menggunakan prinsip

kumparan solenoid sebagai pembuka / penutup katub, yang biasanya diaplikasikan

sebagai pengganti kran pada pipa, baik pipa gas, air dan sebagainya. Solenoid

valve bekerja berdasarkan prinsip On/Off, sehingga solenoid valve akan dalam

keadaan terbuka jika diberi tegangan pada kumparan solenoidnya (coil) dan

solenoid valve dalam keadaan tertutup jika tegangan pada coil diputus. Dari

gambar 3.5 dapat dilihat bahwa katup (7) yang terdapat pada solenoid valve

dikendali oleh lilitan koil (5) yang ada di sekeliling katup, jika lilitan diberikan

arus listrik maka lilitan akan memiliki medan magnet, karena medan magnet

katub berlawanan dengan medan magnet pada lilitan, maka katup yang ada

didalam lilitan akan terdorong keluar. Pegas digunakan untuk menjaga agar katup

dapat kembali keposisi semula setelah didorong oleh lilitan. solenoid valve

menggunakan tegangan AC tetapi ada juga yang menggunakan tegangan DC.

Bagian Bagian Solenoid valve dapat dilihat pada gambar 3.8.

Gambar 3.8 Bagian Bagian Solenoid valve

Page 25: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

25

Keterangan gambar :

1. Valve body

2. Saluran masukan

3. Saluran keluaran

4. Koil/solenoid

5. Lilitan koil

6. Dudukan kabel untuk solenoid

7. Katub

8. Pegas

9. Lubang

Pada aplikasi lapangan, kontroler solenoid valve harus menggunakan

rangkaian amplifier sebelum dirangkai ke solenoid valve. Hal ini dikarenakan

pada umumnya sinyal kontrol sangatlah kecil, sehingga tidak mampu

menghidupkan coil.

Beberapa solenoid valve biasa diaplikasikan secara bersamaan, meskipun

memiliki sinyal pengaktifan masing masing seperti buatan Scheuch tipe M1141

yang memiliki 10 buah solenoid valve yang terhubung pararel.

3.3. Counter

Counters (pencacah) adalah alat/rangkaian digital yang berfungsi

menghitung /mencacah banyaknya pulsa cIock atau juga berfungsi sebagai

pembagi frekuensi, pembangkit kode biner, Gray.

Ada 2 jenis pencacah, berdasarkan pemberian trigger di masing-masing

flip-flop penyusun rangkaian Counter yaitu:

1. Pencacah sinkron (syncronuous counters) atau pencacah jajar.

2. Pencacah tak sinkron (asyncronuous counters) yang kadang-kadang

disebut juga pencacah deret (series counters) atau pencacah kerut (rippIe

counters).

Karakteristik penting dari pada pencacah adalah:

1. Kerjanya sinkron atau tak sinkron.

Page 26: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

26

2. Mencacah maju atau mundur.

3. Sampai beberapa banyak ia dapat mencacah (modulo pencacah).

4. Dapat berjalan terus (free running) ataukah dapat berhenti sendiri (seIf

stopping)

Oleh karenanya, pencacah sinkron dan asinkron dapat di bagi lagi menjadi

beberapa kategori :

Pencacah sinkron terdiri dari 4 macam yaitu:

1) Pencacah maju sinkron yang berjalan terus (Free Running).

2) Pencacah maju sinkron yang dapat berhenti sendiri (Self Stopping).

3) Pencacah mundur sinkron.

4) Pencacah maju dan mundur sinkron (Up-down Counter).

Pencacah tak sinkron terdiri dari 4 macam yaitu:

1) Pencacah maju taksinkron yang berjalan terus (Free Running).

2) Pencacah maju taksinkron yang dapat berhenti sendiri (Self Stopping).

3) Pencacah mundur tak sinkron.

4) Pencacah maju dan mundur tak sinkron (Up-down Counter).

Pencacah Johnson atau disebut juga pencacah lingkar bersilang adalah

merupakan jenis pencacah sinkron (pencacah lingkar) dimana output Q dan Qnot di

tingkat terakhir diumpanbalikkan ke input dengan dijungkirkan, yaitu: output Q

dihubungkan dengan input K dan output Qnot dihubungkan ke input J. Rangkaian

pencacah Johnson dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3.9 Rangkaian Pencacah Johnson

Page 27: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

27

Tabel kebenaran dari pencacah Johnson pada gambar 3.9 ditunjukan pada

tabel 3.1.

Tabel 3.1 Pencacah Johnson

Dengan empat buah tingkat dapat menghasilkan keluaran sebanyak

delapan variasi. Selain itu pencacah ini dapat menganjak (start) sendiri sehingga

tidak perlu diset. Pencacah jenis ini juga tidak mencacah bilangan dalam urutan

biner.

Pencacah Johnson yang ada pada pasaran adalah berupa IC 4022. Gambar

3.10 adalah gambar rangkaian logika IC 4022 dan bentuk sinyalnya.

Gambar 3.10 (a) Rangkaian Logika IC 4022

(b) Bentuk Sinyal IC 4022

Page 28: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

28

BAB IV

Sistem Kendali Pada Dedusting Plant

4.1. Proses Produksi Di EAF

Dedusting plant merupakan unit penunjang dari proses produksi utama,

yang berperan sebagai penghisap debu hasil kegiatan produksi. Salah satu proses

produksi terdapat di Electric Arc Furnace (EAF), dimana besi baja akan dilebur

supaya dapat dilakukan proses pencetakan (casting).

Tahapan proses peleburan baja dalam Electric Arc Furnace meliputi 6

tahap, yaitu:

a. Tahap Reparasi

Menyiapkan Electric Arc Furnace untuk heat (proses peleburan)

berikutnya setelah tapping (penuangan baja cair). Bagian yang direparasi adalah :

Menambal bata tahan api (refractory) yang sudah tipis pada saat

peleburan dan mesin penembak

Memonitor kondisi Elektroda

Memonitor kondisi roof saat swing in dan swing out

Memonitor kondisi EBT (Excentric Bottom Tapping)

b. Tahap Persiapan

Menyiapkan Electric Arc Furnace untuk proses operasi yang berikutnya

setelah proses tapping. Persiapan yang dilakukan adalah melindungi lapisan

refractory pada dinding furnace yang sudah tipis dengan menembakkan material-

material refractory untuk melapisi dinsing tersebut.

c. Tahap Pengisian

Pengisian bahan baku (muatan) yang berupa besi tua (scrap), besi spons,

dan batu kapur (limestone) ke dalam furnace. Susunan pemuatan scrap di dalam

furnace dimulai dari mengisi bagian bawah furnace dengan besi spons kemudian

scrap ringan untuk melindungi kerusakan dasar furnace, kemudian scrap berat

Page 29: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

29

diletakkan di tengah dan bagian atas diletakkan scrap ukuran sedang untuk

menghindari kemungkinan tertimpanya elektroda oleh scrap berat yang longsor

saat bagian bawah bahan baku mulai melebur. Peletakan scrap sedang di bagian

atas untuk memudahkan terjadinya peleburan oleh elektroda. Pemasukan besi

spons diletakkan setelah scrap untuk mengisi rongga-rongga kosong diantara

scrap berat. Perbandingan komposisi pengisian scrap dan spons adalah 30% dan

70%.

d. Tahap Peleburan

Terjadi proses peleburan bahan baku menggunakan radiasi arc (busur

listrik) dari ujung-ujung elektroda. Proses ini terdiri dari 2 tahap :

Tahap Penetrasi (Penetration)

Tahap ini terjadi proses penembusan elektroda pada bahan baku

menggunakan tap tegangan rendah terlebih dahulu dengan short arc

(busur listrik yang pendek) agar atap furnace dapat terlindungi dari

terjangan arc yang besar. Selanjutnya tap tegangan dinaikkan secara

bertahap untuk mempercepat penembusan. Bila telah menembus sampai

dasar furnace, tap tegangan dinaikkan lagi

Tahap Meltdown

Setelah tahap penetrasi dimana arc terbenam di dalam bahan baku,

maka tap tegangan dinaikkan maksimum agar dihasilkan arc yang

panjang dengan daya yang sebesar-besarnya untuk meleburkan bahan

baku menjadi baja cair. Pada tahap ini pemasukan besi spons dan batu

kapur dituangkan ke furnace secara terus-menerus dengan system

pengisian kontinyu (continuous feeding system) saat muatan telah

melebur 40%.

e. Tahap Pemurnian

Proses pengaturan komposisi baja sesuai dengan komposisi yang

dikehendaki. Setelah bahan baku melebur 90%, dilakukan pengurangan daya

listrik dengan menurunkan tap tegangan pada tegangan menengah yang akan

Page 30: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

30

menghasilkan short arc yang cukup untuk meleburkan sisa material yang belum

melebur atau untuk mempertahankan temperature sambil dilakukan proses

pengaturan komposisi cairan baja.

f. Tahap Tapping (Penuangan)

Proses penuangan baja cair ke dalam ladle setelah baja cair mencapai

temperature penuangan yang berkisar 16500C-1680

0C.

4.2. Kontrol Dan Instrumentasi Dedusting EAF

Dedusting Plant adalah unit pengolahan debu hasil proses produksi

(peleburan baja) dengan cara menghisap, mendinginkan, menyaring, dan

membuang udara hasil pengolahan baja cair ke udara bebas. Pada proses produksi

di furnace terdapat 2 bagian dari dedusting plant, yaitu :

4.2.1. Elbow

Elbow adalah sebuah saluran yang terbuat dari pipa-pipa 1,5 inchi yang

dibentuk menjadi lingkaran, diameter 2 meter. Pipa pipa tersebut dialiri air dengan

sistem open loop, tujuannya untuk melindungi saluran tersebut dari temperatur

tinggi (1500 0C) hasil proses peleburan di furnace. Fungsi utama dari saluran ini

adalah untuk menghisap debu secara langsung pada saat furnace beroperasi.

Bagian dari elbow ini terdiri dari 2 unit :

a) Roof Elbow

Elbow ini terletak diatas roof dan mengikuti pergerakan roof naik dan

turun, serta pergerakan roof membuka (swing out) dan menutup (swing in).

b) Fix Elbow

Elbow ini berada setelah roof elbow yang terletak diluar furnace. Posisinya

tidak mengalami perubahan pada saat furnace beroperasi atau stop produksi.

Bentuk dari Elbow secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4.1.

Page 31: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

31

Gambar 4.1 Elbow

Kendali Pada Elbow.

Seluruh aktifitas cooling sistem di elbow (Temperature, Preasure dan

flow) dihubungkan ke kontrol. Untuk akusisi data temperature, digunakan sensor

PT100. Set point untuk temperature : 65 0C akan memberikan alarm dan 85

0C

akan memutuskan VCB (vacuum circuit breaker) furnace. Untuk set point flow

harus lebih besar dari 80 m3/jam, jika kurang akan memberikan sinyal alarm.

Sedangkan untuk set point dari pressure adalah lebih besar dari 2 bar, jika kurang

dari set point ini akan memberikan sinyal alarm.

4.2.2. Canopy

Bagian dari dedusting plant yang menghisap debu pada furnace secara

tidak langsung. Canopy ini hanya menghisap debu yang terbang keatas dari

furnace ke atap pabrik pada saat proses peleburan baja dan saat tutup furnace

(roof) dibuka. Pada canopy terdapat dumper yang berfungsi untuk mengatur

besaran hisapan canopy pada saat operasi atau reparasi furnace.

Sistem kendali yang terdapat pada bagian ini meliputi, Kendali dumper

canopy yang mendapat inputan dari operator ke HMI PLC, berdasarkan data

mengenai tahap proses peleburan. Set point bukaan kendali dumper yang

ditentukan sebagai berikut.

25 % saat operasi

50% saat reparasi

Page 32: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

32

Besaran ini tidak tetap, operator mengeset sesuai kondisi furnace. Bentuk dari

canopy dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Canopy

4.3. Hot Gas Line Sistem (HGL)

Hot gas line sistem adalah bagian pada proses dedusting yang masih

dilalui gas dengan temperatur yang sangat tinggi. Sistem ini berawal dari keluaran

elbow yang merupakan gas dengan temperatur yang sangat tinggi. Untuk

memproses gas tersebut sehingga didapatkan udara dengan temperatur yang

rendah, maka dibutuhkan unit bagian yang memiliki fungsi sebagai pendingin

(cooling). Bagian bagian tersebut adalah cool ducting dan uncool ducting. Bentuk

dari ducting dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Ducting

4.3.1. Cool Ducting

Cool Ducting merupakan bagian dedusting yang berfungsi untuk

menghisap debu proses furnace dan mendinginkan gas keluaran dari elbow.

Page 33: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

33

Desainnya dengan menggunakan pipa pipa kecil yang dialiri oleh air, seperti pada

elbow. Diharapkan temperatur gas out put dari cool ducting adalah sekitar 5000C .

4.3.2. Uncool Ducting

Uncool Ducting merupakan bagian dedusting yang berfungsi untuk

menghisap debu proses furnace dan menyalurkan gas keluaran dari cool ducting

ke bagian berikutnya Forced Draught Cooler (FDC).

Monitoring temperatur di area HGL diletakan di bagian uncool ducting,

dengan menggunakan sensor thermocouple tipe S (PT 10Rh-Pt). Sinyal sensor

tersebut digunakan untuk triger kendali bukaan dilution air. Fungsi utama dari

dilution air adalah untuk melindungi HGL dari temperatur berlebih.Sensor

Thermocouple akan mengeluarkan sinyal yang akan mentriger motor yang

mengendalikan bukaan dilution air (jika temperatur gas melebihi 5000C) ,

sehingga terjadi pendinginan di ducting, karena udara bebas yang masuk dan

bercampur dengan gas hasil proses furnace.

4.4. Forced Draught Cooler (FDC) & Cooler

Forced Draught Cooler (FDC) & Cooler adalah tempat proses

pendinginan setelah Hot Gas Line (HGL) yang juga memproses pembuangan

debu debu kasar dengan proses fisikal (menggunakan prinsip proses fisika).

Bentuk dari ducting dapat dilihat pada gambar 4.4

.

Gambar 4.4 FDC dan Cooler

Page 34: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

34

A. Forced Draught Cooler (FDC)

Pada proses ini debu dialirkan dari tempat yang tinggi ke tempat yang

rendah (secara vertikal). Ruangan FDC dan cooler terdiri dari sekat sekat plat baja

(untuk menyerap temperatur udara) berbentuk persegi panjang yang setiap

sekatnya terdapat celah berongga. Konsep dari sekat sekat tersebut adalah untuk

memperluas permukaan / penampang yang akan dilalui oleh gas bertemperatur

tinggi, sehingga proses penyerapan panas dapat terjadi dengan cepat. Hasil dari

proses ini adalah debu yang kasar jatuh ke bawah penampung debu (dust

container).

B. Cooler

Udara yang mengalir pada FDC (dari bawah cooler) akan mengalir keatas

(akhir dari aliran udara di cooler). Sedangkan debu kasar yang bergerak ke bawah

akibat proses di FDC akan terjatuh ke bawah yaitu pada dust container. Karena

debu kasar tersebut cukup berat sehingga tidak dapat ikut terhisap ke atas dan

terjatuh. Unit utama pada bagian ini adalah 6 motor impeler (daya setiap motor

impeller 200 KW ) yang menyuplai udara ke celah rongga pada sekat sekat plat

baja untuk mendinginkan sekat sekat plat baja tersebut secara paksa. Motor

impeler ini akan bekerja jika mendapat sinyal trigger dari sensor PT 100 yang

diletakan setelah DEC Dumper, yang berada pada saluran antara FDC dengan

Mixing Chamber. Sensor ini akan mengakusisi data temperature udara yang

keluar dari FDC, dan akan akan bekerja secara otomatis bila range set point telah

terlampaui. Range set point PT 100 untuk mentriger 6 motor impeller dapat dilihat

pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Range Set Point Temperatur Motor Impeller Cooler:

Set Point EAF 9 EAF 10 Ket

>1700C 3V11 + 3V16 4V11 + 4V16 motor cooler

>2000C 3V12 + 3V15 4V12 + 4V15 motor cooler

>2500C 3V13 + 3V14 4V13 + 4V14 motor cooler

Page 35: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

35

DEC Dumper pada saluran antara FDC dengan Mixing Chamber berfungsi

untuk mengatur besar hisapan udara pada Roof Elbow, dengan set point bukaan

DEC Dumper :

25 % saat operasi

50% saat reparasi

4.5. Mixing Chamber

Mixing chamber merupakan bagian yang berfungsi untuk mencampur gas

keluaran Hot Gas Line (HGL) sistem yang sudah didinginkan melalui bagian dari

FDC dengan gas bertemperatur rendah keluaran dari pipa canopy dua dapur, yaitu

EAF 9 & EAF 10. Didalam Mixing chamber, gas keluaran dari canopy berfungsi

untuk membantu proses penurunan temperature dari gas keluaran Hot gas line.

Bentuk dari mixing chamber dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Mixing Chamber

Udara yang masuk ke mixing chamber diukur suhunya dengan sensor PT

100, jika temperaturnya melebihi 2000C, maka sensor akan mentriger kontrol

silinder pneumatic (PLC ABB) sehingga silinder pneumatic aktif dan dilution air

pada mixing chamber akan terbuka dan udara luar masuk ke mixing chamber

untuk membantu pendinginan gas menurunkan temperatur.

Page 36: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

36

4.6. Filter Cleaning Unit

Gas hasil peleburan baja dari dua dapur, yang telah dilaminer kan oleh

mixing chamber akan di teruskan ke Filter Cleaning Unit (FCU). Berikut adalah

gambar bagian bagian dari FCU

Gambar 4.6 Bagian – Bagian Dari FCU

Dari gambar 4.6, gas hasil mixing chamber yang masih kotor akan masuk

melalui Crude gas chanel (1). Pada proses penghisapan debu Crude gas shut-off

flap (2) akan terbuka dan gas kotor dari bagian (1) akan masuk ke Filter House

(14). Pada Filter House terdapat filter berbentuk silinder dengan diameter 160 mm

dan panjang 4500 mm sampai 5000 mm. Udara kotor pada Filter House akan

terhisap oleh ID Fan, dari permukaan luar filter menuju bagian dalam silinder

filter bag (6). Debu pada udara yang kotor akan tertinggal di permukaan luar

filter. Udara yang sudah di bersihkan akan mengalir dari filter bag (6) menuju

Clean gas chamber (7) dan Clean gas channel (12). Udara bersih pada Clean gas

channel akan mengalir menuju ID Fan.

Page 37: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

37

4.6.1. Kendali Pada Proses Pembersihan Filter

Proses ini diawali oleh sinyal trigger dari sensor Diifferensial Preasure

(DP) pada rangkaian control amplifier. Sensor DP mengukur besar perbedaan

tekanan pada Crude gas channel (Pin ) dan Clean gas chanel (Pout). Jika Pin >Pout

(> 6mBar) maka sensor akan memberikan sinyal trigger ke control filter cleaning.

Setelah mendapatkan sinyal trigger dari sensor DP, control filter cleaning

akan mengaktifkan valve pneumatic untuk menutup Clean gas channel dan Crude

gas shut-off flap pada bagian chamber yang akan dibersihkan. Hal ini

dimaksudkan supaya tidak ada udara yang masuk dan keluar chamber yang akan

dibersihkan. Setelah Clean gas channel dan Crude gas shut-off flap tertutup,

solenoid valve air jet cleaner akan terbuka (mendapat trigger dari rangkaian

control filter cleaning) dan udara bertekanan tinggi dari kompresor akan mengalir.

Udara bertekanan tinggi akan meniup filter bag dari atas ke bagian dalam filter

bag, sehinga udara bertekanan tinggi akan keluar dari dalam menuju keluar

permukaan filter bag. Debu yang menempel pada permukaan luar filter akan jatuh

menuju dust container yang terdapat dibawah filter house. Proses pembersihan

filter dilakukan terhadap setiap chamber secara bergiliran. Gambar chamber pada

ruang filter dan filter yang ada didalamnya dapat dilihat pada gambar 4.7.

(a) (b)

Gambar 4.7 (a) Chamber pada Ruangan Filter

(b) Filter Di Dalam Chamber

Page 38: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

38

4.6.2. Control Filter Cleaning

Pada proses cleaning filter, terdapat dua control filter cleaning (setiap

filter house terdapat satu control filter cleaning) yang mengendalikan proses

cleaning secara bersamaan.

Control filter cleaning ini terdiri dari :

1. Power Suplay input 220Vac; output 24 Vdc 10A (1 unit)

2. Main Board, yang berfungsi sebagai penghasil sinyal clock

untuk tiap chamber (masing masing control valve board) dan

solenoid valve air jet cleaner (1 board). Gambar rangkaian

Main Board dapat dilihat pada lampiran.

3. Control valve board, yang berfungsi mengatur buka tutup valve

clean gas dan membuka dan menutup solenoid valve air jet

cleaner pada tiap chamber (12 board). Gambar rangkaian

Control valve board dapat dilihat pada lampiran.

Main board mendapat daya dari power suplay 24 Vdc 10A dan

memberikan sinyal pada control valve board yang ada pada tiap chamber). Pada

main board terdapat empat buah IC 4022 (seperti Counter Johnson 4 stage

dengan 8 output terkode ) yang bekerja sama dalam dua kelompok yaitu D1 dan

D2 serta D5 dan D6 (lihat lampiran). D5 dan D6 (terdapat 10 output) bekerja

seperti register yang datanya bergeser setiap bitnya dari D5 pin 3 sampai D6 pin 4

(lihat lampiran untuk urutannya). Sinyal output D5 dan D6 akan dikuatkan oleh

rangkaian control valve board sehingga dapat menghidupkan solenoid valve air

jet cleaner pada chamber tertentu yang hendak dilakukan proses cleaning filter.

Untuk mengendalikan pergantian cleaning chamber, digunakan IC 4022

pada D1 dan D2. Kedua IC ini bekerja hampir sama seperti pada D5 dan D6,

perbedaannya adalah D1 dan D2 mendapat sinyal clock dari D5 pin 2 (artinya

setelah proses register pada D5 & D6 selesai dan kembali kekeadaan awal,

barulah D1 dan D2 mulai mengeser bitnya ke pin berikutnya atau dapat juga

diartikan terjadi proses perpindahan cleaning dari satu chamber ke chamber

berikutnya) sedangkan D5 dan D6 mendapat sinyal clock dari pembangkit pulsa

Page 39: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

39

yang periodenya dapat diatur (0,4 - 4 menit dan 6 - 60 detik). Lama periode dari

sinyal clock merupakan waktu durasi pembersihan filter bag dengan udara

bertekanan tinggi.

Sinyal untuk buka tutup Crude gas shut-off flap dan clean gas valve

berada pada control valve board (pada line 28 dengan kode TV) tiap chamber

4.7. Dust Transport & Dust Silo Cleaning Unit

Debu hasil proses pada Forced Draught Cooler (FDC) & Cooler, mixing

chamber, dan filter akan terjatuh di bagian dust container pada masing masing

unit bagian. Pada bagian bawah dust container terdapat rotary valve yang diputar

dengan motor AC. Rotary valve memiliki konstruksi yang memungkinkan proses

pembuangan debu dari dust container keluar menuju chain conveyor (dibawah

dust container), tanpa adanya udara yang masuk dari luar menuju dust container.

Hal ini karena Dust container harus kedap terhadap udara luar, supaya tidak

terjadi penurunan tekanan udara pada sistem dedusting yang dapat mengurangi

kemampuan daya hisap elbow dan canopy.

Chain conveyor membawa debu dari masing masing dust container, dan

menyatukannya pada elevator (bucket elevator). Gambar Dust Transport dari dust

container menuju chain conveyor dapat dilihat pada gambar 4.8.

Gambar 4.8 Dust Transport

Untuk memastikan bahwa motor penggerak chain conveyor berputar

(supaya tidak terjadi penumpukan debu secara tidak terkendali pada chain

Page 40: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

40

conveyor), digunakan sensor proximity (sebagai speed monitor) yang memberikan

pulsa setiap putaran motor. Sensor proximity tersebut dikonfigurasikan dengan

baling baling logam yang dikopel di unroll drive. Baling baling logam akan

menginduksi proximity (jarak : 10mm), sehingga muncul pulsa, yang secara rutin

dimonitor oleh control speed monitoring. Jika dalam jangka waktu tertentu, sinyal

pulsa dari sensor proximity tidak termonitor, maka kemungkinan motor

mengalami slip karena beban debu yang berat (lembab) atau motor trip.

Bucket elevator adalah belt yang memiliki lengan seperti mangkok dan

digerakan secara vertikal dengan motor AC melalui gear box , layaknya sebuah

conveyor. Bucket elevator mengangkat debu naik menuju dust silo yang

merupakan tempat penampungan akhir debu. Di dust silo debu ditampung, hingga

mencapai level ketinggian tertentu. Level ketinggian debu pada dust silo dideteksi

oleh sensor garpu tala (soliphant). Sensor ini akan terus bergetar, hingga debu

berada pada level yang cukup tinggi untuk menghambat/meredam getaran sensor

garpu tala. Ketika getaran sensor garpu tala berhenti (diredam oleh tumpukan

debu), maka sensor akan mengeluarkan sinyal.

Setelah dust silo penuh dengan debu, operator menghubungi kendaraan

khusus pemangangkut debu, yang langsung parkir dibawah corong pembuangan.

Kemudian operator secara manual menekan tombol open untuk membuka slide

gate corong dust silo yang dikerjakan secara pneumatic. Setelah itu operator

menekan tombol vibro on, maka bagian dust silo bergetar dan debu akan jatuh ke

kendaraan khusus pemangangkut debu melalui corong.

4.8. Induced Draft ( I D ) Fan

Induced Draft (ID) Fan merupakan kipas yang digerakan dengan motor

induksi, dengan daya 1600KW. Terdapat empat buah ID Fan sebagai sumber

penghisap debu pada sistem dedusting plant. Bentuk dari ID Fan dapat dilihat

pada gambar 4.9.

Page 41: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

41

Gambar 4.9 ID Fan

Setiap ID Fan memiliki deck dumper outlet untuk mengatur besar udara

yang dibuang ID Fan ke stack dan deck dumper inlet untuk mengatur besar udara

yang dihisap ID Fan. Pada keadaan awal, kedua dumper berada pada keadaan

tertutup. Setelah dumper outlet dibuka hingga 100%, switch yang merupakan

interlock dengan motor induksi pengerak ID Fan akan hidup.

Terdapat beberapa interlock yang dapat memutuskan VCB (vacum circuit

breaker) ID Fan, yaitu : triger dari sensor suhu pada bearing dan winding motor

induksi, sensor vibrasi ID Fan serta posisi dumper outlet yang tidak 100%. VCB

dari ID Fan merupakan interlock dari VCB kontrol elektrode pada furnace,

sehingga jika ID Fan mati maka control elektrode pada furnace akan mati dan

proses peleburan baja cair akan berhenti.

Page 42: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

42

Bab V

Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan

Dari pelaksanaan Kerja Praktek yang telah telah dilakukan dengan

mengamati Sistem Kendali Pada Dedusting Plant di Pabrik Slab Steel Plant (SSP)

2 PT. Krakatau Steel dapat diambil kesimpulan, yaitu :

1. Dedusting Plant adalah unit pengolahan debu hasil proses peleburan baja

dengan cara menghisap, mendinginkan, menyaring, dan membuang udara

hasil pengolahan debu ke udara bebas.

2. Berdasarkan fungsi utamanya, unit pada dedusting plant dapat dibagi

menjadi :

Bagian penghisap debu : Canopy, Roof Elbow dan ID Fan

Bagian pendinginan : Fix Elbow, Hot Gas Line (Cool

Ducting dan Uncool Ducting), FDC

Bagian proses Fisikal : Mixing Chamber

Bagian pembersihan : Filter Cleaning Unit

Bagian Pembuangan : Dust Transport, Stack

3. Variabel pengontrolan yang ada pada Dedusting plant dan instrument

yang mengakusisi adalah :

Temperatur : Thermocouple

Resistance Temperature Detector (RTD)

Perbedaan Tekanan : Sensor Differential Pressure

Speed Monitoring : Sensor Inductive Proximity Switch

Pemutusan Listrik : Sistem interlocking

4. Bentuk prilaku terhadap sistem akibat variable pengontrolan yang

melebihi set point, dapat berupa trigger pada kontrol motor, pneumatic

serta pada PLC yang menyebabkan :

Terbukannya dilution air untuk membantu pendinginan udara

Memberikan sinyal alarm

Page 43: Laporan Kerja Praktek_Henry_33 32 081501_UNTIRTA

43

Menghidupkan motor impler pada Cooler untuk membantu

pendinginan udara

Menghidupkan proses cleaning pada filter

Memutus jaringan listrik akibat ketidak sesuaian prosedur proses

pada ID Fan dengan membuat sistem interlocking

5.2. Saran

Dari hasil pengamatan, pembahasan pada bab IV dan keterangan dari

instruktur (pembimbing) lapanngan, penulis memberikan beberapa saran

1. Saran untuk perusahaan mengenai dedusting plant :

Pembaharuan sistem Dedusting Plant, terutama dengan

menggunakan sistem terbaru saat ini yaitu Sistem Air Mist yaitu

proses menyemprotkan air spray untuk mendinginkan udara

sekaligus memisahkan debu kasar, pada bagian setelah fix elbow

dan cool duct.

Pembaharuan control filter cleaning yang masih menggunakan

sistem elektronik board card dengan sistem PLC. Karena menurut

keterangan instruktur lapangan, bahwa control model tersebut

sudah lama (obsolete) dan akan discontinue produksinya, sehingga

akan menyulitkan proses reparasi. Dengan kendali PLC, proses

trouble akan sangat mudah dan proses sistem dapat dengan mudah

diloncat (urutannya) dengan cara manipulasi program jika terjadi

masalah pada salah satu bagian proses di sistem cleaning.

2. Saran untuk peserta Kerja Praktek berikutnya yang tertarik dengan

Dedusting Plant di SSP 2 PT. Krakatau Steel :

Melakukan pembahasan mendalam mengenai intergrasi sistem

instrumentasi yang telah dibahas, dengan sistem jaringan baik pada

pengontrolan di dalam PLC maupun pengontrolan dan pemantauan

data di lapangan pada HMI yang ada di ruang operator