95
1 BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya dari bercocok tanam, maka dari itu tidak mengherankan bila hasil bercocok tanamnya beraneka ragam. Salah satunya adalah tanaman jenis umbi-umbian seperti singkong, ketela rambat, kentang dan lain-lain. Tanaman jenis ini (umbi) banyak ditemukan di daerah tropis dan dekat garis katulistiwa seperti Indonesia, karena itu jenis tanaman ini banyak ditemukan diberbagai tempat di Indonesia. Sifat penyesuaiannya yang tinggi terhadap lingkungan tempat hidupnya menyebabkan tanaman ini mampu tumbuh diberbagai tempat, baik subur maupun tandus. Daerah penghasil singkong pada umumnya adalah daerah perbukitan atau pegunungan, karena daerah ini biasanya kurang subur sebagai akibat sulitnya perolehan air, sehingga tidak banyak jenis tanaman yang dapat

LAPORAN MERENCANA MESIN 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

1

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya

dari bercocok tanam, maka dari itu tidak mengherankan bila hasil bercocok

tanamnya beraneka ragam. Salah satunya adalah tanaman jenis umbi-umbian

seperti singkong, ketela rambat, kentang dan lain-lain.

Tanaman jenis ini (umbi) banyak ditemukan di daerah tropis dan dekat

garis katulistiwa seperti Indonesia, karena itu jenis tanaman ini banyak ditemukan

diberbagai tempat di Indonesia. Sifat penyesuaiannya yang tinggi terhadap

lingkungan tempat hidupnya menyebabkan tanaman ini mampu tumbuh

diberbagai tempat, baik subur maupun tandus.

Daerah penghasil singkong pada umumnya adalah daerah perbukitan atau

pegunungan, karena daerah ini biasanya kurang subur sebagai akibat sulitnya

perolehan air, sehingga tidak banyak jenis tanaman yang dapat tumbuh di daerah

ini. Di Yogyakarta tanaman ini banyak ditemukan di daerah Gunung Kidul dan

Kulon Progo. Di Jawa Tengah tanaman ini banyak ditemukan di daerah Wonogiri.

Daerah yang sebagian besar hasil perkebunannya singkong, biasanya

singkong dibuat gaplek. Karena kurangnya pengetahuan petani tentang cara

pendayagunaan singkong, akhirnya ketela dibuat pada kisaran itu saja. Akibatnya

pemanfaatan ketela tidak dapat memberikan hasil yang maksimal.

Page 2: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

2

Untuk memberikan hasil usaha yang maksimal, pendayagunaan singkong

sebaiknya tidak hanya dijadikan gaplek saja tetapi dicoba pendayagunaan lainnya,

salah satunya yaitu pemanfaatan singkong menjadi criping.

1.1. Latar Belakang

Kemajuan zaman yang pesat menuntut kita untuk bekerja lebih efektif dan

efisien dengan mencoba meninggalkan pola kerja lama yang banyak

mengandalkan tenaga manusia dengan mesin.

Termasuk dalam proses pembuatan criping, bila sebelumnya hampir

keseluruhan proses dilakukan dengan tenaga manusia, kini direncanakan mesin

perajang singkong dengan sumber penggerak motor sehingga akan didapatkan

peningkatan hasil produksi dengan cara mempercepat proses perajangan singkong.

Mesin ini juga dirancang untuk mengatasi kekurangan yang ada pada peralatan

sebelumnya, seperti ketebalan perajangan yang tidak teratur dan criping pecah-

pecah. Sebelum direncanakan dan dibuat mesin perajang ini, masih menggunakan

cara sederhana yaitu hanya dengan menggunakan pisau untuk merajang ketela

tersebut. Setelah dengan pisau kemudian coba dikembangkan alat perajang

manual dengan putaran engkol. Dengan melihat dan mengamati alat yang ada

tersebut, kini kami coba merencana dan mengembangkannya lagi agar

produktifitas dapat meningkat dan pekerjaan yang dilakukan dapat lebih efektif

dan efisien.

Page 3: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

3

1.2. Tujuan dan Manfaat

1.2.1. Tujuan

Tujuan perancangan ini dibedakan menjadi dua yaitu tujuan akademis dan

tujuan teknis.

a. Tujuan Akademis

- Memenuhi tugas mata kuliah Elemen Mesin III, Program Studi

Strata I pada Jurusan Teknik Mesin, ISTA, Yogyakarta

- Menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan secara terpadu,

sekaligus mengembangkan kreatifitas dalam mengembangkan

gagasan ilmiah

b. Tujuan Teknis

Tujuan perancangan mesin perajang singkong ini adalah untuk mengubah

pola kerja lama yang pada awalnya banyak menggunakan tenaga manusia,

menjadi pola kerja yang lebih banyak menggunakan mesin.

1.2.2. Manfaat

a. Dihasilkan teknologi tepat guna yang sangat dibutuhkan oleh industri,

terutama industri kecil / rumah tangga

b. Diperoleh prodiktifitas, efektifitas dan efisiensi kerja yang semakin baik

1.3. Batasan Masalah

Bagian-bagian pokok yang direncanakan dalam pembuatan mesin perajang

singkong ini adalah :

Page 4: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

4

1. Piringan dan Pisau Perajang 5. Sabuk

2. Motor Listrik 6. Bantalan

3. Poros 7. Pasak

4. Puli 8. Las

Sementara untuk komponen lain (baut, mur dan lain-lain) dapat digunakan

menurut standar yang ada. Perencanaan mesin perajang singkong ini juga

dilengkapi dengan gambar konstruksi sesuai perhitungan perancangan dan gambar

bagian-bagian untuk data-data diambil dari pengamatan alat yang sudah ada,

survey ke lapangan dan dari pustaka-pustaka.

1.4. Metodologi Penulisan

Untuk merencanakan suatu alat yang dapat berfungsi dengan baik

memerlukan data-data yang cukup, untuk mendapatkan data-data tersebut

dilakukan dengan cara :

1. Studi Pustaka

Mempelajari buku referensi yang berhubungan dengan perencanaan dan

berbagai katalog lainnya.

2. Observasi

Mencari informasi dibeberapa tempat, misalnya bengkel atau pabrik.

3. Konsultasi

Melakukan tukar pikiran dengan pihak-pihak yang berpengalaman dalam

bidang perancangan dan pembuatan, misalnya melakukan bimbingan

dengan dosen pembimbing.

Page 5: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

5

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan dilakukan pada merencana mesin ini

meliputi 5 bab, yaitu terdiri dari :

BAB I Pendahuluan

Pada bab pendahuluan berisi tentang pembahasan latar belakang

masalah, tujuan, batasan masalah, metodologi penulisan dan

sistematika penulisan

BAB II Landasan Teori

Pada bab ini berisi tentang teori dasar perencanaan dan perancangan

mesin. Terutama elemen-elemen mesin yang digunakan pada mesin

perajang singkong.

BAB III Perencanaan dan Perhitungan

Bab ini akan membahas mengenai perencanaan secara umum, langkah-

langkah perencanaan, alternatif pemilihan rancangan, perhitungan dan

gambar kerja.

BAB IV Perawatan dan Perbaikan

Bab empat ini berisi mengenai perawatan dan perbaikan mesin.

BAB V Penutup

Bab ini berisikan ulasan langkah dari apa yang telah dijelaskan dalam

bab sebelumnya yang berisikan kesimpulan dan saran.

Page 6: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Mesin

Mesin perajang singkong ini komponen utamanya terdiri atas piringan dan

pisau perajang, motor, poros, sabuk, bantalan, puli dan pasak. Dalam perencanaan

mesin ini hanya ada satu gerakan yaitu berputar. Dengan memberikan daya input

dari suatu motor maka alat ini akan bekerja sesuai perencanaan. Besarnya

kecepataan piringan tergantung dari besarnya kecepatan input tetapi juga

dipengaruhi oleh keliatan atau kekerasan singkong dan juga ketajaman pisau

perajang. Pisau perajang apabila sudah tumpul bisa dipertajam kembali atau

diganti, karena pisau pengiris dikonstruksi untuk dapat dilepas atau diganti.

2.2. Piringan dan Pisau Perajang

Piringan memiliki fungsi sebagai tempat memasang pisau perajang,

sedangkan pisau perajang berfungsi untuk merajang singkong menjadi ukuran

tipis dengan cara berputar. Pisau ini berjumlah dua buah seperti Gambar 2.1.

pisau perajang

piringan

Gambar 2.1. Piringan dan pisau perajang

Page 7: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

7

2.3. Motor Listrik

Motor ini sebagai tenaga penggerak dari mesin perajang singkong. Sebagai

suatu sistem penggerak menggunakan motor listrik dengan daya dan jumlah

putaran yang sesuai untuk mesin ini.

Jika N adalah daya rata-rata yang diperlukan maka harus dibagi dengan

efisiensi mekanis dari sistem transmisi untuk mendapatkan daya penggerak

mula yang diperlukan.

.......................................................1

Keterangan :

= daya output motor penggerak (kW)

N = daya rata-rata yang diperlukan (kW)

= efisiensi mekanis sistem transmisi

Jika P adalah daya nominal output dari motor penggerak, maka berbagai

macam faktor keamanan diambil dalam perencanaan. Jika faktor koreksi adalah fc

maka daya rencana Pd (kW) adalah :

Pd = fc · P ...................................................2

Keterangan :

Pd = daya rencana (kW)

fc = faktor koreksi

P = daya output motor penggerak (kW)

_________________________1 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 72 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 7

Page 8: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

8

Tabel 2.1. Faktor-faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan, fc

2.4. Poros

Poros merupakan salah satu bagian terpenting dari setiap mesin. Hampir

semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran. Peranan utama

transmisi seperti itu dipegang oleh poros.

Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya

sebagai berikut :

a. Poros Transmisi

Poros transmisi ini mendapat beban puntir murni atau puntir dan lentur.

Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau

sproket rantai, dan lain-lain. Poros transmisi ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Poros transmisi

( Sumber : Niemann, G., 1986 )

b. Spindel

Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin

perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindel seperti

Page 9: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

9

Gambar 2.3. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya

harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

Gambar 2.3. Spindel

( Sumber : Niemann, G., 1986 )

c. Gandar

Poros seperti ini dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana

tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar,

disebut gandar yang ditunjukkan Gambar 2.4. Gandar ini hanya mendapat

beban lentur, kecuali digerakkan oleh penggerak mula dimana akan

mengalami beban puntir juga.

Gambar 2.4. Gandar

( Sumber : Niemann, G., 1986 )

Menurut bentuknya, poros dapat digolongkan atas poros lurus umum,

poros engkol sebagai poros utama dari mesin torak dan lain-lain, poros luwes

Page 10: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

10

untuk transmisi daya kecil agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah dan lain-

lain.

Untuk merencanakan sebuah poros hal yang harus diperhatikan antara lain

kekuatan poros, kekakuan poros, putaran kritis, korosi, dan bahan poros. Poros

untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan

difinis, baja karbon konstruksi mesin (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari

ingot yang dideoksidasi dengan ferrosilikon dan dicor, kadar karbonnya terjamin.

Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan

rantai. Jika daya yang diberikan dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan

dengan 0,735 untuk mendapatkan daya dalam kW. Momen puntir (disebut juga

sebagai momen rencana) adalah T ((kg · mm), maka :

Pd = .........................3

Sehingga,

T = 9,74 × 105 ...................................4

Keterangan :

= putaran poros (rpm)

Pd = daya rencana (kW)

T = momen puntir (kg · mm)

_________________________3 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 74 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 7

Page 11: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

11

Tegangan geser yang diijinkan τa (kg/mm2) untuk pemakaian umum pada

poros dapat diperoleh dengan berbagai cara. τa dihitung atas dasar batas kelelahan

puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-

kira 45% dari kekuatan tarik σB (kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18%

dari kekuatan tarik σB , sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor

keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF

dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa

dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan Sf1. Untuk memasukkan pengaruh-

pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan sebagai Sf2

dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0.

Dari hal-hal di atas maka besarnya τa dapat dihitung dengan :

τa = σB / (Sf1 Sf2) .....................................5

Keterangan :

τa = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

σB = Tegangan tarik maksimum (kg/mm2)

Sf1 = faktor keamanan 1

Sf2 = faktor keamanan 2

Poros tersebut mengalami beban puntir dan lentur sehingga pada

permukaan poros akan terjadi tegangan geser τ (= T/Zp) karena momen puntir T

dan tegangan σ (= M/Z) karena momen lentur.

Pada poros yang pejal dengan penampang bulat, σ = 32 M/πds3 dan τ = 16

T/πds3, sehingga :

_________________________5 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 8

Page 12: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

12

τmax = ........................... 6

Keterangan :

τmax = tegangan geser maksimum (kg/mm2)

= diameter poros (mm)

M = momen lentur (kg · mm)

T = torsi (kg · mm)

Selanjutnya diameter poros ditentukan dengan menganggap bahwa kedua

momen diatas seolah-olah dibebankan pada poros secara terpisah. Dari kedua

hasil perhitungan ini kemudian dipilih harga diameter yang terbesar. Namun

demikian, pemakaian rumus ASME lebih dianjurkan dari pada metode ini.

Maka diameter poros dapat ditentukan menggunakan rumus :

..........7

Keterangan :

= diameter poros (mm)

= tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

= faktor koreksi momen lentur

= faktor koreksi momen puntir

M = momen lentur (kg · mm)

T = torsi (kg · mm)

_________________________6 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 177 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 18

Page 13: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

13

a. Faktor koreksi untuk momen puntir :

1). 1,0 jika beban dikenakan secara halus

2). 1,0-1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan

3). 1,5-3,0 jika terjadi kejutan atau tumbukan besar

b. Faktor koreksi K untuk momen lentur :

1). 1,5 untuk pembebanan momen lentur yang tetap

2). 1,5 dan 2,0 untuk beban tumbukan ringan

3). 2 dan 3 untuk beban dengan tumbukan berat

Besarnya deformasi yang disebakan oleh momen puntir pada poros harus

dibatasi juga. Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja

normal, besarnya defleksi puntiran ( ) dibatasi sampai 0,25 atau 0,3 derajat.

Perhitungan defleksi puntiran dilakukan untuk memeriksa harga yang

diperoleh masih dibawah batas harga yang diperbolehkan untuk pemakaian yang

bersangkutan. Dalam hal baja, harga modulus geser (G) = (8,3 × 10 (kg/mm2).

Defleksi puntiran ( ) :

= 584 ...........................................8

Keterangan :

G = modulus geser (8,3 × 10 kg/mm2)

T = momen puntir (kg · mm)

l = panjang poros (mm)

= diameter poros (mm)

_________________________8 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 18

Page 14: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

14

2.5. Puli dan Sabuk

2.5.1. Puli

Puli pada mesin berfungsi sebagai penerus putaran dan daya dari motor

melalui sabuk ke poros dan sebagai roda gila untuk menyimpan tenaga agar poros

tetap berputar apabila mendapat beban. Konstruksi puli terbuat dari besi tuang

atau baja dan bisa juga dari kayu, tetapi puli kayu sudah tidak banyak digunakan

lagi karena tidak efektif. Untuk konstruksi ringan ditetapkan puli dari aluminium.

Ada beberapa jenis puli diantaranya :

a. Puli datar

Puli datar biasanya dibuat dari besi tuang dan ada juga yang dari baja. Puli

datar ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Puli datar

b. Puli Mahkota

Puli ini lebih efektif dari pada puli datar, karena memiliki sudut ketirusan

yang bermacam-macam dengan batas maksimum 1/8 inchi dalam 1

feetnya. Puli mahkota terlihat pada Gambar 2.6.

Page 15: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

15

Gambar 2.6. Puli mahkota

c. Puli Alur V

Puli jenis alur V ini sering digunakan untuk mesin industri umum karena

murah dan mudah didapat. Puli jenis alur V ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Puli alur V

2.5.2. Sabuk

Transmisi dengan elemen mesin yang luwes dapat digolongkan atas

transmisi sabuk, transmisi rantai dan transmisi kabel atau puli. Transmisi sabuk

dibagi atas tiga kelompok, yaitu :

a. Sabuk Rata

Sabuk ini dipasang pada puli silinder dan meneruskan momen

antara dua poros. Jaraknya dapat mencapai 10 meter dengan perbandingan

Page 16: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

16

putaran 1:1 sampai 6:1. Sabuk rata biasanya digunakan untuk mesin-mesin

penggilingan padi, mesin press, mesin tempa dan lain-lain. Bahan yang

digunakan pada sabuk ini biasanya terbuat dari kulit, kain, plastik atau

campuran antara plastik dan kain. Sabuk rata ditunjukkan pada Gambar

2.8.

Gambar 2.8. Sabuk rata

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

b. Sabuk V

Sabuk ini mempunyai penampang trapesium sama kaki. Sabuk V

dipasang pada puli dengan alur dan meneruskan momen antar dua poros

yang jaraknya dapat mencapai 5 meter dengan perbandingan 1:1 sampai

7:1. Sabuk ini biasanya berbahan karet dan permukaannya diperkuat

dengan pintalan kain, sedang dibagian dalam dari sabuk diberi serat-serat

kain, seperti terlihat pada Gambar 2.9. Daya yang ditransmisikan dapat

mencapai 500 kW.

Gambar 2.9. Sabuk V

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

Page 17: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

17

c. Sabuk Bergigi (Sabuk Gilir)

Sabuk bergigi digerakan dengan sproket pada jarak pusat mencapai

2 meter dan meneruskan putaran secara tepat dengan perbandingan 1:1

sampai 6:1. Sabuk ini digunakan secara luas dalam industri mesin jahit,

komputer, mesin fotokopi dan sebagainya. Sabuk bergigi ditunjukkan pada

Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Sabuk bergigi

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

Sebagian besar transmisi sabuk menggunakan sabuk V karena kemudahan

dalam penanganan dan harganya murah. Pada Gambar 2.11. diberikan berbagai

proporsi penampang sabuk V yang umumnya dipakai.

Gambar 2.11. Penampang transmisi puli dan sabuk V

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

Page 18: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

18

Jarak yang jauh antara dua buah poros sering tidak memungkinkan

transmisi langsung dengan roda gigi. Dengan demikian, cara transmisi putaran

atau daya yang lain dapat diterapkan, dimana sebuah sabuk luwes atau rantai

dibelitkan sekeliling puli atau sproket pada poros.

Transmisi sabuk V hanya dapat menghubungkan poros-poros dengan arah

putaran yang sama. Karena sabuk V biasanya dipakai untuk menurunkan putaran,

maka perbandingan yang dipakai ialah :

; ...........................9

Keterangan :

n1 = putaran puli penggerak (rpm)

n2 = putaran puli yang digerakkan (rpm)

dp = diameter puli penggerak (rpm)

Dp = diameter puli yang digerakkan (rpm)

u = perbandingan putaran

i = perbandingan reduksi

Kecepatan linier sabuk V adalah :

v = ............................................10

Keterangan :

v = kecepatan linier (m/s)

dp = diameter puli (mm)

_________________________9 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 16610 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 166

Page 19: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

19

n1 = putaran puli (rpm)

Dalam pemilihan sabuk V sangat dipengaruhi oleh putaran (n) dan daya

(kW) yang ditransmisikan. Hal ini ditunjukkan oleh diagram pemilihan sabuk

pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Diagram pemilihan sabuk V

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

Panjang sabuk dapat ditentukan dengan rumus L (mm), yaitu :

L = 2C ......11

Keterangan :

Dp = diameter puli besar (mm)

dp = diameter puli kecil (mm)

L = panjang sabuk (mm)

C = jarak sumbu poros (mm)

_________________________11 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 170

Page 20: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

20

Dalam perdagangan terdapat bermacam-macam ukuran sabuk. Namun,

mendapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umumnya

sukar.

Jarak sumbu poros C dapat dinyatakan sebagai :

C = .....................12

dimana,

b = .............................13

Gambar 2.13. Perhitungan panjang sabuk

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

Pada pasangan puli dan sabuk V, terjadi kontak atau persinggungan antara

puli dan sabuk. Persinggungan atau kontak yang terjadi antara puli dan sabuk

membentuk sebuah sudut yang dinamakan sudut kontak θ seperti ditunjukkan

pada Gambar 2.14.

_________________________12 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 17013 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 170

Page 21: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

21

Gambar 2.14. Sudut kontak

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

Adapun rumus persamaan sudut kontak (θ) adalah :

θ = 180o ...........................14

Keterangan :

θ = sudut kontak ( o)

2.6. Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga

putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus, aman dan

panjang umur. Bantalan juga harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta

elemen mesin lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan

baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja secara

semestinya.

_________________________14 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 173

Page 22: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

22

Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Atas Dasar Gerakan Bantalan Terhadap Poros

a. Bantalan Luncur

Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena

permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan

lapisan pelumas. Macam-macam bantalan luncur terlihat pada Gambar

2.15.

Gambar 2.15. Macam-macam bantalan luncur

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

b. Bantalan Gelinding

Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar

dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau

rol jarum dan rol bulat. Macam-macam bantalan gelinding seperti terlihat

pada Gambar 2.16.

Page 23: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

23

Gambar 2.16. Macam-macam bantalan gelinding

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

2. Atas Dasar Arah Beban Terhadap Poros

a. Bantalan Radial

Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.

b. Bantalan Aksial

Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.

c. Bantalan Gelinding Khusus

Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus

sumbu poros.

Page 24: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

24

Suatu beban yang besarnya sedemikian rupa sehingga memberikan umur

yang sama dengan umur yang diberikan oleh beban dan kondisi putaran

sebenarnya disebut beban ekivalen dinamis.

Pr = X V Fr + Y Fa ....................................15

Keterangan :

Pr = beban ekivalen dinamis (kg)

Fr = beban radial (kg)

Fa = beban aksial (kg)

X, V dan Y = faktor-faktor pada bantalan (Tabel 7.8.)

Adapun analisa terhadap bantalan, dilakukan untuk menghitung umur

bantalan berdasar beban yang diterima oleh bantalan. Faktor kecepatan untuk

bantalan peluru dihitung dengan rumus :

.........................................16

Keterangan :

n = kecepatan putar

Faktor umur dihitung menggunakan rumus :

.................................................17

Keterangan :

= faktor kecepatan

P = beban ekivalen dinamis (kg)_________________________15 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 13516 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 13617 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 136

Page 25: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

25

Perhitungan umur bantalan tersebut menggunakan rumus, yaitu :

...............................................18

Keterangan :

= umur bantalan (jam)

= faktor umur

2.7. Pasak Baut

Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sangat penting. Untuk

mencegah kecelakaan atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur sebagai

alat pengikat harus dilakukan dengan seksama untuk mendapatkan ukuran yang

sesuai. Dalam Gambar 2.17. diperlihatkan berbagai jenis baut dan mur.

Pada mesin perajang singkong ini baut berfungsi sebagai :

1. Pengikat pada kedudukan motor penggerak

2. Pengikat cover dan rangka

3. Pengikat bantalan

4. Pengikat puli, piringan dengan poros

_________________________18 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 136

Page 26: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

26

Gambar 2.17. Baut dan mur

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

Pertama-tama akan ditinjau kasus dengan pembebanan aksial murni.

Dalam hal ini, persamaan yang berlaku adalah :

...................................19

Keterangan :

= tegangan tarik dibagian berulir (kg/mm2)

W = beban tarik aksial pada baut (kg)

d1 = diameter inti (mm)

_________________________19 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 296

Page 27: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

27

Pada sekrup atau baut yang mempunyai diameter luar d > 3 (mm),

umumnya besar diameter inti d1 0,8 d, sehingga 0,64. Jika (kg/mm2)

adalah tegangan tarik yang diijinkan, maka ukuran ulir adalah :

d ......................................20

Keterangan :

d = diameter ulir (mm)

W = beban tarik aksial pada baut (kg)

= tegangan tarik yang diijinkan (kg/mm2)

Harga tergantung pada macam bahan yaitu, SS, SC atau SF. Jika difinis

tinggi faktor keamanan dapat diambil sebesar 6-8 dan jika difinis biasa besarnya

antara 8-10. Pada baja liat yang mempunyai kadar karbon 0,2-0,3 %, tegangan

tarik yang diijinkan ( ) adalah 6 kg/mm2 jika difinis tinggi dan 4,8 kg/mm2 jika

difinis biasa.

Dalam profil mur, jika tinggi yang bekerja menahan gaya menyebabkan

terjadi tekanan permukaan seperti dalam Gambar 2.18., maka jumlah ulir z dan

tinggi mur H (mm) dapat dihitung dengan persamaan :

...........................................

.........21

_________________________20 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 296

Page 28: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

28

21 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 297Keterangan :

z = jumlah ulir

p = jarak bagi (mm)

H = tinggi mur (mm), menurut standar = (0,8-1,0)

Keterangan :

(1). ulir dalam

(2).

ulir luar

Gambar 2.18. Tekanan permukaan pada ulir

( Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991 )

2.8. Las

Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah

ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan

dalam keadaan lumer atau cair. Las adalah nama kumpulan sejumlah besar

teknologi untuk memperoleh sambungan mati.

Pengelasan dapat diklasifikasikan dalah tiga kelas utama yaitu :

1. Pengelasan Cair

Page 29: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

29

Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan

sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api

gas yang terbakar.

2. Pengelasan tekan

Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan

dan kemudian ditekan hingga menjadi satu.

3. Pematrian

Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan

menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam hal

ini logam induk tidak ikut mencair.

Page 30: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

30

Gambar 2.19. Metode las

( Sumber : Stolk, Jac dan C. Kros, 1984 )

Las listrik dengan elektroda terbungkus adalah cara pengelasan yang

banyak digunakan saat ini. Dalam pengelasan ini digunakan kawat elektroda

logam yang dibungkus dengan fluks. Dalam Gambar 2.20. dapat dilihat dengan

jelas bahwa busur listrik terbentuk diantara logam induk dan ujung elektroda.

Karena panas dari busur ini maka logam induk dan ujung elektroda tersebut

mencair dan kemudian membeku bersama.

Page 31: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

31

Gambar 2.20. Las busur listrik elektroda terbungkus

( Sumber : Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura, 2004 )

Dalam konstruksi las selalu digunakan logam las yang mempunyai

kekuatan dan keuletan yang lebih baik atau paling tidak sama dengan logam

induk. Dalam hal logam las, sifat ini dipengaruhi oleh keadaan, cara dan prosedur

pengelasan. Selain itu tipe pengelasan juga mempengaruhi kekuatan las yang

dihasilkan.

Secara umum jenis atau tipe lasan yang digunakan pada rangka yang telah

dibuat ada dua macam yaitu las temu (butt weld) dan las sudut (fillet weld).

Kegunaan utama dari las temu adalah untuk menghubungkan struktur yang

mempunyai bidang sama. Karena las temu biasanya dimaksudkan untuk

mentransmisikan beban penuh struktur-struktur yang dihubungkannya, maka las

yang digunakan harus memiliki kekuatan yang sama dengan struktur-struktur

yang dihubungkannya.

Las sudut merupakan jenis las yang banyak digunakan karena

penggunaannya tidak memerlukan persiapan khusus seperti pada las temu. Selain

itu las sudut mudah untuk difabrikasi serta lebih hemat.

Page 32: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

32

Ukuran luas untuk tipe las temu atau las sudut merupakan hasil kali tinggi

leher las (h) dengan panjang kampuh las (l). Pada las temu tinggi leher adalah

sama dengan ketebalan pelat yang akan disambungkan, seperti pada Gambar 2.21.

Sedangkan pada las sudut tinggi leher merupakan jarak nominal terpendek dari

akar ke muka las.

A = h l ...................................................22

Keterangan :

A = luas penampang memanjang dari las (mm2)

h = tinggi leher las (mm)

l = panjang kampuh (mm)

Gambar 2.21. Las temu

( Sumber : Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999 )

_________________________22 Sukrisno, Umar, 1984, hal : 161

Untuk pembebanan tarik ataupun tekan, tegangan normal rata-rata adalah

......................................................23

Keterangan :

= tegangan normal rata-rata yang terjadi pada lasan (kg/mm2)

Page 33: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

33

F = beban (kg)

A = luas penampang memanjang kampuh (mm2)

_________________________23 Sukrisno, Umar, 1984, hal : 161

BAB III

PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

3.1. Cara Kerja Mesin

Page 34: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

34

Putaran dari motor listrik ditransmisikan melalui puli dan sabuk untuk

menggerakkan poros. Poros ditumpu oleh dua buah bantalan agar berputar dengan

stabil. Pada ujung poros terdapat piringan yang telah dipasang pisau. Singkong

yang sudah dikupas kulitnya dimasukkan melalui corong atas, lalu diterima oleh

piringan, sehingga singkong teriris menjadi ukuran yang tipis. Hasil irisan jatuh

melalui celah di depan pisau dan keluar melalui corong bawah.

3.2. Piringan dan Pisau Perajang

Piringan berfungsi sebagai tempat memasang pisau perajang. Piringan ini

direncanakan dibuat dari bahan aluminium dengan ketebalan 15 mm dan

berdiameter 275 mm. Pada piringan dibuat lubang untuk tempat keluaran hasil

pemotongan dan tempat pisau. Piringan diikat pada poros menggunakan pasak

baut.

Untuk pisau dibuatkan tempat dudukan tersendiri yang diikat dengan baut

pada piringan, sehingga dapat diatur tebal tipisnya pengirisan dengan cara menaik

turunkan pisau. Pisau perajang dibuat dari baja dengan ketebalan 1 mm, panjang

75 mm dan lebar 25 mm.

3.3. Motor Listrik

Diagram alir perencanaan daya motor :

Menentukan kapasitas ()

Page 35: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

35

Gambar 3.1. Diagram alir perencanaan daya motor

1) Kapasitas yang direncanakan ( ) : 55 kg/jam

2) Putaran output (putaran piringan) ( ) :

Keterangan :

= putaran output (rpm)

= kapasitas yang direncanakan (kg/menit)

= berat yang terpotong per putaran (kg/put)

Dari hasil percobaan diperoleh massa satu irisan singkong 1,67

gram, dengan ketebalan 1 mm. Sehingga berat singkong per putaran

dengan jumlah pisau 2 buah dan jumlah corong 1 buah adalah:

m = 2 x 1 x 1,67 gram

Mencari putaran output (n2)

Mencari berat total pada piringan () : berat piringan, gaya iris

dan berat beban

Mencari daya untuk menggerakkan piringan (Nprg)

Daya motor (P)

Page 36: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

36

= 3,34 gram/put

= 0,0033 kg/put

Maka, =

=

= 16666,67 put/jam x

= 277,78 put/menit (rpm)

3) Berat total pada piringan ( ) :

a. Berat piringan (Wprg) : 1,54 kg

b. Gaya iris (Firis) :

Proses percobaan pengirisan singkong yaitu menggunakan pisau.

Singkong diletakkan pada timbangan dan pisau ditekan kemudian pada

skala timbangan tertera gaya untuk mengiris singkong.

Adapun data percobaan pengujian gaya pengirisan singkong adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.1. Data percobaan pengirisan singkong

No Percobaan Gaya (Firis) (kg)

1 I 2,2

2 II 2,1

3 III 2,1

∑ Firis 6,4

Page 37: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

37

Jadi gaya yang dibutuhkan untuk mengiris singkong adalah :

Firis =

= 2,13 kg

c. Berat beban (Wsng) :

Bila berat satu singkong rata-rata 345 gram, direncanakan ada 1 corong

pemasukan dimana berisi 1 singkong. Sehingga total beban yang

diterima piringan adalah :

Wsng = 1 x 1 x 345 gram

= 345 gram

= 0,345 kg

Sehingga, berat total pada piringan ( ) :

= berat piringan (Wprg) + gaya iris (Firis) +

berat beban (Wsng)

= 1,54 kg + 2,13 kg + 0,345 kg

= 4,015 kg

4) Daya untuk menggerakkan piringan (Nprg) :

Keterangan :

= daya untuk menggerakkan piringan (HP)

= berat total pada piringan (kg)

= jari-jari piringan (cm)

Page 38: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

38

= putaran output (rpm)

=

=

= 0,21 HP

Berdasarkan efisiensi mekanis ( ) pada sistem transmisi yaitu transmisi

sabuk V dengan = 90% (Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999,

hal : 348) maka daya output motor penggerak (P) adalah :

P =

=

= 0,23 HP

Jadi, daya motor listrik yang digunakan adalah P = 0,25 HP

Spesifikasi motor listrik yang digunakan:

1. Single Phase AC Motor

2. Voltase 110/220 V, 2,4 A, 50 Hz

3. Daya (P) : 0,25 HP

4. n : 1400 rpm

3.4. Puli dan Sabuk V

Diketahui :

Page 39: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

39

1. Diameter puli penggerak ( ) : 2 inchi = 50,8 mm

2. Putaran poros ( ) : 277,78 rpm

3. Jarak sumbu puli ke (C) : 285 mm

4. Daya motor listrik (P) : 0,25 HP

5. Putaran motor listrik ( ) : 1400 rpm

Perhitungan :

1) Daya yang ditransmisikan P = 0,25 HP = 186,5 Watt

2) Perbandingan putaran yang ditransmisikan :

=

=

= 10,08 inchi atau 256,032 mm

Jadi, diambil diameter puli ( ) : 10 inchi atau 254 mm

3) Penampang sabuk V : tipe A

4) Kecepatan linier sabuk V (v) :

v =

=

= 3,72 m/det

5) Panjang sabuk (L) :

Page 40: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

40

L =

=

= 570 + 478,54 + 36,22

= 1084,76 mm

Panjang nominal sabuk V berdasarkan Tabel 7.6 (Sularso dan

Kiyokatsu Suga, 1991) adalah No. 43, L = 1092

6) Jarak sumbu poros (C) :

b =

=

=

= 1226,93 mm

Sehingga,

C =

=

=

= 288,87 mm

7) Sudut kontak (θ) :

θ = 180o

Page 41: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

41

= 180o

= 180o – 50,61

= 129,39o

8) Tegangan pada sabuk V :

Daya yang ditransmisikan oleh motor (P) = 0,25 HP,

1 HP : 76,06 kg · m/det (Arismunandar, Wiranto, 1988, hal : 5).

P = ...................................................24

F =

= 5,11 kg

_________________________24 Khurmi, R. S., J. K. Gupta, 1982, hal : 669

Tegangan pada sabuk (T) :

F = ..........................................25

2,3 log = ..................................................26

Keterangan :

= koefisien gesek 0,25 (antara karet dan aluminium paduan)

= sudut kontak (rad) = 180o + 2

= ...............................................27

=

Page 42: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

42

= 0,35

= arc sin 0,35

= 20,49o

Maka, = 180o + 2 20,49o

= 220,98o

= 220,98o

= 3,85 rad

_________________________25 Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, hal : 17126 Khurmi, R. S., J. K. Gupta, 1982, hal : 66627 Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999, hal : 335

Tegangan sabuk V adalah :

2,3 log =

log =

log = 0,42

= log-1 0,42

= 2,63

= 2,63

Page 43: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

43

F =

5,11 = 2,63

5,11 = 1,63

= 3,13 kg

= 5,11 + 3,13

= 8,24 kg

Jadi :

= Tegangan sisi kencang pada sabuk = 8,24 kg

= Tegangan sisi kendor pada sabuk = 3,13 kg

3.5. Poros

Poros yang direncanakan ditumpu oleh dua buah bantalan. Panjang poros

direncanakan 455 mm. Bantalan dipasang pada jarak 215 mm dari ujung atas

poros dan 80 mm dari ujung bawah poros.

Diketahui :

1. Bahan poros : S30C

2. Tegangan tarik maksimum ( ) : 48 kg/mm2

3. Putaran poros ( ) : 277,78 rpm

4. Daya rencana ( ) : 0,25 HP

Perhitungan poros :

1) Momen puntir (T) :

Page 44: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

44

1 HP = 0,746 kW (Arismunandar, Wiranto, 1988, hal : 5)

T = 9,74 × 105

= 9,74 × 105

= 653,94 kg · mm

2) Gaya yang bekerja pada poros

P1 = gaya pada puli = T1 + T2

= 8,24 + 3,13 = 11,37 kg

P2 = gaya iris = 2,13 kg

P3 = berat beban + berat piringan + berat poros + berat puli

= 0,345 + 1,54 + 0,5 + 0,95

= 3,34 kg

3) Konstruksi pembebanan pada poros

Gambar 3.2. Konstruksi pembebanan poros

4) Gaya reaksi dan momen pada poros

a. Reaksi vertikal

160 mm 215 mm

A B D

RAy

P2 = 2,13 kg

P3 = 3,34 kg

RAy

RBy

P2 = 2,13 kg

RBz

P3 = 3,34 kg

P1 = 11,37 kg

80 mm160 mm

215 mm

P1z = 11,2 kg9,82o

P1y = 1,94 kg

RAz

HA+B

A

B

D

C

Page 45: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

45

Gambar 3.3. Reaksi vertikal

∑X = 0

HA+B P3 = 0

HA+B = P3

HA+B = 3,34 kg

∑Y = 0

kg

∑MAy = 0

kg

80 mm

RByP1y = 1,94 kg

C

Page 46: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

46

kg

- Momen lentur reaksi vertikal :

MCy = 0

MAy =

=

= kg · mm

MBy =

=

= kg · mm

MDy = 0

b. Reaksi horisontal

Gambar 3.4. Reaksi horisontal

∑Y = 0

80 mm160 mm 215 mm

C A B D

RAzRBz

P1z = 11,2 kg

Page 47: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

47

kg

∑MAz = 0

kg

kg

- Momen lentur reaksi horisontal :

MCz = 0

MAz =

=

= kg · mm

MBz =

=

= 0

MDz = 0

Page 48: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

48

5) Diagram gaya dan momen

a. Diagram gaya dan momen reaksi vertikal

Page 49: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

49

Gambar 3.5. Diagram gaya dan momen reaksi vertikal

b. Diagram gaya dan momen reaksi horisontal

160 mm 215 mm

P2 = 2,13 kg

C A B D

RAy RBy

3,34 kg

( - )

( - )

457,6 kg · mm

155,2 kg · mm

NFD

BMD

P1y = 1,94 kg

HA+B

80 mm

P3 = 3,34 kg

3,34 kg

SFD 1,94 kg

( + )

3,83 kg( - )

2,13 kg( + )

2,13 kg

( + )

Page 50: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

50

Gambar 3.6. Diagram gaya dan momen reaksi horisontal

6) Reaksi bantalan gabungan :

RA =

=

= 17,76 kg

RB =

=

= 8,18 kg

7) Momen lentur gabungan (MR) :

160 mm 215 mm

C A B D

RAz RBz

( - )

896 kg · mm

BMD

80 mm

SFD

11,2 kg

5,6 kg

( - )

( + )

P1z = 11,2 kg

5,6 kg

Page 51: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

51

MR1 =

=

= 909,34 kg · mm

MR2 =

=

= 457,6 kg · mm

8) Dengan bahan poros S30C (kekuatan tarik = 48 kg/mm2), angka-

angka keamanan Sf1 = 6, dan Sf2 = 2.

Maka :

τa = σB / (Sf1 Sf2)

=

= 4 kg/mm2

9) Diameter poros

Diketahui :

- Tegangan geser yang diijinkan (τa) = 4 kg/mm2

- Faktor koreksi momen lentur ( ) = 1,5

- Momen lentur ( ) = 909,34 kg · mm

- Faktor koreksi momen puntir ( ) = 2

- Torsi ( ) = 653,94 kg · mm

Sehingga,

Page 52: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

52

mm

Jadi, diameter poros yang digunakan adalah 15 mm

3.6. Bantalan

Bantalan ini berfungsi untuk tumpuan poros utama agar lebih stabil.

Bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding bola radial alur tunggal.

Berdasarkan Tabel 7.7 (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991), bantalan yang

digunakan adalah tipe 6202 dengan pertimbangan mampu menerima beban

dinamis sebesar 600 kg dan beban statis sebesar 360 kg. Data bantalan gelinding

yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Diameter kecil (d) = 15 mm

b. Diameter besar (D) = 35 mm

c. Kapasitas nominal dinamis spesifik (C) = 600 kg

d. Kapasitas nominal statis spesifik (Co) = 360 kg

Perhitungan :

1) Beban ekivalen dinamis :

Pr = X V Fr + Y Fa

Diketahui :

Page 53: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

53

- X, V, Y = faktor bantalan (Tabel 7.7)

- X = 0,56

- V = 1

- Y = 1,45

- Beban radial (Fr)

= Reaksi bantalan yang terbesar RA = 17,76 kg

- Beban aksial (Fa)

= berat beban + berat piringan + berat poros + berat puli

= 0,345 + 1,54 + 0,5 + 0,95

= 3,34 kg

Maka,

Pr = X V Fr + Y Fa

=

= 14,79 kg

2) Umur nominal bantalan ( )

- Faktor kecepatan (fn)

=

= 0,49

- Faktor umur (fh)

Page 54: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

54

= 0,49

= 19,89

Maka,

= 3934362,34 jam

Jadi, umur pemakaian bantalan adalah 3934362,34 jam.

3.7. Las

Untuk menyambung dua buah benda dengan bahan sama digunakan las.

Pada mesin ini penyambungan pada rangka dilakukan dengan las busur listrik.

Bahan rangka adalah besi siku 40 x 40 x 3 mm.

Diketahui :

- Beban (F) = 16 kg

- Tinggi leher las (h) = 3 mm

- Panjang kampuh (l) = 40 mm

Tegangan normal rata-rata ( ) :

dimana,

Page 55: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

55

A =

A =

A = 120 kg/mm2

Maka,

kg/mm2

Elektroda yang digunakan adalah jenis AWS E6013, tegangan luluh 38,7 kg/mm2

(Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura, 2004, hal : 14). Sehingga

tegangan ijin lasan adalah = 23,22 kg/mm2 (Shigley, Joseph E. dan

Larry D. Mitchell, 1999, hal : 445).

Cek : 0,13 kg/mm2 23,22 kg/mm2

Berdasarkan perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa rangka mesin perajang

singkong adalah aman.

BAB IV

PERAWATAN DAN PERBAIKAN

Page 56: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

56

4.1. Perawatan

Perawatan adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara

teratur untuk mencegah atau mengurangi penyebab terjadinya kerusakan. Usaha

perawatan yang dilakukan secara terencana dan teratur harus dilakuakan pada

suatu kegiatan produksi atau lainnya, sehingga kerugian akibat terhentinya

produksi dapat ditekan seminimal mungkin.

Perawatan yang dilakukan secara periodik perlu diterapkan pada suatu

mesin, sehingga kerusakan-kerusakan dapat diketahui secara dini. Sehubungan

dengan hal itu ada berbagai perawatan yang harus dilakukan, yaitu meliputi :

1. Perawatan Preventif

Perawatan preventif adalah kegiatan yang bersifat pencegahan pada tahap

awal agar kerusakan yang terjadi secara dini dapat dihindari. Yang perlu

dilakuakan terhadap mesin perajang singkong sehubungan dengan perawatan

preventif adalah:

c. Pelumasan

Pelumasan perlu diberikan pada komponen-komponen :

- Bantalan

Komponen ini merupakan salah satu bagian yang terpenting karena

dengan bantalan inilah poros dapat berputar dengan halus dan tidak

menimbulkan suar berisik karena gesekan, sehingga bila bantalan kotor

atau brkarat akan menyebabkan putaran poros tidak lancar dan bila ini

terjadi terus menerus akibatnya akan terjadi kemacetan. Untuk mencegah

Page 57: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

57

terjadinya hal yang tidak diinginkan ini, maka bantalan harus diberikan

pelumasan secara periodik agar tidak terjadi kemacetan dan keawetannya

terjaga.

- Baut dan Mur

Untuk mencegah terjadinya korosi yang dapat mengakibatkan

ketidaklancaran dalam pelepasannya, maka baut dan mur perlu diberi

pelumasan.

d. Pembersihan

Pembersihan dilakukan setiap menggunakn mesin, karena kotoran yang

tertinggal dapat menimbulkan korosi.

e. Tindakan pengamanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

- Setelah mesin digunakan, mesin dibersihkandan sampai kering untuk

menghindari korosi.

- Motor listrik jangan sampai terkena cairan karena dapat menyebabkan

terjadinya hubungan arus pendek yang akan berakhir pada kerusakan.

2. Perawatan Prediktif

Kegiatan ini berupa pemeriksaan yang bersifat dugaan dan dilakukan

secara berkala, sehingga apabila terjadi kerusakan setidaknya telah diketahui

posisinya dan bisa ditentukan pula penaggulangannya.

Komponen yang perlu diperhatikan pada perawatan ini adalah:

Page 58: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

58

- Mur dan baut pada motor

Kekencangan pada baut pengikat pada motor harus diperhatikan karena

dengan adanya getaran mesin saat beroperasi akan menyebabkan baut menjadi

kendor. Baut yang kendor karena getaran yang terus menerus akhirnya akan

terlepas bila tidak segera ditangani.

- Baut pada piringan aluminium

Kekencangan baut pada piringan aluminium juga harus diperhatiakan karena

baut yang kendor akan mengakibatkan berkurangnya daya ikat aluminium

pada poros.

4.2. Perbaikan

Sebenarnya semua alat atau mesin yang digunakan memerlukan perbaikan

jika terjadi kerusakan dan mengganti dengan yang baru jika diperlukan.

Pada mesin perajang singkong ini, aktivitas utama dalam perbaikan akan

dilakukan pada komponen :

1. Motor

Kerusakan pada motor dapat diperbaiki sendiri menurut pengetahuan atau

melalui literatur-literatur yang ada, tetapi jika tidak memungkinkan, maka bisa

dibawa ke reparasi atau ke ahli motor listrik.

2. Bantalan

Bagian ini perlu diganti bila telah mencapai usia nominalnya, biasanya

ditandai dengan terdengarnya bunyi kasar dan getaran pada mesin walaupun

Page 59: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

59

telah dilakukan dengan melepaskan bantalan yang lama dan diganti dengan

yang baru menurut ketentuan dan standar yang ada.

3. Baut dan Mur

Apabila komponen ini rusak atau aus, maka perlu diganti dengan yang baru,

karena kekuatan baut dan mur membuat kedudukan motor, piringan dan puli

menjadi kuat.

4. Pisau Perajang

Pisau perajang dapat tumpul dan berkarat, maka pisau harus diasah, namun

apabila bibir potong telah habis, maka pisau diganti dengan yang baru.

Page 60: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

60

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Perencanaan mesin perajang singkong ini merupakan usaha

pengembangan dari mesin yang sudah ada, tetapi terdapat perubahan pada desain

kontruksinya. Mesin ini diharapkan dapat meningkatkan industri kecil dalam

rangka mengubah nilai jual komoditas singkong (umbi-umbian). Apabila

dimungkinkan mesin ini dapat dikembangkan dan disempurnakan lagi untuk

mendapatkan hasil dan kapasitas yang lebih baik.

Cara yang diterapkan dalam mengoperasikan mesin ini adalah dengan

memasukan singkong melalui corong pemasukan. Selanjutnya motor dihidupkan

sehingga piringan akan berputar dan pisau akan merajang sesuai dengan

kebutuhan yang dikehendaki (tebal atau tipis). Ketika proses perajang dilakukan

maka bagian ujung singkong harus tetap dipegang dan ditahan. Hal ini dilakukan

agar hasil potongan dapat dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Fungsi lain

dari menahan ujung singkong adalah memberi tekanan agar dapat terpotong

dengan baik.

5.2. Saran

Berdasarkan dari hasil pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya

maka ada beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi pihak yang akan

memanfaatkan mesin ini. Saran-saran tersebut antara lain:

Page 61: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

61

- Perawatan mesin harus diperhatikan untuk menunjang hasil produksi dan

memperpanjang umur dari mesin.

- Keselamatan kerja merupakan faktor utama sehingga operator harus

memperhatikan gerakan atau putaran pisau agar tidak terjadi kecelakaan

kerja.

Page 62: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

62

DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar, Wiranto, 1988, Motor Bakar Torak, Penerbit ITB, Bandung.

Khurmi, R. S., J. K. Gupta, 1982, A Text Book of Machine Design, Mc. Graw Hill

Publishing Company Ltd, New Delhi.

Niemann, G., 1986, Elemen Mesin, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sato, G. Takeshi dan N. Sugiarto Hartono, 1992, Menggambar Mesin Menurut

Standar ISO, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999, Perencanaan Teknik Mesin, Jilid

1 dan 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Stolk, Jac dan C. Kros, 1984, Elemen Mesin, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sukrisno, Umar, 1984, Bagian-Bagian Mesin dan Merencana, Penerbit Erlangga,

Jakarta.

Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen

Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura, 2004, Teknologi Pengelasan

Logam, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 63: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

63

LAMPIRAN

Page 64: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

64

Tabel 7.1. Bahan baja karbon dan baja batang yang difinis dingin untuk

poros

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 3

Page 65: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

65

Tabel 7.2. Bahan baja paduan untuk poros

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 3

Page 66: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

66

Tabel 7.3. Ukuran puli V

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 166

Tabel 7.4. Diameter minimum puli yang diijinkan dan dianjurkan (mm)

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 169

Page 67: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

67

Tabel 7.5. Panjang sabuk V standar

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 168

Page 68: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

68

Tabel 7.6. Faktor koreksi Kθ

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 174

Page 69: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

69

Tabel 7.7. Nomor dan ukuran bantalan gelinding

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 143

Page 70: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

70

Tabel 7.8. Faktor V, X, Y dan X0, Y0

Sumber : Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1991, Dasar Perencanaan dan Pemilihan

Elemen Mesin, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal : 135

Tabel 7.9. Sifat minimum logam las

Sumber : Shigley, Joseph E. dan Larry D. Mitchell, 1999, Perencanaan Teknik

Mesin, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal : 444

Page 71: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

71

Page 72: LAPORAN MERENCANA MESIN 3

72