Upload
rio-oktabyantoro
View
37
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Diare pada anak
Citation preview
STATUS PASIEN
Identitas pasien
No. RM : 7649XX
Nama : An. M
Usia : 1 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama orang tua : Tn.A
Alamat : Jl.percetakan negara, jakarta pusat
Tgl MRS : 05 Desember 2014
ALLOANAMNESA (kepada ibu OS)
Keluhan Utama :
BAB ≥ 10 X sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
tidak mau makan dan minum, lemas , muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan 2 Hari SMRS BAB dengan konsistensi cair ≥ 10 x, berwarna
kuning , lendir (-) dan berampas,darah (-), busa(-). BAB awalnya encer lama kelamaan
menjadi cair .BAB disertai nyeri perut. Muntah 7x berisi makanan lama lama air saja.
Muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah kira kira ½ gelas, muntah tiap di isi makanan. , BAK
jarang, sedikit dan warna menjadi seperti teh pekat. 1hari SMRS pasien masih mau bermain,
rewel , menangis masih mengeluarkan air mata dan mau minum. Sekarang pasien lemas,
tidak rewel dan menangis, sudah tidak mau main/beraktivitas, makan minum sulit.
Laporan Kasus | 1
Riwayat Penyakit Dahulu
Belum pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya
Kejang demam disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita hal yang sama
Riwayat alergi disangkal
Riwayat pengobatan
1 hari SMRS sudah berobat ke Puskesmas diberi obat penurun panas dan obat diare
tetapi tidak ada perbaikan
Riwayat Kehamilan :
ANC teratur di Bidan
Ibu Os tidak pernah sakit saat hamil
Riwayat kelahiran
Cukup bulan (37 minggu)
Lahir spontan ditolong bidan di RB
BBL 3100 gram; PB 51 cm
Pola Makan
ASI dari 0 bulan sampai 6 bulan
Susu formula diberikan pada usia 6 bulan sampai sekarang
Makanan nasi + lauk pauk ( daging, telur ) sebanyak 3 x sehari
Riwayat Imunisasi :
BCG : 1x
Laporan Kasus | 2
Hepatisis : 3x
Polio : 4x
DPT : 3x
Campak : 1x
Kesan : imunisasi dasar lengkap
Riwayat Tumbuh kembang
Tengkurap pada usia 6 bulan
Berdiri pada usia 10 bulan
Berjalan pada usia 12 bulan
Saat ini os sudah bisa berlari
Kesan : Tumbuh kembang sesuai usia
Riwayat Alergi
Alergi udara disangkal
Alergi susu disangkal
Alergi makanan disangkal
Riwayat Psikososial
Tinggal bersama dengan keluarga besar, 1 rumah berisi 5 orang
Jumlah ventilasi di dalam rumah cukup
Terdapat sinar matahari yang masuk ke dalam rumah
Anggota keluarga merokok
Terdapat kontak penderita dengan asap rokok
Laporan Kasus | 3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit Sedang
kesadaran : ComposMentis
Tanda vital
Suhu : 38,0ᵒC
Nadi : 100 kali/menit
Pernapasan : 25 kali/menit
Tekanan darah : Tidak dilakukan
Antropometri
• BB : 12 kg
• PB : 93cm
Status Gizi
• BB/U x 100 %
12 kg / 13,5 kg x 100% = 88 % à gizi baik
• TB/U x 100 %
93 cm / 95 cm x 100 % = 94% à gizi baik
• BB/TB x100 %
12 kg / 14 kg x 100 % = 101,58 % à gizi baik
Kesan: status gizi baik
STATUS GENERALIS
Laporan Kasus | 4
KEPALA
Bentuk : Normochepal
Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak rontok, ubun-ubun sudah menutup
Mata : Cekung (+/+), Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-/-), secret (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
LEHER
Tidak terdapat pembesaran KGB.
THORAK
PARU
Inspeksi : Dada simetris
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikular, tidak ada whezzing dan tidak ada ronkhi.
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Laporan Kasus | 5
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus meningkat (17 x/menit)
Palpasi : Abdomen supel, turgor kembali agak lambat, tidak teraba pembesaran hepar
dan lien
Perkusi : Timpani seluruh abdomen
Ekstremitas atas
Akral : Hangat/hangat
Edema : -/-
Sianosis : -/-
CRT : < 2 s / < 2 s
Ekstremitas bawah
Akral : Hangat/hangat
Edema : -/-
Sianosis : -/-
CRT : < 2 s / < 2 s
GENITALIA DAN RECTUM
Perempuan dan tidak ada kelainan
Laporan Kasus | 6
REFLEKS
Patologis
Babinski (-)
Oppenheim (-)
Burdzinski I (-)
Burdzinski II (-)
Fisiologis
Petella (+)
Biseps (+)
Tendo Achilles (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hematologi Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 11 L gr/dl 11-13
Hematokrit 35 L % 35-43
Leukosit 19 Ribu/µl 5,000-10,000
Trombosit 333 Ribu / µl 229-553
Laporan Kasus | 7
RESUME
Seorang anak perempuan usia 1 tahun 10 bulan hari datang dengan keluhan BAB cair ± 7x,
berwarna kuning, disertai lendir dan berampas. Demam (+),tidak mau makan dan terlihat
seperti orang haus ,muntah berisi makanan dan air , lemas (+), rewel (+)
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan
Kesadaran composmentis dan keadaan umumnya pasien tampak rewel
• Suhu : 38,00 C
• Pernapasan : 25x/mnt
• Nadi : 100x/mnt
• Air mata sedikit dan Mata cekung
Laporan Kasus | 8
• Mukosa Bibir kering
• Turgor kulit kembali agak lambat
• Bising usus meningkat (17x/menit)
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
• Hematologi : Leukosit 19 Ribu/µl
Assesment :
• Diare
• Vomitus
• Febris
WD : Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri
Penatalaksanaan ;
- IVFD KN3B 10 tpm
- Ceftriazone injek 1 x 500 mg
- Vometa 3x1
- Zink 1x 1
- Ibuprofen forte 3x 1/2
- FOLLOW UP
Laporan Kasus | 9
Tanggal/Jam S O A P
06-12-2014 Demam (+),
BAB 7x ampas
, masih lemas,
mual muntah
2x.
N :100x/menit
RR :25 x/menit
S :38,0 oC
KU : CM, tampak
masih rewel
PF: mata cekung, bibir
kering, akral hangat.
Obs febris ec
GEA
dgn dehidrasi
ringan sedang
Lanjutkan terapi
07-12-2014 BAB 5X,
konsistensi cair
+ ampas
jumlahnya
banyak,
berbusa (-),
minum banyak,
nafsu makan
baik, BAK
normal.
N : 105 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,6oC
KU: CM, masih rewel.
PF: mata cekung, bibir
lembap
GE dengan
dehidrasi ringan
sedang
Lanjutkan terapi diteruskam
08-12-2014
Belum BAB
sejak jam 12
malam, BAK
normal, minum
banyak, nafsu
makan
meningkat.
N :110 x/menit
RR :25 x/menit
S :36,6oC
PF: mukosa bibir tidak
kering.
Pasien mulai
membaik
Terapi dihentikan
Zinc 1x1
Lacto-B
BLPL
Laporan Kasus | 10
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Menurut WHO tahun 1998, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari. Sedangkan menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, definisi diare
berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan serta anak. Neonatus dikatakan diare bila
frekuensi BAB > 4 kali, sedangkan bayi > 1 bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensi
BAB > 3 kali.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB
lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare tetapi masih bersifat
fisiologis atau normal selama berat badan bayi meningkat normal.
Diare akut didefinisikan sebagai abnormalitas tingginya kandungan air dalam feses,
pada keadaan normal mendekati 10 ml/kg/hari pada bayi dan anak sedangkan pada
remaja dan dewasa mendekati 200 g/hari. (Stefano, 2010)
Menurut World Gastroenterology Organisation guidelines 2005, diare akut
didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15
hari.
Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau
lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). (WHO CDD, 1988)
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare
berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare
akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu berlangsung lebih dari 30
hari). (IPD, 2006)
B. Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang
Laporan Kasus | 11
Kasus : BAB lebih kurang 7x dalam sehari dengan konsistensi cair , berwarna kuning , berlendir , berampas dan tidak ada darah
Kasus : BAB lebih kurang 7x dalam sehari dengan konsistensi cair , berwarna kuning , berlendir , berampas dan tidak ada darah
berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5
episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh
Depkes.diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk
angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000
penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita.Hasil
Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi
kematian balita 13,2% dengan peringkat 2.
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per
tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia tahun 2002-
2003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di indonesia
adalah laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi
terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%) dan 24-35 bulan (12%). (Biro
pusat statistik, 2003)
C. Etiologi
Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi
atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-
obatan dan lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan
non infeksi karena alergi, radiasi. (Lung. McGraw Hill, 2003).
Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air dan
makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.
Laporan Kasus | 12
Bagan etiologi diareWHO :
Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu :
1. Infeksi
A. Virus
Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain
Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus dan
Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa,
sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun terutama
usia dibawah 2 tahun.
B. Bakteri
Ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :
E.Coli
Laporan Kasus | 13
Kasus : pemeriksaan tinja ditemukan bakteri gram negatif
Kasus : pemeriksaan tinja ditemukan bakteri gram negatif
Kasus ini pada pemeriksaan tinja ditemukan kuman gram negative ( leukosit : 20-30 /LBP
Kasus ini pada pemeriksaan tinja ditemukan kuman gram negative ( leukosit : 20-30 /LBP
Ada 5 subtipe yang menimbulkan diare akut.E. Coli ini merupakan
penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus dengan frekuensi 20-
30%. Subtipe E. Coli tersebut adalah :
Entero Pathogenic E. Coli (EPEC)
EPEC melekat pada submukosa usus dengan cara khusus.
Perlekatan setempat melekat longgar pada mikrovilli sel epitel
melalui bangunan seperti tali disebut villi pembentuk
berkas,disertai perlekatan pada selepitel melalui kerja gene eae.
Perlekatan menyebabkan kenaikan kadar kalsium intraseluler
dan polimerisasiaktin padat pada sisi perlekatan. Namun belum
ada penjelasan mengapa perubahan sitoskeletal ini
menyebabkan diare.
Entero Toxigenic E. Coli (ETEC)
ETEC merupakan penyebab penting diare cair akut pada anak
dan dewasa di negara berkembang.ETEC tidak masuk ke dalam
mukosa usus namun diare yang terjadi disebabkan karena
toksin.Ada dua jenis toksin ETEC yaitu toksin yang tidak tahan
panas (LT) dan toksin yang tahan panas (ST). Toksin LT sangat
mirip dengan toksin kolera, yakni akan terikat pada ganglioside
GM1 pada dinding sel mukosa usus tapi ikatannya tidak sekuat
toksin kolera. Kemudian setelah terikat akan mengaktifkan
adenylate cyclase dengan cara mirip toksin kolera sehingga
menyebabkan peningkatan sekresi cairan isotonik. Sedangkan
toksin ST menimbulkan aksi yang sangat cepat dan tidak terikat
pada ganglioside dari dinding sel mukosa, ST bekerja dengan
mengaktifkan guanylate cyclase dan menghasilkan cGMP pada
sel mukosa yang mengakibatkan peningkatan sekresi caitan
isotonik.
Entero Invasive E. Coli (EIEC)
Strain ini menimbulkan diare berdarah karena strain tersebut
dapat menembus sel mukosa usus besar sehingga terjadi
kerusakan dari mukosa usus.Akibatnya terjadi gangguan
absorbsi cairan. Patogenesis EIEC ini hampir sama dengan
Shigella.
Laporan Kasus | 14
Entero Hemorrhagic E. Coli (EHEC)
Dua toksin utama dihasilkan oleh EHEC.Satu identik dengan
shigatoksin, exotoksin Shigella Dysentriae serotipe 1
penghambat sintesis protein (SLT-1/VT-1).Kedua toksin lebih
jauh terkait dengan Shigatoksin (SLT-II/VT-II). Kedua toksin
menghambat sintesis protein dan mengakibatkan kematian sel.
Shigella
Di negara berkembang diperkirakan insidensi shigella sekitar 10% dari
oenyebab diare akut tetapi di Indonesia hanya sekitar 1-2% saja. Ada 4
spesies yang sering menyebabkan diare akut yaitu :
Shigella flexneri
Shigella sonnei
Shigella dysentriae
Shigella boydii
Shigella sp. menimbulkan diareberdarah (dysentriform diarrhea).
Campylobacter yeyuni
Di negara berkembang insidensinya berkisar antara 5-14%, di RSCM
menemukan 5% penyebab diare akut pada tahun 1981. Campylobacter
yeyuni juga menyebabkan diare berdarah (dysentriform diarrhea).
Salmonella sp.
Golongan Salmonella sp. yang menyebabkan diare akut disebut non
Thyphoidal salmonellosis dan paling sering disebabkan oleh
Salmonella paratyphii. Lima persen golongan Salmonella sp. ini
menimbulkan diare berdarah.
Yersinia
Merupakan bakteri penyebab diare akut berdarah atau dysentriform,di
Indonesia belum diketahui frekuensinya karena belum ada penelitian
mengenai hal ini karena susanya media untuk perbenihan.
Vibrio
Vibrio sering menimbulkan kejadian luar biasa diare akut.Ada 2
biotipe yaitu tipe ELTOR dan Classic dengan dua serotipe Ogawa dan
Inaba.Insidensinya berkisar 1-2% dari diare akut.
C. Parasit
Laporan Kasus | 15
Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1%
Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun.
Crytosporidium. Di negara berkembang frekuensinya antara 4-115.
Sering terjadi pada penderita AIDS.
2. Malabsorbsi
Biasanya malabsorbsi karbohidrat disebabkan oleh defisiensi enzim laktase
sehingga terjadi intoleransi laktosa.Malabsorbsi tersebut menyebabkan diare
osmotik karena terjadi peningkatan tekanan osmotik lumen usus sehingga cairan
tertarik dari intraseluler ke lumen usus. Jarang sekali diare akut disebabkan oleh
malabsorbsi lemak atau protein. Malabsorbsi lemak bisa disebabkan karena
lipolisis yang tidak memadai misalnya akibat insufisiensi pankreas, dan juga
disebabkan penurunan garam-garam empedu terkonjugasi.
3. Alergi
Diantaranya yaitu :
Alergi susu
Alergi makanan
CMPSE (cow’s milk protein enteropathy).
4. Keracunan
Makanan yang mengandung zat kimiaberacun
Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin,
misalnya : Clostridium spp,Staphylococcus spp.
5. Imunodefisiensi
Diare sering terjadi pada penderita AIDS.
6. Sebab Lain
Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi, Hisrchrsprung’s disease
dan Shor Bowel Syndrome.
.
Laporan Kasus | 16
D. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).
Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen
usu dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam
lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian
akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg,
Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus
buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan
memberikan dampak yang sama.
Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asamlemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerjadengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein
kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein
sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta
keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke
dalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel
mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal.Penyakit malabropsi
seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
Laporan Kasus | 17
Kasus : pada pemeriksaan hematologi : leukosit = 19.000 dan pemeriksaan tinja pada makroskopik ditemukan leukosit 20-30/LBP dan kuman gram negatif
Kasus : pada pemeriksaan hematologi : leukosit = 19.000 dan pemeriksaan tinja pada makroskopik ditemukan leukosit 20-30/LBP dan kuman gram negatif
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan
enterotoksin E.Coli atau Cholera.Berbdeda dengan negara berkembang di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan
obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan
hormon seperti VIP.Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan
neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas,
hormon sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang.
Diare karena gangguan motilitas usus
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi.Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare.Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan
transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas
usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi
garam empedu dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi.Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi
akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi,
post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.
Diare terkait imunologi
Diare terkait iunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III, dan
IV.Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan.Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan
reaksi tipe IV terdapat pada coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada
reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan
dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang
dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi
reaksi kompleks antigen antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang
Laporan Kasus | 18
mengakibatkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan
Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil
melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini
tidak terdapat peran antibodi.Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen
Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai
sitokin seperti MIF, MAF dan INF-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktivasi
makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang
akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan
air.
Alergi susu sapi
Bahan yang dipergunakan untuk membuat susu formula sebagian besar berasal dari
susu hewani terutama sapi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sekitar 2%-3% anak usia
di bawah 2 tahun mengalami alergi terhadap susu sapi terutama terhadap kandungan
proteinnya.
Protein di susu sapi berada dalam bentuk yang disebut dengan kasein sebanyak 80%
dan whey (20%). Paling sering berperan sebagai elergen (yang menyebabkan elergi) adalah
protein dalam bentuk kasein, alfa laktalbumin, beta laktoglobulin, beta serum albumin, dan
gamma globulin.
Mulai terjadinya alergi susu sapi terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi,
dan akan tampak lebih jelas sewaktu bayi mulai disapih. Gejala klinis yang muncul sangat
bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat, dan mulai munculnya gejala dapat cepat
terlihat setelah beberapa menit meminum atau memakan bahan makanan yang terbuat dari
susu sapi atau setelah beberapa jam kemudian. Gejala klinis yang paling sering muncul
adalah diare yang berkepanjangan, dapat disertai kram, kolik (sakit perut yang periodik) dan
muntah.
Diare alergi susu sapi dapat juga muncul pada bayi-bayi yang meminum ASI yang di
dalam diet ibunya mengandung susu sapi karena alergen protein susu sapi dapat melewati
ASI.
Laporan Kasus | 19
Gejala diare oleh alergi susu sapi harus dibedakan dengan diare yang disebabkan oleh
intoleran susu sapi (tidak diterimanya susu) oleh susu bayi, terutama intoleran terhadap
laktosa, yaitu karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu.
Diare karena intoleran laktosa disebabkan karena kekurangan enzim laktase di dalam
saluran cerna bayi, yang berperan menghidrolisis (mengubah) laktosa yang ada di dalam susu
menjadi glukosa dan galaktosa (gula susu) yang mudah diserap oleh usus bayi.
Kekurangan enzim laktase dapat terjadi primer yaitu dibawa sejak lahir, atau didapat
setelah lahir seperti bayi yang lahir sebelum cukup bulan (prematur), setelah diare mendadak
yang disebabkan infeksi seperti infeksi virus yang menyebabkan rusaknya mukosa
(permukaan usus) yang berperan memproduksi enzim laktase.
Mekanisme diare alergi susu sapi berbeda dengan diare yang disebabkan intoleran
laktosa, bukan karena kekurangan enzim laktase, tetapi terjadi melalui perantaraan reaksi
imunologik tubuh (zat anti dari sistem pertahanan tubuh) terhadap protein susu.
Reaksi ini akan melepaskan bahan-bahan yang disebut dengan mediator (seperti
histamin, prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan gejala klinis tergantung dari organ
tempat terjadinya reaksi tersebut. Bila menyerang saluran cerna, gejala yang paling sering
muncul adalah diare yang bisa terjadi berkepanjangan selama meminum atau memakan
makanan yang berasal dari susu sapi, dapat pula disertai gejala kolik, kran, mual, dan muntah.
Di samping melepaskan bahan-bahan mediator, reaksi imunologik yang terjadi dapat
pula menyebabkan kerusakan (peradangan) pada mukosa usus yang disebut dengan proktitis,
enterokolitis dengan gejala diare yang dapat bercampur darah.
Bila didapatkan gejala-gejala sepeti yang telah dijelaskan dari susu sapi, maka
segeralah berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.
Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah
1. Rusaknya vili-vili disekitar daerah brush border usus halus, yang menyebabkan
malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan osmotik.
Laporan Kasus | 20
2. Kuman yang melepaskan toksin yang berkaitan dengan enterosit reseptor yang
spesifik yang menyebabkan terlepasnya ion klorida ke dalam membran intestinal
sehingga menyebabkan gangguan absorbsi kemudian diare. (Santoso, 2001).
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan
kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang
fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan
dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang.Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri.
E. Manifestasi Klinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian
timbuldiare.Tinja mungkin disertai lendir dan darah.Daerah anus dan sekitarnya timbul
luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi
usus selama diare.Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam
basa dan elektrolit.
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka gejala
dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-
ubun cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini terus
berlanjut maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung
menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak lemah
dan kesadaran menurun, diuresis berkurang.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka pasien akan
Laporan Kasus | 21
tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul).Dehidrasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit.Pada dehidrasi ringan
terjadikehilangan cairan kurang dari 5%,Pada dehidrasi sedang terjadikehilangan cairan
antara 5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan lebih dari 10%.
Derajat Dehidrasi
Gejala &
Tanda
Keadaan
UmumMata
Mulut/
LidahRasa Haus Kulit
Penurunan
BB
Estimasi
def.
cairan
Tanpa
DehidrasiBaik, Sadar Normal Basah
Minum
Normal,
Tidak Haus
Dicubit
kembali
cepat
< 5 50 cc
Dehidrasi
Ringan –
Sedang
Gelisah
RewelCekung Kering
Tampak
Kehausan
Kembali
lambat5 – 10 50–100
Dehidrasi
Berat
Letargik,
Kesadaran
Menurun
Sangat
cekung
dan kering
Sangat
kering
Sulit, tidak
bisa minum
Kembali
sangat
lambat
>10 100 cc
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi
hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema ( 130m – 150 mEg/L ) dan
dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah
tipe iso – natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya
15 % adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia.
Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis metabolik
dengan anion gap yang normal (8-16 mEg/L), biasanya disertai hiperkloremia.Selain
penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah, kenaikan pCO2. Hal ini
akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai
Laporan Kasus | 22
Pada kasus : Keadaan umum rewel , mukosa bibir dan mulut kering , air mata sedikit , tampak kehausan , turgor abdomen kembali agak lambat, hiperperistaltik
Pada kasus : Keadaan umum rewel , mukosa bibir dan mulut kering , air mata sedikit , tampak kehausan , turgor abdomen kembali agak lambat, hiperperistaltik
upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan Kussmaul). Untuk
pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan
meningkatnya produksi asam sehingga menyebabkan turunnya nafsu makan
bayi.Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun
dan akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis.
Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa sehingga pada
keadaan asidosis metabolik dapat terjadi hipokalemia.Kehilangan kalium juga melalui
cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula
menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari
hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot pernapasan.Dapat terjadi
arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan.Disfungsi otot harus
menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang
mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+
mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal
yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering
terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada
tinja.Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia,
Cryptosporidium dan Strongyloides.
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan
adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin seperti Shigella,
Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
Laporan Kasus | 23
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya
adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare
dan pada penderita immunocompromised.
1. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit
(terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotik.
2. Duodenal intubation(biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab
secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan
Giardiasis, Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora.
G. Tata laksana
Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif
diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang
sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya
sebagai baku emas.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.Pemberian secara oral
dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa
nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan
pengeluaran air tinja yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe
vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat
hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka
dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan
hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral
karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan
rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L
Laporan Kasus | 24
dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-60mEq/L. Anak yang
diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai
umur. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO tahun
2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana terapi yakni rencana terapi A untuk
penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi ringan/sedang, terapi C
untuk dehidrasi berat.
Rencana Terapi A
Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-
hari :
< 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB
> 2 tahun : 100-200ml tiap BAB
Beri tablet Zink
Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
Rencana Terapi B
(Dehidrasi Ringan – Sedang)
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena
sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan
1-2 jam pada anak .Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan
sebanyak 5-10 ml/kgbb setiap diare cair.
Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A.
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum
oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena
secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia,
gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam
(Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009)
Laporan Kasus | 25Kasus : BB : 12 kg dan pasien disertai muntah
Kasus : BB : 12 kg dan pasien disertai muntah
Menurut IDAI ststus hidrasi dievaluasi secara berkala.
Berat badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari
Berat badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari
Berat badan > 15 kg : 135 ml/kgbb/hari
Rencana Terapi C
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.
Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut :
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2½ jam
Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg
BB, kemudian evaluasi 30 -60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai
dehidrasi berat. (Depkes RI)
Menurut buku Pelayanan Medis IDAI
- diberikan rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat 100 ml/kgbb dengan cara
pemberian: sama dengan diatas, masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah
mau dan dapat minum, dimulai dengan 5 ml/kgbb selama proses rehidrasi.
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan
kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu
yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya .
Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat
dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar
penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya
bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral
makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
Laporan Kasus | 26
Rencana Terapi C (Dehidrasi berat)
Laporan Kasus | 27
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (WHO, 2006)
Kolera :
Tetrasiklin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)
Eritromisin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)
Laporan Kasus | 28
Shigella :
Ciprofloxasin 15 mg/ kgBB (2 x sehari selama 3 hari)
Amebiasis:
Metronidasol 10mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari / 10 hari pada kasus berat)
Giardiasis :
Metronidasol 5mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari)
Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian infeksi
yang serius.Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh,
yang penting untuk sintesis DNA.Pada sistematik review dari 10 RCT, seng dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%. Sejak
tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak > 6
bulan dengan diare dengan dosis 20 mg/hari selama 10-14 hari dan pada bayi < 6 bulan
dengan dosis 10 mg perhari selama 10-14 hari.
H. Komplikasi
Dehidrasi
Hipoglikemi
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni :
Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal
Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
(Suraatmaja, 2005)
Laporan Kasus | 29
Kasus : diberikan zink 1 x 1Kasus : diberikan zink 1 x 1
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni
pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul.Pernapasan ini
merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan
pH darah. (Suraatmaja, 2005)
Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastik meenggunakan oralitadalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline – 55 dextrose selama 8 jam.Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah
8 jam. Bila normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam
lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan
gunakan 0,18% saline – 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam.Tambahkan
10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat
kencing.Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.Lanjutkan
pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130
mol/L).hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari
hampir semua anak dengan hiponatremia.Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer
Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
Hiperkalemia
Laporan Kasus | 30
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit
dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar
K : jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari
dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak
boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB
x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung.Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan
yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi.Kejang tersebutdapat disebabkan oleh
karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia.
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik.Akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat.Kemudian dapat
mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila
tidak diatasi dengan segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja, 2005)
I. Pencegahan
Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan
meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi,
kebersihan perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja
yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu :
Laporan Kasus | 31
1. Pemberian ASI
2. Perbaikan makanan pendamping ASI
3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum
4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis
6. Pembuangan tinja yang aman
7. Imunisasi campak
Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric,
termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas
panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan
yang terinfeksi. Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan
enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan. (Behrman, 2000)
ANALISA MASALAH
Laporan Kasus | 32
Diagnosa pada kasus ini adalah diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri
karena :
S : Keluhan BAB ± 7x dengan konsistensi cair, berwarna kuning, disertai lendir dan
berampas , dan tidak disertai darah sejak 3 hari SMR
O : Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Keadaan umum: rewel , kesadaran composmentis,
Suhu 38,0 ℃, Pernapasan : 25 x/menit ( reguler ), Nadi 100x/menit ( reguler, kuat angkat )
ubun-ubun sudah menutup , air mata sedikit , mata cekung , mukosa bibir kering dan pada
pemeriksaan abdomen auskultasi hiperperistaltik 17x/menit dan palpasi turgor kulit kembali
agak lambat. Ekstremitas atas dan bawah hangat.
Pemeriksaan penunjang
Laporan Kasus | 33
Berdasarkan teori : Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat
badan)
Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
Keadaan umum gelisah dan cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air
mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
Turgor kembali agak lambat
Akral hangat
Berdasarkan teori : Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat
badan)
Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda
tambahan
Keadaan umum gelisah dan cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air
mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering
Turgor kembali agak lambat
Akral hangat
Berdasarkan teori : diare aku adalah buang air besar pada bayi atau anak
lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu
minggu
Berdasarkan teori : diare aku adalah buang air besar pada bayi atau anak
lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu
minggu
Laporan Kasus | 34
Normal : 1-5 /LBPNormal : 1-5 /LBP
Normal = tidak ditemukan bakteri
Normal = tidak ditemukan bakteri
Berdasarkan teori :
Makroskopik à Tinja yang mengandung darah atau mucus bisa disebabkan
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa.
Mikroskopik à Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri
yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit
yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.
Berdasarkan teori :
Makroskopik à Tinja yang mengandung darah atau mucus bisa disebabkan
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa.
Mikroskopik à Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri
yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit
yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.
Penatalaksanaan
Injeksi
- IVFD KN3B 12 tpm
- Cefriaxone injek 1x500 mg
Oral
- Zink tab 1 x 1
- Vometa syr 3 x 1/2
- Sanmol drop 4 x 1,2 ml
- Injeksi cefriaxone
Ceftriaxone mempunyai spektrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam.
Ceftriaxone efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga
sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri
- Zink
Dapat menurunkan BAB dan volume tinja sehingga dapat menurunkan dehidrasi pada
anak . diberikan selama 10-14 hari meskipun anak sudah tidak mengalami diare.
- Vometa
Sesuai indikasi mual dan muntah dan dyspepsia yang disertai perlambatan
pengosongan lambung
Sediaan sirup 1 mg/ ml 60 mg ( dosis : 3 x sehari 2,5 mg / 10 kgBB )
Laporan Kasus | 35
Sesuai dengan kasus ditemukan bakteri gram negatif dan leukosit 20-30/LBP dalam pemeriksaan tinja
Sesuai dengan kasus ditemukan bakteri gram negatif dan leukosit 20-30/LBP dalam pemeriksaan tinja
Kasus : os mual dan muntah lebih kurang 3x sehari berisi makanan dan air
Kasus : os mual dan muntah lebih kurang 3x sehari berisi makanan dan air
- Sanmol drop
untuk menurunkan demam yang menyertai influenza. SANMOL mengandung Paracetamol
yang bekerja sebagai nalgesik, bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa sakit dan
sebagai antipiretik, diduga bekerja langsung pada pusat penghantar panas di hipotalamus . Tiap 0.6
ml mengandung Paracetamol 60 mg (100 mg/ml). 1 - 2 tahun: 0.6 ml - 1.2 ml, 3 - 4 kali sehari.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Laporan Kasus | 36
1. Corwin AL, Subekti D, Sukri NC, Willy RJ, Master J, Priyanto E, dkk. A large outbreak of
probable rotavirus in nusa tenggara timur, Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2005; 72(4):488-
94
2. Departemen Kesehatan RI. Buku Ajar Diare: Pendidikan medik pemberantasan diare.
Jakarta: Ditjen. PPM dan PLP 1999.
3. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2009. http://www.depkes.
Go.id/downloads/profil_kesehatan_2009/index html). Diakses 1 januari 2011.
4. Depkes. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM & PL. 2005.
5. Hendarwanto. Diare akut karena infeksi, dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA,
dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalan Jilid I. Ed.ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI:1996.hal.451-57.
6. Irwanto. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.
2002. h. 73 – 79.
7. Irianto J, Soesanto S, Supartini, Inswiasri, Irianti S, Anwar A. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian diare pada anak balita. Buletin penelitian kesehatan 1996;
24(2&3):77-96
8. Lung E, acute diarrheal diseasse.in Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,editors. Current
diagnosis and treatment in gastroenterology.2nd edition. Newyork: Lange medical
books,2003.p.131-50.
9. Mannick E, Zhang Z, Udall JN. Immunophysiology and nutrition of the gut.Dalam: Walker
WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics. Edisi ke-3. Hamilton London:
BC Decker Inc; 2003. h.341-57
10. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (diare) akut. Dalam: Suharyono,
Boediarso A, Halimun EM, penyunting. Gastroenterologi anak praktis. Edisi ke-4. Jakarta: FK-
UI; 2003. h.51-76
11. Offit PA. Gastroenteritis virus. Dalam:Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting.
Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi ke-20, volume ke-1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2006. h.719-20
12. Orenstein DM. Diare akut dalam :Behman, Kliegman, Arvin,editor.Nelson.Ilmu Kesehatan
Anak.ed ke-15.Jakarta.EGC.2000.hal.889-92
13. Pusponegoro HD,dkk. Diare akut da;am: Standar pelayanan medis kesehatan anak.ed ke-
1.Jakarta.Badan penerbit IDAI.2004.49-52
14. Pudjiaji AH, Hegar B, Handyastuti S,dkk. Diare akut dalam: Pedoman pelayanan medis IDAI,
jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI:2010. hal.58-61.
Laporan Kasus | 37
15. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi. Dalam: Suharto,Hadi U,
Nasronudin, editor. Seri penyakit triopik infeksi. Perkembangan terkini dalam pengelolaan
beberapa penyakit tropik infeksi.Surabaya:Airlangga University Press.2002.hal.34-40.
Laporan Kasus | 38