Upload
nisafajar
View
64
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK VIII
“KERACUNAN KARBON MONOKSIDA”
BLOK COMMUNITY HEALTH AND ENVIRONMENT II
Tutor : dr. Busono Boenjamin
Kelompok 8
Gabriella Cereira Angelina G1A012076
Nurul Hidayati G1A012077
Khoirunnisa Fajar Iriani Puarada G1A012078
Dyah Ajeng Permatahani G1A012079
Mas Anto Arif Wibowo G1A012080
Tedi Ismayadi G1A012081
Amalia Nur Hikmawati G1A012082
Ghiyas Ulinnuha G1A012083
Muhammad Fadhil Wasi Pradipta G1A012084
Yona Ajeng Triafatma G1A012085
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
T.A. 2012/2013
1
A. KASUS
Seorang wanita, 30 tahun dirawat di RS karena penurunan kesadaran
dengan muntah-muntah.
Sejak 8 bulan yang lalu, setiap hari pasien mengeluhkan nyeri kepala
yang berdenyut pada kepala sisi kanan dan kiri, kadang disertai dengan perasaan
letih hebat, mual dan muntah.
Selama di RS, penderita tidak didapatkan adanya gejala.
Hasil pemeriksaan neurofisiologik, cardiologik dan neuroimaging dalam
keadaan normal.
Sehari setelah pulang dari RS, penderita kembali dengan keluhan sama.
Penderita tinggal bersama teman perempuannya di rumah kontrakan.
Teman penderita yang tinggal serumah tersebut juga mengeluhkan hal yang sama.
Di rumah mereka memiliki kebiasaan merokok, menyalakan obat nyamuk
bakar di malam hari, dan memasak dengan menggunakan kayu bakar. Keduanya
juga sering membakar sampah di belakang rumah. Pemeriksaan kadar
carboxyhemoglobin pada kedua pasien tersebut adalah 30.4% dan 31,2%.
B. KLARIFIKASI ISTILAH
Pada bahasan kali ini kami menemukan beberapa istilah, yaitu:
a. Mual
b. Muntah
c. Letih
d. Nyeri Kepala
e. Carboxyhemoglobin
Arti dari istilah-istilah tersebut adalah :
1. Mual (Nausea)
Mual adalah rasa ingin muntah atau gejolak dari dalam lambung.
Penyebabnya adalah terganggunya fungsi beberapa organ dalam tubuh,
2
seperti lambung, limpa, usus besar dan hati. Bisa saja hanya satu organ
yang terganggu, tetapi juga bisa bersamaan. Gangguan bisa juga
disebabkan karena angin panas, dingin, maupun lembab selain karena
makanan dan kehamilan (Sukanta, 2012).
2. Muntah
Muntah (vomitus) adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara
aktif akibat adanya kontraksi abdomen, elevasi kardia, disertai relaksasi
sfingter esofagus bagian bawah dan dilatasi esofagus (Despopoulus et al,
2003)
3. Letih
Kelelahan atau keletihan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar
tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan
setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada
kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh.
(Grandjean, 1988)
4. Nyeri Kepala
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai kedaerah belakang
kepala ( daerah oksipital dan sebahagian daerah tengkuk) (Sjahrir, 2008).
Pusing adalah perasaan seolah-olah lingkungan sekeliling kita bergoyang
atau berputar. Hal ini terjadi misalnya pada mabuk kendaraan atau mabuk
laut. Biang keladi pusing adalah terganggunya pusat keseimbangan yang
ada di telinga dalam (koklea). Gangguan tersebut bisa terjadi spontan atau
karena hal lain seperti hipertensi, anemia, atau cedera. Di dalam bahasa
medis, khusus sensasi berputar, baik merasa diri yang berputar maupun
merasa lingkungan yang berputar, disebut dengan vertigo.
5. Carboxyhemoglobin
Carboxyhemoglobin adalah hemoglobin yang bergabung dengan
karbonmonoksida, yang menempati daerah pada molekul hemoglobin
yang normalnya terikat dengan oksigen dan tidak mudah dilepaskan dari
molekul tersebut (Dorland, 2011). Carboxyhemoglobin mengakibatkan
3
penurunan kapasias pengikatan O2 dalam darah dan berfungsi sebagai zat
asfiksia kimia dan racun jaringan (Chadha,1995).
Kadar karboksihemoglobin dalam darah yang masih dapat ditoleransi
adalah sampai 1% COHb pada bukan perokok dan 2-10% COHb pada
perokok (ILO, 1998).
C. BATASAN PERMASALAHAN
1. Apa gejala dan tanda keracunan gas CO?
2. Dari mana sajakah sumber gas CO diperoleh?
3. Bagaimana exposure pathway CO pada manusia?
4. Penatalaksanaan apa yang dapat dilakukan jika terdapat kasus
keracunan gas CO?
4
D. BRAINSTORMING
1. Apa gejala dan tanda keracunan gas CO?
Gejala-gejala yang timbul akibat keracunan CO bergantung pada saturasi
darah oleh CO, berikut tabel antara konsentrasi CO dalam darah dan gejala
gejala yang timbul (Chadha,1995).
Konsentrasi CO dalam darah Gejala
<20% Tidak timbul gejala
20% Nafas sesak
30% Sakit kepala, lesu, nausea, nadi dan pernapasan
meningkat sedikit
30-40% Sakit kepala berat, kebingungan, hilang daya
ingat, lemah, hilang daya koordinasi gerakan.
40-50% Kebingungan makin meningkat, setengah
sadar.
60-70% Tidak sadar, kehilangan daya mengontrol
faeces dan urin.
70-80% Koma, nadi tidak teratur, kematian karena
kegagalan pernapasan
Gejala-gejala umum antara lain (Ferdiaz, 2006):
a. Rileks
b. Halusinasi
c. Pusing
d. Mual dan muntah
e. Pingsan
f. Rasa lelah
g. Berkeringat banyak
h. Pernafasan meningkat
Tipe gejala:
a. Gejala akut (waktu singkat): bibir dan kuku kemerahan, sakit kepala,
pernafasan pendek dan dangkal, pusing, mual dan pingsan.
5
b. Gejala kronik (jangka panjang): berhubungan dengan pekerja tertentu
misalnya pemadam kebakaran yang memiliki faktor resiko penyakit
jantung dan infertilitas.
2. Dari mana sajakah sumber gas CO diperoleh?
Sumber gas CO secara umum terbagi menjadi :
1. Alami,
- Asap dari aktivitas gunung,
- Kebakaran hutan alami,
- Reaksi fotokimia (photochemical) di troposfir,
2. Buatan,
- Asap dari rokok,
- Lampu temple,
- Asap dari tungku pembakaran,
- Obat nyamuk bakar,
- Polusi udara oleh asap industry atau pabrik,
- Asap kendaraan dijalanan,
- Pembakaran sampah
Sumber CO juga dapat dibagi menjadi :
1) Indoor
Contoh: asap rokok, lilin, obat nyamuk, tungku bakar, lampu minyak, hair
spray.
2) Outdoor
Contoh: asap kendaraan bermotor, letusan gunung berapi, kebakaran
hutan, polusi dari pabrik industri. (Boenjamin, 2012)
Selain itu, diklasifikasikan juga sumber CO menurut kadarnya.Karbon
monoksida dapat ditemukan pada lingkungan alamiah dan buatan
(artifisial), berikut sumber-sumber gas karbon monoksida menurut
konsentrasinya dalam ppm (Gosink, 1983):
Konsentrasi Tempat/sumber
6
0.1 ppm kadar latar alami atmosfer – diukur secara MOPITT
0.5 - 5 ppm kadar rata-rata di rumah
5 - 15 ppm kadar dekat kompor gas rumah
100-200 ppm daerah pusat kota
5000 ppm cerobong asap rumah dari pembakaran kayu
7000 ppm gas knalpot mobil yang tidak diencerkan - tanpa
pengubah katalitik
30000 ppm asap rokok yang tidak diencerkan
3. Bagaimana exposure pathway CO pada manusia?
a. Mekanisme masuknya CO kedalam tubuh
Masuknya CO ke dalam tubuh manusia melalui jalur inhalasi
sebagaimana masuknya O2 ke dalam tubuh manusia.Saluran
penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung,
faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus.Di dalam bronkiolus ada
yang disebut membran pernapasan yaitu tempat pertukaran gas antara
udara alveolus dan darah paru.Pada keadaan normal, 97% oksigen
yang diangkut dari paru ke jaringan dibawa dalam campuran kimiawi
dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Hemoglobin ini selain
dapat mengikat O2, dapat mengikat CO. Dan ikatan hemoglobin dan
CO ini pada tempat yang sama dengan ikatan hemoglobin dan O2
tetapi kekuatannya lebih kuat, yaitu sekitar 250-300 kali kekuatan O2
(Price, 2005).
b. Mekanisme penyebaran karbonmonoksida dalam darah
Karbon monoksida adalah sejenis gas yang tidak berwarna dan
tidak berbau yang merupakan hasil daripada pembakaran bahan yang
mengandung karbon seperti arang, gas dan kayu. Ia terdiri dari satu
atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen.
Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen
koordinasi antara atom karbon dan oksigen.Gas karbon monoksida
7
dapat ditemukan di dalam asap pembakaran, asap dari kendaraan dan
juga asap rokok (Tortora dan Derickson, 2006).
Apabila gas karbon dioksida memasuki sirkulasi darah, ia akan
berikatan dengan hemoglobin sama seperti oksigen. Tetapi, ikatan
karbon monoksida terhadap hemoglobin adalah 250 kali lebih kuat
berbanding pengikatan oksigen terhadap hemoglobin (Guyton dan
Hall, 2006). Maka, pada konsentrasi sekecil 0.1% sahaja pun (P co=
0.5mmHg), karbon monoksida akan berikatan dengan separuh
daripada total hemolgobin di dalam darah dan mengurangkan kapasitas
membawa oksigen darah sebesar 50% (Tortora dan Derickson, 2006).
Apabila hal ini berlanjutan, tubuh akan menjalankan
mekanisme kompensasi berupa peningkatan proses erythropoiesis
sebagai usaha untuk meningkatkan kadar penghantaran oksigen ke
jaringan. Maka, kadar hemoglobin akan meningkat dan menjadi lebih
tinggi berbanding pada kondisi normal. Salah satu penyebab terjadinya
hipoksia akibat peningkatan kadar karbon monoksida adalah merokok
(Adamson dan Longo, 2006).
c. Mekanisme kematian karena keracunan CO
Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya
(beracun) maka gas CO dijuluki sebagai “silent killer” (pembunuh
diam-diam). Keberadaan gas CO akan sangat berbahaya jika terhirup
oleh manusia, karena gas itu akan menggantikan posisi oksigen yang
berkaitan dengan haemoglobin dalam darah. Gas CO akan mengalir ke
dalam jantung, otak, serta organ vital. Ikatan antara CO dan
heamoglobin membentuk karboksihaemoglobin yang jauh lebih kuat
200 kali dibandingkan dengan ikatan antara oksigen dan haemoglobin.
Akibatnya sangat fatal. Pertama, oksigen akan kalah bersaing dengan
CO saat berikatan dengan molekul haemoglobin. Ini berarti jantung
akan memompa co ke sluruh bagian jaringan tubuh dan kadar oksigen
dalam darah akan berkurang. Padahal seperti diketahui oksigen sangat
diperlukan oleh sel-sel dan jaringan tubuh untuk melakukan fungsi
8
metabolisme. Kedua, gas CO akan menghambat komplek oksidasi
sitokrom. Hal ini menyebabkan respirasi intraseluler menjadi kurang
efektif.Terakhir, CO dapat berikatan secara langsung dengan sel otot
jantung dan tulang.Efek paling serius adalah terjadi keracunan secara
langsung terhadap sel-sel tersebut, juga menyebabkan gangguan pada
sistem saraf (BPOM, 2004).
d. Efek bagi kesehatan disebabkan karena CO dapat menggeser oxigen
yang terikat pada hemoglobin (Hb) dan mengikat HB menjadi karbon
monoksida hemoglobin (COHb) seperti reaksi berikut ini (Slamet,
1994),
O2Hb + CO –> COHb + O2
Hal ini disebabkan karena afinitas CO terhadap Hb=210 x daripada
afinitas O2 terhadap Hb. Reaksi ini mengakibatkan berkurangnya
kapasitas darah untuk menyalurkan oksigen kepada jaringan-jaringan
tbuh. COHb misal, pada kosentrasi CO sebesar 10 ppm, akan terdapat
2% COHb dalam darah pada keadaan seimbang (Slamet, 1994).
4. Penatalaksanaan apa yang dapat dilakukan jika terdapat kasus
keracunan gas CO?
Bila terjadi keracunan karbon monoksida, maka
untuk pertolongan pertama adalah segera bawa korban ke
tempat yang jauh dari sumber karbon monoksida,
longgarkan pakaian korban supaya mudah bernafas.
Pastikan korban masih bernafas dan segera berikan oksigen
murni. Korban harus istirahat dan usahakan tenang.
Meningkatnya gerakan otot menyebabkan meningkatnya
kebutuhan oksigen, sehingga persediaan oksigen untuk otak
dapat berkurang. Segera bawa ke rumah sakit terdekat.
(Sentra Informasi dan Keracunan Lokal Badan POM)
Penanganan keracunan CO non Farmako dapat melalui beberapa tahap:
9
1) Laboratorium
Penanganan di laboratorium dapat dengan dua cara:
a) Mengukur kadar COHb dalam darah sesegera mungkin untuk dapat
menetapkan diagnosis keracunan gas CO. Contoh atau darah sample
dapat diambil dari darah arteri atau darah vena yang diukur dengan
spektrofotometer (CO-Oximeter) (Wichaksana, 2003)
b) Mengukur kadar COHb udara ekspirasi. Kadar COHb dapat diukur
dengan cara kromatografi, dimana udara pernafasan ditampung dalam
kantong dan kadar CO ditentukan dengan detektor perubahan ionisasi
sesudah hidralasi katalik dengan tometane. (Wichaksana, 2003)
c) Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat tekanan oksigen
arteri (PaO2) harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat
menggambarkan derajat keracunan CO atau terjadinya hipoksia seluler.
Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung, tidak melaui
PaO2 yang sering dilakukan dengan analisa gas darah. PaO2
menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh
hemoglobin yang mengikat CO.
2) Pemeriksaan imaging
X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada
kasus-kasus keracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan.
Hasil pemeriksaan xfoto thorax biasanya dalam batas normal. Adanya
gambaran ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan intra
alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih jelek.(1,4)
CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus
keracunan berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang
tidak pulih dengan cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas
rendah pada basal ganglia bisa didapatkan dan halo tersebut dapat
memprediksi adanya komplikasi neurologis.
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan
untuk mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI
sering digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT Scan serial
10
diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang menetap. Pernah
dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang
menderita keracunan gas CO.
3) Pemeriksaan lainnya.
Elektrokardiogram. Sinus takikardi adalah ketidaknormalan yang
sering didapatkan. Adanya aritmia mungkin disebabkan oleh hipoksia
iskemia atau infark. Bahkan pasien dengan kadar HbCO rendah dapat
menyebabkan kerusakkan yang serius pada pasien penderita penyakit
kardiovaskuler.
Pulse oximetry. Cutaneus pulse tidak akurat untuk mengukur
saturasi hemoglobin yang dapat naik secara semu karena CO yang
mengikat hemoglobin. Cooximetry (darah arteri) menggunakan tehnik
refraksi 4 panjang gelombang dapat secara akurat mengukur kadarHbCO.
4) Tata Laksana
a) Sesegera mungkin pindahkan dan jauhkan korban dari sumber pajanan
gas CO, kemudian longgarkan pakaian yang dikenakan korban supaya
lebih mudah bernafas (Handayani, 2006).
b) Pemberian oksigen 100% atau oksigen murni denagn masker karet yang
ketat atau endotracheal tube. Pastikan korban harus istirahat, dalam
keadaan hangat, dan tenang (Handayani, 2006).
c) Melakukan terapi hiperbarik, dengan menggunakan oksigen bertekanan
3 atmosfer (Wichaksana, 2003).
5) Penatalaksanaan keracunan CO secara farmakologi
Prinsip pada pengobatan Sakit Kepala karena intoksikasi CO ialah
mengembalikan keadaan agar supply 02 untuk sel-sel jaringan kembali
menjadi normal dan cukup, seperti semula. Tindakan yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Yang penting adalah memindahkan penderita kedalam ruangan dengan
udara segar.
11
b) Tindakan berikut adalah pemberian oksigen,
Terapi Oksigen
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan
utama pemberian O2 adalah
(1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas
Darah,
(2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.
Syarat-syarat pemberian O2meliputi :
(1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol,
(2) Tidak terjadi penumpukan CO2,
(3) mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah,
(4) efisien dan ekonomis,
(5) nyaman untuk pasien.
Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”.Hal
ini penting diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah
mengalami humidfikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2
(Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi,
humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pada pernafasan.
Indikasi Pemberian O2
Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka
adapun indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut :
(1) Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah,
(2) Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan
serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,
(3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha
untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang ad
12
ekuat.
Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2
dindikasikan kepada klien dengan gejala: (1) sianosis, (2) hipovolemi,
(3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7)
selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.
Metode Pemberian O2
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik, yaitu :
(1) Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
udara ruangan.Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung
pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2
sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2
tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya
klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20
kali permenit.
Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula
nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong
rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
(a) Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara
kontinu dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
Keuntungan:
Pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, teknik
memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi
distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran
dengan lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan
13
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
(b) Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2
kontinu dengan aliran 1 sampai 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama
dengan kateter nasal.
Keuntungan:
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2
berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam
kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.
(c) Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt
dengan konsentrasi O2 40 – 60%.
Keuntungan:
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, system humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol.
Kerugian:
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
(d) Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80%
dengan aliran 8 – 12 L/mnt
14
Keuntungan:
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender
Kerugian:
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah
dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
(e) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai
99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur
dengan udara ekspirasi.
Keuntungan:
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
Kerugianz:
Kantong O2 bisa terlipat.
(2) Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat
menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun
contoh teknik system aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari
tabung akan menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk
mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya
udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak.
Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 –
55%.
Keuntungan:
15
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat
dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan
kelembaban gas dapat dikontrl serta tidak terjadi penumpukan CO2
Kerugian:
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka
yang lain pada aliran rendah.
c) Selain ini hendaknya juga dilakukan usaha yang bersifat supportif yaitu
penderita diusahakan agar selalu panas dengan menggunakan selimut
dan sebagainya. Agar sama sekali tidak melakukan gerakan/aktifitas
fisik, supaya ke butuhan oksigen oleh jaringan jadi seminimal mungkin.
d) Pemberian obat simptomatis sebagai pereda nyeri kepala(acethaminofen
atau aspirin).
Selain hal tersebut di atas, penatalaksanaan pasien yang mengalami
keracunan CO menurut (Chadha,1995):
1. Pindahkan pasien dari lingkungan yang mengandung CO
2. Berikan bantuan dan masker oksigen
3. Tekanan darah harus ditingkatkan dengan injeksi adrenalin bila denyut
nadi <60/menit dan kualitas denyut nadi lemah.
4. Suhu tubuh pasien harus dijaga agar tetap hangat
5. Antibiotik profilaksis harus diberikan.
16
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. “Keracunan Karbon Monoksida.” Available at :
http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunKarMon.pdf
(diakses pada tanggal 28 Mei 2013)
Chadha, P. V. 1995. Catatan Kuliah : Ilmu Forensik dan Toksikologi edisi V.
Jakarta : Widya Medika
Despopoulos & Silbernagl. 2003. Color Atlas of Physiology. Chapter 9.
Philadelphia: Elsevier.
Dorland, W. A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran DORLAND edisi 28.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ferdiaz, Srikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius
Gosink, T (1983). "What Do Carbon Monoxide Levels Mean?". Alaska Science
Forum. Geophysical Institute, University of Alaska Fairbanks.
International Labour Office. 1998. J.M. Stellman. ed. Encyclopedia of
Occupational Health and Safety. 4th ed. Geneva: International Labour
Office.
Jaouen, G., Ed. (2006). Bioorganometallics: Biomolecules, Labeling, Medicine.
Weinheim: Wiley-VCH. ISBN 3-527-30990-X.
Soekamto, Tomie Hermawan. 2012. Intoksikasi Karbon Monoksida. Available at :
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/CO%20Intoxication.pdf (diakses tanggal
29 Mei 2013)
Sukanta, Putu Oka. 2012. Akupresur Dan Minuman Untuk Mengatasi Gangguan
Pencernaan. Available at : http://books.google.co.id/books?
id=9NViPwkpBxQC&pg=PA51&dq=mual+adalah&hl=en&sa=X&ei=91
K-T6iLFMPYrQej7JWnDQ&redir_esc=y#v=onepage&q=mual
%20adalah&f=fals e (diakses pada tanggal 27 mei 2013)
17