Upload
misnawati
View
181
Download
21
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan populasi
Citation preview
LAPORAN praktikum
Ekologi tumbuhan
Topic :Populasi Enceng Gongok (Eichhornia crassipes)
Disusun Oleh :
Program studi pendidikan biologi
Jurusan pendidikan mipa
Fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Name : Achmad Faqih Sha’ab ACD
111 0053
Febriaannisa Kuswindiarti ACD
111 0032
Misnawati ACD
111 0066
Muqor Rama Hasanah ACD
111 0011
Yayuk Oktavia ACD
111 0122
Lecturer : Drs. Najamuddin, M.Si
Group : II (Dua)
Day / Date : Monday, 30 th September 2013
UNIVERSITas PALANGKARAYA
2013
I. TOPIK :
Populasi Enceng Gondok
II. TUJUAN :
II.1Menghitung density (kerapatan) tanaman enceng gondok
II.2Mengamati pola penyebaran tanaman enceng gondok
II.3Menganalisis struktur umur tanaman enceng gondok
III. DASAR TEORI :
III.1 Pengertian Populasi
Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Pengertian
ini dikemukakan untuk menjelaskan bahwa individu- individu suatu jenis
organisme dapat tersebar luas di muka bumi, namun tidak semuanya dapat saling
berhubungan untuk mengadakan perkawinan atau pertukaran informasi genetik,
karena tempatnya terpisah. Individu- individu yang hidup disuatu tempat tertentu
dan antara sesamanya dapat melakukan perkawinan sehingga dapat mengadakan
pertukaran informasi genetik dinyatakan sebagai satu kelompok yang disebut
populasi.
III.2 Populasi Lokal dan Ras Ekologi
Dalam situasi tertentu sekelompok individu ada kemungkinan secara
genetika terisolasi, persilangan hanya memungkinkan terjadi diantara anggota
kelompok itu sendiri. Kelompok organisma-organisma yang terisolasi tersebut
biasanya disebut ”populasi lokal”. Populasi lokal adalah merupakan unit dasar
dalam proses evolusi, pertukaran gena terjadi secara terus-menerus dalam waktu
yang relatif lama shingga terjadi struktur gena yang khusus untuk kelompok
tersebut dan akan berbeda dengan struktur gena populasi lokal lainnya meski
untuk species yang sama. Hal ini dikarenakan adanya seleksi alami yang
beroperasi terhadapnya, sehingga menghasilkan individu-individu dengan susunan
gena yang memberi kemungkinan untuk bertahan terhadap lingkungan lokal, dan
akan berkembang dalam jumlah yang semakin banyak jika dibandingkan dengan
individu-individu yang tidak tahan.
Salah satu jalan suatu populasi lokal dapat teradaptasi terhadap suatu
lingkungan adalah dengan pengembangan dan pengelolaan diversitas genetikanya
melalui reproduksi seksual dalam populasi.Hasilnya adalah sekelompok atau
susunan individu-individu yang masing-masing berbeda dalam toleransinya
terhadap lingkungan, salah satunya ada kemungkinan mempunyai kemampuan
yang sangat baik dalam toleransinya terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim
daripada rata-rata anggota populasi lainnya.Dengan demikian kehetrogenan
struktur gena dari anggota populasi mempersiapkan populasi terhadap
kehancurnnya akibat lingkungan, misal terhadap kemarau yang panjang.
Hal yang sejalan terjadi pula dalam kurun waktu yang relatif lama dan
lamban sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, dalam hal ini bisa ratusan
bahkan ribuan tahun. Dengan demikian keheterogenan struktur gena merupakan
cara dalam mempertahankan hidup atau kelulusan hidup, dan ini sebagai
mekanisma teradaptasinya suatu populasi akibat seleksi alami.
Dalam suatu kawasan yang secara umum mempunyai kondisi yang relatif
sama, populasi lokal dari species yang ada berkecenderungan untuk
memperlihatkan toleransi terhadap lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan
berbeda toleransinya dengan species lokal lainnya (dari species yang sama) yang
berada pada kondisi iklim yang berbeda. Jadi suatu ras ekologi adalah juga
populasi lokal yang terbentuk oleh karakteritika individu-individunya.
Dua pendekatan dalam kajian populasi ini, yaitu melalui ekologi populasi
yang mendalami pertumbuhan suatu populasi dan interaksi diantara populasi-
populasi yang berhubungan erat di dalam pengaruh faktor lingkungan yang
terkontrol ataupun tidak terkontrol.Pendekatan lainnya yaitu mempelajari satu
atau lebih populasi lokal dari suatu species dalam usaha untuk mempelajari
genetika species sebagai penentu toleransinya terhadap kondisi lingkungannya,
kajian ini disebut ekologi gena atau ekologi fisiologi perbandingan.
Besarnya suatu populasi di suatu kawasan tertentu biasanya dinyatakan
dalam suatu peristilahan kerapatan atau kepadatan populasi. Kerapatan populasi
dapat dinyatakan dalam: jumlah individu persatuan luas, atau dapat pula
dinyatakan dalam biomasa persatuan luas (bila populasi tersebut dibentuk oleh
individu-individu dengan ukuran berbeda, ada kecambah, ada anakan dan
tumbuhan dewasa serta tumbuhan tua).
Dalam perjalanan waktu suatu populasi besarannya akan mengalami
perubahan. Dalam mempelajari perubahan-perubahan ini pengertian kecepatan
memegang peranan penting, dan perubahan populasi ini sangat ditentukan oleh
berbagai faktor (kelahiram atau regenerasi: kematian, perpindahan masuk, dan
perpindahan keluar). Besarnya populasi tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh
kapasitas tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung
dalam suatu ekosistem dimana organisma itu masih dapat hidup. Dalam keadaan
ini persaingan intra species adalah dalam keadaan maksimal yang dapat
ditanggung oleh organisma tersebut. Berbagai faktor sebagai pendorong untuk
terjadinya fluktuasi ini, yaitu: perubahan musim yang menyebabkan perubahan-
perubahan faktor fisika dan mungkin juga kimia lingkungannya. Contoh yang
menarik adalah kenaikan jumlah plankton yang sangat menyolok pada musim
tertentu, disebut ”plankton bloom”.
III.3 Pola Penyebaran Individu
Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relative terhadap yang
lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi tumbuhan dalam suatu populasi
bisa bermacam-macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran,
yaitu
1. Penyebaran secara acak , jarang terdapat di alam. Penyebaran ini biasanya
terjadi apabila faktor lingkungan sangat beragam untuk seluruh daerah
dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat-sifat untuk berkelompok
dari organisme tersebut. Dalam tumbuhan ada bentuk-bentuk organ
tertentu yang menunjang untuk terjadinya pengelompkan tumbuhan.
2. Penyebaran secara merata, umumnya terdapat pada tumbuhan. Penyebaran
semacam ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat antara individu-
individu dalam populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan
untuk mendapatkan nutrisi dan ruang.
3. Penyebaran secara berkelompok, adalah yang paling umum di alam,
terutama untuk hewan. Pengelompokan ini disebabkan oleh berbagai hal:
Respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal
Respon dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman akibat
dari cara atau proses reproduksi atau regenerasi.
Gambar : Pola Penyebaran Individu Tumbuhan
Penyebaran populasi merupakan pergerakan individu ke dalam atau keluar
dari populasi. Penyebaran populasi berperan penting dalam penyebaran secara
geografi dari tumbuhan, hewan atau manusia ke suatu daerah dimana mereka
belum menempatinya. Penyebaran populasi dapat disebabkan karena dorongan
mencari makanan, menghindarkan diri dari predator, pengaruh iklim, terbawa
air/angin, kebiasaan kawin dan faktor fisik lainnya.
Penyebaran populasi melalui 3 cara yaitu (Taufik, 2009) :
a. Emigrasi : merupakan pola pergerakan individu keluar daerah populasinya ke
tempat lain, dan tinggal permanen ditempat barunya.
b. Imigrasi : merupakan pola penyebaran individu ke dalam suatu daerah populasi
lain dan individu tersebut menetap menetap ditempat baru.
c. Migrasi : merupakan pola pergerakan individu dua arah, keluar dan masuk atau
pergi dan datang secara periodik selama kondisi lingkungan tidak
menguntungkan sehingga individu suatu populasi akan berpindah tempat.
Migrasi ini dapat terjadi secara musiman atau tahunan.
Merata Acak Kelompok
Penyebaran membantu natalitas dan mortalitas di dalam memberi wujud
bentuk pertumbuhan dan kepadatan populasi. Di dalam kebanyakan kasus
beberapa individu atau hasil-hasil refroduktifnya secara tetap meninggalkan atau
memasuki populasi (Odum, 1994).
III.4 Densitas dan Pola
Densitas adalah jumlah individu per satuan area tertentu, sebagai contoh
adalah 300 pohon Sacharum oficinarum/ha. Cara perhitungan densitas tidak
dengan menghitung semua individu yang ada dalam suatu area. Cara yang
digunakan adalah dengan menggunakan sampling area. Luas sampling area adalah
1% dari luas area total yang diamati.
Pengamatan area sampling dilakukan secara acak dengan penggunakan
kuadrat. Kuadrat adalah sembarang bentuk yang diberi batas dalam suatu vegetasi,
sehingga penutup seperti densitas dan dominansi dapat diperkirakan ataupun
dihitung.
Ukuran kuadrat sangat tergantung pada tipe vegetasi yang diamati. Pada
tumbuhan yang anual dengan homogenitas yang tinggi maka ukuran kuadrat dapat
sangat kecil, sedangkan pada pohon dapat digunakan ukuran 10-50 m dalam satu
sisi.
Densitas dapat ditinjau dengan tanpa melihat masing-masing jenis, data
seperti ini bisa digunakan untuk menghitung jumlah rata-rata individu dari total
cuplikan. Perincian densitas per jenis, menunjukkan populasi masing-masing
jenis dan apabila dikaitkan dengan persebaran ukuran seluruh individu dari
masing-masing jenis, diperoleh informasi tentang strategi regenerasi atau untuk
upaya pengelolaan dan usaha konservasinya, namun data densitas tidak akan
berguna tanpa identitas atau informasi dari data yang lain. Densitas suatu spesies
merupakan suatu ukuran yang statis, data yang diperoleh tidak dapat mengungkap
interaksi dinamik yang terjadi pada anggota spesies tersebut.
Pola adalah distribusi menurut ruang. Data pola penyebaran tumbuhan dapat
memberi nilai tambah pada data densitas dari suatu spesies tumbuhan. Pola
penyebaran tumbuhan dalam suatu wilayah dapat dikelompokan menjadi tiga
yaitu:
a. Acak
Pola peneyebaran secara acak dapat dilihat jika jarak , lokasi, sembarang
tumbuhan tidak mempunyai arah dan posisi terhadap lokasi spesies yang sama.
b. Mengelompok
Pola penyebaran mengelompok, menunjukan bahwa hadirnya suatu
tumbuhan akan memberikan indikasi untuk menemukan tumbuhan yang
sejenis. Anggota tumbuhan yang ditemukan lebih banyak ditemukan secara
mengelompok dikarenakan ada beberapa alasan :
1) Reproduksi tumbuhan yang menggunkan
ruuner atau rimpang.
Reproduksi tumbuhan yang menggunakan biji cenderung jatuh di
sekitar induk.
2) Lingkungan /habitat mikro pada tiap spesies yang mempunyai kesamanan
pada anggota spesies. Habitat dikatakan homogen pada lingkungan makro,
namun pada lingkungan mikro sangat berbeda. Mikrositus yang paling
cocok untuk suatu spesies cenderung ditempati lebih padat untuk spsies
yang sama.
c. Teratur
Pola penyebaran teratur jika secara reguler dapat ditemui pada perkebunan,
agricultur yng lebih diutamakan efektifitas dan efisiensi lahan.
III.5 Cara pengukuran pola
a. Menggunaan kuadrat acak.
Pemanfaatan jumlah individu yang berakar dalam tanah dihitung dalam
kuadrat dan merupakan data pengamatan. (observed). Data harapan dihitung
dengan rumus Poison yang hanya memerlukan jumlah rata rata tumbuhan per
kuadrat. Perbedaan antara data pengamatan dengan data harapan dinalisis dengan
chi square. Contoh perhitungan dengan analisis Poison untuk setiap spesies adalah
sebagai berikut:
Tabel : Analisis pola penyebaran spesies dengan menggunakan rumus Poison
Jumlah tumbuhan
per kuadrat
Pengamatan jumlah kuadrat
dengan x tumbuhan
Harapan∑kuadrat dengan x
tumbuhan = e -m (mx
/X!) (100)
X2 (Pengamatan –Harapan) 2
Harapan
0 13 21.0 3.0
1 51 32.8 10.1
2 23 25.6 0.3
3 3 13.3 8.0
4 10 5.20 -
5 10 1.60 1.5
Total 100 99.5 Σχ 2=22.9
Analisis dengan menggunakan kuadrat acak ini memerlukan minimal 100
kuadrat yang diletakan secara acak. Ukuran plot disesuikan dengan tipe life form.
Tumbuhan yang dianalisis sebaiknya adalah tumbuhan yang tunggal seperti
spesies Elepanthus, Tridaks procumben. Pengelompokan dengan menggunakan
klas skala B-B yang terdiri dari enam kelas
Asumsi sebaran Tumbuhan secara umum adalah mengelompok, sehingga
Ho: dikatakan sebagai spesies tumbuhan X adalah tidak mengelompok.
Penggunaan rumus poison memerlukan jumlah rerata tumbuhan per juadrat (m),
bilangan konstanta e = 2,7183, sehingga e -m = 0,21
Berdasarkan harga Σχ 2=22.9 dokonfirmasikan dengan tabel χ 2 dengan
derajad bebas 3 = 11,34, maka nilai χ 2 hitung =22.9> χ 2 tabel = 11,34. Ho ditolak,
artinya HA diterima berarti tumbuhan tsb hidup secara mengelompok.
b. menggunakan metode jarak
Metode jarak dapat digunakan dalam perhitungan pola dengan tidak
menggunakan plot. Jarak antara tumbuhan yang salaing berdekatan dihitung dan
akan dipelajari dalam teknik sampling pada bab kemudian.
c. Frekuensi
Frekuensi dapat digunakan untuk menaksir pola, dimana frekuensi adalah
jumlah kuadrat yang berisi spesies tumbuhan tertentu. Jika ada 50 kuadrat yang
ditempatkan dilapangan area pengamatan dan 25 diantaranya ditandai dengan
hadirnya spesies tertentu maka frekuensi tumbuhan tersebut adalah 50%.
Berdasarkan densitas dan frekuensi dapat juga digunakan sebagai prediksi
untuk pola spesies tumbuhan. Sebagai contoh adalah jika angka densitas tinngi
dan frekuensi rendah maka dapat diasumsikan bahwa tumbuhan tersebut adalah
mengelompok, demian juga sebaliknya. Tetapi penggunakan densitas dan
frekuensi adalah ukuran yang tidak independen karena masih ada faktor lain yaitu
luas kuadrat yang digunakan berpengaruh terhadap frekuensi yang hadir dalam
kuadrat.
III.6 Distribusi Umur
Tiap individu dalam populasi selama masa hidupnya dapat dibagi atas 8 fase
yaitu
(1) benih yang mampu tumbuh
(2) semai
(3) anakan
(4) vegetatif remaja (immature)
(5) vegetatif dewasa (mature)
(6) masa awal reproduksi
(7) vigor maksimum (reproduksi dan vegetatif) dan
(8) senescent.
Jika suatu populasi hanya memiliki 4 – 5 fase yang pertama menunjukkan
populasi ini merupakan populasi pengganti dan merupakan bagian dari komunitas
seral. Jika populasi memiliki ke delapan fase menunjukkan populasi yang stabil
dan merupakan bagian dari komunitas klimaks. Dan jika populasi hanya memiliki
4 fase yang terakhir berarti populasi tidak dapat memelihara diri sendiri dan
merupakan bagian dari komunitas seral.
IV. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
Tabel. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum di lapangan
No Alat Jumlah
1. Meteran 1 Buah
2. Kayu re’eng (panjang 2 m) 4 Buah
3. Paku re’eng 15 Buah
4. Palu 1 Buah
5. Tali Rapia Secukupnya
6. Tabel Analisis Data 1 Buah
b. Bahan
1. Lokasi pengamatan.
Lokasi pengamatan yaitu di tambak ikan nila, jln. Bukit rawi pahandut
seberang. Kota Palangkaraya.
Gambar. Lokasi Pengamatan Populasi Enceng Gondok
V. PROSEDUR KERJA
V.1Menghitung kerapatan :
V.1.1 Membuat 10 Plot dengan ukuran 4m2
V.1.2 Meletakannya di tengah-tengah populasi enceng gondok
V.1.3 Menghitung berapa banyak jumlah individu dalam plot ke 1,2,…,10
V.1.4 Menghitung reratanya.
V.2Mengamati Pola Penyebaran:
Dalam hal ini kami memiliki 2 cara dalam menentukan pola
penyebaran, yaitu :
1. Melihat bentuk fisik penyebaran tanaman enceng gondok dan
membandingkan dengan gambar dibawah ini.
2. Penyebaran Poisson dengan asumsi pertama individu-individu
menyebar secara acak. Perlu diingat cara ini akan memberikan hasil
yang baik apabila jumlah individu setiap satu meter perseginya adalah
rendah. Berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu adalah acak
maka dapat didefenisikan bahwa varians (V) adalah sama dengan
harga rata-rata (X), jadi apabila varians lebih besar dari harga rata-rata
maka penyebaran individu adalah berkelompok, dan sebaliknya
apabila varians lebih kecil dari harga rata-rata maka penyebarannya
merata.
Merata Acak Kelompok
VI. HASIL PENGAMATAN
VI.1 Ditetapkan :
1. Jumlah Plot = 10 Plot
2. Luas Plot = 4 m2
3. Objek = Tumbuhan Enceng Gondok
4. Luas Kolam = 40 X 20 m (800 m2)
VI.2 Data Hasil Pengamatan Kerapatan :
Diperoleh data seperti di bawah ini
1. Plot 1 = 72 rumpun enceng gondok dalam plot ke 1 ukuran 4 m2
2. Plot 2 = 80 rumpun enceng gondok dalam plot ke 2 ukuran 4 m2
3. Plot 3 = 76 rumpun enceng gondok dalam plot ke 3 ukuran 4 m2
4. Plot 4 = 71 rumpun enceng gondok dalam plot ke 4 ukuran 4 m2
5. Plot 5 = 69 rumpun enceng gondok dalam plot ke 5 ukuran 4 m2
6. Plot 6 = 77 rumpun enceng gondok dalam plot ke 6 ukuran 4 m2
7. Plot 7 = 83 rumpun enceng gondok dalam plot ke 7 ukuran 4 m2
8. Plot 8 = 70 rumpun enceng gondok dalam plot ke 8 ukuran 4 m2
9. Plot 9 = 74 rumpun enceng gondok dalam plot ke 9 ukuran 4 m2
10. Plot 10 = 72 rumpun enceng gondok dalam plot ke 10 ukuran 4 m2
VI.3 Data Pola Penyebaran
Plot ke- Isi (Rumpun) X2
1 72 5182 44382 80 6400 56563 76 5776 50324 71 5041 42975 69 5761 40176 77 5929 51857 83 6889 61458 70 4900 41569 74 5476 473210 72 5184 4440
∑ =10 ∑ = 744 ∑ = 56538 ∑ = 48.098
VI.4 Data struktur umur
1. Semai = 112 Rumpun
2. Anakan = 97 Rumpun
3. Dewasa = 102 Rumpun
4. Tua = 130 Rumpun
5. Hampir mati = 182 Rumpun
6. Mati = 121 Rumpun
Dari hasil perhitungan id di samping, diperoleh hasil sebesar 0.870. dengan demikian id < 1 maka pola penyebarannya adalah merata.
n X ∑x2-Nid =
N(N-1)
10 X 48,098=
744(743)
480.980=
552.792
= 0.870
VII. PEMBAHASAN
Praktikum ini kami lakukan pada tanggal di tambak ikan nila di jln. Bukit rawi
pahandut seberang. Kami memilih untuk menjadikan enceng gondok sebagai objek kajian
populasi karena pada dasarnya tumbuhan ini memang hidup berkelompok sehingga
sangatlah mudah untuk mengamati populasinya. Selain itu daerah tempat tinggal kami
adalah kawasan tepi perairan sungai Kahayan sehingga kami berinisiatif untuk
memanfaatkan apa yang ada disekeliling kami menjadi sesuatu yang dapat mendatangkan
ilmu pengetahuan untuk kami serta memberikan pengalaman termasuk pengalaman
mengamati populasi seperti yang kami lakukan dalam praktikum ini.
Dalam kegiatan ini kami memilih untuk mengamati populasi enceng gondok di
tambak ikan, tambak ikan ini memiliki luas 800 m2, Informasi ini kami peroleh dari
pemilik tambak ikan tersebut, karena yang kami teliti adalah tumbuhan yang memiliki
perawakan kecil maka kami menyepakati membuat plot sebesar 4 m2 kami mengambil
data sebanyak 10 kali..
Untuk lebih memahami objek kajian, berikut adalah pembahasan pengenai
objek kajian kami.
Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah
salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng
gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain
seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal
dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado
dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak
sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius,
seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang
melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan
tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat
merusak lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui
saluran air ke badan air lainnya.
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam
tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya
tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai
daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya
termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya
berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna
hijau. Akarnya merupakan akar serabut.
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa,
aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini
dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari ketinggian air, arus air,
dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air.
Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang
mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan
potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan
eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika
Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan
berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.
Berikut adalah data kerapatan enceng gondok yang kami peroleh dalam
setiap plotnya (4 m2) :
1. Plot 1 = 72 rumpun enceng gondok dalam plot ke 1 ukuran 4 m2
2. Plot 2 = 80 rumpun enceng gondok dalam plot ke 2 ukuran 4 m2
3. Plot 3 = 76 rumpun enceng gondok dalam plot ke 3 ukuran 4 m2
4. Plot 4 = 71 rumpun enceng gondok dalam plot ke 4 ukuran 4 m2
5. Plot 5 = 69 rumpun enceng gondok dalam plot ke 5 ukuran 4 m2
6. Plot 6 = 77 rumpun enceng gondok dalam plot ke 6 ukuran 4 m2
7. Plot 7 = 83 rumpun enceng gondok dalam plot ke 7 ukuran 4 m2
8. Plot 8 = 70 rumpun enceng gondok dalam plot ke 8 ukuran 4 m2
9. Plot 9 = 74 rumpun enceng gondok dalam plot ke 9 ukuran 4 m2
10. Plot 10 = 72 rumpun enceng gondok dalam plot ke 10 ukuran 4 m2
Dari data tersebut terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam setiap jumlah rumpun per satuan luas plotnya, angka berkisar antara 69-83.
Jumlah seluruh rumpun adalah 744 rumpun. Untuk mencari rata-ratanya dapat di
hitung sebagai berikut :
Jumlah Total IndividuRata-rata =
Jumlah Plot
744=
10
= 74,4
Lalu kami kemas dalam sebuah table,
Plot ke- Isi (Rumpun) X2
1 72 5182 44382 80 6400 56563 76 5776 50324 71 5041 42975 69 5761 40176 77 5929 51857 83 6889 61458 70 4900 41569 74 5476 473210 72 5184 4440
∑ =10 ∑ = 744 ∑ = 56538 ∑ = 48.098
Kami memiliki dua cara dalam menentukan pola penyebaran dalam
populasi yang kami amati ini, yang pertama adalah dengan mengamati
penggunakan indra penglihatan lalu mencocokan dengan dasar teori yang telah
memberikan pengetahuan dasar mengenai gambaran pola penyebaran seperti pada
gambar dibawah ini.
Menurut penglihatan kami pola penyebarannya adalah merata. Namun kami
masih memiliki cara yang kedua untuk membuktikan hipotesis kami sebelumnya,
caranya adalah dengan dengan memanfaatkan penyebaran Poisson dengan
asumsi pertama individu-individu menyebar secara acak. Perlu diingat cara ini
akan memberikan hasil yang baik apabila jumlah individu setiap satu meter
perseginya adalah rendah. Berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu
adalah acak maka dapat didefenisikan bahwa varians (V) adalah sama dengan
harga rata-rata (X), jadi apabila varians lebih besar dari harga rata-rata maka
penyebaran individu adalah berkelompok, dan sebaliknya apabila varians lebih
kecil dari harga rata-rata maka penyebarannya merata.
Sehingga :
Dari hasil perhitungan id di samping, diperoleh hasil sebesar 0.870. dengan demikian id < 1 maka pola penyebarannya adalah merata.
Merata Acak Kelompok
n X ∑x2-Nid =
N(N-1)
10 X 48,098=
744(743)
480.980=
552.792
= 0.870
Untuk struktur umur di peroleh data sebagai berikut :
1. Semai = 112 Rumpun
2. Anakan = 97 Rumpun
3. Dewasa = 102 Rumpun
4. Tua = 130 Rumpun
5. Hampir mati = 182 Rumpun
6. Mati = 121 Rumpun
Jika divisualisasikan terlihat sebagai berikut :
Dari data diatas dapat dipahami bahwa jumlah anakan < dewasa < semai
< mati < tua < hampir mati. Jumlah terendah adalah anakan (97), sedangkan
jumlah tertinggi adalah hampir mati (182). Data ini penunjukan bahwa populasi
112 Semai
97 Anakan
102 Dewasa
130 Tua
182 Hampir mati
121 Mati
enceng gondok ini terancam, hal ini dikarenakan factor luar yakni musim yang
sedang kemarau sehingga banyak enceng gondok yang hamper mati.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
VIII.1 Kesimpulan
1. Rata-rata kerapatan enceng gondok per satuan luas plot (4 m2) adalah 74
rumpun.
2. Pola penyebaran dalam populasi ini adalah merata, karena id < 1
3. Struktur umur populasi ini adalah anakan < dewasa < semai < mati < tua
< hampir mati. Maka populasi enceng gondok ini terancam, hal ini
dikarenakan factor luar yakni musim yang sedang kemarau sehingga
banyak enceng gondok yang hampir mati.
VIII.2 Saran
Dalam melakukan penelitian diharapkan keseriusan dan ketelitian yang
tinggi agar data yang diperoleh benar sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam
penarikan kesimpulan. Selain itu praktikum semacam ini dapat dijadikan sebagai
ajang meningkatkan sikap ilmiah dalam diri peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Andrie. 2011. Ekologi. (http://andriecaale.blogspot.com/2011/06/laporan-tetap-
analisis-vegetasi-metode.html). (tanggal akses: 7 November 2013)
Dalim, Yeniwarti. 1999. Fitogeografi (Geografi Tumbuh-Tumbuhan). Padang:
Universitas Negeri Padang.
McNaughton, S.J.1993. Ekologi Umum. Yogyakarta : UGM Press.
Odum, Eugene P.1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : UGM Press.
Suin, Nurdin Muhammad.2002. Metoda Ekologi. Padang : Universitas Andalas.
Syamsurizal. 2000. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Padang: Universitas Negeri Padang.