70
1 PENGELOLAAN HARTA WARIS SECARA BERSAMA DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT SASAK ( Studi di Desa Tanjung Kabupaten Lombok Utara) ABSTRACT This research at aiming to know how the inheritance management that must be done individually based on the share of each heir, to be done collectively in the community of Tanjung Village. In this village, one of the member of family to be appointed to manage their inheritance. Related to the land, this community differentiate its management between compound or house yard are and irrigated rice field (bangket), non irrigated rice field (rau, tegalan), and plantation (kebun). In the case of compound, each family member may build a house to live there. This house shall not be used to business activity. The compound where this house located to be owned collectively. Whereas irrigated rice field (bangket), non irrigated rice field (rau, tegalan), and plantation (kebun) are managed by one of the family member (brother) appointed based on his economic capability, namely by a family member with economically most disadvantage. The share of their member may be done distinctively under the source and the number of the costs in their management. The share accepted by each heirs is a net product of their harvest as rice, various peanut cleared from their rinds. For plantations, their harvests shall be shared in the money after selling them. Beside of maintaining the oneness of inheritance, the management of inheritance collectively to be meant to maintain consensus between heirs. There is a fear if these inheritance to be shared individually, they will be used up, so that the inheritance of their ancestors will be gone. Key word: Inheritance, sharing and management. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris suatu golongan masyarakat sangat dipengaruhi oleh bentuk kekerabatan dari masyarakat itu sendiri, setiap kekerabatan

Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

1

PENGELOLAAN HARTA WARIS SECARA BERSAMA DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT SASAK

( Studi di Desa Tanjung Kabupaten Lombok Utara)

ABSTRACT

This research at aiming to know how the inheritance management that must be done individually based on the share of each heir, to be done collectively in the community of Tanjung Village. In this village, one of the member of family to be appointed to manage their inheritance. Related to the land, this community differentiate its management between compound or house yard are and irrigated rice field (bangket), non irrigated rice field (rau, tegalan), and plantation (kebun). In the case of compound, each family member may build a house to live there. This house shall not be used to business activity. The compound where this house located to be owned collectively. Whereas irrigated rice field (bangket), non irrigated rice field (rau, tegalan), and plantation (kebun) are managed by one of the family member (brother) appointed based on his economic capability, namely by a family member with economically most disadvantage. The share of their member may be done distinctively under the source and the number of the costs in their management. The share accepted by each heirs is a net product of their harvest as rice, various peanut cleared from their rinds. For plantations, their harvests shall be shared in the money after selling them. Beside of maintaining the oneness of inheritance, the management of inheritance collectively to be meant to maintain consensus between heirs. There is a fear if these inheritance to be shared individually, they will be used up, so that the inheritance of their ancestors will be gone.

Key word: Inheritance, sharing and management.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris suatu golongan masyarakat sangat dipengaruhi oleh bentuk kekerabatan

dari masyarakat itu sendiri, setiap kekerabatan atau kekeluargaan memiliki sistem hukum waris

sendiri-sendiri.Secara teoritis sistem kekerabatan di Indonesia dapat dibedakan atas tiga corak,

yaitu sistem patrilineal, sistem matrilineal, dan sistem parental atau bilateral. Sistem keturunan

ini berpengaruh dan sekaligus membedakan masalah hukum kewarisan, disamping itu juga

antara sistem kekerabatan yang satu dengan yang lain dalam hal perkawinan.1

Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan

asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris, serta cara harta warisan

1.Hilman Hadikusuma, 1993, Hukum Waris Adat, Cipta Aditya Bhakti Bandung, hlm. 23.

Page 2: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

2

itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Adapun yang dimaksud

dengan harta warisan adalah harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik harta itu telah

dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi.Termasuk di dalam harta warisan adalah

harta pusaka, harta perkawinan, harta bawaan dan harta depetan.Pewaris adalah orang yang

meneruskan harta peninggalan atau orang yang mempunyai harta warisan.Waris adalah istilah

untuk menunjukkan orang yang mendapatkan harta warisan atau orang yang berhak atas harta

warisan. Cara pengalihan adalah proses penerusan harta warisan dari pewaris kepada waris,

baik sebelum maupun sesudah wafat. Hukum waris adat sebenarnya adalah hukum penerus

harta kekayaan dari suatu generasi kepada keturunannya, seperti yang dikemukakan oleh Ter

Haar:

“Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana dari

abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud

dari generasi pada generasi berikut”.2

Demikian pula pada pendapat Soepomo dalam bukunya yang berjudul Bab-bab tentang

Hukum Adat mendefinisikan hukum waris adat sebagai: …peraturan-peraturan yang mengatur

proses meneruskan serta mengoper barang-barang, harta benda dan barang yang berwujud

dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya.3

Hukum waris adat sangat dipengaruhi oleh prinsip garis keturunan dan bentuk

perkawinan yang dilakukan kedua orang tuanya.Dalam kaitannya dengan prinsip garis

keturunan secara umum terdapat garis keturunan patrilineal, keturunan materilineal dan

parental.Pada masyarakat yang menganut prinsip patrilineal (tetapi ini juga tidak selalu), ahli

warisnya adalah anak laki-laki saja, di Batak, yang merupakan ahli waris itu hanyalah anak laki-

laki saja demikian juga di Bali.Tetapi di Bali selain anak laki-laki (kandung, juga tergolong

sebagai ahli waris adalah anak-laki-laki angkat4.

Di Indonesia terdapat tiga sistem hukum waris  yang masih berlaku sementara, selama

belum lahirnya hukum waris yang baru berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ketiga

macamsistem hukum tersebut, adalah sistem hukum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(Burgerlijk Wetboek), sistem hukum waris adat dan sistem hukum waris Islam. Berdasarkan

ketentuan Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945.

Hukum waris adat masih berlakukan sampai saat ini, melihat dari nilai-nilai yang

terkandung didalamnya setelah menyesuaikan diri dengan perkembangan kehidupan

2. Ter Haar, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat,1990,Terjemahan R. Ng Surbakti Presponoto, Let. N. Voricin Vahveve, Bandung, hlm.47.

3Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hlm. 72.

4. Soerjono Soekanto-Soleman b. Taneko.1981, Hukum Adat Indonesia Penerbit CV. Rajawali, h.288.

Page 3: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

3

masyarakat yang masih komunal. Di Indonesia, masih terdapat beberapa daerah yang masih

kental dengan hukum adatnya, sehingga hukum waris adatnya pun masih kental sebagai cara

memelihara mufakat keluarga.

Walaupun sebenarnya ada sistem hukum lain yang masih berlaku di Indonesia, yaitu

sistem hukum KUHPerdata (BW) dan sistem hukum Islam. Nampaknya sistem hukum

KUHPerdata (BW) dengan lahirnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara materiil

tidak berlaku, karena berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis. Dengan kata lain,

sistem hukum KUHPerdata tidak berlaku apabila ada hukum baru atau undang-undang baru

yang mengatur hal yang sama, undang-undang yang baru tersebut yaitu UU No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan.

Namun sistem hukum KUHPerdata (BW) masih berlaku bagi orangyang menggunakan

sistem hukum BW sebelum lahirnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan

untuk sistem hukum waris Islam, dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan

Agama. Maka orang yang beragama Islam mengajukan persoalan kewarisan ke Pengadilan

Agama, sedangkan untuk orang yang beragama non-Islam dapat mengajukan persoalan

hukumnya ke Pengadilan Negeri . Dengan adanya produk hukum baru yang berbentuk undang-

undang, sangat berpengaruh terhadap ketiga sistem hukum waris yang masih berlaku di

Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya yaitu, “bagaimana ketika seseorang yang beragama Islam yang

berdomisili di daerah yang masih kental sistem hukum waris adatnya, memilih sistem hukum

waris Islam atau sistem hukum waris adat?” apakah alasannya untuk itu menggunakan salah

satu hukum waris yang ada. Disamping itu masih banyak terdapat dimasyarakat yang

beragama Islam mengelola harta warisannya secara bersama maksudnya harta waris

khususnya yang berupa tanah tidak dibagi, tetapi diserahkan pengelolaannya pada salah

seorang dari ahli waris, hal ini dimaksudkan untuk memelihara mufakat diantara saudara-

saudaranya,kemudian hasil dari harta tersebut yang dibagi, pertanyaannya bagaimana

menyangkut pembiayaan pengelolaan dan porsi pembagiannya.

B.Rumusan Masalah

a. Apakah dasar pertimbangan dilakukan pengelolaan harta waris secara bersama?

b. Bagaimanakah pembiayaan dan pembagian hasil pengelolaan harta warisan

dilakukan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Page 4: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

4

a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengetahui kehidupan hukum waris adat sehingga dapat diketahui hukum yang hidup

di masyarakat,

2. mengetahui alasan melakukan pengelolaan harta waris secara bersama.

b. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan bahan pengajaran hukum waris adat di

Fakultas Hukum Universitas Mataram,

2. Penetitian ini bermanfaat untuk mengetahui tebal tipisnya keberlakuan hukum

dimasyarakat.

BAB II.

KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. ATURAN UMUM TENTANG WARISAN

Hukum waris adat menurut Ter Haar, adalah aturan-aturan hukum yang bertalian

dengan proses penerusan, dan peralihan harta kekayaan yang berwujud (materiil) dan tidak

berwujud (inmateriil) dari satu generasi kepada generasi berikutnya5.

Sedangkan menurut Soepomo hukum adat waris adalah memuat peraturan-peraturan

yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan benda

yang tidak berwujud (inmateriil goederen) dari satu angkatan manusia (generati) kepada

turunannya6,

5 Ter-Haar Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat 1987, cetakan ke sembilan, Pradnya Paramita-Jakarta, hal 202

6. Soepomo 1985, Bab-Bab Tentang Hukum Adat Pradnya Paramita-Jakarta, hal 82

Page 5: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

5

Setiapmasyarakat pada umumnya, selalu mengalami perubahan (dinamis) dikarenakan

kebiasaan masyarakat selalu berkembang, tidak seperti hukum yang tertulis yang kadang tidak

sesuai dengan perkembangan zaman masyarakat. Perubahan tersebut akan berpengaruh dan

menimbulkan perubahan hukum secara umum, dan perubahan hukum waris adat secara

khusus. Perubahan tersebut, terutama terlihat pada munculnya harta bersama dan hak mewaris

anak perempuan pada masyarakat patrilineal dan hak mewaris anak-anak kepada harta

suarang Bapaknya padamasyarakat matrilineal, dan juga perkembangan adanya hak mewaris

bagi janda atau duda7.

Maksud dari perubahan di atas adalah sistem pewarisan yang berkaitan dengan sistem

keturunan (sistem kekerabatan atau sistem kemasyarakatan). Sistem pewarisan itu sendiri

dibagi menjadi tiga sistem yaitu :

1. Sistem Patrilineal, Sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan Bapak.

2. Sistem Matrilineal,Sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan ibu.

3. Sistem Parental atau Bilateral, Sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua atau

menurut garis dua sisi bapak dengan ibu.

             Dengan adanya ketiga sistem pewarisan tersebut, maka hukum waris adat tidak bisa

lepas dari corak ketiga sistem keturunan diatas.

Sebelumnya diketahui bahwa, kedudukan ahli waris disaat sebelum Indonesia merdeka

adalah mereka yang memiliki hubungan darah dengan pewaris. Dengan demikian, pengertian

ahli waris sebelum kemerdekaan selalu dikaitkan dengan hubungan darah. Dengan adanya

pendapat tersebut, mengakibatkan janda bukan menjadi ahli waris karena tidak memiliki

hubungan darah dengan suaminya8. Tetapi, setelah dibuatnya keputusan Mahkamah Agung

pada tanggal 23 Oktober 1957 No. 130 K/Sip/1957, Mahkamah Agung menetapkan bahwa

janda dari pewaris beserta anak-anaknya, bersama-sama berhak atas harta warisan almarhum

suaminya9. Tetapi dalam hal ini Mahkamah Agung masih belum menggunakan istilah “ahli

waris” untuk seorang janda, hanya saja disini kita dapat melihat salah satu perkembangan

hukum waris adat khususnya tentang kedudukan seorang janda, yang sebelumnya tidak berhak

mendapatkan harta warisan dikarenakan tidak adanya hubungan darah. Namun, selanjutnya

oleh Mahkamah Agung memberi hak atas harta warisan kepada janda.

Tetapi, untuk harta warisan berupa barang pusaka, menurut putusan ke III dari Raad

Yustisi Jakarta tanggal 17 Mei 1940, yang berhak adalah silsilah ke bawah. Jika pewaris tidak

7.Ibid hal 19

8.Dominikus Rato,2009,Pengantar Hukum Adat,.Laks Bang Pressindo Jogyakarta, hal. 234.

9.Ibid hal 16

Page 6: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

6

memiliki silsilah kebawah (anak) maka harta kembali ke tangan keluarga. Dengan kata lain, istri

dari pewaris tidak berhak atas warisan barang pusaka tersebut10.

Seiring dengan perkembangannya zaman, janda semakin diakui sebagai ahli waris. Ini

berdasarkan keputusan Mahakamah Agung pada tanggal 25 Februari 1958 No. 387

K/Sip/1958, yang berisi bahwa, janda memiliki hak mewarisi separuh harta gono-gini (harta milik

bersama dari suami dan istri yang diperoleh selama perkawinan). Kemudian pada tahun 1960

Mahkamah Agung resmi menetapkan janda sebagai ahli waris dari almarhum suaminya.

Pada dasarnya, saat ini  ada dua sistem hukum waris yang sama-sama berlaku pada

masyarakat yang sama sebagai subjek hukumnya. Kedua sistem hukum waris tersebut antara

lain hukum waris Islam dan hukum waris adat. Kedua sistem hukum waris tersebut saling

mengisi kekosongan hukum kewarisan sesuai hukum adat yang berlaku di lingkungan adat

masyarakat yang bersangkutan. Salah satu contohnya yaitu, dalam hukum waris Islam

mempengaruhi hukum waris adat pada penggunaan istilah hibah untuk menyebut perbuatan

hukum yang bersifat sepihak, yang berarti pemberian kepada orang lain secara cuma-cuma dan

penggunaan kriterium 1/3 harta sebagai batasan harta hibah yang ditoleransikan dalam

kaitannya dengan pembagian warisan yang berbarengan adanya hibah wasiat yang dapat

merugikan para ahli warisnya11. Sedangkan, hukum waris adat sebagai wujud dari kebiasaan

yang hidup di dalam masyarakat, melalui pintu ijtihad diterima sebagai hukum, seperti yang

terdapat di dalam kompilasi hukum Islam.

B.   Pilihan Hukum Dalam Hukum Waris

Di setiap Sistem Hukum waris terdapat perbedaan, seperti halnya sistem

hukum warisKUHPerdata (BW), sistem hukum warisIslam dan sistem hukum waris adat. Ketiga

sistem tersebut terdapat perbedaan. Misalnya seperti, di dalam sistem hukum waris Islam, anak

angkat haram menjadi ahli waris, karena pengangkatan anak angkat adalah semata-mata

karena kepedulian semata. Berbeda dengan sistem hukum waris adat, anak angkat mempunyai

hak waris terhadap harta kekayaan orang tua angkatnya, dengan kata lain bahwa anak angkat

di akui sebagai anak kandung oleh masyarakat adat setempat.Sedangkan dalam sistem hukum

KUHPerdata (BW), anak angkat dapat menjadi ahli waris, tetapi harus mengajukan

permohonan pengangkatan anak terlebih dahulu di persidangan.

10. Fathurrahman, 1981, Ilmu Waris, Penerbit PT. Al. Maarif Bandung,, hal 63

11Primasta, Agus S. Choice Of Law dalam Hukum Kewarisan. Makalah: Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Page 7: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

7

Dengan lahirnya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, orang

yang beragama Islam dapat melakukan pilihan hukum, ketika seseorang di hadapkan antara

memilih sistem hukum waris Islam dan sistem hukum waris adat. Pastilah orang akan memilih

sistem hukum waris yang menguntungkan baginya dan/ atau tidak akan memilih sistem hukum

waris yang merugikan baginya.Parahnya lagi Pengadilan Agama dan pengadilan negeri saling

mengklaim berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutus perkara kewarisan tersebut.

Namun dengan adanya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 diubah dengan Undang-

Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan

Agama diharapkan untuk memangkas “choice of law” dalam Hukum Kewarisan. Dalam

Penjelasan Umum telah dinyatakan “Bahwa Para Pihak sebelum berperkara dapat

mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan,

dinyatakan dihapus”.

Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 oleh Undang-Undang No. 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menimbulkan

efek terkait eksistensi dari Pengadilan Agama dan juga kewenangannya. Sebagaimana di

dalam Pasal 49 menyatakan “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang : Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah dan

Ekonomi Syariah”

Untuk mereka yang beragama Islam dalam sengketa hukum waris, idealnya

menggunakan hukum waris Islam sesuai hukum agamanya. Sedangkan hukum waris KUH

Perdata (BW) dan juga hukum waris adat tidak berlaku dan tidak mengikat baginya.Sedangkan

untuk warga beragama non-Islam, hukum yang digunakan adalah hukum waris KUH Perdata

(BW), ataupun hukum waris adat, sedangkan hukum waris Islam tidak mengikat.

Kemudian yang mempermasalahkan pembagian harta warisan apakah menganut dan

tunduk pada hukum Islam maupun adat atau KUH Perdata, tidak diberikan suatu solusi yang

dapat menengahi persoalan yang telah mengakar meskipun undang-undang menyatakan

pilihan hukum telah dihapus.

Ada beberapa aspek terkait Pilihan Hukum (choice of law) yakni,

1. Pendapat Para Ahli Hukum

Dalam bukunya yang berjudul “Pokok-Pokok Hukum Perdata”, Subekti menyatakan

bahwa, ketentuan pilihan hukum memberikan hak pilihan dalam penyelesaian sengketa

kewarisan.Bahkan dalam sistem hukum barat, para ahli waris diberi hak pula untuk menerima

Page 8: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

8

penuh, menolak, atau menerima dengan bersyarat atas warisan pewaris12. Sedangkan menurut

Sudargo Gautama dalam bukunya “Segi-segi hukum antar tata hukum pada Undang-undang

Peradilan Agama” menyatakan bahwa setiap bidang hukum perdata termasuk kewarisan

bersifat mengatur “regelend” dan tidak bersifat memaksa “dwingen” dan dapat disahkan melalui

persetujuan pihak-pihak yang bersengketa. Hakim tidak berwenang memaksa pilihan hukum

tertentu bagi para pihak.Sehingga dimungkinkan adanya pilihan hukum (choice of law)13

2. Dari segi AsasHukum

a. Hakim tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya.

Bahwa beberapa hakim yang menerima, memeriksa dan memutus sengketa waris

terkadang berlindung pada asas ini, yakni hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan

kepadanya.Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa hakim terkadang mengklaim dirinya

(wilayah kewenangan) berwenang untuk menerima, memeriksa dan memutus suatu sengketa

waris baik yang beragama Islam maupun yang berbeda agama bagi Para Ahli

Warisnya.Sehingga dalam prakteknya ada hakim masih menerima dan memeriksa bahkan

memutus atau mengklaim institusinya berwenang, walau ada Asas Personalitas Persoalannya

adalah,, personalitas ke-Islaman tersebut apakah ahli waris atau pewarisnya.14

b. Asas Personalitas Ke-Islaman.

Berdasarkan Pasal 2 jo. Pasal 49 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama jo. Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 tahun 1989

tentang Peradilan Agama, menetapkan asas dasar atau sentral adalah Personalitas Ke-

Islaman, sehingga hal tersebut membawa konsekuensi hukum, bahwa masalah kewarisan bagi

orang Islam atau setiap orang Islam, bila terjadi sengketa, maka kewenangan mengadili ada

pada Pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri. Jadi berdasarkan Asas ini, tidak ada lagi

pilihan hukum dan telah jelas, bagi yang beragama Islam di Pengadilan Agama dan bagi Non-

Islam di Pengadilan Negeri.Kemudian dalam tataran praktek, masalah personalitas ini masih

menjadi perdebatan, apakah personalitas dari pewaris atau ahli warisnya, disisi lain yang

memiliki harta adalah pewaris, namun yang ditinggalkan/ahli waris yang saling bersengketa.

Sebagai contoh; Pewaris beragama Islam, ahli waris ada tiga anak (satu anak laki-laki

beragama Islam, dua perempuan beragama non-Islam) dimana dua orang anak perempuan

meminta pembagian diselesaiakan di Pengadilan Negeri (karena secara kekeluargaan tidak

ditemui penyelesaian) agar nantinya mendapatkan harta waris dan bagian 1:1, kemudian pihak

laki-laki mengajukan ke PA dengan melihat personalitas dari Pewaris dan tunduk pada hukum

12.Soebekti, Hukum Waris, Liberty-Bundung 1982, h.18

13.Ibid. hal. 5

14. Ibid. hal. 7

Page 9: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

9

Islam, karena saling berseteru, akhirnya sama-sama mengajukan ke dua wilayah Peradilan

(Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan tunduk hukum Islam atau Pengadilan

Negeri bagi yang berkeinginan “pemerataan hak” dan mendapatkan bagian 1:1 serta tunduk

pada hukum adat/KUH Perdata). Sebagaimana telah diungkapkan diatas, hal tersebut semakin

diperparah ketika para Penegak Hukum di wilayah pengadilan juga sama-sama saling

mengklaim dirinya berwenang memeriksa, mengadili dan memutus atas sengketa termaksud.

Jika sengketa tersebut terus berlanjut, jalannya keluartnya adalah dengan meminta fatwa dari

Mahkamah Agung, namun demikian tentu membutuhkan waktu yang lama.15

C. ASAS LEX SPECIALIS DEROGATE LEGI GENERALI, LEX POSTERIORI DEROGATE

LEX PRIORI.

Merujuk pada Asas Lex speciali derogate legi generali artinya aturan yang khusus

mengalahkan aturan yang umum. Sedang lex posteriori derogate lex priori artinya aturan yang

lama (yang berlaku terdahulu) dikalahkan/dibatalkan aturan yang baru (berlaku belakangan).

Bahwa dalam sistem hukum di Indonesia yang plural, yakni berlakunya Hukum Adat, Hukum

Islam dan Hukum KUH Perdata(BW), maka UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan UU No. 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang merupakan hukum khusus. Oleh karenanya atas

dasar Asas Lex Specialis derogate Legi Generali, maka Undang-Undang yang berlaku bagi

mereka yang beragama Islam adalah UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No. 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Oleh karena itu berdasarkan Asas Lex Posteriori

derogate lex priori, maka aturan yang berlaku adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 2006

tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sehingga dengan

berdasar dari Asas-Asas tersebut seharusnya Undang-Undang Peradilan Agama dapat

menyisihkan Undang-Undang Peradilan Umum dalam hak kewenangan mengadili perkara

kewarisanbagi orangIslam.16

Dari beberapa aspek di atas, Asas Lex Specialis derogate legi generali dan asas lex

posteriori derogate lex priorilah yang digunakan apabila terjadi sengketa mengenai hukum

waris. Dengan lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 Perubahan dari UU No. 7 Tahun 1989, maka

orang yang beragama Islam tidak dapat melakukan pilihan hukum, yaitu hanya dapat

mengajukan suatu sengketa waris ke Pengadilan Agama. Konsekwensinya bagimereka yang

15. Ibid. hal. 7

16.  Willy Yuberto Andrisma, 2007, Tesis: Pembagian Harta Waris Dalam Adat Tionghoa di Kecamatan Ilir Kota Palembang Selatan. hal. 72.

Page 10: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

10

beragama Islamdan bertempat tinggal atau berdomisili di wilayah adat yang adatnya masih

kental, maka jika terjadi suatu sengketa waris harus mengajukannya ke Pengadilan Agama,

kecuali jika dapat diselesaikan secara musyawarah tidak harus mengajukannya ke Pengadilan.

Apabila salah satu pihak yang berperkara bukan orang yang beragama Islam, misalnya

pewarisnya atau caramelangsungkan perkawinannya bukan menggunakan syariat Islammaka

tidak dapat mengajukan sengketa tersebut ke Pengadilan Agama. Sedangkan bagi orang yang

beragama selain Islam mengajukan sengketa warisnya ke Pengadilan Negeri.

Selain itu, untuk menyelesaikan permasalahan yang menyangkut hukum waris adat

suatu daerah, hakim harus mengetahui hukum waris adat di daerah yang ia tangani. Jika hakim

tidak tahu hukum waris adat di daerah yang bersangkutan, maka hakim yang menangani

permasalahan waris adat daerah yang bersangkutan dapat bertanya kepada tokoh atau

sesepuh dari daerah yang bersangkutan agar mengetahui bagaimana sistem hukum waris

adatnya, bagaimana cara pembagian harta warisannya, siapa saja yang dapat menjadi ahli

waris, dan sebagainya. Sehingga hakim dalam menyelesaikan perkara di pengadilan di anggap

mengetahui hukumnya.

D.AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM WARIS ADAT BEBERAPA DAERAH DI INDONESIA

Dengan lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 perubahan dari UU No. 7 Tahun 1989 Tentang

Pengadilan Agama, tidak ada lagi pilihan hukum (choice of law) bagi orang yang beragama

Islam walaupun berdomisili di daerah yang masih kental adatnya. Namun dalam prakteknya,

tidak semua orang yang beragama Islam mengajukan suatu sengketa ke Pengadilan Agama,

karena dapat diselesaikan dengan cara musyawarah terlebih dahulu.                

Di Indonesia memang masih menerapkan pilihan hukum (choice of law) bagi orang non

Islam. Jika terdapat sengketa, kita bisa memilih hukum mana yang akan digunakan yaitu hukum

waris adat atau hukum waris KUHPerdata.

Jika hukum waris adat diterapkan di daerah Batak, kedudukan perempuan tidak

seimbang dengan kedudukan laki-laki dam hal warisan.Ini disebabkan, masyarakat hukum

Batak menganut ajaran sistem patrilineal.Artinya, masyarakat hukum Batak menggunakan

sistem keturunan yang ditarik menurut garis keturunan Bapak.

Jadi, misalnya pewaris (suami), yang berhak menjadi ahli warisnya yaitu garis lurus

kebawah, selanjutnya keatas, dan kesamping yang laki-laki. Artinya, yang berhak pertama kali

Page 11: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

11

mendapat harta warisannya yaitu anak laki-laki dari sang pewaris. Jika tidak memiliki anak laki-

laki, diberikan kepada orang tua(ayah) sang pewaris. Jika telah meninggal orang tua (ayah)

pewaris, diberikan kepada saudara laki-laki sang pewaris.

Setelah mengetahui model hukum waris adat Batak, bisa diketahui bahwa kedudukan

istri sang pewaris bukans ebagai ahli waris. Sang istri dari pewaris dalam sistem hukum adat

Batak, tidak berhak untuk menguasai harta peninggalan dari pewaris. Tetapi, istri hanya berhak

untuk memelihara dan menikmati harta bawaan tersebut, sepanjang dia masih dalam ikatan

perkawinan yang sama, atau sampai dia menikah lagi. Jika sang istri menikah lagi, penguasaan

harta warisan dari sang pewaris diserahkan kepada anak laki-laki, orang tua (ayah), dan juga

saudara laki-laki dari sang pewaris.

Selanjutnya, jika kita melihat daerah Bali, sistem yang dianut daerah ini sama halnya

dengan daerah Batak, yaitu patrilineal. artinya, anak laki-laki sebagai ahli waris dalam

keluarganya, sedangkan perempuan hanya mempunyai hak untuk menikmati harta peninggalan

orang tua atau harta peninggalan suami. Hal ini disebabkan adanya putusan Mahkamah Agung

No. 200 K/Sip/1958 tanggal 5 Desember 1958, yang isinya menyatakan bahwa “Menurut hukum

Adat Bali, yang berhak mewaris hanyalah keturunan pria dan pihak keluarga pria dan anak

angkat lelaki; Maka Men Sardji sebagai saudara perempuan bukanlah akhli waris dan mendiang

Pan Sarning”

Tetapi, terdapat perubahan yang bisa membawa cukup kenikmatan bagi kaum

masyarakat perempuan Bali dalam hal pewarisan. Pada tahun 2010, dikeluarkannya Keputusan

Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP) Bali No. 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010, tanggal

15 Oktober 2010, tentang Hasil-Hasil Pasamuhan Agung III MUDP Bali (Keputusan Pasamuhan

Agung III/2010).

Di dalam keputusan tersebut diputuskan bahwa, kedudukan suami-istri dan anak

terhadap harta pusaka dan harta gunakaya, termasuk hak waris anak perempuan (anak

kandung dan juga anak angkat).

Menurut I.Wayan Putu Windia pakar hukum adat FH Unud menyatakan “Sesudah 2010

wanita Bali berhak atas warisan, berdasarkan Keputusan Pesamuan Agung III MUDP Bali No.

01/Kep/PSM-3MDP Bali/X/2010, 15 Oktober 2010. Di SK ini, wanita Bali menerima setengah

dari hak waris purusa setelah dipotong 1/3 untuk harta pusaka dan kepentingan pelestarian.

Page 12: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

12

Hanya jika kaum wanita Bali yang pindah ke agama lain, mereka tak berhak atas hak waris.

Jika orang tuanya ikhlas, tetap terbuka dengan memberikan jiwa dana atau bekal sukarela.”17

Sementara itu, untuk masyarakat Tionghoa di daerah Palembang, pembagian harta

warisan dilakukan pada saat pewaris meninggal dunia.Dimana kedudukan anak laki-laki tertua

atau sulung lebih tinggi dari anak perempuan.Karena, anak perempuan hanya berhak atas

harta berupa perhiasan saja, sedangkan anak laki-laki harus memperoleh jumlah yang lebih

besar dari anak perempuan.Sistem hukum yang digunakan dalam pembagian harta waris di

dalam masyarakat Tionghoa daerah Palembang ini menggunakan sistem hukum adat

Tionghoa.

Pembagian harta warisan dalam adat Tionghoa memiliki orientasi pembagian terhadap

harta-harta pusaka keluarga, seperti abu leluhur, rumah peninggalan keluarga besar (rumah

gede) dan perhiasan keturunan.

Pembagian harta warisan dalam masyarakat Tionghoa di Palembang sebagai berikut :

a. Perolehan anak laki-laki dan anak perempuan adalah 1 banding setengah (1:1/2),

b. Perolehan janda (orang tua yang ditinggal) disamakan dengan perolehan anak

perempuan, yaitu setengah (1/2),

c. Harta warisan baru dapat dibagi kepada ahli waris setelah orang tua meninggal,

janda meninggal dunia, atau menikah kembali,

d. Anak lai-laki tertua diberikan kuasa untuk mengolah atau mengurus harta warisan

keluarga.

Dari hal-hal diatas, bisa diketahui bahwa, pembagian warisan pada masyarakat

Tionghoa di Palembang menempatkan dominannya posisi anak tertua laki-laki sebagai ahli

waris yang paling utama, tetapi ada beberapa pengecualian dalam metode patrilineal tersebut

bagi masyarakat Tinonghoa di Palembang ini.

Penyimpangan yang dimaksud yaitu, dimungkinkan apabila diketahui secara umum

bahwa anak laki-laki memiliki sifat jelek, cacat mental atau sebab lainnya yang diperkirakan

tidak berkenan bagi pewaris.Disinilah letak alkulturasi budaya yang terjadi dalam masyarakat

Tionghoa Palembang[9].Ini membedakan hal-hal dasar yang terjadi dalam masyarakat

Tionghoa asli (China). Di Palembang, pilihan ahli waris pada anak perempuan tidak menjadi

17I.Wayan Putu Windia, 2008, Hak-hak Wanita dalam Hukum Waris Hindu Bali dan Perkembangannya, Hasil Penelitian, Universitas Udayana Fakultas Hukum, hal 18.

Page 13: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

13

persoalan yang besar, meskipun secara umum pembagian waris anak laki-laki dan perempuan

satu berbanding setengah (1:1/2), ini hanya berupa dasar perhitungan, bukan menjadi baku

didalam kehidupan masyarakat.18

Terkait pilihan hukum, dengan lahirnya UU No. 7 tahun 1989 masih dapat melakukan

pilihan hukum. Dengan adanya pilihan hukum membuat orang akan mengajukan suatu

sengketa ke pengadilan dengan menggunakan sistem hukum waris yang menguntungkan

baginya. Oleh sebab itu diperlukan suatu undang-undang sebagai solusi dari permasalahan

itu.Yaitu dengan lahirnya UU No. 3 Tahun 2006 sudah tidak ada lagi pilihan hukum bagi orang

yang beragama Islam dan tidak ada penggolongan penduduk.Namun tidak semua sengketa

waris di ajukan ke pengadilan, karena dapat diselesaikan terlebih dahulu secara musyawarah.

Dengan melihat beberapa contoh siapa saja yang berhak mendapatkan warisan dari

beberapa daerah di Indonesia, dapat kita ketahui bahwa, setiap daerah yang menggunakan

hukum waris adat di dalam sengketa, pihak ahli waris laki-laki lebih diuntungkan dibandingkan

dengan pihak perempuan. Bahkan ada yang sama sekali tidak mendapatkan harta warisan. Ini

berarti, banyak di daerah Indonesia yang menggunakan sisitem pewarisan Partilineal, jika

menggunakan hukum waris adat.Hanya saja ada beberapa pengecualian dari tiap-tiap daerah.

18. Ibid. hal 73

Page 14: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

14

BAB III.

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Sesuai dengan objek penelitian ini, maka untuk memahami pengelolaan harta waris,

Pertama-tama penelitian ini melihat secara normative hak-hak normatif menurut hukumadat,

namun untuk melihat hak dan model pengelolaan dan pembagian hasil harus dilakukan

penelitian empirik.. Sejalan dengan uraian tersebut, maka analisis penelitian ini adalah analisis

dan pendekatan kwalitatif, menurut Hamid Patilima mengemukakan,

Alasan penggunaan pendekatan kualitatif karena penelitian tersebut bertujuan

memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi... Pada pendekatan kualitatif, peneliti

Page 15: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

15

merupakan instrumen utama dalam pengumpulan data. Fokus penelitiannya pun ada pada

persepsi dan pengalaman informan dan cara mereka memandang kehidupannya, sehingga

tujuannya bukan untuk memahami realita tunggal, tetapi realita majemuk, penelitian kualitatif

memusatkan perhatiannya pada proses yang berlangsung dan hasilnya19

Oleh karena itu penentuan pendekatan dalam penelitian ini didasarkan pada karakteristik

data yang dicari, pendekatan ini didasarkan atas pandangan bahwa hukum tidak dapat

dilepaskan dengan kehidupan masyarakat tempat hukum itu berlaku. Metode kualitatif

dikembangkan untuk mengkaji kehidupan manusia dalam kasus-kasus terbatas, kasuistik

sifatnya, namun mendalam (in depth) dan total/menyeluruh (holistik), dalam arti tidak mengenal

pemilahan-pemilahan gejala secara konseptual kedalam aspek-aspeknya yang ekslusif yang

kita kenal dengan sebutan variabel.

Metode kualitatif juga dikembangkan untuk mengungkap gejala-gejala kehidupan

masyarakat seperti apa yang dipersepsikan oleh warga masyarakat itu sendiri dan dari kondisi

mereka sendiri yang tak diivestigasi oleh pengamat penelitinya (naturalistik)20.

Atas dasar uraian di atas, maka pada penelitian ini tidak hanya mengkaji hukum dari

aspek normanya saja, tetapi juga dari realitas hukum yang dimengerti dan dilaksanakan oleh

masyarakat, baik norma hukum negara maupun norma hukum adat, karena dalam kisaran

normatif tersebut norma itu berada, menjadi format dan motivasi bertindak.

2. Pengumpulan Data dan Analisis

Bertolak dari obyek penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian legal-sosiologis,

karena hukum yang menjadi obyek kajian dilihat dari perspektif normative-sosiologis. Oleh

sebab itu penelitian ini menggunakan sampel yang ditetapkan secara provosive rendom dengan

19 Hamid Patilima, 2005, Metode Penelitian Kualitatif, CV Alfabeta Bandung, h.67

20 .Soetandyo Wignjosoebroto 2008, Bebarapa Persoalan Paradigmatik Dalam Teori Dan Konsekuensinya Atas Pilihan Metode Yang Akan Dipakai. Dalam Kumpulan Makalah Bahan Bacaan Metode Penelitian Hukum, dihimpun oleh Valerine J.L.K. Fakultas Hukum UI tanpa tahun, h, 103.

Page 16: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

16

pertimbangan keadaan obyek penelitian homogin. Sedangkan analisis dalam penelitian ini

menggunakan analisis kwalitatif.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Letak dan Geografis Daerah Penelitian

Desa Tanjung bagian dari Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara dan

merupakan desa sebagai pusat ibu Kota Kabupaten Lombok Utara .

Luas daerahnya 488.625 ha2

dan penduduknya berjumlah 8.494 orang dengan 2.570

kk.Mata pencaharian penduduk sebagian besar petani, selebihnya merupakan,

pegawai negeri, pedagang, buruh tani, pengrajin dan lain-lainnya. Sebagian besar

penduduk beragama Islam, hanya sebagian kecil beragama H i n d u d a n B u d h a .

Desa Tanjung berbatasan dengan,

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sokong.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Jenggala

3. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tegal Maja.21

Desa Tanjung terdiri Lingkungan 11 Lingkungan dan akan berkembang menjadi

12 Lingkungan, setiap Lingkungan dikepalai oleh seorang Kepala Lingkungan yang

21. Sumber Profil Desa Tanjung Th. 2012

Page 17: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

17

dipilih langsung oleh rakyat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat dipilih kembali untuk

lima tahun berikutnya. Lingkungan-Lingkungan tersebut sebagai berikut :

1. Lingkungan Lading-Lading diketuai oleh Marto

2. Lingkungan Karang Langu diketuai oleh Rinajab

3. Lingkungan Karang Swele diketuai oleh I.Wy. Subade

4. Lingkungan Karang Jero diketuai oleh Kt. Subrata

5. Lingkungan Karang Bayan diketuai oleh Sumarsah

6. Lingkungan Karang Bedil diketuai oleh Alimudin

7. Lingkungan Karang Raden diketuai oleh R. Suryata

8. Karang Kauk diketui oleh Putrawadi

9. Karang Jukung diketuai oleh Zulkarnain

10. Karang Desa diketuai oleh Made Sugiartha

11. Lingkungan Gubuk Baru diketuai oleh Sofian Hadi22

Perkampungan Lingkunganan di Desa Tanjung merupakan satu kesatuan

masyarakat hukum teritorial yang kebanyakan penghuninya merupakan mereka

yang mempunyai hubungan sanak saudara (waris). Dari segi letak

perkampungan sebagian besar terletak dipinggir jalan. Desa ini dapat di tempuh dari

kota Mataram Ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat melewati daerah hutan Pusuk

(ujung barat) gunung Rinjani, atau jalan menyusuri pantai daerah Senggigi kawasan

wisata yang indah menuju Desa Pemenang, kemudian baru sampai desa Tanjung.

Desa ini merupakan Ibu Kota Kabupaten Lombok Utara sebagai Kabupaten termuda di

Provnsi NTB. Dari segi geografis desa ini terletak di Jalan Lingkar Utara Pulau

Lombok Pulau lombok, sehingga karena itu merupakan desa potensial secara ekonomi

dan budaya untuk berkembang.

Sedangkan keadaan penduduknya desa tersebut mayoritas berpenduduk asli,

kecuali s e t e l a h m e n j a d i I b u K o t a K a b u p a t e n p e n d u d u k d a r i l u a r

K a b u p a t e n m u l a i b e r d a t a n g a n u n t u k m e n g i s i p e k e r j a a n s e k t o r

s w a s t a , u t a m a n y a u s a h a k u l i n e r y a n g m u l a i r a m a i d e n g a n

p e n g e m b a n g a n p a r i w i s a t a y a n g d i l a k u k a n o l e h P e m e r i n t a h

K a b u p e t e n L o m b o k U t a r a , t i d a k j e l a s b e r a p a j u m l a h p e n d u d u k

p e n d a t a n g b a r u t e r s e b u t k a r e n a b e l u m a d a d a t a u n t u k p e n d u d u k

s e p e r t i i t u . T erlihat desa Tanjung khususnya merupakan lahan baru untuk

pengembangan kehidupan wirasuasta.

22. Wawancara dengan Sekretaris Desa Tanjung, Senin, tgl 1 Septenber 2014 di Kantor Desa Tanjung

Page 18: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

18

Jarak antara desa satu dengan desa lainnya tidak beraturan ada yang

berdekatan adapula yang berjauhan, keadaan pedesaan seperti ini umumnya

merupakan ciri dari desa-desa tradisional yang tumbuh dan berkembang secara

alamiah, artinya pertumbuhan dan perkembangannya tidak direncanakan. Setelah

desa Tanjung sebagai pusat Ibu Kota Kabupaten Lombok Urata yang merupakan

Kabupaten termuda di provinsi Nusa Tenggaga Barat, desa Tanjung mulai ditata

sehingga terlihat dari segi fisik berangsur-angsur berubah.

a.Luas Daerah

Desa Tanjung keseluruhan luasnya terbagi dalam areal pertanian,tanah

kering,tanah basah dan hutan untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah

inimengenai luas wilayah desa Tanjung menurut penggunaan tanahnya.

Tabel1Luas WilayahDesa Tanjung

Menurut Penggunaan TanahnyaN0 JenisPenggunaannya Jumlah (Hektar)1.1

Pemukiman 652.2

Sawah 2213.3

Tanah Pecatu 4,324.3

Kebun 125.4

Kuburan 126.5

Pekarangan 1627.6

Perkantoran 1,258.7

Prasarana umum lainnya 249. Tanah Kas Desa 4,510. Tanah adat 33

Sumber Data :Profil Desa Desa Tanjung Th. 2012

Dari tabeldiatas ternyata luas areal Desa Tanjungini sebagian sudah

dimanfaatkan sesuai dengan keadaan letak lahan tersebut, sedangkan sebagian lagi

belum dimanfaatkan seperti hutan.

b.Iklim

Desa Tanjung mempunyai ketinggian kira-kira 0,200 meter dari permukaan laut,

Daerah ini beriklim tropis dengan suhu rata-rata 320

Csampai 310

C.

Page 19: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

19

c.Keadaan Tanah

Keadaan areal pertanian yang datar dan luas, disebelah selatan berbatasan

dengan Desa Tegal Maja yang memiliki dataran tinggi yang cocok untuk wisata

hutan dan disebelah utara merupakan pantai yang sedang berbenah untuk menjadi

obyek wisata, untuk mendukung kawasan ggigi dan wisata gili trawangan. Ditengah-

tengah desa Tanjung mengalir sungai yang juga potensial menyumbangkan

keindahan desa Tanjung kalau dikelola dengan baik, tetapi akan memperlihatkan

panorama yang buruk kalau tidak segera dibenahi karena meninggalkan tumpukan

sampah akibat disiplin masyarakat yang buruk.

2.Sosial Budaya

Penduduk Desa Tanjung merupakan penduduk asli dan sedikit sekali

penduduk pendatang, diantara penduduknya merupakan penduduk asli yang

beragama Islam,HinduBali dan Budha. Keberagaman kepercayaan masyarakat

Desa Tanjung mewarnai budayanya, terlihat sebagai desa yang masih

memelihara tradisi adatnya.

a.Pendidikan

Bila dilihat dari penggolongan penduduk di Desa Tanjung, penduduk yang

dalam usia sekolah tetapi tidak sekolah berjumlah cukup besar yaitu sebanyak 757

orang, tidak tamat tamat SD berjumlah 339 orang, Pendidikan penduduk

terkosentrasi padatamat SLA sebanyak 1.643 orang, selebihnya tamat SLTP dan

terdapat 261 sarjana S1 dan 72 strata 2.

Di Desa Tanjung khususnya dan Kabupaten Lombok Utara belum terdapat

perguruan tinggi, pada umumnya mereka yang melanjutkan pendidikan

tinggi,menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi di Mataram. Sekarang ini

telah dirintis adanya filial Universitas Mataram untuk menampung kebutuhan

pendidikan masyarakat yang terjangkau dari segi ekonomi23.

b.Agama

Penduduk asl iDesa Tanjung menganut agama Islam dan agama Hindu

23 Sumber Profil Desa Tanjung dan wawancara dengan Sekretaris Desa Tanjung hari senin, 1 September 2014 di Kantor Desa Tanjung.

Page 20: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

20

sebagiannya lagi beragama Buha,untuk lebih jelasnya dapat dilihat perincian

pendudukmenurut agamanya sebagai berikut :

Tabel3

JumlahPenduduk Menurut Agama Tahun 2012

No JenisAgama Jumlah (Jiwa)1 Islam 5.6482 Buda 5703 Hindu 2.276

Sumber Data :Profil Desa Tanjung th. 2012

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Tanjung

sejak semula merupakan penduduk asli selalu membina toleransi antara umat

beragama, sehingga tidak pernah terjadi gesekan antar penduduk yang berlainan

agama.

c. Sosial Ekonomi

Penduduk Desa Tanjung sebagian besar sebagai petani dan peternak, buruh

tani, hanya sebagian kecil yang bermata pencaharian sebagai pegawai NegeriSipi

l,pedagang, pengrajin dan wirasuasta.

3. Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan yang berlaku dalam masyarakat desa t an jung ada lah :

a.SistemPerkawinan

Setiap daerahmempunyai sistem perkawinan yang berbeda, sistem perkawinan

yang berlaku dalam masyarakat Desa Tanjung ini adalah sistem indogami yaitu lebih

mengutamakan perkawinan diantara keluarga sedarah. Sekalipun dalam

perkembangannya sekarang perkawinan ke luar keluarga juga tidak dapat dicegah,

apalagi keadaan desa Tanjung yang sudah mulai terbuka menerima penduduk

pendatang

b.Bentuk Perkawinan

Bentuk perkawinan dalam masyarakat desa Tanjungini dilakukan

perkawinan–pinang (lakok)atau meminang (belakok)dan perkawinan dengan cara

Page 21: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

21

memulang ini telah berlaku turun temurun dari nenek moyangnya, Perkawinan

dengan cara memulang lebih banyak dipilih sebagai cara melangsungkan

perkawinan, perkawinan dengan cara ini berlangsung melalui proses :

a. Tahap pertama, merupakan masa orientasi (midang), dilanjutkan

dengan beberaye (berpacaran) dalam waktu yang cukup. Kemudian

sang lelaki menyatakan niatnya kepada sang wanita untuk

melanjutkan hubungan hidup rumah tangga melalui pernikahan,

peristiwa ini disebut nenari.

b. Tahap kedua, merupakan kesepakan (pernyataan kemandirian)

masing-masing calon suami-istri menyatakan untuk melepaskan diri

dari kekuasaan orang tua yang dilakukan dengan meninggalkan rumah

masing-masing. Jadi berlangsungnya perkawinan merarik didahului

oleh inisiatif kedua calon mempelai, sama sekali tidak melibatkan

orang tua kedua belah pihak. Karena keadaannya demikian maka ada

orang tua yang tidak mengetahui atau tidak memperkirakan kalau

anaknya akan melangsungkan perkawinan merarik, sehingga kedua

orang tua calon mempelai sering menyebut perkawinan dengan cara

ini dengan istilah ”kale idup”, ”kale” artinya cobaan/kesusahan dalam

kehidupan. Oleh karena itu dari tahapan ini sudah terlihat adanya

potensi sengketa.

c. Tahap ketiga, merupakan proses menuju ke pengakuan (syahnya)

perkawinan yang dilaksanakan dengan proses yang disebut sejati,

adalah proses untuk menyatakan perbuatan menjadi terang, sesuai

dengan sifat hukum adat segala perbuatan harus dilakukan dengan

terang yaitu sepengetahuan masyarakat dan kepala persekutuan.

Dalam hal ini dilakukan melalui aktifitas keliang adat, yang

memberitahukan peristiwa merarik tersebut kepada pihak keluarga

calon mempelai wanita melalui keliang adatnya, peristiwa ini disebut

dengan mensejati.

d. Tahap keempat ialah tahap penyelesaian perkawinan adat merarik

yang dilangsungkan dengan mufakat keluarga kedua pihak yang

dihadiri oleh keliang adat, petugas adat (pembayun) dan petugas

agama.

Page 22: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

22

e. Tahap kelima yaitu pengukuhan adanya keluarga (kurenan) baru,

pengukuhan ini dilakukan melalui acara sorong serah-ajikrama,

kemudian diumumkan kepada masyarakat melalui acara nyongkolan24.

Terhadap perkawinan pinang (lakok), jarak peminangan dengan pelaksanaan

perkawinan ini menurut hukum adat masyarakat Desa Tanjung tidak ditentukan

dengan jelas, akan tetapi jarak peminangan dengan pelaksanaan perkawinan ini

sesuai dengan kesepakan kedua keluarga yang akan melaksanakan perkawianan

tersebut. Terhadap biaya perkawinan ditanggung seluruhnya oleh keluarga laki-laki,

termasuk biaya yang dibutuhkan oleh berbagai acara dan upacara yang dilakukan

oleh keluarga wanita, biaya ini di serahkan oleh keluarga laki-laki ke pihak keluarga

wanita disebut dengan jaminan yang berfungsi untuk membiayai penerimaan

keluarga laki-laki yang datang ketempat keluarga Wanita pada saat penyelesaian

adat perkawinan berlangsung25.

c.Perceraian

Bila terjadi perceraian dan tidak dimungkinkan untuk rujuk kembali, maka yang

menjadi persoalan adalah pembagian harta. Menurut hukum adat yang berlaku di

masyarakat Desa Tanjung, maka terhadap harta keluarga dapat digolongkan

menjadi tiga golongan, menurut Bapak Putrawardi, bahwa harta keluarga dapat

dibedakan tiga golongan antara lain :

a. Hartabawaan suami

b. Hartabawaanistri

c. Harta Pencaharian yaitu harta persekutuan suami istri yang di dapat dengan jerih

payah bersama.26

Harta yang dibagi ialah harta pencarian, harta persekutuan dibagi dua

sama banyak antara suami dan istri.Tetapi harta bawaan tetap tinggal pada istri

dan harta suami harus kembali kepada suami. Pembagian ini berdasarkan

sesenggak adat yangmengatakan :

24 .Wawancara  dengan Haji   Lalu  Syafruddin,  Dosen Hukum Adat  di  Fakultas  Hukum Unram,   tanggal  25 Agustus 201425 wawancara dengan Bap[ak Alimudin, Kepala Dusun Karang Bedil, tanggal 28 juli 2014 di Kantor Kepela Desa Tanjung

26. Wawancara dengan Bapak Putrawadi, tanggal 28 Juli 2014 di Kantor Desa Tanjung.

Page 23: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

23

- harte tebagi sekutu tebelah, harte penjauk tulak bengan-bengan.

Maksud sesenggak adat tersebut adalah bercerai semasa hidup harus dijatuhkan

talak (seang), cerai karena kematian harus ditegakkan nisan diatas

perkuburan.Kalauistri meninggal pembiayaannya tanggung jawab suami,

kalausuamimeninggalpembiayaannya

Menjadi tanggung jawab persekutuan suami yang didapat karena pencaharian harus

dibagi dua, harta istri harus ditinggalkan dan harta suami harus dikembalikan.

Bila dalam perkawinan mempunyai anak,maka anak akan tetap tinggal

bersama Bapaknya (keluarga Bapak) bila perceraian itu terjadi.

d. Harta Perkawinan

Menurut hukum adat masyarakat desa Tanjung harta yang dibawa oleh

masing-masing ini di urus secara sendiri-sendiri oleh pihak yang

membawanya,tetapi bias diurus secara bersama,akan tetapi yang lebih berkuasa

tentu saja pihak yang mempunyai harta tersebut sedangkan hasil dari harta tersebut

bias mereka pergunakan selama dalam ikatan perkawinan, oleh karena itu istri

mempunyai harta bawaan berupa sawah (harta pengasek-asek),maka suami juga

menikmati hasilnya begitu juga terhadap harta bawaan suami, istri juga ikut

menikmati hasil dari harta bawaan tersebut.Sedangkan kekuasaan yang lebih kuat

terhadap harta tersebut.

Terhadap harta pencaharian, antara suami istri mempunyai hak yang sama

untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari harta tersebut27.

4. Sistem Kekeluargaan

Dimasyarakat Desa Tanjung ini berlaku system Fatrilineal, yaitu sistem yang

mengambil garis keturunan melalui garis Bapakatau garis laki-laki. Dengan perkawinan

exogami yakni menghendaki kawin dengan diluar keluarga sedarah. Menurut, Datu

Ciptawadi bahwa “sistem kekeluargaan masyarakat di Desa Tanjung atau system

kekeluargaan berdasarkan keturunan Bapak atau system geneologis Fatrilineal28.

Untuk lebih jelasnya mengenai system kekeluargaan ini maka perlu juga diketahui :

27 Wawancara dengan Bapak I.Wy. Subada, tanggal 28 Juli 2014 di Kantor Dresa Tanjung.

28 I.Wy. Subada. Ibid

Page 24: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

24

a. Hubungan Anak Dengan Orang Tua

Di Desa Tanjung ini, anak mempunyai kedudukan yang terpenting dalam

setiap keluarga.Maka pada umumnya orangtua mempunyai kewajiban untuk

membiayai dan mendidik anak-anaknya sampai ia dewasa atau memberi nafkah

sendiri. Anak sebagai penegak dan penerus generasi dan juga dipandang sebagai

pelindung orang tua kelak bila suatu saat orang tua sudah tidak mampu lagi secara

fisik untuk mencari penghidupan atau nafkah.

Oleh karena itu sejak masih dalam kandungan hingga ia dilahirkan bahkan

dalam pertumbuhan selanjutnya dalam masyarakat Desa Tanjung, diadakan berupa

syukuran-syukuran oleh orang tua yang betujuan supaya si anak tersebut

senantiasa mendapat perlindungan dan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

b. Hubungan Anak dengan Keluarga

Karena system kekeluargaan masyarakat Desa Tanjung ini berbentuk

patrilineal maka anak – anak lebih dekat dengan keluarga atau kerabat Bapaknya

dibandingkan dengan keluarga Ibunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bapak

L a s m i n t o “bahwa anak-anak dari perkawinan ini cendrerung lebih dekat dengan

keluarga ibunya di banding keluarga bapaknya”29.

c. Pemeliharaan Anak Yatim Piatu

Apabila dalam satu keluarga, salah satu dari orang tua (bapak atau ibu)atau

kedua-duanya telah meninggal dunia,sementara anak-anak masih ada yang belum

dewasa,biasanya dipelihara oleh keluarga ibunya disebabkan oleh system

kekeluargaan yang bersifat matrilineal. Begitu juga bila terjadi perceraian maka

anak-anak tetap berada dalam lingkungan keluarga ibunya.

5 .Pewaris dan Harta Warisan Masyarakat Desa Tanjung

Pewaris adalah seseorang yang meninggal dengan meninggalkan harta

bendanya yang dapat dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.

Jadi jelaslah bahwa pewaris merupakan salah satu unsur yang terpenting

dalam hukum waris, sebab bila tidak ada pewaris maka tidak ada pewarisnya.

29. Wawancara dengan Bapak Lasminto, Ketua BPD Desa Tanjung tanggal 28 Juli 2014 di Kantor Desa Tanjung.

Page 25: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

25

Mengenai sistem hukum waris adat yang berlaku dalam masyarakat setempat

dapat dikelompokkan kedalam 4(empat) macam harta perkawinan yang merupakan

harta warisan. Keempat harta warisan tersebut adalah:

a. Harta Pusaka

Yang dimaksud harta pusaka menurut bahasa daerah masyarakat Desa

Tanjung, yakni semua harta yang diwarisi secara turun menurun darinenek moyang

terdahulu. Disebut harta pusaka karena pewarisannya yang turun menurun lebih

dari tiga generasi. Harta pusaka ini dapat berupa tanah kering(misalnya tanah

lading atau kebun, atau dapat juga berupa tanah irigasi seperti sawah atau semua

harta dalam bentuk lainnya).

b. Harta Perkawinan

Yang dimaksud harta pencaharian, yakni semua harta yang didapat selama

ikatan perkawinan baik suami istri bekerja atau hanya suami saja yang bekerja,

harta bawaan ini dapat menjadi harta pusaka apabila telah diwariskan kepada

generasi ketiga, misalnya dari nenek kepada cucu,pada saat inilah harta

perkawinan tersebut naik statusnya menjadi harta pusaska.

c. Harta Bawaan

Hartabawaan ini ada dua yaitu :

a.Harta (harta kepunyaan istri)

Yang dimaksud dengan harta pengaseh, yakni semua harta-harta kepunyaan

istri yang dibawa kedalam perkawinan baik yang didapat melalui pewarisan atau

punjerih payahnya atau didapat dari pemberian orang lain sebelum perkawinan.

b.Harta (Harta kepunyaan suami)

Yang dimaksud dengan harta, yakni semua harta pembujang dari suami yang

didapat sebelum melangsungkan perkawinan baik berupa pemberian kerabat

maupun hasil jerih payahnya sendiri. Harta pemberian ini dapat berupa

perhiasan, sawah, ternak dan benda-benda bergerak atau benda tetap.

Page 26: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

26

d. Harta Pemberian

Yang dimaksud dengan harta pemberian, yakni semua harta yang berasal dari

pemberian, dari keluarga atau kerabat maupun orang lain kepada suami istri

sebelum melangsungkan perkawinan atau sesudah perkawinan. Harta pemberian

sebelum perkawinan ini, akan menambah harta bawaan masing-masing pihak,

sedangkan harta pemberian sesudah melangsungkan perkawinan masing-masing

tersebut merupakan harta bersama.

Jadi pada dasarnya empat macam harta seperti yang disebutkan diatas

merupakan harta warisan menurut waris masyarakat Desa Tanjung. Hal ini sesuai

dengan apa yang dikemukakan Bapak Lasminto, Ketua BPD Dera Tanjung selaku

pemuka adat, mengatakan :

Dari uraian hasil wawancara tersebut diatas,maka jelaslah oleh kita bahwa

harta pusaka tinggi inilah yang dimaksud dengan harta asal,yaitu harta yang

diterima dari nenek moyang secara turun menurun.Menurut hukum

waris adat masyarakat Desa Tanjung ini juga dikenal harta warisan

yang terbagi dan tidak terbagi–bagikan. Harta pusaka tinggi yang tidak terbagi–

bagikan ini merupakan harta bersama, sedangkan harta pusaka tinggi terbagi

merupakan harta milik perorangan. Harta pusaka yang tak terbagi-bagi dapat

dinikmati pemakainya secara bergantian atau bergiliran.

Lain halnya dengan harta pembawaan ini dapat dibagi-bagikan kepada ahli

warisnya akan tetapi kembali kepada asal usul harta tersebut, bila terjadi perceraian

ataupun wafat. 30.

Sedangkan harta pemberian ini, bila di dapat sebelum perkawinan maka akan

dapat menambah harta bawaan masing-masing suami istri tersebut,dan bila

pemberian ini didapat sesudah perkawinan maka pemberian ini merupakan

harta bersama.

e. Ahli Waris

Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu,bahwa anaklah yang

merupakan ahli waris yang pertama,apabila orang tuanya wafat,oleh karena itu

anggota-anggota lain tidaklah termasuk sebagai ahli waris,apabila wafatnya pewaris

meninggalkan anak, sebab pada umumnya anak pula merupakan generasi yang

30.   I.  Gede A.B.  Wiranata,  2005,  Hukum Adat  Indonesi,  Perkembangannya dari  masa ke masa,Penerbit  PT Citra Aditya Bakti 

Bandung, h,257

Page 27: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

27

dibesarkan didalam keluarga si wafat yang meninggalkan harta warisan.

Kemudian menurut wawancara dengan Bapak Datu Ciptawadi, salah seorang

pemuka masyarakat di Desa Tanjung,mengatakan:

“Bahwa apabila yang wafat itu tidak meninggalkan anak atau cucu, maka

barulah ahli waris itu dapat berpindah kepada kaum kerabat yaitu ibu kandung dari si

wafat.Kalau tidak ada baru berpindah pada kaum kerabat yang lainnya”.31

Dengan demikian jelaslah oleh kita bahwa pada dasarnya yang menjadi

ahli waris dalam masyarakat Desa Tanjung ini adalah anak.Dimana anak

perempuan mempunyai hak pakai atau mewarisi, sedangkan anak laki-laki hanya

mengatur atau mengawasi terhadap harta-harta warisan,bila terjadi

kesalahpahaman atau perselisihan antara ahli waris.

Menurut hokum waris adat masyarakat Desa Tanjung ada beberapa ahli waris

bila :

a. Bila pihak istri (ibu) yang wafat, maka yang menjadi ahli warisnya yaitu :

1. Anak perempuan

2. Cucu laki dari anak laki

3. Bapak pewaris

4. Saudara laki pewaris

5. Keluarga terdekat pewaris

Bila ahli waris yang tersebut diatas semuanya masih hidup maka diantara

mereka tidak dapat mewaris secara bersama-sama. Bila pewaris mempunyai anak

maka anaklah yang menjadi ahli waris utama, sedangkan bila tak ada anak,akan

tetapi ada cucu maka akan cuculah yang menjadi ahli warisnya. Bila tidak

mempunyai anak dan tidak mempunyai cucu maka yang menjadi ahli warisnya

adalah ibu dari pewaris, jika ibu pewaris juga tidak ada lagi maka barulah

saudaranya menjadi ahli warisnya.nJika semua ahli waris seperti nomor 1,2,3,4 tidak

ada lagi barulah keluarga terdekat pewaris menjadi ahli warisnya.

b. Bila pihak Suami (bapak) yang wafat,maka yang menjadi ahli warisnya yaitu:

1. Anak laki

31.Wawancara dengan Datu Ciptawadi, tanggal, 25 Agustus 2014 di Fakultas Hukum Unram

Page 28: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

28

2. Cucu laki dari anak laki

3. Bapak pewaris

4. Saudara laki pewaris

5. Kemenakan laki pewaris

6. Keluarga terdekat pewaris

Bilaahli waris yang tersebut diatas, semuanya masih hidup maka diantara

mereka tidak dapat mewaris secara bersama-sama. Hal inisama dengan yang

tersebut terdahulu, jika ada ahli waris pertama maka ahli waris – ahli waris lain yater

tutup untuk menjadi ahli waris, seperti jika ada ahli waris. Yang dimaksud dengan

harta bujangan, yakni semua harta pembujang dari suami yang di dapat sebelum

melangsungkan perkawinan baik berupa pemberian kerabat maupun hasil jerih

payahnya sendiri.Harta bujang ini dapat berupa perhiasan,sawah,ternak dan benda-

benda bergerak atau benda tetap.

c. Harta Pemberian

Yang dimaksud dengan harta pemberian, yakni semua harta yang berasal dari

pemberian, dari keluarga atau kerabat maupun oranglain kepada suami istri

sebelum melangsungkan perkawinan atau sesudah perkawinan. Harta pemberian

sebelum perkawinan ini, akan menambah harta bawaan masing-masing pihak,

sedangkan harta pemberian sesudah melangsungkan perkawinan masing-masing

tersebut merupakan harta bersama.

Jadi pada dasarnya empat macam harta seperti yang disebutkan diatas

merupakan hartawarisan menurut waris masyarakat Desa Tanjung. Halini sesuai

dengan apa yang dikemukakan Lasminto selaku pemuka adat, mengatakan :

Dari uraian hasil wawancara tersebut diatas,maka jelaslah oleh kita bahwa

harta pusaka tinggi inilah yang dimaksud dengan harta asal, yaitu harta yang

diterima dari nenek moyang secara turun menurun. Menurut hokum

waris adat masyarakat Desa Tanjung ini juga dikenal harta warisan

yang terbagi dan tidakterbagi–bagikan. Harta pusaka yang tidak terbagi– bagikan ini

merupakan harta bersama, sedangkan harta pusaka terbagi merupakan harta milik

perorangan. Harta pusaka yang tak terbagi-bagi dapat dinikmati pemakainya secara

Page 29: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

29

bergantian atau bergiliran, ada juga yang diserahkan pengelolaannya pada salah

seorang saudaranya yang dianggap mampu memeliharanya.

Lain halnya dengan harta pembawaan ini dapat dibagi-bagikan kepada ahli

warisnya akan tetapi kembali kepada asal usul harta tersebut, bila terjadi perceraian

ataupun wafat.

Sedangkan harta pemberian ini, bila didapat sebelum perkawinan maka akan

dapat menambah harta bawaan masing-masing suami istri tersebut, dan bila

pemberian ini didapat sesudah perkawinan maka pemberian ini merupakan

harta bersama32.

d. Ahli Waris

Sebagaimana telah diungkapkan pada bagian terdahulu,bahwa anaklah yang

merupakan ahli waris yang pertama,apabila orangtuanya wafat,oleh karena itu

anggota-anggota lain tidaklah termasuk sebagai ahli waris,apabila wafatnya pewaris

meninggalkan anak, sebab pada umumnya anak pula merupakan generasi yang

dibesarkan didalam keluarga si wafat yang meninggalkan harta warisan.

Kemudian menurutwawancara dengan Bapak Lasminto,salah seorang pemuka

masyarakat di Desa Tanjung,mengatakan:

“Bahwaapabila yang wafat itu tidak meninggalkan anak atau cucu, maka

barulah ahli waris itu dapat berpindah kepada kaum kerabat yaitu ibu kandung dari si

wafat.Kalau tidak ada baru berpindah pada kaum kerabat yang lainnya”.33

Dengan demikian jelaslah oleh kita bahwa pada dasarnya yang menjadi

ahli waris dalam masyarakat Desa Tanjung ini adalah anak.Dimana anak laki-laki

mempunyai kedudukan sebagai ahli waris.

Menurut hokum waris adat masyarakat Desa Tanjung ada beberapa ahli waris

bila :

a. Bila pihak istri (ibu) yang wafat, maka yang menjadi ahli warisnya yaitu :

1. Anak perempuan

2. Cucu laki dari anak laki

3. Bapak pewaris

32. Datu Ciptawadi Ibid

33Wawancara dengan Ketua DPD Dea Tanjjunig tanggal 21 juni 2014

Page 30: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

30

4. Saudara laki pewaris

5. Keluarga terdekat pewaris

Bila ahli waris yang tersebut diatas semuanya masih hidup maka diantara

mereka tidak dapat mewaris secara bersama-sama. Bila pewaris mempunyai anak

maka anaklah yang menjadi ahli waris utama, sedangkan bila tak ada anak,akan

tetapi ada cucu maka akan cuculah yang menjadi ahli warisnya. Bila tidak

mempunyai anak dan tidak mempunyai cucu maka yang menjadi ahli warisnya

adalah ibu dari pewaris, jika ibu pewaris juga tidak ada lagi maka barulah

saudaranya menjadi ahli warisnya. Jika semua ahli waris seperti nomor1,2,3,4 tidak

ada lagi barulah keluarga terdekat pewaris menjadi ahli warisnya.

b. Bila pihak suami (bapak) yang wafat,maka yang menjadi ahli warisnya yaitu:

1. Anak laki

2. Cucu laki dari anak laki

3. Bapak pewaris

4. Saudara laki pewaris

5. Kemenakan laki pewaris

6. Keluarga terdekat pewaris

Bila ahli waris yang tersebut diatas, semuanya masih hidup maka diantara

mereka tidak dapat mewaris secara bersama-sama. Hal ini sama dengan yang

tersebut terdahulu, jika ada ahli waris pertama maka ahli waris- ahli waris lainnya

tertutup untuk menjadi ahli waris, seperti jika ada g o l o n g a n ahli waris pertama

maka golongan ahli waris kedua tidak dapat menjadi ahli waris.Dan begitu juga

bila ada golongan ahli waris kedua maka g o l o n g a n ahli waris ketiga tidak dapat

menjadi ahli waris dan begitu seterusnya.

Bila terjadi ahli waris yang perempuan pupus atau punah, maka anak laki-laki

dapat diangkat secara ada tuntuk dapat ahli waris. Pupus maksudnya yaitu:semua

ahli waris yang perempuan tidak ada lagi yang masih hidup baik keluarga terdekat

dan keluarga jauh.

6. Pembagian Warisanpada Ahli Waris yang Berhak pada Masyarakat Desa Tanjung

Page 31: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

31

Pembagian warisan ini terjadi apabila wafatnya pewaris dan meninggalkan

harta warisan. Apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka pembagian warisan ini

tidak dapat ber langsungmenurut hukum waris manapun. Menurut hokum waris

adat masyarakat Desa Tanjung ini juga berlaku seperti unsur-unsur yang tersebut

diatas, bila tidakterpenuhi unsur tersebut tidak terpenuhi maka warisan tidak

dibagikan34.

Pembagian warisan ini dilakukan keluarga dan ahli waris yang akan

membagikan harta kekayaan pewaris. Tentang saat pembagian warisan setelah

pewaris meninggal dunia tidak ada ketentuan waktu yang psti,dapat dilakukan setelah

40 hari setelah pewaris wafat atau 100 hari. Pembagian harta warisan ini harus dalam

keadan bersirih, maksudnya bahwa harta-harta warisan ini harus dikurangi dengan

hutang-hutang pewaris, biaya selama sakit (jika mengalami sakit) dan biaya acara

pemakaman dan biaya acara-acara lainnya.Bila harta dalam keadaan bersih barulah

harta dibagi-bagikan kepada ahli warisnya.

Pembagian harta warisan ini di tentukan lebih dahulu harta terbagi

dan harta tak terbagi, yaitu sistem pewarisan kombinasi antara sistemindividual

dengan sistem kolektif, harta warisan yang dapat dibagi-bagikan kepada ahli warisnya

ini merupakan milik perorangan, sedangkan terhadap harta warisan yang tak terbagi-

bagikan ini merupakan milik bersama.

Mengenaipembagian warisan ini ada beberapa kemungkinan terjadi :

1.Bila istri (ibu) yang wafat, maka pembagian warisannya adalah :

a. Bila suaminya kawin lagi dan tidak mempunyai anak maka suami berhak

setengah dari harta pencahariannya.

b. Bila suami kawin lagi dan mempunyai anak, maka suami hanya membawa harta

bawaannya sedangkan harta pencaharian diwarisi kepada anaknya yang laki.

Pembagian ini dapat dilakukandiantara ahli waris bila :

1. Bila anak perempuan lebih dari 2 orang sedangkan anak laki-laki hanya satu

orang, maka anak laki-laki sebagai pengaturatau mewarisi harta warisan ini

terhadap ahli warisnya, maka semua harta pusaka (hartapencaharian)

inidiwarisikepadakeduaanak laki-laki.Pembagian warisan ini harus adil

menurut hokum adat, adil itu tidak menurut perhitungan matematika.

Sebagaicontoh:Pewaris meninggalkan harta p u s a k a berupa sawah, lading

(kebun) dan harta harta pencaharian berupa rumah,pekarangan serta 3 ekor

34. D.Y. Witanto, 2012 Hukum Keluarga, Hak dan Kedudukan anak Luar Kawin, Prestasi Pustaka, hal.1.

Page 32: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

32

ternak dan harta ringan lainnya. Pewaris meninggalkan anak 2 orang laki-laki

dan satu orang anak perempuan maka harta warisan ini diwarisi oleh kedua

anak-anak laki-laki sebagai berikut :

Harta pusaka ini, merupakan harta bersama yang pemakaiannya secara

bergantian atau dipelihara bersama,sedangkan harta harta pencaharian ini

dibagi-bagikan : yang satu orang mendapat rumah dan 1½ ekor ternak, dan

satu orang lagi mendapat pekarangan rumah (tanak gubuk) untuk mendirikan

rumah dan 1 ½ ekor ternak juga.Sedangkan harta bergerakl ainnya dapat

dibagikan sama banyak diantara anak laki-laki, sedangkan anak

perempuan bias mendapat harta warisan ini, utuk bagian anak perempuan

disebut sebagai “harta pengasek”.

2. Bila anak laki-laki lebih dari satu orang, maka di sini timbul persoalan, siapa

yang berhak mengatur atau mengawasi harta warisan tersebut. Hak tersebut

diberikan kepada anak yang laki yang dapat mengurusnya (pantes),yaitu anak

laki yang mampu membawa mufakat.

3. Bila yang wafat suami (bapak) maka harta pembagian warisan adalah :

a. Bila istri tidak mempunyai anak, maka harta pencaharian dibagi dua.

b. Bila istri mempunyai anak, maka harta pencaharian ini diwarisi kepada anak-

anak yang laki.

c.Bila pewaris tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai cucu laki,maka

harta warisannya dapat diwarisi oleh ibunya, atau saudara laki pewaris atau

kemenakan laki pewaris. Jika ibu, saudara laki dan kemenakan pewaris ini

masih hidup maka harta warisan ini dapat diwarisi oleh ahli waris yang

berdasarkan keputusan keluarga. Sedangkan proses pewarisan ini dalam

hokum waris adat masyarakat Desa Tanjung ini dapat terjadi dengan dua

cara, yaitu :

a. Sebelum Pewaris Wafat

Sebelum pewaris wafat, kadang-kadang pembagian warisan itu

dilakukan atau dilaksanakan sebelum pewaris wafat dengan menunjukkan oleh

pewaris kepada ahli warisnya,pewarisan dengan cara ini disebut dengan

memberi “penauk” ( h a k m e n e m p a t i ) misalnya seorang anak laki yang telah

kawin diberikan sawah perkarangan rumah danternak, maka harta ini

merupakan harta kekayaan yang belum dibagi, dalam hukum waris adat

Page 33: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

33

masyarakat desa Tanjung belum dapat di sebut sebagai harta warisan, tetapi

disebut sebagai“penauk/pelengak” (hak memelihara dan menggarap) saja.

Menurut Bapak Lasminto Ketua BPD desa Tan jung :“Bahwa setiap

anak atau keturunan pewaris dapat memperoleh harta warisan berupa barang

atau benda dari pewaris sebelum wafatnya, harta ini sebagai harta penauk35

b. Sesudah Pewaris Wafat

Menurut hukumwaris adat masyarakat Desa Tanjung pada dasarnya tidak

ditentukan jangka waktu pembagian harta warisan.Tetapi menurut kebijaksanaan

masyarakat setempat, tidak boleh membicarakan warisan selama “kubur

masih basak” artinya kubur belum kering,misalnya 40 hari atau 100 hari

setelah pewaris wafat.

Sedangkan anak laki-laki sebagai penguasa atau pengatur harta warisan ini

juga mendapat harta ringan dari pewarisan seperti : pakaian atau perlengkapan

ke sawah.

Sebagai penguasa atau pengatur ini dimusyawarahkan bersama keluarga,

dihadapan Kepala Dusun, Penghulu Kampung, Parisade untuk mereka yang

beragama hindu.

b. Bila suami kawin lagi dan mempunyai anak, maka suami hanya membawa harta

bawaannya sedangkan harta pencaharian diwarisi kepada anaknya yang

perempuan,maka anak perempuan mewaris harta pencaharian orang tuanya

dan harta pusaka tinggi dari ibunya.

Pembagian ini dapat dilakukandiantara ahli waris bila :

1. Bila anak perempuan lebih dari 2 orang sedangkan anak laki-laki hanya satu

orang, maka anak laki-laki sebagai pengatur atau mewarisi harta warisan ini

terhadap ahli warisnya, maka semua harta pusaka tinggi dan harta pusakar

endah (hartapencaharian) ini diwarisi kepada kedua anak

perempuannya.Pembagian warisan ini harus adil menurut hokum adat, adil itu

tidak menurut perhitungan matematika.

Sebagai contoh : Pewaris meninggalkan harta pusaka tinggi berupa sawah,

lading (kebun) dan harta pusaka rendah (harta pencaharian) berupa rumah,

pekarangan serta 3 ekor ternak dan harta ringan lainnya. Pewaris

meninggalkan anak 2 orang perempuan dan satu orang anak laki-laki maka

35. Wawancara dengan Lasminto, Ketua BDP Desa Tanjung tanggal 21 Juni 2014 di Kantor Desa Tanjung.

Page 34: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

34

harta warisan ini diwarisi oleh kedua anak-anak perempuannya sebagai

berikut :

Harta pusaka tinggi ini,merupakan harta bersama yang pemakaiannya secara

bergantian atau bergiliran, sedangkan harta pusaka rendah (harta

pencaharian) ini dibagi-bagikan : yang satu orang mendapat rumah dan 1½

ekor ternak, dan satu orang lagi mendapat pekarangan rumah untuk

mendirikan rumah dan 1 ½ ekor ternak juga.

Sedangkan harta ringan lainnya dapat dibagikan sama banyak dan anak laki-

laki juga bias mendapat harta warisan ini. Sedangkan anak perempuan tidak

diberikan harta waris, namun demikian dapat diberikan atas dasar “pengaseh”

tidak ditentukan jumlahnya.

4. Bila yang wafat suami (bapak) maka harta pembagian warisan adalah :

a. Bila istri tidak mempunyai anak, maka harta pencaharian dibagi dua.

b. Bila istri mempunyai anak, maka harta pencaharian ini diwarisi kepada anak-

anaknya, khususnya anak laki.

c. Bila pewaris tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai cucu, maka harta

warisannya dapat diwarisi oleh Bapaknya, apabila Bapaknya sudah tidak

ada maka saudaranya sebagai ahli waris, khususnya saudara yang laki..

7. Pengelolaan harta warisan secara bersama.

a. Dasar Pengelolaan harta waris secara bersama

Setiap orang tua berharap agar anak-anaknya dapat hidup sehat bersama anak dan

cucunya. Suasana hati yang bersih, bahagia dan sejahtera akan terpancar jelas ketika anak

cucu tumbuh berkembang bersama harapan-harapannya, berprestasi dalam studi dan

pekerjaan. Tentunya, kalau semua aspek kehidupan -finansial, sosial, kesehatan, hubungan,

spiritual- berkembang dengan baik dan seimbang orang tua senantiasa berdo’a untuk dikarunia

umur yang panjang, keadan itu disertai dengan pemberian bekal dalam hidup keluarga anak

keturunannya, jika sudah meninggal bagaimana warisan diwariskan.

Bicara tentang warisan yang paling cepat terlintas dalam pikiran adalah kepemilikan harta

benda berupa rumah dan tanah serta tabungan di bank, properti memang sangat penting.

Semua kebutuhan proses penerusan harta benda dari generasi ke generasi berikutnya ada

Page 35: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

35

ketentuan aturannya, supaya orang tua tambah tua tambah berwibawa dengan memiliki properti

lebih banyak dari jumlah anak. Kalau propertinya  banyak tidak begitu masalah. Tapi

bagaimana kalau properti yang ditinggal hanya satu, tapi anaknya lebih dari itu. Orang tua akan

merasa senang dan tentram bersama anak-anak jika keluarganya sehat, hidup rukun dan

berkecukupan secara ekonomi. Hal itu akan mendatangkan rasa damai di hati. Ucapan syukur

akan mudah meluncur bila bertemu atau sekedar mengingat anggota keluarganya.

Sesungguhnya warisan terindah orang tua adalah prinsip hidup dan cara hidup. Hal ini

diberikan secara terus-menerus kepada semua anggota keluarga, tanpa kecuali. Dengan

prinsip hidup yang kuat dan cara hidup yang benar semua orang diyakini dapat melanjutkan

hidup pribadi dan hidup keluarga sendiri dengan mandiri, tanpa bergantung kepada pihak lain.

Prinsip hidup dan cara hidup dapat diserap secara langsung melalui hubungan interaksi

dalam keluarga. Hidup bersama dalam satu atap akan memberikan pembejaran yang terbuka,

transparan dan sangat jujur. Kehidupan beragama dan etika hubungan keluarga akan terpupuk

dengan sendirinya selama orang tua bukan hanya menjadi pengajur, tetapi juga menjadi pelaku

yang setia. Selain melalui pergumulan dan sukacita dalam rumah, prinsip hidup dan cara hidup

diperoleh melalui bangku pendidikan sekolah. Orang tualah yang menentukan di mana untuk

menuntut ilmu terbaik, di mana ada guru dan atmosfer belajar yang mendukung.

Bentuk warisan berikutnya adalah hubungan kekeluargaan dan persaudaraan yang

telah dipupuknya selama ini. Tatakrama adat menyarankan supaya setiap anak menghormati

teman-teman orang tuanya yang masih hidup. Dengan mereka perlu dijalin komunikasi dan

ikatan tali silaturahmi. Dengan keluarga, saudara dan teman-teman akan banyak hal yang

dapat digali berbagai teladan hidup orang tua. Demikian juga cita-cita orang tua yang mungkin

tidak sempat diucapkan secara verbal langsung kepada anggota keluarga. Mereka ini tempat

untuk berbagi dan tempat untuk minta pertolongan. Apalagi bila ada teman-teman sebaya, yang

bukan hanya teman bermain tetapi juga sebagai teman bertumbuh untuk menentukan jati diri.

Mereka inilah yang bisa melihat diri kita dari berbagai sudut pandang, sehingga relatif bisa

memberikan pendapat yang lebih obyektif36.

Kembali kepada warisan berupa harta benda, properti berupa tanah dan bangunan.

Sedapat mungkin warisan peninggalan itu diurus secepat mungkin berdasarkan musyawarah

keluarga. Sebagai informasi, menurut peraturan pertanahan pengalihan hak waris tidak

36 . Hilman Hadikusuma 1980, Hukum Waris Adat, Penerbit Alumni Bandung, hal.37

Page 36: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

36

dibebankan biaya untuk waktu 6 bulan semenjak kematian orang tua yang namanya tertera di

dalam sertifikat. Demikian juga bila ada properti yang belum memiliki sertifikat, hendaknya

segera diurus supaya mendapat kepastian hukum dan dapat dimanfaatkan secara efektif.

Mungkin bisa dijual, disewakan atau diagunkan sesuai dengan keperluan keluarga.

1. Sistem Pewarisan Individual

Pada keluarga-keluarga Patrilineal pada umumnya berlaku sistem pewarisan individual ini, yaitu

harta warisan terbagi-bagi kepemilikannya kepada masing-masing ahli waris. Salah satu

kelebihan sistem pewarisan individual ini adalah dengan adanya pembagian terhadap, harta

warisan kepada masing-masing pribadi ahli waris, mereka masing-masing bebas untuk

menentukan kehendaknya terhadap bagian warisan itu.37

2. Sistem Pewarisan Mayorat Laki- laki

Pada masyarakat Desa Tanjung selain sistem pewarisan individual ada juga sebagian

masyarakat yang menggunakan sistem pewarisan mayorat laki-laki, yaitu sistem pewarisan

yang menentukan bahwa harta warisan seluruhnya dikuasai dan dipelihara oleh anak laki-laki

sulung.

3. Sistem Pewarisan Minorat Laki-laki

Pada sebagian Desa Tanjung, anak laki-laki bungsu dapat diberi kepercayaan untuk menguasai

dan memelihara harta warisan peninggalan orang tuanya, misalnya ia yang paling lama tinggal

di rumah warisan orang tua, dengan demikiania merupakan orang yang menjaga dan

memelihara rumah warisan tersebut

b. Pembiayaan dan pembagian hasil

Di Desa Tanjung hidup dengan rukun 3 (tiga) agama besar, yaitu agama Islam sebagai

agama mayoritas penduduk, kemudian agama Hindu Bali dan Agama Budha, tetapi hukum

warisnya menggunakan hukum adat, artinya ketiga agama tersebut melebur ajarannya dalam

hukum adat masyarakat Desa Tanjung. Sehingga dengan demikian sengketa harta waris belum

pernah terjadi, sekalipun secara normatif sudah bermasalah, karena bagi mereka yang

beragama Islam yang seharusnya menggunakan Faraid, tetapi kenyataannya megunakan

hukum adat. Kebaikan pengelolaan secara kolektif untuk harta warisan ini menampakkan

adanya mufakat diantara anggota keluarga, warisan tersebut sebaga tali pengikat semua

anggota keluarga. Tolong menolong diantara keluarga senantiasa dapat dilakukan dan

37  . Ibid hal. 33-37

Page 37: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

37

bersumber dari harta waris yang dikelola secara bersama, demikian juga tentang fungsi

kepemimpinan dalam keluarga masih terbina dengan baik, selalu dapat saling menghargai

diantara anggota keluarga.

Pembiayaan untuk pengelolaan harta waris seperti ini dilakukan atas dasar tanggung-

renteng, yaitu dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang akan

didapat. Pada cara ini terlihat kegiatan tolong menolong itu terjadi.

BAB V

PENUTUP

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Sistem kekerabatan masyarakat Desa Tanjung menganut kekerabatan patrilineal,

dengan hak waris utama ada pada anak laki-laki, sekalipun demikian anak wanita

dapat memperoleh hak atas tanah sebagai harta warisan desebut dengan

pengasek. Harta ini jika terjadi perkawinan berkedudukan sebagai harta bawaan

istri.

2. Pembagian waris berlaku warisan individual, dan warisan terbuka ketika pewaris

telah meninggal dunia, sekalipun warisan itu telah terbagi ketika orang tua masih

hidup, tetapi pembagian seperti itu disebut dengan penauk, sebagai bekal keluarga

yang baru terbentuk.

3. Sekalipun pembagian waris berlaku warisan individual, tetapi pengelolaan harta

waris dilakukan secara bersama yaitu dengan menunjuk salah seorang saudara

yang dianggap paling lemah ekonominya untuk mengelola harta warisan yang

berupa tanah.

4. Pengelolaan seperti ini dilakukan untuk membina mufakat diantara saudara, untuk

memelihara identitas keturunan dan untuk membina kegiatan tolong menolong

diantara keluarga yang membutuhkan.

5. Pembiayaan untuk pengelolaan harta waris seperti ini dilakukan atas dasar

tanggung-renteng, yaitu dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dengan

hasil yang akan didapat. Pada cara ini terlihat kegiatan tolong menolong itu terjadi.

B. Saran-saran

Sekalipun sengketa harta waris belum pernah terjadi, alangkah baiknya jika terjadi

perselisihan dapat diselesaikan dihadapan kepala adat, dan dalam menyelesaikan

Page 38: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

38

dan memutuskan perselisihan mengenai pembagian harta warisan dilakukan secara

tertulis. Oleh karena itu penulis menyarankan, untuk menjaga agar tidak terjadi salah

paham di kemudian hari bagi pihak yang bersangkutan hendaknya putusan

Penguasa Adat ditetapkan dalam bentuk tertulis atau dengan lebih baik lagi bila

dapat dikumpulkan dan dibukukan – walaupun dalam bentuk yang sederhana –

sehingga dapat menjadi pedoman pada pihak lainnya yang mengalami perkara

serupa.

DAFTAR PUSTAKA

Hadikusuma 1993, Hilman, Hukum Waris Adat, Cipta Aditya Bakti, Bandung,.

___________,1994, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum

Agama Hindu, Islam, Cipta Aditya Bakti, Bandung,.

___________,1997, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar Agung, Jakarta.

Komarudin 1979, Metode Penelitian Tesis dan Skripsi, Bandung.

Lexy J.Maleong 2000, MetodePenelitiaan Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,

Laporan Diskusi Leiden-Universitas Gajah Mada, Rorientasi Pengajaran dan Studi Hukum Adat,

Kamis 7 Maret 2013.

Prodjodikoro,Wiryono ,1988, Hukum Perdata Indonesia, Rajawali, Jakarta.

Presponoto Thalip Sayuti, 1960, Receptio A. Contrario, Bina Aksara, Jakarta, 1985.

Winardi,,Cet. II Vokin Vanhoeve, Bandung,

Primasta, Agus S,   Choice Of Law dalam Hukum Kewarisan, Makalah Pusat Pendidikan dan

Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Ronny HanitijoSoemitro 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Persada

Jakarta,.

Siddik,Abdullah, Hukum Perkawinan di Indonesia, Fajar Agung, Jakarta, 1983. Salman, Otjb,

1993, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, Alumni,

Bandung,.

Saragih, Djaren 1980, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta,.

S.Nasution 1992, Metode Penelitian Naturalistik Kwalitatif, Tarsito, Bandung. Soekanto,

Soejono 1981, Pokok-pokpk Hukum Adat, Alumni, Bandung,.

Soekanto,Soerjono dan Sri Mamuji,2001 Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada

Jakarta.

Soepomo 1993, Bab-bab tentang Hukum Adat, Pradya Paramita, Jakarta,.

Soebekti, Trusto. 2013, Hukum Waris Adat edisi kedua.Penerbit Liberti Jakarta.

Page 39: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

39

Suparman, Eman 1995, Intisari Hukum Waris Indonesia, Mandar Maju, Bandung,.

Sudiyat, Iman 1981, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta,.

Sutrisno Hadi 1979, Metode Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM,

Yogyakarta,.

Ter, Haar, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan, K Ng Surbakti

Wignyodipoero, Soerojo 1990, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Haji Mas Agung,

Jakarta,.

Winarno Surachmad, Dasar danTeknik Penelitian Research, Pengantar ,Bandung, Alumni,

1982.

 Willy Yuberto Andrisma, S,Tesis 2007, Pembagian Harta Waris Dalam Adat Tionghoa di

Kecamatan Ilir Timur I Kota Palembang Propinsi Sumatera Selatan

Page 40: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

40

Lampiran : Susunan Organisasi dan Tugas Tim Peneliti.

No Nama NIP Alokasi Waktu Uraian Tugas

1. Dr. H.L.Sabardi.SH.MS 195503041984031002 10 jam/minggu 1. Menyusun Proposal

2. Menyusun Pedoman Wawancara

3. Menyusun Laporan4. Menulis Artikel

H.Israfil.SH.M.Hum 195703021986031003 7 jam/minngu Mengumpulkan Data

Dr. Widodo Dwi Putro.SH.M.Hum 197010232003121001 10 jam/minggu1. mengumpulkan 

data2. editing3. Tabulasi data

Drs.Usman,M.Si 198012312008122002 7 jam/minngu Mengumpulkan Data

Page 41: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

41

BIAYA PENELITIAN

A. Biaya Bahan dan Alat 1. 3 RIM kertas A4 80 gram @Rp.50.000 ………….......……..Rp. 150.000,-2. Alat-alat tulis, maf, spidol……………………………….........Rp. 500.000,-3. Tinta Printer…………………………………………….......….Rp. 850.000,-4. Rental Komputer...................................................................Rp. 500.000,-

_________ Rp.2.000.000

B. Biaya Operasional 1. Poto Copy bahan…..............................................................Rp.1.500.000,-5. Konsumsi diskusi 5 orang Penelitix6x Rp.50.000,...............Rp.1.500.000

___________

Rp.3.000.000,-C. Biaya Transportasi 1. Transportasi ke lokasi selama 10 hari x5/Rp.200.000 .................…..Rp.10.000.000,-

Total:A+B+C= Rp.2.000.000+3.000.000+10.000.000,-=..............................Rp. 15.000.000,-(Lima Belas JutaRupiah)

Lampiran : Susunan Organisasi dan Tugas Tim Peneliti.

No Nama NIP Alokasi Waktu Uraian Tugas

1. Dr. H.L.Sabardi.SH.MS 195503041984031002 10 jam/minggu 5. Menyusun Proposal

6. Menyusun Pedoman Wawancara

Page 42: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

42

7. Menyusun Laporan8. Menulis Artikel

H.Israfil.SH.M.Hum 195703021986031003 7 jam/minngu Mengumpulkan Data

Dr. Widodo Dwi Putro.SH.M.Hum 197010232003121001 10 jam/minggu 4. 1.Koordinator anggota

5. mengumpulkan data

6. editing7. Tabulasi data

Drs.Usman,M.Si 198012312008122002 7 jam/minngu Mengumpulkan Data

Page 43: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

43

Prihal   warisan   seringkali   menimbulkan   ketidak   harmonisan   dalam   keluarga,   karena adanya ahli waris yang tidak puas dengan pembagian warisan yang diterimanya. Hal ini timbul dari sifat serakah manusia yang berkeinginan untuk selalu mendapatkan yang lebih dari apa yang telah diperolehnya. 

Untuk mendapatkan harta warisan sesuai dengan jumlah yang diinginkannya, para ahli waris menempuh segala cara yang dapat dilakukan guna mencapai tujuannya, baik melalui jalan hukum maupun dengan jalan melawan hukum. Jika perolehan harta warisan dilakukan dengan jalan melawan hukum, sudah tentu ada sanksi hukum yang menanti para pihak yang melakukan perbuatan itu. Akan tetapi jika perolehan harta warisan dilakukan dengan jalan sesuai dengan hukum, maka tidak akan ada sanksi hukum yang diberikan. Masalah yang timbul adalah apakah jalan   hukum   yang   ditempuh   tersebut   memenuhi   prinsip   keadilan   bagi   semua   pihak   yang berperkara. Terutama di dalam masalah warisan, sering kali putusan yang adil bagi salah satu pihak belum tentu dianggap adil oleh pihak yang lain. 

Hak   opsi   diperbolehkan   dalam   masalah   pembagian   warisan,   sebab   ada   dua   sistem hukum yang dapat dipilih oleh para pihak dalam menentukan pembagian warisan, yaitu hukum Islam dan hukum adat.Dua sistem hukum itu mempunyai perbedaan yang prinsip, oleh karena itu ada dua  lembaga yang berwenang untuk memutus apabila  terjadi  sengketa waris.Untuk 

Page 44: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

44

hukum   Islam   yang   berwenang   adalah   Pengadilan   Agama,   sedang   untuk   hukum   adat   yang berwenang adalah Pengadilan Negeri.

Ketentuan pembagian warisan dari dua sistem hukum tersebut seringkali mempunyai perbedaan,   maka   terjadi   pilihan   hukum   yang   bisa   digunakan   sebagai   dasar   penyelesaian masalah pembagian warisan.Masalah hak opsi ini bisa menjadi masalah baru dalam pembagian harta  warisan,   sebab para  pihak  cenderung  memilih  hukum sesuai  dengan kepentingannya sendiri, yaitu hukum yang bisa memberikan peluang untuk mendapatkan pembagian warisan yang lebih menguntungkan dirinya. Jika para pihak berpendapat dengan sadar, nilai-nilai hukum Eropa lebih adil,   itulah yang akan diterapkan dalam menyelesaikan pembagian warisan. Jika hukum   waris   Islam   yang   dipandang   lebih   adil,   undang-undang   tidak   melarang.Sepenuhnya terserah kepada mereka untuk menentukan pilihan.Hakim tidak berwenang untuk memaksakan pilihan  hukum tertentu.Pemaksaan  dari  pihak  hakim adalah  tindakan  yang  melampui  batas kewenangan dan dianggap bertentangan dengan “ketertiban umum” dan undang-undang.Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan serta meminta agar pembagian dinyatakan batal dan tidak mengikat   .  

Persoalan pilihan hukum (hak opsi) itu timbul dalam kaitan dengan adanya peluang bagi masyarakat   pencari   keadilan   yang   ingin   menyelesaikan   perkara   warisan.   Peluang   ini sebagaimana   dijelaskan   dalam   Penjelasan   Umum   dan   Pasal   49   UU   No.   7   Th.   1989,   bisa menimbulkan dua akibat, yaitu berupa pada waktu yang sama para pihak dapat mengajukan gugatan   atau   bisa   juga   para   pihak   sepakat   untuk   memilih   satu   sistem   hukum   untuk menyelesaikan masalah warisannya. 

Dalam pilihan hukum ini, tidak akan menjadi masalah jika semua pihak sepakat untuk memilih salah satu hukum yang akan dijadikan dasar dalam memecahkan masalah kewarisan, dan mereka juga mau menerima dengan sadar konsekuensi  yang timbul dari  pilihan hukum yang mereka lakukan. Akan tetapi akan menjadi masalah, bila masing-masing pihak memilih hukum yang berbeda-beda. 

Berkaitan dengan masalah hak opsi di dalam pembagian warisan, di Pengadilan Agama Sleman   ada   sebuah   kasus   yang   menarik   tentang   hak   opsi,   yaitu   ada   dua   pihak   yang bersengketa.Pihak   yang   pertama   beragama   Islam,   sedangkan   pihak   yang   kedua   beragama Khatolik.Kedua orang ini adalah saudara kandung, pihak yang beragama Islam berjenis kelamin laki-laki, sedangkan pihak yang beragama Khatolik berjenis kelamin wanita.

Menurut   agama   yang   dianut   oleh   masing-masing   pihak,   maka   Pengadilan   yang berwenang untuk menyelesaikan masalah warisan ada dua, yaitu bagi pihak yang beragama Islam   adalah   Pengadilan   Agama,   sedangkan   bagi   pihak   yang   beragama   Khatolik   adalah Pengadilan  Negeri.  Pihak  yang  beragama  Islam  ingin  masalah  warisannya  diselesaikan  oleh Pengadilan   Agama,   yang   berarti   menggunakan   dasar   Hukum   Islam,   sedangkan   pihak   yang beragama Khatolik ingin masalah warisannya diselesaikan oleh Pengadilan Negeri, yang berarti menggunakan dasar Hukum Perdata. 

BAB IIPEMBAHASAN

Page 45: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

45

A.     Pengertian pewarisanBilamana  orang membicarakan masalah warisan, maka orang akan sampai kepada dua 

masalah   pokok,   yaitu   seorang   yang   meninggal   dunia   yang   meninggalkan   harta   kekayaanya sebagai   warisan   dan   meninggalkan   orang   –   orang   yang   berhak   untuk   menerima   harta peninggalan tersebut.

Pewarisan sendiri merupakan segala sesuatu mengenai apa yang harus terjadi dengan harta   kekayaan   seseorang   yang   meninggal   dunia,dengan   kata   lain   pewarisan   merupakan peristiwa perpindahan hak dan kewajiban dari  seorang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang merupakan ahli warisnya. Pada asanya yang dapat diwariskan hanyalah hak – hak dan kewajiban dibidang hokum kekayaan saja.Kecuali ada hak – hak dan kewajiban dalam bidang hokum kekayaan yang tidak dapat diwariskan, yaitu perjanjian kerja, hubungan kerja, keanggotaan perseroan dan pemberian kuasa.Unsur – unsur yang terkandung dalam pewarisan yaitu :

Orang yang meninggal dunia ( pewaris ). Orang yang masih hidup yang menerima peralihan hak dan kewajiban ( ahli waris ). Hak dan kewajiban yang beralih.

B.      Syarat – syarat terjadinya pewarisanDidalam hal pewarisan terdapat syarat – syarat yang keberadaanya perlu diperhatikan 

guna berjalanya perpindahan hak dan kewajiban kepada pihak – pihak yang yang berhak menerima ( ahli waris ). Adapun syarat – syarat itu adalah sebagai berikut :

Pewaris meninggal dengan meninggalkan harta . Antara pewaris dan ahli waris harus ada hubungan darah. Ahli waris harus patut menerima warisan ( pasal 383 KUHPer ).

Harta yang dapat dibagi adalah harta  peninggalan setelah dikurangi dengan biaya – biaya waktu pewaris ( almarhum ) sakit dan biaya pemakaman serta hutang – hutang yang ditinggalkan pewaris.

Syarat waris dalam hukum Islam

Syarat pertama : meninggalnya pewaris. Yang diamaksud dengan meninggalnya pewaris baik secara hakiki maupun secara hukum adalah bahwa seseorang telah meninggal   dan   diketahui   oleh   seluruh   ahli   warisnya   atau   sebagian   dari mereka   ,atau   vonis   yang   ditetapakan   hakim   terhadap   seseorang   yang   tidak diketahui lagi keberadaanya. Sebagai contoh orang yang hilang yang keadaanya tidak diketahui  secara pasti,  sehingga hakim memvonisna sebagai  orang yang telah   meninggal.   Hali   ini   harus   diketahui   secara   pasti,karena   bagaimanapun keadaanya,   manusia   yang   masih   hidup   tetap   dianggap   mampu   untuk mengendalikan seluruh harta miliknya. Hak kepemilikanya tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun, kecuali setelah ia meninggal.

Page 46: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

46

Syarat   kedua   :   masih   hidupnya   ahli   waris.   Maksudnya,   pemindahan   hak kepemilikan dari  pewaris harus kepada ahli  waris yang secara syariat benar – benar   masih   hidup,   sebab   orang   yang   sudah   mati   tidak   memiliki   hak   untuk mewarisi. Sebagai contoh, jika dua orang atau lebih dari golongan yang berhak saling   mewarisi   meninggal   dalam   satu   peristiwa   atau   dalam   keadaan   yang berlainan   tetapi   tidak   diketahui   mana   yang   lebih   dahulu   meninggal   maka diantara  mereka  tidak  dapat   saling  mewarisi  harta  yang  mereka  miliki   ketika masih hidup. 

Syarat ketiga : diketahuinya posisi para ahli waris. Dalam hal ini posisi para ahli waris   hendaknya   diketahui   secara   pasti,   misalnya   suami,   istri,   kerabat   dan sebagainya,   sehingga  pembagi  memgetahui  dengan pasti  jumlah  bagian  yang harus diberikan diberikan kepada masing – masing ahli waris.

Pasal  383 KUHPer berisi  mengenai  ahli  waris  yang tidak berhak menerima warisan.  Adapun isinya adalah sebagai berikut :Orang – orang yang tidak patut mendapatkan warisan adalah :

1. Mereka   yang   telah   dihukum   karena   membunuh   atau   mencoba membunuh pewaris

2. Mereka   yang   karena   putusan   hakim   secara   fitnah   telah   mengajukan pengaduan   terhadap   pada   si   yang   meninggal,   ialah   suatu   pengaduan telah   melakukan   suatu   kejahatan   yang   terancam   dengan   hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.

3.  Mereka yang dengan kekerasan telah mencegah si yang meninngal untuk mencabut wasiatnya.

4. Mereka yang telah menggelapkan atau merusak wasiat dari si meninggal ( pewaris ).

Selain syarat – syarat diatas, dalam hal pewarisan juga terdapat prinsip umum yaitu :

1. Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta.2. Hak – hak dan kewajiban di bidang harta kekayaan beralih demi hukum.3. Yang berhak mewaris  menurut  undang – undang adalah  meraka yang 

menpunyai hubungan darah ( pasal 832 KUHPer )4. Harta tidak boleh di biarkan tidak terbagi5. Setiap orang cakap mewaris  kecuali  onwaardig berdasarkan pasal  383 

KUHPer. 

C.      Pihak – pihak yang menjadi ahli warisDalam proses perpindahan hak dan kewajiban ( pewarisan ),pasti ada pihak – pihak yang 

akan menerima hak dankewajiban itu.adapun syarat untuk menjadi ahli waris adalah sebagai berikut :

1. Calon ahli waris harus   sudah ada dan masih ada pada saat pewaris meninggal dunia ( pasal 836 KUHPer ), dengan mengingat pasal 2 KUHPer. 

Page 47: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

47

2. Calon ahli waris mempunyai hak atas harta peninggalan pewaris.

Hak atas waris dapat timbul karena :          Karena adanya hubungan darah antara pewaris dan ahIi waris ( ahli waris ab intestato / ahli 

waris karena undang – undang ).Hak mewaris berdasakan undang – undang :a)        Atas dasar kedudukan sendiri ( golongan garis keutamaan )

Golongan 1 ( pasal 852 – 852a KUHPer) :  adalah suami /  istri  dan semua anak serta keturunanya dalm garis lurus kebawah.

Golongan II ( pasal 855 KUHPer ) : orang tua dan saudara – saudara pewaris. Golongan III ( pasal 850 jo 858 KUHPer ) : kakek nenek, baik dari pihak ayah maupun ibu. Golongan IV ( pasal 858 s.d 861 KUHPer) : kerabat pewaris dalam garis menyamping.

         Karena ada pemberian melalui sebuah testament atau surat wasiat ( ahli waris testamenter ).   Arti   testament   (   pasal   875   KUHPer   ),   suatu   akta   yang   memuat   tentang   apa   yang dikehendaki terhadap harta setelah meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.

Unsur - unsur testamen 

Akta  Pernyataan kehendak Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap akta Dapat dicabut kembali

Syarat membuat Testamen 

Dewasa Akal sehat Tidak dapat bpengampuan

Tidak ada unsur paksaan,Kekhilapan,kekeliruan  Isi harus jelas

Menurut hukum adat, maka untuk menentukan siapa yang menjadi ahli waris digunakan dua macam garis pokok, yaitu :

        Garis pokok keutamaan,

       Garis pokok keutamaan adalah garis hukum yang menentukan urutan – urutan keutamaan di   antara   golongan   –   golongan   dalam   keluarga   pewaris   dengan   pengertian   bahwa golongan yang satu lebih diutamakan daripada golongan yang lain. Dengan garis pokok keutamaan tadi,  maka  –  maka  orang yang  mempunyai  hubungan darah  dibagi  dalam golongan – golongan, sebagai berikut :

a.        Kelompok keutamaan I       :  keturunan waris.b.        Kelompok keutamaan II      :  orang tua pewaris

Page 48: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

48

c.         Kelompok keutamaan III     :  saudara – saudara pewaris dan keturunanya.d.        Kelompok keutamaan IV     :  kakek dan nenek pewaris.

Garis pokok penggantian 

Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan untuk menentukan siapa di antara orang – orang didalam kelompok tertentu, tampil sebagi ahli waris. Yang sungguh menjadi ahli waris adalah :

a.        Orang yang tidak mempunyai penghubung dengan pewaris.b.        Orang yang tidak lagi penghubungnya dengan pewaris.D.     Penetapan ahli waris 

Pada   umumnya   yang   menjadi   ahli   waris   ialah   para   warga   yang   paling   karib   didalam generasi  penerusnya,   ialah anak – anak yang dibesarkan didalam keluarga sipewaris   :  yang pertama – tama mewaris ialah anak – anak kandung. Namun, pertalian dan solidaritas keluarga itu  di  sementara   lingkungan hukum diterobos oleh  ikatan dan pertautan kelompok kerabat yang tersusun unilineal. Adanya hak mewaris anak – anak dari kedua orang tuanya merupakan ciri dari susunan sanak parental,baik yang berdasarkan susunan suku bersegi dua, Maupun yang merupakan akibat terpecahnya susunan sanak menjadi ikatan – ikatan keluarga, misalnya   di jawa. Mengenai   ahli   waris   atau   siapa   yang   menjadi   wali   bagi   ahli   waris   dibawah   umur   serta penetapan ahli waris yang ditetapkan oleh pengadilan, tidak beda dengan aturan yang sudah ada. Misalnya dalam pasal 5 ayat ( 2 ) disebutkan, bagi ahli waris yang masih dibawah umur atau tidak cakap bertindak menurut hokum, pengelolaan atas harta kekayaan dapat dilakukan oleh orang perorangan dari keluarga terdekat. Jika orang perorangan atau keluarga terdekat tidak   ada,   maka   dapat   dilakukan   oleh   masyarakat   setempat   atau   lembaga   adat.Dan   untuk memperoleh   hak   atas   pengelolaan   harta   kekayaan,   wajib   mendapat   pnetapan   dari pengadilan.Dalam   ayat   (5)   juga   disebutkan,   pengadilan   dapat   menyatakan   penetapan pengelolaan harta kekayaan tidak berlaku apabila terjadi penyalahgunaan, pemborosan, atau merugikan kepentingan anak.Dalam pasal 26 ayat (2) disebutkan, pengadilan dapat menetapkan pihak lain untuk mewakili hak dan kepentingan pengelolaan atas harta kekayaan anak.  

E.       Pembagian warisanDalam  proses  perpindahan   hak  dan  kewajiban   (  pewarisan   )   terdapat  prinsip  –  prinsip 

pembagian warisan ( pasal 1066 KUHPer ) yang harus diperhatikan dengan tujuan agar proses perpindahan   hak   dan   kewjiban   (   pewarisan   )   dapat   berlangsung.   Adapun   prinsip   –   prinsip pewarisan yang termuat dalam pasal 1066 KUHPer adalah :

Tidak seorang ahli warispun dapat dipaksa untuk membiarkan harta warisan tidak terbagi.

Pembagian harta warisan dapat dituntut setiap saat ( walaupun ada testament yang melarang ).

Pembagian dapat di tangguhkan jangka waktu 15 tahun dengan persetujuan ahli waris.

Page 49: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

49

Cara pembagian warisan Dalam proses pembagian warisan diperlukkan cara – cara yang sesuai dengan hukum agar 

keadilan   diantara   pihak   yang   menerima   warisan   dapat   terwujud   dan   perselisihan   diantara penerima warisan dapat di minimalisir. Adapun cara pembagian warisan dalam KUHPer, Seperti :

Dalam pasal 1069 KUHPer disebutkan, jika semua ahli waris hadir maka pembagian   dapat   dilakukan   menurut   cara   yang   mereka   kehendaki bersama, dengan akta pilihan mereka.

Dalam 1071 dan 1072 KUHPer disebutkan, jika salah satu ahli waris tidak mau membantu, lalai dan belum dewasa / dibawah pengampuan, maka dengan   keputusan   hakim,   bali   harta   peninggalan   (   BHP   )   mewakili mereka.

Dalam   pasal   1074   KUHPer   disebutkan,   pembagian   harus   dengan   akta otentik        (  asli   )  yaitu segala sesuatu yang berhubungan erat dengan pembagian warisan. 

F.       Undang – undang pewarisan Terkait dengan pewarisan, pasal 24 (1) disebutkan : setiap orang dapat mempunyai hak 

keperdataan atas harta kekayaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan. Selanjutnya dalam ayat (2) dikatakan, hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialihkan dan atau dipindahtangankan.Dalam hal ini pemilik hak keperdataan meninggal maka hak atas harta kekayaanya beralih kepada ahli waris yang sah berdasarkan ketentuan perundangan – undangan.    

BAB IIIKESIMPULAN

Perencanaan keungan keluarga merupakan langkah bijak dan tepat bagi pasangan dan keturunan dari hasil pernikahan .Dengan perencanaan ini memberikan peluang yang lebih besar kepada   keluarga   untuk   dapat   mencapai   tujuan   keuangan,   yaitu   kebebasan   dari   kesulitan keuangan. Perencanaan selama kita hdup selalu menjadi prioritas utama seperti menyiapkan dana   pendidikan   anak,   menyiapkan   dan   untuk   masa   pension   nanti   dan   masih   banyak   lagi perencanaan jangka panjang lainya.

Perencanaan ini diperuntukan selama menjalani kehidupan berkeluarga. Perencanaan proteksi menjadi penting karena resilo tidak tercapainya perencanaan tujuan keuangan jangka panjang sangat mungkin terjadi. Tapi ada satu perencanaan yang sering kali atau belum dirasa perlu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, perencanaan itu adalha perencanaan warisan. Mereka   tidak   membuat   surat   wasiat   walau   yang   paling   sederhana   sekalipun.   Yang   telah memilikinya pun tidak pernah memperbaharuinya.

Masyarakat   masih   merasa   tabu   untuk   membicarakan   surat   wasiat,   karena keterlibatanya dengan kematian. Tapi, bila  membuat perencanaan warisan dengan baik, kelak 

Page 50: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

50

akan mempermudah keluarga yang ditinggalkan dalam memnhatur atau mengelola asset yang ditinggalkan.

Surat   wasiat   ini   bertujuan   untuk   mengatur   semua   kepentingan   setelah   meninggalkan keluarga yang dicintai. Selain dari itu, perencanaan warisan memiliki beberapa tujuan yaitu :

Kita sebagai keluarga dapat mengontrol seluruh asset yang dimiliki. Bila pewaris memiliki usah patungan dengan mitra kerja, maka pewaris 

dapat melimpahkan usaha tersebut kepada siapa saja yang ditunjuk. Memberikan kejelasan seputar  pengelolaan dan perawatan asset  yang 

dimiliki bila pewaris tidak lagi mapu untuk mengelolanya. Melindungi   asset   yang   pewaris   miliki   dari   orang   –   orang   yang   tidak 

berhak atasnya. Sehingga pasangan dan anak – anak yang ditinggalkan mendapat apa yang menjadi bagianya.

Memberikan kejelasan kepada keluarga bahwa asset yang dimiliki akan diberikan oleh orang yang ditunjuk serta kapan aset tersebut di berikan serta dengan cara yang pewaris inginkan.

Satu tujuan akhir yag telah disebutkan sebelumnya adalah penghematan aspek pajak yang berkaitan dengan warisan.   

DAFTAR PUSTAKA 

Sukanto soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta.CV.Rajawali.1981   Sudiyanro iman. Hukum Adat. Jakarta. CV.rajawali.1981

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengelolaan harta pusaka tinggi dan harta  pusaka   rendah  dalam masyarakat  adat  Minangkabau,   serta  apa  saja  kendala-kendala dalam   pengelolaan   harta   pusaka   masyarakat   adat   Minangkabau   serta   penyelesaiannya. Penelitian   yang   digunakan   adalah   penelitian   hukum   sosiologis   (socio-legal   research)   atau nondoctrinal.Penelitian   ini   merupakan   kegiatan   pencarian   data   empiris,   yang   bersifat deskriptif.Jenis penelitian ini mengkaji efektivitas hukum dengan membandingan antara ideal hukum (das sollen) dengan realitas hukum (das sein).Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian  kepustakaan  adalah   teknik   studi  dokumenter,  dengan  alat  berupa  bahan-bahan tertulis,   sedangkan untuk  penelitian  lapangan digunakan teknik  komunikasi   langsung dengan   alat   berupa   pedoman   wawancara.Terhadap   pengambilan   sampel   dilakukan   secara purposif sampling.Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, dan analisis data yang   diperoleh   dilakukan   secara   kualitatif.Berdasarkan   hasil   penelitian   diketahui   bahwa pengelolaan harta pusaka tinggi dalam masyarakat Minangkabau dapat terjadi dalam bentuk pusaka   tanah   dan   selain   tanah.   Pengelolaan   pusaka   tanah   di   peroleh   atas   dasar   ganggam bauntuak dapat dilakukan oleh masyarakat pemegang ganggam bauntuak dan orang lain atas dasar   kesepakatan.   Terhadap   pengelolaan   harta   pusaka   non   tanah   merupakan   upaya pelestarian harta pusaka akibat peralihan bentuk pusaka dari tanah kepada bentuk lain seperti emas. Dalam pengelolaan harta pusaka rendah masyarakat di Kecamatan Batipuh merupakan 

Page 51: Laporan Penelitian Waris Klu LALU SABARDI

51

bentuk   pengelolaan   terhadap   harta   pencarian   yang   diwariskan   oleh   pewaris   berdasarkan hukum   faraid   atau   keinginan   para   ahli   waris.Pengelolaan   harta   pusaka   rendah   merupakan kewenangan setiap pemilik harta pusaka yang dilakukan atas kesepakatan bersama anggota keluarga inti.Kendala dalam pengelolaan harta pusaka di Kecamatan Batipuh terjadi terhadap harta   pusaka   tinggi   tanah.Kendala   yang   terjadi   berupa   konflik   dalam   pengelolaan   yang dilakukan atas  dasar  pagang gadai  dan  jual  beli.Hal   ini   terjadi  karena adanya pemanfaatan tanah ulayat yang bertentangan dengan asas-asas pemanfaatan tanah ulayat itu sendiri.Selain itu   juga   disebabkan   karena   belum   terlaksananya   bentuk   kesepakatan-kesepakatan   dalam pengelolaan harta pusaka tersebut yang dituangkan secara tertulis dengan berdasarkan akta otentik   yang   dibuat   oleh   pejabat-pejabat   yang   berwenang.   Kata   kunci:   Pengelolaan,   Harta Pusaka, Ganggam Bauntuak, Tanah Ulayat