Upload
nadya-saptarina
View
996
Download
51
Embed Size (px)
Citation preview
SEDIAAN SEMISOLID
LEARNING OUTCOME
1. Melakukan teknik pembuatan beberapa jenis sediaan semisolid ( salep, gel, krim).
2. Melakukan beberapa uji fisik sediaan semisolid
3. Melakukan uji pelepasan obat dari semisolida
4. Membandimgkan cara pembuatan, karakteristik fisik dan pelepasan obat dari berbagai jenis
(basis) sediaan semisolid
DASAR TEORI
A. SALEP
I. DEFINISI
Salep adalah sediiaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada
kulit atau selaput lender. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam
empat kelopok yaitu salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang
dapat dicuci dengan air dan dasara salep larut dalam air. Salep obat menggunakan salah
satu dari dasar salep tersebut (Ansel,1989)
Tujuan dari pembutan salep :
Pengobatan lokal pada kulit
Melindungi kulit ( pada luka agar tidak terinfeksi)
Melembabkan kulit
II. FORMULA
Formula Umum/ Standar
Formula umum salep
R/ Zat Aktif
Basis
Zat Tambahan
Penjelasan dari formula umum
1. Zat aktif
2. Basis
1
Pemilihan dasar salep tergantung pada faktor- faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi.Dalam hal-hal tertentu perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan.
Basis salep digolongkan menjadi empat kelompok :
a. Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon ini dikenal sebagai dasar salep berlemak, bebas air,
dimana preparat berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit
saja. Bila lebih, akan susah bercampur. Salep ini untuk memperpanjnag kontak
obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup atau pembalut dan digunakan
sebagai emolien dan sifatnya sukar dicuci, tidak mengering dan tidak tampak
berubah dalam waktu yang lama. Contohnya vaselin kuning dan putih, salep kuning
dan putih, parafin dan minyak mineral. Vaselin kuning boleh digunakan untuk
mata, tetapi vaselin putih tidak boleh karena masih mengandung H2SO4 (Ansel,
1989).
b. Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi dibagi dalam 2 kelompok, antara lain : 1). Salep yang
memungkinkan bercampur dengan air dan membentuk emulsi air dalam minyak.
Contohnya paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat. 2). Salep yang sudah menjadi
emulsi air-minyak atau dasar emulsi, memungkinkan bercampurnya sedikit
penambahan jumlah larutan berair. Contohnya lanolin cold cream.
Basis salep serap/ absorpsi juga bermanfaat sebagai emolien ( Anonim,1995)
c. Dasar salep yang dapat dicuci
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air atau krim, yang dinyatakan
dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dengan air dan pakaian sehingga dapat
diterima sebagai bahan dasar kosmetik. Beberapa bahan obat lebih efektif
menggunakan dasar salep ini dibandingkan dengan dasar salep yang lain.
Keuntungannya adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan
jika terjadi pada kelainan pada dermatologis. Contohnya salep hidrofilik.
2
d. Dasar salep yang larut dalam air
Dasar salep seperti ini sering disebut dasar salep tidak berlemak dan terdiri
dari konstituen yang larut dalam air. larutan air tidak efektif dicampurkan ke dalam
bahan dasar ini karena dasar salep ini mudah melunak dengan penambahan air.
Dasar salep ini baik dicampurkan dengan bahan tidak berair seperti parafin, lanolin
anhidrat, malam atau bahan padat. Dasar salep ini lebih tepat disebut gel.
Contohnya salep polietilenglikol.
Dalam pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif menjadi
sediaan semisolida, harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut
(Anonim, 1995)
1. Khasiat yang diinginkan
2. Sifat bahan obat yang dicampurkan
3. Ketersediaan hayati
4. Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
3. Bahan tambahan pada salep / Bahan pengawet
Pengawetan salep merupakan preparat setengah padat seperti salep sering
memerlukan penambahan pengawet kimia seperti antimikroba. Pengawet ini termasuk
hidroksi benzoat, fenol-fenol, asam benzoat, asam sorbat. Preparat setengah padat
harus dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang sesuai dasri pengaruh
pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air, dan panas (Ansel, 1989).
Preparat setengah padat harus dilindungi melalui kemasan dan penyimpanan yang
sesuai dari pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air, lembab dan panas, serta
kemungkinan terjadinya reaksi kimia antara preparat dengan wadah atau The art of
compounding (Ansel, 1989).
III. PROSEDUR PEMBUATAN
Prosedur pembuatan memiliki 2 metode umum, baik dalam ukuran besar
maupun kecil salep diantaranya : 1) Pencampuran, dalam metode pencampuran,
komponen dari salep dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan yang
rata tercapai, antara lain adalah pencampuran bahan padat dan pencampuran sediaan.
3
2). Peleburan, dengan metode ini semua atau beberapa komponen dari salep
dicampurkan dengan melebur bersama dan didinginkan dengan pengadukan yang
konstan sampai mengental. Metode yang dipilih itu tergantung pada sifat-sifat bahan
Teknik pencampuran yang biasa digunakan untuk pembuatan salep:
1. Pencampuran dengan peleburan (Metode Fusion)
Disini zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk
sampai membentuk fase yang homogen. Dalam hal ini perlu diperhatikan
stabilitas zat berkhasiat terhadap suhu yang tinggi pada saat pelelehan.
2. Pencampuran dengan triturasi (Metode Triturasi)
Zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau
dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa
basis. Dapat juga digunakan pelarut organik untuk melarutkan terlebih dulu zat
aktifnya, kemudian baru dicampur dengan basis yang akan digunakan.
IV. EVALUASI SEDIAAN
A. Evaluasi Fisik
1. Homogenitas
Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen.
2. Konsistensi, dengan penetrometer
Tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan. Konsistensi atau
rheologi dipengaruhi oleh suhu. Sediaan non Newtonian dipengaruhi oleh waktu
istirahat karena itu harus dilakukan pada keadaan identik.
Prinsip pengujian : untuk mengetahui apakah sedian semisolid sudah memiliki
karakteristik yang sesuai dengan persyaratan.
3. Bau dan warna: untuk melihat terjadinya perubahan fase
4. pH: berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit
dalam pemakaian sedian.
5. Isi Minimum
Netto 10 sediaan lebih atau sama dengan 100% netto yang tertera pada etiket.
Berkaitan tidak langsung dengan dosis atau jumlah zat aktif dalam basis.
6. Pengujian difusi bahan aktif dari sediaan salep
4
B. Evaluasi Kimia
Identifikasi zat aktif yakni asam salisilat
Penetapan kadar zat aktif.
C. Evaluasi Biologi
Uji penetapan potensi antibiotik
Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara topikal
5
B. KRIM
I. DEFINISI
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai .Istilah ini secara tradisional telah
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair,
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan
tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau
dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang
dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika.
Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal (Ansel, 1989).
Sediaan krim terdiri dari dua fase yang tidak saling campur, yaitu fase internal
atau fase terdispersi dan fase eksternal atau fase pendispersi yang digabungkan dengan
adanya surfaktan. Keuntungan Sediaan Krim antara lain adalah sediaan mudah dicuci dan
dihilangkan dari kulit dan pakaian dan Tidak lengket (emulsi m/a). Pada umumnya
sediaan krim dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe minyak dalam air terdiri dari tetes-tetes
kecil minyak atau fase internal yang terdispersi dalam air atau fase eksternal, dan
sebaliknya pada krim air dalam minyak (Ansel, 1989).
II. TEORI
a. Penggolongan Krim
Berdasarkan tipe
Tipe M/A atau O/W
Krim M/A (Vanishing krim) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa
bekas. Pembuatan krim M/A sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari
surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang
alkohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih
popular.
Tipe A/M atau W/O
Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang spesifik seperti adeps
lanae, wool alkohol atau ester asam lemak dengan atau garam dari asam lemak
dengan logam bervalensi 2, misal Ca. Krim A/M dan M/A membutuhkan
6
emulgator yang berbeda-beda. Jika emulgator tidak tepat, dapat terjadi
pembalikan fase. Berdasarkan pemakaian ada 2 penggunaan : 1). Untuk kosmetik,
Contoh : Cold cream . 2). Untuk pengobatan, Contoh : Krim neomisin.
III. FORMULASI
a. Basis Krim
Pemilihan basis krim tergantung sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit, aliran darah
dan jenis luka. Pertimbangan utamanya adalah sifat zat berkhasiat yang digunakan
dan konsistensi sediaan yang diharapkan. Persyaratan basis antara lain:noniritasi,
mudah dibersihkan, tidak tertinggal di kulit, stabil, tidak tergantung pada pH, dan
tersatukan dengan berbagai obat. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan basis adalah: 1). Kualitas dan kuantitas bahan. 2). Pencampuran,
kecepatan dan tipe pencampurannya. 3). Suhu pembuatan. 4). Jenis emulgator. 5).
Dengan konsentrasi yang kecil sudah dapat membentuk emulsi yang stabil dengan
tipe emulsi yang dikehendaki (M/A atau M/A) (Ansel, 1989).
Basis krim terdiri atas basis emulsi tipe A/M dan tipe M/A :
1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh: lanolin, cold cream
Sifat basis ini meliputi emolien, oklusif, mengandung air, beberapa mengabsorpsi
air yang ditambahkan dan berminyak
2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh: hydrophilic ointment
Sifat basis ini meliputi mudah dicuci dengan air, tidak berminyak, dapat
diencerkan dengan air, dan tidak oklusif.
b. Zat Tambahan dalam Krim
1. Pengawet
Kriteria pengawet yang ideal adalah yang pertama tidak toksik dan tidak
mensensitisasi pada konsentrasi, lebih mempunyai daya bakterisid daripada
bakteriostatik, efektif pada konsentrasi yang relatif rendah untuk spektrum luas,
stabil pada kondisi penyimpanan. tidak berbau dan tidak berasa, tidak
mempengaruhi atau dapat bercampur dengan bahan lain dalam formula dan bahan
pengemas, larut dalam konsentrasi yang digunakan dan tidak mahal. Contoh
pengawet dan keterbatasan pemakaiannya diantaranya senyawa ammonium
7
kuarterner. Senyawa ini dapat diinaktivasi oleh senyawa ionik, nonionik dan
protein.
Adapun Senyawa yang cenderung toksik dan mensensitisasi kulit
Pemakaian dibatasi dalam formulasi untuk digunakan dekat atau dalam mata
yakni senyawa organik merkuri. Bahan lain adalah Formaldehid yakni bersifat
mudah menguap dan berbau, mengiritasi kulit dan reaktivitas tinggi. Ada
senyawa yang mempunyai sifat berbau, dapat diinaktivasi oleh nonionik, anionik
dan protein. Aktivitas terbatas untuk bakteri Gram negatif. Contoh:
Hexachlorophene-o-chloro-m-cresol (HPCMC), p-chloro-m-xylenol (PCMX),
dichloro-m-xylenol (DCMX), senyawa tersebut adalah Fenol terhalogenasi.
Asam sorbet, merupakan contoh dari kalium sorbat, untuk formula dengan
pH 6,5 -7, pada konsentrasi tinggi dapat teroksidasi oleh cahaya matahari dan
menyebabkan penghilangan warna sediaan, terbatas hanya untuk antibakteri.
Sedangkan asam benzoat tidak banyak digunakan lagi karena hanya terbatas
untuk antibakteri. Contoh: Natrium benzoat, untuk formula dengan pH 5.5 atau
kurang, Metilparaben atau propilparaben. Senyawa ini umum digunakan. Untuk
metilparaben sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan untuk propil paraben sejumlah
0,02%-0,05%.Tetapi penggunaan Tween 80 dan Tween 20 dapat mengikat metil
paraben dan propil paraben sehingga pengawet menjadi tidak aktif. Metil paraben
& propil paraben dapat terikat pada Tween 80 sebanyak 57% dan 90% sehingga
agar keduanya tetap efektif sebagai antimikroba, maka konsentrasinya harus
ditingkatkan.
Pengawet yang lain adalah klorkresol yang mempunyai aktivitas sebagai
antifungi dan antibakteri. Konsentrasi klorkresol yang dipakai 0,1%.Na Benzoat
sebagai pengawet antimikroba, potensinya akan turun dengan adanya
makromolekul, tetapi masih lebih baik dibandingkan turunan paraben. Oleh
karena itu, penggunaan Na benzoat biasanya dalam konsentrasi tinggi, bisa
mencapai 0,5%.
Penandaan pengawet dalam krim untuk nama dan konsentrasi pengawet
tersebut harus ditulis/tertera pada label (Garg et al, 2002)
8
2. Pendapar
Pertimbangan penggunaan pendapar adalah untuk menstabilkan zat aktif,
untuk meningkatkan bioavailabilitas yang maksimum. Pemilihan untuk pendapar
harus diperhatikan pengaruh pendapar tersebut terhadap stabilitas krim dan zat
aktif.
3. Humektan atau pembasah
Humektan digunakan untuk meminimalkan hilangnya air dari sediaan agar
tercegah dari kekeringan dan meningkatkan penerimaan terhadap produk dengan
meningkatkan kualitas usapan dan konsistensi secara umum. Pemilihan humektan
didasarkan pada sifatnya untuk menahan air dan efeknya terhadap viskositas dan
konsistensi produk akhir. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai humektan
pada krim dan gel adalah: gliserol, propilenglikol, sorbitol, dan makrogol dengan
BM rendah. Pembasah diperlukan karena mayoritas obat di suspensi adalah
hidrofob.
Penggunaan surfaktan disini untuk menurunkan tegangan permukaan dan
meningkatkan kontak antara zat padat dengan cairan. Pembasah ditambahkan ke
serbuk sebelum masuk ke cairan lainnya sebagai wetting agen dan fungsi lain dari
surfaktan itu sendiri memiliki HLB 7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%. Surfaktan
kurang dari 0,05% akan memberikan pembasahan yang belum sempuma dan
apabila surfaktan lebih dari 0,5% maka akan terjadi penggabungan partikel yang
sangat halus, distribusi ukuran partikel berubah, dan pertumbuhan kristal. HLB
tinggi menyebabkan adanya busa.
4. Antioksidan
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antioksidan: warna, bau,
potensi, sifat iritan, toksisitas, stabilitas, kompatibilitas serta antioksidan
Antioksidan sejati : tokoferol, alkil galat, BHA, BHT.
Antioksidan sebagai agen pereduksi : garam Na dan K dari asam sulfit.
Antioksidan sinergis : asam edetat dan asam-asam organic seperti sitrat,
maleat, tartrat atau fosfat untuk khelat terhadap sesepora logam.
9
5. Pekompleks
Pekompleks diperlukan untuk logam yang ada dalam sediaan yang dapat
mengoksidasi.
6. Zat Pengemulsi / Emulgator
Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa
surfaktan anion, kation atau nonionik. Jenis emulgator yang digunakan ada 3:
surfaktan, emulgator alam dan serbuk padat terbagi halus. Pemilihan zat
pengemulsi harus disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.
Untuk krim tipe M/A digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat
(TEA-stearat) dan golongan sorbitan, polisorbat poliglikol, sabun.
Untuk membuat krim tipe A/M digunakan zat pengemulsi seperti lemak
bulu domba, setil, alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida. Emulgator
yang ideal untuk farmasetika adalah stabil, inert., bebas dari bahan yang toksik
dan iritan, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, serta menghasilkan emulsi
yang stabil pada tipe yang diinginkan.
Zat pengemulsi terdiri dari pengemulsi anionik misalnya ion lauril sulfat,
TEA stearat, kationik atau garam amonium kuarterner dan pengemulsi nonionic
(poli oksi etilenlauril alkohol dsb). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari
emulgator yakni perbandingan gugus hidrofil dan lipofil. HLB adalah ukuran
keseimbangan keadaan lipofil dan hidrofil yang merupakan karakteristik
emulgator golongan surfaktan.
a. Cara substitusi
HLB Ariacel 80 4,3
HLB Tween 80 15
4,3x + 15 (1-x) = 12,1
-10,7x = -2,9
x = 0,27
Ariacel 80 yang diperlukan = 0,27 x 7 g = 1,89 g
Tween 80 yang diperlukan = (1-0,27) x 7 g = 5,11 g
10
b. Cara aligasi
Ariacel 80 HLB 4,3 2,9 = (15 – 12.1)
12,1
Tween 80 HLB 15,0 7,8 = (12.1 – 4.3)
10,7
Ariacel 80 yang diperlukan = 2,9/10,7 X 7 g = 1,89 g
Tween 80 yang diperiukan = 7,8/10,7 X 7 g = 5.11 g
Emulgator yang sering digunakan:
Golongan alam : Gom arab, tragakan, PGS
Semi Sintetik :TEA-stearat,TEA-lauril sulfat, Na-stearat,
Span/Tween20,40,60,80,85, rnakrogol-300, 4000,
1540, setil alkohol, GMS.
Zat terbagi halus : Veegum, bentonit.
IV. PROSEDUR PEMBUATAN
Metode pelelehan (fusion)
Timbang bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran
partikel yang dikehendaki.
Timbang basis semisolida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air
hingga di atas suhu leleh atau sampai lumer. Untuk sediaan krim pemanasan fasa air
dan minyak dilakukan terpisah masing-masing dilakukan pada suhu 70˚C.
Setelah dipanaskan masukkan ke dalam mortir hangat (dengan cara membakar
alkohol di dalam mortir), aduk homogen sampai dingin dan terbentuk masa
semisolida.
11
V. EVALUASI SEDIAAN
A. Evaluasi Fisik
1. Penampilan. Dilihat dengan adanya pemisahan fasa atau pecahnya emulsi, bau
tengik, perubahan warna.
2. Homogenitas. Dengan cara meletakkan sedikit krim diantara 2 kaca objek dan
diperhatikan adanya partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan.
3. Viskositas dan rheologi
4. Ukuran partikel
5. Stabilitas krim Dilakukan uji percepatan dengan :Agitasi atau sentrifugasi
(mekanik)
6. Isi minimum
7. Penentuan tipe emulsi
Uji kelarutan zat warna
Uji pengenceran
8. Penetapan pH
9. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan
10. Uji kebocoran tube
B. Evaluasi Kimia
Identifikasi (tergantung monografi).
Uji penetapan kadar (Tergantung monografi).
C. Evaluasi Biologi
Penetapan potensi antibiotik
12
C. GEL
I. DEFINISI
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel
kadang – kadang disebut jeli. Gel pada umumnya memiliki karakteristik yaitu strukturnya
yang kaku. Gel dapat berupa sediaan yang jernih atau buram, polar, atau non polar, dan
hidroalkoholik tergantung konstituennya (Ansel, 1989).
II. TEORI
A. Penggolongan
Gel berdasarkan sifat fase koloid memiliki 2 jenis , ada anorganik dan organic,
yang pertama adalah gel anorganik, contohnya adalah bentonit magma. Selanjutnya
adalah gel organik, pembentuk gel berupa polimer. Sedangkan bila berdasarkan sifat
pelarut gel memiliki berbagai macam antara lain :
Hidrogel (pelarut air).
Hidrogel (sering disebut juga aquagel)merupakan bentuk jaringan tiga
dimensi dari rantai polimer hidrofilik yang tidak larut dalam air tapi dapat
mengembang di dalam air. Karena sifat hidrofil dari rantai polimer,hidrogel
dapat menahan air dalam jumlah banyak di dalam struktur gelnya
(superabsorbent)
Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik).
Organogel merupakan bahan padatan non kristalin dan thermoplastic
yang terdapat dalam fase cairan organik yang tertahan dalam jaringan cross-
linked tiga dimensi. Cairan dapat berupa pelarut organik, minyak mineral,
atau minyak sayur.
Xerogel.
Xerogel berbentuk gel padat yang dikeringkan dengan cara
penyusutan.Xerogel biasanya mempertahankan porositas yang tinggi
(25%),luas permukaan yang besar (150-900 m2/g), dan ukuran porinya kecil
(1-10 nm). Saat pelarutnya dihilangkan di bawah kondisi superkritikal,
jaringannya tidak menyusut dan porous, dan terbentuk aerogel.
13
1. Berdasarkan bentuk struktur gel
Kumparan acak
Heliks
Batang
Bangunan kartu
2. Berdasarkan jenis fase terdispersi
Gel fase tunggal
Gel sistem dua fasa
B. Kegunaan
Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam
bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan
untuk bentuk sediaan obat long – acting yang diinjeksikan secara intramuskular.
Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,
bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral,
dan basis suppositoria.
Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,termasuk
pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit – dan sediaan perawatan rambut.
Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau
dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril)
C. Keuntungan dan Kekurangan Sediaan Gel.
Keuntungan sediaan gel :
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan
yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film
tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga
pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan obatnya
baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik.
Kekurangan sediaan gel :
14
Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga
diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih
pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan
iritasi dan harga lebih mahal.
Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk
mencapai kejernihan yang tinggi.
Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit
bila terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat
dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua
area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.
D. Komponen Gel
1. Gelling Agents
Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan
karbomer. Kebanyakan dari sistem tersebut berfungsi dalam media air, selain itu
ada yang membentuk gel dalam cairan nonpolar.
2. Bahan tambahan
a. Pengawet
Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi
semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet sebagai
antimikroba. Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan
inkompatibilitasnya dengan gelling agent.
b. Penambahan Bahan higroskopis
Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol,
propilenglikol dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %
c. Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam
berat. Contohnya EDTA
15
III. FORMULA
a. Formula Umum
R/ Zat aktif
Basis gel
Zat tambahan
b. Proses pembuatan
Timbang sejumlah gelling agent sesuai yang dibutuhkan
Gelling agent dikembangkan sesuai dengan cara masing-masing
Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya
Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut
atau sebaliknya sambil diaduk terus-menerus hingga homogentapi jangna terlalu kuat
karena akan menyerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara
dalam sediaan yang dapat mempengaruhi pH
Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam
tube sebanyak yang dibutuhkan
Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi
brosur dan etiket
16
IV. EVALUASI GEL
a. Evaluasi Fisik
1. Penampilan
Yang dilihat penampilan, warna, dan bau
2. Homogenitas
Caranya : oleskan sedikit gel yang di atas kaca objek dan diamati susunan partikel
yang terbentuk atau ketidakhomogenan
3. Viskositas/rheologi
Menggunakan viscometer Stromer dan viscometer Brookfield
Prinsip kerja :
4. Distribusi ukuran partikel
Prosedur :
Sebarkan sejumlah gel yang membentuk lapisan tipis pada slide mikroskop
Lihat di bawah mikroskop
Suatu partikel tidak dapat ditetapkan bila ukurannya mendekati sumber
cahaya
Untuk cahaya putih, suatu mikroskop dapat mengukur partikel 0,4-0,5 mm.
Dengan lensa khusus dan sinar UV, batas yang lebih rendah dapat diperluas
sampai 0,1.
5. Uji kebocoran
6. Isi minimum
7. Penetapan pH
8. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan gel
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan atau gel dengan
cara mengukur konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu tertentu
9. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel
Prinsip :
Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu
tertentu
17
10.Stabilitas gel
b. Evaluasi Kimia
Identifikasi zat aktif
Penetapan kadar zat aktif
c. Evaluasi Biologi
Uji penetapan potensi antibiotik
ALAT DAN BAHAN
Alat
Mortir stamper, cawan porselen, gelas arloji, botol timbang, gelas ukur 10 mL, sudip, spatula,
beker glass, kertas saring, alat daya sebar, milimeter blok, alat daya lekat (5 alat), perlengkapan
uji disolusi, spektrofotometer, kuvet.
Bahan
Parafin padat/cair, setil alkohol, vaselin, propilen glikol, PEG 4000, PEG 400, CMC Na, HPMC,
Tween 80, Span 80, gliserin, asam salisilat, FeCl3,liquid, penolftalein, KOH 0,1 N (NaOH),
kertas saring, kantong dialisis (selulosa asetat hidrofil), pot salep, alkohol 96%, akuades.
RANCANGAN FORMULA
Formula 3 Formula 10
18
Asam salisilat 5
Etanol qs
CMC Na 2,5
Aqua add 50
Asam salisilat 5
Etanol qs
Vaselin 5
Cetil alkohol 0,25
Propilen Glikol 5
CMC Na 0,5
Aqua add 50
CARA KERJA
Formula dan Uji Fisik Sediaan Topikal
Formula dengan berbagai jenis basis :
Basis lemak/minyak : Vaselin, setil alkohol
Basis hidrofil/gel : PEG, Propelin glikol, CMC Na, HPMC
Basis krim (O/W) : Parafin, setil alkohol, vaselin/gliserin, propilen glikol,
aqua/emulsifier tween, span, CMC Na.
Tujuan : Dapat membandingkan antar jenis basisi
Metode pembuatan triturasi dan pelelehan (700C)
Tiap formula dibuat sebanyak 50 gram (salep)
Zat aktif : Asam salisilat 10%
Cara pembuatan basis lemak : Triturasi
Asam salisilat dimasukkan ke dalam mortir
Ditambah alkohol secukupnya
Digerus hingga halus (hilang bentuk kristal jarum)
Masukkan basis secara geometris (vaselin)
Gerus (homogenkan)
19
Cara pembuatan basis hidrofil
1. PEG 4000 dilelehkan (waterbath)
Dicampurkan sorbitol
Asam salisilat + etanol digerus
Masukkan lelelhan basis secara geometris
Homogenkan
2. CMC Na / HPMC dilarutkan dengan jumlah air yng ada
Asam salisilat + etanol gerus
Masukkan lelehan basis secara geometris
Homogenkan
20
Cara pembuatan basis krim : pelelehan
Basis minyak, setil alkohol/parefin/vaselin, dilelehkan (water bath)
Fase hidrofil : gliserin, air, dipanaskan, 700C
Emulsifier dicampurkan ke dalam fase minyak 700C, homogenkan
Asam salisilat + etanol
Masukkan campuran minyak-emulgator, gerus
Masukkan fase air sambil terus digerus
Uji Fisik Sediaan Semisolid
1. Uji daya sebar
Salep 0,5 gram
Timbang kaca tak berskala
Salep diletakkan di tengan kaca berskala
Ditimpa kaca 1 menit
Hitung diameter sebar
+ beban mulai 50 gram
1 menit
+ beban ... hingga 500 gram
Replikasi 3x
Hitung luas sebaran rata-rata
21
2. Uji daya rekat
Oleskan salep pada area 2x2 cm
Letakkan objek glas lain (sedikit bergeser)
Timpa dengan beban 1 kg (5 menit)
Pasang alat uji
Lepaskan beban 80 gram
Hitung waktu hingga rekatan terlepas
Replikasi 3x
3. Uji daya proteksi
4. Uji homogenitas fisik
Dioleskan pada gelas objek dan dilihat secara fisik
22
Ambil selembar kertas saring Pada kertas saring lain, buat area di 2,5 cm
Basahi fenolftalein Tutup pinggirnya dengan parafin yang dicairkan
Keringkan Tempelkan
Oleskan dengan salep Basahi area dengan KOH 0,1 N
Amati pada detik/menit ke berapa muncul warna
pink (maks 5 menit)
5. Uji disolusi salep
Hangatkan aquades 370C
Timbang salep 2,5 gram
Masukkan ke dalam kantong dialisis (sel disolusi)
Masukkan ke dalam beker berisi 500,00 mL aqua 370C
Stirer skala 4
Ambil sampel 5 mL pada menit ke 5, 10, 15, 25, 35, dan 45 (tukar jumlah medium
yang diambil dengan aquades 370C)
Sampel ditambah 1 tetes FeCl3, baca pada spektrofotometer 525 nm
Hitung kadar dengan kurva baku : y = 8,25.10-4 x + 0,082
HASIL PENGAMATAN
1. Uji Fisik Sediaan Gel dan Krim
GEL
a. Uji Daya Sebar
Berat
Gel
Diameter (cm)
0 g 50 g 100 g 150 g 200 g 250 g 300 g 500 g
I 3,225 cm 3,725 cm 4,05 cm 4,4 cm 4,5 cm 4,575 cm 4,625 cm 4,724 cm
II 3,2 cm 3,6 cm 3,975 cm 4,075 cm 4,125 cm 4,1 cm 4,375 cm 4,5 cm
III 3,2 cm 3,6 cm 3,975 cm 4,075 cm 4 cm 4,1 cm 4,375 cm 4,5 cm
X 3,208 cm 3,641 cm 4 cm 4,075 cm 4,208 cm 4,258 cm 4,458 cm 4,612 cm
SD 0,014 cm 0,072 cm 0,043 cm 0,229 cm 0,260 cm 0,274 cm 0,014 cm 0,158 cm
CV (%) 0,0043% 0,019% 0,010% 0,056% 0,061% 0,064% 0,032% 0,034%
23
b. Uji Data Rekat (satuannya apa?)
Replikasi Waktu Rekat (detik)
I 3,52
II 3,58
II 5,50
X 4,2
SD 1,126
CV 0,268
c. Uji Daya Proteksi
Muncul warna pink pada 0 detik
d. Uji Homogenitas
Homogen, warna gel putih.
e. Uji Pemerian
Halus, berwarna putih, tidak berbau
KRIM
a. Uji Daya Sebar
Berat
Krim
Diameter (cm)
0 kg 50 kg 100 kg 150 kg 200 kg 250 kg 300 kg 500 kg
I 1,425 cm 1,65 cm 1,775 cm 1,95 cm 2,1 cm 2,175 cm 2,425 cm 2,65 cm
II 1,42 cm 1,7 cm 1,625 cm 1,8 cm 2,15 cm 2,25 cm 2,45 cm 2,45 cm
III 1,43 cm 1,75 cm 1,7 cm 1,875 cm 2,1 cm 2,32 cm 2,4 cm 2,40 cm
X 1,425 cm 1,7 cm 1,7 cm 1,875 cm 2,112 cm 2,248 cm 2,425 cm 2,5 cm
SD 0,005 cm 0,05 cm 0,075 cm 0,075 cm 0,029 cm 0,072 cm 0,025 cm 0,132 cm
CV(%) 0,0035% 0,029% 0,044% 0,04% 0,014% 0,030% 0,010% 0,052%
24
b. Uji daya Rekat
c. Uji Daya Proteksi
Muncul warna pink pada 0 detik
d. Uji Homogenitas
Tidak homogen dikarenakan fase minyak dan fase air tidak campur
e. Uji Pemerian
Halus, berbau khas
2. Uji Disolusi Gel dan Krim
A. Gel
Menit AbsorbansiFaktor
Pengenceran
Kadar
(µg/ ml)
Kadar
terkoreksi
%
TerlarutAUC
0 0 - 0 0 0 -
5 0,000 - 0 0 0 -
10 0,014 - 0 0 0 -
15 0,041 - 0 0 0 -
25 0,076 - 0 0 0 -
35 0.097 - 18,18 18,18 3,64 18,2
45 0,112 - 36,36 36,54 7,31 54,65
25
Replikasi Waktu Rekat (detik)
I 5,54
II 5,56
II 5,58
X 5,56
SD 0,02
CV 0,0036
B. Krim
Menit AbsorbansiFaktor
Pengenceran
Kadar
(µg/ ml)
Kadar
terkoreksi
%
TerlarutAUC
0 0 - 0 0 0 -
5 0 - 0 0 0 -
10 0,035 - 0 0 0 -
15 0,084 - 2,42 2,42 0,48 -
25 0,182 - 121,21 121,23 24,25 121,25
35 0,198 - 140,60 141,81 28,36 263,05
45 0,200 - 143,03 144,45 28,89 286,25
26
PERHITUNGAN
EVALUASI FISIK GEL
Mean 0 kg = 3,208 Mean 50 kg = 3,641
SD = 0.014 SD = 0,072
CV = SD/ Mean CV = SD/ Mean
= 0,014/3,208 x 100% = 0,072/3,641 x 100%
= 4,36 x 10-3 = 0,019
Mean 100 kg = 4 Mean 150 kg = 4,075
SD = 0,043 SD = 0,029
CV = SD/ Mean CV = SD/ Mean
= 0,043/4 x 100% = 0,229/ 4,075 x 100%
= 0,010 = 0,056
Mean 200 kg = 4,208 Mean 250 kg = 4,258
SD = 0,260 SD = 0,274
CV = SD/ Mean CV = SD/ Mean
= 0,260/ 4,208 x 100% = 0,274/4,258 x 100%
= 0,061 = 0,064
Mean 300 kg = 4,458 Mean 500 kg = 4,612
SD = 0,144 SD = 0,158
CV = SD/ Mean CV = SD/Mean
= 0,144/ 4,458 x 100% = 0,158/ 4,612 x 100%
= 0,032 = 0,034
EVALUASI FISIK KRIM
Mean 0 kg = 1,425 Mean 50 kg = 1,7
SD = 0,005 SD = 0,05
27
CV = SD/ Mean CV = SD/ Mean
= 0,005/ 1,425 = 0,05/1,7
= 3,51 x 10-3 = 0,029
Mean 100 kg = 1,7 Mean 150 kg = 1,875
SD = 0,075 SD = 0,075
CV = SD/ mean CV = SD/ Mean
= 0,075/1,7 = 0.075/ 1,875
= 0,044 = 0,04
Mean 200 kg = 2,112 Mean 250 kg = 2,248
SD = 0,029 SD = 0,072
CV = SD/ mean CV = SD/ Mean
= 0,029/2,112 = 0.072/ 2,248
= 0,014 = 0,030
Mean 300 kg = 2,425 Mean 500 kg = 2,5
SD = 0,025 SD = 0,132
CV = SD/ mean CV = SD/ Mean
= 0,025/2,112 = 0.132/ 2,248
= 0,010 = 0,052
28
UJI DISOLUSI GEL DAN KRIM
1. Kadar
a. Kadar Gel
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
Menit 0, Absorbansi = -0,053
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
- 0,053 = 8,25 x 10-4x + 0,082
- 0,053 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,135
0,000825
x = - 163,6 µg/ ml
= 0
Menit 5, Absorbansi = 0,000
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,000 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,000 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,082
0,000825
x = - 99,39 µg/ ml
= 0
Menit 10, Absorbansi = 0,014
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,014 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,014 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,068
0,000825
x = - 82,42 µg/ ml
= 0
29
Menit 15, Absorbansi = 0,041
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,041 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,041 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,041
0,000825
x = - 49,69 µg/ ml
Menit 25, Absorbansi = 0,076
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,076 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,076 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,006
0,000825
x = - 7,27 µg/ ml
Menit 35, Absorbansi = 0,097
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,097 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,097 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,015
0,000825
x = 18,18 µg/ ml
Menit 45, Absorbansi = 0,112
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,112 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,112 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
30
x = 0,030
0,000825
x = 36,36 µg/ ml
b. Kadar Krim
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
Menit 0, Absorbansi = - 0,060
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
- 0,060 = 8,25 x 10-4x + 0,082
- 0,060 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,142
0,000825
x = - 172,12 µg/ ml
Menit 5, Absorbansi = - 0,005
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
- 0,005 = 8,25 x 10-4x + 0,082
- 0,005 - 0,082= 8,25 x 10-4x
x = −0,087
0,000825
x = - 105,45 µg/ ml
Menit 10, Absorbansi = 0,035
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,035 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,035 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = −0,047
0,000825
31
x = - 56,96 µg/ ml
Menit 15, Absorbansi = 0,084
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,084 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,084 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = 0,002
0,000825
x = 2,42µg/ ml
Menit 25, Absorbansi = 0,182
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,182 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,182 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = 0,1
0,000825
x = 121,21 µg/ ml
Menit 35, Absorbansi = 0,198
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,198 = 8,25 x 10-4x + 0,082
0,198 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = 0,116
0,000825
x = 140,60 µg/ ml
Menit 45, Absorbansi = 0,200
y = 8,25 x 10-4 + 0,082
0,200 = 8,25 x 10-4x + 0,082
32
0,200 - 0,082 = 8,25 x 10-4x
x = 0,118
0,000825
x = 143,03 µg/ ml
2. Kadar Terkoreksi
Kadar Terkoreksi = Kadar pada waktu T + ( Vol. SampelVol .Total
x Kadar Terkoreksi T –
1)
a. Gel
Menit 0
Kadar Terkoreksi = - 163,6 + ( 5
500 x 0)
= - 163,6 (dianggap 0)
Menit 5
Kadar Terkoreksi = - 99,39 + ( 5
500 x - 163,6)
= - 101,03 (dianggap 0)
Menit 10
Kadar Terkoreksi = - 82,42 + ( 5
500 x - 101,03)
= - 83,43 (dianggap 0)
Menit 15
Kadar Terkoreksi = - 49,69 + ( 5
500 x - 83,43)
= - 50,52 (dianggap 0)
Menit 25
Kadar Terkoreksi = - 7,27 + ( 5
500 x - 50,52)
33
= - 7,78 (dianggap 0)
Menit 35
Kadar Terkoreksi = 18,18 + ( 5
500 x 0)
= 18,18
Menit 45
Kadar Terkoreksi = 36,36 + ( 5
500 x 18,18)
= 36,54
b. Krim
Menit 0
Kadar Terkoreksi = - 172,12 + ( 5
500 x 0)
= - 172,12 (dianggap 0)
Menit 5
Kadar Terkoreksi = - 105,45 + ( 5
500 x - 172,12)
= - 107,17 (dianggap 0)
Menit 10
Kadar Terkoreksi = - 56,96 + ( 5
500 x - 107,17)
= - 58,03 (dianggap 0)
Menit 15
Kadar Terkoreksi = 2,42 + ( 5
500 x 0)
34
= 2,42
Menit 25
Kadar Terkoreksi = 121,21 + ( 5
500 x 2,42)
= 121,23
Menit 35
Kadar Terkoreksi = 140,60 + ( 5
500 x 121,23)
= 141,81
Menit 45
Kadar Terkoreksi = 143,03 + ( 5
500 x 141,81)
= 144,45
3. % Terlarut
% Terlarut = Kadar terkoreksi pada waktu t
Kadar total salisilat x 100%
a. Gel
Menit 35
% Terlarut = 18,18500
x 100%
= 3,64%
Menit 45
% Terlarut = 36,54
0,5 x 100%
= 7,31%
b. Krim
Menit 15
35
% Terlarut = 2,42500
x 100%
= 0,48%
Menit 25
% Terlarut = 121,23
500 x 100%
= 24,25%
Menit 35
% Terlarut = 141,81
500 x 100%
= 28,36%
Menit 45
% Terlarut = 144,45
500 x 100%
= 28,89%
4. AUC
a. Gel
36
I II
% Terlarut
t
Luas I = 12
x 3,64 x 10
= 12
x 36,2
= 18,1
Luas II = 12
x ( sisi A + sisi B ) x t
= 12
x ( 3,62 + 7,31 ) x 10
= 12
x 10,93 x 10
= 54,65
AUC = Luas I + Luas II
= 18,1 + 54,65
= 72,75
b. Krim
Luas I = 12
x 10 x 24,25
37
III
II
I
% Terlarut
t
= 12
x 36,2
= 121,25
Luas II = 12
x ( sisi A + sisi B ) x t
= 12
x ( 24,25 + 28,36 ) x 10
= 12
x 52,61 x 10
= 263,05
Luas III = 12
x ( sisi A + sisi B ) x t
= 12
x ( 28,36 + 28,89 ) x 10
= 12
x 57,25 x 10
= 286,25
AUC = Luas I + Luas II + Luas III
= 121,25 + 263,05 + 286,25
= 670,55
5. DE45
DE45 = Luas AUC 45 menit
Luas AUC Total x 100%
a. Gel
DE45 = 54,6572,75
x 100%
= 75,12 %
38
b. Krim
DE45 = 286,25670,55
x 100%
= 42,69 %
39
PEMBAHASAN
Uji Fisik Sediaan Semisolida
Pada pembuatan sediaan semisolida zat aktif yang digunakan adalah asam salisilat.
Asam salisilat merupakan zat yang mempunyai khasiat sebagai keratolitik yang dapat melarutkan
lapisan tanduk kulit pada konsentrasi 5 -10 %. Sediaan semisolid yang akan dibuat adalah gel
dan krim.
Formula 3 dibuat sediaan gel dengan basis hidrofil, karena basis yang digunakan adalah
CMC Na, dimana CMC Na merupakan basis yang larut air. Komposisi formula 3 terdiri dari
asam salisilat, etanol, CMC Na, dan aquadest. Hal yang pertama dilakukan mengembangkan
gelling agent yaitu CMC Na menggunakan air mendidih, lalu melakukan pembasahan asam
salisilat dengan etanol secukupnya dengan digerus perlahan hingga tidak terlihat kristal asam
salisilat. Penambahan etanol berfungsi untuk menghilangkan kristal jarum dari asam salisilat.
Penghilangan kristal asam salisilat dikarenakan sediaan gel ini akan digunakan pada kulit, jika
bentuk asam salisilat masih dalam bentuk kristal dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Selanjutnya gelling agent dicampur ke dalam zat aktif yakni asam salisilat dengan teknik
geometri. Teknik geometri adalah teknik pencampuran bahan secara sedikit demi sedikit.
Campuran basis dan zat aktif harus diaduk hingga homogen dan tidak terlalu kuat karena akan
menyerap udara sehingga menyebakan timbul gelembung udara yang bisa mempengaruhi pH
pada sediaan.
Formula 10 dibuat sediian krim. Basis yang digunakan pada krim adalah CMC Na. Metode
pembuatan yang digunakan adalah metode pelelehan mengapa?. Hal pertama yang dilakukan
adalah mengembangkan basis CMC Na dengan air mendidih sampai terbentuk muschilago ,lalu
melelehkan fase air dan fase minyak dengan suhu 70˚C. Dalam pembuatan krim komponen yang
tidak bercampur dengan minyak (cetil alkohol dan vaselin) di penangas air pada temperatur 70˚C
karena suhu ini ………….
Sementara komponen yang larut air (fase air) juga dipanaskan secara terpisah pada
temperatur yang sama. Fase air dicampur dalam komponen fase minyak dalam keadaan hangat
pada suhu yang sama dengan pengadukan secara kontinu sampai campuran mengental karena
apabila fase air tidak sama temperaturnya dengan fase minyak maka fase minyak menjadi padat.
Basis dicampukan dengan fase minyak hingga homogen. Setelah homogen asam salisilat yang
telah diberi etanol dicampur dengan campuran fase minyak dan basis tersebut. Setelah campuran
40
homogen, fase air ditambahkan dengan teknik geometri. Sediaaan yang telah dibuat dilakukan uji
evaluasi sediaan yaitu uji fisik antara lain uji daya sebar, uji daya rekat, uji daya proteksi, uji
homogenitas fisik, dan uji disolusi.
1. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar dilakukan dengan tujuan mengetahui seberapa luas sebaran dari
unguenta yang dibuat. Semakin besar daya sebar semakin bagus sediaan yang dibuat. Karena
dengan adanya daya sebar yang tinggi, sediaan dapat mencakup daerah aplikasi sehingga zat
aktif dapat tersebar merata. Dilihat hasil daya sebar dari kedua formula menunjukkan daya
sebar krim dan gel tidak memenuhi parameter daya sebar yang baik dimana daya sebar krim
dan gel masing-masing berkisar untuk krim hanya berkisar 1,425-2,5 cm dan gel berkisar
antara 3-4,612 cm. Menurut Garg et al (2002) daya sebar sediaan yang baik antara 5-7 cm.
Daya sebar krim dan gel tidak terlalu besar disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti
viskositas dan karakteristik basis yang digunakan. Sediaan krim dan gel yang dibuat
memiliki konsistensi yang kental sehingga lebih sulit mengalir hal ini dapat terjadi
disebabkan karena viskositas CMC Na. Saat CMC Na dimasukkan ke dalam air. Na+ lepas
dan diganti dengan ion H+ dan membentuk HCMC yang akan meningkatkan viskositas
(Bochek et al., 2002).
Berbeda jika sediaan yang memiliki viskositas rendah (lebih encer) menghasilkan
diameter penyebaran yang lebih besar karena lebih mudah mengalir. Pada dispersi polimer
turunan selulosa, molekul polimer masuk ke dalam rongga (cavities) yang dibentuk oleh
molekul air menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil (-OH) dari
polimer dengan molekul air. Ikatan hidrogen ini yang berperan dalam hidrasi pada proses
swelling dari suatu polimer. Dilihat dari struktur monomernya, CMC-Na memiliki gugus
hidroksil yang banyak sehingga memiliki ikatan hidrogen banyak pula yang menyebabkan
gel dan krim CMC-Na menjadi lebih kental. Selain itu, CMC-Na juga diduga memiliki gaya
kohesi yang besar karena interaksi antar molekul sejenis lebih besar.Gaya kohesi antar
molekul basis krim dank krim yang besar menyebabkan sediaan cenderung mengumpul dan
sulit menyebar (Erawati,et al, 2005).
41
2. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas berfungsi untuk melihat krim dan gel yang dibuat sudah
homogen atau tercampur merata antara zat aktif dengan zat tambahan atau belum, selain itu
berfunsi untuk melihat adanya penggumpalan atau adanya partikel yang dapat mengiritasi
kulit. Hasil pengujian pada sediaan gel menunjukkan sediaan yang homogen hal ini
menunjukan bahwa zat aktif telah tersebar merata dalam gel, dikarenakan sediaan gel yang
menggunakan basis CMC Na menunjukkan sediaan yang homogen ditandai dengan tidak
adanya butiran kasar (Ditjen POM, 2000).
Sedangkan krim menunjukkan hasil yang tidak homogen.dimana fase minyak dan air
tidak menyatu. Hal ini bisa dikarenakan, untuk mendapatkan kestabilan krim yang tepat
dengan formula yang mengandung komposisi minyak lebih dari 10% (dalam formula 10
mengandung minyak 10,5%) perlunya penggunaan pembantu emulsi contohnya setil
alkohol. Dimana penambahan zat-zat polar yang bersifat lemak seperti setil alkohol sebagai
pembantu pengemulsi cenderung dapat menstabilkan emulsi minyak dalam air dari sediaan
semisolid (Lachman, 1989). Dalam pembuatan emulsi minyak dalam air, setil alkohol
dilaporkan memperbaiki stabilitas jika dikombinasi dengan agen pengemulsi larut air.
pembuatannya mortir dan stemper dipanaskan terlebih dahulu dengan air panas. Hasilnya
bgmn?
3. Uji Daya Lekat
42
0100
200300
00.5
11.5
22.5
33.5
44.5
5
Uji Daya Sebar
Replikasi 1Replikasi 2Replikasi 3
Dia
met
er P
enye
bara
n (c
m)
Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh sediaan untuk
melekat pada kulit. Hal ini juga berhubungan dengan lama daya kerja obat. Semakin lama
waktu yang dibutuhkan maka semakin lama daya kerja obat (Voight, 1994). Pengujian daya
lekat sediaan dilakukan dengan cara krim dan gel masing-masing diletakkan pada satu sisi
kaca objek (ukuran 2x2) yang pada sisi bawahnya telah dipasangkan tali untuk mengikat
beban, kemudian ditempelkan pada kaca objek yang lain. Beban yang digunakan adalah 80
gram lalu direplikasi. Replikasi bertujuan untuk mengurangi kesalahan dalam memperoleh
data. Pada formula ke 3 rekatan terlepas pada detik ke 3 sedangkan formula 10 terlepas
pada detik 5. Semakin lama waktu yang diperlukan hingga kedua obyek glass terlepas, maka
makin baik daya melekat sediaan krim tersebut. Semakin lama krim melekat pada kulit maka
efek yang ditimbulkan juga semakin besar (Levin dan Miller, 2011). Faktor yang
mempengaruhui perubahan daya lekat seperti konsentrasi yang digunakan, pengadukan,
ukuran partikel, viskositas, suhu. Hasil percobaan dan dibandingkan dengan litelatur???
4. Uji Daya Proteksi
Daya proteksi dilakukan untuk mengetahui kemampuan proteksi atau perlindungan
terhadap pengaruh asing dari luar yang mengurangi efektifitas dari krim. Semakin lama
waktu yang dibutuhkan semakin baik daya proteksi krim yang dihasilkan. Uji ini dilakukan
dengan dengan menggunakan kertas saring berdiameter 6 cm dibasahi dengan
indikator phenolphthalein kemudian dikeringkan, olesi kertas dengan sediaan yang akan
dicoba kemudian kertas saring lain berukuran 2.5cm x2.5 cm ditaruh diatas kertas saring
dengan pembatas / pada pinggir kertas saring yang kedua diberi paraffin cair. Kemudian
kertas saring yang kecil ditetesi dengan KOH 0.1N. Larutan KOH sebagai agen intervensi.
KOH ini akan mengubah warna indikator phenolptalein menjadi pink. Jika terjadi perubahan
warna tersebut maka sediaan tidak dapat memproteksi kestabilannya. Maka semakin lama
perubahan warna yang terjadi, semakin besar kemampuan proteksi suatu sediaan. Amati
kapan timbulnya noda berwarna pink pada kertas saring, dari pengamatan menunjukkan
noda pink gel dan krim muncul pada detik ke 0 menandakan bahwa krim dan gel ini tidak
mampu memberikan daya proteksi terhadap suatu cairan.
5. Uji Disolusi Sediaan Semisolida
43
Uji disolusi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui profil disolusi krim dan gel
asam salisilat. Pada uji disolusi perlakuan pertama adalah melapisi sediaan gel/krim dengan
kain kasa sebagai membran difusi (sel disolusi), lalu sediaan gel/krim yang telah dilapisi
dengan kain kasa dicelupkan ke dalam beker gelas yang berisi medium aquadest sebanyak
500mL, kemudian suhu dipertahankan pada 37oC, agar menyesuaikan dengan suhu tubuh.
Lalu stirer diatur pada kecepatan konstan 5 rpm. Setelah itu cairan sample diambil pada
selang waktu menit ke 5, menit ke 10, menit ke 15 , menit ke 25, menit ke 35, dan menit ke
45 untuk menentukan jumlah obat dalam cairan itu. Dan setiap pengambilan cuplikan 5 ml
harus ada penambahan 5 ml aquadest juga dari tabung satunya supaya jumlah air sama
dalam tabung pada menit pengukuran pertama sampai pada pengukuran terakhir atau 45
menit. Sebelum pengukuran, cuplikan dibiarkan dahulu beberapa menit supaya pengotor
lainnya dapat mengendap sehingga faktor kesalahan dalam pengukuran seminimal mungkin
dan pada pengambilan cuplikan tempat pengambilan cuplikan harus di tempat yang sama
supaya kondisi juga sama karena jika kita ketika diambil di tempat yang berbeda
kemungkinan akan menghasilkan konsentrasi yang berbeda pula sehingga pada pengukuran
ini tidak akurat hasil yang didapat. Dan pada pemipetan juga sebaiknya pengambilan sampel
dengan pipet harus tegak lurus karena dengan tegak lurus akan dihasilkan pemipetan yang
baik karena cara pemipetan yang baik adalah tegak lurus tidak boleh miring.
Setelah itu tentukan absorbansinya pada panjang gelombang 525 nm. Untuk
menentukan kadar obat maka digunakan alat spektrofotometer vis dengan penambahan
FeCl3 untuk pembentukan kompleks dengan besi (III) klorida dengan apa?. Penambahan
FeCl3 pada larutan asam salisilat akan merubah warna larutan menjadi ungu. Hal ini terjadi
karena adanya reaksi antara asam salisilat dengan ion Fe(H2O)6 3+ . bagaimana reaksinya?
Atom oksigen baik pada gugus hidroksi maupun gugus karboksilat dari asam salisilat akan
berikatan dengan ion kompleks tersebut.
Dari hasil pengukuran absorbansi didapatkan hasil dimana terlihat bahwa absorbansi
yang dihasilkan semakin lama semakin meningkat begitu juga dengan kadar obat
(konsentrasi obat), sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa absorbansi berbanding lurus
dengan konsentrasi. Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai % terlarut pada
sediaan gel baru terjadi disolusi pada menit ke 35. Hal ini berbeda dengan sediaan krim yang
terjadi disolusi pada menit ke 15. Hal ini dapat disebabkan karena afinitas asam salisilat
44
pada sediaan gel tinggi sehingga sulit terlepas dari basisnya, karena asam salisilat memiliki
kecenderungan sifat lebih lipofil sedangkan basis gel (Na CMC) bersifat hidrofil. Oleh sebab
itu maka asam salisilat akan terperangkap didalam basis gel sehingga afinitas asam salisilat
menjadi tinggi terhadap basis gel sehingga sulit terlepas dari basisnya. Sedangkan pada
sediaan krim yang seharusnya menjadi krim tipe w/o karena ada basis vaselin dan cetil
alcohol sebagai basis minyak dengan perbandingan Na CMC sebagai basis air, memiliki
disolusi lebih cepat daripada sediaan gel, padahal semestinya stabilitas dari krim w/o yang
bersifat hidrofobik, ketika dicampurkan ke dalam basis gel yang bersifat hidrofilik mungkin
tidak stabil tetapi karena mungkin sediaan krimnya kurang baik disebabkan lebih banyak
fase air yang terlihat sehingga disolusi yang tercipta menjadi cepat karena cepat terlarutnya
dan sudah muncul pada menit ke 15.
Tetapi dilihat dari sediaan gel dan krim ini, keduanya tidak sesuai persyaratan uji
disolusi yang menyatakan % terlarut meningkat seiring bertambahnya waktu dan mencapai
75% di menit 45. Hal ini dapat terjadi karena mungkin formulasi dari sediaan gel dan krim
yang kurang baik. Faktor lain yang menyebabkan hasil percobaan tidak akurat adalah
kecepatan pengadukan saat uji. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan
tebal lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan pelarut.
Semakin lama kecepatan pengadukan maka laju disolusi akan semakin tinggi. Pada
percobaan ini kecepatan pengadukannya rendah sehingga % terlarut yang dihasilkan pun
rendah.
Selain itu, faktor-faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi hasil yang diperoleh
antara lain :
Suhu larutan disolusi yang tidak konstan.
Ketidaktepatan jumlah dari medium disolusi, setelah dipipet beberapa ml.
Terjadi kesalahan pengukuran pada waktu pengambilan sampel menggunakan pipet
volume.
Terdapat kontaminasi pada larutan sampel.
Suhu yang dipakai tidak tepat.
Untuk mengukur besarnya luas AUC zat aktif terlarut dapat digunakan dua metode,
yaitu metode timbang dan metode trapezium, dimana pada percobaan ini menggunakan
metode trapezium untuk menghitung DE. Dan hasil dari perhitungan DE45 yaitu pada
45
sediaan gel sebesar 75,12% dan pada krim sebesar 42,69%. Hal ini menunjukkan bahwa
pada menit ke 45, sediaan gel kecepatan disolusinya lebih baik daripada sediaan krim. Hal
ini dapat terjadi karena sediaan krim tidak terbentuk sempurna.
KESIMPULAN
1. Formula mengandung zat aktif asam salisilat yang berkhasiat sebagai agen keratolitik
yang pada proses pembuatannya perlu ditambahkan etanol untuk menghilangkan kristal
jarum dari asam salisilat
2. Fase minyak dan fase air dipanaskan secara terpisah pada temperatur yang sama
pembuatannya mortir dan stemper dipanaskan terlebih dahulu dengan air panas dan
setelah fase minyak dan fase air dicampurkan harus diaduk dengan cepat hingga
terbentuk cream.
3. Krim yang dibuat tidak homogen dimana fase minyak dan fase air memisah, daya
lekatnya adalah 5,56 detik, krim tidak dapat memberikan proteksi pada suatu cairan, krim
mampu menyebar hingga 2,5 cm pada permukaan.
4. Gel yang dibuat homogen dan berwarna putih, daya lekatnya adalah 4,2 detik, gel tidak
dapat memberikan proteksi pada suatu cairan, gel mampu menyebar hingga 4,5 cm pada
permukaan.
5. Perhitungan DE45 pada sediaan gel sebesar 75,12% dan pada krim sebesar 42,69%. Hal
ini menunjukkan bahwa pada menit ke 45, sediaan gel kecepatan disolusinya lebih baik
daripada sediaan krim. Hal ini dapat terjadi karena sediaan krim tidak terbentuk
sempurna.
46
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995 Farmakope Indonesia, IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed IV, UI Press, Jakarta
Bochek, A.M., Yusupova, L.D.,Zabivalova, N.M., Petropavlovskii, G.A. 2002. Rheological
Properties of Aqueous H-Carboxymethyl Cellulose Solutions with Various
Additives.Russian Journal ofApplied Chemistry.75: 4–7
Ditjen POM. (2000). Metode Analisis PPOM. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Garg, A., D. Aggarwal, S. Garg, and A. K. Sigla. 2002. Spreading of Semisolid Formulation:
An Update. Pharmaceutical Tecnology. September: 84-102.
Lachman L, LiebermanHA, Kanig jl. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III, jilid 2. UI
Press. Jakarta. 1986.
Voight, R, 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, UGM Press, Yogyakarta.
47