Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
2017
LAPORANKINERJA
Jl. Ir. H. Juanda No. 35 Jakar ta Pusat | www.ppatk.go.id
T A H U N A N G G A R A N
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
Laporan Kinerja Tahun 2017
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Laporan Kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) merupakan wujud pelaksanaan Peraturan
Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Laporan kinerja merupakan
perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja pencapaian sasaran
strategis tahun anggaran 2017.
Laporan Kinerja Tahun 2017 PPATK merupakan bentuk
akuntabilitas dari pelaksanaan tugas yang berfungsi, antara lain
sebagai alat penilaian kinerja, perwujudan akuntabilitas
pelaksanaan tugas dan fungsi PPATK, perwujudan transparansi
dan pertanggungjawaban kepada masyarakat, serta merupakan alat kendali dan alat pemacu
peningkatan kinerja setiap unit kerja di PPATK. Kinerja PPATK diukur atas dasar penilaian
Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) yang merupakan indikator keberhasilan pencapaian
sasaran strategis sesuai dengan Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK.
Dalam proses pengelolaan manajemen kinerja dari tingkat PPATK sampai dengan
individu, PPATK menggunakan pendekatan manajemen kinerja yang berbasis balanced
scorecard. Secara keseluruhan, capaian kinerja telah sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan, meskipun terdapat beberapa indikator kinerja belum berhasil mencapai target.
Rata-rata capaian kinerja tahun 2017 PPATK adalah 108%. Capaian kinerja tersebut berhasil
diraih karena komitmen dan keterlibatan seluruh pegawai PPATK dan dukungan aktif dari para
pemangku kepentingan PPATK.
Kami berharap Laporan Kinerja Tahun 2017 PPATK dapat dipahami dengan baik. Bagi
PPATK, setiap keberhasilan ataupun kegagalan dalam memenuhi target IKSS digunakan
sebagai media evaluasi dalam pengelolaan kinerja untuk mendorong peningkatan akuntabilitas
kinerja PPATK pada tahun selanjutnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
KATA PENGANTAR
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 ii
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
PERNYATAAN TELAH DIREVIU vi
RINGKASAN EKSEKUTIF vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK 2
C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK 4
D. Struktur Organisasi 7
E. Isu-isu Strategis 10
F. Dasar Hukum 13
G. Sistematika Penyajian 14
BAB II PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis 16
B. Perjanjian Kinerja 20
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja 24
B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja 24
C. Perbandingan Capaian Kinerja 98
D. Realisasi Anggaran 99
E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Penganggaran Berbasis
Kinerja
103
F. Kinerja dan Capaian Lainnya 105
G. Rencana Pengembangan 107
BAB IV PENUTUP 109
LAMPIRAN
DAFTAR ISI
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 iii
Tabel 1.1 Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2017 10
Tabel 2.1 Misi PPATK 17
Tabel 2.2 Tujuan PPATK 17
Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019 18
Tabel 2.4 Perjanijan Kinerja PPATK Tahun 2017 20
Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2017 23
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2017 29
Tabel 3.2 Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 30
Tabel 3.3 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2017 31
Tabel 3.4 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2017 34
Tabel 3.5 Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 34
Tabel 3.6 Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik 37
Tabel 3.7 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2017 39
Tabel 3.8 Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 39
Tabel 3.9 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Pada Tahun 2015-2017 43
Tabel 3.10 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Pada Tahun 2017 44
Tabel 3.11 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK Tahun 2017 49
Tabel 3.12 Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 50
Tabel 3.13 Asistensi Penanganan Perkara TPPU Pada Tahun 2017 51
Tabel 3.14 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK Tahun 2017 54
Tabel 3.15 Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 55
Tabel 3.16 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK Tahun 2017 58
Tabel 3.17 Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 61
Tabel 3.18 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2017 64
Tabel 3.19 Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 65
Tabel 3.20 Jumlah HA dan informasi yang Ditindaklanjuti Tahun 2011-2017 66
Tabel 3.21 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK Tahun 2017 67
Tabel 3.22 Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 67
Tabel 3.23 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2017 69
Tabel 3.24 Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan Tahun
2017 69
Tabel 3.25 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK Tahun 2017 70
DAFTAR TABEL
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 iv
Tabel 3.26 Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019 70
Tabel 3.27 Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor 71
Tabel 3.28 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK Tahun 2017 71
Tabel 3.29 Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019
72
Tabel 3.30 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK Tahun 2017 74
Tabel 3.31 Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019 75
Tabel 3.32 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK Tahun 2017 78
Tabel 3.33 Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019 79
Tabel 3.34 Tingkatan Maturity Model 81
Tabel 3.35 Nilai Asesmen Tata Kelola TI Setiap Domain Tahun 2017 81
Tabel 3.36 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK Tahun 2017 81
Tabel 3.37 Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019 82
Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK Tahun 2017 84
Tabel 3.39 Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019 85
Tabel 3.40 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK Tahun 2017 87
Tabel 3.41 Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja PPATK Tahun 2015 dan 2016 87
Tabel 3.42 Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019 88
Tabel 3.43 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK Tahun 2017 91
Tabel 3.44 Hasil Evaluasi Reformasi Birokrasi PPATK Tahun 2015 dan 2016 92
Tabel 3.45 Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019
94
Tabel 3.46 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK Tahun 2017 96
Tabel 3.47 Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-
2019 97
Tabel 3.48 Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2016 dan 2017 98
Tabel 3.49 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK Tahun 2016 dan 2017 99
Tabel 3.50 Realisasi Anggaran Terkait Pencapaian Kinerja PPATK Tahun 2017 101
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 v
Gambar 1.1 Struktur Organisasi PPATK 9
Gambar 2.1 Peta Strategi PPATK 19
Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK 22
Gambar 3.1 Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2017 28
Gambar 3.2 Perbandingan IPP APU PPT Tahun 2016 dan 2017 29
Gambar 3.3 Buku Kajian Regional Assessment 48
Gambar 3.4 Konferensi Pers Pelaksanaan 3rd CTF Summit di Kuala Lumpur 49
Gambar 3.5 Pelaksanaan On Site Visit MER 2017 di Jakarta pada 6-17 November
2017
60
DAFTAR GAMBAR
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2017 vii
PPATK memiliki rencana strategis yang tertuang dalam Rencana Strategis Tahun 2015-2019 PPATK. Renstra tersebut menjadi dasar bagi PPATK untuk bekerja menjalankan misinya. Seluruh kebijakan yang ditempuh selama tahun 2017 merupakan lanjutan dari kebijakan tahun 2016 dengan berbagai perbaikan dalam upaya pelaksanaan Renstra PPATK.
Sesuai dengan Renstra Tahun 2015-2019 PPATK, rencana kerja, dan arah kebijakan pimpinan tahun 2017, capaian kinerja PPATK tahun 2017 menunjukkan hasil yang memuaskan dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 108%. Dari 17 (tujuh belas) IKSS yang diukur, 3 (tiga) IKSS berhasil mencapai target kinerja. Bahkan terdapat 9 (sembilan) IKSS yang capaian kinerjanya berhasil melebihi 100%. Namun demikian, terdapat 2 (dua) IKSS yang capaian kinerjanya masih di bawah 100% dan 3 (tiga) IKSS yang belum dapat diukur capaian kinerjanya.
Untuk mendukung capaian kinerja tahun 2017 tersebut telah direalisasikan anggaran sebesar Rp111.101.226.364,00 atau sebesar 94,82% dari pagu anggaran sebesar Rp117.169.305.000,00. Hal tersebut menunjukkan terdapat efisiensi penggunaan anggaran apabila dibandingkan dengan capaian kinerja sebesar 108%. Efisisensi tersebut berasal dari penghematan dalam paket-paket pengadaan barang/jasa dan penghematan dalam pelaksanaan kegiatan, seperti pengurangan jumlah pegawai yang mengikuti perjalanan dinas dan sinergi antarunit kerja dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan.
Rata-rata capaian kinerja PPATK tahun 2017 menurun sebesar 0,24% dari rata-rata capaian kinerja tahun 2016 sebesar 108,24%. Penurunan rata-rata kinerja ini terutama terjadi karena terdapat peningkatan target kinerja pada beberapa IKSS. Namun demikian, pencapaian kinerja tersebut tidak lepas dari upaya seluruh unit kerja yang konsisten untuk memperbaiki kinerjanya dengan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi yang disampaikan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dalam mengevaluasi sistem akuntabilitas kinerja PPATK maupun perbaikan yang dihasilkan dari hasil pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan oleh Inspektorat PPATK.
PPATK terus melakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja dengan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dan Inspektorat PPATK atas pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja PPATK. Selain itu, upaya lain yang telah dilakukan, antara lain:
a. Mendorong setiap unit kerja untuk melakukan analisis dan evaluasi mengenai capaian kinerjanya, termasuk kendala-kendala dalam pencapaian kinerja sebagai bahan evaluasi tengah periode Renstra PPATK Tahun 2015-2019.
RINGKASAN EKSEKUTIF
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2017 viii
b. Inspektorat mengevaluasi pengelolaan akuntabilitas kinerja unit eselon I dan II di PPATK. Hasil evaluasi dan rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada masing-masing unit kerja untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kinerja pada tahun-tahun selanjutnya.
c. Mengembangkan aplikasi e-RKA, yaitu aplikasi perencanaan, monitoring, evaluasi, dan pelaporan kinerja yang digunakan untuk pengelolaan kinerja dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi secara lebih optimal guna meningkatkan kualitas dan pelaporan kinerja.
d. Meningkatkan koordinasi dengan kementerian/lembaga yang merupakan Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) dan Asosiasi Pihak Pelapor. Koordinasi tersebut dilakukan terkait dengan pengumpulan data untuk direktori Pihak Pelapor dan upaya meningkatkan kepatuhan Pihak Pelapor.
e. Meningkatkan kerja sama dengan para penyidik untuk meningkatkan jumlah hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
Pada tahun 2017, PPATK juga meraih beberapa capaian dan prestasi pada tingkat nasional dan internasional, antara lain:
1. Capaian pada tingkat nasional:
a. Penghargaan atas capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan PPATK selama lima tahun, yaitu Laporan Keuangan PPATK tahun 2012-2016.
b. Akreditasi A (sangat baik) sebagai unit kearsipan terakreditasi untuk penyelenggaraan kearsipan yang berlaku selama lima tahun (2016-2021).
c. Penghargaan peringkat terbaik ketiga pada Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2017 dalam kategori Lembaga Non Struktural.
d. Penghargaan peringkat pertama kementerian/lembaga berkinerja terbaik pelaksanaan anggaran tahun 2017 untuk kategori pagu anggaran di bawah Rp2,5 triliun.
2. Capaian pada tingkat internasional:
a. Finalis (juara ke-2) Best Egmont Case Awards 2017 yang diselenggarakan pada 2-7 Juli 2017 di Macau, Tiongkok.
b. CTF Codeathon Runner Up Throphy in "Where is the Money" yang diselenggarakan pada 18-19 November 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.
c. PPATK menjadi co-host dalam penyelenggaraan 3rd Counter-Terrorism Financing Summit (CTF Summit) di Kuala Lumpur, Malaysia pada 20-23 November 2017.
d. PPATK menjadi inisiator dan lead dalam penyusunan Regional Risk Assessment on Non-Profit Organization (RRA NPO).
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2017 ix
Meskipun sebagian besar target kinerja PPATK pada tahun 2017 telah berhasil terpenuhi, tetapi PPATK menyadari bahwa masih terdapat kendala-kendala yang akan terus diperbaiki. Evaluasi kinerja melalui perbaikan setiap proses yang terdapat di setiap unit merupakan proses berkelanjutan yang akan terus dilakukan. Berbagai kebijakan, program, dan kegiatan PPATK selama tahun 2017 telah dilaksanakan dan diharapkan dapat menghasilkan dampak positif bagi para stakeholders PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 1
A. Latar Belakang
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dibentuk sebagai
lembaga independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari
intervensi kekuasaan manapun. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menjadi landasan
hukum bagi pelaksanaan tugas PPATK dalam mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang.
PPATK merupakan lembaga negara yang anggarannya menggunakan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, sehingga PPATK harus menyampaikan laporan kinerja
kepada para pemangku kepentingan. Hal ini merupakan bentuk komitmen dan kepatuhan
PPATK terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam pelaksanaannya, peraturan
pemerintah tersebut dilengkapi dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja, Kepala
PPATK telah menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-
10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan. Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja dimulai dengan
penyusunan Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019 yang dilengkapi
dengan perjanjian kinerja, pengukuran dan pengelolaan data kinerja melalui aplikasi e-
RKA, dan pelaporan kinerja untuk selanjutnya dilakukan reviu dan evaluasi kinerja.
pendahuluan BAB I
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 2
Untuk memperkuat penyelenggaraan akuntabilitas kinerja, setiap tahun PPATK
membentuk Tim Pengelolaan Kinerja PPATK yang ditetapkan melalui keputusan
Kepala PPATK.
B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK
PPATK dibentuk sebagai upaya pemenuhan standar internasional sebagaimana
tertuang dalam rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering
(FATF). Salah satu rekomendasi FATF adalah perlu dibentuknya suatu lembaga intelijen
keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) yang bersifat permanen dan berperan
sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU).
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
mengamanatkan pendirian PPATK. PPATK merupakan focal point yang
mengoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang di Indonesia. Pemerintah mengangkat Dr. Yunus Husein dan Dr. I Gde
Made Sadguna sebagai Kepala dan Wakil Kepala PPATK pada Oktober 2002
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 201/M/2002.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 mengalami perubahan pada 13 Oktober
2003 dengan disahkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Sejalan dengan berdirinya PPATK dan untuk
menunjang efektivitas pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia, melalui
Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004, pemerintah membentuk Komite Koordinasi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite
TPPU) yang diketuai oleh Menko Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil Menko
Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai sekretaris komite. Anggota Komite TPPU
lainnya adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan,
Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, dan Gubernur Bank Indonesia.
Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 tersebut telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 3
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Peraturan presiden tersebut mengalami
perubahan kembali melalui Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam
peraturan presiden tersebut terdapat tiga instansi yang dikukuhkan untuk masuk menjadi
Anggota Komite TPPU, yaitu Kementerian Perdagangan, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), dan Kementerian Koperasi dan UKM sebagai upaya strategis untuk memperkuat
Komite TPPU. Komite tersebut bertugas, antara lain merumuskan arah kebijakan
penanganan tindak pidana pencucian uang dan mengoordinasikan upaya penanganan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2003 telah disahkan oleh Presiden RI pada 22 Oktober 2010. Keberadaan undang-
undang ini diharapkan dapat membantu dalam upaya penegakan hukum tindak pidana
pencucian uang dan tindak pidana lain, memberikan landasan hukum yang kuat untuk
menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, dan penelusuran dan
pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Undang-undang ini juga
mengakomodasi berbagai ketentuan dan standar internasional di bidang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sebagaimana
tertuang dalam rekomendasi FATF dalam FATF Revised 40+9 Recommendations.
Pada 25 Oktober 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Dr.
Muhammad Yusuf sebagai Kepala PPATK dan Agus Santoso, S.H, LL.M sebagai Wakil
Kepala PPATK berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 160/M/2011. Dr. Muhammad
Yusuf dan Agus Santoso, S.H, LL.M telah menyelesaikan masa baktinya sebagai Kepala
PPATK dan Wakil Kepala PPATK pada 25 Oktober 2016.
Saat ini PPATK dipimpin oleh Kiagus Ahmad Badaruddin dibantu oleh Dian
Ediana Rae yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61/M Tahun 2016.
Pada 26 Oktober 2016 Presiden Joko Widodo mengangkat Kiagus Ahmad Badaruddin
sebagai Kepala PPATK dan Dian Ediana Rae sebagai Wakil Kepala PPATK untuk masa
bakti periode 2016-2021 di Istana Negara, Jakarta.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 4
C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK
PPATK merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk mencegah dan
memberantas TPPU dan pendanaan terorisme. Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
menyatakan bahwa PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat
independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun.
1. Tugas PPATK
Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK
mempunyai tugas mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang.
2. Fungsi PPATK
Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Pencegahan dan pemberantasan TPPU;
b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;
c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; dan
d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang
berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lain.
Untuk memperkuat kewenangan PPATK, pemerintah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
Kewenangan-kewenangan PPATK dalam melaksanakan fungsinya, sebagai
berikut:
1. Dalam melaksanakan fungsi “Pencegahan dan pemberantasan TPPU”, PPATK
berwenang:
a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau
lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi,
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 5
termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima
laporan dari profesi tertentu;
b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan;
c. Mengoordinasikan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan
instansi terkait;
d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPU;
e. Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum
internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU;
f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan
g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU.
2. Dalam melaksanakan fungsi “Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh
PPATK”, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi yang meliputi
antara lain:
a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi;
b. Membangun, mengembangkan, dan memelihara infrastruktur jaringan
komputer dan basis data;
c. Mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK
secara manual dan elektronik;
d. Menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data;
e. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis;
f. Memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait, baik dalam negeri
maupun luar negeri; dan
g. Melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada Pihak Pelapor.
3. Dalam melaksanakan fungsi “Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor”,
PPATK berwenang:
a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor;
b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan TPPU;
c. Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 6
d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor;
e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban
pelaporan;
f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha
pihak pelapor; dan
g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi
pihak pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.
4. Dalam melaksanakan fungsi “Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi
transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lainnya”,
PPATK berwenang:
a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor;
b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait;
c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan hasil pengembangan
analisis PPATK;
d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi
penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri;
e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di
dalam maupun luar negeri;
f. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan
TPPU;
g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan
dugaan TPPU;
h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya
melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menghentikan sementara
seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil
tindak pidana;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 7
j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan
oleh penyidik tindak pidana asal dan TPPU;
k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung
jawabnya; dan
l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
D. Struktur Organisasi PPATK
Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dinyatakan bahwa susunan
organisasi PPATK terdiri dari:
a. Kepala;
b. Wakil Kepala;
c. Jabatan Struktural lain; dan
d. Jabatan Fungsional.
Susunan organisasi PPATK tersebut, kemudian diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 103
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, susunan
organisasi dan unsur PPATK terdiri atas:
1. Kepala PPATK;
2. Wakil Kepala PPATK;
3. Sekretariat Utama;
4. Deputi Bidang Pencegahan;
5. Deputi Bidang Pemberantasan;
6. Pusat;
7. Inspektorat;
8. Jabatan Fungsional; dan
9. Tenaga Ahli.
Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Kepala PPATK dibantu
oleh Wakil Kepala PPATK dan didukung oleh unit-unit eselon I yang terdiri dari:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 8
1. Sekretariat Utama;
2. Deputi Bidang Pencegahan;
3. Deputi Bidang Pemberantasan;
serta unit-unit eselon II yang terdiri dari:
1. Biro Umum;
2. Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Tata Laksana;
3. Biro Perencanaan dan Keuangan;
4. Direktorat Pengawasan Kepatuhan;
5. Direktorat Pelaporan;
6. Direktorat Hukum;
7. Direktorat Pemeriksaan, Riset, dan Pengembangan;
8. Direktorat Analisis Transaksi;
9. Direktorat Kerja sama dan Hubungan Masyarakat;
10. Inspektorat;
11. Pusat Teknologi Informasi; dan
12. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (Pusdiklat APU-PPT).
Struktur organisasi PPATK digambarkan, sebagai berikut:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 9
Gambar 1.1
Struktur Organisasi PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 10
Sistem kepegawaian PPATK mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 3
Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK. Dalam keputusan tersebut,
PPATK terdiri dari pegawai tetap, pegawai dipekerjakan, dan pegawai kontrak.
Berdasarkan data kepegawaian PPATK hingga 31 Desember 2017, jumlah sumber
daya manusia yang dimiliki oleh PPATK sebanyak 399 orang dengan rincian
termuat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Jumlah Pegawai PPATK
per 31 Desember 2017
No. Jenis Pegawai Jumlah
1. Pegawai tetap 206 orang
2. Pegawai dipekerjakan 57 orang
3. Pegawai kontrak 136 orang
Jumlah 399 orang
E. Isu-isu Strategis PPATK
Isu-isu strategis PPATK yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja PPATK
pada tahun 2017, antara lain:
1. PPATK bertujuan meningkatkan kompetensi para aparat penegak hukum dan
pihak pelapor. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah pembangunan gedung
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme (Pusdiklat APU-PPT) di Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Kurikulum
yang diajarkan kepada para aparat penegak hukum dan pihak pelapor merupakan
materi mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
dan pendanaan terorisme. Modul kurikulum lainnya terkait pula dengan kejahatan
asal dan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, serta cara
mengantisipasinya.
2. Presiden RI, Joko Widodo, telah menetapkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2
Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis dan
Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 11
Inpres tersebut dikeluarkan dalam upaya meningkatkan pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan TPPT. Keberadaan Inpres ini juga diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Dengan terbitnya, Inpres
ini diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas LHA dan LHP yang
dikeluarkan oleh PPATK dan mengajak instansi terkait untuk menindaklanjuti
LHA dan LHP PPATK, termasuk melihat potensi penerimaan negara dari LHA
dan LHP yang tidak dapat dilanjutkan proses hukumnya.
3. PPATK dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) bekerja sama dalam penyampaian
HA, HP, dan Informasi dalam membantu meningkatkan optimalisasi perpajakan.
HA, HP, dan Informasi tersebut telah dikirimkan oleh PPATK kepada DJP
sebanyak 451 laporan dan telah berkontribusi pada penerimaan negara sebesar
Rp2.488 triliun. Kerja sama terkait penagihan utang pajak juga telah berkontribusi
pada penerimaan negara sebesar Rp2.345 triliun. Selain itu, selama periode 2006
sampai dengan 2017, PPATK telah menyampaikan 2961 data wajib pajak (WP)
yang menunggak kepada DJP. 2393 data WP tersebut telah ditindaklanjuti dengan
total perkiraan utang pajak sebesar Rp25,9 triliun.
4. PPATK menjadi koordinator dalam menghadapi kegiatan Mutual Evaluation
Review (MER) oleh Tim Assessor dari APG dan FATF. MER merupakan suatu
kegiatan untuk menilai tingkat kepatuhan suatu negara dalam melaksanakan
Rekomendasi FATF. Kegiatan MER tersebut menilai penerapan 40 Rekomendasi
FATF yang mencakup bidang regulasi industri keuangan, penyedia barang dan
jasa, dan sektor penegakan hukum terkait dengan pencucian uang dan pendanaan
terorisme. Kegiatan MER juga menilai efektivitas regulasi dan penegakan hukum.
Indonesia menghadapi MER dengan asesor yang berasal dari FATF Style Regional
Bodies, yaitu Asia Pacific Groups on Money Laundering (APG). Indonesia telah
berhasil melalui serangkaian proses krusial dalam MER, antara lain:
a. Indonesia telah menyampaikan jawaban mengenai Technical Compliance
Rekomendasi FATF (terkait peraturan atau dasar hukum) kepada Sekretariat
APG pada 8 Mei 2017.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 12
b. Indonesia telah menyampaikan jawaban mengenai Effectiveness Methodology
Rekomendasi FATF (terkait efektivitas penerapan peraturan) kepada Sekretariat
APG pada 11 Agustus 2017.
c. Jawaban mengenai Technical Compliance dan Effectiveness Methodology
menjadi rujukan dalam penilaian yang dilakukan oleh APG yang ditandai
dengan kegiatan on site visit tim assessor APG pada 6-17 November 2017 di
Indonesia. Hasil penilaian MER tersebut akan disampaikan pada FATF Plenary
di Paris pada Februari 2018 dan ditetapkan pada kegiatan APG Plenary yang
akan dilaksanakan di Nepal pada Mei 2018.
5. PPATK telah melaksanakan penilaian risiko berskala nasional (National Risk
Assessment/NRA). Hasil NRA tersebut dapat dijadikan sebagai pijakan bagi para
stakeholders untuk membuat kebijakan yang terkait dengan Anti Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme (APUPPT) yang berbasis risiko. Selain itu, Indonesia
melalui PPATK telah menjadi pemrakarsa dalam penilaian risiko pendanaan
terorisme untuk kawasan Asia Tenggara dan Australia yang disebut Terrorist
Financing Regional Risk Assessment (RRA TF).
6. Indonesia belum memiliki peraturan yang spesifik yang mengatur mengenai
pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. Oleh karena itu,
pemerintah dalam hal ini beberapa instansi terkait telah menetapkan Peraturan
Bersama Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
dan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 4 Tahun 2017, Nomor 1
Tahun 2017, Nomor 9 Tahun 2017, dan nomor 5 Tahun 2017 tentang
Pencantuman Identitas Orang atau Korporasi Dalam Daftar Pendanaan Proliferasi
Senjata Pemusnah Massal, dan Pemblokiran Secara Serta Merta Atas Dana Milik
Orang atau Korporasi yang Tercantum Dalam Daftar Pendanaan Proliferasi
Senjata Pemusnah Massal. Penetapan dan implementasi Peraturan Bersama
tersebut bertujuan untuk memenuhi perkembangan konvensi internasional di
bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 13
F. Dasar Hukum
Dasar hukum yang menjadi acuan dalam penyusunan Laporan Kinerja PPATK,
antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah;
5. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
6. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah;
8. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana
Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-
05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 14
9. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
10. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor 03
Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan;
11. Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang
Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Tahun 2015-2019;
12. Keputusan Kepala PPATK Nomor 138B Tahun 2017 tentang Penetapan Batasan
Persentase Capaian Indikator Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan.
G. Sistematika Penyajian
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan penjelasan umum organisasi dengan penekanan kepada aspek
strategis organisasi dan permasalahan utama (isu strategis) yang sedang dihadapi oleh
organisasi.
BAB II PERENCANAAN KINERJA
Bab ini menjelaskan ikhtisar Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK.
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Bab ini menjelaskan mengenai capaian kinerja tahun 2017, evaluasi, dan analisis atas
capaian kinerja tersebut. Penjelasan kinerja tahun 2017 meliputi hal-hal yang telah
dilaksanakan, realisasi kinerja, dan perbandingan capaian kinerja dengan target
jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Renstra PPATK. Dalam bab ini juga
dijelaskan mengenai realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja
organisasi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 15
BAB IV PENUTUP
Bab ini menjelaskan mengenai simpulan umum atas pencapaian kinerja tahun 2017
dan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan bagi perbaikan kinerja pada tahun
yang akan datang.
LAMPIRAN
Bagian ini berisi substansi-substansi yang mendukung penjelasan dalam laporan
kinerja.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 16 |
A. Rencana Strategis
Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019 merupakan dokumen
perencanaan yang memuat visi, misi, tujuan dan sasaran strategis, arah kebijakan dan
strategi, dan target kinerja, serta kebutuhan pendanaan yang akan dilaksanakan oleh
PPATK pada tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 merupakan pedoman
dalam menyusun rencana kerja PPATK tahun 2015-2019 dan sebagai dasar pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan kinerja PPATK tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun
2015-2019 ditetapkan dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-
05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Tahun 2015-2019 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala PPATK
Nomor 07 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-
05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan Tahun 2015-2019.
1. Visi dan Misi PPATK Tahun 2015-2019
VISI ppatk
Visi tersebut memberikan makna bahwa PPATK berupaya mewujudkan
Indonesia yang bebas dari tindak pidana pencucian uang dan sejalan dengan visi
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu Indonesia
BAB II
PerencAnAAn kInerjA
“Menjadi lembaga intelijen keuangan yang independen dan terpercaya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang dan pendanaan terorisme.”
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 17 |
yang mandiri, maju, adil, dan makmur, serta dalam mendukung upaya pemerintah
dalam meningkatkan ketahanan sektor keuangan
MISI ppatk
Untuk mendukung pencapaian visi PPATK, dirumuskan upaya-upaya yang
akan dilaksanakan melalui Misi PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
Tabel 2.1 Misi PPATK
KODE MISI M1 Meningkatkan nilai guna hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK.
M2 Meningkatkan peran dan dukungan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
M3 Meningkatkan efektivitas manajemen internal PPATK.
tujuan PPATK
Untuk menjabarkan Visi PPATK dalam rangka mencapai sasaran program
prioritas presiden, perlu dirumuskan tujuan dan sasaran strategis sebagai indikator
yang lebih jelas dan terukur. Tujuan strategis tersebut dijelaskan, sebagai berikut:
Tabel 2.2 Tujuan PPATK
Kode Tujuan Indikator Kinerja Tujuan T1 Meningkatkan efektivitas
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Indeks kepatuhan pihak pelapor.
T2 Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang andal dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK.
Nilai AKIP PPATK.
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
Opini BPK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 18 |
SASaran strategis
Sebagai bentuk penjabaran dari dua tujuan strategis yang hendak dicapai,
PPATK menetapkan empat belas sasaran strategis, sebagai berikut:
Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019
TUJUAN SASARAN STRATEGIS
T1 Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 01
Meningkatnya tndak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 02
Meningkatnya pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 03
Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 04
Meningkatnya kualitas hasil riset Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 05
Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditndaklanjuti.
PPATK 06
Meningkatnya kepatuhan pelaporan. PPATK 07
Meningkatnya kemampuan Pihak Pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 08
Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 09
Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK.
PPATK 10
T2 Meningkatnya kualitas SDM PPATK. PPATK 11
Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK. PPATK 12
Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif. PPATK 13
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK PPATK 14
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 19 |
Peta Strategi PPATK
Empat belas sasaran strategis PPATK saling memiliki keterkaitan satu sama lain
dan masing-masing memiliki peran dan kemampuan dalam mendukung pencapaian
visi dan misi PPATK. Keterkaitan antarsasaran strategis beserta masing-masing
Indikator Kinerja Sasaran Strategis dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1 Peta Strategi
PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
Gambar 2.1 Peta Strategi PPATK Tahun 2015-2019
Peta strategi tersebut terbagi menjadi empat perspektif, yaitu perspektif
stakeholder, Internal Business Process, Learning and Growth, dan financial. Keempat
perspektif tersebut menggambarkan pola hubungan sebab akibat dalam bentuk sebuah
peta strategi yang terukur dan berkesinambungan. Perspektif Stakeholder yang
merupakan outcome PPATK dalam memenuhi harapan para pemangku kepentingan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 20 |
didukung oleh perspektif Internal Business Process yang merupakan proses internal
strategis yang dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi PPATK, sedangkan
perspektif Learning and Growth dan perspektif Financial diperlukan dalam
mewujudkan perspektif Stakeholder dan Internal Business Process melalui proses
perbaikan, pemanfaatan sumber daya, dan penggunaan anggaran yang optimal.
B. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja merupakan dokumen yang berisi penugasan dari pimpinan
instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk
melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Pasal 7 ayat (1)
Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
menyatakan bahwa entitas akuntabilitas kinerja PPATK harus menyusun perjanjian
kinerja.
Dalam upaya pengukuran kinerja tahun 2017, Kepala PPATK telah menetapkan
Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK pada 22 Desember 2016. Perjanjian kinerja
tersebut disusun dengan mengacu pada dokumen anggaran yang telah mendapat
pengesahan dari Kementerian Keuangan berdasarkan Surat Pengesahan DIPA Induk
Tahun Anggaran 2017 PPATK Nomor: SP DIPA-078.01.1.453374/2017 tanggal 7
Desember 2016. Perjanjian Kinerja PPATK bertujuan untuk menciptakan tolok ukur
kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur dan merupakan dasar penilaian
keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Perjanjian
Kinerja Tahun 2017 PPATK dijelaskan dalam Tabel 2.4, sebagai berikut:
Tabel 2.4 Perjanjian Kinerja PPATK
Tahun 2017
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Sasaran
Strategis
Target
Program
Pagu Anggaran
Awal (Rp)
PPATK.01
Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
S1.1
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
5,05 Indeks Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme
37.350.000.000
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 21 |
pendanaan terorisme.
PPATK.
02
Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S2.1 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
90 %
S2.2 Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
50 %
S2.3 Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti.
60 %
PPATK.
03
Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme.
S3.1 Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
15 %
PPATK.
04
Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S4.1 Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
100 %
PPATK.
05
Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
S5.1 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
3,5 Indeks
PPATK.
06
Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
S6.1 Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
182 Laporan
PPATK.
07
Meningkatnya kepatuhan pelaporan.
S7.1 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
95 %
S7.2 Indeks kepatuhan pihak pelapor.
4,0 Indeks
PPATK.
08
Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan penyidik TPPU dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
S8.1 Persentase kelulusan peserta pelatihan.
100 %
PPATK.
09
Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
S9.1 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme.
100 %
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 22 |
Anggaran yang tercantum dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK adalah
alokasi anggaran pada awal tahun yang diterima oleh PPATK, yaitu sebesar
Rp117.169.305.000,00.
Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK
Anggaran tersebut dialokasikan ke dalam dua program, yaitu program Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dan
program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK. Dalam
pendanaan terorisme.
PPATK.
10
Meningkatnya keandalan sistem TI PPATK.
S10.1 Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
3 Indeks
PPATK.
11
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK.
S11.1 Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja pegawai baik.
100 % Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
79.819.305.000
PPATK.
12
Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK.
S12.1 Nilai AKIP PPATK.
A Nilai
PPATK.
13
Terwujudnya reformasi birokrasi yang efektif.
S13.1 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
75 Nilai
PPATK.
14
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK.
S14.1 Opini BPK.
WTP Opini
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 23 |
upaya pencapaian target kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Perjanjian
Kinerja Tahun 2017, pagu anggaran PPATK tersebut dialokasikan ke dalam program
dan kegiatan, sebagai berikut:
Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2017
Kode
Program/Kegiatan Nama Program/Kegiatan Pagu
Anggaran Awal Pagu
Anggaran Revisi 078.01.01 Dukungan Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
Rp 79.819.305.000 Rp79.819.305.000
3374 - Pengawasan Internal PPATK. Rp 500.000.000 500.000.000
3375 - Pengelolaan Perencanaan dan Keuangan PPATK.
Rp 49.460.014.000 49.460.014.000
3376 - Pengelolan Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Ketatalaksanaan PPATK.
Rp 5.909.800.000 5.909.800.000
3377 - Penyelenggaraan Ketatausahaan, Kerumahtanggaan, dan Perlengkapan PPATK.
Rp 23.949.491.000 23.949.491.000
078.01.06 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
Rp 37.350.000.000 Rp37.350.000.000
3379 - Pengelolaan Bidang Hukum PPATK.
Rp 2.600.000.000 2.471.150.000
3380 - Pelaksanaan kerja sama dan Hubungan Masyarakat PPATK.
Rp 4.700.000.000 5.258.115.000
3381 - Pengelolaan Teknologi Informasi PPATK.
Rp 16.000.000.000 15.700.000.000
3382 - Pengawasan Kepatuhan Pihak Pelapor.
Rp 1.500.000.000 1.500.000.000
3383 - Pengawasan Kewajiban Pelaporan dan Pembinaan Pihak Pelapor.
Rp 2.000.000.000 2.000.000.000
3384 - Analisis Transaksi dan Pengelolaan Laporan Masyarakat.
Rp 1.300.000.000 1.400.000.000
5232 - Pemeriksaan dan Pengembangan Riset TPPU.
Rp 9.250.000.000 9.020.735.000
Jumlah Rp 117.169.305.000 Rp117.169.305.000
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 24
A. Capaian Kinerja
Akuntabilitas kinerja merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja yang
memuat realisasi dan tingkat capaian kinerja yang diperjanjikan. Capaian kinerja
merupakan dasar dalam menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai tujuan
dan sasaran yang telah diperjanjikan. Untuk mencegah terjadinya deviasi yang signifikan
antara realisasi dengan target IKSS, PPATK menerapkan Keputusan Kepala PPATK
Nomor 138B Tahun 2017 tentang Penetapan Batasan Persentase Capaian Indikator
Kinerja Utama Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam
keputusan tersebut dijelaskan bahwa capaian maksimum kinerja yang diakui adalah
120% dan capaian minimum kinerja adalah 0%.
Rata-rata capaian kinerja PPATK pada tahun 2017 sebesar 108%. Dari tujuh belas
IKSS yang diukur, tiga IKSS berhasil mencapai target kinerja. Bahkan terdapat sembilan
IKSS yang capaian kinerjanya berhasil melebihi 100%. Namun demikian, terdapat dua
IKSS yang capaian kinerjanya masih di bawah 100% dan tiga IKSS yang belum dapat
diukur capaian kinerjanya. Capaian kinerja tersebut dapat terwujud karena PPATK selalu
melaksanakan upaya perbaikan guna meningkatkan kualitas pengelolaan sistem
akuntabilitas kinerja yang dilakukan dengan cara menindaklanjuti rekomendasi-
rekomendasi dari hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi dan Inspektorat PPATK atas Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK.
B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja
Analisis dan evaluasi kinerja dilakukan melalui pengukuran kinerja yang bertujuan
guna menilai keberhasilan dan/atau kegagalan dari pelaksanaan program kegiatan sesuai
dengan sasaran strategis yang ditetapkan dalam Rencana Strategis PPATK Tahun 2015-
BAB III
Akuntabilitas kinerja
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 25
2019. Pengukuran kinerja tersebut merupakan hasil dari penilaian yang didasarkan pada
IKSS yang termuat dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK.
PPATK telah menetapkan Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-
229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indíkator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. PPATK memiliki empat belas sasaran
strategis dan tujuh belas IKSS. Berikut ini diuraikan mengenai capaian kinerja PPATK
tahun 2017 menurut masing-masing sasaran strategis yang telah ditetapkan.
Sasaran Strategis 1 dimaksudkan untuk mengetahui persepsi pemangku
kepentingan dan masyarakat terkait dengan efektivitas pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilaksanakan oleh PPATK
dan instansi yang terkait dalam periode tertentu (tahunan). Sasaran strategis 1 diukur
keberhasilannya melalui satu Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), yaitu Indeks
persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Pada tahun 2017, capaian kinerja sangat baik
dengan rata-rata pencapaian kinerja SS 1 adalah 105,15%.
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT diinisiasi oleh PPATK sejak tahun
2015 bersama-sama dengan stakeholders rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APUPPT), para akademisi, tim ahli dari Badan Pusat Statistik, dan
lembaga survei independen. Indeks Persepsi Publik APUPPT merupakan alat ukur
pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal mengukur efektivitas kinerja stakeholders di
Indonesia dalam rezim APUPPT dan mengukur tingkat pemahaman publik Indonesia
terhadap TPPU dan TPPT. Dengan adanya pengukuran indeks persepsi publik APUPPT,
diharapkan pemerintah dapat merencanakan dan melaksanakan kegiatan/program guna
meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap TPPU dan TPPT, serta
IKSS 1: Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran Strategis 1:
Meningkatnya persepsi publik terhadap
pencegahan dan pemberantasan TPPU
dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 26
memperoleh umpan balik dari masyarakat dalam upaya peningkatan kinerja dan
mereduksi peluang risiko terjadinya TPPU dan TPPT di Indonesia.
Tahun 2017 adalah tahun kedua bagi PPATK melaksanakan program Indeks Persepsi
Publik Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT).
Sebagai tolak ukur (monitoring tools), Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT
menjadi sangat penting guna mengukur pencapaian tahunan seluruh stakeholders rezim
APUPPT di Indonesia dalam menentukan arah kebijakan yang paling tepat untuk
mencegah dan memberantas TPPU dan TPPT, khususnya yang berkaitan dengan tindak
lanjut rekomendasi-rekomendasi pokok National Risk Assessment on Money
Laundering/Terrorist Financing. Penyusunan indeks persepsi publik terhadap TPPU dan
TPPT tahun 2017 di Indonesia bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal,
sebagai berikut:
1. Postur dan perkembangan tingkat pemahaman masyarakat Indonesia mengenai TPPU
dan TPPT pada periode survei 2017;
2. Postur dan perkembangan tingkat kesadaran (awareness) masyarakat terhadap perilaku
terindikasi TPPU dan TPPT di lingkungan sekitarnya;
3. Tingkat keefektifan kinerja stakeholders rezim anti pencucian uang dan pendanaan
terorisme selama tahun 2016-2017 dalam menindaklanjuti rekomendasi NRA. Penilaian
ini diharapkan dapat memberikan masukan/feedback kepada stakeholders dalam
meningkatkan efektivitas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
TPPT dalam bentuk berbagai program intervensi guna mereduksi peluang atau risiko
terjadinya TPPU dan TPPT di Indonesia;
4. Pandangan dan rekomendasi akademisi dan pakar terhadap peningkatan keefektifan
upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia;
5. Pandangan publik terhadap kecukupan regulasi TPPU dan TPPT di Indonesia per
periode survei tahun 2017;
6. Harapan/feedback publik terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
TPPT di Indonesia yang telah dilakukan; dan
7. Mengedukasi masyarakat agar memiliki/meningkatkan kepedulian terhadap risiko-
risiko terjadinya TPPU dan TPPT di Indonesia.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 27
Penyusunan indeks dilakukan berdasarkan data hasil survei dengan responden
anggota rumah tangga di Indonesia. Pemilihan sampel survei menggunakan probabilistic
sampling dengan pendekatan complex random sampling. Sampel terdiri dari 11.040
rumah tangga yang tersebar di 1.104 desa/kelurahan di 172 kabupaten/kota pada 34
provinsi di Indonesia. Pada setiap desa/kelurahan dipilih 10 rumah tangga secara
random. Pada setiap rumah tangga yang terpilih sebagai sampel akan dipilih seorang
anggota rumah tangga berusia 17 tahun ke atas sebagai responden. Pada satu
desa/kelurahan lokus survei dipilih secara acak dan proporsional sebanyak sepuluh
responden dengan profil/profesinya bersifat unik (tidak terduplikasi).
Indeks Persepsi Publik terhadap Tindak Pidana Pencucuian Uang (IPP-TPPU)
merupakan indeks komposit tertimbang yang disusun dari dua indeks komposit lain, yaitu
Indeks Persepsi Publik terhadap Tindak Pidana Pencucuian Uang (IPP-TPPU) dan Indeks
Persepsi Publik terhadap Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (IPP-TPPT). IPP-TPPU
merupakan indeks komposit tertimbang dari 114 indikator yang secara substansi dan
bersama-sama menggambarkan tingkat keefektifan kinerja pencegahan dan pemberantasan
TPPU dinilai dari perspektif publik. IPP-TPPT juga merupakan indeks komposit
tertimbang mencakup 67 indikator yang secara substansi dan bersama-sama
menggambarkan tingkat keefektifan kinerja pencegahan dan pemberantasan TPPT dinilai
dari perspektif publik.
Berdasarkan konstruk variabelnya, Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT dibangun berdasarkan dua dimensi utama, yaitu dimensi tingkat pemahaman publik
terhadap TPPU/TPPT dan dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT. Dimensi tingkat
pemahaman publik diukur oleh lima aspek, yakni karakteristik TPPU/TPPT, pelaku utama
TPPU/TPPT, pelaku terkait TPPU/TPPT, sumber dana TPPU/TPPT dan faktor pendorong
terjadinya TPPU/TPPT. Sementara itu, dimensi keefektifan kinerja rezim APUPPT diukur
oleh dua aspek, yaitu keefektifan kinerja rezim pencegahan dan keefektifan kinerja rezim
pemberantasan.
Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT diukur dalam skala 0-10. Nilai 0
menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT (dari sisi pencegahan
maupun pemberantasan) di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat rendah (terendah)
dan nilai 10 menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja rezim APUPPT (dari sisi
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 28
pencegahan maupun pemberantasan) di Indonesia dinilai oleh publik adalah sangat baik
(tertinggi). Indeks Persepsi Publik (IPP) dihitung secara terpisah untuk TPPU dan TPPT.
Dengan demikian, terdapat dua indeks utama, yakni Indeks Persepsi Publik Terhadap
TPPU (IPP-TPPU) dan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPT (IPP-TPPT).
Gambar 3.1
Hasil Indeks Persepsi Publik Tahun 2017
Hasil perhitungan IPP TPPU tahun 2017 sebesar 5,57 menunjukkan bahwa tingkat
efektivitas rezim dalam penanganan TPPU masih belum memuaskan. Kondisi ini terlihat
pada dimensi tingkat pemahaman publik terhadap TPPU sebesar 5,76 dan dimensi tingkat
keefektifan kinerja rezim anti pencucian uang sebesar 5,28.
Hasil perhitungan IPP TPPT tahun 2017 sebesar 5,06 menunjukkan bahwa tingkat
efektivitas rezim dalam penanganan TPPT masih belum memuaskan, bahkan lebih rendah
jika dibandingkan dengan tingkat keefektifan penanganan TPPU sebesar 5,57. Bila
dibandingkan menurut dimensi pembentuk IPP-TPPT, penilaian publik terhadap
keefektifan kinerja rezim anti PPT sebesar 5,27 lebih baik daripada tingkat pemahaman
publik terhadap TPPT sebesar 4,92.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 29
Gambar 3.2
Perbandingan IPP APU PPT Tahun 2016 dan 2017
Pencapaian kinerja pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia
secara umum masih belum memuaskan. Hasil survei tahun 2017 memperlihatkan adanya
peningkatan efektivitas kinerja dibandingkan tahun 2016. Indeks IPP-APU PPT meningkat
dari 5,21 menjadi 5,31. Selama periode 2016-2017, Indeks IPP-TPPU meningkat dari 5,52
menjadi 5,57, sedangkan IPP-TPPT meningkat cukup tinggi dari 4,89 menjadi 5,06.
Pada tahun 2017, PPATK menargetkan kinerja indikator kinerja Indeks Persepsi
TPPU dan Pendanaan Terorisme dengan nilai sebesar 5,05 indeks. Realisasi kinerja
indikator kinerja adalah 5,31 indeks dari skala 10, sehingga capaian kinerja indikator
kinerja tersebut adalah 105,15%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas kinerja
rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun pemberantasan di Indonesia dinilai cukup
baik oleh publik.
Tabel 3.1
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Indeks Persepsi TPPU dan
Pendanaan Terorisme 5,05 indeks 5,31 indeks 105,15% 104,2%
Keberhasilan pelaksanaan indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme didukung
oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Penginputan dan pengolahan data survei indeks persepsi TPPU menggunakan
aplikasi online, sehingga data dapat terpantau secara real time.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 30
2. Berkoordinasi dengan para akademisi dan tim ahli dari BPS, serta stakeholders
lainnya untuk pembahasan metode dan penyusunan kuesioner.
3. Penggunaan jasa pihak ketiga dalam pelaksanaan penyebaran kuesioner dan
wawancara dengan responden pengisian kuesioner
Tabel 3.2
Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks Persepsi
TPPU dan pendanaan
terorisme
Indepth
study
5
indeks
5,05
indeks
5,15
indeks
5,3
indeks
5,31
indeks
100,19%
Sasaran Strategis 2 dimaksudkan untuk memantau tindak lanjut rekomendasi-
rekomendasi PPATK dan FATF yang disampaikan kepada pemerintah di bidang
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Pencapaian sasaran strategis 2 diukur melalui tiga IKSS, yaitu:
1. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
2. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
3. Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA).
Pada tahun 2017, rata-rata pencapaian kinerja SS 2 adalah 117,04%. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja SS 2 sudah sangat baik.
Sasaran Strategis 2:
Meningkatnya tindak lanjut atas
rekomendasi pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan
terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 31
Tabel 3.3
Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK
Tahun 2017 NO. INDIKATOR KINERJA SASARAN
STRATEGIS (IKSS)
TARGET
TAHUN 2017
REALISASI
TAHUN 2017
CAPAIAN
TAHUN 2017
1 Persentase rekomendasi PPATK dalam
pencegahan dan pemberantasan TPPU
dan pendanaan terorisme yang
ditindaklanjuti.
90% 100% 111,11%
2 Persentase rekomendasi FATF yang
diadopsi dalam kebijakan domestik.
50% 70% 120%
3 Persentase rekomendasi NRA yang
ditindaklanjuti.
60% 77,78% 120%
Rata-rata capaian kinerja 117,04%
PPATK merencanakan target kinerja indikator kinerja persentase rekomendasi
PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang
ditindaklanjuti sebesar 90% dengan realisasi kinerja sebesar 100%. PPATK telah
menyampaikan seluruh rekomendasi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme kepada para pemangku kepentingan, dalam hal ini Kepolisian
Republik Indonesia dan seluruh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti. Dengan
demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 111,11%.
Empat belas rekomendasi yang telah disampaikan selama tahun 2017 kepada
Kepolisian Republik Indonesia, meliputi:
1. Rekomendasi PPATK terkait Pengajuan Pencantuman Individu dan Korporasi dalam
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Terorisyang disampaikan melalui Surat
Kepala PPATK nomor: R/38/KS.02/I/2017 tanggal 23 Januari 2017.
2. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List dan Permintaan Bantuan Pemblokiran serta Pencabutan Pemblokiran
IKSS 2: Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang
ditindaklanjuti
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 32
berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan
melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/84/KS.02/II/2017 tanggal 16 Februari 2017.
3. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 22 Februari 2017 dan Permintaan Bantuan Pemblokiran berdasarkan
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang
disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/158A/KS.02/III/2017 tanggal 7
Maret 2017.
4. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List dan Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran berdasarkan Daftar Terduga
Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK
nomor: R/301/KS.02/V/2017tanggal 17 Mei 2017.
5. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List dan Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran berdasarkan Daftar Terduga
Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK
nomor: R/314/KS.02/V/2017 tanggal 31 Mei 2017.
6. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 16 Juni 2017 dan Permintaan Bantuan Pemblokiran berdasarkan
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang
disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/347A/KS.02/VI/2017 tanggal
22 Juni 2017.
7. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 3 Juli 2017 dan Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran
berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan
PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor:
R/421C/KS.02/VIII/2017 tanggal 1 Agustus 2017.
8. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 6 Juli 2017 dan Permintaan Bantuan Pemblokiran berdasarkan Daftar
Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 33
disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/439/KS.02/VIII/2017 tanggal 9
Agustus 2017.
9. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 28 Juli 2017 dan Permintaan Bantuan Pencabutan Pemblokiran
berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan
PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor:
R/455A/KS.02/VIII/2017 tanggal 21 Agustus 2017.
10. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 18 Agustus 2017 dan terkait Pemblokiran berdasarkan Daftar
Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan Keamanan PBB yang
disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor: R/456A/KS.02/VIII/2017 tanggal
22 Agustus 2017.
11. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 12 September 2017 dan Permintaan Bantuan Pencabutan
Pemblokiran berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dari Dewan
Keamanan PBB yang disampaikan melalui surat Kepala PPATK nomor:
R/498/KS.02/IX/2017 tanggal 13 September 2017.
12. Rekomendasi Pengajuan Perpanjangan Pencantuman Individu dan Korporasi dalam
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui Surat
Kepala PPATK nomor: R/590A/KS.02/XII/2017 tanggal 6 Desember 2017.
13. Rekomendasi PPATK terkait Pengajuan Pencantuman Individu dan Korporasi dalam
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris yang disampaikan melalui Surat
Kepala PPATK nomor: R/590B/KS.02/XII/2017 tanggal 6 Desember 2017.
14. Rekomendasi PPATK terkait Pemutakhiran ISIL (Daesh) dan Al-Qaida Sanctions
List per tanggal 26 Desember 2017 dan Permintaan Bantuan Pemblokiran serta
Pencabutan Pemblokiran berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris
yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: R/609/KS.02/XII/2017
tanggal 29 Desember 2017.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 34
Rekomendasi yang disampaikan oleh PPATK adalah rekomendasi mengenai
pengajuan pencantuman identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris
dan Organisasi Teroris, termasuk perpanjangan dan penghapusan identitas individu dan
korporasi tersebut. Seluruh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kepolisian
Republik Indonesia dengan mencantumkan identitas individu dan korporasi dalam
Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris.
Tabel 3.4
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase rekomendasi PPATK
dalam pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme yang
ditindaklanjuti.
90% 100% 111,11% 117,65%
Berdasarkan Tabel 3.4, secara persentase diketahui bahwa capaian kinerja tahun
2017 mengalami penurunan sebesar 6,54% apabila dibandingkan dengan capaian kinerja
tahun 2016. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan target dari semula target 85% pada
tahun 2016 menjadi sebesar 90% pada tahun 2017. Namun demikian, realisasi kinerja
tahun 2017 telah berhasil melebihi target kinerja tahun 2017.
Tabel 3.5
Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase
rekomendasi PPATK
dalam pencegahan
dan pemberantasan
TPPU dan pendanaan
terorisme yang
ditindaklanjuti
80% 85% 90% 95% 100% 100% 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini
berhasil mencapai 100%. Pencapaian yang berhasil menyamai target jangka menengah
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 35
disebabkan PPATK selalu melakukan koordinasi yang efektif dan optimal dengan
Kepolisian Republik Indonesia, sehingga tujuan penyampaian rekomendasi tersebut
dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) terdiri
dari 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations. Pada tahun 2017, PPATK
telah melaksanakan kegiatan Mutual Evaluation Review (MER). Kegiatan MER
merupakan suatu proses penilaian kepatuhan suatu negara dalam melaksanakan
Rekomendasi FATF. Rekomendasi FATF merupakan standar global dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan terorisme. Kegiatan MER di Indonesia akan
menilai penerapan 40 Rekomendasi FATF yang mencakup bidang regulasi industri
keuangan, penyedia barang dan jasa, dan sektor penegakan hukum terkait dengan
pencucian uang dan pendanaan terorisme. Kegiatan MER tersebut juga menilai
efektivitas regulasi dan penegakan hukum di Indonesia.
Pada tahun 2017, Indonesia menghadapi MER dengan asesor yang berasal dari
FATF Style Regional Bodies (Asia Pacific Groups on Money Laundering/APG).
Indonesia telah berhasil melalui serangkaian proses krusial dalam MER, antara lain:
a. Indonesia telah menyampaikan jawaban Technical Compliance Rekomendasi FATF
(terkait peraturan atau dasar hukum) kepada Sekretariat APG pada 8 Mei 2017.
b. Indonesia telah menyampaikan jawaban mengenai Effectiveness Methodology
Rekomendasi FATF (terkait efektivitas penerapan peraturan) kepada Sekretariat
APG pada 11 Agustus 2017.
c. Jawaban mengenai Technical Compliance dan Effectiveness Methodology menjadi
rujukan dalam penilaian yang dilakukan oleh APG ditandai dengan kegiatan on-site
visit tim assessor APG pada 6-17 November 2017 di Indonesia. Hasil penilaian
MER tersebut akan disampaikan pada FATF Plenary di Paris pada Februari 2018
dan ditetapkan pada kegiatan APG Plenary yang akan dilaksanakan di Nepal pada
Mei 2018.
IKSS 3: Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 36
Sebagai upaya menindaklanjuti rekomendasi FATF, selama tahun 2017 PPATK
mengirimkan delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan-pertemuan internasional
yang terkait dengan kegiatan FATF, meliputi
a. 28 Januari-3 Februari 2017 di Qatar menghadiri The Egmont Group Meetings.
b. 18-25 Februari 2017 di Perancis menghadiri FATF Plenary XXVIII.
c. 1-5 Mei 2017 di Mongolia menghadiri undangan APG Mutual Evaluation Face to
Face Visit.
d. 17-24 Juni 2017 di Spanyol menghadiri FATF Plenary.
e. 1-8 Juli 2017 di Macau menghadiri Egmont Group Plenary 2017.
f. 14-22 Juli 2017 di Srilanka menghadiri APG Annual Meeting and Technical
Assistance Forum 2017.
g. 28 Oktober-5 November 2017 di Argentina menghadiri FATF-GAFILAT Joint
Plenary Week.
h. 9-16 Desember 2017 di Busan, Korea Selatan menghadiri undangan study visit ke
FATF TREIN.
Selain itu, PPATK berhasil menjadi co-host dalam penyelenggaraan 3rd Counter-
Terrorism Financing Summit (CTF Summit) di Kuala Lumpur, Malaysia pada 20-23
November 2017. 3rd CTF Summit tersebut menghasilkan dokumen Kuala Lumpur
Communiqué yang merupakan bentuk komitmen para peserta yang berpartisipasi dalam
3rd CTF Summit. Dalam pertemuan-pertemuan internasional tersebut dibahas mengenai
kemajuan Indonesia dalam penerapan Rekomendasi FATF. PPATK juga telah menyusun
dokumen laporan periodik Indonesia terkait perkembangan rezim APU PPT yang
dibahas dalam pertemuan FATF maupun APG.
Selain pertemuan internasional, PPATK juga telah melaksanakan serangkaian
pertemuan antarinstansi untuk mengefektifkan penerapan FATF Special
Recommendation III mengenai pembekuan aset milik terduga teroris secara serta merta
sebagaimana diatur dalam UNSCR 1267 agar dapat diupayakan dapat dilakukan dalam
waktu tiga hari melalui sistem aplikasi khusus yang telah dibangun oleh PPATK.
Serangkaian pertemuan domestik juga telah dilaksanakan melalui serangkaian workshop
dan Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai instansi terkait dalam upaya
persiapan MER FATF Tahun 2017.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 37
Berdasarkan FATF Methodology 2012, terdapat dua metodologi, yaitu
Technical Compliance dan Effectiveness Assessment, sehingga tidak lagi
menggunakan penilaian Special Recommendations (SR), tetapi menggunakan
Effectiveness Assessment (Immediate Outcomes). Tingkatan penilaian Technical
Compliance, terdiri dari Compliance (C), Largely Compliance (LC), Partially
Compliance (PC), dan Non-Compliance (NC). Tingkatan penilaian Effectiveness
Assessment (IO), meliputi high level of effectiveness, substantial level of effectiveness,
moderate level of effectiveness, dan low level of effectiveness.
Hasil sementara mengenai pemenuhan Rekomendasi FATF telah disampaikan oleh
tim assessor APG per 8 Februari 2018 berupa indicative rating dalam Exit Report MER.
Indonesia telah memperoleh hasil sementara yang cukup memadai dari penilaian
terhadap 40 Rekomendasi FATF, yaitu peringkat Compliance (C) sebanyak lima
rekomendasi, Largely Compliance (LC) sebanyak dua puluh satu rekomendasi, Partially
Compliance (PC) sebanyak sepuluh rekomendasi, Non-Compliance (NC) sebanyak satu
rekomendasi. Pada tiga rekomendasi lainnya, tim assessor APG memberikan penilaian
peringkat PC/LC untuk dua rekomendasi dan LC/PC untuk satu rekomendasi.
Pada tahun 2017, dari 40 rekomendasi FATF, rating pemenuhan rekomendasi
FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik yang berada dalam peringkat Largely
Compliant (LC) sebanyak dua puluh satu rekomendasi dan dalam peringkat Compliant
(C) sebanyak lima rekomendasi. Rekomendasi yang dianggap telah diadopsi adalah
rekomendasi yang berada pada level minimal LC. Dengan demikian, tingkat pemenuhan
rekomendasi FATF adalah 70%
Rekomendasi-rekomendasi FATF yang telah diadopsi dalam kebijakan
pemerintah Indonesia sampai dengan tahun 2017 dijelaskan, sebagai berikut:
Tabel 3.6
Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi FATF
yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31
Desember 2016
(Self assessment)
Kondisi per 8
Februari 2018
Rec. 1 Assessing risks and applying a risk-based
approach
PC LC
Rec. 2 National cooperation and coordination PC LC
Rec. 3 Money Laundering Offence LC LC
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 38
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi FATF
yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31
Desember 2016
(Self assessment)
Kondisi per 8
Februari 2018
Rec. 4 Confiscation and provisional measures C PC
Rec. 5 Terrorist financing offence LC LC
Rec. 6 Targeted financial sanctions related to
terrorism & TF
LC PC
Rec. 7 Targeted financial sanctions related to
proliferation
NC NC
Rec. 8 Non-profit organisations NC PC
Rec. 9 Financial institution secrecy laws LC LC
Rec. 10 Customer due diligence PC LC
Rec.11 Record keeping LC LC
Rec.12 Politically exposed persons PC LC
Rec. 13 Correspondent banking C C
Rec.14 Money or value transfer services LC C
Rec. 15 New technologies PC LC
Rec. 16 Wire transfers C LC
Rec. 17 Reliance on third parties PC C
Rec. 18 Internal controls and foreign branches and
subsidiaries
PC LC
Rec. 19 Higher-risk countries PC LC
Rec. 20 Reporting of suspicious transaction PC C
Rec. 21 Tipping-off and confidentiality C LC
Rec. 22 DNFBPs: Customer due diligence PC LC
Rec. 23 DNFBPs: Other measures PC LC
Rec. 24 Transparency and beneficial ownership of
legal persons
NC PC/LC
Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of
legal arrangements
NC PC
Rec. 26 Regulation and supervision of financial
institutions
PC LC
Rec. 27 Powers of supervisors LC LC
Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs PC PC
Rec. 29 Financial intelligence units C C
Rec. 30 Responsibilities of law enforcement/
investigative authorities
LC LC
Rec. 31 Powers of law enforcement and
investigative authorities
LC PC
Rec. 32 Cash couriers LC PC
Rec. 33 Statistics PC PC/LC
Rec. 34 Guidance and feedback PC LC
Rec. 35 Sanctions PC LC
Rec. 36 International instruments C LC/PC
Rec. 37 Mutual legal assistance PC PC
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 39
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi FATF
yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 31
Desember 2016
(Self assessment)
Kondisi per 8
Februari 2018
Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and
confiscation
NC PC
Rec. 39 Extradition PC LC
Rec. 40 Other forms of international cooperation PC PC
Effectiveness Ratings
IO 1 Risk, Policy and Coordination C Substantial
IO 2 International Cooperation LC Moderate/Low
IO 3 Supervision LC Moderate
IO 4 Prevention Measures PC Moderate
IO 5 Legal Persons and Arrangements PC Low
IO 6 Financial Intelligence LC Moderate/Substantial
IO 7 Money laundering investigation and
prosecution
C Low
IO 8 Confiscation NC Low
IO 9 Terrorist financing investigation and
prosecution
LC Moderate
Tabel 3.7
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase rekomendasi FATF yang
diadopsi dalam kebijakan domestik. 50% 70% 120% 112,24%
Berdasarkan Tabel 3.7, diketahui bahwa capaian indikator kinerja pada tahun 2017
sebesar 70%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2016, capaian kinerja
pada tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 7,76%. Peningkatan ini disebabkan
beberapa rekomendasi yang berhasil mencapai peringkat minimal LC. Capaian kinerja
tersebut dinilai sudah sangat baik.
Tabel 3.8
Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase
rekomendasi FATF
yang diadopsi dalam
kebijakan domestik.
80% 40% 50% 60% 70% 70% 100%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 40
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. PPATK akan
selalu menempuh langkah-langkah strategis dalam upaya meningkatkan capaian kinerja.
Upaya-upaya tersebut, antara lain:
1. Sebagai rerangka kebijakan nasional untuk mendorong seluruh kementerian/lembaga
terkait dalam memenuhi Rekomendasi FATF, PPATK dan instansi dalam keanggotaan
Komite TPPU telah berhasil menyusun Stranas TPPU dan TPPT Tahun 2017-2019
sebagai kelanjutan Stranas TPPU Tahun 2012-2016. Penetapan Stranas TPPU dan TPPT
2017-2019 dilakukan oleh Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU dalam rapat
high level Komite TPPU yang dihadiri oleh seluruh instansi anggota Komite TPPU di
PPATK pada 5 April 2017. Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019 berisi tujuh strategi,
sebagai berikut:
a. Strategi I: menurunkan tingkat tindak pidana narkotika, tindak pidana korupsi,
dan tindak pidana perpajakan melalui optimalisasi penegakan hukum TPPU.
b. Strategi II: mitigasi risiko yang efektif dalam mencegah terjadinya TPPU dan
TPPT di Indonesia.
c. Strategi III: optimalisasi upaya pencegahan dan pemberantasan TPPT.
d. Strategi IV: menguatkan koordinasi dan kerja sama antarinstansi pemerintah
dan/atau lembaga swasta.
e. Strategi V: meningkatkan pemanfaatan instrumen kerja sama internasional dalam
upaya optimalisasi asset recovery yang berada di negara lain.
f. Strategi VI: meningkatkan kedudukan dan posisi Indonesia di forum
internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPU.
g. Strategi VII: penguatan regulasi dan peningkatan pengawasan pembawaan uang
tunai lintas batas negara sebagai media pendanaan terorisme
Tujuh strategi tersebut diperinci dengan rencana aksi dan target tahunan tahun
2018 yang harus dicapai oleh masing-masing anggota Komite TPPU dan capaiannya
dilaporkan secara secured online melalui aplikasi SIPPENAS yang dibangun oleh
PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 41
2. Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019 perlu diukur pelaksanaannya lebih lanjut dengan
penyusunan aksi tahun 2018. Penyusunan aksi tahun 2018 dilaksanakan melalui dua kali
kegiatan workshop Komite TPPU, sebagai berikut:
a. Workshop Evaluasi Capaian Stranas TPPU dan TPPT Tahun 2017 dan Penyusunan
Stranas TPPU dan TPPT Tahun 2018 yang dihadiri oleh Tim Internal Stranas TPPU
dari PPATK pada 14-16 Desember 2017 di Bandung.
b. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU Periode Tahun 2018 yang
dihadiri oleh perwakilan seluruh anggota Komite TPPU pada 20-23 Desember 2017
di Bandung.
3. Persiapan kegiatan MER dibahas dalam empat kali rapat Komite TPPU dan organ
Komite TPPU dengan rincian dua kali rapat Komite TPPU Level Menteri yang dipimpin
oleh Menko Polhukam pada 5 April 2017 dan 29 Agustus 2017, satu kali rapat Tim
Pelaksana Komite TPPU pada 3 November 2017, dan satu kali rapat Kelompok Kerja
Komite TPPU pada 6 Desember 2017.
Penilaian Risiko Nasional (National Risk Assessment/NRA) merupakan suatu
kegiatan dalam upaya mengukur dan mengidentifikasi risiko Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Pelaksanaan Penilaian
Risiko Nasional di Indonesia dilatarbelakangi oleh kebutuhan penyusunan strategi
nasional dan memberikan rekomendasi bagi penyempurnaan regulasi, serta ketentuan
terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Kebutuhan nasional tersebut,
yaitu kebutuhan aparat penegak hukum mengenai tren dan risiko dari tindak pidana asal
yang berkembang saat ini dan pihak regulator memerlukan kebijakan dan pelaksanaan
strategi dalam penerapan rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan
terorisme yang berbasis risiko.
Terkait dengan kebutuhan internasional, Indonesia melaksanakan NRA untuk
memenuhi FATF Recommendations nomor 1 yang menyatakan bahwa setiap negara
IKSS 4: Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 42
harus mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi risiko tindak pidana pencucian
uang dan pendanaan terorisme agar risiko tersebut dapat dicegah, dimitigasi, atau
diterima. Selain itu, berdasarkan hasil self assessment Indonesia atas pemenuhan
rekomendasi FATF Tahun 2012 yang dilaksanakan pada Agustus 2015, diketahui bahwa
efektivitas sistem pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia masih berada
pada tingkat yang rendah, terutama terkait dengan lemahnya koordinasi antarlembaga
dan nihilnya kebijakan nasional berbasis risiko.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, pelaksanaan penilaian risiko berskala nasional
atau NRA sangat diperlukan, sehingga hasil NRA dapat dijadikan sebagai pijakan bagi
para stakeholders untuk membuat kebijakan terkait pelaksanaan rezim anti pencucian
uang dan pendanaan terorisme yang berbasis risiko. Oleh karena itu, hasil NRA tersebut
diharapkan dapat mendukung Indonesia agar terhindar dari blacklist FATF.
Penyusunan NRA di Indonesia telah dimulai sejak September 2013 sampai dengan
September 2015. Kegiatan tersebut didukung oleh seluruh stakeholders terkait yang
terdiri dari Pihak Pelapor (PJK bank dan nonbank), aparat penegak hukum, dan lembaga
pengawas dan pengatur.
Selain itu, penyusunan NRA juga turut melibatkan para ahli di bidang politik,
ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan legislatif. Penilaian risiko nasional atas
TPPU menghasilkan beberapa pemetaan risiko, antara lain tindak pidana asal yang
berisiko tinggi, yaitu narkotika, korupsi, dan perpajakan. Pihak Pelapor yang berisiko
tinggi yang dimanfaatkan sebagai sarana pencucian uang, yaitu pasar modal, bank, dan
properti. Hasil NRA juga mengidentifikasi adanya emerging threat penggunaan virtual
currency berupa penggunaan Bitcoin dalam bertransaksi.
Penilaian risiko nasional atas TPPT menghasilkan beberapa pemetaan risiko,
antara lain modus pendanaan terorisme yang berisiko tinggi, yaitu menggunakan
pendanaan dalam negeri melalui sumbangan kepada yayasan, penyalahgunaan yayasan,
berdagang/kegiatan usaha, dan melalui kegiatan kriminal. Profil pelaku yang berisiko
tinggi dari perorangan, yaitu pelajar/mahasiswa dan untuk pelaku korporasi/entitas, yaitu
yayasan/organisasi nirlaba (Non Profit Organization/NPO). Sembilan wilayah yang
berisiko tinggi terjadinya tindak pidana pendanaan terorisme, yaitu DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sulawesi
Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Untuk pemindahan dana terorisme yang berisiko
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 43
tinggi, yaitu melalui sistem pembayaran elektronik, sistem pembayaran online, dan New
Payment Method. Instrumen transaksi yang berisiko tinggi, yaitu tarik/setor tunai.
Rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dari kegiatan NRA, meliputi:
a. Aparat penegak hukum diharapkan dapat lebih memfokuskan terhadap tiga tindak
pidana asal yang paling berisiko tinggi, yaitu narkotika, korupsi, dan perpajakan.
b. Pihak regulator diharapkan dapat memfokuskan terhadap kebijakan dan pengawasan
pelaksanaan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme pada industri pasar modal.
c. Peranan para stakeholders lainnya untuk mendukung integrasi dan akses data.
Beberapa rekomendasi-rekomendasi NRA tersebut mulai ditindaklanjuti oleh
stakeholders. Berkenaan dengan peningkatan kompetensi dan penanganan terpadu
TPPU, PPATK telah melaksanakan kegiatan Program Mentoring Berbasis Risiko
bersama-sama dengan para apgakum di wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terjadinya
TPPU. Pada kegiatan ini, beberapa personil dari setiap apgakum yang memiliki
pengalaman menangani perkara TPPU ditugaskan menjadi mentor untuk membimbing
para apgakum di wilayah Indonesia yang memiliki risiko tinggi.
Sementara itu, PPATK telah mengembangkan suatu alat ukur yang dapat
digunakan sebagai monitoring tools atas tindak lanjut atas rekomendasi-rekomendasi
pokok NRA on ML/TF, yaitu berupa Indeks Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan
TPPT. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman publik terhadap TPPU
dan TPPT serta pengukuran tingkat efektivitas stakeholders dalam upaya pencegahan
dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Pada tahun 2015, PPATK bersama stakeholders
terkait telah melakukan pilot study Survei Persepsi Publik Indonesia atas TPPU dan pada
tahun 2016 melakukan penyusunan metode penilaian Indeks Persepsi Publik Indonesia
atas TPPU dan TPPT.
Tabel 3.9
Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2015-2017
Tahun Rekomendasi NRA
terkait TPPU
Rekomendasi NRA
terkait TPPT
Total Rekomendasi NRA
Ditindaklanjuti
2015 9 7 16
2016 0 9 9
2017 1 9 10
Total 10 25 35
Kegiatan NRA telah menghasilkan 45 rekomendasi yang terdiri atas empat belas
rekomendasi terkait TPPU dan tiga puluh satu rekomendasi terkait TPPT. Berdasarkan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 44
tabel 3.9 diketahui bahwa pada tahun 2015, PPATK telah menindaklanjuti sembilan
rekomendasi terkait TPPU dan tujuh rekomendasi terkait TPPT. PPATK juga telah
menindaklanjuti sembilan rekomendasi terkait TPPT pada tahun 2016. Selama tahun
2017, PPATK telah berhasil menindaklanjuti satu rekomendasi terkait TPPU dan
sembilan rekomendasi terkait TPPT. Dengan demikian, total rekomendasi yang telah
ditindaklanjuti dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 sebanyak sepuluh rekomendasi
terkait TPPU dan dua puluh lima rekomendasi terkait TPPT.
Tabel 3.10
Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2017
No. Kode
Rekomendasi
Rekomendasi NRA on Money
Laundering and Terrorist
Financing
Strategi
Implementasi
1 R.ML.4 Mendorong implementasi Single
Identity Number (SIN) pada
masyarakat untuk selanjutnya akan
diimplementasikan oleh Pihak
Pelapor.
Tersusunnya Prototype
Database Politically Exposed
Persons (PEPs) Berbasis
Single Identity Number (SIN)
atau Nomor Induk
Kependudukan.
2 R.TF.4 Perlunya reaktualisasi nilai-nilai
Pancasila sebagai ideologi bangsa
dalam dunia pendidikan terhadap
mahasiwa/pelajar, terutama yang
menguasai keahlian khusus
(misalnya teknik kimia, ilmu
komputer, dan teknologi
informasi).
Pembentukan Duta Damai
Dunia Maya dan menghasilkan
website Damai Dunia Maya
yang berisiko yang
mengandung konten damai,
aspiratif, kreatif, dan inovatif
(sebaran di wilayah Sumatera
dan NTB), contohnya:
www.mandalika.dutadamai.id;
www.beruga.dutadamai.id;
www.mayung.dutadamai.id;
www.sasambo.dutadamai.id;
www.pepadu.dutadamai.id;
3 R.TF.5 Mendorong implementasi Single
Identity Number (SIN) yang
menyeluruh bagi WNI dalam
bentuk e-KTP.
a) Kebijakan Registrasi SIM
Card Celluler Berbasis NIK
sebagai penerapan Single
Identity Number (SIN).
b) Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika
Nomor 14 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan
Menteri Komunikasi dan
Informatika Nomor 12 Tahun
2016 tentang Registrasi
Pelanggan Jasa
Telekomunikasi.
c) Keppres No.12/2013
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 45
No. Kode
Rekomendasi
Rekomendasi NRA on Money
Laundering and Terrorist
Financing
Strategi
Implementasi
tentang Perubahan Keempat
atas Peraturan Presiden Nomor
26 Tahun 2009 tentang
Penerapan Kartu Tanda
Penduduk Berbasis Nomor
Induk Kependudukan secara
Nasional.
4 R.TF.6 Perlunya kontrol terhadap
komunikasi melalui media sosial
yang mengarah kepada pendanaan
terorisme dan menetapkan website
atau situs tersebut sebagai situs
terlarang.
a) Kebijakan Open Sky Policy
(Kebijakan Langit Terbuka).
b) Pemblokiran Media
Komunikasi "Telegram"
Tahun 2017.
5 R.TF.12 Perlunya pengetatan aturan
(regulasi) terhadap penggunaan
New Payment Method (NPM) yang
berpotensi menjadi celah bagi
pendanaan terorisme.
a) Menerbitkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) Nomor
19/10/PBI/2017 tentang
Penerapan Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme Bagi
Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran Selain Bank dan
Penyelenggara Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing
(KUPVA) Bukan Bank.
b) Menerbitkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi
Informasi.
c) Penyempurnaan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 tentang
Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa
Keuangan.
6 R.TF.14 Perlu adanya penerapan
pengawasan Cross Border Cash
Carrying (CBCC) yang lebih ketat,
khususnya terhadap pihak-pihak
yang berasal dari wilayah berisiko
tinggi dalam kasus terorisme.
a) Tersusunnya Kajian
Penilaian Risiko Pembawaan
Uang Tunai di Wilayah
Perbatasan Indonesia
digunakan untuk Pencucian
Uang dan Pendanaan
Terorisme Tahun 2017.
b) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 46
No. Kode
Rekomendasi
Rekomendasi NRA on Money
Laundering and Terrorist
Financing
Strategi
Implementasi
157/PMK.04/2017 tentang
Tata Cara Pemberitahuan dan
Pengawasan, Indikator yang
Mencurigakan, Pembawaan
Uang Tunai dan/atau
Instrumen Pembayaran Lain,
serta Pengenaan Sanksi
Administrasi dan Penyetoran
ke Kas Negara.
c) Meningkatkan Pengawasan
Pembawaan Uang Tunai
dengan menggunakan
Passanger Name Record for
Goverment (PNRGOV).
7 R.TF.16 Aparat penegak hukum perlu
meningkatkan pengamanan dan
pengawasan terhadap wilayah-
wilayah berisiko tinggi kasus
pendanaan terorisme hasil NRA TF
dan pihak regulator dapat
mempertimbangkan wilayah
berisiko tinggi tersebut dalam
melakukan pengawasan pihak
pelapor.
a) Joint Statement Sub
Regional Meeting on Foreign
Terrorist Fighter and Cross
Border Terorism bersama
Australia, Brunei
Daarussalam, Malaysia,
Selandia Baru, dan Filipina.
b) Penyusunan Penilaian
Risiko Regional Pendanaan
Terorisme melalui Non Profit
Organization.
c) Penyusunan White Paper
tentang Pemetaan Risiko
Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme terkait Jaringan
Domestik yang terafiliasi
dengan ISIS.
8 R.TF.22 Perlu adanya peraturan turunan
terhadap Undang-Undang Ormas,
khususnya terkait penyebaran
kebencian (hate speech) dan
radikalisme sebagai kelanjutan dari
UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
a) Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
Republik Inndonesia Nomor 2
Tahun 2017 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan.
b) Peraturan Presiden RI
Nomor 18 Tahun 2017 tentang
Tata Cara Penerimaan dan
Pemberian Sumbangan oleh
Organisasi Kemasyarakatan
dalam Pencegahan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme.
c) Surat Keputusan Menteri
Dalam Negeri tentang
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 47
No. Kode
Rekomendasi
Rekomendasi NRA on Money
Laundering and Terrorist
Financing
Strategi
Implementasi
Pembentukan Tim Terpadu
Pengawasan Organisasi
Kemasyarakatan Tahun 2017
d) Pembubaran Ormas HTI di
Indonesia Tahun 2017.
9 R.TF.25 Pengawasan terhadap komunikasi
melalui media sosial yang
mengarah kepada pendanaan
terorisme dan menetapkan bahwa
kelompok pengelola website atau
situs tersebut sebagai anggota dan
kelompok teroris.
a) Kebijakan Open Sky Policy
(Kebijakan Langit Terbuka).
b) Pemblokiran Media
Komunikasi "Telegram".
c) Membuat website damai
dunia maya:
www.mandalika.dutadamai.id;
www.beruga.dutadamai.id;
www.mayung.dutadamai.id;
www.sasambo.dutadamai.id;
www.pepadu.dutadamai.id;
10 R.TF.26 Perlu adanya pencerahan, ceramah,
sosialisasi dari ulama atau pemuka
agama dan tokoh nasional kepada
masyarakat mengenai anti
pendanaan terorisme dan terorisme
yang dikoordinasikan oleh BNPT.
a) Pembinaan kepada Para
Mantan Narapidana Terorisme
dan membuat Gerakan
Masyarakat Anti-Radikalisme
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (GEMAR NKRI).
b) Membuat Duta Damai
Dunia Maya Tahun 2017.
Implementasi dari rekomendasi ini dijalankan melalui penyusunan Intelligent
Assessment: Terrorism Financing through Cross-Border Cash Movements dan
penyusunan Regional Risk Assessment Non-Profit Organisations & Terrorism
Financing yang merupakan kolaborasi PPATK dengan lembaga intelijen keuangan
lainnya di kawasan Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru. Kajian ini telah
diluncurkan pada kegiatan 3rd Counter Terrorist Financing (CTF) Summit tahun 2017
di Kuala Lumpur. Negara-negara yang terlibat dalam kegiatan penyusunan kajian
tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Singapura, Australia, dan
Selandia Baru.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 48
Gambar 3.3
Buku Kajian Regional Assessment
RRA on NPO IA on CBCM
Kegiatan 3rd CTF Summit menghasilkan dokumen Kuala Lumpur
Communique yang merupakan bentuk komitmen para peserta yang berpartisipasi
dalam pertemuan ini. Poin-poin inti yang termuat dalam Kuala Lumpur
Communique, yaitu:
1. Berkolaborasi untuk menghambat sumber pendanaan, pergerakan dan
penggunaan dana, serta jaringan kelompok teroris di Asia Tenggara melalui
pembentukan Kelompok Kerja Anti Pendanaan Terorisme Asia Tenggara (SEA
CTFWG).
2. Menjadi ujung tombak solusi regional melalui inovasi dalam FinTech/RegTech
dan aliansi publik dan swasta terhadap risiko pendanaan terorisme, termasuk
dari mata uang virtual dan teknologi pembayaran baru dan ancaman lainnya.
3. Mendukung temuan hasil penilaian risiko regional terhadap organisasi nirlaba
dan rekomendasinya.
4. Berkomitmen untuk memperluas keanggotaan CTF Summit Working Group ke
semua negara anggota ASEAN ditambah dengan Australia dan Selandia Baru
dan memperluas cakupan CTF Summit untuk memasukkan kejahatan keuangan
berisiko tinggi lainnya.
5. Penyelenggaraan CTF Summit di Thailand pada tahun 2018.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 49
Gambar 3.4
Konferensi Pers Pelaksanaan 3rd CTF Summit di Kuala Lumpur
Sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017, tiga puluh lima rekomendasi telah
ditindaklanjuti dari empat puluh lima rekomendasi NRA. Target kinerja indikator kinerja
Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti adalah
60% dan realisasi indikator kinerja adalah 77,78%. Dengan demikian, capaian indikator
kinerja tersebut adalah 120%.
Tabel 3.11
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase rekomendasi
National Risk Assessment
(NRA) yang ditindaklanjuti.
60% 77,78% 120% 120%
Berdasarkan tabel 3.11, secara persentase, capaian kinerja tahun 2017 menyamai
capaian kinerja tahun 2016, yaitu 120%. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS
didukung oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Rekomendasi NRA yang telah ditindaklanjuti lebih banyak mengenai rekomendasi
yang berkaitan kewenangan PPATK.
2. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan komite TPPU.
3. PPATK melakukan sosialisasi dan koordinasi terkait hasil rekomendasi NRA kepada
stakeholders terkait.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 50
Tabel 3.12
Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase
rekomendasi NRA
yang ditindaklanjuti
20% 40% 60% 80% 100% 77,78% 77,78%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 77,78%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah:
1. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan tim teknis Komite TPPU.
2. PPATK berkoordinasi dengan stakeholders terkait.
3. PPATK melakukan monitoring tindak lanjut rekomendasi NRA yang kewenangannya
berada pada stakeholders terkait secara berkala.
Sasaran strategis 3 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas hasil analisis, hasil
pemeriksaan, dan informasi PPATK yang disampaikan kepada penyidik terkait terdapat
dugaan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 3 diukur melalui satu IKU,
yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di
Indonesia. Pencapaian kinerja SS 3 pada tahun 2017 adalah relatif baik dengan capaian
kinerja sebesar 120%.
Sasaran Strategis 3 Meningkatnya pengungkapan kasus
TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 51
Capaian kinerja sasaran strategis ketiga diukur keberhasilannya melalui
pencapaian satu IKSS, yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan
pendanaan terorisme di Indonesia. Pada tahun 2017, terdapat sepuluh kasus yang terkait
dengan kasus HA yang berhasil diungkap, sedangkan pada tahun 2016 terdapat delapan
kasus dengan rincian enam kasus HA dan dua kasus HP yang terkait dengan TPPU dan
pendanaan terorisme yang berhasil diungkap. Dengan demikian, terdapat peningkatan
dua kasus yang berhasil diungkap pada tahun 2017 apabila dibandingkan dengan
realisasi kasus yang terungkap selama tahun 2016.
Target kinerja adalah 15% dengan realisasi kinerja sebesar 25%. Capaian kinerja
yang berhasil diraih untuk IKSS tersebut tersebut adalah 120%.
Pencapaian kinerja IKSS tersebut dapat tercapai melalui pelaksanaan kegiatan-
kegiatan, sebagai berikut:
1. Dua belas kali penyelenggaraan asistensi penanganan perkara TPPU dengan rincian,
sebagai berikut:
Tabel 3.13
Asistensi Penanganan Perkara TPPU Pada Tahun 2017
No Tanggal Daerah Tindak Pidana Status Perkara
1 8 - 10
Februari 2017
Kejaksaan Tinggi
Sulawesi Tengah
Tindak pidana
(TP) Korupsi
SP 3
(Penghentian
penyidikan)
2 17 - 18
Februari 2017
Kepolisian Daerah
Kalimantan Timur
TP Penggelapan Kasus sudah
dilimpahkan ke
JPU/P.21
3 29 - 30 Mei
2017
Jawa Timur TP Penipuan
dan
Penggelapan
Belum terdapat
peningkatan
kasus
4 31 Mei - 2
Juni 2017
Papua TP Korupsi Kasus sudah
dilimpahkan ke
JPU/P.21
5 19 - 20 Juni
2017
Jawa Timur TP Pencurian
dengan
pemberatan
Kasus sudah
dilimpahkan ke
JPU/P.21
6 7 - 8 Juli
2017
Jawa Barat TP Penipuan
dan
Belum terdapat
peningkatan
IKSS 5: Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan
pendanaan terorisme di Indonesia
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 52
No Tanggal Daerah Tindak Pidana Status Perkara
Penggelapan kasus
7 19 - 21 Juli
2017
Riau TP Korupsi Kasus sudah
dilimpahkan ke
JPU/P.21
8 14 - 16
Agustus 2017
Jawa Tengah
(Surakarta)
TP Penipuan
dan
Penggelapan
Kasus sudah
dilimpahkan ke
JPU/P.21
9 13 - 16
September
2017
Nusa Tenggara
Timur (Kupang)
TP Perdagangan
Orang
Kasus sudah
dilimpahkan ke
JPU/P.21
10 26 - 28
Oktober 2017
Yogyakarta TP Penggelapan
dalam Jabatan
Belum terdapat
peningkatan
kasus
11 8 - 10
November
2017
Riau TP Narkotika Penyerahan
berkas tahap
pertama ke
Kejaksaan
12 27 - 29
November
2017
Riau TP Korupsi Kasus sudah
dilimpahkan ke
JPU/P.21
2. Rapat koordinasi dengan instansi apgakum penyidik TPPU, instansi penyidik non-
TPPU, maupun kementerian/lembaga yang terkait dengan HA, HP, dan Informasi.
Hasil rapat koordinasi telah memantau 80 HA, 11 HP, dan 9 Informasi.
3. PPATK mengirimkan 132 surat formal penagihan feedback yang memantau 69 HA
dan 178 Informasi.
4. PPATK mengirimkan 13 surat elektronik permohonan feedback yang memantau
195 HA, 5 HP, dan 125 Informasi.
5. PPATK menerima 52 kuesioner feedback yang berisi feedback terhadap 38 HA, 5
HP, dan 18 Informasi.
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diperoleh informasi bahwa
jumlah kasus TPPU dan pendanaan terorisme yang terdapat kontribusi HA, HP, dan
informasi yang telah sampai pada tahap penuntutan di pengadilan selama tahun 2016
dan tahun 2017 adalah:
a. Tahun 2016: delapan kasus dengan rincian enam kasus HA dan dua kasus HP.
b. Tahun 2017: sepuluh kasus dengan rincian sepuluh kasus HA.
Berikut ini rincian dan keterangan terkait capaian IKSS Persentase peningkatan
pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 53
1. Sebagian besar hasil pemantauan yang disampaikan oleh penyidik adalah bahwa kasus
masih pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Selain itu, terdapat kasus-kasus lain yang
masih dalam tahap prapenyelidikan atau dalam tahap pengumpulan bahan keterangan.
Bahkan, terdapat beberapa kasus telah dihentikan dengan keluarnya Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) karena pelapor mencabut gugatan atau terdapat
kesepakatan secara musyawarah antara pelapor dan terlapor. Dengan demikian, kasus-
kasus tersebut belum sampai pada tahap penuntutan dan/atau pemeriksaan di pengadilan.
2. Rincian mengenai sepuluh kasus dalam capaian IKSS ini, meliputi:
a. Feedback atas HA dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengenai
kasus tindak pidana penipuan dan penggelapan dan TPPU telah naik ke tahap
penuntutan ke Kejaksaan Negeri Depok pada 7 Desember 2017.
b. Surat feedback atas HA dari kejaksaan Tinggi Riau Nomor: B-
389/N.4.5/Ft.1/08/2017 tanggal 22 Agustus 2017, surat dari kejaksaan tinggi Riau
Nomor: B-391/N.4.5/Ft.1/08/2017 tanggal 22 Agustus 2017, dan surat dari kejaksaan
tinggi Riau Nomor: B-390/N.4.5/Ft.1/08/2017 tanggal 22 Agustus 2017 yang
menyatakan bahwa kasus TP, korupsi, dan TPPU telah naik ke tahap penuntutan.
Surat tersebut merujuk pada HA yang disampaikan oleh PPATK.
c. Surat feedback atas HA dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim
Polri Nomor: R/612/XII/2017/Dit Tipideksus tanggal 18 Desember 2017 menyatakan
bahwa kasus TP penipuan dan/atau pemalsuan dan TPPU telah naik ke tahap
penuntutan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.
d. Surat feedback atas HA dari Badan Narkotika Nasional Nomor:
B/4287/XI/DR/PB.06/2017/BNN tanggal 29 November 2017 menyatakan bahwa
perkara TP Narkotika dan TPPU atas nama tersangka MM telah naik ke tahap
penuntutan.
e. Hasil Asistensi NTT 13-16 September 2017 bahwa perkara TPPU dengan TPA TP
perdagangan orang telah P.21 dan naik ke tahap penuntutan.
f. Feedback HA dari Kejati Bengkulu menyatakan bahwa kasus Tipikor dan TPPU
telah sampai di tahap persidangan pada Mei 2017. Vonis kasus tersebut telah
dijatuhkan pada Oktober 2017.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 54
g. Feedback HA dari Polda Sulawesi Barat menyatakan bahwa kasus TP Narkotika dan
TPPU telah P.21 dan naik ke tahap penuntutan.
h. Hasil asistensi ke Polda Riau pada 8-10 November 2017 bahwa kasus narkotika dan
TPPU telah disidangkan pada 23 November 2017. Vonis mati telah dijatuhkan pada
Desember 2017 di Riau.
i. Hasil asistensi ke Polresta Surakarta pada 14-16 Agustus 2017 bahwa kasus TP
penipuan atau penggelapan telah P.21 ke pengadilan. Persidangan telah dilaksanakan
pada November 2017.
j. Hasil asistensi ke kejaksaan tinggi Kepulauan Riau pada 27-29 November 2017
bahwa perkara tipikor dan TPPU pada 21 Desember 2017 telah dilimpahkan ke
pengadilan tipikor Kepulauan Riau dan telah dilakukan penyitaan terhadap aset
properti milik tersangka.
Tabel 3.14
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase peningkatan
pengungkapan kasus TPPU dan
pendanaan terorisme di Indonesia.
15% 25% 120% 120%
Berdasarkan Tabel 3.14, secara persentase diketahui bahwa capaian kinerja tahun
2017 berhasil menyamai capaian kinerja tahun 2016, yaitu sebesar 120%. Keberhasilan
pencapaian kinerja IKSS didukung oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. Koordinasi yang intensif antara PPATK dan instansi penyidik TPPU sebagai
penerima Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK.
2. Koordinasi yang intensif di internal PPATK, yaitu Direktorat Kerja sama dan Humas,
Direktorat Analisis Transaksi, dan Direktorat Pemeriksaan, Riset, dan Pengembangan
terkait mekanisme pertukaran data dan informasi, serta pemantauan tindak lanjut
Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 55
Tabel 3.15
Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase
peningkatan
pengungkapan
kasus TPPU dan
pendanaan
terorisme di
Indonesia
10% 10% 15% 20% 20% 25% 125%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 125%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik dan PPATK
akan meningkatkan capaian kinerja tersebut pada tahun mendatang.
Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada
periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah:
1) PPATK menyelenggarakan kegiatan asistensi penanganan perkara TPPU di daerah
yang melibatkan para analis, para pemeriksa, dan pegawai yang memiliki kompetensi
sebagai saksi ahli, sehingga dapat membantu penyidik dalam menindaklanjuti
Informasi, HP, dan HA PPATK.
2) PPATK melaksanakan komunikasi secara informal dengan para penyidik yang
menerima Informasi, HA, dan HP PPATK guna menggali kebutuhan penyidik dalam
menindaklanjuti Informasi, HA, dan HP PPATK.
Sasaran strategis 4 dimaksudkan agar PPATK mengetahui tingkat efektivitas
pelaksanaan kerja sama dengan para stakeholders PPATK dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 4 diukur melalui satu
Sasaran Strategis 4 Meningkatnya efektivitas kerja sama
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 56
IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Pencapaian kinerja SS 4 pada
tahun 2017 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 94,29%.
Capaian kinerja sasaran strategis keempat diukur keberhasilannya melalui satu
IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Target kinerja pada tahun 2017
adalah 100% dengan realisasi kinerja sebesar 94,29%. Dengan demikian, capaian kinerja
sebesar 94,29%.
Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti telah dilaksanakan melalui kegiatan-
kegiatan, meliputi:
1. Penandatanganan lima belas dokumen kerja sama berupa Nota Kesepahaman (MoU)
dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Kementerian/Lembaga/Instansi (K/L/I),
sebagai berikut:
a. Pembaruan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Badan Narkotika
Nasional pada 11 Januari 2017.
b. Pembaruan MoU dengan Kepolisian Negara RI (Polri) pada 25 Januari 2017.
c. MoU dengan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) pada 7 Maret
2017.
d. MoU dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada 12 April 2017.
e. Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Badan Pengawas Berjangka Komoditi pada
2 Mei 2017.
f. MoU dengan TNI Angkatan Udara pada 9 Mei 2017.
g. Pembaruan MoU dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional pada 23 Mei 2017.
h. Pembaruan MoU dengan Kementerian Perhubungan pada 9 Juni 2017.
i. PKS dengan Kementerian Perhubungan pada 9 Juni 2017.
j. MoU dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi (SKK Migas) pada 6 Juli 2017.
IKSS 6: Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 57
k. Pembaruan MoU dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan tentang
LPSE pada 14 Agustus 2017.
l. Pembaruan MoU dengan Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan pada 21
Agustus 2017.
m. Petunjuk Teknis dengan Dirjen Pajak pada 24 Agustus 2017.
n. MoU dengan Universitas Jayabaya pada 26 September 2017.
o. MoU dengan Universitas Brawijaya pada 4 Desember 2017.
2. PPATK melaksanakan empat kali rapat Komite TPPU dan organ Komite TPPU dan
dua kali workshop dalam rerangka Komite TPPU dengan rincian, sebagai berikut:
i. Rapat Komite TPPU Level Menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku
Ketua Komite TPPU bertempat di kantor PPATK pada 5 April 2017 dengan
agenda pembahasan penetapan Stranas TPPU dan TPPT Periode 2017-2019 dan
persiapan Mutual Evaluation Review (MER);
ii. Rapat Komite TPPU Level Menteri yang dipimpin oleh Menko Polhukam selaku
Ketua Komite TPPU bertempat di kantor PPATK pada 29 Agustus 2017 dengan
agenda pembahasan arahan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan terkait perkembangan persiapan Indonesia menghadapi Mutual
Evaluation Review (MER) Tahun 2017 dan laporan dan pembahasan terkait
perkembangan persiapan Indonesia menghadapi MER Tahun 2017.
iii. Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU yang dipimpin oleh Kepala PPATK selaku
Ketua Tim Pelaksana Komite TPPU bertempat di kantor PPATK pada 3
November 2017 dengan agenda pembahasan persiapan on-site visit dalam kegiatan
MER 2017 dan pembahasan Rencana Aksi Stranas TPPU dan TPPT Tahun 2018.
iv. Rapat Kelompok Kerja Komite TPPU yang dipimpin oleh Deputi Bidang
Pemberantasan PPATK bertempat di kantor PPATK pada 6 Desember 2017
dengan agenda pembahasan evaluasi capaian Aksi Stranas TPPU dan TPPT Tahun
2017, revisi Strategi Nasional Tahun 2018 dengan penyesuaian hasil National Risk
Assessment (NRA) dan pembahasan Strategi Nasional Tahun 2018.
Kegiatan workshop Komite TPPU, sebagai berikut:
a. Workshop Evaluasi Capaian Stranas TPPU dan TPPT Tahun 2017 dan
Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU dan TPPT Tahun 2018 yang dihadiri
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 58
oleh Tim Internal Stranas TPPU dari PPATK pada 14-16 Desember 2017 di
Bandung.
b. Workshop Penyusunan Rencana Aksi Stranas TPPU Tahun 2018 yang dihadiri
oleh perwakilan seluruh anggota Komite TPPU pada 20-23 Desember 2017 di
Bandung.
3. PPATK melaksanakan pelatihan bersama penanganan perkara TPPU yang melibatkan
peserta dari apgakum penyidik TPPU (Polda, Kejati, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil
Ditjen Bea dan Cukai, dan BNNP), hakim dari pengadilan tinggi, dan staf bagian
hukum atau kepatuhan dari lima bank selaku penyedia jasa keuangan sebanyak satu
kali di Pekanbaru, Riau pada 20-23 Februari 2017 yang melibatkan 100 peserta.
4. PPATK melaksanakan koordinasi tindak lanjut kerja sama dengan instansi-instansi
dalam negeri yang telah memiliki dokumen kerja sama dengan melalui rapat
koordinasi, sosialisasi, seminar, pelatihan, workshop dengan agenda pembahasan isu-
isu mutakhir dan rancangan peraturan.
Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2017, PPATK telah menandatangani 113
dokumen kerja sama dalam negeri (MoU, PKS, dan Kesepakatan Bersama) dengan 98
K/L/I dalam negeri. Dari 70 dokumen kerja sama tersebut, PPATK telah
menindaklanjuti satu atau lebih ruang lingkup kerja sama dalam 66 dokumen kerja sama.
Dengan demikian, realisasi kinerja IKSS adalah 94,29%. Rincian mengenai bentuk kerja
sama PPATK yang telah ditindaklanjuti dapat dilihat dalam lampiran laporan kinerja ini.
Tabel 3.16
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase kerja sama yang
ditindaklanjuti.
100% 94,29% 94,29% 91,8%
Berdasarkan Tabel 3.16, diketahui bahwa pada tahun 2017 realisasi kinerja IKSS
ini sebesar 94,29%. Capaian kinerja ini sudah relatif baik, tetapi belum berhasil
mencapai target kinerja yang ditetapkan, yaitu 100%. Capaian kinerja IKSS ini sebesar
94,29%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2016, terdapat peningkatan
capaian kinerja sebesar 2,49%.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 59
Dampak positif capaian IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti terhadap
sasaran strategi meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan
TPPU adalah:
1. Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong efektivitas
Indonesia dalam mempersiapkan dan melaksanakan Mutual Evaluation Review
(MER) yang telah dilaksanakan pada 6-17 November 2017. Hal ini untuk memenuhi
rekomendasi FATF agar Indonesia tidak masuk ke dalam daftar hitam sebagai negara
yang rawan pencucian uang (black-list/FATF Public Statement). Dalam upaya
menghadapi MER 2017, PPATK telah menindaklanjuti kerja sama dalam Komite
TPPU dengan hasil, sebagai berikut:
i. Indonesia telah menetapkan Stranas TPPU dan TPPT periode 2017-2019 berikut
dengan rincian aksinya pada 5 April 2017 yang berisi tujuh strategi dalam upaya
meningkatkan pemenuhan Rekomendasi FATF.
ii. Indonesia telah menyampaikan jawaban kepada Sekretariat APG terkait Technical
Compliance Rekomendasi FATF (terkait peraturan atau dasar hukum) pada 8 Mei
2017 dan Effectiveness Methodology Rekomendasi FATF (terkait efektivitas
penerapan peraturan) pada 11 Agustus 2017.
iii. Indonesia yang meliputi seluruh instansi terkait dalam keanggotaan Komite TPPU
dan di luar Komite TPPU yang mempunyai MoU dengan PPATK telah dinilai
dalam kegiatan on-site visit tim assessor APG pada 6-17 November 2017 di
Jakarta. Hasil penilaian MER tersebut akan disampaikan dalam FATF Plenary di
Paris pada Februari 2018 dan APG Plenary yang akan dilaksanakan di Nepal pada
Mei 2018.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 60
Gambar 3.5
Pelaksanaan On-Site Visit MER 2017 di Jakarta pada 6-17 November 2017
2. Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong Indonesia
menetapkan Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019 dalam melakukan mitigasi terhadap
risiko merujuk pada hasil National Risk Assessment on Money Laundering and
Terrorist Financing.
3. Efektivitas kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU juga ditingkatkan
dengan diterapkannya sistem aplikasi SIPPENAS dalam upaya pelaporan Strategi
Nasional PP TPPU oleh setiap anggota komite TPPU. PPATK telah melakukan
penyederhanaan aplikasi SIPPENAS agar lebih mudah digunakan, sehingga terdapat
peningkatan jumlah instansi anggota komite TPPU yang melaporkan capaian kinerja
melalui aplikasi. Pada tahun 2017, 12 anggota dari 14 anggota Komite TPPU telah
melaporkan capaian kinerjanya melalui aplikasi tersebut.
4. Efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme dapat
ditingkatkan melalui kesuksesan PPATK menjadi co-host dalam penyelenggaraan 3rd
Counter-Terrorism Financing Summit (CTF Summit) di Malaysia pada 20-23
November 2017. 3rd CTF Summit menghasilkan dokumen Kuala Lumpur
Communiqué.
5. Tindak lanjut kerja sama melalui penyelenggaraan pelatihan telah meningkatkan
efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU. Pelatihan yang telah dilaksanakan,
meliputi satu kali pelatihan bersama penanganan perkara TPPU di Pekanbaru, Riau
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 61
pada 20-23 Februari 2017 telah mampu meningkatkan pemahaman dan kerja sama
dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU kepada 100 peserta pelatihan
yang terdiri dari apgakum penyidik TPPU (Polda, Kejati, Kanwil Ditjen Pajak,
Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, dan BNNP), hakim dari pengadilan tinggi, dan staf
bagian hukum atau kepatuhan dari lima bank selaku penyedia jasa keuangan.
Tabel 3.17
Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase kerja
sama yang
ditindaklanjuti
100% 100% 100% 100% 100% 94,29% 94,29%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 94,29%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah baik. Namun demikian
terdapat kendala-kendala dalam upaya pencapaian kinerja. Kendala-kendala yang
dihadapi dalam pencapaian IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti, antara lain:
1. Belum terdapat integrasi data terkait tindak lanjut ruang lingkup kerja sama yang
dilaksanakan oleh unit kerja PPATK, sehingga pencarian data tindak lanjut kerja
sama masih dilaksanakan secara manual.
2. Terdapat MoU yang tidak ditindaklanjuti karena proses penyusunan MoU tidak
menggunakan analisis kelayakan pihak kerja sama, sehingga mitra kerja sama
bersifat kurang strategis.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, PPATK melakukan upaya-upaya yang
diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya,
antara lain
1. PPATK telah menyusun SOP pelaksanaan kerja sama dengan pihak dalam dan luar
negeri. Hasil pembahasan tersebut adalah pengesahan Peraturan Kepala PPATK
Nomor: PER-12/1.03/PPATK/08/15 tentang Pedoman Penyusunan, Pelaksanaan, dan
Evaluasi Perjanjian dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang dan Pendanaan Terorisme. Peraturan kepala tersebut mengatur pedoman yang
dapat menyelesaikan kendala dalam hal-hal strategis, sebagai berikut:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 62
a. Pedoman analisis kriteria kelayakan pihak dalam dan luar negeri dan identifikasi
kebutuhan kerja sama dalam proses penyusunan perjanjian.
b. Pedoman dalam proses penjajakan, penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi
perjanjian.
2. PPATK akan membuat database seluruh dokumen kerja sama dalam bentuk MoU
dan Perjanjian Kerja Sama yang memuat inventarisasi ketentuan-ketentuan perjanjian
yang strategis yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Masa berlaku.
b. Waktu diperlukannya peninjauan kembali.
c. Ruang lingkup kerja sama.
d. Keterangan terkait masa berlakunya kerja sama.
e. Bentuk tindak lanjut kerja sama pada tahun berjalan.
3. Untuk memastikan dokumen kerja sama dapat ditindaklanjuti, PPATK telah
menyusun analisis kelayakan kerja sama dalam negeri di dalam setiap penjajakan
kerja sama dengan calon mitra kerja sama yang baru ataupun proses penjajakan
dalam pembaruan dokumen kerja sama. Analisis tersebut disampaikan kepada
Direktorat Hukum untuk dilakukan penyusunan legal drafting. Analisis kelayakan
kerja sama tersebut merujuk pada amanat yang tercantum pada pasal 8 ayat (1)
Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-12/1.03/PPATK/08/15 tentang Pedoman
Penyusunan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Perjanjian dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dengan
melakukan analisis terkait aspek-aspek, sebagai berikut:
a. Kejelasan status hukum.
b. Kemanfaatan.
c. Kesediaan untuk menjalin kerja sama.
d. Komitmen yang baik dan saling percaya.
e. Kesediaan menaati peraturan perundang-undangan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 63
Sasaran strategis 5 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil riset
yang dilakukan PPATK, sehingga diketahui manfaat hasil riset bagi pihak eksternal
dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan
terorisme. Sasaran strategis 5 dipantau keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Tingkat
kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 5 pada tahun
2017 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 120%.
Tingkat kualitas Hasil Riset TPPU dan Pendanaan Terorisme adalah hasil
penilaian oleh pengguna Laporan Hasil Riset (LHR) untuk mengukur kualitas LHR
melalui kuesioner kepada pengguna LHR,sehingga diketahui manfaat LHR bagi pihak
eksternal dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU. Pada
tahun 2017, kuesioner yang terkait dengan LHR dikirimkan kepada empat puluh enam
responden, yaitu instansi yang terdapat hubungan kerja dengan PPATK maupun yang
memiliki MoU dengan PPATK, antara lain perbankan, aparat penegak hukum, dan
regulator. Aspek yang dinilai dalam tingkat kualitas LHR adalah aspek penyajian, aspek
kekinian, aspek manfaat, dan aspek persepsi kepuasan. Berdasarkan hasil pengolahan
kuesioner, diperoleh nilai sebesar 3,6 indeks dari skala 4.
Selama tahun 2017, PPATK telah melakukan tiga kajian tipologi terhadap tindak
pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dan melakukan enam kajian analisis
strategis terhadap beberapa isu strategis nasional dalam sembilan topik riset, sebagai
berikut:
1. Penilaian Risiko NPO Regional ASEAN PLUS terhadap Pendanaan Terorisme.
IKSS 7: Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran Strategis 5: Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU
dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 64
2. Risiko Pembawaan Uang Tunai di Wilayah Perbatasan Indonesia Digunakan untuk
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
3. Kerentanan dan Ancaman Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Mata Uang
Virtual.
4. Penilaian Ancaman Pencucian Uang dari dan ke Luar Negeri.
5. Penilaian Risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Sektor Kepabeanan dan
Cukai.
6. Ancaman dan Kerentanan Pencucian Uang Bersumber dari Hasil Tindak Pidana
Penipuan, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup.
7. Tipologi Cybercrime dan Pencucian Uang.
8. Tipologi Pencucian Uang Berdasarkan Putusan Pengadilan atas Perkara Pencucian
Uang Tahun 2016.
9. Tipologi Pencucian Uang Hasil Tindak Pidana Narkotika.
Tabel 3.18
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Tingkat kualitas hasil riset TPPU
dan pendanaan terorisme. 3,5 indeks 3,6 indeks 102,86% 104,31%
Berdasarkan Tabel 3.16 diketahui bahwa pada tahun 2017 realisasi indikator
kinerja Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 3,6 indeks.
Secara persentase, capaian kinerja IKSS ini sebesar 102,86%. Hasil ini menunjukkan
bahwa tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme berada dalam kategori
sangat memuaskan.
Pada tahun 2017, indeks kualitas hasil riset yang dihasilkan sebesar 3,6 indeks.
Jika dibandingkan dengan tahun 2016, realisasi kinerja tahun 2016 adalah 3,39 indeks.
Capaian indikator kinerja ini meningkat karena hasil riset PPATK dinilai oleh para
stakeholders dapat membantu mereka dalam menyusun kajian di masing-masing instansi
guna menghadapi Indonesia Mutual Evaluation Review 2017 oleh Asia Pacific Group,
sehingga terdapat penilaian sangat memuaskan dari beberapa instansi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 65
Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh upaya PPATK dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam mendorong pencegahan dan pemberantasan
TPPU dengan senantiasa berkoordinasi berbagai lembaga, antara lain Penyedia Jasa
Keuangan, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga lain yang terkait, para
akademisi, dan asosiasi pihak pelapor.
Tabel 3.19
Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Tingkat kualitas hasil
riset TPPU dan
pendanaan terorisme.
3
indeks
3,25
indeks
3,5
indeks
3,75
indeks
4
indeks
3,6
indeks
90%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 90%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya
yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran
kinerja selanjutnya adalah
1. PPATK berkoordinasi dengan para stakeholders/pengguna hasil riset dalam upaya
penyusunan hasil riset, sehingga didapatkan data penelitian yang lengkap dan valid.
2. PPATK meningkatkan kemampuan periset terkait metodologi, teknik pengumpulan
data, dan analisis data, dan teknik penyajian hasil riset.
3. Para periset melakukan penelitian dengan tema terkini, sehingga hasil riset dapat
digunakan dan bermanfaat langsung kepada para stakeholders pengguna hasil riset.
Sasaran strategis 6 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil
analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang disampaikan ke penyidik, sehingga
diketahui manfaat hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi bagi pihak eksternal
dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan
Sasaran Strategis 6: Meningkatnya Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang
ditindaklanjuti.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 66
terorisme. Sasaran strategis 6 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Jumlah
Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. Pencapaian
kinerja SS 6 tahun 2017 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 120%.
Pada tahun 2017, target kinerja IKSS 8, yaitu Jumlah Hasil Analisis (HA), Hasil
Pemeriksaan (HP), dan Informasi yang ditindaklanjuti sebanyak 182 laporan. Rincian
HA, HP, dan Informasi yang telah ditindaklanjuti pada tahun 2017, yaitu 360 HA dan
143 Informasi dan Hasil Pemeriksaan yang ditindaklanjuti sampai tahap putusan
sebanyak empat laporan dan sampai proses persidangan sebanyak dua laporan. 503 HA
dan Informasi yang ditindaklanjuti tersebut merupakan rekapitulasi dari HA dan
Informasi yang telah diserahkan kepada pengguna sejak tahun 2011, tetapi baru
ditindaklanjuti pada tahun 2017. Rincian HA dan Informasi yang ditindaklanjuti pada
tahun 2017, sebagai berikut:
Tabel 3.20
Jumlah HA dan Informasi yang Ditindaklanjuti
Tahun 2011-2017
HA dan Informasi
No Tahun Penyampaian Laporan Ditindaklanjuti Tahun 2017
1 2011 5 laporan
2 2012 5 laporan
3 2013 74 laporan
4 2014 19 laporan
5 2015 16 laporan
6 2016 195 laporan
7 2017 189 laporan
Total 503 laporan
HP yang ditindaklanjuti sampai tahap penuntutan selama 2017 sebanyak enam HP
dari target sebanyak tiga HP atau capaian kinerja sebesar 200%. Namun demikian,
capaian kinerja yang diakui ini sebesar 120%. Enam HP yang ditindaklanjuti tersebut
merupakan rekapitulasi dari HP yang telah diserahkan kepada penegak hukum sejak
tahun 2013, tetapi baru ditindaklanjuti pada tahun 2017. Dari enam HP tersebut empat
HP telah mempunyai putusan inkracht dan dua HP sampai saat ini masih dalam proses
IKSS 8: Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan
informasi yang ditindaklanjuti
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 67
persidangan Secara keseluruhan, total HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti
sebanyak 509 laporan.
Tabel 3.21
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Jumlah HA, HP, dan Informasi
yang ditindaklanjuti
182
Laporan
509
Laporan
120% 120%
Capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2017 telah mencapai 120%. Secara
persentase, capaian kinerja tahun 2017 menyamai capaian kinerja tahun 2016 sebesar
120%. Jumlah HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti tahun 2017 mengalami
peningkatan sebanyak 114 laporan apabila dibandingkan dengan jumlah HA, HP, dan
Informasi yang ditindaklanjuti pada tahun 2016 sebanyak 395 laporan.
Berdasarkan Tabel 3.19 diketahui bahwa capaian kinerja indikator kinerja sebesar
120%. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut:
1. PPATK memantau tindak lanjut atas HA, HP, dan Informasi yang dikirimkan.
2. PPATK berkoordinasi dengan pihak pelapor terkait peningkatan kualitas LTKM dan
laporan lainnya.
3. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan atau instansi terkait terkait pemenuhan
persyaratan permintaan informasi kepada PPATK.
4. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait sehubungan dengan
peningkatan kualitas Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi PPATK.
Tabel 3.22
Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah HA, HP,
dan informasi yang
ditindaklanjuti
77
laporan
181
laporan
182
laporan
255
laporan
301
laporan
509
laporan
169,1%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 169,1%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah sangat baik. Upaya-
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 68
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah:
1. PPATK meningkatkan pemahaman pihak pelapor atas kewajiban pelaporan dan
kualitas LTKM dan laporan lainnya.
2. PPATK meningkatkan koordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait
sehubungan dengan peningkatan kualitas Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan
Informasi PPATK. Sebagian besar HA, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi yang
disampaikan baru ditindaklanjuti pada tahun berikutnya, sehingga diperlukan
koordinasi dengan penyidik dan instansi terkait lainnya dalam upaya pemantauan
terkait progress tindak lanjut atas HA, HP, dan Informasi PPATK yang telah
dikirimkan.
3. PPATK memantau pemanfaatan HA, HP, dan Informasi oleh penyidik.
4. PPATK meningkatkan kualitas sumber daya manusia analis melalui kegiatan sharing
knowledge yang dilakukan secara internal maupun dengan instansi lain di dalam dan
luar negeri.
5. PPATK melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion dengan para pengguna HA,
HP, dan Informasi PPATK.
Sasaran strategis 7 dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas pembinaan dan
pengawasan yang dilakukan oleh PPATK kepada pihak pelapor dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis
7 diukur keberhasilannya melalui dua IKSS, yaitu Persentase laporan dari pihak pelapor
yang memenuhi standar pelaporan dan Indeks kepatuhan pihak pelapor. Pencapaian
kinerja SS 7 tahun 2017 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 110,29%.
Sasaran Strategis 7: Meningkatnya kepatuhan pelaporan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 69
Tabel 3.23
Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK
Tahun 2017
NO. INDIKATOR KINERJA SASARAN
STRATEGIS
TARGET
TAHUN 2017
REALISASI
TAHUN 2017
CAPAIAN
TAHUN 2017
1 Persentase laporan dari pihak pelapor
yang memenuhi standar pelaporan.
95% 95,54% 100,57%
2 Indeks kepatuhan pihak pelapor. 4 indeks 5 indeks 120%
Rata-rata capaian kinerja 110,29%
Laporan yang memenuhi standar pelaporan merupakan laporan yang terbatas pada
Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM). LTKM yang memenuhi standar
pelaporan adalah laporan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-09/1.02.2/PPATK/09/12 tentang Tata cara
Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Laporan Transaksi
Keuangan tunai Bagi Penyedia Jasa Keuangan. Laporan yang diterima oleh PPATK
tidak termasuk laporan yang diterima berdasarkan hasil audit Direktorat Pengawasan
Kepatuhan PPATK, laporan dengan status non-aktif, laporan pengujian/sosialisasi, dan
laporan duplikasi. Laporan dari Pihak Pelapor yang memenuhi standar pelaporan
diperoleh dari aplikasi GRIPS (Gathering Reports and Information Processing System)
back end dengan mempertimbangkan field mandatory terisi dan tepat waktu.
Tabel 3.24
Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan
Tahun 2017
Jenis Laporan Laporan yang Diterima
oleh PPATK
Laporan yang Memenuhi
Standar Pelaporan
LTKM 55.646 53.162
Pada tahun 2017, target laporan dari Pihak Pelapor yang memenuhi standar
pelaporan, yaitu 95%. Realisasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 95,54% dengan
penjelasan, yaitu jumlah laporan yang diterima oleh PPATK sebanyak 55.646 laporan
IKSS 9: Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 70
dan jumlah laporan yang memenuhi standar pelaporan sebanyak 53.162 laporan. Dengan
demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 100,57%.
Tabel 3.25
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase laporan dari pihak pelapor
yang memenuhi standar pelaporan. 95% 95,54% 100,57% 103,04%
Capaian kinerja IKSS ini pada tahun 2017 telah mencapai sebesar 100,57%.
Secara persentase, jika dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2016, capaian kinerja
pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 2,47% karena jumlah laporan yang tidak
memenuhi standar pelaporan lebih banyak terjadi pada tahun 2017. Namun demikian,
capaian kinerja IKSS telah berhasil melampaui target tahun 2017. Hal ini menunjukkan
bahwa banyak laporan yang disampaikan oleh pihak pelapor kepada PPATK telah
memenuhi standar pelaporan yang mengindikasikan bahwa pembinaan PPATK kepada
pihak pelapor telah dilakukan dengan baik.
Tabel 3.26
Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS
Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase laporan
dari pihak
pelapor yang
memenuhi
standar pelaporan
95% 95% 95% 95% 95% 95,54% 100,57%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 100,57%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-
upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK lebih meningkatkan koordinasi dengan
Pihak Pelapor, LPP, maupun asosiasi terkait dengan tata cara pelaporan ke PPATK,
sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan persentase laporan dari pihak pelapor
yang memenuhi standar pelaporan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 71
Kepatuhan Pihak Pelapor mencakup kepatuhan pihak pelapor dalam memenuhi
ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban pelaporan yang
meliputi penilaian dari komponen:
1) Tingkat kepatuhan pihak pelapor;
2) Tercapainya sasaran audit khusus;
3) Pemantauan tindak lanjut hasil audit; dan
4) Hasil koordinasi yang ditindaklanjuti oleh LPP.
Nilai dari masing-masing komponen tersebut, sebagai berikut:
1) Tingkat kepatuhan pihak pelapor berhasil memperoleh nilai 3 dengan rata-rata tingkat
kepatuhan sebesar 75,83% yang termasuk dalam kategori tingkat kepatuhan yang
cukup baik.
2) Tingkat pencapaian sasaran audit khusus berhasil memperoleh nilai 95,91%.
3) Pemantauan tindak lanjut hasil audit oleh LPP berhasil memperoleh nilai 85%.
4) Hasil koordinasi pelaksanaan pengawasan kepatuhan yang ditindaklanjuti oleh LPP
berhasil memperoleh nilai 96,22%.
Tabel 3.27
Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
No Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
1 0% ≤ x ≤ 20% Indeks 1 (Tidak baik)
2 20% < x ≤ 40% Indeks 2 (Kurang baik)
3 40% < x ≤ 60% Indeks 3 (Cukup baik)
4 60% < x ≤ 80% Indeks 4 (Baik)
5 80% < x ≤ 100% Indeks 5 (Sangat baik)
Tabel 3.28
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Indeks kepatuhan pihak pelapor. 4 indeks 5 indeks 120% 120%
IKSS 10: Indeks kepatuhan pihak pelapor
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 72
Pada tahun 2017, target kinerja Indeks kepatuhan Pihak Pelapor, yaitu 4 indeks.
Realisasi kinerja yang berhasil dicapai dari rata-rata capaian empat komponen Indeks
kepatuhan Pihak Pelapor adalah 5 indeks dari skala 5. Nilai rata-rata indeks kepatuhan
pihak pelapor yang berhasil dicapai oleh PPATK sebesar 88,24%. Berdasarkan Tabel
3.27, kepatuhan pihak pelapor berada dalam kategori yang sangat baik. Dengan
demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 125%, tetapi capaian kinerja
maksimum yang diakui adalah 120%.
Tabel 3.29
Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks Kepatuhan
Pihak Pelapor 4
indeks
4
indeks
4
indeks
5
indeks
5
indeks
5
indeks
100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini relatif baik. Upaya-upaya yang
akan ditempuh untuk mempertahankan Indeks kepatuhan pihak pelapor pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain:
a. PPATK dalam melakukan pengawasan kepatuhan akan lebih menitikberatkan kepada
Pihak Pelapor yang sudah melakukan registrasi pelaporan.
b. PPATK menetapkan tujuan audit khusus yang sesuai dengan kewenangan PPATK.
c. PPATK memperbaiki prosedur pemantauan hasil audit.
d. PPATK selalu berkoordinasi dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur.
Sasaran strategis 8 dimaksudkan agar PPATK berupaya untuk meningkatkan
kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum melalui kegiatan pendidikan dan
Sasaran Strategis 8: Meningkatnya kemampuan pihak pelapor
dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 73
pelatihan. Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan
serangkaian tugas dan fungsi analisis, pelaporan, penyidikan dan penyelidikan dalam
upaya membangun rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Sasaran strategis 8 memiliki satu ukuran keberhasilan, yaitu Persentase kelulusan
peserta diklat. Pada tahun 2017, realisasi kinerja SS 8 tidak dapat diukur karena gedung
pusat pendidikan dan pelatihan PPATK baru selesai dibangun pada akhir tahun 2017,
sehingga PPATK belum dapat melaksanakan pelatihan kepada pihak pelapor dan aparat
penegak hukum.
Pelatihan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT)
bertujuan agar setiap pelaku usaha, yaitu Penyedia Jasa Keuangan, Penyedia Barang dan
Jasa, dan para penegak hukum dapat meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan
pekerjaannya. Dengan meningkatnya persaingan usaha, pihak pelapor dan aparat
penegak hukum dituntut untuk terus meningkatkan kemampuannya, sehingga tidak
tertinggal dengan pelaku kejahatan tindak pidana pencucian uang. Pelatihan APU PPT
juga bertujuan untuk menyiapkan kaderisasi bagi pelaku usaha dan penegak hukum
dalam memahami TPPU dan TPPT. Pelatihan APUPPT harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dan terintegrasi. Dengan pengelolaan pelatihan yang baik, maka
dapat tercipta sumber daya manusia yang profesional yang memiliki keahlian APU PPT.
PPATK memberikan prioritas bagi pengembangan sumber daya manusia tidak hanya
bagi pihak internal PPATK, tetapi juga bagi pihak eksternal PPATK, yaitu para penegak
hukum dan instasi terkait lainnya untuk bersama-sama dapat mencegah dan
memberantas TPPU dan TPPT.
Sasaran peningkatan kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme
adalah meningkatnya pemahaman para pemangku kepentingan PPATK, khususnya para
pihak pelapor dan aparat penegak hukum, dalam memudahkan pelaksanaan serangkaian
IKSS 11: Persentase kelulusan peserta diklat
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 74
tugas dan fungsi analisis, pelaporan, penyidikan, dan penyelidikan dalam upaya
membangun rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme yang tangguh.
PPATK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya membutuhkan peran para pihak
pelapor dan juga aparat penegak hukum sebagai garda terdepan pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Banyaknya pihak yang perlu mendapatkan pengetahuan akan rezim anti pencucian uang
yang efektif di Indonesia, sehingga diperlukan banyak tenaga-tenaga yang andal yang
dapat menyampaikan pemahaman. Untuk itu, diperlukan pula pelatihan dan pendidikan
bagi trainer (training for trainers) yang dapat menstimulasi berkembangnya
pengetahuan dan pemahaman akan anti pencucian uang.
Dalam membentuk sumber daya manusia yang andal, PPATK menyelenggarakan
seluruh kegiatan pengembangan kompetensi dan pengetahuan pegawai PPATK dan
pemangku kepentingan melalui pembangunan sarana pendidikan dan pelatihan di bidang
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme
yang terintegrasi. Diharapkan melalui wadah tersebut, PPATK dapat mengoptimalkan
kinerja seluruh pihak yang merupakan bagian dari rezim anti pencucian uang di
Indonesia sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing pihak.
Tabel 3.30
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
CapaianTahun
2017 2016
Persentase kelulusan peserta diklat 100% N/A N/A N/A
Sampai dengan akhir tahun 2017, PPATK belum dapat menunjukkan realisasi
kinerja pelaksanaan diklat karena Pusdiklat APU PPT belum memiliki Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja Pusdiklat APU PPT dan Peraturan Kepala
PPATK Nomor 03 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Laksana Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan baru diundangkan pada 9 Mei 2017. Namun, upaya
yang telah dilakukan oleh PPATK selama tahun 2017 adalah melakukan simulasi
beberapa diklat yang diselenggarakan di Pusdiklat. Diklat tersebut dilaksanakan untuk
meningkatkan kompetensi para pegawai PPATK dalam melakukan tugas dan fungsinya
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 75
melalui penyelenggaraan diklat yang dikelola oleh Biro SDM, Organisasi, dan Tata
Laksana. Selain melibatkan para pegawai PPATK, beberapa diklat juga melibatkan
pihak eksternal, contohnya para penyidik, pihak pelapor, dan instansi lainnya. Materi
diklat disesuaikan dengan kebutuhan para stakeholders.
Secara garis besar, beberapa jenis pelatihan yang telah diselenggarakan oleh
PPATK selama tahun 2017, antara lain:
1. Program pengembangan, yaitu pelatihan yang diberikan kepada para pegawai untuk
meningkatkan kemampuan teknis, sehingga dapat membantu pelaksanaan tugas dan
jabatan.
2. Program aplikasi, yaitu pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan pegawai maupun institusi eksternal dalam mendukung
pekerjaannya. Pendidikan aplikasi dapat dilaksanakan secara in house training
maupun dengan mengikutsertakan pegawai dalam public training yang
diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri.
Dengan telah ditetapkannya Peraturan Kepala PPATK Nomor 03 Tahun 2017,
PPATK mengalami perubahan struktur organisasi dengan penambahan unit organisasi
baru, yaitu Pusat Pendidikan dan Pelatihan APU PPT. Pusdiklat APU PPT tersebut baru
selesai dibangun, sehingga masih dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan perangkat
organisasinya, terutama Pusdiklat APU PPT yang akan dipersiapkan untuk menjadi
satker mandiri. Oleh karena itu, target dan realisasi kinerja indikator kinerja atas sasaran
strategis meningkatnya kemampuan Pihak Pelapor dan aparat penegak hukum dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan
Terorisme belum dapat diukur capaian kinerjanya pada tahun 2017.
Tabel 3.31
Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase kelulusan
peserta diklat.
100% 100% 100% 100% 100% N/A N/A
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 76
Capaian kinerja tahun 2017 tidak dapat dibandingkan dengan target kinerja tahun
2019 karena belum terlaksananya penyelenggaraan diklat di Pusdiklat APU-PPT hingga
penghujung tahun 2017. Oleh karena itu, upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK
untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah
melakukan perbaikan dalam berbagai aspek pembangunan Pusdiklat APU PPT,
mengembangkan modul dan kurikulum Pusdiklat APU PPT, dan pengembangan
kompetensi pegawai Pusdiklat APU PPT PPATK.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja:
Formalisasi struktur organisasi dan pengangkatan pejabat yang menempati Pusat
Pendidikan dan Pelatihan APU PPT Pusdiklat yang baru ditetapkan. Selain itu, sarana
dan prasarana di Pusdiklat juga masih belum memadai, sehingga operasional Pusdiklat
APU PPT belum sepenuhnya dapat berjalan.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala:
PPATK melakukan perbaikan sarana dan prasarana di Pusdiklat APU PPT. Selain
itu, telah dilakukan simulasi beberapa diklat yang diselenggarakan di Pusdiklat yang
melibatkan pihak internal dan eksternal. Pada tahun 2018, Pusdiklat APU PPT
diharapkan dapat sepenuhnya beroperasi sebagai satker mandiri.
Sasaran strategis 9 dimaksudkan agar PPATK lebih mengoptimalkan upaya
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme melalui penyusunan
peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Sasaran strategis 9 ini diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Persentase
pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 9
tahun 2017 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%.
Sasaran Strategis 9: Terpenuhinya produk hukum
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 77
PPATK menetapkan target kinerja indikator kinerja Persentase pemenuhan produk
hukum TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 100%. PPATK telah menyusun lima
belas rancangan produk hukum di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan
pendanaan terorisme dari lima belas rancangan produk hukum yang telah ditetapkan
dalam road map regulasi PPATK pada tahun 2017. Dengan demikian, capaian kinerja
indikator kinerja tersebut sebesar 100%.
Selama tahun 2017, PPATK telah menyusun lima belas rancangan produk hukum
yang berupa peraturan presiden dan peraturan Kepala PPATK di bidang pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Produk hukum yang telah ditetapkan
tersebut, meliputi:
1. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian dan
Penerimaan Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan Dalam Pencegahan
Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
2. Rancangan Peraturan Presiden tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik
Manfaat dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
3. Peraturan Kepala PPATK Nomor 01 Tahun 2017 tentang Pencabutan Peraturan
Kepala PPATK Nomor PER-14/1.02.1/PPATK/10/2011 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi Pergadaian.
4. Peraturan Kepala PPATK Nomor 03 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja PPATK.
5. Peraturan Kepala PPATK Nomor 04 Tahun 2017 tentang Pencabutan Keputusan
Kepala PPATK No: KEP-13/1.02.2/PPATK/02/08 tentang Pedoman Identifikasi
Transaksi Keuangan Mencurigakan Terkait Pendanaan Terorisme Bagi PJK.
6. Peraturan Kepala PPATK Nomor 06 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi Perencana Keuangan.
IKSS 12: Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 78
7. Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyedia Barang Dan/Atau Jasa Lain.
8. Peraturan Kepala PPATK Nomor 09 Tahun 2017 tentang Pencantuman Identitas
Orang atau Korporasi Dalam Daftar Pendanaan Proliferasi Weapon Mass
Destruction dan Pemblokiran Serta Merta.
9. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi Advokat.
10. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi PPAT.
11. Peraturan Kepala PPATK Nomor 14 Tahun 2017 tentang Kewajiban Penyampaian
Penyelenggara Negara dan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara di
Lingkungan PPATK.
12. Peraturan Kepala PPATK Nomor 15 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-06/1.01/PPATK/06/14 tentang Jadwal
Retensi Arsip pada PPATK.
13. Peraturan Kepala PPATK Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi Penyelenggara Pos.
14. Peraturan Kepala PPATK Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi oleh PJK.
15. Peraturan Kepala PPATK Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengendalian Gratifikasi
di Lingkungan PPATK.
Tabel 3.32
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase pemenuhan produk hukum
TPPU dan pendanaan terorisme. 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan Tabel 3.30, diketahui bahwa PPATK berhasil mencapai target kinerja
IKSS Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme sebesar
100%. Apabila dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2016, capaian kinerja IKSS
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 79
ini juga menyamai capaian kinerja pada tahun 2016, yaitu 100%. Upaya-upaya yang
telah dilakukan oleh PPATK untuk mencapai target kinerja tersebut, antara lain:
1. PPATK mengutamakan asas keadilan, kemandirian, profesionalisme, dan tanggung
jawab dalam melaksanakan layanan penyusunan produk hukum.
2. PPATK melakukan koordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM selaku mitra
PPATK dalam penyusunan peraturan perundang-undangan di bidang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
3. Koordinasi yang efektif dengan unit kerja pemrakarsa, sehingga tujuan penyusunan
produk hukum sesuai dengan yang diharapkan.
Tabel 3.33
Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase
pemenuhan produk
hukum TPPU dan
pendanaan
terorisme yang
ditindaklanjuti
100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian IKSS ini telah
mencapai 100% yang telah menyamai target kinerja tahun 2019. Secara persentase,
capaian kinerja ini relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk
meningkatkan persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme
yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah peningkatan
kecepatan penyelesaian produk hukum dan penyelesaian produk hukum yang
menggunakan skala prioritas, sehingga diharapkan persepsi seluruh unit kerja
pemrakarsa sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 80
Sasaran strategis 10 dimaksudkan agar PPATK dapat mengetahui kualitas
manajemen kinerja dan risikonya yang mendukung keberlangsungan bisnis proses
PPATK. Sasaran strategis10 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Indeks tata
kelola teknologi informasi PPATK. Pencapaian kinerja SS 10 tahun 2017 adalah relatif
baik dengan capaian kinerja sebesar 98%.
PPATK melakukan penilaian terhadap tata kelola teknologi informasi terkait
pengelolaan teknologi informasi yang dijalankan, termasuk dasar hukum, pedoman,
dan standar baku dalam pelaksanaan pengelolaan teknologi informasi di PPATK.
Penilaian ini dilakukan secara rutin setiap tahun sebagai pemantauan terhadap tingkat
kematangan tata kelola TI. Sebagai wujud independensi dalam penilaian, mulai tahun
2017, reviu atau audit tata kelola teknologi informasi dilaksanakan oleh Inspektorat
PPATK yang dibantu oleh para akademisi.
Berdasarkan hasil penilaian terhadap tata kelola teknologi informasi diperoleh
hasil sebesar 2,94 indeks dari skala 5. Capaian kinerja adalah 98% terhadap target
kinerja tahun 2017, yaitu sebesar 3 indeks.
Komitmen peningkatan kematangan tata kelola TI ini adalah upaya untuk
memberikan jaminan dan standardisasi layanan TI untuk menopang peningkatan
keandalan sistem TI sebagai salah satu pilar dari Rencana Strategis PPATK. Secara
keseluruhan, nilai maturitas tata kelola teknologi informasi di PPATK sebesar 2,94
termasuk ke dalam kategori berulang. Hal ini menggambarkan bahwa tata kelola
teknologi informasi di PPATK merupakan suatu proses yang selalu dilaksanakan,
Sasaran Strategis 10: Meningkatnya keandalan sistem
teknologi informasi PPATK
IKSS 13: Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 81
sebagian besar terstandardisasi dan terdokumentasi, tetapi pola komunikasi masih
memerlukan perbaikan dan penyempurnaan.
Tingkatan dalam maturity model yang digunakan sebagai acuan penilaian tata
kelola TI di PPATK, sebagai berikut:
Tabel 3.34
Tingkatan Maturity Model
Level Maturity Keterangan
0 Non eksis: Proses tidak ada dan organisasi tidak mengenal adanya tata
kelola TI.
1 Initial/Adhoc: Proses kadang dilaksanakan/ad hoc (khusus) kasus demi
kasus dan tidak ada standardisasi serta tidak terorganisasi.
2 Berulang: Proses telah dibentuk, tetapi belum ada koordinasi dari
prosedur standar dan tanggung jawab, serta tidak terdokumentasi.
3 Terdefinisi: Proses selalu dilaksanakan, terstandardisasi, terdokumentasi,
dan dikomunikasikan.
4 Terkelola: Proses selalu dilaksanakan, terdokumentasi, dikomunikasikan,
dikelola dengan baik, serta dapat diukur pencapaiannya.
5 Optimal: Proses selalu dilaksanakan, terdokumentasi, dikomunikasikan,
dikelola, dapat diukur dan dioptimasi hasilnya sesuai dengan kebutuhan
organisasi secara otomatis (dapat memanfaatkan tool).
Tabel 3.35
Nilai Asesmen Tata Kelola TI Setiap Domain Tahun 2017
Domain Nilai
Plan and Organize (PO) 2,80
Aqcuire and Implement (AI) 2,90
Deliver and Support (DS) 3,04
Monitor and Evaluate (ME) 3,05
Rata-rata 2,94
Tabel 3.36
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
CapaianTahun
2017 2016
Indeks tata kelola teknologi
informasi PPATK 3 indeks 2,94 indeks 98% 102,18%
Pada tabel 3.32 dapat terlihat bahwa capaian kinerja tahun 2017 mengalami
penurunan dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2016. Capaian kinerja tahun 2017
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 82
mengalami penurunan sebesar 2,18% dibandingkan capaian tahun 2016 disebabkan
target kinerja pada tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2016.
Tabel 3.37
Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2016
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target
Tahun 2019
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks tata kelola
teknologi informasi
PPATK
2,5
indeks
2,75
indeks
3
indeks
3,25
indeks
3,5
indeks
2,94
indeks
84%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKK ini telah
mencapai 84%. Jika mencermati nilai kematangan 3,5 indeks yang dituju pada tahun
2019, target tersebut merupakan target yang cukup tinggi karena mencerminkan
kematangan sistem TI yang cukup baik dan terlaksana dalam tatanan sistem yang
teratur dan rapi, sehingga memerlukan perencanaan yang matang untuk melakukan
peningkatan secara berkelanjutan. Secara persentase, capaian kinerja pada tahun 2017
ini relatif baik. Namun, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi dan upaya
untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain:
1. Belum terpenuhinya rekomendasi tahun 2016 terkait penyusunan dokumen
pendukung tata kelola teknologi informasi.
2. Terjadi perubahan jumlah personil yang mengakibatkan beban kerja tiap individu
di Pusat TI menjadi tidak seimbang.
3 Penentuan target yang cukup tinggi tanpa melihat sumber daya manusia yang
dimiliki oleh PTI telah menjadikan beberapa pekerjaan yang terkait tata kelola
teknologi informasi menjadi terbengkalai.
5. Kurangnya pengawasan dari pimpinan Pusat TI dalam penyelesaian hasil
rekomendasi tahun 2016 dan pelaksanaannya pada tahun 2017.
6. Pendidikan dan pelatihan bagi staf TI dalam mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan belum dapat dilakukan secara menyeluruh sesuai kebutuhan TI.
Upaya perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 83
1. PPATK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman yang dimiliki oleh
PTI, sehingga kegiatan dapat berjalan sesuai dengan prosedur.
2. PPATK menambah jumlah personil di PTI.
3. PPATK melakukan pengawasan terhadap pencapaian tata kelola TI.
4. Pendidikan dan pelatihan bagi staf TI dengan mengacu kepada pemetaan
kompetensi maupun kebutuhan pengembangan.
Sasaran strategis 11 dimaksudkan agar PPATK dapat menyelenggarakan sistem
manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang berbasis kompetensi yang sejalan
dengan kebijakan nasional melalui program reformasi birokrasi yang mengamanatkan
pembangunan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional, serta mampu
bersaing secara global. Guna mendukung komitmen tersebut, PPATK menetapkan
indicator kinerja berupa penilaian kompetensi SDM PPATK sebagai tolok ukur
keberhasilan pengelolaan SDM PPATK. Penetapan indikator kinerja tersebut
merepresentasikan program penataan sistem manajemen SDM aparatur melalui
pengembangan model kompetensi dan pengembangan Standar Kompetensi Jabatan.
Sasaran strategis 11 diukur keberhasilannya melalui satu IKU, yaitu Persentase
pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja yang baik. Pencapaian kinerja
SS 11 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%.
Berdasarkan pasal 18 Peraturan Kepala PPATK Nomor: 16/1.01/PPATK/11/12
tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai PPATK, pegawai yang berprestasi baik adalah
Sasaran Strategis 11: Meningkatnya kualitas sumber daya
manusia PPATK
IKSS 14: Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian
prestasi kerja baik
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 84
pegawai yang memenuhi batas penilaian prestasi kinerja “Baik” atau berada di atas nilai
75, berdasarkan dua komponen penilaian yaitu SKP (60%) dan perilaku kerja (40%).
Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai akan dapat diketahui
terjadinya gap antara tingkat kesesuaian kemampuan dalam pengetahuan, keterampilan,
dan sikap perilaku SDM yang menempati suatu jabatan tertentu dengan kinerja minimal
yang harus dipenuhi, sehingga langkah yang diambil sebagai tindak lanjut dalam
melakukan pengembangan kompetensi SDM PPATK dapat dilakukan dengan tepat.
Indikator keberhasilan dari sasaran strategis tersebut beserta target dan realisasi kinerja,
sebagai berikut:
Tabel 3.38
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Persentase pegawai PPATK yang
memiliki prestasi kerja pegawai baik 100% 100% 100% 100%
Dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi sebagaimana diamanatkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025 dan Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015
tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019, PPATK harus didukung oleh
para pegawai yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kompetensi, dan mampu
menghasilkan kinerja yang optimal.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan
oleh setiap pegawai agar dapat menyelesaikan pekerjaan secara optimal. Kompetensi
dibagi menjadi dua kategori, yaitu hard competency dan soft competency. Kompetensi
merupakan gambaran potensi yang dimiliki oleh pegawai. Hasil tersebut akan dibuktikan
dengan kinerja pegawai yang bersangkutan pada tahun berjalan untuk dijadikan sebagai
bahan pengembangan diri dan karir para pegawai.
Pengukuran prestasi kerja para pegawai telah dilakukan selaras dengan target
perjanjian kinerja pada unit kerja. Setiap awal tahun, seluruh pegawai PPATK
diwajibkan untuk menyusun SKP (Sasaran Kerja Pegawai) yang merupakan turunan dari
indikator kinerja kegiatan unit eselon II. Sebagai komponen tambahan penilaian prestasi
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 85
kerja, perilaku pegawai juga tidak luput dari penilaian. Penyusunan SKP dan
penyampaian penilaian perilaku kurja tersebut telah dilakukan melalui sistem aplikasi
Sistem Informasi Aplikasi Penilaian Kinerja (SIAPIK), sehingga meminimalkan peluang
pegawai yang melakukan tugas atau pekerjaan yang tidak selaras dengan sasaran unit
eselon II yang diembannya.
Pada tahun 2017, PPATK menetapkan target kinerja Persentase Pegawai PPATK
yang memiliki prestasi kerja baik sebesar 100%. Berdasarkan data yang diperoleh per 14
Februari 2018, dari 399 pegawai PPATK, 258 pegawai PPATK telah melakukan input
data SKP ke dalam aplikasi SIAPIK. Pada tahun 2017, tidak seluruh pegawai
memperoleh penilaian prestasi kerja. Pengecualian dilakukan terhadap satu orang
pegawai PPATK dengan status Cuti di Luar Tanggungan Negara (CLTN) dan empat
orang pegawai kontrak yang telah resign per 31 Desember 2017. Dengan demikian,
perhitungan penilaian SKP tahun 2017 hanya dilakukan terhadap 399 orang pegawai.
Berdasarkan data SIAPIK, 258 pegawai tersebut memiliki rata-rata prestasi kerja
sebesar 91,12 dan berada pada kategori sangat baik atau mengalami peningkatan rata-
rata nilai sebesar 1,91 dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan capaian kinerja
disebabkan peningkatan realisasi kinerja pegawai. Selain itu, pada beberapa pegawai
diindikasikan terdapat penetapan target kinerja yang terlalu rendah, sehingga
menyebabkan realisasi kinerja yang terlalu tinggi.
Tabel 3.39
Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Persentase pegawai
PPATK yang
memiliki prestasi
kerja Baik.
90% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya
yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan prestasi kerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 86
1. Perbaikan terhadap infrastruktur aplikasi SIAPIK.
2. Penegakan sanksi administrasi bagi para pegawai yang terlambat menyampaikan
formulir Penilaian Prestasi Kerja Pegawai.
3. Pendampingan secara rutin kepada pegawai yang membutuhkan asistensi dalam
pengisian penilaian prestasi kerja.
Melalui sasaran strategis 12, PPATK bertujuan untuk menjamin agar seluruh
kegiatan yang direncanakan dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian, manajemen kinerja adalah cara mengelola kegiatan organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sasaran strategis 12 diukur
keberhasilannya melalui satu IKSS, yakni Nilai AKIP PPATK. Persentase capaian
kinerja SS 12 belum dapat diukur capaiannya hingga akhir tahun 2017.
Nilai AKIP PPATK adalah nilai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan dan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terhadap pelaksanaan sistem akuntabilitas
kinerja PPATK. Nilai AKIP PPATK diukur keberhasilannya melalui kesesuaian
penerapan sistem kinerja di PPATK dengan peraturan yang berlaku. Target dan realisasi
kinerja indikator kinerjauntuk mengukur keberhasilan sasaran strategis meningkatnya
kualitas manajemen kinerja PPATK, sebagai berikut:
IKSS 15: Nilai AKIP PPATK
Sasaran strategis 12: Meningkatnya kualitas manajemen
kinerja PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 87
Tabel 3.40
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian
2017 2016
Nilai AKIP PPATK Nilai A N/A N/A 91,94%
Berdasarkan surat Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi nomor:
B/583/M.AA.05/2017 tanggal 16 Februari 2017 yang suratnya diterima oleh PPATK
pada tanggal 6 Juni 2017 perihal Hasil Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah Tahun 2016, PPATK memperoleh nilai hasil evaluasi sebesar 73,55 dengan
tingkat akuntabilitas kinerja BB (sangat baik) untuk pengelolaan sistem akuntabilitas
kinerja PPATK pada tahun 2016. Hasil penilaian ini menunjukkan bahwa tingkat
efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya,
kualitas pembangunan budaya kinerja organisasi, dan penyelenggaraan pemerintahan
yang berorientasi pada hasil, sudah menunjukkan hasil yang baik.
Pada tahun 2017, PPATK menargetkan nilai AKIP PPATK adalah nilai A.
PPATK telah menyusun Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK. Laporan kinerja tersebut
telah disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan
Kinerja. Laporan kinerja tersebut juga telah memuat profil PPATK, target kinerja yang
ditetapkan, pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran
strategis atau hasil program/kegiatan dan kondisi terakhir yang seharusnya terwujud,
termasuk penggunaan sumber daya.
Hasil penilaian evaluasi akuntabilitas kinerja PPATK pada tahun 2015 dan 2016
yang diperoleh dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, sebagai berikut:
Tabel 3.41
Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja PPATK Tahun 2015 dan 2016
No Komponen Bobot Tahun 2015 Tahun 2016
1 Perencanaan kinerja 30 24,28 24,00
2 Pengukuran kinerja 25 16,88 18,00
3 Pelaporan kinerja 15 11,08 11,08
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 88
No Komponen Bobot Tahun 2015 Tahun 2016
4 Evaluasi kinerja 10 8,00 8,00
5 Capaian kinerja 20 12,01 12,42
Nilai hasil evaluasi 100 72,25 73,55
Tingkat akuntabilitas kinerja BB BB
Dengan memperhatikan rekomendasi hasil evaluasi sistem AKIP PPATK dari
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan sebagai
upaya untuk mencapai target kinerja yang telah ditentukan, maka selama tahun 2017,
PPATK telah melakukan berbagai upaya, antara lain:
1. Pembentukan Tim Pengelolaan Kinerja PPATK Tahun Anggaran 2017 dengan
Keputusan Kepala PPATK Nomor 120 Tahun 2017.
2. Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK telah ditandatangani oleh Kepala PPATK
pada 22 Desember 2016.
3. Pengembangan aplikasi e-RKA guna mendukung penyelenggaraan sistem anggaran
dan akuntabilitas kinerja PPATK yang berbasis teknologi informasi.
4. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja melalui penyusunan laporan capaian
kinerja secara triwulanan dan menyampaikan laporan tersebut kepada Bappenas dan
Direktorat Jenderal Anggaran.
Laporan kinerja disusun untuk memberikan informasi kinerja yang terukur kepada
pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai. Laporan kinerja juga
sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi PPATK untuk meningkatkan kinerja.
Laporan Kinerja Tahun 2016 PPATK telah disusun dan disampaikan kepada presiden
melalui Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dengan surat Kepala PPATK No.:
B/35/KU.06.03/II/2017 pada 27 Februari 2017.
Tabel 3.42
Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Nilai AKIP
PPATK
B
Nilai
A
Nilai
A
Nilai
A
Nilai
A
Nilai
N/A N/A
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 89
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini pada
tahun 2017 adalah N/A. Hal ini disebabkan hingga 31 Desember 2017, PPATK belum
memperoleh hasil penilaian evaluasi atas sistem akuntabilitas kinerja PPATK tahun
2017 dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi.
PPATK menghadapi beberapa kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja nilai AKIP PPATK, antara
lain:
1. Masih kurangnya pemahaman pengelola kinerja dalam melakukan pengukuran
indikator kinerja dan penyusunan laporan kinerja pada unit kerja masing-masing.
2. Terdapat rumusan penghitungan kinerja yang kurang sesuai dengan indikator
kinerja.
Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka PPATK melakukan upaya-
upaya, antara lain:
1. PPATK menyesuaikan target dan indikator kinerja, melaksanakan perbaikan
rumusan penghitungan kinerja yang kurang sesuai dengan indikator kinerja melalui
reviu tengah periode Renstra PPATK Tahun 2015-2019.
2. PPATK lebih mengintensifkan pelaksanaan kegiatan pendampingan terhadap
pengelola kinerja seluruh unit kerja dalam penyusunan dokumen perencanaan dan
laporan kinerja.
3. PPATK melaksanakan evaluasi dan monitoring capaian kinerja triwulanan dan
penyusunan laporan kinerja masing-masing unit kerja.
4. PPATK melakukan pengintegrasian sistem informasi kinerja dengan
mengembangkan aplikasi e-RKA dalam upaya pemantauan dan pelaporan kinerja.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 90
Melalui sasaran strategis 13, PPATK ingin mewujudkan reformasi birokrasi
PPATK yang efektif untuk menghasilkan tata kelola pemerintahan yang baik yang
mencakup seluruh sasaran area perubahan reformasi birokrasi dengan indicator, antara
lain bebas korupsi, bebas pelanggaran, komunikasi publik yang baik, penggunaan jam
kerja yang produktif dan efektif, serta penerapan reward dan punishment secara
konsisten dan berkelanjutan. Capaian kinerja SS 13 belum dapat diketahui realisasi
kinerjanya karena PPATK belum memperoleh hasil penilaian evaluasi program
reformasi birokrasi PPATK tahun 2017 dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah
menetapkan Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 melalui Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun
2015. Dengan ditetapkannya Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 tersebut,
PPATK dituntut untuk melakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap program
mikro reformasi birokrasi PPATK. Sasaran reformasi birokrasi yang ingin dicapai
selama periode lima tahun tersebut adalah (1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; (2)
birokrasi yang efektif dan efisien; dan (3) birokrasi yang memiliki pelayanan publik
berkualitas. Guna memperoleh pemahaman dan pengetahuan terkait kebijakan Road
Map Reformasi Birokrasi Nasional periode 2015-2019, PPATK telah berkoordinasi
dengan Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi untuk memperoleh pendalaman
sebagai dasar dan pertimbangan dalam menetapkan langkah-langkah konkret yang akan
ditempuh selama periode lima tahun mendatang, serta berupaya lebih baik lagi dalam
memperbaiki kualitas penyelenggaraan PPATK yang sejalan dengan nawacita
pemerintah.
Sasaran strategis 13: Terwujudnya reformasi birokrasi
PPATK yang efektif
IKSS 16: Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 91
Kesadaran untuk melakukan transformasi kelembagaan dan organisasi telah
mendorong PPATK untuk menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor 08 Tahun 2016
tentang Road Map Reformasi Birokrasi PPATK periode 2015-2019. Arah kebijakan
dalam Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tersebut berpedoman pada delapan area
perubahan dan tujuan kelembagaan, yakni (1) penguatan birokrasi pemerintah dalam
rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme;
(2) meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat; dan (3) meningkatnya
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Penilaian mandiri terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi di PPATK pada tahun
2017 dilaksanakan berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tahun 2015-
2019 yang meliputi delapan program, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan
Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana,
Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, Penguatan Pengawasan, Penguatan
Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
Tabel 3.43
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Nilai pelaksanaan reformasi
birokrasi
Nilai 75 N/A N/A 107,69%
Pada tahun 2017, PPATK menargetkan nilai pelaksanaan reformasi birokrasi
PPATK, yaitu nilai 75. Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK pada tahun 2016
adalah 75,38. PPATK terus melakukan langkah perbaikan untuk dapat meningkatkan
pencapaian pada tahun berikutnya. Sampai dengan 31 Desember 2017, PPATK belum
menerima hasil penilaian evaluasi reformasi birokrasi untuk periode 2017 yang
dilaksanakan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Keterlambatan
penerimaan informasi mengenai hasil penilaian pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK
menjadi kendala yang berada di luar kendali PPATK, sehingga PPATK belum dapat
menyampaikan realisasi kinerja IKSS ini hingga akhir tahun 2017.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian PAN dan Reformasi
Birokrasi dalam surat Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi nomor: B/83/RB.06/2017
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 92
tanggal 16 Februari 2017 yang suratnya diterima pada tanggal 6 Juni 2017 perihal Hasil
Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, diperoleh penilaian berdasarkan komponen,
sebagai berikut:
Tabel 3.44
Hasil Evaluasi Reformasi Birokrasi PPATK Tahun 2015 dan 2016
No Komponen Nilai Tahun 2015 Tahun 2016
A Komponen pengungkit
1 Manajemen perubahan 5 3,06 3,78
2 Penataan Peraturan Perundang-undangan 5 4,59 3,96
3 Penataan dan Penguatan Organisasi 6 2,66 4,18
4 Penataan Tata Laksana 5 3,63 3,60
5 Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur 15 8,60 11,70
6 Penguatan Akuntabilitas Kinerja 6 4,19 4,35
7 Penguatan Pengawasan 12 6,98 6,67
8 Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 6 4,21 3,53
Subtotal 60 37,92 41,77
B Komponen Hasil
1 Nilai akuntabilitas kinerja 14 9,31 10,12
2 Survei internal integritas organisasi 6 4,59 5,00
3 Survei eksternal persepsi korupsi 7 5,79 6,56
4 Opini BPK 3 3,00 3,00
5 Survei eksternal pelayanan publik 10 7,00 8,93
Subtotal 40 29,69 33,61
Indeks reformasi birokrasi 100 67,60 75,38
Tahun 2017 merupakan tahun ketiga pelaksanaan evaluasi terhadap pelaksanaan
reformasi birokrasi di PPATK. Output pelaksanaan reformasi birokrasi yang dihasilkan
selama tahun 2017, sebagai berikut:
1) Program 1: Manajemen Perubahan
✓ Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 08 Tahun 2016 tentang Road Map
Reformasi Birokrasi PPATK periode 2015-2019.
✓ Pembentukan Agen Perubahan pada setiap lini organisasi sebagai program
percontohan dalam membudayakan dan menginternalisasi nilai-nilai reformasi
birokrasi di PPATK.
2) Program 2: Penataan Peraturan Perundang-undangan
✓ Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan secara berkala.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 93
3) Program 3: Penataan dan Penguatan Organisasi
✓ Peraturan Presiden Nomor 103 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja PPATK.
✓ Peraturan Kepala PPATK Nomor 3 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja PPATK.
4) Program 4: Penataan Tata Laksana
✓ Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-06/1.01/PPATK/04/15 tentang
Standar Operasional Prosedur Unit Kerja di Lingkungan PPATK;
✓ Penyusunan dokumen proses bisnis PPATK level 0-2 di PPATK;
5) Program 5: Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur
✓ Penyusunan dokumen Analisis Jabatan PPATK;
✓ Penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan pegawai dan organisasi;
✓ Implementasi Sistem Penilaian Kinerja secara online melalui aplikasi SIAPIK
yang terintegrasi dengan Perjanjian Kinerja;
✓ Penyusunan dokumen evaluasi jabatan PPATK;
✓ Pengembangan Aplikasi Assessment Centre di PPATK;
✓ Tersedianya Sistem Aplikasi Kepegawaian (SIMPEG) PPATK;
6) Program 6: Penguatan Akuntabilitas Kinerja
✓ Penetapan dokumen Peraturan Kepala PPATK Nomor 07 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15
tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Tahun 2015-2019.
✓ Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja Pada PPATK.
7) Program 7: Penguatan Pengawasan
✓ Penetapan kerangka kerja dan rencana mitigasi manajemen risiko PPATK.
✓ Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 19 Tahun 2017 tentang
Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan PPATK.
8) Program 8: Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 94
✓ Penetapan SOP Layanan pada Peraturan Kepala PPATK Nomor 12 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-
06/1.01/PPATK/04/15 tentang Standar Operasional Prosedur Unit Kerja di
Lingkungan PPATK.
✓ Dukungan Keterbukaan Informasi Publik melalui Peraturan Kepala PPATK
Nomor PER-17/1.01/PPATK/11/15 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Kepala PPATK Nomor PER-11/1.01/PPATK/08/14 tentang Klasifikasi dan
Pengelolaan Informasi Pada PPATK.
✓ Pengembangan Sistem Informasi Publik-PPID PPATK dengan alamat
www.ppid.ppatk.go.id untuk menjamin keterbukaan informasi publik PPATK
kepada masyarakat.
✓ Peraturan Kepala PPATK Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Uji
Konsekuensi Informasi Publik di Lingkungan PPATK.
✓ Penyediaan layanan call center untuk memudahkan laporan pengaduan
masyarakat kepada PPATK.
Tabel 3.45
Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Nilai pelaksanaan
reformasi
birokrasi PPATK.
65
Nilai
70
Nilai
75
Nilai
80
Nilai
85
Nilai
N/A N/A
Pada tahun 2017, PPATK menargetkan kinerja nilai pelaksanaan reformasi
birokrasi, yaitu nilai 75. Realisasi kinerja IKSS pada tahun 2017 belum dapat
dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019 karena masih menunggu hasil penilaian
evaluasi program reformasi birokrasi PPATK periode 2017 yang dilakukan oleh
Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. PPATK akan terus berupaya untuk
mempercepat pelaksanaan program reformasi birokrasi melalui langkah-langkah, antara
lain:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 95
1. PPATK melakukan sosialisasi dan internalisasi secara berkala dalam upaya mencapai
keseragaman dalam persepsi dan pemahaman terhadap kebijakan reformasi birokrasi
kepada seluruh pegawai PPATK.
2. PPATK melakukan koordinasi mengenai program dan kegiatan reformasi birokrasi
kepada seluruh pimpinan dan pegawai PPATK.
3. PPATK melakukan pengembangan kompetensi sumber daya manusia yang menangani
reformasi birokrasi.
Sasaran strategis 14 dimaksudkan agar PPATK mampu menyajikan laporan
keuangan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, sehingga
mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan di
PPATK. Sasaran strategis 14 diukur keberhasilannya melalui satu IKSS, yaitu Opini
BPK. Pencapaian kinerja SS 14 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%.
Opini BPK atas laporan keuangan merupakan pernyataan profesional pemeriksa
mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada empat kriteria, yakni kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan, kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
Pada tahun 2017, PPATK menargetkan opini BPK atas Laporan Keuangan PPATK
adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). PPATK telah menyusun Laporan Keuangan
PPATK Tahun 2016 dengan menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintahan berbasis
akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Laporan Keuangan
PPATK disusun sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.05/2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang
IKSS 17: Opini BPK
Sasaran strategis 14: Meningkatnya akuntabilitas
pengelolaan keuangan PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 96
Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga, laporan keuangan berbasis akrual tersebut terdiri atas Neraca, Laporan
Realisasi Anggaran, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas
Laporan Keuangan.
Laporan Keuangan Tahun 2016 PPATK Unaudited telah disusun dan disampaikan
kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan tepat waktu
melalui surat Kepala PPATK nomor: T/112/KU.06.01/II/2017 tanggal 28 Februari 2017
dan juga telah disampaikan kepada BPK melalui surat Kepala PPATK nomor:
T/113/KU.06.01/II/2017 tanggal 28 Februari 2017. Laporan Keuangan Tahun 2016
PPATK Audited telah disampaikan kepada BPK melalui surat Kepala PPATK nomor:
T/143/KU.06.01/IV/2017 tanggal 27 April 2017 perihal Penyampaian Laporan
Keuangan Tahun 2016 (Audited) dan juga disampaikan kepada Menteri Keuangan cq.
Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui surat Kepala PPATK nomor:
T/144/KU.06.01/IV/2017 tanggal 27 April 2017 perihal Penyampaian Laporan
Keuangan Tahun 2016 (Audited).
Berdasarkan surat BPK nomor: 178/S/XV/05/2017 tanggal 19 Mei 2017 perihal
Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2016, hasil evaluasi
atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2016 adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Hal ini menunjukan bahwa laporan keuangan PPATK dianggap telah memberikan
informasi yang bebas dari salah saji yang material. Opini WTP ini merupakan
penghargaan yang berhasil dicapai oleh PPATK selama sebelas kali berturut-turut.
Target dan realisasi kinerja indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan sasaran
strategis meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK, sebagai berikut:
Tabel 3.46
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK
Tahun 2017
IKSS Target
Tahun 2017
Realisasi
Tahun 2017
Capaian Tahun
2017 2016
Opini BPK Opini WTP Opini WTP 100% 100%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 97
Tabel 3.42 menunjukkan bahwa selama tahun 2017, PPATK berupaya optimal
dalam mempertahankan IKSS Opini BPK sesuai target kinerja, yaitu Wajar Tanpa
Pengecualian. Keberhasilan ini disebabkan oleh hal-hal, sebagai berikut:
1. PPATK menyusun Laporan Keuangan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 222/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan
Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.
2. PPATK menerapkan sistem akuntansi akrual dalam pencatatan akuntansi barang
milik negara dan akuntansi keuangan.
3. PPATK selalu melaksanakan rekonsiliasi realisasi belanja bulanan secara online
melalui aplikasi e-Rekon dari KPPN.
4. PPATK menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari Inspektorat PPATK dan
BPK terkait temuan dalam Laporan Keuangan PPATK.
Tabel 3.47
Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2017 dengan Target Tahun 2015-2019
IKSS Target Tahun Realisasi
Tahun
2017
Persentase
Realisasi
Dibanding
Target Tahun
2019
2015 2016 2017 2018 2019
Opini BPK WTP WTP WTP WTP WTP WTP 100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah
mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya
yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode
pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain:
1. Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam pengelolaan keuangan.
2. Penilaian risiko atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang bersifat strategis.
3. Penyusunan rencana dan kegiatan pengendalian atas munculnya risiko pada kegiatan
strategis.
4. Pemantauan dan evaluasi untuk kegiatan pengendalian pada kegiatan strategis.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 98
C. Perbandingan Capaian Kinerja Tahun 2016 dan 2017
Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2017 meliputi empat belas Sasaran Strategis
dengan tujuh belas Indikator Kinerja Sasaran Strategis. Perbandingan capaian kinerja
tahun 2016 dan 2017 dapat dilihat dalam Tabel 3.48, sebagai berikut:
Tabel 3.48
Perbandingan Capaian Kinerja PPATK
Tahun 2016 dan 2017
Sasaran
Strategis
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
(IKSS)
Capaian Kinerja
Tahun
2016
Tahun
2017
PPATK 01 Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. 104,2% 105,15%
PPATK 02 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang
ditindaklanjuti.
117,65% 111,11%
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam
kebijakan domestik.
112,24% 120%
Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti. 120% 120%
PPATK 03 Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan
pendanaan terorisme di Indonesia.
120% 120%
PPATK 04 Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. 91,8% 94,29%
PPATK 05 Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan
terorisme.
104,31% 102,86%
PPATK 06 Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi
yang ditindaklanjuti.
120% 120%
PPATK 07 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi
standar pelaporan.
103,04% 100,57%
Indeks kepatuhan pihak pelapor. 120% 120%
PPATK 08 Persentase kelulusan peserta diklat. N/A N/A
PPATK 09 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan
pendanaan terorisme.
100% 100%
PPATK 10 Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK. 102,18% 98%
PPATK 11 Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian
prestasi kerja pegawai baik.
100% 100%
PPATK 12 Nilai AKIP PPATK 91,94% N/A
PPATK 13 Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. 107,69% N/A
PPATK 14 Opini BPK. 100% 100%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 99
D. Realisasi Anggaran Tahun 2017
Pagu anggaran pada awal tahun 2017 adalah sebesar Rp117.169.305.000,00. Pada
tahun berjalan, presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Efisiensi Belanja Barang Kementerian/Lembaga Dalam Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2017. Menindaklanjuti instruksi
presiden tersebut, PPATK juga menerapkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran.
Realisasi anggaran PPATK per 31 Desember 2017 adalah sebesar
Rp111.101.226.364,00 atau sebesar 94,82% dari total alokasi anggaran sebesar
Rp117.169.305.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa PPATK melakukan
efisiensi/penghematan dalam penggunaan anggaran apabila dibandingkan dengan rata-
rata capaian kinerja yang relatif sangat baik, yaitu sebesar 108%. Efisiensi tersebut
berasal dari penghematan dalam paket-paket pengadaan barang/jasa dan penghematan
dalam pelaksanaan kegiatan, contohnya melalui pengurangan jumlah peserta dan biaya
perjalanan dinas dan konsinyering sesuai dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 4
Tahun 2017 dan sinergi dalam melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
dan anggaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2017, PPATK
berhasil mencapai kinerja secara optimal dan mencapai realisasi anggaran yang relatif
tinggi. Perbandingan realisasi anggaran tahun 2016 dan 2017 dapat dilihat dalam Tabel
3.49. Realisasi anggaran terkait capaian kinerja tahun 2017 dapat dilihat dalam Tabel
3.50, sebagai berikut:
Tabel 3.49
Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK
Tahun 2016 dan 2017
Kode
Program/
Kegiatan
Nama
Program/Kegiatan
Realisasi
Tahun 2016
(Rp)
Realisasi
Tahun 2017
(Rp)
% Naik
(Turun)
01 Program Dukungan
Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya PPATK
66.998.691573,00 77.130.624.708,00 15,12%
01.3374 Pengawasan Internal
PPATK
376.825.939,00
458.981.179,00 21,80%
01.3375 Pengelolaan Perencanaan
dan Keuangan PPATK
51.419.436.073,00 48.102.788.874,00 (6,45%)
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 100
Kode
Program/
Kegiatan
Nama
Program/Kegiatan
Realisasi
Tahun 2016
(Rp)
Realisasi
Tahun 2017
(Rp)
% Naik
(Turun)
01.3376 Pengelolaan Sumber Daya
Manusia, Organisasi, dan
Ketatalaksanaan PPATK
2.731.320.974,00 5.341.526.553,00 95,57%
01.3377 Penyelenggaraan
ketatausahaan,
kerumahtanggan, dan
Perlengkapan PPATK
12.471.108.587,00 23.227.328.102,00 86,25%
02 Program Peningkatan
Sarana dan Prasarana
Aparatur PPATK
97.329.404.780,00 - -
02.3378 Pengadaan dan Peningkatan
Sarana dan Prasarana
PPATK
97.329.404.780,00 - -
06 Program Pencegahan dan
Pemberantasan
31.336.055.181,00 33.970.601.656,00 8,41%
06.3379 Pengelolaan Bidang Hukum
PPATK
2.029.575.000,00 2.120.709.039,00 4,49%
06.3380 Pelaksanaan Kerjasama dan
Humas PPATK
3.226.671.033,00 4.505.948.301,00 39,65%
06.3381 Pengelolaan Teknologi
Informasi PPATK
15.007.770.300,00 13.921.277.637,00 (7,24%)
06.3382 Pengawasan Kepatuhan
Pihak Pelapor
1.397.061.050,00 1.391.582.052,00 (0,39%)
06.3383 Pengawasan Kewajiban
Pelaporan dan Pembinaan
Pihak Pelapor
1.698.141.315,00 1.943.686.450,00 14,46%
06.3384 Analisis Transaksi dan
Pengelolaan Laporan
Masyarakat
1.077.136.802,00 1.310.558.548,00 21,67%
06.5232 Pemeriksaan dan
Pengembangan Riset TPPU
6.899.699.681,00 8.776.839.629,00 27,21%
Jumlah 195.664.151.534 111.101.226.364,00 (43,22%)
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 101
Berdasarkan Tabel 3.49, pada tahun 2017, diketahui bahwa realisasi anggaran PPATK
per 31 Desember 2017 sebesar Rp111.101.226.364,00, sehingga realisasi anggaran pada tahun
2017 mengalami penurunan sebesar Rp84.562.925.170,00 atau 43,22% apabila dibandingkan
dengan realisasi anggaran per 31 Desember 2016 sebesar Rp195.664.151.534,00. Penurunan
realisasi anggaran yang sangat signifikan terdapat pada program Peningkatan sarana dan
prasarana PPATK yang dihapuskan dari DIPA PPATK dan telah selesainya pembangunan
gedung Pusdiklat APU PPT di Cimanggis , Depok, Jawa Barat.
Sejak tahun 2017, program Peningkatan sarana dan prasarana PPATK dihapuskan dari
DIPA PPATK dan dimasukkan ke dalam program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan
Tugas Teknis Lainnya PPATK. PPATK mengusulkan penghapusan program Peningkatan
Sarana dan Prasarana dalam upaya penyederhanaan jumlah program pada PPATK. Usulan
tersebut disampaikan dalam pembahasan Rencana Kerja PPATK Tahun 2017. Program
tersebut tidak sepenuhnya dihapus, tetapi dipindahkan ke dalam program Dukungan
Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada kegiatan Penyelenggaraan
ketatausahaan, kerumahtanggaan, dan perlengkapan PPATK pada output Layanan internal
(overhead). Usulan ini telah disampaikan pada rapat pertemuan tiga pihak antara Bappenas,
Kementerian Keuangan, dan PPATK, sehingga dihasilkan keputusan penghapusan program
Peningkatan sarana dan prasarana PPATK dan pemindahan pada program lainnya.
Tabel 3.50
Realisasi Anggaran Terkait Pencapaian Kinerja PPATK
Tahun 2017
No Sasaran
Strategis
IKSS Capaian
Kinerja
Program Anggaran
(Rp)
Realisasi
(Rp)
Persent
ase
1 Meningkatnya
persepsi publik
terhadap
pencegahan dan
pemberantasan
TPPU dan
pendanaan
terorisme.
Indeks
persepsi TPPU
dan pendanaan
terorisme.
105,15% Program
pencegahan dan
pemberantasan
TPPU dan
pendanaan
terorisme
37.350.000.000 33.970.601.656 90,95%
2 Meningkatnya
tindak lanjut
atas
rekomendasi
pencegahan dan
pemberantasan
TPPU dan
pendanaan
terorisme.
Persentase
rekomendasi
PPATK dalam
pencegahan
dan
pemberantasan
TPPU dan
pendanaan
terorisme yang
111,11%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 102
No Sasaran
Strategis
IKSS Capaian
Kinerja
Program Anggaran
(Rp)
Realisasi
(Rp)
Persent
ase
ditindaklanjuti.
Persentase
rekomendasi
FATF yang
diadopsi dalam
kebijakan
domestik.
120%
Persentase
rekomendasi
NRA yang
ditindaklanjuti.
120%
3 Meningkatnya
pengungkapan
kasus TPPU
dan pendanaan
terorisme.
Persentase
peningkatan
pengungkapan
kasus TPPU
dan pendanaan
terorisme di
Indonesia.
120%
4 Meningkatnya
efektivitas kerja
sama
pencegahan dan
pemberantasan
TPPU dan
pendanaan
terorisme.
Persentase
kerja sama
yang
ditindaklanjuti.
94,29%
5 Meningkatnya
kualitas hasil
riset TPPU dan
pendanaan
terorisme.
Tingkat
kualitas hasil
riset TPPU dan
pendanaan
terorisme.
102,86%
6 Meningkatnya
hasil analisis,
hasil
pemeriksaan,
dan informasi
yang
ditindaklanjuti.
Jumlah Hasil
Analisis, Hasil
Pemeriksaan,
dan informasi
yang
ditindaklanjuti.
120%
7 Meningkatnya
kepatuhan
pelaporan.
Persentase
laporan dari
pihak pelapor
yang
memenuhi
standar
pelaporan.
100,57%
Indeks
kepatuhan
pihak pelapor.
120%
8 Terpenuhinya
produk hukum
pencegahan dan
pemberantasan
TPPU dan
pendanaan
terorisme.
Persentase
pemenuhan
produk hukum
TPPU dan
pendanaan
terorisme.
100%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 103
No Sasaran
Strategis
IKSS Capaian
Kinerja
Program Anggaran
(Rp)
Realisasi
(Rp)
Persent
ase
9 Meningkatnya
keandalan
sistem TI
PPATK.
Indeks tata
kelola
teknologi
informasi
PPATK.
98%
10 Meningkatnya
kemampuan
pihak pelapor
dan penyidik
TPPU dalam
pencegahan dan
pemberantasan
TPPU dan
pendanaan
terorisme.
Persentase
kelulusan
peserta diklat.
N/A Program
dukungan
manajemen dan
pelaksanaan
tugas teknis
lainnya PPATK
79.819.305.000 77.130.624.708 96,63%
11 Meningkatnya
kualitas sumber
daya manusia
PPATK.
Persentase
pegawai
PPATK yang
memiliki
penilaian
prestasi kerja
pegawai baik.
100%
12 Meningkatnya
kualitas
manajemen
kinerja PPATK.
Nilai AKIP
PPATK
N/A
13 Terwujudnya
reformasi
birokrasi yang
efektif.
Nilai
pelaksanaan
reformasi
birokrasi
PPATK.
N/A
14 Meningkatnya
akuntabilitas
pengelolaan
keuangan
PPATK.
Opini BPK. 100%
Total 117.169.305.000 111.101.226.364 94,82%
E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program
Penganggaran Berbasis Kinerja
Proses penganggaran telah terintegrasi dengan perencanaan strategis PPATK. Hal
ini menunjukkan bahwa program-program penganggaran PPATK yang terdiri dari satu
program teknis dan satu program generik telah selaras dengan implementasi perencanaan
strategis yang dijabarkan dalam sasaran strategis dan indikator kinerja sasaran strategis.
Pencapaian kinerja program penganggaran PPATK tahun 2017, sebagai berikut:
1. Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 104
Program ini diukur melalui Sasaran Strategis (SS) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, dan 10.
Capaian kinerjanya, sebagai berikut:
a. Nilai kinerja SS 1 (Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 105,15%.
b. Nilai kinerja SS 2 (Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 117,04%.
c. Nilai kinerja SS 3 (Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan
terorisme) sebesar 120%.
d. Nilai kinerja SS 4 (Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 94,29%.
e. Nilai kinerja SS 5 (Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan
terorisme) sebesar 102,86%.
f. Nilai kinerja SS 6 (Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi
yang ditindaklanjuti) sebesar 120%.
g. Nilai kinerja SS 7 (Meningkatnya kepatuhan pelaporan) sebesar 110,29%.
h. Nilai kinerja SS 9 (Meningkatnya produk hukum pencegahan dan pemberantasan
TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 100%.
i. Nilai kinerja SS 10 (Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi
PPATK) sebesar 98%.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran
terkait Program Teknis telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan
anggaran sebesar Rp33.970.601.656,00 atau 90,95% dari pagu anggaran sebesar
Rp37.350.000.000,00.
2. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
Program ini diukur melalui SS 8, 11, 12, 13 dan 14. Capaian kinerjanya, sebagai
berikut:
a. Nilai kinerja SS 8 (Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak
hukum dan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme)
belum dapat tercapai pada tahun ini karena Pusdiklat APU PPT belum memiliki
DIPA sendiri.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 105
b. Nilai kinerja SS 11 (Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK)
sebesar 100%.
c. Nilai kinerja SS 12 (Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK) belum
diperoleh hasil penilaian evaluasi dari Tim Evaluator SAKIP Kementerian PAN
dan Reformasi Birokrasi.
d. Nilai kinerja SS 13 (Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif)
belum diperoleh hasil penilaian evaluasi dari Tim Evaluator Reformasi Birokrasi
Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi.
e. Nilai kinerja SS 14 (Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK)
sebesar 100%.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran
terkait program generik telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan
anggaran sebesar Rp77.130.624.708,00 atau 96,63% dari pagu anggaran sebesar
Rp79.819.305.000,00.
Secara keseluruhan, pencapaian program-program penganggaran di PPATK
sudah relatif baik. Hal ini terlihat dari tingkat pencapaian kinerja sasaran strategis
yang mendukung pencapaian masing-masing program. Upaya-upaya perbaikan untuk
penguatan akuntabilitas kinerja akan terus dilakukan, sehingga capaian tujuan
strategis dan program penganggaran pada tahun yang akan datang akan meningkat.
F. Kinerja dan Capaian Lainnya
Selama tahun 2017, PPATK berhasil meraih beberapa prestasi pada tingkat
nasional dan internasional, meliputi:
1. Prestasi PPATK pada tingkat nasional, meliputi:
a. Penghargaan atas capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk
Laporan Keuangan PPATK selama lima tahun, yaitu Laporan Keuangan
PPATK tahun 2012-2016.
b. PPATK meraih peringkat ketiga Keterbukaan Informasi Publik yang
diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat dalam kategori Lembaga Non
Struktural.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 106
c. Unit kearsipan terakreditasi untuk penyelenggaraan kearsipan dengan
kualifikasi Akreditasi A (sangat baik) untuk masa berlaku lima tahun (2
Desember 2016-2 Desember 2021).
d. Penghargaan peringkat pertama kementerian/lembaga berkinerja terbaik
pelaksanaan anggaran tahun 2017 untuk kategori pagu anggaran di bawah
Rp2,5 triliun.
2. Prestasi PPATK pada tingkat internasional, meliputi:
a. Finalis (juara ke-2) Best Egmont Case
Awards 2017 yang diselenggarakan
pada 2-7 Juli 2017 di Macau, Tiongkok.
b. CTF Codeathon Runner Up
Throphy in "Where is the Money" yang
diselenggarakan pada 18-19 November
2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.
c. PPATK menjadi co-host dalam
penyelenggaraan 3rd Counter-Terrorism
Financing Summit (CTF Summit) di
Kuala Lumpur, Malaysia pada 20-23
November 2017.
e. PPATK menjadi inisiator dan lead dalam penyusunan Regional Risk Assessment on
Non-Profit Organization (RRA NPO).
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 107
G. Rencana Pengembangan
Berdasarkan hasil analisis, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi pencapaian kinerja
tahun 2017, PPATK terus berupaya untuk meningkatkan kinerja dengan menyusun
rencana pengembangan dalam bidang manajemen kinerja, pengembangan infrastruktur,
dan aplikasi yang meliputi:
1. PPATK menyempurnakan dan menindaklanjuti rencana aksi yang tercantum dalam
Peraturan Kepala PPATK Nomor 8 Tahun 2016 tentang Road Map Reformasi
Birokrasi PPATK Tahun 2015-2019 yang sesuai dengan arahan strategis dari
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor
11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019 dengan
melibatkan seluruh pimpinan dan pegawai sebagai penggerak organisasi.
2. Sebagai tindak lanjut kegiatan Mutual Evaluation 2017, PPATK mempersiapkan
kegiatan plenary APG yang akan dilaksanakan pada Mei 2018 dan menindaklanjuti
rekomendasi-rekomendasi NRA, meliputi:
a. Penyusunan Subsectoral Risk Assessment on Legal Person (PPATK-KPK).
b. Penyusunan Sectoral Risk Assesment on Money Laundering and Terrorist
Financing pada kementerian/lembaga yang terkait sesuai rencana aksi Stranas
2018-2019.
c. Penyusunan Financial Integrity Report on Money Laundering and Counter
Terrorist Financing.
d. Penyampaian Know Your Neighbourhood Program.
e. Pembuatan Sistem Integrasi Metadata.
3. Peningkatan jumlah pertukaran informasi dengan FIU negara lain dengan
mengoptimalkan tim khusus yang telah dibentuk sebagai liaison officer FIU melalui
forum Financial Intelligence Consultable Group dan Analyst Exchange atas kasus-
kasus kejahatan lintas negara.
4. Pengembangan aplikasi Sistem Informasi Advokasi untuk merangkum kegiatan
advokasi yang diberikan kepada para stakeholders PPATK.
5. Pengembangan sistem layanan bantuan dan persiapan implementasi aplikasi web
pelaporan GRIPS LTKM Profesi fungsi minimalis.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 108
6. PPATK akan memprioritaskan analisis proaktif dan reaktif yang didasarkan kepada
hasil NRA, yaitu tindak pidana korupsi, narkotika, perbankan, kehutanan, dan pasar
modal. Selain itu, prioritas analisis juga akan dilakukan sesuai dengan program
prioritas pemerintah dan pimpinan, antara lain pemilihan kepala daerah tahun 2018.
7. Dalam upaya penyusunan prototype database PEP berbasis SIN, PPATK telah
membangun kerja sama yang baik dengan KPK, Dirjen Dukcapil Kemendagri, dan
Badan Kepegawaian Negara (BKN). Dalam prototype tersebut telah didesain sarana
bagi pertukaran informasi dalam bentuk web service yang terkoneksi antar-
database. Pada tahun 2017, PPATK menitikberatkan pada penyusunan prototype,
sehingga proses pembangunan aplikasi akan dimulai pada awal tahun 2018 dan
direncanakan akan selesai pada akhir tahun 2018 sesuai dengan road map
pengembangan sistem basis data PEP.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 109
Laporan Kinerja Tahun 2017 PPATK menyajikan pencapaian sasaran strategis yang
tercermin pada capaian empat belas sasaran strategis dan tujuh belas IKSS yang termuat
dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2017. Rata-rata capaian kinerja PPATK pada tahun 2017
adalah 108%. Capaian kinerja tersebut didukung dengan realisasi anggaran sebesar
Rp111.101.226.364,00 atau sebesar 94,82% dari total anggaran yang dialokasikan sebesar
Rp117.169.305.000,00.
Berdasarkan capaian IKSS PPATK pada periode 2017, tidak semua IKSS berhasil
mencapai target. Dari tujuh belas IKSS yang diukur, tiga IKSS berhasil mencapai target
kinerja. Bahkan terdapat sembilan IKSS yang capaian kinerjanya berhasil melebihi 100%.
Namun demikian, terdapat dua IKSS yang capaian kinerjanya masih di bawah 100% dan
tiga IKSS yang belum dapat diukur capaian kinerjanya.
Beberapa upaya yang akan dilakukan atas IKSS-IKSS yang belum dapat tercapai
secara optimal, antara lain:
1. Memanfaatkan hasil evaluasi kinerja tahun sebelumnya dan menindaklanjuti
rekomendasi-rekomendasi yang berasal dari stakeholders dan Inspektorat PPATK guna
perbaikan pengelolaan kinerja PPATK.
2. Perbaikan tata kelola teknologi informasi dan manajemen kinerja yang mendukung
keberlangsungan bisnis proses PPATK.
3. Menindaklanjuti kerja sama yang termasuk dalam ruang lingkup kegiatan yang diatur
dalam dokumen kerja sama PPATK.
4. Meningkatkan kemampuan pihak pelapor dan aparat hukum mengenai rezim anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme melalui Pusdiklat APU-PPT
PPATK.
Selain itu, untuk mendorong tercapainya target dalam Renstra PPATK Tahun 2015-
2019, PPATK memberikan perhatian yang lebih terhadap IKSS yang berpengaruh
BAB IV
Penutup
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17 110
signifikan untuk mendorong pencapaian target kinerja dan sasaran strategis yang ditetapkan
dalam upaya mencapai tujuan-tujuan strategis PPATK. Upaya-upaya tersebut, antara lain:
a. Mendorong setiap unit kerja untuk melakukan analisis dan evaluasi mengenai capaian
kinerjanya, termasuk kendala-kendala dalam pencapaian kinerja sebagai bahan evaluasi
tengah periode Renstra PPATK Tahun 2015-2019.
b. Inspektorat mengevaluasi pengelolaan akuntabilitas kinerja unit eselon I dan II di
PPATK. Hasil evaluasi dan rekomendasi tersebut telah disampaikan kepada masing-
masing unit kerja untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kinerja pada tahun-tahun
selanjutnya.
c. Mengembangkan aplikasi e-RKA, yaitu aplikasi perencanaan, monitoring, evaluasi, dan
pelaporan kinerja yang digunakan untuk pengelolaan kinerja dengan memanfaatkan
sistem teknologi informasi secara lebih optimal guna meningkatkan kualitas dan
pelaporan kinerja.
d. Meningkatkan koordinasi dengan kementerian/lembaga yang merupakan Lembaga
Pengawas dan Pengatur (LPP) dan Asosiasi Pihak Pelapor. Koordinasi tersebut
dilakukan terkait dengan pengumpulan data untuk direktori Pihak Pelapor dan upaya
meningkatkan kepatuhan Pihak Pelapor.
e. Meningkatkan kerja sama dengan para penyidik untuk meningkatkan jumlah hasil
analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
Hal tersebut menunjukkan PPATK yang selalu berupaya memperbaiki pengelolaan
kinerja dalam kondisi lingkungan yang terus berubah. Selain itu, keberhasilan PPATK juga
tidak lepas dari peran para pemangku kepentingan PPATK yang senantiasa memberikan
dukungan dan saran bagi perbaikan kinerja PPATK. Dengan demikian, eksistensi dan
manfaat PPATK dapat semakin dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dalam upaya
penegakan rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
A. Perjanjian Kinerja Tahun 2017 PPATK
LAMPIRAN
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
B. Penghargaan atas Capaian Opini WTP untuk Laporan Keuangan Tahun 2016
PPATK
C. Penghargaan atas Capaian Opini WTP untuk Laporan Keuangan Tahun 2012-
2016 PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
D. Pemberian Penghargaan Terbaik Ketiga Keterbukaan Informasi Publik Kategori
Lembaga Non Struktural di Jakarta pada 21 Desember 2017
E. PPATK sebagai Unit Kearsipan Terakreditasi untuk Penyelenggaraan Kearsipan
dengan Kualifikasi Akreditasi A (sangat baik)
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
F. Penyelenggaraan 3rd Counter-Terrorism Financing Summit di Malaysia pada 20-23
November 2017
G. Peluncuran Indeks Persepsi Publik Indonesia Anti Pencucian Uang dan
Pendanaan Terorisme Tahun 2017 di PPATK pada 19 Desember 2017
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
H. Aplikasi Perencanaan dan Monitoring Kinerja (Aplikasi e-RKA)
I. Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PPATK dengan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai di Jakarta pada 21 Agustus 2017.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
J. Daftar Lembaga/Organisasi Domestik yang Menjalin MoU dengan PPATK Tahun 2017
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
1 Ditjen Pajak 1. Pertukaran informasi.
2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
3. Komite TPPU.
4. Pertukaran informasi melalui SOC.
5. Pengembangan SOC.
6. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
7. Rapat koordinasi penanganan perkara.
8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017.
9. Penempatan pegawai Ditjen Pajak di PPATK
2 Ditjen Bea dan Cukai 1. Pertukaran informasi.
2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
3. Komite TPPU.
4. Pertukaran informasi melalui SOC.
5. Pengembangan SOC.
6. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
7. Rapat koordinasi penanganan perkara.
8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017.
9. Penempatan pegawai Ditjen Bea dan Cukai di PPATK.
3 Departemen Kehutanan 1. Pertukaran informasi.
2. Kerja sama KPK-Kemenhut-PPATK dalam Rencana Aksi PNBP di Bidang
Kehutanan.
3. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
4. Rapat koordinasi penanganan perkara.
5. Sosialisasi rezim TPPU
4 Itjen Departemen Keuangan 1. Pertukaran informasi.
2. Rapat koordinasi penanganan perkara.
3. Sosialisasi
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
5 Ditjen Administrasi Hukum Umum 1. Pertukaran informasi.
2. Komite TPPU
6 Ditjen Imigrasi 1. Pertukaran informasi.
2. Rapat koordinasi pengembangan akses data ke Imigrasi
7 Badan Pengawasan Keuangan dan
Perbankan
Pertukaran informasi.
8 Pemerintah Daerah Nangroe Aceh
Darussalam
Tidak ada.
9 Badan Pengawas Pemilu 1. Pertukaran informasi.
2. Sosialisasi
10 Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi
1. Pertukaran informasi.
2. Koordinasi dalam Komite TPPU.
3. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
11 Komisi Pengawas Persaingan Usaha 1. Pertukaran Informasi.
2. Rapat koordinasi evaluasi kerja sama
12 Setjen BPK RI Pertukaran informasi.
13 Kejaksaan Agung RI 1. Pertukaran informasi.
2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
3. Komite TPPU.
4. Pertukaran informasi melalui SOC.
5. Pengembangan SOC.
6. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
7. Rapat koordinasi penanganan perkara.
8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017.
9. Penempatan pegawai kejaksaan di PPATK
14 Itjen Kementerian Perhubungan Pertukaran informasi.
15 Universitas Indonesia dan Bank
Indonesia (terkait pendirian Pusat Kajian
APU di UI)
1. Penelitian.
2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi
16 Universitas Udayana Sosialisasi
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
17 Universitas Bina Nusantara
1. Penelitian.
2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi
18 Universitas Esa Unggul 1. Penelitian.
2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi
19 Universitas Airlangga Sosialisasi
20 Itjen Kementerian Pekerjaan Umum RI Pertukaran informasi.
21 Itjen Kementerian Hukum dan HAM RI Pertukaran informasi
22 Universitas Lambung Mangkurat Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan TPPT
Tahun 2017
23 Universitas Cendrawasih Tidak ada.
24 Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Tidak ada.
25 Divisi Hubungan Internasional [NCB-
INTERPOL] (terkait tindak lanjut
turunan dari Nota Kesepahaman dengan
POLRI)
1. Pertukaran informasi.
2. Rapat koordinasi penanganan perkara
26 Itjen Kementerian Agama RI Pertukaran informasi.
27 Setjen Mahkamah Konstitusi RI Pertukaran informasi.
28 Sistem Administasi Badan Hukum
(Sisminbakum) DJ AHU Kementerian
Hukum dan HAM RI
Pertukaran informasi.
29 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 1. Pertukaran informasi.
2. Komite TPPU.
3. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
4. Rapat koordinasi penanganan perkara.
5. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017.
30 Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri RI
1. Pertukaran informasi.
2. Pembangunan prototype Database PEPs.
3. Komite TPPU
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
31 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Tidak ada.
32 Itjen Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI
Pertukaran informasi.
33 Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil
(Perjanjian Kerja Sama)
Pertukaran informasi.
34 Badan Pengawasan Obat Makanan Pertukaran informasi.
35 PT Indonesia Power Pertukaran informasi.
36 PT PLN (persero) Pertukaran informasi.
37 Kementerian Kelautan dan Perikanan 1. Pertukaran informasi.
2. Satgas Illegal Fishing.
3. Rapat koordinasi penangan perkara
38 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 1. Pertukaran informasi melalui SOC.
2. Pengembangan SOC.
3. Rapat koordinasi penanganan perkara.
4. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017
5. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
39 Bank Indonesia (Pembaruan MoU) 1. Pertukaran informasi.
2. Perumusan produk hukum.
3. Komite TPPU
4. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017
5. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017
40 Bank Indonesia (Perjanjian Kerja
Sama/PKS)
Pertukaran informasi.
41 Kementerian Pemuda dan Olahraga 1. Pertukaran informasi.
2. Sosialisasi.
42 Kementerian Kesehatan 1. Pertukaran Informasi.
2. Sosialisasi.
3. Rapat koordinasi penanganan tindak lanjut informasi
43 Badan SAR Nasional (BASARNAS) 1. Pertukaran informasi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
2. Sosialisasi.
44 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Perpanjangan
Pertukaran informasi.
45 Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
1. Pertukaran informasi.
2. Rapat koordinasi dalam upaya RAN PPK.
46 Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg)
(MoU)
1. Pengembangan aplikasi mobile DTTOT.
2. Sosialisasi.
3. Penempatan pegawai Lemsaneg di PPATK
47 Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg)
(Perjanjian Kerja Sama)
Pengembangan aplikasi mobile DTTOT.
48 Universitas Gadjah Mada
Perpanjangan
1. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017
2. Penelitian
49 Universitas Jember (UNEJ)
Perpanjangan
Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017
50 Kementerian Pertahanan 1. Pertukaran informasi.
2. Rakor penanganan perkara.
3. Sosialisasi.
4. Pelatihan penanganan TPPU untuk penyidik POM TNI
51 Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
1. Pertukaran informasi.
2. Sosialisasi.
52 Universitas Islam Negeri Alauddin Sosialisasi
53 Badan Intelijen Negara 1. Pertukaran informasi.
2. Rapat koordinasi dalam rangka pertukaran informasi.
3. Koordinasi Stranas TPPU dalam Komite TPPU.
4. Koordinasi monitoring NPO
5. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017
54 Kementerian Koperasi dan UKM 1. Koordinasi pelaksanaan PMPJ bagi koperasi yang melakukan kegiatan simpan
pinjam
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
2. Koordinasi Stranas TPPU dalam Komite TPPU
3. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017
55 Kesepakatan Bersama antara
Kementerian Keuangan, Bank Indonesia,
Otoritas Jasa Keuangan, dan PPATK
Koordinasi mengenai pertukaran informasi.
56 Badan Narkotika Nasional (BNN)
Pembaruan
1. Pertukaran informasi.
2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
3. Komite TPPU.
4. Pertukaran informasi melalui SOC.
5. Pengembangan SOC.
6. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
7. Rapat koordinasi penanganan perkara.
8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017
57 Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Polri) Pembaruan
1. Pertukaran informasi.
2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
3. Komite TPPU.
4. Pertukaran informasi melalui SOC.
5. Pengembangan SOC.
6. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
7. Rapat koordinasi penanganan perkara.
8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017
58 Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia (LPPI)
Pelatihan pegawai PPATK di LPPI.
59 Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT)
1. Kerjasama dalam Tim Sinergitas Antar Kementerian/Lembaga dalam Program
Penanggulangan Terorisme
2. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017
3. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017
4. Komite TPPU.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
60 Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka dan Komoditi (BAPPEBTI)
Perjanjian Kerjasama / PKS
Koordinasi dalam perumusan produk hukum dan pelaksanaan mengenai
pengenaan sanksi administratif bagi pedagang berjangka dan komoditi selaku
Pihak Pelapor
61 TNI Angkatan Udara (TNI AU) 1. Pertukaran informasi.
2. Rakor penanganan perkara.
3. Pelatihan penanganan TPPU untuk penyidik POM TNI AU
62 Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(Kementerian ATR/BPN)
1. Pertukaran informasi
2. Koordinasi rencana pengembangan prototype database PEPs
63 Kementerian Perhubungan (Kemenhub) 1. Pertukaran informasi.
2. Sosialisasi
3. Rakor penanganan perkara
64 Kementerian Perhubungan (Kemenhub)
Perjanjian Kerjasama / PKS
1. Pertukaran informasi.
2. Rakor penanganan perkara
65 Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi (SKK Migas)
1. Pertukaran informasi.
2. Sosialisasi
66 Sekretaris Jenderal Kementerian
Keuangan (Kemenkeu) Tentang LPSE
Pembaruan
Penggunaan aplikasi LPSE Kemenkeu oleh PPATK dalam pengadaan barang/jasa
secara elektronik.
67 Dirjen Bea Dan Cukai
Kemenkeu Pembaruan
1. Pertukaran informasi.
2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU.
3. Komite TPPU.
4. Pertukaran informasi melalui SOC.
5. Pengembangan SOC.
6. Pemenuhan jawaban MER 2017 dan pelaksanaan on-site MER 2017.
7. Rapat koordinasi penanganan perkara.
8. Pelaksanaan kegiatan penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan
TPPT Tahun 2017.
9. Penempatan pegawai Ditjen Bea dan Cukai di PPATK
68 Ditjen Pajak Kemenkeu Petunjuk Pertukaran informasi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
No. Lembaga/Organisasi Tindak Lanjut Tahun 2017
Teknis
69 Universitas Jayabaya 1. Sosialisasi
2. Koordinasi rencana penyusunan kurikulum khusus TPPU di program magister
kenotariatan Universitas Jayabaya
70 Universitas Brawijaya 1. Sosialisasi
2. Koordinasi rencana penyusunan kurikulum khusus TPPU di kampus Universitas
Brawijaya
K. Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Tahun 2017
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
Rec. 1 Assessing risks and applying a risk-based
approach
LC ▪ Indonesia telah melakukan serangkaian penilaian risiko
yang komprehensif untuk mengidentifikasi dan menilai
risiko Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, dan
National Risk Assessment (NRA) telah diperbarui.
▪ Sebagian besar pihak pelapor telah menjadi subjek
penilaian risiko, termasuk sektor-sektor yang berisiko
tinggi seperti perbankan, sekuritas, agen penukaran uang
nonbank dan Money or Value Transfer Services (MVTS),
real estate, dan kendaraan bermotor.
Rec. 2 National cooperation and coordination LC ▪ Implementasi Strategi Nasional 2017-2019 dimonitor
setiap 3 (tiga) tahun dengan pertemuan regular untuk
mendiskusikan progress rencana aksi.
▪ PPATK telah membangun sistem online yang aman, yaitu
Sistem Informasi Pelaporan dan Pemantauan Strategi
Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang
dan Pendanaan Terorisme (SIPENAS). Dengan perubahan
terhadap NRA mengenai Pencucian Uang, Pendanaan
Terorisme dan Legal Persons, maka Stranas harus segera
diperbarui.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
▪ Pada 3 Oktober 2017, PPATK membentuk Satuan Tugas
(Task Force) dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (Satgas WMD) yang
terdiri dari PPATK, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian
RI, dan Bapeten. Isu yang didiskusikan dalam forum
koordinasi tersebut adalah implementasi UNSCR 1540,
1718, 1737. Satgas WMD dibentuk untuk meningkatkan
forum koordinasi, walaupun dalam pelaksanaannya juga
melibatkan regulator dan institusi keuangan.
Rec. 3 Money Laundering Offence LC ▪ Pemidanaan TPPU dan pelaksanaan pemidanaannya
sesuai Pasal 3, 4, dan 5 UU 8/2010 telah sesuai Konvensi
Wina dan telah cukup memadai.
▪ Indonesia telah mempunyai aturan hukum nasional
mengenai pemidanaan korporasi.
▪ Indonesia telah mempunyai putusan inkracht pada
pemidanaan TPPU korporasi.
▪ Terkait dengan rekomendasi 3, Indonesia mempunyai
kekurangan, yaitu masih terjadi beberapa pelanggaran
seperti pemalsuan dan pembajakan produk yang bukan
merupakan tindak pidana asal.
Rec. 4 Confiscation and provisional measures PC ▪ Rerangka Hukum Pidana Indonesia untuk penyitaan
dibentuk dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dengan tambahan tindakan penyitaan yang
terkait dengan Pencucian Uang dan Terorisme/Pendanaan
Terorisme juga termasuk dalam Undang-Undang
Pencucian Uang, Undang-Undang Pendanaan Terorisme,
dan Undang-Undang Anti Teror dan untuk beberapa tindak
pidana asal lainnya dimasukkan dalam Undang-Undang
Narkotika, Undang-Undang Bea Cukai, Undang-Undang
Perpajakan, dan Undang-Undang Anti Korupsi.
▪ Indonesia memiliki beberapa mekanisme untuk
pengelolaan dan bila perlu membuang barang/properti
yang dibekukan, dirampas, atau disita dalam Peraturan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
Pemerintah No. 27 Tahun 1983 mengenai Implementasi
KUHAP, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor
16 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan Objek
Negara yang disita dan Hasil Penyitaan Negara di Rumah
Penyimpanan Objek Sitaan Negara, dan Peraturan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor
3/PMK.06/2011 mengenai Pengelolaan Barang Milik
Negara yang berasal dari Barang Hasil Sitaan dan Barang-
Barang Gratifikasi.
▪ Indonesia mempunyai langkah-langkah untuk memberikan
perlindungan terhadap bona fide Pihak Ketiga yang
dijelaskan dalam pasal 46 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Rec. 5 Terrorist financing offence LC ▪ Pemidanaan pendanaan terorisme dan pelaksanaan
pemidanaannya dalam UU Nomor 9 Tahun 2013 telah
cukup memadai.
▪ Defisiensi Indonesia terletak pada pemidanaan beberapa
tindakan terorisme yang belum sesuai dengan beberapa
aturan internasional, antara lain Diplomatic Agents (1973),
the UN Convention against the Taking of Hostages
(1979), the Protocol forthe Suppression of Unlawful Acts
against the Safety of Fixed Platforms located on the
Continental Shelf (1988), and the Convention for the
Suppression of Unlawful Acts against the Safety of
Maritime Navigation (1988)
Rec. 6 Targeted financial sanctions related to
terrorism & TF
PC ▪ Pada 3 Mei 2017, PPATK menerbitkan Keputusan Kepala
PPATK Nomor 122 Tahun 2017 (Surat Keputusan PPATK
No.122), mengenai pembentukan satuan tugas (Satgas
DTTOT) untuk mengatur mengenai proses pencantuman
(listing) dan pencabutan (delisting) yang dibuat sesuai
dengan UNSCR 1267/1989/2253, UBSCR 1988 dan
UNSCR 1373. Instansi-instansi kunci Indonesia yang
terlibat dalam Pencegahan Pendanaan Terorisme, antara lain
PPATK, Kepolisian Republik Indonesia, BNPT, BIN dan
Kementerian Luar Negeri RI masuk dalam keanggotaan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
Satgas DTTOT.
▪ PPATK telah membuat aplikasi online mengenai
pencantuman nama-nama individu dan entitas yang terduga
terkait dengan terorisme dan organisasi teroris ke dalam
DTTOT. Aplikasi DTTOT ini dapat mempercepat proses
pencantuman nama-nama individu dan entitas dalam
DTTOT.
▪ PPATK telah mempublikasikan informasi dan prosedur
terkait dengan peninjauan kembali mengenai penetapan,
pencabutan dalam PBB dan dari domestic list, dan akses
pembekuan dana (frozen funds) dalam website PPATK.
▪ PPATK telah mempublikasikan dalam website mengenai
prosedur untuk memfasilitasi penilaian oleh Komite 1988
berdasarkan dengan panduan yang dikeluarkan oleh Komite
DK PBB 1988 dan ketersediaan Ombudsperson.
▪ PPATK mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2016
yang menjelaskan mengenai bagaimana perusahaan-
perusahaan perposan menyediakan jasa pengiriman uang,
pegadaian dan Penyedia Barang dan Jasa harus
menyampaikan false positives.
Rec. 7 Targeted financial sanctions related to
proliferation
NC ▪ Pada 26 Mei 2017, Indonesia menyetujui Peraturan
Bersama antara Kementerian Luar Negeri RI, PPATK,
Kepolisian Negara RI dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir
(BAPETEN) (“Peraturan Bersama Pendanaan Proliferasi
2017) untuk mengimplementasikan United Nations
Targeted Financial Sanctions (UN TFS) terkait dengan
proliferasi senjata pemusnah massal dan pendanaannya.
Peraturan Bersama Pendanaan Proliferasi 2017 and
Lampirannya menjelaskan proses implementasi
pencantuman nama individu dan entitas yang terduga
dengan pendanaan proliferasi.
▪ Untuk Rekomendasi 7, masih terdapat defisiensi, khususnya
dalam pencantuman domestik bagi individu/entitas yang
terkait dengan Korea Utara tanpa penundaan, tidak adanya
pencantuman domestik terhadap individu/entitas dari Iran
dan penegakan mekanisme pembekuan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
Rec. 8 Non-profit organisations PC ▪ Indonesia telah mengidentifikasi sifat ancaman yang
dimiliki oleh entitas teroris terhadap Organisasi
Kemasyarakatan dalam National Risk Assessment terkait
Pendanaan Terorisme tahun 2015, Sectoral Risk Assessment
NPO Tahun 2016 dan White Paper terkait dengan
Pendanaan terorisme Tahun 2017.
▪ Reviu risiko Pendanaan Terorisme bagi Organisasi
Kemasyarakatan dimasukkan dalam NRA Pendanaan
Terorisme tahun 2015 dan pada tahun 2016 telah
dilaksanakan Sectoral Risk Assessment (SRA) Organisnasi
Kemasyarakatan. Pada tahun 2017, Indonesia telah
menerbitkan White Paper Pendanaan Terorisme yang
memasukkan update tingkat risiko bagi Organisasi
Kemasyarakatan (NPO). PPATK berencana melakukan
reviu periodik secara reguler berdasarkan pada identifikasi
perubahan terhadap risiko pendanaan terorisme di
Organisasi Kemasyarakatan.
▪ Kementerian Dalam Negeri dalam berkoordinasi dengan
PPATK (dan instansi terkait lainnya jika diperlukan),
memantau Ormas yang masuk dalam Peraturan Ormas
dengan mereviu laporan donasi yang diterima dan dana
yang disalurkan, dan dapat meminta informasi tambahan
mengenai dana yang diterima atau disalurkan, serta
informasi mengenai pegawai atau Direktur Ormas.
Berdasarkan Pasal 16 Peraturan Ormas, kegiatan tersebut
telah dilaksanakan dengan berpedoman pada identifikasi
risiko dalam NRA Pendanaan Terorisme Tahun 2015.
Rec. 9 Financial institution secrecy laws LC ▪ Undang-Undang Indonesia tidak melarang pertukaran
informasi antar institusi keuangan yang diharuskan oleh
Rekomendasi 13, 16, dan 17.
▪ Pasal 58 dalam Peraturan APU/PPT OJK bagi Penyedia
Jasa Keuangan (PJK) menyediakan kerahasian informasi
bersama bagi group. Terdapat ketentuan sejenis dalam Pasal
10 ayat (2) dalam Peraturan APU/PPT Bank Indonesia bagi
Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang
dan Pasal 43 Peraturan Mengenal Nasabah Bappebti bagi
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
Pedagang Berjangka.
▪ Masih terdapat kekurangan penjelasan mengenai berbagi
informasi dengan institusi keuangan lainnya, khususnya
untuk penyedia pos dan koperasi.
Rec. 10 Customer due diligence LC 1. Indonesia telah mempunyai rerangka hukum mengenai
implementasi Customer Due Diligence, khususnya terkait
dengan larangan menyimpan rekening tanpa nama atau
dengan nama fiksi, antara lain:
▪ Pasal 18 ayat (1) Peraturan OJK bagi Penyedia Jasa
Keuangan, OJK mengawasi Institusi Keuangan harus
dilarang membuat atau menyimpan rekening tanpa nama
atau rekening dengan nama fiksi.
▪ Pasal 18 ayat (1) Peraturan Bapebti mengenai Prinsip
Mengenali Nasabah bagi Perdagangan Komoditi Berjangka.
▪ Pasal 17 ayat (1) Peraturan PPATK mengenai Prinsip
Mengenal Nasabah bagi Penyedia Perposan.
2. Masih terdapat kesenjangan dalam waktu persyaratan CDD
bagi pedagang berjangka (future traders), koperasi, dan
bank penerima dalam wire transfer, definisi mengenai
Beneficial Ownership dan pendekatan berbasis risiko untuk
koperasi, dan persyaratan CDD tentang pengaturan hukum
untuk pedagang berjangka.
Rec.11 Record keeping LC
▪ Pasal 21 Undang-Undang Anti Pencucian Uang mewajibkan
pihak pelapor untuk menyimpan rekaman dan dokumen-
dokumen mengenai identitas nasabah minimum selama 5
tahun.
▪ Pasal 56 ayat (2) Peraturan APU/PPT OJK mensyaratkan
OJK mengawasi Institusi Keuangan untuk menyimpan
dokumen-dokumen nasabah atau nasabah tidak tetap (walk-
in customer) terkait dengan transaksi keuangan dalam
jangka waktu yang ditentukan.
▪ Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Anti Pencucian Uang
menetapkan bahwa dalam kasus pencucian uang, penyidik,
penuntut umum, atau hakim harus diberikan kewenangan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
untuk meminta pihak pelapor untuk menyediakan
pernyataan tertulis mengenai aset orang yang (1) dilaporkan
oleh PPATK kepada penyidik, (2) tersangka, (3) terdakwa
▪ Namun, belum terdapat kejelasan mengenai apakah
informasi dapat diberikan dengan cepat oleh beberapa
entitas pelapor.
Rec.12 Politically exposed persons LC ▪ Dalam pasal 32 ayat (1) Peraturan APU/PPT OJK bagi
Penyedia Jasa mensyaratkan Institusi Keuangan untuk
memiliki sistem manajemen risiko untuk mengidentifikasi
apakah nasabah atau pemilik manfaat (Beneficial
Ownership) adalah PEP asing.
▪ Untuk Lembaga Keuangan lainnya juga telah ada peraturan,
misalnya Peraturan APU/PPT Bank Indonesia bagi
Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang
Non Bank, Peraturan Mengenali Nasabah (KYC) Bappebti
bagi Pedagang Berjangka dan Peraturan PPATK mengenai
Prinsip Mengenali Nasabah (KYC) bagi Penyedia Perposan.
▪ Namun, masih belum jelas mengenai apakah koperasi
diperlukan untuk memiliki sistem manajemen risiko yang
berada di bawah Peraturan mengenai Prinsip Mengenali
Nasabah bagi Koperasi.
Rec. 13 Correspondent banking C ▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi Penyedia Jasa Keuangan
(PJK) mewajibkan bank untuk memberikan pelayanan
koresponden bank lintas negara untuk meminta informasi
profil bank penerima dan/atau bank perantara, reputasi
bank, tingkat program APU/PPT di suatu negara dan
informasi terkait lainnya yang dibutuhkan.
▪ Telah diatur juga dalam Peraturan APU/PPT bagi Penyedia
Jasa Keuangan (PJK) untuk melaksanakan penilaian
program APU/PPT dari bank penerima dan/atau bank
perantara.
▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK melarang hubungan atau
koresponden dengan shell banks. Pengertian mengenai shell
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
banks dalam Peraturan APU/PPT OJK telah sesuai dengan
persyaratan FATF.
Rec.14 Money or value transfer services C ▪ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana diamandemen oleh Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, dan Undang-Undang RI
Nomor 3 Tahun 2011 mengenai Transfer Dana mewajibkan
Penyedia Jasa Layanan Transfer Dana dan Nilai harus
berlisensi.
▪ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011,
Penyedia Layanan Transfer Dana Nilai dan agen-agen
mereka harus merupakan entitas legal Indonesia dan
mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia.
Rec. 15 New technologies LC ▪ Indonesia telah memiliki aturan mengenai penggunaan
teknologi baru, yaitu pasal 14 Peraturan APU/PPT OJK
bagi PJK, pasal 50 Peraturan APU/PPT Bank Indonesia
bagi Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa Penukaran
Uang Non bank, pasal 15 Peraturan Bappebti mengenai
KYC bagi Pedagang Berjangka dan Peraturan Kementerian
Koperasi dan UKM mengenai KYC bagi Koperasi dan juga
Peraturan PPATK mengenai KYC bagi Penyedia Perposan.
▪ Masih terdapat kekurangan terhadap Rekomendasi 15, yaitu
Koperasi dan Penyedia Jasa Perposan belum diwajibkan
untuk melakukan penilaian risiko terkait peluncuran dan
penggunaan produk baru, praktik dan teknologi baru.
Rec. 16 Wire transfers LC ▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK mewajibkan bank untuk
mendapatkan dan memverifikasi informasi pengirim dan
penerima baik trasfer domestik maupun transfer lintas batas
negara.
▪ Masih terdapat kekurangan dengan penyimpanan data bagi
bank perantara untuk nasabah tidak tetap dan bank
penerima. Selain itu, masih terdapat beberapa kekurangan
dalam wire transfer dan rezim pemberian sanksi keuangan
(targeted financial sanctions) yang mengatur penyedia
perposan, walaupun sektor perposan tidak signifikan.
Rec. 17 Reliance on third parties C ▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK mengatur agar lembaga
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
keuangan mengandalkan langkah-langkah CDD Pihak
Ketiga. Tanggung jawab CDD tetap pada lembaga
keuangan, yaitu lembaga keuangan diharuskan untuk
memperoleh informasi CDD, memastikan bahwa pihak
ketiga diawasi, dan dipantau dalam penerapan kepatuhan
APU/PPT.
▪ Peraturan APU/PPT OJK dan Peraturan APU/PPT Bank
Indonesia bagi Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa
Penukaran Uang telah memenuhi rekomendasi 17.
Rec. 18 Internal controls and foreign branches and
subsidiaries
LC ▪ Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK mewajibkan Lembaga
Keuangan untuk mempunyai prosedur internal, termasuk
penyaringan pegawai baru, program pelatihan dan tingkat
kepatuhan dan audit.
▪ Dalam pasal 8-9 Peraturan APU/PPT OJK dijelaskan bahwa
diperlukan untuk membentuk unit khusus atau menunjuk
petugas, yaitu kepala unit dari tingkat eksekutif.
▪ Untuk lembaga keuangan lainnya, persyaratan kontrol
internal diatur dalam pasal 8-10 Peraturan APU/PPT Bank
Indonesia untuk Pembayaran Non Bank dan Penyedia Jasa
Penukaran Uang. Pasal 42-46 Peraturan Bappebti mengenai
KYC bagi Pedagang Berjangka; Pasal 30-33 Peraturan
PPATK mengenai KYC bagi Penyedia Jasa Perposan; dan
Pasal 39-42 dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM
mengenai KYC bagi Koperasi.
▪ Tidak ada persyaratan bagi koperasi dan penyedia jasa
perposan untuk kelompok-kelompok keuangan sebagaimana
koperasi dan penyedia jasa perposan tidak mempunyai
cabang di luar negeri.
Rec. 19 Higher-risk countries LC ▪ Pasal 30 Peraturan APU/PPT OJK bagi PJK dan
penjelasannya memasukkan daftar negara-negara yang
berisiko tinggi yang ditetapkan oleh FATF dan OJK
mengawasi lembaga keuangan untuk menerapkan EDD
mengenai kategori nasabahnya.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
▪ Telah ada mekanisme bahwa PPATK secara aktif
menginformasikan semua lembaga keuangan mengenai
kelemahan sistem APU/PPT negara lain yang diidentifikasi
oleh FATF. PPATK menerbitkan Pernyataan Publik (Public
Statement) FATF yang terbaru di website PPATK.
Rec. 20 Reporting of suspicious transaction C ▪ Dalam pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Anti Pencucian
Uang dan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan
Pendanaan Terorisme mewajibkan Lembaga Keuangan
untuk melaporkan transaksi mencurigakan terkait dengan
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, sesegera
mungkin, tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) hari kerja.
▪ Lembaga keuangan diwajibkan untuk melaporkan semua
jenis transaksi mencurigakan yang dijelaskan dalam pasal 1
ayat (5) huruf a Undang-Undang Anti Pencucian Uang dan
pasal 1 ayat (6) huruf a Undang-Undang Pemberantasan
Pendanaan Terorisme yang tidak ada batasan jumlah untuk
pelaporan.
▪ Dalam pasal 1 ayat (5) huruf c Undang-Undang Anti
Pencucian Uang juga mewajibkan Lembaga Keuangan
untuk melaporkan transaksi yang telah dilaksanakan
ataupun dibatalkan.
▪ Peraturan APU/PPT OJK untuk PJK, pasal 42 ayat (6)
menyatakan bahwa lembaga keuangan harus melaporkan
calon nasabah, atau nasabah tidak tetap jika transaksi
mereka dianggap mecurigakan.
▪ Peraturan APU/PPT Bank Indonesia untuk Pembayaran
Non bank dan Penyedia Jasa Penukaran Uang, pasal 1,
transaksi mencurigakan diartikan sebagaimana Undang-
Undang Anti Pencucian Uang dan wajib untuk melaporkan
Transaksi Keuangan Mencurigakan berdasarkan pasal 55.
Rec. 21 Tipping-off and confidentiality LC ▪ Ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Anti
Pencucian Uang dan Undang-undang Anti Pendanaan
Terorisme di Indonesia telah memuat bahwa Pihak Pelapor,
pejabat, dan pegawainya tidak dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
pelaporan.
▪ Ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Anti
Pencucian Uang dan Undang-undang Anti Pendanaan
Terorisme di Indonesia juga menyebutkan bahwa Direksi,
Komisaris, pengurus, atau pegawai Pihak Pelapor dilarang
memberitahukan ke pihak lainnya terkait laporan transaksi
keuangan mencurigakan yang telah disampaikan kepada
PPATK, kecuali kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur.
Pelanggaran mengenai ketentuan ini juga telah diatur, yaitu
pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling
banyak Rp1 miliar.
Rec. 22 DNFBPs: Customer due diligence LC • Pada tahun 2017, seluruh LPP telah melakukan
penyempurnaan terhadap peraturan mengenai prinsip
mengenali pengguna jasa, meliputi:
a. Peraturan Kepala PPATK Nomor 06 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Perencana Keuangan
b. Peraturan Kepala PPATK Nomor 7 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain
c. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Advokat
d. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah
e. Peraturan Kepala PPATK Nomor 17 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Penyelenggara Pos.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2017
tentang PMPJ bagi Akuntan dan Akuntan Publik
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
KeuanganNomor 155/PMK.01/2017
g. Peraturan Kepala Bappebti Nomor 8 Tahun 2017
tentang Penerapan Program APU PPT pada Pialang
Berjangka
h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
156/PMK.06/2017 tentang PMPJ bagi Balai Lelang
i. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa Keuangan
j. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017
tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan
Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank
k. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun
2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna
Jasa Bagi Notaris
• Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor
06/Per/M.KUKM/V/2017 tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pengguna Jasa Bagi Koperasi yang Melakukan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
• Ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) telah
sesuai dengan Rekomendasi FATF yang tertuang dalam
Peraturan Kepala PPATK Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pedoman Penerapan PMPJ bagi Penyedia Barang dan/atau
Jasa Lain.
• Peraturan Kepala PPATK terkait penerapan PMPJ bagi
Profesi juga telah dituangkan, yang terdiri atas Advokat,
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan Penyelenggara
Pos.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
• Pasal 303 KUHP telah memuat ketentuan yang melarang
permainan judi, termasuk kasino.
• Real estat, pedagang logam mulia, dan pedagang batu
mulia telah dimasukan sebagai Pihak Pelapor dengan
kategori sebagai PBJ dan dimuat dalam Undang-undang
PPTPPU.
• Pengacara, notaris, dan akuntan telah menjadi bagian dari
Pihak Pelapor dengan ketentuan yang termuat dalam
Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2015 tentang
Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan
TPPU.
• Indonesia telah mengatur penerapan Telaah Tuntas
Terhadap Nasabah/Customer Due Diligence (CDD) terkait
dengan Penyedia Barang dan Jasa (PBJ). Ketentuan itu
mengatur mengenai kapan CDD dilakukan, identifikasi,
dan verifikasi terkait legal persons dan legal
arrangements, persyaratan beneficial ownership secara
umum, pemantauan transaksi, dan pemutusan hubungan
usaha dengan pengguna jasa.
• Ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang, Peraturan
Kepala PPATK, Peraturan Menteri Hukum dan HAM, dan
Peraturan Menteri Keuangan telah mengatur mengenai
penyimpanan dan catatan dokumen mengenai identitas
pelaku transaksi paling singkat 5 tahun sejak berakhirnya
hubungan usaha dengan Pengguna Jasa tersebut.
• Ketentuan yang ada di Indonesia juga telah mengatur
kepatuhan PBJ untuk mematuhi Rekomendasi 15 terkait
New Technology dan diperkenankan untuk menggunakan
jasa pihak ketiga terkait penerapan CDD.
• Indonesia sedang dalam proses menuju pengesahan
Peraturan Presiden tentang Beneficial Ownership yang
diharapkan bisa disahkan dalam waktu dekat.
Rec. 23 DNFBPs: Other measures LC • Pada tahun 2017, telah ditetapkan berbagai peraturan
mengenai kewajiban pelaporan dan PMPJ bagi Profesi,
yaitu:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
a. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015
tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
b. Peraturan Kepala PPATK Nomor 06 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Perencana Keuangan.
c. Peraturan Kepala PPATK Nomor 7 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Penyedia Barang dan/atau Jasa Lain.
d. Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Advokat.
e. Peraturan Kepala PPATK Nomor 11 Tahun 2017
tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa
Bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.01/2017
tentang PMPJ bagi Akuntan dan Akuntan Publik
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 155/PMK.01/2017.
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
156/PMK.06/2017 tentang PMPJ bagi Balai Lelang.
h. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun
2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna
Jasa Bagi Notaris.
• Perka PPATK Nomor 7 Tahun 2017 telah mengatur
mengenai mekanisme pelaporan LTKM bagi PBJ untuk
perkara tertentu seperti terorisme.
• Ketentuan yang tertera dalam UU PPTPPU telah memuat
ketentuan mengenai transaksi keuangan mencurigakan,
termasuk transaksi keuangan yang dilakukan atau batal
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang
diduga berasal dari hasil tindak pidana (attempted
transactions).
• PPATK dan lembaga terkait telah mengeluarkan Peraturan
Menteri atau Peraturan Kepala PPATK mengenai
kebutuhan PBJ dan untuk mematuhi persyaratan kendali
internal, termasuk di cabang-cabang yang terletak di
daerah maupun luar negeri.
• Ketentuan mengenai kepatuhan PBJ terhadap negara
berisiko tinggi telah ditetapkan dalam sejumlah Peraturan
Menteri atau Peraturan Kepala PPATK.
Rec. 24 Transparency and beneficial ownership of
legal persons
PC/LC • Telah disusunnya RPerPres tentang Penerapan Prinsip
Mengenali Pemilik Informasi Dalam Upaya Pencgahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme.
• Saat ini, ketentuan perolehan informasi BO dari korporasi
dilakukan melalui penerapan peraturan PMPJ yang
ditetapkan oleh LPP, khususnya Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan
Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan
Terorisme di Sektor Jasa Keuangan dan Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris.
• Indonesia memiliki mekanisme untuk mengidentifikasi dan
menggambarkan berbagai jenis badan hukum (entitas
komersial, koperasi, asosiasi, dan yayasan)
• Indonesia telah ini mengidentifikasi dan menilai risiko
TPPU/TPPT dan kerentanan legal persons di Indonesia
dalam penyusunan Risk Assessment of Legal Persons yang
dilakukan oleh konsultan eksternal dan dikelola oleh
PPATK dengan masukan dari pejabat berwenang, PJK,
PBJ, dan asosiasi industri.
• PJK dan PBJ diwajibkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai Kepemilikan Badan Hukum (Beneficial
Ownership/BO) sebagai bagian dari proses CDD yang
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
mereka terapkan.
Rec. 25 Transparency and beneficial ownership of
legal arrangements
PC • Indonesia tidak mengenal trust. Namun, terkait dengan
transparansi foreign trust, maka mengacu pada ketentuan
PMPJ yang dikeluarkan oleh LPP seperti diatur dalam
P.OJK Nomor 25/P.OJK.03/2016.
• PPATK dan OJK memiliki kewenangan untuk melakukan
pertukaran informasi terhadap CDD Beneficial Ownership
yang diperoleh dari PJK dan PBJ. Tidak ada larangan
menggunakan kewenangan dalam permintaan informasi ini
sebagai respon atas permintaan Mutual Legal Assistance
(MLA).
Rec. 26 Regulation and supervision of financial
institutions
LC OJK dan BI telah melakukan supervisi atas kepatuhan
industri jasa keuangan.
Rec. 27 Powers of supervisors LC Lembaga Pengawas dan Pengatur diperkuat dengan
kewenangan untuk menjatuhkan sanksi atas ketidakpatuhan
Pihak Pelapor.
Rec. 28 Regulation and supervision of DNFBPs PC • Sejak 2016 PPATK telah melakukan audit terhadap pihak
pelapor Profesi.
• Regulasi terkait mekanisme pelaporan dari pihak pelapor
Profesi telah diatur dalam Peraturan Kepala tentang
Penerapan PMPJ bagi advokat dan pejabat pembuat akta
tanah.
• UU PPTPPU telah menetapkan Lembaga Pengawas dan
Pengatur wajib melaksanakan pengawasan kepatuhan
terhadap Pihak Pelapor termasuk PBJ.
• PBJ yang telah ditetapkan di Indonesia, antara lain
pedagang barang seni dan antik, balai lelang, pedagang
kendaraan bermotor, termasuk perencana keuangan.
• Pengenaan sanksi administratif telah ditetapkan dalam
berbagai Peraturan Kepala PPATK kepada Pihak Pelapor
seperti Perencana Keuangan, PBJ, Advokat, Notaris, dan
Akuntan.
• PPATK telah menerapkan pendekatan berbasis risiko
untuk pengawasan Pihak Pelapor.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
Rec. 29 Financial intelligence units C Indonesia telah membentuk PPATK selaku FIU sejak tahun
2002.
Rec. 30 Responsibilities of law enforcement/
investigative authorities
LC Indonesia telah menetapkan empat lembaga penegak hukum
untuk penyelidikan dan penyidikan TPPU, yang terdiri dari
Polri, Kejaksaan, KPK, dan BNN. Densus 88 yang
menyelidiki TPPT. Selain itu, penyelidikan TPPU juga bisa
dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil dari Ditjen
Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai.
Rec. 31 Powers of law enforcement and
investigative authorities
PC • Ketentuan dalam UU PPTPPU dan UU PPTPPT telah
menyebutkan bahwa penegak hukum berwenang meminta
Pihak Pelapor untuk memberi keterangan secara tertulis
mengenai harta kekayaan dari tersangka, terdakwa, atau
orang yang telah dilaporkan PPATK kepada penyidik.
• Seluruh penyidik tindak pidana pencucian uang memiliki
kewenangan untuk melakukan penelusuran, meminta
pernyataan saksi, hingga menyita barang bukti.
Rec. 32 Cash couriers PC Indonesia telah membentuk suatu sistem deklarasi
pembawaan uang tunai lintas batas untuk instrumen mata
uang asing atau lokal, dengan nilai minimal Rp100 juta atau
US$7.750. Sanksi atas pelanggaran aturan ini juga telah
diatur dengan persentase 10% dari total bawaan.
Rec. 33 Statistics PC/LC Seluruh lembaga penegak hukum diwajibkan untuk
mempublikasikan laporan tahunan yang di dalamnya memuat
data-data komprehensif dan statistik.
Rec. 34 Guidance and feedback LC PPATK dan Lembaga Pengawas dan Pengatur menyediakan
pedoman dan masukan balik (feedback) kepada PJK dan PBJ
yang diregulasi dan diawasi untuk memberikan pemahaman
yang baik mengenai kepatuhan terhadap rezim APUPPT.
Rec. 35 Sanctions LC Pengenaan sanksi atas ketidakpatuhan terhadap penegakan
rezim APUPPT telah dimuat dalam UU PPTPPU dan UU
PPTPPT.
Rec. 36 International instruments LC/PC Indonesia merupakan bagian dari Vienna Convention,
Palermo Convention, Merida Convention, dan Terrorism
Financing Convention dan telah mengimplementasikannya
dalam beberapa UU, antara lain:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
1. UU TPPU
2. UU TPPT
3. UU Narkotika
4. UU Korupsi
5. UU Anti Terorisme
6. UU MLA
7. UU Ekstradisi
Rec. 37 Mutual legal assistance PC • Kemenkumham sebagai central authority sebagaimana
diamanatkan dalam UU MLA tahun 2006 telah
menetapkan prosedur MLA yang lebih rinci dalam SK
Menkumham M.HH-01.AH/12/07 Year 2017 on April 28,
2017.
• Melalui penetapan Stranas TPPU 2017-2019 pada 5 April
2017, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU
Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat
mengakomodasi rekomendasi FATF.
Rec. 38 Mutual legal assistance: freezing and
confiscation
PC • Kemenkumham sebagai central authority sebagaimana
diamanatkan dalam UU MLA tahun 2006 telah
menetapkan prosedur MLA yang lebih rinci dalam SK
Menkumham M.HH-01.AH/12/07 Year 2017 on April 28,
2017.
• Melalui penetapan Stranas TPPU 2017-2019 pada 5 April
2017, Komite TPPU mendorong percepatan revisi UU
Nomor 1 Tahun 2006 tentang MLA agar dapat
mengakomodasi rekomendasi FATF
Rec. 39 Extradition LC • Implementasi UU Ekstradisi telah mengakomodasi
pemberlakuan dual criminality.
Rec. 40 Other forms of international cooperation PC • Kerja sama internasional telah dilaksanakan merujuk Pasal
90 UU TPPU
• Pengaturan mengenai bentuk kerja sama internasional
lainnya diatur dalam SE PPATK Nomor 4 Tahun 2017.
IO 1 Risk, Policy and Coordination Substantial • Indonesia melakukan update NRA.
• Indonesia akan melakukan penilaian risiko pada sektor
legal arrangement.
• Update Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019 dengan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
penguatan rencana aksi terkait NPO/Ormas.
• Penguatan implementasi Keputusan Bersama mengenai
pemblokiran proliferasi WMD yang telah diatur secara
lebih rinci dalam SE Kepala PPATK Nomor 2 Tahun 2017.
IO 2 International Cooperation Moderate/Low Telah dilaksanakan koordinasi mengenai statistik kerja sama
internasional yang dilakukan oleh instansi apgakum dan LPP.
IO 3 Supervision Moderate Telah dilaksanakan koordinasi mengenai statistik
pengawasan kepatuhan yang dilakukan oleh instansi LPP
bagi PJK, PBJ, dan Profesi.
IO 4 Prevention Measures Moderate • Pelaksanaan regulasi APU PPT oleh Pihak Pelapor telah
cukup memadai.
• Defisiensi Indonesia terletak dalam belum jelasnya tingkat
kepatuhan yang dilakukan oleh pedagang berjangka,
koperasi, perposan dan profesi.
IO 5 Legal Persons and Arrangements Low • Indonesia telah menetapkan aturan untuk mengenali legal
persons, antara lain melalui dokumen NPWP, SKDKP,
SIUP, dan TDP dan data-data tersebut telah dapat diakses
oleh apgakum dalam upaya penegakan hukum.
• Defisiensi Indonesia adalah terkait isu BO yang belum
memadai.
IO 6 Financial Intelligence Moderate/Substantial • PPATK menambah pegawai analis dan pemeriksa untuk
meningkatkan kemampuan PPATK dalam mendukung
apgakum dalam penyidikan dan penuntutan TPPU, TPPT,
dan TP asal.
• PPATK memprioritaskan peningkatan pelaporan LTKM
sesuai penilaian risiko TPPU Indonesia
• PPATK semakin meningkatkan akes pertukaran informasi
domestik
• PPATK meningkatkan implementasi penggunaan SOC dan
GRIPS.
• Instansi apgakum meningkatkan kemampuan penelusuran
informasi intelijen keuangan dalam penegakan hukum
terkait TPPU, TPPT dan TP asal.
• PPATK meningkatkan efektivitas implementasi tindak
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
lanjut Informasi Proaktif.
IO 7 Money laundering investigation and
prosecution
Low • Indonesia meningkatkan penyelidikan dan penyidikan
TPPU.
• Indonesia meningkatkan kapasitas dan kemampuan
kejaksaan dalam penuntutan perkara TPPU.
• Peningkatan kemampuan apgakum dalam dalam
penyidikan TPPU sesuai dengan penilaian risiko Indonesia,
penanganan perkara stand-alone money laundering, dan
perkara yang melibatkan korporasi.
IO 8 Confiscation Low • Indonesia harus meningkatkan jumlah penyitaan aset
dalam penanganan perkara TPPU dan TPPT.
• Percepatan perampasan RUU tentang perampasan aset
sebagai upaya nasional yang memadai.
IO 9 Terrorist financing investigation and
prosecution
Moderate • Melalui Stranas TPPU dan TPPT 2017-2019, Indonesia
telah menerapkan kerja sama antara apgakum, LPP, dan
pihak terkait dalam menangani perkara TPPT.
• Indonesia telah melakukan penyitaan aset terkait perkara
TPPT.
• Indonesia melalui UU ITE telah melaksanakan pencegahan
penyebaran paham radikalisme mengarah TPPT yang
dilakukan melalui media sosial.
IO 10 Terrorist financing preventive measures &
financial sanctions
Moderate/Low • Dalam upaya pencegahan pendanaan terorisme melalui
Ormas, Indonesia telah mempunyai tim terpadu
pengawasan Ormas domestik dan ormas asing.
• Indonesia telah melaksanakan asset freezing pada list
DTTOT sesuai UNSCR 1267 dan 1373 pada 26 rekening
bank dan 7 properti.
• Pada tahun 2017 telah disahkan Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi
Kemasyarakatan dalam Pencegahan Tindak Pidana
Terorisme.
• Penguatan implementasi aplikasi mobile digital signature
dalam DTTOT.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O17
Nomor
Rekomendasi
Rekomendasi FATF
(Merujuk pada Buku Metodologi
FATF yang Terbit Februari 2013)
Kondisi per 8
Februari 2018
Tindak Lanjut Tahun 2017
IO 11 Proliferation Financing Sanctions Low • Pada 3 Oktober 2017, PPATK membentuk Satuan Tugas
(Task Force) dalam Pencegahan dan Pemberantasan
Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (Satgas WMD) yang
terdiri dari PPATK, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian
RI, dan Bapeten. Isu yang didiskusikan dalam forum
koordinasi tersebut adalah implementasi UNSCR 1540,
1718, 1737. Satgas WMD dibentuk untuk meningkatkan
forum koordinasi, walaupun dalam pelaksanaannya juga
melibatkan regulator dan institusi keuangan.
• Indonesia belum melakukan UNSCR 2231.
• Indonesia belum melakukan asset freezing terkait
proliferasi senjata pemusnah massal (WMD).
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
LAPORAN KINERJATAHUN 2017
Jl. Ir. H. Juanda No. 35 Jakar ta Pusat | www.ppatk.go.id