33
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETIK KETOASEDOSIS (DKA) / KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD) PADA ANAK A. Pengertian Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik adalah suatu gangguan metabolik karena adanya keton yang diproduksi secara berlebihan dan mengancam kehidupan yang ditandai dengan hiperglikemia, asidosis metabolik, dehidrasi dan perubahan tingkat kesadaran (Suriadi 2006). Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Hal ini akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal disertai penurunan penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. B. Epidemiologi dan Faktor Risiko Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah. Frekuensi 1

LAPORAN PENDAHULUAN kad

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN kad

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETIK KETOASEDOSIS (DKA) / KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)

PADA ANAK

A. Pengertian

Ketoasidosis Diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat

mengancam jiwa bila tidak ditangani secara tepat.

Ketoasidosis diabetik adalah suatu gangguan metabolik karena adanya keton yang

diproduksi secara berlebihan dan mengancam kehidupan yang ditandai dengan hiperglikemia,

asidosis metabolik, dehidrasi dan perubahan tingkat kesadaran (Suriadi 2006).

Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang

terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan

growth hormone. Hal ini akan memicu peningkatan produksi glukosa oleh hepar dan ginjal

disertai penurunan penggunaan glukosa perifer, sehingga mengakibatkan keadaan

hiperglikemia dan hiperosmolar. Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton akan

menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan

menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.

B. Epidemiologi dan Faktor Risiko

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan

bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah.

Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka

kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti,

yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.

Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4 tahun),

memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status sosial

ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik atipik,

diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada

individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.

Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak

dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak

perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan

makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah

1

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN kad

asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu

terjadinya KAD.

Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami episode

KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau pemberian

yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu 0,15% di Amerika

Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik yang kurang

memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin meninggal

sebelum mendapatkan terapi.

Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi edema

serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%, Kanada

0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami morbiditas

yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami peningkatan

morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema serebri.

Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD

mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan saraf pusat, hematom,

trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem pulmonar, RDS, dan emfisema. Beberapa

sekuele lanjut yang berkaitan dengan edema serebri dan komplikasi SSP mencakup insufisiensi

hipotalamopituitary, defisiensi growth hormone, dan defisiensi thyroid-stimulating hormone.

C. Etiologi

Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah menghentikan atau mengurangi

dosis insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat

disebabkan oleh :

- Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.

- Keadaan sakit atau infeksi.

- Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

D. Patofisiologi

Interaksi berbagai faktor penyebab defisiensi insulin merupakan kejadian awal sebagai

lanjutan dari kegagalan sel secara progresif. Keadaan tersebut dapat berupa penurunan kadar

atau penurunan efektivitas kerja insulin akibat stres fisiologik seperti sepsis dan peningkatan

kadar hormon yang kerjanya berlawanan dengan insulin. Secara bersamaan, perubahan

keseimbangan hormonal tersebut akan meningkatkan produksi glukosa, baik dari glikogenolisis

maupun glukoneogenesis, sementara penggunaan glukosa menurun. Secara langsung, keadaan

ini akan menyebabkan hiperglikemia (kadar glukosa > 11 mmol/L atau > 200 mg/dL), diuresis

2

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN kad

osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan

hiperosmolaritas.

Secara bersamaan, lipolisis akan meningkatkan kadar asam lemak bebas, oksidasi akan turut

memfasilitasi glukoneogenesis dan membentuk asam asetoasetat dan hidroksibutirat (keton)

secara berlebihan, sehingga menyebabkan terjadinya asidosis metabolik (pH < 7,3). Keadaan

ini juga diperparah oleh semakin meningkatnya asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang

buruk. Dehidrasi yang berlangsung progresif, hiperosmolar, asidosis, dan gangguan elektrolit

akan semakin memperberat ketidak-seimbangan hormonal dan menyebabkan keadaan ini

berlanjut membentuk semacam siklus. Akibatnya, dekompensasi metabolik akan berjalan

progresif. Manifestasi klinis berupa poliuria, polidipsia, dehidrasi, respirasi yang panjang dan

dalam, akan menurunkan nilai pCO2 dan buffer asidosis, menyebabkan keadaan berlanjut

menjadi koma. Derajat keparahan KAD lebih terkait dengan derajat asidosis yang terjadi:

ringan (pH 7,2 – 7,3), moderat (pH 7,1 – 7,2), dan berat (pH < 7,1).7

Meskipun dapat terjadi penurunan kadar kalium, adanya hiperkalemia biasanya didapatkan

pada pasien dengan KAD yang mendapat resusitasi cairan. Hiperkalemia serum terjadi akibat

pergeseran distribusi ion kalium dari intrasel ke ekstrasel karena adanya asidosis akibat

defisiensi insulin dan penurunan sekresi tubular renal. Terjadinya penurunan kadar fosfat dan

magnesium serum juga akibat pergeseran ion. Hiponatremia terjadi akibat efek dilusi akibat

osmolaritas serum yang tinggi. Kadar natrium dapat diukur dengan menambahkan kadar

natrium sebanyak 1,6 mEq/L untuk setiap kenaikan kadar glukosa 100 mg/dL. Peningkatan

osmolaritas serum akibat hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan osmolaritas

intraselular di otak. Koreksi hiperglikemia serum yang dilakukan secara cepat dapat

memperlebar gradien osmolaritas serum dan intraserebral. Cairan bebas kemudian akan

memasuki jaringan otak dan menyebabkan edema serebri beserta peningkatan risiko herniasi.

Oleh sebab itu, resusitasi cairan dan koreksi hiperkalemia harus dilakukan secara bertahap

dengan monitoring ketat.

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada

ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari

kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan

keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan

asidosis metabolic.

3

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN kad

E. Pathway

4

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN kad

F. Diagnosis

Didasarkan atas adanya "trias biokimia" yakni : hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis.

Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).

Asidosis, bila pH darah < 7,3.

kadar bikarbonat < 15 mmol/L).

Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :

Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.

Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.

Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

G. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari KAD adalah :

Hiperglikemi

Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan:

- Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)

- Penglihatan yang kabur

- Kelemahan

- Sakit kepala

- Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita

hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada

saat berdiri).

- Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah

dan cepat.

- Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.

- Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna

melawan efek dari pembentukan badan keton.

- Mengantuk (letargi) atau koma.

- Glukosuria berat.

- Asidosis metabolik.

- Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.

- Hipotensi dan syok.

- Koma atau penurunan kesadaran.

5

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN kad

H. Pemeriksaan Laboratoris

1. Gula darah

- Analisis gula darah diperlukan untuk monitoring perubahan kadar gula darah selama

terapi dilakukan, sekurang-kurangnya satu kali setiap pemberian terapi.

- Pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap jam apabila kadar glukosa turun secara

progresif atau bila diberikan infus insulin.

- Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin

memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin

memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada

derajat dehidrasi.

- Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar

glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa

yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak

memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai

400-500 mg/dl.

2. Gas darah

- Pada umumnya, sampel diambil dari darah arteri, namun pengambilan darah dari vena

dan kapiler pada anak dapat dilakukan untuk monitoring asidosis karena lebih mudah

dalam pengambilan dan lebih sedikit menimbulkan trauma pada anak.

- Derajat keparahan ketoasidosis diabetik didefinisikan sebagai berikut: Ringan (pH <

7,30; bikarbonat, 15 mmol/L), moderat (pH < 7,20; bikarbonat < 10 mmol/L) dan

berat (pH < 7,10; bikarbonat < 5,4 mmol/L).

3. Kalium

- Pada pemeriksaan awal, kadar kalium dapat normal atau meningkat, meskipun kadar

kalium total mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat adanya kebocoran kalium

intraselular. Insulin akan memfasilitasi kalium kembali ke intraselular, dan kadar

kalium mungkin menurun secara cepat selama terapi diberikan.

- Pemeriksaan secara berkala setiap 1-2 jam dilakukan bersamaan dengan monitoring

EKG, terutama pada jam-jam pertama terapi.

4. Natrium

- Kadar natrium pada umumnya menurun akibat efek dilusi hiperglikemia

- Kadar natrium yang sebenarnya dapat dikalkulasi dengan menambahkan 1,6 mEq/L

natrium untuk setiap kenaikan 100 mg/dL glukosa (1 mmol/L natrium untuk setiap 3

mmol/L glukosa).

6

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN kad

- Kadar natrium umumnya meningkat selama terapi

- Apabila kadar natrium tidak meningkat selama terapi, kemungkinan berhubungan

dengan peningkatan risiko edema serebri.

5. Ureum dan Kreatinin:

Peningkatan kadar kreatinin seringkali dipengaruhi oleh senyawa keton, sehingga

memberikan kenaikan palsu. Kadar ureum mungkin dapat memberikan ukuran dehidrasi

yang terjadi pada KAD.

6. Kadar keton:

Pengukuran kadar keton kapiler digunakan sebagai tolok ukur ketoasidosis, dimana

nilainya akan selalu meningkat pada KAD (> 2 mmol/L). Terdapat dua pengukuran yang

dilakukan untuk menilai perbaikan KAD, yaitu nilai pH >7,3 dan kadar keton kapiler < 1

mmol/L.

7. Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c):

Peningkatan HbA1c menentukan diagnosis diabetes, terutama pada pasien yang tidak

mendapat penanganan sesuai standar. • Pemeriksaan darah rutin: Peningkatan kadar

leukosit sering ditemukan, meskipun tidak terdapat infeksi.

8. Urinalisis

Pemeriksaan urin dilakukan untuk menilai kadar glukosa dan badan keton per 24 jam,

terutama bila pemeriksaan kadar keton kapiler tidak dilakukan.

9. Insulin

Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada anak dengan KAD rekuren, dimana rendahnya

kadar insulin dapat terkonfirmasi. Perlu diperhatikan adanya senyawa analog insulin yang

dapat memberikan nilai palsu dalam hasil pemeriksaan.

10. Osmolaritas serum

Osmolaritas serum umumnya meningkat.

I. Pada pemeriksaan imaging (radiologis)

- CT scan kepala dilakukan bila terjadi koma atau keadaan yang menuju ke arah koma,

selain sebagai ukuran dalam menangani edema serebri.

- Pemeriksaan radiografi thoraks dilakukan apabila terdapat indikasi klinis.

- EKG cukup berguna untuk menentukan status kalium. Perubahan karakter EKG akan

terjadi apabila status kalium terlalu ekstrem.

Perubahan karakter hipokalemia yang terepresentasi pada EKG, yaitu:

Interval QT memanjang

Depresi segmen ST

7

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Gelombang T mendatar atau difasik

Gelombang U

Interval PR memanjang

Blok SA

Hiperkalemia dapat terjadi akibat overkoreksi kehilangan kalium, dengan perubahan EKG

sebagai berikut:

Kompleks QRS melebar

Gelombang T tinggi

Interval PR memanjang

Gelombang P hilang

Kompleks QRS difasik

Asistole

- Penilaian rutin derajat kesadaran:

Menentukan derajat kesadaran per jam sampai dengan 12 jam, terutama pada anak

yang masih muda dan mengalami diabetes untuk pertama kali. Penilaian menggunakan

GCS direkomendasikan untuk penentuan derajat kesadaran.

Skor maksimum normal GCS adalah 15. Skor 12 atau kurang menunjukkan gangguan

kesadaran yang bermakna. Skor yang terus menurun menunjukkan edema serebri yang

semakin berat.

J. Prosedur yang dilakukan terhadap pasien KAD

- Dilakukan pemasangan kateterisasi intravena yang besar untuk keperluan cairan, infus

insulin, drip, dan lain-lain.

- Kateterisasi arteri dilakukan pada kondisi: status mental yang buruk, adanya tanda syok

berat, dan adanya tanda asidosis berat.

K. Komplikasi

Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:

1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )

Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai

stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya

fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita

nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah.

Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.

2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )

8

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata. Penglihatan

menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan.

3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )

Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres, perasaan

berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati rasa).

4. Kelainan Jantung.

Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis pada

pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung koroner dan

mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa

nyeri. Ini merupakan penyebab kematian mendadak.

5. Hipoglikemia.

Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar glukosa

darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan

kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-

kejang.

6. Hipertensi.

Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal penderita

diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga

lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan

yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah

takanan darah.

L. Penatalaksanaan

Anak dengan ketosis dan hiperglikemia tanpa disertai gejala muntah dan dehidrasi berat

dapat diterapi di rumah atau pusat layanan kesehatan terdekat. Namun, untuk mendapatkan

perawatan yang baik, perlu dilakukan reevaluasi berkala dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan

oleh dokter ahli. Dokter anak yang telah mendapat pelatihan penanganan KAD harus terlibat

langsung. Anak juga dapat dimonitoring dan diterapi sesuai standar baku, serta dilakukan

berbagai pemeriksaan laboratoris secara berkala untuk mengevaluasi sejumlah parameter

biokimia. Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi,

atau penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia

< 5 tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak.

Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan

oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena, tes

glukosa, dan pemeriksaan status mental.

9

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Penanganan pasien anak dengan KAD, antara lain:

- Prinsip utama penanganan KAD sesuai dengan resusitasi emergensi dasar, yaitu airway,

breathing, dan circulation.

- Sebagai tambahan, pasien dengan KAD harus diberikan diet nothing by mouth,

suplementasi oksigen, dan apabila terjadi kemungkinan infeksi, diberikan antibiotik.

Tujuan utama terapi pada satu jam pertama resusitasi cairan dan pemeriksaan laboratorium

adalah:

- Cairan: pemberian NaCl isotonis bolus, 20 mL/Kg sampai dengan 1 jam atau kurang.

- Glukosa : Tidak diberikan, kecuali bila penurunan glukosa serum mencapai 250 – 300

mg/dL selama rehidrasi.

Tujuan berikutnya dilakukan pada jam-jam selanjutnya setelah hiperglikemia, asidosis dan

ketosis teratasi, yaitu monitoring, pemeriksaan laboratorium ulang, stabilisasi glukosa darah

pada level 150 - 250 mg/dL.

MONITORING

Perlu dilakukan observasi dan pencatatan per jam mengenai keadaan pasien, mencakup

medikasi oral dan intravena, cairan, hasil laboratorium, selama periode penanganan.

Monitoring yang dilakukan harus mencakup:

- Pengukuran nadi, respirasi, dan tekanan darah per jam.

- Pengukuran input dan output cairan setiap jam (atau lebih sering). Apabila terdapat

gangguan derajat kesadaran, maka pemasangan kateterisasi urine perlu dilakukan.

- Pada KAD berat, monitoring EKG akan membantu menggambarkan profil hiperkalemia

atau hipokalemia melalui ekspresi gelombang T.

- Glukosa darah kapiler harus dimonitor per jam (dapat dibandingkan dengan glukosa darah

vena, mengingat metode kapiler dapat menjadi inakurat pada kasus asidosis atau perfusi

perifer yang buruk)

- Tes laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah, dan gas darah harus

diulangi setiap 2 – 4 jam. Pada kasus berat, pemeriksaan elektrolit dilakukan per jam.

Peningkatan leukosit menunjukkan adanya stress fisiologik dan bukan merupakan tanda

infeksi.

- Observasi status neurologik dilakukan per jam atau lebih sering, untuk menentukan adanya

tanda dan gejala edema serebri: Nyeri kepala, detak jantung melambat, muntah berulang,

peningkatan tekanan darah, penurunan saturasi oksigen, perubahan status neurologik

(gelisah, iritable, mengantuk, atau lemah). Pemeriksaan spesifik neurologik dapat

ditemukan kelumpuhan saraf kranialis atau penurunan respons pupil.

10

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN kad

CAIRAN DAN NATRIUM

Osmolalitas cairan yang tinggi di dalam kompartemen ekstraselular akan menyebabkan

pergeseran gradien cairan dari intrasel ke ekstrasel. Beberapa penelitian terhadap pasien dengan

IDDM yang mendapat terapi insulin menunjukkan defisit cairan sebanyak kurang lebih 5L

bersamaan dengan kehilangan 20% garam natrium dan kalium. Pada saat yang sama, cairan

ekstraselular mengalami penyusutan. Keadaan syok dengan kegagalan hemodinamik jarang

terjadi pada KAD. Pengukuran kadar natrium serum bukan merupakan ukuran derajat

penyusutan cairan ekstrasel terkait efek dilusi cairan. Osmolalitas efektif (2[Na+ K+] +

glukosa) pada saat yang sama berkisar antara 300 – 350 mOsm/L. Peningkatan ureum nitrogen

serum dan hematokrit mungkin dapat memprediksi derajat penyusutan cairan ekstraselular.

Onset dehidrasi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus, yang menyebabkan

penurunan regulasi kadar glukosa dan keton yang tinggi di dalam darah. Penelitian pada

manusia menunjukkan bahwa pemberian cairan intravena saja akan menyebabkan penurunan

kadar glukosa darah dalam jumlah yang relatif besar akibat peningkatan laju filtrasi

glomerulus.

Tujuan pemberian cairan dan natrium pada KAD, antara lain:

- Mengembalikan volume sirkulasi efektif.

- Mengganti kehilangan natrium dan cairan intrasel maupun ekstrasel.

- Mengembalikan laju filtrasi glomerulus dengan meningkatkan clearance glukosa dan keton

dari dalam darah.

- Menghindari edema serebri.

Pada penelitian terhadap hewan dan manusia, terlihat bahwa ada kemungkinan terjadi

peningkatan tekanan intrakranial selama pemberian cairan intravena. Pada hewan coba yang

dibuat ke dalam kondisi KAD, tampak bahwa pemberian cairan hipotonik, bila dibandingkan

cairan hipertonik, berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemberian cairan

isotonik atau yang mendekati isotonik dapat segera mengatasi asidosis, bila diberikan sesuai

standar. Namun, penggunaan cairan isotonis 0,9% dalam jumlah besar juga memiliki risiko

lain, yaitu asidosis metabolik hiperkloremik.

Belum terdapat data yang mendukung penggunaan koloid dibandingkan kristaloid dalam

tatalaksana KAD. Juga belum terdapat data mengenai pemberian cairan yang lebih encer dari

larutan NaCl 0,45%. Penggunaan cairan ini, yang mengandung sejumlah besar cairan dan

elektrolit, dapat menyebabkan perubahan osmolaritas dengan cepat dan memicu perpindahan

cairan ke dalam kompartemen intraselular.

11

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Insulin Meskipun rehidrasi saja sudah cukup bermanfaat dalam menurunkan konsentrasi

glukosa darah, pemberian insulin juga tidak kalah penting dalam normalisasi kadar glukosa

darah dan mencegah proses lipolisis dan ketogenesis. Meskipun diberikan dengan dosis dan

cara yang berbeda (subkutan, intramuskular, intravena), telah banyak bukti yang menunjukkan

pemberian insulin intravena dosis rendah merupakan standar terapi efektif. Penelitian

fisiologis menunjukkan bahwa insulin pada dosis 0,1 unit/Kg/jam, yang akan mencapai kadar

insulin plasma 100 – 200 unit/mL dalam 60 menit, cukup efektif. Kadar ini cukup potensial

karena mampu mengimbangi kemungkinan resistensi insulin dan – yang paling penting –

menghambat proses lipolisis dan ketogenesis, menekan produksi glukosa, dan menstimulasi

peningkatan ambilan glukosa di perifer. Pemulihan asidemia bervariasi bergantung normalisasi

kadar glukosa darah.

Adapun pedoman pemberian insulin pada anak dengan KAD, antara lain:

- Insulin tidak diberikan sampai hipokalemia terkoreksi.

- Insulin diberikan 0,1 U/Kg secra bolus intravena, dilanjutkan dengan pemberian 0,1

U/Kg/jam intravena secara konstan melalui jalur infus.

- Untuk memberikan drip insulin, penambahan setiap unit regular insulin setara dengan Kg

berat badan pasien untuk setiap 100 mL salin. Pengaturan kecepatan infus adalah 10

mL/jam, sehingga didapatkan dosis 0,1 U/Kg/jam.

- Untuk menghindari keadaan hipoglikemia, dapat ditambahkan glukosa secara intravena

apabila glukosa plasma menurun hingga 250 – 300 mg/dL.

KALIUM

Pada orang dewasa dengan KAD, terjadi penurunan kalium hingga 3 – 6 mmol/Kg. Namun,

pada anak, data yang ada masih sedikit. Sebagian besar kehilangan kalium dari intrasel adalah

hipertonisitas, defisiensi insulin, dan buffering ion hidrogen di dalam sel. Kadar kalium serum

pada awal kejadian dapat normal, meningkat, atau menurun. Hipokalemia yang terjadi

berkaitan dengan perjalanan penyakit yang lama, sedangkan hiperkalemia terjadi akibat

penurunan fungsi renal. Pemberian insulin dan koreksi asidosis akan memfasilitasi kalium

masuk ke intrasel sehingga kadar dalam serum menurun.

Adapun pedoman pemberian cairan dan kalium pada anak dengan KAD, antara lain:

- Berikan larutan NaCl isotonik atau 0,45% dengan suplementasi kalium.

- Penambahan kalium berupa kalium klorida, kalium fosfat, atau kalium asetat.

- Apabila kadar kalium serum berada pada nilai rendah yang membahayakan,

dipertimbangkan pemberian kalium oral (atau melalui NGT) dalam formulasi cair. Apabila

12

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN kad

koreksi hipokalemia lebih cepat daripada pemberian intravena, kecepatan pemberian harus

dikurangi.

- Apabila kadar kalium serum < 3,5, tambahkan 40 mEq/L kedalam cairan intravena.

- Apabila kadar kalium serum 3,5 – 5,0, tambahkan 30 mEq/L

- Apabila kadar kalium serum 5,0 – 5,5, tambahkan 20 mEq/L

- Apabila kadar kalium serum lebih besar dari 5,5, maka tidak perlu dilakukan penambahan

preparat kalium ke dalam cairan intravena.

- Apabila kadar kalium serum tidak diketahui, evaluasi gambaran EKG untuk menilai profil

hiperkalemia pada EKG.

FOSFAT

Penurunan kadar fosfat intrasel terjadi akibat diuresis osmotik. Pada dewasa, penurunan

berkisar antara 0,5 – 2,5 mmol/Kg, sedangkan pada anak belum ada data yang lengkap.

Penurunan kadar fosfat plasma setelah terapi dimulai akan semakin memburuk dengan

pemberian insulin, karena sejumlah besar fosfat akan masuk ke kompartemen intraselular.

Kadar fosfat plasma yang rendah berhubungan dengan gangguan metabolik dalam skala yang

luas, yaitu penurunan kadar eritrosit 2,3-difosfogliserat dan pengaruhnya terhadap oksigenasi

jaringan. Penurunan kadar fosfat plasma akan terjadi sampai beberapa hari setelah KAD

mengalami resolusi. Namun, beberapa penelitian prospektif menunjukkan tidak adanya

keuntungan klinis yang bermakna pada terapi penggantian fosfat. Meski demikian, dalam

upaya menghindari keadaan hipokalemia berat, kalium fosfat dapat diberikan secara aman yang

dikombinasikan dengan kalium klorida atau asetat untuk menghindari hiperkloremia.

ASIDOSIS

Asidosis yang berat dapat diatasi dengan pemberian cairan dan insulin. Pemberian insulin

akan menghentikan sintesis asam keton dan memungkinkan asam keton dimetabolisme.

Metabolisme keto-anion akan menghasilkan bikarbonat (HCO3-) dan akan mengoreksi

asidemia secara spontan. Selain itu, penanganan hipovolemia akan memperbaiki perfusi

jaringan dan fungsi renal yang menurun, sehingga akan meningkatkan ekskresi asam organik

dan mencegah asidosis laktat.

Pada KAD, terjadi peningkatan anion gap. Anion utama dalam hal ini adalah ?-

hidroksibutirat dan asetoasetat.

Anion gap = [Na+] – [Cl-] + [HCO3-]

Nilai Normal: 12 ± 2 mmol/L

13

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Indikasi pemberian bikarbonat pada KAD masih belum jelas. Beberapa penelitian menelaah

pemberian natrium bikarbonat kepada sejumlah anak dan dewasa, namun tidak menunjukkan

adanya manfaat yang bermakna.

Sebaliknya, terdapat beberapa alasan untuk tidak menggunakan bikarbonat. Hal ini

diperkuat oleh kenyataan bahwa terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP

paradoksikal dan koreksi asidosis yang terlalu cepat dengan bikarbonat akan menghasilkan

keadaan hipokalemia dan meningkatkan penimbunan natrium sehingga terjadi hipertonisitas

serum. Selain itu, terapi alkali dapat meningkatkan produksi badan keton oleh hepar, sehingga

memperlambat pemulihan keadaan ketosis.

Namun, pada pasien tertentu dan pada keadaan tertentu, pemberian terapi alkali justru

memberikan keuntungan, misalnya pada keadaan asidemia sangat berat (pH < 6,9) yang disertai

dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer, maka pemberian terapi alkali

ditujukan untuk menangani gangguan perfusi dan hiperkalemia yang mengancam jiwa.

EDEMA SEREBRI

Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul.

Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol menunjukkan

efek yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru menimbulkan efek

merusak bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus dilakukan sesuai keadaan dan

setiap keterlambatan pemberian akan mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25

– 1,0 g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan

respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif setelah

pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 – 10 mL/Kg selama 30 menit dapat

digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai

kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait

dengan KAD.

M. Pengkajian

1. Pengumpulan data

 Anamnese didapat :

a. Identifikasi klien.

b. Keluhan utama klien

c. Mual muntah

d. Riwayat penyakit sekarang

e. Riwayat penyakit dahulu

14

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN kad

f. Menderita Diabetes Militus

g. Riwayat kesehatan keluarga

h. Riwayat psikososial

2. Pemeriksaan fisik

a. B1 (Breath)

Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung   adanya

infeksi/tidak). Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen Frekuensi

pernapasan meningkat.

b. B2 (Blood)

- Tachicardi

- Disritmia

c. B3 (Bladder) :

Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri

d. B4 (Brain)

Gejala :   Pusing/pening, sakit kepala

Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.

Gangguan penglihatan

Tanda :    Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).

Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang (tahap lanjut dari

DKA)

e. B5 (Bowel)

- Distensi abdomen

- Bising usus menurun

f. B6 (Bone)

Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur.

Gejala :  Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan

Tanda :  Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas

N. Diagnosa keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,

pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,

penurunan masukan oral, status hipermetabolisme

3. Kelelahan berhubungan dengan metabolisme sel menurun

4. Gangguan asam basa berhubungan dengan insufisiensi insulin.

15

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN kad

O. Rencana Keperawatan

1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,

pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual

Kriteria Hasil :

- TTV dalam batas normal:

- Pulse perifer dapat teraba

- Turgor kulit dan capillary refill baik

- Keseimbangan urin output

- Kadar elektrolit normal

Intervensi Rasional

1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual,

muntah dan berkemih berlebihan

2. Monitor vital sign dan perubahan

tekanan darah orthostatik

3. Monitor perubahan respirasi:

kussmaul, bau aceton

4. Observasi kulaitas nafas,

penggunaan otot asesori dan

cyanosis

5. Observasi ouput dan kualitas urin.

1. Membantu memperkirakan

pengurangan volume total. Proses

infeksi yang menyebabkan demam

dan status hipermetabolik

meningkatkan pengeluaran cairan

insensibel

2. Hypovolemia dapat dimanifestasikan

oleh hipotensi dan takikardia.

Hipovolemia berlebihan dapat

ditunjukkan dengan penurunan TD

lebih dari 10 mmHg dari posisi

berbaring ke duduk atau berdiri.

3. Pelepasan asam karbonat lewat

respirasi menghasilkan alkalosis

respiratorik terkompensasi pada

ketoasidosis. Napas bau aceton

disebabkan pemecahan asam keton

dan akan hilang bila sudah

terkoreksi

4. Peningkatan beban nafas

menunjukkan ketidakmampuan

untuk berkompensasi terhadap

asidosis

5. Menggambarkan kemampuan kerja

16

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN kad

6. Timbang BB

7. Pertahankan cairan jika

diindikasikan

8. Ciptakan lingkungan yang nyaman,

perhatikan perubahan emosional

9. Catat hal yang dilaporkan seperti

mual, nyeri abdomen, muntah dan

distensi lambung

10. Obsevasi adanya perasaan kelelahan

yang meningkat, edema,

peningkatan BB, nadi tidak teratur

dan adanya distensi pada vaskuler

Kolaborasi:

- Pemberian NS dengan atau tanpa

dextrose

- Albumin, plasma, dextran

- Pertahankan kateter terpasang

- Pantau pemeriksaan lab :

Hematokrit

BUN/Kreatinin

Osmolalitas darah

ginjal dan keefektifan terapi

6. Menunjukkan status cairan dan

keadekuatan rehidrasi

7. Mempertahankan hidrasi dan

sirkulasi volume

8. Mengurangi peningkatan suhu yang

menyebabkan pengurangan cairan,

perubahan emosional menunjukkan

penurunan perfusi cerebral dan

hipoksia

9. Kekurangan cairan dan elektrolit

mengubah motilitas lambung, sering

menimbulkan muntah  dan potensial

menimbulkan kekurangan cairan &

elektrolit

10. Pemberian cairan untuk perbaikan

yang cepat mungkin sangat

berpotensi menimbulkan beban

cairan dan GJK

- Pemberian tergantung derajat

kekurangan cairan dan respons

pasien secara individual

- Plasma ekspander dibutuhkan saat

kondisi mengancam kehidupan atau

TD sulit kembali normal

- Memudahkan pengukuran haluaran

urin

Mengkaji tingkat hidrasi akibat

hemokonsentrasi

Peningkatan nilai mencerminkan

kerusakan sel karena dehidrasi atau

awitan kegagalan ginjal

Meningkat pada hiperglikemi dan

17

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Natrium

Kalium

- Berikan Kalium sesuai indikasi

- Berikan bikarbonat jika pH <7

- Pasang NGT dan lakukan

penghisapan sesuai dengan indikasi

dehidrasi

Menurun mencerminkan

perpindahan cairan dari intrasel

(diuresis osmotik), tinggi berarti

kehilangan cairan/dehidrasi berat

atau reabsorpsi natrium dalam

berespons terhadap sekresi

aldosteron

Kalium terjadi pada awal asidosis

dan selanjutnya hilang melalui urine,

kadar absolut dalam tubuh

berkurang. Bila insulin diganti dan

asidosis teratasi kekurangan kalium

terlihat

- Mencegah hipokalemia

- Memperbaiki asidosis pada

hipotensi atau syok

- Mendekompresi lambung dan dapat

menghilangkan muntah

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,

penurunan masukan oral, status hipermetabolisme

Kriteria hasil :

-         Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat

-         Menunjukkan tingkat energi biasanya

-         Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal

Intervensi Rasional

1. Pantau berat badan setiap hari

atau sesuai indikasi

2. Tentukan program diet dan

pola makan pasien dan

bandingkan dengan makanan

yang dihabiskan

3. Auskultasi bising usus, catat

1. Mengkaji pemasukan makanan yang

adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya

2. Mengidentifikasi kekurangan dan

penyimpangan dari kebutuhan terapetik

3. Hiperglikemia dan ggn keseimbangan

18

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN kad

adanya nyeri abdomen/perut

kembung, mual, muntahan

makanan yang belum dicerna,

pertahankan puasa sesuai

indikasi

4. Berikan makanan yang

mengandung nutrien

kemudian upayakan

pemberian yang lebih padat

yang dapat ditoleransi

5. Libatkan keluarga pasien pada

perencanaan sesuai indikasi

6. Observasi tanda hipoglikemia

7. Kolaborasi :

- Pemeriksaan GDA

dengan finger stick

- Pantau pemeriksaan

aseton, pH dan HCO3

- Berikan pengobatan

insulin secara teratur

sesuai indikasi

- Berikan larutan dekstrosa

dan setengah salin normal

cairan dan elektrolit dapat menurunkan

motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus

paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan

intervensi.

4. Pemberian makanan melalui oral lebih baik

jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal

baik

5. Memberikan informasi pada keluarga untuk

memahami kebutuhan nutrisi pasien

6. Hipoglikemia dapat terjadi karena

terjadinya metabolisme karbohidrat yang

berkurang sementara tetap diberikan

insulin , hal ini secara potensial dapat

mengancam kehidupan sehingga harus

dikenali

- Memantau gula darah lebih akurat daripada

reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi

- Memantau efektifitas kerja insulin agar

tetap terkontrol

- Mempermudah transisi pada metabolisme

karbohidrat dan menurunkan insiden

hipoglikemia

- Larutan glukosa setelah insulim dan cairan

membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl.

Dengan mertabolisme karbohidrat

mendekati normal perawatan harus

diberikan untuk menhindari hipoglikemia

3. Kelelahan berhubungan dengan metabolisme sel menurun

19

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Kriteria hasil :

- Mengungkapkan peningkatan energy

- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang

diinginkan

Intervensi Rasional

1. Identifikasi aktifitas yang

menimbulkan kelelahan.

2. Berikan aktifitas alternative dengan

periode istireahat yang cukup/tanpa

diganggu.

3. Pantau nadi frekuensi pernafasan dan

tekanan darah sebelum/sesudah

aktifitas.

4. Diskusikan cara menghemat kalori

selama mandi, berpindah tempat dan

sebagainya.

5. Tingkatkan partisipasi px dalam

melakukan aktifitas sehari – sehari

sesui yang dapat ditoleransi.

1. Dapat memberikan motifasi untuk

meningkatkan aktifitas meskipun px

masih lemah

2. Mencegah kelelahan yang berlebihan

3. Mengindikasikan tingkat aktifitas

yang dapat ditoleransi

4. Pasien akan dapat melakukan lebih

banyak kegiatan dengan penurunan

kebutuhan akan energy pada setiap

kegiatan

5. Meningkatkan kepercayaan/harga diri

yang positif sesuai tingkat aktivitas

yang dapat ditoleransi px

4. Gangguan asam basa berhubungan dengan insufisiensi insulin

20

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN kad

Kriteria hasil:

Klien memperlihatkan balance asam-basa.

Intervensi Rasional

1. Pertahankan pemberian oksigen

2. Monitoring gas darah

3. Observasi adanya tanda

ketoasidosis; mual, muntah,

nyeri abdomen, kemerahan

wajah, nafas bau aseton, nafas

kusmaull

4. Monitoring bising usus tiap 8

jam, bila ada berikan makan

sesuai toleransi

1. Memaksimalkan untuk bernafas

2. Menunjukkan stabilitas/sebagai indikator

pH darah

3. Dengan mengetahui gejala lebih awal bisa

meminimalkan terjadinya ketoasidosis

diabetic

4. Penurunan atau hilangnya bising usus

merupakan indikasi adanya ileus paralitik

yang berarti hilangnya motilitas usus dan

atau ketidakseimbangan elektrolit.

DAFTAR PUSTAKA

Beth, Cecyl & Sowden, Linda. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

NANDA.2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi dan Klasifikasi.

Jakarta: EGC.

Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Suriadi, dkk. Askep Pada Anak Edisi I. 2001. Jakarta : PT Fajar Interpratama.

www.ahmadrahmawan.blogspot.com. Ahmad Rahmawan. Ketoasidosis Diabetik Pada Anak. 16

Januari 2013

21